Anda di halaman 1dari 4

BURN INJURY

Luka bakar terdiri dari tiga jenis, yaitu cidera suhu (thermal injury), cidera kimia (chemical injury),
dan cidera listrik (electrical injury).

THERMAL INJURY
Dalam mengevaluasi thermal injury, penting untuk mengetahui tingkat kedalaman dari luka. Luka
bakar dapat dikelompokkan berdasarkan kedalamannya menjadi first-degree burn, partial-
thickness burn, dan full-thickness burn. First-degree burn mempunyai karakteristik: eritema,
nyeri, dan tanpa bula. Contohnya adalah sunburn. Luka bakar jenis tersebut tidak mengancam
nyawa dan pada umumnya tidak memerlukan infus cairan karena epidermis tetap utuh. Partial-
thickness burn mempunyai karakteristik: kemerahan, bengkak, dan terdapat bula. Permukaan luka
bisa tampak basah dan bersifat hipersensitif. Full-thickness burn mempunyai karakteristik:
berwarna gelap atau dapat juga tampak transparan atau seputih lilin. Permukaannya tidak terasa
nyeri dan kering secara keseluruhan.

Tingkat keparahan luka bakar bergantung kepada suhu dan durasi, sehingga pada luka dapat
ditemukan tiga zona, yaitu zona sentral nekrosis, zona stasis yang berisiko nekrosis, dan zona
hiperemis yang paling luar. Luas luka bakar dapat ditentukan dengan acuan Rule of Nines.
Primary survey dan resusitasi pasien luka bakar berfokus pada airway, breathing, dan circulation
(ABC). Proteksi jalan napas secara dini adalah hal yang penting untuk dilakukan, mengingat cidera
suhu pada faring dapat menyebabkan edema. Oleh karena itu, tenaga medis perlu melakukan
intubasi secepatnya. Pada breathing, masalah yang perlu diperhatikan pada pasien cidera suhu
adalah kemungkinan terjadinya hipoksia, keracunan karbonmonoksida, atau inhalasi asap. Untuk
mengatasi hipoksia, suplementasi oksigen harus diberikan, dengan atau tanpa intubasi. Kemudian,
pada pasien yang terbakar di area tertutup, selalu asumsikan terjadi paparan karbonmonoksida.
Pasien dengan kadar karbonmonoksida kurang dari 20% tidak menunjukkan gejala fisik,
sedangkan kadar CO yang lebih dari 20% dapat mengakibatkan sakit kepala, mual, koma, maupun
kematian. Pasien yang menunjukkan gejala kulit berwarna merah ceri (cherry-red skin color) juga
jarang. Oleh sebab itu, semua pasien yang dicurigai terpapar karbonmonoksida harus diberikan
oksigen 100% melalui non-rebreathing mask. Penanganan awal dari inhalasi asap adalah berupa
intubasi endotrakea dan ventilasi mekanis. Setelah itu, tenaga medis perlu melakukan resusitasi
cairan dengan Ringer’s Lactate secara intravena, dimulai dengan 2000 ml dan dapat diulang. Selain
itu, urine output juga dipantau sehingga dilakukan juga pemasangan kateter.

CHEMICAL INJURY
Cidera kimia dapat disebabkan oleh paparan asam, basa, atau petroleum. Luka bakar karena basa
lebih fatal daripada luka bakar karena asam, karena penetrasi basa ke jaringan lebih dalam. Tingkat
keparahan cidera kimia dipengaruhi oleh durasi kontak, konsentrasi bahan kimia, dan banyaknya
bahan kimia tersebut. Maka, hal yang sangat penting untuk dilakukan adalah menghilangkan
kontak dengan bahan kimia terkait. Jika bahan kimianya berbentuk bubuk, bahan kimia tersebut
dibuang terlebih dahulu dengan cara disikat sebelum diirigasi. Irigasi dengan air mengalir
dilakukan selama minimal 20-30 menit. Cidera karena bahan kimia basa memerlukan irigasi yang
lebih lama. Apabila bahan kimia basa mengenai mata, irigasi dilakukan terus-menerus selama 8
jam.

ELECTRICAL INJURY
Cidera listrik terjadi ketika terdapat kontak antara sumber listrik dan tubuh pasien. Kerusakan yang
ditimbulkan seringnya lebih parah di dalam tubuh daripada di luar tubuh. Tatalaksana yang patut
segera dilakukan pada pasien dengan luka bakar listrik yang signifikan meliputi perhatian kepada
airway dan breathing, lalu pemasangan intravenous line, kateter urin, dan EKG. Listrik dapat
menyebabkan aritmia jantung. Di sisi lain, listrik juga dapat menyebabkan kontraksi paksa dari
otot-otot, sehingga tenaga medis perlu melakukan pemeriksaan terhadap kerusakan tulang dan otot
terkait, serta mencurigai adanya cidera tulang belakang. Rhabdomyolysis akan berujung kepada
pelepasan myoglobin, yang dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Terapi untuk myoglobinuria
harus dimulai tanpa menunggu hasil laboratorium. Pemberian cairan ditargetkan hingga urine
output 100 ml/jam pada orang dewasa atau 2 ml/kgBB/jam pada anak-anak dengan berat <30 kg.

COLD INJURY
Cidera karena dingin dapat dibagi menjadi frostnip dan frostbite. Frostnip adalah cidera dingin
yang paling ringan, ditandai dengan nyeri inisial, pucat, dan rasa kebas. Setelah dihangatkan akan
sembuh dan tidak mengakibatkan kehilangan jaringan.

Frostbite disebabkan oleh beku jaringan disertai kristalisasi intraselular, sumbatan mikrovaskular,
dan anoksia jaringan. Frostbite dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu first-degree frostbite,
second-degree frostbite, third-degree frostbite, dan fourth-degree frostbite.
1. First-degree frostbite: hiperemi, edema, tanpa nekrosis kulit
2. Second-degree frostbite: vesikel bening besar, hiperemi kulit, edema, dan partial-thickness
skin necrosis
3. Third-degree frostbite: full-thickness skin necrosis, nekrosis jaringan subkutan, vesikel
berisi darah
4. Fourth-degree frostbite: full-thickness skin necrosis, nekrosis otot dan tulang, gangrene

Penanganan yang harus segera dilakukan adalah mengurangi durasi beku jaringan. Pakaian yang
lembab atau sempit sebaiknya diganti dengan selimut hangat. Lalu, pasien yang mampu minum
diberikan minuman hangat. Bagian tubuh yang cidera dialirkan air 40°C hingga warnanya kembali
merah muda (biasanya memerlukan waktu 20-30 menit). Bila perlu, diberikan analgesi intravena
pada pasien yang kesakitan selama proses penghangatan. Pada pasien yang mengalami hipotermia,
dapat diberikan infus cairan hangat.

Anda mungkin juga menyukai