Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI


SISTEM SARAF PUSAT”

OLEH :
TRANSFER A 2018
KELOMPOK IV GOLONGAN II
1. ABRIYAH (1801272)
2. ADMAYANTI. R (1801273)
3. AHMAD GUFAIRIL SYAMID (1801275)
4. INDRA IRSANDI JOHAN (1801289)
5. MUHAMMAD ALPI INDRAWAN (1801298)
6. NIRMA (1801302)
7. YASINTHA RAHMAWATY RESY NAEN (1801332)

ASISTEN :
ICA SAID

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI
MAKASSAR
2018
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Sistem Saraf Pusat (SSP) merupakan sistem saraf yang dapat
mengendalikan sistem saraf lainnya di dalam tubuh dimana bekerja dibawah
kesadaran atau kemauan. SSP biasa juga disebut sistem saraf sentral karena
merupakan sentral atau pusat dari saraf lainnya . Sistem saraf pusat ini dibagi
menjadi dua yaitu otak (ensevalon), dan sumsum tulang belakang (medula
spinalis).
Sistem saraf pusat dapat ditekan seluruhnya oleh penekan saraf pusat
yang tidak spesifik misalnya hipnotik sedatif. Obat yang bekerja pada sistem
saraf pusat terbagi menjadi obat depresan saraf pusat yaitu anestik umum,
hipnotik sedatif, psikotropik, antikonvulsi, analgetik, antipiretik, inflamasi
perangsang susunan saraf pusat. Dalam percobaan ini mahasiswa farmasi
diharapkan mampu untuk mengetahui dan memahami bagaimana efek
farmakologiobat depresan saraf pusat dimana dalam percobaan ini
mahasiswa mengamati anastetik umum dan hipnotik sedatif yang dujikan
pada hewan coba mencit (Mus musculus). Obat yang digunakan untuk
anastetik umum yaitu kloroform, sedangkan untuk hipnotik sedatif digunakan
diazepam, dan thiopental.
Adapun dalam bidang farmasi, pengetahuan tentang saraf pusat perlu
untuk diketahui khususnya dalam bidang ilmu farmakologi toksikologi karena
mahasiswa farmasi dapat mengetahui obat-obat apa saja yang perlu atau
bekerja pada sistem saraf pusat. Hal inilah yang melatarbelakangi
dilakukannya percobaan ini.
I.2. Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami efek farmakologi yang ditimbulkan oleh obat
yang bekerja pada sistem saraf pusat golongan anastetik dan hipnotik-sedatif
pada hewan coba.

I.3. Tujuan Percobaan


Mengetahui efek obat anestesi, hipnotik-sedatif dan cara pengujian efek
obat pada hewan coba (mencit).

1.4. Prinsip Kerja


Adapun prinsip pada percobaan ini adalah dengan memberikan obat
anestesi dan hipnotik sedatif pada hewan coba yang diberikan melalui
inhalasi, pemberian peroral dan intraperitonial.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Sistem Saraf Pusat
Sistem Saraf adalah mekanisme yang memungkinkan tubuh bereaksi
terhadap perubahan pada berbagai lingkungan eksternal dan internal yang
senantiasa terjadi. Mekanisme ini juga mengawasi dan menyelaraskan
berbagai kegiatan tubuh (misalnya jantung dan paru-paru), untuk tujuan
deskriptif secara struktural sistem saraf dibedakan atas sistem saraf pusat
dan sistem saraf tepi dan seacara fungsional atas sistem saraf somatis dan
sistem saraf otonom. Jaringan sel terdiri dari dari dua jenis sel utama: neuron
(sel saraf) dan sel penunjangnya. Neuron merupakan ke satuan struktural
dan fungsionalis sistem saraf yang khusus berguna untuk komunikasi cepat,
sebuah neuron terdiri dari badan sel dan jalurnya, yakni dendrit dan akson
yang masing-masing membawa implus ke badan sel dan menjauhi badan sel.
Di dalam sistem saraf manusia terdapat sistem saraf pusat dan sistem saraf
otonom. Susunan saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang
dan saraf cabang yang tumbuh dari otak dan sumsum tulang belakang tadi
disebut urat saraf perifer atau saraf tepi. Sistem saraf pusat
bertanggungjawab mengendalikan gerakan-gerakan yang disadari, misal
gerakan tangan, kaki, leher dan sebagainya. Sistem saraf pusat memiliki
peranan dalam mengatur berbagai aktivitas tubuh, termasuk di dalamnya
yaitu menerima berbagai rangsangan sensorik, mengintegrasikan informasi
satu dengan yang lain, mengambil keputusan dan menghasilkan aktivitas
motorik tubuh (Tortora dan Derrickson, 2009).
II.2 Anastesi
Istilah anesthesia dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang
artinya tidak ada rasa sakit. Anestesidibagi menjadi dua kelompok, yaitu
(Gunawan dan Sulistia, 2007):
1. Anestesi lokal, yaitu hilangnya rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran;
2. Anestesi umum merupakan keadaan tidak terdapatnya sensasi yang
berhubungan dengan hilangnya kesadaran yang reversibel.
Anestesi dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu fase induksi, pemeliharaan
dan sadar kembali dari anestesi (Mycek, 2001). Suatu anestesi yang ideal
dapat menimbulkan anestesi dengan tenang dan cepat serta memungkinkan
pemulihan segera setelah penanganan selesai. Obat tersebut juga harus
punya batasan keamanan yang luas dan tidak menimbulkan dampak yang
merugikan (Katzung, 2002).
Anastetik umum adalah senyawa obat yang dapat menimbulkan anastesi
(an = tanpa, aesthesis = perasaan) atau narkosa, yakni suatu keadaan
depresi umum yang bersifat reversible dari banyak pusat sistem saraf pusat,
dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan, agak mirip dengan
pingsan (Sloane, 2003). Anestesi umum merupakan kondisi yang
dikendalikan dengan ketidaksadaran yang bersifat reversibel dan diperoleh
melalui penggunaan obat-obatan secara injeksi dan inhalasi yang ditandai
dengan hilangnya respons rasa nyeri (analgesik), hilangnya ingatan
(amnesia), hilangnya respons terhadap rangsangan atau reflek, hilangnya
gerak spontan (immobility), serta hilangnya kesadaran (unconsciousness)
(Mc Kelvey, 2003).
Tempat kerja anastesi umum:
1. Di otak, anastesi inhalasi menghambat transmisi sinaps disistem
retikulasiasendens, korteks serebri dan hipokampus. Penyampaian
informasi sensoris dari thalamus kebagian tertentu di korteks, sangat peka
terhadap anastetik.
2. Di medula spinalis, anastetik mengubah respon sensoris dari kumo
dorsalis terhadap rangsangan nyeri maupun rangsangan lainnya yang
tidak menimnulkan nyeri (Gunawan dan Sulistia, 2007).
Stadium anestesi umum dibagi menjadi empat tingkatan (stadium) :
a. Stadium I (analgesik) dimulai dari saat pemberian zat anastetik sampai
hilangnya kesadaran. Pada stadium ini penderita masih dapat mengikuti
perintah dan rasa sakit hilang (analgesik). Pada stadium ini dapat
dilakukan tindakan pembedahan ringan seperti cabut gigi, biopsi
kelenjar dan sebagainya.
b. Stadium II (delirium/eksitasi) dimulai dari hilangnya kesadaran sampai
permulaan stadium pembedahan. Pada stadium ini terlihat jelas adanya
eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, berteriak,
pernafasan tidak teratur, kadang-kadang apnea dan hipernea. Hal ini
terutama terjadi karena adanya hambatan pada sistem saraf pusat.
Pada stadium ini dapat terjadi kematian, karena itu stadium harus cepat
dilewati.
c. Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernafasan
sampai pernafasan spontan hilang. Tanda yang harus dikenal adalah
pernafasan yang tidak teratur pada stadium II menghilang, pernafasan
menjadi spontan dan teratur oleh karena tidak ada pengaruh psikis,
sedangkan pengontrolan kehendak hilang, refleks kelopak mata dan
konjungtiva hilang, gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak
merupakan tanda spesifik untuk permulaan stadium III.
d. Stadium IV (paralisis medula oblongata), dimulai dengan melemahnya
pernafasan perut dibanding stadium III, tekanan darah tidak dapat diukur
karena kolaps pembuluh darah, berhentinya denyut jantung dan dapat
disusul kematian. Pada stadium ini kelumpuhan pernafasan tidak dapat
diatasi dengan pernafasan buatan (Ganiswara, 1995).
Keadaan anestesi umum yang ideal harus mencakup analgesik, amnesia,
hambatan sensorik dan refleks otonom, serta relaksasi musculus. Hal ini
dapat dicapai dengan berbagai tingkat depresi sistem saraf pusat akibat kerja
obat anestesi. Namun demikian, tidak ada obat anestesi tunggal yang bisa
mencapai semua efek yang diharapkan tanpa disertai sejumlah kerugian bila
diberikan dengan dosis tunggal. Untuk mencapai stadium anestesi yang ideal
tindakan yang sering dilakukan adalah mengombinasikan obat-obatan dan
mengambil kelebihan masing-masing sifat yang diharapkan. Selain itu, juga
diusahakan untuk memperkecil efek yang merugikan (Sardjana dan
Kusumawati, 2004). Pada pelaksanaan pembedahan, anestesi umum yang
digunakan lebih sering dalam bentuk kombinasi dari pada penggunaan
secara tunggal. Hal ini bertujuan mendapatkan keadaan yang sinergis
terhadap sistem kardiovaskular, pernafasan, dan relaksasi otot.

II.3 Hipnotik dan Sedatif


Hipnotik atau obat tidur (hypnos = tidur), adalah suatu senyawa yang bila
diberikan pada malam hari dalam dosis terapi, dapat mempertinggi keinginan
fisiologis normal untuk tidur, mempermudah dan menyebabkan tidur. Bila
senyawa ini diberikan untuk dosis yang lebih rendah pada siang hari dengan
tujuan menenangkan, maka disebut sedativa (obat pereda). Perbedaannya
dengan psikotropika ialah hipnotik-sedativ pada dosis yang benar akan
menyebabkan pembiusan total sedangkan psikotropika tidak. Persamaannya
yaitu menyebabkan ketagihan (Mutscler, 1991).
Dalam mempengaruhi kemampuan mengatur suatu pembiusan perlu
dipertimbangkan bahwa dalam pembiusan yang ditimbulkan oleh suatu obat
pembius tertentu ditentukan oleh konsentrasinya dalam sistem saraf pusat
dan bahwa ini bergantung pada (Mutscler, 1991) :
1. Konsentrasi obat pembius dalam udara inspirasi
2. Frekuensi pernapasan dalam pernapasan
3. Ketetapan membran alveoli-kapiler
4. Pasokan darah pada paru-paru dan otak
5. Kelarutan obat pembius dalam darah
6. Koefisien distribusinya antara darah dan jaringan dalam otak.
Tidur adalah kebutuhan suatu makhluk hidup untuk menghindarkan dari
pengaruh yang merugikan tubuh karena kurang tidur. Pusat tidur di otak
mengatur fungsi fisiologis ini. Pada waktu terjadi miosis, bronkokontriksi,
sirkulasi darah lambat, stimulasi peristaltik dan sekresi saluran cerna
(Gunawan dan Sulistia, 2007).
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf
pusat (SSP). Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu
menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu
hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati (Gunawan dan
Sulistia, 2007).
Hipnotika atau obat tidur (hypnos = tidur) adalah zat-zat yang dalam
dosis terapi diperuntukkan meningkatkan kenginginan faali untuk tidur dan
mempermudah atau menyebabkan tidur. Lazimnya obat ini diberikan pada
malam hari. Bila mana zat-zat ini diberikan pada siang hari dalam dosis yang
lebih rendah untuk tujuan menenangkan, maka dinamakan sedativa (obat-
obat pereda) (Gunawan dan Sulistia, 2007).
Kebutuhan akan tidur dapat dianggap sebagai suatu perlindungan dari
organisme untuk menghindari pengaruh yang merugikan tubuh karena kurang
tidur. Tidur yang baik, cukup dalam dan lama, adalah mutlak untuk regenerasi
sel-sel tubuh dan memungkinkan pelaksnanaan aktivitas pada siang hari
dengan baik. Pada umumnya selama satu malam dapat dibedakan 4 sampai
5 siklus tidur dari kira-kira 1,5 jam. Setiap siklus terdiri dari dua stadia, yakni
(Tjay dan Rahardja, 2002).
1. Benzodiazepine
Secara kualitatif benzodiazepine memiliki efek yang hamper sama,
namun secara kuantitatif spectrum farmakodinamik serta data
farmakokinetiknya berbeda. Hal ini mendasari aplikasi klinik sangat luas
golongan ini. Berefek hipnotis, sedasi, relaksasi otot, asiolitik dan
antikonvulsi dengan potensi yang berbeda-beda.
Contoh obat: alprazolam, brotizolam, klobazam, klonazepam, klorasepat,
diazepam, halazepam, nitrazepam, midazolam, oksazepam, prazepam,
triazolam, temazepam.
2. Barbiturate
Efek utama ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai,
mulai dari sedasi, hypnosis berbagai tingkat anastesia, koma, sampai
kematian. Barbiturate tidak bisa mengurangi rasa nyeri tanpa disertai
hilangnya kesadaran dan dosis kecil dapat meningkatkan reaksi terhadap
rangsangan nyeri.
Contoh obat: amobarbital (AMYTAL), aprobarbital (ALURATE), butabarbital,
mefobarbital, pentobarbital, fenobarbital, sekobarbital, thiopental.
3. Hipnotik Lain
Obat dengan rumus kimia yang berbeda telah lama digunakan
sebagai hipnotik dan sedatif, termasuk paraldehid, klora hidrat, etklorvinot,
glutetimid, metiprilon, etinamat, dan meprobamat. Kecuali meprobamat
kesemua obat tersebut memiliki efek farmakologi yang umumnya
menyerupai barbiturate.
Neurotransmitter otak terdiri dari:
1. Norepinefrin
2. Dopamin
3. 5-Hidroksitriptamin
4. Asetilkolin
5. Asam gamma amino butirat (GABA).

II.4 Onset dan Durasi


Onset adalah waktu yang dibutuhkan suatu obat untuk memengaruhi
tubuh, sedangkan durasi adalah lama kerja obat menghasilkan efek terapi
(Fadhli, 2016).

II.5 Uraian Bahan


1. Kloroform (FI Edisi III hal 151-152)
Nama Resmi : CHLOROFORM
Nama Lain : Kloroform
RM : CHC1 3
Berat molekul : 119,38
Bobot per Ml : 1,474 gr - 1,479 gr
Pemerian : Mudah menguap, berwarna, berbaukhas, rasa
manis, membakar
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 200 bagian air,
mudah larutdalam etanol, eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik tersubat kaca
2. Propranolol (6 : 361,522)
Nama Sampel : Propranolol tablet
Nama Resmi : PROPANOLOLI HYDROCHLORIDUM
Komposisi : Tiap tablet mengandung 40 mg Propanolol HCl
Indikasi : Hipertensi, angina pectoris, kardiakaritmia,
migrain
Farmakodinamik : B-bloker menghambat secara kompetitif efek
obat adrenergik, baik NE dan Epi endogen
maupun obat adrenergik eksogen, pada
adrenoseptor B. Propanolol mempunyai efek
stabilisasi membran atau efek anestetik local
atau disebut aktivitas stabilisasi membran
dengan kekuatan sama dengan lidokain,
Propanolol menghambat glikogenesis sel di
hati dan otot rangka, sehingga mengurangi
efek hiperglekimia dari Epi serta menghambat
sekresi renin dan aktivasi enzim lipase dalam
sel lemak. Propanolol menghambat efek
sentral dopamine yang menghambat sekresi
hormon pertumbuhan sehingga terjadi
peningkatan hormon pertumbuhan dalam
plasma.
Farmakinetik : Absorpsi. Propanolol diabsorpsi dengan baik
(>90%) dari salurancerna.
Distribusi : Distribusinya ke dalam SSP sejajar dengan
kelarutannya dalam lemak. Propanolol yang
paling tinggi kelarutannya dalam lemak paling
mudah masuk ke dalam otak.
Metabolisme : <1% dieliminasirenal tak diubah, sisanya
dimetabolisme di dalam hati menjadi metabolit
aktif 4-hydroxypropanolol dan diglukuronidasi.
Ekskresi : Obat utuh yang diekskresi melalui ginjal sangat
sedikit (<10%) eliminasinya melalui metabolisme
di hati sangat ekstensif.
Farmakokinetik : - Bioavailabilitas: 40%, (first-pass-Effect”
).
- Volume distribusi: 4 l/kg
- Ikatan protein plasma: 93%
- Waktu paruh plasma: 4 jam
Efek Samping : Dekompensasi jantung akibat bradycardia.
Gejalanya berupa sesak napas, perasaan dingin
(jari kaki-tangan) dan rasa lemah, efek-efek
sentral, yang meliputi gangguan-gangguan tidur
dengan mimpi-mimpi ganjil (nightmare),
gangguan-gangguan lambung usus, mual,
muntah dan diare.
Dosis : Hipertensi: 2 kali sehari 60-80 mg; Aritmia: 4 kali
sehari 10-40 mg; Angina pect; 4 kali sehari 20
80 mg.
Dosis untuk Mencit : 0,75 mg/ml untuk 25 g mencit.
3. Diazepam(Sweetman. 2009 : 986)
Nama resmi : DIAZEPAMUM
Indikasi : Psikoneurosis dan kejang otot
Kontra Indikasi : Miastenia gravis, penderita glaukoma
Farmakologi : Tempat yang pasti dan mekanisme kerja
benzodiazepin belum diketahui pasti, tapi
efek obat disebabkan oleh penghambatan
neurotransmitter g-aminobutyric acid
(GABA). Obat ini bekerja pada limbik,
talamus, hipotalamus dari sistim saraf pusat
dan menghasilkan efek ansiolitik, sedatif,
hipnotik, relaksan otot skelet dan
antikonvulsan. Benzodiazepin dapat
menghasilkan berbagai depresi SSP- mulai
sedasi ringan sampai hipnosis hingga koma
Indikasi : Pemakaianjangka pendek pada ansietas
atau insomnia, tambahan pada putus alkohol
akut, status epileptikus, kejang demam, spasme
otot.
Mekanisme kerja : Berikatan dengan reseptor stereospesifik
Benzodiazepin pada saraf GABA post
sinaps di beberapa tempat dalam sistem
saraf pusat, termasuk sistem
limbik,susunan retikular. Menambah
efekpenghambat GABA pada hasil
eksitabilitassaraf dengan meningkatkan
permeabilitasmembran saraf terhadap ion
klorin.Pertukaran ion klorida
menyebabkanHiperpolarisasi dan stabilisasi
stimulasi peristaltik dan sekresi saluran
cerna.
Efek samping : Rasa lelah, ataksia, rasa malas, vertigo,sakit
kepala, mimpi buruk dan efek amnesia
Penyimpanan : Terlindung dari cahaya
4. Aqua pro injection
Nama resmi : Aqua steril pro injection
Indikasi : Perawatan, control, pencegahan, dan perbaikan
penyakit, kondisi dan gejala: pernapasan,
berkeringat, pencernaan dan dehidrasi
Kontra Indikasi : Hipersensitivitas terhadap API, cedera kepala
berat, gangguan kejiwaan, tumor paru-paru.
Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal dari kaca
atauplastic, tidak lebih besar dari 1 liter, wadah
kaca sebaiknya tipe 1 atau tipe 2.
II.6 Uraian Hewan Uji
1. Klasifikasi Mencit (Mus musculus)
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mamalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
2. Morfologi mencit
Mencit (Mus musculus) adalah hewan pengerat (Rodentia) yang cepat
berbiak, mudah dipelihara dalam jumlah yang banyak, variasi genetiknya
cukunyap besar serta sifat anatomis dan fisiologinya terkarakteristik
dengan baik.
Mencit bila diperlakukan dengan halus akan mudah dikendalikan
sebaliknya bila diperlakukan kasar mereka akan agresif, dan menggigit.
Bila pejantan baru dicampur kedalam kelompok yang sudah stabil susunan
hiersarchinya mereka akan berkelahi untuk menentukan pimpinan
kelompok tersebut mencit betina yang sedang menyusui anak-anak
mempertahankan serangnya bila anak dipegang dengan tangan kotor
induknya akan menggigit atau memakan anak. (Malole, 1989)
3. Karakteristik
Berat badan : Jantan 20-40 gram, Betina 25-40 gram
Berat lahir : 0,5-1,5 gram
Luar permukaan tubuh : 20 gram/36 cm
Temperature suhu : 36,5-38 C
Jumlah diploid : 40
Harapan hidup : 1,5-3,0
Komsumsi makanan : 15 g/100 g/hari
Komsumsi : 15 ml/100 g/hari
Mulai dikawinkan : Jantan 50 hari, Betina 50-60 hari
Siklus birahi : 4-5 hari
Lama kebuntinga : 19-21 hari
Estrum postpartum : Fertile
Jumlah anak perlahir : 10-12
Umur sapih : 21-28 hari
Waktu pemeliharaan : 7-9 bulan/6-10 liter
Produksi anak : 8/bulan
Jumlah pernapasan : 94-163/menit
Komposisi air susu : lemak 12,1%, Protein 9,0%, Laktosa 3,2%
Detak jantung : 335,780/menit
Volume darah : 113-147/81-106 mmHg
Tekanan darah : 76-80 mg/kg
Butir darah merah : 7,0-12,5 x 106 mm 3
Hematokrit : 39-49 %
Demoglobin : 10,2-16,6 mg/dl
Butir darah putih : 6-5 x 10-3 / mm 3
- Neutropil :10-40%
- Lymphosit : 55-95%
- Eusinophil : 0-4%
- Monosit : 0,1-3,5%
- Basophil : 0-0,3% (Anonim, 2007)
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah gelas kimia,
gelas ukur, kanula, papan pengamatan, spoit 1 CC, stopwatch, toples dan
timbangan analitik.
III.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu aqua pro
injeksi, alkohol, diazepam, kloroform, Na CMC, thiopental, kapas, tissue.

III.2 Cara Kerja


III.2.1 Cara Kerja Anastesi
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang mencit (Mus Musculus) dan berikan nomor pada tiap hewan
3. Dilakukan perlakuan dengan cara mencit dimasukkan kedalam wadah
tertutup (toples) yang kemudian kapas di masukkan kedalam toples yang
telah diberikan kloroform.
4. Diamati onset dan durasi
III.2.2 Cara kerja Hipnotik dan Sedatif
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang mencit (Mus Musculus) dan berikan nomor pada tiap hewan
3. Dilakukan perlakuan dengan cara diberikan diazepam secara peroral 1 ml
dan thiopental secara injeksi peritoneal.
4. Siapkan stopwatch
5. Kemudian dicatat mula kerja yaitu waktu dari permulaan diberinya bahan
uji sampai mencit tertidur
6. Diamati kembali sampai mencit beraktivitas
7. Catat durasi dan onset
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Dari hasil praktikum, diperoleh hasil sebagai berikut :
IV.1.1 Anestesi
Untuk uji anestesi menggunakan 2 ekor mencit yang diberikan kloroform
sebanyak 1 ml sebagai kontrol positif melalui rute pemberian obat secara
inhalasi. Hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Obat Anestesi
Mencit ke-
Kelompok Pengamatan Rata-rata
1 2
Kloroform Onset 20 detik 15 detik 17,5 detik
(inhalasi) Durasi 2.18 menit 53 detik 1.35,5 menit
IV.1.2 Hipnotik-Sedatif
Untuk uji obat hipnotik-sedatif pada hewan uji (mencit) menggunakan
obat diazepam dan thiopental sebagai kontrol positif. Sedangkan untuk
kontrol negatifnya menggunakan aqua pro injection (API). Hasil pengamatan
dapat dilohat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2. Hasil Pengamatan Obat Hipnotik-Sedatif
Mencit ke- Rata-
Kelompok Pengamatan
1 2 3 4 rata
Diazepam Onset 4.18 7.36 33 4.20 4.11,75
(PO) menit menit detik menit menit
Durasi 4.57 2.33 54 1.40 3.01
menit menit detik menit menit
Thiopental Onset 4.59 - -
(IP) menit
Durasi 9.55 - -
menit
API Onset - - -
Kontrol (-) Durasi - - -
IV.1.3 Perhitungan Dosis :
Diketahui :
Tablet diazepam = 2 mg/60 kgBB
Bobot rata-rata tablet = 1,978 gram
Penyelesaian :
Dosis untuk 1 kg mencit = 2 mg/60 kgBB x km manusia/km mencit
= 2 mg/60 kgBB x 37/3
= 0,03 mg/kgBB x 12,3
= 0,4 mg
Bobot mencit yang paling besar 30 gram
Dosis untuk 1 mencit = 0,4 mg/kgBB x 30 gram
= 0,0004 gram/1000 gramBB x 30 gram
= 0,00012 gram
Untuk 15 mencit = 0,012 mg x 15
= 0,18 mg
Untuk jumlah obat diazepam yang ditimbang :
= Dosis hewan coba/Dosis etiket obat x bobot rata-rata tablet
= 0,18 mg/2 mg x 1.978 mg
= 178,02 mg
Volume pemberian diazepam I (PO) :
Mencit 1 = 25,5 gram/30 gram x 0,5 ml
= 0,43 ml
Mencit 2 = 22,4 gram/30 gram x 0,5 ml
= 0,37 ml
Volume pemberian diazepam II (PO) :
Mencit 1 = 24 gram/30 gram x 0,5 ml
= 0,4 ml
Mencit 2 = 22,9 gram/30 gram x 0,5 ml
= 0,38 ml
IV.2 Pembahasan
Obat perangsang SSP adalah obat yang dalam dosis kecil mempunyai
efek perangsang SSP dan bila dosisnya ditingkatkan akan membentuk efek
eksitasi/konfulsi. Obat yang bekerja pada system saraf ini lebih ke obat
anestesi umum. Anestesi umum adalah senyawa obat yang dapat
menimbulkan anesthesia atau narkosa, yakni suatu keadaan depresi yang
bersifat reversibel. Seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan, agak mirip
dengan keadaan pingsan.
Hipnotik-sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf
pusat (SSP), mulai ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk,
menidurkan hingga yang berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya
kesadaran, koma dan mati bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat
sedasi menekan aktivitas, menurunkan respon terhadap rangsangan dan
menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur
yang menyerupai tidur fisiologis.
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui efek obat dan
cara pengujian efek obat anestesi, hipnotik-sedatif pada hewan coba (mencit).
Pada praktikum ini, dilakukan dengan mengamati onset dan durasi obat-
obat yang digunakan. Adapun obat yang digunakan untuk uji anestesi yaitu
kloroform sebanyak 1 ml tiap ekor mencit yang diberikan secara inhalasi.
Sedangkan untuk uji hipnotik-sedatif menggunakan obat diazepam dan
thiopental sebagai kontrol positif dan API (aqua pro injection) sebagai kontrol
negatif. Onset adalah waktu yang dibutuhkan suatu obat untuk
mempengaruhi tubuh. Sedangkan durasi adalah lama kerja obat
menghasilkan efek terapi.
Dari hasil pengamatan obat anestesi (kloroform) onset rata-rata yang
diperoleh yaitu 17,5 detik sedangkan rata-rata durasinya yaitu 1.35,5 menit.
Efek yang ditunjukkan oleh mencit terjadi ketidakseimbangan gerakan mencit.
Hal ini karena kloroform bekerja secara cepat dan lancar sehingga stadium
dari anestesi lebih cepat terlampaui. Kloroform yang masuk kedalam tubuh
melalui inhalasi akan tetap berada dalam tubuh dan akan dimetabolisme oleh
hati. Kloroform bersifat lipofilik yaitu larut dalam jaringan lemak sehingga
menyebabkan transpor normal oksigen terganggu dan lama-kelamaan akan
menimbulkan efek anestesi. Mekanisme kerja anestesi umum yang diberikan
secara inhalasi yaitu menekan dan membangkitkan aktifitas neuron
diberbagai area otak. Sedangkan mekanisme kerja dari obat kloroform yaitu
merusak sel hati melalui relatif yaitu radikal triklorometil. Radikal ini secara
kovalen mengikat protein dan lipid jenuh sehingga terbentuk peroksidasi lipid.
Pada membran sel akan menyebabkan kerusakan dan menyebabkan
pecahnya membrane sel, peroksidasi lipid yang menyebabkan penekan
pompa Ca 2+ mikrosom yang dapat menyebabkan gangguan awal hemostatik
Ca2+ sel hati yang dapat kematian sel. Pemberian kloroform dengan cara
inhalasi dihitung onsetnya mulai dari masuknya kedalam toples lalu ditutup,
sehingga beberapa detik kemudian mencit akan tertidur dan pingsan.
Mekanisme kerja kloroform dapat menurunkan stabilitas kecepatan kontraksi
dapat diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna, konsentrasi
tinggi dalam plasma dicapai dalam waktu 30 menit dan masa paruh plasma
antara 1-3 jam.
Untuk pengamatan hipnotik sedatif menggunakan diazepam diperoleh
rata-rata onset sebesar 4.11,75 menit dan durasinya sebesar 3.01 menit. Efek
yang ditunjukkan oleh mencit perlahan merasakan efek sedasi. Diazepam
termasuk obat hipnotik-sedatif golongan benzodiazepine. Mekanisme
kerjanya yaitu bekerja pada system GABA yaitu dengan memperkuat fungsi
hambatan neuron GABA. Reseptor benzodiazepine dalam seluruh SSP
terdapat dalam kerapatan tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan
oksipitalis, di hipokampus dan dalam otak kecil. Dengan adanya interaksi
benzodiazepine, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat dan
dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktivitas resepror GABA,
saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan banyak mengalir
masuk kedalam sel. Meningkatnya ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi
sel yang bersangkutan dan sebagai akibatnya kemampuan sel untuk
dirangsang akan berkurang.
Kecepatan absorpsi oral diazepam lebih cepat dibandingkan
benzodiazepine pada umumnya. Diazepam termasuk golongan
benzodiazepine yang bekerja dengan t1/2 lebih lama dari 24 jam. Diazepam
diabsopsi dengan baik disaluran cerna. Secara oral, onsetnya 30 menit,
waktu puncaknya 1-2 jam dan durasinya 2-3 jam. Pada pemberian oral
konsentrasi plasma rata-ratanya 76% dan 81%. Pemberian diazepam dengan
konsentrasi besar akan mendapatkan efek sedatif yang lebih besar.
Pengamatan hipnotik sedatif juga menggunakan obat thiopental. Onset
yang dihasilkan dari pengamatan adalah 4,59 menit sedangkan durasinya
adalah 9,55 menit. Efek yang ditunjukkan oleh mencit yaitu efek sedasi.
Thiopental merupakan turunan barbiturat yang mempunyai kerja awal dan
masa kerja yang singkat. Mekanisme kerja thiopental mempunyai nilai
koefisien partisi air. Dalam plasma darah mempunyai pH 7,4 thiopental
terdapat dalam bentuk tidak terionisasi 50%, yang mempunyai kelarutan
dalam lemak besar. Setelah pemberian dosis tunggal, didistribusikan
kejaringan otak secara cepat kejaringan otak atau SSP, yang mengandung
banyak jaringan sehingga kadar dalam jaringan otak lebih besar dibanding
kadar dalam plasma dan terjadi efek anestesi (awal kerja obat cepat).
Thiopental yang berada dalam plasma darah dengan cepat terdistribusi dan
disimpan dalam depo lemak. Makin lama makin banyak sehingga kadar obat
dalam plasma menurun secraa drastis. Untuk mencapai keseimbangan,
thiopental yang ada dalam jaringan otak akan masuk kembali dalam plasma
darah sehingga kadar anestesi tidak tercapai lagi, dan efek anestesi segera
berakhir (masa kerja obat singkat). API (aqua pro injection) yang berfungsi
sebagai kontrol negatif tidak menimbulkan efek apapun sehingga tidak ada
onset dan durasi.
Dalam mempengaruhi kemampuan mengatur suatu pembiusan
(anestesi) perlu diperhatikan beberapa hal, diantaranya :
1) Konsentrasi obat anestesi dalam udara inspirasi.
2) Frekuensi pernapasan.
3) Ketetapan membran alveoli-kapiler.
4) Pasokan darah pada paru-paru.
5) Kelarutan obat anestesi dalam darah.
6) Koefisien distribusinya antara darah dan jaringan dalam otak.
Hal tersebut dapat mempengaruhi hasil dari pengamatan terhadap onset
dan durasi obat yang diberikan pada mencit. Selain hal tersebut, perbedaan
onset dan durasi dari hasil pengamatan yang berbeda dengan literatur juga
dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: kurangnya ketelitian dari
praktikan dalam menentukan onset dan durasi, pemberian obat yang kurang
berhati-hati sehingga dapat menyebabkan obat tidak masuk kedalam tubuh
sehingga bioavailabilitas obat didalam tubuh mencit kurang terpenuhi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa :
1. Efek anestesi yang menggunakan kloroform sebanyak 2 mencit memiliki
rata-rata onset 17,5 detik dan rata-rata durasi adalah 1.35,5 menit pada
jalur pemberian yang dilakukan melalui inhalasi. Efek yang ditunjukkan
oleh mencit terjadi ketidakseimbangan gerakan mencit.
2. Pada pengujian hipnotik –sedatif menggunakan diazepam dan thiopental
didapatkan hasil sebagai berikut :
a) Diazepam : menunjukkan rata-rata onset 4.11,75 menit dan memiliki
durasi selama 3.01 menit dengan pemberian secara oral. Efek yang
ditunjukkan oleh mencit perlahan merasakan efek sedasi.
b) Thiopental : menunjukkan waktu onset 4.59 menit dan memiliki durasi
selama 9.55 menit dengan pemberian secara intraperitoneal. Efek
yang ditunjukkan oleh mencit yaitu efek sedasi.

V.2 Saran
1. Saran untuk dosen
Saran dari kami sebaiknya pada saat praktikum diharapkan agar dosen
pembimbing untuk sering hadir untuk memantau jalannya praktikum.
2. Saran untuk asisten
Saran dari kami sebaiknya tiap asisten dapat mendampingi masing-masing
kelompok dalam praktikum, agar kami dapat mudah memahami praktikum
yang dilakukan.
3. Saran untuk laboratorium
Saran kami yaitu agar alat-alat dan bahan di dalam laboratorium lebih
dilengkapi lagi agar dalam praktikum dapat berjalan lancar tanpa ada
kendala.
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Fadhli C., Syafrullah., Sayuti, A dkk. 2016. Perbandingan Onset dan Durasi
Sedasi Ketamin-Xilasin dan Propofol pada Anjing Jantan Lokal (Cains
Familiaris). Jurnal Medika Veterinaria, 10 (2). Retrieved from
http://jurnal.unsyiah.ac.id/JMV/article/download/4605/3977.
Ganiswarna, S.1995.Farmakologi dan Terapi, edisi IV. Jakarta: Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Gunawan dan Sulistia. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI.
Katzung, B.G. 2002.Farmakologi : Dasardan Klinik, Buku 2, Edisi 8,
Jakarta:Penerbit Salemba Medika.
Malole, M.B.M dan Pramono C.S.U. 1989. Penggunaan Hewan-hewan
Percobaan di Laboratorium. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, IPB.
Mutschler, E. 1991.Dinamika Obat, Edisi V. Bandung: Penerbit ITB.
Mycek, M.J., Harvey, R.A., Champe, P.C., Fisher, B.D. 2001.Farmakologi
Ulasan Bergambar, Edisi II, diterjemahkan oleh Agoes, A., Widya
Medika, Jakarta.
Sardjana, I.K.W., dan Kusumawati, K. D. 2004. Anestesi Veteriner, Jilid I.
Yogyakarta: UGM.
Sloane, E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Sweetman, S.C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference, Thirty Sixth
Edition. New York:Pharmaceutical Press.
Tjay dan Rahardja. 2002.Obat-obat Penting, Khasiat, Pengunaaan dan Efek
Sampingnya, Edisi V. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia.
Tortora, G. J., dan Derrickson, B. 2009. Principles of Anatomy & Physiology.
USA: John Wiley & Sons. Inc.

Anda mungkin juga menyukai