Oleh
M. Rahmanda Lintang P
NIM 15510907111022
Mengetahui,
Ketua Jurusan, Dosen Pembimbing,
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga
proposal dengan judul “Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT.
Komatsu Undercarriage Indonesia” dapat diselesaikan dengan baik.
Tujuan penyusunan proposal kegiatan ini adalah untuk memenuhi syarat
pengajuan Praktek Kerja Lapang dan memenuhi mata kuliah Praktek Kerja Lapang pada
semester V tahun akademik 2017-2018 di Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Tidak lupa penulis ingin menyampaikan rasa
terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua, kakak, dan adik saya untuk semangat yang telah diberikan.
2. Bapak Luhur Akbar Devianto, ST, MT selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktunya dan membimbing penuils sehingga dapat
menyelesaikan proposal ini secara menyeluruh.
3. Dr. Ir. A. Tunggul Sutan Haji, MT. selaku Ketua Program Studi Teknik
Lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya
4. La Choviya Hawa STP, MP, PhD selaku Ketua Jurusan Keteknikan Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya
5. Rekan-rekan yang telah memberikan semangat.
Penulis menyadari bahwa proposal ini masi jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan
proposal ini. Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat
kepada semua pihak yang memerlukannya
Demikiran proposal yang dapat saya sampaikan atas kerja sama PT. Komatsu
Undercarriage Indonesia saya mengucapkan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
2.5 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut OHSAS 18001 ...... 6
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) harus dikelola sebagaimana dengan aspek lainnya
dalam perusahaan seperti operasi, produksi, logistik, sumber daya manusia, keuangan dan
pemasaran. Aspek K3 tidak akan bisa berjalan seperti apa adanya tanpa adanya intervensi dari
manajemen berupa upaya terencana untuk mengelolanya. Karena itu ahli K3 sejak awal tahun
1980an berupaya meyakinkan semua pihak khususnya manajemen organisasi untuk
menempatkan aspek K3 setara dengan unsur lain dalam organisasi. Hal inilah yang mendorong
lahirnya berbagai konsep mengenai manajemen K3. Menurut Kepmenaker 05 tahun 1996, Sistem
Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem secara
keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan/desain, tanggung jawab,
pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan, bagi pengembangan,
penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan
kerja dalam pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat
kerja yang aman, efisien dan produktif.
1
PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, merupakan perusahaan manufaktur alat berat di
Indonesia yang berdiri sejak tahun 1982 dan hingga saat ini merupakan satu-satunya
perusahaan manufaktur alat berat yang melakukan seluruh kegiatan produksinya dilakukan di
indonesia. Produk yang dihasilkan dari PT. Komatsu Undercarriage Indonesia telah banyak
digunakan di berbagai sektor Pembangunan konstruksi yang ada di Indonesia. Beberapa alat
berat yang diproduksi oleh PT. Komatsu Undercarriage Indonesia adalah Hydraulic Excavator,
Dump Track, Bulldozer, dan Motor Grader.
Sejak tahun awal tahun 2013 PT. Komatsu Undercarriage Indonesia telah menerapkan
standar International dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja (OHSAS 18001) dalam
menerapkan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang berupaya untuk
mewujudkan produktivitas kerja secara optimal yang meliputi pelayanan kesehatan dan
pencegahan penyakit akibat kerja.
Berdasarkan hal itu maka dari itu saya sebagai Mahasiswa ingin memahami dan memperoleh
pengalaman tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ada di PT.
Komatsu Undercarriage Indonesia melalui Praktek Kerja Lapang yang akan saya laksanakan.
1.2 Tujuan
2
BAB II
Tinjauan Pustaka
3
2.1 Alat Berat
Alat berat yang kita kenal di dalam ilmu teknik sipil adalah alat yang digunakan
untuk membantu manusia dalam melakukan pekerjaan pembangunan suatu struktur
bangunan. Saat ini alat berat merupakan faktor penting di dalam proyek karena dapat
memudahkan manusia dalam mengerjakan pekerjaannya sehingga hasil yang diharapkan
dapat tercapai dengan mudah dan waktu yang relatif singkat. Penggunaan alat berat yang
kurang tepat dengan kondisi dan situasi lapangan pekerjaan akan berpengaruh berupa
kerugian antara lain rendahnya produksi, tidak tercapainya jadwal atau target yang telah
di tentukan, atau kerugian perbaikan yang tidak semestinya (Simanjuntak, 2013).
Pada pembuatan dan penggunaan alat berat erat hubungannya dengan
penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja menurut (Pangkey,
2012), Manfaat penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi
perusahaan adalah:
1. Pihak manajemen dapat mengetahui kelemahan-kelemahan unsur sistem
operasional sebelum timbul gangguan operasional, kecelakaan, insiden dan
kerugian-kerugian lainnya.
2. Dapat diketahui gambaran secara jelas dan lengkap tentang kinerja K3 di
perusahaan.
3. Dapat meningkatkan pemenuhan terhadap peraturan perundangan bidang K3.
4. Dapat meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kesadaran tentang K3, k
hususnya bagi karyawan yang terlibat dalam pelaksanaan audit.
5. Dapat meningkatkan produktivitas kerja.
4
c. Memperhatikan masukan dari pekerja/buruh dan/ atau serikat pekerja/ serikat
buruh.
Sedangkan menurut (Waruwu, 2016) Elemen-elemen yang patut dipertimbangkan
dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program K3 adalah sebagai berikut:
1. Komitmen perusahaan untuk mengembangkan program yang mudah dilaksanakan.
2. Kebijakan pimpinan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
3. Ketentuan penciptaan lingkungan kerja yang menjamin terciptanya K3 dalam bekerja.
4. Ketentuan pengawasan selama proyek berlangsung.
5. Pendelegasian wewenang yang cukup selama proyek berlangsung.
6. Ketentuan penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan.
7. Pemeriksaan pencegahan terjadinya kecelakaan kerja.
8. Melakukan penelusuran penyebab utama terjadinya kecelakaan kerja.
9. Mengukur kinerja program keselamatan dan kesehatan kerja.
10. Pendokumentasian yang memadai dan pencacatan kecelakaan kerja secara kontinu.
Lalu menurut peraturan pemerintah nomor 50 tahun 2012 tentang penerapan
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja untuk pemantauan dan Evaluasi
Kinerja K3 ialah sebagai berikut:
1. Pengusaha wajib melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja K3
2. Pemantauan dan Evaluasi kinerja K3 melalui pemeriksaan, pengujian, pengukuran,
dan audit internal SMK3 dilakukan oleh sumber daya manusia yang kompeten.
3. Dalam hal perusahaan tidak memiliki sumber daya untuk melakukan pemantauan dan
evaluasi kinerja K3 dapat menggunakan jasa pihak lain
4. Hasil pemantauan dan evaluasi kinerja K3 dilaporkan kepada pengusaha.
5. Hasil pemantauan dan evaluasi kinerja K3 digunakan untuk melakukan tindakan
perbaikan.
6. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kinerja K3 dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan/atau standar.
5
tinggi. Tujuan menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
adalah:
a. Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang
terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi
b. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan
melibatkan unsure mencegah manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh
c. Menciptakan tempat kerja ang aman,nyaman, dan efisien untuk mendorong
produktivitas.
2.5 Sistem Manajem Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut OHSAS 18001
Menurut OHSAS 18001, sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
merupakan bagian dari sistem manajemen organisasi atau perusahaan yang digunakan
untuk mengembangkan dan melaksanakan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
6
serta mengendalikan risiko keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam proses SMK3,
OHSAS 18001 menggunakan pendekatan plan-do-check-action (PDCA), yaitu mulai dari
kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja, perencanaan, implementasi dan operasi,
pemeriksaan, dan tinjauan manajemen. Berikut ini adalah model sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja OHSAS 18001 berdasarkan pendekatan PDCA (Romli,
2010).
7
Pemeriksaan meliputi hal-hal seperti pemantauan kinerja; inspeksi tempat kerja;
pelaporan dan penyelidikan insiden, serta audit internal yang dilakukan secara berkala
5. Review Manajemen
Review manajemen meliputi tinjauan ulang mengenai evaluasi penerapan kebijakan,
sasaran, dan tujuan K3, kinerja K3, efektivitasi penerapan SMK3, dan hasil audit
SMK3. Lalu perusahan bisa mengambil tindakan perbaikan dan peningkatan SMK3.
BAB III
Metode Pelaksanaan
8
Waktu : 2 Januari 2018 – 2 Februari 2018
Nama Perusahaan : PT. Komatsu Undercarriage Indonesia
Alamat Perusahaan : Jl. Jababeka XI Blok H-16, Cikarang Industrial Estate,
Bekasi 17530, Jawa Barat - Indonesia
9
Gambar 3.1 Peta Komatsu Undercarriage Indonesia
10
3.3 Jadwal Pelaksanaan
Tabel 3.1 Alokasi waktu pelaksanaan Praktek Kerja Lapang
N Nama PelaksanaanBulan/Mingguke-
o Kegiatan September Januari Februari Maret
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Penulisan
Proposal
2. Konsultasi
proposal
dengan dosen
pembimbing
3. Pengajuan
proposal ke
Perusahaan
4. Aktivitas
lapang
a. Pengenalan
lokasi dan
gambaran
umum
7perusahaan
b.
Pengumpulan
data
c. Mengamati
SMK3 yang
ada di
lapangan
d. Crosscheck
data pada
pembimbing
lapang
5. Penulisan
Laporan
6. Konsultasi
pada dosen
pembimbing
7. UjianLaporan
PKL
8. Revisi
9. Pengumpulan
Laporan
11
DAFTAR PUSTAKA
Romli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS
18001. Jakarta : Dian Rakyat
Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah nomor 50 tahun 2012 tentang Penerapan
Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Lembaga Negara R tahun 2012.
Sekretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Lembaga Negara RI Tahun 192. Sekretariat Negara. Jakarta
Simanjuntak, Manlian Ronald. 2013. Peran Exvactor Terhadap Kinerja Proyek Konstruksi
Rumah Tinggal di Jakarta Selatan. Jurnal. ISSN 2087-9334
Pangkey, Febyana. 2012. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) pada Konstruksi di Indonesia. Jurnal. ISSN 2087-9334
Tarore, Huibert, dan Mandagi. Robert J M. 2006. Sistem Manajemen Proyek Konstruksi
(SIMPROKON). Tim Penerbit JTS Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Waruwu, Saloni. 2016. Analisis Faktor Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang Signifikan
Mempengaruhi Kecelakaan Kerja pada Proyek Pembangunan Apartement Student
Castle. Jurnal. ISSN : 2442-2630
12
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Saat ini PT. Komatsu Undercarriage Indonesia berlokasi di Cikarang Industrial Esatate,
jawa barat dengan luas tanah pabrik 74,300 m2 dan luas bangunan 29,571m2 dengan
jumlah pegawai sebanyak 1,025 orang terhitung bulan Januari tahun 2017. Berikut ini
adalah perjalanan panjang PT. Komatsu Undercarriage Indonesia sejak tahun 1992
13
Year Month Explanation
1992 Januari HUFI founded by Hokuriku
Kogyo, United Tractors and
Komatsu Ltd
2000 November KUI Founded by Komatsu Ltd
2001 April Start 1st Link Assy Production
2002 August Start 1st Roller Assembling
Line
2004 July Achieve the 10.000 Link
Assembly Production
December Expanded new factory
2006 October HUFI change company name
to KOFI
2008 July ISO 9001:2000 certified
2009 Januari Achieve the 50.000 Link
assembly production
July ISO 14001: 2004 Certified
2010 March Expand Mining Machine
Undercarriage Production
2012 Januari Merger with KOFI and New
KUI started
2015 September Achieve the 100,000th Link
Assy Production
Tabel 4.2 Tabel Perjalanan PT. Komatsu Undercarriage Indonesia sejak 1992
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015
14
dalam setiap kondisi yang dihadapi perusahaan. Maka dari itu PT. Komatsu
Undercarriage Indonesia memiliki misi : “Memastikan Pemantapan Kualitas dan
Kepercayaan dari Komponen Orisinil Undercarriage Komatsu”
Komatsu Way merupakan nilai KOMATSU yang dibangun dari daya saing manufaktur
sebagai sumber kekuatan untuk mencapai peningkatan kapabilitas manufaktur,
meningkatkan hubungan dengan pemasok dan distributor. Manufaktur d sini didefinisikan
sebagai aktivitas kerja. Manufaktur di sini didefinisikan sebagai aktivitas kerja kelompok
yang dilakukan berdasarkan sistem nilai berantai yang tidak hanya terdiri dari divisi
internal seperti pengembangan, produksi, penjualan, pelayanan, dan administrasi tetapi
juga supplier dan mitra bisnis lainnya.
Terdapat 7 langkah KOMATSU WAY, berikut adalah 7 langkah KOMATSU WAY
1. Orientasi Pada Pelanggan
2. Falsafah Tempat Kerja (Genba)
3. Mendefinisikan Akar Permasalahan
4. Bekerjasama dengan Mitra Bisnis
5. Pengembangan Sumber Daya Mnausia
6. Penerapan Kebijjakan (Hoshintenkai)
7. Komitmen pada Kualitas dan Reliabilitas
15
PT. Komatsu Undercarriage Indonesia sebagai perusahaan besar yang ada di
indonesia memiliki jangkauan distribusi produknya dengan berbagai negara contohnya
seperti Brazil, Afrika Selatan, Chille, dan untuk negara negara yang ada di asia seperti
india, singapura, malaysia, thailand, dan laos. PT. Komatsu Undercarriage Indonesia
memproduksi bagian undercarriage dari mesin excavator dan bulldozer. Setelah PT.
Komatsu Undercarriage Indonesia sudah memproduksi undercarriage selanjutnya akan
dikirim ke PT. Komatsu Indonesia untuk dirakit menjadi satu mesin excavator dan
bulldozer lalu dikirim ke United Tractor atau biasa disebut UT sebagai penjual produk dari
PT. Komatsu Undercarriage Indonesia. Berikut adalah gambaran dari destinasi
pengiriman produk dari Komatsu
KCIS
(CIS)
KEISA
(Europe) KLTD
KAC
(North America) KME KSL (Japan)
(China)
(Middle East)
KIPL
L&TK
(India) BKC
(Thai)
Ex-KAP DB
KBI UT (Indonesia)
(Brazil) KI (Indonesia)
KCC
(Chile)
KSA
KDB
(South Africa) KAL
(Brazil)
(Australia)
New Machine
A/M
16
KUI Direct Shipment to Distributor in Asia
Nepal Bhutan
Taiwan
Viet Nam
Philippine
Myanmar
India
Cambodia
Thailand
Laos
Singapore
Indonesia
4.3 Sertifikat Manajemen Sistem yang ada di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia
PT. Komatsu Undercarriage Indonesia sebagai perusahaaan besar di bidang
pembuatan alat berat dan yang sudah mengirimkan produk produknya di berbagai negara
tentu sudah memilliki sertifikasi untuk memanajemen sistem yang ada di PT. Komatsu
Undercarriage Indonesia. Contohnya adalah ISO 9001:2000 ini adalah ISO yang
mengatur tentang manajemen mutu yang ada di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia,
dan PT. Komatsu Undercarriage Indonesia sudah mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2000
itu berarti mutu yang ada di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia sudah terjamin
kualitasnya. Selanjutnya adalah ISO 14001:2004 tentang manajemen lingkungan, ini
menunjukan bahwasanya PT. Komatsu Undercarriage Indonesia sudah bertanggung
jawab untuk menjaga segala dampak yang diberikan dari aktivias pabrik terhadap
lingkungan, hal ini dibuktikan dengan sudah tersertifikasinya PT. Komatsu Undercarriage
Indonesia tentang Sistem Manajemen Lingkungan. Lalu selanjutnya adalah OHSAS
18001:2007 PT. Komatsu Undercarriage Indonesia telah mendapatkan sertifikasi OHSAS
18001 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja hal ini sangat menunjukan bahwasanya
PT. Komatsu Undercarriage Indonesia sangat memperhatikan terkait keselamatan dan
kesehatan kerja. Berikut adalah bukti sertifikat yang sudah didapatkan oleh PT. Komatsu
Undercarriage Indonesia
17
Gambar 4.6 ISO 9001:2000
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015
18
Gambar 4.8 OHSAS 18001:2007
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015
19
Gambar 4.9 Struktur Organisasi PT. Komatsu Undercarriage Indonesia
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015
20
Gambar 4.10 Track Roller
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015
b. Carrier Roller
Menurut Jati (2011) Carrier roller adalah bagian dari komponen undercarriage
yang berbentuk hampir sama dengan track roller, akan tetapi memiliki fungsi yang
berbeda yaitu menahan berat gulungan atas dari track shoe assy, agar tidak melentur,
dan menjaga gerakan track shoe antara spocket ke idler atau sebaliknya agar tetap
lurus, berikut adalah gambar dari Carrier Roller
c. Idler
Menurut Jati (2011) idler berfungsi untuk membantu menegangkan atau
mengendorkan track dan juga meredam kejutan
21
d. Sprocket
Menurut Jati (2011) sprocket dalam komponen undercarriage berfungsi sebagai
media penerus tenaga dari track melalui bushing, dan merubah putaran sprocket
menjadi gulungan pada track agar unit dapat bergerak, berikut adalah gambar dari
sprocket
e. Track Link
Menurut Jati (2011) Track Link pada unit memiliki fungsi sebagai penumpu dari
total beban pada track roller sehingga memungkinkan crawler tractors dapat berjalan.
Di mana Track Link dihubungkan antara link satu dengan yang lain dengan pin dan
bushing, serta dihubungkan dengan track shoe dengan bolt dan nut. Di mana tumpuan
track link terletak pada Track roller, carrier roller, dan Front Idler, berikut adalah
gambar dari Track Link
f. Track shoe
Menurut Jati (2011) Track Shoe adalah bagian dari undercarriage yang berfungsi
di samping tempat persinggungan den n mngan tanah juga merupakan alas gerak
crawler tractors. Track shoe merupakan pembagi berat unit ke permukaan tanah,
berikut adalah gambar dari track shoe
22
Gambar 4.15Track Shoe
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015
4.6 Proses Produksi dari PT. Komatsu Undercarriage Indonesia
Secara umum sebagai besar proses produksi di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia
melibatkan tiga section, yaitu forging and dies, machining, dan Assembly. Pada section
forging and dies, proses produksi yang dilakukan adalah proses cutting, pemanasan
menggunakan billet heater, forging, trimming, DQT, RQT, shotblast, dan magetic flow
detector. Berikut adalah flow chart dari Proses produksi yang terjadi pada section forging
and dies
Proses
Cutting (pemotongan)
Bahan baku
Heating Furnace
Ya
Forging (Penempaan)
Trimming (Pemangkasan)
Tidak
Sesuai Suhu 23 RQT
Standar?
Ya
Masuk Section Machining
Gambar 4.16 Alur proses produksi pada section Forging and Dies
24
d. Section Forging and Dies (Trimming)
Pada proses ini roundbar yang sudah ditempa akan memasuki proses trimming
yang mana pada proses ini merupakan proses penghalusan link yang telah
ditempa untuk menghilangkan burry yang masih menyatu. Proses trimming ini
dibagi menjadi dua yaitu anaburry atau trimming bagian dalam dan burry yaitu
trimming bagian luar.
IQT
Horizontal Boring
25
Drilling
Gambar 4.17 Alur proses produksi pada section Machining
26
Selanjutnya berrikut adalah proses yang harus dilalui setelah melalui
section machining, yaitu section assembly, berikut adalah penjelasan yang terjadi
di Section assembly:
a. Section Assembly (Washing)
Selanjutnya adalah proses assembly atau perakitan dari link yang sudah dibuat
pada proses forging. Proses yang pertama yaitu washing yaitu proses pencucian
link untuk menghilangkan lapisan anti rust dari proses sebelumnya,
b. Section Assembly (Assembly)
Pada proses ini link diraktir dengan bagian2 lain sehingga menjadi Track Link
Assembly
c. Section Assembly (Painting)
Pada proses ini Track link assembly yang sudah dirakit memasuki proses
pengecatan. Cara pengecatannya adalah dengan cara dimasukkan ke ruangan
painting dan dicelupkan ke dalam cat yang ada, setelah itu apabila terdapat bagian
bagian yang masih belum terkena cat dengan cara di spray.
d. Section Warehouse (Packaging)
Pada proses ini Track Link Assembly sudah masuk proses pengemasan track link
assembly untuk dijual. Setelah itu Track Link Assembly sudah selesai seluruh
prosesnya. Sedangkan untuk pengiriman ke luar negeri atau ekspor, dilakukan
fumigasi untuk mencegah tumbuhnya tumbuhan atau pun binatang yang dapat
merusak palet dan juga produk selama proses delivering
27
BAB V
PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT.
KOMATSU UNDERCARRIAGE INDONESIA
5.1 Struktur Section Safety, Health, and Environment di PT. Komatsu Undercarriage
Indonesia
Section Safety, Health, and Environment sebagai section yang bertanggung jawab
untuk membuat seluruh area yang ada di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia selalu
mengendalikan segala macam potensi bahaya yang ada di area kerja sehingga menjadikan
tempat kerja yang aman di daerah PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, tentu memiliki
struktur organisasi nya sendiri guna mengontrol pembagian kerja terkait safety health and
environment yang ada di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia. Struktur yang SHE ini sendiri
terdapat satu orang Pillar Leader dan dua orang Co-Leader yang mana salah satunya
memimpin bagian safety dan Health and Environment, untuk safety sendiri memiliki empat
orang staff dan untuk Health and Environment memiliki dua orang staff, berikut adalah struktur
organisasinya
Yuwono H.P
Pillar Leader
HEALTH &
SAFETY ENVIRONMENT
a. Identifikasi
Identifikasi di sini yang dimaksud adalah mengidentifikasi semua aktivitas
termasuk aktivitas rutin, non rutin, dan emergency. Lalu menjelaskan secara jelas dan
spesifik bagaimana proses utama dan detail aktivitas bahaya yang terjadi, setelah itu
menjelaskan secara spesifik deskripsi bahaya risiko seperti apa situasi atau kondisi
berbahaya yang kemungkinan akan terjadi.
b. Menentukan Tipe Risiko
Dalam menentukan tipe risiko yang kemungkinan akan terjadi dari hasil identifikasi
bahaya PT. Komatsu Undercarriage Indonesia telah mengklasifikasikan tipe tipe risiko
yang kemungkinan akan terjadi, berikut adalah tabel dari Tipe Risiko
29
Tipe Risiko
1. Terjepit 8. Api / Kebakaran
2. Jatuh dari ketinggian 9 . Tersayat
3. Tertimpa 10. Tergelincir
4. Menabrak / Ditabrak 11. Tepapar bahan
5. Sengatan listrik kimia
6. Terpapar panas 12. Kesehatan Kerja
7. Ledakan 13. Lain -lain
Angka-angka ini yang akan diisi dalam tabel hirarc yang mana tipe risiko ini ditentukan
dari identifikasi bahaya yang telah ditentukan.
Faktor Kemungkinan
terjadinya risiko :
D: Pasti terjadi
B: Mungkin terjadi
30
Huruf-Huruf ini yang akan diisi dalam tabel hirarc yang mana faktor kemungkinan
terjadinya risiko ini ditentukan dari identifikasi bahaya yang telah diidentifikasi.
Selanjutnya adalah aspek kerugian, berikut adalah tabel dari aspe kerugian
Aspek Kerugian
[ Keselamatan / Kesehatan / Perundangan] :
IV : Fatal / Kronis (Jangka panjang) /
belum memenuhi perundangan.
III : Dirawat di RS / Penyakit fungsi tubuh
31
Maksud dari angka 1,2,3,4, dan 5 adalah bentuk pengendalian yang akan ditentukan,
untuk angka 1-2 pengendalian yang dilakukan adalah pastikan terlebih dahulu
konsistensinya, lalu untuk angka 3-4 perlu dibuat program perbaikan yang mengacu
pada hierarki pengendalian risiko, hierarki pengendalian risiko terbagi menjadi 5 point,
yaitu Elliminasi, Substitusi, Rekayasa Engineering, administrasi, dan yang terakhir
APD, apabila point mendapat nilai 5 berarti harus memberhentikan proses tersebut
dan segera lakukan tindakan perbaikan. Lalu cara untuk menentukan Risiko awal,
contohnya adalah sebagai berikut :
Apabila Frekuensi kemungkinan proses produksi dan handling dilakukan setiap
hari, maka FK = D dan aspek kerugiannya jika komponen jatuh menimpa operator,
maka akan terjadi fatal accident maka besar resikonya adalah 5
Faktor Kemungkinan ( FK )
Aspek Kerugian ( AK ) A B C D
IV 5 5 5 5 Faktor
III 4 4 4 4 Kemungkinan :
II 1 1 2 3 A : Semesteran
B : Bulanan
I 1 1 1 2 C : Mingguan
D : Harian
Aspek Kerugian :
IV : Fatal
III : Dirawat di RS
II : Luka kecil ( dirawat Dokter )
I : Luka kecil ( penanganan P 3 K )
( selengkapnya lihat tabel )
32
Gambar 5.2 Penilaian OTP
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015
33
ut, jadi memang setiap harinya harus ada pemantauan ke lapang langsung oleh Leader, Foreman, Spv, dan Manager untuk
mengetahui ada atau tidaknya bahaya yang terjadi ditempat kerja dan seperti apa pengendalian dari risikonya. Selain itu
dari secton SHE bagian Safety selalu melakukan controling ke masing masing proses dan juga memperhatikan Hirarc
masing masing section atau sub section apabila ada sekiranya hirarc yang belum mendapatkan pengendalian risiko dari
bagian Safety juga membantu kinerja masing masing section dan sub section. Berikut adalah contoh dari tabel Hirarc
No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama
34
crane (Mesin standard
Band saw (helm, kaca
460) mata, sepatu
safety, baju
kerja)
Kepedulia
1- 2. Persiapan Membuka R Kaki operator 4 B II 4 ENG:
04- Pemotongan Ikatan terkena Membuat
15 Bundelan benturan stoper material
Material material dan dibuatkan
round bar line khusus
yang sedang saat membuka
dibuka ikatan material
ADM: Ikuti
standar kerja
APD: Operator
memakai
safety shoes
dan baju kerja
Kepedulian :
Pekerja
mengerti
bahaya dan
risiko terbentur
material, serta
telah
menerapkan
pengendalian
IPB
35
No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama
36
penilaian dan
pengendalian
risiko
4- 2. Heating Menaiki atau R Tangan 9 C II 2 ENG:
04- Material menuruni tergores Hilangkan
15 dengan billet tangga billet cover safety bagian bagian
heater heater tanga yang runcing
APD:
Gunakan apd
standard
sepatu, kaca
mata, helm,
sarung tangan,
baju kerja
KEPEDULIAN
: Pekerja
sudah
mengerti dan
menerapkan
pengedalian
risiko sesuai
dengan
identifikasi
bahaya,
penilaian, dan
pengendalian
risiko
37
No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama
38
saat matan
memindahkan Kerja
material
39
tidak boleh
memasukakan
anggota tubuh
saat mesin
beroperasi
2/4 2. Trimming Mengalirkan R Tangan 1 C II 2 ENG: Pedal B I 1 UU. No.
/15 produk terjepit trimming 1
trimming ke cetakan dilengkapi TAHUN
conveyor trimming dengan cover 1970
pengaman TENTA
APD: Operator NG
trimming KESEL
berlisensi AMATA
N KERJ
40
f. Section Forging and Dies (Shot Blast)
No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama
41
No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama
42
back support
dan kaca mata
6/N 2. Milling Memasang R Jari tangan 4 B III 4 ENGl:
ove produk ke jig operator Menggunakan
mb milling manual terjepit clamp 2 tombol clamp
er/ karena ADM: SOP
20 tangan masih SP-PR-PML-
15 berada di 005 serta
area membuat
clamping rambu
peringatan
APD:
Memakai
seragam kerja,
helmet, sarung
tangan katun,
sepatu safety,
back support,
dan kaca mata
43
Tabel 5.14 Section Machining (IQT)
j. Section Machining (Horizontal Borring)
No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama
44
Tabel 5.16 Section Machining (Drilling)
l. Section Machining (Broaching)
No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama
45
Tabel 5.18 Section Machining (Washing)
n. Section Machining (Assembly)
No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama
46
Tabel 5.20 Section Machining (Painting)
p. Section Machining (Packaging)
No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama
47
5.4 Faktor-Faktor Bahaya dan Penanganannya
PT. Komatsu Undercarriage Indonesia sebagai pabrik penghasil undercarriage
tentunya memiliki faktor faktor bahaya dalam proses Input, Produksi, dan Outputnya,
berikut adalah faktor-faktor bahaya yang ada di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia:
a. Kebisingan
Dampak yang dapat diberikan dari kebisingan ini adalah penurunannya
kesehatan pendengaran karyawan dan terganggunya kenyamanan
lingkungan akibat peningkatan intensitas kebisingan, kebisingan ini bersumber
dari kegiatan operasional PT. Komatsu Undercarriage Indonesia. Selanjutnya
adalah tindakan pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan adalah dengan
cara penempatan sumber bising di ruang tertutup, kewajiban penggunaan alat
pelindung telinga bagi karyawan, perawatan peralatan produksi secara rutin,
penanaman pohon di sekitar area pabrik. Lokasi yang menjadi pengelolaan
kebisingn di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia adalah ruang produksi dan
lingkungan sekitar pabrik, sedangkan untuk periode pengelolaan intensitas
kebisingan telah dilakukan sejak mulai operasional pabrik sampai dengan
semester I tahun 2017 dan akan diteruskan selama masa operasi. Sedangkan
yang menjadi tolak ukur pengelolaan adalah peraturan mentri tenaga kerja dan
transmigrasi nomor Per. 13/MEN/X/2011
48
menjadi baku mutu iklim kerja adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor Per.13/MEN/X/2011
c. Getaran
Dampak yang diberikan dari getaran adalah kerusakan bangunan pabrik akibat
intensitas getaran, sumber dari getaran yang dihasilkan dari pengoperasian
mesin forging, lalu tindakan pengelolaannya adalah dengan cara melengkapi
mesin dengan bantalanhbn karet dan peredam, lokasi pengelolaannya
terdapat di ruang produksi dengan periode pengelolaan telah dilakukan sejak
mulai operasional pabrik sampai dengan semester I tahun 2017 dan akan
diteruskan selama masa operasi, dengan tolak ukur pengelolaan SK MenLH
No. KEP-49/MENLH/11/1996
49
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 48 Tahun 2016 tentang Standar
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran, dan PeraturanMenteri
Kesehatan Republik Indonesia No.70 Tahun 2016 tentang Standar dan
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri.
5.5 Hasil Penanganan dari Faktor Bahaya
a. Kebisingan
Lokasi yang diukur intensitas kebisingannya adalah ruang produksi, lingkungan
sekitar pabrik sesuai arah angin upwind dan downwind, dengan parameter
lingkungan yang diapntau adalah intensitas kebisingan ruang kerja sesuai dengan
Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per. 13/MEN/X/2011 dan
intensitas kebisingan lingkungan sesuai Surat Keputusan Guberunr Jawa Barat
No. 660.31/SK/694-BKPMD/1982. Metode pemantauan yang digunakan adalah
dengan pengukuran secara langsung atau in-situ di lapangan menggunakan
Sound Level Meter, berikut adalah data dari kebisingan yang ada di PT. Komatsu
Undercarriage Indonesia
50
Nilai Ambang Batas
Intensitas
No. Lokasi Satuan Hasil Waktu
kebisingan
Pemajanan
(dBA)
14. Finish Good Area Factory III dBA 80,6 8 Jam 85
51
Nilai Ambang Batas
Intensitas
No. Lokasi Satuan Hasil Waktu
kebisingan
Pemajanan
(dBA)
39. LC-NL-VMC Machining Plant dBA 78,7 8 Jam 85
Bandsaw & Cutting Machining
40. dBA 75,2 8 Jam 85
Plant
41. Warehouse Product dBA 79,9 8 Jam 85
Nilai Ambang
No. Lokasi Satuan Hasil
Batas (dBA)
52
Satuan Nilai Ambang
No. Lokasi Hasil
ISBB Batas
1. RQT-DQT Area Factory I °C 28,0 *
2. Quenching & Tempering Factory I °C 28,0 *
3. Area Forging 1,5T, RQT dan DQT °C 28,0 28,2
Factory II
4. Area Forging 3T, RQT dan DQT Factory °C 28,0 28,0
II
5. Antara Milling dan IQT °C 28,0 27,9
Factory III
6. Antara Drilling 2 dan Broaching 2 Factory °C 28,0 30,1
III
7. Forging 6T Factory IV °C 28,0 28,3
8. Antara RQT dan DQT area dan Forging °C 28,0 3 1,5
6,8T Factory IV
9. DQT Area Factory V °C 28,0 28,3
10. Antara Tempering dan LNC Finish Roller °C 28,0 27,7
Assembly Plant
11. Antara WSQ Furnace dan VML °C 28,0 26,8
Assembly Plant
12. Antara VMC dan HMC Assembly Plant °C 28,0 26,4
c. Getaran
Lokasi pemantauan yang diamati adalah ruang produksi dari PT. Komatsu Undercarr
age Indonesia dengan mengacu pada parameter intenitas getaran sesuai KepMenLH
No. KEP-49/MENLH /11/1996, dengan metode pemantauan yang digunakan adalah
dengan pengukuran secara langsung atau in-situ dengan menggunakan vibration
meter. Hasil pengukuran selanjutnya dibandingkan dengan baku mutu yang berlaku
sesuai dengan KepMenLH No. KEP-49/MENLH/ 11/1996. Berikut adalah hasil dari
pengukuran intensitas getaran
Baku Mutu *)
No. Lokasi Satuan Kecepatan Getaran Hasil
Maksimum (mm/detik)
1. Area Forging 2,5 Ton Factory I mm/det 10 – 40 *
53
5. Area Forging 6 Tfactory IV mm/det 10 – 40 1,3
54
b. KUI Incident Report
Selanjutnya setelah membuat berita acara terkait kecelakaan kerja yang telah
terjadi yang dikeluarkan oleh section SHE, selanjutnya adalah membuat report
terkait kecelakaan kerja yang telah terjadi. Di dalamnya terdapat penjelasan
terkait kronologi kecelakaan kerja yang telah terjadi, selanjutnya juga terdapat
sketsa terkait situasi kecelakaan dan posisi nya. Lalu dari kecelakaan kerja
yang ada, dilakukan analisis menggunakan “6 why” dan menentukan langkah
corrctive action seperti apa yang akan ditentukan agar tidak terjadi hal yang
sama, yang dianalisis di sini adalah Mesin, Manusia, dan Lingkungan. Form ini
harus ditanda tangan oleh President, director, general manager, SHE
Manager, section manager, dan supervisor, hal in bertujuan agar seluruh
penyebab, kronologis, dan langkah ke depannya yang diambil diketahui oleh
pihak-pihak yang bertanggung jawab, berikut adalah contoh dari form KUI
Incident report
55
Gambar 5.6 KUI Incident Report
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015
56
5.7 Agenda Rutin Safety Health and Environment PT. Komatsu Undercarriage Indonesia
57
Gambar 5.9 Safety Calendar PT. Komatsu Undercarriage Indonesia
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015
5.7.3 Pembacaan K-WAY dan Yoss Check
Sebelum memulai kegiatan akan ada seseorang yang memimpin pembacaan K-
WAY dan akan diperhatikan secara sekesama oleh seluruh orang yang ada di
SHE, lalu selanjutnya adalah melalkukan “YOSS CHECK” kegiatan ini bertujuan
untuk memastikan segala sesuatu yang berhubungan dengan safety telah
digunakan, contohnya seperti Helm, kaca mata, id card, ikat pinggang, dan safety
shoes
58
Gambar 5.10 Stock Kontrol Safety Device
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015
5.8 Program-Program Safety
Dalam pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan kerja, PT. Komatsu Undercarriage
Indonesia sudah mengintegrasikan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan
sistem yang ada di perusahaan secara keseluruhan. Terdapat beberapa program yang
dilaksanakan berguna sebagai upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman.
e. Training
PT. Komatsu Undercarriage Indonesia secara konsisten mengadakan
training bagi karyawan dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan
keterampilan serta kesadaran karyawan akan pentingnya keselamatan dan
lingkungan dalam bekerja. Contohnya adalah:
Eksternal
AK3L, First Aid
Internal
Safety dojo takumi, Safety dojo forging, Environment Knowledge, ISO
14001 for new employee
59
Lalu PT. Komatsu Undercarriage Indonesia bekerja sama dengan Kyoai
Health Care untuk pengobatan karyawan dan melakukan medical check
up yang dilakukan secara rutin setiap satu tahun sekali.
60
Menyediakan fasilitas dokter pusahaann
c. Bidang Keselamatan
Melakukan patroliu SHE secara internal
Mengadakan meeting SHE secara internal
Melakukan patroli SHE grup Komatsu
Pengecekan APAR dan Hydrant
Pengecekan Alarm Fire Detector setiap 6 bulan sekali
Melakukan kegiatan Safety Day 1 bulan sekali
Pelatihan bagi operator crane
Pelatihan bagi operator forklift
5.10 Analisis Gap dan Kesehatan Kerja di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia dan
Solusi yang diberikan
No Item Standard Actual Suggest Refrensi
o
1. Iklim Kerja 28 C a. Area Forging Pemasangan AC Peraturan
1,5T, RQT dan Central, penjelasan menteri tenaga
DQT Factory II terkait bagian- kerja dan
28,2 oC bagian dan cara transmigrasi
b.Antara kerja nya terlampir Nomor Per.
Drilling 2 dan
pada jurnal 13/MEN/X/2011
Broaching 2
“Analisa Audit
Factory III 30,1
o
C Konsumsi Energi UU No, 36
c.Forging 6T Sistem HVAC Tahun 2009
Factory IV 28,3 (Heating, Ventilasi, tentang
o
C Air Conditioning) Di kesehatan
d.Antara RQT Terminal1A,1B,dan pasal 6
dan DQT area 1C Bandara
dan Forging Soekarno Hatta”
6,8T Factory IV dengan nomor
31,5 oC ISSN : 2086-9479
e.DQT Area Untuk
Factory V 28,3 pengontrolan biaya
f.Machining
listrik maka saya
Plant 28,4 oC
menyarankan
digunakanya
pengontrol suhu
ruangan berbasis
mikrokontroller
arduino uso,
dengan refrensi
jurnal
“PERANCANGAN
DAN
61
IMPLEMENTASI
PENGONTROL
SUHU RUANGAN
BERBASIS
ARDUINO UNO”
dengan nomor
ISSN 2252 - 4983
2. APD Pekerja / Sudah Diadakannya Peraturan
buruh dan menentukan penanggung jawab Menteri Tenaga
orang lain APD yang “APD CONTROL” Kerja dan
yang sesuai dari tiap tiap Transmigrasi
memasuki dengan section. Untuk Republik
tempat kerja potensial pembagian kerja Indonesia
wajib memakai bahaya, nya agar Nomor Per.
atau namun belum mengontrol orang- 08/MEN/VII/
menggunakan adanya orang yang 2010 Tentang
APD sesuai pengontrolan memasuki area Alat
dengan terkait pekerja factory agar Perlindungan
potensial atau orang mengguakan APD Diri Pasal 6
bahaya lain WAJIB yang telah
memakai APD ditentukan dan
mengontrol para
pekerja
menggunakan
APD yang tepat.
Diadakannya
sanksi sosial
dengan cara
penempelan
“sticker pelanggar
APD” di helm
pekerja yang
melanggar dan
tidak
diperkenankan
masuknya orang-
orang yang akan
memasuki factory
apabila tidak
menggunakan
APD yang telah
ditentukan dengan
catatan
penambahan di
62
setiap pintu masuk
factory terdapat
standard APD yang
telah ditentukan.
63
dengan rehat Contoh
singkat, dan peregangan dapat
peregangan. dilihat pada
Rehat singkat gambar di bawah
dilakukan ini
dengan
metode 20 - 20
- 20
5.8 Analisis Gap Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Komatsu Undercarriage
Indonesia dan Solusi yang diberikan
5.8.1 Iklim Kerja
PERATURAN DAN AKTUAL : Menurut Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrai
Nomor Per. 13/MEN/X/2011 bahwasanya indeks suhu basah dan bola, nilai ambang batas
yang diharuskan adalah 28oC namun iklim kerja yang ada di PT. Komatsu Undercarriage
Indonesia beberapa masih ada yang melebihi ambang batas suhu yang ditentukan,
contoh ya adalah area forging 1,5T , RQT dan DQT Factory II dengan suhu 28,2 oC, Antara
Drilling 2 dan Broaching 2 Factory III dengan suhu 30,1 oC, lalu forging 6T Factory IV
dengan suhu 28,3 oC, lalu antara RQT dan DQT area dan forging 6,8 T Factory IV dengan
suhu 31,5 oC, lalu DQT area factory V dengan suhu 28,3 oC, dan yang terakhir machining
plant dengan suhu 28,4 oC.
DAMPAK : Suhu ruang yang terlalu rendah akan mengakibatkan efek dingin, di mana
pekerja akan kedinginan sehingga kemampuan kerjanya menurun. Sementara suhu
ruang yang tinggi akan mengakibatkan efek panas yang dapat mengakibatkan tubuh
berkeringat dan tentu menganggu kemampuan bekerja. Produktivitas cenderung
menurun atau tidak maksimum pada kondisi udara yang tidak nyaman. SELANJUTNYA
dampak yang akan terjadi adalah kelelahan yang diakibatkan kan oleh iklim kerja, iklim
kerja adalah hasil perpaduan atara suhu, kelembapan, kecepatan gerakan udara dan
panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenagakerja sebagai akibat
pekerjaannya (Kepmenaker, No : Kep-51/MEN/1999). Suhu dingin mengurangi effisiensi
keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Suhu panas berakibat menurunnya prestasi
kerja pikir, mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan
keputusan, menganggukeermatan kerja otak, menganggu koordinasi syaraf perasa dan
motoris, serta memudahkan untuk diransang (Suma’mur P.K. 1996:89).
SUGGEST: Untuk penanganan yang dapat dilakukan terdapat dua opsi, yaitu
penanganan jangka pendek dan jangka panjang,untuk jangka pendek secara ENG: direct
ac, dan sensor pengontrol suhu
5.8.2 Ergonomis
5.8.3 APD
PERATURAN : Menurut Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor Per. 08/MEN/VII/2010 tentang Alat Perlindungan Diri pasal 6
64
mengatakan bahwasanya Pekerja/buruh dan orang lain yang memasuki tempat kerja
wajib memakai atau menggunakan APD sesuai dengan potensial bahaya dan Risiko
dan Pengusaha atau pengurus Wajib melaksanakan manajemen APD di tempat kerja.
AKTUAL : Menurut hasil observasi bahwasanya PT. Komatsu Undercarriage
Indonesia sudah memberikan APD secara Cuma Cuma kepada siapapun yang ada di
lingkungan PT. Komatsu Undercarriage Indonesia. PT. Komatsu Undercarriage
Indonesia juga sudah menentukan APD yang harus digunakan di setiap proses dan
factory. Namun Menurut Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor Per. 08/MEN/VII/2010 tentang Alat Perlindungan Diri pasal 6
mengatakan bahwasanya Pekerja/buruh dan orang lain yang memasuki tempat kerja
wajib memakai atau menggunakan APD sesuai dengan potensial bahaya dan risiko
nya, di sini PT. Komatsu Undercarriage Indonesia belum mempunyai sistem atau
pengawasan bagaimana caranya agar setiap orang atau pekerja yang ada di PT.
Komatsu Undercarriage Indonesia memakai APD yang telah ditentukan
SUGGEST: Diadakannya penanggung jawab tiap section untuk menjadi “APD
CONTROL” orang ini yang akan menjadi Penanggung jawab siapa siapa saja yang
memasuki factory harus menggunakan APD yang telah ditentukan, apabila ada yang
tidak menggunakan atau tidak membawa APD yang ditentukan maka dipersilahka
untuk mencari APD yang telah ditentukan. Dikarenakan di PT. Komatsu Undercarriage
Indonesia terdapat 50 pintu masuk untuk menuju factory, maka setidaknya yang paling
rasional untuk menjadi “APD CONTROL” adalah section section terkait. Lalu
selanjutnya “APD CONTROL” ini juga bertugas untuk memastikan setiap pekerja yang
ada di section masing masing itu menggunakan APD yang telah ditentukan. Agar para
pejuang “APD CONTROL” ini semangat, maka bisa saya sarankan untuk siapa siapa
saja yang telah melakukan temuan kepada orang orang yang melanggar APD bisa
diberikan reward kepada “APD CONTROL”. Untuk pembagian orangnya bisa
dilakukan rolling, bisa perhari. Perminggu, atau perbulan, tujuannya agar siapa siapa
saja yang ada di lapangan kerja lebih aware terhadap APD yang telah ditentukan.
5.8.4 Forklift
65
66