Anda di halaman 1dari 118

Berbagi Ilmu

http://www.blogger.com/rearrange?blogID=3853841094405457400

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Pasien DENGAN LUKA BAKAR


(COMBUSTIO)

Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir
yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo,
2001).
Etiologi
1.Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
1. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
1. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
1. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
Fase Luka Bakar
1.
A. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman
gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi).
Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun
masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca
trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal
yang berdampak sistemik.
1.
A. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan
jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1. Proses inflamasi dan infeksi.
2. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel
luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
3. Keadaan hipermetabolisme.
1.
A. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi
organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang
hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
Klasifikasi Luka Bakar
A. Dalamnya luka bakar.
Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan
Ketebalan partial superfisial(tingkat I) Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari).
Kering tidak ada gelembung.Oedem minimal atau tidak ada.
Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas. Bertambah merah.
Nyeri
Lebih dalam dari ketebalan partial(tingkat II)
• Superfisial
• Dalam Kontak dengan bahan air atau bahan padat.Jilatan api kepada pakaian.
Jilatan langsung kimiawi.
Sinar ultra violet. Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar.Pucat bial ditekan
dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali. Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih,
coklat, pink, daerah merah coklat. Sangat nyeri
Ketebalan sepenuhnya(tingkat III) Kontak dengan bahan cair atau padat.Nyala api.
Kimia.
Kontak dengan arus listrik. Kering disertai kulit mengelupas.Pembuluh darah seperti arang
terlihat dibawah kulit yang mengelupas.
Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar.
Tidak pucat bila ditekan. Putih, kering, hitam, coklat tua.Hitam.
Merah. Tidak sakit, sedikit sakit.Rambut mudah lepas bila dicabut.
A. Luas luka bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine
atua rule of wallace yaitu:
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
A. Berat ringannya luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1. Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
2. Kedalaman luka bakar.
3. Anatomi lokasi luka bakar.
4. Umur klien.
5. Riwayat pengobatan yang lalu.
6. Trauma yang menyertai atau bersamaan.
American college of surgeon membagi dalam:
A. Parah – critical:
a. Tingkat II : 30% atau lebih.
b. Tingkat III : 10% atau lebih.
c. Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
d. Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.
B. Sedang – moderate:
o a) Tingkat II : 15 – 30%
o b) Tingkat III : 1 – 10%
A. Ringan – minor:
o a) Tingkat II : kurang 15%
o b) Tingkat III : kurang 1%
Patofisiologi (Hudak & Gallo; 1997)

Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar


Perubahan Tingkatan hipovolemik( s/d 48-72 jam pertama) Tingkatan diuretik(12 jam – 18/24
jam pertama)
Mekanisme Dampak dari Mekanisme Dampak dari
Pergeseran cairan ekstraseluler. Vaskuler ke insterstitial. Hemokonsentrasi oedem pada lokasi
luka bakar. Interstitial ke vaskuler. Hemodilusi.
Fungsi renal. Aliran darah renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang.
Oliguri. Peningkatan aliran darah renal karena desakan darah meningkat. Diuresis.
Kadar sodium/natrium. Na+ direabsorbsi oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan
tertahan dalam cairan oedem. Defisit sodium. Kehilangan Na+ melalui diuresis (normal kembali
setelah 1 minggu). Defisit sodium.
Kadar potassium. K+ dilepas sebagai akibat cidera jarinagn sel-sel darah merah, K+ berkurang
ekskresi karena fungsi renal berkurang. Hiperkalemi K+ bergerak kembali ke dalam sel, K+
terbuang melalui diuresis (mulai 4-5 hari setelah luka bakar). Hipokalemi.
Kadar protein. Kehilangan protein ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas.
Hipoproteinemia. Kehilangan protein waktu berlangsung terus katabolisme. Hipoproteinemia.
Keseimbangan nitrogen. Katabolisme jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak
kehilangan dari masukan. Keseimbangan nitrogen negatif. Katabolisme jaringan, kehilangan
protein, immobilitas. Keseimbangan nitrogen negatif.
Keseimbnagan asam basa. Metabolisme anaerob karena perfusi jarinagn berkurang peningkatan
asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan),
kehilangan bikarbonas serum. Asidosis metabolik. Kehilangan sodium bicarbonas melalui
diuresis, hipermetabolisme disertai peningkatan produk akhir metabolisme. Asidosis metabolik.
Respon stres. Terjadi karena trauma, peningkatan produksi cortison. Aliran darah renal
berkurang. Terjadi karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi. Stres
karena luka.
Eritrosit Terjadi karena panas, pecah menjadi fragil. Luka bakar termal. Tidak terjadi pada hari-
hari pertama. Hemokonsentrasi.
Lambung. Curling ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri. Rangsangan central di
hipotalamus dan peingkatan jumlah cortison. Akut dilatasi dan paralise usus. Peningkatan jumlah
cortison.
Jantung. MDF meningkat 2x lipat, merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh kulit
yang terbakar. Disfungsi jantung. Peningkatan zat MDF (miokard depresant factor) sampai 26
unit, bertanggung jawab terhadap syok spetic. CO menurun.
Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
A. Luka bakar grade II:
1. Dewasa > 20%
1. Anak/orang tua > 15%
A. Luka bakar grade III.
A. Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.
Penatalaksanaan
A. Resusitasi A, B, C.
1. Pernafasan
a. Udara panas à mukosa rusak à oedem à obstruksi.
b. Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin à iritasi à Bronkhokontriksi à obstruksi à
gagal nafas.
1. Sirkulasi:
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler à hipovolemi
relatif à syok à ATN à gagal ginjal.
A. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
B. Resusitasi cairan à Baxter.
• Dewasa : Baxter.
• RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
• Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
• RL : Dextran = 17 : 3
• 2 cc x BB x % LB.
• Kebutuhan faal:
• < 1 tahun : BB x 100 cc
• 1 – 3 tahun : BB x 75 cc
• 3 – 5 tahun : BB x 50 cc
• ½ à diberikan 8 jam pertama
• ½ à diberikan 16 jam berikutnya.
• Hari kedua:
• Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
• ( 3-x) x 80 x BB gr/hr
• 100
• (Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
• Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
A. Monitor urine dan CVP.
B. Topikal dan tutup luka
• Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
• Tulle.
• Silver sulfa diazin tebal.
• Tutup kassa tebal.
• Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
A. Obat – obatan:
• Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
• Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
• Analgetik : kuat (morfin, petidine)
• Antasida : kalau perlu
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan
massa otot, perubahan tonus.
a. Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi
perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi,
kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik);
pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
a. Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
a. Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan
bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran
kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada
luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
a. Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
a. Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera
ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan
ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera
listrik pada aliran saraf).
a. Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk
disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua
sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan
ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
a. Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi
oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau
stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas:
gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
a. Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan
dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada
adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas
yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah;
lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis;
atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan
kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan
luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan
aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan
dengan syok listrik).
a. Pemeriksaan diagnostik:
1. LED: mengkaji hemokonsentrasi.
2. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting
untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium
dapat menyebabkan henti jantung.
3. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada
cedera inhalasi asap.
4. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
5. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka
bakar ketebalan penuh luas.
6. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
7. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
8. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
1. Diagnosa Keperawatan
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting
patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1.
1. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi
trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan
nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute
abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan.
Kehilangan perdarahan.
3. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom
kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan
perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb,
penekanan respons inflamasi.
5. Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi
jaringan cidera contoh debridemen luka.
6. Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer
berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar
ekstremitas dengan edema.
7. Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik
(sebanyak 50 % – 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme
protein.
8. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman,
penurunan kekuatan dan tahanan.
9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena
destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
10. Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian
traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.
11. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi.
Rencana Intervensi
Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakheobronkhial;
oedema mukosa; kompressi jalan nafas . Bersihan jalan nafas tetap efektif.Kriteria Hasil : Bunyi
nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis. Kaji refleks
gangguan/menelan; perhatikan pengaliran air liur, ketidakmampuan menelan, serak, batuk
mengi.Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan adanya pucat/sianosis dan
sputum mengandung karbon atau merah muda.
Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas, batuk rejan.
Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit yang cidera
Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di bawah kepala, sesuai indikasi
Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering.
Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem, pertahankan teknik steril.
Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan untuk bicara dan/atau menelan sekret oral
secara periodik.
Selidiki perubahan perilaku/mental contoh gelisah, agitasi, kacau mental.
Awasi 24 jam keseimbngan cairan, perhatikan variasi/perubahan.
Lakukan program kolaborasi meliputi :
Berikan pelembab O2 melalui cara yang tepat, contoh masker wajah
Awasi/gambaran seri GDA
Kaji ulang seri rontgen
Berikan/bantu fisioterapi dada/spirometri intensif.
Siapkan/bantu intubasi atau trakeostomi sesuai indikasi. Dugaan cedera inhalasiTakipnea,
penggunaan otot bantu, sianosis dan perubahan sputum menunjukkan terjadi distress
pernafasan/edema paru dan kebutuhan intervensi medik.
Obstruksi jalan nafas/distres pernafasan dapat terjadi sangat cepat atau lambat contoh sampai 48
jam setelah terbakar.
Dugaan adanya hipoksemia atau karbon monoksida.
Meningkatkan ekspansi paru optimal/fungsi pernafasan. Bilakepala/leher terbakar, bantal dapat
menghambat pernafasan, menyebabkan nekrosis pada kartilago telinga yang terbakar dan
meningkatkan konstriktur leher.
Meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi dan drainase sekret.
Membantu mempertahankan jalan nafas bersih, tetapi harus dilakukan kewaspadaan karena
edema mukosa dan inflamasi. Teknik steril menurunkan risiko infeksi.
Peningkatan sekret/penurunan kemampuan untuk menelan menunjukkan peningkatan edema
trakeal dan dapat mengindikasikan kebutuhan untuk intubasi.
Meskipun sering berhubungan dengan nyeri, perubahan kesadaran dapat menunjukkan
terjadinya/memburuknya hipoksia.
Perpindahan cairan atau kelebihan penggantian cairan meningkatkan risiko edema paru. Catatan :
Cedera inhalasi meningkatkan kebutuhan cairan sebanyak 35% atau lebih karena edema.
O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban menurunkan pengeringan saluran pernafasan
dan menurunkan viskositas sputum.
Data dasar penting untuk pengkajian lanjut status pernafasan dan pedoman untuk pengobatan.
PaO2 kurang dari 50, PaCO2 lebih besar dari 50 dan penurunan pH menunjukkan inhalasi asap
dan terjadinya pneumonia/SDPD.
Perubahan menunjukkan atelektasis/edema paru tak dapat terjadi selama 2 – 3 hari setelah
terbakar
Fisioterapi dada mengalirkan area dependen paru, sementara spirometri intensif dilakukan untuk
memperbaiki ekspansi paru, sehingga meningkatkan fungsi pernafasan dan menurunkan
atelektasis.
Intubasi/dukungan mekanikal dibutuhkan bila jalan nafas edema atau luka bakar mempengaruhi
fungsi paru/oksegenasi.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute
abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan.
Kehilangan perdarahan. Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia
membaik.Kriteria evaluasi: tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum
dalam batas normal, haluaran urine di atas 30 ml/jam. Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler
dan kekuatan nadi perifer.Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine
dan hemates sesuai indikasi.
Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak
Timbang berat badan setiap hari
Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi
Selidiki perubahan mental
Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces hitam.
Hemates drainase NG dan feces secara periodik.
Lakukan program kolaborasi meliputi :
Pasang / pertahankan kateter urine
Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV.
Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin.
Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Hb, elektrolit, natrium ).
Berikan obat sesuai idikasi :
• Diuretika contohnya Manitol (Osmitrol)
• Kalium
• Antasida
Pantau:
• Tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam selama periode akut, dan
setiap 4 jam selama periode rehabilitasi.
• Warna urine.
• Masukan dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4 jam selama periode akut,
setiap 8 jam selama periode rehabilitasi.
• Hasil-hasil JDL dan laporan elektrolit.
• Berat badan setiap hari.
• CVP (tekanan vena sentral) setiap jam bial diperlukan.
• Status umum setiap 8 jam.
Pada penerimaan rumah sakit, lepaskan semua pakaian dan perhiasan dari area luka bakar.
Mulai terapi IV yang ditentukan dengan jarum lubang besar (18G), lebih disukai melalui kulit
yang telah terluka bakar. Bila pasien menaglami luka bakar luas dan menunjukkan gejala-gejala
syok hipovolemik, bantu dokter dengan pemasangan kateter vena sentral untuk pemantauan
CVP.
Beritahu dokter bila: haluaran urine < 30 ml/jam, haus, takikardia, CVP < 6 mmHg, bikarbonat
serum di bawah rentang normal, gelisah, TD di bawah rentang normal, urine gelap atau encer
gelap.
Konsultasi doketr bila manifestasi kelebihan cairan terjadi.
Tes guaiak muntahan warna kopi atau feses ter hitam. Laporkan temuan-temuan positif.
Berikan antasida yag diresepkan atau antagonis reseptor histamin seperti simetidin Memberikan
pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler.Penggantian cairan
dititrasi untuk meyakinkan rata-2 pengeluaran urine 30-50 cc/jam pada orang dewasa. Urine
berwarna merah pada kerusakan otot masif karena adanyadarah dan keluarnya mioglobin.
Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi dan kehilangan cairan
melalui evaporasi mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.
Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan selanjutnya
Memperkirakan luasnya oedema/perpindahan cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi dan
pengeluaran urine.
Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidak adequatnya volume
sirkulasi/penurunan perfusi serebral
Stres (Curling) ulcus terjadi pada setengah dari semua pasien yang luka bakar berat(dapat terjadi
pada awal minggu pertama).
Observasi ketat fungsi ginjal dan mencegah stasis atau refleks urine.
Memungkinkan infus cairan cepat.
Resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan membantu mencegah
komplikasi.
Mengidentifikasi kehilangan darah/kerusakan SDM dan kebutuhan penggantian cairan dan
elektrolit.
Meningkatkan pengeluaran urine dan membersihkan tubulus dari debris /mencegah nekrosis.
Penggantian lanjut karena kehilangan urine dalam jumlah besar
Menurunkan keasaman gastrik sedangkan inhibitor histamin menurunkan produksi asam
hidroklorida untuk menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan iritasi gaster.
Mengidentifikasi penyimpangan indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang
diharapkan. Periode darurat (awal 48 jam pasca luka bakar) adalah periode kritis yang ditandai
oleh hipovolemia yang mencetuskan individu pada perfusi ginjal dan jarinagn tak adekuat.
Inspeksi adekuat dari luka bakar.
Penggantian cairan cepat penting untuk mencegah gagal ginjal. Kehilangan cairan bermakna
terjadi melalui jarinagn yang terbakar dengan luka bakar luas. Pengukuran tekanan vena sentral
memberikan data tentang status volume cairan intravaskular.
Temuan-temuan ini mennadakan hipovolemia dan perlunya peningkatan cairan. Pada lka bakar
luas, perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke ruang interstitial menimbukan hipovolemi.
Pasien rentan pada kelebihan beban volume intravaskular selama periode pemulihan bila
perpindahan cairan dari kompartemen interstitial pada kompartemen intravaskuler.
Temuan-temuan guaiak positif ennandakan adanya perdarahan GI. Perdarahan GI menandakan
adaya stres ulkus (Curling’s).
Mencegah perdarahan GI. Luka bakar luas mencetuskan pasien pada ulkus stres yang disebabkan
peningkatan sekresi hormon-hormon adrenal dan asam HCl oleh lambung.
Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom
kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher. Pasien
dapat mendemonstrasikan oksigenasi adekuat.Kriteroia evaluasi: RR 12-24 x/mnt, warna kulit
normal, GDA dalam renatng normal, bunyi nafas bersih, tak ada kesulitan bernafas. Pantau
laporan GDA dan kadar karbon monoksida serum.Beriakan suplemen oksigen pada tingkat yang
ditentukan. Pasang atau bantu dengan selang endotrakeal dan temaptkan pasien pada ventilator
mekanis sesuai pesanan bila terjadi insufisiensi pernafasan (dibuktikan dnegna hipoksia,
hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan sensorium).
Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri insentif setiap 2 jam selama tirah
baring.
Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada.
Untuk luka bakar sekitar torakal, beritahu dokter bila terjadi dispnea disertai dengan takipnea.
Siapkan pasien untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan. Mengidentifikasi kemajuan dan
penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Inhalasi asap dapat merusak alveoli, mempengaruhi
pertukaran gas pada membran kapiler alveoli.Suplemen oksigen meningkatkan jumlah oksigen
yang tersedia untuk jaringan. Ventilasi mekanik diperlukan untuk pernafasan dukungan sampai
pasie dapat dilakukan secara mandiri.
Pernafasan dalam mengembangkan alveoli, menurunkan resiko atelektasis.
Memudahkan ventilasi dengan menurunkan tekanan abdomen terhadap diafragma.
Luka bakar sekitar torakal dapat membatasi ekspansi adda. Mengupas kulit (eskarotomi)
memungkinkan ekspansi dada.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan
perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb,
penekanan respons inflamasi Pasien bebas dari infeksi.Kriteria evaluasi: tak ada demam,
pembentukan jaringan granulasi baik. Pantau:
• Penampilan luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status balutan di atas sisi tandur bial
tandur kulit dilakukan) setiap 8 jam.
• Suhu setiap 4 jam.
• Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.
Bersihkan area luka bakar setiap hari dan lepaskan jarinagn nekrotik (debridemen) sesuai
pesanan. Berikan mandi kolam sesuai pesanan, implementasikan perawatan yang ditentukan
untuk sisi donor, yang dapat ditutup dengan balutan vaseline atau op site.
Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru. Gunakan sarung tangan steril dan
beriakn krim antibiotika topikal yang diresepkan pada area luka bakar dengan ujung jari. Berikan
krim secara menyeluruh di atas luka.
Beritahu dokter bila demam drainase purulen atau bau busuk dari area luka bakar, sisi donor atau
balutan sisi tandur. Dapatkan kultur luka dan berikan antibiotika IV sesuai ketentuan.
Tempatkan pasien pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan untuk luka bakar luas yang
mengenai area luas tubuh. Gunakan linen tempat tidur steril, handuk dan skort untuk pasien.
Gunakan skort steril, sarung tangan dan penutup kepala dengan masker bila memberikan
perawatan pada pasien. Tempatkan radio atau televisis pada ruangan pasien untuk
menghilangkan kebosanan.
Bila riwayat imunisasi tak adekuat, berikan globulin imun tetanus manusia (hyper-tet) sesuai
pesanan.
Mulai rujukan pada ahli diet, beriakn protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan suplemen nutrisi
seperti ensure atau sustacal dengan atau antara makan bila masukan makanan kurang dari 50%.
Anjurkan NPT atau makanan enteral bial pasien tak dapat makan per oral. Mengidentifikasi
indikasi-indikasi kemajuan atau penyimapngan dari hasil yang diharapkan.Pembersihan dan
pelepasan jaringan nekrotik meningkatkan pembentukan granulasi.
Antimikroba topikal membantu mencegah infeksi. Mengikuti prinsip aseptik melindungi pasien
dari infeksi. Kulit yang gundul menjadi media yang baik untuk kultur pertumbuhan baketri.
Temuan-temuan ini mennadakan infeksi. Kultur membantu mengidentifikasi patogen penyebab
sehingga terapi antibiotika yang tepat dapat diresepkan. Karena balutan siis tandur hanya diganti
setiap 5-10 hari, sisi ini memberiakn media kultur untuk pertumbuhan bakteri.
Kulit adalah lapisan pertama tubuh untuk pertahanan terhadap infeksi. Teknik steril dan tindakan
perawatan perlindungan lainmelindungi pasien terhadap infeksi. Kurangnya berbagai rangsang
ekstrenal dan kebebasan bergerak mencetuskan pasien pada kebosanan.
Melindungi terhadap tetanus.
Ahli diet adalah spesialis nutrisi yang dapat mengevaluasi paling baik status nutrisi pasien dan
merencanakan diet untuk emmenuhi kebuuthan nutrisi penderita. Nutrisi adekuat memabntu
penyembuhan luka dan memenuhi kebutuhan energi.
Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi jaringan
cidera contoh debridemen luka. Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari
ketidaknyamanan.Kriteria evaluasi: menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi
wajah dan postur tubuh rileks. Berikan anlgesik narkotik yang diresepkan prn dan sedikitnya 30
menit sebelum prosedur perawatan luka. Evaluasi keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila
luka bakar luas.Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan selimut
ekstra untuk memberikan kehangatan.
Berikan ayunan di atas temapt tidur bila diperlukan.
Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan tambahan
sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien tak dapat membantu membalikkan badan sendiri.
Analgesik narkotik diperlukan utnuk memblok jaras nyeri dengan nyeri berat. Absorpsi obat IM
buruk pada pasien dengan luka bakar luas yang disebabkan oleh perpindahan interstitial
berkenaan dnegan peningkatan permeabilitas kapiler.Panas dan air hilang melalui jaringan luka
bakar, menyebabkan hipoetrmia. Tindakan eksternal ini membantu menghemat kehilangan
panas.
Menururnkan neyri dengan mempertahankan berat badan jauh dari linen temapat tidur terhadap
luka dan menuurnkan pemajanan ujung saraf pada aliran udara.
Menghilangkan tekanan pada tonjolan tulang dependen. Dukungan adekuat pada luka bakar
selama gerakan membantu meinimalkan ketidaknyamanan.
Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer
berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar
ekstremitas dengan edema. Pasien menunjukkan sirkulasi tetap adekuat.Kriteria evaluasi: warna
kulit normal, menyangkal kebas dan kesemutan, nadi perifer dapat diraba. Untuk luka bakar yang
mengitari ekstermitas atau luka bakar listrik, pantau status neurovaskular dari ekstermitas setaip
2 jam.Pertahankan ekstermitas bengkak ditinggikan.
Beritahu dokter dengan segera bila terjadi nadi berkurang, pengisian kapiler buruk, atau
penurunan sensasi. Siapkan untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan. Mengidentifikasi
indikasi-indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.Meningkatkan aliran
balik vena dan menurunkan pembengkakan.
Temuan-temuan ini menandakan keruskana sirkualsi distal. Dokter dapat mengkaji tekanan
jaringan untuk emnentukan kebutuhan terhadap intervensi bedah. Eskarotomi (mengikis pada
eskar) atau fasiotomi mungkin diperlukan untuk memperbaiki sirkulasi adekuat.
Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan kulit.
Memumjukkan regenerasi jaringanKriteria hasil: Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area
luka bakar. Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi
sekitar luka.Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.
Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi.
Tinggikan area graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi area
bila diindikasikan.
Pertahankan balutan diatas area graft baru dan/atau sisi donor sesuai indikasi.
Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci, dan minyaki dengan krim, beberapa waktu dalam sehari,
setelah balutan dilepas dan penyembuhan selesai.
Lakukan program kolaborasi :
- Siapkan / bantu prosedur bedah/balutan biologis. Memberikan informasi dasar tentang
kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada aera
graft.Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi/kegagalan kulit.
Kain nilon/membran silikon mengandung kolagen porcine peptida yang melekat pada permukaan
luka sampai lepasnya atau mengelupas secara spontan kulit repitelisasi.
Menurunkan pembengkakan /membatasi resiko pemisahan graft. Gerakan jaringan dibawah graft
dapat mengubah posisi yang mempengaruhi penyembuhan optimal.
Area mungkin ditutupi oleh bahan dengan permukaan tembus pandang tak reaktif.
Kulit graft baru dan sisi donor yang sembuh memerlukan perawatan khusus untuk
mempertahankan kelenturan.
Graft kulit diambil dari kulit orang itu sendiri/orang lain untuk penutupan sementara pada luka
bakar luas sampai kulit orang itu siap ditanam.
Daftar pustaka
• Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B.
Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.
• Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany.
Philadelpia. Hal. 752 – 779.
• Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan).
PT EGC. Jakarta.
• Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.
• Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). F.A.
Davis Company. Philadelpia.
• Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A Nursing
Process Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia. Hal. 357 – 401.
• Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2,
(terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
• Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Alih
bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.
• Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran
EGC. Jakarta
• Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta.
• Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
• Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Uslin Makuba
Skip to content

 My Blog
 Web Saya
 Perihal
Jun.ID
I Putu Juniartha Semara Putra
 RSS Feed

12

Sep. ’12

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)
Juniartha Semara Putra
ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian Luka Bakar

Luka bakar adalah luka yang dapat timbul akibat kulit terpajan ke suhu tinggi, syok

listrik, atau bahan kimia (Corwin, 2001).

Luka oleh karena kontak dengan agen bersuhu tinggi, seperti api, air panas, listrik, bahan

kimia radiasi, suhu sangat rendah ( Mansyoor, dkk, 2000).

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh kontak

dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Yefta Moenadjat,

2003).

Cedera kulit oleh karena perpindahan energi dari sumber panas ke kulit (Effendi, 1999;

Smeltzer & Bare, 2002).

2. Etiologi Luka Bakar

a. Air panas
b. Api

c. Listrik, petir, radiasi

d. Bahan kimia (sifat asam dan basa kuat)

e. Ledakan kompor, udara panas

f. Ledakan ban. Bom

g. Sinar matahari

h. Suhu yang sangat rendah (frost bite)

3. Patofisiologi Luka Bakar

Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air,

natrium, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan terjadinya

edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi. Kehilangan cairan

tubuh pada klien luka bakar dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: peningkatan

mineralokortikoid (retensi air, natrium, klorida, ekskresi kalium), peningkatan permeabilitas

pembuluh darah, perbedaan tekanan osmotik intra dan ekstra sel.

Perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler melalui kebocoran kapiler yang

mengakibatkan kehilangan Na, air dan protein plasma serta edema jaringan diikuti dengan;

penurunan curah jantung, hemokonsentrasi sel darah merah, penurunan perfusi pada organ

mayor, edema menyeluruh.

Dengan menurunnya volume intravaskuler, maka aliran plasma ke ginjal dan GFR akan

menurun yang mengakibatkan penurunan haluaran urine.

Sepertiga dari klien-klien luka bakar akan mengalami masalah pulmoner yang

berhubungan dengan luka bakar. Meskipun tidak terjadi cedera pulmoner, hipoksia (starvasi
oksigen) dapat dijumpai. Pada luka bakar yang berat, konsumsi oksigen oleh jaringan tubuh klien

akan meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan repon lokal.

Cedera inhalasi merupakan penyebab utama kematian pada korban-korban kebakaran.

Karbonmonoksida mungkin merupakan gas yang paling sering menyebabkan cedera inhalasi

karena gas ini merupakan produk sampingan pembakaran bahan-bahan organik. Efek

patofisiologiknya adalah hipoksia jaringan yang terjadi ketika karbonmonoksida berikatan

dengan hemoglobin untuk membentuk karboksihemoglobin.

Respon umum yang biasa terjadi pada klien luka bakar >20% adalah penurunan aktivitas

gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek repson hipovolemik dan neurologik

serta respon endokrin terhadap adanya perlukaan luas.

Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Semua tingkat respon

imun akan dipengaruhi nsecara merugikan. Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan

pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal, perubahan kadar imunoglobulin serta

komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil, dan penurunan jumlah limfosit (limfositopenia).

Imunosupresi membuat klien luka bakar berisiko tinggi untuk mengalami sepsis.

Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk mengatur suhunya.

Karena itu klien-klien luka bakar dapat memperlihatkan suhu tubuh yang rendah dalam beberapa

jam pertama pasca luka bakar, tetapi kemudian setelah keadaan hipermetabolisme menyetel

kembali suhu inti tubuh, klien luka bakar akan mengalami hipertermi selama sebagian besar

periode pasca luka bakar kendati tidak terdapat infeksi.

4. Klasifikasi Luka Bakar

a. Berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan

1) Luka bakar derajat I:


a) Kerusakan terbakar pada lapisan epidermis (superficial).

b) Kulit kering, hiperemik berupa eritema.

c) Tidak dijumpai bulae.

d) Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.

e) Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari.

f) Contohnya adalah luka bakar akibat sengantan matahari.

2) Luka bakar derajat II

a) Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses

eksudasi.

b) Dijumpai bullae.

c) Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.

d) Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal.

Luka bakar derajat II dibedakan menjadi:

a) Derajat II dangkal (superficial).

1). Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.

2). Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.

3). Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari, tanpa operasi penambalan kulit

(skin graft).

Gambar 4. Luka bakar derajat II superficial

b) Derajat II dalam (deep).

1). Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.

2). Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar

masih utuh.
3). Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan

terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan. Bahkan perlu dengan operasi penambalan kulit (skin

graft).

3) Luka bakar derajat III

a) Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam.

b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami

kerusakan.

c) Tidak dijumpai bulae.

d) Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, karena kering letaknya lebih rendah dibanding

kulit sekitar.

e) Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.

f) Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf sensorik mengalami

kerusakan/kematian.

g) Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka.

b. Berdasarkan berat ringannya luka bakar

Berat ringannya luka bakar ditentukan berdasarkan luas permukaan tubuh yang terkena

(Total Body Surface Area atau TBSA) yang dihitung berdasarkan persentase, misalnya dengan

cara Rule of Nine dari Wallace dan derajat kedalaman luka bakar. Disamping faktor tersebut

ternyata masih terdapat faktor-faktor lain yang berperan menentukan berat ringannya luka bakar

seperti usia, ada/tidaknya cedera inhalasi, dan sebagainya.

Banyak cara menghitung luas luka bakar, tetapi yang banyak dipakai adalah cara Rule of

Nine dari Wallace, adalah sebagai berikut (untuk dewasa):

TABEL 1
LUAS LUKA BAKAR BERDASARKAN RULE OF NINE
NO AREA %
1 Head and neck 9
2 Anterior trunk 18
3 Posterior trunk 18
4 Genitalia 1
5 Right arm 9
6 Left arm 9
7 Right thigh 9
8 Left thigh 9
9 Right leg 9
10 Left leg 9
Total 100

Perhitungan luas luka bakar untuk anak ≤ 15 tahun ditetapkan

berdasarkan modifikasi dari Rule of Nine sebagai berikut:

Tabel 2.

LUAS LUKA BAKAR BERDASARKAN RULE OF NINEUNTUK


USIA ≤ 15 TAHUN
DAERAH PERMUKAAN 15
NO 0-1 TH 5 TH
TUBUH TH
1 Kepala, muka dan leher 18 % 14 % 10 %
2 Badan sebelah depan 18 % 18 % 18 %
3 Badan sebelah belakang 18 % 18 % 18 %
4 Alat gerak atas kanan 9% 9% 9%
5 Alat gerak atas kiri 9% 9% 9%
6 Alat gerak bawah kanan 14 % 16 % 18 %
7 Alat gerak bawah kiri 14 % 16 % 18 %
Jumlah total 100 % 100 100
% %
Gambar 9. Estimation of burn size using the Rule of Nine

Antara umur 1-5 tahun, tiap tahun tiap tungkai bertambah 0,4 % dan antara umru 5-15

tahun, tiap tahun tiap tungkai bertambah 0,2 %. Satu telapak tangan penderita mempunyai luas 1

% dari luas tubuhnya.


Disamping dengan cara Rule of Nine, ada cara yang kadang dipakai untuk menghitung

luas permukaan tubuh yang terkena luka bakar sesuai dengan golongan usia. Cara ini

menggunakan Lund and Browder Chart.

TABEL 3
LUAS LUKA BAKAR BERDASARKAN LUND AND BROWDER CHART
AGE-YEARS
NO AREA
0-1 1-4 4-9 10-15 ADULT
1 Head 19 17 13 10 7
2 Neck 2 2 2 2 2
3 Anterior trunk 13 17 13 13 13
4 Posterior trunk 13 13 13 13 13
5 Right buttock 2½ 2½ 2½ 2½ 2½
6 Left buttock 2½ 2½ 2½ 2½ 2½
7 Genitalia 1 1 1 1 1
8 Right upper arm 4 4 4 4 4
9 Left upper urm 4 4 4 4 4
10 Right lower arm 3 3 3 3 3
11 Left lower arm 3 3 3 3 3
12 Right hand 2½ 2½ 2½ 2½ 2½
13 Left hand 2½ 2½ 2½ 2½ 2½
14 Right thigh 5½ 6½ 8½ 8½ 9½
15 Left thigh 5½ 6½ 8½ 8½ 9½
16 Right leg 5 5 5½ 6 7
17 Left leg 5 5 5½ 6 7
18 Right foot 3½ 3½ 3½ 3½ 3½
19 Left foot 3½ 3½ 3½ 3½ 3½
Gambar 10. Estimation of burn size using Lundand Browder Chart

Berdasarkan berat / ringan luka bakar, diperoleh beberapa kategori penderita (Yefta

Moenadjat, 2003):

1) Luka bakar berat / kritis (major burn)

a) Derajat II-III > 20% pada klien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun.

b) Derajat II-III > 25% pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama.

c) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki dan perineum.

d) Adanya trauma pada jalan napas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka bakar.
e) Luka bakar listrik tegangan tinggi.

f) Disertai trauma lainnya (misal fraktur iga / lain-lain).

g) Klien-klien dengan risiko tinggi.

2) Luka bakar sedang (moderate burn)

a) Luka bakar dengan luas 15-25% pada dewasa, dengan luka bakar derajat III < 10%.

b) Luka bakar dengan luas 10-20% pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun, dengan luka

bakar derajat III < 10%.

c) Luka bakar dengan derajat III < 10% pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai muka,

tangan, kaki dan perineum.

3) Luka bakar ringan (mild burn)

a) Luka bakar dengan luas < 15% pada dewasa.

b) Luka bakar dengan luas < 10% pada anak dan usia lanjut.

c) Luka bakar dengan luas < 2% pada segala usia; tidak mengenai muka, tangan, kaki dan

perineum.

5. Pembagian Zona Kerusakan Jaringan

a. Zona koagulasi

Daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat pengaruh panas.

b. Zona statis

Daerah yang berada lansgsung di luar zona koagulasi. Di daerah ini terjadi kerusakan

endotel pembuluh darah disertai kerusakan trobosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguan

perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapiler dan respon inflamasi lokal.

Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera, dan mungkin berakhir dengan nekrosis

jaringan.
c. Zona hiperemi

Daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa banyak

melibatkan reaksi seluler.

6. Fase Luka Bakar

Dalam perjalanan penyakitnya dibedakan 3 fase pada luka bakar yaitu:

a. Fase darurat/resusitasi

Fase ini berlangsung dari awitan cedera hingga selesainya resusitasi cairan. Pada fase ini

problema yang ada berkisar pada gangguan saluran nafas karena adanya cedera inhalasi dan

gangguan sirkulasi. Pada fase ini terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit,

akibat cedera termis yang bersifat sistemik.

b. Fase akut atau intermediat

Fase akut atau intermediat berlangsung sesudah fase darurat/resusitasi dan dimulai 48

hingga 72 jam setelah terjadi luka bakar. Selama fase ini, perhatian ditujukan pada pengkajian

dan pemeliharaan yang berkesinambungan terhadap status respirasi dan sirkulasi, keseimbangan

cairan dan elektrolit, serta fungsi gastrointestinal. Perawatan luka bakar dan pengendalian nyeri

merupakan prioritas pada tahap ini. Pada tahap ini sudah dipertimbangkan intervensi

pembedahan (debridement, skin grafting)

c. Fase rehabilitasi

Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah

pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka bakar berupa parut hipertrofik, kontraktur dan

deformitas lain yang terjadi karapuhan jaringan atau organ-organ strukturil (misal, bouttonierre

deformity).

7. Indikasi Rawat Inap Klien Luka Bakar


Kebutuhan klien untuk dirawat di rumah sakit ditentukan berdasarkan pada keparahan

cedera luka bakar yang dideritanya. Berikut ini adalah kondisi dimana klien harus dirawat di

rumah sakit (Christantie Effendi, S.Kp., 1999):

a. Luka bakar derajat II > 15% pada dewasa dan > 10% pada anak.

b. Luka bakar derajat II pada muka, leher, tangan, kaki dan perineum.

c. Luka bakar derajat III > 2% pada dewasa dan setiap derajat III pada anak.

d. Luka bakar disertai trauma visera, tulang dan jalan napas.

e. Luka bakar karena sengatan listrik tegangan tinggi.

8. Penatalaksanaan Luka Bakar

Penatalaksanaan klien luka bakar sesuai dengan kondisi dan tempat klien dirawat

melibatkan berbagai lingkungan perawatan dan disiplin ilmu antara lain mencakup penanganan

awal (di tempat kejadian), penanganan pertama di unit gawat darurat, penanganan klien luka

bakar di ruang perawatan intensif dan penanganan klien luka bakar di bangsal perawatan atau

unit luka bakar (Christantie Effendi, S.Kp., 1999).

a. Penanganan awal di tempat kejadian

Tindakan yang harus dilakukan terhadap korban luka bakar:

1) Jauhkan korban dari sumber panas. Jika penyebabnya api, jangan biarkan korban berlari,

anjurkan korban untuk berguling-guling atau bungkus tubuh korban dengan kain basah dan

pindahkan segera korban ke ruangan yang cukup berventilasi jika kejadian luka bakar berada di

ruangan tertutup.

2) Buka pakaian dan perhiasan logam yang dikenakan korban.

3) Kaji kelancaran jalan napas korban, beri bantuan pernapasan (life support) dan oksigen jika

diperlukan.
4) Beri pendinginan dengan merendam korban dalam air bersih yang bersuhu 20 oC (suhu air yang

terlalu rendah akan menyebabkan hipotermia) selama 15-20 menit segera setelah terjadinya luka

bakar (jika tidak ada masalah pada jalan napas korban).

5) Jika penyebab luka bakar adalah zat kimia, siram korban dengan air sebanyak-banyaknya untuk

menghilangkan zat kimia dari tubuh korban.

6) Kaji kesadaran, keadaan umum, luas dan kedalaman luka bakar dan cedera lain yang menyertai

luka bakar.

7) Segera bawa penderita ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut (tutup tubuh korban

dengan kain/kasa yang bersih selama perjalanan ke rumah sakit).

b. Penanganan pertama luka bakar di unit gawat darurat

1) Penilaian keadaan umum klien. Perhatikan A: Airway (jalan napas); B: Breathing (pernapasan);

C: Circulation (sirkulasi).

2) Penilaian luas dan kedalaman luka bakar.

3) Kaji adanya kesulitan menelan atau bicara (kemungkinan klien mengalami trauma inhalasi).

4) Kaji adanya edema saluran pernapasan (mungkin klien perlu dilakukan intubasi atau

trakheostomi).

5) Kaji adanya faktor-faktor lain yang memperberat luka bakar seperti adanya fraktur, riwayat

penyakit sebelumnya (seperti diabetes, hipertensi, gagal ginjal, dll) dan penyebab luka bakar

karena tegangan listrik (sulit diketahui secara akurat tingkat kedalamannya).

6) Pasang infus (IV line). Jika luka bakar > 20% derajat II/III biasanya dipasang CVP (kolaborasi

dengan dokter).

7) Pasang kateter urine.

8) Pasang nasogastrik tube (NGT) jika diperlukan.


9) Beri terapi cairan intra vena (kolaborasi dengan dokter). Biasanya diberikan sesuai formula

Parkland yaitu 4 ml/kg BB/ % luka bakar pada 24 jam pertama. Pada 8 jam I diberikan ½ dari

kebutuhan cairan dan pada 16 jam II diberikan sisanya (disesuaikan dengan produksi urine tiap

jam)

10) Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan . pada klien yang mengalami trauma inhalasi/gangguan

sistem pernapasan dapat dilakukan nebulisasi dengan obat bronkodilator.

11) Periksa lab darah.

12) Berikan suntikan ATS/Toxoid.

13) Perawatan luka.

14) Pemberian obat-obatan (kkolaborasi dengan dokter); analgetik, antibiotik dll.

15) Mobilisasi secara dini (range of motion).

16) Pengaturan posisi.

c. Penanganan klien luka bakar di unit perawatan intensif

Pada kondisi klien yang makin memburuk, perlu adanya penanganan secara intensif di

unit perawatan intensif terutama klien yang membutuhkan alat bantu pernapasan (ventilator). Hal

yang harus diperhatikan selama klien dirawat di unit ini meliputi:

1) Pantau keadaan klien dan setting ventilator.

2) Observasi tanda-tanda vital; tekanan darah, nadi dan pernapasan setiap jam dan suhu setiap 4

jam.

3) Pantau nilai CVP.

4) Amati GCS.

5) Pantau status hemodinamik.

6) Pantau haluaran urine (0,5-1 cc/kg BB/jam)


7) Auskultasi suara paru tiap pertukaran jaga.

8) Cek AGD setiap hari atau bila diperlukan.

9) Pantau saturasi oksigen.

10) Pengisapan lendir (suction) minimal setiap 2 jam dan jika perlu.

11) Perawatan mulut setiap 2 jam (beri boraq gliserin).

12) Perawatan mata dengan memberi salep atau tetes setiap 2 jam.

13) Ganti posisi klien setiap 3 jam.

14) Fisioterapi dada.

15) Perawatan daerah invasif seperti daerah pemasangan CVP, kateter, tube setiap hari.

16) Ganti tube dan NGT setiap minggu.

17) Observasi letak tube (ETT) setiap shift.

18) Observasi terhadap aspirasi cairan lambung.

19) Periksa lab darah: elektrtolit, ureum/creatinin, AGD, protein (albumin), gula darah (kolaborasi

dengan dokter).

20) Perawatan luka bakar sesuai protokol rumah sakit.

21) Pemberian medikasi sesuai dengan petunjuk dokter.

d. Penanganan klien luka bakar di unit perawatan luka bakar

Klien luka bakar memerlukan waktu perawatan yang lama karena proses penyembuhan

luka yang lama terlebih pada klien dengan luka bakar yang luas dan dalam.

Tindakan perawatan yang utama dalam merawat klien di unit luka bakar yaitu perawatan

luka, pengaturan posisi, pemenuhan kebutuhan nutrisi yang adekuat, pencegahan komplikasi dan

rehabilitasi.
Perawatan luka bakar ada dua yaitu perawatan terbuka dan perawatan tertutup. Perawatan

terbuka yaitu perawatan tanpa menggunakan balutan setelah diberi obat topikal. Perawatan

tertutup dengan menggunakan balutan gaas steril setelah diberikan obat topikal atau tulle yang

mengandung chlorhexidine 0,05%, gaas lembab (moist) dengan NaCl 0,9% dan gaas kering.

Penggunaan obat topikal disesuaikan dengan kedalaman luka bakar. Luka bakar grade II

superficial menggunakan chlorampenicol zalf mata, sedangkan luka bakar grade II dalam dan

grade III menggunakan SSD.

Hal-hal yang perlu diketahui dalam perawatan luka bakar:

- Anatomi dan fisiologi kulit.

- Pathofisiologi luka bakar.

- Prinsip-prinsip penyembuhan luka.

- Prinsip-prinsip pengontrolan infeksi (Universal precaution: teknik cuci tangan bersih,

penggunaan handschoen, masker, topi, baju steril; teknik bersih dan aseptik).

- Faktor-faktor penyebab infeksi.

- Cara mengatasi nyeri.

Selain hal-hal di atas, perlu juga diperhatikan teknik memandikan pasien luka bakar.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN LUKA BAKAR

(COMBUSTIO)

Asuhan keperawatan pada klien luka bakar disesuaikan dengan fase luka bakar.

1. Perawatan Luka Bakar Selama Fase Darurat/Resusitasi

a. Pengkajian

1) Kaji luas, kedalaman luka bakar.

2) Vital sign.
3) Asupan dan keluaran cairan, residu urine saat pertama kali dipasang cateter.

4) Berat jenis urine, warna urine, pH, kadar glukosa, aseton, protein serta nilai hemoglobbin.

5) Berat badan, riwayat berat pra-luka bakar, alergi, imunisasi tetanus, masalah medik serta bedah

pada masa lalu, penyakit sekarang dan penggunaan obat.

6) Tingkat kesadaran, status fisiologik, tingkat nyeri serta kecemasan dan perilaku klien.
Diagnosa keperawatan

1) Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan keracunan karbon monoksida, inhalasi

asap dan obstruksi saluran napas atas.

2) Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan edema dan efek dari inhalasi asap.

3) Kurang volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan

kehilangan cairan akibat evaporasi dari daerah luka bakar.

4) Hipotermia yang berhubungan dengan gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka yang terbuka.

5) Nyeri yang berhubungan dengan cedera jaringan serta saraf dan dampak emosional dari luka

bakar.

b. Perencanaan

Tujuan Rencana Intervensi Rasional


Diagnosa keperawatan: Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan
keracunan karbon monoksida, inhalasi asap dan obstruksi saluran napas atas.
Pemeliharaan 1. Beri O2 yang lembab. 1. Suplementasi O2 dan
oksigenasi jaringan 2. Kaji napas, tanda-tanda memberi kelembaban pada
yang adekuat. hipoksia. jaringan yang cedera.
KE: 3. Amati hal-hal berikut: 2. Bukti peningkatan/
- Tidak ada dispnea. eritema pada mukosa penurunan pernapasan.
- Frekuensi respirasi bibir dan pipi; lubang 3. Tanda cedera inhalasi dan
antara 12 dan 20 hidung yang gosong; risiko disfungsi pernapasan.
x/mt. luka bakar pada muka, 4. Mengkaji perlunya ventilasi
- Paru bersih pada leher, dada; mekanis.
auskultasi. bertambahnya keparauan 5. Deteksi dini penurunan
- Sat O2 > 96%. suara; adanya sputum status respirasi.
- AGD (N) hangus.
4. Pantau hasil AGD.
5. Pantau tingkat kesadaran
klien.
Tujuan Rencana Intervensi Rasional
Diagnosa keperawatan: Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan
dengan edema dan efek dari inhalasi asap.
Pemeliharaan 1. Pertahankan kepatenan 1. Krusial untuk fungsi
saluran napas yang jalan napas. respirasi.
paten dan bersihan 2. Beri O2 lembab. 2. Ekspektorasi.
saluran napas 3. Dorong klien agar mau 3. Meningkatkan pembuangan
adekuat. membalikkan tubuh, sekresi.
KE: batuk dan napas dalam.
- Jalan napas paten.
- Sekresi respirasi
minimal, tidak
berwarna dan encer.
- Frekuensi respirasi,
pola dan bunyi
napas normal.
Diagnosa keperawatan: Kurang volume cairan yang berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan akibat evaporasi dari
daerah luka bakar.
Pemulihan 2. Amati tanda vital, 1. Resusitasi berlebihan dapat
keseimbangan haluaran urine. menyebabkan kelebihan
cairan dan elektrolit3. Beri cairan intravena beban cairan.
yang optimal dan dengan tepat. 2. Mempertahankan
perfusi organ-organ 4. Naikkan bagian kepala keseimbangan cairan dan
vital. dan tinggikan ekstremitas elektrolit.
KE: yang terbakar. 3. Meningkatkan aliran balik
- Kadar elektrolit vena.
(N).
- Haluaran urine 0,5-
1,0 ml/kg/jam.
- TD> 90/60 mmHg.
Tujuan Rencana Intervensi Rasional
- N< 120 x/mt.
- Sensori jernih.
- Urine jernih, BJ
Normal.
Diagnosa keperawatan: Hipotermia yang berhubungan dengan gangguan
mikrosirkulasi kulit dan luka yang terbuka.
Pemeliharaan suhu 1. Beri lingkungan yang 1. Mengurangi kehilangan
tubuh yang adekuat. hangat. panas lewat evaporasi.
KE: 2. Bekerja dengan cepat 2. Pajanan minimal
- S: 361 – 383 oC. kalau lukanya terpajan mengurangi kehilangan
- Tidak ada udara dingin. panas lewat luka.
menggigil / 3. Kaji suhu inti tubuh 3. Deteksi dini terjadinya
gemetar. dengan sering. hipotermia.
Diagnosa keperawatan: Nyeri yang berhubungan dengan cedera jaringan serta
saraf dan dampak emosional dari luka bakar.
Pengendalian rasa 1. Kaji tingkat nyeri (skala 1. Mengevaluasi evektivitasnya
nyeri. 1-10) tindakan mengurangi nyeri.
KE: 2. Beri analgetik. 2. Menurunkan nyeri.
- Menyatakan 3. Beri dukungan 3. Mengurangi ketakutan dan
tingkat nyeri emosional. ansietas akibat luka bakar.
menurun.
- Tidak ada petunjuk
nonverbal tentang
nyeri.
2. Perawatan Luka Bakar Selama Fase Akut

a. Pengkajian

1) Kaji perubahan hemodinamika.

2) Proses kesembuhan luka.

3) Rasa nyeri.
4) Respon psikososial.

5) Deteksi dini komplikasi.

6) Status respirasi dan cairan.

7) Perdarahan yang berlebihan dari pembuluh darah di dekat daerah yang menjalani eksplorasi

bedah dan debridement.

b. Diagnosa keperawatan

1) Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan pemulihan kembali integritas kapiler dan

perpindahan cairan dari ruang interstisial ke dalam intravaskuler.

2) Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan terganggunya

respon imun.

3) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan hipermetabolisme

dan kebutuhan bagi kesembuhan luka.

4) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan luka bakar terbuka.

5) Nyeri yang berhubungan dengan saraf yang terbuka, kesembuhan luka dan penanganan luka

bakar.

6) Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan edema luka bakar, rasa nyeri dan

kontraktur persendian.

7) Koping tidak efektif yang berhubungan dengan perasaan takut serta ansietas, berduka dan

ketergantungan pada petugas kesehatan.

8) Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan luka bakar.

9) Kurang pengetahuan tentang proses penanganan luka bakar.

10) PK : insufisiensi ginjal

11) PK : Perdarahan GI
12) PK : Ilius paralitik

13) PK : Sepsis

c. Perencanaan

Tujuan Rencana Intervensi Rasional


Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan
pemulihan kembali integritas kapiler dan perpindahan cairan dari ruang
interstisial ke dalam intravaskuler.
Pemeliharaan 1. Pantau tanda vital, 1. Mencerminkan status cairan.
keseimbangan asupan dan haluaran 2. Mencegah bolus cairan yang
cairan yang cairan, berat badan. tidak disengaja.
optimal. 2. Beri cairan intravena 3. Menurunkan volume
KE: adekuat. intravaskuler.
- Asupan, haluaran 3. Beri preparat diuretik
cairan dan berat atau dopamin seperti
badan memiliki yang diprogramkan.
korelasi dengan
pola yang
diharapkan.
- Tanda vital normal.
Diagnosa keperawatan: Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan
hilangnya barier kulit dan terganggunya respon imun.
Tidak ada infeksi 1. Gunakan tindakan 1. Meminimalkan risiko
lokal / sistemik. asepsis dalam semua kontaminasi silang.
KE: aspek perawatan klien. 2. Menghindari agens penyebab
- Tidak ada gejala 2. Lakukan skrining infeksi.
dan tanda infeksi. terhadap para 3. Sumber potensial bagi
- Hasil kultur pengunjung. pertumbuhan bakteri.
normal. 3. Singkirkan tanaman 4. Mengetahui adanya infeksi
dan bunga dari kamar lokal.
klien. 5. Mengetahui tingkat infeksi,
Tujuan Rencana Intervensi Rasional
4. Inspeksi luka. merencanakan antibiotik yang
5. Pantau hitung leukosit, tepat.
hasil kultur, dan tes 6. Mengurangi jumlah bakteri.
sensitivitas. 7. Mengurangi potensi kolonisasi
6. Beri antibiotik sesuai bakteri pada luka bakar.
indikasi.
7. Ganti linen dan
personal hygiene.
Diagnosa keperawatan: Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan hipermetabolisme dan kebutuhan bagi kesembuhan luka.
Pencapaian status 1. Beri diet TKTP. 1. Membantu kesembuhan luka
nutrisi anabolik. 2. Pantau BB dan jumlah dan peningkatan kebutuhan
KE: asupan kalori tiap hari. metabolisme.
- Peningkatan BB 3. Beri suplemen vitamin 2. Menentukan apakah
tiap hari. dan mineral. kebutuhan makan telah
- Tidak 4. Beri nutrisi enteral dan terpenuhi.
memperlihatkan parenteral. 3. Memenuhi kebutuhan nutrisi.
tanda-tanda 5. Laporkan distensi 4. Menjamin terpenuhinya
defisiensi protein, abdomen, volume nutrisi.
vitamin dan residu yang besar atau 5. Tanda yang menunjukkan
mineral. diare kepada dokter. intoleransi terhadap jalur atau
- Memenuhi seluruh tipe pemberian nutrisi.
kebutuhan nutrisi
lewat asupan oral.
- Kadar protein
serum normal.
Diagnosa keperawatan: Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan
luka bakar terbuka.
Integritas kulit 1. Bersihkan luka, tubuh 1. Mengurangi potensi kolonisasi
tampak membaik. dan rambut tiap hari. bakteri.
Tujuan Rencana Intervensi Rasional
KE: 2. Rawat luka. 2. mempercepat kesembuhan
- Kulit tampak utuh, 3. Cegah penekanan, luka.
bebas infeksi, infeksi dan mobilisasi 3. Mempercepat perlekatan graft
trauma. pada autograft. dan kesembuhan.
- Reepitelisasi luka 4. Beri dukungan nutrisi 4. Mendukung pembentukan
baik. yang memadai. granulasi.
- Reepitelisasi donor 5. Kaji luka dan lokasi 5. Intervensi dini untuk
baik. graft. mengatasi kesembuhan luka.
- Kulit terlumasi dan
licin.
Diagnosa keperawatan: Nyeri yang berhubungan dengan saraf yang terbuka,
kesembuhan luka dan penanganan luka bakar.
Pengurangan atau 1. Kaji tingkat nyeri. 1. Mengkaji respon terhadap
pengendalian nyeri. 2. Beri analgetik. intervensi.
KE: 3. Ajarkan teknik 2. Mengurangi nyeri.
- Menyatakan rasa distraksi, imajinasi dan 3. Mengurangi sensasi nyeri.
nyeri minimal. relaksasi. 4. Meningkatkan kenyamanan
- Tidak memberikan 4. Beri antiansietas. klien.
petunjuk fisiologik 5. Lumasi luka (berbahan 5. Mengurangi perasaan kencang
atau nionverbal dasar silika). pada kulit.
bahwa rasa
nyerinya sedang
atau berat.
- Menggunakan
teknik pengendali
nyeri.
- Dapat tidur tanpa
terganggu nyeri.
Diagnosa keperawatan: Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan
edema luka bakar, rasa nyeri dan kontraktur persendian.
Tujuan Rencana Intervensi Rasional
Pencapaian 1. Atur posisi klien. 1. Mengurangi risiko kontraktur.
mobilitas fisik yang2. Lakukan latihan 2. Meminimalkan atropi otot.
optimal. rentang gerak. 3. Peningkatan pemakaian otot-
KE: 3. Bantu klien untuk otot.
- Turut berpartisipasi ambulasi dini. 4. Mempertahankan posisi sendi
dalam aktivitas 4. Fisioterapi. yang benar.
sehari-hari. 5. Dorong perawatan 5. Mempercepat kemandirian.
mandiri sesuai
kemampuan klien.
Diagnosa keperawatan: Koping tidak efektif yang berhubungan dengan
perasaan takut serta ansietas, berduka dan ketergantungan pada petugas
kesehatan.
Penggunaan strategi1. Kaji kemampuan dan 1. Informasi dasar untuk
koping yang tepat strategi koping yang merencanakan perawatan.
untuk menghadapi digunakan. 2. Mendorong timbulnya harga
berbagai masalah 2. Tunjukkan diri.
pasca luka bakar. penerimaan, beri 3. Membawa pola keberhasilan
KE: dukungan dan umpan pada klien.
- Mengutarakan balik yang positif. 4. Menghasilkan cara pendekatan
dengan kata-kata 3. Bantu klien untuk yang konsisten.
reaksi terhadap luka menetapkan tujuan
bakar. jangka pendek.
- Mengidentifikasi 4. Gunakan pendekatan
strategi koping multidisiplin.
yang digunakan. 5. Atasi perilaku agresif
- Menerima atau maladaptif.
ketergantungan
pada pemberi
perawatan selama
sakit akut.
Tujuan Rencana Intervensi Rasional
- Mengatasi
kesedihan atau
kehilangan.
- Turut berpartisipasi
dalam pengambilan
keputusan.
- Memiliki perilaku
yang penuh harapan
terhadap masa
depan.
Diagnosa keperawatan: Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan
luka bakar.
Pencapaian proses 1. Kaji persepsi klien dan 1. Informasi dasar untuk
klien/keluarga yang keluarga terhadap perencanaan perawatan.
tepat. dampak luka bakar. 2. Memudahkan klien untuk
KE: 2. Beri dukungan yang mengutarakan keprihatinannya
- Paien realistik. dengan kata-kata.
mengutarakan 3. Jelaskan pola strategi 3. Mengurangi ansietas.
dengan kata-kata koping yang lazim.
perasaannya yang
berkenaan dengan
perubahan dalam
interaksi keluarga.
- Keluarga dapat
memberikan
dukungan
emosional.
- Keluarga
menyatakan bahwa
kebutuhan mereka
Tujuan Rencana Intervensi Rasional
terpenuhi.
Diagnosa keperawatan: Kurang pengetahuan tentang proses penanganan luka
bakar.
Klien dan keluarga 1. Kaji kesiapan klien dan1. Mengetahui tingkat
mengungkapkan keluarganya untuk pengetahuan klien dan
pemahaman belajar. keluarga.
penanganan luka 2. Kaji pengalaman klien 2. Data dasar untuk penjelasan
bakar. dan keluarga. dan indikasi yang
KE: 3. Jelaskan pentingnya menunjukkan harapan klien
- Menyatakan dasar partisipasi klien dalam serta keluarganya.
pemikiran untuk perawatan. 3. Memberi arah yang spesifik
berbagai aspek 4. Jelaskan lama waktu pada klien.
penanganan yang untuk sembuh. 4. Kejujuran meningkatkan
berbeda. harapan yang realistis.
- Klien dan
keluarganya turut
berpartisipasi dalam
menyusun rencana
penatalaksanaan.
Diagnos keperawatan : PK : insufisiensi ginjal
Memantau dan 1. Pantau tanda dan gejala
1. Hipovolemia dan hipotensi
meminimalkan dari insufisiensi ginjal. mengaktifasi sistem renin
komplikasi angiotensin mengakibatkan
insufisiensi ginjal. tahanan vaskuler ginjal
meningkat.
2. Catat cairan masuk dan2. Berhubungan dengan
keluar kelebihan masukan cairan.
3. Pantau tanda-tanda dan3. Asidosis diakibatkan oleh
gejala asidosis ketidakmampuan ginjal
metabolik mengeksresikan ion hidrogen
Tujuan Rencana Intervensi Rasional
posfat, sulfat dan keton
Diagnosa keperawatan :PK : Perdarahan GI
Memantau dan 1. Pantau tanda dan gejala
1. Deteksi dini dapat membantu
menangani perdarahan dalam menentukan intervensi
komplikasi gastrointestina
perdarahan GI
2. Pantau hemoglobin, 2. Nilai laboratorium ini
hematokrit, jumlah sel menggambarkan keefektifan
darah merah, trombosit, pengobatan
SGOT, SGPT, BUN
3. Pantau tanda-tanda 3. Pemantauan yang teliti dapat
vital secara teratur mendeteksi perubahan dini dari
volume darah
Diagnosa keperawatan : PK : Ileus paralitik
Mengatasi dan 1. Pantau tanda-tanda dari
1. Membantu dalam menentukan
meminimalkan illeus paralitik intervensi
komplikasi illeus 2. Pantau fungsi usus 2. Pembedahan dan anastesi
paralitik menurunkan intervensi dari
usus dan menurunkan
peristaltik usus serta
kemungkinan menyebabkan
ileus paralitik
Diagnosa keperawatan : PK : Sepsis
Memantau dan 1. Pantau tanda dan gejala
1. Membantu dalam menentukan
menangani septikemia intervensi
komplikasi 2. Pantau perubahan 2. Membantu dalam menentukan
septikemia dalam mental, intervensi
kelemahan, malaisea,
hipotermia, anoreksia
3. Perawatan Luka Bakar Selama Fase Rehabilitasi
a. Pengkajian

1) Tingkat pendidikan klien, pekerjaan, kegiatan rekreasi, latar belakang budaya, agama dan

interaksi keluarga.

2) Konsep diri, status mental, respon emosional terhadap luka bakar.

3) Pemeriksaan jasmani: rentang gerak sendi, kemampuan fungsional dalam aktivitas sehari-hari,

tanda-tanda ruftur kulit, neuropati, toleransi terhadap aktivitas.

4) Partisipasi klien dalam perawatan dan kemampuannya untuk memperlihatkan perawatan

mandiri.

5) Komplikasi dan perlunya penanganan yang spesifik.

b. Diagnosa keperawatan

1) Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan raasa nyeri ketika melakukan latihan, mobilitas

sendi yang terbatas, pelisutan otot dan ketahanan tubuh (endurance) yang terbatas.

2) Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan pada penampakan fisik dan konsep

diri.

3) Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah sesudah klien pulang dari rumah sakit dan

kebutuhan tindak lanjut.

c. Perencanaan

Tujuan Rencana Intervensi Rasional


Diagnosa keperawatan: Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan raasa
nyeri ketika melakukan latihan, mobilitas sendi yang terbatas, pelisutan otot
dan ketahanan tubuh (endurance) yang terbatas.
Memperlihatkan 1. Redakan rasa nyeri, 1. Membantu klien untuk
toleransi terhadap cegah gejala menggigil menyimpan tenaga untuk
aktivitas yang atau panas dan keperluan aktivitas terapiutik.
diperlukan untuk tingkatkan integritas 2. Mencegah atropi otot.
Tujuan Rencana Intervensi Rasional
melaksanakan fisik pada semua sistem3. Digunakan untuk menentukan
aktivitas sehari-hari tubuh. tingkat aktivitas yang
yang diinginkan. 2. Latihan fisioterapi. diperlukan.
KE: 3. Pantau perasaan panas, 4. Memperbaiki toleransi
- Memperoleh cukup letih, dan toleransi terhadap aktivitas fisik.
tidur setiap hari. nyeri.
- Memperlihatkan 4. Jadwalkan aktivitas
peningkatan klien.
toleransi dan
ketahanan fisik
yang bertahap
dalam pelaksanaan
aktivitas fisik.
- Dapat
berkonsentrasi
ketika bercakap-
cakap.
- Memiliki energi
untuk
mempertahankan
aktivitas sehari-hari
yang diinginkan.
Diagnosa keperawatan: Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan
perubahan pada penampakan fisik dan konsep diri.
Beradaptasi dengan 1. Sediakan waktu untuk 1. Membantu klien menangani
citra tubuh yang mendengarkan dan perasaanya.
berubah. memberikan dukungan 2. Menggali adanya kecemasan
KE: yang realistik. dan memahami ketakutan
- Mengutarakan 2. Nilai reaksi psikososial klien.
deskripsi yang tepat klien secara konstan. 3. Klien dapat menerima atau
Tujuan Rencana Intervensi Rasional
tentang berbagai 3. Secara aktif menghadapi persepsi orang
perubahan pada promosikan citra tubuh lain tentang kecacatan.
citra tubuh pasca yang sehat dan konsep 4. Membantu klien untuk
luka bakar. diri pada klien-klien menghargai diri sendiri.
- Menerima luka bakar yang
penampakan berhasil diselamatkan.
fisiknya. 4. Kenali keunikan klien.
- Memnggunakan
protesa jika
dikehendaki.
- Bersosialisasi
dengan orang lain.
- Mencari dan
mencapai
pengembalian
kepada peranan.
Diagnosa keperawatan: Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah
sesudah klien pulang dari rumah sakit dan kebutuhan tindak lanjut.
Memperlihatkan 1. Ikutsertakan keluarga 1. Keluarga ikut berpartisiasi
pengetahuan dalam perencanaan dan dalam perawatan.
tentang perawatan pelaksanaan perawatan.2. Pelajaran untuk membantu
mandiri dan 2. Ajarkan kepada klien mereka memenuhi kebutuhan
perawatan tindak dan keluarga cara mendatang.
lanjut yang perawatan luka,
diperlukan. pelaksanaan latihan,
KE: pemakaian pakaian
- Menguraikan tekan dan perawatan
prosedur tindak lanjut.
pembedahan dan
penanganan dengan
Tujuan Rencana Intervensi Rasional
akurat.
- Mengutarakan
rencana perawatan
tindak lanjut.
- Memperlihatkan
kemampuan untuk
melaksanakan
perawatan luka dan
latihan rentang
gerak.
- Mengidentifikasi
sumber untuk
dihubungi jika
timbul masalah
khusus.

SEHAT MODAL UTAMA DALAM HIDUP


Sehat Itu Mahal
 Beranda

Selasa, 10 Desember 2013


KEGAWATDARURATAN PADA LUKA BAKAR

Posting by Gunawan Muhaemin

Untuk Powerpoint (Persentasi) silahkan DOWNLOAD DISINI !!!

2.1 Definisi
Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat kontak langsung atau terpapar
dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electrict), zat kimia (chemycal), atau radiasi
(radiation) .
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir
yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Guyton & Hall, 1997).
2.2 Etiologi
Luka bakar dikategorikan menurut mekanisme injurinya meliputi :
1. Luka Bakar Termal
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api, cairan
panas atau objek-objek panas lainnya.
2. Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa
kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan
luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak
dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai
zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk
zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia
3. Luka Bakar Elektrik
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi listrik yang
dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya
voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh.
4. Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali
berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk
keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang
terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.

2.3 Fase Luka Bakar


1. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang penderita akan
berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan
circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat
setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi
dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada
fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal
yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya
ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang
bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi
dengan problema instabilitas sirkulasi.
2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan
jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
 Proses inflamasi dan infeksi.
 Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas
dan atau pada struktur atau organ–organ fungsional.
 Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi
organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang
hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur
2.4 Klasifikasi
1. Dalamnya Luka Bakar
Luka bakar dapat diklasifikasikan menurut dalamnya jaringan yang rusak dan disebut sebagai
luka bakar superfisial partial thickness, deep partial thickness dan full thickness. Istilah
deskriptif yang sesuai adalah luka bakar derajat-satu, -dua, -tiga.
Kedalaman Bagian Gejala Penampilan luka Perjalanan
dan kulit kesembuhan
penyebab yang
luka bakar terkena
Derajat satu Epider Kesemutan, Memerah, menjadi Kesembuha
(superfisial): mis hiperestesia putih ketika ditekan n lengkap
tersengat (supersensivitas), minimal atau tanpa dalam
matahari, rasa nyeri mereda edema waktu satu
terkena api jika didinginkan minggu,
dengan terjadi
intensitas pengelupasa
rendah n kulit

Derajat-dua Epider Nyeri, Melepuh, dasar luka Kesembuha


(partial- mis dan hiperestesia, berbintik-bintik n dalam
thickness): bagian sensitif terhadap merah, epidermis waktu 2-3
tersiram air dermis udara yang dingin retak, permukaan minggu,
mendidih, luka basah, terdapat pembentuka
terbakar oleh edema n parut dan
nyala api depigmenta
si, infeksi
dapat
mengubahn
ya menjadi
derajat-tiga
Derajat-tiga Epider Tidak terasa Kering, luka bakar Pembentuka
(full- mis, nyeri, syok, berwarna putih n eskar,
thickness): keselur hematuria seperti bahan kulit diperlukan
terbakar uhan (adanya darah atau gosong, kulit pencangkok
nyala api, dermis dalam urin) dan retak dengan bagian an,
terkena dan kemungkinan lemak yang tampak, pembentuka
cairan kadang- pula hemolisis terdapat edema n parut dan
mendidih kadang (destruksi sel hilangnya
dalam waktu jaringa darah merah), kontur serta
yang lama, n kemungkinan fungsi kulit,
tersengat subkuta terdapat luka hilangnya
arus listrik n masuk dan keluar jari tangan
(pada luka bakar atau
listrik) ekstrenitas
dapat terjadi

Dalam menetukan dalamnya luka bakar kita harus memperhatikan faktor-faktor berikut :
1. Riwayat terjadinya luka bakar
2. Penyebab luka bakar
3. Suhu agen yang menyebabkan luka bakar
4. Lamanya kontak dengan agen
5. Tebalnya kulit

2. Berat ringannya luka bakar


Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
 Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
 Kedalaman luka bakar.
 Anatomi lokasi luka bakar.
 Umur klien.
 Riwayat pengobatan yang lalu.
 Trauma yang menyertai atau bersamaan.
3. Berdasarkan tingkat keseriusan luka
American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Luka bakar mayor
 Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih dari 20% pada anak-anak.
 Luka bakar fullthickness lebih dari 20%.
 Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
 Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat dan luasnya luka.
 Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
b. Luka bakar moderat
 Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada anak-anak.
 Luka bakar fullthickness kurang dari 10%.
 Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
c. Luka bakar minor
Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan Griglak (1992) adalah :
 Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang dari 10 % pada anak-
anak.
 Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.
 Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki.
2.5 Luas Luka Bakar
Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa metode yaitu :
1. Rule of nine

- Kepala dan leher : 9%


- Dada depan dan belakang : 18%
- Abdomen depan dan belakang : 18%
- Tangan kanan dan kiri : 18%
- Paha kanan dan kiri : 18%
- Kaki kanan dan kiri : 18%
- Genital : 1%
2. Diagram

Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan diagram Lund dan Browder
sebagai berikut:

LOKASI USIA (Tahun)

0-1 1-4 5-9 10-15 DEWASA

KEPALA 19 17 13 10 7

LEHER 2 2 2 2 2

DADA & PERUT 13 13 13 13 13

PUNGGUNG 13 13 13 13 13

PANTAT KIRI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5

PANTAT KANAN 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5

KELAMIN 1 1 1 1 1

LENGAN ATAS KANAN 4 4 4 4 4

LENGAN ATAS KIRI 4 4 4 4 4

LENGAN BAWAH 3 3 3 3 3
KANAN

LENGAN BAWAH KIRI 3 3 3 3 3

TANGAN KANAN 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5

TANGAN KIRI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5

PAHA KANAN 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5

PAHA KIRI 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5

TUNGKAI BAWAH 5 5 5,5 6 7


KANAN

TUNGKAI BAWAH KIRI 5 5 5,5 6 7


KAKI KANAN 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5

KAKI KIRI 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5

2.6 Patofisiologi
Luka bakar disebabkan karena tranfer energi panas dari sebuah sumber energi ke tubuh, panas
menyebabkan kerusakan jaringan. Reaksi setempat, panans menyebabkan kerusakan protein dan
pembuluh darah. Terdapat tiga zona kerusakan jaringan:
1. zona koagulasi
2. zona stasis
3. zona hypearemia
Kerusakan pada kulit berhubungan dengan:

1. suhu penyebab luka bakar

2. penyebab

3. lama terbakar

4. jaringan ikat yang terkena

5. lapisan dari struktur kulit yang terkena

Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang
terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas tinggi. Sel darah yang ada didalamnya ikut rusak
sehingga dapat menjadi anemia. Mengingat permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan
bula dengan serta elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler.
Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebakan kehilangan cairan tambahan karena penguapan
yang berlebihan, cairan masuk kebula yang terbentuk pada luka bakar derajat III dan pengeluaran
cairan dari keropeng luka bakar derajat III. Akibat luka bakar, fungsi kulit yang hilang berakibat
terjadi perubahan fisiologi, Diantaranya adalah

 Hilang daya lindung terhadap infeksi


 Cairan tubuh terbuang
 Hilang kemampuan mengendalikan suhu
 Kelenjar keringat dan uap
 Banyak kehilangan reseptor sensori
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air, natrium,
klorida dan protein akan keluar dari sel dan menyebabkan terjadinya edema yang dapat berlanjut
pada keadaan hipovolemia dan hemo konsentrasi. Donna (1991) menyatakan bahwa kehilangan
cairan tubuh pada pasien luka bakar dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
 Peningkatan mineralo kortikoid
-Retensi air, natrium dan klorida
-Ekskresi kalium
 Peningkatan permeabilitas pembuluh darah ; keluarnya elektrolit dan protein dari pembuluh
darah.
 Perbedaan tekan osmotik intra dan ekstrasel.
Kehilangan volume cairan akan mempengaruhi nilai normal cairan dan elektolit tubuh yang
selanjutnya akan terlihat dari hasil laboratorium.
Luka bakar akan mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit tetapi juga mempengaruhi
sistem tubuh pasien. Seluruh sistem tubuh menunjukkan perubahan reaksi fisiologis sebagai
respon kompensasi terhadap luka bakar, yang luas (mayor) tubuh tidak mampu lagi untuk
mengkompensasi sehingga timbul berbagai macam komplikasi
Burn shock (syok hipovolemik) atau shock luka bakar merupakan komplikasi yang sering
dialami pasien dengan luka bakar luas karena hipovolemik yang tidak segera diatasi.

2.7 Komplikasi
1. kelainan pada pernafasan akibat hisapan

2. infeksi, insiden infeksi meingkat sejalan dengan peningkatan luas luka bakar.

3. neurovaskular, terjadi karena luka bakar luas

4. pembentukan jaringan parut yang menyebabkan penurunan aliran darah

2.8 Indikasi Rawat Inap Luka Bakar


1. Luka bakar grade II:
-Dewasa > 20%
-Anak/orang tua > 15%
2. Luka bakar grade III.
3. Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll
2.9 Penatalaksanaan
A. Penanganan keperawatan
1. Penanganan awal ditempat kejadian
Tindakan yang dilakukan terhadap luka bakar :
 Jauhkan korban dari sumber panas, jika penyebabnya api, jangan biarkan korban berlari,
anjurkan korban untuk berguling – guling atau bungkus tubuh korban dengan kain basah dan
pindahkan segera korban ke ruangan yang cukup berventilasi jika kejadian luka bakar berada
diruangan tertutup.
 Buka pakaian dan perhiasan yang dikenakan korban
 Kaji kelancaran jalan nafas korban, beri bantuan pernafasan korbam dan oksigen bila
diperlukan
 Beri pendinginan dengan merendam korban dalam air bersih yang bersuhu 200C selama 15 – 20
menit segera setelah terjadinya luka bakar
 Jika penyebab luka bakar adalah zat kimia, siram korban dengan air sebanyak – banyaknya
untuk menghilangkan zat kimia dari tubuhnya
 Kaji kesadaran, keadaan umum, luas dan kedalaman luka bakar serta cedera lain yang menyertai
luka bakar
 Segera bawa korban ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut

2. Penanganan luka bakar di unit gawat darurat


Tindakan yang harus dilakukan terhadap pasien pada 24 jam pertama yaitu :
 Penilaian keadaan umum pasien. Perhatikan A : Airway (jalan nafas), B : Breathing
(pernafasan), C : Circulation (sirkulasi)
 Penilaian luas dan kedalaman luka bakar
 Kaji adanya kesulitan menelan atau bicara dan edema saluran pernafasan
 Kaji adanya faktor – faktor lain yang memperberat luka bakar seperti adanya fraktur, riwayat
penyakit sebelumnya (seperti diabetes, hipertensi, gagal ginjal, dll)
 Pasang infus (IV line), jika luka bakar >20% derajat II / III biasanya dipasang CVP (kolaborasi
dengan dokter)
 Pasang kateter urin
 Pasang NGT jika diperlukan
 Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan
 Berikan suntikan ATS / toxoid
 Perawatan luka :
-Cuci luka dengan cairan savlon 1% (savlon : NaCl = 1 : 100)
-Biarkan lepuh utuh (jangan dipecah kecuali terdapat pada sendi yang mengganggu pergerakan
-Selimuti pasien dengan selimut steril
 Pemberian obat – obatan (kolaborasi dokter)
-Antasida H2 antagonis
-Roborantia (vitamin C dan A)
-Analgetik
-antibiotic
 Mobilisasi secara dini
 Pengaturan posisi
Keterangan :
• Pada 8 jam I diberikan ½ dari kebutuhan cairan
• Pada 8 jam II diberikan ¼ dari kebutuhan cairan
• Pada 8 jam III diberikan sisanya
3. Penanganan luka bakar di unit perawatan intensif
Hal yang perlu diperhatikan selama pasien dirawat di unit ini meliputi :
 Pantau keadaan pasien dan setting ventilator. Kaji apakah pasien mengadakan perlawanan
terhadap ventilator
 Observasi tanda – tanda vital; tekanan darah, nadi, pernafasan, setiap jam dan suhu setiap 4 jam
 Pantau nilai CVP
 Amati neurologis pasien (GCS)
 Pantau status hemodinamik
 Pantau haluaran urin (minimal 1ml/kg BB/jam)
 Auskultasi suara paru setiap pertukaran jaga
 Cek asalisa gas darah setip hari atau bila diperlukan
 Pantau status oksigen
 Penghisapan lendir (suction) minimal setiap 2jam dan jika perlu
 Perawatan tiap 2jam (beri boraq gliserin)
 Perawatan mata dengan memberi salep atau tetes mata setiap 2jam
 Ganti posisi pasien setiap 3jam (perhatikan posisi yang benar bagi pasien)
 Fisoterapi dada
 Perawatan daerah invasif seperti daerah pemasangan CVP, kateter dan tube setiap hari
 Ganti kateter dan NGT setiap minggu
 Observasi letak tube (ETT) setiap shift
 Observasi setiap aspirasi cairan lambung
 Periksa laboratorium darah : elektrolit, ureum/kreatinin, AGD, proteim (albumin), dan gula
darah (kolaborasi dokter)
 Perawatan luka bakar sesuai protokol rumah sakit
 Pemberian medikasi sesuai dengan petunjuk dokter
4. Perawatan luka bakar di unit perawatan luka bakar
Terdapat dua jenis perawatan luka selama dirawat di bangsal yaitu :
 Perawatan terbuka
Yakni luka yang telah diberi obat topical dibiarkan terbuka tanpa balutan dan diberi pelindung
cradle bed. Biasanya juga dilakukan untuk daerah yang sulit dibalut seperti wajah, perineum, dan
lipat paha
Keuntungan :
• Waktu yang dibutuhkan lebih singkat
• Lebih praktis dan efisien
• Bila terjadi infeksi mudah terdeteksi
Kerugian :
• Pasien merasa kurang nyaman
• Dari segi etika kurang
 Perawatan tertutup
Yakni penutupan luka dengan balutan kasa steril setelah dibeikan obat topical.
Keuntungan:
-Luka tidak langsung berhubungan dengan udara ruangan (mengurangi kontaminasi)
-Pasien merasa lebih nyaman
Kerugian :
-Balutan sering membatasi gerakan pasien
-Biaya perawatan bertambah
-Butuh waktu perawatan lebih lama
-Pasien merasa nyeri saat balutan dibuka
I. Urutan prosedur tindakan perawatan luka pada pasien luka bakar antara lain :
1). Cuci / bersihkan luka dengan cairan savlon 1% dan cukur rambut yang tumbuh pada daerah luka
bakar sperti pada wajah, aksila, pubis, dll
2) Lakukan nekrotomi jaringan nekrosis
3).Lakukan escharotomy jika luka bakar melingkar (circumferential) dan eschar menekan pembuluh
darah. Eskartomi dilakukan oleh dokter
4) Bullae (lepuh) dibiarkan utuh sampai hari ke 5 post luka bakar, kecuali jika di daerah sendi /
pergerakan boleh dipecahkan dengan menggunakan spuit steril dan kemudian lakukan nekrotomi
5) Mandikan pasien tiap hari jika mungkin
6).Jika banyak pus, bersihkan dengan betadin sol 2%
7) Perhatikan ekspresi wajah dan keadaan umum pasien selama merawat luka
8) Bilas savlon 1% dengan menggunakan cairan NaCl 0,9%
9) Keringkan menggunakan kasa steril
10) Beri salep silver sulfadiazine (SSD) setebal 0,5cm pada seluruh daerah luka bakar (kecuali wajah
hanya jika luka bakar dalam [derajat III] dan jika luka bakar pada wajah derajat I/II, beri salep
antibiotika)
11) Tutup dengan kasa steril (perawatan tertutup atau biarkan terbuka (gunakan cradle bed)
5. Terapi psikiater
Mengingat pasien dengan luka bakar mengalami masalah psikis maka perawat perlu bekerja
sama dengan psikiatri untuk membantu pasien mengatasi masalah psikisnya, namun bukan
berarti menggantikan peran perawat dalam memberikan support dan empati, sehingga
diharapkan pasien dapat dapat menerima keadaan dirinya dan dapat kembali kemasyarakat tanpa
perasaan terisolasi.
Hal lain yang perlu diingat bahwa sering kali pasien mengalami luka bakar karena upaya
bunuh diri atau mencelakakan dirinya sendiri dengan latar belakang gangguan mental atau
depresi yang dialaminya sehingga perlu terapi lebih lanjut oleh psikiatris.
6. Terapi fisioterapis
Pasien luka bakar mengalami trauma bukan hanya secara fisik namun secara psikis juga.
Pasien juga mengalami nyeri yang hebat sehingga pasien tidak berani untuk menggerakkan
anggota tubuhnya terutama ynag mengalami luka bakar. Hal ini akan mengakibatkan berbagai
komplikasi terhadap pasien diantaranya yaitu terjadi kontraktur dan defisit fungsi tubuh.
Untuk mencegah terjadinya kontraktur, deformitas dan kemunduran fungsi tubuh, perawat
memerlukan kerjasama dengan anggota tim kesehatan lain yaitu fisioterapis. Pasien luka bakar
akan mendapatkan latihan yang sesuai dengan kebutuhan fisiknya. Dengan pemberian latihan
sedini mungkin dan pengaturan posisi yang sesuai dengan keadaan luka bakar, diharapkan
terjadinya kecacatan dapat dicegah atau dinminimalkan. Rehabilitasi dini dapat dilakukan sejak
pasien mengalami luka bakar. Hal yang dapat dilakukan oleh perawat adalah dengan memberi
posisi

7. Terapi nutrisi
Ahli gizi diharapkan dapat membantu pasien dalam pemenuhan nutrisi yang tidak hanya
memenuhi kecukupan jumlah kalori, protein, lemak, dll tapi terutama juga dalam hal pemenuhan
makanan dan cara penyajian yang menarik karena hal ini akan sangat mempengaruhi nafsu
makan pasien. Dengan pemberian nutrisi yang kuat serta menu yang variatif, diharapkan pasien
dapat mengalami proses penyembuhan luka secara optimal.
Ahli gizi bertugas memberikan penyuluhan tentang gizi pada pasien dan dengan dukungan
perawat dan keluarga dalam memberikan motivasi untuk meningkatkan intake nutrisinya maka
diharapkan kebutuhan nutrisi yang adekuat bagi pasien terpenuhi.

B. Penanganan medis
Tindakan yang dilakukan dalam pelaksanaan pasien luka bakar antara lain terapi cairan
dan terapi obat – obatan topical.
1. Pemberian cairan intravena
Tiga macam cairan diperlukan dalam kalkulasi kebutuhan pasien :
 Koloid termasuk plasma dan plasma expander seperti dextran
 Elektolit seperti NaCl, larutan ringer, larutan Hartman atau larutan tirode
 Larutan non elektrolit seperti glukosa 5%
Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus ditentukan secara teliti.
Kemudian jumlah cairan infus yang akan diberikan dihitung. Ada beberapa cara untuk
menghitung kebutuhan cairan ini.

Pemberian cairan ada beberapa formula :


1) Formula Baxter hanya memakai cairan RL dengan jumlah : % luas luka bakar x BB (kg) x 4cc
diberikan ½ 8 jam I dan ½ nya 16 jam berikut untuk hari ke 2 tergantung keadaan.
Resusitasi cairan : Baxter.
 Dewasa : Baxter.

RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.

 Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:

RL : Dextran = 17 : 3

2 cc x BB x % LB.

 Kebutuhan faal:

< 1 tahun : BB x 100 cc

1 – 3 tahun : BB x 75 cc

3 – 5 tahun : BB x 50 cc

½ à diberikan 8 jam pertama

½ à diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua:

 Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.

( 3-x) x 80 x BB gr/hr

(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.

 Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.


2) Formula Evans
• Cairan yang diberikan adalah saline
• Elektrolit dosis : 1cc x BB kg x % luka bakar
• Koloid dosis : 1cc x Bb kg x % luka bakar
• Glukosa : - Dewasa : 2000cc
- Anak : 1000cc
3) Formula Brook
• Cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat
• Elektrolit : 1,5cc x BB kg x % luka bakar
• Koloid : 0,5cc x Bb kg x % luka bakar
• Dektros : - Dewasa : 2000cc
- Anak : 1000cc
4) Formula farkland
• Cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat
• Elektrolit : 4cc x BB kg x % luka bakar

2. Terapi obat – obatan topical


Ada berbagai jenis obat topical yang dapat digunakan pada pasien luka bakar antara lain :
1) Mafenamid Acetate (sulfamylon)
Indikasi : Luka dengan kuman pathogen gram positif dan negatif, terapi pilihan untuk luka bakar
listrik dan pada telinga.
Keterangan : Berikan 1 – 2 kali per hari dengan sarung tangan steril, menimbulkan nyeri partial
thickness burn selama 30 menit, jangan dibalut karena dapat merngurangi efektifitas dan
menyebabkan macerasi.
2). Silver Nitrat
Indikasi : Efektif sebagai spectrum luas pada luka pathogen dan infeksi candida, digunakan pada
pasien yang alergi sulfa atau tosix epidermal nekrolisis.
Keterangan : Berikan 0,5% balutan basah 2 – 3 kali per hari, yakinkan balutan tetap lembab
dengan membasahi setiap 2 jam.
3) Silver Sulfadiazine
Indikasi : Spektrum luas untukmicrobial pathogen ; gunakan dengan hati – hati pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
Keterangan : Berikan 1 – 2 kali per hari dengan sarung steril, biarkan luka terbuka atau tertutup
dengan kasa steril.
4). Povidone Iodine (Betadine)
Indikasi : Efektif terhadap kuman gram positif dan negatif, candida albican dan jamur.
Keterangan : Tersedia dalam bentuk solution, sabun dan salep, mudah digunakan dengan sarung
tangan steril, mempunyai kecenderungan untuk menjadi kerak dan menimbulkan nyeri, iritasi,
mengganggu pergerakan dan dapat menyebabkan asidosis metabolic
Dengan pemberian obat – obatan topical secara tepat dan efektif, diharapkan dapat
mengurangi terjadinya infeksi luka dan mencegah sepsis yang seringkali masih menjadi
penyebab kematian pasien.

2.10 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan laboratorium darah yang meliputi :
1. Hb, Ht, trombosit
2. Protein total (albumin dan globulin)
3. Ureum dan kreatinin
4. Elektrolit
5. Gula darah
6. Analisa gas darah (jika perlu lakukan tiap 12 jam atau minimal tiap hari)
7. Karboksihaemoglobin
8. Tes fungsi hati / LFT

2.11 Prognosis
Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung dengan lokasi
dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya dan inhalasi asap
dapat mempengaruhi beratnya luka bakar dan pengaruh lain yang menyertai. Klien luka bakar
sering mengalami kejadian bersamaan yang merugikan, seperti luka atau kematian anggota
keluarga yang lain, kehilangan rumah dan lainnya. Klien luka bakar harus dirujuk untuk
mendapatkan fasilitas perawatan yang lebih baik untuk menangani segera dan masalah jangka
panjang yang menyertai pada luka bakar tertentu.

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
 Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan
massa otot, perubahan tonus.
 Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi
perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi,
kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik);
pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
 Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
 Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan
bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran
kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada
luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
 Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
 Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera
ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan
ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera
listrik pada aliran saraf).
 Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk
disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua
sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan
ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
 Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi
oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau
stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas:
gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
 Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan
dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada
adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas
yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah;
lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis;
atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan
kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan
luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan
aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan
dengan syok listrik).
Pemeriksaan diagnostik:
1. LED: mengkaji hemokonsentrasi.

2. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk
memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat
menyebabkan henti jantung.

3. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera
inhalasi asap.

4. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.

5. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka
bakar ketebalan penuh luas.

6. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.

7. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.

8. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Kerusakan Pertukaran Gas b.d. keracunan gas CO inhalasi asap dan obstruksi saluran nafas atas
2. Kurang volume cairan b.d. peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan akibat
evaporasi dari daerah LB
3. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan metabolik(BMR)
5. Gangguan mobilisasi b.d kerusakan jaringan dan kontraktur
6. Gangguan pola tidur b.d perangsangan pusat RES di hipotalamus akibat kerusakan jaringan kulit
7. Cemas/takut b.d hospitalisasi/prosedur isolasi
8. Gangguan body image b.d perubahan penampilan fisik
9. Kurang pengetahuan tentang kondisi luka bakar, prognosis dan perawatan luka bakar b.d
kurangnya informasi
10. Resti infeksi b.d kerusakan integritas kulit

3.3 Intervensi
1. Kerusakan Pertukaran Gas b.d. keracunan gas CO inhalasi asap dan obstruksi saluran
nafas atas
Tujuan :
Oksigenasi jaringan adekuat
Kriteria Hasil:
- Tidak ada tanda-tanda sianosis
- Frekuensi nafas 12 - 24 x/mnt
- SP O2 > 95
Intervensi :
1. kaji tanda-tanda distress nafas, bunyi, frekuensi, irama, kedalaman nafas.
2. monitor tanda-tanda hypoxia(agitsi,takhipnea, stupor,sianosis)
3. monitor hasil laboratorium, AGD, kadar oksihemoglobin, hasil oximetri nadi,
4. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemasangan endotracheal tube atau tracheostomi tube bila
diperlukan.
5. kolabolarasi dengan tim medis untuk pemasangan ventilator bila diperlukan.
6. kolaborasi dengan tim medis untuik pemberian inhalasi terapi bila diperlukan
2. Kurang volume cairan b.d. peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan
akibat evaporasi dari daerah LB
Tujuan :
Memulihkan keseimbangan cairan dan elektrolit
Kriteria hasil :
Menunjukan perbaikan keseimbangan cairan
IIIIIntervensi :
- Monitor TTV, CVP & haluaran urine setiap jam
- Waspada tanda2 hipovolemia / hipervolemia
- Timbang BB setiap hari (bila mampu)
- Pertahankan pemberian infus, atur tetesannya pada kecepatan yg tepat sesuai program medik
- Monitor hasil laboratorium (defisiensi / kelebihan) thdp Na, K, Ca, F dan bikarbonat
- Tinggikan bagian kepala tempat tidur dan ekstremitas yang terbakar

3. Nyeri b.d kerusakan kulit dan tindakan pencucian .


Tujuan :
Nyeri berkurang
Kriteria Hasil:
- Skala 1-2
- Expresi wajah tenang
- Nadi 60-100 x/mnt
- Klien tidak gelisah
Intervensi :
1. Kaji rasa nyeri
2. Atur posisi tidur senyaman mungkin
3. Anjurkan klien untuk teknik rileksasi
4. Lakukan prosedur pencucian luka dengan hati-hati
5. Anjurkan klien untuk mengekspresikan rasa nyeri yang dirasakan
6. Beri tahu klien tentang penyebab rasa sakit pada luka bakar
7. Kolaborasi dengan tinm medis untuik pemberian analgetik
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan metabolik(BMR)
Tujuan :
Intake nutrisi adekuat dengan mempertahankan 85-90% BB
Kriteria Hasil:
- Intake kalori 1600 -2000 kkal
- Intake protein +- 40 gr /hari
- Makanan yang disajikan habis dimakan
Intervensi :
1. kaji sejauh mana kurangnya nutrisi
2. lakukan penimbangan berat badan klien setiap hari (bila mungkin)
3. pertahankan keseimbangan intake dan output
4. jelaskan kepada klien tentang pentingnya nutrisi sebagai penghasil kalori yang sangat
dibutuhkan tubuh dalam kondisi luka bakar.

5. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian nutrisi parenteral


6. Kolaborsi dengan tim ahli gizi untuk pemberian nutrisi yang adekuat.
5. Gangguan mobilisasi b.d keruskan jaringan dan kontraktur
Tujuan :
Mobilitas fisik optimal
Kriteria Hasil:
- Klien mampu melakukan ROM aktif
- Tidak ada tanda-tanda kontraktur daerah luka bakar
- Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
Intervensi :
1. Kaji kemampuan ROM (Range Of Motion)
2. Ajarkan dan anjurkan klien untuk berlatih menggerakan persendian pada eksteremitas secara
bertahap.
3. Beri support mental
4. Kolaborasi dengan tim fisioterapi
5. untuk program latihan selanjutnya
6. Gangguan pola tidur b.d perangsangan pusat RES di hipotalamus akibat kerusakan
jaringan kulit
Tujuan :
- Melaporkan perbaikan dalam pola tidur/istrahat.
Kriteria Hasil :
- Mengungkapkan peningkatan istrahat.
Intervensi :
1. Mengatur posisi tidur klien untuk meningkatkan kenyamanan.
2. Berikan tempat tidur yang nyaman yang di sesuaikan dengan area luka bakar.
3. Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam pola lama dan lingkungan baru
Kolaborasi :
- Berikan sedatif, hipnotik, sesuai indikasi
7. Cemas/takut b.d hospitalisasi/prosedur isolasi
Tujuan :
Rasa cemas/takut hilang dan klien dapat beradaptasi
Kriteria Hasil :
- Klien terlihat tenang
- klien mengerti tentang prosedur perawatan luka bakar
Intervensi :
1. Kaji sejauh mana rasa/takut klien
2. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
3. Beri tahu klien tentang prosedur perawatan luka bakar
4. Jelaskan pada klien mengapa perlu dilakukan perawatan dengan prosedur isolasi
5. Beritahu keadaan lokasi tempat klien rawat
8. Gangguan body image b.d perubahan penampilan fisik
Tujuan :
Gangguan body image
Kriteria Hasil:
- Daerah luka bakar dalam perbaikan
- klien dapat menerima kondisinya
- klien tenang
Intervensi :
1. Kaji sejauh mana ras khawatir klien tentang akibat luka bakar
2. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
3. Lakukan prosedur perawatan yang tepat sehingga tidak terjadi komlikasi berupa cacat fisik
4. Beri support mental dan ajak keluarga dalam memberikan support
9. Kurang pengetahuan tentang kondisi luka bakar, prognosis dan perawatan luka bakar b.d
kurangnya informasi
Tujuan :
Klien mengetahui tentang kondisi luka bakar, prognosisi dan perawatan luka bakar
Kriteria Hasil :
- Klien terlihat tenang
- Klien mengerti tentang kondisinya
Intervensi :
1. Kaji sejauh mana pengetahuan klien tentang kondisi, prognosis dan harapan masa depan
2. Diskusikan harapan klien untuk kembali kerumah, bekerja dan kembali melakukan aktifitras
secara normal
3. Anjurkan klien untuk menentukan program latihan dan waktu untuk istirahat
Beri kesempatan pada klien untuk bertanya mengenai hal-hal yang tidak diketahuinya
10. Resti infeksi b.d kerusakan integritas kulit
Tujuan :
Infeksi tidak terjadi
Kriteria Hasil:
- Suhu 36 – 37 C
- BP 100-140/60 –90 mmHg
- Leukosit 5000 -10.000.ul
- Tidak ada kemerahan, pembengkakan, dan kelainan fungsi
Intervensi :
1. Beritahu klien tentang tindakan yang akan dilakukan
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melekukan tindakan
3. Gunakan sarung tangan steril, masker, penutup kepala dan tehnik aseptic selama dalam
perawatan
4. Kaji sampai dimana luas dan kedalaman luka klien, kalau memungkinkan beritahu klien
tentang kondisinya
5. Kaji tanda-tanda infeksi (dolor, kolor, rubor, tumor dan fungsiolesa)
6. Lakukan ganti balutan dengan tehnik steril, gunakan obat luka (topical)yang sesuai dengan
kondisi luka dan sesuai dengan program medis
7. Monitor vital sign
8. Pertahankan personal hygiene

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi

Luka bakar (combustio) adalah luka yang unik diantara bentuk luka lainnya karena luka tersebut

meliputi sejumlah besar jaringan mati yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu

yang lama..

B. Anatomi Fisiologi Kulit

1. Anatomi Kulit

Kulit tersusun drai 3 lapisan yaitu epidermis, dermis, dan jaringan subkutan.

Setiap lapisan akan semakin berdiferensiasi (menjadi masak dan memiliki fungsi yang

lebih spesifik). Ketika tumbuh dari lapisan stratum germinativum basalis ke lapisan

stratum korneum yang letaknya paling luar dengan ketebalan sekitar 0,1 mm pada

kelopak mata hingga 1 mm pada telapak tangan dan kaki.


Melanosit, merupakan sel-sel khusus epidermis yang terutama terlihat dalam

produksi pigmen melamin yang mewarnai kulit dan rambut. Semakin banyak melamin,

maka semakin gelap warna kulit.

Epidermis melalui modifikasi pada berbagai daerah tubuh yang berbeda. Lapisan

ini paling tebal pada daerah telapak tangan dan kaki, dan menimbulkan keratin dalam

jumlah yang lebih besar.

Dermis adalah bagian terbesar kulit dengan memberikan kekuatan dan struktur

pada kulit.

Jaringan subkutan atau hipodermis merupakan lapisan kulit, rambut terdapat

diseluruh tubuh kecuali pada telapak tangan dan kaki. Lapisan subkutan dan struktur

internal seperti otot dan tulang. Rambut terdiri dari akar rambut yang terbentuk dalam

dermis, dan batang rambut yang menjulur keluar dari dalam kulit.

2. Fisiologi Kulit

a. Perlindungan

Kulit yang menutupi sebagian besar tubuh memiliki ketebalan sekitar 1 atau 2 mm

saja, padahal kulit memberikan perlindungan yang sangat efektif terhadap invasi

bakteri dan benda asing lainnya. Kulit telapak tangan dan kaki yang menebal

memberikan perlindungan terhadap pengaruh utama trauma yang terus menerus

terjadi didaerah tersebut.

b. Sensibilitas
Fugnsi utama reseptor pada kulit adalah untuk mengindera suhu, rasa nyeri sentuhan

yang ringan dan tekanan (sentuhan yang berat).

c. Keseimbangan air

Stratum korneum memiliki kemampuan untuk menyerap air dan dengan demikian

akan mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dari bagian internal

tubuh dan mempertahankan kelembapan dalam jaringan subkutan, bila kulit

mengalami kerusakan. Misalnya pada luka bakar, cairan dan elektrolit dalam jumlah

besar terdapat hilang dengan cepat, sehingga bisa terjadi kolaps sirkulasi, syok, serta

kematian.

d. Pengaturan suhu

Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil pendukung

metabolisme makanan yang memproduksi energi panas, ini akan hilang terutama

lewat kulit. Tiga proses fisik penting terlibat dalam kehilangan dari tubuh

kelingkungan, pertama yaitu radiasi merupakan perpindahan panas ke benda lalin

yang suhunya lebih rendah dan berada pada suhu jarak tertentu. Kedua, konduksi

merupakan pemindahan panas dari tubuh ke benda lain yang lebih dingin yang

bersentuhan dengan tubuh. Panas yang dipindahkan lewat konduksi ke udara meliputi

tubuh akan dihilangkan melalui proses ketiga yaitu konveksi yang terdiri atas

pergerakan massa molekul udara hangat yang meninggalkan tubuh.

e. Produksi vitamin
Kulit yang terpajan sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk

mensintesis vitamin D. Vitamin D merupakan unsur esensial untuk mencegah

penyakit riketsia, suatu keadaan yang terjadi akibat defisiensi vitamin D, kalsium

serta fosfor dan menyebabkan deformitas tulang.

C. Etiologi

Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari sumber panas kepada tubuh, panas dapat

dipindahkan lewat hantaran atau radiasi. Berbagai faktor yang dapat menjadi penyebab utama

luka bakar, beratnya luka bakar juga dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber

panas (misalnya : suhu benda yang membakar, jenis pakaian yang terbakar, sumber panas, api,

air panas, minyak panas), listrik, zat kimia, radiasi, konduksi / kondisi ruangan saat terjadi

kebakaran, ruangan yang tertutup.

Faktor yang menjadi penyebab beratnya luka bakar antara lain :

1. Keluasan luka bakar

2. Kedalaman luka bakar

3. Umur pasien

4. Agen penyebab

5. Fraktur atau luka-luka lain yang menyertai

6. Penyakit yang dialami terdahulu, seperti : diabetes, jantung, ginjal, dan lain-lain.
7. Obesitas

8. Adanya trauma inhalasi.

D. Patofisiologi

1. Respon Sistemik

Perubahan patologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal

periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang

terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik

serta hipermetabilik. Pasien yang luka bakarnya tidak melampaui 20% dari luas total

permukaan tubuh akan memperlihatkan respons yang terutama bersifat lokal. Insidensi,

intensitas dan durasi perubahan patofisiologik pada luka bakar sebanding dengan luasnya

luka bakar dengan respon maksimal terlihat pada luka yang mengenai 60% atau lebih dari

luas permukaan tubuh.

2. Respon Kardiovaskuler

Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume

daerah terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan kurangnya

volume vaskuler, maka curah jantung akan terus menurun dan terjadi tekanan darah.

Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar, sebagai respon, sistem saraf simpatik

akan melepaskan katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer (vasokonstriksi) dan

frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokonstriksi pembuluh darah perifer menurunkan

curah jantung.
3. Efek Pada Cairan, Elektrolit dan Volume Darah

Volume darah yang beredar akan menurunkan secara dramatis pada saat terjadi

syok luka bakar. Disamping itu kehilangan cairan akibat evaporasi syok luka bakar dapat

mencapai 3 hingga 5 l atau lebih selama periode 24 jam sebelum permukaan kulit yang

terbakar ditutup. Selama syok luka bakar, respons kadar natrium serum terhadap

resusitasi cairan bervariasi.

Pada saat luka bakar, sebagian sel darah merah dihancurkan dan sebagian lainnya

mengalami kerusakan sehingga terjadi anemia. Kendati terjadi keadaan ini, nilai

hematokrit pasien dapat meninggi akibat kehilangan plasma. Kehilangan darah selama

prosedur pembedahan, perawatan luka dan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosa

serta tindakan hemodialisis lebih lanjut turut menyebabkan anemia. Transfusi darah

diperlukan secara periodik untuk mempertahankan kadar hemaglobin yang gulasi, yang

mencakup penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) dan masa pembekuan serta

waktu protrombin yang memanjang juga ditemukan pada luka bakar.

4. Respon Pulmoner

Sepertiga dari pasien-pasien luka bakar akan mengalami masalah pulmoner yang

berhubungan dengan luka bakar. Meskipun tidak terjdi cedera pulmoner, hipoksia

(starvasi oksigen) dapat dijumpai pada luka bakar yang berat, konsumen / konsumsi

oksigen oleh jaringan tubuh pasien akan meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari

keadaan hipermetabolik dan respons lokal. Untuk memastikan tersedianya oksigen bagi

jaringan, mungkin diperlukan suplemen oksigen.


E. Manifestasi Klinik

1. Kerusakan jaringan, nekrosis jaringan potensial

2. Disfungsi selular misalnya : pembengkakan sel.

3. Metabolisme anaerobik

4. Asidosis metabolik

5. Penurunan aliran darah 61

6. Resiko ileus

7. Penurunan aliran darah ginjal ; resiko gagal ginjal akut.

F. Klasifikasi Penyakit

Luka bakar dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Kedalaman Luka Bakar

a. Luka Bakar Ketebalan Partial (Partial Thickness Burn). Luka bakar ketebalan partial

dibedakan menjadi luka bakar superfisial (super fisial thickness) dan luka bakar ketebalan

partial dalam (partial fisial thickness burn). Luka bakar akibat terjemur matahari

merupakan contoh dari tipe ini. Pada awalnya terasa nyeri dan kemudian gatal akibat
stimulasi reseptor sensoris, biasanya akan sembuh dengan spontan tanpa meninggalkan

jaringan parut (merupakan luka bakar Derajat I).

b. Cedera Ketebalan Partial Dalam (Deep Dermal Partial Thickness Burn). Merupakan luka

bakar Derajat II mengenai lapisan epidermis dan dermis, termasuk kelenjer keringat

sebasea, saraf sensoris dan motorik, kapiler, folikel rambut. Luka bakar ini terasa nyeri

dan berwarna merah-pink, dan akan membentuk lepuh serta edema subkutan, tergantung

pada kedalamannya. Luka ini akan sembuh dalam 3 hari-35 hari. Jika luka ini mengalami

infeksi, atau suplai darahnya mengalami gangguan maka luka ini akan berubah menjadi

luka bakar ketebalan penuh.

c. Luka Bakar Ketebalan Penuh (Full Thickness Burn). Biasanya disebut juga luka bakar

Derajat III yang mengenai lapisan lemak. Lapisan ini mengandung kelenjer keringat dan

akar folikel rambut. Semua lapisan epidermis mengalami kerusakan, luka akan tampak

berwarna putih, merah, coklat atau hitam. Luka tidak akan menimbulkan rasa sakit

karena semua reseptor sensoris telah mengalami kerusakan total.

2. Keparahan Luka Bakar

a. Cedera Luka Bakar Minor

Cedera luka minor adalah cedera ketebalan partial yang kurang dari 15% LPTT (luas

permukaan tubuh total) pada orang dewasa dan 10% LPTT pada anak, atau cedera

ketebalan penuh kurang dari 2% LPTT.

b. Cedera Luka Bakar Sedang


Tidak terkomplikasi adalah cedera ketebalan partial dengan 15%-25% dari LPTT pada

orang dewasa atau 10% sampai 20% LPTT pada anak-anak atau cedera pada ketebaoan

penuh kurang dari 10% LPTT yang tidak berhubungan dengan komplikasi.

c. Cedera Luka Mayor

Cedera ketebalan partial lebih dari 25% LPTT pada orang dewasa / 20% LPTT pada

anak-anak. Cedera ketebalan penuh 10% LPTT / lebih. Luka bakar yang mengenai

tangan, wajah, mata, telinga, kaki dan perineum, cedera inhalasi, cedera listrik, luka

bakar yang berkaitan dengan cedera lain, misalnya : cedera jaringan lunak, fraktur /

trauma lain.

3. Lokasi Luka Bakar

Luka bakar pada kepala, leher, dan dada seringkali mempunyai kaitan dengan komplikan

abrasi pulmonal, luka bakar yang mengenai wajah sering menyebabkan abrasi kornea, luka bakar

pada telinga membuat mudah terserang kondritis aurikular dan rentan terhadap infeksi serta

kehilangan jaringan lebih lanjut. Luka bakar pada tangan dan persendian sering membutuhkan

terapi fisik dan okupasi yang lama dan memberikan dampak kehilangan pekerjaan. Luka bakar

pada daerah perineal membuat mudah terserang infeksi akibat autokontaminasi oleh urine dan

feces. Luka bakar sirkum ferensial ekstremitas dapat menyebabkan efek seperti penebalan

pembuluh darah dan mengarah pada gangguan vaskular distal.

4. Agen Penyebab Luka Bakar


Luka bakar juga dapat diklasifikasikan berdasarkan agen yang menyebabkan terjadinya

luka bakr termasuk termal, listrik, kimia dan radiasi.

5. Ukuran Luka Bakar

Ukuran luka bakar ditentukan dengan salah satu dari metoda :

a. Rule of nine

Digunakan sebagai alat untuk memperkirakan ukuran luka bakar yang cepat. Dasar dari

perhitungan ini adalah dengan membagi tubuh kedalam bagian anatomi yang setiap

bagian mencerminkan luas 9% dari LPT / kelipatan dari 9%.

b. Diagram bagan lund dan browder

Biasanya digunakan untuk menentukan keluasan luka bakar yang terjadi pada anak-anak

dan bayi diamana dalam bagian ini kelompok usia yang berbeda mempunyai keluasan

yang berbeda.

6. Usia Korban Luka Bakar

Usia klien mempengaruhi keparahan dan keberhasilan dalam perawatan luka bakar. Angka

kematian tejadi lebih tinggi jika luka bakar terjadi pada anak-anak yang berusia kurang dari 4

tahun, terutama mereka dalam kelompok usia 0-1 tahun dan klien yang berusia 65 tahun.

Ukuran luka bakar ( Metode Rule of Nine)

1. Kepala dan leher : 9 %


2. Ekstremitas kanan atas : 9%

3. Ekstremitas kiri atas : 9%

4. Tubuh belakang posterior : 18%

5. Tubuh belakang anterior : 18%

6. Ekstremitas bawah kanan : 18%

7. Ekstermitas bawah kiri : 18%

8. Perineum : 1%

G. Komplikasi Luka Bakar

1. Hipertrofi Jaringan Parut

Hipertrofi jaringan parut merupakan komplikasi kulit yang biasa dialami pasien dengan

luka bakar yang sulit dicegah, akan tetapi masih bisa diatasi dengan tindakan tertentu.

2. Kontraktur

Kontraktur adalah komplikasi yang hampir selalu menyertai luka bakar dan menimbulkan

gangguan fungsi pergerakan.

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan SDP : leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada sisi

luka dan respons inflamasi terhadap cedera.

2. Pemeriksaan GDA : dasar penting untuk kecurigaan cedera inhalasi penurunan PaO2 /

peningkatan PaCO2 mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida. Asidosis dapat

terjadi sehubungan dengan penurunan fungsi ginjal dan kehilangan mekanisme

kompensasi pernapasan.

3. Elektrolit serum

4. Pemeriksaan EKG : mungkin dilakukan untuk menentukan luasnya cedera inhalasi.

5. Fotografi luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya.

6. Foto rongent dada : dapat tampak normal pada pasca luka bakar dini meskipun dengan

cederah inhalasi, namun cedera inhalasi yang sesungguhnya akan ada saat progresif tanpa

foto dada (SDPD).

7. Natrium urine random : lebih besar dari 20 mEg/L mengidentifikasikan kelebihan

resusitasi cairan, kurang dari 10 mEg/L menduga ketidak adekuatan resusitasi cairan.

8. Alkalin fosfat : peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan ini terstisal / gangguan

pompa natium.

9. Glukosa serum : peninggian menunjukkan respon stress.

10. Albumin serum : rasio albumin / globulin mungkin terbaloik sehubungan dengan

kehilangan protein pada edema cairan


I. Penatalaksanaan

1. Perawatan Ditempat Kejadian

Diantaranya :

a. Mematika api

b. Mendinginkan luka bakar

c. Melepaskan benda penghalang

d. Menutup luka bakar

e. Mengirigasi luka bakar kimia

f. Terapi yang dilakukan / ditujukan kepada penciptaan saluran nafas yang lapang dan

pemberian oksigen yang sudah dilembabkan.

2. Perawatan Medis Darurat

a. Pengkajian terhadap luka bakar dan dalamnya luka bakar diselesaikan.

b. Pembuatan foto-foto luka bakar dilakukan pada saat pertama dan secara berkala

disepanjang penanganan luka bakar.

c. Penggunaan sprai dan selimut yang steril atau bebas dari kuman.

d. Penggunaan kateter urine dan faal ginjal yang lebih akurat.


3. Perawatan Kehilangan Cairan dan Syok

Dengan melakukan penggantian cairan tujuannya :

Volume total dan kecepatan pemberian cairan infus diukur berdasarkan respons pasien

luka bakar, sehingga tekanan sistolik yang melebihi 100 mmHg, frekuensi nadi kurang

dari 110 / menit dan haluaran urine sebanyak 30 hingga 50 ml/jam

J. Pengkajian

1. Kaji status klien dengan menanyakan nama, umur, alamat, pekerjaan, alamat klien.

2. Tanyakan kepada klien apa keluhan utamanya.

3. Observasi tanda-tanda vital klien.

4. Tanyakan riwayat kesehatan masa lalu klien, apakah mempunyai penyakit menular,

penyakit yang pernah dialami itu apa, apakah ada alergi atau tidak. Bagaimana pola

tidurnya, apakah pasien olahraga, bagaimana pola eliminasi (BAB dan BAK), bagaimana

pola makannya (frekuensi, makanan kesukaan). Bagaimana kesehatan keluarga, apakah

ada yang mengalami penyakit seperti ini sebelumnya. Bagaimana keadaan lingkungannya

(perumahan, sumber air penyakit, / wc, penyakit yang sedang ada dilingkungannya).

Bagaimana keadaan psikososial dan budaya keluarga (bagaimana kegiatan masyarakat

yang diikutinya, hubungan dengan keluarga dan temannya). Bagaimana dengan

pelaksanaan kegiatan ibadahnya.


5. Tanyakan riwayat penyakit sekarang. Apa alasan pasien mengunjungi rumah sakit, faktor

pencetusnya apa, upaya apa yang dilakukan dalam menanggapi masalah tesebut.

6. Kaji keadaan klien dengan infeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi, tapi karena klien

mengalami luka bakar dibagian dada sampai batas pusar, tangan kanan dan kiri, serta

wajahnya, sehingga pemeriksaan yang dilakukan hanya dengan inspeksi saja.

Inspeksi :

- Pemeriksaan umum. Bagaimana tingkat kesadaran klien, berapa tekanan darah, nadi,

suhu tubuh klien, bagaimana status emosi klien.

- Melakukan pemeriksaan sistem integumen klien, bagaimana turgor kulit klien, apakah

ada kotor / tidak, apa ada jaringan mati atau tidak, bagaimana lukanya.

- Bagaimana bentuk kepala, apa ada benjolan atau tidak, bagaimana bentuk rambutnya,

kering atau berminyak.

- Bagaimana bentuk matanya, anemis atau ananemis, skleranya ikterik atau anikterik,

pupil isokor atau anisokor, bagaimana fungsi penglihatannya baik atah tidak,

menggunakan alat bantu atau tidak.

- Bagaimana keadaan mulutnya apa kering atau tidak, kotor atau tidak, apakah ada

stomatitis, apakah klien menggunakan gigi palsu atau tidak, bagaimana keadaan

lidahnya.

- Bagaimana lehernya apa ada pembesaran atau tidak.


- Bagaimana dadanya, apakah luka dadanya masih basah, apakah ada jaringan mati,

bentuk dada simetris atau tidak, kulit dada apa ada nyeri tekan atau tidak.

- Bagaimana ekstremitas klien apakah klien dapat menggerakkan kaki dan tangannya

secara bebas.

K. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul :

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma, kerusakan permukaan kulit karena

destruksi lapisan kulit (parsial / luka bakar dalam).

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan kerusakan kulit / jaringan, pembentukan edema.

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / tak nyaman, penurunan kekuatan

dan tahanantubuh.

4. Perubahan / disfungsi neurovaskuler perifer, perfusi jaringan berhubungan dengan

penurunan / interupsi aliran darah anterial / vena.

5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal.

6. Infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidakadekuat.

7. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status

hipermetabolik.
8. Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial.

9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan krisis situasi, kecacatan dan nyeri.

10. Ketakutan berhubungan dengan krisis situasi, perawatan dirumah sakit / prosedur isolasi.

11. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, kebutuhan pengobatan berhubungan

dengan kurang terpajan / mengingat.

m. Evaluasi

1. Klien dapat bergerak dengan sempurna sebagaiamna orang normal.

2. Klien dapat makan dengan porsi habis

3. Klien dapat melakukan pekerjaan dengan baik.

4. Luka klien dapat sembuh.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn dkk. 1992. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta :EGC

Carpenito, Juall, Linda. 1992. Rencana asuhan Keperawatan Edisi 2 Jakarta : EGC

Brunner dan Suddarth. 2001. keperawatan Medikal bedah Edisi 8. Jakarta : EGC

Effendi, Christantie. 1992. Perawatan pasien Luka Bakar. Jakarta : EGC

Label: Serba Serbi Asuhan Keperawatan Keperawatan Medikal Bedah


Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook
Homepage RSS
Search:

LAPORAN PENDAHULUAN
COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
 HOME
 ALL ARTICLE ( DAFTAR ISI )
 PRIVACY AND POLICY
 ABOUT ME
 MOTTO

Thursday, January 23, 2014

LAPORAN PENDAHULUAN COMBUSTIO/ LUKA


BAKAR
Browse » Home » Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap » LAPORAN
PENDAHULUAN COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
LAPORAN PENDAHULUAN COMBUSTIO/ LUKA BAKAR

A. DEFINISI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR

 Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas
pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi electromagnet (Brunner &
Suddarth, 2002).
 Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontrak dengan
sumber panas seperti api, air, panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenajar, 2002).
 Luka bakar adalah kerusakan pada kulit diakibatkan oleh panas, kimia atau radio aktif
(Wong, 2003).
 Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan
radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya bubur panas) lebih
berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka bakar dan menyebabkan
kerusakan organ. Bahan kimia terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat
reaksi jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan
proses penyembuhan. Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan
kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam
kerusakan jaringan yang terjadi (Moenadjat, 2003).

 Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kulit dengan luka bakar
akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan
tergantung faktor penyebab dan lamanya kontak dengan sumber panas/penyebabnya.
Kedalaman luka bakar akan mempengaruhi kerusakan/ gangguan integritas kulit dan
kematian sel-sel (Yepta, 2003).
 Luka bakar adalah luka yang terjadi karena terbakar api langsung maupun tidak langsung,
juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka bakar karena
api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas banyak terjadi pada
kecelakaan rumah tangga (Sjamsuidajat, 2004)
 Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dan disebabkan banyak faktor,
yaitu fisik seperti api, air panas, listrik seperti kabel listrik yang mengelupas, petir, atau
bahan kimia seperti asam atau basa kuat (Triana, 2007).
 Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan kimia dan
petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Kusumaningrum,
2008)
 Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap, listrik, bahan
kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan yang
bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang membutuhkan
perawatan medis yang intensif (PRECISE, 2011)

B. KLASIFIKASI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR


1. Berdasarkan penyebab:
a. Luka bakar karena api
b. Luka bakar karena air panas
c. Luka bakar karena bahan kimia
d. Luka bakar karena listrik
e. Luka bakar karena radiasi
f. Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
2. Berdasarkan kedalaman luka bakar:
a. Luka bakar derajat I
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam proses penyembuhannya
tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat pertama tampak sebagai suatu daerah
yang berwarna kemerahan, terdapat gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah putih,
epidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah
serta hiperemis.
Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari,
misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau
hipersensitifitas setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa bekas.

Gambar 1. Luka bakar derajat I


b. Luka bakar derajat II
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi akut
disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di
atas permukaan kulit normal, nyeri karena ujungujung saraf teriritasi. Luka bakar derajat II ada
dua:
1) Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis, apendises kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam waktu 10-14 hari.
2) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung
apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

Gambar 2. Luka bakar derajat II


c. Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam, apendises kulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit
berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar karena
koagulasi protein pada lapisan epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama
karena tidak ada proses epitelisasi spontan.

Gambar 3. Luka bakar derajat III


3. Berdasarkan tingkat keseriusan luka
a. Luka bakar ringan/ minor
1) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
2) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
3) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan
perineum.
b. Luka bakar sedang (moderate burn)
1) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
2) Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun, dengan
luka bakar derajat III kurang dari 10 %
3) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai muka,
tangan, kaki, dan perineum.
c. Luka bakar berat (major burn)
1) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun
2) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama
3) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
4) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka bakar
5) Luka bakar listrik tegangan tinggi
6) Disertai trauma lainnya
7) Pasien-pasien dengan resiko tinggi.
C. ETIOLOGI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung
maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan
rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga
dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi
menjadi:
1. Paparan api
 Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan menyebabkan cedera
langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai
tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung
meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
 Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar yang
dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka
bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama waktu
kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat
kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka
umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat.
Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam
pola sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap panas
menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap
bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke
saluran napas distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan nafas
akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya luka bakar
mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian
dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

D. ANATOMI FISIOLOGI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR


Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai fungsi sebagai
pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya bakteri, kulit juga mempunyai fungsi
utama reseptor yaitu untuk mengindera suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan tekanan, pada
bagian stratum korneum mempunyai kemampuan menyerap air sehingga dengan demikian
mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dan mempertahankan kelembaban
dalam jaringan subkutan.
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil metabolisme
makanan yang memproduksi energi, panas ini akan hilang melalui kulit, selain itu kulit yang
terpapar sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk mensintesis vitamin
D. kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan.
1. Lapisan epidermis, terdiri atas:
a. Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah mati dan
mengandung keratin, suatu protein fibrosa tidak larut yang membentuk barier terluar kulit dan
mempunyai kapasitas untuk mengusir patogen dan mencegah kehilangan cairan berlebihan dari
tubuh.
b. Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki.
c. Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti kumparan, sel-sel tersebut
terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
d. Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan
terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyak sudut dan
mempunyai tanduk).
e. Stratum basal/germinatum. Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di bagian
basal/basis, stratum basal menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-sel induk.
2. Lapisan dermis terbagi menjadi dua yaitu:
a. Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris)
Lapisan ini berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel fibroblas yang
menghasilkan salah satu bentuk kolagen.
b. Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis).
Lapisan ini terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen.
Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat
serta sebasea dan akar rambut.
3. Jaringan subkutan atau hipodermis
Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya adalah jaringan
adipose yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tu
lang. Jaringan subkutan dan jumlah deposit lemak merupakan faktor penting dalam pengaturan
suhu tubuh.

Kelenjar Pada Kulit

Kelenjar keringat ditemukan pada kulit pada sebagian besar permukaan tubuh. Kelenjar
ini terutama terdapat pada telapak tangan dan kaki. Kelenjar keringat diklasifikasikan menjadi 2,
yaitu kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar ekrin ditemukan pada semua daerah kulit. Kelenjar
apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini terdapat aksila, anus, skrotum dan labia mayora.
Gambar 4. Anatomi Kulit

E. PATOFISIOLOGI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR


Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas
kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Destruksi
jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa
saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ
visceral dapat mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan
burning agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi.
Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya
kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas dengan suhu sebesar
56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa. Perubahan patofisiologik yang
disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode syok luka bakar mencakup
hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung
dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka
bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan
kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam
ruanga interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah
terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume
vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai
respon, system saraf simpatik akan melepaskan ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi
dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah
jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam
pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam. Dengan terjadinya
pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke
dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah
berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada
ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok luka
bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar ditutup.
Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan
bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan
dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan
berpeindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat
kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma.
Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa pembekuan serta waktu
protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar.
Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi oksigen
oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi
renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah
merah pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah
lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal
sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi
yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil,
limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka bakar bereisiko tinggi untuk mengalmai
sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam
pertama pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya
menyebabkan hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme
Pathway
Pathway Combusio (Luka Bakar)
F. MANIFESTASI KLINIS COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
Kedalaman Dan Penyebab Bagian Kulit Yang
Gejala Penampilan Lu
Luka Bakar Terkena
Derajat Satu (Superfisial): Epidermis Kesemutan, hiperestesia Memerah, menjadi
tersengat matahari, terkena (supersensivitas), rasa nyeri ketika ditekan m
api dengan intensitas rendah mereda jika didinginkan atau tanpa edema

Derajat Dua (Partial- Epidermis dan Nyeri, hiperestesia, sensitif Melepuh, dasar
Thickness): tersiram air bagian dermis terhadap udara yang dingin berbintik-bintik
mendidih, terbakar oleh epidermis
nyala api permukaan luka
terdapat edema
Derajat Tiga (Full- Epidermis, Tidak terasa nyeri, syok, Kering, luka
Thickness): terbakar nyala keseluruhan dermis hematuria (adanya darah dalam berwarna putih
api, terkena cairan mendidih dan kadang-kadang urin) dan kemungkinan pula bahan kulit atau g
dalam waktu yang lama, jaringan subkutan hemolisis (destruksi sel darah kulit retak dengan
tersengat arus listrik merah), kemungkinan terdapat lemak yang t
luka masuk dan keluar (pada terdapat edema
luka bakar listrik)
.
G. PENYEMBUHAN LUKA COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
Proses yang kemudian pada jaringan rusak ini adalah penyembuhan luka yang dapat dibagi
dalam 3 fase:
1. Fase inflamasi
Fase yang berentang dari terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca luka bakar. Dalam fase
ini terjadi perubahan vaskuler dan proliferasi seluler. Daerah luka mengalami agregasi
trombosit dan mengeluarkan serotonin, mulai timbul epitelisasi.
2. Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut fase fibroplasia karena yang terjadi proses proliferasi fibroblast. Fase
ini berlangsung sampai minggu ketiga. Pada fase proliferasi luka dipenuhi sel radang,
fibroplasia dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan
berbenjol halus yang disebut granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari
dasar dan mengisi permukaan luka, tempatnya diisi sel baru dari proses mitosis, proses
migrasi terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar. Proses fibroplasia akan berhenti dan
mulailah proses pematangan.
3. Fase maturasi
Terjadi proses pematangan kolagen. Pada fase ini terjadi pula penurunan aktivitas seluler dan
vaskuler, berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih dari 1 tahun dan berakhir jika sudah tidak
ada tanda-tanda radang. Bentuk akhir dari fase ini berupa jaringan parut yang berwarna pucat,
tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau gatal.

H. LUAS LUKA BAKAR


Berat luka bakar (Combustio) bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan
kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya trauma inhalasi
juga akan mempengaruhi berat luka bakar.
Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC. Luasnya
kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Luka bakar
menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu jaringan lunak,
permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan cairan, dan viskositas plasma
meningkat dengan resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat
menyebabkan hipovolemi dan syok, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon
terhadap resusitasi. Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi
metabolisme.
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya
meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar dinyatakan
dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan
luas luka bakar, yaitu:
1. Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak tangan
individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya dihitung pada pasien
dengan derajat luka II atau III.
2. Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang
dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan
kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah
genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang
dewasa.
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of
nine atua rule of wallace yaitu:
a. Kepala dan leher : 9%
b. Lengan masing-masing 9% : 18%
c. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
d. Tungkai maisng-masing 18% : 36%
e. Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak
jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas
permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-
20 untuk anak.
Gambar 5. Luas luka bakar
3. Metode Lund dan Browder
Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di kepala pada
anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan pada anak. Apabila
tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat menggunakan
‘Rumus 9’ dan disesuaikan dengan usia:
o Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso dan lengan
persentasenya sama dengan dewasa.
o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai dan turunkan
persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.
Luas luka bakar

I. KOMPLIKASI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR


1. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
2. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka
bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler,
volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang
melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal
menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
3. Adult Respiratory Distress Syndrome
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah
mengancam jiwa pasien.
4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat
luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang
terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat
ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini
merupakan tanda-tanda ulkus curling.
5. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang terjadi
sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan
mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada
tekanan darah, curah janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
6. Gagal ginjal akut
Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang tidak adekuat
khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine.

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG COMBUSTIO/ LUKA BAKAR


1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah
yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht
(Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun
dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh
darah.
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan
tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat
pada retensi karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan
dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan,
hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai
diuresis.
5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan , kurang dari 10
mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan interstisial
atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.
9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal, tetapi
kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya cedera.
11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.

K. PENATALAKSANAAN COMBUSTIO/ LUKA BAKAR


Pasien luka bakar (Combustio) harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama
adalah mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung
sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat
atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak
dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau
banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada
trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang
tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka bakar
menimbulkan kecurigaan adanya jejas „tersembunyi‟. Oleh karena itu, setelah
mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana jejas
lain (trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka bermanfaat
untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat
penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal.
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan
radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu mengevaluasi
adanya kemungkinan trauma tumpul.
Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari
luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien adalah
mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar yang
mengkonstriksi.

Tatalaksana resusitasi luka bakar


1. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
a. Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi.
Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas.
b. Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan menimbulkan
morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi memperkecil dead space,
memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien
dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi.
c. Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan nafas yang
menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis besar karena dapat
menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat
vasodilator dan modulator sepsis.
d. Perawatan jalan nafas
e. Penghisapan sekret (secara berkala)
f. Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan nafas dan
mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya
menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila perlu.
Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan
produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih
kontroversial)
g. Bilasan bronkoalveolar
h. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
i. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi paru
2. Tatalaksana resusitasi cairan
Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan
seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi dan
eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi
intravaskular untuk menjamin survival/maksimal dari seluruh sel, serta meminimalisasi
respons inflamasi dan hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari
berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang
tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien
secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah
seawal mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa
cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
a. Cara Evans
1) Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2) Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3) 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama.
Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
b. Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam
berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga
diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
3. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak
dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat
melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15%
protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus.

Perawatan luka bakar


Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar (Combustio) digunakan
morfin dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan
„maintenance‟ 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap
4 jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis dewasa)
setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka
bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin atau
methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai tambahan.
Terapi pembedahan pada luka bakar
1. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris (debridement)
yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera termis.
Dasar dari tindakan ini adalah:
a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan dibuangnya jaringan
nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama dan segera
dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini
akan menghambat aliran darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada
jaringan tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan
semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk
penyembuhan.
b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi – komplikasi luka
bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis yang melepaskan “burn toxic”
(lipid protein complex) yang menginduksi dilepasnya mediator-mediator inflamasi.
c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses angiogenesis yang
terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan banyaknya darah keluar saat
dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi
mikro – organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar yang
melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan
melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam dan
derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin grafting” (dianjurkan
“split thickness skin grafting”). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada
pasien luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa
faktor, yaitu:
 Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih dari 3 minggu.
 Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
 Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
 Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang timbul.
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh posterior.
Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.
Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis
demi lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint). Adapun alat-
alat yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly yang
digunakan pada luka bakar dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson
maupun mesin yang dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk
luka bakar yang luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25%
dari seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan
hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian larutan
epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah dilakukan hal-hal tersebut, baru
dilakukan “skin graft”. Keuntungan dari teknik ini adalah didapatnya fungsi optimal dari kulit
dan keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah
yang banyak dan endpoint bedah yang sulit ditentukan.
Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan
fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh (full thickness)
yang sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang digunakan pada teknik ini
adalah pisau scalpel, mesin pemotong “electrocautery”. Adapun keuntungan dan kerugian
dari teknik ini adalah:
 Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak, endpoint yang lebih
mudah ditentukan
 Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada saraf-saraf superfisial
dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari eksisi
2. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini
adalah:
a. Menghentikan evaporate heat loss
b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c. Melindungi jaringan yang terbuka
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka bakar
pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang berasal
dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari
pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor autograft adalah
paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat dilakukan
secara split thickness skin graft atau full thickness skin graft. Bedanya dari teknik – teknik
tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan
penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang
– lubang pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1
sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor
tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan
telah dilakukannya pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat
dilakukan dengan mesin „dermatome‟ ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau
Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor (larutan
epinefrin) dan juga anestesi.
Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari
eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom setelah dilakukan eksisi,
sehingga pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya, pengendalian perdarahan
sangat diperlukan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit
donor dengan jaringan yang mau dilakukan grafting adalah:
 Kulit donor setipis mungkin
 Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan grafting), hal ini dapat
dilakukan dengan cara :
o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan)
o Drainase yang baik
o Gunakan kasa adsorben

L. PENGKAJIAN KEPERAWATAN COMBUSTIO/ LUKA BAKAR

1. Biodata
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamt, tnggal MRS, dan
informan apabila dalam melakukan pengkajian klita perlu informasi selain dari klien. Umur
seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi anak dibawah umur 2
tahun dan dewasa diatsa 80 tahun memiliki penilaian tinggi terhadap jumlah kematian
(Lukman F dan Sorensen K.C). data pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan memiliki resiko
tinggi terhadap luka bakar agama dan pendidikan menentukan intervensi ynag tepat dalam
pendekatan

2. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah nyeri, sesak nafas.
Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri
harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa
jam / hari setelah klien mengalami luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh
darah sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat
sampai pada penurunan ekspansi paru.

3. Riwayat penyakit sekarang


Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya kontak, pertolongan
pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama menjalan perawatanketika dilakukan
pengkajian. Apabila dirawat meliputi beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama
terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ), fase
rehabilitatif (menjelang klien pulang)

4. Riwayat penyakit masa lalu


Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum mengalami
luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai riwaya penyakit
kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan obat dan alkohol

5. Riwayat penyakit keluarga


Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang berhubungan dengan
kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga, kebiasaan keluarga mencari pertolongan,
tanggapan keluarga mengenai masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan

6. Pola ADL
Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila terjadi perubahan pola
menimbulkan masalah bagi klien. Pada pemenuhan kebutuhan nutrisi kemungkinan
didapatkan anoreksia, mual, dan muntah. Pada pemeliharaan kebersihan badan mengalami
penurunan karena klien tidak dapat melakukan sendiri. Pola pemenuhan istirahat tidur juga
mengalami gangguan. Hal ini disebabkan karena adanya rasa nyeri .

7. Riwayat psiko sosial


Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image yang
disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan perubahan. Selain itu
juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang laam sehingga mengganggu klien dalam
melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.
8. Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit;
gangguan massa otot, perubahan tonus.
9. Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi
perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan
nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok
listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).

10. Integritas ego:


Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.

11. Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah
kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada;
khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan
motilitas/peristaltik gastrik.

12. Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.

13. Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada
cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal;
penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik);
paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).

14. Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk
disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat
kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada
keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.

15. Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi
oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau
stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas:
gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).

16. Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar
mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan
curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase
intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan
mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar
nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat
kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn
parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan
jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis.
Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar
dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan
pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot
tetanik sehubungan dengan syok listrik).

17. Pemeriksaan fisik


a. keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit dan gelisah sampai
menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar mencapai derajat cukup berat
b. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga tanda tidak
adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
c. Pemeriksaan kepala dan leher
 Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setalah terkena luka bakar,
adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar
 Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya benda asing yang
menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia
akibat luka bakar
 Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu hidung yang rontok.
 Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena intake cairan kurang
 Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen
 Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai kompensasi untuk
mengataasi kekurangan cairan
d. Pemeriksaan thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak maksimal, vokal
fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi,
suara nafas tambahan ronchi
e. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri pada area
epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
f. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakantempat pertumbuhan
kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk
pemasangan kateter.
g. Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada muskuloskleletal,
kekuatan oto menurun karen nyeri
h. Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa menurun bila supplay
darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok neurogenik)
i. Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas dan kedalaman luka).
Prinsip pengukuran prosentase luas uka bakar menurut kaidah 9 (rule of nine lund and
Browder) sebagai berikut :
BAG TUBUH 1 TH 2 TH DEWASA
Kepala leher 18% 14% 9%
Ekstrimitas atas (kanan dan kiri) 18% 18% 18 %
Badan depan 18% 18% 18%
Badan belakang 18% 18% 18%
Ektrimitas bawah (kanan dan kiri) 27% 31% 30%
Genetalia 1% 1% 1%

Pengkajian kedalaman luka bakar dibagi menjadi 3 derajat (grade). Grade tersebut
ditentukan berdasarkan pada keadaan luka, rasa nyeri yang dirasanya dan lamanya
kesembuhan luka
.
M. DIAGNOSA KEPERAWATAN COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan .
Kriteria hasil :
1) Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol
2) Menunjukkan ekspresi wajah atau postur tubuh rileks
3) Berpartisipasi dalam aktivitas dari tidur atau istirahat dengan tepat
Intervensi :
1) Tutup luka sesegera mungkin, kecuali perawatan luka bakar metode pemejanan pada udara
terbuka
Rasional :
Suhu berubah dan tekanan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung
saraf.

2) Ubah pasien yang sering dan rentang gerak aktif dan pasif sesuai indikasi
Rasional :
Gerakan dan latihan menurunkan kekuatan sendi dan kekuatan otot tetapi tipe latihan
tergantung indikasi dan luas cedera.
3) Pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lampu penghangat dan penutup tubuh
Rasional :
Pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar mayor, sumber panas eksternal perlu untuk
mencegah menggigil.
4) Kaji keluhan nyeri pertahankan lokasi, karakteristik dan intensitas (skala 0-10)
Rasional :
Nyeri hampir selalu ada pada derajat beratnya, keterlibatan jaringan atau kerusakan tetapi
biasanya paling berat selama penggantian balutan dan debridement.
5) Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri
Rasional :
Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme
koping.
6) Dorong penggunaan tehnik manajemen stress, contoh relaksasi, nafas dalam, bimbingan
imajinatif dan visualisasi.
Rasional :
Memfokuskan kembali perhatian, memperhatikan relaksasi dan meningkatkan rasa control
yang dapat menurunkan ketergantungan farmakologi.
7) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional :
Dapat menghilangkan nyeri

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma


Kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit
Kriteria Hasil :
1) Menunjukkan regenerasi jaringan
2) Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar
Intervensi :
1) Kaji atau catat ukuran warna kedalaman luka, perhatikan jaringan metabolik dan kondisi
sekitar luka
Rasional :
Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk
tentang sirkulasi pada area grafik.
2) Berikan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan control infeksi
Rasional :
Menyiapkan jaringan tubuh untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi.

3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute
abnormal luka.
Kriteria Hasil :
Menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan oleh haluaran urine individu, tanda-
tanda vital stabil, membran mukosa lembab.
Intervensi :
1) Awasi tanda-tanda vital, perhatikan pengisian kapiler dan kekuatan nadi perifer.
Rasional :
Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler .
1) Awasi haluaran urine dan berat jenis, observasi warna dan hemates sesuai indikasi
Rasional :
Secara umum penggantian cairan harus difiltrasi untuk meyakinkan rata-rata haluaran urine
30-50 ml / jam (pada orang dewasa). Urine bisa tampak merah sampai hitam pada kerusakan
otot massif sehubungan dengan adanya darah dan keluarnya mioglobin.
2) Perkirakan deranase luka dan kehilangan yang tak tampak
Rasional :
Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi dan kehilangan
melalui evaporasi besar mempengaruhi volume sirkulasi dan haluaran urine, khususnya
selama 24-72 jam pertama setelah terbakar.
3) Timbang berat badan tiap hari
Rasional :
Pergantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan selanjutnya.
Peningkatan berat badan 15-20% pada 72 jam pertama selama pergantian cairan dapat
diantisipasi untuk mengembalikan keberat sebelum terbakar kira-kira 10 hari setelah terbakar.
4) Selidiki perubahan mental
Rasional :
Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidakadekuatan volume
sirkulasi atau penurunan perfusi serebral.
5) Observasi distensi abdomen, hematemesess, feses hitam, hemates drainase NG dan feses
secara periodik.
Rasional :
Stress (curling) ulkus terjadi pada setengah dan semua pasien pada luka bakar berat (dapat
terjadi pada awal minggu pertama).
6) Kolaborasi kateter urine
Rasional :
Memungkinkan observasi ketat fungsi ginjal dan menengah stasis atau reflek urine, potensi
urine dengan produk sel jaringan yang rusak dapat menimbulkan disfungsi dan infeksi ginjal.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat ;
kerusakan perlindungan kulit
Kriteria Hasil :
Tidak ada tanda-tanda infeksi :
Intervensi :
1) Implementasikan tehnik isolasi yang tepat sesuai indikasi
Rasional :
Tergantung tipe atau luasnya luka untuk menurunkan resiko kontaminasi silang atau terpajan
pada flora bakteri multiple.
2) Tekankan pentingnya tehnik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak
ke pasien
Rasional : Mencegah kontaminasi silang
3) Cukur rambut disekitar area yang terbakar meliputi 1 inci dari batas yang terbakar
Rasional : Rambut media baik untuk pertumbuhan bakteri
4) Periksa area yang tidak terbakar (lipatan paha, lipatan leher, membran mukosa )
Rasional :
Infeksi oportunistik (misal : Jamur) seringkali terjadi sehubungan dengan depresi sistem imun
atau proliferasi flora normal tubuh selama terapi antibiotik sistematik.
5) Bersihkan jaringan nekrotik yang lepas (termasuk pecahnya lepuh) dengan gunting dan
forcep.
Rasional : Meningkatkan penyembuhan
6) Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi

5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan ketahanan


Kriteria Hasil :
Menyatakan dan menunjukkan keinginan berpartisipasi dalam aktivitas, mempertahankan
posisi, fungsi dibuktikan oleh tidak adanya kontraktor, mempertahankan atau meningkatkan
kekuatan dan fungsi yang sakit dan atau menunjukkan tehnik atau perilaku yang
memampukan aktivitas.
Intervensi :
1) Pertahankan posisi tubuh tepat dengan dukungan atau khususnya untuk luka bakar diatas
sendi.
Rasional :
Meningkatkan posisi fungsional pada ekstermitas dan mencegah kontraktor yang lebih
mungkin diatas sendi.
2) Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali pasif kemudian aktif
Rasional :
Mencegah secara progresif, mengencangkan jaringan parut dan kontraktor, meningkatkan
pemeliharaan fungsi otot atau sendi dan menurunkan kehilangan kalsium dan tulang.
3) Instruksikan dan Bantu dalam mobilitas, contoh tingkat walker secara tepat.
Rasional : Meningkatkan keamanan ambulasi

6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik
Kriteria Hasil :
Menunjukkan pemasukan nutrisi adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik dibuktikan
oleh berat badan stabil atau massa otot terukur, keseimbangan nitrogen positif dan regenerasi
jaringan.
Intervensi :
1) Auskultasi bising usus, perhatikan hipoaktif atau tidak ada bunyi
Rasional :
Ileus sering berhubungan dengan periode pasca luka bakar tetapi biasanya dalam 36-48 jam
dimana makanan oral dapat dimulai.
2) Pertahankan jumlah kalori berat, timbang BB / hari, kaji ulang persen area permukaan tubuh
terbuka atau luka tiap minggu.
Rasional :
Pedoman tepat untuk pemasukan kalori tepat, sesuai penyembuhan luka, persentase area luka
bakar dievaluasi untuk menghitung bentuk diet yang diberikan dan penilaian yang tepat
dibuat.
3) Awasi massa otot atau lemak subkutan sesuai indikasi
Rasional :
Mungkin berguna dalam memperkirakan perbaikan tubuh atau kehilangan dan keefektifan
terapi.
4) Berikan makan dan makanan sedikit dan sering
Rasional :
Membantu mencegah distensi gaster atau ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan.
7. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan interupsi aliran
darah.
Intervensi :
1) Tinggikan ekstermitas yang sakit dengan tepat
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi sistematik atau aliran baik vena dan dapat menurunkan odema atau
pengaruh gangguan lain yang mempengaruhi konstriksi jaringan oedema.
2) Pertahankan penggantian cairan
Rasional : Memaksimalkan volume sirkulasi dan perfusi jaringan

8. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi : kecacatan .


Kriteria Hasil :
1) Menyatakan kesadaran, perasaan dan menerimanya dengan cara sehat
2) Mengatakan ansietas atau ketakutan menurun sampai tingkat yang dapat ditangani.
3) Menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah, penggunaan sumber yang efektif.
Intervensi :
1) Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur perawatan
Rasional :
Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas, memperjelas
kesahalan konsep dan meningkatkan kerjasama.
2) Libatkan pasien atau orang terdekat dalam proses pengambilan keputusan kapanpun mungkin
Rasional :
Meningkatkan rasa kontrol dan kerjasama menurunkan perasaan tak berdaya atau putus asa
3) Dorong pasien untuk bicara tentang luka bakar bila siap
Rasional :
Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi terus-menerus untuk membuat beberapa rasa
terhadap situasi apa yang menakutkan.
4) Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan berikan
jawaban terbuka atau jujur.
Rasional :
Pertanyaan kompensasi menunjukkan realitas situasi yang dapat membantu pasien atau orang
terdekat menerima realita dan mulai menerima apa yang terjadi.

9. Gangguan citra tubuh berhubungan krisis situasi kecacatan.


Kriteria Hasil :
1) Menyatakan penerimaan situasi diri
2) Bicara dengan keluarga atau orang terdekat tentang situasi perubahan yang terjadi.
3) Membuat tujuan realitas atau rencana untuk masa depan
4) Memasukkan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negatif
Intervensi :
1) Kaji makna kehilangan atau perubahan pada pasien atau orang terdekat
Rasional :
Episode traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba, tak diantisipasi membuat perasaan
kehilangan aktual yang dirasakan.
2) Bersikap realistik dan positif selama pengobatan pada penyuluhan kesehatan dan menyusun
tujuan dalam keterbatasan.
Rasional :
Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan baik antara pasien dan perawat.
3) Berikan harapan dalam parameter situasi individu, jangan memberikan keyakinan yang salah.
Rasional :
Meningkatkan pandangan positif dan memberikan kesempatan untuk menyusun tujuan dan
rencana untuk masa depan berdasarkan realitas.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.


Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Jakarta: EGC
Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor. Buku ajar
ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Crowin,E.J.2003. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
Sjamsudiningrat, R & Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC
Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG,
Pollock RE, editors. 2007. Schwartz‟s principal surgery. 8th ed. USA: The McGraw-Hill
Companies
Masoenjer,dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta : Media Aeuscullapius
Huddak & Gallo. 2006. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai