Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN FARMAKOLOGI I

ANESTESI UMUM

( Pemerian Ether Sebagai Anestesi Umum Pada Hewan Coba Dengan Metode Inhalasi Tertutup)

OLEH :

KELOMPOK 2 :
1. NI PUTU ARISTA APRILYANTI (151055)
2. NI WAYAN PUTRI ANGGARYANI (151056)
3. NI LUH GEDE PRISKA MARKARENA (151057)
4. NI LUH WIDNYANI PUTRI (151058)
5. TAMU TAMBU NINU ANDALI (151059)
6. JULIANI PUTRI (151060)
7. KADEK AYU YULIASTINI (151062)
8. NI LUH NADA PREMA DEWI (151063)
9. NI PUTU AYU DITA RIYANTI (151064)
10. NI PUTU TISNA PARAMITHA (151065)
11. NI MADE NANSI YULIANDARI (151066)

AKADEMI FARMASI SARASWATI DENPASAR


2017
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Untuk mengetahui efek ether sebagai anestesi umum pada hewan coba
2. Untuk mengetahui parameter – parameter untuk menentukan stadium dari
anestesi umum
3. Untuk mengetahui stadium – stadium anestesi umum

II. DASAR TEORI


Anestesi umum adalah ketidaksadaran yang dihasilkan oleh medikasi (Torpy,
2011). Anestesi umum adalah keadaan fisiologis yang berubah ditandai dengan
hilangnya kesadaran reversibel, analgesia dari seluruh tubuh, amnesia, dan
beberapa derajat relaksasi otot (Morgan et al., 2006). Ketidaksadaran tersebut yang
memungkinkan pasien untuk mentolerir prosedur bedah yang akan menimbulkan
rasa sakit tak tertahankan, yang mempotensiasi eksaserbasi fisiologis yang ekstrim,
dan menghasilkan ingatan yang tidak menyenangkan. Selama anestesi umum,
seseorang tersebut tidak sadar tetapi tidak dalam keadaan tidur yang alami.
Seorang pasien dibius dapat dianggap sebagai berada dalam keadaan terkontrol,
keadaan tidak sadar yang reversibel (Press, 2013).
Anestesi umum tidak terbatas pada penggunaan agen inhalasi. Banyak obat
yang diberikan secara oral, intramuskular, dan intravena yang menambah atau
menghasilkan keadaan anestesi dalam rentang dosis terapi (Morgan et al., 2006).
Tetapi saat ini anestesi umum biasanya menggunakan sediaan intravena dan
inhalasi untuk memungkinkan akses bedah yang memadai ke tempat yang akan
dioperasi. Hal yang perlu dicatat adalah bahwa anestesi umum mungkin tidak
selalu menjadi pilihan terbaik. Semua itu tergantung pada presentasi klinis pasien,
dan anestesi lokal atau regional mungkin lebih tepat. (Press, 2013). Kombinasi
agen anestesi yang digunakan untuk anestesi umum sering meninggalkan pasien
dengan klinis berikut (Press, 2013):
1. Tidak dapat dibangkitkan bahkan sekundert terhadap rangsangan yang
menyakitkan.
2. Tidak dapat mengingat apa yang terjadi(amnesia).
3. Tidak mampu mempertahankan perlindungan jalan napas yang
memadai dan/atau ventilasi spontan akibat kelumpuhan otot.
4. Perubahan kardiovaskular sekunder terhadap efek stimulan/depresan
agen anestesi.
Adapun tahapan-tahapan anestesi umum, sebagai berikut (Ezekiel, 2008):
1. Tahap1 (amnesia) dimulai dengan induksi anestesi dan berakhir
dengan hilangnya kesadaran (hilangnya reflekskelopak mata).
Ambang persepsi sakit selama tahap ini tidak diturunkan.
2. Tahap 2 (delirium) ditandai dengan eksitasi yang tidak terinhibisi.
Agitasi,delirium, respirasi yang ireguler dan menahan nafas. Pupil
dilatasi dan mata yang divergensi. Respons terhadap stimuli
berbahaya dapat terjadi selama tahap ini mungkin termasuk muntah,
spasme laring, hipertensi, takikardia, dan gerakan yang tidak
terkendali.
3. Tahap 3 (anestesi bedah) ditandai dengan tatapan terpusat, pupil
konstriksi, dan respirasi teratur. Target kedalaman anestesi cukup
ketika stimulasi yang menyakitkan tidak menimbulkan reflex somatic
atau mengganggu respon otonom.
4. Tahap 4 (kematian yang akan datang / overdosis) adalah ditandai
dengan timbulnya apnea, pupil yang berdilatasi dan tidak reaktif, dan
hipotensi.
Keuntungan dan Kerugian Anestesi Umum
Penyedia anestesi bertanggung jawab untuk menilai semua faktor yang
mempengaruhi kondisi medis pasien dan memilih teknik anestesi yang optimal
sesuai. Atribut anestesi umum meliputi (Press, 2013):
• Keuntungan
- Mengurangi kesadaran dan ingatan intraoperatif pasien.

- Memungkinkan relaksasi otot yang diperlukan untuk jangka waktu yang lama.

- Memfasilitasi kontrol penuh terhadap jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.

- Dapat digunakan dalam kasus-kasus kepekaan terhadap agen anestesi lokal.

- Dapat diberikan tanpa memindahkan pasien dari posisi terlentang.

- Dapat disesuaikan dengan mudah dengan durasi prosedur yang tak terduga.

- Dapat diberikan dengan cepat dan bersifat reversibel.


• Kekurangan
- Membutuhkan peningkatan kompleksitas perawatan dan biaya terkait.
- Membutuhkan beberapa derajat persiapan pasien sebelum operasi.
- Dapat menyebabkan fluktuasi fisiologis yang memerlukan intervensi aktif.

- Terkait dengan komplikasi yang kurang serius seperti mual atau muntah, sakit
tenggorokan, sakit kepala, menggigil, dan tertunda kembali ke fungsi mental yang
normal.

- Terkait dengan malignant hyperthermia, kejadian langka, dimana kondisi otot


terhadap paparan beberapa agen anestesi umum dapat menghasilkan peningkatan
suhu akut dan berpotensi mematikan, hiperkarbia, asidosis metabolik, dan
hiperkalemia.
Dietil eter merupakan salah satu dari eter komersial yang paling penting
diantara eter yang lainnya. Dalam industri dietil eter banyak digunakan sebagai
bahan pelarut untuk melakukan reaksi-reaksi organik dan memisahkan senyawa
organik dari sumber alamnya. Penggunaan sebagai pelarut diantaranya untuk
pelarut minyak, lemak, getah, resin, mikroselolosa, parfum, alkaloid, dan sebagian
kecil dipakai dalam industri butadiena. Di dalam dunia kedokteran dietil eter
sangat di identikkan sebagai bahan anestesi (Ulmann, 1987). Eter merupakan
senyawa yang dapat di manfaatkan untuk meningkatkan bilangan oktan dalam
bahan bakar premium. Diantara jenis eter yang biasa dimanfaatkan untuk
meningkatkan bilangan oktan adalah MTBE (Methyl Tertiary Buthyl Ether) dan
ETBE (Ethyl Tertiary Buthyl Ether). Senyawa dietil eter akhir-akhir ini mulai
dimanfaatkan sebagai pengungkit bilangan setana pada bahan bakar diesel atau
biodiesel, karena mempunyai bilangan setana yang tinggi.
Eter adalah senyawa tak berwarna dengan bau enak yang khas. Titik didihnya
rendah dibanding alkohol dengan jumlah atom karbon yang sama, dan
kenyataannya mempunyai titik didih sama dengan hidrokarbon, dimana pada eter
gugus -CH2- digantikan oleh oksigen. DiEtil Eter mmempunyai rumus bangun

sebagai berikut CH3CH2-O-CH2CH3. (Fessenden and Fessenden, 1997).

Marmut adalah hewan asli amerika selatan. Hewan ini masih dapat ditemukan
liar di hutan dan padang rumput Peru dan pada umumnya disepakati hewan
marmut percobaan merupakan keturunan dari Cavia aperea. Walaupun mencit,
tikus dan ayam lebih banyak dipakai dalam percobaan daripada marmut, hewan
laboratorium ini masih sangat penting karena marmut mempunyai beberapa sifat
yang tidak terdapat pada hewan percobaan lain (Smith, 1988).
III. ALAT DAN BAHAN
 Alat yang digunakan :
a. Lemari asam
b. Pipet tetes
c. Kotak
d. Kapas
e. Stopwatch
f. Jarum pentul
g. Senter
 Bahan yang digunakan :
a. Ether
 Hewan coba
a. Marmut (Cavia porcellus)

IV. CARA KERJA


1. Sebelum perlakuaan percobaan hewan coba atau marmot dibuat tenang
sebelum dilakukan pengamatan
2. Setelah tenang, hewan coba terlebih dahulu diamati frekuensi nafas dan
keadaan mata, keadaan otot, rasa nyeri, keadaan saliva, dan lainnya
3. Kemudian pengamatan dicatat hewan coba ditaruh kembali dikandang. Setelah
itu diambil kotak yang sudah berisi kapas, diteteskan sebanyak 30 tetes ether
pada kapas yang ada didalam kotak dilemari asam, kemudianditutup, ditunggu
selama satu sampai dua menit
4. Hewan coba dan kotak yang sudah ditetesi ether dibawa keluar ruangan, disana
hewan coba dimasukkan kedalam kotak dan didiamkan selama lima menit
5. Setelah lima menit diamati stage I, II, dan III anastetis. Dimana pada stage I
reflex terhadap analgetik (ditusuk dengan jarum pentul), II (frekuensi
nafas/kegelisahannya), dan stage III (hewan coba benar-benar tidur)
6. Dicatat waktu hewan coba pada stage I, II, dan III. Dan hal-hal yang perlu
diperhatikan pada saat hewan coba memasuki stage tersebut
7. Setelah selesai pengamatan tersebut, hewan coba diamati kembali frekuensi
nafas dan keadaan nafasnya, keadaan mata, keadaan otot, rasa nyeri, keadaan
saliva, dan lainnya kemudiaan dicatat hasil dari pengamatan tersebut.
V. HASIL PENGAMATAN
 Sebelum pengamatan :
 Keadaan Pernapasan : 115/menit (teratur)
 Keadaan Mata (lebar pupil) : 5 mm (gerak refleks : normal)
 Keadaan Otot : aktif
 Rasa Nyeri : refleks
 Keadaan Salivasi : normal
 Warna daun telinga : merah muda

Tercapainya “stage 1” : 5 menit.Ketika ditusuk jarum masih


menunjukkan gerak refleks

Tercapainya “stage 2” : 7 menit. Mulai gelisah

Tercapainya “stage 3” : 22,4 menit. Mulai terdiam, posisi


tubuh menurun, diikuti dengan
menurunnya kelopak mata tetapi tidak
tertidur (belum teranestesi sempurna)

 Sebelum pengamatan :
 KeadaanPernapasan : 120/menit (tidak teratur)
 Keadaan Mata (lebar pupil) : 5 mm (tidak refleks terhadap cahaya)
 Keadaan Otot : pasif
 Rasa Nyeri : refleks
 Keadaan Salivasi : terdapat sekresi saliva berlebih /
hipersaliva
 Warna daun telinga : merah muda
VI. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini mengenai anestesi umum dengan menggunakan bahan
ether sebagai anestesi umum yang akan diuji efeknya pada hewan coba marmut
sebanyak 30 tetes yang diteteskan pada kapas dan diletakkan pada kotak yang
nantinya akan ditutup, dimana metode yang digunakan ini adalah metode inhalasi
secara tertutup dimana tidak ada terjadi pertukaran udara dari luar.
Sebelum dilakukan percobaan dengan ether hewan coba dibuat tenang terlebih
dahulu untuk memudahkan pengamatan sebelum percobaan dengan ether yakni
pengamatan mengenai pernafasannya, keadaan mata, pergerakan/ keadaan otot,
rasa nyeri, salivasi, dan lain – lain. Dimana didapati hasil pernafasan hewan coba
115/ menit dengan keadaan mata normal dengan ditunjukkannya gerak mata
menutup seketika disinari dengan cahaya. Kemudian pada pengamatan rasa nyeri
didapati hasil dimana terdapat gerak refleks menghindar ketika hewan coba ditusuk
dengan jarum pentul. Dan pada pengamatan salivasi terlihat normal dengan
pengamatan lainnya yakni daun telinga dari hewan coba berwarna merah muda.
Pada percobaan hewan coba menggunakan ether setelah hewan coba
didiamkan selama lima menit dalam kotak yang ditutup, diamati refleks analgetik
(stage I) dimana didapati hasilnya negatif dimana hewan coba saat ditusuk jarum
pentul menunjukkan adanya refleks ketika diberi rangsangan. Namun pada menit
ke 7 didapati hewan coba terlihat gelisah dengan menoleh kanan kiri tanpa sebab,
tidak bisa diam dan sering menjilati kakinya. Dimana hal ini menandakan bahwa
pada menit ke 7 hewan coba sudah memasuki stage II walaupun pada pengamatan
stage I hasil yang diamati negatif. Menurut Ezekiel, 2008 Tahap 2 (delirium)
ditandai dengan eksitasi yang tidak terinhibisi. Agitasi,delirium, respirasi yang
ireguler dan menahan nafas. Pupil dilatasi dan mata yang divergensi. Respons
terhadap stimuli berbahaya dapat terjadi selama tahap ini mungkin termasuk
muntah, spasme laring, hipertensi, takikardia, dan gerakan yang tidak terkendali.
Pengamatan selanjutnya menunggu hewan coba memasuki stage III yang
mana ditandai dengan hewan coba tertidur. Saat menunggu hewan coba tertidur
terjadi perubahan sikap dimana hewan coba yang awalnya aktif pergerakannya
menjadi pasif dengan penurunan posisi tubuh dan penurunan kelopak mata dimana
menurut Munaf, 2008 stadium 3 dapat dibagi menjadi 3 bagian plane I, II, dan III.
Dimana pada plane I ditandai dengan terhentinya anggota gerak dan otot
mengalami relaksasi. Sehingga dapat diartikan dari adanya perubahan sikap atau
perilaku hewan coba sudah memasuki stadium III pada bagian plane I walaupun
hewan coba belum tertidur. Pengamatan berlangsung hingga menit ke 22,4 dimana
pada hasil pengamatan hewan coba tidak tidur, dimana ini menandakan bahwa
hewan coba belum teranestesi secara sempurna. Dimana hal ini dapat dikarenakan
karena dosis pemberiaan ether yang kurang sehingga hanya mempengaruh sedikit
atau sebagian dan tidak dapat membua hewan coba tertidur
Kemudian setelah percobaan dilakukan pengamatan setelah percobaan dimana
didapati hasil pernafasan pada hewan coba 120/ menit, dengan keadaan mata tidak
adanya gerakan refleks ketika disinari, pergerakan hewan coba yang pasif, terjadi
sekresi saliva berlebih, namun refleks terhadap rangsangan nyeri yang diberikan.
Dimana hal ini dapat diakibatkan karena efek samping penggunaan ether dimana
ether mempunyai efek samping meningkatkan mukosa saluran pernafasan,
meningkatkan sekresi saliva dan dengan pemulihan yang lambat disertai efek tidak
enak contohnya mual dan muntah.

VII. KESIMPULAN

Dapat disimpulkan pada praktikum kali ini pada pengamatan 5 menit (stage I)
didapati hasil negatif, dimana adanya gerakan refleks terhadap rangsangan rasa
sakit setelah ditusuk jarum pentul, kemudian pada menit ke 7 hewan coba terlihat
gelisah dimana sering menjilati kakinya sendiri dan menoleh atau mengarahkan
kepalanya ke arah kanan dan kekiri dimana dapat diartikan hewan coba memasuki
stage II dan terjadi perubahan sikap menjadi pasif atau diam dengan adanya
penurunan posisi tubuh dan penurunan kelopak mata pada hewan coba dimana
memasuki stage III bagian plane I. Hingga akhir pengamatan hewan coba tidak
tertidur hal ini dapat dikarenakan dosis pemerian ether yang kurang. Ether dalam
penggunaannya memiliki efek samping meningkatkan mukosa saluran pernafasan,
meningkatkan sekresi saliva dan dengan pemulihan yang lambat disertai efek tidak
enak.
DAFTAR PUSTAKA

1. Torpy, J.M., 2011.General Anesthesia. JAMA, 305(10), 1.


2. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Pain Managament. In : Morgan GE, editor.
Clinical Anesthesiology, 4th ed. Lange Medical Books/McGraw-Hill ; 2006. p. 359-
412.
3. Press, C.D., 2013.General Anesthesia, Medscape. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1271543-overview [Accessed 17 Januari
2017].
4. Ezekiel, M.R., 2008. Handbook of Anesthesiology. 2008 edition. USA: Current
Clinical Strategies Publishing.
th
5. Ullmann, (1987), “Encyclopedia of Industrial Chemistry”, Vol, A.10, 5 edition,
VCH Verlagsgesellschaft, Weinhem Federal Republic of Germany.
6. Fessenden, Ralp J, dan Joan S, Fessenden, (1997), “Kimia Organik”, jilid 1 edisi
ketiga, terjemahan oleh: Aloysius H, P, Penerbit Erlangga, Jakarta.
7. Smith, J.B dan Soesanto M., 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan
Percobaan di Daerah Tropis. Penerbit universitas Indonesia, Jakarta.

8. Munaf, S., 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Palembang: EGC.


LAMPIRAN

Pengamatan sebelum Hewan coba pada stage III plane I


dilakukan percobaan posisi tubuh menurun

Hewan coba pada stage III plane I


kelopak mata menurun

Anda mungkin juga menyukai