Anda di halaman 1dari 12

PERAN PERAWAT PADA REHABILITASI GANGGUAN JIWA

2.1. LANDASAN TEORI


2.11. Gangguan jiwa
a. Pengertian gangguan jiwa
Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive), kemauan
(volition,emosi (affective), tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007).
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada
fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang
menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan
peran social.
Berdasarkan 2 definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa gangguan jiwa
adalah suatu perubahan dalam fungsi jiwa baik itu dalam proses berpikir, kemauan
maupun tindakan yang mengakibatkan gangguan dalam peran sosial.
b. Penggolongan gangguan jiwa
Gangguan jiwa digolongkan ke dalam 2 bagian yaitu ;
1) Neurosa
Neurosa ialah kondisi psikis dalam ketakutan dan kecemasan yang kronis
dimana tidak ada rangsangan yang spesifik yang menyebabkan kecemasan tersebut.
2) Psikosa
Psikosis merupakan gangguan penilaian yang menyebabkan
ketidakmampuan seseorang menilai realita dengan fantasi dirinya. Hasilnya,
terdapat realita baru versi orang psikosis tersebut. Psikosis dapat pula diartikan
sebagai suatu kumpulan gejala atau sindrom yang berhubungan gangguan psikiatri
lainnya, tetapi gejala tersebut bukan merupakan gejala spesifik penyakit tersebut.

c. Tanda dan gejala gangguan jiwa


1) Ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas,
perbuatan-perbuatan yang terpaksa (Convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak
mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk.
2) Gangguan kognisi pada persepsi: merasa mendengar (mempersepsikan)
sesuatu bisikan yang menyuruh membunuh, melempar, naik genting,
membakar rumah, padahal orang di sekitarnya tidak mendengarnya dan
suara tersebut sebenarnya tidak ada hanya muncul dari dalam diri individu
sebagai bentuk kecemasan yang sangat berat diarasakan. Hal ini sering
disebut halusinasi, klien bisa mendengar sesuatu, melihat sesuatu atau
merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada menurut orang lain.
3) Gangguan kemauan: klien memiliki kemauan yang lemah (abulia) susah
membuat keputusan atau memulai tingkah laku, susah sekali bangun pagi,
mandi, merawat diri sendiri sehingga terlihat kotor, bau dan acak-acakan.
4) Gangguan emosi: klien merasa senang, gembira yang berlebihan (Waham
kebesaran). Klien merasa sebagai orang penting, sebagai raja, pengusaha,
orang kaya, titisan Bung karno tetapi di lain waktu ia bisa merasa sangat
sedih, menangis, tak berdaya (depresi) sampai ada ide ingin mengakhiri
hidupnya.
5) Gangguan psikomotor : Hiperaktivitas, klien melakukan pergerakan yang
berlebihan naik ke atas genting berlari, berjalan maju mundur, meloncat-
loncat, melakukan apa-apa yang tidak disuruh atu menentang apa yang
disuruh, diam lama tidak bergerak atau melakukan gerakan aneh.
(Yosep, 2007).
d. Penanganan Gangguan Jiwa
1) Terapi psikofarmaka
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara
selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap
aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik
yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup klien (Hawari, 2001).
Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya:
antipsikosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia, anti-
panik, dan anti obsesif-kompulsif,. Pembagian lainnya dari obat psikotropik
antara lain: transquilizer, neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika
(Hawari, 2001).
2) Terapi somatik
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat
gannguan jiwa sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem tubuh
lain. Salah satu bentuk terapi ini adalah Electro Convulsive Therapy.
Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan suatu jenis pengobatan
somatik dimana arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang
ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup menimbulkan kejang grand
mal, yang darinya diharapkan efek yang terapeutik tercapai.Mekanisme
kerja ECT sebenarnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan bahwa ECT
menghasilkan perubahan-perubahan biokimia didalam otak (Peningkatan
kadar norepinefrin dan serotinin) mirip dengan obat anti depresan.
(Townsend alih bahasa Daulima, 2006).

3) Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah suatu pendekatan penanganan klien
gangguan yang bervariasi yang bertujuan mengubah perilaku klien
gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya menjadi perilaku yang
adaptif.
Ada beberapa jenis terapi modalitas, antara lain:
a) Terapi Individual
Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan
pendekatan hubungan individual antara seorang terapis dengan seorang
klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan
klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah
hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan
sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan
tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan.
Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar klien
mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga
diharapkan mampu meredakan penderitaan (distress) emosional, serta
mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
b) Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar
terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi
perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit
dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien
untuk tumbuh dan berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai
terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.
c) Terapi Kognitif
Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap
yang mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses yang
diterapkan adalah membantu mempertimbangkan stressor dan
kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola berfikir dan
keyakinan yang tidak akurat tentang stressor tersebut. Gangguan
perilaku terjadi akibat klien mengalami pola keyakinan dan berfikir
yang tidak akurat. Untuk itu salah satu memodifikasi perilaku adalah
dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut. Fokus auhan
adalah membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai yang diyakini,
harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan dengan menyusun
perubahan kognitif.

d) Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh
anggota keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan
terapi keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya.
Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami
disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh
anggotanya.
Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan
diidentifikasi dan kontribusi dari masing-masing anggota keluarga
terhadap munculnya masalah tersebut digali. Dengan demikian terlebih
dahulu masing-masing anggota keluarga mawas diri; apa masalah yang
terjadi di keluarga, apa kontribusi masing-masing terhadap timbulnya
masalah, untuk kemudian mencari solusi untuk mempertahankan
keutuhan keluarga dan meningkatkan atau mengembalikan fungsi
keluarga seperti yang seharusnya.
e) Terapi Kelompok
Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk
dalam kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media
kelompok. Dalam terapi kelompok perawat berinteraksi dengan
sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah meningkatkan
kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan interpersonal, dan
mengubah perilaku maladaptive.
f) Terapi Perilaku
Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa
perilaku timbul akibat proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh
karenanya dapat dipelajari dan disubstitusi dari perilaku yang tidak
sehat. Teknik dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini adalah:Role
model, Kondisioning operan, Desensitisasi sistematis, Pengendalian diri
dan Terapi aversi atau releks kondisi.
g) Terapi Bermain
Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anak-
anak akan dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari
pada dengan ekspresi verbal. Dengan bermain perawat dapat mengkaji
tingkat perkembangan, status emosional anak, hipotesa diagnostiknya,
serta melakukan intervensi untuk mengatasi masalah anak tersebut.

2.12. Rehabilitasi Gangguan Jiwa


a. Pengertian Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah segala tindakan fisik, penyesuaian psikososial
dan latihan vokasional sebagai usaha untuk memperoleh fungsi dan
penyesuaian diri yang optimal serta mempersiapkan klien secara fisik,
mental, sosial dan vokasional untuk suatu kehidupan penuh sesuai dengan
kemampuannya (Nasution, 2006).
b. Tujuan Rehabilitasi
Maksud dan tujuan rehabilitasi klien mental dalam psikiatri yaitu
mencapai perbaikan fisik dan mental sebesar¬besarnya, penyaluran dalam
pekerjaan dengan kapasitas maksimal dan penyesuaian diri dalam hubungan
perseorangan dan sosial sehingga bisa berfungsi sebagai anggota
masyarakat yang mandiri dan berguna
c. Tahapan Rehabilitasi
Upaya Rehabilitasi terdiri dari 3 tahap yaitu ;
1) Tahap persiapan
a) Orientasi.
Selama fase orientasi klien akan memerlukan dan mencari
bimbingan seorang yang professional. Perawat menolong klien
untuk mengenali dan memahami masalahnya dan menentukan
apa yang diperlukannya.
b) Identifikasi
Perawat mengidentifikasi dan mengkaji perasaan klien
serta membantu klien seiring penyakit yang ia rasakan sebagai
sebuah pengalaman dan memberi orientasi positif akan perasaan
dan kepribadiannya serta memberi kebutuhan yang diperlukan.
2) Tahap pelaksanaan
Perawat melakukan eksploitasi dimana selama fase ini klien
menerima secara penuh nilai-nilai yang ditawarkan kepadanya
melalui sebuah hubungan (Relationship). Tujuan baru yang akan
dicapai melalui usaha personal dapat diproyeksikan, dipindah
dari perawat ke klien ketika klien menunda rasa puasnya untuk
mencapai bentuk baru dari apa yang dirumuskan
3) Tahap pengawasan
Tahap pengawasan perawat melakukan resolusi.Tujuan baru
dimunculkan dan secara bertahap tujuan lama dihilangkan. Ini
adalah proses dimana klien membebaskan dirinnya dari
ketergantungan terhadap orang lain

d. Jenis Kegiatan Rehabilitasi


Abroms dalam Stuart (2006) menekankan 4 keterampilan penting
psikososial pada klien gangguan jiwa yaitu:
1) Orientation
Orientaton adalah pencapaian tingkat orientasi dan
kesadaran terhadap realita yang lebih baik. Orientasi berhubungan
dengan pengetahuan dan pemahaman klien terhadap waktu, tempat
atau maksud/ tujuan, sedangkan kesadaran dapat dikuatkan melalui
interaksi dan aktifitas pada semua klien.
2) Assertion
Assertion yaitu kemampuan mengekspresikan perasaan
sendiri dengan tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
mendorong klien dalam mengekspresikan diri secara efektif dengan
tingkah laku yang yang dapat diterima masyarakat melalui
kelompok pelatihan asertif, kelompok klien dengan kemampuan
fungsional yang rendah atau kelompok interaksi klien.
3. Accuption
Accuption adalah kemampuan klien untuk dapat percaya diri
dan berprestasi melalui keterampilan membuat kerajinan tangan.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan aktifitas klien
dalam bentuk kegiatan sederhana seperti teka- teki (sebagai aktivitas
yang bertujuan) mengembangkan keterampilan fisik seperti
menyulam. Membuat bunga, melukis dan meningkatkan manfaat
interaksi sosial.
4. Recreation
Recreation adalah kemampuan menggunakan dan membuat
aktifitas yang menyenangkan dan relaksasi. Hal ini memberi
kesempatan pada klien untuk mengikuti bermacam reaksi dan
membantu klien menerapkan keterampilan yang telah ia pelajari
seperti:orientasi asertif, interaksi sosial, ketangkasan fisik. Contoh
aktifitas relaksasi seperti permainan kartu, menebak kata dan jalan-
jalan, memelihara binatang, memelihara tanaman, sosio- drama,
bermain musik dan lain-lain.

2.13. Tim dalam pelaksanaan Rehabilitasi


Pelaksanaan rehabilitasi dilakukan oleh multiprofesi yang terdiri dari
dokter, perawat, psikologi, sosial worker serta okupasi therapist yang memiliki
peran dan fungsi masing-masing. Dokter memberikan terapi somatik, psikolog
melakukan pemilahan klien berdasarkan hasil psikotest, kemampuan serta minat
klien, social worker menjadi penghubung antara klien dengan keluarga dan
lingkungan serta okupasi terapis memberikan terapi kerja bagi pasien. Perawat
sendiri mempunyai peran yang sangat penting dalam pelaksanaan rehabilitasi baik
dalam tahap persiapan, pelaksanaan maupun pengawasan. Sebagai sebuah team,
perawat memberi peran yang sangat penting dalam mengkoordinasikan berbagai
cara dan kerja yang dilakukan semua anggota team sesuai dengan tujuan yang akan
dicapai antara klien dan team kesehatan sehingga rehabilitasi berjalan sesuai tujuan
yang diharapkan.
Dalam rehabilitasi gangguan jiwa tenaga perawat sebagai anggota tim
kesehatan dalam menjalankan peran dan fungsinya bersifat mandiri, kolaboratif dan
atau saling tergantung dengan anggota tim kesehatan lain, untuk dapat berperan
secara aktif dalam memenuhi memberikan pelayanan kesehatan.
a. Pengertian peran
Peran perawat : merupakan tingkah laku yang diharapkan baik oleh
individu, keluarga maupun masyarakat terhadap perawat sesuai kedudukannya
dalam sistem pelayanan kesehatan (Kusnanto, 2005)
b. Peran perawat pada rehabilitasi
1) Pada tahap persiapan
Peran Perawat pada klien dengan gangguan jiwa
a) Peran stranger (orang yang tidak dikenal).
Hal yang pertama terjadi ketika perawat dan klien bertemu mereka belum
saling mengetahui maka klien diperlakukan secara biasanya. Klien akan
memerlukan dan mencari bimbingan seorang yang professional. Perawat menolong
klien untuk mengenali dan memahami masalahnya dan menentukan apa yang
diperlukannya. Hal in dilakukan dengan cara Membina hubungan saling percaya
• Perawat mengucapkan salam kepada klien
• Bersikap terbuka dengan mendengarkan apa yang klien sampaikan
• Memanggil klien dengan nama yang disukai
• Menyapa klien dengan ramah
b) Peran pendidik
Merupakan kombinasi dari seluruh peran dan selalu berasal dari apa yang
klien tidak ketahui dan dikembangkan dari keinginan dan minatnya dalam
menerima dan menggunakan informasi. Perawat memberikan jawaban dari
pertanyaan–pertanyaan yang spesifik meliputi segala hal tentang rehabilitasi yang
dijalani oleh klien dan menginterpretasikan kepada klien dan keluarga bagaimana
cara perawatan klien dan rencana perawatan selanjutnya setelah dilakukan
rehabilitasi.
c) Peran wali/pendamping
Klien menganggap perawat sebagai peran walinya. Sikap dan tingkah laku
perawat menciptakan suatu perasaan tertentu dalam diri klien yang bersifat reaktif
dan muncul dari hubungan sebelumnya.
d) Peran Kepemimpinan/manajer kasus.
Membantu klien mengerjakan tugas-tugas melalui hubungan yang
kooperatif dan partisipasi aktif yang demokratis antar tim kesehatan yang terlibat
dalam pelaksanaan rehabilitasi dengan mengkomunikasikan tim rehabilitasi tentang
jadwal dan jenis kegiatan rehabilitasi yang dilaksanakan klien untuk kelangsungan
perawatan secara berkesinambungan
e) Peran pelaksana
Memberikan obat sesuai dengan hasil kolaborasi dengan medis yang
diperlukan.
2) Pada tahap pelaksanaan
Peran Perawat pada klien dengan gangguan jiwa menurut Peplau dalam
Potter Perry (2005) yaitu :
a) Peran pelaksana
1) Membimbing/mengajarkan klien jenis kegiatan rehabilitasi sesuai dengan
kemampuan klien
2) Mengobservasi perilaku klien selama kegiatan rehabilitasi
3) Memberikan pujian atas keberhasilan klien dalam melaksanakan kegiatan
rehabilitasi
4) Memberikan dukungan jika klien belum bisa menyelesaikan kegiatan
rehabilitasi sesuai rencana
b) Peran wali/pendamping
Fungsi perawat disini membimbing klien mengenali dirinya dengan sosok
yang ia bayangkan dengan mendampingi klien selama kegiatan rehabilitasi.
3) Tahap pengawasan dan evaluasi
Peran Perawat pada klien dengan gangguan jiwa menurut Peplau dalam
Potter Perry (2005) yaitu :
a) Peran pendidik
Merupakan kombinasi dari seluruh peran dan selalu berasal dari apa yang
klien tidak ketahui dan dikembangkan dari keinginan dan minatnya dalam
menerima dan menggunakan informasi. Perawat memberikan jawaban dari
pertanyaan–pertanyaan yang spesifik meliputi segala hal tentang rehabilitasi yang
dijalani oleh klien dan menginterpretasikan kepada klien dan keluarga bagaimana
cara perawatan klien dan rencana perawatan selanjutnya setelah dilakukan
rehabilitasi.
b) Peran Kepemimpinan/manajer kasus.
Membantu klien mengerjakan tugas-tugas melalui hubungan yang
kooperatif dan partisipasi aktif yang demokratis antar tim kesehatan yang terlibat
dalam pelaksanaan rehabilitasi dalanm hal ini dengan sosial worker untuk untuk
home visite jika klien sudah kooperatif dan direncanakan akan dilakukan
pemulangan ke rumah.

c) Peran pelaksana
Melakukan dokumentasi dengan menerapkan prinsip dokumen
DAFTAR PUSTAKA

Guze, B., Richeimer, S., dan Siegel, D.J. (2000). The Handbook of Psychiatry
Hamid.(2007). Buku Ajar Riset Keperawatan.Jakrta : EGC.
Hawari.(2001). Pendekatan Holistic pada Gangguan Jiwa Skizofrenia.FKUI:
Jakarta
Keliat, Budi Ana. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi kedua. Jakarta
: EGC.
Keliat dan Akemat (2004). Keperawatan Jiwa : Terapi Aktivitas Kelompok.
Jakarta: EGC
Kusnanto.(2004). Keperawatan Profesional.. Jakarta : EGC.
Maslim, R. (2001). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III.
Jakarta: FK-Atmajaya.
Maramis, W.F.(2004). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi Ketujuh. Surabay :
Airlangga Universitas Press.
Potter, Perry.(2005). Fundamental Keperawatan.. Jakarta : EGC.
Rasmun.(2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga. Edisi Pertama. Jakarta : PT Fajar Interpratama.
Stuart & Laraia. (2006). Principle and Practice of Psychiatric Nursing Eighth
Edition. Mosby-Year Book Inc, St. Louis-USA.
Stuart, GW.( 2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Terjemahan dari Pocket Guide
to Psychiatric Nursing Alih bahasa Kapoh. Jakarta: EGC
Yosep, Iyus. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai