Anda di halaman 1dari 6

OPEN AIR MUSEUM OF LIYANGAN SITE:

OPTIMALISASI POTENSI PARIWISATA


SITUS LIYANGAN BERBASIS
COMMUNITY BASED TOURISM DEVELOPMENT

Situs Liyangan dan Konsep Open Air Museum


Situs Liyangan merupakan hasil kebudayaan Kerajaan Mataram Kuno yang
pernah berkembang di lereng Gunung Sindoro pada abad ke 9-10 Masehi. Lokasi
Situs Liyangan berada dekat dengan pemukiman masyarakat Dusun Liyangan,
Desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Kini, peradaban Liyangan tertimbun letusan material erupsi Gunung Sindoro. Hal
ini dilihat dari material yang mengubur Situs Liyangan berupa pasir dan batu hasil
erupsi yang kini menjadi area tambang pasir. Material hasil erupsi Gunung Sindoro
mengubur Situs Liyangan dengan ketebalan bervariasi antara 4 sampai 7 meter
dengan luas 10 hektar (Sugeng Riyanto, 2013: 11) . Sejumlah temuan artefak dan
kehidupan masyarakat pedesaan yang kaya akan tradisi serta ditunjang dengan
pemandangan indah di Lereng Gunung Sindoro, menjadikan Situs Liyangan sangat
potensial dijadikan tempat wisata bermodel “Open Air Museum”.
Konsep open air musuem menurut International Council of Museum
(ICOM) merupakan museum yang mengumpulkan, membongkar, mengangkut,
merekonstruksi, dan memelihara situs sesuai aslinya. Selain itu, museum juga harus
dilengkapi dengan elemen arsitektur asli, yang dapat memperlihatkan ciri-ciri
sebagai tempat tinggal (Laenan dalam Wany, 2014 : 67). Berdasarkan konsep
tersebut dapat disimpulkan bahwa open air museum merupakan museum yang di
dalamnya tidak hanya menyimpan artefak saja. Tetapi, menggabungkan antara
kegiatan atau kehidupan masyarakat di sekitar situs yang akan di jadikan museum.
Tujuan dari upaya pembangunan wisata situs Liyangan diarahkan untuk
melindungi, melestarikan, dan mengembangkan sektor pariwisata lokal sekaligus
meningkatkan partisispasi masyarakat dalam bentuk ekonomi kreatif. Adapun
Skema Open Air Museum yang ditawarkan setelah melakukan observasi langsung
yakni sebagai berikut:
AREA EKSKAVASI LEPAS

BATUR KANTIN

JALAN BATU

CANDI ASLI GEDUNG TEMUAN ARTEFAK

AREA PEMUKIMAN WARGA

CANDI
TOILET

PINTU MASUK

TAMAN LOKET

MUSHOLA

Gambar 1: Skema Rencana Pembangunan Wisata Model Open Air Museum


Gambar 2 : Keramik yang ditemukan di Situs
Liyangan. Gambar 3 : Candi di Situs Liyangan.

Gambar 4: Guci ditemukan di Situs Liyangan Gambar 5: Pagar candi.

Gambar 6: Jalan batu yang ditemukan di Situs Gambar 7: Material yang menutupi situs
Liyangan. Liyangan.

Gambar 8: Batur di Situs Liyangan. Gambar 9: tambang pasir di Liyangan.

Gambar 2-9: Hasil Observasi Kawasan Situs Liyangan (Dokumentasi Pribadi)


Berdasarkan temuan artefak dan kehidupan masyarakat pedesaan di sekitar
Situs Liyangan, konsep open air museum dapat dilakukan dengan berbagai cara :
1. Temuan artefak lepas dipajang dalam suatu bangunan yang berada di
sekitar situs tujuannya adalah melindungi dan konservasi artfeak.
Pengunjung sebelum mengunjungi temuan diarahkan untuk melihat
artfek lepas.
2. Kotak-kotak ekskavasi yang digunakan untuk penelitian tidak ditutup.
Melainkan tetap dibuka, supaya pengunjung tahu bagaimana kegiatan
ekskavasi dilakukan.
3. Terdapat alur kunjungan sesuai dengan temuan di situs. Pengunjung
diarahkan untuk mengunjung tempat temuan lepas, area pemukimaan,
area peribadatan, dan area pemukiman. Situs Liyangan terdiri dari tiga
komponen yaitu, area pemukiman, peribadatan, dan pemukiman.
4. Mengintegrasikan potensi di sekitar Situs Liyangan (aktivitas pendudk,
kesenian lokal, dan kuliner). Aktivitas penduduk yang dimaksud adalah
aktivitas bercocok tanam.

Partisipasi Masyarakat Dalam Community based Tourism Development


Desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan
fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat
yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku (Winarni, 1998).
Selanjutnya Menurut Raharjo (2006) Konsep Desa Wisata, meliputi: (a) Berawal
dari masyarakat, (b) Memiliki muatan lokal, (c) Memiliki komitmen bersama, (d)
Memiliki kelembagaan, (e) Adanya keterlibatan anggota masyarakat, (f) Adanya
pendampingan dan pembinaan, (g) Adanya motivasi, (h) Adanya kemitraan, (i)
Adanya forum Komunikasi, dan (j) Adanya studi orientasi.
Sehubungan dengan hal diatas maka dalam membangun wisata berbasis
Partisipasi Masyarakat dalam model “Open Air Museum” secara berkelanjutan
maka perlu menggunakan bentuk partisipasi masyarakat yang digunakan yakni
perpaduan bentuk Partisipasi interaktif (Interactive Participation) dan Partisipasi
Inisiatif (Self-Mobilization). Partisipasi interaktif (Interactive Participation)
merupakan partisipasi rakyat dalam analisis bersama mengenai pengembangan
perencanaan aksi dan pembentukan atau penekanan lembaga lokal. Pengambilan
keputusan bersifat lokal oleh kelompok dan kelompok menentukan bagaimana
ketersediaan sumber daya yang digunakan. Selain itu juga dilakukan Partisipasi
inisiatif (Self-Mobilisation) Partisipasi rakyat melalui pengambilan inisiatif secara
indenpenden dari lembaga luar untuk melakukan perubahan sistem. Masyarakat
mengembangkan hubungan dengan lembaga eksternal (LSM) untuk advis
mengenai sumber daya dan teknik yang diperlukan (Oktami, 2013: 10).
Oleh sebab itu perlu dilakukan berbagai tahapan model pengembangan desa
wisata yang diharapkan dapat diterapkan di daerah penyangga kawasan konservasi
Situs Liyangan, antara lain:
1. Institusionalisasi, Perlunya perencanaan awal yang tepat dalam menentukan
usulan program atau kegiatan khususnya pada kelompok sadar wisata melalui
pelaksanaan program pelatihan pengembangan desa wisata.
2. Atraksi (daya Tarik wisatawan), dari sisi pengembangan objek dan daya tarik
wisata, perlunya perencanaan awal dari masyarakat untuk menjadi tuan rumah
yang baik bagi wisatawan dan mampu mendatangkan wisatawan serta perlunya
sosialisasi dari instansi terkait dalam rangka menggalakkan sapta pesona dan
paket desa wisata terpadu.
3. Fasilitas dan Infrastruktur, pengembangan sarana prasarana wisata yang baru
seperti: alat-alat Penelitian, pembangunan gapura, gedung khusus pengelola
desa wisata, cinderamata dan hasil alam khas setempat, dan rumah makan
(kantin) bernuansa pedesaan.
4. Partisipasi Masyarakat Berkelanjutan, Mengarah pada pengelolaan seluruh
sumber daya sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi, sosial dan estetika
dapat terpenuhi. Produk pariwisata berkelanjutan dioperasikan secara harmonis
dengan lingkungan lokal (Sharpley, 2000:1-19).
Daftar Pustaka

Kartodirdjo, Sartono, dkk. 1975. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Oktami Dewi A. (2013). Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Objek


Wisata Bahari Di Pulau Kapoposang Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan
Antropologi. Makassar, Universitas Hasanuddin.

Rahardjo, Adisasmita. 2006. Membangun Desa Partisipatif. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Riyanto, Sugeng. 2013. Laporan Penelitian Arkeologi Situs Liyangan


Temanggung, Jawa Tengah . Yogyakarta : Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Pusat Arkeologi Nasional.

Sharpley Richard. “Tourism and Sustainable Development: Exploring the


Theoretical Divice”. Journal Of Sustainable Tourism, Vol 8 No. 1 2000: 1-
19

Tim Balai Arkeologi Yogyakarta. 2016. Liyangan : Mozaik Peradaban Mataram


Kuno di Lereng Sindoro. Yogyakarta : Kepel Press.

Tri, Winarni. 1998. Memahami Pemberdyaan Masyarakat Desa Partisipatif


dalam Orientasi Pembangunan Masyarakat Desa menyongsong abad 21:
menuju Pemberdayaan Pelayanan Masyarakat. Yogyakarta: Aditya
Media.

Wahyudi, Wany Raharjo, dkk. 2014. Kajian Konsep Open Air Museum : Studi
Kasus Kawasan Cagar Budaya Trowulan. Yogyakarta : Balai Arkeologi
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai