Anda di halaman 1dari 199

KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH

PIMPINAN/KEPSEKIAL PENDIDIKAN MENENGAH

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

MANAJEMEN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA TENAGA PENDIDIK DAN
KEPENDIDIKAN SEKOLAH

DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN


DIREKTORAT JENDERAL
PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
TAHUN 2008
PENGANTAR

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007


tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa
ada 5 (lima) dimensi kompetensi yaitu: Kepribadian, Manajerial,
Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial. Dalam rangka pembinaan
kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah untuk menguasai
lima dimensi kompetensi tersebut, Direktorat Tenaga Kependidikan
telah berupaya menyusun naskah materi diklat pembinaan
kompetensi untuk calon kepala sekolah/kepala sekolah.
Naskah materi diklat pembinaan kompetensi ini disusun bertujuan
untuk memberikan acuan bagi stakeholder di daerah dalam
melaksanakan pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/kepala
sekolah agar dapat dihasilkan standar lulusan diklat yang sama di
setiap daerah.
Kami mengucapkan terimakasih kepada tim penyusun materi
diklat pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah ini
atas dedikasi dan kerja kerasnya sehingga naskah ini dapat
diselesaikan.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa meridhoi upaya-upaya kita
dalam meningkatkan mutu tenaga kependidikan.

Jakarta, November 2007


Direktur Tenaga Kependidikan

Surya Dharma, MPA, Ph.D


NIP. 130 783 511

i
DAFTAR ISI

PENGANTAR .............................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................... iv
DAFTAR TABEL ......................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN .......................................................... 1
A. Latar belakang .......................................................... 1
B. Dimensi Kompetensi ................................................. 2
C. Kompetensi............................................................... 2
D. Indikator Pencapaian Kompetensi. ........................... 3
E. Alokasi waktu............................................................ 3
F. Skenario Diklat ......................................................... 3

BAB II KONSEP, TUJUAN, PENDEKATAN DAN FUNGSI-


FUNGSI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA ... 5
A. Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia
(MSDM) .................................................................... 6
B. Pendekatan MSDM .................................................. 7
C. Tujuan MSDM........................................................... 8
D. Posisi SDM dalam Sekolah ...................................... 9
E. Fungsi-fungsi MSDM ................................................ 10

BAB III MERENCANAKAN KEBUTUHAN TENAGA


PENDIDIK DAN KEPENDIDIKAn ................................ 19
A. Konsep Dasar Perencanaan..................................... 19
B. Analisis Posisi Perencanaan Pendidikan .................. 27
C. Mekanisme dan Prosedur Perencanaan Pendidikan 29
D. Evaluasi dan Monitoring dalam Perencanaan .......... 41
E. Analisis dan Proyeksi Kebutuhan dan Penyediaan
Tenaga pendidk dan Kependidikan .......................... 49

ii
BAB IV REKRUTMEN DAN SELEKSI TENAGA PENDIDIK
DAN KEPENDIDIKAn .................................................. 59
A. Rekrutmen Tenaga pendidk dan Kependidikan
Sekolah..................................................................... 60
B. Seleksi Tenaga pendidik dan kependidikan.............. 74

BAB V PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN


PROFESIONAL TENAGA PENDIDK DAN
KEPENDIDIKAN .......................................................... 97
A. Hakekat Pembinaan dan Pengembangan
Profesional................................................................ 97
D. Model Pengembangan Guru..................................... 108
E. Tantangan Profesionalisasi Guru ............................. 119
F. Implementasi Program Pengembangan Profesi
Guru ......................................................................... 122
BAB VI PENGELOLAAN MUTASI DAN PROMOSI TENAGA
PENDIDK DAN KEPENDIDIKAN ................................. 141
A. Mutasi ....................................................................... 141
B. Promosi .................................................................... 158

BAB VII PENGELOLAAN KESEJAHTERAAN TENAGA


PENDIDK DAN KEPENDIDIKAN ................................. 172
A. Batasan Kesejahteraan Tenaga pendidk dan
Kependidikan ............................................................ 173
B. Sistem Pemberian Kesejahteraan ............................ 177
C. Bentuk Kesejahteraan Bagi Guru ............................. 182

DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 186


LAMPIRAN- LAMPIRAN ............................................................. 187

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Posisi SDM Dalam Sekolah .................................... 10


Gambar 3.1 Transactional Planning ........................................... 33
Gambar 3.2 Keterkaitan Antara Demand dan Supply Guru ....... 51
Gambar 5.1 Prosedur Pengembangan Program Pelatihan ........ 102
Gambar 6.1 Kegiatan Mutasi Tenaga Pendidik dan
Kependidikan .......................................................... 148

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Sumber-Sumber Tenaga Pendidik dan


Kependidikan .......................................................... 72
Tabel 5.1 Model Pengembangan Guru .................................. 108
Tabel 5.2 Spektrum Unsur Pengguna Jasa Profesi
Kependidikan Dalam Kerangka Sistem Pendidikan
Nasional ................................................................. 129

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dalam sekolah apapun Sumber Daya Manusia (SDM)
menempati kedudukan yang paling vital. Memang diakui bahwa biaya
itu penting. Demikian pula sarana, prasarana dan teknologi. Namun
ketersediaan sumber-sumber daya itu menjadi sia-sia apabila
ditangani oleh orang-orang yang tidak kompeten dan kurang
komitmen.
Dalam arti yang tradisional, konsep pengelolaan tenaga pendidik
dan kependidikan terbatas pada urusan-urusan manajemen operatif,
seperti mengelola data tenaga pendidik dan kependidikan (record
keeping), penilaian kinerja yang bersifat mekanistik (mechanical job
evaluation), kenaikan pangkat dan gaji secara otomatis (automatic
merit increase). Perhatian terhadap SDM pada masa kini mencakup
aspek-aspek yang berkaitan dengan keamanan dan kenyamanan
tenaga pendidik dan kependidikan (fisik, emosional dan sosial), yang
akan berpengaruh secara signifikan terhadap cara-cara mereka
bertugas, dan dengan sendirinya berpengaruh terhadap produktivitas
mereka.
MSDM pada masa kini memfasilitasi aktualisasi dan
pengembangan kompetensi para tenaga pendidik dan kependidikan
melalui program-program pengembangan dan pemberdayaan yang
dilakukan secara sistematik. Pengembangan dan pemberdayaan
SDM merupakan bagian dari MSDM yang memiliki fungsi untuk
memperbaiki kompetensi, adaptabilitas dan komitmen para tenaga
pendidik dan kependidikan. Dengan cara demikian sekolah memiliki

1
kekuatan bukan saja sekedar bertahan (survival), melainkan tumbuh
(growth), produktif (productive), dan kompetitif (competitive). Dan
dalam proses demikian, dukungan SDM yang kuat melahirkan
sekolah yang memiliki adaptabilitas dan kapasitas memperbaharui
dirinya (adaptability and self-renewal capacity).

B. Dimensi Kompetensi
Dimensi kompetensi yang diharapkan dibentuk pada akhir Diklat
ini adalah dimensi Kompetensi Managerial.

C. Kompetensi
Setelah mengikuti pembelajaran Paket Diklat ini, para peserta
Diklat diharapkan menguasai kompetensi berikut:
1. Merumuskan konsep MSDM sesuai dengan konteks sekolah
di mana peserta diklat bertugas.
2. Mengidentifikasi masalah dalam implementasi fungsi-fungsi
MSDM Pendidikan dalam sekolah di mana peserta diklat
bertugas.
3. Mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi dalam
memperkuat profesionalisme SDM Pendidikan di sekolah di
mana peserta diklat bertugas.
4. Mengembangkan model manajemen pemberdayaan SDM
Pendidikan di sekolah di mana peserta diklat bertugas.
5. Menganalisis masalah-masalah yang berkaitan dengan
implementasi manajemen pemberdayaan SDM tenaga
pendidik dan kependidikan sekolah di mana peserta diklat
bertugas.

2
D. Indikator Pencapaian Kompetensi.
Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran modul ini para peserta
diharapkan memiliki kemampuan dalam hal:
1. Mengetahui Konsep, tujuan, pendekatan dan fungsi-fungsi
MSDM.
2. Memahami cara merencanakan kebutuhan Tenaga Pendidik
dan Kependidikan berdasarkan rencana pengembangan
sekolah.
3. Memahami cara melaksanakan rekrutmen dan seleksi Tenaga
pendidk dan Kependidikan sesuai tingkat kewenangan yang
dimiliki sekolah.
4. Mengetahui cara mengelola kegiatan pembinaan dan
pengembangan professional Tenaga pendidik dan
Kependidikan.
5. Memahami strategi pelaksanaan mutasi dan promosi Tenaga
pendidik dan Kependidikan sesuai kewenangan yang dimiliki
sekolah.
6. Memahami cara mengelola pemberian kesejahteraan kepada
Tenaga pendidik dan Kependidikan sesuai kewenangan dan
kemampuan sekolah..

E. Alokasi waktu
Alokasi waktu Diklat Materi ini adalah 3 (tiga) hari @ 10 Jam atau
30 jam tataran @ 45 menit.

F. Skenario Diklat
Pendidikan dan pelatihan ini diselenggarakan dengan pendekatan
andragogi (pendidikan orang dewasa). Kreativitas dan keaktifan

3
peserta ditumbuhkembangkan selama proses pendidikan dan
pelatihan berlangsung. Metode dan pendekatan pembelajaran yang
akomodatif terhadap pemberian fasilitasi kepada peserta untuk
merefleksikan pengalamannya digunakan dalam pendidikan dan
pelatihan ini, di antaranya metode diskusi kelompok terfokus (focus
group discussion, FGD), simulasi, refleksi diri dan praktek pembuatan
program.
Secara tentatif (dapat dikembangkan lebih lanjut oleh Fasilitator
Diklat)

Pendahuluan Inti Penutup

 Perkenalan  Eksplorasi pemahaman


 Informasi peserta mengenai Pos-test
singkat tentang Manajemen Pemberdayaan
dimensi SDM Tenaga Pendidik dan
kompetensi, Kependidikan sekolah.
kompetensi,  Presentasi materi dengan
indicator, pendekatan interaktif dan
alokasi waktu multimedia tehnologi
dan scenario  Diskusi kelompok
diklat. permasalahan-
 Pre- test permasalahan dalam
Manajemen Pemberdayaan
SDM. Tenaga Pendidik dan
Kependidikan sekolah
 Simulasi hasil diskusi
kelompok.
 Membuat rencana program
pengembangan
pemberdayaan SDM
Tenaga Pendidik dan
Kependidikan sekolah

4
BAB II
KONSEP, TUJUAN, PENDEKATAN DAN FUNGSI-FUNGSI
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

Dalam sekolah apapun Sumber Daya Manusia (SDM) menempati


kedudukan yang paling vital. Memang diakui bahwa biaya itu penting.
Demikian pula sarana, prasarana dan teknologi. Namun ketersediaan
sumber-sumber daya itu menjadi sia-sia apabila ditangani oleh orang-
orang yang tidak kompeten dan kurang komitmen. Upaya-upaya
untuk merencanakan kebutuhan tenaga pendidik dan kependidikan
(SDM), mengadakan, menyeleksi, menempatkan dan memberi
penugasan secara tepat telah menjadi perhatian penting pada setiap
sekolah yang kompetitif. Demikian pula kebijakan kompensasi
(penggajian dan kesejahteraan) dan penilaian kinerja yang dilakukan
dengan adil dan tepat dapat melahirkan motivasi berprestasi pada
para tenaga pendidik dan kependidikan. Fungsi-fungsi manajemen
sumber daya manusia seperti itu masih belum cukup, apabila tidak
disertai dengan kebijakan pengembangan dan pemberdayaan tenaga
pendidik dan kependidikan yang dilakukan secara sistematik.
Dalam arti yang tradisional, konsep pengelolaan tenaga pendidik
dan kependidikan terbatas pada urusan-urusan manajemen operatif,
seperti mengelola data tenaga pendidik dan kependidikan (record
keeping), penilaian kinerja yang bersifat mekanistik (mechanical job
evaluation), kenaikan pangkat dan gaji secara otomatis (automatic
merit increase). Perhatian terhadap SDM pada masa kini mencakup
aspek-aspek yang berkaitan dengan keamanan dan kenyamanan
tenaga pendidik dan kependidikan (fisik, emosional dan sosial), yang
akan berpengaruh secara signifikan terhadap cara-cara mereka

5
bertugas, dan dengan sendirinya berpengaruh terhadap produktivitas
mereka.
MSDM pada masa kini memfasilitasi aktualisasi dan
pengembangan kompetensi para tenaga pendidik dan kependidikan
melalui program-program pengembangan dan pemberdayaan yang
dilakukan secara sistematik. Pengembangan dan pemberdayaan
SDM merupakan bagian dari MSDM yang memiliki fungsi untuk
memperbaiki kompetensi, adaptabilitas dan komitmen para tenaga
pendidik dan kependidikan. Dengan cara demikian sekolah memiliki
kekuatan bukan saja sekedar bertahan (survival), melainkan tumbuh
(growth), produktif (productive), dan kompetitif (competitive). Dan
dalam proses demikian, dukungan SDM yang kuat melahirkan
sekolah yang memiliki adaptabilitas dan kapasitas memperbaharui
dirinya (adaptability and self-renewal capacity).

A. Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)


Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah segala
kegiatan yang berkaitan dengan pengakuan pada pentingnya tenaga
pendidik dan kependidikan pada sekolah sebagai sumber daya
manusia yang vital, yang memberikan sumbangan terhadap tujuan
sekolah, dan memanfaatkan fungsi dan kegiatan yang menjamin
bahwa sumber daya manusia dimanfaatkan secara efektif dan adil
demi kemaslahatan individu, sekolah, dan masyarakat. Dalam
pengertian ini, posisi sumber daya manusia tidak bisa digantikan oleh
faktor-faktor lain dilihat dari nilai sumbangannya terhadap sekolah.
Seorang tenaga pendidik dan kependidikan dinyatakan memiliki nilai
sumbangan kepada sekolah apabila kehadirannya diperlukan,
memiliki nilai tambah terhadap produktivitas sekolah dan kegiatannya

6
berada dalam mata rantai keutuhan sistem sekolah itu. Tingkat
keberhasilan manajemen sumber daya manusia dalam satu sekolah
dapat dikaji dari ketepatan melaksanakan fungsi-fungsi MSDM.
Kemaslahatan seorang tenaga pendidik dan kependidikan harus
dilihat dari kepentingan dan kebermaknaan bagi dirinya sendiri,
produktivitas sekolah dan fihak-fihak yang memperoleh jasa layanan
sekolah itu.

B. Pendekatan MSDM
Kajian MSDM dalam sekolah apapun ditempatkan dalam
kerangka pendekatan sebagai berikut :
1. Martabat Sumber Daya Manusia. Manajemen sumber daya
manusia adalah manajemen orang-orang. Gengsi dan
martabat manusia hendaknya tidak diingkari hanya demi
kegunaannya saja. Hanya dengan perhatian yang penuh
kearifan terhadap kebutuhan tenaga pendidik dan
kependidikan, sekolah akan sukses tumbuh dan sejahtera.
Potensi manusia hanya berkembang apabila memperoleh
pengakuan yang wajar dari para pimpinan. Guru sebagai
seorang profesional seyogyanya memiliki apresiasi terhadap
nilai tenaga pendidik dan kependidikan, mengajar dan
memiliki orientasi yang jelas menyangkut pengembangan karir
profesional. Penghargaan siswa, orang tua, dan masyarakat
terhadap guru sangat tergantung pada apresiasi dan orientasi
guru dalam menekuni tenaga pendidik dan
kependidikanannya.
2. Pendekatan Manajemen. Manajemen sumber daya manusia
adalah tanggung jawab setiap pimpinan/Kepsek. Bagian

7
sumber daya manusia itu dibentuk untuk melayani
pimpinan/Kepsek dan tenaga pendidik dan kependidikan.
Melalui keahliannya, kinerja dan kesejahteraan tenaga
pendidik dan kependidikan menjadi tanggung jawab ganda
antara atasan langsung tenaga pendidik dan kependidikan
dan bagian sumber daya manusia.
3. Pendekatan Sistem. Manajemen sumber daya manusia
merupakan bagian penting dari suatu sistem yang lebih besar,
yaitu sekolah. Manajemen sumber daya manusia selayaknya
dinilai berdasarkan sumbangannya terhadap produktivitas
sekolah.
4. Pendekatan Proaktif. Manajemen sumber daya manusia
mampu meningkatkan sumbangannya melalui antisipasi
tantangan sebelum hal itu muncul. Bila hanya reaktif, justeru
akan menumpuk masalah dan akan kehilangan peluang.
Masalah-masalah yang menyangkut aspek-aspek
kemanusiaan tidak bisa ditangani sebagaimana mengurus
benda. Penyelesaian masalah ketenaga pendidik dan
kependidikanan harus ditangani sebagai prioritas.

C. Tujuan MSDM
Manajemen sumber daya manusia bertujuan untuk merumuskan
kebutuhan tenaga pendidik dan kependidikan, mengembangkan dan
memberdayakan tenaga pendidik dan kependidikan untuk
memperoleh nilai maslahat optimal bagi individu tenaga pendidik dan
kependidikan yang bersangkutan, sekolah dan masyarakat yang
dilayaninya. MSDM dilaksanakan untuk mewujudkan sekolah yang
sehat, yaitu sekolah yang memiliki jumlah dan kualifikasi tenaga

8
pendidik dan kependidikan sesuai dengan beban dan tugas-tugas
sekolah yang ada di dalamnya. MSDM harus mendukung tingkat
ketahanan sekolah, pertumbuhan, produktivitas dan kompetisi.

D. Posisi SDM dalam Sekolah


Sekolah pada hakekatnya terdiri dari struktur tenaga pendidik dan
kependidikanan, di mana setiap tenaga pendidik dan kependidikanan
memiliki spesifikasi tugas-tugas yang menuntut kompetensi
pelakunya, dukungan fasilitas yang tepat dan memadai, dan kondisi
yang kondusif bagi terlaksananya tugas-tugas/tenaga pendidik dan
kependidikanan itu. Spesifikasi tugas-tugas sekolah menggambarkan
spesifikasi kemampuan tenaga pendidik dan kependidikan yang
mendukung pelaksanaan tugas/tenaga pendidik dan kependidikanan
itu. Analisis seperti nini disebut analisis tenaga pendidik dan
kependidikanan (job analysis). Apabila digambarkan, maka posisi
SDM dalam sekolah dapat dilihat dalam model berikut:

9
SEKOLAH
Disain, Visi, dan Misi

STRUKTUR TENAGA PENDIDIK DAN


KEPENDIDIKANAN
Spektrum dan Cakupan Tugas
Analisis Vertikal, Horizontal dan Diagonal

SPESIFIKASI TENAGA PENDIDIK DAN


KEPENDIDIKANAN
Kompetensi Tenaga pendidik dan kependidikan
Fasilitas dan Teknologi
Kondisi dimana tenaga pendidik dan kependidikanan itu
dilaksanakan

SPESIFIKASI ORANG/TENAGA PENDIDIK DAN


KEPENDIDIKAN
Kemampuan Hasil Belajar
Gambar 2.1 : Posisi
Karakteristik SDM dalam Sekolah
Kepribadiannya

E. Fungsi-fungsi MSDM
Lima fungsi MSDM, yaitu (1) Perencanaan Kebutuhan, (2)
Rekrutmen dan Seleksi, (3) Pembinaan dan Pengembangan, (4)
Mutasi dan Promosi, dan (5) Kesejahteraan. Namun demikian,
dipertimbangkan akan lebih bermanfaat apabila para peserta diklat
memiliki pemahaman yang komprehensif mengenai manajemen
sumber daya manusia (MSDM). Manajemen SDM merupakan proses
sistematik yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan SDM sesuai

10
dengan kebutuhan sekolah, memperlakukan tenaga pendidik dan
kependidikan secara adil dan bermartabat, serta menciptakan kondisi
yang memungkinkan tenaga pendidik dan kependidikan memberikan
sumbangan optimal terhadap sekolah.
Manajemen SDM mencakup kegiatan sebagai berikut: (1)
Perencanaan SDM, (2) Analisis Tenaga pendidik dan kependidikanan,
(3) Pengadaan Tenaga pendidik dan kependidikan, (4) Seleksi
Tenaga pendidik dan kependidikan, (5) Orientasi, Penempatan dan
Penugasan, (6) Konpensasi, (7) Penilaian Kinerja, (8) Pengembangan
Karir, (9) Pelatihan dan Pengembangan Tenaga pendidik dan
kependidikan, (10) Penciptaan Mutu Kehidupan Kerja, (11)
Perundingan Ketenaga pendidik dan kependidikanan, (12) Riset
Tenaga pendidik dan kependidikan, dan (13) Pensiun dan
Pemberhentian Tenaga pendidik dan kependidikan.

 Perencanaan SDM
Perencanaan SDM adalah kegiatan menaksir/menghitung
kebutuhan SDM sekolah dan selanjutnya merumuskan upaya-upaya
yang perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Upaya
tersebut mencakup kegiatan menyusun dan melaksanakan rencana
agar jumlah dan kualifikasi personil yang diperlukan itu tersedia pada
saat dan posisi yang tepat sesuai dengan tuntutan sekolah.

1. Analisis Tenaga pendidik dan kependidikanan


Analisis tenaga pendidik dan kependidikanan adalah suatu proses
menjelaskan dan mencatat tujuan-tujuan tenaga pendidik dan
kependidikanan, kewajiban dan tanggung jawab utama tenaga
pendidik dan kependidikanan tersebut dan kondisi di mana tenaga

11
pendidik dan kependidikanan itu harus dikerjakan. Analisis tenaga
pendidik dan kependidikanan merupakan bagian dari perencanaan
SDM yang membentuk menjelaskan spesifikasi tenaga pendidik dan
kependidikanan dan spesifikasi kompetensi serta karakteristik
kepribadian yang tepat untuk mengerjakan tenaga pendidik dan
kependidikanan itu.

2. Rekrutmen (pengadaan) Tenaga pendidik dan


kependidikan
Rekrutmen (pengadaan) tenaga pendidik dan kependidikan
adalah seperangkat kegiatan dan proses yang dipergunakan untuk
memperoleh sejumlah orang yang bermutu pada tempat dan waktu
yang tepat sesuai dengan ketentuan hukum sehingga orang dan
sekolah dapat saling menyeleksi berdasarkan kepentingan terbaik
masing-masing dalam jangka panjang maupun jangka pendek.

3. Seleksi Tenaga pendidik dan kependidikan


Seleksi tenaga pendidik dan kependidikan adalah suatu proses
mengeumpulkan informasi untuk menilai dan memutuskan siapa yang
diangkat, dengan berpedoman pada hukum, demi kepentingan jangka
panjang dan pendek, perorangan dan sekolah.

4. Orientasi, Penempatan dan Penugasan


Orientasi, penempatan, dan penugasan merupakan kegiatan yang
dilakukan serempak. Orientasi ditujukan untuk mempercepat
sosialisasi tenaga pendidik dan kependidikan dan penerimaan
lingkungan kerja sehingga tenaga pendidik dan kependidikan tersebut
dapat segera beradaptasi dalam sistem, prosedur, serta budaya kerja.

12
Penempatan dan penugasan adalah keputusan ketenaga pendidik
dan kependidikanan yang berazaskan “the right men on the right job”.

5. Kompensasi (termasuk kesejahteraan)


Kompensasi adalah apa yang diterima tenaga pendidik dan
kependidikan karena ia telah memberikan kontribusi pikiran,
perhatian, kemampuan, dan kinerjanya terhadap sekolah.
Kompensasi terdiri dari hal berupa uang dan bukan uang.
Kompensasi sangat penting untuk memperoleh, memelihara, dan
mempertahankan angkatan kerja yang produktif.

6. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja yaitu suatu proses mempertimbangkan kinerja
tenaga pendidik dan kependidikan pada masa lalu dan sekarang yang
dikaitkan dengan latar belakang lingkungan kerjanya serta
memperhatikan potensi yang dimiliki tenaga pendidik dan
kependidikan tersebut bagi kepentingan sekolah di masa yang akan
datang. Penilaian bertujuan membantu tenaga pendidik dan
kependidikan yang bersangkutan mencapai hasil bagi dirinya sendiri
dan sekolah.

7. Pengembangan Karir
Pengembangan karir adalah proses mencermati potensi,
kemampuan, kinerja dan komitmen tenaga pendidik dan kependidikan
untuk diposisikan dalam struktur sekolah secara tepat, sehingga
tenaga pendidik dan kependidikan dan sekolah memperoleh maslahat
dan nilai tambah optimal.

13
8. Pelatihan dan Pengembangan Tenaga pendidik dan
kependidikan
Pelatihan dan pengembangan tenaga pendidik dan kependidikan
adalah upaya memperbaiki kinerja tenaga pendidik dan kependidikan
di masa kini maupun di masa depan dengan meningkatkan
kemampuan tenaga pendidik dan kependidikan untuk bertugas,
melalui pembelajaran, biasanya dengan meningkatkan pengetahuan,
mutu sikap dan keterampilan. Pelatihan berbeda dengan
pengembangan. Pelatihan adalah segala kegiatan yang dirancang
untuk memperbaiki kinerja tenaga pendidik dan kependidikan dalam
suatu tenaga pendidik dan kependidikanan di mana tenaga pendidik
dan kependidikan tersebut sedang atau akan diangkat menjabat
tenaga pendidik dan kependidikanan yang bersangkutan.
Pengembangan adalah upaya membantu tenaga pendidik dan
kependidikan secara individual menangani tanggung jawabnya di
masa depan.

9. Penciptaan Mutu Lingkungan Kerja


Menciptakan lingkungan kerja adalah upaya yang berkaitan
dengan mewujudkan pengawasan yang suportif, kondisi kerja yang
baik, gaji dan penghargaan yang merangsang, serta menjadikan
tenaga pendidik dan kependidikanan sebagai sesuatu yang
menantang dan memberikan kepuasan.

10. Perundingan Ketenaga pendidik dan kependidikanan


Perundingan tenaga pendidik dan kependidikan adalah kegiatan
yang berkaitan dengan menempatkan hak dan kewajiban tenaga
pendidik dan kependidikan dan sekolah menjadi jelas, merumuskan

14
kesepakatan-kesepakatan menangani perselisihan ketenaga pendidik
dan kependidikanan, dan menyepakati konsekuensi yang akan
diperoleh tenaga pendidik dan kependidikan sebagai akibat
pelanggaran hubungan kerja.

11. Riset Tenaga pendidik dan kependidikan


Riset atau penelitian sumber daya manusia adalah upaya untuk
menemukan tindakan-tindakan ketenaga pendidik dan
kependidikanan secara empirik yang dimaksudkan untuk memperbaiki
tindakan-tindakan ketenaga pendidik dan kependidikanan pada masa
kini, dan pengembangannya di masa depan. Riset SDM dapat
dilakukan dalam lingkungan internal sekolah maupun di luar sekolah.
Riset SDM dapat dilakukan oleh unit yang ada dalam sekolah itu atau
dilakukan oleh lembaga-lembaga khusus yang menaruh perhatian
pada pengembangan dan pemberdayaan SDM atau MSDM pada
umumnya.

12. Pensiun dan Pemberhentian Tenaga pendidik dan


kependidikan
Pensiun merupakan hak tenaga pendidik dan kependidikan.
Fungsi MSDM ini berkaitan dengan merumuskan syarat-syarat dan
kondisi-kondisi yang memberikan kejelasan/pedoman bagi
pemenuhan hak pensiun. Pemberhentian tenaga pendidik dan
kependidikan terjadi atas permohonan sendiri atau karena
diberhentikan organisassi akibat sangsi tertentu yang berkaitan
dengan keswepakatan hubungan kerja. Pemberhentian tenaga
pendidik dan kependidikan dalam arti ini biasanya dilakukan dalam
periode kontrak kerja (work service)

15
13. Profesionalisme SDM Pendidikan
Tenaga kependidikan adalah profesional. Kata profesi berasal
dari Bahasa Inggeris “to profess” yang berarti ikrar atau pernyataan
diri bahwa seseorang akan mengabdi sepenuh hati terhadap tenaga
pendidik dan kependidikanan yang telah dipilihnya sebagai karir dan
sumber kehidupan sepanjang hayat. Persyaratan yang harus dipenuhi
untuk membangun kinerja profesional adalah:
a. Praktek yang didasari oleh pemahaman dan penguasaan
konsep dan teori yang divalidasi secara empirik secara terus-
menerus. Awal penguasaan ini dibina dan dikembangkan
melalui preservice education.
b. Pengakuan klien bahwa keahlian tersebut menjamin
kebutuhannya melalui pelayanan yang benar dan
bertanggung jawab.
c. Perlindungan hukum yang ditunjukkan oleh sertifikasi keahlian
yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan.
d. Adanya sangsi sosial dari masyarakat yang merasa dirugikan
atas pelayanan yang keliru (male-practice).
e. Pengaturan perilaku anggotanya melalui kode etika yang
regulatif.
f. Dimilikinya persatuan profesi yang didukung oleh anggota-
anggotanya, yang membuat sekolah tersebut memiliki posisi
tawar-menawar yang kuat dan berpengaruh.

Core competencies Tenaga Pendidik (dalam hal ini guru) sebagai


profesional meliputi:
a. Memahami prinsip-prinsip pembelajaran sesuai dengan
karakteristik anak didik (paedagogi dan andragogi)

16
b. Menguasai bahan ajar (peta/struktur kajian keilmuan)
c. Mampu merancang disain instruksional
d. Mampu mengimplementasikan disain Instruksional
e. Memahami prinsip-prinsip reinforcement dalam proses
pembelajaran.
f. Mampu menilai efektivitas implementasi pembelajaran.
Mutu proses dan penyelenggaraan pendidikan ditentukan oleh
banyak faktor, seperti dirumuskan dalam formula berikut:

MP = F (PPD. PTK. FP, BL)

Keterangan:
MP = Mutu Pendidikan
PPD = Potensi Peserta Didik
PTK = Profesionalisme Tenaga Kependidikan
FP = Fasilitas Pendidikan/Belajar
BL = Budaya Lembaga Pendidikan

Potensi peserta didik mencakup kondisi kecerdasan intelektual,


emosional, sosial, moral-spiritual, dan fisikal. Potensi tersebut
dipengaruhi oleh pola asuh dan status sosial ekonomi keluarga.
Profesionalisme tenaga kependidikan berkaitan dengan kompetensi
untuk melakukan tugas dan layanan profesi. Kapasitas profesional
terutama dibentuk dalam proses pendidikan pra-jabatan (pre-service
education). Fasilitas pendidikan mencakup sarana, pra-saranan, dan
peralatan lainnya yang diperlukan untuk mendukung
penyelenggaraan pendidikan, seperti laboratorium, perpustakaan,
dukungan fasilitas praktek. Budaya lembaga pendidikan dicerminkan
oleh respon psikologis penghuni kampus terhadap kebijakan

17
lembaga, pola hubungan sosial, serta kondisi penataan kampus yang
melahirkan keamanan, kebersihan, keindahan, dan kenyamanan.
Ciri profesional utama tenaga kependidikan adalah kapasitas
otonomi profesional, yaitu kapasitas menentukan tindakan terbaik
untuk melayani peserta didik. Ciri utama lainnya adalah kemampuan
adaptabilitas melalui belajar terus menerus, sehingga tenaga
kependidikan itu memiliki kapasitas memperbaharui dirinya nsendiri
(self-renewal capacity)

18
BAB III
MERENCANAKAN KEBUTUHAN TENAGA PENDIDIK DAN
KEPENDIDIKAN

Pemikiran yang meletakkan sumber daya manusia sebagai titik


sentral usaha pembangunan meletakan posisi pendidikan dalam
peran yang kuat dalam usaha mewujudkan sumber daya manusia
yang berkualitas dan unggul. Pendidikan yang berperan begitu
penting itu perlu dioptimasikan sehingga dalam penyelenggaraannya
secara efektif dan efisien terarah dan terkoordinasikan secara terpadu
pada pengembangan kualitas sumber daya manusia seperti yang
diinginkan. Salah satu jawaban yang dapat diketengahkan adalah
menjadikan perencanaan sebagai alat (tool) pembangunan
pendidikan, yang berarti pula pembangunan kualitas sumber daya
manusia. Optimasi pembangunan kualitas sumber daya manusia di
sekolah (dalam hal ini Tenaga pendidk dan Kependidikan) ini perlu
direncanakan secara baik dan komprehensif hingga usaha pendidikan
dapat dijadikan aset nasional dan pembangunan nasional.

A. Konsep Dasar Perencanaan


Pada hakikatnya perencanaan adalah suatu rangkaian proses
kegiatan menyiapkan dan menentukan seperangkat keputusan
mengenai apa yang diharapkan terjadi (peristiwa, keadaan, suasana,
dan sebagainya) dan apa yang akan dilakukan (intensifikasi,
eksistensifikasi, revisi, renovasi, substitusi, kreasi dan sebagainya).
Rangkaian proses kegiatan itu dilaksanakan agar harapan tersebut
dapat terwujud menjadi kenyataan di masa yang akan datang, yaitu
dalam jangka waktu 1, 3, 5, 10, 15, 25, 40, atau 50 tahun yang akan
datang.
Gambaran tentang harapan (das sollen) masa depan itu mungkin
baru merupakan impian atau sekedar cita-cita saja, atau mungkin pula
sudah ada ancar-ancar jangka panjang (10, 15, 25, 40 tahun) ukuran
waktunya, yang biasa disebut dengan visi. Sedangkan tugas yang

19
akan dilakukannya disebut dengan misi, yaitu untuk menghasilkan
bidang hasil pokok (key result areas) dengan ukuran standar normatif
tertentu (values) dan dengan jalan tertentu (strategy) yang dapat
diterima oleh semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Jarak dan jurang kesenjangan (gaps) atau perbedaan
(differences) dan ketimpangan (disparities) antara harapan dan
kenyataan itulah yang lazimnya diidentifikasi sebagai permasalahan
strategis (strategic issue), yang membutuhkan pemecahan melalui
program-program pembangunan yang terarah sasaran bidang
garapannya. Tugas dan tenaga pendidik dan kependidikanan untuk
mendeteksi seberapa besar atau seberapa jauh sebenarnya
kemungkinan terdapatnya kesenjangan antara kebutuhan-kebutuhan
ideal (masa depan) dengan kebutuhan yang ada saat ini pada
dasarnya merupakan esensi dari perencanaan pendidikan.
Beberapa unsur penting yang terkandung di dalam perencanaan
pendidikan, yaitu:
1. Penggunaan analisa yang bersifat rasional dan sistematik
dalam perencanaan pendidikan, hal ini menyangkut
metodologi dalam perencanaan. Perencanaan pendidikan
dewasa ini telah berkembang dengan berbagai pendekatan
dan metodologinya yang cukup kompleks dan sulit.
2. Proses perkembangan pendidikan, artinya bahwa
perencanaan pendidikan itu dilakukan dalam rangka reform
pendidikan, yaitu suatu proses dari status sekarang menuju
ke status perkembangan pendidikan yang dicita-citakan.
Perencanaan merupakan suatu momen dalam proses yang
kontinyu.
3. Prinsip efektivitas dan efisiensi, artinya dalam perencanaan
pendidikan itu pemikiran secara ekonomis sangat menonjol,
misalnya dalam hal penggalian sumber-sumber pembiayaan
pendidikan, alokasi biaya, hubungan pendidikan dengan
tenaga pendidik dan kependidikan, hubungan pengembangan
pendidikan dengan pertumbuhan ekonomi.

20
4. Kebutuhan dan tujuan murid-murid dan masyarakat, artinya
perencanaan pendidikan itu mencakup aspek internal dan
eksternal daripada sekolah sistem pendidikan.
Empat persoalan yang dibahas dalam mendefinisikan
perencanaan pendidikan, yaitu:
1. Tujuan, apakah yang akan dicapai dengan perencanaan itu?.
2. Status sistem pendidikan yang ada, bagaimanakah keadaan
yang ada sekarang?.
3. Kemungkinan pilihan untuk mencapai tujuan.
4. Strategi, penentuan cara yang terbaik untuk mencapai tujuan.

Secara konsepsional bahwa perencanaan pendidikan itu sangat


ditentukan oleh cara, sifat, dan proses pengambilan keputusan,
sehingga nampaknya dalam masalah ini terdapat banyak komponen
yang ikut berproses didalamnya. Adapun komponen-komponen yang
ikut serta dalam proses pengambilan keputusan ini, antara lain:
1. Tujuan pembangunan nasional bangsa yang akan mengambil
keputusan dalam rangka kebijaksanaan nasional dalam
bidang pendidikan. Target yang hendak dicapai dengan
meletakkan tujuan pendidikan nasional yang akan berarti cara
menyampaikannya pun akan juga mempengaruhi didalamnya.
Misalnya, waktu pelaksanaan, pertahapan, taktis, dan strategi
dalam meletakkan jalur kebijakan ke mana akan dibawa
pendidikan itu.
2. Masalah strategi adalah termasuk penanganan policy
(kebijakan) secara operasional yang akan mewarnai proses
pelaksanaan daripada perencanaan pendidikan. Maka
ketepatan peletakkan strategi ini adalah sangat penting
adanya. Dalam hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian
dalam penanganan policy (kebijakan) ini adalah berkenaan
dengan:
 Sifat dan kebijakan nasional pendidikan.
 Proses sosial yang dalam tingkat sedang berkembang.

21
 Cara pendekatan yang dipergunakan sebagai watak
sistem perencanaannya.
Jadi dalam penentuan kebijakan sampai kepada pelaksanaan
perencanaan pendidikan ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, seperti: siapa yang memegang kekuasaan
(penguasa), siapa yang menentukan keputusan, dan faktor-
faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengambilan
keputusan. Hal-hal tadi dapat diketahui melalui output atau
hasil sistem dari pelaksanaan perencanaan pendidikan itu
sendiri.
Dalam sistem pengambilan keputusan sebagaimana diuraikan
tadi pada beberapa negara mempunyai cara yang berbeda-
beda, seperti: di negeri Belanda (Nederland) dikenal dengan
istilah-istilah Private Decision (Keputusan bukan Pemerintah
atau Swasta dan atau Keputusan Individual). Di Yugoslavia
dengan sistem Syndicatisme, di Perancis dikenal dengan
“Projective and Inductive Planning”, yakni perpaduan antara
kegiatan dari pejabat negara dan bukan pejabat negara dalam
proses tersebut.
3. Jenis dan tingkat kemajuan negara apakah negara
berkembang atau negara terbelakang atau negara industri.
Karena dari beberapa sifat negara tersebut, terdapat banyak
faktor yang harus diperhatikan.
Selanjutnya dalam masalah persiapan perencanaan dalam
definisi yang dikemukakan tersebut ada beberapa hal yang
perlu diketahui, yaitu:
 Perencanaan itu kegiatan untuk masa yang akan datang.
 Suatu masalah kuncinya adalah bentuk dan isi “strategis”
dan hal ini yang harus mendapatkan perhatian.
 Perencanaan bukan mesalah kira-kira, manipulasi, atau
teoritis tanpa fakta atau data yang kongkrit, maka dalam
prinsipnya harus telah benar-benar diperhatikan hal-hal
tersebut.

22
 Persiapan perencanaan harus dinilai dari pengertian-
pengertian yang benar tentang kebijakan, arah kebijakan,
dan dalam kondisi yang bagaimana pelaksanaannya dan
sebagainya.
 Suatu tindakan nyata dalam pelaksanaannya, sehingga
dapat diartikan sebagai contoh dari yang lainnya.

Menurut C. E. Beeby (mantan Menteri Pendidikan Selandia Baru


dan pernah menjabat sebagai Konsultan UNESCO di Paris), bahwa
Perencanaan Pendidikan adalah suatu kegiatan melihat masa depan
dalam hal menentukan kebijakan, prioritas dan biaya pendidikan
dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada dalam
bidang ekonomi, sosial, dan politik untuk mengembangkan sistem
pendidikan negara dan anak didik yang dilayani oleh sistem tersebut.
Dari beberapa rumusan tentang Perencanaan Pendidikan tadi
bahwa masalah yang menonjol adalah suatu proses untuk
menyiapkan suatu konsep keputusan yang akan dilaksanakan di
masa depan. Untuk jenis masyarakat bagaimana, untuk macam
kepemimpinan politik, intelektual dan sosial yang bagaimana, atau
untuk jenis kemampuan-kemampuan tenaga pendidik dan
kependidikan bagaimana pendidikan itu diarahkan?
Semakin jauh seseorang dapat melihat masa depan, semakin
jelas arah tujuan seseorang. Suatu rencana jangka panjang atau
perspektif yang dapat menemukan dan menjelaskan arah dan garis-
garis besar dengan demikian adalah suatu alat yang sangat berguna.
Dari beberapa rumusan definisi oleh para ahli tersebut ada
beberapa hal yang menonjol yang merupakan atribut atau ciri-ciri dari
perencanaan pendidikan, yaitu:
1. Perencanaan pendidikan adalah suatu proses intelektual yang
berkesinambungan dalam menganalisa, merumuskan dan
menimbang serta memutuskan, keputusan yang diambil harus
mempunyai konsistensi (taat azas) internal dan berhubungan
secara sistematis dengan keputusan-keputusan lain baik
dalam bidang-bidang itu sendiri maupun dalam bidang-bidang

23
lain dalam pembangunan, dan tidak ada batas waktu untuk
satu jenis kegiatan. Dan ada tidak harus satu kegiatan
mendahului dan didahulukan oleh kegiatan lain.
2. Perencanaan pendidikan selalu memperhatikan masalah,
kebutuhan, situasi, dan tujuan kebutuhan, keadaan
perekonomian, keperluaan penyediaan dan pengembangan
tenaga pendidik dan kependidikan bagi pembangunan
nasional serta memperhatikan faktor-faktor sosial dan politik
merupakan aspek dari perencanaan pembangunan yang
menyeluruh.
3. Tujuan dari perencanaan pendidikan adalah menyusun
kebijaksanaan dan menggariskan strategi pendidikan yang
sesuai dengan kebijakan pemerintah (menyusun alternatif dan
prioritas kegiatan) yang menjadi dasar pelaksanaan
pendidikan pada masa yang akan datang dalam upaya
pencapaian sasaran pembangunan pendidikan.
4. Perencanaan pendidikan sebagai perintis atau pelopor dalam
kegiatan pembangunan harus bisa melihat jauh ke depan
bersifat inovatif, kuantitatif dan kualitatif.
5. Perencanaan pendidikan selalu memperhatikan faktor ekologi
(lingkungan).

Dengan demikian, Perencanaan Pendidikan dalam


pelaksanaannya tidak dapat diukur dan dinilai secara cepat, tapi
memerlukan waktu yang cukup lama, khususnya dalam kegiatan atau
bidang pendidikan yang bersifat kualitatif, apalagi dari sudut
kepentingan nasional. Hal ini tentu dapat dengan mudah dimengerti
karena pendidikan adalah suatu kegiatan pranata sosial yang hasilnya
baru dapat diukur dan dinilai dalam waktu yang relatif lama, kecuali
dalam jenjang pendidikan tertentu, seperti halnya jenis pendidikan
tinggi atau jenis pendidikan tertentu, seperti halnya jenis pendidikan
latihan atau penataran yang bersifat profesional.
Karakteristik perencanaan pendidikan ditentukan oleh konsep dan
pemahaman tentang pendidikan. Pendidikan mempunyai ciri unik

24
dalam kaitannya dengan pembangunan nasional dan mempunyai ciri
khas karena yang menjadi garapannya adalah manusia.
Dengan mempertimbangkan ciri-ciri pendidikan dalam perannya
dalam proses pembangunan, maka perencanaan pendidikan
mempunyai ciri-ciri seperti tercantum di bawah ini:
1. Perencanaan pendidikan harus mengutamakan nilai-nilai
manusiawi, karena pendidikan itu membangun manusia yang
harus mampu membangun dirinya dan masyarakatnya.
2. Perencanaan pendidikan harus memberikan kesempatan
untuk mengembangkan segala potensi anak didik seoptimal
mungkin.
3. Perencanaan pendidikan harus memberikan kesempatan
yang sama bagi setiap anak didik.
4. Perencanaan pendidikan harus komprehensif dan sistematis
dalam arti tidak praktikal atau sigmentaris tapi menyeluruh
dan terpadu serta disusun secara logis dan rasional serta
mencakup berbagai jenis dan jenjang pendidikan.
5. Perencanaan pendidikan harus diorientasi pada
pembangunan dalam arti bahwa program pendidikan haruslah
ditujukan untuk membantu mempersiapkan man power yang
dibutuhkan oleh berbagai sektor pembangunan.
6. Perencanaan pendidikan harus dikembangkan dengan
memperhatikan keterkaitannya dengan berbagai komponen
pendidikan secara sistemstis.
7. Perencanaan pendidikan harus menggunakan resources
secermat mungkin karena resources yang tersedia adalah
langka.
8. Perencanaan pendidikan haruslah berorientasi kepada masa
datang, karena pendidikan adalah proses jangka panjang dan
jauh untuk menghadapi masa depan.
9. Perencanaan pendidikan haruslah kenyal dan responsif
terhadap kebutuhan yang berkembang di masyarakat tidak
statis tapi dinamis.

25
10. Perencanaan pendidikan haruslah merupakan sarana untuk
mengembangkan inovasi pendidikan hingga pembaharuan
terus menerus berlangsung.

Bila ciri-ciri tersebut dikaji dengan lebih seksama, maka akan


terlihat bahwa perencanaan pendidikan itu mempunyai keunikan dan
kompleksitas yang tidak dimiliki oleh jenis perencanaan lainnya dalam
pembangunan nasional. Ciri-ciri tersebut diwarnai oleh pandangan
terhadap pendidikan dan hakekat pembangunan suatu bangsa.
Perencanaan pendidikan mengenal prinsip-prinsip yang perlu
menjadi pegangan baik dalam proses penyusunan rancangan
maupun dalam proses implementasinya. Prinsip-prinsip ini adalah
sebagai tercantum di bawah ini:
1. Perencanaan itu interdisiplinair karena pendidikan itu sendiri
sesungguhnya interdisiplinair terutama dalam kaitannya
dengan pembangunan manusia.
2. Perencanaan itu fleksibel dalam arti tidak kaku tapi dinamis
serta responsif terhadap tuntutan masyarakat terhadap
pendidikan. Karena itu planners perlu memberikan ruang
gerak yang tepat terutama dalam penyusunan rancangan.
3. Perencanaan itu obyektif rasional dalam arti untuk
kepentingan umum bukan untuk kepentingan subyektif
sekelompok masyarakat saja.
4. Perencanaan itu tidak dimulai dari nol tapi dari apa yang
dimiliki. Ini berarti segala potensi yang tersedia merupakan
aset yang perlu digunakan secara efisien dan optimal.
5. Perencanaan itu wahana untuk menghimpun kekuatan-
kekuatan secara terkoordinir dalam arti segala kekuatan dan
modal dasar perlu dihimpun secara terkoordinasikan untuk
digunakan secermat mungkin untuk kepentingan
pembangunan pendidikan.
6. Perencanaan itu disusun dengan data, perencanaan tanpa
data tidak memiliki kekuatan yang dapat diandalkan.

26
7. Perencanaan itu mengendalikan kekuatan sendiri, tidak
bersandarkan pada kekuatan orang lain, karena perencanaan
yang bersandarkan kepada kekuatan bangsa lain akan tidak
stabil dan mudah menjadi obyek politik bangsa lain.
8. Perencanaan itu komprehensif dan ilmiah dalam arti
mencakup seluruh aspek esensial pendidikan dan disusun
secara sistematik dengan menggunakan prinsip dan konsep
keilmuan.

B. Analisis Posisi Perencanaan Pendidikan


Perencanaan pendidikan pada dasarnya berpusat pada tiga
komponen utama, yaitu:
1. Apakah yang harus dicapai?
2. Bagaimanakah perencanaan itu dimulai?
3. Bagaimanakah cara mencapai yang harus dicapai itu?
Pertanyaan pertama, mempersoalkan tujuan yang merupakan titik
usaha yang harus dicapai. Tujuan adalah arah yang mempersatukan
kegiatan pembangunan, tanpa tujuan kegiatan pembangunan
pendidikan akan tidak terarah dan tidak terkendalikan. Tujuan
merupakan cita-cita dan merupakan hal yang absolut dan tidak dapat
ditawar.
Pertanyaan kedua, mempersoalkan titik berangkat pembangunan
sebab pembangunan harus dimulai dari titik berangkat yang pasti
dalam arti tidak dimulai dari nol sama sekali tapi dimulai dari tingkat
yang telah dicapai selama ini. Titik berangkat haruslah ditentukan
berdasarkan evaluasi atau kajian terhadap apa yang telah diperbuat
bukan apa yang harus diperbuat.
Pertanyaan ketiga, merupakan alternatif cara atau upaya untuk
mencapai tujuan dari titik berangkat yang telah ditentukan itu. Upaya
ini dapat saja berbentuk pendekatan, kebijakan atau bahkan strategi
yang kemungkinannya amat banyak tergantung kepada kemampuan
untuk memilih mana yang paling tepat dan efektif untuk mencapai
tujuan tersebut.

27
Pola dasar di atas pada kenyataannya tidak sederhana karena
pendidikan itu sendiri amatlah kompleks. Pengembangan pola dasar
ini hanyalah merupakan modal yang dapat dipergunakan oleh
planners sebagai salah satu pila pikir yang meletakkan perencanaan
secara tepat pada posisi dan fungsi yang diinginkan.
Pembangunan pendidikan memerlukan resources yang perlu
diatur secermat mungkin karena resources itu amat langka.
Pengertian ini perlu dikaitkan dengan misi dan tujuan pembangunan
pendidikan, arah pembangunan pendidikan, orientasi pembangunan
pendidikan, keseluruhan prioritas, jenis, dan jenjang pendidikan serta
fasilitas yang diperlukan dalam penyelenggaraan pendidikan.
Kesemuanya ini perlu dirancang secara komprehensif, akurat, cermat
dan efisien serta berdasarkan perhitungan yang matang. Tanpa
perencanaan yang sistematik dan rasional upaya pembangunan
pendidikan ini mustahil dapat dilaksanakan dengan efektif.
Perencanaan atau perancangan dalam hal ini berfungsi sebagai tool
sebagai guide line for actions, sehingga apa yang harus dilakukan
sudah diatur dan ditata terlebih dahulu.
Dalam perancangan usaha yang terpadu, koordinasi,
pemanfaatan sumber-sumber daya, urutan prioritas, dapat disusun
secara sistematis dan komprehensif. Arah dan tujuan pembangunan
pendidikan dapat diatur pencapaiannya dalam kurun waktu tertentu.
Distribusi wewenang dan tanggung jawab, pengawasan dan
pengendalian dapat diatur sedini mungkin hingga segala susuatu
yang akan dikerjakan dapat diketahui, dan dihitung terlebih dahulu
dengan lebih cermat. Dengan memperhitungkan hal-hal inilah para
ahli ekonomi memandang perencanaan ini sebagai vehicle
pembangunan bukan hanya untuk suatu sektor pembangunan
tertentu saja, tapi juga untuk seluruh sektor pembangunan. Indonesia
memandang perencanaan itu sebagai suatu hal yang indisible dan
perannya amat defisive, hingga amatlah sulit dibayangkan bagaimana
mungkin kegiatan pembangunan nasional Indonesia dapat
dilaksanakan tanpa perencanaan.

28
Perencanaan itu dapat diartikan sebagai proses penyusunan
berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan
datang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Keputusan-
keputusan itu disusun secara sistematis, rasional dan dapat
dibenarkan secara ilmiah karena menerapkan berbagai pengetahuan
yang diperlukan. Perencanaan itu dapat pula diberi arti sebagai suatu
proses pembuatan serangkaian kebijakan untuk mengendalikan masa
depan sesuai yang telah ditentukan. Kebijakan-kebijakan itu disusun
dengan memperhitungkan kepentingan masyarakat dan kemampuan
masyarakat. Perencanaan dapat pula diartikan sebagai upaya untuk
memadukan antara cita-cita nasional dan resources yang tersedia
yang diperlukan untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Dalam proses
memadukan itu dipergunakan berbagai cara yang rasional dan ilmiah
hingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Perencanaan
tidak berakhir hanya pada draft blue print tapi harus mencakup proses
implementasinya. Karena itu segala sesuatu yang dimasukkan di
dalam putusan kebijakan tersebut perlu dipertimbangkan dengan
secermat mungkin fasibilitas atau kelayakannya. Perencanaan yang
baik adalah perencanaan yang dapat dilaksanakan.
Dengan memahami arti atau definisi perencanaan seperti yang
diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa perencanaan itu
sebenarnya alat peubah dan alat pengendali perubahan.
Pembangunan itu mengandung arti merubah untuk maju dan
berkembang menuju arah tertentu, dan perencanaan adalah rumusan
yang mengandung semua perubahan itu serta petunjuk untuk
mewujudkannya. Karena itu pembangunan dan perencanaan dalam
pengertian ini tidak dapat dipisahkan karena memang saling
melengkapi dan saling membutuhkan. Ini berarti setiap upaya
pembangunan memerlukan perencanaan, dan setiap perencanaan
adalah untuk mewujudkan upaya pembangunan.

C. Mekanisme dan Prosedur Perencanaan Pendidikan


Perencanaan pendidikan terdiri dari beberapa jenis tergantung
dari sisi melihatnya. Dari tinjauan cakupannya, perencanaan

29
pendidikan ada yang bersifat nasional atau makro, ada pula yang
bersifat daerah atau regional, ada juga yang bersifat lokal dan ada
pula yang bersifat kelembagaan atau institusional.
Perencanaan pendidikan pada tingkat nasional mencakup seluruh
usaha pendidikan untuk mencerdaskan atau membangun bangsa
termasuk seluruh jenjang, jenis, dan isinya. Pembangunan sektor
pendidikan di Indonesia diatur dalam perencanaan pendidikan yang
bersifat nasional ini.
Perencanaan pendidikan regional adalah perencanaan pada
tingkat daerah atau provinsi yang mencakup seluruh jenis dan jenjang
untuk daerah atau propinsi itu. Pada sistem penyelenggaraan
pendidikan di Indonesia mungkin ini dikenal dengan sistem wilayah,
bilamana wilayah itu secara operasional mencakup suatu daerah atau
provinsi tertentu. Perencanaan pendidikan lokal adalah perencanaan
pendidikan yang mencakup berbagai kegiatan untuk Kota atau
Kabupaten tertentu saja.
Perencanaan pendidikan kelembagaan adalah perencanaan
pendidikan yang mencakup satu institusi atau lembaga pendidikan
tertentu saja, seperti: perencanaan sekolah, atau perencanaan
universitas tertentu.
Ditinjau dari posisi dan sifat serta karakteristik perencanaan,
perencanaan pendidikan itu ada yang bersifat terpadu, dan yang
bersifat komprehensif, ada yang bersifat transaksional dan ada pula
yang bersifat strategik.
Perencanaan pendidikan terpadu atau Integrated Educational
Planning mengandung arti bahwa perencanaan pendidikan itu
mencakup seluruh aspek esensial pembangunan pendidikan dalam
pola dasar perencanaan pembangunan nasional. Ini berarti bahwa
perencanaan pendidikan pada tingkat makro atau nasional hanyalah
merupakan bagian integral dari keseluruhan perencanaan
pembangunan nasional. Kedudukan perencanaan pendidikan ini
sama dengan kedudukan perencanaan pembangunan ekonomi, atau
perencanaan pembangunan sektor pembangunan lainnya.
Keterpaduan pola pikir yang diterangkan dalam perencanaan ini

30
menerapkan konsep General Systems Theory yang memandang
upaya pembangunan sebagai suatu sistem yang terdiri dari berbagai
komponen yang dalam hal ini berbagai sektor pembangunan.
Pembangunan setiap sektor haurs terpadu dan saling mempunyai
keterkaitan erat hingga sumber-sumber daya yang dipergunakan
dapat secara optimal diatur dalam pemanfaatannya hingga efektif.
Perencanaan pendidikan komprehensif mengandung konsep
keseluruhan yang disusun secara sistemik dan sistematik. Seluruh
aspek penting pendidikan mencakup dan disusun secara teratur dan
rasional hingga membentuk satu keseluruhan yang lengkap dan
sempurna. Kelengkapan dan keteraturan dalam pola dasar yang
sistemik inilah yang merupakan ciri utama perencanaan pendidikan
yang komprehensif.
Perencanaan strategik adalah perencanaan yang mengandung
pendekatan Startegic Issues yang dihadapi dalam upaya membangun
pendidikan. Kalau isu pokok pembangunan pendidikan dewasa ini
tentang Quality Declining, maka perencanaan pendidikan yang
mengambil fokus atau prioritas pembangunan kualitas pendidikan,
maka perencanaan yang dikembangkan untuk mewujudkan prioritas
ini disebut perencanaan strategik pembangunan pendidikan.
Perencanaan pendidikan strategik ini bertitik tolak dari gagasan untuk
menanggulangi National Emerging Issues dan bertitik tolak dari
pikiran bahwa sumber-sumber daya itu amat langka, karena itu
penggunaannya harus diatur secermat dan seefisien mungkin hingga
output yang diharapkan memang merupakan keluaran yang efektif.
Ditinjau dari sisi metodologi, perencanaan pendidikan itu dapat
disebut Rational atau Systematic Planning, karena perencanaan ini
menggunakan prinsip-prinsip dan teknik-teknik berpikir sistematis dan
rasional ilmiah. Comprehensive Planning Model Schiefelbein,
Integrated Planning menurut Asia Model umpamanya dapat disebut
sebagai Systematic Planning atau Rational Planning yang bercirikan
keterikatan pada ketentuan dan peraturan perhitungan yang rasional
dan teliti dan sebagai hasil kalkulasi komputer umpamanya. Prinsip

31
System dan Rational Decision Making jelas terlihat dalam planning
seperti di atas.
Planning yang mencoba menciptakan linkage yang kuat dan
serasi antara rancangan yang telah ditetapkan dengan kenyataan
implementasi rancangan oleh administrator disebut dengan
Transactional Planning. Transactional Planning menurut Warwick
(1980) adalah: “To forge strong links between the planning and
implementation of development programs. Transactional Planning is
chosen to highlight the essentially interactive and political nature of
effective development planning and program implementation”.
Menurut survei (Warwick, 1980) ternyata kebanyakan negara
berkembang terdapat kesenjangan antara The Myth Planning dan The
Reality of The Plan. Kesenjangan ini terutama disebabkan terutama
oleh keengganan administrator dan politisi untuk terlalu terikat kepada
planning yang sudah ada, karena Rational Planning ternyata terlalu
ketat hingga planning kehilangan kemampuannya untuk merespon
terhadap berbagai tantangan yang muncul. Transactional Planning
mencoba menampung aspirasi administrator dan politisi untuk
mencoba menciptakan hubungan yang nyata antara Planning Theory
dan Planning Practice.
Secara konseptual Transactional Planning terdiri dari tiga bagian,
yaitu: Pertama, komponen environment yang juga terdiri dari remote
environment, proximate environment, operating environment. Kedua,
plan formulation yang mencakup process dan contents. Dan Ketiga,
plan implementation yang mencakup facilitating conditiond dan
impeding conditions. Keterkaitan antara ketiga komponen atau bagian
ini disajikan dalam gambar seperti berikut ini:

32
Plan Plan Plan Plan
Environment Formulation Implementati Evaluation
on
a. Remote a. Process a. Monitoring
Environment b. Contents a. Fasilitating b. Reporting
b. Proximate Conditions c. Evaluation
Environment b. Impeding
c. Operating Conditions
Environment

Gambar 3.1. Transactional Planning

Data dasar atau base line data untuk perencanaan pendidikan


mempunyai fungsi yang amat penting, sebab tanpa data perencanaan
atau planners tidak mungkin dapat mengembangkan perencanaan
pendidikan yang diperlukan. Data dasar ini mencakup berbagai aspek
bukan saja tentang pendidikan tetapi juga data di luar pendidikan
yang mempunyai keterkaitan erat dengan pendidikan. Karateristik
data yang diperlukan untuk pengembangan perencanaan pendidikan
ini sesuai dengan sifat perencanaan pendidikan yang multi disiplinair.
Adapun data dasar yang diperlukan dapat dikelompokkan seperti
berikut ini:
1. Kependudukan mencakup struktur penduduk, distribusi
penduduk menurut daerah, pertumbuhan penduduk, populasi
usia sekolah yang ada di dalam sistem persekolahan dan
yang berada di luar sistem, dan struktur angkatan kerja
berdasarkan kategori kerja dan pendidikan. Data ini
diperlukan untuk menentukan cakupan populasi yang perlu
memperoleh kesempatan pendidikan dalam kaitannya dengan
kebutuhan pada berbagai sektor pembangunan.

33
2. Data ekonomi mencakup anggaran pendapatan dan belanja
negara, GNP, Revenue Sources, tingkat pertumbuhan
ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi per tahun serta jumlah
dan kecenderungan investasi terhadap pendidikan. Data ini
diperlukan dalam kaitannya dengan kemampuan ekonomi
pemerintah untuk memperluas kesempatan pendidikan dan
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pendidikan dalam
penggunaan sumber dana yang tersedia.
3. Kebijakan nasional yang merupakan keputusan politik
mencakup falsafah dan tujuan nasional, keputusan badan
legeslatif negara yang harus menjadi pegangan upaya
pembangunan untuk seluruh sektor, dan falsafah pendidikan
yang dianut.
4. Data kependidikan mencakup enrollment untuk setiap jenjang
dan jenis, personel pendidikan yang terlibat dalam
penyelenggaraan pendidikan, lulusan, drop out, perpindahan,
kenaikan dari kelas atau tingkat yang satu ke tingkat yang
lain, kurikulum fasilitas pendidikan, dana pendidikan,
manajemen, dan output pendidikan.
5. Data ketenagakerjaan mencakup jumlah dan jenis Man Power
yang diperlukan dalam setiap sektor pembangunan,
persyaratan kerjaan, kelompok jenis kerja yang langka tapi
amat diperlukan, dan kemampuan pasaran kerja dalam
merespon terhadap lulusan untuk memberikan kesempatan
kerja kepada mereka.
6. Nilai dan sosial budaya mencakup agama dengan
pemeluknya, sistem nilai yang berlaku dan dipegang oleh
masyarakat, berbagai jenis dan bentuk kebudayaan yang ada

34
atau mungkin yang dapat digali dan dikembangkan. Data ini
perlu sebagai imbangan terhadap data kuantitatif dalam
rangka pengembangan berbagai program akademik yang
dijiwai oleh nilai kemanusiaan yang luhur.

Pengumpulan data yang diperlukan di atas, dilakukan melalui


survei dengan kontrol yang ketat untuk memelihara kualitas data.
Kegiatan pengumpulan data ini dikaitkan dengan tahapan dalam
proses perencanaan untuk menentukan titik berangkat perencanaan.
Dengan adanya data ini segala keberhasilan, kekuatan, kesulitan,
kelemahan dapat ditelusuri sedemikian rupa hingga planner dapat
mengembangkan titik berangkat perencanaan sesuai dengan tahap
yang telah dicapai. Kegiatan ini lazim disebut dengan Assessment of
Needs kegian mengkaji kebutuhan yang perlu dipenuhi dalam
pembangunan pendidikan untuk periode berikutnya.
Penerapan teknik-teknik untuk mengkaji berbagai aspek-aspek
kuantitatif pendidikan dan untuk memproyeksi kecenderungan masa
depan tidak dapat dilakukan tanpa data dasar yang lengkap. Secara
praktis tanpa data kegiatan untuk menyusun perencanaan yang baik
tidak dapat dilaksanakan. Uraian ini menunjukkan bahwa kedudukan
data dasar dalam proses perencanaan begitu penting, hingga planner
tidak mempunyai piliahan lain kecuali memiliki data tersebut dalam
mewujudkan tugasnya sebagai perencana.
Kegiatan perencanaan adalah kegiatan yang sistemik sequensial,
dan karena itu kegiatan-kegiatan dalam proses penyusunan
perencanaan dan pelaksanaan perencanaan memerlukan tahapan-
tahapan sesuai dengan karakteristik perencanaan yang sedang

35
dikembangkan. Banghart mengembangkan tahapan perencanaan
sebagai berikut ini:
1. Proloque: pendahuluan atau langkah persiapan untuk
memulainya suatu kegiatan perencanaan.
2. Identifying educational planning problems yang mencakup: (a)
delineating the scope of educational problem atau
menentukan ruang lingkup permasalahan perencanaan, (b)
studying what has been atau mengkaji apa yang telah
direncanakan, (c) determining what has been versus what
should be artinya membandingkan apa yang telah dicapai
dengan apa yang seharusnya dicapai, (d) resources and
contraints atau sumber-sumber daya yang tersedia dan
keterbatasannya, (e) estabilishing educational planning parts
and priorities artinya mengembangkan bagian-bagian
perencanaan dan prioritas perencanaan.
3. Analizing planning problem area artinya mengkaji
permasalahan perencanaan yang mencakup: (a) Study areas
and systems of subareas artinya mengkaji permasalahan dan
sub permasalahan, (b) gathering date artinya pengumpulan
data tabulating data atau tabulasi data, (c) for casting atau
proyeksi.
4. Conceptualizing and designing plans, mengembangkan
rencana yang mencakup: (a) identifying prevailing trends atau
identifikasi kecenderungan-kecenderungan yang ada, (b)
estabilishing goals and objective atau merumuskan tujuan
umum dan tujuan khusus, (c) designing plans, menyusun
rencana.

36
5. Evaluasting plan, menilai rencana yang telah disusun tersebut
yang mencakup: (a) planning through simulation, simulasi
rencana, (b) evaluating plan, evaluasi rencana, (c) selecting a
plan, memilih rencana.
6. Specifying the plan, menguraikan rencana yang mencakup:
(a) problem formulation, merumuskan masalah, (b) reporting
result atau menysusun hasil rumusan dalam bentuk final plan
draft atau rencana terakhir.
7. Implementing the plan, melaksanakan rencana yang
mencakup: (a) Program preparation, persiapan rencana
operasional, (b) plan approval, legaljustification, persetujuan
dan pengesahan rencana, (c) organizing operational units,
mengatur aparat sekolah.
8. Plan feedback, balikan pelaksanaan rencana yang mencakup:
(a) monitoring the plan, memantau pelaksanaan rencana, (b)
evaluation the plan, evaluasi pelaksanaan rencana, (c)
adjusting, altering or planning for what, how, and by whom
yang berarti mengadakan penyesuaian, mengadakan
perubahan rencana atau merancang apa yang perlu
dirancang lagi bagaimana rancangannya, and oleh siapa
(Banghart & Trull, 1973).

Gambaran tentang proses dan tahapan seperti berikut ini


memberikan penjelasan yang lebih komprehensif bukan saja
keseluruhan proses dan komponen yang terlibat didalamnya, tapi juga
keterkaitan antar kegiatan berbagai komponen dan unsur-unsur yang
ada dalam proses tersebut. Chesswas juga mengungkapkan proses
dan tahapan perencanaan dalam bentuk yang lebih sederhana dan

37
logis. Proses dan tahapan tersebut adalah seperti tercantum berikut
ini:
1. Need assessment artinya kajian terhadap kebutuhan yang
mencakup berbagai aspek pembangunan pendidikan yang
telah dilaksanakan, keberhasilan, kesulitan, kekuatan,
kelemahan, sumber-sumber yang tersedia, sumber-sumber
yang perlu disediakan, aspirasi rakyat yang berkembang
terhadap pendidikan, harapan, dan cita-cita yang merupakan
dambaan masyarakat. Kajian ini penting artinya karena
membandingkan antara what has been dan should be, yang
merupakan pangkal tolak kegiatan perencanaan.
2. Formulation of goals and objective: perumusan tujuan dan
sasaran perencanaan yang merupakan arah perencanaan
serta merupakan penjabaran operasional dari aspirasi filosofis
masyarakat.
3. Policy and priority setting: penentuan dan penggarisan
kebijakan dan prioritas dalam perencanaan pendidikan
sebagai muara need assessment.
4. Program and project formulation: rumusan program dan
proyek kegiatan yang merupakan komponen operasional
perencanaan pendidikan.
5. Feasibility testing dengan melalui alokasi sumber-sumber
yang tersedia dalam hal ini terutama sumber dana. Biaya
suatu rencana yang disusun secara logis dan logis dan akurat
serta cermat merupakan petunjuk tingkat kelayakan rencana.
Rencana dengan alokasi biaya yang tidak akurat atau
mengandalkan sumber daya luar negeri umpamanya,

38
dianggap tingkat feasibilitas yang kecil, karena tidak dibangun
di atas dasar kekuatan sendiri.
6. Plan implementation: pelaksanaan rencana untuk
mewujudkan rencana yang tertulis ke dalam perbuatan atau
actions. Penjabaran rencana ke dalam perbuatan inilah yang
menentukan apakah suatu rencana itu feasible, baik dan
efektif.
7. Evaluation and revision for future plan: kegiatan untuk menilai
tingkat keberhasilan pelaksanaan rencana yang merupakan
feedback untuk merevisi dan mengadakan penyesuaian
rencana untuk periode rencana berikutnya. Dengan adanya
feedback seperti ini perencana memperoleh iniput yang
berharga untuk meningkatkan rencana untuk tahun-tahun
berikutnya (Chesswas, 1973).

Proses perencanaan yang diuraikan oleh Banghart lebih


kompleks dan detail dibandingkan dengan proses perencanaan yang
dikembangkan oleh Chesswass. Yang tersebut terakhir ini lebih
sederhana tapi menuju sasarannya.
Berdasarkan telaah terhadap tahapan dalam proses perencanaan
yang dikemukakan oleh kedua ahli di atas tampaknya secara
sederhana proses perencanaan terdiri beberapa komponen utama
yang esensial yang secara prinsipil tidak dapat ditinggalkan.
Komponen-komponen itu adalah sebagai berikut:
1. Kajian terhadap hasil perencanaan pembangunan pendidikan
periode sebelumnya sebagai titik berangkat perencanaan.

39
2. Rumusan tentang tujuan umum perencanaan pendidikan yang
merupakan arah yang harus dapat dijadikan titik tumpu
kegiatan perencanaan.
3. Rumusan kebijakan atau posisi yang kemudian dapat
dijabarkan ke dalam strategi dasar perencanaan yang
merupakan respon terhadap cara mewujudkan tujuan yang
ditentukan.
4. Pengembangan program dan proyek sebagai operasionalisasi
prioritas yang ditetapkan.
5. Schedulling dalam arti mengatur menemukan dua aspek yaitu
keseluruhan program dan prioritas secara teratur dan cermat
karena penjadwalan ini secara makro mempunyai arti
tersendiri yang amat strategik bagi keseluruhan pelaksanaan
perencanaan.
6. Implementasi rencana termasuk didalamnya proses legalisasi
dan persiapan aparat pelaksana rencana, pengesahan
dimulainya suatu kegiatan, monitoring dan controlling untuk
membatasi kemungkinan tindakan yang tidak terpuji yang
dapat merupakan hambatan dalam proses pelaksanaan
rencana.
7. Evaluasi dan revisi yang merupakan kegiatan evaluasi untuk
menentukan tingkat keberhasilan dan kegiatan untuk
mengadakan penyesuaian-penyesuaian terhadap tuntutan
baru yang berkembang.

Bila ketiga model proses yang diuraikan di atas dibandingkan,


maka terlihat dengan nyata adanya unsur-unsur esensial yang sama
dalam proses pengembangan rencana pembangunan pendidikan.

40
Dengan adanya unsur-unsur yang sama tersebut, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa peoses perencanaan adalah suatu proses yang
diakui perlu dijalani secara sistematik dan berurutan karena
keteraturan itu merupakan proses rasional sebagai salah satu
property perencanaan pendidikan.

D. Evaluasi dan Monitoring dalam Perencanaan


Walaupun perencanaan sudah sejak lama mempunyai fungsi
penting dalam perumusan kebijakan dalam berbagai bentuknya,
namun sebagai bidang spesialisasi, baru muncul sejak dua puluh lima
tahun terakhir terutama bila dikaitkan sebagai tool untuk
pembangunan pendidikan. Menurut beberapa hasil survei negara-
negara OECD (1980), hingga saat ini terdapat proses evolusi alam
berpikir tentang perencanaan dari satu tahap menuju tahap lain.
Tujuan pendidikan yang sifatnya eksternal adalah:
1. Pemenuhan kebutuhan tenaga pendidik dan kependidikan.
2. Pemerataan kesempatan pendidikan.
3. Meningkatkan efisiensi.

Tujuan pertama menempati prioritas utama, karena tanpa


dukungan tenaga pendidik dan kependidikan terampil pembangunan
ekonomi amat sukar dilaksanakan. Tujuan kedua, merupakan aspirasi
pembebasan yang sifatnya politik dan merupakan tuntutan demokratik
atau kerakyatan. Compulsary Education atau wajib belajar,
merupakan perwujudan dari tujuan kedua ini. Tujuan ketiga,
merupakan prasyarat untuk mewujudkan tujuan pertama dan kedua
dalam usaha utilisasi dana secermat mungkin. Tiga tujuan eksternal
ini membuka kemunculan tiga pendekatan klasik dalam perencanaan

41
pendidikan, yaitu: (a) pendekatan ketenagaan atau Man Power
Approach dan pendekatan keuntungan ekonomi atau Rate of Return
Approach. Pendekatan pertama dan kedua menguasai alam pikiran
pembangunan pendidikan hingga tahun enam puluhan. Pendekatan-
pendekatan ini menampilkan dua jenis perencanaan pendidikan yang
disebut: (b) Technocratic Planning, dan (c) Political atau Conflictual
Education Planning (OECD, 1980).
Technocratic Educational Planning memisahkan secara
konseptual dan praktis fungsi perencanaan dan pembuat keputusan
atau antara Planning Team dengan Policy Making Group. Pembuat
kebijakan menentukan tujuan atau sasaran strategis, sedangkan
perencana menjabarkan tujuan strategis ini ke dalam rumusan yang
lebih operasional merumuskan cara-cara yang tepat untuk
mewujudkan tujuan itu.
Political Education Planning tidak mempertimbangkan kehadiran
pembuat kebijakan dalam menentukan sasaran strategis, tetapi
tujuan-tujuan tersebut sebenarnya produk Pressure Group atau
Lobbist yang kuat, hingga menghasilkan rumusan-rumusan tersebut.
Fungsi perencana dalam hal ini adalah ini adalah bukan menyusun
rencana untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang dihasilkan oleh
Pressure Group itu tapi sebagai perantara antara berbagai Interest
Groups yang bersaing dan terlihat. Adalah Planner yang harus
menguasai perbedaaan-perbedaan Interest Groups tersebut agar
dapat mengakomodasikan semua interest hingga mengembangkan
policy sebagai produk semua tekanan-tekanan tersebut. Pendekatan
politik ini kurang memperhatikan perencanaan jangka panjang, tapi
hanya memperhatikan perencanaan jangka pendek saja.

42
Pada tahun enam puluhan telah terjadi perubahan yaitu
penggarapan atau Shift dari Man Power Approach menuju Social
Demand Approach. Perubahan ini didasarkan atas asumsi bahwa
melalui Social Demand Approach, secara otomatis kebutuhan akan
ketenagaan akan terpenuhi dan mengesampingkan faktor-faktor yang
tak dapat diramalkan pada pasaran kerja.
Shift di atas juga didasarkan atas keyakinan bahwa tujuan
pendidikan eksternal yaitu pemerataan pendidikan hanya dapat
dicapai melalui pendekatan sosial yang terus menerus
menyelenggarakan usaha perluasan kesempatan pendidikan bagi
setiap warga negara. Sistem pendidikan juga telah berusaha
mencapai tujuan internalnya melalui System Growth, walaupun ini
tidak berarti secara langsung dapat mewujudkan pencapaian tujuan
pendidikan yang lain yaitu kebutuhan ketenagaan dan efisiensi.
Beberapa hasil pengamatan menunjukkan bahwa internal Goals
sistem pendidikan yaitu Growth dan Well Being itu menggunakan
planning untuk menciptakan consistency dalam perluasan pendidikan,
dibandingkan dengan sebagai alat perubahan.
Perubahan alam berpikir politis turut membawa pengaruh
terhadap praktek perencanaan. Pemerintahan suatu negara yang
merupakan hasil pemilihan mayoritas rakyat, dalam praktek
mengembangkan Quantitative dan Authoritative Planning atau yang
disebut Rational Planning. Sedangkan pluralisme politik (seperti
pemerintahan koalisi) mempunyai kecenderungan untuk seoptimal
mungkin mengikutsertakan berbagai kekuatan politik dalam
menentukan kebijakan-kebijakan mendasar, memerlukan apa yang
disebut Participatory Planning atau Perencanaan Partisipasif.

43
Gerakan perencanaan partisipasif ini terutama terasa kuat pada
akhir tahun enam puluhan ketika dimana-mana bermunculan protes
rakyat, khususnya mahasiswa tentang kebijakan pendidikan. Mereka
dengan didukung oleh kekuatan politik, menyatakan bahwa
keputusan-keputusan tentang pendidikan tidak mencerminkan
aspirasi pendidikan mereka. Protes-protes baik langsung maupun
tidak, kelompok-kelompok masyarakat ini menggerakkan kekuatan
politik untuk lebih aktif dalam proses pengambilan keputusan, karena
Participatory Planning memperoleh giliran untuk naik ke permukaan.
Trend sekarang adalah di negara-negara dengan sistem
pemerintahan yang sentralistis, dengan pemerintah hasil pemilihan
mayoritas, Participatory Planning tidak berhasil untuk menggeser
Quantitative-Authoritative Planning. Sebaliknya di negara-negara
yang sistem pemerintahannya desentralisasi, Participatory Planning
mendapat tempat yang baik terutama pada tingkat lokal.
Kogan (OECD, 1980) mengemukakan bahwa Participatory
Planning ini muncul dengan asumsi sebagai berikut:
1. Perluasan struktur kekuatan dalam usaha meningkatkan
kemampuan pusat-pusat pembuat keputusan untuk merespon
terhadap kebutuhan pendidikan dan aspirasi rakyat dengan
lebih efektif lagi.
2. Pengayaan informasi dasar untuk pembuatan keputusan yang
efektif dengan jalan memberikan kesempatan kepada rakyat
secara langsung atau melalui badan-badan atau kekuatan
politik yang ada untuk mengutarakan nilai-nilai, tujuan,
harapan, dan aspirasi pendidikan.

44
3. Nilai edukatif dari keikutsertaan dalam proses Decision
Making baik bagi rakyat, kekuatan politik mapun sistem
pendidikan itu sendiri.

Dengan asumsi di atas tampak bahwa Participatory Planning


merupakan gerakan demokratis, yang memunculkan tipe baru
planning dengan sebutan Bottom Up Planning. Persoalan pokok yang
muncul adalah pemisahan antara Planning dari Policy Making
Process dalam struktur kekuasaan, mempengaruhi Participatory
Planning ini. Esensi Participatory Planning adalah agar perencanaan
dan Policy Making dapat menyatu hingga dalam praktek, kesulitan-
kesulitan yang muncul dapat dihindarkan. Pemisahan seperti di atas
dalam Technocratic Planning begitu jelas, hingga acap kali timbul
konflik antara Policy Making Group dengan Plan.
Kecemasan terhadap kemunculan Participatory Planning adalah
orientasinya yang bersifat jangka pendek yang tidak cocok dengan
proses pendidikan yang merupakan proses jangka panjang yang
menentukan generasi mendatang. Orientasi jangka pendek dari sisi
ini jelas tidak menguntungkan pertumbuhan generasi mendatang.
Adapun kritik terhadap Technocratic Planning adalah terlalu
menekankan pada model Quantitave Analysis dengan ketentuan yang
ketat hingga mengurangi fleksibilan sistem pendidikan dalam
merespon terhadap segala perubahan-perubahan yang terjadi di
masyarakat.
Perbedaan antara Technocratic Planning dan Participatory
Planning merupakan dilemma karena kedua jenis planning ini
mempunyai asumsi yang valid. Persoalan yang muncul adalah sejauh
mana Quantitative Analysis itu dapat dikurangi dan sejauh mana

45
orientasi jangka pendek dari Participatory Planning dapat dieliminir
hingga planning tetap bukan alat untuk mewujudkan kepentingan
politik tertentu tapi alat untuk membangun bangsa. Perpaduan antara
kedua jenis planning yang tumbuh dalam praktek ini diperlukan
karena akan menentukan posisi dan peran perencanaan pendidikan
pada masa mendatang.
Dari kajian yang telah diungkap dari evolusi Educational Planning
baik secara teori mapun praktek, tampak beberapa faktor penting
yang berperan dalam proses evolusi ini. Faktor-faktor tersebut adalah:
(a) interest berbagai kekuatan politik dalam sistem politik yang dianut
yang masing-masing negara, (b) struktur sistem manajemen
pendidikan yang dianut, (c) berbagai disiplin ilmu yang mewarnai
corak praktek Educational Planning.
Struktur politik berpengaruh pada kemunculan Technocratic
Planning dan Participatory Planning dan perannya dalam Policy
Decisions untuk pembangunan pendidikan seperti telah diuraikan
terdahulu. Sistem administrasi pendidikan nasional menentukan
secara praktis tempat dan posisi planning. Pada negara dengan
sistem pemerintahan yang sentralistis, umpamanya, letak planning
berada pada Kemeterian Pendidikan di tingkat nasional. Keterkaitan
antara Planning dan Policy Decision dapat terlihat dengan jelas pada
tingkat nasional ini. Sebaliknya pada negara dengan sistem
desentralisasi, planning terletak pada tingkat pusat dan tingkat daerah
(lokal), dengan tanggung jawab yang berbeda sesuai dengan
pembagian kekuasaan yang ada.
Berbagai disiplin ilmu tampak jelas mempengaruhi substansi
planning dalam proses pertumbuhannya. Disiplin ekonomi mula-mula

46
mendominir perencanaan, kemudian muncul sosiologi dalam proses
evolusi teori perencanaan.
Operation Research dan Systems Theory mempengaruhi teknik
Quantitative perencanaan pada Technocratic Planning. Terakhir
pendidikan dan ilmu politik masuk ke dalam perencanaan dan
menyebabkan adanya Shift (pergeseran) dari Technocratic Planning
dengan orientasi kuantitatif menuju Conflictual Planning dengan
orientasi pada aspek kualitatif.
Evaluasi pada dasarnya menegaskan begitu pentingnya
perencanaan pendidikan dan hasil-hasil potensialnya sesuai dengan
kebutuhan, lebih jauh sebaiknya evaluasi muncul sepanjang proses
perencanaan. Pada sejumlah kasus evaluasi parsial dibuat dengan
menggunakan uji-uji kuantitatif atau pembenarannya didasarkan pada
pengalaman untuk menolak, memodifikasi, mengkombinasi, atau
menerima hasilnya.
Perencana pendidikan harus mengetahui nilai-nilai relatif yang
dimasukkan ke dalam berbagai sasaran yang dibuat untuk
perencanaan. Tidak hanya mengetahui nilai-nilai yang menjadi fokus
perhatian, tetapi juga yang ada pada latar belakang yang sebaiknya
tidak mengganggu sementara itu sasaran-sasarannya tercapai.
Karena itu, teknik evaluasi tidak sederhana.
Salah satu kunci yaitu bagaimana seorang perencana disiapkan
untuk mengorbankan pandangannya untuk mencapai sasaran-
sasaran tertentu agar mencapai sasaran-sasaran lainnya lebih baik.
Jenis evaluasi ini sangat susah dan membuat banyak kesulitan bagi
perencana yag tidak akrab dengan manfaat teori.
Beberapa evaluasi komparatif dibuat jika sebuah perubahan
muncul yang diakibatkan oleh tindakan yang direncanakan. Akibatnya

47
mungkin dapat diantisipasi atau tidak dapat diantisipasi, tetapi
mungkin dapat dievaluasi hanya berkaitan dengan hasil-hasilnya. Ini
pada akhirnya dapat diungkapkan pada banyak kesempatan sebagai
keuntungan atau biaya tergantung pada model-model kepentingan
masyarakat yang terlibat. Sasaran-sasaran kepentingan masyarakat
ini sebagai sebuah tujuan tunggal terakhir.
Di dalam situasi yang demokratis sebuah kepentingan umum
mungkin terlihat samar-samar, untuk masyarakat yang beragam dapat
diterapkan tanpa memandang kepentingan individu. Dengan demikian
evaluasi dapat muncul dalam tiga cara, yaitu: (a) cara pandang
utilitarian, kepentingan publik dapat ditentukan oleh pendapatan dan
pengeluaran, bergantung pada apa yang sangat penting bagi individu
yang berbeda, (b) cara quasi utilitarian menganggap manfaat untuk
individu relevan dengan jumlahnya, tetapi nilai terbesar diberikan
kepada beberapa orang yang tertarik daripada yang lainnya, (c) cara
individu yang berkualitas, dalam hal lain menganggap bahwa akhir
dari kepentingan publik sebagai pertimbangan dari banyak pilihan
kelas-kelas tertentu yang mempertimbangkan dengan tepat.
Mekanisme sebaiknya dipilih untuk pengevaluasian,sehingga
hasilnya menjadi sangat memuaskan. Mula-mula evaluasi mengenai
nilai harus dijalankan, bentuk dasar harus ditentukan dan sasaran
harus dikurangi kesamarannya, sehingga menjadi kongkrit. Kedua,
pandangan waktu ke depan harus tepat. Dalam perencanaan jangka
pendek penggunaan niali-nilai yang dipilih harus diterima secara
politis, sehingga perencanaan dapat diimplementasikan. Perencanaan
jangka menengah maksudnya menyeleksi nilai-nilai hasil pendidikan
atau Public Relation yang dapat ditolak, yang tentu saja menjadi
kepentingan masyarakat. Perencanaan jangka panjang harus

48
dievaluasi di dalam bentuk baku, baru atau program radikal dari
efektivitas pendidikan sesuai dengan keinginan masyarakat.
Beberapa metode identifikasi nilai untuk evaluasi telah tersedia.
Ini berisi mengenai opini masyarakat, survei antrapologi, dan dengar
pendapat, interview dengan pemimpin non formal, analisis yang
menekankan isi, belajar ukuran dan undang-undang pembelajaran
yang baru, tingkah laku administratif dan pembelajaran dan anggaran
sekolah terdahulu.
Karena evaluasi menggunakan keseluruhan urutan pendidikan,
gagasan berkaitan dengan sasaran yang tepat sangat tergantung
pada inti masalah tugas perencana pendidikan. Jadi evaluasi
terhadap sasaran-sasaran ini harus diberikan pertama-tama dengan
menekankan pada proses perencanaan pendidikan yang
komprehensif.
Banyak kerja pada bidang evaluasi diakui dan berada pada level
filosofis yang tinggi. Aspek praktis dari sasaran-sasaran membawa
pada definisi-definisi dan detail operasional masalah evaluasi. Metode
teknis yang dibahas lebih dapat diterima dan makin sering digunakan
oleh para perencana pendidikan.

E. Analisis dan Proyeksi Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga


pendidk dan Kependidikan
Kebutuhan tenaga guru (teacher demand) adalah tuntutan
pemakai jasa profesional guru untuk memberikan pelayanan
pendidikan terhadap anak didik pada lembaga pendidikan pemakai
jasa guru itu. Kebutuhan akan tenaga guru untuk memberikan
pelayanan pendidikan ini harus memenuhi persyaratan tertentu untuk
menjamin bahwa pelayanan yang dituntut itu sesuai dengan harapan
pemakai. Persyaratan ini begitu penting karena penyelenggara

49
pendidikan menuntut keahlian profesional yang tidak setiap orang
dapat memenuhi persyaratan tersebut.
Penyediaan tenaga guru (teacher supply) adalah upaya
profesional lembaga pendidikan guru untuk memenuhi tuntutan akan
tenaga guru dari lembaga pemakai jasa guru. Untuk dapat memenuhi
persyaratan tuntutan dari lembaga pemakai, lembaga pendidikan guru
sebagai penyedia atau prosedur harus memperlihatkan persyaratan
profesional yang diminta oleh pemakai. Karena itu upaya pemenuhan
inipun perlu dilaksanakan secara profesioanl pula hingga produk yang
dihasilkan dapat memenuhi tuntutan lapangan.
Berdasarkan batasan konsep demand dan supply seperti
diutarakan di atas, terlihat adanya berbagai faktor esensial di dalam
konsep demand dan supply itu. Pada komponen demand unsur-unsur
penting yang perlu diperhatikan adalah guru untuk bidang apakah,
untuk jenis dan jenjang pendidikan yang mana, dengan kualifikasi
apa, tugas-tugas apa saja yang harus dilaksanakan, dan juga
jaminan-jaminan apakah yang dapat disediakan sebagai imbalan
pelayanan yang diberikan oleh guru.
Pada komponen supply, unsur-unsur esensial yang perlu
mendapat perhatian adalah: guru apa dan dengan kualifikasi tingkat
mana yang perlu disiapkan, apakah stock guru cukup tersedia,
program yang bagaimanakah yang dapat memenuhi persyaratan
kualitatif ketenagaan guru yang diperlukan, berapa jumlah guru yang
perlu disiapkan, sikap profesional guru yang bagaimanakah yang
perlu dibina untuk calon guru tersebut. Uraian di atas menunjukkan
bahwa hukum demand dan supply dalam bidang ekonomi tampaknya
juga berlaku untuk demand dan supply tenaga guru.

50
Keterkaitan antara demand dan supply disajikan secara
komprehensif pada gambar atau diagam di bawah ini.

Demand Equilibrium Supply

Persyaratan Guru Guru Persyaratan

Gambar 3.2. Keterkaitan antara Demand dan Supply Guru

Demand dan supply yang sempurna adalah apabila supply


memenuhi keseluruhan persyaratan demand baik secara kuantitatif
maupun kualitatif. Keseimbangan yang seperti ini dalam hukum
demand dan supply disebut “perfect equilibrium” (Gaffar, 1980).
Keadaan perfect equilibrium ini amat sulit dicapai karena terdapat
berbagai faktor yang sulit terdapat berbagai factor yang sulit
dikendalikan baik pada komponen demand maupun pada komponen
supply.
Analisis demand dan supply yang lebih mendalam amat penting
bagi perencana karena dengan mengkaji lebih terperinci terhadap
kedua komponen ini dapat mengungkap berbagai faktor dinamis yang
berpengauh terhadap demand dan supply. Demand dan supply
adalah dinamis karena faktor-faktor internal dan eksternal yang
secara dominan mempengaruhi itu terus berubah dan berkembang.
Faktor-faktor yang terus menerus mempengaruhi demand adalah
kurikulum yang diberlakukan di sekolah sebagai pemakai guru.
Kurikulum sekolah memang harus dinamis dan karenanya terus
tumbuh mempengaruhi kompetensi guru yang diperlukan.
Pertumbuhan enrollment juga berpengaruh terhadap aspek kuantitaif

51
demand, demikian pula beban mengajar, dan beban studi murid.
Standar mutu pendidikan di sekolah juga selalu hidup dan
berkembang pula. Karakteristik proses pendidikan pada tingkat
sekolah inilah yang menyebabkan terjadinya dinamika dalam demand
karena guru itu sendiri harus selalu mampu merespon terhadap
segala tuntutan yang berkembang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi supplypun juga berubah dan
berkembang terus. Program pendidikan guru juga terus berkembang
yang tidak selalu merujuk pada karakteristik demand di sekolah, tapi
merujuk kepada pertumbuhan masyarakat luas, karena guru itu
merupakan konsep yang terbuka. Kurikulum pendidikan guru juga
terus berkembang mengikuti irama perkembangan ilmu dan teknologi.
Nilai ekonomi lulusan pendidikan guru pada pasaran kerja yang
relative rendah bila dibandingkan dengan profesi lain, mengurangi
jumlah stock calon guru. Minat, bakat, dan perhatian setiap calon guru
yang memasuki pendidikan guru juga bervariasi, dengan demikian
distribusi enrollment pada lembaga pendidikan guru sulit dikendalikan
untuk disesuaikan dengan trend kebutuhan pada lembaga pemakai.
Karena itu dapat dimengerti bilamana guru untuk bidang studi tertentu
berlebih sedang sedang untuk bidang lainnya amat sulit diperoleh.
Kemampuan individual calon guru tidak sama, karena itu kualitas
lulusan juga tidak merata. Seluruh gambaran ini memberikan uraian
bahwa discrepancy antara demand dan supply sulit dihindari.

1. Menghitung Kebutuhan Guru


Menghitung kebutuhan guru pada suatu lembaga atau sistem
memerlukan data dasar yang mencakup:
a. Enrollment sekolah

52
b. Jumlah jam perminggu yang diterima murid seluruh mata
pelajaran atau mata pelajaran tertentu.
c. Beban mengajar penuh guru perminggu
d. Besar kelas yang dianggap efektif untuk menerima suatu
mata pelajaran
e. Jumlah guru yang ada
f. Jumlah guru yang akan pensiun atau berhenti atau karena
sesuatu hal akan meninggalkan jabatan keguruan.
g. Jenis sekolah dan jenjang sekolah yang memerlukan guru.
Menghitung kebutuhan total guru untuk suatu jenis sekolah atau
tingkat sekolah tertentu tidaklah sulit asalkan data dasar yang
diperlukan di atas tersedia. Formula umum menghitung kebutuhan
guru adalah:

Enrollment x Beban Studi Siswa perminggu

Besar Kelas x Beban Mengajar Guru perminggu

Formula di atas dapat ditulis dengan notasi seperti berikut:


E x BSM
KGT =
BK x BMG

Formula di atas dapat dipergunakan untuk menghitung jumlah


kebutuhan guru secara umum atau untuk tiap bidang studi. Contoh:

Enrollment Sekolah Harapan 1000 orang; Beban studi murid untuk


seluruh mata pelajaran 40 jam perminggu (menurut kurikulum yang
diberlakukan); Besar kelas rata-rata 40 orang; dan Beban mengajar guru
perminggu 24 jam menurut kebijakan yang berlaku. Jumlah guru yang
dibutuhkan untuk melayani 1000 orang murid tersebut adalah:

1000 x 40 40.000
= = 41,6 guru
40 x 24 960
53
Kebutuhan guru untuk suatu bidang studi tertentu dapat dihitung
dengan contoh berikut.
Bidang studi Matematika dengan jumlah 6 jam perminggu. Maka bila
enrollment 1000, besar kelas 40, dan beban mengajar guru 24
perminggu, maka jumlah guru matematika yang diperlukan untuk
melayani enrollment tersebut adalah:

1000 x 6 6.000
= = 6,25 guru
40 x 24 960

2. Menghitung Kekurangan Guru


Perhitungan kebutuhan guru dengan menggunakan formula
sederhana telah diuraikan terdahulu menunjukkan adanya
kemungkinan untuk merubah variabel tertentu bilamana resources
untuk pengadaan guru tidak mungkin disediakan.
Dalam keadaan terbatas resources ini umpamanya besar kelas
tidak 40 dan tidak diperbesar menjadi 50, dengan demikian jumlah
guru yang diperlukan sudah dapat ditekan tanpa berpengaruh
terhadap kualitas pendidikan.
Beban mengajar guru yang sedianya ditentukan 24 jam
perminggu, tapi karena keterbatasan resources beban mengajar
dapat ditambah dan karenanya jumlah guru dapat ditekan. Pilihan
seperti ini dapat saja diambil oleh planners bilamana resources
memang dalam keadaan yang amat terbatas. Pilihan inipun dapat
pula dipertimbangkan pada waktu menghitung kekurangan guru.
Menghitung kekurangan guru atau teacher shortage adalah
langkah lanjutan dari menghitung kebutuhan total guru. Langkahnya
adalah:
a. Ambilah data tentang jumlah guru yang ada berdasarkan
klasifikasi jenis kelamin, lama bertugas sebagai guru, usia,

54
kualifikasi atau ijazah tertinggi yang diperoleh, beban
mengajar dan bidang spesialisasi. Kesemua data ini penting
untuk menentukan kekurangan guru dalam arti full time, fully
qualified.
b. Identifikasi jumlah guru yang akan pensiun pada tahun dalam
periode perencanaan yang telah ditentukan.
c. Identifikasi jumlah guru yang karena sesuatu hal akan
meninggalkan tempat bertugas sekarang (karena
dipindahkan, diberikan kesempatan untuk studi dan
seterusnya).
d. Identifikasi apakah ada guru yang belum fully qualified.
e. Identifikasi jumlah guru yang beban mengajarnya tidak penuh
seperti guru part time atau honorer.
f. Kembangkan standar atau rambu-rambu untuk menentukan
kekurangan guru, yang mencakup: apakah besar kelas tetap
berdasarkan kebijakan yang berlaku saat itu; apakah beban
mengajar guru akan berubah; apakah besar kelas akan
bertambah; apakah jumlah beban studi murid akan dikurangi;
apakah guru yang kualifikasinya belum memenuhi standar
akan diberikan kesempatan untuk meneruskan studi.
Berdasarkan langkah-langkah di atas kemudian komputasi
dilakukan dengan menggunakan formula kekurangan guru sebagai
berikut:

Kekurangan Guru = Kebutuhan Guru Total – (Guru yang ada – Guru yang
akan pensiun/yang akan keluar/meneruskan pelajaran)

Dengan notasi formula dapat ditulis sebagai berikut:


KG = KGT – (GA – GP/GK/GS)

55
KG = kekurangan guru
KGT = kebutuhan guru total
GA = guru yang ada
GP = guru yang akan pensiun
GK = guru yang karena sesuatu alasan akan keluar
GS = guru yang karena belum fully qualified akan meneruskan studi

Contoh:

Enrollment suatu sekolah 1000, dan bila beban studi murid 40 jam perminggu,
besar kelas 40, dan beban mengajar setiap guru 24 jam perminggu, maka
dengan formula seperti telah diuraikan terdahulu kebutuhan guru total adalah
41, 6 guru full time dan fully qualified. Guru yang ada 30 orang, yang akan
pension 3 orang, yang akan pindah atau keluar 2 orang dan yang diberikan izin
untuk meneruskan studi 3 orang. Jadi kekurangan guru menjadi:

41,6 – (30-3-2-3) = 19,6 guru full time, fully qualified.

Bila guru yang ada setelah dikurangi dengan berbagai kelompok


guru yang karena macam-macam alasan tidak dapat bertugas lagi
pada sekolah atau sistem itu lebih besar dari kebutuhan total guru,
maka terjadilah kelebihan guru. Bila ini terjadi, maka artinya tidak ada
demand terhadap guru.

3. Proyeksi Kebutuhan Guru


Proyeksi kebutuhan guru untuk tiap tahun selama periode
perencanaan tertentu harus seiring dengan proyeksi enrollment,
disertai dengan asumsi-asumsi tentang beban studi murid, beban
mengajar guru, besar kelas, dan estimasi jumlah guru yang akan
pensiun, pindah atau keluar atau meneruskan studi pada tahun-tahun
dalam periode perencanaan yang telah ditentukan itu. Formula yang
digunakan masih tetap formula yang dipergunakan dalam menghitung
kebutuhan dan kekurangan guru seperti telah diuraikan dengan cukup

56
terperinci pada bagian terdahulu. Proyeksi ini didasarkan atas trend
dan data dasar guru beberapa tahun sebelumnya.

4. Penyediaan Guru (Teacher Supply)


Perhitungan supply guru berorientasikan pada pemenuhan
demand terhadap guru yang merupakan target yang harus secara
optimal dipenuhi. Lembaga yang diberi tugas untuk mempersiapkan
tenaga guru di Indonesia adalah Lembaga Pendidikan Tenaga
Keguruan (LPTK).
Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengkaji atau
mengadakan evaluasi terhadap institusional capability lembaga
pendidikan yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk
mempersiapkan tenaga guru. Hasil evaluasi itu dapat dipergunakan
sebagai dasar untuk mengukur sejauh manakah lembaga tersebut
mempunyai kemampuan untuk memenuhi tuntutan tenaga guru pada
periode perencanaan yang telah ditentukan itu. Evaluasi perlu
dipusatkan pada hal-hal berikut:
a. Stock calon guru atau enrollment mahasiswa calon guru pada
lembaga pendidikan guru;
b. Lulusan tiap tahun untuk selama enam tahun yang lalu untuk
melihat kecenderungan produksi lembaga itu;
c. Jenis dan jenjang program yang tersedia;
d. Kemampuan produksi tiap produksi tiap program yang ada itu;
e. Resources yang tersedia untuk memungkinkan
pengembangan pada tahun-tahun berikutnya.
Analisis kuantitatif enrollment sekolah pendidikan guru tidak
berbeda dengan analisis enrollment pada sekolah-sekolah umum
yaitu dengan menggunakan enrollment flow model atau dengan

57
menggunakan cohort survival model Chesswas, atau dengan
menggunakan komputer enrollment flow model Davis.
Hasil evaluasi dan analisis institusional kemampuan sekolah
pendiidkan guru adalah dasar untuk menentukan pengembangan
lembaga tersebut untuk memenuhi kebutuhan tenaga guru pada
sekolah-sekolah, pemakai jasa guru. Perhitungan kenaikan rata-rata
pertahun, pengulang per tahun dan dropouts pertahun, dapat
dijadikan pegangan sebagai dasar proyeksi penyediaan guru pada
beberapa tahun mendatang. Karena lulusan sekolah pendidikan guru
ini dikaitkan dengan tuntutan guru di lapangan, maka proyeksi supply
guru menggunakan target setting approach, yaitu dengan dimulai dari
beberapa jumlah lulusan yang diperlukan untuk memenuhi secara
optimal tuntutan guru di lapangan. Hal ini dapat mengambil jumlah
kebutuhan guru harus sama dengan jumlah lulusan yang akan terjun
kepada profesi keguruan dengan memperhitungkan jumlah lulusan
yang tidak terjun kepada profesi keguruan. Perbandingan antara trend
lulusan sekolah pendidikan guru pada enam tahun terakhir dan trend
kebutuhan guru pada kurun waktu yang sama dapat memberikan
gambaran untuk menentukan langkah selanjutnya.

58
BAB IV
REKRUTMEN DAN SELEKSI TENAGA PENDIDIK DAN
KEPENDIDIKAN

Kualitas program pendidikan bergantung tidak saja pada konsep-


konsep program yang cerdas tapi juga pada personil guru yang
mempunyai kesanggupan dan keinginan untuk berprestasi. Tanpa
personil yang cakap dan efektif, program pendidikan yang dibangun di
atas konsep-konsep yang cerdas serta dirancang dengan teliti pun
dapat tidak berhasil..
Pentingnya keterlibatan para kepala sekolah yang lebih besar
dalam administrasi personil semakin diakui. Pertama, perumusan
kembali peranan kepala sekolah dalam pembaruan pendidikan telah
membawa kepada kesimpulan perlunya perluasan peranan kepala
sekolah sebagai meliputi tanggung jawab dalam mengembangkan
program dan kepemimpinan guru, dalam memelihara, memajukan,
dan memperlancar pemerataan kesempatan pendidikan; dan dalam
mengerahkan kekuatan sekolah untuk perbaikan kondisi proses
pembelajaran. Sebagai pemimpin unit pelaksana yang penting, kepala
sekolah dipandang sebagai partner para pejabat senior di departemen
pendidikan dalam mengembangkan kemampuan personil guru untuk
melayani berbagai tuntutan baru terhadap pendidikan.
Kedua, kepemimpinan dan manajemen sekolah menjadi
bertambah kompleks berkenaan dengan jumlah maupun keragaman
personil sekolah, khususnya di sekolah-sekolah menengah yang
besar. Perubahan-perubahan sosial, perbedaan yang meningkat
dalam fungsi-fungsi, adminsitratif dan edukatif, dan pertumbuhan

59
dalam ukuran sekolah, semuanya menambah dimensi baru kepada
tugas kewajiban administrasi sekolah.
Karenanya telah menjadi tuntutan bahwa kepala sekolah ikut
memikul tanggung jawab akan keberhasilan maupun kegagalan
personil sekolah. Kesanggupan administrtaif yang lebih tinggi dalam:
(1) memperoleh dan memilih personil yang cakap, (2) membantu
personil menyesuaikan dengan segera kepada tugas baru, (3)
menggunakan personil dengan lebih efektif, dan (4) menciptakan
kesempatan untuk perkembangan personil secara kontinu adalah
esensial.

A. Rekrutmen Tenaga pendidk dan Kependidikan Sekolah

1. Pengertian Rekrutmen
Rekrutmen secara umum didefinisikan sebagai pencarian dan
pengadaan calon tenaga pendidik dan kependidikan yang berkualitas
dan potensial sehingga sekolah dapat menyeleksi orang-orang yang
paling sesuai bagi kebutuhan kerja yang ada. Secara spesifik
rekrutmen adalah serangkaian aktivitas dan proses yang digunakan
secara legal untuk memperoleh sejumlah orang-orang yang
berkualitas pada ruang dan waktu yang sesuai sehingga orang-orang
dan sekolah dapat memilih satu sama lain minat jangka pendek dan
jangka panjang.
Perekrutan tenaga pendidik dan kependidikan sering dianggap
sebagai kondisi yang melegakan, sedangkan penyaringan tenaga
pendidik dan kependidikan dianggap suatu yang menyulitkan.
Perekrutan tenaga pendidik dan kependidikan dipandang suatu hal
yang melegakan, karena perekrutan tenaga pendidik dan

60
kependidikan memberikan kesempataan kepada siapa saja yang
melamar tenaga pendidik dan kependidikanan secara kompetitif.
Penyaringan tenaga pendidik dan kependidikan dipandang
menyulitkan karena menyeleksi pencari kerja dan hanya yang
memenuhi persyaratan yang ditetapkan sekolah. Kegiatan
penyaringan tenaga pendidik dan kependidikan dapat dibuat selektif
dengan jalan membatasi permohonan kepada kelompok khusus.
Dalam kondisi tertentu mungkin terdapat kesempatan yang lebih
menguntungkan untuk memperoleh tenaga pendidik dan
kependidikan yang memenuhi harapan sekolah. Namun demikian,
perekrutan tenaga pendidik dan kependidikan kebanyakan
merupakan suatu fungsi yang positif untuk mencari, menentukan, dan
menarik para pencari kerja untuk mengisi formasi tenaga pendidik dan
kependidikanan.
Pada umumnya seorang pencari kerja, dalam sekolah tertentu
karena didasarkan salah satu alasan dari tiga alternatif berikut:
a. Pencari kerja memilih tenaga pendidik dan kependidikanan
secara bebas karena mereka mengira bahwa tenaga pendidik
dan kependidikanan tersebut akan sangat cocok dengan
dirinya;
b. Pencari kerja berbuat demikian karena mereka tidak memiliki
konsep dan pemahaman yang jelas mengenai kualifikasi
dirinya dan mengira bahwa sekolah tersebut sama
menariknya seperti organsiasi lain yang mana pun;
c. Pencari kerja tidak memiliki alternatif yang jelas karena
keterbatasan kemampuan yang ada pada dirinya.
Penetapan alternatif tersebut seringkali dilakaukan calon tenaga
pendidik dan kependidikan yang terdidik secara baik, sehingga dapat

61
memilih satu dari sejumlah tenaga pendidik dan kependidikanan
khusus dalam sekolah besar yang sedang mengadakan kompetisi
untuk mendapatkan jasa mereka.
Pilihan ekonomis terpaksa diambil terutama oleh tenaga pendidik
dan kependidikan yang berpendidikan rendah yang memiliki peluang
makin kecil ke dalam suatu tata perekomian yang secara teknologi
makin maju dan modern.
Apabila seorang pencari kerja disuruh menentukan satu alternatif
secara bebas, biasanya mereka akan mencari keberuntungan
psikologis yang agak tersembunyi. Mereka mencari tenaga pendidik
dan kependidikanan di sekolah sejauh dapat memberikan
keberuntungan psikologis baginya.
Dengan demikian, tenaga pendidik dan kependidikan yang
berorientasi pada keselamatan dirinya akan tertarik pada perusahaan
yang secara paternalistik kuat. Sedangkan tenaga pendidik dan
kependidikan yang ambisius akan mencari sekolah yang dianggapnya
lebih memberikan kemungkinan untuk maju dan mendukung prestasi
atau paling tidak mencerminkan keunggulan sekolah. Tenaga
pendidik dan kependidikan yang tergolong cukup mampu atau cukup
beruntung, umumnya tertarik pada tenaga pendidik dan
kependidikanan yang dapat memberikan pembayaran tambahan,
bonus, insentif, dan komisi tinggi. Tenaga pendidik dan kependidikan
yang takut akan efek menurunnya pendapatan (revenue) yang tak
dapat diproyeksikan sebelumnya, akan mencari gaji (salary) yang
tinggi. Tenaga pendidik dan kependidikan yang sanagat tertarik pada
gejolak sosial dan keterlibatan dalam kemelut zaman, akan tertarik
pada sekolah yang bersedia menjalankan eksperimen dan inovasi.
Tenaga pendidik dan kependidikan yang suka terlibat dalam berbagai

62
persoalan biasa dengan pemecahan yang rutin, akan mencari tenaga
pendidik dan kependidikanan yang relatif konstan dan stabil.
Pencari kerja yang bergantung pada majikannya karena
ketidakmampuan menentukan alternatif atau karena tidak memilih
alternatif, akan mendapatkan hal-hal yang tidak menguntungkan.
Pengembangan kariernya mungkin mengalami kelambanan atau
sama sekali tidak berkembang.
Pertimbangan yang matang dalam menentukan seleksi khusus
kepada calon tenaga pendidik dan kependidikan merupakan prioritas
utama. Kondisi psikologis tenaga pendidik dan kependidikan harus
sejalan dengan kondisi sekolah.

2. Tujuan dan Pentingnya Rekrutmen


Tujuan umum rekrutmen adalah untuk menyiapkan sejumlah
calon tenaga pendidik dan kependidikan yang berkualitas dan
potensial bagi sekolah. Tujuan spesifik rekrutmen adalah sebagai
berikut:
a. Untuk menetapkan kebutuhan rekrutmen sekolah masa
sekarang dan yang akan datang hubungannya dengan
perencanaan SDM dan job analysis.
b. Untuk meningkatkan sejumlah calon tenaga pendidik dan
kependidikan dengan biaya minimum.
c. Untuk membantu meningkatkan angka keberhasilan dari
proses seleksi dengan menurunkan sejumlah tenaga pendidik
dan kependidikan yang bermutu rendah (underqualified) atau
bermutu terlalu tinggi (overqualified) dengan jelas.

63
d. Untuk membantu menurunkan kemungkinan tenaga pendidik
dan kependidikan yang setelah direkrut dan diseleksi, akan
hengkang dari sekolah setelah beberapa saat kemudian.
e. Untuk memenuhi tanggung jawab sekolah bagi program
tindakan persetujuan dan hukum lain serta kewajiban sosial
yang berurusan dengan komposisi tenaga pendidik dan
kependidikan.
f. Untuk mengawali identifikasi dan menyiapkan tenaga pendidik
dan kependidikan potensial yang akan menjadi calon tenaga
pendidik dan kependidikan yang sesuai.
g. Untuk meningkatkan keefektifan sekolah dan individu dalam
jangka pendek dan panjang.
h. Untuk mengevaluasi keefektifan teknik dan pencarian
rekrutmen yang beragam dari semua jenis tenaga pendidik
dan kependidikan.

3. Sumber dan Metode Perekrutan


Perekrutan tenaga pendidik dan kependidikan dapat ditentukan
dari berbagai sumber. Prioritas utama dititik beratkan pada orientasi
manajemen tenaga pendidik dan kependidikan berdasarkan
pertimbangan dan kebijakan yang diambil. Keseimbangan penentuan
sumber mungkin merupakan hal yang perlu mendapat pertimbangan
manajemen SDM. Namun, ini tidak menjamin bahwa kelangsungan
sekolah bergantung pada keseimbangan penentuan sumber tenaga
pendidik dan kependidikan. Yang jelas, masa depan sekolah salah
satunya bergantung pada kelihaian manajemen SDM dalam
menentukan dan memilih tenaga pendidik dan kependidikan yang
cakap, sesuai dengan motif orientasi sekolah. Secara garis besar

64
penetuan sumber tenaga pendidik dan kependidikan dapat dilakukan
dengan dua sumber, yakni perekrutan dari internal sekolah dan
perekrutan dari eksternal sekolah.

a. Sumber Internal Sekolah


Sumber internal meliputi tenaga pendidik dan kependidikan
sekarang, rekan-rekan tenaga pendidik dan kependidikan, tenaga
pendidik dan kependidikan sebelumnya, dan pelamar sebelumnya.
Promosi, penurunan pangkat dan pemindahan juga dapat
menyediakan pelamar bagi departemen-departemen atau divisi-divisi
dalam sekolah. Tenaga pendidik dan kependidikan saat ini
merupakan sumber tenaga pendidik dan kependidikan dalam dua hal:
mereka dapat mengacu kepada rekan-rekan terhadap sekolah, dan
mereka juga dapat menjadi pelamar oleh mereka sendiri dengan
transfer promosi potensial.
Promosi. Hal yang berkaitan dengan promosi dari dalam telah
meninggalkan beberapa argumen. Salah satunya bahwa tenaga
pendidik dan kependidikan internal kualifikasinya lebih baik. ”bahkan
tenaga pendidik dan kependidikanan yang tidak kelihatan unik perlu
mengenali orang-orang, prosedur, kebijakan dan karakteristik khusus
dari sekolah yang mereka laksanakan. Yang lainnya bahwa tenaga
pendidik dan kependidikan yang merasa lebih aman dan untuk
mengidentifikasi minat jangka panjang dengan sekolah yang
menyediakan mereka pilihan pertama dari peluang kerja.
Ketersediaan promosi dalam suatu sekolah, juga dapat memotivasi
tenaga pendidik dan kependidikan untuk bertugas, dan promosi
internal dapat lebih hemat bagi sekolah baik waktu maupun uang.

65
Transfer. Cara kritis yang lain untuk merekrut secara internal
dengan memindahkan tenaga pendidik dan kependidikan saat ini
tanpa promosi. Transfer seringkali penting dalam penyediaan tenaga
pendidik dan kependidikan dengan lebih luas berbasis pandangan
sekolah. Oleh karena itu, pemberian transfer dapat merupakan cara
memperoleh tenaga pendidik dan kependidikan dari luar sekolah
sesama seperti dari dalam.

b. Metode Internal
Lowongan kerja dapat dicari melalui pengumuman pada papan
pengumuman, dari mulut ke mulut, surat personalia sekolah, daftar
promosi berdasarkan kinerja, rating potensial yang diperoleh dari
aktivitas-aktivitas penilaian, daftar senioritas, dan daftar yang
dihasilkan oleh inventarisasi skill dalam departemen SDM sekolah.
Metode yang paling sering digunakan meliputi penempatan tenaga
pendidik dan kependidikanan dan kontrak informal.
Penempatan kerja. Sebuah metode yang secara jelas
menampilkan pembukaan kerja saat ini, memperluas undangan
terbuka bagi semua tenaga pendidik dan kependidikan dalam suatu
sekolah. Hal ini melayani tujuan-tujuan berikut ini:
 Memberikan peluang bagi pertumbuhan dan pengembangan
tenaga pendidik dan kependidikan
 Memberikan peluang yang sama bagi kemahiran semua
tenaga pendidik dan kependidikan
 Menciptakan keterbukaan yang lebih luas dalam sekolah
dengan membuat kesempatan yang diketahui oleh semua
tenaga pendidik dan kependidikan.

66
 Meningkatkan kesadaran staf dari perolehan gaji, gambaran
kerja, promosi umum dan prosedur transfer, dan apa yang
merupakan kinerja yang efektif.
 Mengkomunikasikan tujuan dan sasaran sekolah dan
memberikan setiap individu kesempatan untuk menemukan
kesesuaian personal dalam struktur kerja sekolah.
Program Rekomendasi Tenaga pendidik dan kependidikan.
Program rekomendasi tenaga pendidik dan kependidikan, merupakan
iklan dari mulut ke mulut di mana tenaga pendidik dan kependidikan
diberi wewenang untuk mencalonkan pelamar yang trampil bagi
sekolah. Metode ini merupakan cara rekrutmen biaya rendah per
pengangkatan, meskipun dalam beberapa hal kandidat yang berasal
dari sekolah luar. Metode ini bermanfaat bagi pencarian pelamar
dalam pasokan jangka pendek dan kandidat pimpinan/Kepsek.

c. Sumber Eksternal Sekolah


Rekrutmen secara internal tidak selalu menghasilkan tenaga
pendidik dan kependidikan yang kualifikasinya cukup, terutama bagi
sekolah yang tumbuh pesat atau yang memiliki permintaan luas bagi
profesional yang berbakat tinggi, trampil, dan tenaga pendidik dan
kependidikanan pimpinan/Kepsekial. Rekrutmen dari luar memiliki
sejumlah besar keuntungan, termasuk membawa orang dengan
gagasan-gagasan baru.
Walk-ins (pelamar yang datang ke sekolah). Penggunaan walk-ins
dalam rekrutmen terutama lazim bagi para tenaga pendidik dan
kependidikan juru tulis dan pabrik/jasa. Dalam metode walk-ins, para
individu menjadi para pelamar dengan datang memasuki kantor kerja
sekolah. Metode ini, seperti ERPs, relatif bersifat informal dan tidak

67
mahal dan hampir sama efektifnya dengan rekomendasi tenaga
pendidik dan kependidikan dalam mempertahankan calon tenaga
pendidik dan kependidikan yang satu kali pengangkatan. Tidak seperti
rekomendasi, calon tenaga pendidik dan kependidikan non
rekomendasi mengetahui sedikit tentang ketersediaan kerja spesifik
dan bisa datang tanpa rekomendasi implisit dari tenaga pendidik dan
kependidikan saat ini. Hal ini bisa merugikan dibandingkan dengan
rekomendasi, karena tenaga pendidik dan kependidikan saat ini
enggan untuk mengacu atau merekomendasi calon tenaga pendidik
dan kependidikan yang tidak merasa puas.
Agen Kerja. Agen-agen kerja merupakan sumber yang baik
tenaga pendidik dan kependidikan sementara – dan sumber tenaga
pendidik dan kependidikan tetap yang paling unggul. Agen-agen kerja
bisa negeri ataupun swasta. Agen-agen kerja swasta cenderung
melayani dua kelompok calon tenaga pendidik dan kependidikan:
profesional atau pimpinan/Kepsekial dan tenaga pendidik dan
kependidikan kasar (unskilled), agen kerja memainkan peran yang
penting dalam peerkrutan calon enaga kerja tenaga pendidik dan
kependidikan profesional dan pimpinan/Kepsekial. Meskipun berhasil,
biaya sekolah jauh lebih besar dari pada keuntungan yang diperoleh.
Agen-agen Bantuan Sementara. Pada saat yang sama bahwa
agen perekrutan swasta memberikan calon tenaga pendidik dan
kependidikan lowongan yang ”waktu penuh”. Agen Bantuan
sementara mewakili berbagai sekolah. Para tenaga pendidik dan
kependidikan sementara juga memiliki kesempatan untuk bertugas
dalam sekolah yang beragam, oleh karena itu mereka dapat
memuaskan pilihan terhadap fleksibilitas jadwal dan beragam tempat
kerja. Selanjutnya para tenaga pendidik dan kependidikan sementara

68
bisa menerima kompensasi langsung lebih tinggi dibandingkan
dengan staf permanen, meskipun mereka juga umumnya tidak
mendapatkan keuntungan tidak langsung.
Asosiasi dan Perkumpulan Sekolah. Asosiasi sekolah dan
profesional juga menjadi sumber penting bagi rekrutmen. Berita di
surat kabar dan pertemuan tahunan sering menyediakan
pengumuman tentang lowongan tenaga pendidik dan
kependidikanan.. pertemuan tahunan juga dapat menawarkan para
pengusaha dan para tenaga pendidik dan kependidikan yang
potensial untuk bertemu. Masyarakat dan sekolah telah menerapkan
ide ini dan saat ini telah mempertemukan banyak para pengusaha
dan pencari kerja pada bursa kerja. Dengan terbatasnya waktu
wawancara, bursa seperti ini merupakan langkah awal dalam proses
rekrutmen. Namun demikian, mereka menyediakan alat efektif baik
bagi pengusaha dan para tenaga pendidik dan kependidikan yang
potensial untuk bertemu. Masyarakat dan sekolah telah menerapkan
ide ini dan saat ini telah mempertemukan banyak para pengusaha
dan pencari kerja pada bursa kerja. Dengan terbatasnya waktu
wawancara, bursa seperti itu merupakan langkah awal dalam proses
rekrutmen. Namun demikian, mereka menyediakan alat efektif baik
bagi pengusaha maupun individu.
Sekolah. Sekolah dapat dikategorikan ke dalam tiga tipe; sekolah
lanjutan, sekolah kejuruan dan teknik, akademi dan perguruan tinggi.
Semuanya merupakan sumber rekrutmen penting bagi sekolah,
meskipun kepentingannya bervariasi tergantung pada jenis calon
tenaga pendidik dan kependidikan yang dicari. Contohnya, jika
sebuah sekolah akan merekrut calon tenaga pendidik dan
kependidikan manjerial, teknik, ataupun profesional, maka akademi

69
dan perguruan tinggi merupakan sumber yang paling penting. Namun
menjadi kurang penting ketika sebuah sekolah sedang mencari
tenaga pendidik dan kependidikan pabrik/pelayanan dan juru tulis.
Rekrutmen pada akademi dan perguruan tinggi sering merupakan
proses yang mahal, bahkan jika rekrutmen berlangsung secara
bertahao bagi penawaran kerja dan penerimaannya.
Tenaga pendidik dan kependidikan asing (aliens). Kekurangan
nyata dari beberapa calon tenaga pendidik dan kependidikan yang
ada, termasuk tenaga profesional seperti insinyur ahli kimia, perawat,
dan ahli geologi. Akibatnya para pengusaha mencari untuk
mengangkat tenaga pendidik dan kependidikan asing – seringkali dari
negara yang jauh atau melalui kantor penempatan akademi.

d. Metode Eksternal
Banyak sekolah mencari calon tenaga pendidik dan kependidikan
dari semua jenis dengan memesan iklan ekstensif di radio dn televisi,
surat kabar daerah dan surat kabar nasional.
Radio dan Televisi. Hanya sedikit persentasi yang menggunakan
radio dan televisi untuk mencari tenaga pendidik dan kependidikan.
Sekolah merasa enggan untuk menggunakan media ini karena
mereka khawatir iklannya terlalu mahal, akan membuat sekolah
kelihatan nekad atau merusak citra konservatif sekolah. Namun,
sekolah yang nekad untuk mencapai jenis lowongan kerja tertentu,
seperti tenaga pendidik dan kependidikan yang terampil akan
meningkatkan pengeluaran rekrutmennya bagi iklan di radio dan
televisi dengan hasil yang menguntungkan.
Surat Kabar dan Jurnal Sekolah. Surat kabar secara tradisional
telah menjadi metode yang paling umum dalam rekrutmen eksternal.

70
Mereka mencapai sejumlah besar calon tenaga pendidik dan
kependidikan potensial yang ongkosnya relatif rendah setiap
pemuatan. Surat kabar juga digunakan untuk merekrut semua jenis
tenaga pendidik dan kependidikanan, dari yang paling tidak terampil
sampai yang paling tinggi keterampilannya dan jabatan top
pimpinan/Kepsek.
Layanan komputer. Metode eksternal yang lebih baru dan kurang
umum adalah layanan rekrutmen komputer. Cara kerja layanan ini
sebagai penempatan daftar pembukaan kerja maupun mencari calon
tenaga pendidik dan kependidikan.
Akuisisi dan Merger. Para tenaga pendidik dan kependidikan juga
dapat diperoleh melalui akuisisi dan merger. Hasil yang signifikan dari
proses merger atau akuisisi merupakan sejumlah besar tenaga
pendidik dan kependidikan terlatih, beberapa diantaranya tidak
terkecuali dalam sekolah baru. Akibatnya, sekolah baru secara
potensial memiliki sejumlah besar calon tenaga pendidik dan
kependidikan (meskipun mereka tenaga pendidik dan kependidikan
baru) yang sudah berkualitas. Sebagai hasil merger atau akuisisi
tenaga pendidik dan kependidikan baru bisa diciptakan sebagai
tambahan tenaga pendidik dan kependidikanan yang lama. Untuk
tenaga pendidik dan kependidikanan baru ini, tenaga pendidik dan
kependidikan yang terlatih menjadi calon tenaga pendidik dan
kependidikan yang potensial dan berkualitas. Untuk tenaga pendidik
dan kependidikanan lama (mereka yang tidak diganti), para tenaga
pendidik dan kependidikan tersebut menjadi terlatih dari orang-orang
yang paling berkualitas yang dapat diidentifikasi dan diseleksi.

71
Tabel 4.1
Sumber-sumber Tenaga pendidik dan kependidikan

Internal
Keuntungan Kerugian
 Moral orang yang dipromosikan  Pembawaan
 Penilaian kemampuan lebih baik  Kendala moral yang mungkin timbul
 Biaya rendah untuk beberapa dari orang yang tidak dipromosikan
tenaga pendidik dan kependidikanan  Perebutan promosi ’secara politis’
 Motivator untuk kinerja yang baik  Perlu program pengembangan
 Harus mengangkat hanya pada manajemen yang kuat
tingkat awal (entry)

Eksternal
Keuntungan Kerugian
 ”Darah baru”, perspektif baru  Tidak bisa menyeleksi seseorang
 Lebih murah daripada pelatihan yang akan benar-benar fit
profesional  Bisa menyebabkan kendala moral
 Tidak ada kelompok pendukung bagi para calon tenaga pendidik dan
politis dalam sekolah kependidikan internal
 Bisa membawa rahasia pesaing,  Penyesuaian yang lebih lama atau
wawasan baru waktu untuk orientasi
 Membantu memenuhi kebutuhan  Bisa membawa sikap ”ini merupakan
Equal Employment Opportunities cara yang biasa kami lakukan pada
(EEO) sekolah XYZ”

Meskipun sekolah menggunakan dua sumber internal dan


eksternal pada rekrutmen, mereka tidak selalu menghasilkan jumlah
pelamar yang cukup seperti mereka inginkan, atau menahan tenaga
pendidik dan kependidikan itu pada nilai-nilai sekolah. Khususnya
dalam persaingan pasar dan keahlian individu yang tinggi. Tetapi
sekolah dapat mempertinggi rekrutmen melalui tawaran yang
diberikan, seperti bantuan relokasi atau melalui penstabilan program
pengembangan karier atau pengasuhan anak untuk fasilitas tenaga
pendidik dan kependidikanan di sekolah.

72
Mengetahui apakah calon tertarik, tergantung pada apakah
sekolah menarik bagi individu. Intinya apa yang membantu membuat
sekolah atraktif meliputi hakikat tenaga pendidik dan kependidikanan
dan apakah itu tersedia bagi individu, seperti kompensasi langsung
maupun tidak langsung.
Meskipun seorang individu dapat mempelajari lowongan tenaga
pendidik dan kependidikanan melalui salah satu sumber, dia masih
perlu mempelajari mengenai hakikat tenaga pendidik dan
kependidikanan dan kompensasi sekolah. Bagi seseorang mungkin
tenaga pendidik dan kependidikan yang sudah ada sebagai sumber
informasi, namun bagi individu lain justru sekolah itu sendiri. Karena
iklan, pamplet dan agen recruting terlalu umum dalam menyampaikan
informasi, sekolah sering kali perlu mempercayakan pada interview
recruitment, khususnya untuk calon dari luar di mana pengetahuan
tenaga pendidik dan kependidikanan dan kompensasi perlu
disampaikan. Untuk calon dari dalam, mungkin informasi tenaga
pendidik dan kependidikanan lebih kritis, termasuk kesesuaian tenaga
pendidik dan kependidikanan mungkin lebih cocok.
Pendekatan tradisional untuk rekutmen konsen pada kesesuaian
kemampuan pelamar dengan keahlian lowongan kerja. Pendekatan
baru, meskipun masih konsen pada kesesuaian keahlian,
pengetahuan dan kemampuan, juga konsen dengan kesesuaian
kepribadian, ketertarikan, pilihan pelamar dengan tenaga pendidik
dan kependidikanan dan karakteristik sekolah. Dua komponen penting
dalam pendekatan baru rekrutmen adalah: interview tenaga pendidik
dan kependidikanan dan program kesesuaian tenaga pendidik dan
kependidikanan.

73
Interview Tenaga pendidik dan kependidikanan. Aspek penting
dalam proses rekrutmen adalah interview. Interview yang baik
memberi pelamar pada langkah-langkah realistik tenaga pendidik dan
kependidikanan yang akan disenangi. Ini dapat berarti membuat
pelamar tertarik untuk bergabung dengan sekolah, sementara
interview yang tidak baik akan membuat banyak pelamar menolaknya.
Menerima bahwa pelamar sesuai dengan penyaringan, mereka harus
diberi kesempatan untuk interview dengan pengawas potensial dan
para tenaga pendidik dan kependidikan. Interview dengan pengawas
potensial sangatlah penting karena dengan orang yang akan
membuat keputusan akhir.
Program Kesesuaian Tenaga pendidik dan kependidikanan.
Kesesuaian tenaga pendidik dan kependidikanan adalah langkah
sistematis untuk mengidentifikasi kesesuaian keahlian, pengetahuan,
dan kemampuan kepribadian, ketertarikan, dan pilihan mereka juga
kesesuaian mereka pada lowongan kerja. Menyampaikan tekanan
pada sekolah untuk memelihara efektivitas rekrutmen, seleksi dan
penempatan pada tenaga pendidik dan kependidikan lama atau baru,
secara otomatis akan bermanfaat pada kesesuaian tenaga pendidik
dan kependidikanan.

B. Seleksi Tenaga pendidik dan kependidikan


Di muka telah dikatakan betapa kesanggupan personil guruan di
sekolah dapat menentukan berhasil atau gagalnya program sekolah.
Satu jalan ke efektivitas sekolah bisa dibuat melalui tindakan
administratif untuk meningkatkan kriteria dan prosedur pemilihan
anggota staf guru sekolah. Prosedur seleksi yang gegabah, lebih-
lebih jika pengangkatan personil dilakukan tanpa seleksi sama sekali,

74
dapat membawa kepada penumpukan personil yang tidak mampu
atau tidak cocok, yang menghambat usaha perbaikan daya guna
sekolah. Karena itu, suatu prosedur seleksi yang teliti adalah esensial
dalam mengisi setiap kedudukan di sekolah. Salah satu sumbangan
paling besar kepada efektivitas sekolah yang dapat dibuat oleh
administrator sekolah ialah unntuk menjamin bahwa prosedur dan
kriteria seleksi membawa kepada penempatan personil yang bermutu
dan cocok.
Satu bagian penting dari tanggung jawab kepala sekolah ialah
untuk menciptakan prosedur yang logis dan memadai untuk menaksir
kebutuhan program sekolah akan personil serta menetapkan
kualifikasi profesional dan pribadi dari personil yang dibutuhkan itu.
Kepala sekolah hendaknya atau berusaha untuk memperoleh
wewenang untuk melakukan fungsi-fungsi ini atau ia menciptakan
kerja sama yang erat dengan pejabat departemen pendidikan yang
diberi tanggung jawab tentang administrasi personil sekolah.

1. Pengertian dan Tujuan Seleksi Tenaga pendidik dan


kependidikan
Penentuan untuk memilih tenaga pendidik dan kependidikan yang
diharapkan sekolah memerlukan tindakan yang ilmiah dan rasional.
Kegiatan untuk memilih dan menentukan tenaga pendidik dan
kependidikan yang memenuhi kriteria dan harapan sekolah adalah
seleksi (selection). Dengan demikian, seleksi tenaga pendidik dan
kependidikan adalah kegiatan untuk menentukan dan memilih tenaga
pendidik dan kependidikan yang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan sekolah serta memprediksi kemungkinan

75
keberhasilan/kegagalan individu dalam tenaga pendidik dan
kependidikanan yang akan diberikan kepadanya.
Untuk memperoleh tenaga pendidik dan kependidikan yang tepat,
diperlukan metode seleksi tenaga pendidik dan kependidikan yang
efektif. Namun kenyataannya, untuk dapat menentukan dan memilih
tenaga pendidik dan kependidikan sesuai dengan yang diharapkan
sekolah, sebenarnya tidak dapat digantungkan pada metode seleksi
tenaga pendidik dan kependidikan yang efektif semata-mata, tetapi
juga banyak dipengaruhi faktor lain, misalnya analisis tenaga pendidik
dan kependidikanan. Suatu metode tenaga pendidik dan
kependidikan yang efektif merupakan hal penting untuk menentukan
dan memilih tenaga pendidik dan kependidikan yang paling sesuai
dengan harapan sekolah. Sebaliknya, apabila dalam analisis tenaga
pendidik dan kependidikanan tidak dapat ditetapkan syarat
ketenagakerjaannya secara tepat, sekolah tidak akan memperoleh
tenaga pendidik dan kependidikan yang tepat, karena seleksi tenaga
pendidik dan kependidikan diadakan berdasarkan analisis tenaga
pendidik dan kependidikanan.
Semakin banyak pencari kerja yang mengajukan lamaran kepada
sekolah, makin besar kesempatan untuk menentukan dan memilih
tenaga pendidik dan kependidikan yang tepat. Sebaliknya, makin
sedikit pencari kerja yang mengajukan lamaran kepada sekolah,
makin kecil kesempatan untuk menentukan dan memilih tenaga
pendidik dan kependidikan yang benar-benar memenuhi kualifikasi
sebagaimana yang diharapkan. Sudah menjadi kesadaran sebagian
besar pimpinan di Indonesia, baik pimpinan puncak maupun pimpinan
tenaga pendidik dan kependidikan bahwa seleksi tenaga pendidik dan
kependidikan mutlak diperlukan. Bukan saja demi terwujudnya

76
keuntungan sekolah dalam waktu dekat, tetapi lebih banyak ditujukan
untuk menjamin kelangsungan sekolah. Masa depan sekolah sangat
bergantung pada tenaga pendidik dan kependidikan yang diseleksi
saat ini. Seleksi yang efektif akan menghasilkan tenaga pendidik dan
kependidikan yang memenuhi kualifikasi sebagaimana yang menjadi
harapan sekolah. Sebaliknya seleksi tenaga pendidik dan
kependidikan yang sembarangan, hanya akan menghasilkan tenaga
pendidik dan kependidikan yang pas-pasan.
Seleksi sebagai sebuah proses yang sangat terkait dengan esensi
sebuah sekolah, SDM merupakan kegiatan pengumpulan informasi
guna kepentingan evaluasi dan pembuatan keputusan menyangkut
siapa yang akan diterima sebagai karyawan dengan memperhatikan
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.
Seleksi yang dilakukan secara efektif secara umum akan sangat
membantu sekolah untuk menghemat dana yang dimilikinya, karena
akan:
a. dicapai hasil (SDM) yang mampu memberikan kontribusi
sesuai standar sekolah;
b. mampu memtenaga pendidik dan kependidikankan para
pelamar sebagai karyawan yang potensial yang diperolehnya
secara adil, sah menurut hukum, dan tidak diskriminatif;
c. mampu memenuhi jadwal kerja atau kegiatan yang telah
ditetapkan;
d. mampu menempatkan para pelamar sebagai karyawan di
posisi yang diminatinya;
e. mampu mendukung tugas seleksi dan penempatan berikutnya
(misalnya promosi dan peralihan) secara lebih berguna.

77
f. mampu menciptakan pertimbangan keunikan individual, kerja,
sekolah, dan lingkungan; bahkan berkemampuan
mengadaptasikan tenaga pendidik dan kependidikanan atau
sekolah kepada individu.

2. Kriteria Dasar Seleksi


Agar seleksi tenaga pendidik dan kependidikan mencapai sasaran
yang diharapkan, harus mempertimbangkan prinsip-prinsip rasional,
ilmiah dan objektif.

a. Prinsip Rasional
Maksudnya, metode dan prosedur yang ditempuh dalam seleksi
tenaga pendidik dan kependidikan dapat diterima akal sehat dan tidak
terkesan dibuat-buat dengan maksud menyulitkan calon tenaga
pendidik dan kependidikan. Oleh karena itu, agar metode dan
prosedur seleksi tenaga pendidik dan kependidikan rasional, perlu
ditangani oleh yang benar-benar profesional sehingga tahu lingkup
seleksi tenaga pendidik dan kependidikan.

b. Prinsip Ilmiah
Seleksi tenaga pendidik dan kependidikan dilakukan sesuai
dengan prosedur dan tahapan ilmiah, yakni ditujukan untuk
memperoleh konklusi ilmiah berdasarkan postulat dan prasuposisi
ilmiah tertentu. Artinya, seleksi tenaga pendidik dan kependidikan
dilakukan melalui tahapan:
1) Mendefinisikan masalah;
2) Menyatakan tujuan;
3) Merumuskan hipotesis;

78
4) Mengumpulkan data (verifikasi empiris);
5) Mengklasifikasi, menganalisis, dan interpretasi hasil analisis;
6) Menarik kesimpulan, menggeneralisasikan, dan menyatakan
kembali atau mengembangkan hipotesis baru.

c. Prinsip Objektif
Prinsip objektif berarti dalam seleksi tenaga pendidik dan
kependidikan selalu berpihak pada kenyataan yang ada. Pengaruh
subjek dalam membuat uraian/deskripsi tenaga pendidik dan
kependidikanan dan analisis seharusnya dilepaskan, meskipun tidak
mungkin mendapatkan objektivitas yang absolut. Dengan kata lain,
objektivitas dalam seleksi tenaga pendidik dan kependidikan adalah
kesimpulan yang diambil sebagai hasil penelaahan, minimum hasil
observasi meskipun sifatnya hanya sementara. Objektif tidak
bergantung pada faktor yang subjektif sifatnya, seperti agama,
hubungan keluarga, suku, dan marga. Kriteria dasar seleksi tenaga
pendidik dan kependidikan yang diperlukan untuk memperoleh tenaga
pendidik dan kependidikan yang berdaya guna dan berhasil guna
serta profesionalisme, minimum harus memenuhi syarat: (a)
Berpedoman pada laporan analisis tenaga pendidik dan
kependidikanan dan rencana perekrutan tenaga pendidik dan
kependidikan; (b) Efisien dan efektif; (c) Memperhatikan peraturan
dan ketentuan yang berlaku; (d) Dilakukan secara objektif dan jujur,
dan (e) Dilakukan dengan profesional

79
d. Seleksi harus berpedoman pada laporan analisis tenaga
pendidik dan kependidikanan dan rencana perekrutan tenaga
pendidik dan kependidikan

Dalam uraian/deskripsi tenaga pendidik dan kependidikanan dan


persyaratan tenaga pendidik dan kependidikanan yang merupakan
hasil proses analisis tenaga pendidik dan kependidikanan, secara
jelas terlihat rincian tugas dan tanggung jawab, serta kriteria yang
harus dipenuhi para pencari kerja yang mengajukan lamaran kepada
sekolah. Oleh karena itu, uraian/deskripsi tenaga pendidik dan
kependidikanan dan kualifikasi/persyaratan tenaga pendidik dan
kependidikanan harus dijadikan pedoman dalam seleksi tenaga
pendidik dan kependidikan. Selain itu, rencana perekrutan tenaga
pendidik dan kependidikan yang ditetapkan sebelumnya harus
dijadikan pedoman, agar efektivitas seleksi tenaga pendidik dan
kependidikan dapat dijamin keberhasilannya. Tanpa berpedoman
pada laporan analisis tenaga pendidik dan kependidikanan dan
rencana perekrutan tenaga pendidik dan kependidikan, seleksi tenaga
pendidik dan kependidikan yang dilakukan kemungkinkan tidak akan
berhasil.
Bagi manajemen profesional, pedoman dan petunjuk teknis
seleksi tenaga pendidik dan kependidikan dijadikan norma dasar yang
dijadikan acuan dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan seleksi
tenaga pendidik dan kependidikan setiap waktu. Pedoman dan
petunjuk teknis tersebut merupakan titik dasar bagi pelaksanaan
seleksi tenaga pendidik dan kependidikan dari mana kegiatan
tersebut diawali. Selanjutnya, tinggal disesuaikan dengan laporan
analisis tenaga pendidik dan kependidikanan dan rencana perekrutan

80
tenaga pendidik dan kependidikan serta situasi tertentu apabila
dipandang perlu.

e. Efisien dan efektif


Seleksi efisien berarti pelaksanaan seleksi tenaga pendidik dan
kependidikan tidak hanya memerlukan alokasi dana tetapi juga dapat
menentukan dan memilih tenaga pendidik dan kependidikan yang
benar-benar cakap dan diperkirakan mampu memegang
jabatan/tenaga pendidik dan kependidikanan yang bakal diberikan
kepadanya. Adapun efektif berarti seleksi tenaga pendidik dan
kependidikan sesuai alokasi waktu dan rencana yang ditetapkan.

f. Memperhatikan peraturan dan ketentuan yang berlaku


Dalam melaksanakan seleksi tenaga pendidik dan kependidikan,
manajemen tenaga pendidik dan kependidikan haruslah selalu
memperhatikan peraturan dan ketentuan yang berlaku, baik yang
dikeluarkan sekolah maupun pemerintah, baik tertulis maupun tidak
tertulis. Artinya, pelaksanaan seleksi tenaga pendidik dan
kependidikan tidak boleh melanggar peraturan dan ketentuan
tersebut. Misalnya, ketentuan internasional dan pemerintah Indonesia
melarang sekolah memtenaga pendidik dan kependidikankan tenaga
pendidik dan kependidikan di bawah umur. Meskipun dalam analisis
tenaga pendidik dan kependidikanan tidak disebutkan secara jelas
larangan tersebut, manajemen tenaga pendidik dan kependidikan
khususnya bagian seleksi harus memahaminya. Konsekuensi akibart
ketidakcermatan dalam memegang teguh norma yang berlaku dapat
mengakibatkan pemberian sanksi oleh pemerintah terhadap sekolah
atas kelalaian pada peraturan dan ketentuan yang telah berlaku.

81
g. Dilakukan secara objektif dan jujur
Objektivitas dan kejujuran dalam mengadakan seleksi merupakan
kunci sukses penentuan sumber daya awal yang akan menjadi soko
guru sekolah. Agar seleksi tenaga pendidik dan kependidikan berhasil
menentukan dan memilih tenaga pendidik dan kependidikan sesuai
dengan yang diharapkan, bagian seleksi harus objektif dan jujur.
Bagian seleksi tenaga pendidik dan kependidikan harus objektif,
berarti lebih menekankan pertimbangan rasional daripada perasaan
dalam menyeleksi tenaga pendidik dan kependidikan. Hal ini perlu
ditekankan karena pada kenyataannya sampai saat ini masih banyak
bagian seleksi tenaga pendidik dan kependidikan dalam menentukan
dan memilih tenaga pendidik dan kependidikan terpengaruh faktor
subjektif, antara lain hubungan keluarga, suku, agama, kedaerahan,
warga dan teman.
Kejujuran bagian seleksi tenaga pendidik dan kependidikan
mutlak diperlukan untuk menghindari penyuapan oleh calon tenaga
pendidik dan kependidikan agar diluluskan, meskipun calon tenaga
pendidik dan kependidikan kurang memenuhi kriteria sekolah. Apabila
terjadi hal itu, metode seleksi yang tepat dan bagian seleksi yang
profesional hampir tidak ada artinya karena penilaian bagian seleksi
tidak menekankan kemampuan yang dimiliki calon tenaga pendidik
dan kependidikan, tetapi lebih mengutamakan uang suap yang
diterimanya. Ketidakjujuran bagian seleksi harus bena-benar
diperhatikan setiap sekolah yang menginginkan tenaga pendidik dan
kependidikan yang tepat sesuai dengan lowongan tenaga pendidik
dan kependidikanan yang tersedia.
Apabila dalam sekolah terdapat bagian seleksi tenaga pendidik
dan kependidikan yang tidak objektif dan tidak jujur, manajemen

82
tenaga pendidik dan kependidikan harus segera memutasikan tenaga
pendidik dan kependidikan tersebut, bahkan kalau perlu
mendemosikan ke tenaga pendidik dan kependidikanan lain. Apabila
hal ini dibiarkan berlarut-larut, dampak negatif akan menimpa sekolah,
yaitu diperolehnya tenaga pendidik dan kependidikan yang tidak
sesuai dengan karakteristik tenaga pendidik dan kependidikanan.

h. Dilakukan dengan profesional


Kriteria dasar seleksi tenaga pendidik dan kependidikan yang
tidak kalah penting adalah bagian seleksi tenaga pendidik dan
kependidikan harus profesional. Kriteria dasar ini memiliki pengaruh
besar terhadap berhasil/tidaknya pelaksanaan seleksi tenaga pendidik
dan kependidikan untuk memperoleh tenaga pendidik dan
kependidikan yang sesuai dengan yang diharapkan. Bagaimanapun
mujarabnya metode seleksi tenaga pendidik dan kependidikan yang
digunakan, tanpa dilakukan seleksi yang profesional, kemungkinan
seleksi tenaga pendidik dan kependidikan yang dilakukan pun akan
kurang dapat mencapai sasaran yang dikehendaki.
Setiap metode seleksi tenaga pendidik dan kependidikan
hendaknya diterapkan bagian seleksi tenaga pendidik dan
kependidikan yang profesional dalam bidangnya. Apabila yang
melaksanakan bukan yang benar-benar profesional, tidak mustahil
akan menimbulkan kondisi yang tidak diinginkan.

3. Proses Seleksi Personil


Ada beberapa langkah penting dalam menetapkan suatu proses
saringan personil. Tiap langkah masing-masing menyumbang kepada
dayaguna seleksi.

83
a. Merumuskan dengan teliti peranan-peranan. Adalah penting
untuk memiliki konsep yang jelas tentang pengharapan yang
dikaitkan kepada setiap kedudukan yang lowong. Tugas
kewajiban bakal pengisi kedudukan-kedudukan itu harus
ditetapkan dengan jelas dan disusun dalam bentuk spesifikasi
tenaga pendidik dan kependidikanan. Pengharapan staf guru
sekolah maupun masyarakat hendaknya tercermin dalam
spesifikasi itu. Lebih-lebih arah pertumbuhan yang diharapkan
hendaknya dirumuskan dengan jelas dan dibicarakan dengan
para calon tenaga pendidik dan kependidikan. Jadi,
perumusan peranan-peranan itu hendaknya meliputi
sumbangan awal maupun yang mungkin di kemudian hari dari
para calon tenaga pendidik dan kependidikan.
b. Menetapkan standar seleksi. Deskripsi tenaga pendidik dan
kependidikanan secara tertulis itu harus memberi petunjuk
kepada standar seleksi. Standar seleksi ini meliputi: (a) umur;
(b) kesehatan fisik; (c) pendidikan; (d) pengalaman bertugas;
(e) tujuan-tujuan; (f) perangai; (g) pengetahuan umum; (h)
keterampilan komunikasi; (i) motivasi; (j) minat; (k) sikap dan
nilai-nilai; (l) kesehatan mental; (m) kepantasan untuk
bertugas dengan murid, anggota staf sekolah, dan
masyarakat; dan (n) faktor-faktor lain yang mungkin
ditetapkan secara khusus oleh pemerintah.
c. Banyak di antara faktor-faktor ini sukar untuk dinilai. Karena
itu hendaknya dibuat persetujuan di antara orang-orang yang
diberi tanggung jawab atas seleksi menegnai jenis bukti yang
harus dipertimbangkan dalam hubungan dengan tiap faktor
masing-masing.

84
d. Mengidentifikasi calon-calon yang memberi harapan baik.
Calon-calon yang baik dari dalam maupun dari luar sistem
sekolah hendaknya dipertimbangkan. Daftar calon yang
memperlihatkan harapan baik mungkin dapat dihasilkan
melalui: (a) pemeriksaan daftar pelamar yang lebih dulu di
departemen pendidikan dan di kantor-kantor penempatan
tenaga pendidik dan kependidikan; (b) wawancara dengan
para pelamar; dan (c) kunjungan ke kampus-kampus LPTK,
universitas, dan lembaga lain yang mendidik bakal guru untuk
mengadakan wawancara dengan para bakal calon.
e. Mengumpulkan informasi yang diperlukan. Setiap pelamar
untuk suatu kedudukan harus menyampaikan salinan ijazah,
program pendidikan, dan bukti-bukti lain yang diperlukan.
Calon-calon yang nampaknya memberi harapan paling baik
harus diminta datang untuk diwawancarai.
f. Menilai bakal calon. Hendaknya dibuat persiapan untuk
menilai kesanggupan tiap pelamar melalui wawancara pribadi.
Selama proses penilaian ini hendaknya diusahakan dengan
sungguh-sungguh untuk memperoleh penilaian yang teliti
tentang kesanggupan pelamar untuk memenuhi
pengharapan-pengharapan yang dikaitkan kepada jabatan
yang akan diisi itu, dan untuk menjaga bahwa pengharapan-
pengharapan itu tidak bertentangan dengan kebutuhan dan
motivasi pelamar. Adalah jauh lebih baik untuk mengetahui
setiap batas yang serius selama proses seleksi itu daripada
menggunakan banyak waktu dan sumber sekolah dalam
tindakan pembetulan kemudian setelah calon itu diangkat.

85
g. Memiliki dan mengusulkan pengangkatan calon. Selesai
penilaian semua bukti yang tersedia tentang setiap calon,
pelamar yang paling memenuhi untuk kedudukan yang
lowong itu harus dipilih. Pelamar itu selanjutnya, melalui
proedur yang telah ditetapkan, harus diusulkan kepada
departemen pendidikan untuk memperoleh persetujuan untuk
diangkat oleh yang berwajib.

Prosedur seleksi personil seperti digambarkan di muka


didasarkan pada asumsi bahwa lembaga-lembaga pendidikan guru
menghasilkan bakal guru dalam jumlah dan jenis yang mencukupi
kebutuhan sekolah-sekolah dan bahwa tenaga pendidik dan
kependidikanan guru cukup menarik bagi para lulusannya, sehingga
setiap kedudukan yang lowong akan menarik banyak pelamar. Dalam
kenyataannnya, khususnya sekolah-sekolah menengah umum dan
kejuruan, pada dewasa ini sulit untuk memperoleh pelamar-elamar
bakal guru dalam mata-mata pelajaran tertentu, disebabkan karena
jumlah mereka masih terlalu sedikit atau mereka lebih suka untuk
memilih tenaga pendidik dan kependidikanan bukan guru. Dalam
situasi serupa itu prosedur-prosedur seleksi yang teliti tak mungkin
diterapkan, dan sekolah-sekolah terpaksa berjalan dengan tenaga
apa adanya.

4. Cara dan Metode Seleksi


Ada dua bentuk informasi yang hendak dicapai dari proses
seleksi, yakni informasi tentang diri pelamar dan informasi tentang
sekolah dan tenaga pendidik dan kependidikanan yang tersedia.
Informasi tentang pelamar dibutuhkan oleh sekolah untuk

86
menetapkan apakah pelamar bersangkutan memenuhi harapan
sekolah. Sementara informasi tentang sekolah dibutuhkan agar
pelamar dapat mengukur kompetensi dirinya.
Sebelum calon tenaga pendidik dan kependidikan diseleksi sesuai
dengan metode yang akan digunakan, sebaiknya calon tenaga
pendidik dan kependidikan diberikan formulir isian (lembar daftar
pelamar) yang memuat pertanyaan untuk diisi. Pertanyaan yang
diberikan kepada calon tenaga pendidik dan kependidikan harus jelas
dan disusun sedemikian rupa sehingga mudah dijawab calon tenaga
pendidik dan kependidikan. Tujuan pengisian formulir tersebut adalah
untuk merekam hal-hal berikut:
- Memberikan gambaran umum tentang pribadi pelamar;
- Mendapatkan kesan watak dan karakter kepribadian pelamar;
- Memperoleh kepastian apakah calon tenaga pendidik dan
kependidikan memenuhi kriteria yang diminta dan mempunyai
kecakapan;
- Untuk menentukan calon tenaga pendidik dan kependidikan
mana yang harus dicalonkan dan dipanggil untuk mengikuti
seleksi tahap berikutnya.
Oleh karena itu pada garis besarnya, seleksi tenaga pendidik dan
kependidikan dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan
ketegasan tentang kecakapan, kepribadian, kebiasaan, dan data lain,
serta keterangan yang dianggap perlu untuk mendapatkan tenaga
pendidik dan kependidikan yang berdaya guna dan berhasil guna.
Untuk menjamin keberhasilan tujuan yang diharapkan perlu
menggunakan metode seleksi tertentu, meliputi: seleksi persyaratan
adaministrasi, pengetahuan umum, psikologi, wawancara, dan
referensi.

87
a. Seleksi Persyaratan Administrasi
Tahap pertama yang harus ditempuh bagian seleksi tenaga
pendidik dan kependidikan adalah mengadakan pemeriksaan
persyaratan administratif yang harus dipenuhi para pelamar untuk
mengetahui lengkap tidaknya persyaratan tersebut. Seleksi
administratif meliputi pengisian formulir yang disediakan sekolah,
persyaratan sebagai lampiran surat lamaran, dan persyaratan
finansial jika dipandang perlu. Kekuranglengkapan persyaratan
administratif perlu dipertimbangkan dan bila perlu dikembalikan
kepada yang bersangkutan agar dilengkapi, selanjutnya dimasukkan
ke bagian seleksi pada batas waktu yang telah ditentukan.
Formulir tersebut biasanya memuat keterangan dan data pribadi
mengenai hal-hal sebagai berikut:
1) Mengenai pribadi, misalnya nama lengkap dan tempat tinggal;
2) Keterangan perorangan: umur, status perkawinan,
tanggungan, jumlah saudara, tempat, dan alamat orang tua;
3) Keterangan fisik, tinggi badan, berat badan, kesehatan, dan
ciri khusus lainnya;
4) Pendidikan: sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama,
sekolah lanjutan tingkat atas, diploma, sarjana, pascasarjana,
dan sebagainya.
5) Pengalaman kerja: di mana pernah bertugas, berapa lama,
bagian apa, mengapa berhenti, dan sebagainya.
6) Keterangan lain: hobi, prestasi lain, dan sebagainya.
Persyaratan sebagai lampiran biasanya bergantung pada
permintaan sekolah bersangkutan yang harus dipenuhi para pelamar.
Biasanya syarat yang harus dipenuhi para pelamar yang merupakan
lampiran surat lamaran, antara laian:

88
1) Fotokopi ijazah serta sertifikat pelatihan/kursus yang telah
dimiliki;
2) Daftar riwayat hidup;
3) Surat keterangan berkelakuan baik dari kepolisian;
4) Surat keterangan sehat dari dokter;
5) Kartu tanda bukti mencatatkan diri dari departemmen/dinas
tenaga pendidik dan kependidikan setempat;
6) Pas foto sesuai dengan permintaan;
7) Fotokopi kartu tanda penduduk;
8) Surat keterangan pengalaman kerja.
Persyaratan administratif yang menyangkut finansial, jumlahnya
bergantung pada ketentuan sekolah. Namun, sebaiknya hal ini tidak
dilakukan sekolah dengan pertimbangan dan kebijakan mengingat
kondisi para pencari kerja. Biaya seleksi yang sewajarnya apabila
menjadi tanggung jawab penuh sekolah yang menyelenggarakan
seleksi tenaga pendidik dan kependidikan.

b. Seleksi Pengetahuan Umum


Seleksi pengetahuan umum biasanya dilakukan secara tertulis
mengingat yang diberikan cukup banyak dan memerlukan pemikiran
yang tak sembarangan. Pengetahuan umum meliputi:
1) Pengetahuan umum yang berhubungan dengan ruang lingkup
sekolah, menurut pandangan praktis maupun teoritis.
2) Pengetahuan umum yang berhubungan dengan sistem
ketatanegaraan Indonesia termasuk kebijakan-kebijakan
pemerintah mengenai sekolah yang relevan dengan
usahanya.

89
Pelaksanaan seleksi pengetahuan umum dapat berupa soal-soal
objektif, dalam lembaran seleksi telah tersedia jawaban-jawaban,
calon tenaga pendidik dan kependidikan tinggal memilih jawaban
yang dinggap tepat. Selain itu, dapat pula berupa soal-soal yang
bersifat essay yang memerlukan jawaban bebas dari calon tenaga
pendidik dan kependidikan berupa uraian singkat tetapi jelas.

c. Seleksi Psikologi
Seleksi ini diadakan dengan maksud untuk mengetahui keadaan
diri serta kesanggupan calon tenaga pendidik dan kependidikan
terhadap kemungkinan dalam memangku tenaga pendidik dan
kependidikanan yang akan diberikan kepadanya. Secara garis
besarnya, seleksi psikologi dapat digolongkan menjadi 5 (lima)
macam, yaitu tes hasil kerja, tes bakat, tes kecerdasan, tes minat dan
tes kepribadian.
1) Tes Hasil Kerja (Achievement Test)
Tes ini dimaksudkan untuk mengukur hasil kerja para
pelamar. Tes demikian menunjukkan apa yang dapat
dikerjakan sekarang. Kadang-kadang tes ini juga disebut
proficiency test, yaitu tes kepandaian atau tes
kecakapan/keahlian. Tujuan tes ini adalah untuk mengetahui
tingkat kemampuan bertugas yang dimiliki para pelamar, serta
prediksi terhadap kecakapan mengerjakan suatu jenis tenaga
pendidik dan kependidikanan setelah diberikan induksi,
orientasi, pendidikan, dan pelatihan.
2) Tes Bakat/Pembawaan (Aptitude Test)
Tes bakat/pembawaan adalah tes untuk mengukur bakat atau
kemampuan yang mungkin telah dikembangkan atau masih

90
terpendam, dan tidak digunakan. Tujuan penyelenggaraan tes
ini adalah untuk memprediksi kecakapan belajar para pelamar
di kemudian hari, bukan kecakapannya untuk mengerjakan
tugas tenaga pendidik dan kependidikanan yang sekarang.
3) Tes Kecerdasan (Intellegence Test)
Kualitas kecerdasan seseorang sering dinyatakan dengan
intellegence quotient (IQ). Tes kecerdasan adalah tes yang
digunakan baik dalam seleksi maupun untuk peningkatan
(upgrading). Pengukuran kecerdasan sering dilakukan
pertama-tama dalam program pengujian, karena pengukuran
ini memberikan suatu bentuk pengukuran yang pokok atau
yang utama. Tes kecerdasan adalah tes untuk mengukur
kemampuan berpikir.
4) Tes Minat (Interest Test)
Tes minat adalah tes untuk mengetahui luasnya minat para
pelamar. Tes minat merupakan segala jenis tes psikologi yang
bermaksud untuk menentukan aktivitas mana yang paling
menarik perhatian seorang calon tenaga pendidik dan
kependidikan.
5) Tes Kepribadian (Personality Test)
Kepribadian menunjukkan individu secara keseluruhan, cara
berpikir, merasakan, bertindak, cara bergaul dengan orang
lain, cara penyesuaian diri dengan lingkungannya. Semuanya
merupakan sifat penting yang membedakan masing-masing
individu dengan orang lain. Tes kepribadian ini adalah suatu
tes untuk mengukur atau menilai sifat kepribadian yang
dimiliki para pelamar.

91
d. Seleksi Wawancara (Interview Test)
Seleksi wawancara sebagai salah satu proses seleksi tenaga
pendidik dan kependidikan adalah suatu pertemuan pribadi antara
seorang calon tenaga pendidik dan kependidikan dengan bagian
seleksi tenaga pendidik dan kependidikan. Dalam mengadakan
wawancara harus diusahakan supaya calon tenaga pendidik dan
kependidikan berbicara sebanyak-banyaknya dari para pelamar.
Pertanyaan yang akan diajukan dan kualifikasi pendidikan dan
pengalaman calon tenaga pendidik dan kependidikan hendaknya
disusun dan ditetapkan terlebih dahulu. Wawancara pada hakikatnya
adalah tanya jawab yang dilakukan dengan hubungan tatap muka
(face to face relations) melalui komunikasi secara lisan. Kadang-
kdang wawancara merupakan metode utama, tetapi ada kalanya
sebagai metode penunjang. Sebagai metode utama digunakan dalam
mengungkapkan kepribadian secara menyeluruh dalam kerangka
personal counsulting. Selain itu, umumnya merupakan metode
penunjang.
Wawancara pada dasarnya adalah proses tanya jawab secara
lisan yang dilakukan calon tenaga pendidik dan kependidikan
(interviewee) dengan bagian seleksi tenaga pendidik dan
kependidikan (interviewer) untuk mengetahui segala sesuatu yang
berhubungan dengan diri interviewee dalam rangka penentuan dan
pemilihan tenaga pendidik dan kependidikan yang tepat pada posisi
yang tepat. Dengan kata lain, wawancara adalah proses tanya jawab
yang dilakukan secara lisan/oral untuk mencari dan mendapatkan
bahan yang lebih mendalam mengenali motif yang menjadi
keyakinannya, apa yang menjadi harapan, cita-cita, ciri-ciri khusus,
dan yang sejenisnya.

92
Agar sasaran pelaksanaan prinsp dasar wawancara dapat
tercapai, perlu diperhatikan prinsip-prinsip performance, potential
improvement, skill profile achievement, personality attitude, dan
specific values.
1) Performance
Performance adalah penampilan diri interviewee (calon tenaga
pendidik dan kependidikan) mulai saat pemunculannya di
hadapan interviewer, selama interview (wawancara) maupun
sampai dengan pihak interviewee meninggalkan ruang
wawancara. Adapun pengamatan yang dapat dilakukan anatara
lain:
a) cara berpakaian, berjalan, menghadap, bicara, dan duduk;
b) gerakan atau penampilan lainnya yang dapat didengar, dan
dilihat pewawancara.
2) Potential Improvement
Potential improvement adalah beberapa ciri (traits) potensi atau
kemampuan dasar yang sekiranya dapat dikembangkan. Adapun
ciri-ciri kemampuan dasar dapat diungkapkan dengan tinggi
rendahnya hal-hal berikut:
a) kemampuan intelegensi umum (general intelligence), dapat
ditunjukkan dengan jawaban yang selalu logis, sistematis,
relevan, serta terarah;
b) disamping itu, dapat dilihat dari jawaban yang kreatif, inisiatif,
persepsi yang cepat, responsive, analisis, idealisme yang
praktis, dan pragmatis.
3) Skill Profile Achievement
Ada gambaran dan prediksi ke dapan tentang kemampuan atau
kecakapan yang dimiliki berdasarkan kemampuan yang diperoleh

93
sebelumnya. Untuk itu dapat diidentifikasi melalui pengamatan
atas hasil jawaban terhadap hal-hal sebagai berikut:
a) Sejauh mana prinsip dasar yang telah dikuasainya tentang
profesi dan kualifikasi yang dimilikinya;
b) Bagaimana tinjauan sasat ini dan saat mendatang oleh calon
tenaga pendidik dan kependidikan dalam bidang
profesi/kualifikasinya tersebut;
c) Kemampuan tersebut baik dalam hubungannya dengan
masalah makro umum, khusus, maupun kejuruan.
4) Personality Attitude
Personality attitude adalah sifat dan sikap kejiwaan yang memberi
ciri dan garis kehidupan calon tenaga pendidik dan kependidikan.
Ciri-ciri kehidupan sulit diungkapkan dalam kesempatan
wawancara sesaat. Namun demikian, hal itu penting untuk
sekedar memberikan gambaran umum yang cukup relevan,
dengan sasaran sebagai berikut:
a) Motivasi yang dapat diidentifikasi melalui: Intensitas kemauan
terhadap kebutuhan dan Tingkat emosional terhadap
kebutuhan.
b) Kejujuran yang dapat ditunjukkan dengan keterusterangan,
baik atas kelebihan dan kekurangannya.
c) Kematangan yang ditunjukkan dengan sikap tenang, mantap,
tidak gusar, sistematis, dan terarah, serta memiliki tingkat
emosionalitas yang tampak terkendali, bagai orang yang telah
berpengalaman, dan sebagainya.
d) Kerja sama yang dapat ditunjukkan dengan ucapan dan sikap
loyal, saling mengerti dan menghormati, tidak egois, dan tidak
membangkang.

94
e) Kepemimpinan menunjukkan sikap terhadap cara
mengadakan perumusan/penyusunan keputusan yang cepat
dan logis, dapat melokalisasi/mengsekolah permasalahan dan
uraian, menggunakan cara pendekatan yang efektif dan
efisien.
5) Specific Values
Penilaian terhadap unsur-unsur tersebut, kiranya dalam proses
wawancara dapat pula diungkapkan dengan segala sesuatu yang
menyangkut diri pihak calon tenaga pendidik dan kependidikan,
antara lain:
a) Latar belakang pribadi, keluarga, dan sosialnya
b) Konsekuensi adminsitratif pengangkatan sebagai karyawan
c) Spesifikasi lainnya yang ikut berpengaruh atas keberhasilan
wawancara;
d) Hal-hal luar biasa (characteristic) seperti tenaga pendidik dan
kependidikanan penting (besar) yang pernah dilakukaannya,
atau hasil luar biasa yang pernah dicapai.

e. Seleksi Referensi
Sebagai proses terakhir dalam seleksi tenaga pendidik dan
kependidikan adalah meminta referensi dari tenaga pendidik dan
kependidikan. Kegiatan ini dimaksudkan agar calon tenaga pendidik
dan kependidikan menunjuk beberapa orang, baik tenaga pendidik
dan kependidikan sekolah maupun orang di luar sekolah yang dapat
memberikan keterangan tentang diri pelamar, baik tentang pribadi,
pengalaman, kecakapan, ketrampilan, hal-hal khusus yang dimiliki,
dan sebagainya. Keterangan tersebut bisa secara lisan maupun

95
tertulis, tetapi kebanyakan bagian seleksi tenaga pendidik dan
kependidikan lebih menekankan referensi tertulis.
Referensi semacam ini dapat pula diperoleh dari badan usaha
atau sekolah/instansi tempat calon tenaga pendidik dan kependidikan
sebelumnya sudah bertugas, penggunaan referensi untuk keperluan
tenaga pendidik dan kependidikan yang lulus seleksi. Waktu dan
tempat pengumuman bergantung kebijakan yang diambil, namun
sebaiknya jaraknya tidak terlalu lama dengan pelaksanaan seleksi
tenaga pendidik dan kependidikan.
Bagi sekolah besar yang menerima banyak tenaga pendidik dan
kependidikan, pengumuman hasil seleksi sebaiknya juga diumumkan
melalui media massa, baik cetak maupun elektronik. Hal ini untuk
menghindari berjubelnya calon tenaga pendidik dan kependidikan
yang melihat pengumuman dan kemungkinan buruk akibat tidak
diterimanya para pelamar yang telah mengikuti seleksi.

96
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PROFESIONAL TENAGA
PENDIDK DAN KEPENDIDIKAN

Mengingat peranan strategis guru dalam setiap upaya


peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi pendidikan, maka
pengembangan profesionalisasi guru merupakan kebutuhan. Benar
bahwa mutu pendidikan bukan hanya ditentukan oleh guru, melainkan
oleh mutu masukan (siswa), sarana, manajemen, dan faktor-faktor
eksternal lainnya. Akan tetapi seberapa banyak siswa mengalami
kemajuan dalam belajarnya, banyak tergantung kepada kepiawaian
guru dalam membelajarkan siswa.

A. Hakekat Pembinaan dan Pengembangan Profesional


Pembinaan dan pengembangan profesionalisasi Tenaga pendidk
dan Kependidikan sekolah dilakukan berdasarkan kebutuhan institusi,
kelompok, maupun individu Tenaga pendidk dan Kependidikan
sendiri. Dari perspektif institusi, pengembangan Tenaga pendidk dan
Kependidikan dimaksudkan untuk merangsang, memelihara, dan
meningkatkan kualitas staf dalam memecahkan masalah-masalah
kesekolahan. Selanjutnya dikatakan juga bahwa pengembangan guru
berdasarkan kebutuhan institusi adalah penting, namun hal yang lebih
penting adalah berdasar kebutuhan individu Tenaga pendidk dan
Kependidikan untuk menjalani proses profesionalisasi. Karena
substansi kajian dan konteks pembelajaran selalu berkembang dan
berubah menurut dimensi ruang dan waktu, guru dituntut untuk selalu
meningkatkan kompetensinya.

97
Profesi keguruan mempunyai tugas utama melayani masyarakat
dalam dunia pendidikan. Sejalan dengan itu, jelas kiranya bahwa
profesionalisasi dalam bidang keguruan mengandung arti peningkatan
segala daya dan usaha dalam rangka pencapaian secara optimal
layanan yang akan diberikan kepada masyarakat. Untuk
meningkatkan mutu pendidikan saat ini, maka profesionalisasi guru
(pendidik) merupakan suatu keharusan, terlebih lagi apabila kita
melihat kondisi objektif saat ini berkaitan dengan berbagai hal yang
ditemui dalam melaksanakan pendidikan, yaitu: (1) perkembangan
IPTEK, (2) persaingan global bagi lulusan pendidikan, (3) otonomi
daerah, dan (4) implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP).
Perkembangan IPTEK yang cepat, menuntut setiap guru
dihadapkan pada penguasaan hal-hal baru berkaitan dengan materi
pembelajaran atau pendukung pelaksanaan pembelajaran seperti
penggunaan internet untuk pembelajaran, program multimedia, dan
lain sebagainya.
Diberlakukannya pasar bebas melalui NAFTA mengindikasikan
bahwa setiap lulusan pendidikan di Indonesia akan dipersaingkan
dengan lulusan dari sekolah-sekolah yang berada di Asia. Kondisi ini
semakin memaksa guru untuk segera dan dengan cepat memiliki
kualifikasi dan meningkatkannya untuk nantinya bisa menghasilkan
lulusan yang kompeten.
Kebijakan otonomi daerah telah memberikan perubahan yang
mendasar terhadap berbagai sektor pemerintahan, termasuk dalam
pendidikan. Pengelolaan pendidikan secara terdesentralisasi akan
semakin mendekatkan pendidikan kepada stakeholders pendidikan di
daerah dan karena itu maka guru semakin dituntut untuk menjabarkan

98
keinginan dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan
melalui kompetensi yang dimilikinya.
Pencanangan implementasi KTSP menunjukkan bahwa kualifikasi
profesionalisme harus benar-benar dimiliki oleh setiap guru apabila
menginginkan lulusan yang memiliki kompetensi sebagaimana
diharapkan.
Lebih khusus lagi, Sanusi et.al (1991:24) mengajukan enam
asumsi yang melandasi perlunya profesionalisasi dalam pendidikan,
yakni sebagai berikut:
1. Subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan,
pengetahuan, emosi, dan perasaan, yang dapat
dikembangkan segala potensinya: sementara itu pendidikan
dilandasi nilai-nilai kemanusiaan yang menghargai martabat
manusia.
2. Pendidikan dilakukan secara intensional, yakni secara sadar
dan bertujuan, maka pendidikan menjadi normatif yang diikat
oleh norma-norma dan nilai-nilai yang baik secara universal,
nasional, maupun lokal, yang merupakan acuan para
pendidik, peserta didik, dan pengelola pendidikan.
3. Teori-teori pendidikan merupakan kerangka hipotesis dalam
menjawab permasalahan pendidikan.
4. Pendidikan bertolak dari asumsi pokok tentang manusia,
yakni manusia mempunyai potensi yang baik untuk
berkembang. Oleh sebab itu, pendidikan adalah usaha untuk
mengembangkan potensi unggul tersebut.
5. Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya, yakni situasi di mana
terjadi dialog antara peserta didik dengan pendidik, yang
memungkinkan peserta didik tumbuh ke arah yang

99
dikehendaki oleh pendidik dan selaras dengan nilai-nilai yang
dijunjung tinggi masyarakat.
6. Sering terjadinya dilema antara tujuan utama pendidikan,
yakni menjadikan manusia sebagai manusia yang baik,
dengan misi instrumental yakni merupakan alat untuk
perubahan atau mencapai sesuatu.

B. Prinsip-prinsip Pembinaan dan Pengembangan Personil


Sekolah
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan
pengembangan SDM pendidikan, yaitu:
1. Dilakukan untuk semua jenis tenaga kependidikan (baik untuk
tenaga struktural, fungsional, maupun teknis)
2. Berorientasi pada perubahan tingkah laku dalam rangka
peningkatan kemampuan profesional dan untuk teknis
pelaksanaan tugas harian sesuai posisi masing-masing.
3. Dilaksanakan untuk mendorong meningkatnya kontribusi
setiap individu terhadap sekolah pendidikan
4. Dirintis dan diarahkan untuk mendidik dan melatih seseorang
sebelum maupun sesudah menduduki jabatan/posisi
5. Dirancang untuk memenuhi tuntutan pertumbuhan dalam
jabatan, pengembangan profesi, pemecahan masalah,
kegiatan-kegiatan remedial, pemeliharaan motivasi kerja, dan
ketahanan sekolah pendidikan.
6. Pengembangan yang menyangkut jenjang karier sebaiknya
disesuaikan dengan kategori masing-masing jenis tenaga
kependidikan itu sendiri.

100
Dengan kata lain bahwa pengembangan SDM Pendidikan
hendaknya didasari prinsip berikut:
1. Pengembangan SDM di lingkungan sekolah/institusi
merupakan kebutuhan sesuai dengan dinamika internal dan
tuntutan external sekolah.
2. Pengembangan SDM di lingkungan dunia kerja harus
dilakukan by design sesuai dengan perencanaan
pengembangan sekolah, dan tidak dilakukan hanya semata-
mata atas pertimbangan individu (personal interest) tenaga
pendidik dan kependidikan ybs.

C. Prosedur Pengembangan SDM Pendidikan


Seperti telah dikemukakan pada bagian awal bahan ajar,
pengembangan SDM merupakan upaya membantu tenaga pendidik
dan kependidikan (dalam hal ini tenaga kependidikan) secara
individual menangani tanggung jawabnya di masa kini dan
pengembangannya di masa depan. Pengembangan tenaga pendidik
dan kependidikan banyak dilakukan melalui kegiatan pendidikan dan
pelatihan. Kegiatan ini bertujuan untuk (1) menghilangkan
kesenjangan kinerja tenaga pendidik dan kependidikan yang
disebabkan mereka bertugas tidak sesuai dengan yang diharapkan,
(2) meningkatkan kemampuan angkatan kerja yang lentur dan mampu
menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi baru yang
dihadapi sekolah, dan (3) meningkatkan keterikatan (komitmen)
tenaga pendidik dan kependidikan terhadap sekolah dan membina
persepsi bahwa sekolah itu tempat yang baik untuk bertugas.
Pelaksanaan pendidikan dan latihan bagi para tenaga kependidikan
harus dirancang dengan sebaik-baiknya:

101
1. Siapa yang akan dilatih dan dikembangkan?
2. Tingkatan pembelajaran apa yang akan dilaksanakan
(materi,kurikulum)?
3. Prinsip pembelajaran apa yang diterapkan (metodologi)?
4. Fasilitas dan alat apa yang diperlukan (termasuk sumber
belajar)?
5. Siapa yang akan mengajarnya (nara sumber, fasilitator)?
6. Bagaimana menilai keberhasilannya (evaluasi)?
7. Di mana kegiatan itu dilaksanakan?
Disamping itu secara kelembagaan penyelenggaraan program
pelatihan dan pengembangan memerlukan dukungan biaya dan
kesungguhan dalam melaksanakannya. Di bawah ini disajikan model
penyelenggaan program ”Training and Development”

Gambar 5.1. Prosedur Pengembangan Program Pelatihan

Model di atas merupakan model umum yang dapat diterapkan


dalam pembinaan dan peningkatan kemampuan professional guru.
Model di atas menjelaskan bahwa kegiatan pelatihan dimulai dari

102
hasil analisis kebutuhan pelatihan. Analisis kebutuhan adalah
kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui secara nyata
kekurangan atau kesenjangan kemampuhan yang dirasakan guru-
guru. Hal yang menjadi permasalahan guru dapat dipelajari dari forum
kelompok kerja guru (KKG) atau musyawarah guru mata pelajaran
(MGMP), bahkan bisa diperoleh dari hasil supervisi para pengawas.
Atau dapat pula dilakukan dengan melakukan kajian kebutuhan
pelatihan melalui instrument khusus yang disiapkan. Masalah-
masalah yang dihadapi guru, tentu saja yang berkaitan dengan tugas
profesinya, diklasifikasikan dan ditetapkan prioritasnya.
Langkah selanjutnya adalah merumuskan tujuan pelatihan yang
mengakomodasi kebutuhan pelatihan. Dalam merumuskan tujuan
sudah terantisipasi bahwa pabila tujuan tersebut tercapai, maka
permasalahan kebutuhan guru untuk melayani pembelajaran dapat
diperbaiki. Rumusan tujuan yang jelas akan menggambarkan bahan
pelatihan apa yang perlu disusun, sehingga apabila bahan tersebut
dipelajarai dan dapat dikuasai oleh peserta pelatihan, maka diyakini
tujuan pelatihan tercapai. Sejalan dengan penyusunan bahan
pelatihan, perlu dirumuskan alat evaluasi untuk mengukur
ketercapaian tujuan pelatihan. Oleh karena bahan ajar pelatihan
disusun dengan mempertimbangkan tujuan pelatihan, maka dengan
sendirinya alat evaluasi yang disusun pun mengukur penguasaan
materi pelatihan oleh peserta pelatihan. Jika dianggap perlu, alat ini
dapat digunakan sebagai pre-test dan post-test.
Kegiatan pelatihan akan efektif apabila peserta pelatihan
melakukan kegiatan dan tugas belajar sesuai dengan bahan dan
tujuan pelatihan. Temuan empirik menunjukkan bahwa proses belajar-
mengajar yang efektif menggunakan metode yang variatif sesuai

103
dengan azas pembelajaran orang dewasa dengan dukungan bahan
ajar yang jelas dan fasilitas yang memadai.
Pelatihan guru yang selama ini dilakukan menunjukkan masih
terdapatnya beberapa kelemahan seperti dilaporkan dalam berbagai
sumber. Pertama, pelatihan seringkali diikuti oleh peserta dalam
jumlah besar sehingga tidak ada peluang untuk melakukan diskusi
mendalam, pemecahan masalah, simulasi dan praktek. Kedua, bahan
pelatihan terlalu padat dalam rentang waktu yang relative singkat.
Pelatihan seringkali dimulai pagi hari sampai larut malam, sehingga
kesempatan untuk mengkaji ulang bahan tidak tersedia. Ketiga,
pelatih kurang memiliki pengalaman yang sesuai dengan kebutuhan
peserta pelatihan. Keempat, fasilitas yang diperlukan untuk
melaksanakan hasil pelatihan tidak tersedia dan guru-guru kurang
mendapat bantuan professional pada saat melaksanakan hasil-hasil
pelatihan. Pelatihan guru dalam bentuk in-hause training mulai
banyak dilaksanakan, karena dapat mengatasi kekurangan-
kekurangan yang selama ini terjadi dalam pelaksanaan pelatihan.
Pembinaan dan pengembangan tenaga pendidik dan
kependidikan dapat dilakukan secara menyatu dengan manajemen
sekolah secara integral. Manajemen Sumber Daya Manusia dalam
sekolah pada hakekatnya mempersoalkan upaya untuk
pemberdayaan seluruh potensi sekolah dalam rangka mencapai
produktivitas yang setinggi-tingginya. Dalam konsep tersebut
termasuk upaya efisiensi dan efektivitas. Efisiensi menyangkut
pemanfaatan input sebaik-baiknya untuk melayani operasi proses
secara proporsional. Efektivitas menyangkut ketercapaian sasaran
atau target-target yang ditetapkan. Besaran perbandingan antara
input dan output menggambarkan index produktivitas.

104
Adalah sangat rasional apabila para pimpinan atau
pimpinan/Kepsek pada tingkat apapun memiliki pemikiran untuk
meningkatkan efisiensi setinggi-tingginya untuk menghasilkan output
yang sebesar-besarnya. Akan tetapi perlu diwaspadai jangan sampai
terjadi upaya peningkatan efisiensi menjadi penyebab bagi rendahnya
mutu dan menurunnya jumlah produk.

1. Konsep Pemberdayaan
Pemberdayaan dalam konteks sumber daya manusia
dimaksudkan upaya yang dilakukan (terutama oleh pimpinan) untuk
meningkatkan daya dukung tenaga pendidik dan kependidikan
terhadap sekolah, melalui peningkatan kemampuan, kinerja serta
komitmen.
2. Manfaat Pemberdayaan.
Pemberdayaan seperti pengertian yang dimaksudkan di atas
sangat penting dilakukan dalam sekolah apapun. Pembangunan dan
kemajuan yang dicapai oleh sekolah pada dasarnya bersifat
akumulatif dan berkelanjutan. Ini mengandung arti bahwa segala
sesuatu yang telah dicapai sebelumnya merupakan modal lanjutan
bagi pengembangan lanjut. Dengan kata lain, apabila terjadi upaya
pemberdayaan dalam berbagai bentuk potensi sekolah, maka akan
terjadi penghematan. Di samping itu, kondisi tersebut dapat
mempercepat proses pengembangan sekolah, yang disebabkan oleh
terjadinya akumulasi potensi yang dimilki sekolah. Pemberdayaan
potensi SDM memiliki “opportunity cost” dan “opportunity ussage”. Hal
ini dimungkinkan karena sumberdaya yang telah ada memiliki durasi
pelayanan yang lama dan manfaat yang besar, sedangkan biaya
pengadaan tenaga pendidik dan kependidikan baru dapat digunakan

105
untuk pengembangan program lain, di samping meneruskan program-
program pengembangan yang telah ada.

3. Hakekat dan Asumsi Pemberdayaan


Pemberdayaan potensi SDM, demikian pula potensi lainnya,
merupakan tuntutan mutlak apabila sekolah ingin menampilkan
kinerja yang sehat. Sekolah yang sehat adalah sekolah yang memiliki
kemampuan untuk memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-
kelemahan yang dimilikinya, serta mampu melihat tantangan dan
memperhitungkan peluang yang ada. Kemampuan ini akan
melahirkan potret posisi sekolah. Dalam kondisi tersebut, sekolah
akan mampu mengembangkan visinya, merumuskan program-
program stratejik, mengembangkan cara-cara yang tepat untuk
melaksanakannya disertai pengendalian yang berfungsi diagnostik
dan evaluatif. Oleh karena itu pemberdayaan SDM merupakan bagian
dari budaya manajemen stratejik. Pemberdayaan SDM dapat
meningkatkan kinerja sekolah, kesehatan sekolah, efisiensi, dan
percepatan pengembangan sekolah.

4. Bentuk-bentuk Pemberdayaan SDM


Pertama, membudayakan praktek manajemen stratejik. Analisis
lingkungan internal sekolah (kekuatan dan kelemahan) dan analisis
lingkungan external (tantangan dan peluang) yang dilakukan dengan
benar memungkinkan diketahuinya posisi lembaga pada saat ini.
Dengan cara demikian dengan sendirinya dapat diketahui kondisi-
kondisi SDM saat ini dihubungkan dengan dukungannya terhadap
program-program yang akan dikembangkan di masa depan.

106
Kedua, menyusun program-program berdasarkan hasil “need
assessment”, di mana dapat diketahui kegiatan-kegiatan mana yang
perlu ditetapkan untuk meningkatkan kinerja lembaga. Dengan cara
seperti ini kebutuhan sumber pendukung seperti biaya, alat/fasilitas,
dan teknologi dapat diidentifikasi dan disusun lebih teliti. Tata kerja
seperti itu pada dasarnya mensejalankan antara “programming” dan
“resourcing”.
Ketiga, Merumuskan spesifikasi pelayanan yang ada, dan
menterjemahkannya kepada tuntutan SDM. Cara seperti ini
memungkinkan dilakukannya “human resource sharing” di antara unit-
unit kerja yang ada. Dalam pelaksanaannya diperlukan koordinasi dan
kerjasama. Kesamaan visi di antara pimpinan unit-unit kerja sangat
diperlukan untuk menghindari adanya kultus kepentingan. Sekolah
sebagai sistem terdiri dari berbagai komponen/bagian yang saling
berkaitan. Siatem hanya akan berfungsi secara efektif apabila di
antara masing-masing unsur dapat saling membangun sinerjik yang
harmonis, termasuk dalam resource sharing.”
Keempat, Meningkatkan tingkat kepuasan tenaga pendidik dan
kependidikan. Cara seperti ini diwujudkan melalui penciptaan budaya
kerja yang melahirkan sistem pengawasan suportif, evaluasi kinerja
yang obyektif bagi pengembangan karir dan renumerasi, penciptaan
mutu lingkungan kerja yang kondusif, sistem “reward and funishment”
yang diterapkan secara konsisten, dan kegiaqtan swejenisnya.
Kelima, melakukan audit kinerja. Audit kinerja dapat dilakukan
oleh pimpinan masing-masing unit kerja. Audit dapat dilakukan pada
kinerja individual, kelompok yang mengerjakan satuan tugas, dan unit
kerja secara utuh. Hal ini dapat dilakukan apabila deskripsi tugas dan
target-target pencapaiannya dirumuskan dengan jelas.

107
Keenam, mempraktekan gugus kendali mutu untuk meningkatkan
tanggung jawab bersama dan rasa memiliki di antara anggota
sekolah. Praktek ini dimungkinkan apabila gagasan pengendalian
mutu menyeluruh difahami, di mana tenaga pendidik dan
kependidikan telah terbiasa mengidentifikasi masalah yang
dihadapinya dan terlibat dalam memecahkan persoalan tersebut.
Kegiatan yang banyak dilakukan untuk memberdayakan tenaga
pendidik dan kependidikan adalah melalui pendidikan dan pelatihan
(pelatihan dan pengembangan) yang kan dibahas dalam bagian
khusus di bawah ini.

D. Model Pengembangan Guru


Banyak cara yang dilakukan oleh guru untuk menyesuaikan
dengan perubahan, baik itu secara perorangan, kelompok, atau dalam
satu sistem yang diatur oleh lembaga. Mulyasa (2003:43)
menyebutkan bahwa pengembangan guru dapat dilakukan dengan
cara on the job training dan in service training. Sementara Castetter
menyampaikan lima model pengembangan untuk guru seperti pada
tabel berikut:
Tabel 5.1
Model Pengembangan Guru

Model Pengembangan Guru Keterangan


Individual Guided Staff Para guru dapat menilai kebutuhan belajar
Development mereka dan mampu belajar aktif serta
(Pengembangan Guru yang mengarahkan diri sendiri. Para guru harus
Dipadu secara Individual) dimotivasi saat menyeleksi tujuan belajar
berdasar penilaian personil dari kebutuhan
mereka.
Observation/Assessment Observasi dan penilaian dari instruksi
(Observasi atau Penilaian) menyediakan guru dengan data yang dapat
direfleksikan dan dianalisis untuk tujuan

108
Model Pengembangan Guru Keterangan
peningkatan belajar siswa. Refleksi oleh guru
pada prakteknya dapat ditingkatkan oleh
observasi lainnya.
Involvement in a development/ Pembelajaran orang dewasa lebih efektif
Improvement Process ketika mereka perlu untuk mengetahui atau
(keterlibatan dalam Suatu Proses perlu memecahkan suatu masalah. Guru
Pengembangan/Peningkatan) perlu untuk memperoleh pengetahuan atau
keterampilan melalui keterlibatan pada
proses peningkatan sekolah atau
pengembangan kurikulum.
Training (Pelatihan) Ada teknik-teknik dan perilaku-perilaku yang
pantas untuk ditiru guru dalam kelas. Guru-
guru dapat merubah perilaku mereka dan
belajar meniru perilaku dalam kelas mereka.
Inquiry (Pemeriksaan) Pengembangan profesional adalah studi
kerjasama oleh para guru sendiri untuk
permasalahan dan isu yang timbul dari usaha
untuk membuat praktek mereka konsisten
dengan nilai-nilai bidang pendidikan.

Dari kelima model pengembangan guru di atas, model ”training”


merupakan model pengembangan yang banyak dilakukan oleh
lembaga pendidikan swasta. Pada lembaga pendidikan, cara yang
populer untuk pengembangan kemampuan profesional guru adalah
dengan melakukan penataran (in service training) baik dalam rangka
penyegaran (refreshing) maupun peningkatan kemampuan (up-
grading). Cara lain baik dilakukan sendiri-sendiri (informal) atau
bersama-sama, seperti: on the job training, workshop, seminar,
diskusi panel, rapat-rapat, simposium, konferensi, dsb.
Inovasi dalam pendidikan juga berdampak pada pengembangan
guru. Beberapa model pengembangan guru sengaja dirancang untuk
menghadapi pembaharuan pendidikan. Candall mengemukakan
model-model efektif pengembangan kemampuan profesional guru,

109
yaitu: model mentoring, model ilmu terapan atau model ”dari teori ke
praktek”, dan model inquiry atau model reflektif. Model mentoring
adalah model dimana berpengalaman merilis pengetahuannya atau
melakukan aktivitas mentor pada guru yang kurang berpengalaman.
Model ilmu terapan berupa perpaduan antara hasil-hasil riset yang
relevan dengan kebutuhan-kebutuhan praktis. Model inquiry yaitu
pendekatan yang berbasis pada guru-guru, para guru harus aktif
menjadi peneliti, seperti membaca, bertukar pendapat, melakukan
observasi, melakukan analisis kritis, dan merefleksikan pengalaman
praktis mereka sekaligus meningkatkannya.
Sedangkan menurut Soetjipto dan Kosasi (2004:54),
pengembangan sikap profesional ini dapat dilakukan selama dalam
pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas (dalam jabatan).

1. Pengembangan profesional selama pendidikan prajabatan.


Dalam pendidikan prajabatan, calon guru didik dalam berbagai
pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang diperlukan dalam tenaga
pendidik dan kependidikanannya nanti. Karena tugasnya yang bersifat
unik, guru selalu jadi panutan bagi siswanya, dan bahkan bagi
masyarakat sekelilingnya. Oleh sebab itu, bagaimana guru bersikap
terhadap tenaga pendidik dan kependidikanan dan jabatannya selalu
menjadi perhatian siswa dan masyarakat.
Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja,
tetapi harus dibina sejak calon guru memulai pendidikannya di
lembaga pendidikan guru. Berbagai usaha dan latihan, contoh-contoh
dan aplikasi penerapan ilmu, keterampilan dan bahkan sikap
profesional dirancang dan dilaksanakan selama calon guru berada
dalam pendidikan prajabatan. Sering juga pembentukan sikap tertentu

110
terjadi sebagai hasil sampingan (by product) dari pengetahuan yang
diperoleh calon guru. Sikap teliti dan disiplin, misalnya dapat
terbentuk sebagai hasil sampingan dari hasil belajar matematika yang
benar, karena belajar matematika selalu menuntut ketelitian dan
kedisiplinan penggunaan aturan dan prosedur yang telah ditentukan.
Sementara itu tentu saja pembentukan sikap dapat diberikan dengan
memberikan pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan khusus
yang direncanakan, sebagaimana halnya mempelajari Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang diberikan kepada
seluruh siswa sejak dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.

2. Pengembangan profesional selama dalam jabatan


Pengembangan sikap profesional tidak terhenti apabila calon guru
selesai mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang
dapat dilakukan dalam rangka peningkatan sikap profesional
keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai guru. Seperti telah
disebut, peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara formal melalui
kegiatan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan
ilmiah lainnya, ataupun secara informal melalui media massa televisi,
radio, koran, dan majalah maupun publikasi lainnya. Kegiatan ini
selain dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, sekaligus
dapat juga meningkatkan sikap profesional keguruan.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen
Pendidikan Nasional (2005) menyebutkan beberapa alternatif
Program Pengembangan Profesionalisme Guru, sebagai berikut:

111
a. Program Peningkatan Kualifikasi Pendidikan Guru
Sesuai dengan peraturan yang berlaku bahwa kualifikasi
pendidikan guru adalah minimal S1 dari program keguruan, maka
masih ada guru-guru yang belum memenuhi ketentuan tersebut. Oleh
karenanya program ini diperuntukkan bagi guru yang belum memiliki
kualifikasi pendidikan minimal S1 untuk mengikuti pendidikan S1 atau
S2 pendidikan keguruan. Program ini berupa program kelanjutan studi
dalam bentuk tugas belajar.

b. Program Penyetaraan dan Sertifikasi


Program ini diperuntukkan bagi guru yang mengajar tidak sesuai
dengan latar belakang pendidikannya atau bukan berasal dari
program pendidikan keguruan. Keadaan ini terjadi karena sekolah
mengalami keterbatasan atau kelebihan guru mata pelajaran tertentu.
Sering terjadi kualifikasi pendidikan mereka lebih tinggi dari kualifikasi
yang dituntut namun tidak sesuai, misalnya berijazah S1 tetapi bukan
kependidikan. Mereka bisa mengikuti program penyetaraan atau
sertifikasi.

c. Program Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi


Guru yang memenuhi kualifikasi pendidikan saja belum cukup,
diperlukan pelatihan guna meningkatkan profesionalismenya.
Program pelatihan yang diusulkan adalah pelatihan yang sesuai
dengan kebutuhan guru, yaitu mengacu kepada tuntutan kompetensi.
Selama ini pelaksanaan pelatihan bersifat parsial dan pengembangan
materi seringkali tumpang tindih, menghabiskan banyak waktu tenaga
dan biaya dan kurang efisien. Tidak jarang dalam satu tahun seorang
guru mengikuti tiga jenis pelatihan sehingga mengganggu kegiatan

112
PBM, sebaliknya tidak sedikit guru yang pernah mengikuti pelatihan
sekalipun dalam satu tahun.
Oleh karenanya pelatihan yang diusulkan adalah Pelatihan
Terintegrasi Berbasis Kompetensi (PTBK) yaitu pelatihan yang
mengacu pada kompetensi yang akan dicapai dan diperlukan oleh
peserta didik, sehingga isi/materi pelatihan yang akan dilatihkan
merupakan gabungan/integrasi bidang-bidang ilmu sumber bahan
pelatihan yang secara utuh diperlukan untuk mencapai kompetensi
(Depdiknas, 2002: 4). Kompetensi yang diharapkan oleh guru
mencakup:
1) Memiliki pemahaman landasan dan wawasan pendidikan,
terutama yang terkait dengan bidang tugasnya.
2) Menguasai materi pelajaran, minimal sesuai dengan cakupan
materi yang tercantum dalam profil kompetensi.
3) Menguasai pengelolaan pembelajaran sesuai karakteristik
materi pelajaran.
4) Menguasai evaluasi hasil belajar dan pembelajaran sesuai
dengan karakteristik mata pelajaran.
5) Memiliki wawasan profesi serta kepribadian sebagai guru.

d. Program Supervisi Pendidikan


Dalam praktek pembelajaran di kelas masih sering ditemui guru-
guru yang ditingkatkan profesionalismenya dalam proses belajar
mengajarnya. Sering ada persepsi yang salah atau kurang tepat di
mana tugas supervisor sering dimaknai sebagi tugas untuk mencari
kesalahan atau untuk mengadili guru, padahal tujuannya untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses belajar mengajar. Ciri

113
utama supervisi adalah perubahan dalam ke arah yang lebih baik,
positif proses belajar mengajar lebih efektif dan efisien.
Dilingkungan sekolah, supervisi mempunyai peranan cukup
strategis dalam meningkatkan prestasi kerja guru, yang pada
gilirannya akan meningkatkan prestasi sekolah. Dengan demikian
kualitas peranan supervisi di lingkungan sekolah akan dapat
meningkatkan profesionalisme guru yang selanjutnya dapat
berdampak positif terhadap prestasi sekolah.

e. Program Pemberdayaan MGMP (Musyawarah Guru Mata


Pelajaran)
MGMP adalah suatu forum atau wadah kegiatan profesional guru
mata pelajaran sejenis di sanggar maupun di masing-masing sekolah
yang terdiri dari dua unsur yaitu musyawarah dan guru mata
pelajaran. Guru mata pelajaran adalah guru SMP dan SMA Negeri
atau Swasta yang mengasuh dan bertanggung jawab dalam
mengelola mata pelajaran yang ditetapkan dalam kurikulum.
Guru bertugas mengimplementasikan kurikulum di kelas. Dalam
hal ini dituntut kerjasama yang optimal di antara para guru. Dengan
MGMP diharapkan akan meningkatkan profesionalisme guru dalam
melaksanakan pembelajaran yang bermutu sesuai kebutuhan peserta
didik. Wadah profesi ini sangat diperlukan dalam memberikan
kontribusi pada peningkatan keprofesionalan para anggotanya.

f. Simposium Guru
Selain MGMP ada forum lain yang dapat digunakan sebagai
wadah untuk saling berbagi pengalaman dalam pemecahan masalah
yang terjadi dalam proses pembelajaran yaitu simposium. Melalui

114
forum simposium guru ini diharapkan para guru menyebarluaskan
upaya-upaya kreatif dalam pemecahan masalah. Forum ini selain
sebagai media untuk sharing pengalaman juga berfungsi untuk
kompetisi antar guru, dengan menampilkan guru-guru yang
berprestasi dalam berbagai bidang, misalnya dalam penggunaan
metode pembelajaran, hasil penelitian tindakan kelas atau penulisan
karya ilmiah.

g. Program pelatihan tradisional lainnya


Berbagai program pelatihan sampai saat ini banyak dilakukan.
Bentuk-bentuk pelatihan ini sudah lama ada dan diakui cukup bernilai.
Walaupun disadari bahwa seringkali berbagai bentuk kursus/pelatihan
tradisional ini seringkali tidak dapat memenuhi kebutuhan praktis dari
tenaga pendidik dan kependidikanan guru. Oleh karena itu, suatu
kombinasi antara materi akademis dengan pengalaman lapangan
akan sangat efektif untuk pengembangan kursus/pelatihan tradisional
ini. Pelatihan ini pada umumnya mengacu pada satu aspek khusus
yang sifatnya aktual dan penting untuk diketahui oleh para guru,
misalnya: CTL, KTSP, Penelitian Tindakan Kelas, Penulisan Karya
Ilmiah, dan sebagainya.

h. Membaca dan menulis jurnal atau karya ilmiah


Sebagaimana diketahui bahwa jurnal atau bentuk makalah ilmiah
lainnya secara berkesinambungan diproduksi oleh individual
pengarang, lembaga pendidikan maupun lembaga-lembaga lain.
Jurnal atau bentuk karya ilmiah lainnya tersebut tersebar dan dapat
ditemui diberbagai pusat sumber belajar (perpustakaan, internet, dan
sebagainya). Walaupun artikel dalam jurnal cenderung singkat, tetapi

115
dapat mengarahkan pembacanya kepada konsep-konsep baru dan
pandangan untuk menuju kepada perencanaan dan penelitian baru. Ia
juga memiliki kolom berita yang berkaitan dengan pertemuan,
pameran, seminar, program pendidikan, dan sebagainya yang
mungkin menarik bagi guru.
Dengan membaca dan memahami isi jurnal atau makalah ilmiah
lainnya dalam bidang pendidikan guru dapat mengembangkan
profesionalismenya. Selanjutnya dengan meningkatnya pengetahuan
seiring dengan bertambahnya pengalaman, guru diharapkan dapat
membangun konsep baru, keterampilan khusus dan alat/media
belajar yang dapat memberikan kontribusi dalam melaksanakan
tugasnya.

i. Berpartisipasi dalam Pertemuan Ilmiah


Kegiatan ini dapat dilakukan oleh masing-masing guru secara
mandiri. Yang diperlukan adalah bagaimana memotivasi dirinya
sendiri untuk berpartisipasi dalam berbagai pertemuan ilmiah.
Konferensi atau pertemuan ilmiah memberikan makna penting untuk
menjaga kemutakhiran hal-hal yang berkaitan dengan profesi guru.
Tujuan utama kebanyakan konferensi atau pertemuan ilmiah adalah
menyajikan berbagai informasi dan inovasi terbaru di dalam suatu
bidang tertentu.
Partisipasi guru minimal pada kegiatan konferensi atau pertemuan
ilmiah setiap tahun akan memberikan kontribusi yang berharga dalam
membangun profesionalisme guru dalam melaksanakan tanggung
jawabnya. Penyampaian makalah utama, kegiatan diskusi kelompok
kecil, pameran ilmiah, pertemuan informal untuk bertukar pikiran atau

116
ide-ide baru, dan sebagainya saling berintegrasi untuk memberikan
kesempatan pada guru untuk tumbuh sebagai seorang profesional.

j. Melakukan penelitian (khususnya Penelitian Tindakan Kelas)


Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang merupakan studi sistematik
yang dilakukan guru melalui kerjasama atau tidak dengan ahli
pendidikan dalam rangka merefleksikan dan sekaligus meningkatkan
praktik pembelajaran secara terus menerus juga merupakan startegi
yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme guru. Berbagai kajian
yang bersifat reflektif oleh guru yang dilakukan untuk meningkatkan
kemantapan rasional, memperdalam pemahaman terhadap tindakan
yang dilakukan dalam melaksanakan tugasnya, dan memperbaiki
kondisi dimana praktik pembelajaran berlangsung akan bermanfaat
sebagai inovasi pendidikan.

k. Magang
Magang ini dilakukan bagi para guru pemula. Bentuk pelatihan
pre-service atau in-service bagi guru junior untuk secara gradual
menjadi guru profesional melalui proses magang di kelas tertentu
dengan bimbingan guru bidang studi tertentu. Berbeda dengan
pendekatan pelatihan yang konvensional, fokus pelatihan magang ini
adalah kombinasi antara materi akademis dengan suatu pengalaman
lapangan di bawah supervisi guru yang senior dan berpengalaman
(guru yang lebih profesional).

l. Mengikuti berita aktual dari media pemberitaan


Pemilihan yang hati-hati program radio dan televisi, dan sering
membaca surat kabar juga akan meningkatkan pengetahuan guru

117
mengenai pengembangan mutakhir dari proses pendidikan. Berbagai
bentuk media tersebut seringkali memuat artikel-artikel maupun
program-program yang berkaitan dengan berbagai isu atau
penemuan terkini mengenai pendidikan yang disampaikan dan
dibahaas secara mendalam oleh para ahli pendidikan. Oleh karena
itu, penggunaan media pemberitaan secara selektif yang terkait
dengan bidang yang ditekuni guru akan dapat membantu proses
peningkatan profesionalisme guru.

m. Berpartisipasi dan Aktif dalam Sekolah Profesi


Ikut serta menjadi anggota sekolah/komunitas profesional juga
akan meningkatkan profesionalisme seorang guru. Sekolah/komunitas
profesional biasanya akan melayani anggotanya untuk selalu
mengembangkan dan memelihara profesionalismenya dengan
membangun hubungan yang errat dengan masyarakat (swasta,
industri, dan sebagainya). Dalam hal ini yang terpenting adalah guru
harus pandai memilih suatu bentuk sekolah profesional yang dapat
memberi manfaat utuh bagi dirinya melalui bentuk investasi waktu dan
tenaga.

n. Menggalang Kerjasama dengan Teman Sejawat


Kerjasama dengan teman seprofesi sangat menguntungkan bagi
pengembangan profesionalisme guru. Banyak hal dapat dipecahkan
dan dilakukan berkat kerjasama, seperti: penelitian tindakan kelas,
berpartisipasi dalam kegiatan ilmiah, dan kegiatan-kegiatan
profesional lainnya.
Pertemuan secara formal maupun informal untuk mendiskusikan
berbagai isu atau permasalahan pendidikan termasuk kerjasama

118
dalam berbagai kegiatan lain (misalnya merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi program-program sekolah) dengan
kepala sekolah, orang tua peserta didik (komite sekolah), Tenaga
pendidk dan Kependidikan lain yang profesional dapat membantu
guru dalam memutakhirkan pengetahuannya. Berpartisipasi dalam
berbagai kegiatan tersebut dapat menjaga keaktifan pikiran dan
membuka wawasan yang memungkinkan guru untuk terus
mendapatkannya. Semakin guru terlibat dalam perolehan informasi,
maka guru semakin merasa akuntabel, dan semakin guru merasakan
akuntabel maka ia semakin termotivasi untuk mengembangkan
dirinya. Disamping itu mengunjungi profesional lainnya di luar sekolah
merupakan metode yang sangat berharga untuk memeproleh
informasi terkini dalam rangka proses pengembangan profesional
guru.

E. Tantangan Profesionalisasi Guru


Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan beratnya tantangan
yang dihadapi oleh profesi keguruan dalam usaha untuk
meningkatkan kewibawaannya di mata masyarakat seperti yang
dikemukan oleh Dedi Supriadi, (1999:104-106) sebagai berikut:
Pertama, berkenaan dengan definisi profesi keguruan, masih ada
kekurangjelasan tentang definisi profesi keguruan, bidang garapannya
yang khas, dan tingkat keahlian yang dituntut dari pemegang profesi
ini. Profesi keguruan berbeda misalnya dengan profesi kedokteran
yang bidang tugas dan tingkat keahlian yang dituntutnya oleh profesi
telah begitu jelas serta dirinci sedemikian rupa.
Kedua, kenyataan yang terjadi sepanjang sejarah profesi
keguruan menunjukkan bahwa desakan kebutuhan masyarakat dan

119
sekolah akan guru, maka profesi ini tidak cukup terlindungi dari
terjadinya ”gangguan” dari luar. Di masa lalu bahkan hingga dewasa
ini, ada kesan bahwa siapapun boleh berdiri di muka kelas untuk
mengajar tanpa mempedulikan latar belakang dan tingkat
pendidikannya. Di zaman kemerdekaan, asal seseorang bisa menulis,
membaca, dan berhitung dan mau membagikan kemauannya kepada
orang lain, dapat langsung berdiri di muka kelas.
Sekalipun hal tersebut sekarang sudah banyak berkurang,
pengaruh dari masa lalu itu masih terasa hingga sekarang. Di
samping itu, kualifikasi pendidikan guru kita amat beragam, mulai
hanya lulusan SLTP hingga S-3. Dapat dibayangkan betapa sulitnya
menarik suatu generalisasi utuh tentang tingkat profesionalisme guru.
Sekali lagi, bandingkan misalnya dengan profesi kedokteran yang
anggotanya hanya terdiri atas dokter dengan kualifikasi pendidikan
yang jelas dan seragam.
Ketiga, penambahan jumlah guru secara besar-besaran membuat
sulitnya standar mutu guru dikendalikan dan dijaga. Hal ini terjadi
hampir pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Akibatnya, ada
anggapan seakan-akan tidak ada relevansinya untuk berbicara
tentang profesionalisme guru di tengah mendesaknya kebutuhan
akan guru dalam jumlah besar.
Keempat, PGRI sendiri cenderung bergerak di ”pertengahan”
antara pemerintah dan guru-guru. PGRI belum banyak aktif
melakukan kegiatan-kegiatan yang secara sistematis dan langsung
berkaitan dengan peningkatan proefsionalisme guru; misalnya melalui
penerbitan profesional dan kegiatan ilmiah lainnya. Kurangnya dana,
langkanya tenaga profesional dan potensi ”pasar” untuk

120
mengkonsumsi penerbitan profesional, menjadi sebab sulitnya PGRI
bergerak ke arah itu.
Hal serupa juga berlaku dalam upaya memperjuangkan nasib
para guru. Diakui bahwa pada beberapa tahun terakhir PGRI makin
aktif menyuarakan aspirasi guru, namun secara umum tidak
berlebihan bila dikatakan bahwa PGRI masih harus berbuat banyak
untuk menjadi penyalur dan penyambung lidah para guru dalam
menyampaikan aspirasinya untuk perbaikan statusnya.
Baik sebagai wahana untuk meningkatkan profesionalisme
maupun untuk memperjuangkan nasib guru, PGRI memang masih
sebelum ”secanggih” sekolah serupa di negara lain. Misalnya, NEA
(National Educational Association) di AS benar-benar aktif melakukan
pembinaan terhadap profesionalisme guru; sedangkan AFT
(American Federation of Teacher) lebih berurusan dengan upaya
memperjuangkan hak-hak guru. Guru-guru yang kurang puas dengan
kondisi kerja banyak bergabung dengan AFT. Di Inggris, NUT
(National Teachers Union) merupakan kekuatan yang ampuh baik
sebagai sarana untuk pembinaan profesionalisme guru maupun
dalam mempengaruhi opini publik tentang pendidikan dan guru.
Kelima, tuntutan dan harapan masyarakat yang terus meningkat
dan berubah membuat guru makin ditantang. Perubahan yang terjadi
dalam masyarakat melahirkan tuntutan-tuntutan baru terhadap peran
(role expectation) yang seharusnya dimainkan oleh guru. Akibatnya,
setiap penambahan kemampuan guru selalu berpacu dengan
meningkatnya kemampuan dan harapan masyarakat tersebut yang
kadang-kadang lebih cepat dari kemampuan guru untuk
memenuhinya. Masalah terjadi apabila harapan atas peran guru
bertambah, sementara kemampuan guru memenuhinya terbatas.

121
Bila dimasa lalu guru menjadi sumber utama untuk menjawab
ketidaktahuan siswa, sekarang bukan lagi. Di rumah tersedia radio,
televisi, surat kabar, bahkan komputer dan internet. Tidak berlebihan
bila dikatakan bahwa – dengan pengecualian di pedesaan barisan
depan dalam irama perubahan masyarakat sebagaimana dipercayai
di masa lalu, melainkan pengikut perubahan masyarakat yang
bergerak jauh di depan mereka. Dalam situasi demikian, tidak mudah
menegakkan profesi keguruan.
Jadi, betapa peliknya problematik dan betapa beratnya tantangan
yang dihadapi profesi keguruan.

F. Implementasi Program Pengembangan Profesi Guru


Betapa bagusnyapun rumusan visi dan misi, serta lengkapnyapun
rumusan kandungan isi dengan pengelaborasiannya yang rinci dari
suatu program pendidikan (dalam arti penyiapan dan pengembangan)
keprofesian keguruan, pada akhir dan ujungnya akan tergantung
kepada bagaimana kinerja cara mengimplementasikannya dalam
proses dan situasi pendidikannya yang aktual. Hal tersebut
mengimplikasikan bahwa implementasi suatu program
pengembangan profesi dan perilaku guru itu bukanlah merupakan
sesuatu hal yang mudah, melainkan memerlukan penanganan yang
khusus dan sungguh-sungguh.
Pengembangan profesi keguruan bukan saja hanya memerlukan
dukungan program pengembangan yang bersifat luwes yang dapat
memberikan peluang setiap pengemban profesi guru itu
menempuhnya secara luwes melalui prosedur yang bersifat multi-
entry dan/atau lintas jalur jenis kategori bidang keahlian, juga paket-
paket programnya seyogianya dikembangkan secara luwes pula

122
sehingga memberikan peluang kemudahan prosedural dan juga
memberikan dorongan yang menggairahkan kepada guru untuk
melakukan upaya pengembangan keprofesiannya secara
berkelanjutan dengan cara yang bervariasi.
Abin S. Makmum (1996) menguraikan tugas, peranan,dan
tanggung jawab LPTK, pengguna jasa guru, sekolah asosiasi profesi
guru, serta guru dalam upaya mengembangkan profesi guru sebagai
berikut:

1. Tugas, Peranan dan Tanggung Jawab LPTK dan Lembaga


Lain yang Relevan
LPTK merupakan akronim dari Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan sebagai generik dari semua lembaga atau satuan
pendidikan yang bidang garapan kegiatannya bertalian dengan upaya
pengadaan atau penyiapan dan/atau pengembangan tenaga
kependidikan. Penggunaannya secara resmi di lingkungan
Depdiknas, khususnya Ditjen Dikti, dimulai dengan terbitnya dokumen
PPSPTK (1978). Sedangkan dokumen formal lebih lanjut (PP No. 38
tahun 1992) untuk maksud yang serupa menggunakan ungkapan
Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan, tanpa akronim. Yang terakhir
itu dipandang serupa dengan terdahulu berdasarkan asumsi bahwa
perkataan GURU dalam versi UNESCO/ILO mencakup semua
personel yang terlibat dalam tugas tenaga pendidik dan
kependidikanan kependidikan (Dokumen resmi Internasional Hasil
Konferensi Antar Pemerintah, termasuk Indonesia terwakili di
dalamnya, yang diselenggarakan oleh UNESCO/ILO tanggal 21
September s.d. 5 oktober 1966 di Paris).

123
Bentuk kelembagaan dari LPTK memang cukup bervariasi sesuai
dengan diversifikasi (jenis kategori bidang keahlian/tenaga pendidik
dan kependidikanan) dan stratifikasi (tingkat dan/atau jenjang
kualifikasi keahlian/kemampuan) tenaga guru yang harus disiapkan
atau dibina dan dikembangkan baik persekolahan maupun lembaga
lain. Selain bentuk kelembagaan LPTK yang bersifat persekolahan
(IKIP yang sekarang berubah menjadi universitas dengan wider
mandate-nya, STKIP, dan FKIP), sesungguhnya masih terdapat
berbagai format lainnya yang titik berat garapannya pada segi
pengembangan (keprofesian) guru. Di antaranya, terdapat BPG –
Balai Pendidikan Guru (sekarang berganti fungsi menjadi LPMP) yang
selanjutnya diasosiasikan dengan gagasan PPPG-Pusat
Pengembangan Pendidikan Guru (sekarang berganti fungsi menjadi
P4TK) dengan bidang garapannya yang secara spesifik difokuskan
kepada pengembangan kemampuan guru-guru bidang studi, sebagai
program sertifikasi.
Berdasarkan asumsi bahwa proses penyiapan (pre-service) dan
pengembangan (in-service) tenaga guru dengan segala kategorinya
seyogianya digariskan sebagi suatu kesatuan yang integral. Seperti
direkomendasikan oleh Konferensi Pendidikan Internasonal yang
diselenggarakan di Jenewa mulai 27 Agustus s.d. 4 Sepetember 1974
oleh UNESCO (Goble, 1977: 206).
Pendidikan lanjutan hendaknya merupakan bagian integral dari
proses pendidikan guru sehingga perlu ditata secara teratur bagi
semua kategori tenaga kependidikan. Prosedur hendaknya seluwes
mungkin dan dapat disesuaikan terhadap kebutuhan guru individual
maupun terhadap ciri-ciri khas setiap daerah, dengan

124
memperhitungkan perkembangan kekhususan yang berbeda dan
perluasan perkembangan ilmu pengetahuan.
Secara konseptual, kedua tahapan proses pendidikan guru
tersebut pada dasarnya tidak terlepas dari tugas dan tanggung jawab
LPTK. Dengan demikian, LPTK itu seyogianya mampu menjalankan
peranannya baik dalam pelaksanaan fungsi pendidikan prajabatan
maupun fungsi pendidikan dalam jabatan. Sebagaimana halnya
direkomendasikan pula oleh UNESCO (Goble, 1977:206).
Fungsi lembaga pendidikan guru hendaknya tidak saja diperluas
untuk memberikan pendidikan prajabatan kepada para guru,
melainkan juga memberikan banyak sumbangan bagi pendidikan
lanjutan mereka; dengan demikian, lembaga-lembaga tersebut
hendaknya memberikan pendidikan prajabatan dan pendidikan
lanjutan.

Di Indonesia, sesungguhnya gagasan UNESCO itu telah dicoba


untuk diimplementasikan dalam rangka pengembangan pola
pembaharuan sistem pendidikan tenaga kependidikan. Pengadaan
(penyiapan) tenaga kependidikan yang termasuk kategori tenaga guru
TK, SD, SL, dan juga sebagian PLS pada dasarnya merupakan tugas
dan tanggungjawab LPTK. Terdapat kemungkinan juga pendidikan
prajabatan saat itu dikonsepsikan dapat ditempuh melalui pendidikan
dalam jabatan, dengan asumsi bahwa hingga saat itu masih terdapat
sejumlah guru yang telah bertugas. Sedangkan aturan lain
menunjukkan bahwa pada dasarnya semua jenis kategori tenaga
kependidikan dari semua jenang dan/atau tingkat kelembagaan
satuan dan program pendidikan dapat menempuh program
pendidikan lanjutan baik di LPMP maupun di LPTK. Dengan catatan

125
bahwa kepada jenis dan jenjang satuan pendidikan TK itu termasuk
Raudhatul Atfhal, kepada SD itu mencakup Pondok Pesantren dan
kepada PT mencakup IAIN dan sejenisnya, baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah (negeri) maupun oleh swasta
(LSM).
Khusus bagi LPTK, dalam kedudukannya sebagi lembaga
pendidikan tinggi (telaah PP NO. 38 pasal 11-16 serta pasal 32)
secara jelas selain mengemban tugas dharma pendidikan
(menyiapkan dan mengembangkan tenaga kependidikan profesional)
itu juga harus mengemban dharma penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat sebagaimana yang berlaku bagi lembaga pendidikan
lainnya (non LPTK). Dengan demikian, secara akademis LPTK-pun
harus setaraf dengan lembaga pendidikan tinggi (universitas/institut)
lainnya, sama halnya juga sebagai pusat pembaharuan dan
pembangunan masyarakat. Dari LPTK itulah diharapkan lahirnya
IPTEK dan humaniora yang relevan dengan bidang kependidikan
sebagai sumber dan pendukung serta penunjang profesi
kependidikan

2. Tugas, Peranan dan Tanggung Jawab Pihak Pengguna Jasa


Guru
Dalam berbagai kesempatan terdahulu telah disinggung bahwa
proses pembinaan kualitas kinerja keprofesian bukanlah merupakan
hal yang bersifat tuntas (exhaustive) secara temporal (berlangsung
selama proses) dan terminal (berhenti saat berakhirnya) menempuh
suatu program pendidikan, melainkan terus berkelanjutan setelah dan
selama terjun di dalam menjalankan praktek keperofesiannya
sepanjang hayatnya asalkan selalu berupaya mengembangkan diri

126
dan menyegarkan kinerja keprofesiannya seirama dengan tuntutan
perkembangan IPTEK dan persyaratan standar bidang tenaga
pendidik dan kependidikanannya.
Atas dasar itu, maka pihak-pihak yang berkepentingan dengan
pengelolaan dan pengguna jasa para pengemban profesi itu
seyogianya memberi peluang dan dukungan bagi upaya
pengembangan kualitas kinerja kependidikan, peranan dan tanggung
jawab pihak pengelola dan pengguna jasa tenaga kependidikan itu
teramat penting mengingat bidang garapan tugas tenaga pendidik dan
kependidikanannya hingga dewasa ini cenderung lebih bersifat
pelayanan yang tersekolahkan dan terikat secara kelembagaan
(institusional) ketimbang yang bersifat pelayanan individual yang
bebas dan secara mandiri. Memang telah mulai menggejala juga,
adanya hasrat dari sementara kalangan masyarakat pengguna jasa di
bidamg kependidikan itu yang memerlukan pelayanan khusus secara
privat, namun proporsinya teramat masih terbatas dibandingkan
dengan mereka yang masih menghendaki pelayanan tersekolahkan
secara melembaga, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah
(negeri) maupun oleh masyarkat (LSM).
Siapa dan/atau lembaga apa dan yang mana saja yang dapat
diidentifikasikan sebagai pihak pengguna jasa profesi kependidikan
itu? Mengingat kegiatan tenaga pendidik dan kependidikanan
pendidikan itu dewasa ini telah dikonseptualisasikan secara
sistematik, maka unsur-unsur pihak pengguna jasa pelayanan profesi
kependidikannya juga seyogianya diidentifikasi secara sistematik.
Untuk itu, perlu ditelaah:
a. Didentifikasi dan dibedakan pihak penggunna (users) jasa
profesi guru dengan pihak penerima (beneficiaries) jasa

127
pelayanan profesi kependidikan. Mereka yang termasuk
kepada kategori pertama, ialah mereka yang terlibat dalam
pengelolaan sistem pendidikan pada tingkat mesoskopik
(institusional: pimpinan satuan pendidikan) dan pada tingkat
makroskopiknya (struktural: pimpinan organsiasi atau badan
penyelenggara satuan dan program pendidikan). Sedangkan
mereka yang termasuk kepada kategori kedua, ialah mereka
yang secara langsung menerima jasa pelayanan pendidikan
(para peserta didik yang bersnagkutan) dan mereka yang
secara tidak langsung (para orag tua, masyarakat
bisnis/industri, instansi pemerintah, dan berbagai pihak
lainnya) menunjukkan antara lain pihak pengguna terbatas di
lingkungan Depdiknas.
b. Kiranya dapat dimaklumi betapa luas dan beraneka ragamnya
pihak pengguna jasa pelayanan profesi kependidikan itu, baik
ditinjau dari segi jalur (sekolah-luar sekolah), jenjang (dasar-
menengah-tinggi) maupun penyelenggaranya (negeri-swasta).
Dalam arena yang demikian luas itulah sesungguhnya tenaga
kependidikan itu beroperasi dengan berbagai ragam keahlian
dan kekhususannya.

Dengan menggabungkan kedua kekuatan tersebut, maka secara


garis besar pihak pengguna jasa pelayanan profesi kependidikan itu
dapat diikhtisarkan secara skematik sebagai berikut:

128
Tabel 5.2 Spektrum Unsur Pengguna Jasa Profesi Kependidikan
Dalam Kerangka Sistem Pendidikan Nasional

Jenjang sub- Status sub-sistem


sistem Negeri Swasta
Nasional Departemen dengan Pusat/pucuk sekolah/ Lembaga
unit-unit utama dan penyelenggara Pendidikan (LSM)
perangkatnya dengan perangkatnya
Regional Dinas dengan unit Perwakilan/cabang sekolah LSM
dan perangkatnya penyelenggara pendidikan dengan
perangkatnya
Institusional Sekolah, Sekolah, institut/universitas,
institut/universitas. balai/pusat diklat dengan unit-
Balai/Pusdiklat unitnya
dengan unit-unitnya
Operasional Program Studi, Program Studi, program Diklat, dsb.
Program Diklat, dsb
Sumber: Abin Syamsuddin Makmun, (1996:8)

Setiap tingkat dan jenis kategori pengguna, termasuk penerima,


jasa pelayanan tenaga kependidikan sudah barang tentu tugas,
peranan dan tanggungjawabnya dapat bervariasi dalam kontribusinya
untuk terselenggaranya pengembangan profesi dan prilaku tenaga
kependidikan termaksud.
Para pengelola sistem pendidikan secara struktural mulai dari
tingkat puncaknya (nasional, pusat) sampai kepada tingkat paling
bawah (birokrasi/pengurus cabang dan/atau rantingnya) baik instansi
pemerintah maupuan swasta, dalam posisinya sebagai
penyelenggara dan bahkan sekaligus juga sebagai pemilik dari
satuan-satuan dan program-program pendidikan yang bersangkutan,
sudah barang tentu seyogianya memiliki tugas, peranan, dan
tanggung jawab yang sangat besar dan luas atas upaya
pengembangan profesi dan prilaku tenaga kependidikan.
Sebagaimana dinyatakan dalam PP No. 38 tahun 1992 pasal 29:

129
Pengelola sistem pendidikan nasional bertanggung jawab atas
kebijaksanaan nasional berkenaan dengan sistem
pengembangan profesional tenaga kependidikan pada setiap
cabang ilmu pengetahuan.

Demikian juga UNESCO (Goble, 1977:207) merekomendasikan:


Pemantapan pendidikan guru lanjutan (continuing and inservice
education and training) yang diperlukan di semua
(jenjang/tingkatan) sistem, sejak pendidikan primer (di jenjang
dasar) hingga pendidikan tersier (di jenjang perguruan tinggi)
termasuk juga pendidikan bagi orang dewasa, harus didukung
oleh banyak usaha pejabat yang berwenang di bidang
pendidikan usaha semacam itu mencakup analisis kuantitatif
mengenai pengadaan (penyiapan) dan kebutuhan guru (tenaga
kependidikan) di suatu negara, dan juga pelaksanaan
perencanaan nasional atau regional (wilayah/daerah) pendidikan
lanjutan bagi para guru-guru (tenaga kependidikan).

Sama halnya dengan pengelola satuan dan program pendidikan.


Merekapun mempunyai tugas, peranan, dan tanggungjawab tertentu
atas upaya pengembangan profesi tenaga kependidikan yang berada
dalam lingkup kewenangannya. Sebagaimana dinyatakan, antara lain,
dalam PP No. 38 tahun 1992 pasal 30 sebagai berikut;
Pengelola satuan pendidikan (sekolah, perguruan, SKB,
PUSDIKLAT, dsb.) bertanggungjawab atas pemberian
kesempatan kepada tenaga kependidikan yang bertugas di
satuan pendidikan yang bersangkutan untuk mengembangkan
kemampuan profesional masing-masing.

Pihak para penerima (beneficiaries) jasa pelayanan pendidikan


langsung dan/atau tidak langsung pertama, antara lain, para peserta
didik dan atau orang tua mereka. Sedangkan yang tidak langsung,
antara lain, para pemakai (yang memtenaga pendidik dan
kependidikankan para lulusan dari sesuatu satuan atau program

130
pendidikan ke dalamnya masyarakat pengusaha dan juga instansi
pemerintah). Sepanjang ketentuan yang berlaku ternyata telah diatur
pula tugas, peranan, dan tanggungjawabbya untuk berperan serta
dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional, yang
diantaranya juga mencakup aspek pengadaan dan pengembangan
sumber daya pendidikan termasuk SDM atau tenaga kependidikan.
Adapun wujud dan bentuk tugas, peranan, dan tanggungjawab
para pengguna jasa tenaga kependidikan termaksud, sesungguhnya
bukan hanya sebatas:
a. menggariskan arah kebijaksanaan tentang pengembangan
profesi tenaga kependidikan; dan/atau
b. pemberian izin kesempatan kepada tenaga kependidikan
untuk mengembangkan kemampuan profesionalnya;
melainkan juga
c. memberikan dukungan fasilitasnya yang diperlukan, baik
sarana dan prasarana maupun dana atau finansialnya yang
diperlukan bagi kepentingan pengembangan profesi tenaga
kependidikan.

Sebagaimana telah direkomendasikan oleh UNESCO (Goble,


1999: 206-207), antara lain:
Agar proses pendidikan lanjutan dapat berfungsi efektif dan dapat
dinikmati oleh guru-guru yang bertugas di daerah daerah
terpencil, penggunaan radio, televisi, dan kursus tertulis
hendaknya diperluas. Perpaduan antara kursus-kursus penuh
dalam jangka pendek dengan penggunaan program-program
yang menggunakan banyak media, yang cukup lama, termasuk
radio, televisi dan kursus-kursus tertulis dapat memechakan
secara langsung problem pendidikan jabatan yang diikuti banyak
guru.

131
Masyarakat pengguna jasa tenaga kependidikan termaksud dapat
mengsekolahkan berbagai bentuk partisipasinya seperti disebutkan di
atas itu sesuai posisi dan statusnya masing-masing. Pihak pengguna
jasa tenaga kependidikan yang terkategorikan ke dalam atau instansi
dinas pemerintahan tentu dapat menggunakan saluran-saluran
kedinasannnya dengan jalan antara lain:
a. membentuk atau mendirikan pusat-puast pengembangan
tenaga kependidikan (LPMP, P4TK)
b. membentuk dan mendorong atau menggerakkan unit-unit
kerja sama dan asosiasi profesi guru sejenis (MGBS, MGP,
KKG, KKS, dsb) untuk memacu para guru dalam saling
membantu dalam pengembangan kemampuan
profesionalnya;
c. menyediakan beasiswa untuk melanjutkan studi (di negara
yang telah maju bahkan termasuk untuk ”sabatical live”)
d. menyelenggarakan berbagai proyek kegiatan penelitian,
penulisan, seminar serta penataran dan sebagainya yang
tertuju kepada peningkatan kemampuan profesional tenaga
kependidikan.

Hal serupa dapat dilakukan juga oleh pihak masyarakat (LSM)


baik badan ataupun yayasan atau perorangan, baik yang bersifat
sosial maupun yang bersifat bisnis. Banyak peluang beasiswa (grant
atau credit) ditawarkan oleh dunia usaha atau sekolah sosial
kemasyarakatan kepada para tenaga kependidikan untuk keperluan
studi lanjut, penelitian, pengabdian dan sebagainya. Sayangnya,
aksesnya kepada para guru mengenai informasi tentang hal-hal
tersebut di Indonesia hingga dewasa ini masih amat terbatas.

132
3. Tugas, Peranan dan Tanggung Jawab Sekolah Asosiasi
Profesi Guru
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa terbentuknya
suatu sekolah asosiasi profesi itu merupakan salah satu syarat bagi
pengakuan keberadaan suatu profesi selain lebih jauh lagi
menunjukkan keberadaan suatu sekolah asosiasi profesi itu
merupakan salah satu syarat kelengkapan penting bagi tegaknya dan
kelangsungan hidupnya suatu profesi. Dalam konteks profesi
kependidikan di Indonesia, PP No. 38 tahun 1992 pasal 61
menunjukkan:
Tenaga kependidikan dapat membentuk ikatan profesi sebagai
wadah untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan karier,
kemampuan, kewenangan profesional, martabat dan
kesejahteraan tenaga kependidikan.

Adapun wujud wadah ikatan profesi tenaga kependidikan


termaksud secara umum dan formal model dan bentuknya telah
didiskusikan pada bab terdahulu. Ada yang bersifat generik
(mencakup semua jenis kategori tenaga kependidikan) dan ada yang
bersifat spesifik (berkenaan dengan salah satu jenis dan strata
kependidikan tertentu), secara internasional, telah dikenal sejumlah
sekolah asosiasi (ikatan, himpunan, persatuan, dsb.) tenaga guru
yang bersifat spesifik.
Di Indonesia, perkembangan dan realitasnya agak berbeda dari
kecenderungan yang berlaku umum secara internasional. Sudah
barang tentu sesuai dengan kondisi obyektif dan budaya politik
kesekolahan yang berlaku di negeri ini. Di masa yang lampau (saat-
saat kelahiran sekolah guru yang telah menempatkan posisinya

133
sebagai sekolah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia), telah
disepakati hanya ada satu sekolah guru secara manunggal yang
diidentifikasikan sebagai PGRI. Sayangnya, sekolah asosiasi profesi
guru ini nampaknya seperti kurang mengindahkan segi-segi
kekhususan yang ditekuni para anggotanya. Kiprahnya nampak
cenderung bersifat global kejuangan politik secara nasional, sehingga
identitas khas sebagai sekolah asosiasi keprofesiannya di bidang
pendidikan nyaris tidak menonjol.
Sesungguhnya, terdapat berbagai sekolah asosiasi di luar PGRI
yang bertalian dengan kegiatan atau permasalahan garapan yang
bertalian erat dengan bidang pendidikan, namun tidak ada kaitan
organisatoris secara melembaga dengan PGRI. Di antaranya ialah
ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia) dengan bidang-bidang
keahliannya (ISKIN, HISAPIN, ISMAPI, HISPELBI, Himpunan Sarjana
PLS, IPS, MIPA, Teknik, Olahraga, Bahasa dan Seni, dsb.).
Selain itu, terdapat pula format asosiasi lain yang merupakan
wadah sebagai forum kebersamaan dan bertugassama dalam
berbagai kegiatan pengembangan keprofesian guru, antara lain:
MGBS (Musyawarah Guru Bidang Studi: IPA, IPS, Bahasa,
Matematika, OR, dsb.); MGP (Musyawarah Guru Pembimbing) yang
kehadirannya disponsori dan didukung oleh pihak pengguna jasa
tenaga kependidikan. Walaupun selama ini identitas sekolah asosiasi
profesi tersebut belum terdapat pembinaan secara menyeluruh dan
cenderung berjalan sendiri-sendiri.
Secara ideal, tugas dan peranan serta tanggung jawab utama dari
sekolah asosiasi profesi kependidikan itu sebagaimana terkandung
dalam muatan meningkatkan dan/atau mengembangkan:

134
- karier;
- kemampuan;
- kewenangan profesional;
- martabat, dan
- kesejahteraan

Kesemuanya itu tentu harus dijabarkan atau dielaborasikan ke


dalam berbagai bentuk kegiatan upaya atau kiprah yang nyata oleh
sekolah asosiasi profesi kependidikan yang bersangkutan, sehingga
benar-benar dapat dirasakan oleh setiap anggotanya.
Secara umum UNESCO (Goble, 1977:206) menunjukkan
kemungkinan kiprah yang seyogianya dilakukan mewujudkan tugas,
peranan dan tanggungjawab sekolah asosiasi profesi guru:
Sekolah –sekolah guru hendaknya diberi kesempatan untuk
memberikan sumbangan kepada pendidikan guru lanjutan
(pengemban profesi) dengan memprakarsai kesempatan bagi
guru untuk bertemu dan bertugassama mengatasi berbagai
problema yang sama. Konferensi, seminar dan kursus-kursus
yang diselenggarakan oleh sekolah guru dapat menjadi suatu
ukuran yang penting dalam mendorong pengembangan guru yang
dilakukan oleh (sekolah) profesi itu sendiri.

Adapun problema-problema yang harus diatasi oleh para guru


sebagaimana yang tersirat dalam pernyataan UNESCO tersebut,
sudah jelas kiranya erat berkaitan dengan keempat gugus atau
bidang garapan seperti berikut;
a. Apa program kegiatan sekolah asosiasi profesi untuk
membantu peningkatan dan pengembangan karier para
anggotanya? Ke dalamnya dapat termasuk juga jika

135
anggotanya itu ingin alih fungsi dari guru kepada non-guru
(pengelola, peneliti dan pengembang, dsb.) dan sebaliknya.
Juga termasuk kelancaran proses penanganan dan
penyelesaiannya yang justru sering terjadi permasalahan
perlukah terjalin komunikasi dengan berbagai pihak yang
berkepentingan, khususnya pihak pengguna tenaga
kependidikan.
b. Apa program kegiatan sekolah asosiasi profesi guru untuk
membantu para anggotanya dalam meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan-kemampuan profesionalnya?
c. Apa program kegiatan sekolah asosiasi profesi guru untuk
membantu para anggotanya meningkatkan kewenangan,
dalam arti peningkatan jenjang pendidikan formal
keprofesiannya? Mengembangkan LPTK? Menghimpun dana,
mencari sponsor untuk menunjang kelanjutan studi para
anggotanya.
d. Apa upaya sekolah profesi guru untuk membina martabat
profesinya? Merumuskan kode etika dan membentuk
dewan/majelis pertimbangan kode etikanya? Membina disiplin
kerja keprofesian serta mengupayakan penampilan yang
dapat meningkatkan pengakuan dan penghargaan dari
berbagai pihak berkepentingan?
e. Apa program kegiatan sekolah asosiasi profesi guru untuk
meningkatkan dan mengembangkan kesejahteraan material,
sosial, mental dan spiritual para anggotanya? Membangun
koperasi? Mengembangkan badan usaha?
Menyelenggarakan kegiatan olah raga, seni, rekreasi,
perhimpunan keagamaan dan kerohanian, dsb.?

136
Jika pertanyaan-pertanyaan di atas itu dihubungkan dengan
bentuk-bentuk sekolah asosiasi profesi guru yang telah ada di negeri
ini, pada dasarnya hampir telah banyak yang dilakukan. Akan tetapi,
seperti dikemukakan terdahulu, dalam prakteknya berjalan sendiri-
sendiri. Setiap jenis sekolah guru yang ada cenderung mempunyai
fokusnya masing-masing. Yang menonjol pada PGRI, antara lain: segi
kooperasinya. Forum MGBS, dsb. menonjol pembinaan kemampuan
profesionalnya. PGRI juga membina beberapa LPTK. Namun majelis
pertimbangan kode etika masih belum ada yang menanganinya
secara jelas, meskipun kode etikanya sudah ada.

4. Tugas, Peranan dan Tanggung Jawab Guru


Tingkat kualitas kompetensi profesi seseorang itu tergantung
kepada tingkat penguasaan kompetensi kinerja (performance
competence) sebagai ujung tombak serta tingkat kemantapan
penguasaan kompetensi kepribadian (values and attitudes
competencies) sebagai landasan dasarnya, maka implikasinya ialah
bahwa dalam upaya pengembangan profesi dan prilaku guru itu
keduanya (aspek kinerja dan kepribadian) seyogianya diindahkan
keterpaduannya secara proporsional. Lieberman (1956) menunjukkan
salah satu esensi dari suatu profesi itu adalah pengabdian (the
service to be rendered) kepada umat manusia sesuai dengan
keahliannya. Karena itu betapa pentingnya upaya pembinaan aspek
kepribadian (inklusif pembinaan sikap dan nilai) sebagai sumber dan
landasan tumbuh-kembangnya jiwa dan semangat pengabdian
termaksud. Dengan demikian, maka identitas dan jatidiri seorang
tenaga kependidikan yang profesional pada dasarnya akan ditandai
oleh tercapainya tingkat kematangan kepribadian yang mantap dalam

137
menampilkan kinerja profesinya yang prima dengan penuh semangat
pengabdian bagi kemaslahatan umat manusia sesuai dengan bidang
keahliannya.
Dalam realitasnya, pada awal kehadiran dan keterlibatan orang-
orang dalam suatu profesi, termasuk bidang keguruan, pada
umumnya datang dengan membawa pola dasar motivasi dan
kepribadian yang bervariasi, sangat mungkin di antara mereka itu
datang dengan bermotifkan ekonomis, sosial, estetis, teoritis, politis
atau religius. Kiranya sulit disangkal bahwa sesungguhnya semua
motif dasar tersebut, disadari atau tidak, akan terdapat pada setiap
insan. Akan tetapi, bagi pengemban profesi kependidikan yang
seyogianya dipupuk dan ditumbuhkan selaras dengan tuntutan tugas
bidang tenaga pendidik dan kependidikanannya, ialah motif sosial
yang berakar pada jiwa dan semangat filantropis (mencintai dan
menyanyangi sesama manusia).
Itulah sebabnya, mengapa UNESCO amat merekomendasikan
agar masalah pembinaan kepribadian guru itu harus mendapat
perhatian yang sungguh-sungguh dalam penyelenggaraan pendidikan
keguruan, baik pada fase prajabatan maupun dalam jabatannya. Di
dalam fase prajabatan, program pendidikan harus dikembangkan
yang memungkinkan dapat terjadinya proses sosialisasi yang sehat,
baik melalui kegiatan kurikuler maupun ko-kurikuler dan ekstra-
kurikulernya seperti ”student self-gouvernment activities” dan
”community services”. Sudah barang tentu harus ditunjang
kelengkapannya yang memadai, termasuk sistem asrama.
Sedangkan dalam fase pasca pendidikan prajabatan, upaya
pengembangan kepribadian dan keprofesian itu pada dasarnya akan
sangat tergantung kepada sejauh mana jiwa dan semangat “self-

138
propelling and professional growth and development” dari guru yang
bersangkutan.
Dalam realitasnya, semangat dan kesadaran untuk menumbuh-
kembangkan diri (kepribadian) dan keprofesian itu tidak selalu terjadi
dengan sendirinya (secara intrinsik), melainkan harus diciptakan iklim
yang mendorong dan ”memaksa” pengemban suatu profesi itu dari
lingkungannya (secara ekstrinsik). Itulah sebabnya baik UUSPN No.
20 tahun 2003 telah menjadikannya sebagai suatu kewajiban yang
harus dipenuhi oleh setiap guru.
Sebagai operasionalisasinya untuk mendorong dan ”memaksa”
guru agar melaksanakan kewajibannya itu ialah dengan
memperhitungkannya sebagai salah satu komponen yang menjadi
dasar kenaikan jenjang jabatan fungsionalnya dengan diberikan
angka kredit yang signifikan, baik ke dalam unsur pendidikannya,
pengembangan profesi, maupun unsur penunjangnya (SK. Menpan
No.28 tahun 1989). Meskipun berbagai ketentuan tersebut pada
dasarnya diperuntukkan bagi PNS, namun dalam prakteknya juga
dijadikan pedoman bagi penentuan angka kredit dalam rangka
menetapkan jenjang jabatan fungsional tenga kependidikan dalam
kerangka sistem pendidikan nasional.
Bagi guru yang datang dengan motif dasar intrinsik, sudah barang
tentu upaya pengembangan dirinya dan keprofesiannya itu bukan
merupakan permasalahan. Ia tinggal memilih saja alternatif mana
yang diminatinya sebagaimana disarankan, secara umum, melalui: (1)
pendidikan formal sesuai dengan jalur, jenjang dan jenis bidang
keahliannya (jika hal itu belum ditempuh sebelumnya); (2) pendidikan
non formal (sepanjang tersedia); (3) keikut-sertaan dalam berbagai
kegiatan penelitian, seminar, lokakarya, penulisan/publikasi, dsb.

139
yang relevan dengan bidang keprofesiannya; (4) belajar mandiri
dengan memanfaatkan berbagai sumber dan media (cetak dan/atau
elektronik) yang tersedia relevan dengan bidang keprofesiannya.
Berbagai kegiatan termaksud sangat boleh jadi dilakukannya juga di
lingkungan kerjanya sebagai laboratorium eksperimentasinya yang
aktual, nyata, dan pragmatis untuk menunjang kualitas kinerjanya
secara langsung.

140
BAB VI
PENGELOLAAN MUTASI DAN PROMOSI TENAGA PENDIDK
DAN KEPENDIDIKAN

A. Mutasi
1. Pengertian Mutasi
Dalam dunia ketenagakerjaan kegiatan memindahkan tenaga
pendidik dan kependidikan dari satu bagian (tempat kerja) ke bagian
lain bukanlah merupakan kegiatan yang dianggap tabu. Bahkan,
kegiatan ini dilakukan oleh manajemen tenaga pendidik dan
kependidikan untuk mengembangkan tenaga pendidik dan
kependidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Karena tidak
selamanya tenaga pendidik dan kependidikan yang ditempatkan pada
bagian tertentu akan merasa cocok dengan tenaga pendidik dan
kependidikanan maupun lingkungan kerja mereka. Mungkin hal ini
disebabkan kemampuan dan kualifikasi yang mereka miliki tidak
sesuai dengan tugas dan tenaga pendidik dan kependidikanan yang
diberikan kepadanya atau karena lingkungan tenaga pendidik dan
kependidikanan yang kurang memberikan semangat dan gairah kerja.
Sebenarnya hal itu timbul karena lemahnya manajemen tenaga
pendidik dan kependidikan dalam menempatkan tenaga pendidik dan
kependidikan pada posisi yang tepat. Namun, juga bukan merupakan
hal yang mustahil penyebab utamanya adalah lingkungan tenaga
pendidik dan kependidikanan yang tiba-tiba berubah maupun karena
pribadi tenaga pendidik dan kependidikan itu sendiri yang mengalami
perubahan. Barangkali adanya faktor imitasi maupun situasi
psikologis lainnya. Apabila terjadi gejala yang demikian, salah satu
yang dapat dijadikan bukti konkret adalah kuantitas dan kualitas kerja

141
mereka. Di samping itu, faktor lain yang mempengaruhi, misalnya
disiplin kerja, semangat, dan kegairahan kerja, kemangkiran,
pemborosan, sering terjadi kerusakan, dan sebagainya.
Tindakan yang paling tepat yang harus dilakukan manajemen
SDM adalah memindahkan tenaga pendidik dan kependidikan ke
posisi yang menurut hasil analisis tepat (sesuai) dengan kualifikasi,
kemampuan, dan keinginan tenaga pendidik dan kependidikan yang
bersangkutan. Dengan demikian, tenaga pendidik dan kependidikan
yang bersangkutan memperoleh kepuasan kerja semaksimal mungkin
dan dapat memberikan keluaran yang produktif sesuai dengan target
sekolah.
Kegiatan memindahkan tenaga pendidik dan kependidikan dari
suatu tempat kerja ke tempat kerja lain disebut mutasi. Akan tetapi,
mutasi sebenarnya tidak selamanya sama dengan pemindahan.
Mutasi meliputi kegiatan memindahkan tenaga pendidik dan
kependidikan, pengoperan tanggung jawab, pemindahan status
ketenagakerjaan, dan sejenisnya. Adapun pemindahan hanya
terbatas pada pengalihan tenaga pendidik dan kependidikan dari
suatu tempat ke tempat lain. Jadi, mutasi lebih luas ruang lingkupnya
ketimbang pemindahan. Salah satu perwujudan kegiatan mutasi
adalah pemindahan tenaga pendidik dan kependidikan dari satu
tempat kerja ke tempat kerja lain.
Berdasarkan uraian tersebut, mutasi dapat didefinisikan sebagai
kegiatan ketenaga pendidik dan kependidikanan yang berhubungan
dengan proses pemindahan fungsi, tanggung jawab, dan status
ketenagakerjaan tenaga pendidik dan kependidikan ke situasi tertentu
dengan tujuan agar tenaga pendidik dan kependidikan yang
bersangkutan memperoleh kepuasan kerja yang mendalam dan dapat

142
memberikan prestasi kerja yang semaksimal mungkin kepada
sekolah.
Proses mutasi tenaga pendidik dan kependidikan dari status
semula ke status yang lain dapat terjadi karena keinginan tenaga
pendidik dan kependidikan maupun karena kebijakan manajemen
SDM. Baik mutasi atas dasar keinginan tenaga pendidik dan
kependidikan sendiri maupun keinginan manajemen umumnya
memiliki tujuan yang pasti, yakni untuk pembinaan dan
pengembangan tenaga pendidik dan kependidikan yang menjadi
tanggung jawab manajemen seluruh hirarki sekolah. Disadari bahwa
tenaga pendidik dan kependidikan merupakan salah satu unsur
terpenting dari perusahaan ang harus dibina dan dikembangkan.
Hasrat dan keinginan tenaga pendidik dan kependidikan merasa
kurang mampu bertugas sama dengan kolega atau karena tugas dan
tenaga pendidik dan kependidikanannya kurang sesuai dengan
kualifikasi, kondisi fisik, dan keinginan yang diharapkannya.
Apabila penyebab tersebut mendasari tenaga pendidik dan
kependidikan tersebut dimutasikan, berarti tenaga pendidik dan
kependidikan diberi kesempatan untuk meningkatkan dan
mengembangkan kualitas dan kuantitas kerja mereka, sekaligus
mengembangkan dirinya untuk maju. Mutasi ketenaga pendidik dan
kependidikanan juga dapat menghilangkan rasa jenuh tenaga
pendidik dan kependidikan yang setiap saat melaksanakan tugas dan
tenaga pendidik dan kependidikanan yang itu-itu saja dan beralih
pada kondisi kerja baru. Selain itu, mutasi terjadi karena tenaga
pendidik dan kependidikan kurang mampu melaksanakan tugas dan
tenaga pendidik dan kependidikanannya. Untuk itu, ia dimutasi agar
kemampuan tenaga pendidik dan kependidikan yang bersangkutan

143
dapat berkembang. Mutasi tenaga pendidik dan kependidikan dapat
pula dimaksudkan untuk menjamin kepercayaan para tenaga pendidik
dan kependidikan bahwa manajemen memberikan perhatian yang
besar terhadap pengembangan diri maupun kompensasi yang harus
diberikan kepada tenaga pendidik dan kependidikan yang
bersangkutan.
Namun, tidak selamanya mutasi ditujukan hanya untuk
pembinaan dan pengembangan para tenaga pendidik dan
kependidikan saja. Akan tetapi, mungkin juga disebabkan oleh kondisi
lain, misalnya menggantikan tugas dan tenaga pendidik dan
kependidikanan rekan yang meninggal dunia, keluar dari tenaga
pendidik dan kependidikanan, atau karena kondisi fisik dan psikisnya
sudah tidak sesuai dengan tugas dan tenaga pendidik dan
kependidikanan tersebut. Yang jelas, proses pemindahan tersebut
terjadi pada hirarki tugas dan tenaga pendidik dan kependidikanan
maupun struktural yang sama.

2. Jenis Mutasi
Hampir seluruh kegiatan ketenaga pendidik dan kependidikanan
tidak selamanya bersumber dari manajemen tenaga pendidik dan
kependidikan, tetapi seringkali berasal dari tenaga pendidik dan
kependidikan itu sendiri. Manajemen tenaga pendidik dan
kependidikan hanyalah merupakan sumber sentral dalam
pengambilan keputusan dan penentuan segala kebijakan yang
berhubungan dengan masalah ketenaga pendidik dan
kependidikanan. Masukan gagasan banyak berasal dari para tenaga
pendidik dan kependidikan yang biasanya secara langsung
menangani tenaga pendidik dan kependidikanan operasional.

144
Kebiasaan yang secara terus-menerus berlangsung inilah yang
sering menambah khasanah pengalaman para tenaga pendidik dan
kependidikan. Dengan demikian, terpancar gagasan dan pendapat
yang banyak mambantu pengembangan perusahaan. Beberapa
gagasan pengembangan perusahaan, baik yang berhubungan
dengan pembinaan ketenaga pendidik dan kependidikanan maupun
masalah teknis operasional, segala tugas dan tenaga pendidik dan
kependidikanan disalurkan melalui saluran prosedur formal kepada
manajemen. Pertama, kepada manajemen ketenaga pendidik dan
kependidikanan sebagai sentral segala masalah ketenaga pendidik
dan kependidikanan apabila gagasan tersebut menyangkut masalah
ketenaga pendidik dan kependidikanan. Sedangkan gagasan yang
menyangkut masalah teknis operasional usaha disalurkan melalui
manejemen lini dari tenaga pendidik dan kependidikan yang
bersangkutan untuk mendapatkan kajian yang semestinya dan sesuai
dengan kemampuan yang tersedia.
Gagasan penyelenggaraan mutasi tidak selamanya berasal atas
kebijakan manajemen ketenaga pendidik dan kependidikanan saja,
tetapi seringkali berasal dari keinginan tenaga pendidik dan
kependidikan. Oleh kaena itu, mutasi dapat dibedakan atas dua
sumber, yakni mutasi atas keinginan tenaga pendidik dan
kependidikan dan mutasi atas kebijakan manajemen kelembagaan
yang diambil dan ditujukan pada hal-hal yang positif.

3. Mutasi atas Keinginan Tenaga pendidik dan kependidikan


Dalam banyak hal kadang-kadang tenaga pendidik dan
kependidikan secara spontanitas mengajukan keinginannya untuk
dipindahkan ke tempat kerja lain yang ada dalam lingkungan sekolah.

145
Berbagai alasan seringakli mereka kemukakan, misalnya tugas dan
tenaga pendidik dan kependidikanan yang saat ini mereka kerjakan
kurang sesuai dengan keinginannya, iklim kerja kurang cocok dengan
mereka, lingkungan kerja kurang menggairahkan, dan alasan-alasan
sejenisnya. Sering pula terjadi para tenaga pendidik dan kependidikan
menginginkan pindah ke tempat kerja lain, tetapi kurang memiliki
alasan yang tepat atas keinginannya tersebut.
Menurut sifatnya, keinginan mutasi tenaga pendidik dan
kependidikan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni mutasi jangka
panjang dan mutasi jangka pendek.
a. Mutasi Jangka Panjang
Tenaga pendidik dan kependidikan ingin dipindahkan ke
tempat kerja atau status ketenaga pendidik dan
kependidikanan lain dalam jangka waktu lama dan tetap
sifatnya. Kegiatan semacam ini terjadi karena ada formasi
kosong disebabkan beberapa kemungkinan, misalnya tenaga
pendidik dan kependidikan yang bersangkutan meninggal
dunia, keluar dari sekolah, dan mungkin dipromosikan pada
jabatan yang lebih tinggi, dan sebagainya.
b. Mutasi Jangka Pendek
Tenaga pendidik dan kependidikan mengajukan permohonan
kepada manajemen agar mereka dipindahkan pada posisi
ketenaga pendidik dan kependidikanan yang lain meskipun
sifatnya jangka pendek. Hal ini terjadi karena beberapa
sebab, misalnya tenaga pendidik dan kependidikan yang
biasanya baru mengikuti program pendidikan dan pelatihan,
penataran, seminar, cuti, menderita sakit, berlibur, dan

146
sejenisnya setiap saat (sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan mereka kembali pada tempat kerja mereka).

4. Mutasi Kebijakan Manajemen Ketenaga pendidik dan


kependidikanan
Mutasi karena meruapakan salah satu fungsi dari manajemen
ketenaga pendidik dan kependidikanan, kegiatan ini menuntut
keharusan untuk dijalankan. Dengan demikian, manajemen ketenaga
pendidik dan kependidikanan yang bijaksana akan selalu
memprogramkan kegiatan ini, baik dalam jangka pendek maupun
dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek biasanya diperuntukan
karena tuntutan yang mendesak, sedangkan dalam jangka panjang
sebagai masukan dalam menjaga kontinuitas produksi maupun
kontinuitas sekolah secara makro.
Menurut sifatnya sebagaimana mutasi atas dasar keinginan
tenaga pendidik dan kependidikan, mutasi atas dasar kebijakan
manajemen ketenaga pendidik dan kependidikanan ini pun dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yakni mutasi jangka panjang dan mutasi
jangka pendek.
a. Mutasi Jangka Panjang
Manajemen ketenaga pendidik dan kependidikanan
memutasikan tenaga pendidik dan kependidikan dalam jangka
tidak terbatas dan sifatnya tetap/konstan/statis untuk memikul
tugas dan tenaga pendidik dan kependidikanan yang
diberikan kepadanya. Kegiatan ini timbul karena beberapa
kemungkinan, misalnya tenaga pendidik dan kependidikan
yang biasanya memikul tugas dan tenaga pendidik dan
kependidikanan sebelumnya meninggal dunia, mengundurkan

147
diri dari sekolah, serta dipromosikan pada jabatan yang lebih
tinggi.
b. Mutasi Jangka Pendek
Manajemen ketenaga pendidik dan kependidikanan
memutasikan tenaga pendidik dan kependidikan dalam jangka
pendek, sehingga dalam batas waktu yang telah ditetapkan
mereka dikembalikan ke tempat kerja dan status ketenaga
pendidik dan kependidikanannya sebagaimana sebelumnya.
Kegiatan semacam ini timbul karena beberapa kemungkinan,
misalnya tenaga pendidik dan kependidikan yang biasanya
memikul tugas dan tenaga pendidik dan kependidikanan
sebelumnya sakit, mengikuti program pendidikan dan
pelatihan, penataran, seminar, lokakarya, berlibur, dan
sejenisnya, dan pada waktu yang telah ditetapkan kembali
bertugas sebagaimana mestinya.

Mutasi Jangka
Panjang
Keinginan
Tenaga
pendidik dan Mutasi Jangka
kependidikan Pendek
Kepuasan
MUTASI Kerja Tenaga
pendidik dan
Mutasi Jangka kependidikan
Panjang
Kebijakan
Manajemen
Mutasi Jangka
Pendek

Gambar 6.1. Kegiatan Mutasi Tenaga pendidik dan kependidikan

148
5. Sistem Mutasi dan Perubahan Angkatan Kerja
Permasalahan utama dalam mendesain sistem mutasi ialah
perubahan mendasar pada angkatan kerja. Seperti telah ditekankan
bahwa sasaran utama sistem mutasi adalah mempengaruhi perilaku
individu. Sistem mutasi harus dicocokkan dengan sifat para individu
yang bertugas dalam sekolah. Hal ini dapat dikatakan baik tentang
sistem mutasi yang merupakan sanksi maupun tentang mutasi
berdasarkan imbalan. Tugas mencocokkan sistem mutasi dengan
karakteristik angkatan kerja menjadi semakin kompleks disebabkan
oleh beberapa perubahan jangka panjang yang sedang terjadi pada
diri angkatan kerja. Tinjauan ringkas tentang perubahan yang terjadi
meliputi tingkat pendidikan di Indonesia meningkat, pengetahuan
orang semakin luas, angkatan kerja menjadi lebih heterogen,
kesadaran hak bertambah, struktur keluarga mengalami perubahan,
penerimaan orang terhadap kekuasaan primitif berkurang, serta peran
waktu luang berubah.

a. Tingkat Pendidikan di Indonesia Meningkat


Semakin banyak orang yang melanjutkan studi di perguruan tinggi
dan mendapatkan gelar sarjana dianggap sebagai salah satu cara
untuk menaikkan status dalam masyarakat. Pendidikan yang sering
diobral dapat menunjang harapan terhadap perubahan kerja
mempengaruhi manajemen dalam mengambil keputusan berdasarkan
kekuasaan tradisional.

b. Pengetahuan Orang Semakin Luas


Popularitas televisi dan alat-alat media massa lainnya telah
menambah pengetahuan dalam masyarakat kita mengenai

149
permasalahan diskriminasi, keadilan sosial, dan mobilitas ke atas.
Akibatnya, tidak sedikit tenaga pendidik dan kependidikan
memgembangkan gambaran yang lebih jelas mengenai cara bertugas
sistem pengharkatan dalam masyarakat. Pengetahuan ini secara
potensial menimbulkan lebih banyak tantangan terhadap cara
mendistribusikan kualifikasi tenaga pendidik dan kependidikan yang
tepat. Problem seperti bagaimana seharusnya keluaran kerja
dievaluasi dan berapa tarif yang layak untuk tingkat manajemen
hierarkis yang lebih tinggi sudah didiskusikan secara bebas.
Kecenderungan menunjukkan bahwa tenaga pendidik dan
kependidikan kurang menyadari bahwa dengan bertugas mereka
akan memperoleh mutasi pada posisi yang layak ketimbang
kemampuan sebelumnya. Konsepsi proses mutasi yang sama buat
dua tenaga pendidik dan kependidikan atau lebih yang sama semakin
mendapat tantangan di lingkungan organsiasi. Konsepsi proses
mutasi yang sama untuk tenaga pendidik dan kependidikan yang
sama dianggap sebagai satu alternatif yang adil bagi tenaga pendidik
dan kependidikan, baik atas dasar reward maupun sanksi terhadap
tindakan yang pernah sama-sama mereka lakukan pada waktu
sebelumnya.

c. Angkatan Kerja menjadi Lebih Heterogen


Dalam skala besar jumlah kekuatan telah menyatu dalam
menambah karakteristik heterogen dari angkatan kerja. Perundang-
undangan di bidang kesamaan hak atas kesempatan kerja dan
diskriminasi umur telah menyebabkan kaum minoritas dan wanita
lebih banyak bertugas di perusahaan. Di masa mendatang,
tampaknya pabrik-pabrik/perusahaan akan memtenaga pendidik dan

150
kependidikankan lebih banyak orang dewasa ketimbang anak-anak.
Bertambahnya kehadiran kaum wanita, anggota-amggota kelompok
minoritas, dan orang-orang berumur dalam perusahaan berarti bahwa
nilai-nilai, gaya hidup, dan keadaan keluarga para anggota
perusahaan lebih heterogen. Akibatnya, kesukaan mereka terhadap
mutasi bersifat heterogen pula.

d. Kesadaran hak Bertambah


Sejumlah kekuatan tampaknya telah menyatu dan menjadikan
tenaga pendidik dan kependidikan perorangan semakin sadar akan
haknya atas proses keputusan yang seimbang di bidang-bidang yang
penting seperti kompensasi, promosi, dan pemberhentian. Kekauatan-
kekuatan yang dapat dikenal di sini meliputi pedoman normatif yang
bersifat diskriminatif, tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan
tersedianya ahli hukum untuk menuntut perkara. Dampak yang ada
adalah para tenaga pendidik dan kependidikan semakin menunjukkan
kemampuan mereka untuk menentang keputusan perusahaan yang
mempengaruhi mereka di bidang-bidang penting.

e. Struktur Keluarga Mengalami Perubahan


Kenyataan menunjukkan bahwa semakin banyak wanita bertugas,
makin banyak individu yang menunda perkawinan dan kehamilan
sampai umur yang lebih tua, sehingga struktur keluarga berubah. Hal
ini berimplikasi terhadap kebutuhan dan keinginan yang didambakan
setiap individu. Ini berarti, golongan umur yang biasanya merasakan
kebutuhan akan keamanan, sekarang tidak lagi demikian. Dalam hal
lain berarti pendapatan dua orang menjadi pendapata satu keluarga
dan ini meningkatkan daya beli. Di samping itu, mobilitas geografis

151
dalam keluarga juga mengakibatkan struktur keluarga berubah.
Akibatnya, banyak praktek perusahaan yang tadinya dikembangkan
untuk struktur keluarga primitif saat ini menjadi kurang tepat.
f. Penerimaan Orang Terhadap Kekuasaan Primitif Berkurang
Makin banyak bukti bahwa di lembaga seseorang makin kurang
bersedia menerima keputusan, meskipun keputusan tersebut berasal
dari seseorang yang berkedudukan lebih tinggi dalam organsiasi.
Mungkin mereka mempertanyakan mengapa perintah tersebut
dikeluarkan. Mereka hanya menerima keputusan apabila didasarkan
pada pertimbangan yang rasional, objektif, dan ilmiah.

g. Peran Waktu Luang Berubah.


Waktu luang yang banyak adalah hal yang berguna bagi individu.
Suatu kombinasi dari kerja yang pendek, imbalan yang lebih tinggi,
pengembangan industri, dan waktu luang akan menghasilkan tenaga
pendidik dan kependidikanan yang memuaskan dan terjangkau.
Dampaknya adalah perusahaan menemukan tambahan pesaing
ketika mencoba menarik para tenaga pendidik dan kependidikan,
mendorong mereka bertugas, serta melibatkan dirinya dalam tenaga
pendidik dan kependidikanan.

6. Faktor Dasar Mutasi


Dalam mengadakan program mutasi, tenaga pendidik dan
kependidikan harus mempertimbangkan faktor-faktor yang dipandang
objektif dan rasional, antara lain karena kebijakan dan peraturan
pimpinan/Kepsek, prinsip the right man on the right job, untuk
meningkatkan moral kerja, sebagai media kompetisi yang rasional,
untuk promosi, mengurangi labour turnover, dan harus terkoordinasi.

152
(1) Mutasi Disebabkan Kebijakan dan Peraturan Pimpinan
Pelaksanaan mutasi tenaga pendidik dan kependidikan
berdasarkan perencanaan sebelumnya oleh sekolah menurut
kebijakan dan peraturan yang telah ditetapkan pimpinan. Mutasi
dilaksanakan secara kontinu dan berdasarkan pedoman yang berlaku.
Dasar kebijakan dan peraturan tersebut umumnya dilaksanakan
dengan maksud menjaga tingkat objektivitas yang maskimum dalam
pelaksanaan mutasi. Di lain pihak, umumnya kebijakan dan peraturan
dilaksanakan karena mutasi merupakan kewajiban yang harus
dilaksanakan. Untuk menjaga tingkat objektivitas yang maksimum
dalam pelaksanaan mutasi, pedoman normatif yang melandasi
hendaknya dituangkan secara tertulis dan dibuat secara tegas dan
jelas. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan mutasi jangan sampai
dilaksanakan sekehendak manajemen tanpa pertimbangan rasional.
Yang perlu mendapat perhatian mendalam bagi pimpinan atas
kebijakan dan peraturan yang mendasari pelaksanaan mutasi tidak
hanya harus tegas dan jelas, tetapi lebih dari itu harus dilandasi oleh
argumentasi yag rasional, objektif, dan ilmiah. Dengan kata lain,
argumentasi perlunya kebijakan dan peraturan tersebut betul-betul
memberikan keyakinan bahwa efektivitas, efisiensi, dan produktivitas
kerja para tenaga pendidik dan kependidikan dapat ditingkatkan.

(2) Mutasi Atas Dasar Prinsip The Right Man On The Right Job
Pelaksanaan seleksi tenaga pendidik dan kependidikan
dilaksanakan untuk memenuhi tuntutan atas prinsip tersebut.
Penempatannya pun hendaknya dilakukan dengan cara yang paling
menguntungkan berbagai pihak dan seobjektif mungkin. Meskipun
kenyataannya, penempatan tenaga pendidik dan kependidikan yang

153
pertama kali belum tentu menjamin sepenuhnya bahwa perusahaan
akan mendapatkan tenaga pendidik dan kependidikan tepat pada
tenaga pendidik dan kependidikanan yang tepat.
Meskipun berbagai kendala tujuan untuk menempatkan tenaga
pendidik dan kependidikan pada tenaga pendidik dan kependidikanan
yang tepat seringkali ditemui, namun untuk merealisasikan tujuan
tersebut, tidak cukup dengan program seleksi dan penempatan.
Manejemn SDM harus aktif mengadakan evaluasi secara kontinu,
sebab dengan evaluasi tersebut manajemen dapat melaksanakan
mutasi pada para tenaga pendidik dan kependidikan.
Melalui pelaksanaan mutasi manejemen SDM berusaha
memindahkan para tenaga pendidik dan kependidikan pada tenaga
pendidik dan kependidikanan lain yang seimbang dengan frekuensi
tenaga pendidik dan kependidikanan sebelumnya. Dengan mutasi,
manajemen akan mengoreksi kelemahan-kelemahan pelaksanaan
seleksi dan penempatan tenaga pendidik dan kependidikan yang
pertama kali. Harapan yang hendak dicapai dengan langkah tersebut
adalah untuk menempatkan tenaga pendidik dan kependidikan pada
tenaga pendidik dan kependidikanan yang tepat.

(3) Mutasi Sebagai Tindakan Untuk Meningkatkan Moral Kerja


Prinsip the right man on the right job bukanlah merupakan
program yang keberhasilannya abadi, karena karakter dan
kemampuan orang tidaklah stabil. Suatu tugas dan tenaga pendidik
dan kependidikanan bersifat kontinu yang diberikan kepada seorang
tenaga pendidik dan kependidikan m;ungkin dapat menimbulkan rasa
bosan sehingga berpengaruh terhadap penurunan moral kerja tenaga
pendidik dan kependidikan. Hal ini tidak mustahil terjadi pada tenaga

154
pendidik dan kependidikan yang ditempatkan pada jabatan yang
sesuai dengan keahliannya.
Dalam kondisi demikian, apabila tindakan untuk memberikan
tenaga pendidik dan kependidikanan dengan kemampuan lebih tinggi
belum mengizinkan karena beberapa pertimbangan rasional maka
salah satu teknik yang harus ditempuh adalah dengan cara
memutasikan tenaga pendidik dan kependidikan yang bersangkutan.
Akan tetapi, pelaksanaan mutasi harus mempertimbangkan risiko
yang mungkin terjadi di waktu mendatang. Jangan sampai terjadi di
tempat yang baru, bukan hanya moral kerja yang menurun, tetapi
tenaga pendidik dan kependidikanan yang baru tidak terselesaikan
karena tidak sesuai dengan kemampuan, kecakapan, dan keahlian
tenaga pendidik dan kependidikan yang bersangkutan. Oleh karena
itu, dalam pelaksanaannya perlu pertimbangan yang matang dan
cermat.

(4) Mutasi Sebagai Media Kompetisi Yang Rasional


Tanpa dorongan untuk bersaing dengan orang lain, barangkali
tidak ada gerakan manusia untuk berusaha ke arah kemajuan.
Dengan kompetisi yang rasional diharapkan kemajuan individu tenaga
pendidik dan kependidikan akan lebih cepat tercapai. Oleh karena itu,
kompetisi antar tenaga pendidik dan kependidikan dalam sekolah
harus dapat diciptakan. Salah satu cara yang harus ditempuh adalah
dengan jalan memutasikan tenaga pendidik dan kependidikan.
Dengan cara memutasikannya, berarti dalam tenaga pendidik dan
kependidikanan akan ditenaga pendidik dan kependidikankan lebih
dari seorang tenaga pendidik dan kependidikan meskipun dengan
cara bergantian. Dengan demikian, tenaga pendidik dan kependidikan

155
baru akan termotivasi untuk memiliki prestasi lebih tinggi ketimbang
tenaga pendidik dan kependidikan sebelumnya.

(5) Mutasi Sebagai Langkah Promosi


Mutasi dimaksudkan sebagai pemindahan pada jenjang horizontal
sama dengan tugas dan tenaga pendidik dan kependidikanan
sebelumnya, sedangkan promosi dimaksudkan sebagai pemilihan
pada tingkatan vertikal lebih tinggi dengan tugas dan tenaga pendidik
dan kependidikanan sebelumnya. Tenaga pendidik dan kependidikan
yang direncanakan untuk mengalami promosi memerlukan
penambahan pengalaman, pengetahuan, dan keahlian dalam bidang
kerja yang menjadi tanggung jawabnya. Untuk memperoleh
pengalaman, pengetahuan, dan keahlian pada pribadi tenaga
pendidik dan kependidikan dalam ruang lingkup yang luas, meskipun
kurang mendalam, salah satu cara yang harus ditempuh oleh
manajemen SDM adalah dengan jalan memutasikan tenaga pendidik
dan kependidikan yang bersangkutan di beberapa tenaga pendidik
dan kependidikanan yang akan menjadi tanggung jawabnya apabila
dilaksanakan promosi.
Sebagai langkah untuk promosi, selain dengan mutasi, perlu
diberikan peningkatan (upgrading) seperlunya. Dengan demikian,
mutasi yang dilakukan betul-betul akan mencapai tujuan yang
diharapkan. Hal yang perlu diperhatikan adalah penempatan tenaga
pendidik dan kependidikan yang akan dimutasikan untuk promosi.
Evaluasi sebelumnya harus dilakukan secara kontinu dan objektif,
karena jika terjadi kekeliruan akan mengurangi keberhasilan dalam
promosi.

156
(6) Mutasi Untuk Mengurangi Labour Turnover
Apabila rasa kebosanan terhadap tugas dan tenaga pendidik dan
kependidikanan yang tiap hari dipikul oleh seorang tenaga pendidik
dan kependidikan mencapai tingkat maksimum, dampak negatif atas
kondisi ini bukan hanya akan menurunkan moral kerja, tetapi lebih
dari itu dapat menimbulkan keinginan tenaga pendidik dan
kependidikan yang bersangkutan untuk keluar dari lembaga. Untuk
menanggulangi kondisi ini, apabila pelaksanaan promosi belum
memungkinkan, mutasi merupakan salah satu cara yang harus
ditempuh.
Namun beberapa lembaga mengatasi kondisi tersebut dengan
cara meningkatkan kompensasi dan kesejahteraan para tenaga
pendidik dan kependidikan. Akan tetapi tidak selamanya cara tersebut
akan menghapus kebosanan. Salah satu jalan yang tepat adalah
memutasikannya.
Tingkat labour turnover yang rendah barangkali tidak begitu
merugikan lembaga, tetapi labour turover yng tinggi dapat
mengantarkan lembaga pada kebangkrutan apabila tidak segera
ditanggulangi dengan tepat, sesuai dengan kemampuannya.

(7) Mutasi Harus Terkoordinasi


Pelaksanaan program mutasi hendaknya dilakukan secara
terkoordinasi karena mutasi yang dilakukan umumnya menyangkut
aktivitas lainnya secara berantai. Oleh sebab itu, mutasi hendaknya
dilakukan secara terkoordinasi karena mutasi adalah suatu gerak
yang berputar. Dengan begitu, nilai-nilai positif atas pelaksanaan
kegiatan tersebut tampak pada lembaga.

157
B. Promosi

1. Pengertian Promosi
Bagi banyak orang, peluang untuk menghadapi tenaga pendidik
dan kependidikanan lebih memberikan tantangan, atau untuk lebih
mengambil putusan sendiri daripada melaksanakan putusan orang
lain, sangatlah menarik. Sesungguhnya keinginan untuk mandiri
paling tidak dalam skala minimum atas kemampuan sekolah,
merupakan realisasi kematangan emosional. Jadi, kesempatan untuk
promosi sering berperan sebagi faktor pendorong yang sangat
penting. Kesempatan tersebut dapat menjawab mengapa para tenaga
pendidik dan kependidikan dengan ijazah-ijazah yang memadai
bersedia magang pada tenaga pendidik dan kependidikanan yang
sebenarnya tidak begitu mereka senangi tetapi memenuhi syarat
untuk dipromosikan. Peluang untuk promosi juga menjadi alasan
mengapa tenaga pendidik dan kependidikan muda tidak menerima
tawaran tenaga pendidik dan kependidikanan semata-mata dengan
alasan gaji permulaan yang tinggi. Mereka lebih tertarik kepada jenis
tenaga pendidik dan kependidikanan yang dapat mempromosikan
mereka dengan tingkat gaji yang paling tinggi.
Dalam dunia bisnis, promosi, terutama di tingkat awal dianggap
sebagai imbalan. Karena imbalan tersebut tentu tidak dapat diberikan
kepada setiap individu tenaga pendidik dan kependidikan maka harus
dibagikan sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan beda
pendapat. Sebagian besar sekolah yang bersifat konservatif, promosi
biasanya hanya didasarkan pada senioritas. Prinsip dasarnya siapa
pun yang paling lama bertugas di bawah pimpinan, dialah yang paling
berhak menjadi pimpinan. Jadi, promosi dianggap sebagai media

158
pembebasan dari penghambaan. Sayangnya program seleksi yang
dilaksanakan biasanya menghasilkan banyak pimpinan yang kurang
memenuhi kualifikasi. Hal ini menjadi satu sebab mengapa bertugas
di bawah mereka cenderung dipandang sebagai bentuk perbudakan.
Yang lebih penting lagi, meyeleksi pimpinan atas dasar senioritas
semata-mata menambah risiko bahwa fungsi-fungsi penting seperti
directing, controlling, dan communicating tidak akan mendapatkan
prioritas penanganan secara efektif.
Kenyataan yang janggal bahwa pimpinan adalah tenaga pendidik
dan kependidikanan bukan imbalan. Tenaga pendidik dan
kependidikanan tersebut berdampak terhadap keuntungan lembaga
yang diperlukan sebagai imbalan. Tenaga pendidik dan
kependidikanan tersebut memiliki persyaratan sendiri dan dapat
memprediksi tenaga pendidik dan kependidikan mana yang lebih
cocok. Dampak alternatif buruk dalam menyeleksi seorang pimpinan
jauh lebih menghebohkan daripada alternatif yang sama buruknya
dalam menyeleksi tenaga pendidik dan kependidikan tingkat hirarki
yang terbawah sekalipun. Hal ini terjadi karena manajemen SDM
biasanya enggan membetulkan kesalahan yang diperbuat tenaga
pendidik dan kependidikannya.
Menentukan alternatif pilihan posisi atas dasar keterampilan
bukan senioritas mengakibatkan ketidakpuasan tenaga pendidik dan
kependidikan yang lama. Hal ini merupakan dampak yang tidak
terelakan dari mengubah suatu tradisi. Akan tetapi, hal ini mungkin
juga disebabkan karena umumnya tenaga pendidik dan kependidikan
tidak menyadari bahwa tidak ada dua tenaga pendidik dan
kependidikanan yang berdekatan dalam hirarki lembaga yang begitu

159
berbeda secara fundamental seperti tenaga pendidik dan
kependidikanan pada posisi tersebut.
Apabila hal ini efektif memenuhi kebutuhan dan kalau tidak
dilaksanakan akan menimbulkan kekecewaan. Hal ini lebih
dikarenakan promosi tersebut memenuhi kriteria-kriteria berikut.
a. Tenaga pendidik dan kependidikan yang bersangkutan diberi
tanggung jawab yang lebih sulit atau lebih sulit atau lebih
besar tuntutannya.
b. Tenaga pendidik dan kependidikan tersebut mengambil
putusan-putusan tertentu tentang tenaga pendidik dan
kependidikanan yang sebelumnya dimbil oleh manajemen.

Apabila dua kriteria tersebut tidak ada yang dipenuhi, promosi


tidak lebih dari perubahan nama tenaga pendidik dan kependidikanan
dan alasan untuk memberikan kenaikan gaji kepada tenaga pendidik
dan kependidikan yang bersangkutan.
Promosi memiliki makna yang penting bagi lembaga, sebab
dengan kegiatan promosi berarti kelangsungan sekolah terjaga.
Promosi dapat diartikan sebagai proses perubahan dari satu tenaga
pendidik dan kependidikanan ke tenaga pendidik dan kependidikanan
lain dalam hierarki wewenang dan tanggung jawab yang lebih tinggi
daripada dengan wewenang dan tanggung jawab yang telah diberikan
kepada tenaga pendidik dan kependidikan pada waktu sebelumnya.
Promosi adalah proses menaikkan tenaga pendidik dan
kependidikan kepada kedudukan yang lebih bertanggung jawab.
Kenaikan tersebut tidak terbatas pada kedudukan manjerial saja,
tetapi mencakup setiap penugasan kepada tenaga pendidik dan
kependidikanan yang lebih berat atau kebebasan beroperasi tetapi
kurang kontrol. Promosi biasanya diimbangi dengan kenaikan

160
kompensasi bagi tenaga pendidik dan kependidikan yang
bersangkutan.

2. Prinsip Promosi sebagai Langkah Pembinaan Tenaga


pendidik dan kependidikan
Sekolah besar memiliki keuntungan yang jelas dibandingkan
dengan sekolah kecil dalam program promosi para tenaga pendidik
dan kependidikannya. Sekolah besar memiliki alokasi anggaran
(budget alocation) yang tinggi dalam pembinaan tenaga pendidik dan
kependidikan, dapat lebih mudah menyisihkan waktu
pimpinan/Kepsekial untuk mengikuti pelatihan dan biasanya lebih
canggih dalam memilih tenaga pendidik dan kependidikan yang akan
dipromosikan. Akan tetapi, sebenarnya sekolah kecil pun memiliki
peluang yang cukup untuk menata diri dengan alokasi terbatas,
sehingga pembinaan tenaga pendidik dan kependidikan tetap
berputar. Jadi, meskipun suatu perusahaan tidak mampu
mengadakan investasi besar-besaran untuk membina para tenaga
pendidik dan kependidikan, namun sekolah tersebut tidak perlu putus
asa untuk berusaha membina mereka.
Kualifikasi dalam pembinaan tenaga pendidik dan kependidikan
setiap sekolah sudah diketahui, dan sebagian besar akan mubazir
saja untuk mengharapkan terjadinya pembinaan tanpa mengindahkan
kualifikasi tersebut. Pada dasarnya setiap tenaga pendidik dan
kependidikan harus dibebani tenaga pendidik dan kependidikanan
yang memberikan pelajaran, dan manajemen harus diserahi untuk
memanfaatkan kesanggupan mengajar selama berlangsungnya
tenaga pendidik dan kependidikanan tersebut. Dengan kata lain,
tenaga pendidik dan kependidikan yang sedang dibina dalam rangka

161
promosi, harus siap bertindak sebagai tutor, tidak memberikan nasihat
kecuali jika diminta, tetapi siap untuk mendiskusikan baik buruknya
metode alternatif setelah hasil tindakan manajemen terealisasi.
Fungsi pelatih adalah memperluas cakrawala pandangan akan
pengalaman manajemen tersebut dengan jalan memperkenalkan
sudut-sudut yang mungkin belum memperoleh perhatian dari tenaga
pendidik dan kependidikan yang bersangkutan.
Promosi sebagai langkah pembinaan tenaga pendidik dan
kependidikan mutlak dilakukan manajemen pada setiap hirarki
sekolah. Dengan demikian, promosi dianggap sebagai kegiatan yang
telah mendapatkan prioritas perencanaan sebelumnya, bukan hanya
merupakan kegiatan yang spontanitas karena merupakan ganjaran
atas prestasi sementara tenaga pendidik dan kependidikan yang
bersangkutan.
Pembinaan tenaga pendidik dan kependidikan adalah suatu
proses yang dapat diatur dalam arti bahwa sampai batas yang wajar
dapat merencanakan, mengorgansiasikan, dan mengendalikan
sebagian besar variabel yang mempengaruhinya. Artinya, manajemen
dapat mengenali unsur-unsur yang perlu dipertimbangkan, terutama
kemampuan tenaga pendidik dan kependidikan yang bersangkutan
dalam menyelesaikan beban kerja. Lagi pula manajemen dapat
campur tangan pada waktu yang tepat untuk menjamin bahwa
prosesnya tidak terhalang. Dalam praktek, campur tangan ini
merupakan bagian yang paling rumit dari pembinaan tenaga pendidik
dan kependidikan, karena cenderung banyak konflik dengan
manajemen pada tingkat lain. Bukan merupakan suatu alternatif
pilihan, bahwa promosi harus tetap terprogram dan tatap berjalan
sesuai dengan perkembangan sekolah. Dengan demikian, para

162
tenaga pendidik dan kependidikan memiliki keyakinan tinggi bahwa
dirinya punya perhatian terhadap manajemen.

3. Penetapan Kriteria Untuk Promosi


Dalam rangka pelaksanaan program promosi bagi tenaga
pendidik dan kependidikan, perlu ditetapkan kriterianya terlebih
dahulu. Kriteria promosi hendaknya dapat dipakai sebagai standar
dalam menetapkan siapa yang berhak untuk segera dipromosikan.
Oleh karena itu, kriteria yang telah ditetapkan dapat menjamin, bahwa
tenaga pendidik dan kependidikan yang akan dipromosikan memiliki
kemampuan untuk memegang jabatan yang lebih tinggi daripada
jabatan sebelumnya.
Kriteria promosi untuk satu unit kerja sudah barang tentu tidak
bakal sama dengan unit lain. Meskipun kenyataannya dalam tenaga
pendidik dan kependidikanan sejenis tetapi kriteria yang ditetapkan
tidaklah sama. Hal ini disebabkan kemampuan yang diperlukan untuk
memegang tenaga pendidik dan kependidikanan tidaklah selalu sama
meskipun hal tersebut untuk jenis tenaga pendidik dan
kependidikanan yang hampir sejenis.
Meskipun demikian ada beberapa kriteria umum yang perlu
dipertimbangkan dalam rangka mempromosikan tenaga pendidik dan
kependidikan. Kriteria-kriteria dimaskud, antara lain senioritas,
kualifikasi pendidikan, prestasi kerja, karas dan daya cipta, tingkat
loyalitas, kejujuran, dan supelitas.
a. Senioritas. Tingkat senioritas tenaga pendidik dan
kependidikan seringkali digunakan sebagai salah satu standar
untuk kegiatan promosi. Dengan alasan lebih senior,
pengalaman yang dimiliki pun dianggap lebih banyak daripada

163
yang yunior. Dengan demikian, diharapkan tenaga pendidik
dan kependidikan yang bersangkutan memiliki kemampuan
lebih tinggi, gagasan lebih banyak, dan kemampuan
pimpinan/Kepsekial yang baik.
b. Kualifikasi Pendidikan. Saat ini, manajemen sekolah
umumnya mempunyai kriteria minimum tingkat pendidikan
tenaga pendidik dan kependidikan yang bersangkutan untuk
dapat dipromosikan pada jabatan tertentu. Alasan yang
melatarbelakanginya adalah dengan pendidikan yang lebih
tinggi diharapkan tenaga pendidik dan kependidikan memiliki
daya nalar yang tinggi terhadap prospek perkembangan
perusahaan di waktu mendatang.
c. Prestasi Kerja. Hampir semua perusahaan menjadikan
prestasi kerja yang dicapai tenaga pendidik dan
kependidikannya sebagai salah satu kriteria untuk kegiatan
promosi. Prestasi kerja yang tinggi memiliki kecenderungan
untuk memperlancar kegiatan promosi bagi tenaga pendidik
dan kependidikan yang bersangkutan, demikian pula
kecenderungan sebaliknya.
d. Karsa dan Daya Cipta. Untuk kegiatan promosi pada jenis
tenaga pendidik dan kependidikanan tertentu, barangkali
karsa dan daya cipta merupakan salah satu syarat yang tidak
perlu ditawar lagi. Hal ini disebabkan untuk jenis tenaga
pendidik dan kependidikanan tertentu sangat memerlukan
karsa dan daya cipta demi kelangsungan organsiasi. Dengan
demikian, pelaksanaan promosi bagi tenaga pendidik dan
kependidikan berdampak pada meningkatnya laba yang tinggi
daripada waktu sebelumnya.

164
e. Tingkat Loyalitas. Tingkat loyalitas tenaga pendidik dan
kependidikan terhadap sekolah seringkali menjadi salah satu
kriteria untuk kegiatan promosi. Loyalitas yang tinggi akan
berdampak pada tanggung jawab yang lebih besar.
f. Kejujuran. Khusus pada jabatan-jabatan yang berhubungan
dengan finansial, produksi, pemasaran, dan sejenisnya,
kejujuran dipandang amat penting. Hal ini dimaksudkan untuk
menjaga jangan sampai kegiatan promosi malah merugikan
sekolah, karena ketidak jujuran tenaga pendidik dan
kependidikan yang dipromosikan.
g. Supelitas. Pada jenis tenaga pendidik dan
kependidikanan/jabatan tertentu barangakli diperlukan
kepandaian bergaul, sehingga kriteria kemampuan bergaul
dengan orang lain perlu dijadikan salah satu standar untuk
promosi pada tenaga pendidik dan kependidikanan/jabatan
tersebut.

Kriteria tersebut hanya merupakan sebagian kecil saja dari sekian


kriteria yang sering terdapat pada sekolah. Sudah barang tentu masih
banyak kriteria lain yang biasanya dianut sekolah tertentu dengan
bobot kecenderungan pada tenaga pendidik dan
kependidikanan/jabatan yang bersangkutan. Makin tinggi
jabatan/tenaga pendidik dan kependidikanan makin banyak kriteria
yang diperlukan, demikian pula sebaliknya.

4. Tujuan Promosi
Hampir setiap kegiatan promosi diharapkan berdampak positif
pada sekolah. Tidak ada sekolah yang mengharapkan sekolahnya
memgalami kemunduran dan kebangkrutan. Alternatif jatuh pada

165
pilihan bagaimana melaksanakan program promosi bagi tenaga
pendidik dan kependidikannya sehingga berdampak positif pada
sekolah. Tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan promosi, antara
lain meningkatnya moral kerja, meningkatnya disiplin kerja,
terwujudnya iklim sekolah yang menggairahkan, dan meningkatnya
produktivitas kerja.
a. Meningkatnya Moral Kerja. Meskipun yang berpengaruh
terhadap meningkatnya semangat dan kegairahan kerja tidak
hanya promosi, masih banyak faktor lain yang mempengaruhi
semangat dan gairah kerja, tetapi promosi merupakan salah
satu faktor dominan yang dapat dilakukan demi terwujudnya
tujuan tersebut. Namun telah menjadi kesadaran manajemen
SDM bahwa seringkali promosi hanya dalam jangka waktu
tertentu saja mampu meningkatkan moral kerja. Dalam jangka
panjang seringkali promosi tidak memberi dampak sesuai
dengan diharapkan sekolah. Akibatnya, tindak lanjut promosi
dalam kondisi biasa-biasa saja. Tantangan bagi
manajemenlah apbaila kondisi ini timbul, sekaligus
merupakan kondisi yang perlu mendapat penanganan.
b. Meningkatnya Disiplin Kerja. Disiplin kerja merupakan kondisi
ketaatan dan keteraturan terhadap kebijakan dan pedoman
normatif yang telah digariskan manajemen yang memiliki
wewenang. Salah satu kegiatan promosi diperuntukkan guna
menjamin kondisi tersebut. Dengan disiplin yang tinggi,
tenaga pendidik dan kependidikan mampu memberikan
keluaran produktivitas kerja yang tinggi pula.
c. Terwujudnya Iklim Sekolah yang Menggairahkan. Terciptanya
iklim sekolah yang menggairahkan pada diri tenaga pendidik

166
dan kependidikan dalam suatu sekolah, merupakan salah
satu harapan dari setiap individu yang terlibat di dalamnya.
Oleh karena itu, untuk merealisasikan harapan tersebut,
alternatif yang dipilih adalah melakukan promosi bagi para
tenaga pendidik dan kependidikan yang telah memenuhi
kriteria yang telah ditetapkan, serta pedoman-pedoman yang
berlaku sehingga harmonisasi antar tenaga pendidik dan
kependidikan dapat terwujud.
d. Meningkatnya Produktivitas Kerja. Dengan menduduki
jabatan/tenaga pendidik dan kependidikanan yang lebih tinggi
daripada jabatan/tenaga pendidik dan kependidikanan
sebelumnya, diharapkan tenaga pendidik dan kependidikan
mampu meningkatkan produktivitas kerja mereka. Dengan
moral kerja, disiplin kerja yang tinggi, dan ditunjang dengan
iklim sekolah yang menggairahkan diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas kerja. Salah satu cara untuk
menunjang hal tersebut adalah diadakanya promosi bagi
tenaga pendidik dan kependidikan yang telah memiliki
kualifikasi sesuai dengan yang telah ditetapkan. Kegiatan ini
barangkali tidak perlu ditawar lagi.

5. Prosedur Pelaksanaan Promosi


Peran promosi sebagai suatu motivasi penting sekali dan
berperan vital untuk memprediksi mutu pengawasan suatu sekolah.
Meskipun banyak yang dapat dilakukan untuk membina bakat yang
ada, usaha untuk mewujudkannya memang agak mubazir. Oleh
karena itu, harus dianalisis berbagai cara bagaimana promosi tenaga
pendidik dan kependidikan dapat dilaksanakan dalam sekolah.

167
Prosedur pelaksanaan promosi yang biasa dianut sekolah, antara lain
promosi dari dalam sekolah, promosi melalui prosedur pencalonan,
dan promosi melalui prosedur seleksi.

6. Promosi dari Dalam Sekolah


Hampir merupakan suatu tradisi untuk mencari calon yang akan
menduduki jabatan pimpinan pada suatu hirarki sekolah di antara
jajaran tenaga pendidik dan kependidikan yang ada merupakan
kebiasaan umum yang tampaknya hampir membudaya. Setiap
sekolah seolah-olah mengikuti konsep tersebut, dan kebanyakan
mereka berusaha menggunakannya dengan kesungguhan.
Sebenarnya praktek ini sebagaimana aktivitas lainnya memiliki
kebaikan dan kelemahan.
1) Kebaikan mempraktekan promosi dari dalam sekolah, antara
lain:
a) Moral kerja para tenaga pendidik dan kependidikan
cenderung menurun apabila tenaga pendidik dan
kependidikan dari luar masuk ke tingkat permulaan. Oleh
karena itu, sekolah yang menganut kebijakan promosi dari
dalam menghindari masalah ini. Dengan kemampuan
sendiri, kebijakan ini tidak selalu meningkatkan moral
kerja. Akan tetapi, bersamaan dengan kebijakan lain,
kebijakan tersebut dapat menghasilkan sikap
kesetiakawanan (solidaritas) dan rasa bersatu di antara
tenaga pendidik dan kependidikan.
b) Perekrutan pada tingkat permulaan dibantu oleh
kemampuan sekolah menunjuk orang-orang yang telah
menaiki jenjang karier sejak pertama kali masuk. Hal ini

168
menarik pelamar lebih banyak dan lebih berkualitas, yang
memungkinkan sekolah mengambil tenaga pendidik dan
kependidikan yang terbaik dari tenaga pendidik dan
kependidikan yang ada.
c) Sudah barang tentu pergantian tenaga pendidik dan
kependidikan cepat atau lambat akan terjadi. Untuk itu,
kesempatan seseorang dipromosikan akan sangat baik
dan ia tidak perlu cemas terhadap kompetisi dari luar
untuk mendapatkan kedudukan yang tinggi.
2) Kelemahan mempraktekan promosi dari dalam sekolah,
antara lain:
a) Disiplin kerja cenderung lemah (misalnya praktek-eraktek
kewibawaan yang tidak tegas) apabila para pengawas
diminta untuk mengendalikan tindakan-tindakan teman
lama. Meskipun hubungan kerja mungkin menyenangkan,
namun prosedur untuk mentaati pedoman normatif yang
sudah ditetapkan mungkin akan dilaksanakan dengan
kurang meyakinkan.
b) Promosi dari dalam membatasi kelompok calon yang
dapat dipromosikan tetapi baru bertugas dibandingkan
mereka yang sudah bertugas lebih awal. Biasanya
promosi ini ditujukan untuk tenaga pendidik dan
kependidikanan yang tidak begitu sulit dibanding dengan
tenaga pendidik dan kependidikanan setelah promosi.
c) Perekrutan tenaga pendidik dan kependidikan di atas
tingkat permulaan, mungkin akan mengalami kesukaran
karena rasa takut pihak calon bahwa mereka akan
bersaing secara tak seimbang untuk mendapatkan

169
promosi dengan para tenaga pendidik dan kependidikan
yang telah memulai karier mereka di sekolah.
d) Hubungan akrab yang suduh lama terjalin cenderung
menghasilkan konsensus apakah tenaga pendidik dan
kependidikanan harus atau tak harus dikerjakan.
Kelompok cenderung berpegang teguh pada apa yang
sudah lazim dan menentang pembaruan. Hal ini secara
ekonomis akan sangat mahal apabila terjadi perubahan
teknologis yang cepat atau tekanan ekonomis.

7. Promosi Melalui Prosedur Pencalonan


Pencalonan oleh manajemen SDM adalah proses penunjang
guna mengajukan bawahan tertentu untuk dipromosikan. Tidak dapat
disangsikan bahwa prosedur ini tidak sistematis dan mudah keliru,
tetapi bagaimanapun juga proses inilah yang paling luas digunakan
dalam perusahaan untuk menyelidiki tenaga pendidik dan
kependidikan yang akan dipromosikan.
Pencalonan dalam promosi diliputi oleh mitologi. Cerita lama yang
sudah sering dibicarakan sehingga kekalahannya hanya dapat
dihubungkan dengan kebutuhan untuk mempercayainya. Bahwa
pimpinan dianugerahi kemampuan untuk menentukan potensi
seorang tenaga pendidik dan kependidikan bagi sekolah. Kenyataan
menunjukkan bahwa sebagian besar pimpinan sama tidak tahunya
tentang potensi para tenaga pendidik dan kependidikan seperti orang
lain. Artinya, mereka hanya tahu tentang apa yang mereka sukai dan
tidak mereka sukai, tidak lebih dari itu.
Suatu versi yang agak lebih canggih tentang cerita yang sama
adalah karena pimpinan berada dalam kedudukan yang terbaik untuk

170
mengenali tenaga pendidik dan kependidikanan bawahan mereka,
apakah memenuhi syarat untuk menilai implikasi tenaga pendidik dan
kependidikanan tersebut bagi promosi. Dasar pemikiran tersebut
sebagian besar tetap, tetapi konklusinya kurang logis. Memiliki
informasi saja bukanlah jaminan orang dapat membedakan yang
relevan dari yang tidak relevan.

8. Promosi Melalui Prosedur Seleksi


Prosedur lain yang ditempuh dalam rangka promosi tenaga
pendidik dan kependidikan adalah melalui proses seleksi. Biasanya
proses seleksi bagi sekolah besar menggunakan berbagai jenis ujian
psikologis untuk tujuan ini. Para calon yang akan dipromosikan
dihimpun lalu dipilih sesuai dengan kualifikasi yang telah ditetapkan.
Cara ini sebenarnya kurang mendapatkan tanggapan positif dari para
tenaga pendidik dan kependidikan karena prosedur dianggap terlalu
berbelit-belit (dengan beberapa tahapan) yang harus dilalui oleh
seseorang yang akan dipromosikan, dan belum tentu peserta seleksi
akan lulus. Akibatnya, banyak waktu dan tenaga yang terbuang
dengan sia-sia.

171
BAB VII
PENGELOLAAN KESEJAHTERAAN TENAGA PENDIDK DAN
KEPENDIDIKAN

Secara sosiologis, adanya pengakuan (recognition) terhadap


suatu profesi itu pada dasarnya secara implisit mengimplikasikan
adanya penghargaan, meskipun tidak selalu berarti financial (uang)
melainkan dapat juga bahkan terutama mengandung makna status
sosial. Tidak mengherankan karenanya, banyak dari warga
masyarakat, terutama golongan menengah, yang memandang bahwa
menjadi seorang perofesional itu merupakan dambaan yang
menjanjikan.
Wujud dan derajat besarnya imbalan sebagai manifestasi dari
penghargaan tersebut ternyata bervariasi, tergantung kepada derajat
kepuasan yang dirasakan oleh para pengguna jasa pelayanan yang
bersangkutan. Wujudnya mungkin ada yang hanya berupa sebuah
piagam atau pernyataan terima kasih saja, namun ada juga yang
berupa bayaran finansial atau bentuk lainnya. Dalam hal ini jenis
bidang tenaga pendidik dan kependidikanan kedinasan yang
diselenggarakan oleh pemerintah (negara), imbalan pokoknya
lazimnya berupa gaji (salaries) di samping imbalan keprofesian (yang
lazim disebut sebgai tunjangan keahlian atau tunjangan jabatan
fungsional) yang besarnya sesuai dengan status dan peringkat
jabatannya. Sedangkan dalam hal jenis bidang tenaga pendidik dan
kependidikanannya merupakan sesuatu yang bersifat mandiri
(independent) seperti notaris, akuntan, pengacara, dokter, dsb.
lazimnya ketentuan besarnya imbalan termaksud diatur oleh sekolah

172
asosiasi profesi yang bersangkutan dan/atau berdasarkan suatu
perjanjian/kontrak yang disepakati oleh pihak-pihak yang
berkepentingan.
Tenaga profesional yang diangkat oleh pemerintah pada
dasarnya mengenal batas waktu pension (akhir masa baktinya),
sedangkan sebagai penyandang profesi mandiri pada dasarnya
terbatas sampai semampunya bertugas saja. Jadi meskipun telah
menjalani pensiun sebagai PNS, seorang pengemban profesi dapat
terus menjalani pensiun sebagai PNS, seorang pengemban
profesional dapat terus menjalankan fungsinya sebagai pelayan
masyarakat sepanjang memerlukannya.

A. Batasan Kesejahteraan Tenaga pendidk dan Kependidikan


Masalah kesejahteraan selain sensitif karena menjadi pendorong
seseorang untuk bertugas, juga karena berpengaruh terhadap moral
dan disiplin tenaga pendidik dan kependidikan. Oleh karena itu, setiap
sekolah manapun seharusnya dapat memberikan kompensasi yang
seimbang dengan beban kerja yang dipikul tenaga pendidik dan
kependidikan. Dengan demikian, tujuan pembinaan tenaga pendidik
dan kependidikan adalah untuk menciptakan tenaga pendidik dan
kependidikan yang berdaya guna dapat terwujud. Lebih dari itu, tujuan
sekolah untuk meningkatkan kesejahteraan dapat tercapai.
Pemahaman mengenai kompensasi di sini tidak sama dengan
upah. Upah adalah satu perwujudan riil dari pemberian kesejahteraan.
Bagi sekolah, upah adalah salah satu perwujudan dari kompensasi
yang paling besar diberikan kepada tenaga pendidik dan
kependidikan. Pengertian kesejahteraan selain terdiri atas upah,
dapat berupa tunjangan innatura, fasilitas perumahan, fasilitas

173
kendaraan, tunjangan keluarga, tunjangan kesehatan, tunjangan
pakaian, dan sebagainya yang dapat dinilai dengan uang serta
cenedrung diberikan secara tetap. Kesejahteraan tenaga pendidik dan
kependidikan adalah imbalan jasa atau balas jasa yang diberikan
lembaga kepada tenaga pendidik dan kependidikannya, karena telah
memebrikan sumbangan tenaga dan pikiran demi kemajuan sekolah
guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Telah banyak penelitian yang dilakukan tentang tingkat kepuasan
terhadap kesejahteraan yang mereka terima dari sekolah. Hal
tersebut dipengaruhi oleh: Jumlah yang diterima dan jumlah yang
diharapkan; Perbandingan dengan apa yang diterima oleh tenaga
pendidik dan kependidikan, Pandangan yang keliru atas kompensasi
yang diterima tenaga pendidik dan kependidikan lain, Besarnya
kompensasi instrinsik dan ekstrinsik yang diterimanya untuk tenaga
pendidik dan kependidikanan yang diebrikan kepadanya.

1. Jumlah yang diterima dan jumlah yang diharapkan


Sebagian besar teori mengenai kepuasan menekankan bahwa
kepuasan tenaga pendidik dan kependidikan ditentukan oleh
perbandingan yang dibuatnya antara apa yang diterimanya dan
berapa yang seharusnya (menurut keinginan) diterima oleh tenaga
pendidik dan kependidikan yang bersangkutan. Apabila tenaga
pendidik dan kependidikan menerima kurang dari yang seharusnya
mereka terima, mereka merasa tidak puas. Sebaliknya, apabila
mereka menerima lebih dari seharusnya mereka terima mereka
cenderung merasa puas.

174
2. Perbandingan dengan apa yang diterima oleh tenaga
pendidik dan kependidikan
Perasaan tidak puas seorang tenaga pendidik dan kependidikan
banyak dipengaruhi oleh perbandingan dengan apa yang diterima
tenaga pendidik dan kependidikan lain yang posisinya sama
dengannya. Perbandingan tersebut baik di dalam maupun di luar
sekolah tempat mereka bertugas untuk bidang yang sama.
Perbandingan tersebut menghasilkan kesimpulan tentang berapa
besarnya kompensasi yang seharusnya mereka terima.

3. Pandangan yang keliru atas kompensasi yang diterima


tenaga pendidik dan kependidikan lain.
Banyak bukti akurat bahwa tenaga pendidik dan kependidikan
sering salah tanggap, tidak saja mengenai kecakapan, keterampilan,
dan kinerja, akan tetapi juga menegnai besarnya kompensasi yang
mereka terima. Hal itu penting dan merupakan masalah paling peka
yang langsung berhubungan dengan harga profesionalisme mereka.
Besar kemungkinan terjadi pandangan yang keliru apabila tenaga
pendidik dan kependidikan melibatkan perasaannya. Lagi pula
lembaga sering tidak memberikan informasi akurat yang dapat
mereka gunakan sebagai standar pembentukan pandangan.

4. Besarnya kompensasi instrinsik dan ekstrinsik yang


diterimanya untuk tenaga pendidik dan kependidikanan yang
diebrikan kepadanya

Belum adanya kesepakatan para ahli untuk menentukan


kompensasi mana yang paling penting, apakah kompensasi intrinsik
atau kompensasi ekstrinsik dalam penentuan kepuasan kerja.
Kebanyakan studi menunjukkan bahwa keduanya amat penting dan

175
memiliki pengaruh langsung yang besar pada kepuasan kerja secara
keseluruhan. Lagi pula kompensasi instrinsik dan ekstrinsik yang satu
tidak dapat secara langsung menggantikan yang lain karena kedua
macam tersebut memenuhi kebutuhan yang agak berbeda. Untuk
memenuhi semua kebutuhannya, kebanyakan tenaga pendidik dan
kependidikan harus menerima kedua macam kompensasi tersebut
sebagai hak mereka. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga pendidik dan
kependidikanan yang membosankan dan berulang-ulang atau yang
menarik tidak memberi kesenangan apabila kompensasi yang
diterima jauh dari yang diharapkan tenaga pendidik dan kependidikan
yang bersangkutan.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa jumlah kompensasi
seluruhnya yang diterima tenaga pendidik dan kependidikan sebagai
bentuk kesejahteraan dapat memiliki pengaruh positif langsung
terhadap perilaku tenaga pendidik dan kependidikan yang
bersangkutan berkenaan dengan statusnya sebagai salah satu unsur
dalam perusahaan. Akan tetapi pada banyak segi, hal tersebut tidak
langsung memepngaruhi motivasi tenaga pendidik dan kependidikan
untuk berkinerja. Namun motivasi merupakan suatu fungsi yang
menghubungkan antara kompensasi dengan kinerja, dan secara tiak
langsung dipengaruhi oleh jumlah kompensasi keseluruhan yang
diterima tenaga pendidik dan kependidikan yang bersangkutan.
Dari sudut pandang tenaga pendidik dan kependidikan sebagai
individu, besarnya kompensasi merupakan faktor penentu yang
penting untuk gaya hidupnya dan jenis aktivitasnya di luar jam kerja.
Di samping itu, kompensasi merupakan faktor penentu yang teramat
penting untuk status sosial dan kehormatan di masyarakat. Bagi
beberapa tenaga pendidik dan kependidikan, kompensasi adalah

176
lebih dari sekedar uang dalam jumlah tertentu dan tunjangan, serta
berbagai macam imbalan yang dapat dibelanjakan untuk membeli
seperangkat benda materiil dan jasa. Dalam hal ini kompensasi
berarti kehormatan sosial, kekuasaan, dan daya pikat (infaiter)
kepada masyarakat.
Penetapan besarnya kesejahteraan yang layak bagi masing-
masing tenaga pendidik dan kependidikan merupakan masalah yang
teramat penting. Oleh karena itu, ini perlu penanganan profesional
dari para manajemen SDM. Apabila proses ini dilaksanakan secara
sembarangan, dapat mengakibatkan rasa tidak puas tenaga pendidik
dan kependidikan yang bersangkutan.

B. Sistem Pemberian Kesejahteraan


Hingga kini eblum terdapat kesamaan di antara manajemen
sekolah dalam menentukan persentase antara imbalan tunai dan
tunjangan dari biaya keseluruhan kompensasi. Beberapa sekolah
memebri imbalan semata-mata atas dasar uang tunai, sedangkan
sekolah lain hampir 50 persen dari seluruh biaya kompensasninya
terdiri dari bermacam-macam tunjangan. Sayang sekali, biar
bagaimana wujud tunjangan, sering belum mencapai tingkat optimum
bagi tenaga pendidik dan kependidikan. Perbedaan mengenai pilihan
antara tunjangan dan uang tunai cukup besar. Ada sebagian tenaga
pendidik dan kependidikan yang lebih menginginkan uang tunai dan
yang lain lebih menyukai tunjangan. Di antara mereka yang lebih
menyukai tunjangan, juga terdapat perbedaan mengenai tunjangan
apa yang disenangi. Salah satu pendekatan masalah tersebut, yakni
kompensasi kafetaria. Pendekatan ini memebri alternatif kepada

177
individu tentang bagaimana mereka menerima kompensasi. Apabila
tidak ada kemungkinan memebri pilihan kepada individu, sekolah
yang memebrikan tunjangan tinggi, akhirnya sering mengeluarkan
uang yang lebih banyak daripada perusahaan yang tunjangannya
lebih rendah, akan tetapi mereka tidak menerima kembali hasil yang
memadai atas pengeluaran tambahan mereka.
Adalah tidak mudah untuk menganekaragamkan tunjangan
berdasarkan kinerja. Akibatnya, uang yang seyogyanya dipakai untuk
mendorong kinerja menjadi lenyap. Semua ini menunjukkan dalam
berbagai keadaan, lebih baik membayar dengan tunai daripada
berbentuk tunjangan. Namun, masih perlu dibuat analisis tentang
berbagai keadaan, sebelum mengambil keputusan untuk membayar
uang tunai.
Jenis sistem imbalan bagaimana yang diperlukan bagi tenaga
pendidik dan kependidikan? Belum ditemukan jawaban yang pasti.
Meskipun bagi sekolah terutama perusahaan besar, hal ini harus
ditemukan jawabannya, karena efektivitas sistem imbalan bergantung
pada disgnosis yang baik mengenai keadaan setempat. Namun
demikian, di sini dapat diberikan beberapa patokan umum agar efektif.
Patokan umum yang diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam
praktek sistem kompensasi, meliputi individualistis, proses keputusan
terbuka, imbalan berdasarkan kinerja, dan sistem kepnatasan yang
merata.

1. Individualistis
Sistem kompensasi perlu dicocokkan dengan kebutuhan dan
gaya individu tenaga pendidik dan kependidikan, maupun keadaan
lingkungan bertugasnya. Peningkatan kebutuhan disebabkan

178
beraneka ragamnya kebutuhan tenaga pendidik dan kependidikan.
Semakin besar kebutuhan dan gaya hidupnya, semakin besar
keinginan mendapatkan uang sebanyak-banyaknya. Dengan
demikian, imbalan yang dikeluarkan dari seluruh paket kompensasi
semakin besar. Sistem kompensasi dengan imbalan yang sama dari
setiap tenaga pendidik dan kependidikan, menggunakan rencana
upah dasar yang sama dan seterusnya, tidak lagi cocok dengan
keragamaman kondisi angakatan kerja dan keanekaragaman bidang
yang digumuli sekolah.
Pada saat mendatang sistem kompensasi yang ideal adalah
adanya kontrak individual antara majikan dan tenaga pendidik dan
kependidikan yang meliputi rencana tunjangan, jam kerja, kaitan
imbalan dengan kinerja, dan seterusnya. Dewasa ini, hal demikian
sering kali dilakukan pimpinan/Kepsek puncak dari luar tetapi sudah
tidak bisa dipraktekan dalam berbagai kondisi. Akan tetapi perlu
ditemukan jalan tengah antara kontrak individualdan sistem imbalan
yang membayarsetiap tnaga kerja dengan cara yang sama. Suatu
pendekatan yang dipandang paling menguntungkan adalah
mengkombinasikan tunjangan yang elastis dengan kenaikan sejumlah
uang tunai. Kedua pendekatan tersebut dapat memberikan pilihan
yang sangat luas kepada individu tenaga pendidik dan kependidikan.

2. Proses Keputusan Terbuka


Pendekatan klasik terhadap pengambilan keputusa kompensasi
adalah pendekatan yang sifatnya tidak transparan dari atas kebawah,
dan mekanismenya tidak dapat diganggu gugat. Namun, lambat laun
pendekatan ini mengalami proses perubahan meski tanpa disadari.

179
Banyak tenaga pendidik dan kependidikan saat ini yang diberi
kesempatan lebih banyak untuk memberi masukan pada keputusan
dan diberi informasi lebih banyak mengenai sifat keputusan tersebut.
Namun demikian, untuk memenuhi harapan yang mengikat tenaga
pendidik dan kependidikan dari pemerintah terhadap perusahaan
untuk mengadakan keputusan sistem imbalan, perusahaan perlu
mengambil keputusan kompensasi secara terbuka, partisipatif, dan
memasukkan sistem yangmemberi perlindungan hak.
Dengan peningkatan ketrbukaan, partisipatif, dan perlindugan
hak, sistem imbalan perusahaan mungkin akan cocok dengan
perubahan pada ciri angkatan kerja dan jenis tuntutan pemerintah
yang mungkin diajukan kepada peerusahaan dalam masyarakat kita
yang sadar akan hak.

3. Imbalan Berdasarkan Kinerja


Sistem imbalan dapat berperan dalam meningkatkan motivasi
tenaga pendidik dan kependidikan untuk bertugas lebih efektif,
meningkatkan produktifitas dalam perusahaan, serta mengimbangi
kekurangan dan keterlibatan komitmen yang menjadi ciri angkatan
kerja masa kini. Kuncinya adalah mengaitkan imbalan selayaknya
dengan kinerja tenaga pendidik dan kependidikan.
Perusahaan yang tergolong modern, saat ini banyak mengaitkan
imbalan dengan kinerja. Hal ini dimaksudkan untuk memancing
motivasi tenaga pendidik dan kependidikan. Imbalan yang sesuai
akan mendorong kinerja meningkat. Di sapng itu, kebutuhan akan
kinerja yang lebih baik juga terus meningkat.
Pentingnya mengaitkan kinerja dengan imbalan menjadi
terganggu karena ada beberapa gejala yang menyebabkan sulitnya

180
melakukan hal tersebut. Gejala tersebut, antara lain tuntutan yang adil
dan layak, pertumbuhan industri jasa, serta meningkatnya
ketidakpuasan akan imbalan. Gejala-gejala tersebut merupakan
kenyataan yang harus ditempuh perusahaan dalam mengantisipasi
perkembangan perusahaan serta angkatan kerja yang hterogen
dengan pemberian imbalan berdasarkan kinerja.

4. Sistem Kepantasan yang Merata.


Tenaga pendidik dan kependidikan tidak begitu saja menerima
kompensasi yang tinggi, tetapi tingkat upah seorang tenaga pendidik
dan kependidikan ikut menentukan apakah tenaga pendidik dan
kependidikan tersebut berhak atas tunjangan khusus atau tidak. Pada
perusahaan besar terdapat tingkatan yang berbeda-beda dalam
menetapkan sistem imbalan. Pengaruhlangsung yang terlihat adalah
perusahaan terbagi-bagi dalam berbagai lapisan berdasarkan jenis
imbalan yang diterima tenaga pendidik dan kependidikan. Hal ini agak
bertentangan dengan keinginan tenaga pendidik dan kependidikan
agar perusahaan lebih partisipatif dan punya perhatian terhadap
keadilan sosal tenaga pendidik dan kependidikan. Jawabnya tidak
terletak pada pemberian imbalan yang sama kepada setiap tenaga
pendidik dan kependidikan, tetapi mungkin pada pengurangan dari
beberapa perbedaan tersebut. Misalnya, perbedaan pemberian
tunjangan antara tenaga pendidik dan kependidikan harian dan
tenaga pendidik dan kependidikan tetap. Perbedaan tersebut
sebenarnya memiliki dua keuntugan. Pertama, meningkatkan
persepsi keadilan sosial;kedua, persepsi setiap tenaga pendidik dan
kependidikan merupakan anggota penuh dari perusahaan.

181
C. Bentuk Kesejahteraan Bagi Guru

1. Pengakuan (Recognition)
Secara sosiologis, kehadiran suatu profesi itu pada dasarnya
merupakan suatu fenomena sosial atau kemasyarakatan. Hal itu
berarti bahwa keberadaan suatu profesi di masyarkat bukan diakui
dan diyakini oleh para pengemban profesinya itu semata, justru diakui
dan dirasakan manfaat dan kepentingannya oleh masyarakat yang
bersangkutan. Sebagaimana dikemukakan oleh Langford (1978:19)
berikut.
The members of a profession not only see themselves as
members of a profession but are also seen as a profession by the
rest of the community; and recognition as a profession is desired
by its members. They think that they have something of value to
offers to be community; and in recognizing them as a profession
the community is agreeing that this is so.

Untuk berkembangnya peran dan fungsi suatu profesi guru


membutuhkan pengakuan dari bidang-bidang profesi lain yang telah
berada di masyarakat, terutama yang wilayah bidang garapan
pelayanannya sangat mirip dan bertautan. Karena itu, para
pengemban suatu profesi seyogianya sangat memahami dan
menyadari batas dan keunikan bidang profesinya serta menghindari
sikap arogansi (an antidote for arrogance). Pengakuan dan
penghormatan antar bidang profesi akan tercipta dan terjamin, jika
masing-masing pengemban berbagai bidang profesi mematuhi kode
etiknya. Dalam banyak hal, prinsip dasar saling menghormati antar
bidang profesi itu justeru akan merupakan landasan bagi terwujudnya
kerjasama secara kesejawatan dalam menghadapi dan memecahkan
berbagai permasalahan di masyarakat yang membutuhkan

182
pendekatan secara interdisipliner yang inklusif interprofesi,
sebagaimana halnya dijumpai mengenai permasalahan kependidikan,
kesehatan, kesejahteraan, dan sebagainya. (Blocher, 1987).
Untuk terjaminnya kehadiran, perkembangan dan kemantapan
peran dan fungsi suatu profesi itu juga membutuhkan adanya
pengakuan dan perlindungan hukum dari pemerintah yang
bersangkutan. Dalam berbagai hal terkadang sulit terhindari terjadinya
permasalahan keprilakuan atau kepribadian dan kinerja praktek
pelayanan profesi yang dipandang menyimpang atau melanggar
ketentuan-ketentuan kode etik atau norma humum yang berlaku di
masyarakat, yang berakibat banyak pihak pengguna jasa layanan
profesi tertentu yang merasa dirugikan. Karenanya, tidak jarang
terjadinya pengaduan secara hukum terhadap para pengemban
profesi tersebut. Untuk melindungi kepentingan semua pihak, dengan
demikian, sangat logis adanya pengakuan resmi pemerintah atas
suatu profesi (jurisdiction).
Status profesi di bidang kependidikan, khususnya yang termasuk
kategori sebagai guru atau guru hingga saat sekarang ini baik secara
nasional (di Indonesia) maupun secara internasional (di manapun di
seluruh dunia), pada dasarnya baru memperoleh pengakuan
(recognition) sebagai jenis kategori profesi bayaran yang diangkat
oleh pemerintah atau lembaga/sekolah yang memerlukannya. Dengan
demikian, profesi keguruan masih belum memperoleh pengakuan
sebagai suatu profesi yang bersifat mandiri (seperti notaris, dokter,
psikolog, dsb). secara internasional, pengakuan termaksud telah
dirumuskan dan dinyatakan secara resmi dalam suatu deklarasi resmi
Konferensi Internasional antar Pemerintah yang diselenggarakan oleh
UNESCO (PBB) bersama ILO tertanggal 21 September sampai 5

183
Oktober 1966 di Paris. Namun demikian, sesungguhnya secara
defakto juga peluang kearah itu sudah terbuka dengan mulai
maraknya permintaan pelayanan privat-les dalam berbagai bidang
atau matapelajaran tertentu. Hal ini merupakan embrio bagi
pengembangan jenis pelayanan guruan individual secara profesional.

2. Penghargaan dan Imbalan


Penghargaan dan imbalan yang diperoleh tenaga guru sudah
barang tentu sesuai dan seirama dengan pengakuan terhadap
statusnya. Sebagai tenaga yang diangkat (PNS atau lainnya) mereka
memperoleh imbalan gaji seperti tenaga pendidik dan kependidikan
pada umumnya serta tunjangan jabatan fungsionalnya. Akan tetapi
pada umumnya imbalan penghargaan termaksud hanya diperoleh
selama dinas (setelah pensiun tidak berpraktek seperti profesi
lainnya). Di negara-negara maju, meskipun status tenaga profesi
kependidikan itu sebagi tenaga bayaran yang diangkat (belum
mandiri), masih banyak jenis imbalan lain yang menunjang
kesejahteraan dn pengembangan diri dan kemampuan
profesionalnya, seperti kesempatan belajar atau bertugas di negara
lain (sabatical live) dengan hak imbalan gaji penuh, dsb.
Berdasarkan Undang-undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun
2005 pada Bagian Kedua tentang Hak dan Kewajiban, Pasal 14
disebutkan bahwa:
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum
dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas
dan prestasi kerja;

184
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan
hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana
pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas
keprofesionalan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut
menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada
peserta didik seuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru,
dan peraturan perundang-undangan;
g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam
melaksanakan tugas;
h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam sekolah profesi;
i. memiliki kesmepatan untuk berperan dalam penentuan
kebijakan pendidikan;
j. memperoleh kesmepatan untuk mengembangkan dan
meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi, dan/atau
k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam
bidangnya.
Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a, meliputi:
a. gaji pokok;
b. tunjangan yang melekat pada gaji;
c. penghasilan lain berupa:
- tunjangan fungsional
- tunjangan khusus
- maslahat tambahan

185
DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, Michael (1997). Manajemen Sumber Daya Manusia.


Jakarta: PT Elex Media Koputindo.

Castetter, William B. (1996). The Human Resource Function in


Educational Administration, New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Hasibuan, Malayu SP. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia.


Jakarta: PT Bumi Aksara.

Mangkunegara, Anwar Prabu (2005). Manajemen Sumber Daya


Manusia. Bandung: Rosdakarya.

Schuler, Randal S. & Susan E.Jackson (1997). Manajemen Sumber


Daya Manusia Menghadapi Abad 21. Jakarta: Penerbit
Erlangga.

Schuler, Randall S. (1987). Personnel and Human Resource


Management. New York: West Publishing Company.

Siagian, Sondang P. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia.


Jakarta: PT Bumi Aksara.

186
LAMPIRAN- LAMPIRAN

KEGIATAN/TUGAS 1
Bahan Diskusi Kelas : Kebijakan SDM

KONDISI KEBIJAKAN SDM MASA LALU


 Keberadaan urusan tenaga pendidik dan kependidikan seringkali sangat
lemah, kadang-kadang tidak dianggap, tenaga pendidik dan
kependidikanan ketenaga pendidik dan kependidikanan hanya bersifat
administratif.
 Pendekatannya reaktif (menunggu bola), ada masalah baru bertindak
 Tenaga pendidik dan kependidikanan personalia dianggap tidak penting,
sering digabung dengan masalah-masalah sekolah secara umum.
 Ruang lingkup kegiatan sempit dan rutin.
 Aturan main tidak jelas, ketentuan bagian satu dengan bagian yang lain
kadang-kadang tidak sama (inconsistency)
 Keadaan tenang-tenang saja, renumerasi tetap, komponen itu-itu saja.
Kesan Umum terhadap “PERSONNEL DEPART-MENT”
 “Blammed department” (keranjang sampah)
 Tenaga
Tugas Diskusipendidik
Kelompok
dan (Buzz Group): Anggota
kependidikanannya 5 – 7 santai
gampang, orang
 Kurang
(Waktu Diskusi: 45 menit
tanggap dan pelaporan 20 menit)
(lamban)
Di atasKurang
dikemukakan ilustrasi mengenai
komunikasi/kurang Kebijakan SDM Masa Lalu dan Immage
transfaran
 Money
Personnel spender (pemborosan),
Department no added
yang diambil dari valuekelembagaan
satu kasus (tidak ada nilai tambah)
pendidikan.
 2 class unit (urusan “ kelas dua”)
nd

 Birokrasi, rigid, kaku


Kelompok diminta untuk (melalui diskusi) :
Bagaimana komentar kelompok terhadap pernyataan-pernyataan di
atas disertai penjelasan/argumentasi.
Dengan memperhatikan konsep MSDM pada dewasa ini (praktek
yang baik), upaya-upaya apa yang perlu dilakukan untuk mengubah
kondisi dan citra tersebut di atas.

187
KEGIATAN/TUGAS 2
Analisis Kinerja Manajemen SDM
Kondisi Praktek
Fungsi Manajemen SDM Baik Baik Cukup Sedang Kurang
Sekali
(5) (4) (3) (2) (1)
1. Perencanaan
Kebutuhan SDM
2. Analisis Tenaga
pendidik dan kependidikanan
3. Rekruitmen dan Seleksi
4. Penilaian Kinerja
5. Kompensasi
6. Pelatihan/pendidikan
7. Pengembangan Karir
8. Mutu Lingkungan Kerja
9. Perundingan Tenaga
pendidik dan kependidikan
10. Penelitian Tenaga
pendidik dan kependidikan
11. Pensiun dan
Pemberhentian

Cara menghitung skor:


Tentukan nilai skala masing-masing fungsi MSDM, dengan cara menuliskan
tanda v (cek) pada kolom yang sesuai.
Setelah semua diisi, jumlahkan seluruh skor untuk semua fungsi.
Hitung rata-rata kinerja dengan cara membagi jumlah seluruh skor dengan
angka 10 (semua aspek MSDM)
Setelah masing-masing mengisi, diskusikan dalam kelompok homogin
dengan anggota 5-7 orang.
Setelah itu lakukan analisis dampaknya terhadap kinerja sekolah serta
masalah yang ditimbulkannya; selanjutnya bahas pula bagaimana strategi
pengembangan SDM.

188
Dampak dan masalah

2. Strategi Pengembangan SDM

189
Tugas/Latihan 3:
Apakah model tersebut memenuhi kaidah keterlaksanaan. Dalam hal
apa praktek penyelenggaraan pelatihan memiliki kelemahan?
Diskusikan dalam kelompok dengan anggota 5-7 orang.

Latihan/Tugas 3:

Pakar Administrasi Negara dari UGM, Prof.Dr.Agus Dwiyanto menilai


birokrasi di republik ini dibangun dengan mindset mengontrol masyarakat,
bukan melayani, sehingga tenaga pendidik dan kependidikan pemerintah
identik dengan penguasa yang cenderung korup. Karena itu, perubahan
mindset menjadi suatu keharusan bagi Kementrian Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara jika ingin memperbaiki birokrasi dan
aparaturnya. Sistem birokrasi yang panjang dan rumit, dan tidak efektif
selama ini menempatkan birokrat sebagai penguasa dan masyarakat
sebagai pihak yang harus dicurigai dan dikontrol secara ketat. Pelayanan
aparat negara kepada publik dilakukan dengan prosedur panjang dan sulit,
yang sebenarnya tidak efisien. (Kompas, 4 Desember 2005)

Catatan:
Guru adalah jabatan profesional, yang bercirikan kemandirian, inisiatif,
orientasi peleyanan prima dalam proses pembelajaran. Sekalipun
demikian, pendapat di atas dapat dianalisis relevansinya dengan tugas dan
Diskusikan dalam kelompok dengan anggota 5-7 orang
tanggung jawab guru.
1. Bagaimana pendapat Anda terhadap pernyataan di atas. Jika setuju
kemukakan argumentasi Anda, sebaliknya apabila tidak setuju kemukakan
pula argumentasi Anda.
2. Kegiatan pemberdayaan mana yang tepat dilakukan untuk mengatasi
kondisi tersebut.

190
EVALUASI PROSES DIKLAT

A. Aktivitas Peserta Menurut Fasilitator


1. Penampilan
ALTERNATIF
No ASPEK PENILAIAN ST T S R SR
1 Kesiapan peserta mengikuti diklat
2 Kehadiran dalam kegiatan belajar
3 Semangat belajar
4 Kesungguhan memperhatikan sajian
5 Energi mengikuti kegiatan
Keterangan:
ST = Sangat Tinggi
T = Tinggi
S = Sedang
R = Rendah
SR = Sangat Rendah

2. Aktivitas Belajar
ALTERNATIF
No ASPEK PENILAIAN ST T S R SR
1 Intensitas mendengarkan
2 Intensitas mencatat
3 Intensitas bertanya
4 Intensitas menjawab
5 Frekuensi bertanya
6 Frekuensi menjawab
7 Penguasaan materi
Keterangan:
ST = Sangat Tinggi
T = Tinggi
S = Sedang
R = Rendah
SR = Sangat Rendah

Evaluasi Terhadap Materi


1. Evaluasi Materi Menurut Peserta:
ALTERNATIF
No ASPEK PENILAIAN SB B S J SJ
1 Relevansi materi
2 Penggunaan bahasa
3 Kemudahan dipahami
4 Waktu penyajian

191
5 Tugas-tugas latihan
Keterangan:
SB = Sangat Baik
B = B aik
S = Sedang
J = Jelek
SJ = Sangat Jelek

2. Performansi Fasilitator Menurut Peserta:


ALTERNATIF
No ASPEK PENILAIAN SB B S J SJ
1 Penguasaan materi
2 Penggunaan metode penyajian
3 Kesungguhan pembimbingan
4 Penggunaan bahasa
5 Sikap dan penampilan
Keterangan:
SB = Sangat baik
B = Baik
S = Sedang
J = Jelek
SJ = Sangat Jelek

Penyelenggaraan Pelatihan
ALTERNATIF
No ASPEK PENILAIAN SB B S J SJ
1 Kualitas tempat/ ruangan pelatihan
2 Kondisi alat bantu penyajian
3 Kuantitas makalah untuk peserta
4 Kuantitas alat tulis untuk peserta
5 Kualitas sarana akomodasi
6 Kualitas dan kuantitas bahan konsumsi utama
7 Kualitas dan kuantitas bahan konsumsi
pendukung
8 Kualitas sarana transportasi
9 Kualitas dan kuantitas sarana kesehatan
Keterangan:
SB = Sangat Baik
B = Baik
S = Sedang
J = Jelek
SJ = Sangat Jelek

Saran dan Komentar Umum Peserta


(terkait dengan persiapan, pelaksanaan kegiatan ini)
.............................................................................................................................
........................................................................................................................................

192
........................................................................................................................................
........................................................................................................................................
........................................................................................................................................
...................................................................................................

193

Anda mungkin juga menyukai