Anda di halaman 1dari 17

DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………………….i
Daftar Isi……………………………………………………………………………...ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah………………………………………………………….1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………..2
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………………………...2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Analisis Butir Soal…………………………………………………..3
2.2 Tujuan Analisis………………………………………………………………….3
2.3 Penganalisaan terhadap Butir Soal……………………………………………...4
2.4 Bentuk Soal……………………………………………………………………..7
2.5 Teknik Analisis Daya Pembeda Item…………………………………………...8
2.6 Teknik Analisis Fungsi Distraktor……………………………………………...13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………….14
3.2 Saran…………………………………………………………………………...15

Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Evaluasi pembelajaran adalah sistem. Artinya suatu rangkaian kegiatan yang
melibatkan berbagai unsur sebagai satu kesatuan. Masing-masing unsur mempunyai
fungsi dan peran tersendiri dan perubahan dalam salah satu unsur akan berpengaruh
pada unsur yang lainnya. Dalam dunia pendidikan, evaluasi merupakan suatu
kegiatan yang tak terpisahkan dan sama pentingnya dengan proses pembelajaran.
Pembelajaran tanpa kegiatan evaluasi akan kehilangan makna. Sebab guru tidak
akan memperoleh informasi penting tentang tingkat pencapaian tujuan, tingkat
penguasaan materi belajar, kekuatan, kelemahan siswa dalam belajar, serta kekuatan-
kelemahan guru dalam proses pembelajaran yang dikembangkan.
Walaupun evaluasi dianggap penting dan sudah merupakan pekerjaan rutin guru,
namun dalam kenyataan sehari-hari di lapangan sistem evaluasi dalam pembelajaran
bukan berarti tanpa persoalan. Berdasar pengamatan sepintas di lapangan, beberapa
persoalan tersebut paling tidak berkaitan dengan pemahaman konsep dasar evaluasi,
pelaksanaan dan pemanfaatannya, serta evaluasi program pengajaran.
Dalam proses pembelajaran ada tiga komponen utama yang merupakan satu
kesatuan, yaitu tujuan pembelajaran, proses pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar.
Masing-masing komponen dalam proses pembelajaran tersebut saling bergantung.
Oleh karena itu ketiga komponen harus senantiasa sesuai satu sama lainnya.
Dalam melakukan evaluasi terhadap alat pengukur yang telah digunakan untuk
mengukur keberhasilan belajar dari para peserta didiknya (muridnya, siswa,
mahasiswa dan lain-lain). Alat pengukur dimaksud adalah tes hasil belajar, yang
sebagai mana telah kita maklumi, batang tubuhnya terdiri dari kumpulan butir-butir
soal (item, tes). Dalam aplikasinya mempunyai fungsi dan peranan yang sangat
penting dalam hal untuk mengetahui tujuan yang ingin dicapai. Dan dari uraian di
atas maka penulis akan memaparkan makalah yang berjudul “Analisis Butir Soal”.
1.1 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas maka dapat kita rumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apa pengertian analisis butir soal?
2. Apa tujuan menganalisis buir soal?
3. Bagaimana penganalisisan terhadap butir soal?

1.2 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian analisis butir soal
2. Mengetahui tujuan penganalisisan
3. Mengetahui bagaimana penganalisisan terhadap butir soal
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Analisis Butir Soal


Analisis butir soal merupakan suatu prosedur yang sistematis, yang akan
memberikan informasi-informasi yang sangat khusus terhadap butir tes yang akan
kita susun. Analisis butir soal pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui apakah
setiap item soal benar-benar baik, sehingga diperlukan analisis terhadapnya.
Analisis item soal terutama dapat dilakukan untuk tes objektif. Dimana tes
objektif merupakan alat evaluasi (hasil belajar mengajar) yang mengukur kepada
objek-objeknya. Hal ini tidak berarti bahwa tes uraian tidak dapat di analisis, akan
tetapi memang dalam menganalisis butir tes uraian belum ada pedoman secara
standar.
Tentang kegunaan analisis terhadap item soal pada umumnya dilakukan terhadap
beberapa hal yaitu:
1. Seberapa besar tingkat kesukaran pada butir/item soal
2. Apakah butir item itu mampu membedakan kemampuan antara siswa pandai dan
kurang pandai.
3. Apakah butir item tersebut menggunakan distraktor yang baik atau belum.
Maka dari itu dengan analisis item soal dapat diperoleh informasi tentang
kejelekan sebuah soal dan petunjuk untuk mengadakan perbaikan.

2.2 Tujuan Analisis


Analisis butir tes merupakan kegiatan penting dalam upaya memperoleh
instrument yang berkategori baik. Analisis ini meliputi:
1. Menentukan validitas dan reliabilitas tes, dan
2. Analisis butir tes.
Menurut Thorndike & Hagen, analisis terhadap butir tes yang telah dijawab siswa
suatu kelas mempunyai dua tujuan, yakni:
1. Jawaban-jawaban soal-soal tersebut merupakan informasi diagnosis untuk
meneliti pelajaran dari kelas itu dan kegagalan-kegagalan belajarnya, serta
selanjutnya untuk membimbing kea rah cara belajar yang baik, dan
2. Jawaban terhadap soal-soal dan perbaikan soal-soal yang didasarkan atas
jawaban-jawaban tersebut merupakan dasar bagi penyiapan tes-tes yang lebih
baik.
Analisis butir tes bertujuan untuk mengidentifikasi butir-butir manakah yang
termasuk dalam kategori baik, kurang baik, dan jelek. Analisis butir tes
memungkinkan kita memperoleh informasi mengenai baik tidaknya suatu butir,
sekaligus memperoleh petunjuk untuk melakukan perbaikan. Dengan melakukan
analisis butir setidaknya kita dapat mengetahui empat hal penting, yaitu:
1. Bagaimana taraf kesukaran setiap butir tes?
2. Apakah setiap soal memiliki daya pembeda baik?
3. Apakah semua alternative jawaban dapat berfungsi secara baik?
4. Sejauh mana tiap butir tes dapat mengukur hasil pembelajaran?

2.3 Penganalisaan terhadap Butir Soal


a. Teknik Analisa Derajat Kesukaran Item
Analisis tingkat kesukaran soal yaitu mengkaji soal-soal tes dari segi kesulitannya
sehingga dapat diperoleh soal-soal mana yang termasuk mudah, sedang, dan sukar.
Tingkat kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau kemampuan siswa dalam
menjawab, bukan dilihat dari sudut guru sebagai pembuat soal. Persoalan yang
penting dalam melakukan analisis tingkat kesukaran soal adalah penentuan proporsi
dan kriteria soal yang termasuk mudah, sedang dan sukar. Tingkat kesukaran soal
adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu
yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks.
Bermutu atau tidaknya butir-butir item tes hasil belajar pertama-tama dapat
diketahui dari derajat kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh masing-
masing butir item tersebut. Butir-butir item tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai
butir-butir item yang baik apabila butir-butir item tersebut tidak terlalu sukar dan
tidak pula terlalu mudah dengan kata lain derajat kesukaran item itu adalah sedang
atau cukup. Bertitik tolak dari pernyataan tersebut di atas maka butir-butir item hasil
belajar di mana seluruh testee tidak dapat menjawab dengan betul (karena terlalu
sukar) tidak dapat disebut sebagai item yang baik. Demikian pula sebaliknya, butir-
butir item tes hasil belajar dimana seluruh testee dapat menjawab dengan betul
(karena terlalu mudah) juga tidak dapat dimasukkan dalam kategori item yang baik.
Pertanyaan yang akan segera muncul adalah: “Bagaimana cara yang dapat ditempuh
untuk mengetahui butir-butir item tes hasil belajar tertentu yang dapat dikatakan
adalah memiliki derajat kesukaran yang memadai?” Dalam hubungan ini,
Witherington dalam bukunya yang berjudul Psychological Education (hlm. 87)
mengatakan, bahwa sudah atau belum memadainya derajat kesukaran item tes hasil
belajar dapat diketahui dari besar kecilnya angka yang melambangkan tingkat
kesulitan dari item tersebut. Angka-angka yang dapat memberikan petunjuk
mengenai tingkat kesulitan item itu dikenal dengan istilah difficulty index (=angka
indeks kesukaran item), yang dalam dunia evaluasi hasil belajar umumnya
dilambangkan dengan huruf P, yaitu singkatan dari kata proportion (proporsi
=proporsa).
Menurut Witherington, angka indeks kesukaran item itu besarnya berkisar antara
0,00 sampai dengan 1,00. Artinya, angka indeks kesukaran itu paling rendah adalah
0,00 dan paling tinggi adalah 1,00. Angka indeks kesukaran sebesar 0,00 (P = 0,00)
merupakan petunjuk bagi tester bahwa butir item termasuk dalam kategori item yang
terlalu sukar, sebab disini seluruh tastee tidak dapat menjawab item dengan betul
(yang dapat menjawab dengan betul = 0). Sebaliknya, apabila angka indeks
kesukaran item itu adalah 1,00 (P = 1,00) hal ini mengandung makna bahwa butir
item yang bersangkutan adalah termasuk dalam kategori item yang terlalu mudah,
sebab disini seluruh testee dapat menjawab dengan betul butir item yang
bersangkutan (yang dapat menjawab dengan butir = 100% = 100 : 100 = 1,00).
Angka indeks kesukaran item itu dapat diperoleh dengan rumus yang dikemukakan
oleh Du Bois, yaitu

P = Np/N

P = Angka indeks kesukaran item

Np = Banyaknya tester yang dapat menjawab dengan betul terhadap butir


item yang bersangkutan.

N = Jumlah testee yang mengikuti tes hasil belajar

Mengenai bagaimana cara memberikan penafsiran (interpretasi) terhadap angka


indeks kesukaran item, Robert L. Thorndike dan Elizabeth Hagen dalam bukunya
berjudul Measurement and Evaluation in Psychology and Education mengemukakan
sebagai berikut:

Besarnya P Interpretasi

Kurang dari 0,30 Terlalu sukar

0,30 – 0,70 Cukup (Sedang)

Lebih dari 0,70 Terlalu Mudah

Sedangkan menurut Witherington dalam bukunya berjudul Psychology Education


adalah sebagai berikut:

Besarnya P Interpretasi

Kurang dari 0,25 Terlalu sukar

0,25 – 0,70 Cukup (Sedang)

Lebih dari 0,70 Terlalu Mudah


Soal dikatakan baik apabila soal tersebut tidak terlalu sukar atau terlalu mudah.
Soal yang terlalu mudah, yakni semua anak dapat mengerjakan dengan benar, adalah
tidak baik. Demikian juga soal yang terlalu sukar, yaitu semua anak tidak dapat
mengerjakan soal dengan benar, juga merupakan soal yang tidak baik. Hal itu
disebabkan karena soal yang terlalu mudah tidak merangsang peserta didik untuk
mempertinggi usaha memecahkannya. Dan soal yang terlalu sukar menyebabkan
peserta didik putus asa serta menjadi tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi
karena diluar jangkauannya.
Ada beberapa dasar pertimbangan dalam menentukan proporsi jumlah soal
kategori mudah, sedang, dan sukar. Pertimbangan pertama adalah adanya
keseimbangan, yakni jumlah soal sama untuk ketiga kategori tersebut. Artinya, soal
mudah, sedang, dan sukar jumlahnya seimbang. Persoalan lain adalah menentukan
kriteria soal, yaitu ukuran untuk menentukan apakah soal tersebut termasuk mudah,
sedang atau sukar. Dalam menentukan kriteria ini digunakan judgment dari guru
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Pertimbangan tersebut antara lain
adalah:
a) Abilitas yang diukur dalam pertanyaan tersebut
b) Sifat materi yang diujikan atau ditanyakan
Isi bahan yang ditanyakan sesuai dengan bidang keilmuannya, baik luasnya
maupun kedalamannya

2.4 Bentuk soal


Dalam kaitannya dengan hasil analisis item dari segi derajat kesukarannya seperti
telah dikemukakan di atas, maka tindak lanjut yang perlu dikemukakan oleh tester
adalah sebagai berikut:
Pertama, untuk butir-butir item yang berdasarkan hasil analisis termasuk dalam
kategori baik (dalam arti derajat kesukaran itemnya cukup atau sedang), seyogyanya
butir item tersebut segera dicatat dalam buku bank soal.
Kedua, untuk butir-butir item yang termasuk dalam kategori terlalu sukar, ada tiga
kemungkinan tindak lanjut, (1) butir soal tersebut dibuang/didrop, (2) diteliti ulang,
dilacak dan ditelusuri sehingga dapat diketahui faktor yang menyebabkan butir item
yang bersangkutan sulit dijawab oleh testee, (3) Haruslah dipahami bahwa tidak
setiap butir item yang termasuk dalam kategori terlalu sukar itu sama sekali tidak
memiliki kegunaan.
Ketiga, untuk butir-butir item yang termasuk dalam kategori terlalu mudah, juga
ada tiga kemungkinan tindak lanjutnya. yaitu (1) butir soal tersebut dibuang/didrop,
(2) diteliti ulang, dilacak dan ditelusuri sehingga dapat diketahui faktor yang
menyebabkan butir item yang bersangkutan mudah dijawab oleh testee, (3) Seperti
halnya butir-butir yang terlalu sukar, butir-butir item yang terlalu mudah juga masih
mengandung manfaat, yaitu bahwa butir-butir item yang termasuk dalam kategori ini
dapat dimanfaatkan pada tes-tes (terutama tes seleksi) yang sifatnya longgar.

2.5 Teknik Analisis Daya Pembeda Item


Daya pembeda item adalah kemampuan suatu butir item tes hasil belajar untuk
dapat membedakan (mendiskriminasi) antara kemampuan tinggi dan rendah. Daya
pembeda item itu penting sekali bagi salah satu dasar untuk menyusun butir item tes
hasil belajar adalah adanya anggapan.
Tes dikatakan tidak memiliki daya pembeda apabila tes tersebut, jika diujikan
kepada anak berprestasi tinggi, hasilnya rendah tetapi bila diberikan kepada anak
yang lemah hasilnya lebih tinggi. Atau bila diberikan kepada kedua kategori siswa
tersebut hasilnya sama saja.
Dengan demikian, tes yang tidak memiliki daya pembeda, tidak akan
menghasilkan gambaran hasil yang sesuai dengan kemampuan siswa yang
sebenarnya. Akan terlihat aneh apabila anak pandai tidak lulus tetapi anak bodoh
lulus dengan baik tanpa dilakukan manipulasi oleh tester (si penilai) atau di luar
faktor kebetulan.
Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks daya pembeda
(item discrimination) disingkat D (d besar). Indeks daya pembeda didefinisikan
sebagai selisih antara proporsi jawaban benar pada kelompok atas (peserta didik tes
yang mampu/pandai) dengan proporsi jawaban benar pada kelompok bawah (peserta
didik tes yang kurang mampu/pandai). Umumnya, para ahli tes membagi kelompok
ini menjadi 27% atau 33% kelompok atas dan 27% atau 33% kelompok bawah
(Cureton, 1957).
Contoh: Pembagian Kelompok 27%
Responden SKOR BUTIR SOAL SETIAP NOMOR SOAL Total Skor
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9
2 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 9
3 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 8
4 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 7
5 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 7
6 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 7
7 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 6
8 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 6
9 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 6
10 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 6
11 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 6
12 0 1 1 0 1 1 0 1 0 0 5
13 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 5
14 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 5
15 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 5
16 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 5
17 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 5
18 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 4
19 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 3
20 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 3

Indeks daya pembeda berkisar antara -1,00 sampai 1,00. Tanda negatif
menunjukkan bahwa peserta didik tes yang kemampuannya rendah dapat menjawab
benar sedangkan peserta didik tes yang kemampuannya tinggi menjawab salah.
Dengan demikian, soal yang indeks daya pembedanya negatif menunjukkan
terbaliknya kualitas peserta didik tes. Indeks daya pembeda dapat dicari dengan
menggunakan rumus sebagai berikut ini.
D = A/n_A -B/n_B
D = indeks daya pembeda
A = jumlah peserta didik tes yang menjawab benar pada kelompok atas
B = jumlah peserta didik tes yang menjawab benar pada kelompok bawah
nA = jumlah peserta didik tes kelompok atas
nB = jumlah peserta didik tes kelompok bawah
Pada kebanyakan kasus, jumlah peserta didik tes kelompok atas sama dengan
jumlah peserta didik tes kelompok bawah, nA = nB = n. Dengan demikian maka
rumus daya pembeda menjadi:
D=(A-B)/n

Kriteria indeks daya pembeda berdasarkan Crocker dan Algina (1986) adalah
sebagai berikut:
Daya Pembeda Kualifikasi
0,00 – 0,19 soal tidak dipakai/dibuang
0,20 – 0,29 soal diperbaiki
0,30 – 0,39 soal diterima tapi perlu diperbaiki
0,40 – 1,00 soal diterima/baik
Contoh:
Tingkat Kesukaran 27% kelompok atas (5 orang dari 20 peserta didik tes)
Responden SKOR BUTIR SOAL SETIAP NOMOR SOAL Total Skor
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9
2 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 9
3 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 8
4 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 7
5 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 7
Xatas 4 5 4 5 4 4 2 4 4 4
Skor maks 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Kel. Atas 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
(P) kel. Atas 0.8 1.0 0.8 1.0 0.8 0.8 0.4 0.8 0.8 0.8
Tingkat Kesukaran 27% kelompok bawah (5 orang dari 20 peserta didik tes)

Responden SKOR BUTIR SOAL SETIAP NOMOR SOAL Total Skor


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
16 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 5
17 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 5
18 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 4
19 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 3
20 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 3
Xatas 3 1 3 2 1 3 0 3 1 3
Skor maks 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Kel. Bawah 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
(P) kel. bawah 0.6 0.2 0.6 0.4 0.2 0.6 0 0.6 0.2 0.6
Untuk mengetahui besar kecilnya angka indeks diskriminasi item dapat
dipergunakan rumus berikut ini:
D = PA-PB
D = Discriminatory power (angka indeks diskriminasi item)
PA = Proporsi testee kelompok atas yang dapat menjawab dengan betul butir
item yang bersangkutan
PA = A/n_A
PB = Proporsi testee kelompok bawah yang dapat menjawab dengan betul butir
item yang bersangkutan
PB = B/n_B
Tabel berikut menunjukkan daya pembeda soal nomor 1 sampai dengan nomor 10
berdasarkan perbedaan 27% kelompok atas dan 27% kelompok bawah.
Daya Pembeda Soal
Soal Tingkat kesukaran kelompok atas Tingkat kesukaran kelompok bawah
Daya pembeda Soal (D)
1 0.80 0.60 0.20
2 1.00 0.20 0.80
3 0.80 0.60 0.20
4 1.00 0.40 0.60
5 0.80 0.20 0.60
6 0.80 0.60 0.20
7 0.40 0 0.40
8 0.80 0.60 0.20
9 0.80 0.20 0.60
10 0.80 0.60 0.20
Soal nomor 1, 3, 6, 8, dan 10 berdaya pembeda 0.20. Hal ini berarti kelompok
lima soal tersebut mempunyai kualifikasi soal yang harus diperbaiki. Hal ini sesuai
dengan pengklasifikasian daya pembeda oleh Crocker dan Algina yang telah
dijelaskan di atas.
Dalam hubungan ini, patokan yang pada umumnya dipegangi adalah sebagai
berikut:
a) Besarnya Angka Indeks Diskriminasi Item Klasifikasi Interpretasi
b) Kurang dari 0,20 Poor Butir item yang bersangkutan daya pembedanya lemah
sekali (jelek), dianggap tidak memiliki daya pembeda yang baik
c) 0,20-0,40 Satisfactory Butir yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda
yang cukup (sedang)
d) 0,40-0,70 Good Butir yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang
baik
e) 0,70-1,00 Excellent Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda
yang baik sekali
f) Bertanda negative - Butir item yang bersangkutan daya pembedanya negatif (jelek
sekali)

2.6 Teknik Analisis Fungsi Distraktor


Distraktor adalah pengecoh, jawaban-jawaban yang mengecoh. Ini bertujuan
menarik untuk menjawabnya padahal itu salah. Sebagai tindak lanjut atas hasil
penganalisaan terhadap fungsi distraktor tersebut maka distraktor yang sudah
menjalankan fungsinya dengan baik dapat dipakai lagi pada tesnya.
Tujuan utama pemasangan distraktor pada setiap butir itu adalah, agar dari sekian
banyak testee yang mengikuti tes hasil belajar ada yang tertarik atau terangsang untuk
memilihnya, sebab mereka menyangka bahwa distraktor yang mereka pilih itu
merupakan jawaban yang betul.
Suatu kemungkinan dapat terjadi, yaitu bahwa dari keseluruhan alternative yang
dipasang pada butir item tertentu, sama sekali tidak dipilih oleh testee. Dengan kata
lain, testee menyatakan “blangko”. Pernyataan blangko ini sering dikenal dengan
istilah oniet dan biasa diberi lambing dengan huruf O.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Analisis butir soal merupakan suatu prosedur yang sistematis, yang akan
memberikan informasi-informasi yang sangat khusus terhadap butir tes yang akan
kita susun. Analisis butir soal pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui apakah
setiap item soal benar-benar baik, sehingga diperlukan analisis terhadapnya.
Analisis butir tes bertujuan untuk mengidentifikasi butir-butir manakah yang
termasuk dalam kategori baik, kurang baik, dan jelek. Analisis butir tes
memungkinkan kita memperoleh informasi mengenai baik tidaknya suatu butir,
sekaligus memperoleh petunjuk untuk melakukan perbaikan.
Penganalisisan terhadap butir-butir soal dapat dilakukan dari tiga segi antara lain
sebagai berikut:
a. Teknik analisis kesukaran item soal
Analisis tingkat kesukaran soal yaitu mengkaji soal-soal tes dari segi kesulitannya
sehingga dapat diperoleh soal-soal mana yang termasuk mudah, sedang, dan sukar.
Tingkat kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau kemampuan siswa dalam
menjawab, bukan dilihat dari sudut guru sebagai pembuat soal.
Angka indeks kesukaran item ini dapat diperoleh dengan menggunakan rumus
yang dikemukakan oleh Dubois yaitu:
P = Np/N
b. Teknik analisis daya pembeda
Daya pembeda item adalah kemampuan suatu butir item tes hasil belajar untuk
dapat membedakan (mendiskriminasi) antara kemampuan tinggi dan rendah. Daya
pembeda item itu penting sekali bagi salah satu dasar untuk menyusun butir item tes
hasil belajar.
Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah:
D = PA-PB
c. Teknik analisis fungsi distractor
Distraktor adalah pengecoh, jawaban-jawaban yang mengecoh. Ini bertujuan
menarik untuk menjawabnya padahal itu salah. Sebagai tindak lanjut atas hasil
penganalisaan terhadap fungsi distraktor tersebut maka distraktor yang sudah
menjalankan fungsinya dengan baik dapat dipakai lagi pada tesnya.

3.2 Saran
Analisis butir soal hendaknya kita lakukan untuk dapat mengidentifikasi butir-
butir tes secara baik dan tepat dan dapat memahami informasi yang diperoleh untuk
melakukan perbaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Drs. Mudjiji, M. P. (n.d.). Tes Hasil Belajar. Jakarta: Bumi Aksara.


Prof. H M Sukardi, M. (2008). Evaluasi Pendidikan dan Operasinya. Jojakarta: PT.
Bumi Aksara.
Purwanto, N. (2010). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pembelajaran. Bandung:
PT Remaja Rosda Karya.
Rafi'i, S. (2010). Teknik Evaluasi. Bandung: Cita Pustaka Setia.
Rosnita. (2007). Evaluasi Pendidikan. Bandung: Cita Pustaka Setia.
Sudjiono, A. (2009). Pengantar Evaluasi. Jakarta: Rajawali Pers.
Suharsimi, A. (2007). Dasar - dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai