IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. MF
Usia : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pensiun
Suku bangsa : Sunda
Alamat : Bojong Kalapa RT 02/08 Ciracap
Tanggal masuk RS : 29 April 2013
B. ANAMNESA
Keluhan utama : Kedua hidung terasa tersumbat sejak ± 3 bulan yang lalu
Keluhan tambahan : Keluar cairan dari hidung kiri.
C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalisata
Keadaan umum : Tampak tenang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 84 x/menit (reguler, kuat, penuh)
Laju Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 37 C
Berat Badan : 68 kg
Tinggi Badan : 170 cm
b. Status THT
Auris Dextra
- Aurikula : tidak ada kelainan
- Canalis acusticus externus
hiperemis : (-)
edema : (-)
sekret : (-)
massa : (-)
laserasi : (-)
serumen : (+) minimal
- Membran timpani : intak, hiperemis (-), bulging (-), retraksi (-), refleks cahaya
(+)
- Retroaurikular : tidak ada kelainan
Auris Sinistra
- Aurikula : tidak ada kelainan
- Canalis acusticus externus
hiperemis : (-)
edema : (-)
sekret : (-)
massa : (-)
laserasi : (-)
serumen : (+) minimal
- Membran timpani : intak, hiperemis (-), bulging (-), retraksi (-), refleks cahaya
Nasii : edema (-), hiperemis (-), Nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Cavum nasii
- Deviasi septum : (-)
- Mukosa : hiperemis - / -, edema - / +
- Konka : sulit dinilai (dalam keadaan edema)
- Sekret : - / + (secret berwarna kuning dan kental))
- Massa : - / + (berwarna putih, permukaan rata, tidak bertangkai
(sulit dinilai))
- Laserasi :-/-
- Krusta :-/-
- Epistaksis :-/-
- Pasase udara : baik / menurun
Maksilofasial : Simetris
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB leher, nyeri tekan -
D. DIAGNOSIS KERJA
Massa cavum nasi sinistra susp. Polyp cavum nasi sinistra dengan komplikasi sinusitis
maksilaris kronis bilateral
Aritmia
E. DIAGNOSIS BANDING
Massa cavum nasi sinistra susp. Papilloma squamosa
Hipertrofi konka nasal sinistra
F. SARAN PEMERIKSAAN
- Darah rutin (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit)
G. TERAPI
- Amoxiclav tab 2 x 250 mg po (selama 14 hari)
- Prednisone tab 2 x 5 mg po
- Cuci hidung dengan larutan garam fisiologis
- Nasal Polypectomy cavum nasi sinistra
DASAR TEORI
ANATOMI
Rongga hidung atau cavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang
dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi cavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau
lubang masuk cavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares
posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Bagian dari cavum nasi
yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat dibelakang nares anterior disebut vestibulum.
Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut
panjang yang disebut vibrise.
Tiap cavum nasi mempunyai 4 dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan
superior. Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang
rawan. Bagian tulang adalah : lamina perpendikularis, os etmoid, vomer krista nasalais os
maksila dan krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina
kuadrangualris) dan kolumnea. Septum dilapisi oleh perikondrium pada tulang rawan dan
periosteum pada tulang, sedangkan dibagian luarnya dilapisi oleh mukosa hidung. Pada dinding
lateral terdapat 4 buah konka. Yang paling besar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior,
kemudian yang lebih kecil lagi konka media dan yang lebih kecil lagi konka superior dan konka
yang mengalami rudimenter yaitu konka suprema. Konka inferior merupakan tulang sendiri yang
melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema
merupakan bagian dari labirin etmoid. Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat
Tumor cavum nasi dibedakan menjadi tumor neoplastik dan tumor non neoplastik (polip).
Polip hidung disebut sebagai massa non neoplastik karena polip adalah hipertrofi/
pembengkakan pada mukosa cavum nasi yang terjadi akibat respon inflamasi kronis pada
mukosa cavum nasi. Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung.
Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu – abuan, mengkilat, lunak karena banyak
mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang sudah lama dapat berubah menjadi kekuning –
kuningan atau kemerah – merahan, suram dan lebih kenyal (polip fibrosa).
Polip kebanyakan berasal dari mukosa sinus etmoid, biasanya multipel dan dapat bilateral. Polip
yang berasal dari sinus maksila sering tunggal dan tumbuh ke arah belakang, muncul di
nasofaring dan disebut polip koanal.
Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung. Sumbatan ini
tidak hilang – timbul dan makin lama semakin berat keluhannya. Pada sumbatan yang hebat
dapat menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal,
maka sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rinore.
Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di hidung.
Pada rinoskopi anterior polip hidung seringkali harus dibedakan dari konka hidung yang
menyerupai polip (konka polipoid). Perbedaan antara polip dan konka polipoid ialah :
Polip :
Bertangkai
Mudah digerakkan
Konsistensi lunak
Polip di diagnosa bandingkan dengan konka polipoid, yang ciri – cirinya sebagai berikut :
Tidak bertangkai
Sukar digerakkan
Nyeri bila ditekan dengan pinset
Mudah berdarah
Dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin).
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior cukup mudah untuk membedakan polip dan konka polipoid,
terutama dengan pemberian vasokonstriktor yang juga harus hati – hati pemberiannya pada
pasien dengan penyakit kardiovaskuler karena bisa menyebabkan vasokonstriksi sistemik,
maningkatkan tekanan darah yang berbahaya pada pasien dengan hipertensi dan dengan penyakit
jantung lainnya.
Stadium-stadium polip nasi menurut Mackaydan Lund :
- stadium 0 : tidak ada polip
- stadium 1 : polip masih terbatas di meatus medius
- stadium 2 : polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi
belum memenuhi rongga hidung
- stadium 3 : polip yang masif
Carsinoma sel
skuamosa (lesi ganas)
Serara garis besar, tumor neoplastik pada cavum nasi dibedakan berdasarkan sifatnya, jinak atau
ganas. Selanjutnya tumor cavum nasi dibedakan lagi berdasarkan asalnya, apakah tumor berasal
dari epitel cavum nasi atau non epitel cavum nasi.
1. Papilloma
Papilloma pada cavum nasi dibedakan menjadi tiga jenis: bentuk inverted, fungiform dan
cylindrical. Papilloma fungiform adalah jenis papiloma yang tumbuh pada septum nasi
( dinding medial) sedangkan kedua jenis papilloma lainnya berasal dari dinding lateral
cavum nasi.
Gambaran histologis dari macam-macam papilloma :
Yang termasuk tumor jinak non epitel adalah fibroma, angiofibroma, hemangioma, neurilemoma,
osteoma, displasia fibrosa dan lain-lain. Disamping itu ada tumor odontogenik misalnya
ameloblastoma atau adamantinoma, kista tulang dan lain-lain
Displasia fibrosa muncul di sekitar maxilla, muncul dalam bentuk polyostotic maupun bentuk
monostotic (lebih sering). Pertumbuhannya relatif lambat dan terapi yang dilakukan adalah eksisi
lokal tumor. Eksisi dilakukan bila tumor cukup besar sehingga menggangu proses fisiologis
bernapas atau mengganggu secara kosmetik.
Beberapa tumor ganas epitel yagn cukup sering ditemukan adalah karsinoma sel skuamosa,
kanker kelenjar liur adenokarsinoma, karsinoma tanpa diferensiasi dan lain-lain. Jenis non epitel
ganas adalah hemangiomaperisitoma, bermacam-macam sarkoma termasuk rabdomiosarkoma
dan osteogenik sarkoma maupun keganasan limfoproliferatif seperti limfoma maligna,
plasmasitoma ataupun polimorfik retikulosis
Gejala dan tanda tergantung dari asal primer tumor serta arah dan perluasannya. Tumor di dalam
sinus maksila biasanya tanpa gejala. Gejala timbul setelah setelah tumor besar, mendorong atau
menembus dinding tulang meluas ke rongga hidung, rongga mulut atau orbita
1. Gejala nasal: obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Sekretnya sering bercampur darah
atua epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang hidung sehingga terjadi
deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya berbau karena mengandung jaringan
nekrotik.
2. Gejala orbita : gejala diplopia, proptosis atau penonjolan bola mata, oftalmoplegia,
gangguan visus dan epifora
3. Gejala oral: perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan atau ulkus di
palatum atau di prosesis alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak pas lagi atau gigi
geligi goyah. Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi tetapi tidak
sembuh meskipun gigi yang sakit dicabut
4. Gejala fasial : penonjolan ke depan akan menyebabkan penonjolan pipi disertai nyeri,
anestesia atau parestesia muka bila mengenai nervus trigeminus
5. Gejala intrakranial: sakit kepala hebat, oftalmoplegia dan gangguan visus. Dapat disertai
dengan likuorea, yaitu cairan otak yagn keluar lewat hidung. Jika perluasan sampai ke
fossa kranii media maka saraf-saraf kranial lain juga akan terkena. Jika tumor meluas ke
belakang terjadi trismus karena terkenanya muskulus pterigoideus disertai anestesia dan
parestesi daerah yang dipersyarafi nervus maksilaris dan mandibularis
Pemeriksaan penunjang
Foto polos sinus paranasal kurang berfungsi dalam mendiagnosis dan menentukan perluasan
tumor kecuali pada tumor tulang seperti osteoma. CT scan merupakan sarana terbaik karena
lebih jelas memberikan perluasan tumor dan destruksi tulang. MRI dapat membedakan jaringan
tumor dari jaringan normal tetapi kurang baik dalam memperlihatkan destruksi tulang. Foto
polos paru diperlukan untuk melihat adanya metastase tumor ke paru.
Staging tumor
Bermacam-macam klasifikasi untuk menentukan stadium yang digunakan di Indonesia adalah
klasifikasi UICC dan AJCC yang hanya berlaku untuk karsinoma di sinus maksila, etmoid dan
rongga hidungsedangkan untuk sinus sfenoid dan frontal tidak termasuk dalam klasifikasi ini
karena sangat jarang ditemukan.
Perluasan tumor primer dikategorikan dalam T1,T2,T3 dan T4. Paling ringan T1, tumor terbatas
di mukosa sinus, paling berat T4, tumor sudah meluas ke orbita, sinus spenoid dan frontal dan
atau rongga intrakranial. Metastasis ke kelenjar limfa leher regional dikategorikan dengan
N0( tidak ditemukan metastasis ke kelenjar limfa regional), N1 (metastasis ke kelenjar limfa
leher dengan ukuran diameter terbesar kurang atau sama dengan 3 cm), N2 (diameter terbesar
antara 3 sampai 6 cm) dan N3 (diameter lebih dari 6 cm). berdasarkan TNM ini dapat ditentukan
stadium yaitu stadium dini (stadium I dan II), stadium lanjut (stadium III dan IV). Lebih dari
90% pasien datang dalam stadium lanjut (stadium III dan IV) dan sulit menentukan asal tumor
primernya karena hampir seluruh hidung dan sinus paranasal sudah terkena tumor.
Tatalaksana
Untuk tumor cavum nasi jenis neoplasma, pembedahan atau lebih sering berana dengan
modalitas terapi lainnya seperti radiasi dan kemoterapi sebagai adjuvant, hingga saat ini masih
merupakan pengobatan utama untuk keganasan di hidung dan sinus paranasal. Pembedahan
Kemoterapi bermanfaat pada tumor ganas yang sudah mengalami metastasis / residif /
jenis yang sangat baik dengan kemoterapi, misalnya limfoma malignum.
Pada tumor jinak, dilakukan ekstirpasi sebersih mungkin. Jika perlu dilakukan dengan
prosedur rinotomi lateral / degloving. Sedangkan untuk tumor ganas, tindakan operasi harus
dilakukan seradikal mungkin. Biasanya dilakukan tindakan maksilektomi, yang dapat berupa
maksilektomi medial / total / radikal. Maksilektomi radikal dilakukan misalnya pada tumor yang
sudah mengenai seluruh dinding sinus maksila dan yang sering masuk ke dinding orbita sehingga
prngangkatan maksila dilakukan secara en bloc disertai eksenterasi orbita. Jika tumor sudah
masuk ke rongga intracranial, dilakukan reseksi kraniofasial atau jika perlu dilakukan
kraniotomi. Tindakan ini dilakukan dala tim bersama dengan dokter bedah saraf.
Prognosis
Pada umumnya, prognosis pasien dengan keganasan hidung dan sinus paranasal kurang
baik. Namun banyak sekali faktor yang mempengaruhi keganasan hidungdan sinus paranasal,
seperti : perbedaan diagnosis histology, asal tumor primer, perluasan tumor, pengobatan yang
diberikan sebelumnya, status batas sayatan, terapi adjuvant yang diberikan, status imunologis,
lamanya follow up dan factor lainnya yang berpengaruh terhadap agresivitas penyakit dan
- Lalwani AK, editor. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology-Head & Neck
Surgery. USA: McGraw-Hill; 2008.
- Effendi H, editor. Boies: Buku Ajar Penyakit THT. Ed ke-6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1997.
- Soepardi EA et al, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &
Leher. Ed ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.
- Ballenger JJ, et al. Ballenger’s Otolaryngology Head and Neck Surgery. 16thed. Spain: BC
Decker;2003.