Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan materi maupun pikirannya.
Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya
yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
Sulistyo Wahyudin H
I. PENDAHULUAN
Di Indonesia ini keberadaan kaum LGBT memang sudah tidak asing lagi bagi
masyarakat. Tidak sedikit tempat di Indonesia ini yang dijadikan untuk tempat
kumpul kaum LGBT. Hal ini dikarenakan kaum LGBT dianggap sebagai kaum yang
memiliki penyimpangan. Keberadaan kaum LGBT ini selain mendapatkan perlakuan
yang menyimpang juga banyak menjadi objek penghinaan dan kekerasan dari
masayarakat karena dianggap bertentangan dari budaya dan agama. Ditengah
masyarakat dengan budaya jawa dan adat-adat yang ada di Indonesia ini, kaum LGBT
semakin merasa terpinggirkan oleh masyarakat. Keberadaan kaum LGBT ini dinilai
tidak sejalan dengan nilai budaya dan agama yang berkembang di Indonesia. Di
Indonesia ini Perkawinan “sepasang” gay antara Phillip Iswardono warga Indonesia
dengan Wim warga Negara Belanda di lausden, Belanda pada 23 Juli 2003
merupakan peristiwa paling menarik dalam sejarah perkawinan di Indonesia selama
ini. Namun apabila menurut sejarah kebudayaan, problematika kaum homoseksual
bukan merupakan pernik baru di dunia ini. Agama Islam dan Nasrani, mencatat kaum
Nabi Luth A.S yang tersandera persoalan homoseksualisme. Kemudian penayangan
bebeapa sinetron relijius di berbagai stasiun televisi swasta tentang kehidupan waria
di tahun-tahun 200-an seakan mengingatkan kembali persoalan transeksualisme yang
belum tuntas di bicarakan.
II. Tujuan
Menyampaikan kepada mahasiswa apa itu LGBT yang dipandang/ditinjau dari
prespektif agama-agama?
III. LGBT Ditinjau dari Perspektif Agama-Agama
“…WHO AM I TO JUDGE?”
Pandangan dan sikap Gereja Katolik Terhadap Saudara-Saudari LGBT
Pendahuluan
Tema LGBT dan penilaian moral terhadap perbuatan LGBT semakin menjadi
perhatian di ranah public, tidak lagi privat. Demikian pula yang terjadi dalam Gereja Katolik
Roma (GKR). Karena pembicaraan atau diskusi mengenai LGBT kerap melibatkan
argumentasi atau pendapat yang tidak konsisten dengan ajaran resmi, GKR telah mengangkat
tema LGBT kedalam pembahasan yang serius dan menuangkannya dalam dokumen-
dokumen resmi yang berbobot Magisterium.
Pandangan moral Kristiani didasarkan pada akalbudi manusia yang diterangi oleh
iman dan secara sadar digerakkan oleh keinginan kuat untuk melaksanakan kehendan Allah.
Oleh karena itu, GKR menerima masukan-masukan dari ilmu pengetahuan sekaligus
mentran-sendensikan wawasan ilmu pengetahuan dengan keyakinan bahwa visinya
memberikan keadilan yang lebih besar kepada realitas manusiawi yang teramat kaya dalam
dimensi spiritual dan fisiknya, sebagaimana yang dikehendaki Allah saat penciptaan dan
berdasarkan rahmat sebagai pewaris hidup abadi.
Dalam konteks inilah pembahasan mengenai tema atau fenomena LGBT yang sangat
kompleks dan memiliki konsekuensi social eklesial harus dilakukan dengan studi yang penuh
perhatian, kejujuran, dan pertimbangan teologis yang seimbang. Oleh karena itu, dalam
pembahasan berikut akan disampaikan pandangan resmi GKR, implikasi yang muncul dari
pandangan itu, dan sikap atau perhatian pastoral terhadap fenomena LGBT. Pembahasan ini
penting supaya saudara-saudari dengan kecenderungan LGBT tidak salah meyakini bahwa
mereka menghidupi kecenderungan itu sebagai sesuatu yang dapat dibenarkan secara moral.
Homoseksualitas
“Homoseksualitas adalah hubungan antara para pria atau wanita, yang merasa diri tertarik
dalam hubungan seksual, semata-mata atau terutama, kepada orang sejenis kelamin.
Homoseksualitas muncul dalam berbagai waktu dan kebudayaan dalam bentuk yang sangat
bervariasi. Asal usul psikisnya masih belum jelas sama sekali. Berdasarkan Kitab Suci yang
melukiskannya sebagai penyelewengan besar, tradisi Gereja selalu menjelaskan, bahwa
“perbuatan homoseksual itu tidak baik”. Perbuatan itu melawan hokum kodrat, karena
kelanjutan kehidupan tidak mungkin terjadi waktu persetubuhan. Perbuatan itu tidak berasal
dari satu kebutuhan benar untuk saling melengkapi secara afektif dan seksual.
Bagaimanapun perbuatan itu tidak dapat dibenarkan”.
Di sini ada dua hal berbeda yang sangat penting diperhatikan, yaitu ketertarikan
homoseksual dan perbuatan homoseksual.
Biseksualitas
Transgender
Sikap Pastoral
Pandangan GKR mengenai fenomena LGBT dan implikasi yang ditimbulkan bagi
saudara-saudari LGBT dengan mudah membuat GKR dicap tidak manusiawi, kejam,
diskriminatif, tidak sesuai dengan pesan cinta kasih Yesusu Kristus, dan label-label negative
lainnya. Namun bila dicermati lebih teliti dan tanpa apriori dan prasangka negative, GKR
tidak putus-putusnya dan tanpa kenal lelah memperjuangkan penghormatan dan kasih
kepada saudara-saudari yang memiliki kecenderungan dan melakukan perbuatan LGBT.
Tidak boleh ada penyingkiran dan perlakuan diskriminatif. Bahkan GKR mengajak mereka
untuk hidup murni melalui disiplin pengendalian diri dan rahmat sacramental.
Respon Buddhisme
Mengenai Lesbian, Gay, dan Transgender (LGBT)
Pendahuluan
Peradaban manusia saat ini dapat dikatakan semakin maju dalam ranah ilmu
pengetahuan dan gagasan tentang kehidupan manusia itu sendiri. Berbagai penemuan
tentang tabir atau ilmu yang terkandung dalam alam semesta ini semakin kompleks dan tak
ternilai harganya. Kondisi ini sejajar dengan permasalahan yang dihadapi manusia yang
semakin kompleks pula. Kompleksitas permasalahn manusia yang hadir tidak hanya pada
ranah ekonomi, politik, agama, maupun social budaya saja, melainkan pada ranah
keberadaan identitas manusia itu sendiri. Berdasarkan konteks dan kompleksitas manusia itu
sendiri, saat ini muncul berbagai penggolongan manusia bedasarkan orientasi seksual.
Kondisi ini yang tidak dapat dipungkiri pada era modern telah berkembang isu maupun
fenomena mengenai Lesbian, Gay, Biseksual, maupun transgender (LGBT).
Pada dasarnya kalangan LGBT sama-sama sebagai manusia yang menjadi bagian dari
alam semesta ini yang menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya.
Seksualitas dalam kehidupan Gharavassa (perumah tangga)
Terdapat aturan tersendiri bagi seorang perumah tangga dalam melatih diri maupun
menyikapi seksualitas. Buddha menjelaskan kepada perumah tangga untuk mendapatkan
kehidupan yang bahagia, maka sepatutnya mampu mengendalikan ekspresi seksualitas.
Pesannya ”ia menghindari hubungan seksual tidak sah, berpantang hubungan seksual, ia
tidak berhubungan seksual dengan gadis di bawah perlindungan ayahatau ibu, saudara laki-
laki, saudari perempuan, dan lain-lain.
Seksualitas dalam kehidupan pabbajjita (petapa/kehidupan selibat)
Berbeda dengan latihan moral untuk perumah tangga dengan latihan moral bagi
seorang petapa atau samana. Bagi seorang yang telah mengambil tekad untuk menjalani
kehidupan ini sebagai seorang samana atau lebih tepatnya sebagai Bikkhu/Bhiksu atau
Bhikkuni/Bhiksuni aturan tidak melakukan ekspresi seksualitas ini menjadi mutlak untuk
tidak dilakukan. Pada dasarnyadalam paradigm Buddhisme tidak dijelaskan secara spesifik
mengenai pelampiasan orientasi seksual tersebut dilakukan oleh laki-laki dengan perempuan.
Namun lebih menekankan pada pengendalian nafsu seksual.
Respon Buddhisme Mengenai LGBT
Buddhisme berangkat dan berkembang dalam peradaban India kuno yang tidak
terlepas dari budaya yang berkembang saat itu. Budaya yang berkembang saat itu tidak dapat
dipungkiri telah memberikan pengaruh dalam memaknai segala sesuatu dalam konteks
Buddhisme. Ajaran Buddha yang telah terkuak lebih dari 2500 tahun yang lalu, tentu
mempunyai tantang tersendiri dalam menyikapi kondisi yang ada saat ini, terutama pada
kasus LGBT. Oleh karena LGBT tidak secara eksplisit dibicarakan dalam teks Buddhisme,
kita hanya dapat mengasumsikan bahwa masalah ini dapat dievaluasi dengan cara yang
sebagaimana adanya heteroseksual. Dalam perspektif Buddhisme, bahwa LGBT merupakan
bawaan lahir atau orientasi yang dimiliki oleh seseorang sejak lahir. Sampai saat ini telah
muncul berbagai penelitian tentang LGBT yang bukan termasuk sebagai penyakit. Mka dari
itu, dalam konteks ini LGBT sebagai bagian dari buah perbuatan seseorang dari kelahiran
yang sebelumnya atau sering di sebut sebagai bagian dari karma.
Refleksi dan Kesimpulan
Berangkat dari ketidaktahuan dan ketakutan dapat mendorong kita berprasangka tidak
tepat terhadap pihak lain. Kondisi ini yang menjadi bagian dari proses perubahan perspektif
Buddha dalam melihat LGBT.
LGBT MENURUT PANDANGAN AGAMA KHONGHUCU
Manusia hidup didunia ini mempunyai dua jenis gender/kelamin yang berbeda yaitu
pria dan wanita serta dilengkapi dengan watak sejati yang telah diberi oleh Tuhan. Manusia
ditakdirkan hidup berpasang antara pria dan wanita. Tuhan menciptakan manusia dengan dua
jenis kelamin yang berbeda guna meneruskan keturunan melalui suatu pernikahan agar
terciptanya kelestarian dunia. Pernikahan menurut agama khonghucu adalah ikatan lahir dan
batin antara pria dan wanita dengan tujuan membentuk keluarga bahagia dan melangsungkan
keturunan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pengertian LGBT:
Lesby adalah wanita yang orientasi seksualnya hanya pada seorang wanita saja, tidak
memiliki hasrat sex kepada pria.
Guy adalah pria yang orientasi seksualnya pada seorang pria saja, tidak memiliki hasrat sex
kepada wanita.
Biseksual adalah pria ataupun wanita yang hasrat sexnya terhadap dua jenis manusia baik
pria maupun wanita.
Transgender adalah orientasi seksualnya pria atau wanita yang mengidentifikasikan dirinya
menjadi pria atau wanita, atau dengan kata lain Waria bagi kaum pria dan tomboy bagi kaum
wanita.
LGBT menurut Jouru Ginting dibagi menjadi 3 golongan:
Golongan A : Mereka yang suka sesama jenis tapi sadar itu dosa dan tak mau terjerumus.
Mereka pun menahan diri.
Golongan B : Mereka yang suka sesama jenis, sadar bahwa itu dosa, tapi belum kuat
menahan godaan. Mereka pun terjerumus.
Golongan C : Mereka yang suka sesama jenis, mereka itu benar, bagian dari HAM, dan
mendukung pernikahan sesama jenis.
Untuk golongan A dan B seharusnya kita bantu mereka, sebab mereka ingin hidup normal,
kembali ke jalan yang benar.
Untuk golongan C pun masih bias disadarkan, apabila yang bersangkutan benar-benar mau
berubah menjadi normal, karena hanya dengan kesungguhan Tuhan pasti memberi jalan.
Penyebab terjadinya LGBT adalah:
1. Trauma masa lampau yang pernah dialaminya
2. Pergaulan
3. Lingkungan
4. Pengaruh narkoba
Didalam kehidupannya Khonghucu selalu mengajarkan kepada umatnya tentang kesusilaan
dengan kesusilaan manusia akan mengenal cinta kasih. Arti kesusilaan ini sangatlah luas
yang meliputi:
1. Nilai etika
2. Tata karma
3. Budi pekerti
4. Kesopanan
5. Norma social
6. Moral
Bagi Khonghucu segala yang berhubungan antara manusia dengan manusia lain harus
diatur dengan kesusilaan (Li). Seorang murid Nabi Kongcu bertanya kepada Nabi Kongcu
tentang cinta kasih, Nabi Kongcu menjawab “mengendalikan diri berpulang kepada
kesusilaan, itulah cinta kasih. Bila suatu hari dapat mengendalikan diri pulang kepada
kesusilaan, dunia kembali kepada cinta kasih. Cinta kasih itu tergantung pada usaha diri
sendiri. Dapatkah tergantung pada orang lain?”Didalam pelaksanaannya Nabi Kongcu
bersabda” yang tidak susila jangan dilihat, yang tidak susila jangan didengar, yang tidak
susila jangan diucapkan dan yang tidak susila jangan dilakukan.” Sabda Nabi Kongcu diatas
diartikan sebagai 4 pantangan yang tidak boleh dilanggar didalam kehidupannya.
Bila ditanyakan, Konghucu dalam hal ini setuju atau tidak pernikahan sesame jenis?
Khonghucu setuju bahwa fenomena ini memang terjadi didunia ini, tetapi dalam hal untuk
kelestarian umat manusia dimuka bumi ini Khonghucu tidak menyetujuinya, karena
Khonghucu hanya mengakui pernikahan yang berlainan jenis bukan sesama jenis. Walaupun
didalam kitab suci agama khonghucu tidak menyebutkan secara jelas pelanggaran mengenai
LGBT ini, tetapi ajaran kesusilaan yang diajarkan oleh Nabi Kongcu merupakan dasar bagi
kehidupan umatnya.
Khonghucu tidak mau mempermasalahkan apa yang telah terjadi, tetapi khonghucu
mencari solusi tentang apa yang telah terjadi, kalau kita hanya mempermasalahkan tetpai
tidak ada solusi penangannya itu sama saja menambah masalah baru. Jadi jangan saling
menyalahkan apa yang telah terjadi, penangan dan penanggulangan dari masalah itulah yang
harus kita selesaikan.
Para kaum LGBT ini perlu pembinaan yang khusus, diberi pengarahan janganlah
mereka dibenci, dikucilkan maupun dihina karena mereka juga adalah manusia ciptaan
tuhan, kita menghina mereka berarti kita menghina ciptaan tuhan itu sendiri.
Tugas berat bagi kita semua terutama sebagai seorang rohaniwan untuk menyadarkan
mereka agar kembali kekehidupan yang normal. Kita haruslah bijaksana dalam menyikapi
masalah LGBT ini.
LESBIAN, GAY, BISEKSUAL DAN TRANSGENDER
MENURUT PANDANGAN KRISTEN
Ada dua jenis pandangan tentang seksualitas yang saling bertentangan satu dengan
yang lainnya yaitu pandangan esensialisme dan konstruksionisme. Kelompok esensialisme
melihat jenis kelamin, orientasi seksual dan identitas seksual sebagai hal yang bersifat
terberi dan alami sehingga tidak mengalami perubahan. Bagi kaum esensialisme, jenis
kelamin yang dimiliki oleh manusia hanya terdiri dari 2 saja yaitu laki-laki dan perempuan;
orientasi seksual seksual hanyalah heteroseksual dan identitas gender haruslah sesuai dengan
jenis kelamin (perempauan-feminin; laki-laki-maskulin). Disinilah, orientasi seksual
meliputi baik heteroseksual, homoseksual dan biseksual. Kedua pandangan diatas dapat
disimpulkan melalui bagan dibawah ini.
Esensialisme Sosial Construction
Seks Laki-laki dan perempuan Laki-laki, perempuan, interseks, trasngender
Gender Feminin, maskulin Feminin, maskulin, adrugynous
Orientasi seksual Heteroseksual Heteroseksual, homoseksual, biseksual
Lima point yang ditawarkan oleh Nelson ini menunjukkan dinamika yang dihadapi oleh
gereja-gereja Kristen baik yang ada didunia maupun di Indonesia bahwa cepat atau lambat
kita harus berusaha untuk menerima kenyataan bahwa kaum LGBT ada ditengah-tengah
kita dan kita harus berupaya untuk menanggapi keberadaan mereka. Penjelasan Nelson
menegaskan bahwa gereja secara perlahan namun berkesinambungan harus berjuan untuk
menciptakan teologi yang dapat menjawab tantangan jaman ini.
Disini hal penerimaan ini yang belum dirasakanoleh kaum homoseks baik dirumah mereka
sendiri dimana mereka diberitahu oleh keluarga mereka bahwa mereka tidak diterima,
kemudian di gereja mereka diberitahukan bahwa mereka adalah orang-orang berdosa akibat
orientasi seksual mereka, lalu dirumah sakit mereka didiagnosa sebagai sakit dan
menyimpang, serta oleh hokum sebagai kaum criminal.
LGBT dalam Prespektif AGAMA ISLAM:Antara Norma, Teori dan Realita