Anda di halaman 1dari 71

PROPOSAL

PRAKTEK KERJA LAPANG

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. KOMATSU


UNDERCARRIAGE INDONESIA

Oleh
M. Rahmanda Lintang P
NIM 15510907111022

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2017
PROPOSAL
PRAKTEK KERJA LAPANG

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. KOMATSU


UNDERCARRIAGE INDONESIA

Nama : M. Rahmanda Lintang P


NIM : 155100907111022
Program Studi : Teknik Lingkungan
Jurusan : Keteknikan Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian

Telah disetujui oleh:

Mengetahui,
Ketua Jurusan, Dosen Pembimbing,

La Choviya Hawa, STP. MP. Ph.D Luhur Akbar Devianto,ST,MT


NIP 19780307 200012 2 001 NIP 201607 861015 1 001

Malang, 7 September 2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga
proposal dengan judul “Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT.
Komatsu Undercarriage Indonesia” dapat diselesaikan dengan baik.
Tujuan penyusunan proposal kegiatan ini adalah untuk memenuhi syarat
pengajuan Praktek Kerja Lapang dan memenuhi mata kuliah Praktek Kerja Lapang pada
semester V tahun akademik 2017-2018 di Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Tidak lupa penulis ingin menyampaikan rasa
terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua, kakak, dan adik saya untuk semangat yang telah diberikan.
2. Bapak Luhur Akbar Devianto, ST, MT selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktunya dan membimbing penuils sehingga dapat
menyelesaikan proposal ini secara menyeluruh.
3. Dr. Ir. A. Tunggul Sutan Haji, MT. selaku Ketua Program Studi Teknik
Lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya
4. La Choviya Hawa STP, MP, PhD selaku Ketua Jurusan Keteknikan Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya
5. Rekan-rekan yang telah memberikan semangat.
Penulis menyadari bahwa proposal ini masi jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan
proposal ini. Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat
kepada semua pihak yang memerlukannya
Demikiran proposal yang dapat saya sampaikan atas kerja sama PT. Komatsu
Undercarriage Indonesia saya mengucapkan terima kasih.

Malang, 4 september 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ iii

Daftar Gambar ................................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1

1.2 Tujuan ....................................................................................................................... 2

1.2.1 Tujuan Umum ......................................................................................................... 2

1.2.2 Tujuan Khusus........................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alat Berat................................................................................................................... 3

2.2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja............................................................................ 3

2.3 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja ............................................ 4

2.4 OHSAS 18001 .......................................................................................................... 5

2.5 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut OHSAS 18001 ...... 6

BAB III METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ............................................................................... 8

3.2 Metode Pengumpulan Data ....................................................................................... 8

3.3 Jadwal Pelaksanaan ................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 11

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model sistem manajemen K3 menurut OHSAS 18001 ............................... 6

Gambar 3.1 Peta Komatsu Undercarriage Indonesia ...................................................... 9

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap tahun ribuan kecelakaan terjadi di tempat kerja yang menimbulkan korban jiwa,
kerusakan materi, dan gangguan produksi. Pada tahun 2007 menurut jamsostek tercatat 65.474
kecelakaan yang mengakibatkan 1.451 orang meninggal, 5.326 orang cacat tetap dan 58.697
orang cedera. Data kecelakaan tersebut mencakup seluruh perusahaan yang menjadi anggota
jamsostek dengan jumlah peserta sekitar 7 juta orang atau sekitar 10% dari seluruh pekerja di
Indonesia.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) harus dikelola sebagaimana dengan aspek lainnya
dalam perusahaan seperti operasi, produksi, logistik, sumber daya manusia, keuangan dan
pemasaran. Aspek K3 tidak akan bisa berjalan seperti apa adanya tanpa adanya intervensi dari
manajemen berupa upaya terencana untuk mengelolanya. Karena itu ahli K3 sejak awal tahun
1980an berupaya meyakinkan semua pihak khususnya manajemen organisasi untuk
menempatkan aspek K3 setara dengan unsur lain dalam organisasi. Hal inilah yang mendorong
lahirnya berbagai konsep mengenai manajemen K3. Menurut Kepmenaker 05 tahun 1996, Sistem
Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem secara
keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan/desain, tanggung jawab,
pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan, bagi pengembangan,
penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan
kerja dalam pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat
kerja yang aman, efisien dan produktif.

Perkembangan dunia konstruksi mengakibatkan semakin tingginya tingkat kebutuhan alat


berat pada setiap proyek konstruksi. Semakin meningkatnya pembangunan yang ada maka akan
semakin meningkat pula kebutuhan untuk penyediaan dari Alat berat. Alat berat adalah alat yang
digunakan untuk membantu manusia dalam melakukan pekerjaan pembangunan suatu struktur
bangunan. Saat ini alat berat merupakan faktor penting di dalam proyek karena dapat
memudahkan manusia mengerjakan pekerjaannya sehingga hasil yang diharapkan dapat
tercapai dengan mudah dan waktu yang relative singkat. Dalam pembuatan dari Konstruksi alat
berat diperlukan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

1
PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, merupakan perusahaan manufaktur alat berat di
Indonesia yang berdiri sejak tahun 1982 dan hingga saat ini merupakan satu-satunya
perusahaan manufaktur alat berat yang melakukan seluruh kegiatan produksinya dilakukan di
indonesia. Produk yang dihasilkan dari PT. Komatsu Undercarriage Indonesia telah banyak
digunakan di berbagai sektor Pembangunan konstruksi yang ada di Indonesia. Beberapa alat
berat yang diproduksi oleh PT. Komatsu Undercarriage Indonesia adalah Hydraulic Excavator,
Dump Track, Bulldozer, dan Motor Grader.

Sejak tahun awal tahun 2013 PT. Komatsu Undercarriage Indonesia telah menerapkan
standar International dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja (OHSAS 18001) dalam
menerapkan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang berupaya untuk
mewujudkan produktivitas kerja secara optimal yang meliputi pelayanan kesehatan dan
pencegahan penyakit akibat kerja.

Berdasarkan hal itu maka dari itu saya sebagai Mahasiswa ingin memahami dan memperoleh
pengalaman tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ada di PT.
Komatsu Undercarriage Indonesia melalui Praktek Kerja Lapang yang akan saya laksanakan.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum Praktek Kerja Lapang


Adapun tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang di PT. Komatsu
Undercarriage Indonesia adalah:
1. Memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Strata 1 di Program
Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya,
2. Melatih mahasiswa untuk bekerja mandiri di lapang sesuai dengan kondisi lapangan
pekerjaan yang akan dihadapi,
3. Menambah pengetahuan dan pengalaman mahasiswa mengenai kondisi sesungguhnya
dalam suatu industri serta mengetahui permasalahan-permasalahan yang terjadi beserta
alternatif penyelesaiannya,
4. Mahasiswa diharapkan dapat mengimplementasikan ilmu yang didapat di bangku kuliah
yang sesuai dengan kondisi lapangan pekerjaan.

1.2.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus yang ingin dicapai dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT.
Komatsu Undercarriage Indonesia, adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui kondisi umum dari PT. Komatsu Undercarriage Indonesia. Meliputi sejarah,
lokasi perusahaan, dan struktur organisasi
2. Mempelajari dan mengetahui Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
yang dimiliki oleh PT. Komatsu Undercarriage Indonesia
3. Mempelajari dan mengetahui kondisi aktual yang ada di PT. Komatsu Undercarriage
Indonesia tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja

2
BAB II
Tinjauan Pustaka

3
2.1 Alat Berat
Alat berat yang kita kenal di dalam ilmu teknik sipil adalah alat yang digunakan
untuk membantu manusia dalam melakukan pekerjaan pembangunan suatu struktur
bangunan. Saat ini alat berat merupakan faktor penting di dalam proyek karena dapat
memudahkan manusia dalam mengerjakan pekerjaannya sehingga hasil yang diharapkan
dapat tercapai dengan mudah dan waktu yang relatif singkat. Penggunaan alat berat yang
kurang tepat dengan kondisi dan situasi lapangan pekerjaan akan berpengaruh berupa
kerugian antara lain rendahnya produksi, tidak tercapainya jadwal atau target yang telah
di tentukan, atau kerugian perbaikan yang tidak semestinya (Simanjuntak, 2013).
Pada pembuatan dan penggunaan alat berat erat hubungannya dengan
penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja menurut (Pangkey,
2012), Manfaat penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi
perusahaan adalah:
1. Pihak manajemen dapat mengetahui kelemahan-kelemahan unsur sistem
operasional sebelum timbul gangguan operasional, kecelakaan, insiden dan
kerugian-kerugian lainnya.
2. Dapat diketahui gambaran secara jelas dan lengkap tentang kinerja K3 di
perusahaan.
3. Dapat meningkatkan pemenuhan terhadap peraturan perundangan bidang K3.
4. Dapat meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kesadaran tentang K3, k
hususnya bagi karyawan yang terlibat dalam pelaksanaan audit.
5. Dapat meningkatkan produktivitas kerja.

2.2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Dalam undang-undang nomor 23 tahun 1992, pasal 23 tentang Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) disebutkan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja secara optimal yang meliputi
pelayanan kesehatan dan pencegahan penyakit akibat kerja.
Menurut peraturan pemerintah nomor 50 tahun 2012 tentang penerapan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, disebutkan bahwa Keselamatan dan
Kesehatan Kerja adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan
dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja. Penetapan kebijakan K3 harus dilaksanakan oleh pengusaha, dalam
menyusun kebijakan pengusaha paling sedikit harus:
a. Melakukan tinjauan awal kondisi K3 yang meliputi;
1. Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko
2. Perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sector lain yang
lebih baik
3. Peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan
4. Kompetensi dan gangguan serta asil penilaian sebelumnya yang berkaitan
dengan keselamatan
5. Penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan.
b. Memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus-menerus

4
c. Memperhatikan masukan dari pekerja/buruh dan/ atau serikat pekerja/ serikat
buruh.
Sedangkan menurut (Waruwu, 2016) Elemen-elemen yang patut dipertimbangkan
dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program K3 adalah sebagai berikut:
1. Komitmen perusahaan untuk mengembangkan program yang mudah dilaksanakan.
2. Kebijakan pimpinan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
3. Ketentuan penciptaan lingkungan kerja yang menjamin terciptanya K3 dalam bekerja.
4. Ketentuan pengawasan selama proyek berlangsung.
5. Pendelegasian wewenang yang cukup selama proyek berlangsung.
6. Ketentuan penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan.
7. Pemeriksaan pencegahan terjadinya kecelakaan kerja.
8. Melakukan penelusuran penyebab utama terjadinya kecelakaan kerja.
9. Mengukur kinerja program keselamatan dan kesehatan kerja.
10. Pendokumentasian yang memadai dan pencacatan kecelakaan kerja secara kontinu.
Lalu menurut peraturan pemerintah nomor 50 tahun 2012 tentang penerapan
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja untuk pemantauan dan Evaluasi
Kinerja K3 ialah sebagai berikut:
1. Pengusaha wajib melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja K3
2. Pemantauan dan Evaluasi kinerja K3 melalui pemeriksaan, pengujian, pengukuran,
dan audit internal SMK3 dilakukan oleh sumber daya manusia yang kompeten.
3. Dalam hal perusahaan tidak memiliki sumber daya untuk melakukan pemantauan dan
evaluasi kinerja K3 dapat menggunakan jasa pihak lain
4. Hasil pemantauan dan evaluasi kinerja K3 dilaporkan kepada pengusaha.
5. Hasil pemantauan dan evaluasi kinerja K3 digunakan untuk melakukan tindakan
perbaikan.
6. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kinerja K3 dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan/atau standar.

2.3 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang disebut SMK3 adalah
bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang
dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, peng-kajian dan pemeliharaan
kebijakan K3 dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kerja guna
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif (Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor. 09 / PER / M / 2008)
Sedangkan menurut peraturan pemerintah nomor 50 tahun 2012 tentang
penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat SMK3 adalah bagian dari
sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko
yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien
dan produktif. Lalu setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di perusahaannya apabila mempekerjakan
pekerja/buruh paling sedikit 100 orang atau mempunyai tingkat potensi bahaya yang

5
tinggi. Tujuan menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
adalah:
a. Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang
terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi
b. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan
melibatkan unsure mencegah manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh
c. Menciptakan tempat kerja ang aman,nyaman, dan efisien untuk mendorong
produktivitas.

Sebagaimana kita ketahui dalam suatu perusahaan yang bergerak di bidang


konstruksi memiliki organisasi yang terstruktur secara utuh dan menyeluruh akan terdiri
dari bagian-bagian yang saling berinteraksi baik secara fisik seperti halnya pimpinan,
pelaksana pekerjaan, ahli, material / bahan, dana, informasi, pemasaran dan pasar itu
sendiri. Mereka saling bahu-membahu melaksanakan berbagai macam kegiatan yang
dilakukan dalam suatu proses pekerjaan yang saling berhubungan karena adanya
interaksi dan ketergantungan, segala aktivitas dalam sebuah perusahaan menunjukan
adanya sistem didalam-nya. Dengan demikian disimpulkan, bahwa pengertian tentang
sistem adalah suatu proses dari gabungan berbagai komponen / unsur / bagian / elemen
yang saling berhubungan, saling berinteraksi dan saling ketergantungan satu sama lain
yang dipengaruhi oleh aspek lingkungan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai
(Tarore dan Mandagi, 2006).

2.4 OHSAS 18001


OHSAS secara harafiah singkatan dari Occupational Health and Safety
Assessment System. OHSAS adalah sertifikasi untuk Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja yang berstandar internasional. OHSAS 18001 ini juga memiliki
struktur yang mirip dengan ISO 14001 (Sistem Manajemen Lingkungan). Dengan
demikian OHSAS lebih mudah diitergrasikan dengan ISO 9000 (Sistem Manajemen
Mutu). OHSAS 18001 merupakan persyaratan penilaian Keselamatan dan Kesehatan
Kerja ini menyatakan persyaratan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3), agar organisasi mampu mengendalikan dan memudahakan pengelolaan resiko-
resiko K3 yang terkait dengan struktur organisasi, perencanaan kerja, tanggung jawab,
praktek, prosedur, proses, tinjauan dan pemeliharaan kebijakan K3 organisasi dan
meningkatkan kinerjanya. Secara fisik persya-ratan ini tidak menyatakan kriteria kinerja,
ataupun memberikan persyaratan secara lengkap dan merancang sistem manajemen
(Pangkey, 2012).

2.5 Sistem Manajem Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut OHSAS 18001
Menurut OHSAS 18001, sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
merupakan bagian dari sistem manajemen organisasi atau perusahaan yang digunakan
untuk mengembangkan dan melaksanakan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja

6
serta mengendalikan risiko keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam proses SMK3,
OHSAS 18001 menggunakan pendekatan plan-do-check-action (PDCA), yaitu mulai dari
kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja, perencanaan, implementasi dan operasi,
pemeriksaan, dan tinjauan manajemen. Berikut ini adalah model sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja OHSAS 18001 berdasarkan pendekatan PDCA (Romli,
2010).

Gambar 2.1 Model Sistem Manajemen K3 menurut OHSAS 18001


Menurut (Romli, 2010), OHSAS 18001 memberikan pedoman dan penerapan dengan
menetapkan persyaratan Sistem Manajemen K3 untuk masing-masing elemen. Elemen
implementasi dari sistem Manajemen K3 berdasarkan OHSAS 18001 antara lain:
1. Kebijakan K3
Sebelum melakukan perencanaan (plan), sistem manajemen K3 harus dimulai
dengan penetapan kebijakan K3 oleh manajemen puncak sebagai perwujudan
komitmen manajemen dalam mendukung penerapan K3 yang memuat visi dan tujuan
organisasi, komitmen dan tekad untuk memperhatikan masalah K3, serta program
kerja. Berbagai bentuk komitmen terhadap K3 antara lain: Manajemen perusahaan
memerikan prioritas utama terhadap permasalahan K3; Manajemen puncak
menjadikan K3 sebagai bahan dalam kebijakan; memasukan isu K3 dalam setiap
pertemuan dengan para pekerja.
2. Perencanaan Pelaksanaan(Plan)
Selanjutnya, kebijakan K3 harus dikembangkan dalam perencanaan. Tanpa
perencanaan yang baik, proses K3 akan berjalan tanpa arah, tidak efisien, dan tidak
efektif. Dalam hal ini, perencanaan meliputi hal-hal seperti identifikasi bahaya,
penilaian, dan pengendalaian risiko, persyaratan hokum, objektf atau tujuan K3, serta
program K3.
3. Implementasi dan Orientasi (Do)
Setelah perencanaan dilakukan, perusahaan harus melakukan implementasi, dan
operasi yang meliputi hal-hal seperti sumber daya, peran, tanggung jawab, dan
wewenang; komunikasi dan partisipasi; pelatihan; serta tanggap darurat
4. Pengecekan dan Koerlasi Pelaksanaan (Check)

7
Pemeriksaan meliputi hal-hal seperti pemantauan kinerja; inspeksi tempat kerja;
pelaporan dan penyelidikan insiden, serta audit internal yang dilakukan secara berkala

5. Review Manajemen
Review manajemen meliputi tinjauan ulang mengenai evaluasi penerapan kebijakan,
sasaran, dan tujuan K3, kinerja K3, efektivitasi penerapan SMK3, dan hasil audit
SMK3. Lalu perusahan bisa mengambil tindakan perbaikan dan peningkatan SMK3.

BAB III
Metode Pelaksanaan

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Praktik Kerja Lapang (PKL) dilaksanakan pada

8
Waktu : 2 Januari 2018 – 2 Februari 2018
Nama Perusahaan : PT. Komatsu Undercarriage Indonesia
Alamat Perusahaan : Jl. Jababeka XI Blok H-16, Cikarang Industrial Estate,
Bekasi 17530, Jawa Barat - Indonesia

3.2 Metode Pengumpulan Data


Kegiatan Praktek Kerja Lapang di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia ini dilakukan
dengan cara studi pustaka, pengumpulan data, pencatatan data, pengamatan lapang,
dan wawancara, dengan rincian metode kegiatan yang berupa rangkaian kegiatan
sebagai berikut:
1. Wawancara
Kegiatan yang dilakukan adalah proses tanya jawab dengan pihak terkait yang ada
diperusahaan dengan topik yang disesuaikan oleh pihak perusahaan.
2. Observasi
Pengamatan langsung terhadap obyek dilapangan sesuai dengan data yang
dibutuhkan yaitu dengan mengamati langsung penerapan SMK3 yang ada di PT.
Komatsu Undercarriage Indonesia
3. Dokumentasi
Mempelajari dokumen yang erat hubungannya dengan perusahaan.
4. Pengumpulan data
Berupa pengumpulan data-data di lapangan yang berkaitan dengan penerapan
metode, kapasitas produksi, dan beberapa alternative dalam mengatasi masalah yang
bisa dilakukan. Menggunakan data sekunder sebagai pelengkap.
5. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan dengan cara membaca buku-buku literatur yang berhubungan
penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
6. Diskusi
Diskusi dilakukan dengan pembimbing dari perusahaan mengenai hal-hal teknis dan
non teknis yang berhubungan dengan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

9
Gambar 3.1 Peta Komatsu Undercarriage Indonesia

10
3.3 Jadwal Pelaksanaan
Tabel 3.1 Alokasi waktu pelaksanaan Praktek Kerja Lapang
N Nama PelaksanaanBulan/Mingguke-
o Kegiatan September Januari Februari Maret
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Penulisan
Proposal
2. Konsultasi
proposal
dengan dosen
pembimbing
3. Pengajuan
proposal ke
Perusahaan
4. Aktivitas
lapang
a. Pengenalan
lokasi dan
gambaran
umum
7perusahaan
b.
Pengumpulan
data
c. Mengamati
SMK3 yang
ada di
lapangan
d. Crosscheck
data pada
pembimbing
lapang
5. Penulisan
Laporan
6. Konsultasi
pada dosen
pembimbing
7. UjianLaporan
PKL
8. Revisi
9. Pengumpulan
Laporan

11
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi R. I. 2008. Peraturan Perundangan dan


Pedoman Teknis SMK3, Jakarta.

Romli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS
18001. Jakarta : Dian Rakyat

Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah nomor 50 tahun 2012 tentang Penerapan
Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Lembaga Negara R tahun 2012.
Sekretariat Negara. Jakarta

Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Lembaga Negara RI Tahun 192. Sekretariat Negara. Jakarta

Simanjuntak, Manlian Ronald. 2013. Peran Exvactor Terhadap Kinerja Proyek Konstruksi
Rumah Tinggal di Jakarta Selatan. Jurnal. ISSN 2087-9334

Pangkey, Febyana. 2012. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) pada Konstruksi di Indonesia. Jurnal. ISSN 2087-9334

Tarore, Huibert, dan Mandagi. Robert J M. 2006. Sistem Manajemen Proyek Konstruksi
(SIMPROKON). Tim Penerbit JTS Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Waruwu, Saloni. 2016. Analisis Faktor Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang Signifikan
Mempengaruhi Kecelakaan Kerja pada Proyek Pembangunan Apartement Student
Castle. Jurnal. ISSN : 2442-2630

12
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

4.1 Profil Perusahaan PT. Komatsu Undercarriage Indonesia


4.1.1 Garis Besar Perusahan dan Sejarah di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia
PT. Komatsu Undercarriage Indonesia ini memiliki sejarah yang cukup panjang,
pertama kali ditemukan pada tahun 1992 bulan januari dengan nama HUFI oleh Hokuirku
Kogyo, United Tractors and Komatsu Ltd. Lalu pada tahun 2000 tepatnya di bulan
november PT. Komatsu Undercarriage Indonesia ini lahir yang diciptakan oleh Komatsu
Ltd. Pada tahun 2001 adalah tahun di mana pertama kali PT. Komatsu Undercarriage
Indonesia memproduksi Link Assembly lalu pada tahun selanjutnya yaitu pada tahun 2002
memproduksi Roller Assembly. Pada tahun 2004 adalah tahun di mana PT. Komatsu
Undercarriage Indonesia berhasil mendapatkan beberapa pencapaian, yaitu pada bulan
juli PT. Komatsu Undercarriage Indonesia berhasil memproduksi 10.000 link assembly,
lalu pada bulan desember PT. Komatsu Undercarriage Indonesia berhasil mengekspansi
pabriknya. Lalu pada tahun 2006 HUFI tadi yang kita kenal merubah namanya mejadi
KOFI. Lalu pada tahun 2008 PT. Komatsu Undercarriage Indonesia kembali mendapat
pencapaian yaitu berhasil tersertifikasi ISO 9001:2000 tentang manajemen mutu,
sedangkan pada tahun selanjutnya PT. Komatsu Undercarriage Indonesia tepatnya pada
bulan januari PT. Komatsu Undercarriage Indonesia berhasil memproduksi Link Assembly
sebanyak 50.000 lalu pada bulan juli juga berhasil tersertifikasi ISO 14001:204 tentang
manajemen lingkungan. Lalu pada tahun 2012 PT. Komatsu Undercarriage Indonesia dan
KOFI melebur menjadi satu dengan nama PT. Komatsu Undercarriage Indonesia atau
New KUI pertama kali dimulai. Berikut adalah gambaran pabrik New KUI

Gambar 4.1 NEW KUI


Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

Saat ini PT. Komatsu Undercarriage Indonesia berlokasi di Cikarang Industrial Esatate,
jawa barat dengan luas tanah pabrik 74,300 m2 dan luas bangunan 29,571m2 dengan
jumlah pegawai sebanyak 1,025 orang terhitung bulan Januari tahun 2017. Berikut ini
adalah perjalanan panjang PT. Komatsu Undercarriage Indonesia sejak tahun 1992

13
Year Month Explanation
1992 Januari HUFI founded by Hokuriku
Kogyo, United Tractors and
Komatsu Ltd
2000 November KUI Founded by Komatsu Ltd
2001 April Start 1st Link Assy Production
2002 August Start 1st Roller Assembling
Line
2004 July Achieve the 10.000 Link
Assembly Production
December Expanded new factory
2006 October HUFI change company name
to KOFI
2008 July ISO 9001:2000 certified
2009 Januari Achieve the 50.000 Link
assembly production
July ISO 14001: 2004 Certified
2010 March Expand Mining Machine
Undercarriage Production
2012 Januari Merger with KOFI and New
KUI started
2015 September Achieve the 100,000th Link
Assy Production
Tabel 4.2 Tabel Perjalanan PT. Komatsu Undercarriage Indonesia sejak 1992
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

4.1.2 Visi Misi dan Komatsu Way


PT. Komatsu Undercarriage Indonesia sebagai penyedia komponen Undercarriage
yang telah menyupply produk nya secara langsung kebeberapa negara seperti Singapura,
Malaysia, Thailand, Laos, Myanmar, dan negara negara asia atau lintas benua lainnya,
hal in menjadikan PT. Komatsu Undercarriage Indonesia sudah menjadi perusahaan
multinasional dan menjadi tantangan tersendiri untuk terus menjaga kinerja dari PT.
Komatsu Undercarriage. Menurut Dewanto (2010) visi adalah apa yang perusahaan
inginkan di masa depan, visi juga dapat memberikan aspirasi dan motivasi disamping
memberikan panduan atau rambu-rambu dalam menyusun strategi perusahaan.
Berkaitan dengan penjelasan visi PT. Komatsu Undercarriage Indonesia memiliki visi :
“Menjadi Produsen Komponen Undercarriage Komatsu Orisinal Terbaik di Seluruh Dunia”
Mengapa PT. Komatsu Undercarriage Indonesia mengangkat visi ini karena pihak
perusahaan sadar bahwasanya banyak juga industri yang menghasilkan komponen
undercarriage di sini PT. Komatsu Undercarriage Indonesia berkomitmen untuk terus
menjaga ke-orisinilan produk dan menjadikan PT. Komatsu Undercarriage Indonesia
menjadi yang terbaik di seluruh dunia dalam bidang produsen komponen undercarriage.
Lalu menurut Anggoro (2013). Misi adalah pertanyaan tentang cara bagaimana
perusahaan dapat mewujudkan visi yang telah ditetapkan. Demi mencapa keberhasilan

14
dalam setiap kondisi yang dihadapi perusahaan. Maka dari itu PT. Komatsu
Undercarriage Indonesia memiliki misi : “Memastikan Pemantapan Kualitas dan
Kepercayaan dari Komponen Orisinil Undercarriage Komatsu”
Komatsu Way merupakan nilai KOMATSU yang dibangun dari daya saing manufaktur
sebagai sumber kekuatan untuk mencapai peningkatan kapabilitas manufaktur,
meningkatkan hubungan dengan pemasok dan distributor. Manufaktur d sini didefinisikan
sebagai aktivitas kerja. Manufaktur di sini didefinisikan sebagai aktivitas kerja kelompok
yang dilakukan berdasarkan sistem nilai berantai yang tidak hanya terdiri dari divisi
internal seperti pengembangan, produksi, penjualan, pelayanan, dan administrasi tetapi
juga supplier dan mitra bisnis lainnya.
Terdapat 7 langkah KOMATSU WAY, berikut adalah 7 langkah KOMATSU WAY
1. Orientasi Pada Pelanggan
2. Falsafah Tempat Kerja (Genba)
3. Mendefinisikan Akar Permasalahan
4. Bekerjasama dengan Mitra Bisnis
5. Pengembangan Sumber Daya Mnausia
6. Penerapan Kebijjakan (Hoshintenkai)
7. Komitmen pada Kualitas dan Reliabilitas

7 Langkah KOMATSU WAY

Orientasi Pada Bekerjasama dengan


Pelanggan Mitra Bisnis

Falsafah Tempat MANUFAKTUR Pengembangan


Kerja (Genba) 7 Langkah SDM
The Komatsu Way

Mendefinisikan Akar Penerapan Kebijakan


Permasalahan (Hoshintenkai)

Komitmen Pada Kualitas dan


Reliabilitas

Gambar 4.3 Langkah Komatsu Way


Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

4.2 PT. Komatsu Undercarriage Indonesia Sebagai Perusahaan Multinasional

15
PT. Komatsu Undercarriage Indonesia sebagai perusahaan besar yang ada di
indonesia memiliki jangkauan distribusi produknya dengan berbagai negara contohnya
seperti Brazil, Afrika Selatan, Chille, dan untuk negara negara yang ada di asia seperti
india, singapura, malaysia, thailand, dan laos. PT. Komatsu Undercarriage Indonesia
memproduksi bagian undercarriage dari mesin excavator dan bulldozer. Setelah PT.
Komatsu Undercarriage Indonesia sudah memproduksi undercarriage selanjutnya akan
dikirim ke PT. Komatsu Indonesia untuk dirakit menjadi satu mesin excavator dan
bulldozer lalu dikirim ke United Tractor atau biasa disebut UT sebagai penjual produk dari
PT. Komatsu Undercarriage Indonesia. Berikut adalah gambaran dari destinasi
pengiriman produk dari Komatsu

KUI Shipment Destination

KCIS
(CIS)
KEISA
(Europe) KLTD
KAC
(North America) KME KSL (Japan)
(China)
(Middle East)
KIPL
L&TK
(India) BKC
(Thai)

Ex-KAP DB

KBI UT (Indonesia)
(Brazil) KI (Indonesia)
KCC
(Chile)

KSA
KDB
(South Africa) KAL
(Brazil)
(Australia)

New Machine
A/M

Gambar 4.4 Destinasi Pengiriman Produk


Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015
Lalu berikut adalah gambaran dari pengiriman produk ke negara negara yang ada di asia

16
KUI Direct Shipment to Distributor in Asia

Nepal Bhutan
Taiwan

Viet Nam
Philippine
Myanmar
India
Cambodia
Thailand
Laos

Sri Lanka Malaysia Papua Niugini


&
Oceania

Singapore

Indonesia

Gambar 4.5 Pengiriman produk di Negara Asia


Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

4.3 Sertifikat Manajemen Sistem yang ada di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia
PT. Komatsu Undercarriage Indonesia sebagai perusahaaan besar di bidang
pembuatan alat berat dan yang sudah mengirimkan produk produknya di berbagai negara
tentu sudah memilliki sertifikasi untuk memanajemen sistem yang ada di PT. Komatsu
Undercarriage Indonesia. Contohnya adalah ISO 9001:2000 ini adalah ISO yang
mengatur tentang manajemen mutu yang ada di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia,
dan PT. Komatsu Undercarriage Indonesia sudah mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2000
itu berarti mutu yang ada di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia sudah terjamin
kualitasnya. Selanjutnya adalah ISO 14001:2004 tentang manajemen lingkungan, ini
menunjukan bahwasanya PT. Komatsu Undercarriage Indonesia sudah bertanggung
jawab untuk menjaga segala dampak yang diberikan dari aktivias pabrik terhadap
lingkungan, hal ini dibuktikan dengan sudah tersertifikasinya PT. Komatsu Undercarriage
Indonesia tentang Sistem Manajemen Lingkungan. Lalu selanjutnya adalah OHSAS
18001:2007 PT. Komatsu Undercarriage Indonesia telah mendapatkan sertifikasi OHSAS
18001 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja hal ini sangat menunjukan bahwasanya
PT. Komatsu Undercarriage Indonesia sangat memperhatikan terkait keselamatan dan
kesehatan kerja. Berikut adalah bukti sertifikat yang sudah didapatkan oleh PT. Komatsu
Undercarriage Indonesia

17
Gambar 4.6 ISO 9001:2000
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

Gambar 4.7 ISO 14001:2004


Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

18
Gambar 4.8 OHSAS 18001:2007
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

4.4 Struktur Organisasi di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia


PT. Komatsu Undercarriage Indonesia sebagai perusahaan besar penyedia
Undercarriage tentu mempunyai struktur organisasi yang sangat terstruktur, guna
mengontrol segala sesuatu kegiatan yang ada di perusahan in. perusahaan ini dipimpin
oleh satu President Director, Vice President dan dua Director. Lalu terdapat 20 section di
bawahnya, dan ada beberapa section yang di bawahnya masih terdapat sub section, yang
mana beberapa section ini dipimpin oleh Director in Charge nya sebagai penanggung
jawab keberlangsungan tiap tiap section. Berikut adalah struktur organisasi yang ada di
PT. Komatsu Undercarriage Indonesia yang terhitung sejak April tahun 2017

19
Gambar 4.9 Struktur Organisasi PT. Komatsu Undercarriage Indonesia
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

4.5 Produk dari PT. Komatsu Undercarriage Indonesia


PT. Komatsu Undercarriage Indonesia merupakan pabrik yang memproduksi
undercarriage merupakan komponen bagian bawah dari unit bulldozer dan Hydraulic
Excavator di mana komponen tersebut berfungsi sebagai media penggerak unit tersebut
untuk berpindah dari tempat satu ke tempat lainnya dan juga berfungsi sebagai media
penahan dan meneruskan berat dari unit ke tanah. Berikut adalah komponen-komponen
undercarriage yang dikashilkan di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia adalah sebagai
berikut:
a. Track Roller
Menurut Jati (2011), Track Roller adalah bagian dari komponen undercarriage
yang berbentuk menyerupai roda besi yang berfungsi sebagai pembagi berat dari unit
ke track. Di mana beberapa track roller yang dipasang pada bagian bawah track frame
akan menahan berat unit terhadap track link, sehingga dapat dikatakan track roller
sebagai pembagi berat chasis terhadap track link, berikut adalah gambar dari track
roller

20
Gambar 4.10 Track Roller
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

b. Carrier Roller
Menurut Jati (2011) Carrier roller adalah bagian dari komponen undercarriage
yang berbentuk hampir sama dengan track roller, akan tetapi memiliki fungsi yang
berbeda yaitu menahan berat gulungan atas dari track shoe assy, agar tidak melentur,
dan menjaga gerakan track shoe antara spocket ke idler atau sebaliknya agar tetap
lurus, berikut adalah gambar dari Carrier Roller

Gambar 4.11 Carrier Roller


Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

c. Idler
Menurut Jati (2011) idler berfungsi untuk membantu menegangkan atau
mengendorkan track dan juga meredam kejutan

Gambar 4.12 Idler


Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

21
d. Sprocket
Menurut Jati (2011) sprocket dalam komponen undercarriage berfungsi sebagai
media penerus tenaga dari track melalui bushing, dan merubah putaran sprocket
menjadi gulungan pada track agar unit dapat bergerak, berikut adalah gambar dari
sprocket

Gambar 4.13 Sprocket


Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

e. Track Link
Menurut Jati (2011) Track Link pada unit memiliki fungsi sebagai penumpu dari
total beban pada track roller sehingga memungkinkan crawler tractors dapat berjalan.
Di mana Track Link dihubungkan antara link satu dengan yang lain dengan pin dan
bushing, serta dihubungkan dengan track shoe dengan bolt dan nut. Di mana tumpuan
track link terletak pada Track roller, carrier roller, dan Front Idler, berikut adalah
gambar dari Track Link

Gambar 4.14 Track Link


Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

f. Track shoe
Menurut Jati (2011) Track Shoe adalah bagian dari undercarriage yang berfungsi
di samping tempat persinggungan den n mngan tanah juga merupakan alas gerak
crawler tractors. Track shoe merupakan pembagi berat unit ke permukaan tanah,
berikut adalah gambar dari track shoe

22
Gambar 4.15Track Shoe
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015
4.6 Proses Produksi dari PT. Komatsu Undercarriage Indonesia
Secara umum sebagai besar proses produksi di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia
melibatkan tiga section, yaitu forging and dies, machining, dan Assembly. Pada section
forging and dies, proses produksi yang dilakukan adalah proses cutting, pemanasan
menggunakan billet heater, forging, trimming, DQT, RQT, shotblast, dan magetic flow
detector. Berikut adalah flow chart dari Proses produksi yang terjadi pada section forging
and dies

Proses

Cutting (pemotongan)
Bahan baku

Steel Round bar

Heating Furnace

Sesuai Suhu Tidak


Pemanasan Ulang
Standar?

Ya

Forging (Penempaan)

Trimming (Pemangkasan)

Tidak
Sesuai Suhu 23 RQT
Standar?

Ya
Masuk Section Machining

Gambar 4.16 Alur proses produksi pada section Forging and Dies

a. Section Forging and Dies (Cutting)


Pada proses ini bertugas untuk memotong round bar yang sudah disiapkan
menjadi ukuran-ukuran tertentu sesuai dengan kebutuhan. Lalu proses cutting ini
memiliki tiga metode pemotongan yaitu dengan sharing, bend saw, dan circular
cutting. Round bar ini sendiri merupakan material besi, dengan panjang ±6 meter
dengan diameter 36-170 mm.
b. Section Forging and Dies (Billet Heater)
Selanjutnya setelah roundbar sudah dipotong-potong menjadi ukuran tertentu
yang menyesuaikan dengan kebutuhan, roundbar memasuki proses pemanasan
hingga suhu tertentu sebelum dilakukan proses penempaan. Apabila suhu belum
sesuai maka roundbar akan dimasukan ke dalam bak kayoke, lalu roundbar akan
memasuki proses pemanasan lagi, apabila suhu nya belum sesuai dan sudah
dilakukan lebih dari dua kali pengulangan maka roundbar akan dianggap sebagai
product reject penentuan dua kali pengulangan ini adalah standard yang
diterapkan di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia. Namun apabila suhu sudah
sesuai maka roundbar akan memasuki proses penempaan.
c. Section Forging and Dies (Forging)
Pada proses ini roundbar yang sudah memenuhi standard suhu yang ditentukan
akan memasuki proses penempaan. Pada penempaan tahap pertama adalah
penempaan shage atau masih dalam bentuk kasaran sebanyak tiga kali, lalu
penempaan arauchi atau penempaan dengan bentuk yang lebih detail, sisa besi
yang tidak masuk ke dalam dies akan mengisi rongga burry atau dalam.

24
d. Section Forging and Dies (Trimming)
Pada proses ini roundbar yang sudah ditempa akan memasuki proses trimming
yang mana pada proses ini merupakan proses penghalusan link yang telah
ditempa untuk menghilangkan burry yang masih menyatu. Proses trimming ini
dibagi menjadi dua yaitu anaburry atau trimming bagian dalam dan burry yaitu
trimming bagian luar.

e. Section Forging and Dies (Heat Treatment)


Pada proses ini adalah proses perlakuan panas dengan proses pencelupan ke
dalam Quenching Oil dan Tempering. Proses Quenching oil adalah proses
pengerasan link dengan cara mencelupkannya ke dalam oli. Sebelum dicelupkan
ke dalam link hasil trimming akan diukur suhu nya terlebih dahulu, apabila suhu
sudah memenuhi maka akan langsung masuk ke dalam oli, proses ini namanya
Direct Quenching Treatment (DQT). Apabila suhu belum memenuhi maka link
akan dipisahkan dan akan dilakukan pemanasan ulang kemudian link akan
dicelupkan ke dalam oli, proses ini namanya Requnching Treatment. Selanjutnya
adalah proses pemanasan kembali link yang telah dicelupkan ke dalam oli untuk
meningkatkan hardness dari link proses ini namanya tempering.
f. Section Forging and Dies (Shot Blast)
Setelah melewati proses Heat Treatment, link yang sudah dipanaskan dan
dicelupkan ke dalam oli memasuki proses shot blast. Pada proses ini bertujuan
untuk penghilang kerak yang menempel pada link, dengan menembakan Shot
Steel
g. Section Forging And Dies (Magnetic Flow Detector)
Setelah melewati proses Shot Blast link akan diperiksa apakah terjadi keretakan
atau tidak link yang sudah dicelupkan ke dalam larutan magna dan ditembakkan
sinar UV. Larutan magna yang digunakan mengandung jipun magnet. Yaitu
partikel magnet berukuran nano yang mampu masuk ke dalam rongga besi, agar
sinar UV mampu menunjukan apabila terdapat keretakan. Kemudian retaka yang
terjadi dapat berupa ware dan kasat mata dengan kizu atau tak kasat mata.
Setelah melalui section forging and dies maka akan memasuki proses
machining, berikut adalah flow chart dari section machining:
Proses
Bahan baku

Produk hasil dari Section Milling


sebelumnya

IQT

Horizontal Boring

25
Drilling
Gambar 4.17 Alur proses produksi pada section Machining

a. Section Machining (Milling)


Link yang sudah dinyatakan lolos dari Magnetic Flow Detector akan memasuki
proses milling adalah proses untuk menghaluskan bagian link yang akan
bersentuhan dengan shoe plate
b. Section Machining (IQT)
Selanjutnya adalah proses pemanasan kembali bagian yang akan bergesekan
dengan roller untuk mendapatkan hardness link yang lebih baik. IQT atau
Induction Quenching Treatment terdapat test kedalaman kekerasan dengan
menggunakan larutan eching.
c. Section Machining (Horizontal Borring)
Pada proses ini bertujuan sebagai proses pengeboran secara horizonal pada link
sebagai tempat pin dan bush pada saat diassembly.
d. Section Machining (Drilling)
Selanjutnya merupakan proses drilling adalah proses pengeboran bagian link
yang sudah dihaluskan pada proses milling untuk lubang baut pengunci link
dengan shoe plate
e. Section Machining (Broaching)
Selanjutnya merupakan proses penghalusan bagian link yang akan menjadi
dudukan nut atau pengunci baut link denga shoe plate. Selain itu dilakukan juga
pelapis anti karat pada proses ini. Selanjutnya setelah melalui semua proses pada
section machining Link yang sudah final akan dibagi menjadi ketiga bagian, ada
yang di Trade, export, dan ada juga yang melewati proses Assembly

26
Selanjutnya berrikut adalah proses yang harus dilalui setelah melalui
section machining, yaitu section assembly, berikut adalah penjelasan yang terjadi
di Section assembly:
a. Section Assembly (Washing)
Selanjutnya adalah proses assembly atau perakitan dari link yang sudah dibuat
pada proses forging. Proses yang pertama yaitu washing yaitu proses pencucian
link untuk menghilangkan lapisan anti rust dari proses sebelumnya,
b. Section Assembly (Assembly)
Pada proses ini link diraktir dengan bagian2 lain sehingga menjadi Track Link
Assembly
c. Section Assembly (Painting)
Pada proses ini Track link assembly yang sudah dirakit memasuki proses
pengecatan. Cara pengecatannya adalah dengan cara dimasukkan ke ruangan
painting dan dicelupkan ke dalam cat yang ada, setelah itu apabila terdapat bagian
bagian yang masih belum terkena cat dengan cara di spray.
d. Section Warehouse (Packaging)
Pada proses ini Track Link Assembly sudah masuk proses pengemasan track link
assembly untuk dijual. Setelah itu Track Link Assembly sudah selesai seluruh
prosesnya. Sedangkan untuk pengiriman ke luar negeri atau ekspor, dilakukan
fumigasi untuk mencegah tumbuhnya tumbuhan atau pun binatang yang dapat
merusak palet dan juga produk selama proses delivering

27
BAB V
PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT.
KOMATSU UNDERCARRIAGE INDONESIA
5.1 Struktur Section Safety, Health, and Environment di PT. Komatsu Undercarriage
Indonesia
Section Safety, Health, and Environment sebagai section yang bertanggung jawab
untuk membuat seluruh area yang ada di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia selalu
mengendalikan segala macam potensi bahaya yang ada di area kerja sehingga menjadikan
tempat kerja yang aman di daerah PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, tentu memiliki
struktur organisasi nya sendiri guna mengontrol pembagian kerja terkait safety health and
environment yang ada di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia. Struktur yang SHE ini sendiri
terdapat satu orang Pillar Leader dan dua orang Co-Leader yang mana salah satunya
memimpin bagian safety dan Health and Environment, untuk safety sendiri memiliki empat
orang staff dan untuk Health and Environment memiliki dua orang staff, berikut adalah struktur
organisasinya

Yuwono H.P
Pillar Leader

Sugeng Kariawan Subarinto


Co-Leaer Co-Leaer

HEALTH &
SAFETY ENVIRONMENT

Hariyono Harits Suryanto


28

Agus Triyanto Rozali D.A


Gambar 5.1 Stuktur Section Safety Health And Environment PT. Komatsu Undercarriage
Indonesia, sejak 20 oktober 2017

5.2 Penilaian Risiko Bahaya dan Pengendaliannya dengan Metode Hirarc


Di suatu tempat kerja pasti memiliki potensi bahaya yang kita tidak tahu kapan
datangnya, maka dari itu perlu adanya cara yang sistematis untuk mengendalikan bahaya
tersebut, metode yang diterapkan di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia adalah
dengan Metoede HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment, Risk Control) hal ini
bertujuan untuk mewujudkan tempat kerja yang aman, yang mana definisi aman itu sendiri
berarti adanya pengidentifikasian bahaya yang sudah dikontrol pengendaliannya
sehingga tempat kerja menjadi aman. Berikjut adalah tahapan untuk melaksanakan
metode Hirarc:

a. Identifikasi
Identifikasi di sini yang dimaksud adalah mengidentifikasi semua aktivitas
termasuk aktivitas rutin, non rutin, dan emergency. Lalu menjelaskan secara jelas dan
spesifik bagaimana proses utama dan detail aktivitas bahaya yang terjadi, setelah itu
menjelaskan secara spesifik deskripsi bahaya risiko seperti apa situasi atau kondisi
berbahaya yang kemungkinan akan terjadi.
b. Menentukan Tipe Risiko
Dalam menentukan tipe risiko yang kemungkinan akan terjadi dari hasil identifikasi
bahaya PT. Komatsu Undercarriage Indonesia telah mengklasifikasikan tipe tipe risiko
yang kemungkinan akan terjadi, berikut adalah tabel dari Tipe Risiko

29
Tipe Risiko
1. Terjepit 8. Api / Kebakaran
2. Jatuh dari ketinggian 9 . Tersayat
3. Tertimpa 10. Tergelincir
4. Menabrak / Ditabrak 11. Tepapar bahan
5. Sengatan listrik kimia
6. Terpapar panas 12. Kesehatan Kerja
7. Ledakan 13. Lain -lain

Tabel 5.1 Tipe Risiko Hirarc


Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

Angka-angka ini yang akan diisi dalam tabel hirarc yang mana tipe risiko ini ditentukan
dari identifikasi bahaya yang telah ditentukan.

c. Menentukan Faktor Risiko


Hasil dari identifikasi bahaya tadi akan menghasilkan nilai faktor risiko, dari faktor
risiko ini terdapat dua bagian tabel yang harus dipenuhi, yang pertama adalah Faktor
Kemungkinan terjadinya risiko dan Aspek Kerugian, di PT. Komatsu Undercarriage
Indonesia telah mengklasifikasikan Faktor Kemungkinan terjadinya risiko dan Aspek
Kerugian, berikut adalah tabel dari Faktor Kemungkinan terjadinya risiko

Faktor Kemungkinan
terjadinya risiko :
D: Pasti terjadi

C: Sangat mungkin terjadi

B: Mungkin terjadi

A: Kemungkinan terjadi kecil

Tabel 5.2 Faktor Kemungkinan terjadinya risiko


Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

30
Huruf-Huruf ini yang akan diisi dalam tabel hirarc yang mana faktor kemungkinan
terjadinya risiko ini ditentukan dari identifikasi bahaya yang telah diidentifikasi.
Selanjutnya adalah aspek kerugian, berikut adalah tabel dari aspe kerugian

Aspek Kerugian
[ Keselamatan / Kesehatan / Perundangan] :
IV : Fatal / Kronis (Jangka panjang) /
belum memenuhi perundangan.
III : Dirawat di RS / Penyakit fungsi tubuh

II : Luka kecil (dirawat Dokter) / Penanganan


dokter
I : Luka kecil (penanganan P3K) / Ganguan sesaat

Tabel 5.3 Aspek Kerugian


Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015
Huruf romawi ini yang akan diisi dalam tabel hirarc yang mana aspek kerugian yang
akan ditimbulan dari identifikasi bahaya yang telah diidentifikasi.
d. Risiko Awal
Selanjutnya setelah kita sudah mengidentifikasi bahaya yang akan terjadi,
menentukan tipe risiko nya seperti apa dan faktor risikonya baik dari Faktor
Kemungkinan dan Aspek kerugian, kita akan menentukan Risiko Awal yang akan
terjadi, dari Risiko awal ini yang nantinya akan dijadikan acuan dalam mengendalikan
risiko yang ada, di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia sudah mengklasifikasikan
risiko awal yang ada, risiko awal di sini dipengaruhi oleh Faktor Kemungkinan dan
Aspek Kerugian, berikut adalah tabel dari Risiko awal

Tabel 5.4 Risiko Awal


Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

31
Maksud dari angka 1,2,3,4, dan 5 adalah bentuk pengendalian yang akan ditentukan,
untuk angka 1-2 pengendalian yang dilakukan adalah pastikan terlebih dahulu
konsistensinya, lalu untuk angka 3-4 perlu dibuat program perbaikan yang mengacu
pada hierarki pengendalian risiko, hierarki pengendalian risiko terbagi menjadi 5 point,
yaitu Elliminasi, Substitusi, Rekayasa Engineering, administrasi, dan yang terakhir
APD, apabila point mendapat nilai 5 berarti harus memberhentikan proses tersebut
dan segera lakukan tindakan perbaikan. Lalu cara untuk menentukan Risiko awal,
contohnya adalah sebagai berikut :
Apabila Frekuensi kemungkinan proses produksi dan handling dilakukan setiap
hari, maka FK = D dan aspek kerugiannya jika komponen jatuh menimpa operator,
maka akan terjadi fatal accident maka besar resikonya adalah 5
Faktor Kemungkinan ( FK )
Aspek Kerugian ( AK ) A B C D
IV 5 5 5 5 Faktor
III 4 4 4 4 Kemungkinan :
II 1 1 2 3 A : Semesteran
B : Bulanan
I 1 1 1 2 C : Mingguan
D : Harian

Aspek Kerugian :
IV : Fatal
III : Dirawat di RS
II : Luka kecil ( dirawat Dokter )
I : Luka kecil ( penanganan P 3 K )
( selengkapnya lihat tabel )

Tabel 5.5 Contoh penentuan nilai risiko awal


Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015
e. Pengendalian Risiko
Sesudah dilakukan identifikasi bahaya, penentuan tipe risiko, faktor kemungkinan
terjadinya risiko, aspek kerugian, dan risiko awal kita menentukan pengendalian risiko
seperti apa yang akan menurunkan nilai risiko sehingga akan menghasilkan tempat
kerja yang aman. Pengendalia risiko yang digunakan tetap menggunakan hierarki
pengendalian risiko yang terbagi menjadi lima bagian yaitu eliminasi, substitusi,
rekayasa engineering, administrasi, dan apd. Lalu setelah dilakukan pengendalian
risiko yang akan ditentukan, ditentukan lagi Faktor kemungkinan risiko, angka
kerugian yang dihasilkan, dan risiko lanjutanya, setelah dilakukan pengendalian risiko
ketiga aspek tersebut harus turun, agar tercipta lingkungan kerja yang aman.

f. OTP (Objective, Target, Program)


Lalu selanjutnya menentukan nilai OTP dari masing masing identifikasi masalah,
dari PT. Komatsu Undercarriage Indonesia sudah menentukan tabel penilaian dari
OTP itu sendiri, berikut adalah tabel penilaiannya

32
Gambar 5.2 Penilaian OTP
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

g. Pelaksanaan dan Pemantauan dari Hirarc


Hirarc ini dilakukan setiap hari di masing masing section atau sub section, hirarc
ini diisi oleh para pekerja yang ada di masing masing section atau sub section, hal ini
bertujuan agar setiap harinya ada pemantauan terkait bahaya yang ada di tempat
kerja, agar bisa dikendalikan risiko yang ada di tempat kerja sehingga menghasilkan
tempat kerja yang aman. Hirarc ini diisi setiap hari oleh para pekerja dan nantinya
akan direkap oleh section terkait setiap bulannya. Lalu untuk proses pemantauanya
hirarc ini akan diketahui oleh Leader, Foreman, Spv, dan Manager cara
mengetahuinya adalah akan ditanda tangani oleh keempat orang terseb

33
ut, jadi memang setiap harinya harus ada pemantauan ke lapang langsung oleh Leader, Foreman, Spv, dan Manager untuk
mengetahui ada atau tidaknya bahaya yang terjadi ditempat kerja dan seperti apa pengendalian dari risikonya. Selain itu
dari secton SHE bagian Safety selalu melakukan controling ke masing masing proses dan juga memperhatikan Hirarc
masing masing section atau sub section apabila ada sekiranya hirarc yang belum mendapatkan pengendalian risiko dari
bagian Safety juga membantu kinerja masing masing section dan sub section. Berikut adalah contoh dari tabel Hirarc

Gambar 5.3 Tabel Hirarc


5.3 Penilaian Risiko Bahaya dan Pengendaliannya dengan Metode Hirarc tiap proses
a.Section Forging and Dies (Cutting)

No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama

1- 1. Penerimaan Menyiapkan R Material 4 B II 1 ENG: A II I Perme


04- Material Material di bed Round bar ( ± Dibuatkan line nakertr
15 material oleh 2ton ) untuk jalan ans
section MAT menyenggol khusus No.09 ,
CON operator di operator Tahun
menggunakan area APD: Operator 2010
Crane perlintasan memakai apd

34
crane (Mesin standard
Band saw (helm, kaca
460) mata, sepatu
safety, baju
kerja)
Kepedulia
1- 2. Persiapan Membuka R Kaki operator 4 B II 4 ENG:
04- Pemotongan Ikatan terkena Membuat
15 Bundelan benturan stoper material
Material material dan dibuatkan
round bar line khusus
yang sedang saat membuka
dibuka ikatan material
ADM: Ikuti
standar kerja
APD: Operator
memakai
safety shoes
dan baju kerja
Kepedulian :
Pekerja
mengerti
bahaya dan
risiko terbentur
material, serta
telah
menerapkan
pengendalian
IPB

Tabel 5.6 Hirarc Section Forging and Dies (Cutting)


b. Section Forging and Dies (Billet Heater)

35
No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama

4- 1. Heating Menaiki atau R Terjatuh dari 2 C II 2 ENG: B I 1


04- material menuruni atau ketinggian Lengkapi
15 dengan billet berada di kurang lebih tangga dan
heater bagian atas 2.5m bagian atas
billet heater Billet Heater
dengan guard
dan hand
guard
APD:
Menggunakan
sepatu, helm,
kacamata,
sarung tangan,
baju kerja
Kepedulian:
Pekerja sudah
mengerti dan
menerapkan
pengedalian
risiko sesuai
dengan
identifikasi
bahaya,

36
penilaian dan
pengendalian
risiko
4- 2. Heating Menaiki atau R Tangan 9 C II 2 ENG:
04- Material menuruni tergores Hilangkan
15 dengan billet tangga billet cover safety bagian bagian
heater heater tanga yang runcing
APD:
Gunakan apd
standard
sepatu, kaca
mata, helm,
sarung tangan,
baju kerja
KEPEDULIAN
: Pekerja
sudah
mengerti dan
menerapkan
pengedalian
risiko sesuai
dengan
identifikasi
bahaya,
penilaian, dan
pengendalian
risiko

Tabel 5.7 Hirarc Section Forging and Dies (Billet Heater)

C. Section Forging and Dies (Forging)

37
No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama

1/4 1. Penempaan Menerima R Tangan/angg 3 B III 4 ENG: A II 1 UU No.


/20 material tempat ota tubuh Gunakan 1 Tahu
15 dari billet tertimpa Ram gancho/hashi 1970
heater mesin untuk menarik Tentan
hammer saat material macet g
menarik APD: gunakan Kesela
material apd lengkap matan
macet di hammerman Kerja
ujung shutter (helm, apron,
visor, hand
protector, dan
foot protector
ADM:
Operator
hammer
berlisensi
1/4 2. Penempaan Mengangkat R Tangan/angg 3 C III 4 ADM: B II 1 UU No.
/20 material tempa ota tubuh Operator 1
15 ke cetakan terkena Hammer harus Tahun
hantaman berlisensi 1970
Ram mesin APD: Tentan
hammer Gunakan alat g
bantu hashi Kesela

38
saat matan
memindahkan Kerja
material

Tabel 5.8 Hirarc Section Forging and Dies (Forging)

d. Section Forging and Dies (Trimming)


No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama

2/4 1. Trimming Saat ram R Tangan 1 C III 4 ENG: B I 1 UU. No


/15 trimming terjepit Pengoperasia 1 TAHU
bergerak dari cetakan n gerakan ram 1970
TMA ke TMB trimming degan tombol TENTA
Inching NG
APD: KESEL
Gunakan APD AMATA
Lengkap N
ADM: KERJA
Operator
trimming
berlisensi,

39
tidak boleh
memasukakan
anggota tubuh
saat mesin
beroperasi
2/4 2. Trimming Mengalirkan R Tangan 1 C II 2 ENG: Pedal B I 1 UU. No.
/15 produk terjepit trimming 1
trimming ke cetakan dilengkapi TAHUN
conveyor trimming dengan cover 1970
pengaman TENTA
APD: Operator NG
trimming KESEL
berlisensi AMATA
N KERJ

Tabel 5.9 Hirarc Section Forging and Dies (Trimming)


e. Section Forging and Dies (Heat Treatment)
No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama

Tabel 5.10 Section Forging and Dies (Heat Treatment)

40
f. Section Forging and Dies (Shot Blast)
No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama

Tabel 5.11 Section Forging and Dies (Shot Blast)

g. Section Forging and Dies (Magnetic Flow Detector)

41
No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama

Tabel 5.12 Section Forging and Dies (Magnetic Flow Detector)

h. Section Machining (Milling)


No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama

6/N 1 Milling Mengangkat R Kaki 3 B II 1 APD: B I 1 UU No.


ove produk kurang kejatuhan Memakai 1 Tahu
mb lebih 3 sampai material seragam kerja, 1970
er/ 5 kg, dari dalam helmet, sarung tentang
20 palet kemeja tangan katun, kesela
15 produksi sepatu safety, matan
kerja

42
back support
dan kaca mata
6/N 2. Milling Memasang R Jari tangan 4 B III 4 ENGl:
ove produk ke jig operator Menggunakan
mb milling manual terjepit clamp 2 tombol clamp
er/ karena ADM: SOP
20 tangan masih SP-PR-PML-
15 berada di 005 serta
area membuat
clamping rambu
peringatan
APD:
Memakai
seragam kerja,
helmet, sarung
tangan katun,
sepatu safety,
back support,
dan kaca mata

Tabel 5.13 Section Machining (Milling)


i. Section Machining (IQT)
No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama

43
Tabel 5.14 Section Machining (IQT)
j. Section Machining (Horizontal Borring)
No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama

Tabel 5.15 Section Machining (Horizontal Borring)


k. Section Machining (Drilling)
No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama

44
Tabel 5.16 Section Machining (Drilling)
l. Section Machining (Broaching)
No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama

Tabel 5.17 Tabel Section Machining (Drilling)


m. SectionMachining (Washing)
No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama

45
Tabel 5.18 Section Machining (Washing)
n. Section Machining (Assembly)
No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama

Tabel 5.19 Section Machining (Assembly)


o. Section Machining (Painting)
No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama

46
Tabel 5.20 Section Machining (Painting)
p. Section Machining (Packaging)
No Bahaya Rutin/ non Deskripsi Tipe Faktor Risiko Pengendalian Faktor RL Dasar
rutin/ Bahaya Risiko Risiko Awal Risiko, Risiko Hukum
Tgl emergency Risiko Tindakan
Proses Detail Aktivitas FK AK Pengamanan FK AK
Utama

Tabel 5.21 Section Machining (Packaging)

47
5.4 Faktor-Faktor Bahaya dan Penanganannya
PT. Komatsu Undercarriage Indonesia sebagai pabrik penghasil undercarriage
tentunya memiliki faktor faktor bahaya dalam proses Input, Produksi, dan Outputnya,
berikut adalah faktor-faktor bahaya yang ada di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia:
a. Kebisingan
Dampak yang dapat diberikan dari kebisingan ini adalah penurunannya
kesehatan pendengaran karyawan dan terganggunya kenyamanan
lingkungan akibat peningkatan intensitas kebisingan, kebisingan ini bersumber
dari kegiatan operasional PT. Komatsu Undercarriage Indonesia. Selanjutnya
adalah tindakan pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan adalah dengan
cara penempatan sumber bising di ruang tertutup, kewajiban penggunaan alat
pelindung telinga bagi karyawan, perawatan peralatan produksi secara rutin,
penanaman pohon di sekitar area pabrik. Lokasi yang menjadi pengelolaan
kebisingn di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia adalah ruang produksi dan
lingkungan sekitar pabrik, sedangkan untuk periode pengelolaan intensitas
kebisingan telah dilakukan sejak mulai operasional pabrik sampai dengan
semester I tahun 2017 dan akan diteruskan selama masa operasi. Sedangkan
yang menjadi tolak ukur pengelolaan adalah peraturan mentri tenaga kerja dan
transmigrasi nomor Per. 13/MEN/X/2011

Nilai Ambang Batas


Parameter Satuan Waktu
Intensitas kebisingan
Pemajanan
Intensitas Kebisingan dBA 8 Jam 85
Tabel 5.22 Baku Mutu Kebisingan Ruang Kerja
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015
Lalu intensitas kebisingan lingkungan menurut surat keputusan Gubernur
Jawa Barat No. 669.31/SK/694-DKPMD/1982

Parameter Satuan Nilai Ambang Batas

Kebisingan Lingkungan dBA 60


Tabel 5.23 Baku Mutu Kebisingan Lingkungan
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015
b. Iklim Kerja
Dampak yang diberikan dari iklim kerja adalah penurunan kinerja karyawan
karena akan cepat lelah akibat penurunan suhu ruang produksi, lalu tindakan
pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan adalah melakukan sistem rotasi
karyawan, sirkulasi udara dengan exhaust fan , desain ruangan yang cukup
tinggi serta ventilasi ruangan yang memadai, lalu yang menjadi lokasi
pengelolaan adalah ruang produksi dengan periode pengelolaan iklim kerja
telah dilakukan sejak mulai operasional pabrik sampai dengan semester I
tahun 2017 dan akan diteruskan selama masa operasi. Selanjutnya yang akan

48
menjadi baku mutu iklim kerja adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor Per.13/MEN/X/2011

Parameter Satuan Nilai Ambang Batas *)

Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) o C 28,0


Tabel 5.24 Baku Mutu Iklim Kerja
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015
Keterangan:
*) Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) untuk waktu kerja 50%-
75% dengan beban kerja sedang

c. Getaran
Dampak yang diberikan dari getaran adalah kerusakan bangunan pabrik akibat
intensitas getaran, sumber dari getaran yang dihasilkan dari pengoperasian
mesin forging, lalu tindakan pengelolaannya adalah dengan cara melengkapi
mesin dengan bantalanhbn karet dan peredam, lokasi pengelolaannya
terdapat di ruang produksi dengan periode pengelolaan telah dilakukan sejak
mulai operasional pabrik sampai dengan semester I tahun 2017 dan akan
diteruskan selama masa operasi, dengan tolak ukur pengelolaan SK MenLH
No. KEP-49/MENLH/11/1996

Parameter Satuan Nilai Ambang Batas

Getaran mm/det 10-40


Tabel 5.25 Baku Mutu Getaran
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

d. Keselamatan dan Kesehatan Kerja


 Dampak yang diberikan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah
penurunan keselamatan dan kesehatan kerja sumber dampak yang dihasilkan
adalah dari kegiatan operasional yang ada di PT. Komatsu Undercarriage
Indonesia. Untuk tindakan pengelolaan lingkungan hidupnya adalah dengan
cara melakukan prosedur standar keselamatan dan kesehatan kerja di
lingkungan pabrik, melengkapi pekerja dengan alat pelindung diri, memasang
tanda-tanda peringatan informasi K3, memberikan asuransi Jamsostek
karyawan, pemeriksaan kesehatan terhadap seluruh karyawan 1x setahun
dengan bekerja sama dengan pihak rumah sakit yang ditunjuk, dan melakukan
pengecekan APAR secara rutin yaitu 1x/3 bulan. Untuk lokasi pengelolaan
terdapat di ruang produksi dan kantor PT. Komatsu Undercarriage Indonesia
dengan periode pengelolaan telah dilakukan sejak mulai operasional pabrik
sampai dengan semester I tahun 2017 dan akan diteruskan selama masa
operasi. Untuk tolak ukur pengelolaan mengacu kepada Undang-undang
Republik Indonesia No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Peraturan

49
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 48 Tahun 2016 tentang Standar
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran, dan PeraturanMenteri
Kesehatan Republik Indonesia No.70 Tahun 2016 tentang Standar dan
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri.
5.5 Hasil Penanganan dari Faktor Bahaya
a. Kebisingan
Lokasi yang diukur intensitas kebisingannya adalah ruang produksi, lingkungan
sekitar pabrik sesuai arah angin upwind dan downwind, dengan parameter
lingkungan yang diapntau adalah intensitas kebisingan ruang kerja sesuai dengan
Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per. 13/MEN/X/2011 dan
intensitas kebisingan lingkungan sesuai Surat Keputusan Guberunr Jawa Barat
No. 660.31/SK/694-BKPMD/1982. Metode pemantauan yang digunakan adalah
dengan pengukuran secara langsung atau in-situ di lapangan menggunakan
Sound Level Meter, berikut adalah data dari kebisingan yang ada di PT. Komatsu
Undercarriage Indonesia

Nilai Ambang Batas


Intensitas
No. Lokasi Satuan Hasil Waktu
kebisingan
Pemajanan
(dBA)
1. RQT – DQT Area Factory I dBA * 1,8 Jam 85

2. Area Forging 3 T Factory I dBA 107,3 2,9Menit 85


Quenching dan Tempering
3. dBA * 4,4 Jam 85
Factory I
Area Forging 1,5 T, RQT dan
4. dBA 103,0 7,5Menit 85
DQT Factory II
Area Forging 3 T, RQT dan
5. dBA 106,3 3,5 Menit 85
DQT Factory II
6. Cutting Area Factory II dBA 93,8 1,1 Jam 85

7. Shootblasting Area Factory II dBA 90,0 2,7 Jam 85

8. IQT Area Factory III dBA 82,0 8 Jam 85

9. Broaching 1 Factory III dBA 81,8 8 Jam 85

10. Milling Area Factory III dBA 81,2 8 Jam 85

11. Drilling 1 Factory III dBA 81,0 8 Jam 85

12. Drilling 2 Factory III dBA 84,5 8 Jam 85


Antara Broaching dan Borring
13. dBA 85,9 6,8 Jam 85
Factory III

50
Nilai Ambang Batas
Intensitas
No. Lokasi Satuan Hasil Waktu
kebisingan
Pemajanan
(dBA)
14. Finish Good Area Factory III dBA 80,6 8 Jam 85

15. Ruang Dies Shop dBA 82,2 8 Jam 85

16. Forging 6 T Factory IV dBA 110,5 1,4 Menit 85

17. Forging 6,8 T Factory IV dBA 112,5 0,9Menit 85


Antara RQT-DQT Area dan
18. dBA 103,9 6,4Menit 85
Forging 6,8 T Factory IV
19. Shootblasting Area Factory IV dBA 104,5 5,6 Menit 85

20. Forging 3 T 1 Factory V dBA 106,4 3,5 Menit 85

21. Forging 3 T 2 Factory V dBA 105,6 4,3Menit 85

22. DQT Area Factory V dBA 85,3 7,6 Jam 85

23. Nut Runner Assembly Plant dBA 80,3 8 Jam 85

24. Winder Area Assembly Plant dBA 80,8 8 Jam 85

25. Painting Area Assembly Plant dBA 82,0 8 Jam 85

26. Roller Assy Assembly Plant dBA 81,4 8 Jam 85

27. LNC Pre Assembly Plant dBA 79,2 8 Jam 85


Antara IQT dan Tempering 1
28. dBA 84,4 8 Jam 85
Assembly Plant
Furnace Water Pre Qc Heat
29. dBA 80,7 8 Jam 85
Treatment Assembly Plant
LNC Finish Roller Assembly
30. dBA 80,9 8 Jam 85
Plant
31. Shootblast Assembly Plant dBA 82,2 8 Jam 85

32. WSQ Furnace Assembly Plant dBA 80,4 8 Jam 85

33. VML 1 Assembly Plant dBA 81,4 8 Jam 85

34. CNC-VMC Assembly Plant dBA 81,6 8 Jam 85

35. HMC-VML 2 Assembly Plant dBA 82,0 8 Jam 85

36. GCQT Assembly Plant dBA 76,4 8 Jam 85


Welding Roller Machining
37. dBA 77,9 8 Jam 85
Plant
Long & Center Drill Area
38. dBA 76,3 8 Jam 85
Machining Plant

51
Nilai Ambang Batas
Intensitas
No. Lokasi Satuan Hasil Waktu
kebisingan
Pemajanan
(dBA)
39. LC-NL-VMC Machining Plant dBA 78,7 8 Jam 85
Bandsaw & Cutting Machining
40. dBA 75,2 8 Jam 85
Plant
41. Warehouse Product dBA 79,9 8 Jam 85

42. Administrasi Office dBA 61,9 8 Jam 85

43. Production Office dBA 62,8 8 Jam 85

44. Main Office dBA 66,7 8 Jam 85

45. Compressor Area dBA 89,9 2,7 Jam 85

46. Pump Room Area dBA 85,0 8 Jam 85

47. Welding & Repair Area dBA 74,4 8 Jam 85

Tabel 5.26 Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan Ruang Kerja


Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015
Keterangan:
* :Tidak beroperasi

Nilai Ambang
No. Lokasi Satuan Hasil
Batas (dBA)

1. Batas Pagar Pabrik Sebelah Barat dBA 72,9 60


2. Batas Pagar Pabrik Sebelah Timur dBA 82,9 60
3. Batas Pagar Pabrik Sebelah Utara dBA 81,2 60
4. Batas Pagar Pabrik Sebelah Selatan dBA 72,9 60
Tabel 5.27 Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan Lingkungan
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015
b. Iklim Kerja
Lokasi yang diukur iklim kerja nya di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia adalah
ruang produksi karena ruang produksi adalah tempat yang dinilai memiliki iklim
kerja yang cukup tinggi, maka dari itu perlu diukur berapa nilai iklim kerja yang
dimliki di ruang produksi, parameter yang digunakan megacu pada Indeks suhu
basah dan bola (ISBB) sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor Per.13/MEN/X/2011. Metode pemantauan yang digunakan adalah
pengukuran suhu ruang kerja dengan menggunakan termometer dry wet
kemudian hasil pengukuran dianalisis di laboratorium, berikut adalah hasil
pengukuran iklim kerja di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia

52
Satuan Nilai Ambang
No. Lokasi Hasil
ISBB Batas
1. RQT-DQT Area Factory I °C 28,0 *
2. Quenching & Tempering Factory I °C 28,0 *
3. Area Forging 1,5T, RQT dan DQT °C 28,0 28,2
Factory II
4. Area Forging 3T, RQT dan DQT Factory °C 28,0 28,0
II
5. Antara Milling dan IQT °C 28,0 27,9
Factory III
6. Antara Drilling 2 dan Broaching 2 Factory °C 28,0 30,1
III
7. Forging 6T Factory IV °C 28,0 28,3
8. Antara RQT dan DQT area dan Forging °C 28,0 3 1,5
6,8T Factory IV
9. DQT Area Factory V °C 28,0 28,3
10. Antara Tempering dan LNC Finish Roller °C 28,0 27,7
Assembly Plant
11. Antara WSQ Furnace dan VML °C 28,0 26,8
Assembly Plant
12. Antara VMC dan HMC Assembly Plant °C 28,0 26,4

13. Machining Plant °C 28,0 28,4


14. Warehouse Product °C 28,0 26,7
Tabel 5.28 Hasil Pengukuran Iklim Kerja
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

c. Getaran
Lokasi pemantauan yang diamati adalah ruang produksi dari PT. Komatsu Undercarr
age Indonesia dengan mengacu pada parameter intenitas getaran sesuai KepMenLH
No. KEP-49/MENLH /11/1996, dengan metode pemantauan yang digunakan adalah
dengan pengukuran secara langsung atau in-situ dengan menggunakan vibration
meter. Hasil pengukuran selanjutnya dibandingkan dengan baku mutu yang berlaku
sesuai dengan KepMenLH No. KEP-49/MENLH/ 11/1996. Berikut adalah hasil dari
pengukuran intensitas getaran

Baku Mutu *)
No. Lokasi Satuan Kecepatan Getaran Hasil
Maksimum (mm/detik)
1. Area Forging 2,5 Ton Factory I mm/det 10 – 40 *

2. Area Forging 3 T Factory I mm/det 10 – 40 1,4

3. Area Forging 3 T Factory II mm/det 10 – 40 1,4

4. Area Forging 1,5 T Factory II mm/det 10 – 40 3,3

53
5. Area Forging 6 Tfactory IV mm/det 10 – 40 1,3

6. Area Forging 3 T 1 Factory V mm/det 10 – 40 9,8

7. Area Forging 3 T 2 Factory V mm/det 10 – 40 d 4,1

Tabel 5.29 Hasil Pengukuran Getaran


Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

d. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

5.6 Studi Kasus Kecelakaan Kerja di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia


PT. Komatsu Undercarriage Indonesia sebagai perusahaan yang sudah menerapkan
OHSAS 18001 dan menggunakan tools hirarc untuk mengontrol bahaya bahaya yang
kemungkinan akan timbul juga tidak luput dari adanya kecelakaan kerja di tempat kerja.
Terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan apabila terjadi kecelakaan kerja di PT.
Komatsu Undercarriage Indonesia, berikut adalah tahapan-tahapannya:
a. Accident Report
Pada bagian ini section SHE akan membuat SHE NEWS yang di dalamnya
terdapat rincian penjelasan terkait kejadiannya seperti apa, di mana lokasi
terjadi kecelakaan kerja, nama dan nrp dari korban, status, umur, dan section
dari korban, hari tanggal dan jam terjadi kecelakaan kerja, lalu kronologis dan
kondisi. Pada gambar berikut adalah contoh SHE NEWS yang dikeluarkan
oleh section SHE

Gambar 5.4 SHE NEWS


Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

54
b. KUI Incident Report
Selanjutnya setelah membuat berita acara terkait kecelakaan kerja yang telah
terjadi yang dikeluarkan oleh section SHE, selanjutnya adalah membuat report
terkait kecelakaan kerja yang telah terjadi. Di dalamnya terdapat penjelasan
terkait kronologi kecelakaan kerja yang telah terjadi, selanjutnya juga terdapat
sketsa terkait situasi kecelakaan dan posisi nya. Lalu dari kecelakaan kerja
yang ada, dilakukan analisis menggunakan “6 why” dan menentukan langkah
corrctive action seperti apa yang akan ditentukan agar tidak terjadi hal yang
sama, yang dianalisis di sini adalah Mesin, Manusia, dan Lingkungan. Form ini
harus ditanda tangan oleh President, director, general manager, SHE
Manager, section manager, dan supervisor, hal in bertujuan agar seluruh
penyebab, kronologis, dan langkah ke depannya yang diambil diketahui oleh
pihak-pihak yang bertanggung jawab, berikut adalah contoh dari form KUI
Incident report

Gambar 5.5 KUI Incident Report


Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

55
Gambar 5.6 KUI Incident Report
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

Gambar 5.7 KUI Incident Report


Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

56
5.7 Agenda Rutin Safety Health and Environment PT. Komatsu Undercarriage Indonesia

5.7.1 Briefing Pagi


Setiap pagi setelah melakukan kegiatan senam bersama, apabila tidak ada
kegiatan mendesak seluruh Co-Leader dan Staff dari SHE melakukan briefing
pagi, hal ini bertujuan untuk sekiranya mereview apa apa saja kegiatan yang
sudah dilakukan di hari sebelumnya dan kegiatan yang akan dilakukan oleh
section SHE pada hari tersebut, kegiatan ini biasanya berlangsung selama 10
menit.
5.7.2 Safety Calendar
Lalu sebelum memulai kegiatan briefing, section SHE akan mengisi safety
calendar hal ini bertujuan untuk mendapatkan data sekiranya setiap harinya
apakah terjadi kecelakaan kerja atau tidak. Di ruangan SHE safety calendar yang
diisi adalah untuk section SHE itu sendiri dan PT. Komatsu Undercarriage
Indonesia secara keseluruhan, dan setiap section juga bertanggung jawab untuk
mengisi safety calendar ini yang setiap akhir bulannya diserahkan kepada section
SHE untuk dijadikan rekapan data terkait keselamatan kerja di seluruh area PT.
Komatsu Undercarriage Indonesia. Untuk pengisiannya apabila pada hari tersebut
tidak terjadi kecelakaan kerja maka mengisi lingkaran yang telah ditentukan
dengan warna hijau, apabila terjadi kecelakaan kerja diisi dengan warna merah.
Berikut adalah contoh gambar dari safety calendar

Gambar 5.8 Safety Calendar PT. Komatsu Undercarriage Indonesia


Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015

57
Gambar 5.9 Safety Calendar PT. Komatsu Undercarriage Indonesia
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015
5.7.3 Pembacaan K-WAY dan Yoss Check
Sebelum memulai kegiatan akan ada seseorang yang memimpin pembacaan K-
WAY dan akan diperhatikan secara sekesama oleh seluruh orang yang ada di
SHE, lalu selanjutnya adalah melalkukan “YOSS CHECK” kegiatan ini bertujuan
untuk memastikan segala sesuatu yang berhubungan dengan safety telah
digunakan, contohnya seperti Helm, kaca mata, id card, ikat pinggang, dan safety
shoes

5.7.4 Stock Kontrol Safety Device


Kegiatan ini bertujuan untuk menyediakan segala macam barang barang safety
device yang dibutuhkan di perusahaan ini. Perekapan ini dilakukan selama satu
bulan sekali, lalu setiap harinya ada yang menjaga di jam yang sudah ditentukan
apabila ada section lain yang ingin menggunakan safety device yang disediakan
oleh section SHE. Berikut adalah gambar dari Stock Kontrol Safety Device yang
ada di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia

58
Gambar 5.10 Stock Kontrol Safety Device
Sumber: PT. Komatsu Undercarriage Indonesia, 2015
5.8 Program-Program Safety
Dalam pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan kerja, PT. Komatsu Undercarriage
Indonesia sudah mengintegrasikan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan
sistem yang ada di perusahaan secara keseluruhan. Terdapat beberapa program yang
dilaksanakan berguna sebagai upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman.
e. Training
PT. Komatsu Undercarriage Indonesia secara konsisten mengadakan
training bagi karyawan dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan
keterampilan serta kesadaran karyawan akan pentingnya keselamatan dan
lingkungan dalam bekerja. Contohnya adalah:
 Eksternal
AK3L, First Aid
 Internal
Safety dojo takumi, Safety dojo forging, Environment Knowledge, ISO
14001 for new employee

59
Lalu PT. Komatsu Undercarriage Indonesia bekerja sama dengan Kyoai
Health Care untuk pengobatan karyawan dan melakukan medical check
up yang dilakukan secara rutin setiap satu tahun sekali.

f. Pemeriksaan Peralatan Pemadam Kebakaran dan Keselamatan Kerja


Untuk mewujudkan tempat kerja yang aman, PT. Komatsu Undercarriage
Indonesia secara rutin melakukan beberapa kegiatan untuk mengendalikan
potens-potensi bahaya dan risiko kerja yang ada di PT. Komatsu
Undercarriage Indonesia. Contohnya adalah:
 Pemeriksaan peralatan pemadam kebakaran (APAR dan Hydrant)
dilakukan secara rutin setiap satu bulan sekali
 Melaksanakan pemeriksaan fire detector secara berkala setiap 6 bulan
 Melaksanakan pemeiksaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
secara terencana, terjadwal, dan teratur sesuai dengan peraturan yang
berlaku sebagai tindak lanjut hasil internal audit
 Mempunyai alat perlindungan diri (APD), dimana setiap section
mempunyai “Safety Protector Standard” nya masing-masing
tergantung faktor risiko di section tersebut
 Melakukan Safety patrol secara rutin tiap bulan, yang mana kegiatan
ini dilakukan oleh departemen SHE dan juga Supervisor, Foreman, dan
Leader masing-masing section dengan tema yang setiap b
 ulannya berbeda yang ditentukan oleh section SHE

5.9 Program Safety, Health, and Environment


PT. Komatsu Undercarriage Indonesia setiap tahunnya menyusun SHE activity plan,
program SHE tersebut dievaluasi setiap tahun untuk mengetahui tingkat pencapaian dan
penyempurnaan terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mencapai target yang
telah ditetapkan Program SHE tahun 2017 meliputi:
a. Bidang Lingkungan
 Audit ISO 14001 secara internal dan external
 Penanaman pohon
 Pengecekan limbah cair oleh pengelola kawan industri Jababeka satu bulan
sekali untuk limbah cair domestik dan tiga bulan sekali untuk limbah cair dari
outlet WWTP
 Pelaksanaan pemantauan lingkungan per semester
 Pengiriman limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) setiap bulan
 Penambahan exhaust fan di lokasi pabrik
b. Bidang Kesehatan
 Melakukan pemeriksaan kesehatan
 Melakukan kunjungan atau tes makanan ke penyedia jasa catering
 Melakukan Fogging dan disinfectant pada tempat-tempat yang berpotensi
adanya faktor penyakit

60
 Menyediakan fasilitas dokter pusahaann
c. Bidang Keselamatan
 Melakukan patroliu SHE secara internal
 Mengadakan meeting SHE secara internal
 Melakukan patroli SHE grup Komatsu
 Pengecekan APAR dan Hydrant
 Pengecekan Alarm Fire Detector setiap 6 bulan sekali
 Melakukan kegiatan Safety Day 1 bulan sekali
 Pelatihan bagi operator crane
 Pelatihan bagi operator forklift

5.10 Analisis Gap dan Kesehatan Kerja di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia dan
Solusi yang diberikan
No Item Standard Actual Suggest Refrensi
o
1. Iklim Kerja 28 C a. Area Forging Pemasangan AC Peraturan
1,5T, RQT dan Central, penjelasan menteri tenaga
DQT Factory II terkait bagian- kerja dan
28,2 oC bagian dan cara transmigrasi
b.Antara kerja nya terlampir Nomor Per.
Drilling 2 dan
pada jurnal 13/MEN/X/2011
Broaching 2
“Analisa Audit
Factory III 30,1
o
C Konsumsi Energi UU No, 36
c.Forging 6T Sistem HVAC Tahun 2009
Factory IV 28,3 (Heating, Ventilasi, tentang
o
C Air Conditioning) Di kesehatan
d.Antara RQT Terminal1A,1B,dan pasal 6
dan DQT area 1C Bandara
dan Forging Soekarno Hatta”
6,8T Factory IV dengan nomor
31,5 oC ISSN : 2086-9479
e.DQT Area Untuk
Factory V 28,3 pengontrolan biaya
f.Machining
listrik maka saya
Plant 28,4 oC
menyarankan
digunakanya
pengontrol suhu
ruangan berbasis
mikrokontroller
arduino uso,
dengan refrensi
jurnal
“PERANCANGAN
DAN

61
IMPLEMENTASI
PENGONTROL
SUHU RUANGAN
BERBASIS
ARDUINO UNO”
dengan nomor
ISSN 2252 - 4983
2. APD Pekerja / Sudah Diadakannya Peraturan
buruh dan menentukan penanggung jawab Menteri Tenaga
orang lain APD yang “APD CONTROL” Kerja dan
yang sesuai dari tiap tiap Transmigrasi
memasuki dengan section. Untuk Republik
tempat kerja potensial pembagian kerja Indonesia
wajib memakai bahaya, nya agar Nomor Per.
atau namun belum mengontrol orang- 08/MEN/VII/
menggunakan adanya orang yang 2010 Tentang
APD sesuai pengontrolan memasuki area Alat
dengan terkait pekerja factory agar Perlindungan
potensial atau orang mengguakan APD Diri Pasal 6
bahaya lain WAJIB yang telah
memakai APD ditentukan dan
mengontrol para
pekerja
menggunakan
APD yang tepat.
Diadakannya
sanksi sosial
dengan cara
penempelan
“sticker pelanggar
APD” di helm
pekerja yang
melanggar dan
tidak
diperkenankan
masuknya orang-
orang yang akan
memasuki factory
apabila tidak
menggunakan
APD yang telah
ditentukan dengan
catatan
penambahan di

62
setiap pintu masuk
factory terdapat
standard APD yang
telah ditentukan.

3. Forklift Operator Di dalam ADM: Lebih Permenaker


pesawat factory ada ditekankan lagi Nomor 9 Tahun
angkat dan beberapa jalur kecepatan 2010 tentang
angkut yang jadi satu maksimum operator dan
berkewajiban antara forklift kendaraan dan petugas
untuk dan pejalan pendahuluan pesawat angkat
bertanggung kaki, dan di forklift di area dan angkut
jawab atas beberapa pabrik dengan cara
kegiatan tikungan pemasangan
pengoperasian masih ada rambu-rambu yang
pesawat beberapa lebih massive.
angkat dan yang belum ENG:
angkut dalam menggunakan Pemasangan
keadaan aman cermin cermin di tiap
tikungan tikungan jalan di
jalan. Di luar dalam factory.
factory juga Untuk jangka
masih jadi pajang dibuatnya
satu jalur khusus forklift
kendaraan untuk di luar facto
mobil dan
motor dengan
forklift.
4. Ergonomi Berkaitan Menurut hasil Rehat singkat Peraturan
dengan pengamatan dilakukan dengan Menteri
kegiatan pada saya belum metode 20 - 20 – Kesehatan
durasi kerja, adanya upaya 20. Setiap 20 menit Republik
aktivitas untuk bekerja Indonesia
mengetik melakukan menggunakan Nomor 48
menggunakan peregangan komputer, diselingi Tahun 2016
VDU pada saat 20 detik rehat Tentang
disarankan bekerja di singkat, dengan Standar
untuk office melihat selain Keselamatan
menyelingi komputer sejauh dan Kesehatan
dengan tugas 20 feet. Setiap 2 Kerja
lain seperti jam kerja Perkantoran
melakukan sebaiknya diselingi
filling,rapat, perengan selama
dibantu juga 10 – 15 menit.

63
dengan rehat Contoh
singkat, dan peregangan dapat
peregangan. dilihat pada
Rehat singkat gambar di bawah
dilakukan ini
dengan
metode 20 - 20
- 20

5.8 Analisis Gap Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Komatsu Undercarriage
Indonesia dan Solusi yang diberikan
5.8.1 Iklim Kerja
PERATURAN DAN AKTUAL : Menurut Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrai
Nomor Per. 13/MEN/X/2011 bahwasanya indeks suhu basah dan bola, nilai ambang batas
yang diharuskan adalah 28oC namun iklim kerja yang ada di PT. Komatsu Undercarriage
Indonesia beberapa masih ada yang melebihi ambang batas suhu yang ditentukan,
contoh ya adalah area forging 1,5T , RQT dan DQT Factory II dengan suhu 28,2 oC, Antara
Drilling 2 dan Broaching 2 Factory III dengan suhu 30,1 oC, lalu forging 6T Factory IV
dengan suhu 28,3 oC, lalu antara RQT dan DQT area dan forging 6,8 T Factory IV dengan
suhu 31,5 oC, lalu DQT area factory V dengan suhu 28,3 oC, dan yang terakhir machining
plant dengan suhu 28,4 oC.
DAMPAK : Suhu ruang yang terlalu rendah akan mengakibatkan efek dingin, di mana
pekerja akan kedinginan sehingga kemampuan kerjanya menurun. Sementara suhu
ruang yang tinggi akan mengakibatkan efek panas yang dapat mengakibatkan tubuh
berkeringat dan tentu menganggu kemampuan bekerja. Produktivitas cenderung
menurun atau tidak maksimum pada kondisi udara yang tidak nyaman. SELANJUTNYA
dampak yang akan terjadi adalah kelelahan yang diakibatkan kan oleh iklim kerja, iklim
kerja adalah hasil perpaduan atara suhu, kelembapan, kecepatan gerakan udara dan
panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenagakerja sebagai akibat
pekerjaannya (Kepmenaker, No : Kep-51/MEN/1999). Suhu dingin mengurangi effisiensi
keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Suhu panas berakibat menurunnya prestasi
kerja pikir, mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan
keputusan, menganggukeermatan kerja otak, menganggu koordinasi syaraf perasa dan
motoris, serta memudahkan untuk diransang (Suma’mur P.K. 1996:89).
SUGGEST: Untuk penanganan yang dapat dilakukan terdapat dua opsi, yaitu
penanganan jangka pendek dan jangka panjang,untuk jangka pendek secara ENG: direct
ac, dan sensor pengontrol suhu

5.8.2 Ergonomis
5.8.3 APD
PERATURAN : Menurut Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor Per. 08/MEN/VII/2010 tentang Alat Perlindungan Diri pasal 6

64
mengatakan bahwasanya Pekerja/buruh dan orang lain yang memasuki tempat kerja
wajib memakai atau menggunakan APD sesuai dengan potensial bahaya dan Risiko
dan Pengusaha atau pengurus Wajib melaksanakan manajemen APD di tempat kerja.
AKTUAL : Menurut hasil observasi bahwasanya PT. Komatsu Undercarriage
Indonesia sudah memberikan APD secara Cuma Cuma kepada siapapun yang ada di
lingkungan PT. Komatsu Undercarriage Indonesia. PT. Komatsu Undercarriage
Indonesia juga sudah menentukan APD yang harus digunakan di setiap proses dan
factory. Namun Menurut Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor Per. 08/MEN/VII/2010 tentang Alat Perlindungan Diri pasal 6
mengatakan bahwasanya Pekerja/buruh dan orang lain yang memasuki tempat kerja
wajib memakai atau menggunakan APD sesuai dengan potensial bahaya dan risiko
nya, di sini PT. Komatsu Undercarriage Indonesia belum mempunyai sistem atau
pengawasan bagaimana caranya agar setiap orang atau pekerja yang ada di PT.
Komatsu Undercarriage Indonesia memakai APD yang telah ditentukan
SUGGEST: Diadakannya penanggung jawab tiap section untuk menjadi “APD
CONTROL” orang ini yang akan menjadi Penanggung jawab siapa siapa saja yang
memasuki factory harus menggunakan APD yang telah ditentukan, apabila ada yang
tidak menggunakan atau tidak membawa APD yang ditentukan maka dipersilahka
untuk mencari APD yang telah ditentukan. Dikarenakan di PT. Komatsu Undercarriage
Indonesia terdapat 50 pintu masuk untuk menuju factory, maka setidaknya yang paling
rasional untuk menjadi “APD CONTROL” adalah section section terkait. Lalu
selanjutnya “APD CONTROL” ini juga bertugas untuk memastikan setiap pekerja yang
ada di section masing masing itu menggunakan APD yang telah ditentukan. Agar para
pejuang “APD CONTROL” ini semangat, maka bisa saya sarankan untuk siapa siapa
saja yang telah melakukan temuan kepada orang orang yang melanggar APD bisa
diberikan reward kepada “APD CONTROL”. Untuk pembagian orangnya bisa
dilakukan rolling, bisa perhari. Perminggu, atau perbulan, tujuannya agar siapa siapa
saja yang ada di lapangan kerja lebih aware terhadap APD yang telah ditentukan.

5.8.4 Forklift

65
66

Anda mungkin juga menyukai