Anda di halaman 1dari 9

KEPUTUSAN

DIREKTUR RUMAH SAKIT AULIA

NOMOR : 007/RS.AULIA/SK – DIR/I/20017

TENTANG

KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT


DIREKTUR RUMAH SAKIT AULIA

MENIMBANG : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah


Sakit Aulia, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan
yang bermutu tinggi;
b. Bahwa agar pelayanan di Rumah Sakit Aulia dapat
terlaksana dengan baik, perlu adanya Peraturan Direktur
tentang Kebijakan Pelayanan Rumah Sakit Aulia sebagai
landasan bagi penyelenggaraan seluruh pelayanan di
Rumah Sakit Aulia;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam a dan b, perlu ditetapkan dengan Peraturan Direktur
Rumah Sakit Aulia.
MENGINGAT : 1. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit;
3. Peraturan Menteri Kesehatan No 1438/ Menkes/
PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran
4 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit;

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT AULIA TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT AULIA
KESATU : Kebijakan pelayanan Rumah Sakit Aulia sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
KEDUA : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan
Rumah Sakit Aulia dilaksanakan oleh Kepala Bidang
Pelayanan Rumah Sakit Aulia

KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila


di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan
ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 10 januari 2017

Dr. Gatot Soeryo K,PFK., MM


Direktur
LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH KECAMATAN MANDAU KABUPATEN
BENGKALIS
NOMOR : 56/KPTS/IV/2013
TANGGAL : 1 April 2013

KEBIJAKAN PELAYANAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KECAMATAN MANDAU

1. Pelayanan Instalasi :
 Pelayanan Instalasi Gawat Darurat, Rawat Inap, Laboratorium dan Radiologi
dilaksanakan dalam 24 jam. Pelayanan Rawat Jalan sesuai dengan jadwal
praktik dokter.
 Setiap pasien yang datang berobat ke Instalasi Rawat Jalan dan Gawat
Darurat, mendapat pelayanan kesehatan sesuai dengan standar prosedur
rumah sakit dan standar pelayanan medis.
 Pelayanan Kamar Operasi dilaksanakan dalam jam kerja, dan dilanjutkan
dengan sistem on call.
 Pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien.
 Seluruh staf RS harus bekerja sesuai dengan standar profesi,
pedoman/panduan dan standar prosedur opersional yang berlaku, serta
sesuai dengan etika profesi, etika RS dan etiket RS yang berlaku.
 Seluruh staf RS dalam melaksanakan pekerjaannya wajib selalu sesuai
dengan ketentuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3),
termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri (APD).
2. Skrining dan triase :
 Skrining dilakukan pada kontak pertama untuk menetapkan apakah pasien
dapat dilayani oleh RS.
 Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, visual atau pengamatan,
pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik imajing
sebelumnya.
 Kebutuhan darurat, mendesak, atau segera diidentifikasi dengan proses triase
berbasis bukti untuk memprioritaskan pasien dengan kebutuhan emergensi.
3. Identifikasi :
 Setiap pasien yang masuk rawat inap harus dipasangkan gelang identitas
pasien.
 Pasien selalu diidentifikasi sebelum pemberian obat, sebelum transfusi darah
atau produk darah lainnya, sebelum pengambilan darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan laboratorium klinis, sebelum pemeriksaan radiologi, serta
sebelum dilakukan tindakan.
4. Transfer/ perpindahan di dalam rumah sakit :
 Transfer dilaksanakan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
 Pasien yang ditransfer harus dilakukan stabilisasi terlebih dahulu sebelum
dipindahkan.
5. Transfer keluar rumah sakit / rujukan :
 Pasien yang dirujuk harus dilakukan stabilisasi terlebih dahulu sebelum
dirujuk.
 Rujukan ke rumah sakit ditujukan kepada individu secara spesifik.

 Pasien dirujuk berdasarkan atas kondisi kesehatan dan kebutuhan akan


pelayanan berkelanjutan.
 Pada saat proses rujukan, petugas medis yang mendampingi pasien
bertanggung jawab selama proses rujukan.
 Obat - obatan dan peralatan yang dibutuhkan selama transportasi harus
sudah tersedia selama proses rujukan.
 Proses rujukan didokumentasikan di dalam rekam medis pasien.
6. Penundaan pelayanan :
 Memperhatikan kebutuhan klinis pasien pada waktu menunggu atau
penundaan untuk pelayanan diagnostik dan pengobatan
 Memberikan informasi apabila akan terjadi penundaan pelayanan atau
pengobatan
 Memberi informasi alasan penundaan atau menunggu dan memberikan
informasi tentang alternatif yang tersedia sesuai dengan keperluan klinik
mereka.
7. Pemulangan pasien :
 DPJP yang bertanggung jawab atas pelayanan pasien tersebut, harus
menentukan kesiapan pasien untuk dipulangkan.
 Keluarga pasien dilibatkan dalam perencanaan proses pemulangan yang
terbaik atau sesuai kebutuhan pasien.
 Rencana pemulangan pasien meliputi kebutuhan pelayanan penunjang dan
kelanjutan pelayanan medis.
 Identifikasi organisasi dan individu penyedia pelayanan kesehatan di
lingkungannya yang sangat berhubungan dengan pelayanan yang ada di
rumah sakit serta populasi pasien.
 Resume pasien pulang dibuat oleh DPJP sebelum pasien pulang.
 Resume berisi pula instruksi untuk tindak lanjut.
 Salinan resume pasien pulang didokumentasikan dalam rekam medis.
 Salinan resume pasien pulang diberikan kepada praktisi kesehatan perujuk.
8. Transportasi :
 Transportasi milik rumah sakit, harus sesuai dengan hukum dan peraturan
yang berlaku berkenaan dengan pengoperasian, kondisi dan pemeliharaan
 Transportasi disediakan atau diatur sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
pasien
 Semua kendaraan yang dipergunakan untuk transportasi, baik kontrak
maupun milik rumah sakit, dilengkapi dengan peralatan yang memadai,
perbekalan dan medikamentosa sesuai dengan kebutuhan pasien yang
dibawa.
9. Hak pasien dan keluarga :
 Menghormati kebutuhan privasi pasien.
 Melindungi barang milik pasien dari pencurian atau kehilangan.
 Melindungi dari kekerasan fisik.
 Anak-anak, individu yang cacat, lanjut usia dan lainnya yang berisiko
mendapatkan perlindungan yang layak.
 Membantu mencari second opinion dan kompromi dalam pelayanan didalam
maupun diluar rumah sakit.

 Pernyataan persetujuan (lnformed Consent) dari pasien didapat melalui suatu


proses yang ditetapkan rumah sakit dan dilaksanakan oleh staf yang terlatih,
dalam bahasa yang dipahami pasien.
 Informed consent diperoleh sebelum operasi, anestesi, penggunaan darah
atau produk darah dan tindakan serta pengobatan lain yang berisiko tinggi.
10. Penolakan pelayanan dan pengobatan :
 Memberitahukan hak pasien dan keluarga untuk menolak atau tidak
melanjutkan pengobatan.
 Memberitahukan tentang konsekuensi, tanggung jawab berkaitan dengan
keputusan tersebut dan tersedianya alternatif pelayanan dan pengobatan.
 Memberitahukan pasien dan keluarganya tentang Menghormati keinginan dan
pilihan pasien untuk menolak pelayanan resusitasi atau memberhentikan
pengobatan bantuan hidup dasar ( Do Not Resuscitate )
 Setiap tindakan medis yang tidak mendapat persetujuan dari pasien dan
keluarga termasuk resusitasi hanya akan dilaksanakan apabila telah
mendapat persetujuan dari pasien atau keluarga.
11. Pelayanan pasien tahap terminal :
 Mendukung hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang penuh hormat
dan kasih sayang pada akhir kehidupannya
 Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan semua
aspek pelayanan pada tahap akhir kehidupan
 Semua staf harus menyadari kebutuhan unik pasien pada akhir kehidupannya
yaitu meliputi pengobatan terhadap gejala primer dan sekunder, manajemen
nyeri, respon terhadap aspek psikologis, sosial, emosional, agama dan
budaya pasien dan keluarganya serta keterlibatannya dalam keputusan
pelayanan.
12. Asesmen pasien :
 Semua pasien yang dilayani rumah sakit harus diidentifikasi kebutuhan
pelayanannya melalui suatu proses asesmen yang baku.
 Asesmen awal setiap pasien meliputi evaluasi faktor fisik, psikologis, sosial
dan ekonomi, termasuk pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan
 Hanya mereka yang kompeten sesuai perizinan, undang-undang dan
peraturan yang berlaku dan sertifikasi dapat melakukan asesmen
 Asesmen awal medis dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap
atau lebih dini/cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan rumah sakit.
 Asesmen awal keperawatan dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat
inap atau lebih cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan rumah sakit.
 Asesmen awal medis yang dilakukan sebelum pasien di rawat inap, atau
sebelum tindakan pada rawat jalan di rumah sakit, tidak boleh lebih dari 30
hari, atau riwayat medis telah diperbaharui dan pemeriksaan fisik telah
diulangi.
 Untuk asesmen kurang dari 30 hari, setiap perubahan kondisi pasien yang
signifikan, sejak asesmen dicatat dalam rekam medis pasien pada saat
masuk rawat inap
 Asesmen awal termasuk menentukan kebutuhan rencana pemulangan pasien
(discharge)

 Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu atas dasar
kondisi dan pengobatan untuk menetapkan respons terhadap pengobatan
dan untuk merencanakan pengobatan atau untuk pemulangan pasien.
 Data dan informasi asesmen pasien dianalisis dan diintegrasikan.
13. Manajemen obat :
 Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian
yang tidak sengaja di area tersebut, bila diperkenankan kebijakan.
 Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien diberi label yang
jelas dan disimpan dengan cara yang membatasi akses (restrict access).
14. Manajemen nutrisi :
 Pasien di skrining untuk status gizi.
 Respon pasien terhadap terapi gizi dimonitor.
 Makanan disiapkan dan disimpan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi
dan pembusukan.
 Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik.
 Distribusi makanan secara tepat waktu, dan memenuhi permintaan khusus.
15. Manajemen nyeri:
 Semua pasien rawat inap dan rawat jalan di skrining untuk rasa sakit dan
dilakukan asesmen apabila ada rasa nyerinya.
 Pasien rawat Jalan yang mengalami nyeri harus segera mendapatkan
pelayanan pengelolaan nyeri di Instalasi Gawat Darurat apabila diperlukan.
 Pasien dibantu dalam pengelolaan rasa nyeri secara efektif.
 Pengelolaan nyeri dilakukan sesuai pedoman dan prosedur.
 Komunikasi dengan dan mendidik pasien dan keluarga tentang pengelolaan
nyeri dan gejala dalam konteks pribadi, budaya dan kepercayaan agama
masing-masing.
16. Surgical Safety Checklist :
 Rumah Sakit menggunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien dalam proses penandaan /
pemberian tanda.
 Rumah Sakit menggunakan Surgical Safety checklist untuk melakukan
verifikasi praoperasi tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien dan semua
dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat/benar, dan
fungsional.
 Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat/mendokumentasikan
prosedur “sebelum insisi / time-out” tepat sebelum dimulainya suatu
prosedur / tindakan pembedahan.
17. Hand hygiene :
 Setiap Petugas dan unsur terkait yang berada dilingkungan rumah sakit harus
bisa melaksanakan hand hygiene dengan baik dan benar.
 Setiap petugas dan unsur terkait yang berada dilingkungan rumah sakit,
harus melaksanakan program hand hygiene yang telah ditetapkan rumah
sakit.
18. Risiko jatuh :
 Setiap pasien rawat inap dan gawat darurat harus mendapat asesmen awal
risiko pasien jatuh dan dilakukan asesmen ulang terhadap pasien, bila
diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.

 Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang


pada hasil asesmen dianggap berisiko.
 Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik tentang keberhasilan pengurangan
cedera akibat jatuh maupun dampak yang berkaitan secara tidak disengaja.
19. Komunikasi efektif :
 Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan
secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
 Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara lengkap
dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
 Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi
perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
20. Manajemen di instalasi :
 Semua petugas instalasi wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
 Penyediaan tenaga di setiap instalasi harus mengacu kepada pola
ketenagaan.
 Setiaap Instalasi wajib melaksanakan koordinasi dan evaluasi dalam rapat
rutin bulanan minimal satu bulan sekali.
 Setiap Instalasi wajib membuat laporan setiap bulan dan diserahkan kepada
bidang terkait sesuai dengan struktur organisasi rumah sakit.
 Peralatan di instalasi harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kaliberasi
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk menjamin semua sediaan
farmasi tetap dalam kondisi yang baik.
 Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan
dalam K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

Ditetapkan di : Duri
Pada tanggal : 1 April 2013

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM


DAERAH
KECAMATAN MANDAU KABUPATEN
BENGKALIS

dr. ERSAN SAPUTRA, TH


PENATA TK.I / III d
NIP. 19740220 200312 1 007

Anda mungkin juga menyukai