Al Hanaan
01/05/2015 01:30AM
ISBN: 979-450-318-5
Bab 1 – Etika terdiri atas empat sub-bab, yaitu Tinjauan Teori; Pemahaman
Etika dan Moral; Kaidah Dasar Moral; dan Macam Etika.
Etika memiliki beberapa teori namun pada dasarnya etik atau etika
berhubungan dengan apa yang dianggap baik dan buruk dalam masyarakat.
Namun, pendefinisian etika tidak sesederhana itu karena etika merupakan
cabang ilmu filsafat yang berkaitan dengan nilai dan sikap yang berpedoman
pada asas-asas nilai moral yang berbudi luhur dan tinggi.
Etika adalah genusnya, sedangkan spesiesnya adalah etik, kode etik (code of
conduct), dan etiket (etiquette) yang merupakan tata krama dalam
pergaulan. Sesuai dengan perkembangan zaman, kode etik terus
berkembang sesuai dengan pertumbuhan di berbagai bidang profesi yang
memerlukan kode etik sebagai pedoman acuan dalam menjalankan tugas
dan fungsinya masing-masing. Seperti adanya kode etik perbankan, kode
etik jurnalistik, kode etik publikasi, kode etik periklanan, kode etik bisnis,
dan kode etik lingkungan. (Halaman 25)
Etika sangat diperlukan dalam kehidupan dan diperkuat dengan hukum yang
mengatur dan menertibkan dalam menjalankan tugas dan fungsi bagi setiap
profesi atau bidang tertentu. Kalau tidak, maka manusia bisa saling bersaing
dan menjatuhkan, masing-masing berupaya keras dengan berbagai cara
guna mencapai tujuan dan memenangkan persaingan. Lebih parah lagi, bila
manusia tidak lagi mengindahkan etika dan norma-norma hukum, hal ini bisa
menimbulkan suatu bencana – homo homini lupus – ‘manusia menjadi
srigala bagi sesamanya’ dengan menghalalkan berbagai cara untuk mencapai
tujuan sepihak, tanpa melihat keseimbangan (equilibrium) antara hak dan
kewajiban, materi dan spiritual, individual dan golongan, serta pribadi dan
masyarakat lainnya. (Halaman 26)
Singkat kata, etika menjadikan manusia menjadi manusia yang sebenarnya
jika ia menjadi manusia yang etis. Etika terdiri dari dua macam, yaitu etika
deskriptif dan etika normatif; dan tiga pertanyaan dasar etika, yaitu apa
yang benar? Apa yang baik? Dan apa yang adil?
Norma terdiri dari dua, yaitu norma umum (non-hukum/norma moral) dan
norma khusus (hukum/kode etik). Keberlakuan norma dalam aspek
kehidupan dibagi menjadi dua, yaitu aspek hidup pribadi (individual) dan
aspek hidup antarpribadi (bermasyarakat).
Bab 2 – Kode Etik Profesi terdiri atas Dimensi Etis dari Public Relations;
Kode Etik PR; dan Hukum, Etika, dan Citra Era Globalisasi.
Profesi memerlukan kode etik dalam menjalankan tugasnya. Apa perbedaan
antara kode etik dan profesionalisme?
Dimensi etis public relations sebagai profesional yang tugas dan fungsinya
mewakili suatu lembaga atau perusahaannya, bertumpu sebagai mediator
atau komunikator dalam menyampaikan pesan, informasi tentang semua
aktivitas atau ide program kerjanya berisnggungan dengan dimensi etik
publikasi (ethics of publication), etik jurnalistik, etik periklanan (ethics of
advertising), etik bisnis (ethics of business), dan etik pemasaran (ethics of
marketing). Dalam bekerjasama, membina hubungan yang harmonis dan
mencegah kemungkinan terjadinya rintangan (barrier) dengan pihak-pihak
terkait lainnya secara ethics of public relations officer. (Halaman 32-33)
Untuk membina hubungan baik dengan pihak-pihak terkait tesebut dalam
rangka membangun perspesi dan citra positif (postive image), terlebih
dahulu mempunyai tujuan yang baik (good will), saling mempercayai satu
sama lain (mutual confidence), saling menghargai (mutual appreciation),
saling pengertian antar kedua belah pihak (mutual understanding), dan
memiliki rasa toleransi. (Halaman 33)
Lalu, apa fungsi public relations? Penulis mengutip pendapat Allan C. Filey
dan Ralph Currier Davis dalam bukunya Principle of
Management mengatakan bahwa public relations dikatakan berfungsi apabila
public relations itu menunjukkan kegiatan yang jelas dan dapat dibedakan
dari kepentingan lain. Kesimpulannya, public relations harus menunjukkan
kegiatan tertentu (action), kegiatan tersebut jelas (activities), berbeda jenis
kegiatannya dengan pihak lain (difference), dan ada kepentingan tertentu
yang terarah (important things). (Halaman 33)
Dalam melakukan tugasnya, praktisi public relations berpijak pada
paradigmatik komunikasi yang terdiri dari lima komponen dan berbunyi:
“Who says what in which channel to whom with what effect.” Paradigmatik
komunikasi ini pertama kali dikemukakan oleh Harold D. Lasswell.
Pubic relations juga berkaitan erat dengan pemasaran karena produk dan
jasa yang ditawarkan membutuhkan pengakuan dari masyarakat sebagai
konsumen agar memperoleh pasar. Persaingan yang ketat inilah memicu
penggunaan “gimmick” periklanan yang membuat konsumen ‘dipaksa’
menerima produk dengan informasi yang menyesatkan sehingga masyarakat
terkecoh. Tak heran jika masyarakat sudah jenuh dengan iklan karena
merasa ditipu alias menjadi korban iklan. Untuk itulah perusahaan atau agen
periklanan harus menjaga citra dengan tetap memegang etik profesi.
Bab 3 – Hukum dan Etika membahas tentang prinsip hukum dan etika.
Pada dasarnya, hukum dan etika landasannya sama, yaitu berakar dari moral
dan sumber segala hukum pada falsafah Pancasila. Hukum sendiri berasal
dari etika yang merupakan cabang dari filsafat moral yang mengacu pada
nilai-nilai universal kebaikan.
Definisi hukum sangat luas, namun dalam buku ini yang dibahas adalah
hukum yang berhubungan dengan tugas dan fungsi public relations. Hukum
bersifat memaksa (imperatif), secara a priori harus ditaati, dan segala
bentuk pelanggaran akan mendapatkan sanksi sesuai aturan yang berlaku
dan telah disepakati. Sedangkan etika bersifat longgar, boleh ditaati dan
tidak, dan segala bentuk pelanggaran etika dikenakan sanksi moral atau
sosial.
Sub-bab dalam bab 3 membahas tentang Kesamaan Kode Etik dan Hukum;
Kaidah Hukum yang Berlaku; Penyimpangan terhadap Kaidah Hukum;
Aspek-aspek Hukum dalam Komunikasi; dan Hukum-hukum Opini Publik.
Etika/kode etik dan hukum memiliki fungsi yang sama di lapangan (secara de
facto), yaitu bertujuan menjaga ketertiban dan keamanan serta kepastian
bagi kepentingan individual maupun kelompok dalam masyarakat. Namun
secara de jure, hukum berfungsi menjamin kepastian secara hukum seperti
menyangkut antara hak dan kewajiban.
Mengenai Kaidah Hukum yang Berlaku dalam masyarakat, F.C. Von Savigny
mengatakan bahwa, “hukum tidak dibuat, melainkan dibentuk berdasarkan
nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Hukum itu timbul dan tenggelam
bersama masyarakat.” Jadi, hukum dibentuk dari nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat dan sekaligus juga merupakan perwujudan dari nilai suatu
bangsa. Mengenai persoalannya, hulu, berkisar pada masalah hak dan
kewajiban beserta pembahasannya (rights, obligations, dan restrictions).
Singkat kata, kaidah bersumber dari hasrat hidup yang pantas, yaitu
kehidupan yang tertib dan tenteram.
Penyimpangan terhadap Kaidah Hukum mempunyai dua segi, yaitu
pengecualian dan penyelewengan. Pengecualian diberlakukan ketika ada
orang yang terjepit keadaan sehingga harus melakukan pelanggaran seperti
kasir yang menyerahkan uang ke perampok agar nyawanya selamat.
Sedangkan penyelewengan jika seseorang memang sengaja melakukan
penipuan atau penyalahgunaan sehingga harus dikenakan sanksi.
Ada empat cara untuk mampu menggalang opini publik, yaitu tekanan
(pressure), membeli (purchase), bujukan (persuasion), dan ancaman
(threat). Dalam praktiknya, public relations paling sering melakukan
pembujukan, yaitu membentuk dan merekayasa opini publik dan
menggalang opini publik yang sudah ada. Hukum opini publik terbentuk dari
penggalangan opini dari masyarakat/publik sehingga untuk memahami
hukum opini publik harus mampu mengetahui cara menggalang opini publik.
Kaidah hukum merupakan suatu norma yang mengatur tentang sikap dan
perilaku manusia di dalam kehidupan sehari-hari agar terciptanya suatu
kehidupan yang tertib, tenteram, dan teratur. Ada tiga macam kaidah
hukum, yaitu:
Kelalaian merupakan sesuatu yang tak dapat dihindari dalam public relations.
Demi melindungi suatu perjanjian dan menghindari sengketa di kemudian
hari atau untuk memudahkan suatu penyelesaian perselisihan tersebut,
sebelumnya atau seharusnya para pihak yang mengadakan perjanjian secara
tegas menetapkan suatu perjanjian tentang risiko. Pasal 1366 tentang
tanggungjawab atas kerugian berbunyi: