Anda di halaman 1dari 64

TUGAS RADIOLOGI

Oleh :
Tarrinni Inastyarikusuma
1618012034

Preceptor :
dr. Karyanto, Sp.Rad.

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI


RSUD DR.H.ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
1. Macam-macam udara bebas dalam rongga abdomen dan gambaran radiologinya
Udara normal terdapat dalam lambung, duodenum, usus halus terisi sedikit udara
dan akan terlihat lagi dengan jelas di colon. Usus halus biasanya terlihat di sentral
dan berukuran kecil sedangkan usus besar di perifer dan berukuran relative lebih
besar.Sedikit udara dan cairan juga mengisi lumen usus halus dan air fluid level
yang minimal bukan merupakan gambaran patologis. Air fluid level juga dapat
terlihat pada lumen usus besar, dan tiga sampai lima fluid levels dengan panjang
kurang dari 2,5 cm masih dalam batas normal serta sering dijumpai di daerah
kuadran kanan bawah.

Pneumoperitoneum merupakan keadaan adanya udara bebas dalam rongga


peritoneum. Hal ini bisa disebabkan perforasi organ berongga abdomen akibat
trauma tumpul abdomen.

Pada foto polos abdomen atau foto Thorax posisi erect, terdapat gambaran udara
(radiolusen) berupa daerah berbentuk bulan sabit (Semilunar Shadow) diantara
diafragma kanan dan hepar atau diafragma kiri dan lien. Juga bisa tampak area
lusen bentuk oval (perihepatik) di anterior hepar. Pada posisi lateral dekubitus
kiri, didapatkan radiolusen antara batas lateral kanan dari hepar dan permukaan
peritoneum. Pada posisi lateral dekubitus kanan, tampak Triangular Sign seperti
segitiga yang kecil-kecil dan berjumlah banyak karena pada posisi miring udara
cenderung bergerak ke atas sehingga udara mengisi ruang-ruang di antara incisura
dan dinding abdomen lateral. Pada proyeksi abdomen supine, berbagai gambaran
radiologi dapat terlihat yang meliputi Falciform Ligament Signdan Rigler`s Sign.

Proyeksi yang paling baik adalah lateral dekubitus kiri, rujuk gambar 3, dimana
udara bebas dapat terlihat antara batas lateral kanan dari hepar dan permukaan
peritoneum. Posisi ini dapat digunakan untuk setiap pasien yang sangat kesakitan.
Posisi Lateral dekunitus kiri.Terdapat udara bebas diantara dinding
abdomendengan hepar (panah putih). Ada cairan bebas di rongga peritoneum
(panah hitam)

Gambaran linier (anterior subhepatic space air)

Foto posterior subhepatic space air (Morrison’s pouch, gambaran triangular)


Foto anterior ke permukaan ventral dari hepar

Tanda peritoneum pada foto polos diklasifikasikan menjadi pneumoperitoneum


dalam jumlah kecil dan pneumoperitoneum dalam jumlah besar yang dengan
>1000 mL udara bebas. Gambaran pneumoperitoneum dengan udara dalam
jumlah besar antara lain:
 Football Sign, rujuk gambar 7,yang biasanya menggambarkan pengumpulan
udara di dalam kantung dalam jumlah besar sehingga udara tampak
membungkus seluruh kavum abdomen, mengelilingi ligamen falsiformis
sehingga memberi jejak seperti gambaran bola kaki.
 Gas-Relief Sign, Rigler Sign, dan Double Wall Signyang memvisualisasikan
dinding terluar lingkaran usus disebabkan udara di luar lingkaran usus dan
udara normal intralumen.
Football sign (kiri) dan Rigler Sign (kanan)
a. Urachus merupakan refleksi peritoneal vestigial yang biasanya tidak terlihat
pada foto polos abdomen. Urachus memiliki opasitas yang sama dengan
struktur jaringan lunak intraabdomen lainnya, tapi ketika terjadi
pneumoperitoneum, udara tampak melapisi urachus. Urachus tampak seperti
garis tipis linier di tengah bagian bawah abdomen yang berjalan dari kubah
vesika urinaria ke arah kepala. Dasar urachus tampak sedikit lebih tebal
daripada apeks.
b. Ligamen umbilical lateral yang mengandung pembuluh darah epigastrik
inferior dapat terlihat sebagai huruf ‘V’ terbalik di daerah pelvis sebagai akibat
pneumoperitoneum dalam jumlah banyak.
c. Telltale Triangle Signmenggambarkan daerah segitiga udara diantara 2
lingkaran usus dengan dinding abdomen.
d. Udara skrotal dapat terlihat akibat ekstensi intraskrotal peritoneal (melalui
prosesus vaginalis yang paten).
e. Cupola Sign mengacu pada akumulasi udara di bawah tendon sentral
diafragma.

Gambaran urachus (kiri) dan Telltale triangle sign (kanan)


Cupola sign (panah putih) danlesser sac gas sign (panah hitam)

a. Udara di dalam sakus kecil dapat terlihat, terutama jika perforasi dinding
posterior abdomen.
b. Tanda obstruksi usus besar parsial dengan perforasi divertikulum sigmoid
dapat terjadi yang berkaitan dengan tanda pneumoperitoneum.

Setiap bagian dari traktus digestive dapat terlihat bisa terdapat udara di lumennya.
Udara tampak berupa densitas rendah dan merupakan kontras alami untuk
jaringan lunak sekitar. Kadang sulit membedakan antara intestinal dan colon,
sering terlihat bila colon mengalami distensi. Diameter normal dari usus halus 3
cm, colon 6 cm, dan caecum 9 cm. bagian-bagian berikut teridentifikasi sebagai
berikut:
1) Gaster
Terlihat bila terdapat udara. Tak terlihat bila kosong atau terpenuhi oleh cairan.

2) Usus halus
Umumnya berada pada sentral abdomen. Gambaran plicae circulares tipis,
sirkular, terdapat lipatan mukosa yang mengelilinginya.

3) Colon
Bagian yang sering lebih mudah teridentifikasi dahulu berupa colon
tranversum dan colon sigmoid. Jika caecum terlihat sering berupa bagian yang
terluas. Letaknya bervariasi, tapi lebih sering berbatasan dengan fossa iliaca
kanan.

Muskulus longitudinalis (taenia coli) dan muskulus sirkular colon membentuk


formasi berkantung yang disebut haustra. Karakteristik lainnya dari colon
adanya faeces, gambarannya berbintik-bintik pada bayangan udara.

Pada foto polos abdomen atau foto Thorax posisi erect, terdapat gambaran
udara (radiolusen) berupa daerah berbentuk bulan sabit (Semilunar Shadow)
diantara diafragma kanan dan hepar atau diafragma kiri dan lien. Juga bisa
tampak area lusen bentuk oval (perihepatik) di anterior hepar. Pada posisi
lateral dekubitus kiri, didapatkan radiolusen antara batas lateral kanan dari
hepar dan permukaan peritoneum. Pada posisi lateral dekubitus kanan, tampak
Triangular Sign seperti segitiga yang kecil-kecil dan berjumlah banyak karena
pada posisi miring udara cenderung bergerak ke atas sehingga udara mengisi
ruang-ruang di antara incisura dan dinding abdomen lateral. Pada proyeksi
abdomen supine, berbagai gambaran radiologi dapat terlihat yang meliputi
Falciform Ligament Signdan Rigler`s Sign.

Proyeksi yang paling baik adalah lateral dekubitus kiri, dimana udara bebas
dapat terlihat antara batas lateral kanan dari hepar dan permukaan peritoneum.
Posisi ini dapat digunakan untuk setiap pasien yang sangat kesakitan.

Tanda peritoneum pada foto polos diklasifikasikan menjadi pneumoperitoneum


dalam jumlah kecil dan pneumoperitoneum dalam jumlah besar yang dengan
>1000 mL udara bebas. Gambaran pneumoperitoneum dengan udara dalam
jumlah besar antara lain:
 Football Sign, rujuk gambar 7,yang biasanya menggambarkan pengumpulan
udara di dalam kantung dalam jumlah besar sehingga udara tampak
membungkus seluruh kavum abdomen, mengelilingi ligamen falsiformis
sehingga memberi jejak seperti gambaran bola kaki.
 Gas-Relief Sign, Rigler Sign, dan Double Wall Signyang memvisualisasikan
dinding terluar lingkaran usus disebabkan udara di luar lingkaran usus dan
udara normal intralumen.

o Urachus merupakanrefleksi peritoneal vestigial yang biasanya tidak terlihat


pada foto polos abdomen. Urachus memiliki opasitas yang sama dengan
struktur jaringan lunak intraabdomen lainnya, tapi ketika terjadi
pneumoperitoneum, udara tampak melapisi urachus. Urachus tampak seperti
garis tipis linier di tengah bagian bawah abdomen yang berjalan dari kubah
vesika urinaria ke arah kepala. Dasar urachus tampak sedikit lebih tebal
daripada apeks.
o Ligamen umbilical lateral yang mengandung pembuluh darah epigastrik
inferior dapat terlihat sebagai huruf ‘V’ terbalik di daerah pelvis sebagai
akibat pneumoperitoneum dalam jumlah banyak.
o Telltale Triangle Signmenggambarkan daerah segitiga udara diantara 2
lingkaran usus dengan dinding abdomen.

o Udara skrotal dapat terlihat akibat ekstensi intraskrotal peritoneal (melalui


prosesus vaginalis yang paten).
o Cupola Sign mengacu pada akumulasi udara di bawah tendon sentral
diafragma.
 Udara di dalam sakus kecil dapat terlihat, terutama jika perforasi dinding
posteriorabdomen.
 Tanda obstruksi usus besar parsial dengan perforasi divertikulum sigmoid
dapat terjadi yang berkaitan dengan tanda pneumoperitoneum.

2. Patofisiologi dan gambaran radiologi perthes disease


Patofisiologi
Penyakit Perthes merupakan suatu penyakit yang tergolong kelas osteochondroses
aseptik pada masa kanak-kanak. Hal ini ditandai dengan nekrosis avaskular dari
epiphysis, yang pada gilirannya, merusak penulangan enchondral kaput femoral.
Etiologi penyakit Perthes masih belum diketahui. Beberapa kemungkinan
penyebab telah diusulkan, termasuk microtrauma berulang, retardasi tulang dan
insufisiensi vaskular. Hal ini diduga bahwa mikrotrauma berulang kaput femur
menyebabkan patah tulang kecil di spongiosa kerangka yang rapuh dari kaput
femur yang belum matang, hipotesis ini didukung oleh pengamatan bahwa
penyakit ini lebih umum pada anak-anak yang hiperaktif.

Suplai darah ke femur proksimal diperoleh dari arteri sirkumfleksia femoralis


media. Pembuluh darah ini membentuk cincin anastomosis pada basis kolum
femur. Dari cincin ini, arteri retinakular posteroinferior dan posterosuperior
melintasi kolum femur untuk memperdarahi pusat osifikasi sekunder pada epifisis
kaput femur. Cabang dari arteri sirkumfleksia femoralis lateral memperdarahi
bagian trokanter mayor. Oklusi total atau sebagian kelompok pembuluh darah ini
mengakibatkan berbagai derajat nekrosis pusat osifikasi sekunder.

Jika iskemia menyebabkan infark tulang, pertumbuhan normal dari epifisis tulang
sementara waktu berhenti,tetapi kartilago yang mendapatkan nutrisinya dari difusi
cairan synovial tetap tumbuh. Daerah kecil kartilago yang berdekatan dengan
daerah epifisis tulang yang tidak mendapatkan suplai darah akan tetap mengalami
nekrosis. Epifisis tulang akhirnya mendapatkan kembali aliran darahnya. Selama
fase revaskularisasi ini, anak biasanya tidak menunjukkan gejala. Bila jaringan
granulasi menyerang tulang nekrotik, trabekula yang mati tetap mengalami
substitusi bertahap (penggantian tahap demi tahap dari tulang mati dengan tulang
yang masih hidup ). Selama fase penyembuhan ini,epifisis tulang dan kartilago
diatasnya rentan terhadap deformasi dan hilangnya sferisitas, terutama jika
terdapat distribusi abnormal dari tenaga transartikular dari pinggul.
. Radiografi
Tanda-tanda radiografi awal LCPD meliputi:
a. Epiphysis femoralis kecil (96%)
b. Sclerosis kepala femoral dengan penyerapan dan keruntuhan (82%)
c. Sedikit melebar dari ruang sendi yang disebabkan oleh penebalan tulang
rawan, kegagalan pertumbuhan epifisis, adanya cairan sendi, atau kelemahan
sendi (60%)
Tanda-tanda Akhir LCPD pada radiografi meliputi:
a. Tertunda pematangan tulang dari derajat ringan, gambaran radiolusen seperti
bulan sabit menunjukan patah tulang subchondral
b. Fragmentasi kaput femur dan kista leher femur dari perdarahan intramedulla
atau perpanjangan tulang rawan physeal ke metafisis, badan longgar, dan coxa
plana
c. Coxa magna atau remodeling dari kaput femur yang meluas dan mendatar,
tampak sebagai gambaran jamur.

3. Kelainan – kelainan dan gambar radiologinya pada kolumna vertebralis ?


No Gambar dan diagnosis Keterangan gambar
1 CONGENITAL Spina Bifida adalah
SPINA BIFIDA Tidak terjadi penutupan
tulang belakang yang
sempurna pada satu atau
lebih arkus neuralis.
Gambar.Spina Bifida

2 CONGENITAL Skoliasis adalah


SKOLIASIS pembengkokan dengan
rotasi pada bidang sagital

Gambar.Skoliasis
3 CONGENITAL Tortikosis muscular
TORTIKOSIS adalah pembengkakan
otot kleidomastoidea
Gambar.Tortikosis

No Gambar dan diagnosis Keterangan gambar


1 TRAUMA Subluksasi anterior adalah
terjadi robekan pada sebagian
di posterior tulang leher,
ligamen longitudinal anterior.
Menyebabkan hilangnya
lordosis cervical normal,
anterior displacement dari
corpus vertebra, jarak melebar
antara prosesus spinosus.
Termasuk lesi stabil. Tanda
penting pada subluksasi
anterior adalah adanya
Gambar. Subluksasi Anterior angulasi ke posterior (kifosis)
lokal pada tempat kerusakan
ligamen.

2 TRAUMA Bilateral interfacetal


dislocation : Terjadi robekan
pada ligamentum longitudinal
anterior dan kumpulan di
ligamentum di posterior
tulang leher. Lesi tidak stabil.
Tampak dislokasi anterior
korpus vertebra. Terdapat
bow tie atau bat wing
appearance dari overriding
facet-facet yang terkunci.
Dilokasi total sendi apofiseal.

Gambar. Bilateral interfacetal dislocation


3 TRAUMA Flexion Tear drop Fracture
dislocation : Tenaga fleksi
murni ditambah komponen
kompresi menyebabkan
robekan pada ligamentum
longitudinale anterior dan
kumpulan ligamen psterior
disertai fraktur avulsi pada
bagian anterior-inferior
korpus vertebra. Lesi tidak
stabil . tampak tulang servikal
dalam fleksi
Gambar. Flexion Tear drop Fracture dislocation

- Fragmen tulang berbentuk segitga pada bagian


anterior inferior korpus vertebra
- Pembengkakan jaringan lunak pravertebra.
4 TRAUMA Wedge fracture : vertebra
terjepit sehingga terjadi
fraktur anterosuperior dari
corpus vertebra menyebakan
corpus berbentuk baji.
Ligamen longitudinal anterior
dan kumpulan ligamentum
posterior utuh sehingga lesi
stabil.

Gambar. Wedge fracture


5 TRAUMA Clay sholveler’s fracture :
Fleksi tulang leher dimana
terdapa kontraksi ligamen
posterior tulang leher
mengakibatkan terjadinya
fraktur oblik pada prosesus
spinosus, biasanya pada C VI
–CVII atau Thorakal

Gambar. Clay Sholveler’s Fracture


6 TRAUMA Terjadi dislokasi interfacetal
pada satu sisi. Lesi stabil
walaupun terjadi kerusakan
pada ligamen posterior
termasuk kapsul sendi
apofiseal yang bersangkutan.
Tampak dislokasi anterior
korpus vertebra. Vertebra
yang bersangkutan dan
vertebra proksimalnya dalam
posisi oblik, sedangkan
vertebra distalnya tetap pada
posisi lateral

Gambar.. Trauma Fleksi-Rotasi

7 TRAUMA Dapat terjadi fraktur pedikel,


prosesus artikularis, lamina
dan prosesus spinosus.
Fraktur avulsi korpus vertebra
bagian posterior-inferior. Lesi
tidak stabil karena terdapat
kerusakan pada elemen
posterior tulang leher dan
ligamen yang bersangkutan

Gambar. Trauma hiperekstensi


8 TRAUMA Terjadinya fraktur ini akibat
diteruskannya tenaga trauma
melalui kepala, kondilus
oksipitalis, ke tulang leher.
1) Bursting Fracture dari
atlas (Jefferson’s
fracture)
2) Bursting fracture
vertebra servikal tengah
dan bawah

Gambar. Trauma Kompresi Vertikal

No Gambar dan diagnosis Keterangan gambar


1 Pemeriksaan radiologi vertebra torakolumbal Pemeriksaan radiologik
rutin untuk trauma
tulang belakang torakal
dan lumbal adalah
proyeksi AP dan lateral.
Bila trauma berat maka
foto dibuat dengan
pasien tidur terlentang
dan foto lateral di buat
dengan sinar horizontal.
Pada foto AP, adanya
pelebaran bayangan
mediastinum yang
bersangkutan
Gambar. Lateral radiografi menunjukkan suatu fraktur
menunjukan adanya
kompresi L3 tulang belakang. Perhatikan kompresi ke
hematom paravertebral.
bawah dari endplate unggul dari L3 (panah kuning).
Bagian anterior tubuh vertebral L3 telah mengungsi ke
depan (panah putih).

Gambar. Dua bersebelahan sagital MRI T2-tertimbang


tulang belakang lumbal menunjukkan fraktur kompresi
vertebral tubuh L1. Aspek anterior L1 dikompresi lebih
dari 60%.

Gambar. Deformitas relatif sedikit dari tubuh vertebral


L2 ditampilkan, dengan kurang dari 5 ° ke depan
kyphotic angulasi. Kompresi patah tulang dengan sedikit
angulasi sering dikaitkan dengan trauma ligamen
signifikan posterior (tanda panah).

Infeksi
1. Spondylitis Tuberkulosis (Spesifik)
Spondilitis tuberkulosis atau Pott’s disease of the spine adalah infeksi yang
kronik dan dekstruktif pada vertebra yang disebabkan oleh basil tuberkulosis
yang menyebar secara hematogen dari fokus jauh, dan hampir selalu berasal dari
paru paru. Penyebaran basil ini dapat terjadi pada waktu infeksi primer atau
pasca primer. Lesi biasanya pada korpus vertebra dan proses dapat bermula pada
3 tempat, yaitu:
- Di dekat diskus intervertebrata atas atau bawah ( tipe marginal)
- Di tengah korpus ( tipe sentral )
- Di bagian anterior ( tipe anterior )

Gambar. Lokasi permulaan infeksi tuberkulosis pada vertebra

No Gambar dan diagnosis Keterangan gambar


1 INFEKSI a. Diagnosis biasanya
SPONDILITIS TB dapat ditegakkan pada
plain radiography dan
gambaran yang ditemukan
meliputi penyempitan disk
space, pelibatan diskus
sentralis dan kolaps
corpus anterior.
Diperlukan pengambilan
gambar dua arah , antero-
posterior (AP) dan lateral
(Lat). Pada fase awal,
Gambar. Foto polos tulang vertebra orang dewasa akan tampak lesi osteolitik
dengan spondilitis tuberkulosis menunjukkan erosi end- pada bagian anterior
plate vertebra setinggi L3 & L4. korpus vertebra dan
osteoporosis regional.
Penyempitan ruang diskus
intervertebralis,
menujukkan terjadinya
kerusakan diskus.
Pembengkakan jaringan
lunak disekitar vertebra
menimbulkan bayangan
fusiform.
b. Khas dari spondilitis

Gambar. Foto Thoracolumbar AP : Paravertebral mass TB adalah adanya

(tanda panah) yang merupakan gambaran klasik dari destruksi 2 atau lebih
spondilitis TB. vertebra, erosi, kalsifikasi
jaringan lunak dan adanya
paravertebral mass.
Infeksi biasanya terdapat
pada sudut superior atau
inferior anterior pada
korpus vertebra
berdekatan dengan
discovertebral junction.
Terjadinya abses
Gambar. Tampak paravertebral abses (lingkaran merupakan hal yang
kunimg) yang merupakan tanda dari spondilitis TB sering terjadi dan semakin
berkembangnya penyakit
ini mengarah pada
kolapsnya satu atau lebih
vertebra
2 SPONDILITIS ANKYLOSING Ankylosing Spondylitis
(AS) adalah penyakit
inflamasi kronis yang
terutama menyerang pada
persendian kerangka
aksial (spine, sacroiliac
joints) dan juga sendi
perifer.
Radiografi (x-rays) dapat
memperlihatkan
berkurangnya diskus
vertebralis dan osteofit.
Sakroiliitis terjadi di awal
perjalanan dari ankylosing
Gambar. Antero posterior radiografi tulang belakang
spondylitis dan dianggap
pasien dengan ankylosing spondylitis. Pengerasan
sebagai ciri dari penyakit.
fibrosus anulus di berbagai tingkat dan squaring dari
Pada foto polos, tanda
badan vertebra dapat diamati
paling awal adalah
kesuraman dari sendi,
melebar sebelum akhirnya
menyempit. Erosi tulang
subchondral di sisi iliaka
dari sendi terlihat, ini
diikuti oleh sclerosis
subchondral dan
proliferasi tulang, erosi
tulang subchondral dari
sendi sakroiliaka biasanya
terlihat dini di bagian
bawah sendi (karena
bagian ini dipagari oleh
sinovium) dan di sisi
iliaka (karena tulang
kartilago ini meliputi sisi
sendi)5.

Gambar.Radiograf lateral menunjukkan erosi sudut anter Sakroiliitis yang terlihat di


ior pada T12 dan L1 vertebralis.Tanda sudut khas Ankylosing Spondylosis
mengkilap (atau lesi Romanus) biasanya bilateral,
simetris, dan secara
bertahap progresif selama
bertahun-tahun. Lesi
menunjukkan perubahan
progresif yaitu “blurring”
pada permukaan tulang
subchondral menjadi erosi
ireguler pada tepi sendi
sakroiliaka
(pseudowidening) untuk
sclerosis, penyempitan,
dan akhirnya fusi.
3 INFEKSI Untuk membedakan
OSTEOMYELITIS VERTEBRA penyakit ini dengan
spondilitis tuberkulosis,
sukar; biasanya pada
osteomielitis akan terlihat
sklerosis, destruksi diskus
kurang, dan sering timbul
penulangan antara
vertebrae yang terkena
proses dengan vertebra di
dekatnya (bony
bridging). Seperti halnya
osteomielitis akut pada
tulang panjang, diperlukan
diagnosis dan pengobatan
antibiotik adekuat secara
dini. Pembedahan untuk

- Pembengkakan jaringan lunak di dekat tulang yang penyaliran nanah hanya


terkena dilakukan bila terapi non

- Stadium awal tanda destruksi tulang, terbentuk bedah gagal, tetapi

sequester karena nekrosis tulang keadaan seperti ini jarang

- Terbentuk tulang baru tulang menjadi opak terjadi.


(sklerotik)
- Destruksi corpus  destruksi diskus  diskus
menyempit  abses paravertebrae

4 INFEKSI Merupakan infeksi pada


ABSES EPIDURAL SPINALIS ruang epidural, terletak di
antara dura mater tulang
belakang dan periosteum
vertebra. Hal ini dapat
hadir dengan fungsi
neurologis yang
memburuk dengan cepat
karena kompresi. Imaging
yang terbaik dilakukan
dengan MRI dan operasi
darurat sering dibutuhkan.
No Gambar dan diagnosis Keterangan gambar
1 NEOPLASMA EXTRADURAL Tumor ini tumbuh lambat dan
HEMANGIOMA umumnya asimtomatik kecuali
jika menyebabkan efek massa
pada struktur sensitif.
Terkadang mereka mungkin
hadir sebagai pembengkakan
atau massa yang teraba,
terutama di tengkorak. Bila
letaknya besar dan strategis,
mereka mungkin hadir sebagai
patahan patologis. Jika lesi
Gambar. Penampilan khas haemangioma
aliran tinggi maka gejala
vertebralis, dengan penebalan trabeculae yang
terkait shunt mungkin juga
mengarah pada penampilan corduroy pada
ada. CT aksial akan
proyeksi lateral dan penampilan salt and papper
menunjukkan penampilan
secara aksial.
"polkadot sign" karena
trabekula vertebral yang
menebal.
2 OSTEOCHONDROMA Osteochondroma adalah
penemuan pencitraan yang
relative umum, terhitung 10-
15% dari semua tumor
tulangdan ~ 35% dari semua
tumor tulang jinak. Meski
biasanya dianggap sebagai
tumor tulang jinak, mereka
mungkin dianggap sebagai
anomaly perkembangan.
Gambar. Tampak massa irregular pada vertebrae Mereka sering asimtomatik
Sebagian besar massa garis tengah dengan dan memiliki potensi ganas
margin lobulated sesuai dengan yang sangat rendah jika
osteochondroma. Kemungkinan perbedaan sporadic dan soliter.
myositis ossificans dapat dipertimbangkan. Osteochondroma bias berupa
sessile atau pedunculated, dan
terlihat di daerah metafisis
yang diproyeksikan jauh dari
epifisis. Sering terjadi
pelebaran metafisis dari mana
ia muncul. Kursi kartilago
bervariasi dalam penampilan.
Ini mungkin kurus dan sulit
dikenali, atau tebal dengan
cincin dan lengkungan busur
serta tulang subchondral yang
tidak beraturan.
3 CHONDROSARCOM Chondrosarcom adalah tumor
tulang rawan ganas yang
mencakup ~ 25% dari semua
tumor tulang ganas primer.
Mereka paling sering
ditemukan pada pasien yang
lebih tua dalam tulang panjang,
dan bias timbul de novo atau
sekunder dari neoplasma
kartilaginosa yang ada. Pada
pencitraan tumor ini memiliki
Gambar. Terdapat massa besar di sisi kanan
mineralisasi matriks chondroid
tulang belakang lumbal dengan kalsifikasi rings
ring-and-arc dengan fitur
dan arcs atau popcorn dan nampak timbul dari
agresif seperti polalitik,
potongan sagital vertebra lumbal.
scalloping endosteal yang
dalam dan ekstensi jaringan
Gambaran lesi yang bisa didapatkan:
lunak.
 litik (50%)
 kalsifikasi intralesional: ~ 70%
(kalsifikasi cincin dan lengkungan
atau kalsifikasi popcorn)
 scalloping endosteal: mempengaruhi
lebih dari dua pertiga ketebalan
kortikal (c.f. kurang dari dua pertiga
enchondromas)
 remodelling kortikal, penebalan dan
reaksi periosteal juga berguna dalam
membedakan antara enchondroma
dan chondrosarcoma kelas rendah.

4. INTRADURAL EKSTRAMEDULAR Penjelasan gambar: Terdapat


MENINGIOMA massa meduler ekstra intra
dural dengan episentrum pada
discus intervertebral T10 -11
yang menunjukkan
peningkatan homogeny setelah
pemberian kontras, kecuali
fokus non-enhancement di sisi
kiri lesi. Daerah yang sama ini
mengembalikan sinyal rendah
pada semua rangkaian yang
disediakan; Ini mungkin
Kesimpulan: Massa extramedullary intradural. merupakan focus jaringan
Perbedaannya pada dasarnya antara meningioma parut, haemosiderin atau
dans chwannoma. Di demografi dan lokasi ini, kalsium. Massa tidak meluas
meningioma lebih mungkin terjadi. ke foramen saraf dan tidak ada
ekor dural yang pasti. Massa
memindahkan ke kiri dan
secara signifikan
memampatkan vertebre toraks.
Pada tingkat lapisan atas T11,
ada penyisipan lengkap CSF di
kantung thecal. Ada sinyal
yang meningkat di kabel yang
lebihtinggikesegmen yang
dikompres.

5. SCHWANOMA LUMBAR Penjelasan gambar: Terdapat


arge, meningkatkan massa
aksial ekstra di kanal tulang
belakang bagian atas
melunturkan konus ke kiri dan
memperluas kanal tulang
belakang dengan cara tubuh
vertebra "scalloping".
Pemindaian post-op
menunjukkan adanya
laminaectomy dan pseudo-
meningocoele yang luas.
Histologi mengungkapkan
schwannoma
6. INTRADURAL INTRAMEDULAR
GANGLIOGLIOMA CERVICAL

Gambar. Vertebre servikal atas diperluas


(berlawanan C1 dan C2) oleh massa
eksentrik setinggi T2 dan iso-intens daripada
T1. Daerah ini tidak menunjukkan
peningkatan kontras yang meyakinkan dan
tidak ada bukti perdarahan. Ada bukti
operasi sebelumnya di daerah tersebut.

7 LIPOMATOSIS

Gambar. Lipomatosis epidural ekstensif


dicatat pada tingkat L5 dan sakral.
Lipomatosis epidural insidentil pada kanal
lumbal dengan penyempitan kantung yang
parah.

8 NEUROBLASTOMA
Gambar. Foto lumbal spine menunjukkan
metastasis sklerotik T10, T11, L2, L4 dan
L5. Massa kuadran kiri besar dengan
kalsifikasi juga ada.

No Gambar dan diagnosis Keterangan gambar


1 DEGENERASI Osteoporosis adalah suatu
OSTEOPOROSIS keadaan yang ditandai
denganmassa (berat) tulang
yang rendah dan kerusakan
padajaringan di dalam tulang.
Pada Osteoporosis, terjadi
penurunan kualitas tulang dan
kuantitas kepadatan tulang,
sehingga penderita
Osteoporosis mudah
mengalami patah tulang atau
fraktur.
Gambar. Osteoporosis

2 SPONDILOSIS Gambaran yang mungkin


didapatkan:
-Ditemukan adanya osteofit
pada kolumna vertebrae yang
bias berupa lipping, spur
formation, atau bridging
- Tonjolan yang asimetris dan
berbeda bentuk
- Penyempitan diskus
intervertebralis
- Tulang menjadi poroti
- Korpus menjadi lebih pipih
Gambar. Spondilosis

4. Perbedaan antara spondilitis TB dengan non spesifik (patofisiologi dan gambaran


radiologinya)
Spondilitis merupakan inflamasi pada tulang vertebrae yang bisa disebabkan oleh
beberapa hal, misalnya proses infeksi dan imunitas. Jika tulang terinfeksi,
bagian dalam tulang yang lunak (sumsum tulang) membengkak. Karena
pembengkakan jaringan ini maka akan menekan dinding sebelah luar tulang
yang kaku, maka pembuluh darah di dalam sumsum bisa tertekan, menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke tulang. Tanpa pasokan darah yang
memadai,bagian dari tulang bisa mati. Tulang yang biasanya terlindung dengan
baik dari infeksi, bisa mengalami infeksi melalui 3 cara:
 Aliran darah
 Penyebaran langsung
 Infeksi darijaringan lunak di dekatnya

a) Ankylosing Spondylitis (Non-Spesifik)


Ankylosing spondylitis berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ankylot
(melengkung) dan Spondylos (tulang belakang).Ankylosing Spondylitis (AS)
adalah penyakit inflamasi kronis yang terutama menyerang pada persendian
kerangka aksial (spine, sacroiliac joints) dan juga sendi perifer.Kondisi ini
ditandai dengan kekakuan progresif dari sekelompok sendi dan ligamen di
tulang belakang, menyebabkan rasa sakit kronis dan gangguan mobilitas tulang
belakang. Jika parah, ankylosing spondylitis juga dapat menyebabkan fusi
(penggabungan) ligamen tulang belakang dengan cakram/diskus antar vertebra

Etiologi
Masih belum diketahui secara pasti, namun di duga karena dipenaruhi oleh
faktor genetik, yaitu adanya HLA-B27. Dan penelitian baru-baru ini juga
ditemukan karena adanya gen-gen ARTS1 dan IL23R yang menyebabkan
Ankyrosing Spondylitis(AS) ini.
Patofisiologi
Patologi utama dari Ankylosing spondylitis adalah proses peradangan kronis,
termasuk CD4, CD8, limfosit T dan makrofag. Sitokin, terutama tumor
necrosis factor-α (TNF-α) dan Transforming Group Factor-β (TGF-β), juga
penting dalam proses inflamasi dengan menyebabkan fibrosis dan pengerasan
di tempat terjadinya peradangan.

Patofisiologi spindilitis non spesifik

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada AS dibagi menjadi :
1) Manifetasi Skeletal
 Low back pain
 Nyeri dada
 Nyeri tekan pada tempat tertentu
 Nyeri sendi lutut dan bahu

2) Manifestasi Ekstra sekeletal


 Mata
 Jantung
 Paru-paru
 Sistem saraf
 Ginjal

Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Radiografi (x-rays) dapat memperlihatkan berkurangnya diskus
vertebralis dan osteofit. Sakroiliitis terjadi di awal perjalanan dari
ankylosing spondylitis dan dianggap sebagai ciri dari penyakit. Pada
foto polos, tanda paling awal adalah kesuraman dari sendi, melebar
sebelum akhirnya menyempit. Erosi tulang subchondral di sisi iliaka
dari sendi terlihat, ini diikuti oleh sclerosis subchondral dan proliferasi
tulang, erosi tulang subchondral dari sendi sakroiliaka biasanya terlihat
dini di bagian bawah sendi (karena bagian ini dipagari oleh sinovium)
dan di sisi iliaka (karena tulang kartilago ini meliputi sisi sendi).

Sakroilitis yang terlihat di Ankylosing Spondylosis biasanya bilateral,


simetris, dan secara bertahap progresif selama bertahun-tahun. Lesi
menunjukkan perubahan progresif yaitu “blurring” pada permukaan
tulang subchondral menjadi erosi ireguler pada tepi sendi sakroiliaka
(pseudowidening) untuk sclerosis, penyempitan, dan akhirnya fusi.
Antero posterior radiografi tulang belakang Radiograf lateral menunjukkan erosi s
pasien dengan ankylosing spondylitis. udut anterior pada T12 dan L1 tubuh
Pengerasan fibrosus anulus di berbagai vertebralis.Tanda sudut khas mengkil
tingkat dan squaring dari badan vertebra ap (atau lesi Romanus) hadir (panah).
dapat diamati

Pada CT scan dari sendi Sakroiliaka, dapat terlihat seperti erosi sendi,
sclerosis subchondral (lihat gambar bawah),dan ankilosis tulang yang
divisualisasikan lebih baik pada CT scan dari pada foto polos. MRI mungkin
memiliki peran dalam diagnosis awal sakroiliitis. MRI mampu
memperlihatkan kelainan diskus, ligament, dan nervus.

. Bilateral sakroiliitis. Aksial CT


scan menunjukkan erosi dan iliaka sclerosis
sisisubchondral sendi-sendi sacroiliac

2. Tes Darah Rutin (Untuk melihat adanya infeksi)


3. Tes HLA-B27
Menentukan diagnosis AS juga dapat dilakukan menurut Kriteria New
York Modifikasi kriteria New York (1984) yaitu, terdiri dari:
1. Nyeri pinggang paling sedikit berlangsung selama 3 bulan,
membaik dengan olah raga dan tidak menghilang dengan
istirahat.
2. Keterbatasan gerak vertabra lumbal pada bidang frontal maupun
sagital.
3. Penurunan relatif derajat ekspansi dinding dada terhadap umur
dan jenis kelamin.
4. Sacroiliitas bilateral grade 2-4.
5. Sacroiliitis unilateral grade 3-4.

Diagnosis AS definitif apabila terdapat sacroiliitis unilateral grade 3-4


atau sacroiliitis bilateral grade 2-4 disertai dengan salah satu gejala
klinis di atas. Menentukan gradenya yaitu :
Grade 0= normal spine
Grade 1 = indicates suspicious changes,
Grade 2 = indicates sclerosis with some erosion,
Grade 3 = indicates severe erosions, pseudodilatation of the joint
space, and partialankilosis
Grade 4 = denotes complete ankylosis.

b) Spondylitis Tuberkulosis (Spesifik)


Spondilitis tuberkulosis atau Pott’s disease of the spine adalah infeksi yang
kronik dan dekstruktif pada vertebra yang disebabkan oleh basil tuberkulosis
yang menyebar secara hematogen dari fokus jauh, dan hampir selalu berasal
dari paru paru. Penyebaran basil ini dapat terjadi pada waktu infeksi primer
atau pasca primer.Lesi biasanya pada korpus vertebra dan proses dapat bermula
pada 3 tempat, yaitu:
- Di dekat diskus intervertebrata atas atau bawah ( tipe marginal)
- Di tengah korpus ( tipe sentral )
- Di bagian anterior ( tipe anterior )
Lokasi permulaan infeksi tuberkulosis pada vertebra

Etiologi
Bakteri yang paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium
tuberculosis, walaupun spesies Mycobacterium yang lainpun dapat juga
menyebabkannya.Mycobacterium tuberculosismerupakan bakteri berbentuk
batang yang bersifat acid-fastnon-motile dan tidak dapat diwarnai dengan baik
melalui cara yang konvensional. Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson untuk
memvisualisasikannya.Bakteri tubuh secara lambat dalam media egg-enriched
dengan periode 6-8 minggu.

Patogenesis
Infeksi Mycobacterium tuberculosis pada tulang selalu merupakan infeksi
sekunder. Berkembangnya kuman dalam tubuh tergantung pada keganasan
kuman dan ketahanan tubuh penderita.Patogenesis penyakit ini sangat
tergantung dari kemampuan bakteri menahan cernaan enzim lisosomal dan
kemampuan host untuk memobilisasi immunitas seluler. Jika bakteri tidak
dapat diinaktivasi, maka bakteri akan bermultiplikasi dalam sel dan
membunuh sel itu. Komponenlipid, protein serta polisakarida sel basil
tuberkulosa bersifat immunogenik, sehingga akan merangsang pembentukan
granuloma dan mengaktivasi makrofag. Beberapa antigen yang dihasilkannya
juga dapat juga bersifat immunosupresif.

Virulensi basil tuberkulosa dan kemampuan mekanisme pertahanan host akan


menentukan perjalanan penyakit. Pasien dengan infeksi berat mempunyai
progresi yang cepat; demam, retensi urine dan paralisis arefleksi dapat terjadi
dalam hitungan hari. Respon seluler dan kandungan protein dalam cairan
serebrospinal akan tampak meningkat, tetapi basil tuberkulosa sendiri jarang
dapat diisolasi. Pasien dengan infeksi bakteri yang kurang virulen akan
menunjukkan perjalanan penyakit yang lebih lambat progresifitasnya,
jarang menimbulkan meningitis serebral dan infeksinya bersifat terlokalisasi
dan terorganisasi.

Patofisiologi
Spondilitis tuberculosis kebanyakan melibatkan vertebra thoracal.Ruang diskus
biasanya dapat bertahan lebih lama di bandingkan dengan infeksi pyogenik
lainnya.Abses Paraspinal merupakan hal yang sering muncul pada penyakit
ini.Karakter infeksi tuberkulosis ialah adanya destruksi tulang (osteolysis)
vertebra yang progresifitasnya berjalan lambat.Destruksi timbul dibagian
anterior korpus vertebra disertai osteoporosis regional. Proses perkijuan yang
menyebar akan menghambat timbulnya pembentukan tulang baru dan pada saat
yang bersamaan akan menimbulkan segmen-segmen yang avaskular
membentuk sekuester , terutama pada vertebra daerah torakal. Secara bertahap
jaringan granulasi akan menembus korteks korpus vertebra yang sudah tipis
sehingga menimbulkan abses paravertebra yang meliputi beberapa korpus
vertebra. Selain itu proses infeksi dapat menyebar keatas dan kebawah melalui
ligamentum longitudinale anterior dan ligamentum longitudinale posterior.
Diskus intervertebralis yang avaskular, awalnya relatif resisten terhadap infeksi
tuberkulosis. Tetapi kemudian karena dehidrasi, diskus akan menyempit dan
akhirnya akan timbul kerusakan akibat penjalaran jaringan granulasi. Destruksi
progresif pada bagian anterior menyebabkan korpus bagian anterior kolaps ,
mengakibatkan kifosis yang progresif. Melalui mekanisme reaksi hipersensitif
lambat, vertebra mengalami destruksi dengan membentuk nekrosis
perkijuan.Nekrosis perkijuan ini mencegah pembentukan tulang baru dan
menyebabkan tulang menjadi avaskular sehingga terbentuk sekuester
tuberkulosa yaitu serpihan tulang yang lepas dan nekrosis.Secara bertahap
jaringan granulasi menembus korteks vertebra membentuk abses paravertebra
yang dapat melewati beberapa segman vertebra, menyebar dibawah
ligamentum longitudinale anterior dan posterior mencari tempat paling rendah
dengan tahanan yang paling lemah.

Lesi biasanya pada korpus vertebra dan proses dapat bermula di 3 tempat,
yaitu:
a) Dekat diskus intervertebra atas atau bawah, disebut tipe marginal, yang
sesuai dengan tipe metafiseal pada tulang panjang
b) Ditengah korpus, disebut tipe sentral
c) Di bagian anterior korpus, disebut tipe anterior atau subperiosteal

Kumar membagi perjalanan penyakit ini ke dalam 5 stadium :


1. Stadium implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang,maka bila daya tahan tubuh penderita
menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung
selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus
dan pada anak anak umumnya pada daerah sentral vertebra.
2. Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra
serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama
3-6 minggu.
3. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk
massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang
terjadi 23 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat berbentuk
sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk
tulang baji terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan
korpus vertebra yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.
4. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi,
tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis.Gangguan
ini ditemukan 10 % dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa.Vertebra
torakalis mempunyai kanalis spinalis yang kecil sehingga gangguan
neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan
neurologis maka perlu di catat derajat kerusakan paraplegia yaitu :
Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan
aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan
saraf sensoris.
Derajat II : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita
masih dapat melakukan pekerjaannya
Derajat III : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang
membatasi gerak / aktivitas penderita serta hipestesia / anestesia
Derajat IV : Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan
defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau pott paraplegia dapat
terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya.

Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan
ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum
tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan.Paraplegia pada penyakit
yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan
tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang
progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa.Tuberkulosa paraplegia terjadi
secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan
gangguan vaskuler vertebra.Derajat I-III disebut sebagai paraparesis dan
derajat IV disebut sebagai paraplegia.

5. Stadium deformitas residual


Stadium ini terjadi kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya stadium
implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan
vertebra yang masif di sebelah depan.

PemeriksaanRadiologis
a) Foto polos vertebra
Diagnosis biasanya dapat ditegakkan pada plain radiography dan
gambaran yang ditemukan meliputi penyempitan disk space, pelibatan
diskus sentralis dan kolaps corpus anterior. Diperlukan pengambilan
gambar dua arah , antero-posterior (AP) dan lateral (Lat). Pada fase awal,
akan tampak lesi osteolitik pada bagian anterior korpus vertebra dan
osteoporosis regional. Penyempitan ruang diskus intervertebralis,
menujukkan terjadinya kerusakan diskus. Pembengkakan jaringan lunak
disekitar vertebra menimbulkan bayangan fusiform.

Foto polos tulang vertebra orang dewasa dengan spondilitis tuberkulosis yang
menunjukkan erosi end-plate vertebra setinggi L3 dan L4.

Foto Thoracolumbar AP : Paravertebral mass (tanda panah) yang merupakan gambaran


klasik dari spondilitis TB.

Khas dari spondilitis TB adalah adanya destruksi 2 atau lebih vertebra, erosi,
kalsifikasi jaringan lunak dan adanya paravertebral mass.Infeksi biasanya
terdapat pada sudut superior atau inferior anterior pada korpus vertebra
berdekatan dengan discovertebral junction. Terjadinya abses merupakan hal
yang sering terjadi dan semakin berkembangnya penyakit ini mengarah pada
kolapsnya satu atau lebih vertebra. Di bawah diafragma, abses yang terbentuk
biasanya bermigrasi ke sepanjang muskulus psoas dan keluar melalui sinus
pada region groin dan buttock. Klasifikasi pada abses memperkuat kecurigaan
infeksi tuberkulosa. Pada fase lanjut didapatkan penyempitan diskus
intervertebralis akibat herniasi ke dalam corpus vertebra yang telah rusak atau
destruksi diskus intervertebralis akibat gangguan nutrisi.

b) Computed Tomography – Scan (CT)


CT Scan efektif mendeteksi kalsifikasi pada abses jaringan lunak. Dilain hal
CT Scan juga dapat digunakan untuk follow up pada pasien yang sedang
menjalani kemoterapi anti tuberkulosis. Fragmentasi dan paravertebral
kalsifikasi dapat terlihat dengan alat yang satu ini. CT Scan juga dapat
menentukan derajat tulang yang terkena dan dapat menjadi panduan dalam
proses biopsi. Serta dapat memperlihatkan bagian-bagian vertebra secara
rinci dan melihat kalsifikasi jaringan lunak, membantu mencari fokus yang
lebih kecil, menentukan lokasi biopsi dan menentukan luas kerusakan.

c) Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Memiliki kelebihan dalam menggambarkan jaringan lunak dan aman
digunakan. MRI juga sangat efektif dalam mendeteksi dini spondilitis TB
untuk lesi multipel dibandingkan CT dan pemeriksaan radiologik
konvensional. Gambaran lesi pada T1 weightedimage adalah hypointense
sedangkan pada T2weighted image adalah hiperintens. Lesi juga dapat
menjadi lebih jelas dengan injeksi Gadolinium DTPA intravena. Pada
spondilitis tuberkulosa akan didapat gambaran dengan lingkaran inflamasi
dibagian luar dan sekuester ditengah yang hipointens ; tetapi gambaran ini
mirip dengan infeksi piogenik dan neoplasma sehingga tidak spesifik untuk
spondilitis tuberkulosa.

d) Myelography dan Sidik Tulang


Melalui punksi lumbal dimasukkan zat kontras kedalam ruang subdural .
Secara konvensional dibuat foto AP/L atau dilakukan pemeriksaan dengan
CT-Scan, disebut CTmielografi. Pemeriksaan ini dapat memberikan
gambaran adanya penyempitan pada kanal spinalis dan atau tekanan
terhadap medula spinalis.

5. Sebutkan indikasi, kontraindikasi, persiapan dan pelaksanaan pemeriksaan


BNO-IVP dan Colon in Loop
a. BNO-IVP (Blass Nier Oversich – Intra Venous Pyelogram)
Indikasi Kontraindikasi
Renal agenesis Alergi terhadap media kontras
Polyuria Pasien yang mempunyai kelainan atau
BPH (benign prostatic hyperplasia) penyakit jantung
Congenital anomali : Pasien dengan riwayat atau dalam
– duplication of ureter n serangan jantung
renal pelvis Multi myeloma
– ectopia kidney Neonatus
– horseshoe kidney Diabetes mellitus tidak terkontrol/parah
– malroration Pasien yang sedang dalam keadaan
Hydroneprosis kolik
Pyelonepritis Hasil ureum dan creatinin tidak normal
Renal hypertention

Persiapan :
 Pemeriksaan ureum kreatinin
 ureum maksimum 60 mg %
 kreatinin maksimum 2 mg %
 Malam sebelum pemeriksaan pasien diberi laxantia (pencahar) untuk
membersihkan kolon dari feses yang menutupi daerah ginjal.

Persiapan Pasien
 Pasien makan bubur kecap saja sejak 2 hari (48 jam) sebelum pemeriksaan BNO-IVP
dilakukan.
 Pasien tidak boleh minum susu, makan telur serta sayur-sayuran yang berserat.
 Jam 20.00 pasien minum garam inggris (magnesium sulfat), dicampur 1 gelas air
matang untuk urus-urus, disertai minum air putih 1-2 gelas, terus puasa.
 Selama puasa pasien dianjurkan untuk tidak merokok dan banyak bicara guna
meminimalisir udara dalam usus.
 Jam 08.00 pasien datang ke unit radiologi untuk dilakukan pemeriksaan, dan sebelum
pemeriksaan dimulai pasien diminta buang air kecil untuk mengosongkan blass.
 Yang terakhir adalah penjelasan kepada keluarga pasien mengenai prosedur yang
akan dilakukan dan penandatanganan informed consent.

Persiapan Media Kontras


Media kontras yang digunakan adalah yang berbahan iodium, dimana jumlahnya
disesuaikan dengan berat badan pasien, yakni 1-2 cc/kg berat badan.

Persiapan Alat dan Bahan


 Wings needle No. 21 G (1 buah)
 Spuit 20 cc (2 buah)
 Kapas alcohol atau wipes
 Plester
 Marker R/L dan marker waktu
 Media kontras Iopamiro (± 40 – 50 cc)
 Obat-obatan emergency (antisipasi alergi media kontras)
 Baju pasien
 Tourniquet

Pelaksanaan :
 Pasien diminta untuk mengosongkan kandung kemih
 Dilakukan foto BNO
 Injeksi kontras intravena (setelah cek tensi dan cek alergi)
 Beberapa saat setelah injeksi dapat terjadi flushing, rasa asin di lidah, sakit
kepala ringan, gatal, mual/muntah
 Jenis kontras yang digunakan :
 tonik : contohnya urografin
 non tonik : lapanero, ultravist, omnipaque
 Pengambilan foto serial
Sebaiknya segera setelah pasien disuntikkan kontras, kedua ureter di bendung,
baru dibuat foto serial.
 menit ke-5 : menilai nefrogram dan pelviocalices system (pcs)
 menit ke-15 : menilai pcs sampai dengan kedua ureter
 menit ke-30 : menilai uretrerovesico juntion
 menit ke-45 : menilai vesika urinaria dan funf=gsi voiding (fungsi
pengosongan kandung kencing), yaitu melihat kontraksi otot-otot vesika
urinaria.
Prosedur Pemeriksaan BNO-IVP
 Lakukan pemeriksaan BNO posisi AP, untuk melihat persiapan pasien
 Jika persiapan pasien baik/bersih, suntikkan media kontras melalui intravena 1 cc
saja, diamkan sesaat untuk melihat reaksi alergis.
 Jika tidak ada reaksi alergis penyuntikan dapat dilanjutkan dengan memasang alat
compressive ureter terlebih dahulu di sekitar SIAS kanan dan kiri
 Setelah itu lakukan foto nephogram dengan posisi AP supine 1 menit setelah injeksi
media kontras untuk melihat masuknya media kontras ke collecting sistem, terutama
pada pasien hypertensi dan anak-anak.
 Lakukan foto 5 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan ukuran
film 24 x 30 untuk melihat pelviocaliseal dan ureter proximal terisi media kontras.
 Foto 15 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan film 24 x 30
mencakup gambaran pelviocalyseal, ureter dan bladder mulai terisi media kontras
 Foto 30 menit post injeksi dengan posisi AP supine melihat gambaran bladder terisi
penuh media kontras. Film yang digunakan ukuran 30 x 40.
 Setelah semua foto sudah dikonsulkan kepada dokter spesialis radiologi, biasanya
dibuat foto blast oblique untuk melihat prostate (umumnya pada pasien yang lanjut
usia).
 Yang terakhir lakukan foto post void dengan posisi AP supine atau erect untuk
melihat kelainan kecil yang mungkin terjadi di daerah bladder. Dengan posisi erect
dapat menunjukan adanya ren mobile (pergerakan ginjal yang tidak normal) pada
kasus pos hematuri.

b. Colon in Loop
Colon in loop:
Indikasi Kontraindikasi
Untuk melihat adanya kelainan pada Ileus paralitik
colon : Perforasi usus
 Colitis : Peradangan / Imflamasi Peritonitis
pada mucosa colon. Ileus obstruktif lama (>8 jam)
 Polyp,lesi,tumor,carcinoma. Infeksi akut saluran cerna
 Diverticulitis. Kolitis berat, dimana dinding abdomen

 Megacolon. menjadi sangat tipis dan ditakutkan terjadi

 Invaginasi yaitu masuknya lumen perforasi


usus bagian proximal ke dalam KU pasien yang jelek
lumen usus bagian lebih distal Kesimpulan: Kontra-indikasi, tidak boleh
yang diameternya lebih besar, dilakukan saat perdarahan intestinal aktif,
pemeriksaan ini dilakukan pada adanya perforasi (usus bocor), diarrhea
pasien anak-anak, sifatnya profuse/berlebihan, atau panas tinggi.
sebagai tindakan terapi.

General Check up

Teknik pemeriksaan Colon in Loop adalah teknik pemeriksaan secara radiologis


dari usus besar dengan menggunakan media kontras. Tujuan pemeriksaan Colon
in Loop adalah untuk mendapatkan gambaran anatomis dari colon sehingga dapat
membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit atau kelainan-kelainan pada
colon.
Persiapan dalam prosedur Colon in Loop:
a. Persiapan Pasien
1) Tujuan persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan Colon in Loop
adalah untuk membersihkan colon dari feases, karena bayangan dari feases
dapat mengganggu gambaran dan menghilangkan anatomi normal sehingga
dapat memberikan kesalahan informasi dengan adanya filling defect.
2) Prinsip dasar pemeriksaan Colon in Loop memerlukan beberapa persiapan
pasien, yaitu :
o Mengubah pola makanan pasien
o Makanan hendaknya mempunyai konsistensi lunak, rendah serat dan
rendah lemak untuk menghindari terbentuknya bongkahan-bongkahan
tinja yang keras (48 jam sebelum pemeriksaan)
o Minum sebanyak-banyaknya
o Absorbi air terbanyak terjadi pada kolon, denganpemberian air minum
yang banyak dapat menjaga tinja selalu dalam keadaan lembek
o Pemberian obat pencahar
o Apabila kedua hal diatas dijalankan dengan benar, maka pemberian obat
pencahar hanya sebagai pelengkap saja. Pencahar mutlak diberikan pada
pasien dengan keadaan : rawat baring yang lama, sambelit kronis, orang
tua (18 jam sebelum pemeriksaan dan 4 jam sebelum pemeriksaan)
o Seterusnya puasa sampai pemeriksaan agar kolon kosong sehingga
gambaran anatomi dari kolon terlihat dengan jelas
o 30 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi sulfas atrofin 0,25–1mg/oral
untuk mengurangi pembentukan lendir
o 15 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi injeki obat yang menunkan
peristaltic usus sehingga saat mamasukan barium tidak dikeluarkan
kembali.

b. Persiapan Alat dan Bahan


1) Persiapan alat pada pemeriksaan Colon in Loop, meliputi :
o Pesawat x – ray siap pakai
o Kaset dan film sesuai dengan kebutuhan
o Marker
o Standar irigator dan irigator set lengkap dengan kanula rectal .
o Vaselin atau jelly
o Sarung tangan
o Penjepit atau klem
o Kassa
o Bengkok
o Apron
o Plester
o Tempat mengaduk media kontras
2) Persiapan bahan
o Media kontras, yang sering dipakai adalah larutan barium dengan
konsentrasi antara 12-25% W/V untuk kontras tunggal dan 70 – 80 %
W/V (Weight /Volume) untuk kontras ganda. Banyaknya larutan (ml)
tergantung pada panjang pendeknya colon, kurang lebih 600 – 800 ml
o Air hangat untuk membuat larutan barium
o Vaselin atau jelly, digunakan untuk menghilangi rasa sakit saat kanula
dimasukkan kedalam anus.

Dua hari sebelum dilakukan pemeriksaan colon inloop, pasien diberitahu untuk
melakukan persiapan yang nantinya akan membantu kelancaran pelaksanaan
pemeriksaan.
Hari Pertama:
 Pagi : Makan bubur kecap + telur rebus 2 biji + minum air banyak.
 Siang : Makan bubur kecap + telur rebus 1 biji + minum air banyak.
 Malam : Makan bubur kecap + telur rebus 1 biji + minum air banyak.
Pukul 24.00 WITA masukkan dulcolax melalui lubang dubur 1 biji.
Hari Kedua:
 Pagi : Makan bubur kecap + telur rebus 1 biji + minum air banyak.
 Siang : - Makan bubur kecap + telur rebus 1 biji + minum air banyak.
Pukul 20.00 WITA minum 1 botol fleet phosphosoda dibagi dalam 3 dosis. (15 ml
fleet phosphosoda + 1 gelas air 240 ml).
- 3 gelas ini diminum habis dalam waktu 20 menit.
- Selanjutnya pasien puasa sampai selesai di foto.
- Pukul 05.00 WITA masukkan dulcolax melalui lubang dubur 1 biji.
- Pukul 06.00 WITA pasien di klisma tinggi (untuk pasien di opname).
- Pukul 07.00 WITA pasien datang ke bagian radiologi untuk di foto ( dalam
keadaan puasa).

Pelaksanaan :
 Satu hari sebelum peneriksaan pasien makan bubur kecap
 Jam 20.00 makan malam terakhir
 Jam 22.00 pasien makan garam inggris (MgSO4) dan mulai puasa
 Boleh minum, maksimal 100 cc sampai jam 12 malam
 Mengurangi bicara dan merokok untuk menghindari penumpukan udara dalam
seluruh traktus gastrointestinal
 Pasien rawat inap boleh diberikan lavement

6. Gambaran kelainan yang ditimbulkan pada pemeriksaan IVP meliputi kongenital,


infeksi, neoplasma, trauma dan degeneratif

Kelainan Gambaran Radiologis


Horseshoe kidney Tampak perubahan konfigurasi sistem pelviokalices.
Merupakan Bayangan ginjal tampak seperti massa di sisi kanan dan kiri
anomali dari fusi garis tengah yang dihubungkan oleh ismus
ginjal

Agenesis renal Tampak tidak adanya bayangan ginjal, baik unilateral atau
bilateral.
Bila unilateral, akan tampak hipertrofi ginjal yang ada.
Tampak lying down adrenal sign, yaitu adrenal tampak
memanjang karena tidak adanya ginjal.
Striktur uretra Tampak bagian uretra yang striktur dan tidak terisi kontras

Pyelonefritis Tampak seperti obstruksi traktus urinarius, dan seringkali


disertai adanya gas pada sistem pelviokalices

BPH Tampak indentasi prostat ke arah vesika urinaria. Dapat


berbentuk seperti angka 3 yang telungkup (three prone sign)
Hidronefrosis Tampak dilatasi sistem pelviokalices

Grade 1 (blunting) Grade 2 (flattening)

Grade 3 (clubbing) Grade 4 (ballooning)

Tumor Grawitz Tampak massa yang meluas (ekspansi), berbentuk tonjolan


(contour bulge).
Adanya displacement dari kaliks ginjal.
Akibat efek massa dan kebutuhan perfusi vaskular yang
meningkat: pembesaran ureter dan pelvis ginjal, obstruksi
duktus koligentes dan penurunan fungsi ginjal.
Dapat tampak gambaran hidronefrosis pada massa yang besar,
akibat kompresi dari kaliks mayor, pelvis renalis dan ureter
Angiomyolipoma Tampak massa yang memiliki bagian lemak, otot polos, dan
ginjal vaskular. Bila terdapat hemoragi, sulit dibedakan dengan
karsinoma ginjal.

 Kelainan-kelainan yang dapat ditemukan dengan pemeriksaan IVP antara lain


hidronefrosis, pielonefritis, batu saluran kemih, keganasan
Gambar 2. Gambaran radiologis hidronefrosis (A), pielonefritis kronik (B),
nefrolitiasis (C), ureterolitiasis (D), vesicolitiasis (E), tumor vesica urinaria (F) dan
Benign Hyperplasia Prostat (G).

7. Sebutkan diagnosis banding dari gambaran radiologi opaque dan


semiopaque pada foto polos abdomen!
No. Gambar dan Diagnosa Keterangan Gambar
1. Kalsifikasi Pankreas Pankreatitis kronis merupakan
proses inflamasi pankreas yang
progresif dan menyebabkan
kerusakan parenkim pankreas
yang irreversibel berupa fibrosis
serta mengakibatkan disfungsi
eksokrin dan endokrin.Foto
rontgen memperlihatkan
kalsifikasi pankreas pada 25 – 59
% pasien yang merupakan
patognomonik pada pankreatitis
kronik.
Kalsifikasi primer muncul pada
kalkuli intraduktal baik pada
duktus pankreatikus mayor
maupun minor.
2. Kolelitiasis Foto polos abdomen biasanya
tidak memberikan gambaran
yang khas karena hanya sekitar
10-15% batu kandung empedu
yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang
mengandung cairan empedu
berkadar kalsium tinggi dapat
dilihat dengan foto polos. Pada
peradangan akut dengan
kandung empedu yang
membesar atau hidrops, kandung
empedu kadang terlihat sebagai
massa jaringan lunak di kuadran
kanan atas yang menekan
gambaran udara dalam usus
besar di fleksura hepatika.
Walaupun teknik ini murah,
tetapi jarang dilakukan pada
kolik bilier sebab nilai
diagnostiknya rendah.
3. Step ladder appearance Foto polos abdomen dengan
posisi terlentang dan tegak
(lateral dekubitus)
memperlihatkan dilatasilengkung
usus halus disertai adanya batas
antara air dan udara atau gas
(air-fluid level) yang membentuk
pola bagaikan tangga.

4. Hearing Bone Appearance Jarak valvula conniventes satu


sama lain yang normal adalah 1–
4 mm. Jarak ini akan melebar
pada keadaan distensi usus halus.
Akibat distensi usus halus, maka
valvula conniventes agak
teregang dan bersama-sama
dengan valvula conniventes dari
loop yang bertetangga, akan
tampak di foto sebagai gambaran
sirip ikan yang disebut
herringbone appearance.
5. Coiled spring appearance Terjadi pada kondisi
intususepsi atau invaginasi
yang menggambarkan
masuknya segmen proksimal
usus (intueuseptum) ke dalam
lumen usus distal
(intususepiens).
Paling sering sering terjadi di
daerah ileokolika, tetapi dapat
juga yeyuno-ileal, dan
kolokolika.
Pada foto polos abdomen
tampak tanda obstruksi usus
halus berupa bayangan seperti
sosis di bagian tengah
abdomen dan bayangan per
mobil (coiled spring
appearance).
6. Cairan bebas intraperitoneal Akumulasi dari cairan bebas
intraperitoneal di abdomen
merupakan tanda adanya suatu
ascites. Penyebab ascites
antara lain : hipoproteinemia,
sirosis hepatik, CHF,
pankreatitis, keganasan dengan
metastase peritoneal, limfoma,
dan sumbatan vena cava
inferior.
7. Massa jaringan lunak Abses tampak sebagai massa
jaringan lunak yang dapat
mengandung gas. Abses dapat
dikelirukan dengan gambaran
kolon pada foto polos. Cairan
intraperitoneum dan abses
berkumpul di bagian yang
paling rendah di rongga
peritoneum : ruang subfrenik,
ruang subhepatik (antara lobus
kanan hati dan ginjal), dan di
dalam pelvis di ekskavasio
retrovesikalis atau cavum
douglas (ekskavasio
retrouterina).
8. Batu radioopak Gambaran radioopak pada foto
polos abdomen merupakan
tanda adanya kalsifikasi
berupa batu. Gambaran batu
ini biasanya terjadi pada
kondisi nefrolithiasis,
ureterolithiasis, vesicolithiasis,
kolelithiasis, dan kolelistitis.
Foto polos abdomen dapat
menentukan besar, macam dan
lokasi batu radioopak.
Penilaian batu ginjal pada foto
polos abdomen yang penting
diperhatikan adalah : jumlah,
densitas, bayangan batu,
lokasi, komplikasi (obstruksi,
parut ginjal, atau pembentukan
striktur), terjadinya anomali,
dan nefrokalsinosis.
Pada batu saluran kemih
Pembuatan foto polos
abdomenbertujuan melihat
kemungkinan adanya batu
radioopak di saluran kemih.
Batu-batu kalsium oksalat dan
kalsium fosfat bersifat
radioopak dan paling sering
dijumpai batu jenis lain,
sedangkan batu asam urat
bersifat radiolusen
9. Vesikolithiasis Gambaran gas dalam usus
dalam batas normal, tidak
ditemukan udara abnormal dan
udara bebas intraperitoneal,
terdapat dua gambaran opak
pada VU dengan besar
gambaran opak yang
bervariasi, garis psoas terlihat ,
ginjal batas normal, vertebra
lumbal, jaringan lunak dalam
batas normal

10. Appendisitis akut Terlihatnya fekalith opaque


didapatkan pada kuadran
kanan bawah (terutama pada
anak-anak). Sehingga, X-ray
abdominal tidak rutin
dilakukan kecuali terdapat
keadaan lain seperti
kemungkinan adanya obstruksi
usus atau adanya batu ureter.

Karakteristik dan perbedaan jenis batu pada Kolelitiasis


JENIS BATU
Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya terdapat 3 golongan besar
batu empedu :
1. Batu kolesterol
Proses pembentukan batu kolesterol melalui 4 tahap yaitu :
1) Penjenuhan empedu oleh kolesterol
Keadaan ini disebabkan oleh :
i. Bertambahnya sekresi kolesterol, dapat terjadi pada keadaan :
 obesitas
 diit tinggi kalori dan kolesterol
 pemakaian obat yang mengandung estrogen dan klofibrat
ii. Penurunan relatif asam empedu atau fosfolipid
Terjadi pada penderita :
 Gangguan absorbsi di ileum
 Gangguan daya pengosongan primer kandung empedu
Penjenuhan kolesterol yang berlebihan tidak dapat membentuk
batu, kecuali bila ada nidus dan ada proses lain yang menimbulkan
kristalisasi.
2) Pembentukan nidus
Nidus dapat berasal dari pigmen empedu, mukoprotein, lendir, protein
lain, bakteria atau benda asing lain.
3) Kristalisasi
Setelah kristalisasi meliputi suatu nidus akan terjadi pembentukan batu.
4) Pertumbuhan batu
Pertumbuhan batu terjadi karena pengendapan kristal kolesterol diatas
matriks inorganik dan kecepatannya ditentukan oleh kecepatan relatif
pelarutan dan pengendapan. Struktur matriks berupa endapan mineral
yang mengandung garam kalsium.

2.Batu Kalsium Bilirubinat


Disebut juga batu lumpur atau batu pigmen.Batu ini sering ditemukan
dalam ukuran besar oleh karena batu kecil ini bersatu.Batu kalsium
bilirubinat yang sangat besar dapat ditemukan di dalam saluran empedu.
Batu kalsium bilirubinat adalah batu empedu dengan kadar kolesterol < 25
%. Pembentukan batu ini berhubungan jelas dengan bertambahnya usia.

Pada penderita batu kalsium bilirubinat, tidak ditemukan empedu yang


sangat jenuh dengan kolesterol baik di dalam kandung empedu maupun di
hati, konsentrasi bilirubin yang tidak berkonjugasi meningkat baik di
dalam kandung empedu maupun di dalam hati.
Infeksi, stasis dekonjugasi bilirubin dan ekskresi kalsium merupakan
faktor kausal.Stasis disebabkan adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur,
operasi billier dan parasit (Clonorchis sinensis, Fasciola hepatica dan
Ascaris lumbricoides).

Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. coli, kada enzim 


glukoronidase dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan
asam glukuronat. Kalsium
mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut.
Umumnya batu ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang
terinfeksi.
3.Batu pigmen hitam / batu bilirubin
Batu ini banyak ditemukan pada pasien dengan gangguan keseimbangan
metabolik seperti anemia hemolitik dan sirosis hati tanpa didahului infeksi.

Batu pigmen ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin.


Patogenesis terbentuknya batu pigmen ini belum jelas.Umumnya terbentuk
dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.

Kebanyakan batu ductus choledocus berasal dari batu kandung empedu,


tetapi ada juga batu yang terbentuk primer di dalam saluran empedu
ekstrahepatik maupun intrahepatik.

Tabel . Perbedaan 3 Jenis Batu


Batu Batu Calsium Batu Pigmen
Cholesterol Bilirubinat Hitam
Bentuk Bulat / oval / Tidak teratur, rapuh Tidak berbentuk,
mulberry seperti bubuk
Ukuran Besar, soliter / Kecil-kecil, banyak Kecil, majemuk
multiple
Warna Kuning pucat Coklat, kemerahan, Hitam / hitam
hitam kecoklatan
Komponen 70 % kolesterol, Kalsium bilirubinat, Derivat
sisanya : kalsium kolesterol < 25 % polymerized
karbonat, bilirubin sisa zat
kalsium palmitit, hitam yang tidak
kalsium terekstrasi
bilirubinat
Insidens Negara barat : 80 Umum di seluruh
terbanyak di % dunia, banyak di
: Asia Timur
LOKASI BATU EMPEDU
o Batu kandung empedu
Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam
kandung empedu.Kalau batu kandung empedu (kolesistolitiasis) ini
berpindah ke dalam saluran empedu ekstrahepatik, disebut batu saluran
empedu sekunder atau koledokolitiasis sekunder.Istilah kolelitiasis
menunjukkan penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya.

Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu,


tetapi ada juga batu yang terbentuk primer di dalam saluran empedu
ekstrahepatik maupun intrahepatik. Batu primer saluran empedu, harus
memenuhi kriteria sebagai berikut: ada masa asimptomatik setelah
kolesistektomi, morfologi cocok dengan batu empedu primer, tidak ada
striktur pada duktus koledokus atau tidak ada sisa duktus sistikus yang
panjang. Khusus untuk orang Asia, dapat ditemukan sisa cacing askaris atau
cacing jenis lain di dalam batu tersebut.
Morfologik batu primer saluran empedu antara lain bentuk ovoid, lunak,
rapuh, seperti lumpur atau tanah, dan warna coklat muda sampai coklat
gelap. Di dunia barat di mana yang predominan adalah batu kolesterol, batu
kandung empedu lebih banyak ditemukan pada usia muda di bawah 40
tahun. Pada usia yang lebih tua di atas 60 tahun, insidens batu saluran
empedu meningkat.
Untuk kurun waktu puluhan tahun, jenis batu empedu yang predominan di
wilayah Asia Timur adalah batu kalsium bilirubinat, yang dapat primer
terbentuk di mana saja di dalam sistem saluran empedu, termasuk
intrahepatik (hepatolitiasis). Tentu saja kedua jenis batu empedu tersebut
dapat saja ditemukan di wilayah manapun di dunia, yang berbeda
barangkali insidensnya saja. Perubahan gaya hidup, termasuk perubahan
makanan, berkurangnya infeksi parasit, dan menurunnya frekuensi infeksi
empedu, mungkin menimbulkan perubahan insidens hepatolitiasis.
Hepatolitiasis ialah batu empedu yang terdapat di dalam saluran empedu
dari awal percabangan duktus hepatikus kanan dan kiri meskipun
percabangan tersebut mungkin terdapat di luar parenkim hati.Batu tersebut
umumnya berwarna coklat, lunak, bentuk seperti lumpur dan rapuh, serta
mengandung lebih dari 30 % bilirubin yang bersenyawa dengan kalsium.
Hepatolitiasis akan menimbulkan kolangitis rekurens yang sering sulit
penanganannya.
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui
duktus sistikus.Di dalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu
tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau
komplit sehingga menimbulkan gejala kolik empedu.Pasase batu empedu
berulang melalui duktus sistikus yang sempit dapat menimbulkan iritasi dan
perlukaan sehingga dapat menimbulkan peradangan dinding duktus sistikus
yang selanjutnya dapat menimbulkan striktur. Kalau batu terhenti di dalam
duktus sistikus karena diameter batu yang terlalu besar atau tertahan oleh
striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu duktus sistikus.
o Batu duktus koledokus
Batu duktus koledokus dapat soliter atau multipel dan ditemukan pada 4-12
% kasus yang akan dilakukan kolesistektomi. Pada kasus-kasus yang
jarang, batu mulai terbentuk pada duktus koledokus tersebut.Batu ini
disebut batu primer, berbeda dengan batu sekunder yang mulai terbentuk
pada kandung empedu.Batu primer pada umumnya lunak, nonfaceted (tidak
bergerigi), berwarna coklat kekuning-kuningan, dan fruable.Pada pasien
dengan infeksi parasit seperti Clonorchis sinensis dan pada penduduk Asia,
batu dapat terbentuk sendiri pada kandung empedu dan duktus koledokus.
Meskipun batu berukuran kecil, akan tetapi duktus koledokus yang
merupakan bagian tersempit (diameter  2-3 mm) dan mempunyai dinding
yang tebal dapat menghambat pasase batu tersebut. Edema, spasme, atau
fibrosis pada bagian distal duktus koledokus, sekunder dari iritasi kronik
oleh batu selanjutnya akan menimbulkan obstruksi aliran empedu. Kedua
saluran empedu baik intrahepatik maupun ekstrahepatik akan berdilatasi.
Juga dapat ditemukan penebalan dinding duktus koledokus dan infiltrasi
sel-sel inflamasi.
Obstruksi bilier kronik dapat menyebabkan sirosis empedu dengan
pembentukan trombus, proliferasi saluran-saluran empedu dan fibrosis dari
saluran porta. Juga dapat menimbulkan infeksi pada saluran-saluran
empedu, kolangitis asendens, dan pada sebagian kasus akan menjalar
sampai ke hepar menimbulkan abses hepar. Mikroorganisme penyebab
infeksi adalah E. coli.
Pankreatitis yang disebabkan oleh batu empedu pada umumnya terjadi pada
batu di duktus koledokus.Pada pemeriksaan eksplorasi dapat ditemukan
pankreas seluruhnya normal atau dapat menunjukkan edema maupun
nekrosis (necrotizing pancreatitis).

Anda mungkin juga menyukai