KEPERAWATAN
LUKA BAKAR
Ns. SITI KHOIROH M.,M.Kep
PRODI S1 KEPERAWATAN
DEFINISI LUKA BAKAR
Suatu keadaan hilangnya atau rusaknya
sebagian jaringan tubuh yang dapat
disebabkan terbakar api langsung atau tidak
langsung, juga pajanan tinggi dari matahari,
listrik ataupun bahan kimia (sjamsuhidayat,2005)
Cidera yang terjadi dari kontak langsung
ataupun paparan terhadap sumber panas,
kimia, listrik atau radiasi.
Cidera luka bakar terjadi ketika energi dari
sumber panas dipindahkan ke jaringan tubuh.
Kedalaman cidera berhubungan dengan suhu
dan rentang waktu paparan atau kontak.
KLASIFIKASI
Luka bakar termal (Panas)
Luka bakar kimia
Luka bakar listrik
Luka bakar radiasi
Luka bakar/cidera inhalasi
ETIOLOGI
1. Luka bakar termal (panas)
Disebabkan oleh paparan atau kontak
langsung dengan api , cairan panas, semi
cairan (uap air), semipadat (ter) atau benda
panas.
2. Luka bakar kimia
Disebabkan oleh kontak dengan asam kuat,
basa kuat, atau senyawa organik.
Konsentrasi, volume, dan jenis bahan kimia
serta rentang waktu kontak menentukan
keparahan cidera kimia.
Cidera menjadi gawat jika cidera kimia
mengenai mata dan terhirup asap kimia.
Etiologi Lanjutan….
3. Luka bakar Listrik
Disebabkan oleh panas yang dihasilkan oleh
energi listrik seiring listrik tersebut melewati tubuh.
Derajat keparahan cidera dipengaruhi oleh
rentang waktu kontak, intensitas arus/tegangan
listrik, dan tahanan jaringan saat arus listrik
melewati tubuh.
9 9 9 9 9 9
18 18 18 18 18 18
18 18 16 16 14 14
- LUKA BAKAR 25% ATAU LEBIH TBSA Pada usia < 40 tahun
- LUKA BAKAR 20% ATAU LEBIH TBSA Pada usia > 40 tahun
- LUKA BAKAR 20% TBSA Pad anak anak < 10 tahun
- LB. MENGENAI TANGAN, WAJAH, TELINGA, MATA, KAKI
DAN GENETALIA/PERINEUM.
- LB. DENGAN CEDERA INHALASI, LISTRIK, DISERTAI
TRAUMA LAIN.
PENATALAKSANAAN/MANAJEMEN
LUKA BAKAR
1. Manajemen Fase Resusitatif
2. Manajemen Fase Akut
3. Manajemen Fase Rehabilitasi
1. FASE RESUSITATIF
Fase resusitatif terjadi antara awal cidera
sampai 36-48 jam setelah cidera. Fase berahir
ketika resusitasi cairan selesei.
Perhatian utama : masalah pernafasan dan
saluran nafas yang mengancam jiwa
Fase ini ditandai dengan terjadinya
hipovolemia yang menyebabkan kebocoran
cairan kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang
interstisial edema.
Manajemen klien dengan luka bakar dimulai
ditempat kejadian, dimulai dengan
memindahkan korban dari daerah yang
mengancam. Aturan BHD harsu diterapkan
Manajemen Pada Fase Resusitatif
1. Kaji Keparahan Luka Bakar
Keparahan luka bakar dipengaruhi oleh
kedalaman luka bakar, ukuran luka bakar,
lokasi luka bakar, usia, kesehatan secara
umum dan mekanisme cidera.
2. Menangani luka bakar minor
Terapkan prinsip rawat jalan.
Evaluasi luka dan lakukan perawatan awal
Berkan imunisasi tetanus
Lakukan manajemen nyeri.
Ajarkan perawatan luka di rumah dan
latihan rentang gerak sendi
Manajemen Pada Fase Resusitatif
3. Menangani luka bakar mayor
Tujuan: menyelamatkan nyawa, menjaga dan
melindungi saluran nafas serta mengembalikan
kestabilan hemodinamik.
4. Memantau saluran nafas dan pernafasan
Orofaring harus diperiksa untuk melihat adanya
eritema, lepuh atau luka dan kebutuhan intubasi
endotrakheal.
Jika dicurigai terdapat cidera inhalasi, berikan
100% oksigen lewat masker non rebrething
sampai kadar COHb turun dibawah 15 %.
Oksigen hiperbarik dipertimbangkan pada
semua paparan terhadap CO
Manajemen Pada Fase Resusitatif
5. Mencegah Syok hipovolemik
Pada luka bakar yang mengenai lebih dari 15% TBSA
dibutuhkan resusitasi cairan intravena.
Dianjurkan memasang 2 jalur IV perifer berdiameter besar.
Jika akses IV perifer terbatas maka diperlukan kanulasi
vena central (subklavia, jugular atau femoral)
Tujuan : untuk meminimalkan efek pergeseran cairan yang
merugikan, menjaga perfusi organ vital dan menghindari
komplikasi
Rumus yang direkomendasikan : untuk klien dewasa
beriikan Ringer Lactat per 24 jam sebanyak 2 – 4 ml x kg
BB x luas luka bakar (dalam 8 jam pasca luka bakar
diberikan cairan sebanyak setengah volume yang
diperkirakan, sisa setengah cairan harus habis dalam waktu
16 jam).
Selama 24 jam setelah luka bakar,larutan yang
mengandung koloid dapat diberikan bersama dektrose 5
%.
Pantau EKG secara terus menerus terutama pada korban
cidera listrik
MONITORING RESUSCITATION/
RESUSITASI CAIRAN
1. URINE PRODUKSI SETIAP JAM.
DEWASA : 0,5 CC/KG/JAM (30-50 CC/JAM)
ANAK : 1 CC/KG/JAM
2. OLIGO-URIA
BERHUBUNGAN DENGAN SYSTEMIK VASKULAR RESISTANCE DAN
REDUKSI CARDIAC OUTPUT)
3. HAEMOCHROMOGENURIA (RED PIGMENTED URINE)
4. BLOOD PRESSURE
5. HEART RATE
6. HEMATOCTRIT DAN HAEMOGLOBIN
Manajemen Pada Fase Resusitatif
6. Mencegah Aspirasi
Pada pasien luka bakar 20% hingga 50% TBSA atau
lebih disertai dengan kondisi tidak sadar dianjurkan
untuk pemasangan slang nasogastrik untuk
mencegah muntah dan menurunkan resiko
aspirasi. Cairan peroral harus dibatasi
7. Meminimalkan nyeri dan kecemasan
Untuk mengatasi nyeri diberikan obat golongan
opioid IV, biasanya morfin sulfat atau fentanil.
Untuk meminimalkan kecemasan : diberikan
penjelasan tentang lingkungan rumah sakit dan
persiapan sebelum semua prosedur yang harus
diberikan.
Manajemen Pada Fase Resusitatif
8. Perawatan Luka :
Menghentikan proses luka bakar (lepas semua
pakain dg hati-hati, irigasi area luka dengan air
yang banyak minimal 20 menit. Jika luka pada
mata irigasi mata menggunakan larutan garam
fisiologis)
Perawatan segera (berupa pembersihan,
debridement jaringan mati, pembuangan
bahan-bahan yg membahayakan dan
penggunaan bahan topikal yang tepat)
Pencegahan tetanus (pemberian imunisasi
tetanus atau boster toksoid tetanus)
Mencegah iskemia jaringan
Transportasi ke fasilitas luka bakar
Diagnosa Keperawatan yang muncul :
1. Gangguan pertukaran gas b.d bembengkakan
trakeobronkial, keracunan CO
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan
sekresi, inflamasi dan pembengkakan
3. Kurang volume cairan b.d peningkatan kebocoran
kapiler dan pergeseran cairan ke ruang interstisial.
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan ginjal
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d edema
jaringan perifer dan kontriksi sirkumferensial luka.
6. Nyeri akut b.d agen injuri termal, kimia dll
7. Ansietas b.d cidera, prosedur perawatan dan nyeri
8. Resiko infeksi b.d pertahanan primer dan sekender
yang tidak adekuat.
9. Hambatan mobilitas fisik b.d edema jaringan, nyeri
dan balutan
10. Keridakefektifan koping keluarga
2. FASE AKUT
Fase pemulihan akut dimulai ketika
hemodinamik klien sudah stabil, integritas
kapiler sudah kembali dan diuresis sudah mulai
muncul.
Waktu pemulihan akut dimulai pada 48 – 72
jam setelah cidera.
Penekanan ditekankan pada terapi restoratif
Fase akut dimulai saat cidera dan akan
berlanjut hingga penutupan luka tercapai.
Manajemen pada fase akut
1. Mencegah infeksi
Pengendalian infeksi adalah komponen utama
manajemen luka bakar.
Praktiknya mencakup penggunaan APD, cuci
tangan dengan tepat, membatasi kontak
dengan klien jika menderita infeksi kulit,
gastrointestinal atau saluran nafas.
2. Memberikan dukungan metabolik
Dukungan gizi yang optimal dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan energi yang meningkat
yang diperlukan untuk membantu
penyembuhan dan mencegah efek yang tidak
diinginkan.
Dukungan gizi mencakup asupan oral,
pemberian makan lewat selang NGT, nutrisi
parenteral. Perifer dan total.
Manajemen pada fase akut
3. Meminimalkan nyeri
Farmakologi : pemberian opioit, analgetik inhalasi,
obat aniinflamasi non steroid (OAINS)
Non Farmakologi : hipnosis, guided imagery, tehnik
relaksasai, distraksi dan terapi musik.
4. Memberikan perawatan luka
Pembersihan luka (hidroterapi dg tehnik imersi,
showering dan spraying selama 30 menit. Perawatan
harus meminimalkan perdarahan dan menjagasuhu
tubuh tetap normal)
Debridement (meliputi pembuangan eskar, eksudat
dan krusta. Biasanya dilakukan di kamar bedah)
Penatalaksanaan antimikroba topikal.
Pembalutan luka.
PERAWATAN LUKA
SECARA TERTUTUP
LUKA DICUCI, DEBRIDEMENT DAN DIDESINFEKSI LUKA
TUTUP TULLE
TOPIKAL SILVER SULFADIAZINE (SSD)
TUTUP KASA STERIL TEBAL/ELASTIC VERBAN
LUKA DIBUKA HARI KE 5 KECUALI ADA TANDA INFEKSI
DILAKUKAN DENGAN PEMBIUSAN TOTAL DI KAMAR
OPERASI
Manajemen pada fase akut
5. Memaksimalkan Fungsi
Tujuan terpeutik pada tahap ini adalah mencegah
pembentukan kontraktur dini dan mempertahankan
panjang jaringan lunak.
Masalah utama pada cidera akut adalah kontraktur
luka dan parut hipertrofik
Langkah mencegah kontraktur : memberikan posisi
terapeutik, latihan rentang pergerakan, pembebatan
dan pendidikan kesehatan.
6. Memberikan dukungan psikologi
Menjadi pendengar yang baik untuk klien
Memberikan informasi tentang apa yang akan terjadi
selama prosedur tertentu dan berbagai mekanisme
koping yang dapat di lakukan.
Melibatkan klien dalam perawatan mandiri misalnya
latihan pergerakan secara mandiri.
7. Prosedur Pembedahan (Autografting).
Manajemen keperawatan dalam
Fase Akut :
Setelah keseimbangan cairan tercapai , klien
berpindah ke fase akut pearwatan luka bakar.
Fokus utama : penutupan luka
Luka dikaji setiap hari saat mengganti balutan
luka
Selain fokus pada luka, pengkajian juga
difokuskan pada kondisi pernafasan, kendali
nyeri, status gizi, dan ulserasi stres, mobilitas dan
kontraktur serta penyesuaian psikologi oleh klien
dan keluarga.
Diagnosa Keperawatan yang
muncul pada fase akut :
1. Gangguan pertukaran gas.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
3. Hipotermia
4. Resiko infeksi
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang adri
kebutuhan tubuh
6. Nyeri akut
7. Ancietas
8. Hambatan mobilitas fisik
9. Gangguan identitas dir
10. Koping keluarga tidak efektif.
3. FASE REHABILITASI
Merupakan fase terahir dalam pemulihan luka
bakar dan mencakup waktu penutupan luka
sampai pemulangan dan setelahnya.
Program rehabilitasi luka bakar ditujukan untuk
pemulihan fungsional dan emosional.
Bagian dari fase rehabilitasi :
a. Meningkatkan penyembuhan luka
b. Mencegah dan meminimalkan deformitas
dan parut hipertrofik
c. Meningkatkan fungsi dan kekuatan fisik
d. Meningkatkan dukungan emosional
e. Memberikan pendidikan kesehatan.
Penatalaksanaan/Manajemen fase
rehabilitasi :