Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan materi maupun pikirannya.
Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya
yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Salatiga,18 November 2015

Sulistyo Wahyudin H
I. PENDAHULUAN

Di Indonesia ini keberadaan kaum LGBT memang sudah tidak asing lagi bagi
masyarakat. Tidak sedikit tempat di Indonesia ini yang dijadikan untuk tempat
kumpul kaum LGBT. Hal ini dikarenakan kaum LGBT dianggap sebagai kaum yang
memiliki penyimpangan. Keberadaan kaum LGBT ini selain mendapatkan perlakuan
yang menyimpang juga banyak menjadi objek penghinaan dan kekerasan dari
masayarakat karena dianggap bertentangan dari budaya dan agama. Ditengah
masyarakat dengan budaya jawa dan adat-adat yang ada di Indonesia ini, kaum LGBT
semakin merasa terpinggirkan oleh masyarakat. Keberadaan kaum LGBT ini dinilai
tidak sejalan dengan nilai budaya dan agama yang berkembang di Indonesia. Di
Indonesia ini Perkawinan “sepasang” gay antara Phillip Iswardono warga Indonesia
dengan Wim warga Negara Belanda di lausden, Belanda pada 23 Juli 2003
merupakan peristiwa paling menarik dalam sejarah perkawinan di Indonesia selama
ini. Namun apabila menurut sejarah kebudayaan, problematika kaum homoseksual
bukan merupakan pernik baru di dunia ini. Agama Islam dan Nasrani, mencatat kaum
Nabi Luth A.S yang tersandera persoalan homoseksualisme. Kemudian penayangan
bebeapa sinetron relijius di berbagai stasiun televisi swasta tentang kehidupan waria
di tahun-tahun 200-an seakan mengingatkan kembali persoalan transeksualisme yang
belum tuntas di bicarakan.
II. Tujuan
Menyampaikan kepada mahasiswa apa itu LGBT yang dipandang/ditinjau dari
prespektif agama-agama?
III. LGBT Ditinjau dari Perspektif Agama-Agama

“…WHO AM I TO JUDGE?”
Pandangan dan sikap Gereja Katolik Terhadap Saudara-Saudari LGBT

Pendahuluan

Tema LGBT dan penilaian moral terhadap perbuatan LGBT semakin menjadi
perhatian di ranah public, tidak lagi privat. Demikian pula yang terjadi dalam Gereja Katolik
Roma (GKR). Karena pembicaraan atau diskusi mengenai LGBT kerap melibatkan
argumentasi atau pendapat yang tidak konsisten dengan ajaran resmi, GKR telah mengangkat
tema LGBT kedalam pembahasan yang serius dan menuangkannya dalam dokumen-
dokumen resmi yang berbobot Magisterium.

Pandangan moral Kristiani didasarkan pada akalbudi manusia yang diterangi oleh
iman dan secara sadar digerakkan oleh keinginan kuat untuk melaksanakan kehendan Allah.
Oleh karena itu, GKR menerima masukan-masukan dari ilmu pengetahuan sekaligus
mentran-sendensikan wawasan ilmu pengetahuan dengan keyakinan bahwa visinya
memberikan keadilan yang lebih besar kepada realitas manusiawi yang teramat kaya dalam
dimensi spiritual dan fisiknya, sebagaimana yang dikehendaki Allah saat penciptaan dan
berdasarkan rahmat sebagai pewaris hidup abadi.

Dalam konteks inilah pembahasan mengenai tema atau fenomena LGBT yang sangat
kompleks dan memiliki konsekuensi social eklesial harus dilakukan dengan studi yang penuh
perhatian, kejujuran, dan pertimbangan teologis yang seimbang. Oleh karena itu, dalam
pembahasan berikut akan disampaikan pandangan resmi GKR, implikasi yang muncul dari
pandangan itu, dan sikap atau perhatian pastoral terhadap fenomena LGBT. Pembahasan ini
penting supaya saudara-saudari dengan kecenderungan LGBT tidak salah meyakini bahwa
mereka menghidupi kecenderungan itu sebagai sesuatu yang dapat dibenarkan secara moral.

Pandangan Gereja atas Fenomena LGBT

Homoseksualitas

Pandangan GKR tentang homoseksualitas tampak jelas dalam Katekismus Gereja


Katolik (KGK) 2357:

“Homoseksualitas adalah hubungan antara para pria atau wanita, yang merasa diri tertarik
dalam hubungan seksual, semata-mata atau terutama, kepada orang sejenis kelamin.
Homoseksualitas muncul dalam berbagai waktu dan kebudayaan dalam bentuk yang sangat
bervariasi. Asal usul psikisnya masih belum jelas sama sekali. Berdasarkan Kitab Suci yang
melukiskannya sebagai penyelewengan besar, tradisi Gereja selalu menjelaskan, bahwa
“perbuatan homoseksual itu tidak baik”. Perbuatan itu melawan hokum kodrat, karena
kelanjutan kehidupan tidak mungkin terjadi waktu persetubuhan. Perbuatan itu tidak berasal
dari satu kebutuhan benar untuk saling melengkapi secara afektif dan seksual.
Bagaimanapun perbuatan itu tidak dapat dibenarkan”.

Di sini ada dua hal berbeda yang sangat penting diperhatikan, yaitu ketertarikan
homoseksual dan perbuatan homoseksual.

Ketertarikan atau kecenderungan homoseksual belum sepenuhnya dosa atau belum


membuahkan dosa. GKR menilai kecenderungan homoseksual sebagai kelainan obyektif
yang dapat mengakibatkan perbuatan dosa, yaitu mengarah pada perilaku seksual tidak
wajar. Kecenderungan homoseksual dipandang sama dengan kecenderungan yang
mengakibatkan perbuatan-perbuatan buruk lainnya, seperti kecenderungan pemarah,
kecenderungan pemalas, atau kecenderungan mencuri. Kecenderungan-kecenderungan ini
sungguh nyata ada dan hidup dalam diri seseorang individu, namun harus diarahkan dan
dikalahkan dengan usaha dan kuasa rahmat Allah.

Ketika kecenderungan homoseksual berbuah menjadi perbuatan homoseksual,


kecenderungan itu menjadi actus humanus, perbuatan manusia, dan dengan demikian dapat
dan harus dipertanggungjawabkan. Saudara-saudari kita itu mau, tahu, mampu, dan merasa
bebas memlakukan perbuatan homoseksual, dank arena itu harus mempertanggungjawabkan
perbuatan mereka itu. Perbuatan homoseksual dipandang sebagai dosa karena melawan
hokum kodrat dan kelanjutan kehidupan tidak mungkin terjadi waktu persetubuhan. Allah
menghendaki agar manusia saling melengkapi sesuai rencana penciptaan, sebagai laki-laki
dan perempuan (Kej 1: 27). Oleh karena itu, kepriaan dan kewanitaan adalah unsure
konstitutif eksisitensi manusia, bukan sekedar tempelan pada kodrat manusia.

Biseksualitas

Cukup sukar menemukan pandangan GKR mengenai biseksualitas, sebab hamper


tidak ada dokumen resmi Gereja yang membahas biseksualitas secara khusus.

Transgender

Fenomena transgender berkaitan dengan pembentukan identitas gender selama masa


perkembangan seseorang. Perkembangan identitas gender tidak selamanya berjalan linear
sebagai seorang laki-laki yang maskulin atau perempuan feminim. Disini seperti halnya
tema homoseksualitas, ada dua hal yang berbeda, yaitu kecenderungan transgender dan
perbuatan transgender (memakai pakaian jenis kelamin lain sampai operasi ganti kelamin
yang menjadikan seorang individu transseksual). Perbuatan transgender (entah dengan cross-
dressing dan terutama operasi ganti kelamin) sudah menjadi dosa karena melawan dan
menolak rahmat Allah. Selain itu, perbuatan transgender juga menganggap kehidupan
jasmani sebagai nilai absolute dan mendewakan badan. Ilmu pengetahuan dan tekhnolugi
yang dipakai dalam operasi ganti kelamin tidak dapat menentukan dari dirinya sendiri arti
keberadaan dan kemajuan manusia.
Pekawinan Sejenis

Undang-undang yang menjamin perkawinan sesame jenis pertama kali ditetapkan


pada 2001 di Belanda. Sampai dengan 26 Juni 2015 ketika Pengadilan Tinggi Amerika
Serikat menetapkan bahwa konstitusi menjamin hak pasangan sejenis untuk menikah di
semua Negara bagian, sudah ada sekitar 13 negara yang melegalkan perkawinan sejenis. Ke-
13 negara itu memiliki akar atau tradisi kristianitas yang sangat lama, namun justru
melegalkan perkawinan pasangan sejenis.

Sikap Pastoral

Pandangan GKR mengenai fenomena LGBT dan implikasi yang ditimbulkan bagi
saudara-saudari LGBT dengan mudah membuat GKR dicap tidak manusiawi, kejam,
diskriminatif, tidak sesuai dengan pesan cinta kasih Yesusu Kristus, dan label-label negative
lainnya. Namun bila dicermati lebih teliti dan tanpa apriori dan prasangka negative, GKR
tidak putus-putusnya dan tanpa kenal lelah memperjuangkan penghormatan dan kasih
kepada saudara-saudari yang memiliki kecenderungan dan melakukan perbuatan LGBT.
Tidak boleh ada penyingkiran dan perlakuan diskriminatif. Bahkan GKR mengajak mereka
untuk hidup murni melalui disiplin pengendalian diri dan rahmat sacramental.
Respon Buddhisme
Mengenai Lesbian, Gay, dan Transgender (LGBT)

Pendahuluan
Peradaban manusia saat ini dapat dikatakan semakin maju dalam ranah ilmu
pengetahuan dan gagasan tentang kehidupan manusia itu sendiri. Berbagai penemuan
tentang tabir atau ilmu yang terkandung dalam alam semesta ini semakin kompleks dan tak
ternilai harganya. Kondisi ini sejajar dengan permasalahan yang dihadapi manusia yang
semakin kompleks pula. Kompleksitas permasalahn manusia yang hadir tidak hanya pada
ranah ekonomi, politik, agama, maupun social budaya saja, melainkan pada ranah
keberadaan identitas manusia itu sendiri. Berdasarkan konteks dan kompleksitas manusia itu
sendiri, saat ini muncul berbagai penggolongan manusia bedasarkan orientasi seksual.
Kondisi ini yang tidak dapat dipungkiri pada era modern telah berkembang isu maupun
fenomena mengenai Lesbian, Gay, Biseksual, maupun transgender (LGBT).
Pada dasarnya kalangan LGBT sama-sama sebagai manusia yang menjadi bagian dari
alam semesta ini yang menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya.
Seksualitas dalam kehidupan Gharavassa (perumah tangga)
Terdapat aturan tersendiri bagi seorang perumah tangga dalam melatih diri maupun
menyikapi seksualitas. Buddha menjelaskan kepada perumah tangga untuk mendapatkan
kehidupan yang bahagia, maka sepatutnya mampu mengendalikan ekspresi seksualitas.
Pesannya ”ia menghindari hubungan seksual tidak sah, berpantang hubungan seksual, ia
tidak berhubungan seksual dengan gadis di bawah perlindungan ayahatau ibu, saudara laki-
laki, saudari perempuan, dan lain-lain.
Seksualitas dalam kehidupan pabbajjita (petapa/kehidupan selibat)
Berbeda dengan latihan moral untuk perumah tangga dengan latihan moral bagi
seorang petapa atau samana. Bagi seorang yang telah mengambil tekad untuk menjalani
kehidupan ini sebagai seorang samana atau lebih tepatnya sebagai Bikkhu/Bhiksu atau
Bhikkuni/Bhiksuni aturan tidak melakukan ekspresi seksualitas ini menjadi mutlak untuk
tidak dilakukan. Pada dasarnyadalam paradigm Buddhisme tidak dijelaskan secara spesifik
mengenai pelampiasan orientasi seksual tersebut dilakukan oleh laki-laki dengan perempuan.
Namun lebih menekankan pada pengendalian nafsu seksual.
Respon Buddhisme Mengenai LGBT
Buddhisme berangkat dan berkembang dalam peradaban India kuno yang tidak
terlepas dari budaya yang berkembang saat itu. Budaya yang berkembang saat itu tidak dapat
dipungkiri telah memberikan pengaruh dalam memaknai segala sesuatu dalam konteks
Buddhisme. Ajaran Buddha yang telah terkuak lebih dari 2500 tahun yang lalu, tentu
mempunyai tantang tersendiri dalam menyikapi kondisi yang ada saat ini, terutama pada
kasus LGBT. Oleh karena LGBT tidak secara eksplisit dibicarakan dalam teks Buddhisme,
kita hanya dapat mengasumsikan bahwa masalah ini dapat dievaluasi dengan cara yang
sebagaimana adanya heteroseksual. Dalam perspektif Buddhisme, bahwa LGBT merupakan
bawaan lahir atau orientasi yang dimiliki oleh seseorang sejak lahir. Sampai saat ini telah
muncul berbagai penelitian tentang LGBT yang bukan termasuk sebagai penyakit. Mka dari
itu, dalam konteks ini LGBT sebagai bagian dari buah perbuatan seseorang dari kelahiran
yang sebelumnya atau sering di sebut sebagai bagian dari karma.
Refleksi dan Kesimpulan
Berangkat dari ketidaktahuan dan ketakutan dapat mendorong kita berprasangka tidak
tepat terhadap pihak lain. Kondisi ini yang menjadi bagian dari proses perubahan perspektif
Buddha dalam melihat LGBT.
LGBT MENURUT PANDANGAN AGAMA KHONGHUCU

Manusia hidup didunia ini mempunyai dua jenis gender/kelamin yang berbeda yaitu
pria dan wanita serta dilengkapi dengan watak sejati yang telah diberi oleh Tuhan. Manusia
ditakdirkan hidup berpasang antara pria dan wanita. Tuhan menciptakan manusia dengan dua
jenis kelamin yang berbeda guna meneruskan keturunan melalui suatu pernikahan agar
terciptanya kelestarian dunia. Pernikahan menurut agama khonghucu adalah ikatan lahir dan
batin antara pria dan wanita dengan tujuan membentuk keluarga bahagia dan melangsungkan
keturunan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pengertian LGBT:
Lesby adalah wanita yang orientasi seksualnya hanya pada seorang wanita saja, tidak
memiliki hasrat sex kepada pria.
Guy adalah pria yang orientasi seksualnya pada seorang pria saja, tidak memiliki hasrat sex
kepada wanita.
Biseksual adalah pria ataupun wanita yang hasrat sexnya terhadap dua jenis manusia baik
pria maupun wanita.
Transgender adalah orientasi seksualnya pria atau wanita yang mengidentifikasikan dirinya
menjadi pria atau wanita, atau dengan kata lain Waria bagi kaum pria dan tomboy bagi kaum
wanita.
LGBT menurut Jouru Ginting dibagi menjadi 3 golongan:
Golongan A : Mereka yang suka sesama jenis tapi sadar itu dosa dan tak mau terjerumus.
Mereka pun menahan diri.
Golongan B : Mereka yang suka sesama jenis, sadar bahwa itu dosa, tapi belum kuat
menahan godaan. Mereka pun terjerumus.
Golongan C : Mereka yang suka sesama jenis, mereka itu benar, bagian dari HAM, dan
mendukung pernikahan sesama jenis.
Untuk golongan A dan B seharusnya kita bantu mereka, sebab mereka ingin hidup normal,
kembali ke jalan yang benar.
Untuk golongan C pun masih bias disadarkan, apabila yang bersangkutan benar-benar mau
berubah menjadi normal, karena hanya dengan kesungguhan Tuhan pasti memberi jalan.
Penyebab terjadinya LGBT adalah:
1. Trauma masa lampau yang pernah dialaminya
2. Pergaulan
3. Lingkungan
4. Pengaruh narkoba
Didalam kehidupannya Khonghucu selalu mengajarkan kepada umatnya tentang kesusilaan
dengan kesusilaan manusia akan mengenal cinta kasih. Arti kesusilaan ini sangatlah luas
yang meliputi:
1. Nilai etika
2. Tata karma
3. Budi pekerti
4. Kesopanan
5. Norma social
6. Moral
Bagi Khonghucu segala yang berhubungan antara manusia dengan manusia lain harus
diatur dengan kesusilaan (Li). Seorang murid Nabi Kongcu bertanya kepada Nabi Kongcu
tentang cinta kasih, Nabi Kongcu menjawab “mengendalikan diri berpulang kepada
kesusilaan, itulah cinta kasih. Bila suatu hari dapat mengendalikan diri pulang kepada
kesusilaan, dunia kembali kepada cinta kasih. Cinta kasih itu tergantung pada usaha diri
sendiri. Dapatkah tergantung pada orang lain?”Didalam pelaksanaannya Nabi Kongcu
bersabda” yang tidak susila jangan dilihat, yang tidak susila jangan didengar, yang tidak
susila jangan diucapkan dan yang tidak susila jangan dilakukan.” Sabda Nabi Kongcu diatas
diartikan sebagai 4 pantangan yang tidak boleh dilanggar didalam kehidupannya.

Bila ditanyakan, Konghucu dalam hal ini setuju atau tidak pernikahan sesame jenis?
Khonghucu setuju bahwa fenomena ini memang terjadi didunia ini, tetapi dalam hal untuk
kelestarian umat manusia dimuka bumi ini Khonghucu tidak menyetujuinya, karena
Khonghucu hanya mengakui pernikahan yang berlainan jenis bukan sesama jenis. Walaupun
didalam kitab suci agama khonghucu tidak menyebutkan secara jelas pelanggaran mengenai
LGBT ini, tetapi ajaran kesusilaan yang diajarkan oleh Nabi Kongcu merupakan dasar bagi
kehidupan umatnya.

Khonghucu tidak mau mempermasalahkan apa yang telah terjadi, tetapi khonghucu
mencari solusi tentang apa yang telah terjadi, kalau kita hanya mempermasalahkan tetpai
tidak ada solusi penangannya itu sama saja menambah masalah baru. Jadi jangan saling
menyalahkan apa yang telah terjadi, penangan dan penanggulangan dari masalah itulah yang
harus kita selesaikan.

Para kaum LGBT ini perlu pembinaan yang khusus, diberi pengarahan janganlah
mereka dibenci, dikucilkan maupun dihina karena mereka juga adalah manusia ciptaan
tuhan, kita menghina mereka berarti kita menghina ciptaan tuhan itu sendiri.

Tugas berat bagi kita semua terutama sebagai seorang rohaniwan untuk menyadarkan
mereka agar kembali kekehidupan yang normal. Kita haruslah bijaksana dalam menyikapi
masalah LGBT ini.
LESBIAN, GAY, BISEKSUAL DAN TRANSGENDER
MENURUT PANDANGAN KRISTEN

Ada dua jenis pandangan tentang seksualitas yang saling bertentangan satu dengan
yang lainnya yaitu pandangan esensialisme dan konstruksionisme. Kelompok esensialisme
melihat jenis kelamin, orientasi seksual dan identitas seksual sebagai hal yang bersifat
terberi dan alami sehingga tidak mengalami perubahan. Bagi kaum esensialisme, jenis
kelamin yang dimiliki oleh manusia hanya terdiri dari 2 saja yaitu laki-laki dan perempuan;
orientasi seksual seksual hanyalah heteroseksual dan identitas gender haruslah sesuai dengan
jenis kelamin (perempauan-feminin; laki-laki-maskulin). Disinilah, orientasi seksual
meliputi baik heteroseksual, homoseksual dan biseksual. Kedua pandangan diatas dapat
disimpulkan melalui bagan dibawah ini.
Esensialisme Sosial Construction
Seks Laki-laki dan perempuan Laki-laki, perempuan, interseks, trasngender
Gender Feminin, maskulin Feminin, maskulin, adrugynous
Orientasi seksual Heteroseksual Heteroseksual, homoseksual, biseksual

Orientasi Seksual dan LGBT


Orientasi seksual adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan daya tarik
yang dirasakan oleh satu individu terhadap yang lain. Selain mengacu pada emasional,
romantic, atau ketertarikan seksual, istilah ini juga mencakup pengertian seseorang identitas.
Orientasi seksual individu dapat diarahkan pada orang dari jenis kelamin yang sama, orang
dari lawan jenis, atau terhadap orang-orang dari kedua jenis kelamin. Disini, orientasi
seksual terdiri dari tiga komponen yaitu praktek, identitas dan pilihan. Praktek merujuk
kepada apa yang setiap individu inginkan, pengalamannya, hubungannya dengan orang lain,
dan dengan pasangan seksualnya. Identitas meliputi perasaan seseorang, istilah yang
digunakan untuk dirinya, dan juga pilihannya mengenai dengan siapa ia ingin berbagi hidup
dan memiliki hubungan intim.
Sementara itu, lesbian adalah istilah yang diberikan kepada seorang perempuan yang
mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesame perempuan dimana diantara keduanya
terjalin hubungan secara fisik, seksual, emosional dan juga spiritual. Ada beberapa istilah
yang diberikan kepada para lesbian yaitu butch, lesbian yang berperan sebagai laki-laki;
femme, lesbian yang mengambil peran sebagai perempuan; lesbian yang berperan sebagai
laki-laki atau perempuan disebut andro; sementara lesbian yang bukan laki-laki maupun
perempuan biasanya disebut no label. Para lesbian dengan perannya masing-masing ini
dapat diidentifikasikan melalui cara mereka berpakaian dan bertingkah laku. Butch
cenderung menggunakan pakaian laki-laki dan bertingkah laku layaknya laki-laki. Femme di
lain pihak biasanya berpenampilan feminin, senang berdandan dan tidak jauh berbeda
dengan perempuan pada umumnya. Andro cenderung fleksibel dimana mereka selalu
menyesuaikan dengan peran yang dijalankan saat itu entah sebagai lesbian butch atau
femme. Berbeda dengan yang lainnya, lesbian no label biasanya tidak memiliki cirri khas
didalam berpakaian.
Ada banyak alasan sebenarnya yang membuat gereja-gereja baik di konteks Barat
maupun dunia ketiga bereaksi keras terhadap keberadaan kaum homoseks ini yang dianggap
sebagai ancaman bagi kehidupan kekristenan dan bagi Injil iu sendiri. Ini merupakan bagian
dari cara setan untuk melawan gereja. Beberapa alas an yang digunakan oleh gereja untuk
menolak kaum ini adalah sebagai berikut.
Perilaku Homoseksual adalah Dosa
Penekanan bahwa homoseks adalah dosa dapat dilihat didalam imamat 18:22 yang
mengatakan bahwa: “Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh
denganperempuan, karena itu suatu kekejian.” Larangan ini kenudian diperkuat didalam
imamat 20:13,”Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan
perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan
darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri.
Homoseksualitas bertentangan dengan urutan penciptaan Tuhan untuk keluarga dan
relasi manusia.
Alasan kedua berkenaan dengan anggapan bahwa perilaku homoseksualitas
bertentangan dengan maksud penciptaan Tuhan. Didalam Kej 1:27 tertulis bahwa, “Maka
Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-
Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptaka-Nya mereka. Bagi sebagian umat Kristen, ketika
Tuhan menciptakan manusia maka ia menetapkan aturan tentang seksualitas yang harus
dikembangkan oleh manusia sehingga dapat menuntun pada perkembangan keluarga.
Disinilah bagi gereja, ketika manusia telah berpaling dan terlibat didalam perilaku
homoseksual maka mereka telah berpaling pula dari perilaku seksual alami yang telah
ditetapkan Tuhan.
Teologi penerimaan : Sebuah Tantangan bagi Gereja di Masa yang Akan Datang
Pandangan gereja-gereja yang menolak keras terhadap keberadaan kaum homoseksual
di tengah-tengah mereka telah menimbulkan berbagai rekasi dari mereka yang adalah kaum
homoseksual dan beragama Kristen. Bnyak diantara mereka yang merasa ditolak oleh gereja
yang sama sekali tidak memberikan tempat bagi kaum homoseks untuk terlibat aktif didalam
komunitas keagamaan tersebut. Tidak jarang pandangan-pandangan keagamaan seperti ini
juga menuntun pada sikap penolakan orang tua terhadap anak-anak mereka yang “coming
out” sebagai kaum homoseks.
James Nelson, seorang professor etika mengatakan bahwa keberadaan kaum
homoseks yang semakin banyak terutama dikalangan orang Kristen sendiri menuntut gereja
untuk tidak melupakan tanggung jawabnya untuk menghadapi isu ini dengan cara lebih
terbuka, jujur dan sensitive. Ada lima point utama yang dikemukakan oleh Nelson yaitu:
1.) Kaum homoseks Kristen adalah saudari dan saudara kita yang secara tulus mencari
penerimaan gereja terhadap mereka tanpa adanya prejudis berdasarkan orientasi seksual
mereka-sesuatu yang merupakan jalan hidup mereka;
2.) Gereja harus mengambil tindakan yang penuh tanggung jawab untuk menghadapi sikap
antihomoseks yang kuat didunia ini dengan cara membentuk, mendukung dan
mengubah sikap negative terhadap kaum homoseks;
3.) Perintah kekristenan untuk melakukan keadilan social hendaknya tidak membuat kita
lupa bahwa diskriminasi terhadap berjuta-juta kaum homoseks terus terjadi hingga saat
ini;
4.) Gereja dipanggil untuk terus mengasah upaya-upaya berteologi dan beretikanya
sebertanggung jawab mungkin;
5.) Mayoritas berorientasi heteroseksual didalam gereja-gereja memiliki banyak
keuntungan ketika bergulat didalam masalah homoseksualitas yaitu peningkatan
kemampuan untuk mencintai manusia lain dengan lebih sungguh dan tanpa rasa takut.

Lima point yang ditawarkan oleh Nelson ini menunjukkan dinamika yang dihadapi oleh
gereja-gereja Kristen baik yang ada didunia maupun di Indonesia bahwa cepat atau lambat
kita harus berusaha untuk menerima kenyataan bahwa kaum LGBT ada ditengah-tengah
kita dan kita harus berupaya untuk menanggapi keberadaan mereka. Penjelasan Nelson
menegaskan bahwa gereja secara perlahan namun berkesinambungan harus berjuan untuk
menciptakan teologi yang dapat menjawab tantangan jaman ini.
Disini hal penerimaan ini yang belum dirasakanoleh kaum homoseks baik dirumah mereka
sendiri dimana mereka diberitahu oleh keluarga mereka bahwa mereka tidak diterima,
kemudian di gereja mereka diberitahukan bahwa mereka adalah orang-orang berdosa akibat
orientasi seksual mereka, lalu dirumah sakit mereka didiagnosa sebagai sakit dan
menyimpang, serta oleh hokum sebagai kaum criminal.
LGBT dalam Prespektif AGAMA ISLAM:Antara Norma, Teori dan Realita

LGBT dalam Teks


- Ayat-ayat al-quran yang menceritakan perilaku kaum Nabi Luth yang melakukan liwat
(hubungan seksual melaui dubur atau analsex) dengan sesame pria;
LGBT dilihat dari pemahaman Fiqih
Madzhab Syafi’I dan hanafi” menjelaskan homoseksualitas sebagai sebuah tindakan yang
tercela dan “haram”, terdapat perbedaan pandangan mengenai sanksi dari perilaku homoseks
ini.
Argumentasi : Usul al-fiqh penetapan hukumnya berdasarkan “syar’u man qablana” (syariat
umat sebelum islam). Apabila Al-Quran dan Al-Hadist telah menerangkan status hokum
yang disyariatkan oleh Allah kepada umat sebelum umat islam, maka hukuman tersebut
diwajibkan atau diharamkan pula kepada umat islam, sebagaimana diwajibkan atau
diharamkan kepada mereka.
Ibnu Katsir : “Allah SWT mengutus Nabi Luth AS kepada penduduk kampong Sodom dan
sekitarnya, untuk menyeru kepada mereka beribadah kepada Allah SWT, berbuat amar
ma’ruf nahi munkar, serta hal-hal yang haram dan keji, yang dosa tersebut tidak pernah
dilakukan oleh seorang pun dari anak cucu Adam sebelumnya, yaitu mendatangi lelaki
(untuk melampiaskan nafsu birahi), bikan kepada wanita.
Penafsiran/Fiqih
Homoseksualitas bukanlah “liwat” atau “luti” karena kedua istilah tersebut merujuk
pada peilaku seksual yang pernah dilakukan kaum Nabi Luth. Allah menimpakan azab
kepada istri Nabi Luth, pada hal tidak ada informasi bahwasannya ia melakukan lesbian atau
sodomi. Azab kepada kaum Nabi Luth karena mereka melakukan kedzaliman,
pembangkangan, kedurhakaan, dan perilaku seksual yang sudah melampaui batas, yaitu
mengandung unsure kekerasan dan pemaksaan sehingga Allah murka dan menimpakan
bencana, azab dan malapetaka yang dahsyat.Tidak ada larangan yang eksplisit baik untuk
homo ataupun lesbian, yang dilarang dalam Al-Quran adalah perilaku seksual dalam bentuk
kekerasan yaitu sodomi atau liwath.
Dalam pandangan Tuhan, manusia dihargai hanya berdasarkan kenyatannya, intisari
ajaran islam adalah memanusiakan manusia dengan menghormati kedaulatannya.
Homoseksualitas adalah berasal dari Tuhan, dan karena itu harus diakui sebagai hal yang
alamiyah. Dalam teks-teks suci yang dilarang lebih tertuju kepda perilaku seksualnya, bukan
pada orientasi seksualnya. Sebab, menjadi heteroseksual, homoseksual, dan biseksual adalah
kodrati, sesuatu yang “given” atau dalm bahasa fiqih disebut sunnatullah.
Nama : Sulistyo Wahyudin Hidayat
Nim : 232015068

Anda mungkin juga menyukai