123dok Analisa Struktur Pelat Dua Arah Tanpa Balok Flat Slab PDF
123dok Analisa Struktur Pelat Dua Arah Tanpa Balok Flat Slab PDF
(FLAT SLAB)
Tugas Akhir
Disusun oleh:
Tugas Akhir
Disusun oleh:
Disetujui oleh :
Dosen Pembimbing
Prof.Dr.Ing.Johannes Tarigan
NIP.19561224 198103 1 002
gaya dalam yang terjadi pada flat slab. Perhitungan ini ditujukan untuk
menemukan besaran gaya dalam yang terjadi pada setiap panel di dalam flat slab.
Sehingga dari sini kita dapat mengetahui besarnya gaya dalam dan juga bentuk
Bentuk pelat yang diambil ada dua macam yaitu bujur sangkar dan persegi
panjang. Alasan digunakannya dua bentuk pelat ini adalah agar di dalam tulisan
kedua bentuk dapat diperbandingkan secara lebih nyata dan lebih kompleks. Dan
akibat dari keterbatasan literatur mengenai pembahasan pelat ini maka penulis
yang ada.
Pembahasan yang dilakukan dalam tugas akhir ini antara lain perhitungan
program AutoCAD .
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan ini adalah semakin
besar dimensi dari flat slab maka lendutan pelat tersebut juga akan semakin besar.
Oleh karena itu, pelat berbentuk bujur sangkar merupakan bentuk yang paling
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
akhir ini dengan judul “Analisa Struktur Pelat Dua Arah Tanpa Balok (Flat
Slab)”.
Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai syarat dalam ujian sarjana
teknik sipil bidang studi struktur pada fakultas teknik Universitas Sumatera Utara
Medan. Penulis menyadari bahwa isi dari tugas akhir ini masih banyak
pemahaman penulis. Untuk penyempurnaannya, saran dan kritik dari bapak dan
dari berbagai pihak, tugas akhir ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang senantiasa penulis cintai
Samuella, Egi, Ahmad, Emir, Joko, Asrul, Daniel, Widarto, Ilham, dan
Akhir kata penulis mengharapkan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Abstrak ................................................................................................................ i
Daftar Pustaka
Lampiran
A = luas tampang
E = modulus elastisitas
G = modulus geser
h = tebal pelat
v = rasio poisson
R = reaksi perletakan
Tabel.IV.7 : Tabel dan Grafik Lendutan Flat Slab Bujur Sangkar di Tepi
Pelat ......................................................................................... 56
Tabel.IV.8 : Tabel dan Grafik Momen Lentur (Mx) Flat Slab Bujur
Tabel.IV.9 : Tabel dan Grafik Momen Lentur (Mx) Flat Slab Bujur
Tabel.IV.10 : Tabel dan Grafik Momen Lentur (My) Flat Slab Bujur
Tabel.IV.11 : Tabel dan Grafik Momen Lentur (My) Flat Slab Bujur
Tabel.IV.14 : Tabel dan Grafik Momen Lentur (Mx) Flat Beam Bujur
Tabel.IV.15 : Tabel dan Grafik Momen Lentur (Mx) Flat Beam Bujur
Tabel.IV.16 : Tabel dan Grafik Momen Lentur (My) Flat Beam Bujur
Tabel.IV.17 : Tabel dan Grafik Momen Lentur (My) Flat Beam Bujur
Tabel.IV.20 : Tabel dan Grafik Momen Lentur (Mx) Flat Slab Persegi
Tabel.IV.21 : Tabel dan Grafik Momen Lentur (Mx) Flat Slab Persegi
Tabel.IV.22 : Tabel dan Grafik Momen Lentur (My) Flat Slab Persegi
Tabel.IV.23 : Tabel dan Grafik Momen Lentur (My) Flat Slab Persegi
Tabel.IV.26 : Tabel dan Grafik Momen Lentur (Mx) Flat Beam Persegi
Tabel.IV.27 : Tabel dan Grafik Momen Lentur (Mx) Flat Beam Persegi
Tabel.IV.28 : Tabel dan Grafik Momen Lentur (My) Flat Beam Persegi
Tabel.IV.29 : Tabel dan Grafik Momen Lentur (My) Flat Beam Persegi
Luar ......................................................................................... 8
gaya dalam yang terjadi pada flat slab. Perhitungan ini ditujukan untuk
menemukan besaran gaya dalam yang terjadi pada setiap panel di dalam flat slab.
Sehingga dari sini kita dapat mengetahui besarnya gaya dalam dan juga bentuk
Bentuk pelat yang diambil ada dua macam yaitu bujur sangkar dan persegi
panjang. Alasan digunakannya dua bentuk pelat ini adalah agar di dalam tulisan
kedua bentuk dapat diperbandingkan secara lebih nyata dan lebih kompleks. Dan
akibat dari keterbatasan literatur mengenai pembahasan pelat ini maka penulis
yang ada.
Pembahasan yang dilakukan dalam tugas akhir ini antara lain perhitungan
program AutoCAD .
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan ini adalah semakin
besar dimensi dari flat slab maka lendutan pelat tersebut juga akan semakin besar.
Oleh karena itu, pelat berbentuk bujur sangkar merupakan bentuk yang paling
PENDAHULUAN
berbagai jenis struktur pelat yang cukup rumit misalnya pada struktur jembatan,
pesawat terbang, bangunan, dan produk industri lainnya. Pada analisa struktur
struktur tersebut menyangkut beberapa hal, antara lain: kerumitan bentuk struktur
yang kerap kali tidak simetris, karakteristik material yang non-linier dan kondisi
penyelesaian eksak hanya dapat diperoleh untuk kasus yang paling sederhana.
Dalam model teori yang telah dikembangkan, analisa dan dan modelisasi
struktur pelat dapat disederhanakan menjadi sebuah bidang datar yang disebut
permukaan referensi, yaitu bidang tengah pelat atau bidang xy (z = 0). Dengan
hukum hooke dan ekspresi energi) struktur solid 3 dimensi akan digeneralisasikan
Secara umum, pelat merupakan suatu struktur solid tiga dimensi dengan
bidang permukaan yang lurus, datar (tidak melengkung) dan tebalnya jauh lebih
tepi pelat bisa bebas, jepit-jepit elastis, bertumpuan sederhana, bertumpuan elastis
atau dalam beberapa hal dapat berupa tumpuan titik terpusat. Beban statis dan
dinamis yang dipikul oleh pelat umumnya tegak lurus terhadap permukaan pelat
sehingga peralihan yang terjadi pada pelat merupakan akibat dari aksi lentur pelat.
dibandingkan dengan pelat lain yaitu pada pelat ini tidak menggunakan balok
sebagai penahan bebannya melainkan pelat itu sendiri yang menahan beban
diatasnya. Hal ini pasti menimbulkan pemikiran, tanpa adanya balok sebagai
penahan pada pelat flat-slab ini pasti akan mengalami momen dan lendutan yang
besar terutama pada bagian tengah pelat. Hal inilah yang mendasari penulisan
tugas akhir ini, yaitu untuk menganalisa seberapa besar momen dan lendutan yang
terjadi pada pelat flat-slab ini dan membandingkannya dengan pelat lain sehingga
kita dapat mengetahui perbedaan yang konkrit antara pelat flat-slab ini dengan
pelat biasa sehingga hal ini dapat dijadikan pedoman untuk mendesain pelat.
beberapa hal yang dapat saya hipotesa, antara lain: Lendutan yang terjadi pada
pelat flat-slab lebih besar dibandingkan dengan lendutan yang terjadi pada pelat
balok. Dan besarnya nilai lendutan tergantung pada dimensi dari pelat tersebut.
sementara itu, momen yang terjadi pada kedua jenis pelat tersebut sama besarnya
apabila beban yang diberikan pada kedua jenis pelat tersebut sama besar.
I.2. PERMASALAHAN
Permasalahan yang terjadi pada pelat sangat luas dan rumit. Kasus-kasus
seperti lendutan, momen lentur, momen puntir, gaya geser, analisa tegangan dan
regangan, torsi, dan lain sebagainya. Hal ini belum termasuk permasalahan yang
terjadi akibat bentuk pelat yang beragam dan kondisi perletakan yang berbeda
pada pelat. Oleh karena itu, dibutuhkan waktu yang lama untuk dapat mempelajari
Dalam tugas akhir ini, permasalahan yang utama yang dihadapi adalah
mengenai gaya dalam yang terjadi pada pelat tanpa balok (Flat-Slab). Dalam
menyebabkan terjadi lendutan pada tepi pelat. Sementara pada kasus pelat balok
karena tepi dari pelat tersebut menggunakan balok sehingga lendutan hanya
terjadi di tengah pelat sementara lendutan yang terjadi pada tepi pelat ini hampir
tidak ada. Inilah perbedaan yang khas dari kedua jenis pelat ini dan inilah yang
mendasari penulisan tugas akhir ini yaitu untuk mengetahui seberapa besar
perbedaan gaya dalam dari kedua pelat ini dari segi perhitungan mekanika teknik.
Reaksi (R) yang terjadi pada gambar lendutan pelat diatas dapat dicari
Adapun manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui
sejauh mana perbedaaan Gaya Dalam seperti Lendutan (w) dan Momen Lentur
(Mx dan My) antara flat-slab dan flat beam, sehingga kita dapat mengetahui
pelat dan akibat dari keterbatasan literatur serta waktu yang kurang mencukupi,
sehingga dalam penulisan tugas akhir ini hanya akan membahas mengenai
perhitungan mekanika teknik dari pelat yang dibandingkan saja. Dengan kata lain,
bahan dan lain sebagainya tidak akan dibahas dalam tugas akhir ini.
Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah studi
yang relevan dan berhubungan dengan pembahasan pada tugas akhir ini serta
untuk mengetahui perbandingan antara satu variabel dengan variabel lain. Dalam
tugas akhir ini variabel yang dibandingkan adalah Flat-Slab dengan Flat Beam.
TINJAUAN PUSTAKA
regangan dalam sebuah benda elastis. Bila suatu benda dibebani oleh gaya luar,
regangan. Perubahan bentuk ini tergantung pada konfigurasi geometris dari benda
tersebut dan pada sifat mekanis bahannya. Dalam teori elastisitas kita batasi
pembahasan hanya pada bahan yang elastis linier, yaitu keadaan dimana hubungan
antara regangan dan tegangan bersifat linier dan perubahan bentuk serta tegangan
akan hilang bila gaya luar dihilangkan.Selain hal tersebut, teori elastisitas
Dalam statika benda tegar (rigid body), kita hanya mengkaji gaya luar
(External Force) yang bekerja pada suatu benda dan tidak meninjau perubahana
bentuk yang timbul. Sebaliknya, dalam teori elastisitas kita meninjau perubahan
bentuk akibat gaya luar. Melalui perubahan bentuk pada benda tersebut, gaya-
satuan luas bahan. Untuk menjelaskan ini, maka akan ditinjau sebuah benda yang
dalam keadaan setimbang seperti terlihat pada Gambar.2.1. Akibat kerja gaya luar
P1, P2, P3, P4, P5, P6, dan P7, maka akan terjadi gaya dalam di antara benda.
Untuk mempelajari besar gaya ini pada titik sembarang O, maka benda diandaikan
dibagi menjadi dua bagian A dan B oleh penampang mm yang melalui titik O.
P1
x
P2
m
B
P7
O P3
y
A
z P4
m
P6 P5
Kemudian tinjaulah salah satu bagian ini, misalnya A. Bagian ini dapat
dinyatakan dalam keadaan setimbang akibat gaya luar P1, P2, P3, P4, P5, P6, P7
bahan. Oleh karena intensitas distribusi ini, tegangan dapat diperoleh dengan
misalnya dari potongan penampang mm pada titik O, dapat diamati bahwa gaya
yang bekerja pada elemen luas ini diakibatkan oleh kerja bahan bagian B terhadap
bahan bagian A yang dapat diubah menjadi sebuah resultante δP. Apabila tekanan
terus diberikan pada luas elemen δA, harga batas δP/δA akan menghasilkan besar
tegangan yang bekerja pada potongan penampang mm pada titik O. arah batas
bekerja sehingga dapat diuraikan menjadi dua komponen tegangan yaitu tegangan
normal yang tegak lurus terhadap luas dan tegangan geser yang bekerja pada
sebuah subskrip yang menunjukkan arah tegangan yang sejajar terbadap sumbu
dimana huruf pertama menunjukkan arah normal terhadap bidang yang ditinjau
y τxy
τxz σz
τyx
z
τzy
τyz
σy τzx σy
τzx
τyz
τyx τzy
τxz
P
σz
τxy
σx
Untuk menjelaskan tegangan yang bekerja pada keenam sisi elemen ini
diperlukan tiga simbol σx, σy, σz untuk tegangan normal dan enam simbol τxy, τyx,
τxz, τzx, τyz, τzy untuk tegangan geser. Dengan meninjau kesetimbangan elemen
secara sederhana, maka jumlah simbol tegangan geser dapat dikurangi menjadi
tiga.
τXZ τXZ
C
τZX
P
Apabila momen gaya yang bekerja pada elemen terhadap garis yang
melalui titik tengah C dan sejajar sumbu x, maka hanya tegangan permukaan yang
diperlihatkan pada Gambar.2.3 yang perlu ditinjau. Gaya benda, seperti berat
elemen, dapat diabaikan karena semakin kecil ukuran elemen, maka gaya benda
yang bekerja padanya berkurang sebesar ukuran linier pangkat tiga. Sedangkan
gaya permukaan berkurang sebesar ukuran linier kuadrat. Oleh karena itu, untuk
elemen yang sangat kecil, besar gaya benda sangat kecil jika dibandingkan dengan
gaya normal lebih tinggi dibandingkan dengan orde momen akibat gaya geser dan
menjadi nol dalam limit. Juga gaya pada masing-masing sisi dapat ditinjau
sebagai luas sisi kali tegangan di tengah. Jika ukuran elemen kecil pada
Gambar.2.3 adalah dx, dy, dz, maka momen gaya terhadap P, maka persamaan
didapatkan :
Dengan demikian enam besaran σx, σy, σz, τxy = τyx, τzx = τxz, τzy = τyz
cukup untuk menjelaskan tegangan yang bekerja pada koordinat bidang melalui
sebuah titik. Besaran-besaran ini disebut komponen tegangan pada suatu titik.
Jika kubus pada Gambar 2.3 diberikan suatu komponen gaya per satuan
y τxy + τxy
τxz τxz σz
τyx + τyx
z +
τzy
τyz
τzx τzx
σy σy σy
+
τzx
+
τxz
P
σz + σz
τxy
σx
Sesudah dibagi dengan jx, jy, jz, dan seterusnya hingga batas
∂σ x ∂τ yx ∂τ zx
+ + + X =0
∂x ∂y ∂z
∂σ y ∂τ xy ∂τ zy
+ + +Y =0
∂y ∂x ∂z
(2.3)
∂σ z ∂τ xz ∂τ yz
+ + +Z =0
∂z ∂x ∂y
Persamaan (2.3) ini harus dipenuhi di semua titik di seluruh volume benda.
Tegangan berubah di seluruh volume benda, dan apabila sampai pada permukaan,
dimensi suatu bahan dengan dimensi awalnya. Karena merupakan rasio antara dua
panjang, maka regangan ini merupakan besaran tak berdimensi, artinya regangan
suatu bilangan, tidak bergantung pada sistem satuan apapun. Harga numerik dari
regangan biasanya sangat kecil karena batang yang terbuat dari bahan struktural
bahwa benda terkekang sepenuhnya sehingga tidak bisa bergerak sebagai benda
kaku sehingga tidak mungkin ada perpindahan partikel benda tanpa perubahan
Pada pembahasan ini yang ditinjau hanya perubahan bentuk yang kecil
yang biasa terjadi pada struktur teknik. Perpindahan kecil pertikel yang berubah
sumbu koordinat. Besar komponen ini dianggap sangat kecil dan bervariasi di
x
dy
dz
O y
dx P B
z
A C
dalam arah x pada sumbu x adalah orde pertama dalam dx, yaitu u + (ju/jx) dx
panjang elemen PA akibat perubahan bentuk adalah (ju/jx) dx. Sedangkan satuan
perpanjangan (unit elongation) pada titik P dalam arah x adalah (ju/jx). Dengan
cara yang sama, maka diperoleh satuan perpanjangan dalam arah y dan z adalah
O
x
P dx A
v
v + vx dx
u
P'
dy A'
B
u+ u
B'
y dy
perpindahan titik A dalam arah y dan titik B dalam arah x berturut-turut adalah
v + (jv/jx) dx dan u + (ju/jy) dy. Akibat perpindahan ini, maka P’A’ merupakan
arah baru elemen PA yang letaknya miring terhadap arah awal dengan sudut kecil
yang ditunjukkan pada gambar, yaitu sama dengan (jv/jx). Dengan cara yang
dilihat bahwa sudut awal APB yaitu sudut antara kedua elemen PA dan PB
berkurang sebesar (jv/jx) + (ju/jy). Sudut ini adalah regangan geser (shearing
strain) antara bidang xz dan yz. Regangan geser antara bidang xy dan xz dan
subskrip yang sama terhadap huruf ini sama seperti untuk komponen tegangan.
∂u ∂v ∂w
∈x = ∈y = ∈z =
∂x ∂y ∂z
∂u ∂v ∂u ∂w ∂v ∂w
γ xy = γ yx = + γ xz = γ zx = + γ yz = γ zy = +
∂y ∂x ∂z ∂x ∂z ∂y
(2.4)
σx
∈x = (2.5)
E
Bahan yang digunakan di dalam struktur biasanya memiliki modulus yang sangat
σx σx
∈ y = −ϑ ∈z = −ϑ (2.6)
E E
dimana adalah suatu konstanta yang disebut dengan ratio Poisson (Poisson’s
Ratio). Untuk sebagian besar bahan, ratio poisson dapat diambil sama dengan
Apabila elemen di atas mengalami kerja tegangan normal σx, σy, σz secara
∈x =
1
E
[ ]
σ x − ϑ (σ y + σ z )
∈y =
1
E
[ ]
σ y − ϑ (σ x + σ z ) (2.7)
∈z =
1
E
[ ]
σ z − ϑ (σ x + σ y )
sepenuhnya didefinisikan oleh konstanta fisik yaitu E dan . Konstanta yang sama
dapat juga digunakan untuk mendefinisikan hubungan antara regangan geser dan
tegangan geser.
b
σ τ
τ
b
τ
o c o c
σ
a y
τ τ
45°
bidang yang sejajar dengan sumbu x dan terletak 45˚ terhadap sumbu y dan z
(Gambar.2.9). Dengan menjumlah gaya sepanjang dan tegak lurus bc, bahwa
tegangan normal pada sisi elemen ini nol dan tegangan geser pada sisi adalah :
Kondisi tegangan seperti itu disebut geser murni (pure shear). Pertambahan
Oa dan Oc, dan dengan mengabaikan besaran kecil dari orde kedua, kita bisa
perubahan bentuk. Sudut antara sisi ab dan bc berubah dan besar regangan geser
yang bersangkutan γ bisa diperoleh dari segi tiga Obc. Sedudah perbuahan bentuk
akan didapatkan :
π
− tan
1−
π y 2 = 1+ ∈ y
y y
= tan − = =
tan
4 2 1 + tan π tan y 1 +
Oc
y 1+ ∈z
4 2
Ob
4 2 2
Maka diperoleh :
∈y = − ∈z =
y y
dan
2 2
∈y =
1
(−σ − ϑσ ) = −
(1 + ϑ )σ = − y
E E 2
∈z =
1
[− σ − ϑ (− σ )] = − (1 + ϑ )σ = y
E E 2
∈=
y
(2.9)
2
Hubungan antara regangan dan tegangan geser didefinisikan oleh konstanta E dan
v yaitu :
2(1 + ϑ )σ 2(1 + ϑ )τ
γ= = (2.10)
E E
G=
2(1 + ϑ )
E
(2.11)
rigidity).
pada Gambar.2.5, pelentingan sudut antara dua sisi yang berpotongan hanya
τ xy τ yz τ xz
γ xy = γ yz = γ xz =
G G G
Pelat dan shell pada mulanya adalah suatu elemen struktur bidang rata
Ketebalan suatu pelat biasanya diukur pada arah normal sumbu (garis berat) pelat.
Dilihat dari segi ketebalannya, pelat dapat dikategorikan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Pelat tipis dengan lendutan kecil (thin plate with small deflection)
2. Pelat tipis dengan lendutan besar (thin plate with large deflection)
pelat lebih kecil dari 1/20 (untuk material beton). Dengan hanya
Asumsi yang mendasar di dalam teori lendutan kecil pada pelat terlentur
atau disebut teori klasik untuk material isotropik, homogen dan elastis didasarkan
1. Lendutan di tengah bentang pelat lebih kecil disbanding ketebalan pelat itu
diabaikan.
2. Penampang pada bidang system pelat tidak berubah pada saat lenturan.
3. Bdang tegak lurus pada bidang system pelat akan tetap tegak lurus setelah
pelenturan sehingga regangan geser vertical γxz dan γyz dapat diabaikan.
lainnya sehingga dapat diabaikan. Pada pelat tebal, regangan geser sangat
∂u ∂w
εx = εz = =0
∂x ∂z
∂u ∂w ∂u
εy = γ xz = + =0
∂y ∂x ∂z
(2.13)
∂u ∂v ∂w ∂v
γ xy = + γ xz = + =0
∂y ∂x ∂y ∂z
∂w ∂u ∂w ∂u ∂u
γ xz = + =0 =− ∂w = − ∂x
∂x ∂z ∂x ∂z ∂z
∂w ∂w
u = −z + u 0 ( x, y ) v = −z + v ( x, y )
∂x ∂y
dan
akan didapat fungsi w dalam parameter x,y atau w = (x,y), dengan kata lain
sehingga didapat:
∂w ∂w
u = −z v = −z
∂x ∂y
dan (2.14)
Persamaan ini memberikan nilai regangan di setiap titik. Kelengkungan dari pelat
∂ ∂w
= ( ) = kx
1
rx ∂x ∂x
∂ ∂w
= ( ) = kx
1
ry ∂x ∂x
(2.16)
dan sebagai :
ε x = − zk x ε y = − zk y ε xy = −2 zk xy (2.17)
Pada kasus tegangan dan regangan tiga dimensi yang mengikuti hukum
hook untuk benda isotropis, homogen dan elastis, hubungan tegangan dan
τ xy
εx = [σ x − v(σ y + σ z )] rxy =
1
E G
τ xz
εy = [σ y − v(σ x + σ z )] rxz =
1
(2.18)
E G
τ yz
εz = [σ z − v(σ x + σ y )] ryz =
1
E G
dimana :
v = Poisson Ratio
[G =
E
2(1 + v)
G = Modulus Geser ]
terhadap bidang yang ditinjau dan huruf kedua menunjukkan tegangan itu sendiri.
tegangan tarik dan sebaliknya. Arah positif tegangan geser pada sisi seberang dari
elemen kubus diambil sebagai arah positif sumbu koordinat, apabila tegangan
tarik pada sisi yang sama mempunyai arah positif dari sumbu yang bersangkutan.
Apabila arah tegangan tarik berlawanan dengan arah positif maka arah positif
Dengan memasukkan :
εx = γyz = γxz = 0
diperoleh :
σx = (ε x + vε y )
E
1− v2
σy = (ε y + vε x )
E
1− v2
(2.19)
τ xy = Gγ xy
E.z ∂ 2 w ∂2w
σx =− + = − +
E.z
1− v2 1 − v 2 ∂x 2 ∂y 2
( k x vk y ) ( v )
E.z ∂ 2 w ∂2w
σy =− + = − +
E.z
1− v 2 1 − v 2 ∂y 2 ∂x 2
( k y vk x ) ( v ) (2.20)
E.z ∂ 2 w
τ xy = − (k xy ) =
E.z
1− v 1 − v ∂x.∂y
terjadi pada sumbu pelat dan akan berubah secara linier sepanjang tebal pelat.
Tegangan terdistribusi sepanjang tebal pelat yang diakibatkan oleh momen lentur
x x (2.21)
−t / 2 −t / 2
Dengan cara yang sama tegangan yang lain akan diperoleh dan dibuat dalam
Mx t / 2 σ x
My = ∫ σ y .z.dz
Mxy −t / 2
(2.22)
τ xy
Qx t / 2 τ xz
= ∫ .dz
Qy −t / 2 τ yz
(2.23)
Mx = ∫σ
t/2
x .z.dz
−t / 2
∂2w ∂2w
Mx = ∫ −
( )
. 2 + 2 .z.dz
t/2
E.z
−t / 2 1 − v ∂x ∂y
2
∂2w ∂2w
( )
Mx = − . 2 + 2
E.t 3
12 1 − v 2 ∂x ∂y
(2.24)
Faktor −
( )
E.t 3
12 1 − v 2
disebut faktor kekakuan lentur pelat
σx σy = τ xy =
12.M x .z 12.M y .z 12.M xy .z
(2.25)
t3 t3 t3
Untuk menentukan komponen-komponen tegangan arah z yaitu : σz, τxz, dan τyz
∂σ x ∂τ xy ∂τ xz
+ + =0
∂x ∂y ∂z
∂σ y ∂τ xy ∂τ yz
+ + =0
∂y ∂x ∂z
(2.26)
∂σ z ∂τ xz ∂τ yz
+ + =0
∂z ∂x ∂z
∂τ xz ∂σ ∂τ
= − x + xz
∂z ∂x ∂y
∂σ x ∂τ xy
τ xz = − ∫ + .dz
∂y
t/2
z ∂x
∂x 1 − v ∂x
2 2
v
z
E.z ∂ 3 w ∂3w E . z ∂ 3 w
τ xz = ∫ ( 2
)
+v 3 +
∂y (1 + v ) ∂x.∂y 2
.dz
t/2
1 − v ∂x
3
z
E.z ∂ 3 w E.z ∂ 3 w
∫ (
E.z.v ∂ 3 w
) ( )
τ xz = + +
1 + v 2 ∂x.∂y 2 (1 + v ) ∂x.∂y 2
.dz
t/2
1 − v ∂x
2 3
z
E .z ∂ 3 w ∂3w v 1
τ xz = ∫ ( +
) 2
(
+
)(1 + v )
t/2
1 − v ∂x ∂x.∂y 1 + v
2 3
E . z 2
.dz
z
E.z ∂ ∂ 2 w ∂ 2 w
τ xz = ∫( ) + 2 .dz
t/2
z 1 − v 2 ∂x ∂x 2 ∂y
t 2
2 ∂ ∂ w ∂ 2 w
( )
τ xz = − 2 +
2
2
E
2 1+ v2 4 ∂
∂ ∂
z (2.27)
x x y
t 2
2 ∂ ∂ w ∂ 2 w
( )
τ yz = − 2 +
∂y 2
2
E
2 1− v2 4 ∂y ∂x
z (2.28)
Melalui persamaan di atas dapat dilihat distribusi komponen tegangan τxz dan τyz
∂σ 2 ∂τ ∂τ yz
= − xz +
∂z ∂x ∂y
z
∂x 2 1 − v 2 4 ∂x ∂x ∂y ∂y 2 1 − v 2 4 ∂y ∂x ∂y
E t 2 2 ∂ ∂ 2 w ∂ 2 w E t 2 2 ∂ ∂ 2 w ∂ 2 w
σ2 = − ∫
( ) ( )
2
− z . 2 2 + 2 + − z . 2 2 + 2 .dz
t/2 2 2
z 2 1− v 4 ∂x ∂x ∂y 2 1 − v 2 4 ∂y ∂x ∂y
E t 2 2 ∂ ∂ 2 w ∂ 2 w
σ =−∫
∂2
( )
2
− z . 2 + 2 2 + 2 .dz
t/2 2
2 1 − v 4 ∂x ∂y ∂x ∂y
2
E t 3 t 2 z z3 ∂2 ∂ 2 ∂ 2 w ∂ 2 w
( )
σ 2 = − 2
− +
2 + 2 + 2
2
− ∂ ∂ ∂x ∂y
. (2.29)
2 1 v 12 4 3 x y
pada arah lain (plane stress) dan ini sesuai dengan asumsi ke empat di atas,
dimana tegangan arah z pada bidang tengah pelat sangat kecil dan dapat
diabaikan.
pada suatu pelat yang diberi beban. Perubahan atau variasi ini disebabkan oleh
kesetimbangan.
merata per satuan luas p. Untuk penyederhanaan, diasumsikan gaya dan momen
yang bekerja pada sisi penampang terdistribusi merata sepanjang sisi elemen.
Dengan adanya perubahan tempat misalnya dari sudut kiri atas ke sudut
kanan bawah elemen pelat, maka salah satu komponen gaya misalkan Mx yang
bereaksi pada sisi elemen negatif akan berubah relatif terhadap permukaan elemen
positif.
gambar, pelat dalam kondisi setimbang bila mana jumlah gaya yang bekerja pada
∂.Qx ∂.Qy
.dx.dy + .dx.dy + p.dx.dy = 0
∂x ∂y
sehingga diperoleh :
∂.Qx ∂.Qy
+ + p=0
∂x ∂y
(2.30)
∂.Mxy ∂.My
.dx.dy + .dx.dy − Qy.dx.dy = 0
∂x ∂y
sehingga diperoleh :
∂.Mxy ∂.My
+ − Qy = 0
∂x ∂y
(2.31)
∂.Mxy ∂.Mx
+ − Qx = 0
∂y ∂x
(2.32)
Gaya geser vertikal jika dinyatakan dalam fungsi x dan y adalah turunan pertama
Qx = − D
∂ ∂2w ∂2w
2 + 2 = − D
∂x ∂x
∂
∂x
(∇2w )
∂y
(2.34)
Qy = − D
∂ ∂2w ∂2w
2 + 2 = − D
∂x ∂x
∂
∂x
(∇2w )
∂y
∂2 ∂2
∇ = 2 + 2
∂x ∂y
2
dimana :
∂ 2 Kx ∂ 2 Kxy ∂ 2 Ky p
+2 + =
∂x 2 ∂x.∂y ∂y 2 D
persamaan tersebut pada syarat batas yang ada. Jika persamaan (2.34) dan (2.35)
dimasukkan ke dalam persamaan tegangan pada (2.27), (2.28) dan (2.29) akan
diperoleh :
2z 2 3Q y 2 z 2
τ xy = 1 − τ yz = 1 −
3Q x
2t t 2t t
3 p 2 2z 1 2z
σz =− − +
3
4 3 t 3 t (2.36)
Distribusi tegangan yang terjadi pada pelat tidak terlepas dari syarat batas
differensial kesetimbangan pelat dibutuhkan dua syarat batas utama pada masing-
masing tepi yaitu lendutan dan rotasi atau gaya dan momen atau kombinasi
diantaranya. Perbedaan yang mendasar antara syarat batas pelat dan balok adalah
Beberapa kondisi batas untuk suatu pelat persegi panjang, dimana sumbu x
a. Tepi terjepit
Jika pada tepi pelat x = a terjepit, lendutan dan kemiringan sepanjang tepi
Jika pada pelat x = a ditumpu sederhana, maka lendutan sepanjang tepi ini
adalah nol. Namun tepi ini dapat berputar bebas terhadap garis tepi, sehingga
(w) x =a = 0
(Mx ) x = a = − D ∂ +
∂2w
=0
∂y 2 x = a
2
w
∂x
; 2
v
c. Tepi Bebas
Jika tepi pelat bebas pada x = a, maka pada tepi ini tidak terdapat momen
lentur Mx dan momen puntir Mxy dan gaya geser Qx, Sehingga :
∂2w
(Mx ) x = a = − D ∂ + =0
∂y 2 x = a
2
w
∂x
2
v
∂2w
(Mxy ) x = a = − D(1 − v ) = 0
∂x.∂y x = a
∂ ∂2w ∂2w
(Qx ) x = a = − D + 2 = 0
∂x ∂x 2 ∂y x = a
∂M xy ∂3w ∂3w
Vy = Qy + = − D 3 + (2 − v ) 2
∂x ∂y ∂x ∂y
Oleh kelvin dan tait dua kondisi batas Mxy dan Qx ini dapat dijadikan satu,
karena momen puntir Mxy dy yang bekerja suatu elemen sepanjang dy pada tepi x
∂.Mxy
Q ′x = −
∂y x = a
Oleh karena persyaratan gabungan antara momen puntir Mxy dan gaya geser Qx
∂Mxy
Vx = (Qx + Q ′x ) = Qx − =0
∂y x =a
atau :
∂3w
Vx = − D 3 + (2 − v )
∂3w
= 0
∂x ∂x∂y 2 x =a
gambar selain diperoleh gaya sebesar Q’x sepanjang tepi x = a, juga diperoleh dua
buah gaya terpusat pada sudut tepi tersebut. Dengan cara yang sama, transformasi
momen puntir Myx sepanjang tepi y = b juga akan menghasilkan gaya geser
sepanjang tepi dan gaya terpusat pada sudutnya. Sehingga besarnya reaksi pada
∂2w
R = 2.(Mxy ) x = a , y =b = 2 D(1 − v )
∂x∂y x = a , y =b
∑
∞
mπx
= A0 + Ym. cos( )
m = 2 , 4 ,.. a
Lendutan w1 diperoleh dengan menggunakan persamaan :
∇ 2 w1 =
q
D
qb 4
w1 = 1 − 4 2
2
y2
384 D
(3.1)
b
Navier memberikan persamaan w2 dalam deret trigonometri, yaitu :
∑
∞
mπx
w2 = A0 + Ym. cos( )
m = 2 , 4 ,.. a
fungsi Ym yang hanya merupakan fungsi y saja harus sedemikian rupa sehingga
setiap suku deret ini memenuhi persamaan homogen berikut :
∂ 4 w2 ∂ 4 w2 ∂ 4 w2
+ + =0
∂x 4 ∂x 2 y 2 ∂y 4
2
∑
∞
IV m 2π 2 m 4π 4 mπx
Ym − 2 a 2 Ym + a 4 Ym . cos a = 0
m = 2 , 4 ,..
II
atau
m 2π 2 m 4π 4
Ym − 2 2 Ym + 4 Ym = 0
IV II
a a
Penyelesaian umum persamaan ini adalah :
mπy mπy mπy mπy mπy mπy
Ym = Am. cosh + Bm + Cm. sinh + Dm
a
sinh cosh
a a a a a
Karena sumbu x berada ditengah-tengah panel atau fungsi Ym simetris terhadap
sumbu x, maka hanya fungsi genap y dalam persamaan umum diatas yang
∑
∞
mπx
w2 = A0 + Ym. cosh
m = 2 , 4 ,.. a
dengan memasukkan Ym ke dalam persamaan ini diperoleh :
∑
∞
mπ . y mπ . y mπ . y mπ .x
w2 = A0 + Am. cosh + Bm cos
m = 2 , 4 ,.. a a
sinh (3.2)
a a
384 D b m = 2 , 4 ,.. a a
sinh
a a
(3.3)
Konstanta Am, Bm dan A0 diturunkan dengan syarat batas sepanjang tepi, yaitu :
a. Kemiringan tegak lurus batas tepi adalah nol
b. Gaya geser sepanjang batas tepi adalah nol
c. Lendutan pada sudut adalah nol
∂w
Dari persamaan a. kemiringan tegak lurus tepi = 0 …………. φ = =0
∂y
∂w ∂w1 ∂w2
= + =0
∂y ∂y ∂y y =b / 2
∂w1 ∂ qb 4 ∂ qb 4 qb 4 y3
= 1− 4 2 =
1 − 8 b 2 + 16 b 4 = − 16 2 + 64 4
2
∂y ∂y 384 D
y2 y2 y4 y
b ∂y 384 D 384 D b b
(3.4)
∑
∂w2 ∂ ∞
mπy mπy mπy mπx
= 0 + Am. cosh + Bm
∂y ∂y m = 2 , 4 ,.. a
A sinh . cos
a a a
∂w2
= 0 seperti :
∂y
Dengan memasukkan y= b/2 diperoleh
(3.5)
∂w ∂w1 ∂w2
= + =0
∂y ∂y ∂y y =b / 2
Sehingga dari persamaan
Diperoleh :
mπb
Bm = − Am.
tanh
mπb mπb
2a
+ tanh
2a 2a
(3.6)
Pada gambar terlihat bahwa potongan n-n yang mendekati batas y=b/2, gaya geser
Qy ternyata nol pada semua titik kecuali pada titik kolom. Dengan menyatakan
Qy dalam bentuk deret trigonometris dan berdasarkan sifat simetris, diperoleh :
∑
∞
mπx
Qy = C0 + Cm. cos .
m = 2 , 4 ,.. a
(3.7)
dimana : Qy = 0 untuk 0 < x < a/2-c
∫Q .dy = −
a/2
q.a.b
dan y
a / 2−c
4
mπ .x
Cm = ∫ .dx = −qb.(−1) m / 2
a/2
4
Qy. cos
a a / 2−c a
sehingga :
∂3w ∂3w
(Qy ) y =b / 2 = − D. 3 + 2
∂y ∂x ∂y y =b / 2
∂y
= 0 , maka suku kedua dalam tanda kurung hilang, sehingga diperoleh :
∂x
Karena
= − pb ∑ (−1) m / 2 . cos
∂3w ∞
mπ .x
− D. 3
∂y y =b / 2
(3.9)
m = 2 , 4 ,.. a
∑
∂ 3w ∂3 ∞
mπ . y mπ . y mπ . y mπ .x
−D = − 0 + Am. cosh + Bm . cos
∂y 3 ∂y 3 m = 2 , 4 ,.. a a
D A sinh
a a
m 3π 3 tanh αm tanh αm
Am + 3− Am . sinh αm + − Am .αm. cosh αm
αm + tanh αm αm + tanh αm
D 3
a
= q.b.(−1) m / 2
αm + tanh αm m π D
qa
Am = −
qa 3 b
(− 1)m / 2 . αm + tanh αm
2m π D
3 3
sinh αm. tanh αm
tanh αm
Bm = − Am
αm + tanh αm
sedangkan
αm + tanh αm tanh αm
Bm = − − (−1) m / 2 .
qa 3 b
2m π D
3 3
sinh αm. tanh αm αm + tanh αm
Bm =
qa 3 b
(− 1)m / 2 . 1
2m π D
3 3
sinh αm
Sehingga Am dan Bm yang diperoleh dimasukkan ke dalam persamaan (3.3)
menjadi :
qb 4 y2
w= 1− 4 + A0 +
2
384 D 2
qa 3 b
2π 3 D
∞ (− 1)m / 2 αm + tanh αm mπ . y (− 1)
∑
1 mπ . y mπ .x
+ . cos
m/2
qa 3b ∞ (− 1)
1 − 4 2 + A0 + 3 ∑
qb 4 y2 cos mπx / a
w=
2 m/2
mπ . y mπ . y mπ . y
(3.11)
Konstanta A0 dapat ditetapkan dengan syarat batas tidak terjadi lendutan pada
(w)x =a / 2, y =b / 2 = 0
sudut panel, yaitu :
sehingga didapat :
∑
qa 3 b ∞ 1 αm + tanh αm
A0 = − 3 3
αm −
2π D m = 2, 4,.. m tanh 2 αm
mπ . y qa 3b ∞ (− 1)
tanh αm a sinh + a − (αm + tanh αm) cosh a − 2π 3 D ∑ m 3 αm − tanh 2 αm
mπ . y mπ . y αm + tanh αm
m = 2 , 4 ,..
(3.12)
persamaan (3.12) merupakan persamaan lendutan pada setiap titik pada pelat.
Lendutan maksimum pelat terjadi pada pusat panel dan dapat diperoleh dengan
memasukkan nilai x = 0 dan y = 0 sehingga diperoleh :
(− 1)
∑ ∑
α m + tanh α m α + tanh α m
(W max ) x =0, y =0 =
∞ ∞
− 3 − 3 α m − m 2
m/2
qb 4 qa 3 b qa 3 b
384 D 2π D m = 2, 4,6,.... m 3 sinh α m . tanh α m 2π D m = 2, 4,6,.... m 3 tanh α m
1
(3.13)
∂2w ∂2w
My = − D 2 + v 2
∂y ∂x
Mx = v.q.b
1
− 2 + q.a.b ∑
y2 ∞
(− 1) cos(mπ .x / a )
m/2
mπ . y mπ . y mπ . y mπ . y
(1 − v ). tanh αm. a sinh a − (1 − v )αm. cosh a − (1 + v ) tanh αm cosh a
…………….(3.14)
mπ . y mπ . y mπ . y mπ . y
(1 − v ). tanh αm. a sinh a − (1 − v )αm. cosh a + (1 + v ) tanh αm cosh a
……………(3.15)
Sedangkan Momen torsi pelat diturunkan dari persamaan pada bab II :
Mxy = − D(1 − v )
∂2w
∂x∂y
∂ qb 4 qa 3b ∞ (− 1) mπ . y
1 − 4 2 + 3 ∑
y2 cos mπ .x / a mπ . y
=− − α
2
∂x∂y 384 D
tanh m sinh
a
αm + tanh αm
(αm + tanh αm )cosh mπy / a] − 3 αm −
1
D(1 − v)
m tanh 2 αm
qa 3b ∞ (− 1) mπ sin (mπ .x / a )
∑
mπ mπ . y m 2π 2
= −(1 − v) tanh αm + 2 y. cosh mπ . y / a
m/2
∫ Qy.dx = −
a/2
p0 .a.b
a / 2−c
4
∑
∞
mπ .x
Qy = C0 + Cm. cos
m = 2 , 4 ,.. a
dari dua kondisi di atas diperoleh :
C0 = −
P0 .b
2
mπ .x
Cm = ∫ Qy. cos .dx = − p0 .b(− 1)
a/2
4 m/2
a 0
a
∂2w ∂2w
Qy = − D 2 + 2
∂y ∂x
Qy = − P0b − ∑ (− 1) cos
1 ∞
mπ .x
2 m = 2, 4,.. a y =±b / 2
m/2
(3.17)
III.1.3. Tegangan
Dengan mengambil pendekatan umum lendutan dengan metode Navier maka
dapat diturunkan persamaan-persamaan tegangan pada pelat. Dengan
memasukkan persamaan Momen dan Gaya Lintang ke dalam persamaan (2.25)
pada bab II, dimana hubungan tegangan dan momen sebagai berikut :
σx = σy = τ xy =
12.Mx.z 12.My.z 12.Mxy.z
t3 t3 t3
diperoleh persamaan tegangan-tegangan sebagai berikut :
(− 1)m / 2 cos(mπ .x / a ) (1 − v ). tanh αm. mπ . y sinh mπ . y
∑
12.z 2 1 y2 ∞
σx = − − +
t3 24 2b 2
m = 2 , 4 ,.. 2 mπ . sinh αm. tanh αm a
v.q.b q.a.b
a
mπ . y mπ . y
(1 − v ).αm. cosh − (1 + v ) tanh αm cosh
a a
(3.19)
(− 1)m / 2 cos(mπ .x / a ) (1 − v ). tanh αm. mπ . y sinh mπ . y
∑
12.z 2 1 y2 ∞
σx = − − −
t3 24 2b 2
m = 2 , 4 ,.. 2 mπ . sinh αm. tanh αm a
p.b p.a.b
a
mπ . y mπ . y
(1 − v ).αm. cosh + (1 + v ) tanh αm cosh
a a
(3.20)
pa 3b ∞ (− 1) mπ sin (mπ .x / a )
∑
mπ mπ . y m 2π 2 mπ . y
τ xy = − ( − ) tanh αm + 2 y cosh
a
m/2
(3.21)
3Qx 2 z 3Qy 2 z
τ xy = 1 − τ yz = 1 −
2 2
2t t 2t t
(3.22)
3.q.b 2 z 1
− ∑ (− 1)m / 2 cos mπ .x
∞
τ yz =− 1−
2
2t t 2 m = 2, 4,..
a y =±b / 2
(3.22.a)
Dengan kondisi yang sama akan diperoleh :
3.q.a 2 z 1
1 − − ∑ (− 1) cos
∞
mπ . y
τ xz =−
2
2t t 2 m = 2, 4,.. a y =± a / 2
m/2
(3.22.b)
Levy.
w = ∑ Ym sin
∞
mπx
m =1 a (3.23)
w = w1 + w2 (3.23.a)
Dimana: w1 =
q
24 D
(
x 4 − 2ax 3 + a 3 x )
(3.23.b)
dan harus dipilih sedemikian rupa agar penjumlahan w1 dan w2 memenuhi semua
kondisi batas dari pelat. dengan mengambil w2 dalam bentuk deret (3.23), dari
sifat simetri m=1, 3, 5,… dan dengan mensubtitusikan ke dalam persamaan (3.24)
akan diperoleh
∑
∞
IV m 2 π 2 '' m 4 π 4 mπx
m − Ym + Ym sin =0
m =1
Y 2 2 4
a a a
Persamaan ini dapat dipenuhi untuk semua nilai x hanya bila fungsi Ym
memenuhi persamaan
m 2 π 2 '' m 4 π 4
YmIV − 2 Ym + Ym = 0 (3.25)
a2 a4
sumbu x, maka hanya fungsi genap y dalam persamaan Ym di atas yang kita
berikut ini
( ) ∑ A
mπy mπy mπy mπx
∞
w= x − 2ax + a x + + Bm sin
q qa 4
a
4 3 3
cosh sinh
m =1
m
24 D D a a a
(3.27)
∂2w
=0
w=0 ∂y 2 (3.28)
Pada sisi y = ± b/2, kita mulai mengembangkan persamaan (3.23b) pada suatu
( ) ∑m
mπx
∞
x 4 − 2ax 3 + a 3 x = 5
4qa 4
π D
q 1
sin
m =1
5
24 D a
bentuk
∑ π
∞
mπy mπy mπy mπx
w= + Am cosh + Bm sin
qa 4 4
a
sinh
m =1
5 5
D m a a a
(3.29)
2(α m tanh α m + 2 )
Am = −
π 5 m 5 cosh α m
Bm =
π m cosh α m
2
5 5
∑
∞
α m tanh α m + 2 2α y αm 2α y mπx
w= 1 − cosh m + sinh m sin
4qa 4
π 5D 2 cosh α m 2 cosh α m b
1 2y
m =1, 3, 5,... m
5
b b a
(3.30)
Tanpa memperhatikan suku sedua dalam tanda kurung, deret ini menggambarkan
lendutan lajur pada bagian tengah pelat yang dibebani secara merata. Maka
(− 1)(m−1) / 2 α m tanh α m + 2
persamaan (3.31) di atas dapat dinyatakan dalam bentuk
∑
∞
wmaks = − 5
5 qa 4 4.q.a 4
π D 2 cosh α m
(3.32)
384 D m =1, 3, 5 m5
∂2w ∂2w
My = − D 2 + v 2
∂y ∂x
qx(a − x ) qx(a − x )
Maka akan diperoleh
(M x ) y =0 = qx(a − x ) − qa 2π 2 ∑
(3.35) sepanjang sumbu x, maka persamaan momen lentur menjadi
y y =0 =v
2 m =1, 3, 5,... a
Kedua deret ini konvergen dengan cepat dan momen dapat dihitung langsung dan
(M x ) y =0 = β ' qa 2 (M )
digambarkan dalam bentuk
y y =0 = β '1 qa 2
1.5 0.0314 0.0544 0.0695 0.0783 0.0812 0.0173 0.0312 0.0415 0.0478 0.0498
1.6 0.033 0.0572 0.0736 0.0831 0.0862 0.0171 0.0309 0.0411 0.0472 0.0492
1.7 0.0344 0.0599 0.0773 0.0874 0.0908 0.0169 0.0306 0.0405 0.0466 0.0486
1.8 0.0357 0.0623 0.0806 0.0913 0.0948 0.0167 0.0301 0.0399 0.0459 0.0479
1.9 0.0358 0.0644 0.0835 0.0948 0.0985 0.0165 0.0297 0.0393 0.0451 0.0471
2 0.0378 0.0663 0.0861 0.0978 0.1017 0.0162 0.0292 0.0387 0.0444 0.0464
2.5 0.0413 0.0729 0.0952 0.1085 0.1129 0.0152 0.0272 0.0359 0.0412 0.043
3 0.0431 0.0763 0.1 0.1142 0.1189 0.0145 0.0258 0.034 0.039 0.0406
4 0.0445 0.0791 0.1038 0.1185 0.1235 0.0138 0.0246 0.0322 0.0369 0.0384
∞ 0.045 0.08 0.105 0.12 0.125 0.0135 0.024 0.0315 0.036 0.0375
pelat. Lendutan yang besar dapat menyebabkan suatu pelat menjadi retak dan
hancur. Oleh karena itu, untuk merencanakan pelat pada konstruksi bangunan
harus benar-benar diperiksa bahwa lendutan pelat tersebut harus sesuai dengan
persyaratan, sehingga nantinya pelat tersebut dapat berfungsi dengan baik tanpa
pelat (Flat Slab dan Flat Beam) secara mekanika teknik. Dari bab sebelumnya
untuk membantu perhitungan pada bab ini. Perhitungan ini ditujukan agar kita
dapat mengetahui sejauh mana hubungan dimensi pelat terhadap gaya dalam.
Sebelum menghitung aplikasi dari flat slab, ada beberapa hal yang perlu diketahui.
Antara lain:
1. Dalam bab ini akan membahas dan membandingkan dua jenis pelat, yaitu
2. Yang akan dibahas adalah gaya dalam pelat antara lain lendutan (w) dan
Gaya dalam pada pusat pelat dapat digambarkan pada tabel di bawah ini.
M x = β .qb 2
M y = β 1 .qb 2 M x = β .qa 2 M y = β 1 .qa 2
w =α w =α
qb 4 qa 4
D
D
Dari tabel di atas, gaya dalam flat slab dan flat beam belum dapat dibandingkan
dengan jelas karena kedua jenis pelat tersebut masih berbeda dalam satuan
sisinya. Oleh karena itu, hal pertama yang dilakukan adalah dengan menyamakan
ssatuan sisinya. Hal tersebut dapat dilihat seperti tabel di bawah ini.
M x = β .qb 2
M y = β 1 .qb 2 M x = β .qa 2 M y = β 1 .qa 2
w =α w =α
qb 4 qa 4
D
D
Setelah melakukan revisi, maka gaya dalam tersebut dapat dibandingkan dengan
jelas. Perbandingan antara kedua pelat tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah
ini.
Dari tabel IV.3 terlihat bahwa lendutan pada flat slab lebih besar daripada
lendutan pada flat beam. Hal ini dibuktikan dari besarnya nilai α yang terjadi. Dan
pada flat slab, perubahan lendutan meningkat drastis pada saat b/a = 2, berbeda
dengan flat beam yang perubahan lendutannya meningkat stabil seiring dengan
Hal yang berbeda ditunjukkan oleh momen lentur (Mx). Pada flat slab, nilai Mx
hampir sama pada setiap perubahan b/a. sementara untuk flat beam nilai Mx
meningkat seiring bertambahnya nilai b/a. hal ini ditunjukkan pada tabel IV.4.
Sementara itu, nilai momen lentur (My) agak berbeda dengan nilai momen lentur
(Mx). Untuk nilai b/a=1 momen pada flat beam lebih besar daripada flat slab.
Akan tetapi, seiring bertambahnya nilai b/a My pada flat slab semakin besar dan
Dari ketiga hal di atas dapat diasumsikan bahwa untuk flat slab sebaiknya
digunakan yang berbentuk bujur sangkar (b/a=1) daripada yang berbentuk persegi
panjang (b/a=2). Hal ini dikarenakan nilai gaya dalam pada pelat bentuk bujur
sangkar lebih kecil daripada pelat bentuk persegi panjang sehingga lebih aman
digunakan.
Dalam menghitung gaya dalam panel akan disajikan dua bentuk pelat, yaitu pelat
bujur sangkar dan pelat persegi panjang. Kedua pelat tersebut dalam kondisi yang
sama, baik dari segi ketebalan dan beban. Satu-satunya hal yang membedakan
kedua pelat tersebut adalah dimensinya. Hal yang nantinya dibandingkan dari
kedua pelat tersebut adalah gaya dalamnya, dan untuk mendapatkan nilai gaya
Tebal pelat = 20 cm
Beban Berfaktor :
qu = 1,2 qD + 1,6 qL
qu = 14,84 KN/m2
Dari lampiran A diperoleh nilai gaya dalam seperti yang ditunjukkan pada tabel
dibawah ini.
Tabel IV.6. Tabel dan Grafik Lendutan Flat Slab Bujur Sangkar di Tengah Pelat
x(jarak) W(lendutan)
-2.5 0.000455
Lendutan Di Tengah Pelat
0,0007
-2 0.00047
0,0006
-1.5 0.00051
0,0005
-1 0.000559
-0.5 0.000597 0,0004
w (m)
0 0.000611 0,0003
1 0.000559 0,0001
1.5 0.00051 0
2 0.00047 -3 -2 -1 0 1 2 3
Tabel IV.7. Tabel dan Grafik Lendutan Flat Slab Bujur Sangkar di Tepi Pelat
y(jarak) w(lendutan)
Lendutan di Tepi Pelat
-2.5 0
0,0005
-2 0
-1.5 0.00015 0,0004
-1 0.000329
0,0003
-0.5 0.000429
w (m)
0 0.000455 0,0002
0.5 0.000429
0,0001
1 0.000329
1.5 0.00015 0
2 0 -3 -2 -1 0 1 2 3
-0,0001
2.5 0 y (m)
Tabel IV.9. Tabel dan Grafik Momen Lentur (Mx) Flat Slab Bujur Sangkar di
Tepi Pelat
y(jarak) Mx(momen)
Mx di Tepi Pelat
-2.5 -237.08
0
-2 -80.7152 -3 -2 -1 0 1 2 3
-1.5 -32.4128 -50
-1 -13.6818
-0.5 -6.12833 -100
Mx (KNm)
0 -4.65539
-150
0.5 -6.12833
1 -13.6818
-200
1.5 -32.4128
2 -80.7152 -250
y (m)
2.5 -237.08
Tabel IV.11. Tabel dan Grafik Momen Lentur (My) Flat Slab Bujur Sangkar di
Tepi Pelat
y(jarak) My(momen)
-2.5 55.87299
My di Tepi Pelat
60
-2 6.121525
-1.5 4.712446 50
-1 10.52874 40
My (KNm)
-0.5 15.52414
30
0 17.9571
20
0.5 15.52414
1 10.52874 10
1.5 4.712446 0
2 6.121525 -3 -2 -1 0 1 2 3
Tabel IV.12. Tabel dan Grafik Lendutan di Flat Beam Bujur Sangkar Tengah
Pelat
x(jarak) w(lendutan)
-2.5 0 Lendutan di Tengah Pelat
0,0005
-2 0.00014168
0,00045
-1.5 0.000265435 0,0004
-1 0.000359445 0,00035
0,0003
w (KNm)
-0.5 0.000417901
0,00025
0 0.000437776 0,0002
0.5 0.000417901 0,00015
0,0001
1 0.000359445 0,00005
1.5 0.000265435 0
-3 -2 -1 0 1 2 3
2 0.00014168
x (m)
2.5 0
Tabel IV.13. Tabel dan Grafik Lendutan Flat Beam Bujur Sangkar di Tepi Pelat
y(jarak) w(lendutan)
-2.5 0 Lendutan di Tepi Pelat
1
-2 0
0,9
-1.5 0 0,8
-1 0 0,7
0,6
w (KNm)
-0.5 0 0,5
0 0 0,4
0,3
0.5 0
0,2
1 0 0,1
1.5 0 0
-3 -2 -1 0 1 2 3
2 0
y (m)
2.5 0
Mx (KNm)
12
2 17.2886 10
2.5 17.7709 8
6
3 17.2886
4
3.5 15.7304 2
4 12.7253 0
0 1 2 3 4 5 6
4.5 7.7539
x (m)
5 0
Tabel IV.15. Tabel dan Grafik Momen Lentur (Mx) Flat Beam Bujur Sangkar di
Tepi Pelat
y(jarak) My(momen)
-2.5 0
Mx di Tepi Pelat
1
-2 0
0,9
-1.5 0 0,8
-1 0 0,7
My (KNm)
0,6
-0.5 0
0,5
0 0 0,4
0.5 0 0,3
0,2
1 0 0,1
1.5 0 0
-3 -2 -1 0 1 2 3
2 0
x (m)
2.5 0
0,6
-0.5 0 0,5
0,4
0 0 0,3
0.5 0 0,2
0,1
1 0 0
1.5 0 -3 -2 -1 0 1 2 3
2 0 y (m)
2.5 0
qu = 1,2 qD + 1,6 qL
qu = 1,2 (5,70) + 1,6 (5,00)
qu = 14,84 KN/m2
Selanjutnya perhitungan akan dilakukan dengan menggunakan program microsoft
excel. (lihat lampiran)
Dari lampiran B diperoleh nilai gaya dalam seperti yang ditunjukkan pada tabel
dibawah ini.
Tabel IV.18. Tabel dan Grafik Lendutan Flat Slab Persegi Panjang di Tengah
Pelat
x(jarak) w(lendutan)
-2.5 0.004982
Lendutan Di Tengah Pelat
0,00501
-2 0.004985
-1.5 0.004991 0,005005
-1 0.004998 0,005
w (m)
-2 0.003609 0,004
-1 0.004622 0,003
w (m)
0 0.004982
0,002
1 0.004622
0,001
2 0.003609
3 0.002118 0
-6 -4 -2 0 2 4 6
4 0.000248
y (m)
5 0
-1 18.94001 19
-1 14.17462 -300
Mx (KNm)
-400
0 17.29126
-500
1 14.17462 -600
2 2.634104 -700
3 -27.3711 -800
-900
4 -129.798
-1000
5 -881.155 y (m)
Tabel IV.23. Tabel dan Grafik Momen Lentur (My) Flat Slab Persegi Panjang di
Tepi Pelat
y(jarak) My(Momen)
-5 438.9324
My di Tepi Pelat
500
-4 4.752466
-3 7.967368 400
-2 35.56128
300
-1 55.47046
My (KNm)
0 62.51815 200
1 55.47046
100
2 35.56128
3 7.967368 0
-6 -4 -2 0 2 4 6
4 4.752466
-100
5 438.9324 y (m)
Tabel IV.24. Tabel dan Grafik Lendutan di Flat Beam Persegi Panjang Tengah
Pelat
x(jarak) w(lendutan)
-2.5 0 Lendutan di Tengah Pelat
0,0012
-2 0.000344049
-1.5 0.000650159 0,001
-1 0.000888626 0,0008
w (KNm)
-1 0
0,5
0 0 0,4
1 0 0,3
0,2
2 0
0,1
3 0 0
4 0 -6 -4 -2 0 2 4 6
5 0 y (m)
5 0 x (m)
Tabel IV.27. Tabel dan Grafik Momen Lentur (Mx) Flat Beam Persegi Panjang di
Tepi Pelat
y(jarak) My(momen)
-5 0
Mx di Tepi Pelat
1
-4 0
0,9
-3 0 0,8
-2 0 0,7
My (KNm)
0,6
-1 0 0,5
0 0 0,4
0,3
1 0
0,2
2 0 0,1
3 0 0
-6 -4 -2 0 2 4 6
4 0
x (m)
5 0
2 16.4724 Mx (KNm) 12
10
2.5 17.2144 8
3 16.4724 6
4
3.5 14.3577
2
4 10.8332 0
4.5 6.0102 0 1 2 3 4 5 6
5 0 y (m)
Tabel IV.29. Tabel dan Grafik Momen Lentur (My) Flat Beam Persegi Panjang di
Tepi Pelat
y(jarak) My(momen)
-5 0
My di Tepi Pelat
1
-4 0
0,9
-3 0 0,8
-2 0 0,7
My (KNm)
0,6
-1 0
0,5
0 0 0,4
1 0 0,3
0,2
2 0
0,1
3 0 0
4 0 -6 -4 -2 0 2 4 6
5 0 y (m)
KESIMPULAN
1. Lendutan flat slab sedikit lebih besar daripada Lendutan flat beam pada
pembebanan yang sama. Hal ini berarti apabila beban dinaikkan maka flat
slab akan terlebih dahulu runtuh daripada flat beam. Dalam contoh kasus
lendutan flat slab bujur sangkar 1.4 kali lebih besar daripada lendutan flat
2. Lendutan flat slab persegi panjang jauh lebih besar daripada lendutan flat
slab bujur sangkar pada pembebanan yang sama, dalam contoh kasus
lendutan flat slab persegi panjang 8 kali lebih besar daripada lendutan flat
3. Pada flat slab terdapat lendutan tepi yang cukup besar, sementara pada flat
beam, lendutan tepi hampir tidak ada. Hal ini dikarenakan pada flat beam
terdapat balok tepi antar kolom yang menahan lendutan di tepi pelat.
4. Pada flat slab terdapat momen tepi yang sangat besar, sementara pada flat
Hurst, M. K., Prestressed Concrete Design, Chapman and Hall Ltd, New
York, 1988.
Johansen, K. W., Yield Line Formulae for Slabs, Cement and Concrete
Katili, Irwan, Aplikasi Metode Elemen Hingga pada Pelat Lentur, Fakultas
Ugural, Ansel C., Stresses in Plates and Shells, 2nd edition, McGraw-Hill