Anda di halaman 1dari 81

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di Indonesia Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt), sangat populer


dan banyak dikonsumsi karena memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan
dengan jagung biasa. Selain itu, umur produksinya lebih singkat (genjah)
sehingga sangat menguntungkan. Komoditas ini merupakan sumber karbohidrat
yang penting sehingga dapat merupakan bahan pangan alternatif yang baik selain
beras. Kandungan gizi Jagung Manis tiap kilogram berat bahan yang dapat
dimakan cukup tinggi yaitu energi 96 kalori, protein 3,5 gram, lemak 1,0 gram,
karbohidrat 22,8 gram, kalsium 3,0 mg, fosfor 111, besi 0,7, vitamin A 4000 SI,
vitamin B 0,15 mg, dan vitamin C 12 mg, air 72,2 gram. Tanaman Jagung Manis
cocok untuk berbagai pola tanam sehingga dapat lebih meningkatkan pendapatan
petani. Selain itu, jagung juga memberi keuntungan kepada orang-orang yang
terlibat dalam kegiatan pengolahan dan pemasaran.
Pada umumnya sifat produk hasil pertanian yang mudah rusak dan
membusuk dalam waktu yang relatif singkat sehingga mutunya menurun bahkan
tidak dapat dikonsumsi sama sekali. Realita dilapangan para petani atau produsen
hasil pertanian masih kurang mengetahui pentingnya kegiatan penanganan
pascapanen, sehingga hasil panen yang dianggap baik dan diperkirakan akan
banyak menguntungkan menjadi rusak, busuk, dan akhirnya terjadi penurunan
kualitas dan kuantitas hasil pertanian, bahkan menyebabkan harga jual menjadi
rendah.
Beranjak dari hasil wawancara lewat kuesioner dengan beberapa ketua
kelompoktani, bahwa dari ke lima susbsistem agribisnis, subsistem agroindustri
merupakan subsistem yang paling lemah untuk dilaksanakan oleh petani baik dari
segi pengetahuan maupun keterampilan sehingga perlu mendapat prioritas utama
dalam pengembangan agribisnis jagung manis. Rata-rata skor penilaian untuk
subsistem agroindustri hanya mencapai 2,04 dari beberapa indikator yang
ditanyakan.
Ditinjau dari aspek pengetahuan, secara umum petani di Kecamatan
Bumiaji belum memahami dan melaksanakan secara benar tentang kapan waktu
yang tepat dan bagaimana cara penanganan pascapanen Jagung Manis, sehingga
2

petani tidak banyak mengalami kehilangan hasil dan penyusutan akibat


penanganan pascapanen yang terlambat. Hal ini dapat dilihat dari hasil panen
yang dijual di pasaran terdekat dimana kondisi Jagung Manis yang sudah mulai
susut, rusak dan secara visual kurang menarik karena kesalahan penanganan
pascapanen, yang akan berdampak pada penurunan harga Jagung Manis tersebut.
Di sisi lain, para petani di Kecamatan Bumiaji pun belum mengenal secara
luas tentang teknik pengolahan hasil Jagung Manis seperti susu Jagung Manis,
dodol Jagung Manis dan lain-lain, sehingga pendapatan mereka sangat terbatas
karena hanya diperoleh dari hasil penjualan Jagung Manis segar dengan harga
rata-rata per Rp.2.000 untuk di petani, sekalipun kawasan Kota Batu banyak
termasuk kawasan industri pengolahan hasil seperti industri pengolahan apel
menjadi kripik.
Hal ini terbukti bahwa di sekitar kawasan Kecamatan Bumiaji tidak
ditemukan adanya industri dan produk olahan Jagung Manis baik industri dalam
skala besar maupun industri dalam rumah tangga. Kondisi seperti ini memerlukan
upaya pengolahan hasil untuk memberi tambahan pada petani dalam peningkatan
daya saing produk pertanian.
Berdasarkan permasalahan di sektor subsistem agroindustri, penulis
mencoba membantu petani dalam hal peningkatan pengetahuan tentang
penanganan pascapanen Jagung Manis yang benar serta peningkatan keterampilan
petani melalui beberapa industri olahan Jagung Manis yang dapat dikembangkan
dalam rumah tangga untuk membantu pendapatan petani.
Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil survei dan wawancara langsung dengan ketua
kelompoktani di Kecamatan Bumiaji Kota Batu Provinsi Jawa Timur, dapat
diketahui permasalahan yang dihadapi petani dalam rangka agribisnis Jagung
Manis, diantaranya sebagai berikut.
1. Tingkat pengetahuan petani tentang penanganan pascapanen Jagung Manis
yang masih rendah serta keterampilan dalam pengolahan hasil Jagung Manis
yang belum dimiliki.
2. Masih rendahnya tingkat pendapatan petani karena kemampuan yang terbatas
dari petani yang mengharuskan petani menjual Jagung Manis dalam bentuk
segar tanpa ada hasil olahan lain.
3

Rumusan masalah pada Tugas Akhir (TA) ini adalah upaya pemberdayaan
kelompoktani dalam penanganan pascapanen dan pengolahan hasil Jagung Manis,
dapatkah memberikan perubahan pengetahuan dan keterampikan kelompoktani
dalam peningkatan pendapatan petani di Kecamatan Bumiaji Kota Batu, Provinsi
Jawa Timur.
Tujuan

Tujuan yang diharapkan pada kegiatan Tugas Akhir ini adalah :


1. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dalam melakukan
penanganan pascapanen dan pengolahan hasil Jagung Manis.
2. Meningkatkan pendapatan dan keuntungan dari proses pengolahan hasil
Jagung Manis di kelompoktani.
Manfaat

Manfaat dari pelaksanaan Tugas Akhir (TA) yang berjudul


”Pemberdayaan Kelompoktani dalam Pengembangan Agribisnis Jagung Manis
(Zea mays saccharata, Sturt) melalui Penguatan Subsistem Agroindustri di
Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur” adalah sebagai berikut.
1. Bagi penulis : mengembangkan potensi diri dalam bersosialisasi dengan petani
dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah.
2. Bagi petani : membantu petani dalam memecahkan masalah teknologi
penanganan pascapanen, pengolahan hasil, serta perencanaan dalam
pengembangan agribisnis Jagung Manis.
3. Bagi penyuluh dan aparat terkait : sebagai usulan bagi aparat penyuluh dalam
melaksanakan penyuluhan kepada petani atau kelompoktani, usulan dalam
melakukan pengembangan agribisnis Jagung Manis yang disusun dalam
RDK/RUK, dan membantu penyuluh dalam merencanakan pengembangan
agribisnis jagung manis di Kecamatan Bumiaji Kota Batu, Provinsi Jawa
Timur.

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Agribisnis
4

Agribisnis adalah pengembangan komoditas pertanian berorientasi pasar


yang dilakukan secara efisien yang dalam skala ekonomi dilengkapi dengan
pengembangan penyediaan sarana produksi dan pemasaran yang sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan masyarakat bersangkutan (Saragih, 2001). Sedangkan
menurut Nuraeni et al (2004), menyebutkan bahwa agribisnis adalah suatu sistem
kompleks yang terdiri atas lima subsistem yaitu :
1. Pasokan input (agroinput)
2. Usaha tani (farm agroproduction)
3. Pascapanen dan pengolahan (agroindustry/agroprocessing)
4. Pemasaran (agromarketing), dan
5. Jasa-jasa pendukung (supporting) seperti penelitian dan pengembangan,
pendidikan, jasa penyuluhan, keuangan, transportasi dan sebagainya yang
diperlukan untuk membuat sistem tersebut lengkap dan bekerja baik.
Subsistem ini merupakan bagian dari sistem agribisnis dimana suatu usaha
terkait atau tepengaruh langsung maupun tidak langsung dengan proses produksi
biologis.
Sedangkan menurut Pambudy dan Kilat (2002), pembangunan sistem
agribisnis mencakup pembangunan industri hulu pertanian, usahatani, industri
hilir serta jasa-jasa pendukungnya. Agribsinis sebagai sistem terrdiri dari 3
subsistem utama yaitu :
1. Subsistem off farm hulu atau penyediaan agroinput/sarana produksi
Subsistem ini mencakup kegiatan, ekonomi untuk memproduksi dan
mendistribusikan sarana produksi yang dibutuhkan, seperti pupuk, pestisida,
agrootomotif (traktor), dan industri pembibitan/pembenihan.
2. Subsistem on farm atau budidaya
Subsistem on farm merupakan kegiatan produksi yang menggunakan sarana
produksi yang disediakan sub sektor agribisnis hulu dan teknologi lokalita.
3. Subsistem off farm hilir atau agroindustri dan pemasaran
Subsistem ini mencakup seluruh kegiatan ekonomi yang menyeluruh dan
pemasaran hasil komoditas primer yang dihasilkan oleh kegiatan on farm.
Kusnadi (1994) dalam Nuraeni et al (2004) menyatakan bahwa tujuan dari
mengevaluasi aspek finansial adalah untuk memastikan seberapa jauh usaha yang
direncanakan dinyatakan sehat dari segi keuangan. Analisis finansial mencakup
biaya penerapan R/C Ratio dan Break Even Point (BEP). Biaya adalah korbanan
5

ekonomis yang dikeluarkan untuk menghasilkan output. Biaya dibagi dua yaitu
biaya tetap dan biaya variabel. Penerimaan adalah hasil yang diperoleh dari
proses produksi usaha tani. Pada usaha agribisnis jagung manis yang dimasud
dengan penerimaan adalah hasil penjualan tongkol jagung manis. R/C Ratio
adalah perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. Semakin
tinggi R/C berarti keuntungan yang diperoleh semakin besar. Break Even Point
(BEP) adalah nilai titik impas dari suatu usaha. BEP dinyatakan dalam nilai unit
dan dalam nilai rupiah. Selain dari hasil analisis finansial, kelayakan usaha aspek
sosial juga harus memperhatikan kebutuhan konsumen dan rantai pemasaran.
1. Subsistem Agroinput (Sarana Produksi)
Menurut Soedijanto (1995), agroinput adalah kegiatan usahatani yang
menghasilkan, menyediakan sarana dan prasarana input bagi kegiatan pertanian
yang meliputi kegiatan pengadaan dan penyaluran yang di dalamnya mencakup
kegiatan perencanaan, pengelolaan sarana produksi, teknologi dan sumberdaya
atau input usahatani yang memenuhi kriteria : tepat waktu, tepat jumlah, tepat
jenis, tepat mutu, dan terjangkau oleh daya beli. Sedangkan menurut Musyadar
dan Nasruddin (2002), subsistem agroinput dalam sistem agribisnis merupakan
bagian terbesar dari seluruh sistem agribisnis Indonesia.
Di samping itu, juga merupakan subsistem yang banyak menghadapi masalah
dalam bentuk keterbatasan seperti modal, lahan, keterampilan, penguasaan
teknologi, informasi dan aksesibilitas terhadap pasar, posisi tawar dan sebagainya.
2. Subsistem Agroproduksi (Usahatani)
Menurut Musyadar dan Nasruddin (2002), produksi dapat dinyatakan sebagai
seperangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi dalam pembuatan barang (goods)
atau jasa (services). Kegiatan tersebut akan menciptakan atau menambah nilai
guna sesuatu barang atau jasa. Barang atau jasa hasil dari kegiatan produksi
disebut produks (product) atau keluaran (ouput).
Sedangkan Seodijanto (1995), mengatakan bahwa subsistem proses produksi
mencakup kegiatan pembinaan dan pengembangan usahatani dalam rangka
meningkatkan produksi primer pertanian yang termasuk dalam kegiatan ini adalah
perencanaan, pemilihan lokasi, komoditi, teknologi, dan pola usahatani dalam
rangka meningkatkan produksi primer.
3. Subsistem Agroindustri (Pengolahan Hasil)
6

Menurut Soekartawi (1995), agroindustri dalam pembangunan dan dalam


perekonomian nasional telah diyakini oleh semua pihak. Agroindustri mampu
meningkatkan pendapatan pelaku agribisnis, mampu menyerap banyak tenaga
kerja, mampu meningkatkan ekspor dan memunculkan industri baru. Karena
keunggulan agroindustri inilah maka agroindustri dapat dipakai sebagai salah satu
pendekatan pembangunan bagi suatu Negara. Walaupun demikian, pembangunan
agroindustri masih dihadapkan oleh berbagai tantangan, baik tantangan atau
permasalahan yang ada di dalam nageri maupun di luar negeri.
Beberapa permasalahan agroindustri ini khususnya permasalahan di dalam
negeri yaitu (1) beragamnya permasalahan berbagai agroindustri menurut macam
usaha, khususnya kurang tersedianya bahan baku yang cukup dan dominan, (2)
kurang nyatanya peran agroindustri di pedesaan karena masih berkonsentrasinya
agroindustri di perkotaan, (3) kurang konsistennya kebijakan pemerintah terhadap
agroindustri, (4) kurangnya fasilitas permodalan (perkreditan) dan kalaupun ada
prosedurnya amat ketat, (5) keterbatasan pasar, (6) lemahnya infrastruktur, (7)
kurangnya perhatian terhadap penelitian dan pengembangan, (8) lemahnya
keterkaitan industri hulu dan hilir, (9) kualitas produksi dan prosesing yang belum
mampu bersaing, (10) lemahnya entrepreneurship.
Ruang lingkup kegiatan subsistem agroindustri tidak hanya berupa ativitas
pengolahan sederhana di tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan
yaitu mulai dari panen, penanganan pascapanen, produksi pertanian sampai pada
tingkat pengolahan lanjutan dengan maksud untuk meningkatkan nilai tambah
(value added) dan produksi primer.
Menurut Apandi (1984) pada buah-buahan dikenal 2 macam istilah yang sulit
dibedakan, ialah pematangan atau maturity yang berarti itu menjadi matang atau
tua yang kadang-kadang belum bisa dimakan karena rasanya belum enak, dan
istilah pemasakan atau ripening dimana buah sudah baik untuk dimakan yang
mempunyai rasa enak. Buah-buahan yang dipanen memperlihatkan gejala
klimaterik (jadi masak) lebih cepat daripada kalau masih ada pada pohon. Jika
buah-buahan masak masih terdapat pada pohon, ada suatu zat inhibitor yang
dibawa dari pohon ke buah-buahan yang menyebabkan tidak adanya reaksi buah
terhadap zat-zat pendorong pemasakan (ripening), buah mengalami suatu
rangkaian perubahan-perubahan, yaitu perubahan warna, tekstur, karbohidrat,
lipida, sintesa protein, dan flavor (cita rasa). Kebanyakan dari transformasi
7

metabolik ini diatur oleh enzim-enzim. Perubahan warna merupakan perubahan


yang paling menonjol pada waktu pemasakan. Terjadilah sintesa dari pigmen
tertentu seperti karotinoid dan flavonoid di samping terjadinya perombakan
khlorofil. Oleh karena perombakan/degredasi dari khlorofil, maka karatenoid
yang sudah ada namun tidak nyata, menjadi dan buah berubah menjadi warna
kuning sampai kemerah-merahan pada jagung. Terjadinya perubahan warna ini
disebabkan karena hilangnya khlorofil dan menyebabkan tampaknya warna
karatenoid yang kuning, tanpa pembentukan karotenoid baru atau hanya sedikit
saja. Perombakan warna ini terjadi segera terjadi segera sesudah tercapai puncak
klimaterik dan disertai perubahan tekstur. Enzim-enzim yang aktif dalam
pemasakan buah-buahan ini adalah pektin esterase (PE), poli-galakturonasa (PG)
dan mungkin proto-pektinasa. Perubahan inilah yang menyebabkan perubahan
tekstur.
Perubahan flavor (cita rasa) disebabkan oleh (1) bertambahnya gula-gula
sederhana yang menambah rasa manis, yang disebabkan oleh perubahan zat pati,
(2) berkurangnya asam organik, (3) berkurangnya zat-zat fenolik yang
menyebabkan kurangnya rasa sepat, (4) bertambahnya zat-zat volatil yang
menyebabkan bau harumnya buah masak.
Perubahan yang terjadi pada karbohidrat merupakan perubahan yang
menyolok pula pada buah-buahan. Gula bertambah oleh hidrolisa polisakharida
pati ini, sekalipun sebagian dari gula digunakan untuk resepsi. Jika jagung
menjadi tua, gula-gula diubah menjadi pati atau direspirasi menjadi CO2 dan H2O.
Oleh karena itu panen jagung untuk konsumsi dilakukan jangan terlalu tua dan
memperhatikan penyimpanannya. Pada penyimpanan terjadi proses sebaliknya
pada pada umbi dan biji, pada umbi pati dihidrolisa menjadi gula-gula, sedangkan
pada biji gula-gula diubah menjadi zat pati.
Menurut Rukmana (1997), jagung sudah siap dipanen pada umur 7-8 minggu
setelah berbunga. Ciri-ciri tanaman jagung siap dipanen dengan tongkol atau
kelobot berwarna kuning atau putih kekuning-kuningan, penampakannya
mengkilap, apabila ditekan tidak membekas, dan kadar air dalam biji sudah
mencapai 35% - 40%, karena jika kadar air melebihi dari itu akan menyebabkan
cepat terjadinya kerusakan bahan makanan pada saat penyimpanan.
Menurut Rohaman (2006), pascapanen merupakan tahapan lanjutan proses
produk pertanian dan merupakan bidang kegiatan petani/usahatani yang belum
8

ditangani secara mantap dengan menggunakan teknologi pertanian yang lebih


tepat. Adapun tahapannya dimulai sejak pemungutan hasil pertanian (yang
meliputi tanaman pangan, perkebunan, dan perikanan) sampai siap untuk
dipasarkan.
Adapun tujuan dari penanganan pascapanen adalah untuk menekan tingkat
kehilangan/kerusakan hasil panen pertanian dengan meningkatkan daya guna hasil
pertanian agar : 1) menunjang usaha penyediaan pangan dan perbaikan gizi
masyarakat, 2) penyediaan bahan baku industri, 3) peningkatan pendapatan petani,
4) peningkatan penerimaan devisa Negara, 5) perluasan kesempatan kerja, dan 6)
melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Menurut Rukamana
(1997), penanganan lepas panen/pascapanen jagung meliputi kegiatan pokok yang
terdiri atas pengumpulan hasil, pewadahan, pengangkutan, pengeringan,
pemipilan, pengeringan ulang, dan penyimpanan. Kegiatan tersebut untuk
memproduksi jagung pipilan.
Di lapangan sering ditemukan penanganan pascapanen jagung dalam beberapa
tahap kegiatan, yakni pengumpulan hasil, pewadahan, pengangkutan, pengeringan
tongkol, dan penyimpanan tongkol di atas para-para. Penanganan pascapanen
jagung meliputi dua penanganan jagung tongkol dan penanganan jagung pipilan.
Penanganan jagung tongkol tahap-tahapnya meliputi kegiatan pokok
diantaranya : (1) pengumpulan hasil : hasil panen jagung dikumpulkan di tempat
yang teduh dan strategis sambil melakukan sortasi tongkol yang terserang hama
penyakit. (2) pewadahan : tongkol jagung dimasukkan ke dalam karung goni atau
wadah lain secara teratur. (3) pengangkutan : pengangkutan hasil panen jagung
juga dilakukan dengan cara dipikul atau menggunakan alat angkut yang ada di
tempat penampungan hasil (bangsal). (4) pengeringan tongkol : tongkol
dikeringkan satu per satu atau dalam bentuk ikatan-ikatan berisi 10 tongkol/ikat
dengan cara dijemur di atas lantai tanah atau lantai yang terbuat dari bata merah
berlapis semen konstruksi bergelombang, hingga tongkol tampak kering.
(5) penyimpanan ikatan-ikatan tongkol jagung disimpan di gudang penyimpanan
atau di atas tungku dapur dengan cara di gantung pada tali atau bilah bambu.
Selain dilakukann penanganan pascapanen, jagung sebagai hasil pertanian
juga berpotensi untuk dilakukan pengolahan untuk mendapatkan nilai tambah.
Menurut Soekartawi (1997), pengolahan hasil merupakan komponan ke dua
dalam agribisnis setelah komponen produksi pertanian. Banyak petani yang tidak
9

melakukan pengolahan hasil. Pentingnya pengolahan hasil karena : 1) dapat


meningkatkan nilai tambah, 2) meningkatkan kualitas hasil, 3) meningkatkan
penyerapan tenaga kerja, 4) meningkatkan keterampilan produsen, 5)
meningkatkan pendapatan produsen.
Pengetahuan dan pengalaman proses produksi mutlak diperlukan bagi
pengusaha yang akan menjalankan industry pengolahan jagung. Pengetahuan
yang dimiliki sebaiknya benar-benar diaplikasikan terlebih dahulu dengan
melakukan uji coba produksi dalam skala kecil.
Dalam pelaksanaan kegiatan tugas akhir mengenai penanganan pascpanen dan
pengolahan hasil jagung, penulis mencoba memberikan inovasi teknologi kepada
petani dengan melakukan penyuluhan mengenai pengolahan jagung yang
menghasilkan produk dodol, susu, marning dan oyek dari jagung. Adapun secara
rinci mengenai masing-masing produk ini dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Dodol Jagung
Menurut Hambali, et al. (2006), dodol Jagung merupakan salah satu produk
olahan yang menggunakan bahan baku tepung Jagung. Proses utama pengolahan
dodol adalah pemasakan. Ciri khas dodol Jagung terletak pada teksturnya yang
liat. Dalam pembuatan dodol Jagung, gula pasir dan gula merah ditambahkan ke
dalam produk dodol sebagai penambah cita rasa dan pengawet alami, santan
kelapa sebagai penambah cita rasa sekaligus pelembut tekstur, dan vanili sebagai
flavor.
2. Susu Jagung
Menurut Hambali, et al. (2006), susu jagung merupakan susu nabati berbahan
jagung yang diekstrak dan diambil sarinya atau air buahnya. Sedangkan menurut
Makfoeld (1982), yang dimaksud dengan air buah (fruit juice) adalah cairan buah
yang tidak mengalami fermentasi, diperoleh dari hasil pengepresan buah. Buah
harus dalam keadaan masak dan tidak mengandung gelembung-gelembung udara.
Untuk mendapatkan air buah yang baik, air buah perlu dipisahkan dari bagian-
bagian yang tidak larut dengan suatu penyaringan.
Rasa lezat yang timbul dalam air buah disebabkan karena keseimbangan
perbandingan yang sesuai antara gula dan asam-asam, selain komponen lainnya.
Setiap buah mempunyai keseimbangan perbandingan sendiri-sendiri yang
menyebabkan bermacam kelezatan yang khas. Kadang untuk mendapatkan rasa
lezat yang dikehendaki dua atau lebih macam-macam buah dicampur untuk
10

mendapatkan rasa yang diinginkan untuk mendapatkan rasa yang diinginkan.


Untuk mendapatka air buah yang baik, sebaiknya dipilih buah yang masak
(muda), lewat masak (ioverripe) atau yang busuk akan menghasilkan produk yang
berkualitas rendah.
Selain bahan baku jagung, pada pembuatan susu jagung juga ditambahkan
bahan lain sebagai bahan tambahan yaitu gula dan flavoring agent yang berguna
untuk menambah cita rasa. Bahan lain yang ditambahkan adalah CMC (Carboxy
Methyl Celulosa) yang berfungsi sebagai pengental. Bahan ini juga berfungsi
untuk menambahkan kekuatan stabilitas masa simpan susu jagung. Proses
pengolahan susu jagung meliputi penghancuran jagung dengan penambahan air
panas, penyaringan, pemanasan, penambahan perasa dan pengemasan.
3. Tape Jagung
Menurut Hambali, et al. (2006), tape jagung merupakan makanan makanan
yang dihasilkan dari bahan baku jagung yang dibuat lewat proses fermentasi.
Proses ini melibatkan kapang atau khamir yang terdapat dalam ragi.

Menurut Desrosier (1988), fermentasi adalah suatu kegiatan penguraian


bahan-bahan karbohidrat.
Pada proses fermentasi biasanya tidak menimbulkan bau busuk dan biasanya
menghasilkan gas karbondioksida. Suatu fermentasi byang busuk biasanya adalah
fermentasi yang mengalami kontaminasi.
Asinan atau acar yang busuk merupakan hasil dari penumbuhan mikrobia
yang menguraikan protein, sedangkan fermentasi yang normal adalah perubahan
karbohidrat menjadi asam. Mikrobia yang digunakan dalam fermentasi yang
terpenting adalah kemampuan menghasilkan enzim dalam jumlah yang besar.
Bakteri, khamir dan cendawan merupakan sel tunggal, mempunyai kapasitas
fungsional pertumbuhan, repropduksi, pencernaan, asimilasi, dan memperbaiki isi
di dalam sel, yang mana bagi bentuk kehidupan tingkat tinggi sudah
didistribusikan ke jaringan-jaringan.
Oleh karena itu dapatlah diantisipasikan bahwa sel tunggal adalah merupakan
wujud kehidupan yang lengkap, seperti misalnya khamir, memiliki produktifitas
enzim dan kapasitas fermentatif yang tinggi dibandingkan dengan mahkluk hidup
lainnya.
11

Enzim sendiri merupakan suatu substansi yang reaktif yang mengendalikan


reaksi-reaksi kimia di dalam fermentasi. Mikrobia membutuhkan tersedianya
karbohidrat, protein, lemak, dan sedikit zat-zat gizi di dalam bahan pangan asli.
Nampak bahwa mikrobia menyerang karbohidrat, kemudian protein dan
berikutnya lemak. Bahkan terdapat tingkatan penyerangan terhadap karbohidrat,
yang pertama gula menjadi alkohol, kemudian asam.
Karena kebutuhan yang pertama bagi aktivitas mikrobia adalah energi, maka
tampak bahwa bentuk yang dapat disediakan sesuai dengan tingkat kesukaan
adalah rantai karbo, CH2, CH, CHOH, dan COOh. Beberapa ikatan seperti
misalnya radikal CN tidak dapat dimanfaatkan oleh mikrobia.
Banyak kegiatan fermentatif lain di dalam bahan pangan yang mungkin
terjadi, yang merugikan terhadap akseptabilitas bahan pangan yang
difermentasikan. Pada umumnya organisme yang mampu menyerang karbohidrat
tinggi, seperti misalnya sellulosa, hemi-sellulosa, pektin dan pati akan merusak
tekstur, citarasa, dan kualitas bahan pangan yang difermentasikan.
Tape jagung dibuat hanya dengan bahan baku yang sederhana yaitu jagung
dan ragi tape. Ciri khas tape jagung yang berhasil difermentasi yaitu bertekstur
lembut dan sedikit berair. Proses pembuatan tape jagung meliputi pemipilan,
penghancuran, pengukusan, penirisan, peragian, pengemasan dan fermentasi.
(Hambali, et al. 2006)
4. Tortilla Chips Jagung
Menurut Dewan Ilmu Pengetahuan dalam Santoso et all. (2006), tortilla pada
awalnya merupakan makanan khas daerah Meksiko berbentuk kripik dengan
bahan baku jagung. Kini tortilla dapat dijumpai di berbagai negara termasuk di
Indonesia. tortilla telah dijual dengan berbagai rasa dan kualitas dan mudah
diperoleh di supermarket atau took makanan.
Makanan ini juga popular di daerah Amerika Serikat. tortilla biasanya berupa
sejenis keripik atau chips yang terbuat dari jagung berbentuk bundar gepeng
dengan ukuran ketebalan yang berbeda-beda di tiap Negara. Oleh karena itu ada
standar khusus bagi tortilla.
Menurut Santoso, et all. (2006), tortilla sebenarnya dapat dibuat dari berbagai
bahan terutama yang mengandung pati atau bahan tidak berpati dengan
penambahan tepung pati. Penggunaan bahan selai jagung akan meningkatkan
diversifikasi produk olahan dan dapat pula untuk meningkatkan nilai gizi
12

dilakukan dengan menggunakan bahan baku seperti kedelai, pisang, daging, susu
dan ikan.
Tortilla dari jagung yang banyak dijual di supermarket umumnya memiliki
nilai gizi yang kaya karbohidrat. Adapun nilai nutrisi tortilla Jagung rendah
lemak (per 100 gr) seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Nutrisi Tortilla Jagung Rendah Lemak (per 100 gr)
No. Kandungan Bahan Jumlah bahan
1. Kalori 415 kkal

2. Protein 11 gr

3. Lemak total 5,70 gr

4. Karbohidrat 80 gr

5. Serat total 5,30 gr

6. Gula total 0,67 gr

7. Kalsium 159 mg

8. Besi 1,60 mg

9. Magnesium 97 mg

10. Fosfor 318 mg

11. Potassium 272 mg

12. Sodium 419 mg

13. Zinc 1,15 mg

14. Tembaga 0,11 mg


13

15. Selenium 15,70 mg

16. Vitamin C 0,20 mg

17. Thiamin 0,22 mg

18. Riboflavin 0,28 mg

19. Niacin 0,42 mg

20. Vitamin B6 0,18 mg

21. Folate-total 16 mcg

22. Vitamin B12 0,00 mcg

23. Vitamin A 104 UI

24. Retinol 0,00 mcg

25. Vitamin E 0,7 mg

26. Vitamin K 0,20 mcg

27. Lemak jenuh 0,85 g

28. Cholesterol 0,00 mg

Sumber : Tortilla chips, Santoso et all, 2006

1. Subsistem Agroniaga (Pemasaran)


Kotler (1997) mendefenisikan bahwa pemasaran adalah proses sosial dan
manajerial masing-masing individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka
inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran produk yang bernilai
bagi pihak lainnya.
Di dalam pemasaran, pertukaran merupakan salah satu cara untuk memperoleh
barang yang dikehendaki dari seseorang dengan menawarkan satu imbalan
sehingga ada lima kondisi yang harus dipenuhi agar pertukaran dapat terjadi
antara lain (1) terdapat sedikitnya dua pihak, (2) masing-masing pihak memiliki
sesuatu yang mungkin berharga bagi pihak lain, (3) masing-masing pihak mampu
berkomunikasi dan melakukan penyerahan, (4) masing-masing bebas menerima
atau menolak tawaran pertukaran, dan (5) masing-masing yakin bahwa berunding
dengan pihak lain adalah layak dan bermanfaat.
Menurut Musyadar dan Nasruddin (2002), pemasaran tercipta karena adanya
permintaan dan penawaran (Supply dan Demand) oleh ke dua pihak yaitu penjual
14

dan pembeli melalui saluran dan lembaga tataniaga sebagai medium perantara dan
penyalur produk tersebut.
Tataniaga merupakan salah satu cabang aspek pemasaran yang menekankan
bagaimana suatu produksi dapat sampai ke tangan konsumen. Tataniaga
dikatakan efisien apabila mampu menyampaikan hasil produksi ke konsumen
dengan biaya semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian keuntungan
yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen kepada semua pihak
yang ikut serta di dalam kegiatan produksi maupun penjualan.
Beberapa pendukung dalam tataniaga yang mempunyai peranan dalam sistem
distribusi adalah petani, pedagang perantara dan konsumen. Ketiganya
mempunyai masing-masing fungsi dan peranan dalam sebuah jalur tataniaga. Jika
dilihat dari pendekatan-pendekatan tataniaga, maka fungsi-fungsi yang dilakukan
oleh lembaga tataniaga tersebut adalah sebagai fungsi pertukaran (Exchange
Function), fungsi fisik (Physical Function), dan fungsi fasilitas (Fasilitating
Function).
Pedagang
Konsumen
Produsen
Konsumen
Produsen
Konsumen
Produsen
Pengecer
Pengumpul
Pedagang
Konsumen
Produsen
Besar
Pengumpul
Pengecer Menurut Musyadar dan Nasruddin (2002), ada 4
macam saluran tataniaga pertanian yaitu zero level one,
one level channel, two level channel, dan three level channel seperti Gambar 1.

Gambar 1. Saluran Tataniaga Pertanian


Melimpahnya hasil produksi pertanian tanpa diimbangi dengan adanya
jaminan pasar akan berakibat fatal yaitu timbulnya resiko kerugian sebagai akibat
menumpuknya produk yang tidak laku dan tidak dapat dipasarkan. Produk jagung
mempunyai resiko yang tinggi yaitu mudah rusak, mudah menurun baik secara
kualitas maupun kuantitasnya, dan fluktuasi harga yang cepat berubah sehingga
15

dalam budidaya tanaman jagung perlu adanya perhitungan yang matang tentang
pasar terutama adanya jaminan pasar dan kontrak pemasaran.
Di samping itu, kelangkaan informasi pasar juga akan mengakibatkan
turunnya kekuatan tawar menawar petani, karena tidak adanya pegangan harga
dalam penjualan serta keyakinan mereka guna meningkatkan produksi lebih tinggi
lagi. Lemahnya kekuatan tawar menawar kaum tani, khususnya petani sayuran,
dalam menentukan harga jualnya, sebenarnya dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Salah satu diantaranya adalah seringkali terjadinya fluktuasi harga yang
sangat mencolok. Atas dasar pemikiran tersebut, perlu sekali dilakukan usaha
untuk mengatur jumlah sayuran yang ditawarkan sesuai dengan jumlah
permintaan pada waktu tertentu (Sastraatmadja, 1993).
2. Jasa-jasa pendukung lainnya
Kartasapoetra (1994), komponen pelayanan pendukung yaitu berupa fasilitas
yang dapat mendukung berlangsungnya suatu perubahan. Kelancaran layanan
pendukung dengan sendirinya akan mempercepat berlangsungnya perubahan-
perubahan positif. Ruang gerak agribisnis meliputi dua aspek yaitu pengelolaan
usahatani dan aspek penunjang kegiatan pra dan pascapanen serta perbankan,
sarana tataniaga, dan penyuluhan pertanian. Selanjutnya kegiatan tersebut harus
ditunjang oleh pelaku agribisnis lain seperti penyedia modal (Bank ataupun
lembaga keuangan lainnya), koperasi (KUD, atau KOPTAN), dan lembaga-
lembaga lain yang merupakan pendukung kelancaran kegiatan agribisnis.
Selain hal di atas, lembaga penyuluhan termasuk tenaga penyuluh (Pegawai
Negeri Sipil atau Penyuluh Swakarsa) juga memiliki peranan yang penting dalam
agribisnis karena fungsi sebagai penyampai informasi. Lembaga-lembaga
pendidikan dan penelitian baik milik pemerintah maupun swasta juga merupakan
jasa pendukung yang cukup penting dalam kegiatan agribisnis. Pada dasarnya
subsistem ini hanya merupakan salah satu aspek pendukung saja, namun
subsistem ini merupakan faktor yang cukup penting dalam mendukung kegiatan
agribisnis.
Tinjauan Penyuluhan Pertanian
Menurut Pambudy dan Kilat (2002), penyuluhan pertanian dalam
pembangunan sistem dan usaha agribisnis dapat diartikan sebagai proses yaitu
membantu petani dan pelaku agribisnis lainnya untuk menganalisa situasi yang
sedang mereka hadapi untuk kemudian memutuskan tindakan dan melakukan
16

perkiraan ke depan, membantu menyadarkan mereka terhadap kemungkinan dan


timbulnya masalah dari analisis tersebut, meningkatkan pengetahuan dan
pengembangan wawasan mereka terhadap suatu masalah serta membantu
menyusun kerangka pemikiran berdasarkan pengetahuan yang khusus berkaitan
dengan cara pemecahan masalah berupa berbagai alternatif tindakan yang akan
mereka lakukan, membantu mereka merumuskan pilihan yang tepat menurut
mereka paling optimal, meningkatkan motivasi mereka untuk dapat menerapkan
pilihannya, membantu mereka menggalang dana secara swadaya untuk membiayai
kegiatan, membantu mereka untuk melakukan monitoring dan evaluasi, serta
membantu mereka agar terjadi proses saling tukar pengalaman dan informasi.
Menurut Sastraatmadja (1993), penyuluhan pertanian didefinisikan sebagai
pendidikan non formal yang ditujukan kepada petani dan keluarganya dengan
tujuan jangka pendek untuk mengubah perilaku termasuk sikap, tindakan, dan
pengetahuan yang lebih baik, serta tujuan jangka panjang untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Sedangkan menurut Mardikanto (1993), penyuluhan pertanian diartikan
sebagai suatu pendidikan non formal yang tidak sekedar memberikan penerangan
atau penjelasan, tetapi berupaya mengubah prilaku sasarannya agar memiliki
pengetahuan pertanian dan berusahatani yang luas, memiliki sikap yang progresif
untuk melakukan perubahan dan inovatif terhadap informasi dan hal baru, serta
terampil melaksanakan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pertanian.
Penyuluh pertanian adalah pemberdayaan petani dan keluarganya beserta
masyarakat pelaku agribisnis melalui kegiatan pendidikan non formal di bidang
pertanian agar mampu menolong dirinya sendiri baik di bidang ekonomi, sosial,
maupun politik sehingga peningkatan pendapatan dan kesejahteraan mereka dapat
tercapai (Departemen Pertanian, 2002). Penyuluhan pertanian adalah proses
pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu
menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar,
teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk
meningkatkan produktifitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraan, serta
meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup (Presiden
Republik Indonesia dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2006).
17

Menurut Van den Ban, A.W dan H.S Hawkins (1999), peranan
penyuluhan pertanian membanti petani membentuk pendapat yang sehat dan
membuat keputusan yang baik dan efektif dengan cara berkomunikasi dan
memberikan informasi yang mereka perlukan. Petani didorong untuk
mengembangkan kebebasan yang luas di dalam pengambilan keputusan.
Kegiatan penyuluhan pertanian meliputi usaha menyebarkan informasi,
memberikan rekomendasi usahatani, mengajarkan pengetahuan dan ketrampilan,
menggerakkan usaha dan menggugah swadaya petani beserta keluarganya.
Berarti seseorang petugas penyuluhan pertanian perlu menguasai ilmu
komunikasi, ilmu mendidik, dan ilmu pertanian yang akan diajarkan
(Sastraadmadja, 1993). Keberhasilan penyuluhan pertanian ini tidak terlepas
keterkaitan seluruh komponen-komponennya. Komponen-komponen tersebut
adalah petani, penyuluh, kelembagaan, sarana dan prasarana, serta metode dan
teknik penyuluhan yang digunakan.
Penyuluh Pertanian
Menurut Roger (1983) dalam Mardikanto (1993), Penyuluh diartikan
sebagai seorang yang atas nama pemerintah atau lembaga penyuluhan
berkewajiban untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan
oleh sasaran penyuluhan untuk mengadopsi inovasi.
Menurut Departemen Pertanian (1989), tugas pokok Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL) adalah (1) meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan
petani-nelayan beserta keluarganya dalam penerapan berbagai teknologi produksi,
teknologi pascapanen, pemasaran, serta sosial ekonomi, (2) mengembangkan
swadaya dan swakarsa petani-nelayan dan keluarganya, (3) menggali dan
mengembangkan sumberdaya, (4) menyusun laporan secara periodik pelaksanaan
intensifikasi, dan (5) mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi petani-
nelayan dan keluarganya dalam berusahatani.
Peran penyuluh menurut Mardikanto (1993) adalah (1) pengembangan
kebutuhan untuk melakukan perubahan-perubahan, (2) menggerakkan masyarakat
untuk melakukan perubahan, dan (3) memantapkan hubungan dengan masyarakat
sasaran. Para penyuluh sebagai aparat pemerintah yang akan terlibat secara nyata
(langsung) diwajibkan untuk lebih menyelami dan menghayati kehidupan di
pedesaan di mana mereka tinggal (Sastraadmadja, 1993).
18

Akibatnya bukan saja ilmu-ilmu pertanian yang praktis yang dikuasainya


tetapi lebih penting lagi adalah ilmu-ilmu yang bersifat hubungan kemanusiaan
(human relations) dalam kehidupan sehari-hari. Penyuluh bukan hanya sekedar
guru petani, tetapi dia juga harus mampu menjadi teman, penasehat dan saudara
mereka. Sebagai seorang guru, penyuluh harus mampu mengajarkan ilmu-ilmu
yang dikuasainya kepada petani, sedangkan sebagai teman haruslah diciptakan
suasana yang harmonis di antara mereka sehingga dalam setiap mengajarkan
inovasi tidak keluar citra bahwa penyuluh menggurui petani.
Pemberdayaan Kelompoktani
Menurut Pambudy dan Kilat (2002), konsep pemberdayaan mengacu pada
kemampuan masyarakat dalam memperoleh dan memanfaatkan akses atas
sumberdaya yang penting sebagai upaya untuk meningkatkan tingkat pendapatan
dan kesejahteraan. Selain itu, pemberdayaan juga merupakan upaya mendorong
dan memotivasi mereka untuk menentukan sendiri apa yang harus dilakukannya
dalam rangka mengatasi permasalahan yang dihadapi.
Pemberdayaan masyarakat adalah perwujudan dan pengembangan
kapasitas masyarakat yang berwawasan pada sumberdaya manusia melalui
pembangunan kelembagaan, pembangunan dimulai dari tingkat pusat sampai
dengan tingkat pedesaan seiring dengan pembangunan sosial ekonomi rakyat,
sarana dan prasarana, serta pengembangan sistem 3 P, yaitu : (1) pendampingan
yang dapat menggerakkan partisipasi total dari masyarakat; (2) penyuluhan yang
dapat merespon dan memantau perubahan yang terjadi di masyarakat; (3)
pelayanan yang berfungsi sebagai unsur pengendali ketepatan distribusi aset
sumberdaya fisik dan non fisik yang diperlukan oleh masyarakat. Obyek dari
pemberdayaan tersebut adalah masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat,
perlu adanya suatu kelompok agar mempermudah dalam proses komunikasi.
Pengertian Kelompoktani
Sebagai pelaku langsung dalam pembangunan pertanian, maka berkumpul
dalam satu wadah yang bernama kelompoktani. Kelompoktani ini tumbuh dan
berkembang di masyarakat petani berdasarkan keakraban, kerjasama dan tempat
belajar sehingga produktifitas usahataninya dapat meningkat dalam suatu
hamparan wilayah kelompoktaninya (Suwandi, 1999).
Sedangkan menurut Departemen Pertanian (1989), kelompoktani-nelayan
adalah suatu kelembagaan petani-nelayan yang bersifat nonformal yang
19

anggotanya terikat atas dasar kesepakatan, keserasian dan tujuan bersama.


Kelompoktani ini memiliki cirri-ciri (1) anggota kelompok ialah petani atau
nelayan dengan jumlah anggota berkisar antara 10 – 30 orang, (2) anggota
kelompok saling mengenal secara akrab, (3) anggota kelompok mempunyai
pandangan dan kepentingan yang sama dalam berusahatani-nelayan, (4) para
anggota biasanya memiliki kesamaan-kesamaan dalam tradisi atau kebiasaan,
domisili, lokasi usahatani-nelayan, status ekonomi maupun status sosial, bahasa,
pendidikan, dan usia, dan (5) bersifat nonformal dalam arti tidak berbadan hukum
tetapi mempunyai pembagian kerja atau tugas, peraturan, sanksi, dan
tanggungjawab, meskipun tidak tertulis.
Menurut Suwandi (1999), kelompoktani merupakan salah satu mitra kerja
penyuluh pertanian yang dianggap penting oleh pemerintah terutama dalam
pelayanan jasa yang dikhususkan bagi petani dan keluarganya. Tujuannya adalah
agar dalam jangka pendek, petani dapat meningkatkan kemampuan (perilaku)
terutama berkaitan dengan teknologi dan evaluasi yang dikembangkannya,
sehingga melalui kemampuan ini petani dapat menghasilkan produktifitas cukup
baik dengan input yang bersaing sehingga pendapatan keluarganya meningkat.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka kebutuhan
manusia juga akan berkembang, sehingga manusia perlu berusaha mendapatkan
inovasi baru yang bisa memenuhi kebutuhannya. Pada kondisi ini diperlukan pola
pembinaan petani, baik secara individual maupun yang tergabung dalam
kelompoktani, dalam upaya memberdayakan petani dan kelompoknya.
Pembinaan kelompoktani diarahkan pada usaha pendinamisasian dan dinamika
kelompok dengan memberikan bimbingan baik teknis maupun administrasi yang
berorientasi pada pola agribisnis yaitu pemasaran (Mardikanto, 1993).
Alasan Dibentuknya Kelompoktani
Kelompoktani dibentuk karena adanya asumsi tentang kecenderungan
alami dari masyarakat petani untuk menuju ke arah kegiatan kerjasama
(coorporation). Dalam hubungan ini, perlu dibentuknya kelompoktani “baru”
untuk dapat menigkatkan kemakmuran masyarakat petani melalui kenaikkan
produktifitas serta distribusi pendapatan yang lebih merata. Tiga alasan utama
dibentuknya kelompoktani yaitu (1) untuk memanfaatkan secara lebih baik
(optimal) semua sumberdaya yang tersedia, (2) dikembangkan oleh pemerintah
sebagai alat pembangunan, (3) adanya alasan ideologis yang “mewajibkan” para
20

petani untuk terikat oleh suatu amanat suci yang harus mereka amalkan melalui
kelompoktaninnya (Mardikanto, 1993).
Fungsi Kelompoktani
Menurut Departemen Pertanian (1989), terdapat 3 fungsi dari
kelompoktani yaitu sebagai kelas belajar-mengajar bagi petani, sebagai unit
produksi usahatani, dan sebagai wahana kerjasama antar anggota kelompok dan
antar kelompok dengan pihak lain. Sedangkan menurut Presiden Republik
Indonesia dalam Undang-undang No. 16 Tahun 2006 Pasal 19 Ayat 2, fungsi
kelompoktani ada 6 yaitu sebagai wadah proses pembelajaran, wahana kerjasama,
unit penyedia sarana dan prasarana produksi, unit produksi, unit pengelolaan dan
pemasaran, dan unit jasa penunjang.
Klasifikasi Kelompktani
Menurut Departemen Pertanian (1989), kelas kelompoktani berdasarkan
tingkat kemampuan kelompoktani yang diukur dalam 5 jurus kemampuan terdiri
dari (1) kelas Pemula, merupakan kelas terbawah dan terendah kelas
kemampuannya, (2) kelas Lanjut, merupakan kelas yang lebih tinggi dari kelas
pemula dimana kelompoktani sudah melakukan kegiatan dalam perencanaan
meskipun masih terbatas, (3) kelas Madya, merupakan kelas berikutnya setelah
kela lanjut dimana kemampuan kelompoktaninya lebih tinggi dari kelas lanjut,
dan (4) kelas Utama, merupakan kelas yang lebih tinggi dimana kelompoktani
sudah berjalan dengan sendirinya atas dasar prakarsa dan swadaya sendiri.
Pembinaan kelompoktani-nelayan adalah setiap upaya untuk
mengembangkan kemampuan kelompok sesuai dengan peranannya. Untuk
meningkatkan kegairahan dari anggota kelompok serta didasarkan atas perlunya
kebanggaan bersama, perlu ditempuh langkah-langkah yang dapat menggerekkan
kelompok ke arah peningkatan kemampuan kelompok baik individu dalam
kelompok maupun kemampuan kelompok. Karena itu dilaksanakan pengakuan
dan pengesahan atas kemampuan kelompoktani oleh pemimpin formal maupun
informal pedesaan.
Penumbuhan Kelompoktani
Menurut Depatemen Pertanian (2007), penumbuhan kelompoktani dapat
dimulai dari kelompok-kelompok atau organisasi sosial yang sudah ada di
masyarakat. Selanjutnya melalui kegiatan penyuluhan pertanian diarahkan
terbentuk kelompoktani yang semakin terikat kepentingan dan tujuan bersama
21

dalam meningkatkan produksi dan pendapatan dari usahataninya. Penumbuhan


dan pengembangan kelompoktani didasarkan atas prinsip dari, oleh, dan untuk
petani. Jumlah anggota kelompoktani 20 – 25 orang petani atau disesuaikan
dengan kondisi lingkungan masyarakat dan usahataninya.
Metode dan Teknik Penyuluhan Pertanian
Mardikanto (1993), menyebutkan bahwa metode penyuluhan pertanian
pertanian adalah cara yang sudah direncanakan sebelumnya untuk melaksanakan
kegiatan penyuluhan pertanian dan tergantung pada (1) pendekatan psiko-
sosialnya, yakni secara massal, kelompok, atau perorangan, (2), media
komunikasi, yakni lisan, tertulis, dan terproyeksi, dan (3) hubungan antara
komunikator dan komunikannya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Menurut Suwandi (1999), metode penyuluhan pertanian digolongkan menjadi tiga
bagian yaitu (1) berdasarkan teknik komunikasi langsung (face to face
communication) dan tidak berdasarkan komunikasi langsung (indirect
communication), (2) berdasarkan indera penerima (dapat dilihat, didengar, dilihat
dan didengar), (3) berdasarkan jumlah sasaran (individu, kelompok, dan massal).
Sedangkan menurut Kartasapoetra (1994), terdapat tiga metode penyuluh
pertanian meliputi (1) metode pendekatan perorangan (personal approach
method), (2) metode pendekatan kelompok (group approach method) dan
(3) metode pendekatan massal/umum (mass approach method). Keberhasilan
penerapan metode penyuluhan pertanian sangatlah ditentukan oleh kemampuan
aparat penyuluh pertanian dalam memahami masing-masing metode penyuluhan
pertanian tersebut, dan kemampuan penyuluh dalam mengenal sasarannya yaitu
petani/nalayan dan keluarganya.
Tinjauan Kajian
Adapun kegiatan yang dikaji dalam kegiatan Tugas Akhir (TA) ini adalah :
1. Mengukur tingkat pengetahuan ibu tani sebanyak 30 orang serta mengukur
tingkat keterampilan sebanyak 12 orang (30 %) dari jumlah angggota
Kelompok Ibu PKK Melati sebanyak 40 orang dalam penanganan pascapanen
dan pengolahan hasil Jagung Manis.
2. Menguji Organoleptik hasil olahan jagung dalam kemasan yang berbeda
selama beberapa waktu tanpa menggunakan uji statistik dengan 3 kriteria
pengamatan, yaitu :
➢ Kondisi fisik : penampakan fisual, warna, tektur, bentuk dll
22

➢ Perubahan rasa
➢ Perubahan aroma
1. Penentuan Sampel
Menurut Achdiyat (2000), dalam buku Statistik Terapan metode penarikan
sampling dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu Non Probabilitas (metode
penarikan sampel secara tak acak) dan Probabilitas (pemilihan sampel tidak
dilakukan secara subyekif; sampel yang terpilih tidak dilakukan semata-mata pada
keinginan si peneliti sehingga setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang
sama (acak) untuk terpilih sebagai sampel.
Dalam kegiatan Tugas Akhir (TA), penentuan sampel atau sasaran
penyuluhan dilakukan secara Probabilitas Sampling (pemilihan sampel secara
sengaja) yaitu memilih sampel berdasarkan karakteristik tertentu yang dianggap
mempunyai keterkaitan yaitu skala kecil sampai menengah, dan sebagian besar
anggota kelompoktani sedang mengusahakan atau pernah berusahatani jagung.
2. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer akan dilakukan melalui wawancara (interview) dan
pengamatan (observasi) di lapangan baik melalui pendekatan perorangan ataupun
kelompok. Wawancara akan dilakukan dengan menggunakan kuesioner (angket)
yang berhubungan dengan penegtahuan petani sebagai panduannya. Sedangkan
untuk observasi dilakukan dengan cara mengamati langsung kondisi petani dan
lahannya, penyuluh dan kelembagaannya, sarana dan prasarana penyuluhan yang
ada, metode dan teknik penyuluhan, dan lain-lain. Pengumpulan data sekunder
diperoleh dari Desa, Kecamatan, Kabupaten, dan lembaga penunjang lainnya.
3. Metode Pengolahan Data

t = D/(SD/√ n)
Menurut Achdiyat (2000) dalam buku Statistik Terapan, untuk lebih
memastikan tingkat signifikan terhadap pengetahuan dan ketrampilan wanitatani
yaitu dengan menggunakan rumus Beda Dua Rata-rata untuk sampel yang
berukuran kecil yaitu sebanyak 30 orang (n ≤ 30) dengan α 5%, dinyatakan
dengan rumus :

Keterangan:
23

t : Beda Dua Rata-rata untuk Data Berpasangan


D : Rata-rata dari harga-harga D
SD : Deviasi standard dari harga-harga Di
n : Banyaknya pasangan
D : Selisih nilai dari pasangan data (X2 - X1)
X1 : Nilai pengukuran pertama
X2 : Nilai pengukuran kedua
Uji Hipotesis Beda Dua Rata-rata
Kesimpulan terhadap hipotesis akan diambil pada taraf nyata (α) 5 %.
1. Kesimpulan diambil untuk mengukur aspek pengetahuan berdasarkan nilai t
hasil perhitungan dan nilai t dari Tabel t. Nilai t dari Tabel t pada taraf nyata
5 % dengan 30 sampel secara uji pihak kanan adalah 2.045 (t 0.025 ; 30-1 =
2.045). Oleh karena itu, kesimpulan yang akan diambil adalah sebagai
berikut.
Ho diterima jika : t hitung ≤ t tabel → t 0.025 ; 30-1 ≤ 2.045 = Tidak ada perbedaan
proporsi pengetahuan petani tentang penanganan pascapanen dan penglahan hasil
Jagung Manis sebelum dan sesudah penyuluhan.
Ho ditolak jika : t hitung > t tabel → t 0.025 ; 30-1 > 2.045 = Ada perbedaaan
proporsi pengtahuan petani tentang penanganan pascapanen dan pengolahan hasil
Jagung Manis sebelum dan sesudah penyuluhan
2. Kesimpulan diambil untuk mengukur aspek keterampilan berdasarkan nilai t
hasil perhitungan dan nilai t dari Tabel t. Nilai t dari Tabel t pada taraf nyata
5 % dengan 5 sampel secara uji pihak kanan adalah 2.201 (t 0.025 ; 12-1 =
2.201). Oleh karena itu, kesimpulan yang akan diambil adalah sebagai
berikut.
Ho diterima jika : t hitung ≤ t tabel → t 0.025 ; 12-1 ≤ 2.201 = Tidak ada perbedaan
proporsi pengetahuan petani tentang penanganan pascapanen dan penglahan hasil
Jagung Manis sebelum dan sesudah penyuluhan.
Ho ditolak jika : t hitung > t tabel → t 0.025 ; 12-1 > 2.201 = Ada perbedaaan
proporsi pengetahuan petani tentang penanganan pascapanen dan pengolahan
hasil Jagung Manis sebelum dan sesudah penyuluhan.

Di samping metode analisis di atas, dilakukan analisis kelayakan usaha


untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang diberikan dari kegiatan pengolahan
24

Jagung Manis, apakah secara ekonomi menguntungkan, secara sosial dapat


diterima oleh masyarakat, dan secara teknis dapat dilakukan oleh masyarakat.
Adapun analisis yang digunakan yaitu analisis tanpa memperhitungkan faktor
waktu atas nilai uang (time – value of money), terdiri dari:
a. Revenue Cost Ratio (R/C) yaitu perbandingan antara penerimaan dan
pengeluaran biaya. Bila R/C > 1 dianggap layak dan jika R/C < 1 dianggap
tidak layak, sedangkan R/C = 1 (trade off) dapat dilaksanakan atau tidak
tergantung pada keputusan dari pihak yang akan melaksanakan usaha.

b. Break Even Point (BEP) yaitu angka yang menunjukan pada tingkat penjualan
berapakah yang mengakibatkan keadaan usaha tidak mengalami keuntungan
atau kerugian (titik impas). BEP dinyatakan dalam nilai uang (Rp) dan jumlah
unit.

c. Formula :
BT
BEP (Rp) =
1 – BV/Pj
BT
BEP (Unit) =
Hj/ - BV/st

Keterangan :
BT = Biaya Tetap (Fixed Cost)
BV = Biaya Variabel (Variable Cost)
Pj = Penjualan (Sales)
Hj/st = Harga Jual Per Satuan
BV/st = Biaya Variabel Per Satuan
25

METODE PELAKSANAAN

Waktu dan Tempat


Tugas Akhir (TA) dilaksanakan mulai dari tanggal 09 Maret 2009 sampai
dengan tanggal 09 Mei 2009. Adapun lokasi yang akan digunakan sebagai tugas
akhir yaitu di Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.
Metode Identifikasi Masalah
1. Penentuan Sampel
Dalam kegiatan Tugas Akhir (TA), penentuan sampel atau sasaran penyuluhan
dilakukan secara Probabilitas Sampling (pemilihan sampel secara sengaja) yaitu
memilih sampel berdasarkan karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai
keterkaitan yaitu skala kecil sampai menengah, dan sebagian besar anggota
kelompoktani sedang mengusahakan atau pernah berusahatani jagung.
Petani/responden yang dijadikan sampel adalah petani Jagung Manis sebanyak
30 orang wanitatani sampel untuk mengukur aspek pengatahuan sedangkan untuk
aspek keterampilan sebanyak 12 orang dalam melaksanakan penanganan
pascapanen dan pengolahan hasil.
2. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara (interview) dan
pengamatan (observasi) di lapangan baik melalui pendekatan perorangan ataupun
kelompok. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner (angket) yang
berhubungan dengan pengetahuan petani sebagai panduannya. Sedangkan untuk
26

observasi dilakukan dengan cara mengamati langsung kondisi petani dan


lahannya, penyuluh dan kelembagaannya, sarana dan prasarana penyuluhan yang
ada, metode dan teknik penyuluhan, dan lain-lain. Pengumpulan data sekunder
diperoleh dari Desa, Kecamatan, Kabupaten, dan lembaga penunjang lainnya.
3. Metode Pengolahan Data
Dalam pelaksanaan kegiatan Tugas Akhir, untuk memastikan tingkat
signifikan terhadap pengetahuan dan keterampilan petani dan wanitatani Jagung
Manis yaitu dengan menggunakan rumus Beda Dua Rata-rata untuk sampel yang
berukuran kecil yaitu sebanyak 30 orang (n ≤ 30) dengan α 5%, dinyatakan
dengan rumus :

t = D/(SD/√ n)

Keterangan:
t : Beda Dua Rata-rata untuk Data Berpasangan
D : Rata-rata dari harga-harga D
SD : Deviasi standard dari harga-harga Di
n : Banyaknya pasangan
D : Selisih nilai dari pasangan data (X2 - X1)
X1 : Nilai pengukuran pertama
X2 : Nilai pengukuran kedua
Uji Hipotesis Beda Dua Rata-rata
Kesimpulan terhadap hipotesis akan diambil pada taraf nyata (α) 5 %.
1. Kesimpulan diambil untuk mengukur aspek pengetahuan berdasarkan nilai t
hasil perhitungan dan nilai t dari Tabel t. Nilai t dari Tabel t pada taraf nyata
5 % dengan 30 sampel secara uji pihak kanan adalah 2.045 (t 0.025 ; 30-1 =
2.045). Oleh karena itu, kesimpulan yang akan diambil adalah sebagai
berikut.
Ho diterima jika : t hitung ≤ t tabel → t 0.025 ; 30-1 ≤ 2.045 = Tidak ada perbedaan
proporsi pengetahuan petani tentang penanganan pascapanen dan pengolahan
hasil Jagung Manis sebelum dan sesudah penyuluhan.
27

Ho ditolak jika : t hitung > t tabel → t 0.025 ; 30-1 > 2.045 = Ada perbedaaan
proporsi pengetahuan petani tentang penanganan pascapanen dan pengolahan
hasil Jagung Manis sebelum dan sesudah penyuluhan
2. Kesimpulan diambil untuk mengukur aspek keterampilan berdasarkan nilai t
hasil perhitungan dan nilai t dari Tabel t. Nilai t dari Tabel t pada taraf nyata
5 % dengan 5 sampel secara uji pihak kanan adalah 2.045 (t 0.025 ; 12-1 =
2.201). Oleh karena itu, kesimpulan yang akan diambil adalah sebagai
berikut.
Ho diterima jika : t hitung ≤ t tabel → t 0.025 ; 12-1 ≤ 2.201 = Tidak ada perbedaan
proporsi pengetahuan petani tentang penanganan pascapanen dan pengolahan
hasil Jagung Manis sebelum dan sesudah penyuluhan.
Ho ditolak jika : t hitung > t tabel → t 0.025 ; 30-1 > 2.201 = Ada perbedaaan
proporsi pengetahuan petani tentang penanganan pascapanen dan pengolahan
hasil Jagung Manis sebelum dan sesudah penyuluhan
Selain metode analisis di atas, dilakukan analisis kelayakan usaha untuk
mengetahui sejauh mana manfaat yang diberikan dari kegiatan pengolahan Jagung
Manis, apakah secara ekonomi menguntungkan, secara sosial dapat diterima oleh
masyarakat, dan secara teknis dapat dilakukan oleh masyarakat. Adapun analisis
yang digunakan yaitu analisa tanpa memperhitungkan faktor waktu atas nilai
uang (time – value of money), terdiri dari:
a. Revenue Cost Ratio (R/C) yaitu perbandingan antara penerimaan dan
pengeluaran biaya. Bila R/C > 1 dianggap layak dan jika R/C < 1 dianggap
tidak layak, sedangkan R/C = 1 (trade off) dapat dilaksanakan atau tidak
tergantung pada keputusan dari pihak yang akan melaksanakan usaha.
b. Break Even Point (BEP) yaitu angka yang menunjukan pada tingkat penjualan
berapakah yang mengakibatkan keadaan usaha tidak mengalami keuntungan
atau kerugian (titik impas). BEP dinyatakan dalam nilai uang (Rp) dan jumlah
unit.
c. Formula :
BT
BEP (Rp) =
1 – BV/Pj
BT
BEP (Unit) =
28

Hj/ - BV/st

Keterangan :
BT = Biaya Tetap (Fixed Cost)
BV = Biaya Variabel (Variable Cost)
Pj = Penjualan (Sales)
Hj/st = Harga Jual Per Satuan
BV/st = Biaya Variabel Per Satuan

1. Kriteria Penilaian Keterampilan Ibu Tani


a. Ketepatan komposisi bahan
➢ Sangat tepat, nilai 8,1 – 10
➢ Tepat, nilai 6,1 – 8,0
➢ Cukup tepat, nilai 4,1 – 6,0
➢ Kurang tepat, nilai 2,1 – 4,0
➢ Tidak tepat, nilai 0 – 2,0
a. Kesesuain langkah kerja
➢ Sangat sesuai, nilai 8,1 – 10
➢ Sesuai, nilai 6,1 – 8,0
➢ Cukup sesuai, 4,1 – 6,0
➢ Kurang sesuai, nilai 2,1 – 4,0
➢ Tidak sesuai, nilai 0 – 2,0
a. Kebersihan
➢ Sangat bersih, nilai 8,1 – 10
➢ Bersih, nilai 6,1 – 8,0
➢ Cukup bersih, 4,1 – 6,0
➢ Kurang bersih, nilai 2,1 – 4,0
➢ Tidak bersih, nilai 0 – 2,0
a. Kerapihan
➢ Sangat rapih, nilai 8,1 – 10
➢ Rapih, nilai 6,1 – 8,0
➢ Cukup rapih, nilai 4,1 – 6,0
➢ Kurang rapih, nilai 2,1 – 4,0
29

➢ Tidak rapih, nilai nilai 0 – 2,0


a. Hasil
➢ Sangat baik, nilai 8,1 – 10
➢ Baik, nilai 6,1 – 8,0
➢ Cukup baik, nilai 4,1 – 6,0
➢ Kurang baik, nilai 2,1 – 4,0
➢ Tidak baik, nilai nilai 0 – 2,0

Pemberdayaan Sistem Agribisnis


Pemberdayaan sistem agribisnis Jagung Manis di Kecamatan Bumiaji
yang dilakukan dalam tugas akhir (TA) ini dikhususkan pada subsistem
agroproduksi (penanganan pascapanen) dan agroindustri (pengolahan hasil).
Namun selain dua subsistem di atas, juga dilakukan pemberdayaan pada subsistem
lainnya yaitu subsistem agroinput, agroiniaga, dan jasa pendukung. Hal ini
dilakukan mengingat ke lima subsistem ini tidak dapat terpisahkan
keberadaannya.
1. Subsistem Agroinput (Sarana Produksi)
Secara umum ketersediaan subsistem agroinput di Kecamatan Bumiaji sudah
cukup memadai. Hal ini sangat dilihat dari ketersediaan saprotan seperrti benih
bermutu yang sudah mulai digunakan oleh petani. Penggunaan sarana produksi
sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas produk yang akan dihasilkan.
Permasalahan yang dihadapi dalam subsistem agroinput ini adalah ketersediaan
pupuk organik yang belum memadai. Selain itu petani setempat mengalami
kesulitan dalam hal penanaman, terutama untuk menghasilkan Jagung Manis yang
baik, hal ini dikarenakan intensitas hujan yang tinggi sehingga benih yang
ditanam cepat busuk. Sebagai upaya pengembangan subsistem agroinput ini
adalah dengan melakukan kegiatan penyuluhan kepada para petani akan
pentingnya penggunaan saprotan yang dapat mengurangi dampak kimia pada
lingkungan dan kesehatan masyarakat.
2. Subsistem Agroproduksi (Usahatani)
Berdasarkan hasil wawancara bersama petani dan penyuluh, ternyata hampir
semua petani di Kecamatan Bumiaji sudah mengikuti teknologi anjuran terutama
dalam penggunaan pupuk. Anggapan para petani bahwa semakin banyak
menggunakan pupuk dan pestisida maka akan diperoleh hasil yang tinggi.
30

Namun disini yang menjadi masalah utama adalah penerapan pupuk kimia yang
berlebihan serta belum timbul keinginan petani untuk menggunakan pupuk
organik di lapangan sehingga residu kimia dapat ditekan seminimal mungkin yang
pada akhirnya menghasilkan sistem pertanian yang ramah lingkungan dan produk
makanan yang sehat dan aman.
Di sisi lain, ditinjau dari aspek pengetahuan secara umum petani di
Kecamatan Bumiaji belum memahami dan melaksanakan secara benar tentang
kapan waktu yang tepat dan bagaimana cara penanganan pascapanen Jagung
Manis, sehingga petani tidak banyak mengalami kehilangan hasil dan penyusutan
akibat penanganan pascapanen yang terlambat. Hal ini dapat dilihat dari hasil
panen yang dijual di pasaran terdekat dimana kondisi Jagung Manis yang sudah
mulai susut, rusak dan secara visual kurang menarik karena kesalahan penanganan
pascapanen, yang akan berdampak pada penurunan harga jagung manis tersebut.
Oleh sebab itulah, maka perlu dilakukan suatu pembenahan sikap petani melalui
suatu kegiatan penyuluhan secara langsung lewat metode demonstrasi cara.
3. Subsistem Agroindustri (Pengolahan Hasil)
Untuk jagung manis, subsistem agroindustri belum begitu banyak dilakukan
petani, sebab jagung merupakan bahan pangan yang dapat dikonsumsi secara
langsung. Usaha pengolahan hasil Jagung Manis yang dilakukan merupakan
suatu upaya untuk mendapatkan nilai tambah (value added) dari adanya materi
mengenai produk olahan Jagung Manis.
Pada umum para petani di Kecamatan Bumiaji pun belum mengenal secara
luas tentang teknik pengolahan hasil jagung manis seperti Susu Jagung Manis,
Dodol Jagung Manis dan lain-lain, sehingga pendapatan mereka sangat terbatas
karena hanya diperoleh dari hasil penjualan Jagung Manis segar dengan harga
berkisar rata-rata per Rp.2.000 – Rp.2.500/kg untuk di petani, sekalipun kawasan
Kota Batu banyak termasuk kawasan industri pengolahan hasil seperti industri
pengolahan apel menjadi kripik.
Hal ini terbukti bahwa di sekitar kawasan Kecamatan Bumiaji tidak
ditemukan adanya industri dan produk olahan Jagung Manis baik industri dalam
skala besar maupun industri dalam rumah tangga. Kondisi seperti ini memerlukan
upaya pengolahan hasil untuk memberi tambahan pada petani dalam peningkatan
daya saing produk pertanian.
4. Subsistem Agroniaga (Pemasaran)
31

Peranan lembaga pemasaran sangat besar dalam suatu kegiatan usaha dan
sebagai salah satu kunci keberhasilan dari agribisnis yaitu adanya jaminan pasar
yang sangat menentukan kelangsungan usaha tersebut. Resiko yang tinggi pada
produk Jagung Manis yaitu mudah rusak, mudah menurun baik secara kualitas
maupun kuantitasnya, dan fluktuasi harga yang cepat berubah sehingga dalam
budidaya Jagung Manis perlu adanya perhitungan yang matang tentang pasar
terutama adanya jaminan pasar dan kontrak pemasaran.
Untuk memulai suatu kegiatan pertanian, hampir separuh petani di
Kecamatan Bumiaji meminjam modal dari tengkulak yang dianggap mampu
bekerjasama, dengan persyaratan petani harus menjual kembali hasil pertanian
mereka kepada tengkulak yang bersangkutan dengan harga yang ditentukan oleh
tengkulak. Dengan demikian kesepakatan ini tentu saja sangat merugikan petani.
Permasalahan mendasar juga ditemui ketika mewawancarai petani, dimana
setiap petani rata-rata menjual produk pertaniannya dalam bentuk segar tnpa ada
pengolahan lebih lanjut, sehingga keuntungan yang diterima petani sangat minim.
Berdasarkan pertimbangan di atas, solusi yang tepat yakni perlu dilakukan
penyuluhan kepada para petani tentang cara menyikapi hal ini dan tentunya
dengan dukungan dari lembaga pemasaran yang ada dan pihak-pihak terkait
terhadap produk Jagung Manis yang akan dipasarkan.
5. Jasa-jasa pendukung lainnya
Selain ke empat subsistem yang ada dalam agribisnis Jagung Manis di atas,
keterlibatan lembaga penunjang sebagai jasa pendukung merupakan faktor yang
cukup penting untuk mendukung kegiatan agribisnis Jagung Manis. Untuk
mengetahui keterlibatan lembaga pendukung agribisnis Jagung Manis yang ada di
Kecamatan Bumiaji dilakukan metode wawancara kepada para petani yang ada,
pengurus kelompoktani, petugas pertanian (PPL), aparat kecamatan, aparat desa,
dan asosiasi LSM.
Di sisi lain pola kemitraan yang dibangun oleh petani di Kecamatan Bumiaji
tidak mampu dijalankan secara baik. Hal ini terbukti dari tidak adanya kerjsama
antara petani dengan lembaga ekonomi lainnya seperti Bank, sehingga
peminjaman modal untuk usaha mereka hanya diterima dari bantuan pemerintah
setempat dan pinjaman dari tengkulak. Untuk itu perlu adanya sosialisasi kepada
petani tentang pentingnya pola kemitraan dengan lembaga ekonomi lainnya,
32

sehingga petani mampu bekerjasama dengan mereka dalam mendukung usaha


pertaniannya.
Pada pemberdayaan subsistem agroproduksi (penanganan pascapanen) dan
subsistem agroindustri (pengolahan hasil Jagung Manis), dilakukan melalui
pendekatan individu dan kelompok. Untuk lebih memantapkan pemberdayaan ini
digunakan kombinasi metode mengingat tidak ada satupun metode yang efektif
dan efisien dalam penyuluhan. Metode yang digunakan yaitu diskusi, tanya
jawab, wawancara, ceramah, demonstrasi cara, demonstrasi hasil, dan anjangsana.
Kegiatan penyuluhan pada pemberdayaan subsistem ini mengenai pengertian,
manfaat, dan cara melakukan penanganan pascapanen dan pengolahan hasil
Jagung Manis dengan tujuan dan harapan dapat memberikan nilai tambah (value
added) dan meningkatkan nilai jual produk jagung manis di pasaran sehingga
produk dapat bersaing dengan produk sejenis ataupun substitusinya. Selain itu,
untuk lebih meyakinkan pada pemberdayaan ini dilakukan juga analisa finansial
untuk mengetahui besarnya keuntungan dari adanya kegiatan penanganan
pascapanen dan pengolahan hasil setelah dilakukan penyuluhan kepada kelompok
wanita tani (KWT), sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan komoditas
Jagung Manis di Kecamatan Bumiaji.
Metode Kajian
a. Mengukur tingkat pengetahuan ibu tani sebanyak 30 orang serta mengukur
tingkat keterampilan sebanyak 12 orang (30 %) dari jumlah angggota
Kelompok Ibu PKK Melati sebanyak 40 orang dalam penanganan pascapanen
dan pengolahan hasil Jagung Manis.
b. Menguji Organoleptik hasil olahan Jagung Manis dalam kemasan yang
berbeda selama beberapa waktu tanpa menggunakan uji statistik dengan 3
kriteria pengamatan, yaitu :
➢ Kondisi fisik : penampakan fisual, warna, tektur, bentuk dll
➢ Perubahan rasa
➢ Perubahan aroma
33

Pemberdayaan Kelompoktani
Secara umum ada 3 fungsi dari kelompoktani yaitu sebagai kelas belajar
bagi petani, sebagai unit produksi usahatani, dan sebagai wahana kerjasama antar
anggota kelompok dan antar kelompok dengan pihak lain.
Ke-3 fungsi kelompoktani di atas telah dijalankan oleh kelompok tani
yang ada di Kota Batu, hal ini terbukti dengan bertumbuh dan berkembangnya
kelompoktani sebanyak 150 kelompoktani. Selain itu kelompoktani tani yang
keberadaannya senantiasa berkembang jumlahnya, untuk meningkatkan jenjang
kelembagaannya telah terbentuk 9 Gabungan Kelompoktani (GAPOKTAN).
Secara khusus di Kecamatan Bumiaji memiliki 81 kelompoktani dengan jumlah
petani sebanyak 2.298 orang yang mengusahakan pertanian dan ternak.
Pemberdayaan kelompoktani merupakan kemampuan untuk mendorong
dan memotovasi seluruh anggota kelompoktani untuk menentukan sendiri apa
yang harus dilakukan sehingga dapat memperoleh dan memanfaatkan akses atas
sumberdaya yang penting serta mengatasi permasalahan yang dihadapi demi
terwujudnya kesejahteraan dan meningkatnya tingkat pendapatan.
Kelompoktani di Kecamatan Bumiaji merupakan kelompoktani yang
polivalen (petani yang mengusahakan lebih dari satu komoditi). Sasaran kegiatan
pemberdayaan adalah petani dan kelompoktani khususnya bagi petani jagung
manis. Pemberdayaan kelompoktani dilakukan pada kegiatan penyuluhan baik
secara individu maupun dengan melakukan pertemuan kelompok sehingga dapat
berjalan dengan lebih efisien.
Pemberdayaan kelompoktani difokuskan pada kelompok wanita tani
(KWT) di Kecamatan Bumiaji yang berhubungan erat dengan cara
mengoptimalkan pelayanan penyuluhan kelompoktani wanita dan keluarganya
dengan menggunakan kombinasi beberapa metode dengan tujuan dapat
meningkatkkan pengetahuan dan ketrampilan dalam hal penanganan pascapanen,
pengolahan hasil, dan fungsi kelompoktani.

HASIL DAN PEMBAHASAN


34

Potensi Wilayah
Keadaan Umum
Kecamatan Bumiaji merupakan kecamatan di Kota Batu yang memiliki
wilayah yang paling luas dibanding dengan kecamatan-kecamatan lain. Dengan
luas wilayah yang hampir mencapai dua per tiga dari seluruh wilayah Kota Batu,
Kecamatan ini memerlukan pengelolaan tersendiri.
Luas Kecamatan Bumiaji secara keseluruhan adalah sekitar 127,979 km2
atau sekitar 64,28 % dari total luas Kota Batu. Sebagai daerah yang topografinya
wilayah perbikitan, Kecamatan Bumiaji hingga saat ini belum sepenuhnya
dimafaatkan secara optimal.
Luas Lahan Berdasarkan Ekosistem
Pada tahun 2008 luas lahan di Kecamatan Bumiaji adalah 12.797,89 ha
yang terdiri dari lahan sawah 1.521,70 ha dan lahan bukan sawah 11.276, 10 ha
serta lahan untuk non pertanian seluas 974,00 ha.
Luas lahan menurut penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas Lahan Menurut Penggunaan di Kecamatan Bumiaji Kota Batu


Tahun 2008

Desa/Kelurahan Luas Sawah (ha) Luas Bukan Untuk Non


Sawah (ha) Pertanian (ha)
Pandanrejo 310,60 317,60 47,40

Bumiaji 212,00 632,80 45,80

Bulukerto 106,00 901,00 124,50

Gunung Sari 227,30 461,00 122,40

Punten 66,00 179,70 60,00

Tulungrejo 212,30 6.811,60 386,20

Sumbergondo 84,20 1.295,00 45,80

Giripurno 303,30 677,30 141,90


Kecamatan Bumiaji 1.377,12 1.521,10 11.276,90

Sumber : BPS Kota Batu, 2008


Dari Tabel 2 di atas, terlihat bahwa luas lahan yang digunakan adalah
12.797,89 ha. Luas lahan ini terbagi menjadi 3 yaitu digunakan untuk lahan
35

sawah seluas 1.377,12 ha, lahan bukan sawah 1.521,10 ha, dan lahan non
pertanian seluas 11.276,90 ha.
Tanaman pangan dan hortikultura yang merupakan komoditas utama yang
ditanam dibeberapa lahan tersebut adalah Padi Sawah, Jagung Manis, Ubi Jalar,
Ubi Kayu, Kacang Tanah, dan tanaman sayur-sayuran.
Sektor perekonomian di Kecamatan Bumiaji masih didominasi oleh sektor
pertanian, hal ini dikarenakan wilayah Kecamatan Bumiaji sebagian besar adalah
wilayah pertanian. Akan tetapi sektor industri dan perdagangan juga berperan
dalam menjalankan roda ekonomi makro. Home industry terutama industri
pengolahan hasil pertanian cukup diminati oleh pelaku ekonomi masyarakat
Bumiaji. Banyak bertumbuhnya home industry pengolahan sari apel, jenang apel
hingga kripik apel seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Data Perusahaan Pengolahan Hasil di Kecamatan Bumiaji
36

Nama
No Pengusaha / Nama Produksi Produksi Alamat
Perusahaan

1. Kusuma Sari Apel 10.000 kg/th Jl. Imam Bonjol Atas


Agrowisata Kecamatan Bumiaji
Jenang Apel 10.000 kg/th

Cuka Apel 10.000 kg/th

2 Bagus Sari Apel 2.880 dos Dusun Banaran RT 1/RW 1


Agriseta
Jenang Apel 2.016 dos Desa Bumiaji
Mandiri

3. Gizi Food / H. Kripik Kentang 96.000 kg/th Jl. Raya Sidomulyo


Chotob

4. CV. Arjuna Kripik Ketela 8.000 kg/th Dusun Junggo


Flora Rambat

5. CV. Claudia Tahu Kedelai 55.000 kg Jl. Melati II RT 4 / RW 3

Desa Pesanggrahan

6. Agro Mandiri Kripik Apel 1.920 kg Dsn. Banaran RT 3 / RW 1


Bumiaji
Kripik Nangka 1.920 kg

7. CV. Maulya Kerupuk Ikan 15.000 kg Dsn.DadapanRT3/RW4


Ds.Pandanrejo

8. A. F Sari Apel 90.000 cup Dsn. Beru RT 2/ RW 6


Bumiaji
Jenang Apel 90.000 pak

9. Kaya Rasa Bumbu Pecel 4.500 kg Ds. Pandanrejo RT 20/ RW


11, Bumiaji

10. Arum Sari Sari Apel 6.600 dos Jl. Nanas Binangun RT 1
RW 9 Desa Bumiaji

Pemberdayaan Sistem Agribisnis


Kegiatan pemberdayaan sistem agribisnis dilakukan melalui kegiatan
penyuluhan pertanian kepada kelompok wanita tani dengan menggunakan metode
37

anjangsana, ceramah, diskusi, dan demonstrasi cara yang sebelumnya dilakukan


identifikasi dan menanyakan masalah apa yang sedang dihadapi petani dalam
usahataninya. Dengan menampung aspirasi petani maka penulis mengupayakan
membantu pemecahannya bersama-sama. Dalam hal ini penulis melibatkan
penyuluh pertanian, kepala desa, dan tokoh masyarakat yang berpengaruh di desa
setempat.
Kegiatan pemberdayaan sistem agribisnis yang dilaksanakan selama tugas
akhir selain pokok subsistem yang merupakan judul (agroproduksi pada
penanganan hasil, dan agroindustri pada pengolahan hasil), ditunjang juga oleh
beberapa subsistem agribisnis lainnya, mengingat kelima subsistem ini saling
berkaitan satu sama lain. Namun kegiatan pengkajian dan analisis secara
sederhana guna lebih memantapkan hasil kegiatan yang mudah-mudahan dapat
diaplikasikan oleh para petani hanya dilakukan fokus pada judul. Adapun
kegiatan dan analisis yang dilaksanakan pada masing-masing subsistem agribisnis
selama tugas akhir sebagai berikut.
1. Subsistem Agroinput (Sarana Produksi)
Dalam kegiatan ini penulis melakukan inventaris ketersediaan saprotan pada
kios-kios saprotan yang berada di Kecamatan Bumiaji khusunya Desa Pandanrejo
terutama dalam penggunaan benih Jagung Manis dan penggunaan jenis pupuk
organik dapat mengurangi residu kimia.
Penggunaan sarana produksi sangat berpengaruh terhadap kualitas dan
kuantitas produk yang akan dihasilkan. Pada subsistem agroinput ini adalah
ketersediaan pupuk organik belum banyak tersedia. Selain itu petani setempat
mengalami kesulitan dalam hal penanaman, terutama untuk menghasilkan jagung
manis yang baik, hal ini dikarenakan intesitas hujan yang terlalu tinggi sehingga
benih yang ditanam cepat busuk.
Petani di Desa Pandanrejo, menggunakan benih yang bersertifikat, hal ini
dikarenakan pengadaan benih jagung manis tidak dapat dilakukan sendiri sebab
benih jagung manis memiliki status sebagai jagung hibrida (hasil hibridisasi
antara Tipe Dent dan Tipe Flint), sehingga proses pengadaan benihnya hanya bisa
dilakukan oleh pemulia tanaman.
Di samping kondisi di atas, yang kini menjadi salah satu persoalan utama
yakni adanya kelangkaan pupuk kimia bagi petani di Desa Pandanrejo. Biasanya
para petani di Desa Pandanrejo, selalu mendapat subsidi pupuk dari pemerintah
38

Kota Batu, namun karena sistem koordinasi yang kurang baik antara Dinas
Pertanian dan Pemeritah Kota Batu, menyebabkan adanya penimbunan pupuk dan
justru dijual ke desa lainnya. Akibatnya petani di Desa Pandanrejo mengalami
kekurangan pupuk sehingga berdampak pada usahatani mereka.
Kegiatan dalam upaya pengembangan subsistem ini adalah melakukan
kegiatan penyuluhan kepada petani Jagung Manis yang berada di Desa Bumiaji
dalam penggunaan saprotan bermutu. Metode yang digunakan berupa metode
diskusi dan tanya jawab. Untuk mencapai keberhasilan dalam penggunaan
saprotan bermutu perlu adanya kerjasama antara petani dan lembaga penyedia
saprotan seperti KUD dan kios-kios saprodi lainnya.
Untuk memperoleh benih bermutu dan pupuk, petani di Desa Pandarejo bisa
diperoleh dari KUD terdekat yakni KUD “Suka Tani” yang sudah sejak lama
berdiri dan mampu menyediakan semua sarana produksi pertanian dengan harga
yang terjangkau sehingga petani tidak lagi harus mencari saprotan ke Kota Batu.
Sedangkan untuk masalah kelangkaan pupuk bersubsidi, penulis menyarankan
kepada petani agar selau berkomunikasi dengan penyuluh, sehingga penyuluh itu
sendiri mampu menyampaikan permasalahan ini ke Dinas Pertanian Kota Batu
agar sesegera mungkin diambil suatu tindakan pemecahan yang tepat. Dan
permasalahan ini sudah mulai ditanggulangi oleh Dinas Pertanian Kota Batu,
dimana subsidi pupuk untuk petani di Desa Pandanrejo bisa diterima berkat
kerjasama dengan salah satu pemiliki kios saprodi di Kecamatan Bumiaji.
2. Subsistem Agroproduksi (Usahatani)
Subsistem agroproduksi merupakan suatu rangkaian kegiatan proses produksi
yang terdiri atas kegiatan-kegiatan mulai dari persiapan lahan, penanaman,
pemeliharaan (penyiangan, penggemburan, pemupukan, dan pengendalian hama
dan penyakit), penanganan pascapanen dan panen.
Berdasarkan informasi dari Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), observasi
lapangan dan dari data-data sekunder yang diperoleh, petani yang berada di
Kecamatan Bumiaji khususnya di Desa Pandanrejo mempunyai anggapan bahwa
semakin banyak menggunakan pupuk dan pestisida maka akan diperoleh hasil
yang tinggi. Pada kegiatan tugas akhir ini, penulis bekerjasama dengan salah
seorang rekan mahasiswa yang mengambil judul tugas akhirnya aplikasi pupuk
dan pestisida organik pada tanaman tomat untuk sama-sama memberikan materi
39

penyuluhan dan demonstasi cara tentang pembuatan pupuk cair organik dan
pengapilkasiannya pada tanaman Jagung Manis.
Pembuatan pupuk cair organik ini menggunakan bahan dasar berupa sampah
daun, molase air kelapa dan air cucian beras yang diperam selama ± 1 minggu.
Proses pembuatan pupuk cair organik ini dilaksanakan pada tanggal 18 April 2009
yang bertempat di lahan milik kelompoktani Musyawarah Tani II. Dengan
demikian petani diharapkan mau dan mampu menerapkan pemupukan sesuai
dengan anjuran dengan harapan tingkat residu kimia dapat ditekan seminimal
mungkin sehingga akan memperoleh sistem pertanian yang ramah lingkungan dan
produk makanan sehat dan aman.
Selain permasalahan rendahnya aplikasi penggunanaan pupuk dan pestisida
organik yang ditemukan di lapangan, yang menjadi sorotan penulis juga adalah
penanganan pascapanen yang kurang tepat dari petani di Desa Pandanrejo
sehingga banyak kehilangan hasil.
Untuk mengatasi hal ini penulis melakukan kegiatan penyuluhan melalui
diskusi dan demonstrasi langsung di salah satu petani pengumpul Jagung Manis.
Materi penyuluhan mengenai kegiatan penanganan pascapanen Jagung Manis
mulai tahapan sortasi dan grading, pengkelasan, pembersihan kelobot,
pengemasan yang baik.
Selain pemberian materi, penulis juga mengambil sampel petani sebanyak 30
orang untuk mengukur tingkat pengetahuan dan keterampilan yang hasilnya dapat
dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Awal dan Akhir Aspek Pengetahuan


Penanganan Pascapanen Jagung Manis di Desa Pandanrejo
Kecamatan Bumiaji

No. Responden Pre Test Post Test Kenaikan (D)


(D - D) (D - D)2

1. Wariani 3.0 8.2 5.2 1.33 1.7689

2. Liswati 3.0 7.6 4.6 0.63 0.3969

3. Suciati 4.0 8.2 4.2 0.33 0.1089

4. Juati 5.0 8.6 3.6 -0.37 -0.1369

0.39669
40

5. Sunarmi 4.0 8.6 4.6 0.63 -0.7569

6. Ina 5.0 8.0 3.0 -0.87 1.2769

7. Marni 3.0 8.0 5.0 1.13 1.7689

8. Pinarah 4.0 9.2 5.2 1.33 -0.2209

9. Wasiani 5.0 8.4 3.4 -0.47 -0.7569

10. Hartatik 6.0 9.0 3.0 -0.87 0.1849

11. Susmiati 4.0 8.4 4.4 0.43 -0.0049

12. Yayuk 4.0 7.8 3.8 -0.07 -0.7569

13. Dwi Sudarmi 4.0 7.0 3.0 -0.87 -0.0289

14. Winarsih 5.0 8.8 3.8 -0.17 0.6889

15. Wasitah 3.0 7.8 4.8 0.83 -0.7569

16. Rina 5.0 8.0 3.0 -0.87 -0.1369

17. Sukatini 5.0 8.4 3.4 -0.37 1.0609

18. Junarni 4.0 8.4 4.4 1.03 -1.1449

19. Siti 5.0 7.8 2.8 -1.07 0.5329

20. Agustinah 4.0 8.6 4.6 0.73 -0.1369

21. Tinin 5.0 8.4 3.4 -0.37 -0.9409

22. Kiki Anita 5.0 8.4 3.4 -0.97 -0.7569

23. Liswati 4.0 7.0 3.0 -0.87 0.7569

24. Widayati 4.6 7.6 3.0 -0.87 -0.1369

25. Imas 5.0 8.6 3.6 -0.37 -0.1369

26. Likah 5.6 9.0 3.4 -0.37 1.0609

27. Puji Asih 3.0 7.8 4.8 1.03 0.3969

28. Abiek 3.6 8.0 4.4 0.63 0.5329

29 Tutik 4.0 8.6 4.6 0.73 -0.7569

30. Eni 5.6 8.4 2.8 -0.87

Jumlah 130.4 246.6 116.2 3.3659

Rata-rata 4.34 8.22 3.87

1. Catatan : Responden yang digunakan dijadikan responden tetap untuk setiap


41

kali kegiatan penyuluhan dari masing-masing materi


2. Perhitungan :
Ho diterima apabila : - 2,045 ≤ t ≤ 2,045
Ho ditolak apabila : t > 2,045 atau t < - 2,045
D = ∑ D/n = 116.2/30 = 3.87
SD = √ (D – D)2 / (n – 1)
= √ 3.3659/29
= √0.1160
= 0.34
t hitung = D/(SD/√ n)
= 3.87 / (0.34/√30)
= 3.87 / 0.34/5,47)
= 3.87 / 0.06
= 64.5
Dari Tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu tani dalam
penanganan pascapanen Jagung Manis sangat rendah dengan nilai 4.33 akan
tetapi setelah dilakukan pembinaan, pengetahuan ibu tani menjadi meningkat
menjadi baik dengan nilai 8.21, kenaikan yang diperoleh adalah 3.87 sehingga
diperoleh t hitung sebesar 64.5. Maka diambil kesimpulan bahwa nilai t = 64.5 >
2.045, sehingga Ho ditolak.
Ini berarti bahwa ada perbedaaan proporsi pengetahuan ibu tani tentang
penanganan pascapanen Jagung Manis sebelum dan sesudah penyuluhan. Kondisi
seperti ini bisa dicapai karena hampir sebagian besar ibu tani di Desa Pandanrejo
benar-benar aktif dalam mengikuti setiap kegiatan dalam penanganan pascapanen
apalagi didukung oleh faktor keluarga dimana 95% adalah petani Jagung Manis.
Untuk lebih jelasnya tersaji pada Gambar 2.
42

Gambar 2. Grafik Evaluasi Awal dan Akhir aspek Pengetahuan


Penanganan Pascapanen Jagung Manis
Berdasarkan Gambar 2 di atas maka dapat diketahui bahwa setelah
dilakukan kegiatan penyuluhan, pengetahuan ibu tani tentang penanganan
pascapanen Jagung Manis rata-rata meningkat ke arah baik. Hasil post test
tertinggi diperoleh Ibu Pinarah dengan nilai 9.2, karena beliau merupakan salah
satu petani yang menjadi petani pengumul, sedangkan hasil post test terendah
diperoleh Ibu Dwi Sudarmi dan Ibu Liswati dengan nilai 7.0, karena memang ke
dua ibu ini bukan merupakan petani Jagung Manis namun hanya sebagai buruh
tani. Sedangkan evaluasi keterampilan penanganan pascapanen Jagung Manis
tersaji pada Tabel 5.
Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Awal dan Akhir Aspek Keterampilan
Penanganan Pascapanen Jagung Manis di Desa Pandanrejo
Kecamatan Bumiaji

No. Responden Pre Test Post Test Kenaikan (D)


(D - D) (D - D)2

1. Wariani 3.6 8.2 4.6 0.07 0.0049

2. Liswati 3.0 8.8 5.8 1.27 1.6129

3. Suciati 4.0 8.2 4.2 -0.33 -0.1089

4. Juati 4.6 8.8 4.2 -0.33 -0.1089

5. Sunarmi 4.0 8.6 4.6 0.07 0.0049

6. Ina 3.4 8.6 5.2 0.67 0.4489

7. Marni 5.0 9.2 4.2 -0.33 -0.1089

8. Pinarah 4.6 8.4 4.2 -0.33 -0.1089

9. Wasiani 3.4 7.8 4.4 -0.13 -0.0169

10. Hartatik 4.0 8.0 4.0 -0.53 -0.2809

11. Susmiati 5.0 9.0 5.0 0.47 0.2209

12. Yayuk 4.4 8.8 4.4 -0.13 -0.0169


43

Jumlah 49 103.4 54.4 1.5422

Rerata 4.08 8.61 4.53

Keterangan : berbeda nyata α 5% = 2, 201


a. Catatan : Responden yang digunakan dijadikan responden tetap untuk setiap
kali kegiatan penyuluhan dari masing-masing materi
b. Perhitungan :
Ho diterima apabila : - 2.201 ≤ t ≤ 2.201
Ho ditolak apabila : t > 2.201 atau t < - 2.201
D = ∑ D/n = 54.4/12 = 4.53
SD = √ (D – D)2 / (n – 1)
= √ 1.5422/11
= √0.1402
= 0.37

t hitung = D/(SD/√ n)
= 4.53 / (0.37 / √12)
= 4.53 / 0.37 / 3.46)
= 4.53 / 0.10
= 45.3
Berdasarkan hasil evaluasi pada Tabel 5 di atas, terlihat adanya
peningkatan keterampilan ibu tani secara keseluruhan dari nilai 4.08 menjadi 8.61
ada kenaikan sebesar nilai 4.53. sehingga diperoleh t hitung sebesar 45. Maka
diambil kesimpulan bahwa nilai t = 45.3 > 2.201, sehingga Ho ditolak.
Ini berarti bahwa ada perbedaaan proporsi keterampilan ibu tani tentang
penanganan pascapanen jagung manis sebelum dan sesudah penyuluhan. Kondisi
seperti ini bisa dicapai karena memang semua responden sangat aktif mengikuti
kegiatan penyuluhan di samping keterampilan yang dimiliki oleh masing masing
responden. Untuk lebih jelasnya tersaji pada Gambar 3.
44

Gambar 3. Grafik Evaluasi Awal dan Akhir Aspek Keterampilan


Penanganan Pascapanen Jagung Manis

Dari Gambar 3 di atas, terlihat jelas bahwa nilai post test tertinggi
diperoleh Ibu Marni dengan nilai sebesar 9.2 dan nilai terendah diperoleh Ibu
Wasiani dengan nilai sebesar 7.8. Kondisi seperti ini bisa diperoleh masing-
masing responden karena memang tingkat pendidikan mereka berbeda satu sama
lain.
Ibu Marni bisa memperoleh nilai tertinggi dikarenakan tingkat
pendidikannya lebih tinggi (SLTP) jika dibandingkan dengan Ibu Wasiani. Selain
itu juga faktor umur dari masing-masing responden juga mempengaruhi tingkat
penyerapan dan adopsi yang diterima.
1. Subsistem Agroindustri (Pengolahan Hasil)
Pengolahan hasil pertanian merupakan komponen ke dua dalam agribisnis
setelah komponen produksi pertanian. Banyak petani yang tidak melakukan
pengolahan hasil. Dalam pengolahan hasil sangat penting karena dapat
meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan keterampilan produsen dan
meningkatkan pendapatan produsen. Tujuan pelaksanaan kajian sistem
agroindustri ini sistem agroindustri ini untuk mengetahui pengolahan Jagung
Manis layak diusahakan di Desa Pandanrejo sesuai dengan pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki masyarakat setempat.
Kenyataan dilapangan para petani Jagung Manis yang berada di Desa
Pandanrejo sama sekali belum melakukan pengolahan hasil Jagung Manis.
Permasalahan utama yang dihadapi petani Jagung Manis adalah keterbatasan
pengetahuan, keterampilan serta modal yang dibutuhkan dalam melakukan
pengolahan Jagung Manis. Selain itu pula Jagung Manis sudah terbiasa dijual
dalam bentuk segar tanpa harus melakukan penanganan lebih lanjut lagi. Harga
Jagung Manis di petani hanya mencapai Rp.2.000/kg apalagi disaat panen
45

bersamaan dengan petani lainnya sekalipun kawasan Kota Batu termasuk kawasan
industri pengolahan hasil seperti industri pengolahan apel menjadi kripik.
Hal ini terbukti bahwa di sekitar kawasan Kecamatan Bumiaji tidak ditemukan
adanya industri dan produk olahan jagung manis baik industri dalam skala besar
maupun industri dalam rumah tangga. Kondisi seperti ini memerlukan upaya
pengolahan hasil untuk memberi tambahan pada petani dalam peningkatan daya
saing produk pertanian.
Pelaksanaan subsistem agroindustri pada kegiatan tugas akhir ini adalah
pengolahan Jagung Manis dengan membuat Tortilla Chips, Susu Jagung Manis,
Dodol Jagung Manis, dan Tape Jagung Manis. Sasaran kegiatan pengolahan hasil
ini adalah Kelompok Wanita Tani Musyawarah Tani I, Sumber Tani dan Pangestu
yang tergabung dalam Kelompok Ibu PKK Melati Desa Pandanrejo.
Kegiatan pengolahan hasil dapat berjalan dengan baik dikarenakan adanya
dukungan dari aparat desa dan juga para PPL yang ada di Kecamatan Bumiaji.
1. Susu Jagung Manis
Hasil evaluasi pengetahuan mengenai pembuatan Susu Jagung Manis dari
sampel sebanyak 30 orang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Awal dan Akhir Aspek Pengetahuan
Pambuatan Susu Jagung Manis di Desa Pandanrejo, Kecamatan
Bumiaji

No. Responden Pre Test Post Test Kenaikan (D)


(D - D) (D - D)2

1. Wariani 5.0 9.0 4.0 -0.31 -0.0961

2. Liswati 4.0 8.2 4.2 -0.11 -0.0121

3. Suciati 5.0 9.4 4.4 0.09 0.0081

4. Juati 4.0 8.2 4.2 -0.11 -0.0121

5. Sunarmi 4.0 8.6 4.6 0.29 0.0841

6. Ina 3.0 8.0 5.0 0.69 0.4761

7. Marni 3.0 8.4 5.4 1.09 1.1881

8. Pinarah 4.0 8.8 4.8 0.49 0.2401

9. Wasiani 3.0 8.0 5.0 0.69 0.4761

10. Hartatik 4.0 8.8 4.8 0.49 0.2401

11. Susmiati 5.0 8.8 3.8 -0.51 -0.2601


46

12. Yayuk 3.0 8.0 5.0 0.69 0.4761

13. Dwi Sudarmi 5.0 8.4 3.4 -0.91 -0.8281

14. Winarsih 4.0 8.0 4.0 -0.31 -0.0961

15. Wasitah 5.0 9.2 4.2 -0.11 -0.0121

16. Rina 4.6 8.4 3.8 -0.51 -0.2601

17. Sukatini 4.0 8.8 4.8 0.49 0.2401

18. Junarni 5.4 9.4 4.0 -0.31 -0.0961

19. Siti 5.0 8.4 3.4 -0.91 -0.8281

20. Agustinah 5.0 9.8 4.8 0.49 0.2401

21. Tinin 4.0 8.4 4.4 0.09 0.0081

22. Kiki Anita 5.0 8.6 3.6 -0.71 -0.5041

23. Liswati 3.0 8.6 5.6 1.29 1.6641

24. Widayati 3.4 7.6 4.0 -0.31 -0.0961

25. Imas 3.6 8.6 5.0 0.69 0.4761

26. Likah 5.0 8.4 3.4 -0.91 -0.8281

27. Puji Asih 4.0 8.6 4.6 0.29 0.0841

28. Abiek 5.0 9.0 4.0 -0.31 -0.0961

29 Tutik 5.4 8.8 3.4 -0.91 -0.8281

30. Eni 4.0 8.0 4.0 -0.31 -0.0961

Jumlah 127.4 257 129.5 0.952

Rerata 4.26 8.56 4.31

1. Catatan : Responden yang digunakan dijadikan responden tetap untuk setiap


kali kegiatan penyuluhan dari masing-masing materi

2. Perhitungan :
Ho diterima apabila : - 2,045 ≤ t ≤ 2,045
Ho ditolak apabila : t > 2,045 atau t < - 2,045
D = ∑ D/n = 129.5/30 = 4.31
47

SD = √ (D – D)2 / (n – 1)
= √ 0.952 / 29
= √0.0328
= 0.18
t hitung = D/(SD/√ n)
= 4.31 / (0.18 / √30)
= 4.31 / 0.18 / 5.47)
= 4.31 / 0.03
= 143.33
Dari Tabel 6 di atas dapat diketahui bahwa pengetahuan petani dalam
pembuatan Susu Jagung Manis sangat rendah dengan nilai 4.26 akan tetapi
setelah dilakukan pembinaan, pengetahuan petani menjadi meningkat menjadi
baik 8.56, kenaikan yang diperoleh adalah 4.31 sehingga diperoleh t hitung
sebesar 216. Maka diambil kesimpulan bahwa karena nilai t = 143.33 > 2.045,
maka Ho ditolak. Ini berarti bahwa ada perbedaaan proporsi pengetahuan petani
tentang pembuatan Susu Jagung Manis sebelum dan sesudah penyuluhan. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Evaluasi awal dan Evaluasi AkhirAspek Pengetahuan


Pembuatan Susu Jagung Manis
Berdasarkan Gambar 4 di atas maka dapat diketahui bahwa dalam
pembuatan susu jagung manis setelah dilakukan kegiatan penyuluhan,
pengetahuan petani sasaran rata-rata menjadi meningkat ke arah baik. Hasil Post
Test tertinggi diperoleh Ibu Agustinah dengan nilai sebesar 9.8, sedangkan hasil
Post Test terendah diperoleh Ibu Widayati dengan nilai sebesar 7,6. Namun
48

secara umum rata-rata nilai dari semua responden berada di atas 8.0, karena
keaktifan dan keterampilan yang tinggi dalam mengadopsi materi yang diberikan.
Selain aspek pengetahuan yang diukur, penulis juga melakukan evaluasi
terhadap responden wanitatani untuk mengukur tingkat keterampilan sebanyak 12
orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Awal dan Akhir Aspek Keterampilan
Pembuatan Susu Jagung Manis di Desa Pandanrejo

Kenaikan
No. Responden Pre Test Post Test (D - D) (D - D)2
(D)

1. Wariani 4.0 8.2 4.2 -0.15 -0.0225

2. Liswati 3.0 8.6 5.6 1.25 1.5625

3. Suciati 4.6 8.8 4.2 -0.15 -0.0225

4. Juati 4.0 8.6 4.6 0.25 0.0625

5. Sunarmi 3.0 8.8 5.8 1.45 2.1025

6. Ina 3.4 8.6 5.2 0.85 0.7225

7. Marni 5.4 8.2 2.8 -1.55 -2.4025

8. Pinarah 5.0 8.6 3.6 -0.75 -0.5625

9. Wasiani 4.4 7.8 3.4 -0.95 -0.9025

10. Hartatik 4.0 8.0 4.0 -0.35 -0.1225

11. Susmiati 3.4 7.8 4.4 0.05 0.0025

12. Yayuk 4.6 9.0 4.4 0.05 0.0025

Jumlah 48.8 101 52.2 0.42

Rerata 4.06 8.41 4.35

Keterangan : berbeda nyata α 5% = 2.201


a. Catatan : Responden yang digunakan dijadikan responden tetap untuk setiap
kali kegiatan penyuluhan dari masing-masing materi.
b. Perhitungan :
Ho diterima apabila : - 2.201 ≤ t ≤ 2.201
Ho ditolak apabila : t > 2.201 atau t < - 2.201
49

D = ∑ D/n = 52.2/12 = 4.35


SD = √ (D – D)2 / (n – 1)
= √ 0.42/11
= √0.0381
= 0.19
t hitung = D/(SD/√ n)
= 4.35 / (0.19 / √12)
= 4.35 / 0.19 / 3.46)
= 4.35 / 0.05
= 87
Berdasarkan hasil evaluasi pada Tabel 7 di atas, terlihat adanya
peningkatan keterampilan petani secara keseluruhan dari 4.06 menjadi 8.41 ada
kenaikkan nilai sebesar 4.35. sehingga diperoleh t hitung sebesar 71.83. Karena
nilai t hitung 87 > 2.201 maka Ho ditolak.
Berarti Ada perbedaaan proporsi keterampilan petani tentang pembuatan
Susu Jagung Manis sebelum dan sesudah penyuluhan. Dari Tabel 7 di atas
terlihat jelas bahwa nilai post test tertinggi diperoleh Ibu Yayuk dengan nilai
sebesar 9.0 dan nilai post test terendah diperoleh Ibu Wasiani dengan nilai 7.8.
Perbedaaan nilai seperti ini mungkin didasarkan pada tingkat pendidikan yang
berbeda antara Ibu Yayuk dan Ibu Wasiani. Hal ini berarti bahwa dengan
dilaksanakan kegiatan pembinaan pembuatan Susu Jagung Manis dapat
meningkatkan keterampilan Kelompok Wanita Tani sasaran. Untuk lebih jelasnya
tersaji pada Gambar 5.
50

Gambar 5. Grafik Evaluasi Awal dan Akhir Aspek Keterampilan Pembuatan


Susu Jagung Manis
Dalam proses pembuatan susu Jagung Manis ini, banyak keuntungan yang
bisa diperoleh mulai dari proses penyiapan bahan hingga sampai kepada proses
pemasaran. Bahan pembuatan susu Jagung Manis mudah diperoleh setiap
petani/wanitatani karena merupakan salah satu jenis komoditi yang diusahakan di
Desa Pandanrejo Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Dari segi harga, komoditas
Jagung Manis sangat memprihatinkan, dimana di tingkat petani Jagung Manis
dijual hanya seharga Rp.2.000/kg. Oleh karena itu melalui pembuatan susu
Jagung Manis ini merupakan salah satu cara yang tepat untuk meningkatkan
pendapatan keluarga tani.
Apabila ibu-ibu tani membuat Susu Jagung Manis dengan menggunakan
bahan baku Jagung Manis sebanyak 5 kg/hari, maka akan diperkirakan total biaya
yang dibutuhkan adalah Rp. 75.329,2 dengan memperoleh penerimaan dari hasil
produk sebesar Rp. 125.000 sehingga keuntungan yang diperoleh adalah sebesar
Rp. 49.670,8. Dari jumlah Jagung Manis 5 kg/hari dapat menghasilkan 50 cup
(200 ml) Susu Jagung Manis dan dapat dijual seharga Rp.2.500/gelas akan lebih
menguntungkan jika dibandingkan dengan menjual Jagung Manis dalam bentuk
segar (Lampiran 2).
Dilihat dari análisis kelayakan usaha susu Jagung Manis R/C analisisnya
adalah sebesar Rp.1.65,. Artinya dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp.1,00

akan diperoleh penerimaan sebesar Rp.1.65 (Lampiran 2).

Usaha Susu Jagung Manis dapat dilakukan oleh setiap petani/masyarakat


umum baik dari skala usaha kecil (home industry) hingga ke skala usaha besar
(perusahaan), mengingat semua kebutuhan produksi dapat diperoleh dengan
mudah. Oleh karena itu penjualan Susu Jagung Manis dapat dilakukan dimana
saja, mulai dari kios-kios kecil, di pasar-pasar tradisional maupun ke toko-toko
khusus produk hasil pengolahan. Di sisi lain harga yang mudah dijangkau dapat
menarik konsumen mulai dari kalangan ekonomi bawah, menengah hingga ke
kalangan ekonomi atas, sehingga terbuka bagi semua konsumen di daerah.
Dalam kegiatan Tugas Akhir ini, penulis juga melakukan pengujian
Organoleptik Susu Jagung Manis yang telah diolah dalam beberapa hari, seperti
pada Tabel 8.
51

Tabel 8. Pengujian Organoleptik Susu Jagung

Hari Kondisi Fisik


Perubahan Rasa Perubahan Aroma
Ke- Warna Tekstur Bentuk

I Kuning jagung Kental Antara sari jagung dan Manis, enak dan Masih terasa seperti

air masih menyatu masih terasa jagung susu jagung

Antara sari jagung dan Asam, manis, dan Beralkhohol tinggi


II Kuning jagung Kental,
air sudah terpisah beralkhohol dengan tekanan
membusuk
udara tinggi

Hasil pengujian Organoleptik Susu Jagung Manis sebagai berikut.


1. Pada kondisi fisik, warna Susu Jagung Manis pada hari pertama dan ke dua
tidak mengalami perubahan, namun perubahan terjadi pada teksturnya,
dimana Susu Jagung Manis mulai membusuk pada hari ke dua. Proses
pembusukan disebabkan karena adanya aktivitas mikroorganisme. Sedangkan
untuk bentuk juga mengalami perombakan yang semula antara sari Jagung dan
air menyatu menjadi terpisah pada hari ke dua.-
2. Susu Jagung Manis juga mengalami perubahan rasa yang semula terasa manis,
enak dan masih terasa jagung berubah menjadi asam, manis dan beralkhohol
pada hari ke dua.
3. Perubahan aroma terjadi pada hari ke dua dimana Susu Jagung Manis mulai
beralkhohol tinggi. Aroma alkhohol disebabkan karena adanya proses
fermentasi yang tekanan udara menjadi tinggi.
4. Kualitas Susu Jagung Manis hanya dapat bertahan selama 2 hari apabila
menggunakan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan penyimpanan tidak
dilakukan di dalam freesher/lemari pendingin
2. Dodol Jagung Manis
Hasil evaluasi yang dilakukan penulis dalam mengukur tingkat pengetahuan
pembuatan Dodol Jagung Manis dari Kelompok Ibu PKK Melati Desa
Pandanrejo dapat dilihat pada Tabel 9.
52

Tabel 9. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Awal dan Akhir Aspek Pengetahuan


Pambuatan Dodol Jagung Manis di Desa Pandanrejo.
No. Responden Pre Test Post Test Kenaikan (D)
(D - D) (D - D)2

1. Wariani 3.4 8.6 5.2 1.02 1.0404

2. Liswati 3.0 7.6 4.6 0.42 0.1764

3. Suciati 4.0 8.4 4.4 0.22 0.0484

4. Juati 5.0 9.0 4.0 -0.18 -0.0324

5. Sunarmi 4.6 7.6 3.0 -1.18 -1.3924

6. Ina 4.0 8.8 4.8 0.62 0.3844

7. Marni 3.0 8.8 5.8 1.62 2.6244

8. Pinarah 5.0 8.6 3.6 -0.58 -0.3364

9. Wasiani 4.0 8.0 4.0 -0.18 -0.0324

10. Hartatik 3.0 8.2 5.2 1.02 1.0404

11. Susmiati 4.4 8.4 4.0 -0.18 -0.0324

12. Yayuk 4.4 8.8 4.4 0.22 0.0484

13. Dwi Sudarmi 4.0 9.2 5.2 1.02 1.0404

14. Winarsih 5.0 9.0 4.0 -0.18 -0.0324

15. Wasitah 5.0 9.6 4.6 0.42 0.1764

16. Rina 4.0 8.2 4.2 0.02 0.0004

17. Sukatini 4.6 9.0 4.4 0.22 0.0484

18. Junarni 5.4 9.2 3.8 -0.38 -0.1444

19. Siti 5.0 9.6 4.6 0.42 0.1764

20. Agustinah 5.0 8.6 3.6 -0.58 -0.3364

21. Tinin 3.2 8.0 4.8 0.62 0.3844

22. Kiki Anita 5.0 8.4 3.4 -0.78 -0.6084

23. Liswati 4.6 7.8 3.2 -0.98 -0.9604

24. Widayati 4.0 8.4 4.4 0.22 0.0484

25. Imas 5.0 9.6 4.6 0.42 0.1764

-0.3364
53

26. Likah 5.0 8.6 3.6 -0.58 -0.9604

27. Puji Asih 4.0 7.2 3.2 -0.98 -0.0324

28. Abiek 5.0 9.0 4.0 -0.18 -1.3924

29 Tutik 5.6 8.6 3.0 -1.18 -0.0324

30. Eni 4.0 8.0 4.0 -0.18

Jumlah 131.2 256.8 125.6 0.752


Rerata 4.37 8.56 4.18

Keterangan : berbeda nyata α 5% = 2, 045


1. Catatan : Responden yang digunakan dijadikan responden tetap untuk setiap
kali kegiatan penyuluhan dari masing-masing materi
2. Perhitungan :
Ho diterima apabila : - 2,045 ≤ t ≤ 2,045
Ho ditolak apabila : t > 2,045 atau t < - 2,045
D = ∑ D/n = 125.6/30 = 4.18
SD = √ (D – D)2 / (n – 1)
= √ 0.752/29
= √0.0259
= 0.16
t hitung = D/(SD/√ n)
= 4.18 / (0.16/√30)
= 4.18 / 0.16/5.47)
= 4.18 / 0.02
= 209
Dari Tabel 9 di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa sasaran untuk
tingkat pengetahuan tentang pembuatan Dodol Jagung Manis masih rendah
dengan nilai 4.37 akan tetapi setelah dilakukan pembinaan mengenai pembuatan
dodol Jagung Manis, pengetahuan sasaran menjadi meningkat ke arah yang baik
dengan nilai yang diperoleh sebesar 8.56, terjadi kenaikan sebesar 4.18 sehingga
diperoleh hasil perhitungan untuk t hitung sebesar 209, karena t hitung (209) lebih
besar dari t tabel (2,045) maka Ho ditolak, artinya ada perbedaaan proporsi
pengetahuan petani tentang pembuatan Dodol Jagung Manis sebelum dan sesudah
penyuluhan. Untuk lebih jelasnya tersaji pada Gambar 6.
54

Gambar 6. Grafik Evaluasi Awal dan Akhir Aspek Pengetahuan Pembuatan


Dodol Jagung Manis
Berdasarkan Gambar 6 di atas dapat diketahui bahwa hasil post test
tertinggi diperoleh tiga orang ibu yakni Ibu Wasitah, Ibu Siti dan Ibu Imas (Ketua
Kelompok Ibu PKK Melati), dengan nilai 9.6, sedangkan hasil post test terendah
diperoleh Ibu Puji Asih dengan nilai 7.2 Namun secara garis besar semua ibu-ibu
yang tergabung dalam Kelompok Ibu PKK Melati sudah tergolong terampil dalam
pembuatan Dodol Jagung Manis, hal ini terlihat jelas masing-masing jawaban dan
nilai yang diperoleh
Selain mengukur tingkat pengetahuan responden tentang pembuatan Dodol
Jagung Manis, penulis juga melakukan evaluasi terhadap 12 orang anggota
Kelompok Wanita Tani Melati untuk mengetahui tingkat keterampilan seperti
pada Tabel 10.
Tabel 10. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Awal dan Akhir Aspek Keterampilan
Pembuatan Dodol Jagung Manis di Desa Pandanrejo

Kenaikan
No. Responden Pre Test Post Test (D - D) (D - D)2
(D)

1. Wariani 4.6 8.4 3.8 -0.44 -0.1936

2. Liswati 3.4 8.6 5.2 0.96 0.9216

3. Suciati 4.4 8.8 4.4 0.16 0.0256

4. Juati 4.6 8.6 4.0 -0.24 -0.0576

5. Sunarmi 4.0 8.6 4.6 0.36 0.1296


55

6. Ina 5.0 9.2 4.2 -0.04 -0.0016

7. Marni 5.4 9.2 3.8 -0.44 -0.1936

8. Pinarah 4.4 8.2 3.8 -0.54 -0.2916

9. Wasiani 4.0 8.4 4.4 0.16 0.0256

10. Hartatik 4.8 8.8 4.0 -0.24 -0.0576

11. Susmiati 4.2 9.2 5.0 -0.24 -0.0576

12. Yayuk 4.6 8.4 3.8 -0.44 -0.1936

Jumlah 53.5 104.4 50.9 0.0556

Rerata 4.45 8.7 4.24

Keterangan : berbeda nyata α 5% = 2, 201


1. Catatan : Responden yang digunakan dijadikan responden tetap untuk setiap
kali kegiatan penyuluhan dari masing-masing materi
2. Perhitungan :
Ho diterima apabila : - 2.201≤ t ≤ 2.201
Ho ditolak apabila : t > 2.201 atau t < - 2.201
D = ∑ D/n = 50.9/12 = 4.24
SD = √ (D – D)2 / (n – 1)
= √ 0.0556/11
= √0.0050
= 0.07
t hitung = D/(SD/√ n)
= 4.24 / (0.07 / √12)
= 4.24 / 0.07 / 3.46)
= 4.24 / 0.02
= 212
Kesimpulan : karena nilai t = 212 > 2.201 maka Ho ditolak. Berarti Ada
perbedaaan proporsi keterampilan Kelompok Ibu PKK tentang pembuatan Dodol
Jagung Manis sebelum dan sesudah penyuluhan.
Berdasarkan hasil evaluasi pada Tabel 10 di atas, terlihat adanya
peningkatan keterampilan petani secara keseluruhan dari 4.45 menjadi 8.7 ada
kenaikkan nilai sebesar 4.24. Hal ini berarti bahwa dengan dilaksanakan kegiatan
pembinaan pembuatan Dodol Jagung Manis dapat meningkatkan keterampilan
Kelompok Ibu PKK sasaran. Untuk lebih jelasnya tersaji pada Gambar 7.
56

Gambar 7. Grafik Evaluasi Aspek Keterampilan dalam Pembuatan Dodol


Jagung Manis
Dari Gambar 7 di atas, terlihat bahwa terjadi peningkatan keterampilan
yang sangat signifikan dari semua responden. Nilai post test tertinggi diperoleh
tiga orang ibu yakni, Ibu Ina, Ibu Marni, dan Ibu Susmiati. Hal ini dikarenakan
bahwa ke tiga ibu ini lebih banyak memiliki pengamalan dalam membuka usaha,
sebagai contoh mereka pernah dodol apel untuk dikonsumsi sendiri. Sedangkan
nilai post test terendah diperoleh Ibu Pinarah dengan nilai 8.2. Namun secara
umum, semua responden yang diambil sudah tergolong sangat terampil karena
rata-rata nilai di atas 8,0.

Dalam proses pengolahan Jagung Manis ini, banyak hasil olahan yang bisa
didapat seperti Dodol Jagung Manis sebagai salah satu tambahan pendapatan
keluarga petani. Selain Susu Jagung Manis, dodol pun merupakan hasil olahan
yang belum dikembangkan oleh masyarakat umum. Sama seperti Jagung Manis,
bahan utama mudah diperoleh petani/wanitatani karena merupakan salah satu
jenis komoditi yang diusahakan di Desa Pandanrejo Kecamatan Bumiaji, Kota
Batu.
Apabila ibu-ibu tani membuat dodol Jagung Manis dengan menghabiskan
biaya pengeluaran sebesar Rp 131.840 dan maka tidak menutup kemungkinan
akan memperoleh penerimaan dari hasil produk tersebut sebesar Rp. 150.000
sehingga keuntungan yang bisa diperoleh adalah sebesar Rp. 18.160. Dari jumlah
5 kg tepung Jagung yang digunakan per hari akan dapat menghasilkan 50 kotak
57

Dodol Jagung Manis dan dapat dijual seharga Rp.2.500/kotak lebih


menguntungkan jika dibandingkan dengan menjual Jagung Manis dalam bentuk
segar (Lampiran 3).
Dilihat dari análisis kelayakan usaha dodol Jagung Manis R/C analisisnya
adalah sebesar Rp.1.13,. Artinya dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp.1,00

akan diperoleh penerimaan sebesar Rp.1.13 (Lampiran 3).

Usaha Dodol Jagung Manis dapat dilakukan oleh setiap petani/masyarakat


umum baik dari skala usaha kecil (home industry) hingga ke skala usaha besar
(perusahaan), mengingat semua kebutuhan produksi dapat diperoleh dengan
mudah. Oleh karena itu penjualan Dodol Jagung Manis juga dapat dilakukan
dimana saja, mulai dari kios-kios kecil, di pasar-pasar tradisional maupun ke toko-
toko khusus produk hasil pengolahan. Di sisi lain harga yang mudah dijangkau
dapat menarik konsumen mulai dari kalangan ekonomi bawah, menengah hingga
ke kalangan ekonomi atas, sehingga terbuka bagi semua konsumen di daerah.
Dalam kegiatan Tugas Akhir ini, penulis juga melakukan pengujian
Organoleptik terhadap Dodol Jagung Manis yang dalam kemasan plastik
transparan, seperti pada Tabel 11.

Tabel 11. Pengujian Organoleptik Dodol Jagung Manis

Hari Kondisi Fisik Perubahan


Perubahan Rasa
Ke- Warna Tekstur Bentuk Aroma

I Coklat Tua Liat, padat dan Normal Manis, enak dan masih Masih terasa
kental terasa tepung jagung seperti dodol
jagung

Masih terasa
Liat, padat dan Manis, enak dan masih
II Coklat Tua Normal seperti dodol
kental terasa tepung jagung
jagung
58

Masih terasa
seperti dodol
Liat , padat Manis, enak dan masih
jagung
dan kental terasa tepung jagung
III Coklat Tua Normal

Terasa aroma
membusuk

Liat, padat dan Asam, manis, dan


mengeras masih terasa tepung

IV Coklat tua, dan sedikit Normal jagung

berwarna putih
Aroma
(ditumbuhi jamur)
membusuk dan
Sangat masam, dan
Liat, padat dan berbau jamur
masih terasa tepung
mengeras
Coklat tua yang ditutupi jagung

V jamur berwarna putih Normal

Hasil pengujian Organoleptik Dodol Jagung Manis sebagai berikut.

1. Pada kondisi fisik Dodol Jagung Manis, perubahan warna terjadi pada hari ke
empat dimana semula berwarna coklat tua menjadi coklat tua dan sedikit
berwarna putih, namun pada hari ke lima Dodol Jagung Manis sudah
ditumbuhi jamur berwarna putih.
Untuk tekstur mengalami perubahan pada hari ke empat, yang semula
bertekstur liat, pada dan kental berubah menjadi liat pada dan mengeras.
Demikian selanjutnya untuk hari ke lima. Sedangkan untuk bentuk tidak
mengalami perubahan baik dari hari pertama hingga hari ke lima.

2. Perubahan rasa Dodol Jagung Manis terjadi pada hari ke empat, yang semula
terasa manis, enak, dan masih terasa jagung berubah menjadi asam, manis dan
masih terasa jagung. Selanjutnya pada hari ke lima berubah menjadi sangat
masam meskipun masih terasa jagung.
3. Aroma Dodol Jagung Manis mengalami perubahan pada hari ke empat, yang
semula masih terasa seperti Dodol Jagung berbah menjadi aroma membusuk,
59

dan hal ini lebih terlihat jelas pada hari ke lima dengan aroma yang lebih
membusuk dan beraroma seperti jamur.
4. Dodol yang disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat tingkat
ketahanan terhadap jamur akan sangat berbeda dengan dodol yang disimpan
dalam wadah plastik yang tidak tertutup rapat.
5. Dodol yang disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat akan lebih
cepat ditumbuhi jamur jika dibandingkan dengan dodol yang disimpan dalam
wadah plastik yang tidak tertutup rapat.

2. Tape Jagung Manis


Dalam kehidupan sehari-hari, pada umumnya masyarakat lebih mengenal
Tape Singkong (Ubi Kayu) yang merupakan salah makanan tambahan. Tape
Singkong juga memiliki harga jual yang cukup baik diman harganya berkisar
antara Rp. 1.000 – Rp 1.500. Selain bahan dasar Ubi Kayu, pembuatan Tape juga
bisa dilakukan menggunakan bahan dasar Jagung Manis yang bisa diperoleh dari
pasar atau dari usaha tani sendiri..
Selain pembuatan susu dan dodol, Jagung Manis juga dapat diolah menjadi
bentuk lain yang lebih bermanfaat dan memiliki nilai tambah seperti Tape Jagung
Manis.
Dalam kegiatan penyuluhan tentang pembuatan Tape Jagung Manis di

Kelompok Ibu PKK Melati Desa Pandanrejo Kecamatan Bumiaji, penulis juga

melakukan evaluasi baik evaluasi awal dan maupun evaluasi akhir untuk

mengukur tingkat pengetahuan responden yang dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Awal dan Akhir Aspek Pengetahuan
Pembuatan Tape Jagung Manis di Desa Pandanrejo, Kecamatan
Bumiaji

No. Responden Pre Test Post Test Kenaikan (D)


(D - D) (D - D)2

1. Wariani 5.2 9.8 4.6 0.28 0.0784

2. Liswati 4.0 7.8 3.8 -0.52 -0.2704

0.0064
60

3. Suciati 4.0 8.4 4.4 0.08 -0.5184

4. Juati 5.0 8.6 3.6 -0.72 -0.5184

5. Sunarmi 4.0 7.6 3.6 -0.72 1.6384

6. Ina 3.0 8.6 5.6 1.28 -0.0144

7. Marni 4.6 8.8 4.2 -0.12 -1.2544

8. Pinarah 5.4 8.6 3.2 -1.12 -0.1024

9. Wasiani 4.0 8.0 4.0 -0.32 -0.5184

10. Hartatik 4.6 8.2 3.6 -0.72 0.4624

11. Susmiati 3.4 8.4 5.0 0.68 -0.0144

12. Yayuk 4.6 8.8 4.2 -0.12 0.0064

13. Dwi Sudarmi 4.4 8.8 4.4 0.08 -0.5184

14. Winarsih 4.4 8.0 3.6 -0.72 0.0064

15. Wasitah 5.0 9.4 4.4 0.08 -0.5184

16. Rina 4.6 8.2 3.6 -0.72 0.2304

17. Sukatini 4.0 8.8 4.8 0.48 1.6384

18. Junarni 3.6 9.2 5.6 1.28 0.2304

19. Siti 4.6 9.4 4.8 0.48 -0.0144

20. Agustinah 4.4 8.6 4.2 -0.12 -0.0144

21. Tinin 4.0 8.2 4.2 -0.12 -0.0144

22. Kiki Anita 5.0 9.2 4.2 -0.12 0.0064

23. Liswati 4.4 8.8 4.4 0.08 0.2304

24. Widayati 3.6 8.4 4.8 0.48 -0.0144

25. Imas 4.4 8.6 4.2 -0.12 1.1664

26. Likah 3.6 9.0 5.4 1.08 -0.0144

27. Puji Asih 4.4 8.6 4.2 -0.12 -0.1024

28. Abiek 5.0 9.0 4.0 -0.32 0.4624

29 Tutik 3.6 8.6 5.0 0.68 -0.1024

30. Eni 4.0 8.0 4.0 -0.32


61

Jumlah 128.8 258.4 129.6 1.6384


Rerata 4.29 8.61 4.32

1. Catatan : Responden yang digunakan dijadikan responden tetap untuk setiap


kali kegiatan penyuluhan dari masing-masing materi.
2. Perhitungan :
Ho diterima apabila : - 2,045 ≤ t ≤ 2,045
Ho ditolak apabila : t > 2,045 atau t < - 2,045
D = ∑ D/n = 129.6/30 = 4.32
SD = √ (D – D)2 / (n – 1)
= √ 1.6384/29
= √0.0564
= 0.23
t hitung = D/(SD/√ n)
= 4.32 / (0.23/√30)
= 4.32 / 0.23 / 5,47)
= 4.32/0.04
= 108
Dari Tabel 12 di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa sasaran untuk
tingkat pengetahuan tentang pembuatan Tape Jagung Manis masih rendah dengan
rata-rata nilai 4.29 akan tetapi setelah dilakukan pembinaan mengenai pembuatan
Tape Jagung Manis, pengetahuan sasaran menjadi meningkat ke arah yang baik
dengan rata-rat nilai yang diperoleh sebesar 8.61 terjadi kenaikan sebesar 4.32
sehingga diperoleh hasil perhitungan untuk t hitung sebesar 108, karena t hitung lebih
besar dari t tabel maka Ho ditolak, artinya Ada perbedaaan proporsi pengetahuan
petani tentang pembuatan Tape Jagung Manis sebelum dan sesudah penyuluhan.
Untuk lebih jelasnya tersaji pada Gambar 8.
62

Gambar 8. Evaluasi Awal dan Akhir Aspek Pengetahuan Pembuatan Tape


Jagung Manis
Berdasarkan Gambar 8 diatas maka dapat diketahui bahwa hasil post test
tertinggi diperoleh Ibu Wariani dengan nilai 9.6, sedangkan hasil post test
terendah diperoleh Ibu Sunarmi dengan nilai sebesar 7.6. Namun secara garis
besar semua ibu-ibu yang tergabung dalam Kelompok Ibu PKK Melati sudah
tergolong sangat terampil dalam pembuatan Tape Jagung Manis, mengingat
bahwa proses pembuatan Tape Jagung Manis sangat sederhana dan tidak
memerlukan keahlian khusus seperti produk olahan Jagung Manis lainnya.
Selain mengukur tingkat pengetahuan responden tentang pembuatan Tape
Jagung Manis, penulis juga melakukan evaluasi terhadap 12 orang anggota
Kelompok Ibu PKK Melati untuk mengetahui tingkat keterampilan seperti pada
Tabel 13.
Tabel 13. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Awal dan Akhir Aspek Keterampilan
Pembuatan Tape Jagung Manis di Desa Pandanrejo

Kenaikan
No. Responden Pre Test Post Test (D - D) (D - D)2
(D)

1. Wariani 5.0 9.0 4.0 -0.11 -0.0121

2. Liswati 4.6 9.4 4.8 0.69 0.4761

3. Suciati 5.0 9.2 4.2 0.09 0.0081

4. Juati 5.0 9.2 4.2 0.09 0.0081

5. Sunarmi 5.6 9.2 3.6 -0.51 -0.2601

6. Ina 4.4 8.6 4.2 0.09 0.0081

7. Marni 4.2 8.4 4.2 0.09 0.0081

8. Pinarah 3.8 7.8 4.0 -0.11 -0.0121

9. Wasiani 4.0 8.2 4.0 -0.11 -0.0121

10. Hartatik 4.6 9.0 4.4 0.29 0.0841

11. Susmiati 4.4 8.2 3.8 -0.31 -0.0961


63

12. Yayuk 5.0 8.8 3.8 -0.31 -0.0961

Jumlah 55.6 105 49.4 0.104

Rerata 4.63 8.75 4.11

Keterangan : berbeda nyata α 5% = 2, 201


1. Catatan : Responden yang digunakan dijadikan responden tetap untuk setiap
kali kegiatan penyuluhan dari masing-masing materi
2. Perhitungan :
Ho diterima apabila : - 2.201 ≤ t ≤ 2.201
Ho ditolak apabila : t > 2.201 atau t < - 2.201
D = ∑ D/n = 49.4/12 = 4.11
SD = √ (D – D)2 / (n – 1)
= √ 0.104/11
= √0.0094
= 0.09
t hitung = D/(SD/√ n)
= 4.11 / (0.09/√12)
= 4.11 / 0.09 / 3.46
= 4.11 / 0.02
= 205.5
Kesimpulan : karena nilai t = 205.5 > 2.201 maka Ho ditolak. Berarti Ada
perbedaaan proporsi keterampilan petani tentang pembuatan Tape Jagung Manis
sebelum dan sesudah penyuluhan.
Berdasarkan hasil evaluasi pada Tabel 13 di atas, terlihat adanya
peningkatan keterampilan petani secara keseluruhan dari rata-rata nilai 4.63
menjadi rata-rata nilai sebesar 8.75 ada kenaikkan nilai sebesar 4.11. Hal ini
berarti bahwa dengan dilaksanakan kegiatan pembinaan pembuatan Tape Jagung
Manis dapat meningkatkan keterampilan Kelompok Ibu PKK sasaran. Untuk lebih
jelasnya tersaji pada Gambar 9.
64

Gambar 9. Grafik Evaluasi Aspek Keterampilan dalam Pembuatan Tape


Jagung Manis
Dari Gambar 9 di atas sangatlah jelas terlihat bahwa keterampilan setiap
responden mengalami peningkatan yang drastis karena didukung oleh pengalaman
dan keterampilan yang dimiliki. Secara khusus nilai post test tertinggi diperoleh
Ibu Liswati dengan nilai 9.4 dan nilai terendah diperoleh Ibu Pinarah dengan nilai
7.2. Perbedaan nilai ini bukanlah menjadi persoalan utama, karena secara
keseluruhan responden dari Ibu PKK Melati sudah mampu membuat Tape Jagung
Manis dengan benar atau dengan kata lain tergolong sangat terampil.
Pengolahan Jagung Manis menjadi Tape memiliki prospek yang cukup
baik karena dilihat dari beberapa aspek seperti bahan baku yang mudah diperoleh
dan harga dipasaran yang cukup menjanjikan sekalipun keuntungan yang
diperoleh tidak sebanding dengan produk olahan buah-buahan lainnya.
Jikalau ibu-ibu tani membuat Tape Jagung Manis dengan menghabiskan
biaya pengeluaran sebesar Rp 32.219,7 per hari dan maka tidak menutup
kemungkinan akan memperoleh penerimaan dari hasil produk tersebut sebesar
Rp. 45.000 per hari sehingga keuntungan yang bisa diperoleh adalah sebesar
Rp. 12.780,3. Dari jumlah 5 kg Jagung Manis segar per hari akan dapat
menghasilkan 30 bungkus Tape yang dapat dijual dengan harga Rp.1.500/bungkus
akan lebih menguntungkan petani jika dibandingkan dengan menjual Jagung
Manis dalam bentuk segar (Lampiran 4).
Dilihat dari análisis kelayakan usaha Tape Jagung Manis R/C analisisnya
adalah sebesar Rp.1.39. Artinya dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp.1,00

akan diperoleh penerimaan sebesar Rp.1.39 (Lampiran 4).

Usaha Tape Jagung Manis dapat dilakukan oleh setiap petani/masyarakat


umum baik dari skala usaha kecil (home industry) hingga ke skala usaha besar
(perusahaan), mengingat semua kebutuhan produksi dapat diperoleh dengan
mudah. Oleh karena itu penjualan Tape Jagung Manis juga dapat dilakukan
dimana saja, mulai dari kios-kios kecil, di pasar-pasar tradisional maupun ke toko-
65

toko khusus produk hasil pengolahan. Di sisi lain harga yang mudah dijangkau
dapat menarik konsumen mulai dari kalangan ekonomi bawah, menengah hingga
ke kalangan ekonomi atas, sehingga terbuka bagi semua konsumen di daerah.
Selain mengukur tingkat keterampilan Kelompok Wanita Tani Melati
dalam pembuatan Tape Jagung Manis, penulis juga melakukan pengujian
Organoleptik terhadap Tape Jagung Manis selama beberapa hari. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Pengujian Organoleptik Tape Jagung Manis

Hari Kondisi Fisik


Perubahan Rasa Perubahan Aroma
Ke-
Warna Tekstur Bentuk

I Kuning Lembut, lengket, dan Normal Manis, asam dan masih Masih terasa seperti
bercampur putih terasa Jagung Manis Tape Jagung Manis
sedikit padat

Kuning Manis, enak dan masih Masih terasa seperti


II Lembut, lengket, dan Normal
bercampur putih terasa Jagung Manis, Tape Jagung Manis

sedikit padat

Kuning Masam, beralkhohol dan Beraroma alkhohol

III bercampur putih Lembut, lengket, dan Normal masih terasa jagung tinggi

sedikit padat manis

Hasil pengujian Organoleptik Tape Jagung Manis sebagai berikut.


1. Dalam proses pembuatan Tape Jagung Manis harus memperhatikan beberapa
faktor antara lain
➢ Kondisis ragi tape yang masih baik
➢ Komposisi ragi tape yang diberikan pada tape jagung, akan sangat
mempengaruhi tingkat ketahanan tape jagung.
➢ Kemasan tape jagung yang benar-benar tertutup rapat selama proses
fermentasi
1. Tape jagung hanya mampu bertahan selama 3 hari, apabila dalam 1 kg
menggunakan ragi tape sebanyak 2 butir. Semakin sebanyak penggunaan ragi
tape, tingkat ketahanan Tape Jagung Manis akan semakin pendek.
2. Kondisi fisik Tape Jagung Manis tidak mengalami perubahan baik dari hari
pertama sampai hari ke tiga. Warna Tape Jagung Manis tetap menunjukan
66

kuning jagung dan bercampur putih, selanjutnya untuk tekstur Tape Jagung
Manis tetap menunjukan tekstur lembut, lengket dan sedikit padat.
Sedangkan bentuk Tape Jagung Manis tetap normal sejak hari pertama hingga
hari ke tiga.
3. Perubahan rasa Tape Jagung Manis terjadi pada hari ke tiga, yang semula
terasa manis, enak dan masih terasa Jagung Manis, berubah menjadi masam,
beralkhohol meskipun masih terasa Jagung Manis.
4. Selain perubahan rasa, tejadi juga perubahan aroma pada Tape Jagung Manis.
Perubahan ini terjadi pada hari ke tiga, dimana yang semula Tape Jagung
Manis beraroma masih seperti Jagung Manis, berubah menjadi aroma
beralkhohol tinggi. Aroma beralkhohol tinggi ini disebabkan karena adanya
proses fermentasi oleh mikroorganisme yang terkandung dalam ragi tape.

2. Tortilla Chips Jagung


Tortilla Chips merupakan salah satu jenis olahan dari Jagung biasa
yang belum begitu dikenal oleh kalangan masyarakat namun memiliki tingkat
ketahanan yang cukup lama. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan
Kelompok Ibu PKK Melati dalam pembuatan Tortilla Chips penulis
melakukan evaluasi seperti pada Tabel 15.
Tabel 15. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Awal dan Akhir Aspek Pengetahuan
Pembuatan Tortilla Chips Jagung di Desa Pandanrejo.

No. Responden Pre Test Post Test Kenaikan (D)


(D - D) (D - D)2

1. Wariani 5.4 9.8 4.4 -0.02 -0.0004

2. Liswati 4.0 8.8 4.8 0.38 0.1444

3. Suciati 3.0 8.2 5.2 0.78 0.6084

4. Juati 4.6 8.0 3.4 -1.02 -1.0404

5. Sunarmi 4.4 9.2 4.8 0.38 0.1444

6. Ina 3.6 7.6 4.0 -0.42 -0.1764

7. Marni 4.6 8.6 4.0 -0.42 -0.1764

8. Pinarah 4.4 8.8 4.4 -0.02 -0.0004

9. Wasiani 4.6 9.4 4.8 0.38 0.1444


67

10. Hartatik 5.4 9.8 4.4 -0.02 -0.0004

11. Susmiati 4.0 8.2 4.2 -0.22 -0.0484

12. Yayuk 5.0 9.8 4.8 0.38 0.1444

13. Dwi Sudarmi 4.4 8.8 4.4 -0.02 -0.0004

14. Winarsih 4.6 8.4 3.8 -0.62 -0.3844

15. Wasitah 4.4 8.8 4.4 -0.02 -0.0004

16. Rina 4.0 9.2 5.2 0.78 0.6084

17. Sukatini 3.4 8.8 5.4 0.98 0.9604

18. Junarni 4.0 8.6 4.6 0.18 0.0324

19. Siti 4.6 8.6 4.0 -0.42 -0.1764

20. Agustinah 3.6 9.4 5.8 1.38 1.9044

21. Tinin 4.6 8.2 3.6 -0.82 -0.6724

22. Kiki Anita 5.0 8.8 3.8 -0.62 -0.3844

23. Liswati 4.4 8.6 4.2 -0.22 -0.0484

24. Widayati 3.4 9.2 5.8 1.38 1.9044

25. Imas 5.0 8.6 3.6 -0.82 -0.6724

26. Likah 4.0 8.2 4.2 -0.22 -0.0484

27. Puji Asih 4.0 8.6 4.6 0.18 0.0324

28. Abiek 4.4 9.0 4.6 0.18 0.0324

29 Tutik 6.0 9.6 3.6 -0.82 -0.6724

30. Eni 5.0 8.8 3.8 -0.62 -0.3844

Jumlah 131.8 264.4 132.6 1.7736

Rerata 4.93 8.81 4.42

1. Catatan : Responden yang digunakan dijadikan responden tetap untuk setiap


kali kegiatan penyuluhan dari masing-masing materi
2. Perhitungan :
Ho diterima apabila : - 2,045 ≤ t ≤ 2,045
Ho ditolak apabila : t > 2,045 atau t < - 2,045
68

D = ∑ D/n = 132.6/30 = 4.42


SD = √ (D – D)2 / (n – 1)
= √ 1.7736/29
= √0.0611
= 0.24
t hitung = D/(SD/√ n)
= 4.42 / (0.24/√30)
= 4.42 / 0.24/5.47)
= 4.42 / 0.04
= 110.5
Dari Tabel 15 di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa sasaran untuk
tingkat pengetahuan tentang pembuatan Tortilla Chips Jagung masih rendah
dengan nilai 4.93 akan tetapi setelah dilakukan pembinaan mengenai pembuatan
Tortilla Chips Jagung, pengetahuan sasaran menjadi meningkat ke arah yang baik
dengan nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 8.81 terjadi kenaikan sebesar 4.42
sehingga diperoleh hasil perhitungan untuk t hitung sebesar 110.5, karena t hitung lebih
besar dari t tabel maka Ho ditolak, artinya ada perbedaaan proporsi pengetahuan
petani tentang pembuatan Tortilla Chips Jagung sebelum dan sesudah
penyuluhan. Untuk lebih jelasnya tersaji pada Gambar 10.

Gambar 10. Grafik Evaluasi Awal dan Akhir Aspek Pengetahuan


Pembuatan Tortilla Chips Jagung

Berdasarkan grafik evaluasi pengetahuan tentang pembuatan Tortilla


Chips di atas, terlihat jelas bahwa nilai pre test terendah diperoleh Ibu Suciati
sebesar 30, sedangkan nilai pre test tertinggi diperoleh Ibu Tutik sebesar 60.
69

Setelah kegiatan pembinaan melalui penyuluhan, ke-2 ibu di atas mengalami


kemajuan dimana Ibu Suciati mampu memperoleh nilai sebesar 82, dan Ibu Tutik
memperoleh nilai sebesar 96 yang tidak jauh berbeda dengan nilai tertinggi yang
diperoleh Ibu Wariani dan Ibu Hartatik yang memperoleh nilai 98. Secara
keseluruhan perbedaan nilai antara responden tidak terlalu jauh, dan ini
menandakan bahwa materi yang disampaikan oleh penulis dapat diterima dengan
baik, berkat keaktifan dan kerjasama di Kelompok Ibu PKK.
Selain mengukur tingkat pengetahuan responden tentang pembuatan
Tortilla Chips Jagung Manis, penulis juga melakukan evaluasi terhadap 5 orang
anggota KWT Melati untuk mengetahui tingkat keterampilan seperti pada Tabel
16.
Tabel 16. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Awal dan Akhir Aspek Keterampilan
Pembuatan Tortilla Chips Jagung di Desa Pandanrejo

Kenaikan
No. Responden Pre Test Post Test (D - D) (D - D)2
(D)

1. Wariani 5.2 9.0 3.8 -0.35 -0.1225

2. Liswati 4.6 9.2 4.6 0.45 0.2025

3. Suciati 5.0 8.8 3.8 -0.35 -0.1225

4. Juati 4.8 9.2 4.4 0.25 0.0625

5. Sunarmi 5.6 9.2 3.6 -0.55 -0.3025

6. Ina 4.4 8.6 4.2 0.05 0.0025

7. Marni 4.0 8.4 4.4 0.25 0.0625

8. Pinarah 3.8 8.8 5.0 0.85 0.7225

9. Wasiani 4.0 8.2 4.2 0.05 0.0025

10. Hartatik 4.4 8.8 4.4 0.25 0.0625

11. Susmiati 4.4 8.2 3.8 -0.35 -0.1225

12. Yayuk 5.0 8.6 3.6 -0.55 -0.3025

Jumlah 55.2 105 49.8 0.145

Rerata 4.6 8.75 4.15

Keterangan : berbeda nyata α 5% = 2, 201


70

1. Catatan : Responden yang digunakan dijadikan responden tetap untuk setiap


kali kegiatan penyuluhan dari masing-masing materi
2. Perhitungan :
Ho diterima apabila : - 2.201 ≤ t ≤ 2.201
Ho diolak apabila : t > 2.201 atau t < - 2.201
D = ∑ D/n = 48.8/12 = 4.15
SD = √ (D – D)2 / (n – 1)
= √ 0.145/11
= √0.0131
= 0.11

t hitung = D/(SD/√ n)
= 4.15 / (0.11/√12)
= 4.15 / 0.11 / 3.46)
= 4.15 / 0.03
= 138.33
Kesimpulan : karena nilai t = 138.33 > 2.201 maka Ho ditolak. Berarti Ada
perbedaaan proporsi keterampilan petani tentang pembuatan Tortilla Chips
Jagung sebelum dan sesudah penyuluhan.
Berdasarkan hasil evaluasi pada Tabel 16 di atas, terlihat adanya
peningkatan keterampilan sasaran secara keseluruhan dari rata-rata nilai 4.6
menjadi 8.75 ada kenaikkan nilai sebesar 4.15. Ini berarti bahwa dengan
dilaksanakan kegiatan pembinaan pembuatan Tortilla Chips Jagung dapat
meningkatkan keterampilan Kelompok Ibu PKK Melati. Untuk lebih jelasnya
tersaji pada Gambar 11.
71

Gambar 11. Grafik Evaluasi Aspek Keterampilan dalam Pembuatan Tortilla


Chips Jagung
Berdasarkan grafik evaluasi keterampilan tentang pembuatan Tortilla
Chips di atas, secara keseluruhan nilai yang diperoleh masing-masing responden
mengalami peningkatan yang sangat tinggi di atas rata-rata 8.0. Ini berarti bahwa
semua responden sudah tergolong sangat terampil yang didasarkan pada semangat
dan keaktifan yang tinggi dari ibu-ibu dalam mencoba pembuatan Tortilla Chips
di rumah mereka.
Secara khusus nilai rata-rata post test tertinggi diperoleh Ibu Liswati, Ibu
Juati, dan Ibu Sunarmi dengan nilai masing-masing sebesar 9.2, sedangkan nilai
rata-rata post test terendah diperoleh Ibu Susmiati dengan nilai 8.2 Perbedaan
nilai ini mungkin dikarenakan perbedaan latar belakang pendidikan dan usia dari
masing-masing ibu
Selain Tape Jagung Manis, Tortilla Chips juga memiliki prospek yang
cukup cerah dan menjanjikan karena dilihat dari beberapa aspek seperti bahan
baku yang mudah diperoleh, ketahanan produk yang cukup lama dan harga
dipasaran sekalipun keuntungan yang diperoleh tidak sebanding dengan bentuk
olahan Jagung Manis lainnya. Produk Tortilla Chips mampu menggantikan
beberapa jenis makanan lainnya yang dibiasa dikonsumsi, misalnya kerupuk dan
cemilan sehingga dapat menambah variasi dalam menú makanan sehari-hari.
Jikalau ibu-ibu tani membuat Tortilla Chips Jagung dengan menghabiskan
biaya pengeluaran sebesar Rp 27.934,2 per hari dan maka tidak menutup
kemungkinan akan memperoleh penerimaan dari hasil produk tersebut sebesar
Rp.100.500 per hari sehingga keuntungan yang bisa diperoleh dari penjualan
Tortilla Chips sebesar Rp. 72.565,8.
Dari penggunaan 5 kg Jagung per harinya akan dapat menghasilkan 6,7 kg
Tortilla Chips Jagung dan dapat dijual seharga Rp.15.000/kg akan lebih efisien
dan menguntungkan jika dibandingkan dengan menjual Jagung dalam bentuk
kering (Lampiran 5).
72

Dilihat dari análisis kelayakan usaha Tortilla Chips Jagung R/C Ratio
adalah sebesar Rp.3,59. Artinya dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp.1,00
akan diperoleh penerimaan sebesar Rp.3,59 (Lampiran 5).
Usaha Tortilla Chips Jagung dapat dilakukan oleh setiap
petani/masyarakat umum baik dari skala usaha kecil (home industry) hingga ke
skala usaha besar (perusahaan), mengingat semua kebutuhan produksi dapat
diperoleh dengan mudah. Oleh karena itu penjualan Tortilla Chips Jagung juga
dapat dilakukan dimana saja, mulai dari kios-kios kecil, di pasar-pasar tradisional
maupun ke toko-toko khusus produk hasil pengolahan. Di sisi lain harga yang
mudah dijangkau dapat menarik konsumen mulai dari kalangan ekonomi bawah,
menengah hingga ke kalangan ekonomi atas, sehingga terbuka bagi semua
konsumen di daerah.

1. Subsistem Agroniaga (Pemasaran)


Pengembangan pada subsistem agroniaga Jagung Manis adalah dengan
melakukan kegiatan penyuluhan tentang pemasaran kelompok dan menjalin
kemitraan dalam pemasaran Jagung Manis.
Materi penyuluhan yang diberikan adalah upaya perbaikan pada target
penjualan Jagung Manis, yaitu dengan tidak menjual hasil ke tengkulak melainkan
menjual langsung ke konsumen. Untuk itu, perlu dilakukan pembinaan
kelompoktani yang intensif untuk menumbuhkan rasa kebersamaan antar anggota
dalam kelompok untuk memperkuat posisi tawar petani.
Saluran tataniaga yang cukup panjang dapat menyembabkan harga yang
diterima petani relaif kecil. Pemasaran Jagung Manis yang berada di Kecamtan
Bumiaji khsusnya Desa Pandanrejo, banyak dilakukan melalui tengkulak,
pedagang pengumpul besar, pedagang pengecer dan konsumen. Tengkulak
jagung manis ini biasanya mendata dan mengunjungi setiap rumah petani
pengusaha Jagung Manis sebelum dilakukan panen.
Keadaan jalur tataniaga Jagung Manis di Desa Pandanrejo saat ini dapat dilihat
pada Gambar 12.
73

Konsumen
Petan
Petani
Pedagan
Pedagang
Pengumpul
ig
Pengumpu
Pengecer
l

Gambar 12. Jalur Tataniaga Pemasaran Jagung Manis di Kecamatan


Bumiaji

Untuk menunjang kegiatan pemasaran yang lebih baik sebaiknya disusun


suatu rencana pemasaran bersama membentuk suau lembaga pemasaran bersama
yakni pemasaran yang melibatkan kelompoktani di tingkat petani.
Sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Penulis melaksanakan
kegiatan tugas akhir dalam agroniaga ini adalah dengan memberikan penyuluhan
dengan materi penyuluhan diarahkan pada motivasi/memberikan masukan kepada
petani agar petani mau menjual hasil panennya setelah dilakukan penanganan
pascapanen berupa sortasi, grading, dan pemasaran secara berkelompok.
Pelaksanaan penyuluhan agroniaga Jagung Manis dilakukan hanya Desa
Pandanrejo. Kegiatan penyuluhan tentang aspek pengetahuan pemasran
berkelompok ini berlangsung selama ± 2 jam yang bertempat di Lahan
kelompoktani Musyawarah Tani I Desa Pandanrejo. Metode yang digunakan
berupa ceramah, tanya jawab, dan diskusi.
Sektor perekonomian di Kecamatan Bumiaji masih didominasi oleh sektor
pertanian, hal ini dikarenakan wilayah Kecamatan Bumiaji sebagian besar adalah
wilayah pertanian. Akan tetapi sektor industri dan perdagangan juga berperan
dalam menjalankan roda perekonomian daerah. home industry terutama industri
pengolahan hasil pertanian cukup diminati oleh pelaku ekonomi masyarakat
Bumiaji. Banyak bertumbuhnya home industry pengolahan sari apel, jenang apel
74

hingga kripik apel yang dapat menyerap tenaga kerja perlu adanya perhatian dari
Pemerintah Kota Batu, terutama di bidang permodalan dan distribusi penjualan.
Dengan melihat kondisi di atas dimana belum adanya produk dari olahan
Jagung Manis, maka usaha pengolahan Jagung Manis ini layak untuk
dikembangakan di Kecamatan Bumiaji mulai dari skala usaha kecil seperti home
industry. Secara khusus untuk produk olahan Jagung Manis, pemasaran dapat
dilakukan ke beberapa lokasi mulai dari kios-kios kecil, pasar tradisional hingga
ke pasar swalayan.
Mengingat bahwa kawasan Kota Batu memiliki satu pasar tradisional
yakni pasar Batu beberapa pasar swalayan yang sangat dekat dan dapat dijadikan
sebagai tempat yang strategis dalam mempromosikan hasil olahan ini agar dapat
diterima oleh masyarakat umum.

2. Jasa-jasa pendukung lainnya.


Adapun aspek dalam subsistem agropenunjang antara lain :
a. Kebijakan Pemerintah. Pemerintah Bumiaji mendukung dalam
pengembangan bidang pertanian terutama dalam pengembangan agribisnis
jagung manis. Hal ini terbukti dengan adanya kebijakan harga pupuk dan
benih yang dapat dijangkau oleh petani, namun perannya secara langsung
dirasakan masih kurang, ini terbukti dari pernyataan petani-petani di lapangan.
Selain itu pula, untuk mendukung kegiatan usaha (agroindustri) di Desa
Pandanrejo pemerintah memberikan bantuan PNPM kepada seluruh
Kelompok Ibu PKK Melati dan petani lainya untuk membuka usaha
pengolahan hasil berdasarkan jenis komoditi yang dimiliki untuk membantu
peningkatan kesejahteraan seluruh petani di Desa Pandanrejo. Untuk
mendukung kegiatan pertanian selanjutnya, kebijakan pemerintah masih
sangat diperlukan.

b. Koperasi Unit Desa (KUD). Keberadaan KUD sangat membantu petani


dalam pengembangan Jagung Manis terutama dalam pengadaan sarana
produksi pertanian, sebab harga yang ditawarkan oleh KUD dapat dijangkau
oleh petani. Desa Pandanrejo memiliki sebuah KUD “Suka Tani” yang
diketuai oleh Bapak Sunar dengan jumlah anggota 60 orang. Kegiatan KUD
juga melibatkan penyuluh pertanian lapangan (PPL) setempat. Penyuluh
75

pertanian lapangan sebagai penghubung antara KUD dengan pemerintah


pusat.

c. Lembaga Keuangan (Bank). Bank yang berfungsi sebagai penyedia dana


belum berfungsi sebagaimana yang diharapkan oleh petani jagung manis di
Kecamatan Bumiaji, hal ini disebabkan karena peminjaman modal ke Bank
harus ada jaminan dari petani, sehingga petani merasa tidak mampu untuk
memberikan jaminan dan membayar bunga pinjaman yang cukup besar.

Pemberdayaan Kelompoktani
Tujuan dari tugas akhir adalah sebagai upaya untuk meningkatkan aspek
pengetahuan dalam usahatani Jagung Manis, dalam subsistem agribisnis
agroinput, agroproduksi, agroindustri, agroniaga dan agropenunjang diharapkan
akan memperoleh nilai tambah dari kegiatan tersebut.
Kegiatan penyuluhan diawali dengan melaksanakan pendekatan
perorangan melalui anjangsana dan anjangkarya ke lahan usahatani. Sasaran
kegiatan tugas akhir yakni ini dilaksanakan pada pengurus kelompoktani beserta
anggota yang mengusahakan Jagung Manis di Kecamatan Bumiaji khususnya di
Desa Pandanrejo.
Pemberdayaan petani dilakukan baik secara individu maupun pertemuan
berkelompok. Metode yang digunakan adalah berupa pendekatan kelompok dan
pendekatan perorangan. Materi yang diberikan dalam kegiatan ini adalah
pentingnya membentuk kelompoktani dan gabungan kelompoktani. Kegiatan ini
berlangsung di rumah Ketua Kelompoktani Sumber Tani yaitu Bapak Midun
dengan jumlah peserta 20 orang.
Kelompoktani di Kecamatan Bumiaji berjumlah 81 kelompok yang
tersebar di 9 desa. Peranan kelompoktani dalam usahatani belum maksimal,
bahkan selama ini kelompoktani yang terbentuk dirasakan kurang maksimal
peranannya. Beberapa kelompoktani yang ada di Desa Pandanrejo sudah tidak
aktif lagi seperti kelompoktani Musyawarah Tani III dan Karya Tani, hal ini
dikarenakan pemupukan modal dalam kelompok relatif kecil sehingga banyak
76

kegiatan yang tidak dapat dilakukan. Sedangkan kelompoktani yang masih


terbentuk tidak banyak melakukan kegiatan pertemuan, penyebabnya adalah
rendahnya kesadaran petani dalam bekerjasama antar petani.
Koordinasi dengan PPL dan Lembaga Pemerintah
Dalam pelaksanaan tugas akhir di Kecamatan Bumiaji tidak terlepas dari
lembaga pertanian setempat, yakni meminta izin dan berkoordinasi dengan aparat
pertanian di Kecamatan Bumiaji. Pada tanggal 10-11 maret 2009, penulis
melakukan perizinan ke Dinas Pertanian Kota Batu, Kantor KESBANG LIMAS,
Kantor Camat Bumiaji. Sedangkan untuk izin tinggal di Desa Pandanrejo,
dilaksanakan pada tanggal 11 maret 2009 yang bertempat di rumah Bapak Nuraji.
Koordinasi dengan Petani Pengumpul
Kegiatan ini dilaksanakan di rumah Bapak Purwito selaku petani
pengumpul sekaligus Jagung Manis di Desa Pandanrejo. Metode yang dilakukan
adalah wawancara dan tanya jawab. Perlengkapan yang diperlukan berupa alat
tulis. Koordinasi dengan petani pengumpul dengan cara mendatangi, melakukan
wawancara dan tanya jawab seputar kegiatan pemasaran. Hal ini dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui proses pemasaran Jagung Manis dari produsen
ke konsumen yang ada di Kecamatan Bumiaji

Program Pengembangan Agribisnis


Setelah menganalisis data dan mengidentifikasi masalah-masalah serta
potensi sumberdaya alam dan manusia di Kecamatan Bumiaji secara umum, maka
beberapa kegiatan dan program yang sebaiknya dilaksanakan adalah sebagai
berikut.
a. Jangka Pendek
Kegiatan yang dilakukan dalam jangaka pendek (1 tahun), untuk memberdayakan
kelompoktani adalah sebagi berikut.
1. Melakukan pembinaan secara intesif kepada petani dan kelompoktani
mengenai teknis budidaya, penanganan pascapanen, pengolahan hasil dan
pemasaran terhadap agribisnis Jagung Manis melalui penyuluhan dan
pelatihan (magang) sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan
petani yang nantinya dapat menghasilkan suatu produk yang memiliki kualitas
dan kuantitas yang baik, sehingga bisa menembus level pasar swlayan.
77

2. Membentuk pola kemitraan antara petani dengan lembaga-lembaga penelitian


atau para pengusaha yang memiliki modal sehingga dapat membantu petani
dalam memperoleh bibit unggul dan modal usahatani.
3. Membenahi kelompoktani yang telah dibentuk baik administrasi serta struktur
organisasinya. Hal ini untuk memudahkan kegiatan penyuluhan sehingga
diharapkan berjalan dengan baik secara efektif dan efisien.

a. Jangka Menengah
Tujuan yang harus dicapai dalam jangka menengah (1-2 tahun) adalah :
1. Pemerintah perlu membentuk suatu lembaga yang menangani informasi pasar,
sehingga dapat mengetahui perkembangan harga jual dari setiap komoditi
pertanian agar petani dapat memperoleh harga jual yang layak.
2. Mengaktifkan kembali lembaga-lembaga yang kurang berjalan seperti
koperasi dan lain-lain yang ada di tingkat kelompoktani sehingga dapat
membantu petani di dalam menampung hasil pertanian dan memasarkan
produknya.
3. Menjaga kerjasama antara kelompoktani dan pihak swasta dalam kegiatan
pemasaran Jagung Manis.

a. Jangka Panjang
Adapun program yang harus dicapai dalam jangka panjang (3-5 tahun) adalah
sebagai berikut.
1. Membangun sub terminal agribisnis khususnya di Kecamatan Bumiaji
sehingga dapat menampung dan memasarkan hasil pertanian.
2. Mengikuti pameran hasil-hasil pertanian yang berskala nasional maupun
internasional untuk mempromosikan produk Jagung Manis yang dihasilkan
petani.
78

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil kegiatan Tugas Akhir di lapangan dapatlah diambil
kesimpulan sebagai berikut.
1. Dari hasil analisis aspek penanganan pascapanen Jagung Manis, pengetahuan
responden mengalami peningkatan dari nilai 4,34 menjadi 8,22, sedangkan
untuk keterampilan juga mengalami peningkatan dari nilai 4,08 menjadi 8,61.
Dalam pembuatan Susu Jagung Manis pengetahuan responden meningkat dari
nilai 4,26 menjadi 8,56, untuk keterampilan dari nilai 4,06 menjadi 8,41.
Selanjutnya dalam pembuatan Dodol Jagung Manis, pengetahuan responden
meningkat dari nilai 4,37 menjadi 8,56, untuk keterampilan dari nilai 4,45
menjadi 8,7. Pembuatan Tape Jagung Manis, pengetahuan responden juga
meningkat dari nilai 4,2 menjadi 8,61, untuk keterampilan dari nilai 4,63
menjadi 8,75. Sedangkan untuk pembuatan Tortilla Chips Jagung,
pengetahuan responden meningkat dari nilai 4,93 menjadi 8,81, serta
keterampilan dari nilai 4,6 menjadi 8,75
2. Dari hasil analisis finansial pembuatan Susu Jagung Manis, dengan harga jual
Rp.2.500 per cup akan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 49.670,8 per
harinya, sedangkan untuk Dodol Jagung Manis dapat dijual Rp.12.500 per kotak,
keuntungan akan diperoleh sebesar Rp.18.160 per hari.
Selanjutnya untuk Tape Jagung Manis dapat dijual Rp1.500 per bungkus akan
memperoleh keuntungan sebesar Rp.12.780,3 per hari, dan untuk Tortilla Chips
Jagung cukup dijual seharga Rp.15.000 per kg, akan mampu mendapat keuntungan
sebesar Rp.72.565,8 per harinya.

Saran
79

Saran-saran yang dapat disampaikan dalam pemberdayaan kelompoktani


melalui pengolahan hasil jagung manis sebagai berikut.
1. Untuk mengatasi masalah keterbatasan tenaga penyuluh pertanian perlu
ditumbuhkan penyuluh pertanian swakarsa di setiap desa sebagai partner
penyuluh pertanian dengan mendayagunakan pemuda/pemudi lulusan SPP
atau kontaktani yang berprestasi.
2. Ketenagaan penyuluh sebaiknya digunakan untuk membantu permasalahan di
petani, bukannya dijadikan sebagai tenaga bantu pemerintah pusat di luar
kegiatan pertanian.
3. Perlu adanya pembinaan lanjutan setelah melakukan kegiatan penyuluhan
melalui pengolahan hasil agar dapat meningkatkan pendapatan petani.
4. Pengurus kelompoktani diharapkan aktif dalam menyampaikan informasi
kepada anggotanya demi terwujudnya kemajuan kelompok.
5. Kelompoktani harus lebih jeli dalam mencari informasi pasar tentang jagung
manis.
80

DAFTAR PUSTAKA

Achdiyat. 2000. Statistik Terapan. Bogor: Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian.


Hal 117.

Apandi, Muchidin. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Bandung: Offset Alumni.
Hal 44-56.
Departemen Pertanian. 1987. Pembinaan Kelompok Tani-Nelayan. Jakarta:
Depatemen Pertanian

. 1989. Pembinaan Kelompok Tani-Nelayan. Jakarta: Depatemen


Pertanian

______. 2002. Program Nasional Pengembangan Penyuluhan Pertanian.


Jakarta: Departemen Pertanian.

. 2007. Penumbuhan Kelompoktani. Jakarta: Badan Pengembangan


Sumberdaya Manusia.

Desrosier, Norman W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: Penebar


Swadaya. Hal 7-9, 20, 23-28, 32, 36-39, 55-58

Hambali, Erlisa, dkk. 2006. Membuat Aneka Olahan Jagung, Jakarta: Bina
Aksara. Hal 56-67.

Kartasapoetra, A.G. 1994. Teknologi Penyuluhan Pertanian, Bina aksara. Jakarta.

Kotler, Philip. 1997. Manajemen Pemasaran: Jakarta. Prenhanlindo.

Makfoeld, Djarir. 1982. Deskripsi Pengolahan Hasil Nabati. Yogyakarta:


AGRITECH. Hal 3-9, 64- 66.

Mardikanto, Totok. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian, Sebelas Maret


University Press. Surakarta.

Musyadar, Achmad dan Wasrob Nasruddin. 2002. Diktat Tataniaga Pertanian,


Bogor, Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian.

Nuraeni dkk. 2004. Manajemen Agribisnis, STPP Bogor, Bogor.


81

Pambudy, Rahmat dan Kilat Adhi Andriyono. 2002. Pemberdayaan Sumberdaya


Manusia Menuju Terwujudnya Masyarakat Madani. Jakarta: Agromedia
Pustaka.

Presiden Republik Indonesia. 2006. Undang-undang Republik Indonesia Nomor


16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan
Kehutanan. Jakarta: Depatemen Pertanian Hal. 3.

Rohaman, Maman. 2006. Diktat Penanganan Pascapanen. Bogor. Sekolah


Tinggi Penyuluhan Pertanian.

Rukmana, Rahmat. 1997. Usaha Tani Jagung. Yogyakarta: Kanisius. Hal 16,
79-88
Santoso, Budi et al. 2006. Tortilla. Surabaya: Trubus Agrisarana. Hal 2-4, 20-24

Saragih, Bungaran. 2001. Agribisnis Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi


Berbasis Pertanian, Yayasan Mulia Persada Indonesia, Jakarta.

Sastraatmadja. 1993. Penyuluhan Pertanian, Penebar Swadaya, Jakarta.

Soedijanto. 1995. Masalah Khusus. Jakarta: UniversitasTerbuka, Dekdikbud

Soekartawi. 1995. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Raja Grafindo


Persada

Suwandi, Achmad. 1999. Diktat Metode dan Teknik penyuluhan Pertanian.


Bogor: Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian. 89 hal.

Van den Ban, A. W. dan H. S. Hawkins. 2000. Penyuluhan Pertanian, Kanisius


Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai