Anda di halaman 1dari 99

PENGARUH DISTRAKSI TERHADAPFREKUENSI DAN

DURASI HALUSINASI PENDENGARAN KLIEN


SKIZOFRENIA DI RSJD PROVSU MEDAN

SKRIPSI

Oleh
Febe Dian Marpaung
101101042

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS


SUMATERA UTARA 2014

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih
karunia, penyertaan dan pertolonganNya sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Distraksi Terhadap Frekuensi dan
Durasi Halusinasi Pendengaran Klien Skizofrenia Di RSJD Provsu Medan”.

Penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan,
bimbingan, dan dukungan selama proses penyusunan skripsi ini, sebagai berikut:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku dekan Fakultas Keperawatan Universitas


Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan I, Ibu Evi Karota,
S.Kp., MNS selaku pembantu dekan II, dan Bapak Ikhsanuddin A.
Harahap, S.Kp.,MNS selaku pembantu dekan III Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Mahnum Lailan Nasution, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen penguji I
dan Ibu Yesi Ariani, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen penguji II yang telah
memberikan saran dan masukan yang membangun pada penulis.
5. Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, yang telah
memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.
6. Ibu Lince Herawati, S.Kep, Ners selaku Ketua Pendidikan Keperawatan
RS Jiwa Daerah Provsu, juga kepala ruangan rawat inap serta semua pihak
rumah sakit jiwa yang telah membimbing dan membantu peneliti selama
melakukan penelitian di rumah sakit.
7. Orang tua yang tersayang R. Marpaung dan R. Siregar, S.Pd, kakak/abang
saya L. Manullang/M.Marpaung, S.Pd, Robet WN Marpaung, ST, Indra G
Lumbantoruan/Adelina Marpaung, SE, Mesakh Marpaung, ST, dan
ponakan saya tercinta Winny Joyce Evelin Manullang, serta semua

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


keluarga yang sangat menyanyangi penulis, yang tiada henti mendoakan,
memberikan perhatian, semangat, serta dukungan kepada saya.
8. Saudara/i seiman, keluarga besar UKM-KMK USU khususnya UP. F.kep,
teman-teman satu KTB KK Kairos yang selalu mendoakan, menyemangati
dan memotivasi saya.
9. Seluruh teman-teman di Keperawatan dan buat saudara satu dosen
bimbingan (Tantri Mawarni, Siti eni, dan Syahrul rezeki).
10. Kepada teman- teman terbaik serta seluruh pihak yang tidak disebutkan
yang turut membantu dan memberikan dukungan dalam penyusunan
skripsi ini.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan
baik isi maupun penulisan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga hasil penelitian saya ini
bermanfaat bagi ilmu keperawatan khususnya keperawatan jiwa.

Medan, Juli 2014

Penulis,

Febe Dian Marpaung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Judul Penelitian : Pengaruh Distraksi Terhadap Frekuensi Dan Durasi
Halusinasi Pendengaran Klien Skizofrenia Di RSJD
Provsu Medan
Peneliti : Febe Dian Marpaung
NIM : 101101042
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2014

ABSTRAK

Halusinasi pendengaran merupakan gejala yang sering muncul pada penderita


skizofrenia, sehingga pasien perlu dilatih untuk mengontrol halusinasinya. Selain
terapi generalis terdapat berbagai cara lain untuk mengurangi halusinasi pasien,
salah satunya dengan melakukan distraksi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh distraksi terhadap frekuensi dan durasi halusinasi
pendengaran klien skizofrenia di RSJD Provsu Medan. Desain penelitian quasi
eksperimen dengan 16 responden dengan tehnik sampling Accidentalsampling.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari
data demografi dan pertanyaan frekuensi dan durasi halusinasi. Hasil uji statistik
paired sample t test diperoleh nilai signifikan pada kelompok intervensi adalah
0.004 dan pada kelompok kontrol nilai signifikan adalah 0.033 (α 0.05),
berarti ada perbedaan frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran yang
bermakna sebelum dan sesudah intervensi. Hasil uji independen sampel t test
diperoleh nilai signifikan 0.035, berarti terdapat perbedaan selisih penurunan
frekuensi dan durasi halusinasi yang bermakna antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol. Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh distraksi terhadap
frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran klien skizofrenia. Sehingga distraksi
disarankan untuk diberikan kepada pasien halusinasi sebagai terapi tambahan
setelah mendapatkan terapi generalis.

Kata Kunci: Frekuensi dan Durasi Halusinasi, Distraksi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Title : The Influences of distractions to Hearing Hallucinations
Frequency and Duration of Schizophrenia Clients in
Provincial Local Mental Hospital Medan
Name of Students : Febe Dian Marpaung
Student Number : 101101042
Program : Bacelor of Nursing
Year : 2014

ABSTRACT

Hearing hallucination is a symptom that often appears to schizophrenia clients so


that patients need to be trained to control it. Besides general therapy, there are
several other ways to reduce patient’s hallucination, one of the ways is by doing
distraction. This research aims to find out the influencesof distractions to hearing
hallucination frequency and duration of schizophrenia clients in Procincial Local
Mental Hospital Medan. The research used quasi experiment design with16
respondents with Accidental Sampling technique. The data collected by using
questionnaires consist of demography data and questions about frequency and
duration of hallucination. The statistic test result of paired sample t test obtained
significant values on intervention group namely 0.004 and on control group the
significant values is 0.033 (α 0.05), meaning there is a significant difference
between the frequency and the duration of hearing hallucination both before and
after the intervention. The independent test result of sample t test obtained
significant values namely 0.035 meaning there is a significant different difference
the declined of frequencyand duration of hearing hallucination between
intervention group and control group. It can be concluded that there are infuences
of distractions to the frequency and the duration of hearing hallucinationof
schizophrenia clients. So, distraction is suggested to be given to hallucination
patients as additional therapy after giving general therapy.

Keywords: Frequency andDuration ofHallucination, Distraction

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman Judul........................................................................................................................i
Lembar Pengesahan..............................................................................................................ii
Kata Pengantar.......................................................................................................................iii
Abstrak......................................................................................................................................v
Daftar Isi..................................................................................................................................vii
Daftar Skema..........................................................................................................................ix
Daftar Tabel.............................................................................................................................x
BAB I. Pendahuluan..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian......................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................................6
1.4 Manfaat penelitian.........................................................................................................7

BAB II. TinjauanPustaka................................................................................................8


2.1 Skizofrenia..................................................................................................................8
2.1.1 Pengertian Skizofrenia...................................................................................8
2.1.2 Gejala Klinis Skizofrenia..............................................................................8
2.1.3 Tipe Skizofrenia...............................................................................................11
2.1.4 Etiologi Skizofrenia........................................................................................13
2.1.5 Terapi (Pengobatan)........................................................................................14
2.2 Halusinasi Pendengaran..........................................................................................19
2.2.1 Pengertian Halusinasi Pendengaran............................................................19
2.2.2 Tanda dan Gejala Halusinasi Pendengaran...............................................20
2.2.3 Proses Terjadinya Halusinasi Pendengaran..............................................21
2.2.4 Tahapan Halusinasi Pendengaran................................................................21
2.2.5 Intervensi Keperawatan pada Halusinasi..................................................23
2.3 Distraksi pada Halusinasi.......................................................................................25
2.3.1 Tujuan dan Manfaat Distraksi.......................................................................26
2.3.2 Jenis Tehnik Distraksi.....................................................................................26

BAB III. Kerangka Penelitian.......................................................................................30


3.1 Kerangka Penelitian.................................................................................................30
3.2 Defenisi Operasional................................................................................................30
3.3 Hipotesa Penelitian...................................................................................................31

BAB IV. Metode Penelitian.............................................................................................32


4.1 Desain Penelitian.......................................................................................................32
4.2 Populasi, Sampel Penelitian...................................................................................33
4.3 Lokasi danWaktu Penelitian..................................................................................34
4.4 Pertimbangan Etik....................................................................................................35
4.5 Instrumen Penelitian................................................................................................36
4.6 Pengumpulan Data....................................................................................................37
4.7 Analisa Data...............................................................................................................39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V. Hasil Dan Pembahasan ................................................................... 41
1. Hasil ....................................................................................................... 41
1.1 Karakteristik Responden ..................................................................... 41
1.2 Frekuensi dan Durasi Halusinasi Pendengaran ................................... 44
1.2.1 Frekuensi Dan Durasi Halusinasi Sebelum Dilakukan
Distraksi ........................................................................................ 44
1.2.2 Frekuensi Dan Durasi Halusinasi Sesudah Dilakukan
Distraksi ....................................................................................... 45
1.2.3 Perbedaan Frekuensi Dan Durasi Halusinasi Sebelum dan
Sesudah Dilakukan Distraksi ........................................................ 46
1.2.4 Selisih Perbedaan Frekuensi dan Durasi HalusinasiSebelum
dan Sesudah Distraksi antara Kelompok Intervensi dan
Kelompok Kontrol ........................................................................ 47
2. Pembahasan ............................................................................................ 47
2.1 Frekuensi dan Durasi Halusinasi Sebelum Dilakukan Distraksi......... 48
2.2 Frekuensi dan Durasi Halusinasi Sesudah Dilakukan Distraksi ........ 50
2.3 Pengaruh Distraksi Terhadap Frekuensi dan Durasi Halusinasi ......... 52

BAB VI. Kesimpulan dan Saran .................................................................. 54


6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 54
6.2 Saran .................................................................................................... 55
6.3 Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 56
Daftar Pustaka ............................................................................................... 57
Lampiran- lampiran .....................................................................................
1. Lampiran output SPSS
2. Inform Consent
3. Instrument Penelitian
4. Modul Pelaksanaan Distraksi
5. Jadwal Intervensi
6. Jadwal kegiatan harian (membaca dengan suara keras)
7. Bahan bacaan
8. Jadwal Tentatif Penelitian
9. Taksasi Dana
10. Daftar Riwayat Hidup
11. Surat-surat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR SKEMA

Skema 3.1 Kerangka Penelitian………………………………..……….… 30


Skema 4.1 Rancangan Penelitian………………………………..….…..… 32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tahapan Halusinasi……………………………………….. 21

Tabel 3.1 Defenisi Operasional…………………………………........ 30


Tabel 5.1Analisis usia responden pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol di RSJD Provsu Medan Tahun 2014… 42
Tabel 5.2Analisis karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, terapi, lama rawat,
dan lama sakit pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol di RSJD Provsu Medan tahun 2014……………….. 43
Tabel 5.3 Analisis nilai rata-rata frekuensi dan durasi halusinasi
Pendengaran sebelum distraksi pada kelompok intervensi
dan kelompok kontrol di RSJD Provsu Medan tahun 201... 44
Tabel 5.4Analisis perbedaan frekuensi dan durasi halusinasi sesudah
dilakukan distraksi antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol di RSJD Provsu Medan……………………………. 45
Tabel 5.5Analisis frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran sebelum
dan sesudah diberikan distraksi pada kelompok intervensi
dan kelompok kontrol di RSJD Provsu Medan…..……….. 46
Tabel 5.6Analisis selisih perbedaan frekuensi dan durasi halusinasi
pendengaran sebelum dan sesudah diberikan distraksi pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol
di RSJD Provsu Medan…………….……………………… 47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Judul Penelitian : Pengaruh Distraksi Terhadap Frekuensi Dan Durasi
Halusinasi Pendengaran Klien Skizofrenia Di RSJD
Provsu Medan
Peneliti : Febe Dian Marpaung
NIM : 101101042
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2014

ABSTRAK

Halusinasi pendengaran merupakan gejala yang sering muncul pada penderita


skizofrenia, sehingga pasien perlu dilatih untuk mengontrol halusinasinya. Selain
terapi generalis terdapat berbagai cara lain untuk mengurangi halusinasi pasien,
salah satunya dengan melakukan distraksi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh distraksi terhadap frekuensi dan durasi halusinasi
pendengaran klien skizofrenia di RSJD Provsu Medan. Desain penelitian quasi
eksperimen dengan 16 responden dengan tehnik sampling Accidentalsampling.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari
data demografi dan pertanyaan frekuensi dan durasi halusinasi. Hasil uji statistik
paired sample t test diperoleh nilai signifikan pada kelompok intervensi adalah
0.004 dan pada kelompok kontrol nilai signifikan adalah 0.033 (α 0.05),
berarti ada perbedaan frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran yang
bermakna sebelum dan sesudah intervensi. Hasil uji independen sampel t test
diperoleh nilai signifikan 0.035, berarti terdapat perbedaan selisih penurunan
frekuensi dan durasi halusinasi yang bermakna antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol. Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh distraksi terhadap
frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran klien skizofrenia. Sehingga distraksi
disarankan untuk diberikan kepada pasien halusinasi sebagai terapi tambahan
setelah mendapatkan terapi generalis.

Kata Kunci: Frekuensi dan Durasi Halusinasi, Distraksi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Title : The Influences of distractions to Hearing Hallucinations
Frequency and Duration of Schizophrenia Clients in
Provincial Local Mental Hospital Medan
Name of Students : Febe Dian Marpaung
Student Number : 101101042
Program : Bacelor of Nursing
Year : 2014

ABSTRACT

Hearing hallucination is a symptom that often appears to schizophrenia clients so


that patients need to be trained to control it. Besides general therapy, there are
several other ways to reduce patient’s hallucination, one of the ways is by doing
distraction. This research aims to find out the influencesof distractions to hearing
hallucination frequency and duration of schizophrenia clients in Procincial Local
Mental Hospital Medan. The research used quasi experiment design with16
respondents with Accidental Sampling technique. The data collected by using
questionnaires consist of demography data and questions about frequency and
duration of hallucination. The statistic test result of paired sample t test obtained
significant values on intervention group namely 0.004 and on control group the
significant values is 0.033 (α 0.05), meaning there is a significant difference
between the frequency and the duration of hearing hallucination both before and
after the intervention. The independent test result of sample t test obtained
significant values namely 0.035 meaning there is a significant different difference
the declined of frequencyand duration of hearing hallucination between
intervention group and control group. It can be concluded that there are infuences
of distractions to the frequency and the duration of hearing hallucinationof
schizophrenia clients. So, distraction is suggested to be given to hallucination
patients as additional therapy after giving general therapy.

Keywords: Frequency andDuration ofHallucination, Distraction

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun

2012(RUU KESWA,2012) adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan

fisik, mental, dan spiritual seseorang secara optimal serta selaras dengan

perkembangan orang lain, yang memungkinkan orang tersebut hidup produktif

secara sosial dan ekonomis.Menurut Johnson (1997 dalam Nasir, Abdul, 2011),

dikatakan sehat jiwajika individu dalam keadaan sehat baik emosional, psikologis,

dan sosial yang dapat dilihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan,

perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, serta kestabilan

emosional. Selain itu, kesehatan jiwa juga dapat diartikan sebagai kondisi jiwa

seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan kesehatan dalam

pengendalian diri serta terbebas dari stres yang serius (Rosdahl, 1999 dalam Nasir,

Abdul, 2011). Maka seseorang dikatakan sehat jiwa apabila mampu

mengendalikan diri dalam menghadapi stresor di lingkungan sekitar dengan selalu

berpikir positif dalam keselarasan tanpa adanya tekanan fisik dan psikologis, baik

secara internal maupun eksternal yang mengarah pada kestabilan emosional.

Kesehatan jiwa dibutuhkan oleh setiap individu untuk kelangsungan

hidupnya, apabila hal tersebut tidak terpenuhi maka seseorang mengalami

ganngguan jiwa. Gangguan Jiwa adalah kondisi gangguan dalam pikiran, perilaku

dan suasana perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala

dan/atau perubahan perilaku yang bermakna dan dapat menimbulkan penderitaan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


atau hambatan dalam menjalankan fungsiorang tersebut sebagai manusia (RUU

KESWA,2012).Adanya kelompok gejala atau perilaku yang ditemukan secara

klinis yang disertai adanya penderitaan disstres pada kebanyakan kasus dan

berkaitan dengan terganggunya fungsi seseorang (Pedoman Penggolongan

Diagnosis Gangguan Jiwa/PPDGJ III, 1993). Keadaan adanya gangguan pada

fungsi kejiwaan. Fungsi kejiwaan meliputi: proses berpikir, emosi, kemauan, dan

perilaku psikomotorik, termasuk bicara (Undang- Undang No.3 Tahun 1966).

Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah skizofrenia, merupakan suatu

deskripsi sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang luas,

serta sejumlah akibat tergantung pada pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya

(PPDGJ, 1993). Skizofrenia merupakan kumpulan dari beberapa gejala klinis

yang penderitanya akan mengalami gangguan dalam kognitif, emosional, persepsi

serta gangguan dalam tingkah laku. Penderita gangguan jiwa akan mengalami

menunjukkan gejala gangguan persepsi, seperti waham dan halusinasi (Kaplan &

Sadock’s, 2007).

Skizofrenia merupakan gangguan mental berat yang sering ditemukan di

masyarakat seluruh dunia. Prevalensi seumur hidup skizofrenia kira- kira sama

antara laki-laki dan perempuan, di seluruh dunia. Prevelensinya di antara populasi

secara umum diperkirakan sekitar 0,2% sampai 1,5%. Secara rata-rata, harapan

hidup mereka sedikit lebih rendah, sebagian karena lebih tingginya angka bunuh

diri dari kecelakaan di kalangan para penderita skizofrenia (Ho, dan kawan-

kawan, 2003). Prevalensi skizofrenia di Indonesia sendiri adalah tiga sampai lima

perseribu penduduk. Bila diperkirakan jumlah penduduk sebanyak 220 juta orang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


akan terdapat gangguan jiwa dengan skizofrenia kurang lebih 660 ribu sampai

satu juta orang. Hal ini merupakan angka yang cukup besar dan perlu penanganan

serius (Sulistyowati dkk, 2006).

Halusinasi dapat terjadi pada pasien skizofrenia, pasien yang

mengkonsumsi zat halusinogen seperti ganja dan LSD, dan pasien yang

mengalami gangguan tidur narkolepsi yaitu mengalami halusinasi hipnagogik

(Durand, 2007).

Halusinasi merupakan gejala yang paling sering muncul pada klien

skizofrenia, dimana sekitar 70% dari penderita skizofrenia mengalami halusinasi

(Mansjoer 1999, p.196 dalam Upoyo dan Suryanto, 2008). Menurut Stuart dan

Sundeen (1995), 70% pasien mengalami halusinasi audiotorik, 20% halusinasi

visual, 10% halusinasi pengecapan, taktil dan penciuman.Halusinasi pendengaran

merupakan salah satu gejala utama dalam diagnosis skizofrenia dan merupakan

faktor penting untuk mengevaluasi status klinis penyakit. Apalagi, keberadaannya

atau keparahan memiliki pengaruh besar dalam menentukan dosis, jenis, dan

durasi obat psikotropika (Nam, 2005).

Terapi yang dilakukan pada pasien skizofrenia bertujuan untuk

meningkatkan kualitas hidup dan meminimalkan terjadinya kekambuhan. Di dunia

Barat dewasa ini, penanganan biasanya dimulai dengan memberikan salah satu

obat- obatan neuroleptik yang sangat bermanfaat untuk mengurangi gejala-gejala

skizofrenia pada banyak orang. Obat-obatan itu biasanya digunakan bersamaan

dengan berbagai macam penanganan psikososial untuk mengurangi kekambuhan,

mengompensasi defisit keterampilan, dan memperbaiki kerja sama

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pasien untuk mau mematuhiaturan pengobatannya (American Psycchiatric

Association, 2000). Intervensi biologis dengan pemberian obat antipsikotik, dan

intervensi psikososial terapi perilaku kognitif, terapi rehabilitasi, terapi

psikoedukasi.

Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa tanpa obat, orang dengan

skizofrenia kambuh pada tingkat 60% sampai 70% dalam tahun pertama

diagnosis. Bagi mereka yang patuh pada terapi pengobatan, tingkat kambuh

sekitar 40%, namun turun menjadi 15,7% dengan kombinasi obat-obatan,

pendidikan kelompok, dan dukungan (Olfson et al, 2000 dalam Stuart dan Laraia,

2001).

Salah satu terapi perilaku kognitif yang dapat dilakukan pada skizofrenia

adalah distraksi.Distraksi berfokus pada perubahan pikiran tentang penyakit dan

kemudian membantu menjadi suatu koping positif bagi pasien terhadap

penyakitnya. Tujuan penggunaan teknik distraksi dalam intervensi keperawatan

adalah untuk pengalihan atau menjauhi perhatian terhadap sesuatu yang sedang

dihadapi, misalnya rasa sakit (nyeri). Sedangkan manfaat dari penggunaan teknik

ini, yaitu agar seseorang yang menerima teknik ini merasa lebih nyaman, santai,

dan merasa berada pada situasi yang lebih menyenangkan.Menurut Stuart dan

Laraia(2001),Modulasi stimulasi sensori ke tingkat yang optimal merupakan

tehnik yang berguna untuk membantu mengurangi kebingungan persepsi klien.

Beberapa pasien skizofrenia dengan halusinasi menggunakan dengan baik

stimulasi lingkungan yang minimal, sedangkan yang lain menemukan bahwa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kebisingan dan distraksi membantu menghilangkan halusinasi. Itu penting untuk

mengetahui bagaimana pasien sebelumnya dalam mengelola halusinasi.

Buccheri et al., dalam Mandal (2004) mengemukakan beberapa tehnik

distraksi yang dapat dilakukan meliputi: pemantauan diri, membaca dengan suara

keras dan meringkas, mendengarkan kaset relaksasi, memakai plug telinga

unilateral, berbicara dengan orang lain, menonton dan mendengarkan TV,

mengatakan ‘berhenti’ dan penamaan benda, mengatakan ‘berhenti dan pergi’,

mendengarkan musik, dan bersenandung catatan. Dalam penelitian ini tehnik yang

dilakukan adalah “membaca dengan suara keras dan meringkas”karena beberapa

tehnik yang lain kemungkinan besar telah pasien dapatkan pada saat perawat

melakukan Strategi Pertemuan (SP) 1-4 halusinasi seperti menghardik, bercakap-

cakap, dan melakukan kegiatan. Margo et al., (1981 dalam Mandal, 2004)

melaporkan efektivitas ‘membaca dengan suara keras dan meringkas’ dalam

mengurangi durasi, kenyaringan, dan kejelasan dari halusinasi pendengaran

dibandingkan dengan berbagai strategi lainnya.

Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Provsu

Medan.RSJD Provsu Medan merupakan rumah sakit jiwa terbesar dan merupakan

pusat rujukan di Sumatera Utara. Data yang diperoleh pada saat survei awal

menunjukkan pasien yang di rawat di rumah sakit ini pada tahun 2012 berjumlah

18.553 orang dengan rata-rata perbulan 1.577 pasien. Dan sekitar 90% dari jumlah

tersebut melakukan rawat jalan di RSJD Provsu Medan (medical record RSJD

Provsu, 2012). Data tersebut menunjukkan jumlah yang cukup besar sehingga

dapat disimpulakan bahwa banyak pasien berobat di RSJD Provsu Medan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan juga merupakan rumah sakit jiwa

tipe A yang mempunyai kapasitas sejumlah 450 tempat tidur (medical record

RSJD Provsu, 2012). Dengan jumlah pasien rawat inap 1783 orang. Dari jumlah

pasien yang di rawat inap tersebut 1398 (78,4%) pasien dengan diagnosa

skizofrenia gangguan skizotipal dan gangguan waham (medical record RSJD

Provsu, 2012).

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang

pengaruh distraksi terhadap frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran klien

skizofrenia Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

1. Bagaimanafrekuensi dan durasi halusinasipendengaran sebelum dilakukan

distraksi klien skizofrenia di RSJ Provsu Medan?

2. Bagaimanafrekuensi dan durasi halusinasi pendengaran sesudah

dilakukan distraksi klien skizofrenia di RSJ Provsu Medan?

3. Apakahdistraksi berpengaruh terhadap frekuensi dan durasi halusinasi

pendengaran klien skizofrenia di RSJ Provsu Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruhdistraksi terhadap frekuensi dan durasi halusinasi

pendengaranklien skizofrenia di RSJ Provsu Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


a. Mengetahui frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran sebelum dilakukan

distraksipada kelompok intervensi dan kelompok kontrol klien skizofrenia di

RSJD Provsu Medan.

b. Mengetahui frekuensi dan durasihalusinasi pendengaran sesudah dilakukan

distraksipada kelompok intervensi dan kelompok kontrol klien skizofrenia di

RSJD Provsu Medan.

c. Menganalisis perbedaanfrekuensi dan durasi halusinasi pendengaran sebelum

dan sesudah dilakukan distraksi klien Skizofrenia di RSJD Provsu Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Praktek Keperawatan

Penelitian ini diharapkan menjadi bahan acuan untuk peningkatan mutu pelayanan

kesehatan terutama dalam pelaksanaan asuhan keperawatanbagi klien skizofrenia.

1.4.2 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk tambahan materi dalam mata kuliah

psikososial pada topik pembelajaran tentang halusinasi dan skizofrenia 1.4.3

Penelitian Keperawatan

Penelitian ini dapat menjadi data awal bagi penelitian selanjutnya dan bahan

referensi tentang pengaruh distraksi terhadap halusinasi pendengaran klien

skizofrenia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Skizofrenia

2.1.1 Pengertian Skizofrenia

Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan

menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh

dan terganggu. Skizofrenia merupakan sebuah sindroma kompleks yang mau tak

mau menimbulkan efek merusak pada kehidupan penderita maupun anggota-

anggota keluarganya. Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang merusak yang

dapat melibatkan gangguan yang khas dalam berpikir (delusi), persepsi

(halusinasi) pembicaraan, emosi dan perilaku.Skizofrenia merupakan kumpulan

dari beberapa gejala klinis yang penderitanya akan mengalami gangguan dalam

kognitif, emosional, persepsi serta gangguan dalam tingkah laku. Penderita

gangguan jiwa akan mengalami menunjukkan gejala gangguan persepsi, seperti

waham dan halusinasi (Kaplan & Sadock’s, 2007).

2.1.2 Gejala Klinis Skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang penderitanya tidak mampu menilai

realitas (Reality Testing Ability/RTA) dengan baik dan pemahaman diri (self

insight) buruk. Gejala-gejala Skizofrenia dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu

GejalaPositif dan GejalaNegatif (Hawari, 2001).

Gejala Positif Skizofrenia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gejala-gejala positif yang diperlihatkan pada penderita Skizofrenia adalah

sebagai berikut (Hawari, 2001):

a. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak

masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa

keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini

kebenarannya.

b. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan

(stimulus). Misalnya penderita mendengar suara-suara/bisikan-bisikan di

telinganya padahal tidak ada sumber dari suara/bisikan itu.

c. Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat danisi pembicaraannya. Misalnya

bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.

d. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan

semangat dan gembira berlebihan.

e. Merasa dirinya “Orang Besar”, merasa serba mampu, serba hebat dan

sejenisnya.

f. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman

terhadap dirinya.

g. Menyimpan rasa permusuhan.

Gejala-gejala positif Skizofrenia sebagaimana diuraikan diatas amat

mengganggu lingkungan (keluarga) dan merupakan salah satu motivasi keluarga

untuk membawa penderita berobat.

Gejala Negatif Skizofrenia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan pada penderita Skizofrenia adalah

sebagai berikut (Hawari, 2001):

a. Alam perasaan (afect) “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran alam

perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang menunjukkan ekspresi.

b. Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawl) tidak mau bergaul atau

kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).

c. Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam.

d. Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan social.

e. Sulit dalam berpikir abstrak.

f. Pola pikir stereotip.

g. Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak ada

inisiatif, tidak ada upaya, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin

apa-apa dan serta tidak ingin apa-apa dan serta malas (kehilangan nafsu).

Gejala-gejala negatif skizofrenia sebagaimana diuraikan di atas seringkali

tidak disadari atau kurang diperhatikan oleh pihak keluarga, karena dianggap tidak

“mengganggu” sebagaimana halnya pada penderita skizofrenia yang menunjukkan

gejala-gejala positif. Oleh karenanya pihak keluarga seringkali terlambat

membawa penderita berobat (Hawari, 2001).

2.1.3 Tipe skizofrenia

Tipe skizofrenia dari DSM-IV-TR(Diagnostic and Statistical Manual of

th
Mental Disorder 4 edition, Text Revision) 2000, diagnosis ditegakkan

berdasarkan gejala yang dominan sebagai berikut:

a. Tipe Paranoid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tipe ini ditandai dengan waham kejar (rasa menjadi korban atau dimata-

matai) atau waham kebesaran, halusinasi, dan kadang kadang-kadang keagamaan

yang berlebihan (fokus waham agama), atau perilaku agresif dan bermusuhan.

Para penderita skizofrenia tipe paranoid secara mencolok tampak berbeda karena

delusi dan halusinasinya, sementara keterampilan kognitif dan afek mereka

relative utuh. Mereka pada umumnya tidak mengalami disorganisasi dalam

pembicaraan atau afek datar.

b. Tipe Tidak Terorganisasi

Tipe ini ditandai dengan afek datar atau afek tidak sesuai secara nyata,

inkoherensi, asosiasi longgar, dan disorganisasi perilaku yang ekstrem. Kontras

dengan tipe paranoid, para penderita tipe ini memperlihatkan disrupsi yang

tampak nyata dalam pembicaraan dan perilakunya. Mereka juga memperlihatkan

afek datar atau tidak pas, seperti tertawa dungu pada saat yang tidak tepat

(American Psychiatric Association dalam Durand,2007).

c. Tipe Katatonik

Tipe ini ditandai dengan gangguan psikomotor yang nyata, baik dalam

bentuk gerakan atau aktivitas motorik yang berlebihan, negativism yang ekstrem,

mutisme, gerakan volunter yang aneh, ekolalia, atau ekopraksia. Imobilitas

motorik dapat terlihat berupa katalepsi (fleksibilitas cerea) atau stupor. Aktivitas

motorik yang berlebihan terlihat tanpa tujuan dan tidak diperngaruhi oleh stimulus

eksternal. Selain respon motorik yang tidak lazim dalam bentuk diam pada posisi

tetap (waxy flexibility), terlibat kegiatan yang eksesif, dan bersikap membangkang

dengan bersikeras menolak usaha orang lain untuk mengerakkan/mengubah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


posisinya, individu-individu dengan tipe ini kadang-kadang memperlihatkan

tingkah ganjil dengan tubuh dan wajahnya, termasuk grimacing (menyeringai)

(American Psychiatric Association dalam Durand,2007). Mereka sering

mengulangi atau meniru kata-kata orang lain (echolalia) atau gerakan orang lain

(echopraxia).

Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan bersifat

suatu petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Suatu gejala atau gejala-gejala

katatonik dapat juga diprovokasikan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau

alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan suasana perasaan

(mood) (PPDGJ III dalam Butarbutar, 2012).

d. Tipe Tak Terbedakan

Orang-orang yang tidak pas benar dengan subtipe-subtipe di atas

diklasifikasikan mengalami skizofrenia tipe tak terbedakan. Mereka meliputi

orang-orang yang memilikigejala-gejala utama skizofrenia tetapi tidak memenuhi

kriteria tipe paranoid, terdisorganisasi/hebefrenik, atau katatonik. Tipe ini ditandai

dengan gejala-gejala skizofrenia campuran (atau tipe lain) disertai gangguan

pikiran, afek, dan perilaku.

e. Tipe Residual

Kategori diagnostik untuk orang-orang yang pernah mengalami setidaknya

satu episode skizofrenia, yang sudah tidak lagi memperihatkan gejala-gejala

utamanya tetapi masih memperlihatkan beberapa pikiran yang ganjil dan menarik

diri secara sosial. Meskipun mereka mungkin tidak menderita delusi atau

halusinasi yang aneh, mereka mungkin memperlihatkan gejala-gejala residual atau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“sisa”, seperti keyakinan-keyakinan negatif, atau mungkin masih memiliki ide-ide

tidak wajar yang tidak sepenuhnya delusional. Gejala-gejala residual itu

dapatmeliputi menarik diri secara sosial, pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas, dan

afek datar.

2.1.4 Etiologi Skizofrenia

Skizofrenia tidak diduga sebagai penyakit tunggal tetapi sebagai

sekelompok penyakit dengan ciri-ciri klinik umum. Banyak teori penting telah

diajukan mengenai etiologi dan ekspresi gangguan ini, antara lain (Hawari, 2001):

1. Teori biologi dan genetik

Penelitian keluarga (termasuk penelitian kembar dan adopsi) sangat

mendukung teori bahwa faktor genetik mempunyai peran penting dalam transmisi

skizofrenia atau paling tidak memberi suatu sifat kerawanan dan juga dapat

menjadi penyebab peningkatan insiden dari sindrom mirip-skizofrenik (gangguan

kepribadian skizoafektif, skizotipik, dan lainnya) yang terjadi dalam keluarga.

2. Hipotesis neurotransmitter

Riset terakhir memusatkan diri di sekitar berbagai kelainan

neurotransmitter yang ditemukan pada penderita skizofrenik dan berpusat pada

sistem dopaminergik sebagai lesi atau “ketidakseimbangan Kimiawi’ yang

bertanggung jawab, penelitian terakhir memperlihatkan adanya kelebihan reseptor

dopaminergik dalam sistem saraf pusat (SSP) penderita skizofrenik. Pada

hakekatnya, neuroleptic diduga efektif karena kemampuannya memblokir reseptor

dopaminergik. Penelitian mengenai skizofrenia yang tidak diobati juga

mengungkapkan suatu kelebihan dari reseptor dopaminergik yang secara langsung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


berlawanan dengan teori bahwa temuan ini malah berhubungan dengan pemberian

neuroleptik.

3. Pencetus Psikososial

Stessor sosiolingkungan sering berkorelasi sementara dengan serangan

awal dan kekambuhan dan dapat diduga sebagai suatu terobosan kekuatan

protektif, dengantetap mempertahankan kerawanan psikobiologik dalam

pengendalian. Peningkatan angka kekambuhan berhubungan secara bermakna

dengan tiga tindakan emosi yang dinyatakan (EE) di lingkungan rumah: komentar

kritis, permusuhan, dan keterlibatan emosional yang berlebihan. Penelitian

menunjukkan bahwa pemisahan pasien dari keluarga dengan EE tinggi (atau

malah suatu penurunan dalam jumlah kontak) memperbaiki angka kekambuhan.

2.1.5 Terapi (Pengobatan)

Gangguan jiwa Skizofrenia adalah salah satu penyakit yang cenderung

berlanjut (kronis, menahun). Oleh karenanya terapi pada Skizofrenia memerlukan

waktu relative lama berbulan bahkan bertahun, hal ini dimaksudkan untuk

menekan sekecil mungkin kekambuhan (relapse). Menurut Hawari 2001, terapi

yang dilakukan pada pasien skizofrenia meliputi: terapi psikofarmaka, psikoterapi,

terapi psikososial, dan terapi psikoreligius.

1. Psikofarmaka

Pada Skizofrenia (dan juga gangguan jiwa lain)terdapat gangguan pada

fungsi transmisi sinyal penghantar saraf (neurotransmitter) sel-sel susunan saraf

pusat (otak) yaitu pelepasan zat dopamine dan serotonin yang mengakibatkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


gangguan pada alam pikir, alam perasaan dan perilaku (gejala-gejala klinis). Oleh

karena itu obat psikofarmaka yang akan diberikan ditujukan pada gangguan fungsi

neurotransmitter tadisehingga gejala-gejala klinis tadi dapat dihilangkan atau

dengan kata lain penderita skizofrenia dapat diobati.

Obat psikofarmaka dapat dibagi dalam dua golongan yaitu golongan

generasi pertama (typical) dan golongan generasi kedua (atypical). Yang termasuk

golongan typical misalnya: Chlorpromazine HCL, Trifluoperazine HCL,

Thioridazine HCL, Haloperidol. Dan golongan atypical misalnya: Risperidone,

Clozapine, Quetiapine, Zotetine, Aripiprazole.

Golongan obat anti Skozofrenia baik typical maupun atypical pada

pemakaian jangka panjang umumnya menyebabkan pertambahan berat badan.

Obat golongan typical khususnya berkhasiat dalam mengatasi gejala-gejala positif

Skizofrenia, sehingga meninggalkan gejala-gejala negatif skizofrenia. Sementara

itu pada penderita skizofrenia dengan gejala negatif pemakaian typical kurang

memberikan respons. Selain daripada itu obat golongan typical

tidakmemberikanefek yang baikpada pemulihan fungsi kognitif (kemampuan

berpikir dan mengingat) penderita. Selain itu juga sering menimbulkan efek

samping berupa gejala ekstra pyramidal (extrapyramidalsymptoms/EPS).

Obat golongan atypical memilikibeberapaperbedaandankelebihan

dibandingkan dengan golongan typical antara lain (Nemeroff, 2001): a).gejala

positif maupun negative dapat dihilangkan, b), efek samping EPS sangat minimal

dan boleh dikatakan tidak ada, c). memulihakan fungsi kognitif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Psikoterapi

Psikoterapi inibanyak macam ragamnya tergantung dari kebutuhan dan latar

belakang penderita sebelum sakit (premorbid), sebagai contoh misalnya (Hawari,

2001):

a. PsikoterapiSuportif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan

semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan semangat

juangnya (fightingspirit) dalam menghadapi hidup ini tidak kendur dan

menurun.

b. PsikoterapiRe-edukatif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang

yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu dan juga

dengan pendidikan ini dimaksudkan untuk mengubah pola pendidikan lama

dengan yang baru sehingga penderita lebih adaptif terhadap dunia luar.

c. PsikoterapiRe-konstruktif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memperbaiki kembali (re-

konstruksi) kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian

utuh seperti semula sebelum sakit.

d. PsikoterapiKognitif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi

kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu

membedakan nilai-nilai moral etika. Mana yang baik dan buruk, mana yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


boleh dan tidak, mana yang halal dn haram dan lain sebagainya

(discriminative judgment). Menurut Susan,salah satu tehnik dalam terapi

kognitif yang dapat dilakukan adalah distraksi.

e. PsikoterapiPsiko-dinamik

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk menganalisa dan menguraikan

proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit dan

mencari jalan keluarnya. Dengan psikoterapi ini diharapkan penderita dapat

memahami kelebihan dan kelemahan dirinya atau mampu menggunakan

mekanisme pertahanan diri (defense mechanism) dengan baik.

f. PsikoterapiPerilaku

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku

yang terganggu (maladaptif) menjadi perilaku yang adaptif (mampu

menyesuaikan diri). Kemampuan adaptasi penderita perlu dipulihkan agar

penderita dapat berfungsi kembali secara wajar dalam kehidupannya sehari-

hari baik di rumah, di sekolah/kampus, di tempat kerja dan lingkungan

spasialnya.

g. Psikoterapi Keluarga

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan hubungan

penderita dengan keluarganya. Dengan psikoterapi ini diharapkan keluarga

dapat memahami mengenai gangguan jiwa skizofrenia dan dapat membantu

mempercepat penyembuhan penderita.

Secara umum tujuan dari psikoterapi tersebut diatas adalah untuk

memperkuat struktur kepribadian, mematangkan kepribadian (maturing

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


personality), memperkuat ego (ego strength), meningkatkan citra diri (self

esteem), memulihkan kepercayaan diri (self confidence), yang kesemuanya


itu

untuk mencapai kehidupan yang berarti dan bermanfaat (meaningfulness of life).

3. Terapi Psikososial

Dengan terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu kembeli

beradaptasi dengan lingkungan social sekitarnya dan mampu merawat diri dengan

limgkungan social sekitarnya dan mampu mandiri dan tidak bergantung pada

orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat. Penderita

selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi

obat psikofarmaka sebagaimana juga waktu menjalani psikoterapi. Kepada

penderita diupayakan untuk tidak menyendiri, tidak melamun, banyak kegiatan

dan banyak kesibukan dan banyak bergaul (silaturahmi/sosialisasi).

4. Terapi Psikoreligius

Berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, memanjatkan

puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan dan kajian Kitab Suci dan lain

sebagainya. Dengan terapi psikoreligius ini gejala patologis dengan pola sentral

keagamaan dapat diluruskan, dengan demikian keyakinan atau keimanan

penderita dapat dipulihkan kembali ke jalan yang benar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2 Halusinasi Pendengaran

2.2.1 Pengertian

Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau

gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang

dapat meliputi semua system penginderaan (Dalami,dkk 2009). Halusinasi terjadi

pada berbagai kondisi, tetapi yang paling umum pada gangguan psikotik. Pada

skizofrenia biasanya dijumpai halusinasi audiotorik, sedangkan halusinasi visual

lebih umum dijumpai pada kondisi organik. Halusinasi taktil sering terdapat pada

keadaan putus zat alkohol dan hipnotik-sedatif (Tomb, 2004).

Halusinasi pendengaran adalah halusinasi yang seolah-olah mendengar

suara, paling sering suara orang. Suara dapat berkisar dari suara yang sederhana

sampai suara orang berbicara mengenai klien, klien mendengar orang sedang

membicarakan apa yang sedang dipikirkan oleh klien dan memerintah untuk

melakukan sesuatu dan kadang-kadang melakukan hal yang berbahaya

(Dalami,dkk 2009).

2.2.2 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pada halusinasi pendengaran dapat dikarakteristikkan dalam

beberapa kategori yaitu karakteristik fisik meliputi: jumlah dan isi dari suara,

frekuensi terjadinya, kekuatannya, kejelasan suara yang didengar, lokasi,

keyakinan pasien terhadap suara yang didengarnya, tingkat atau derajat

kemampuan mengontrol suara-suara, efek dan konsekuensi emosional dan

perilaku akibat suara (Smith, 2003 dalam Wahyuni, 2010).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Halusinasi pendengaran harus menjadi fokus perhatian untuk segera ditangani

karena kalau tidak ditangani secara baik dapat menimbulkan resiko terhadap

keamanan diri pasien sendiri, orang lain dan juga lingkungan sekitar. Pasien

halusinasi mengalami distress oleh karena isi halusinasi yang didengarnya, juga

karena frekuensi halusinasi muncul sedikitnya 5 kali dalam sehari dan dengan

durasi yang lebih dari 3 jam perhari (Nayani dan Davis, 1996 dalam Birchwood,

2009 dalam Wahyuni, 2010).

Menurut penelitian Wong (2008 dalam Wahyuni, 2010) tentang karakteristik

halusinasi pendengaran didapatkan bahwa frekuensi terjadinya halusinasi, 27%

terjadi beberapa kali dalam satu jam, pada 18% pasien terjadi satu kali dalam

setiap jam, 41% terjadi setiap hari dan 14% terjadi setiap minggu. Dan durasi

halusinasi pendengaran didapatkan 63% terjadi selama lebih kurang 10 menit, dan

27% melaporkan bahwa durasi terjadinya halusinasi selama kurang dari satu jam

dan 9% mengatakan bahwa halusinasi terjadi sepanjang hari.

2.2.3 Proses Terjadinya

Halusinasi terjadi apabila yang bersangkutan mempunyai kesan tertentu

tentang sesuatu, padahal dalam kenyataan tidak terdapat rangsangan apapun atau

tidak terjadi sesuatu apapun atau bentuk kesalahan pengamatan tanpa objektivitas

penginderaan tidak disertai stimulus fisik yang adekuat (Sunaryo dalam

Dalami,dkk 2009). Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


terjadi pada gangguan jiwa (Schizoprenia). Bentuk halusinasi ini bisa berupa

suara-suara ribut-ribut dan dengung. Tetapi paling sering berupa kata-kata yang

tersusun dalam bentuk kalimat yang memperngaruhi tingkah laku klien, sehingga

menghasilkan respon tertentu, seperti: bicara sendiri, atau respon lain yang

membahayakan membuat klien bertengkar sehingga dapat mencederai orang lain

atau diri klien sendiri. Bisa juga klien bersikap mendengarkan suara halusinasi

tersebut dengan mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang

tidak bicara atau pada benda mati. Halusinasi pendengaran merupakan suatu tanda

mayor yang terjadi pada gangguan skizofrenia dan satu syarat diagnostik minor

untuk melankonia involusi, psikosa mania depresi dan syndrome otak organik

(Erlinafsiah, 2010).

2.2.4 Tahapan Halusinasi

Stage I: Sleep disorder Klien merasa banyak masalah, ingin


Fase awal seseorang sebelum muncul menghidar dari lingkungan, takut
halusinasi diketahui orang lain bahwa dirinya
banyak masalah. Masalah makin terasa
sulit karena berbagai stressor
terakumulasi. Masalah terasa menekan
karena terakumulasi sedangkan support
system kurang dan persepsi terhadap
masalah sangat buruk. Sulit tidur
berlangsung terus menerus sehingga
terbiasa menghayal. Klien menganggap
lamunan-lamunan awal tersebut sebagai
pemecahan masalah.
Stage II: comforting moderate level Pasien mengalami emosi yang berlanjut
of anxiety seperti adanya perasaan cemas,
Halusinasi secara umum ia terima kesepian, perasaan berdosa, ketakutan
sebagai sesuatu yang alami dan mencoba memusatkan pemikiran
pada timbulnya kecemasan, ia
beranggapan bahwa pengalaman
pikiran dan sensorinya dapat ia control
bila kecemasannya diatur, dalam tahap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ini ada kecenderungan klien merasa
nyaman dengan halusinasinya.
Stage III: Condemning severe level of Pengalaman sensori klien menjadi
anxiety sering dating dan mengalami bias.
Secara umum halusinasi sering Klien mulai merasa tidak mampu lagi
mendatangi pasien mengontrolnya dan berupaya menjaga
jarak antara dirinya dengan objek yang
dipersepsikan klien mulai menarik diri
dari orang lain dengan intensitas waktu
yang lama.
Stage IV: Controlling severe level Klien mencoba melawan suara-suara
anxiety atau sensory abnormal yang datang.
Fungsi sensori tidak relevan dengan Klien mulai merasakan kesepian bila
kenyataan halusinasinya berakhir. Dari sinilah
mulai fase gangguan psychotic.
Stage V: Conquering Panic level of Pengalaman sensorinya terganggu,
anxiety klien mulai merasa terancam dengan
Klien mengalami gangguan dalam datagnya suara-suara
menilai lingkungannya terutamabilaklientidakdapatmenuruti
ancaman atau perintah yang ia dengar
dari halusinasinya. Halusinasi dapat
berlangsung selama minimal 4 jam atau
seharianbila tidak mendapatkan
komunikasi terapeautik. Terjadi
gangguan psikotik berat
(Yosep, 2009)

2.2.5 Intervensi keperawatan Pada Halusinasi

Perencanaan disusun berdasarkan masalah utamanya adalah halusinasi

pendengaran. Tujuan umum adalah klien dapat mengontrol halusinasi. Tujuan

khususnya antara lain:

1. Membina hubungan saling percaya dengan cara: a). sapa klien dengan

ramah baik verbal maupun non-verbal, b). perkenalkan nama, nama

panggilan perawat dan tujuan perawat berinteraksi, c). tanyakan nama

lengkap dan panggilan yang disukai klien, d). tunjukkan sikap jujur dan

menepati janji setiap kali interaksi, e). tunjukkan sikap empati dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menerima klien apa adanya, f). berikan perhatian pada klien dan

perhatikan kebutuhan dasar klien, g). buat kontrak interaksi yang jelas, h).

dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien

2. Klien dapat mengenal halusinasinya dengan cara: a). adakan kontak sering

dan singkat secara bertahap, b). observasi: tingkah laku klien yang terkait

dengan halusinasinya, dengar, lihat, penghidung, raba, dan pengecapan,

jika menemukan klien yang sedang halusinasi maka:tanyakan apakah klien

mengalami halusinasi dengar. Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang

sedang didengarnya. Katakana bahwa perawat percaya klien mengalami

hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya (dengan nada

bersahabat tanpa menuduh dan menghakimi). Katakan bahwa ada klien

lain yang mengalami hal yang sama. Katakan bahwa perawat akan

membantu. c). Jikaklien tidak sedang berhalusinasi, klarifikasi tentang

adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien tentang isi, waktu,

dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam) atau sering

dan kadang-kadang. Juga situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak

menimbulkan halusinasi. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika

terjadi halusinasi dan beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan

perasaannya. Kemudian diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk

mengatasi hal tersebut. Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya

bila klien berhalusinasi

3. Klien dapat mengontrol halusinasinya, caranya: a). identifikasi bersama

klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


marah, menyibukkan diri dan lain-lain). b) diskusikan cara yang biasa

digunakan. Jika cara yang dilakukan klien adaptif, maka berikan pujian,

dan jika cara yang digunakan maladaptive, diskusikan dengan klien

kerugian cara tersebut. c). diskusikan cara baru untuk memutuskan atau

mengontrol timbulnya halusinasi dengan cara menghardik, menemui orang

lain atau perawat teman ataupun anggota keluarga untuk menceritakan

halusinasinya. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain, terjadi

distraksi; fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke

percakapan yang dilakukan dengan orang lain (Keliat, 2010). Kemudian

dengan membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan harian yang telah

disusun.Cara lain dengan meminta keluarga, teman, perawat menyapa

klien jika sedang berhalusinasi. d). Bantu klien memilih cara yang sudah

dianjurkan dan latih untuk mencobanya. e). Beri kesempatan pada klien

untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih. f). Pantau pelaksanaan

yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian. g).Anjurkan klien

mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realitas stimulasi persepsi.

4. Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya,

caranya: a). Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan (waktu,

tempat, dan topik), b). Diskusikan dengan keluarga tentang pengertian,

tanda dan gejala halusinasi, cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga

untuk memutus halusinasi, obat-obatan halusinasi, cara merawat anggota

keluarga yang bila halusinasi di rumah (beri kegiatan, jangan biarkan

sendiri, makan bersama, memantau obat-obatan dan cara pemberiannya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


untuk mengatasi halusinasi. Dan juga berikan informasi waktu kontrol ke

rumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak

dapat diatasi di rumah.

5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik: a). diskusikan dengan klien

tentang manfaat dan kerugian bila tidak minum obat, nama, warna, dosis,

cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat, b). pantau klien saat

penggunaan obat, c). berikan pujian bila klien menggunakan obat dengan

benar, d). diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan

dokter, e).anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawatjika hal

yang tidak diinginkan terjadi (Dalami,dkk, 2009).

2.3 Distraksi Pada Halusinasi

Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain sehingga

dapat menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri, bahkan meningkatkan toleransi

terhadap nyeri. Stimulus sensori yang menyenangkan akan merangsang sekresi

endorphin. Perawat dapat mengkaji aktivitas-aktivitas yang dinikmati klien

sehingga dapat dimanfaatkan sebagai distraksi. Aktivitas tersebut dapat meliputi

kegiatan menyanyi, berdoa, menceritakan foto atau gambar dengan suara keras,

mendengarkan musik, dan bermain (Young & Koopsen (2007).

2.3.1 Tujuan dan Manfaat Distraksi

Tujuan penggunaan teknik distraksi dalam intervensi keperawatan adalah

untuk pengalihan atau menjauhi perhatian terhadap sesuatu yang sedang dihadapi,

misalnya rasa sakit (nyeri). Sedangkan manfaat dari penggunaan teknik ini, yaitu

agar seseorang yang menerima teknik ini merasa lebih nyaman, santai, dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


merasa berada pada situasi yang lebih menyenangkan dan nyaman selama

mungkin (Young & Koopsen (2007).

2.3.2 Jenis tehnik distraksi

Beberapa jenis distraksi menurut Young & Koopsen (2007) antara lain:

1) Distraksivisual

Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran, melihat

pemandangan,dan gambar termasuk distraksi visual.

2) Distraksipendengaran

Mendengarkan musik yang disukai, suara burung, atau gemercik air.

Kliendianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik yang tenang,

sepertimusik klasik. Klien diminta untuk berkonsentrasi pada lirik dan irama lagu.

Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu,

seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki.

3) Distraksi bernafas ritmik

Bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang fokus pada satu objek

atau memejamkan mata dan melakukan inhalasi perlahan melalui hidung dengan

hitungan satu sampai empat dan kemudian menghembuskan nafas melalui mulut

secara perlahan dengan menghitungan satu sampai empat (dalam hati). Anjurkan

klien untuk berkosentrasi pada sensasi pernafasan dan terhadap gambar yang

memberi ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga terbentuk pola pernafasan

ritmik. Bernafas ritmik dan massase, instruksikan klien untuk melakukan

pernafasan ritmik dan pada saat yang bersamaan lakukan massase pada bagian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tubuh yang mengalami nyeri dengan melakukan pijatan atau gerakan memutar di

area nyeri.

4) Distraksi intelektual

Antara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu, melakukan

kegemaran (ditempat tidur) seperti mengumpulkan perangko, menulis cerita.

5) Distraksi imajinasi terbimbing

Adalah kegiatan klien membuat suatu bayangan yang menyenangkan dan

mengonsentrasikan diri pada bayangan tersebut serta berangsur-angsur

membebaskan diri dari perhatian terhadap nyeri.

Menurut Stuart dan Laraia(2001), Modulasi stimulasi sensori ke tingkat

yang optimal merupakan tehnik yang berguna untuk membantu mengurangi

kebingungan persepsi klien. Beberapa pasien skizofrenia dengan halusinasi

menggunakan dengan baik stimulasi lingkungan yang minimal, sedangkan yang

lain menemukan bahwa kebisingan dan distraksi membantu menghilangkan

halusinasi.Buccheri et al.,(1996 dalam Mandal, 2004) berbagai tehnik yang dapat

dilakukan meliputi: pemantauan diri, membaca dengan suara keras dan meringkas,

mendengarkan kaset relaksasi, memakai plug telinga unilateral, berbicara dengan

orang lain, menonton dan mendengarkan TV,mengataka ‘berhenti’ dan penamaan

benda, mengataka ‘berhenti dan pergi’, mendengarkan music, dan bersenandung

catatan.

Pendekatan distraksi telah berhasil digunakan untuk megurangi

keparahan halusinasi pendengaran (Margo et al.,1981; Nelson et al., 1991;

Gallagher et al., 1994 dalam Mandal,2004). Meskipun hanya memberikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pengurangan jangka pendek dalam keparahan halusinasi dan tidak mengatasi

deficit moitoring realitas yang mungkin menggarisbawahi halusinasi (Margo et

al.,1981; Nelson et al.,1991 dalam Mandal, 2004).

Pada penelitian ini distraksi yang dilakukan adalah membaca dengan suara

keras dan meringkas karena beberapa tehnik distraksi yang lain telah didapatkan

pada saat asuhan keperawatan generalis yaitu pada SP 1-4. Dan juga tidak

memungkinkan bagi peneliti untuk melakukan semua tehnik distraksi tersebut.

Pasien diminta untuk membaca dengan suara keras dan meringkas.

Strategi kombinasi memberikan perhatian – menuntut aktivitas dan input

pendengaran dengan struktur dan makna (Buccheri, et al., 1996 dalam Mandal,

2004). Margo et al., (1981 dalam Mandal, 2004) melaporkan efektivitas

‘membaca dengan suara keras dan meringkas’ dalam mengurangi durasi,

kenyaringan, dan kejelasan dari halusinasi pendengaran dibandingkan dengan

berbagai strategi lainnya. Distraksi telah banyak digunakan pada pasien yang

mengalami halusinasi pendengaran.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Penelitian

Halusinasi pendengaran merupakan gejala yang paling sering ditemukan

pada pasien skizofrenia. Hal ini memberikan dampak tidak hanya terhadap

penderita dan tetapi juga pada keluarga dan orang lain yang ada di sekitar pasien.

Untuk itu pasien harus dilatih untuk mengontrol halusinasi yang dialami, salah

satu caranya dengan distraksi. untuk melihat pengaruh distraksi terhadap

halusinasi pendengaran klien, maka dilakukan pengkajian sebelum dan sesudah

dilakukan distraksi.
Kerangka penelitian digambarkan sebagai berikut:

Pre-test intervensi post-test

Halusinasi pendengaran halusinasi pendengaran

- FREKUENSI DISTRAKSI - FREKUENSI


- DURASI - DURASI

3.2 Defenisi Operasional

Variable Defenisi operasional Alat ukur Hasil Skala


penelitian ukur ukur
Variable Suara- suara yang Kuisioner terdiri dari Nilai Interval
dependen: didengar klien dua item pertanyaan dalam
Frekuensi skizofrenia yang tentang frekuensi dan rentang
dan Durasi dirawat inap di durasi halusinasi 0-8
Halusinasi RSJD Provsu yang diadopsi dari
Pendengaran Medan meliputi kuisioner tanda dan
frekuensi(berapa gejala halusinasi
sering halusinasi yang diadopsi dari
muncul) dan Psychotic Syndrome
durasi (lamanya Rating Scale

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


halusinasi (PSYRAT) yang
berlangsung) yang dibuat oleh Huddock
dialami pasien. dkk (1991, dalam
Kingdon &
Turkington, 2008,
dalam Wahyuni,
2010).
Variable Suatu cara - - -
independen: mengontrol
distraksi halusinasi dengan
cara mengalihkan
perhatian dari
halusinasi dengan
membaca dengan
suara keras dan
meringkas

3.3 Hipotesis penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka, maka muncul hipotesis penelitian sebagai


berikut:

3.3.1 H0 : Tidakada pengaruh distraksi terhadap frekuensi dan


durasi halusinasi pendengaran pada klien skizofrenia di
RSJD Provsu Medan.
3.3.2 Ha : Ada pengaruh distraksi terhadap frekuensi dan durasi
halusinasi pendengaran pada klien skizofrenia di RSJD
Provsu Medan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasyexperimental

pre dan post test with control group yaitu untuk mengetahui pengaruh distraksi

terhadap frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran klien skizofrenia.

Skema 4.1
Rancangan Penelitian

Kelompok Pre Test Post test


Intervensi O1 X O2

Kontrol O3 O4

Keterangan:

X : intervensi (perlakuan) distraksi membaca dengan suara keras dan meringkas

O1 : halusinasi pendengaran (frekuensi dan durasi halusinasi) responden pada

kelompokintervensi sebelum dilakukan distraksi

O2 : halusinasi pendengaran (frekuensi dan durasi halusinasi) responden pada

kelompok intervensi setelah diberikan intervensi (perlakuan) distraksi

O3 : halusinasi pendengaran (frekuensi dan durasi halusinasi) responden pada

kelompok kontrol sebelum diberikan intervensi (perlakuan) distraksi

O4 : halusinasi pendengaran (frekuensi dan durasi halusinasi) responden pada

kelompok kontrol setelah diberikan intervensi (perlakuan) distraksi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.2 populasi dan sampel penelitian

4.2.1 Populasi

Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

tersebut(Notoatmodjo, 2010). Populasi penelitian ini adalah semua klien skizofrenia

dengan halusinasi pendengaran yang sedang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Jiwa

daerah Provinsi Sumatera Utara. Jumlah penderita skizofrenia gg. Skizotipal& gg.

Waham yang dirawat inap pada bulan Januari-Oktober 2012 adalah 1.398 orang

(sumber data: Medical Record RSJD Provsu, 2012). Sehingga rata-rata tiap bulannya

adalah sebanyak 140 orang.

4.2.2 Sampel

Sampel penelitian adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi(Notoatmodjo, 2010). Sampeldalam penelitian ini adalah pasien yang

mengalami halusinasi pendengaran yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:

a. klien berumur 20 tahun sampai dengan 55 tahun

b. dapat membaca, menulis dan berkomunikasi

c. bersedia menjadi responden

d. pasien dengan diagnosa medis skizofrenia paranoid dan masalah

keperawatan utama halusinasi pendengaran.

e. Pasien sudah koperatif, dan menyadari bahwa halusinasi adalah sesuatu

yang tidak nyata baginya serta sudah mendapat SP halusinasi.

f. Tidak menderita penyakit fisik dan penurunan kesadaran

Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Jumlah sampel ditentukan dengan estimasi proporsi menggunakan rumus

(Notoatmodjo,2010): = 1− /2
(1 )

Keterangan:
n = besar sampel
Z1-a/2= nilai Z pada derajat kemaknaan (biasanya 95%= 1,96)
P = Proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi

d = derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan: 10% (0,10), 5%


(0,05), atau 1% (0,01).
Sehingga didapat;

n= [1,96x0,70(0,30)]/0,05

n= 8,232 dibulatkan 8

Maka besar sampel untuk penelitian ini adalah 8 responden untuk masing-

masing kelompok.

4.3 Waktu dan lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanaknan pada minggu kedua bulan September 2013- Juli

2014. Dimulai dengan penyusunan proposal penelitian hingga pengolahan data dan

pengumpulan hasil penelitian.

Lokasi penelitian merupakan komponen yang penting dalam mendukung

terlaksananya penelitian dan harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian itu sendiri. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sumatera Utara dengan alasan merupakan rumah sakit rujukan, lebih strategis, mudah

dilakukan dari segi waktu lebih efektif dan efisien.

Hasil survey awal yang dilakukan peneliti didapatkan jumlah rata-rata perbulan

pasien dengan diagnosa skizofrenia, gangguan skizotipal, & gangguan. Waham

sebanyak 140 orang.Berdasarkan data tersebut disimpulkan bahwa jumlah tersebut

telah memenuhi jumlah kebutuhan responden dalam penelitian ini.

4.4 Pertimbangan Etik

Untuk melindungi hak-hak responden yang menjadi subyek penelitian ini, maka

peneliti akan mengikuti prosedur penelitian yang dimulai dengan melakukan ethical

clearenceyang dilakukan oleh komite etik penelitian kesehatan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara. Peneliti mendapatkan surat rekomendasi dari Program

Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya menyampaikan surat

permohonan penelitian pada Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

Setelah mendapat persetujuan, Peneliti mengkoordinasikan pelaksanaan intervensi

dengan ruangan rawat inap.Peneliti menentukancalon responden yang sesuai dengan

kriteriayang telah ditentukan. Peneliti memberi penjelasan kepada responden tentang

rencana, tujuan, prosedur, manfaat serta total durasi partisipasi responden dalam

penelitian.

Peneliti menanyakan kesediaan klien untuk menjadi responden penelitian, dengan

mengisi dan menandatanganilembar persetujuan menjadi responden penelitian.

Apabila klien tidak bersedia menjadi responden maka peneliti tidak dapat memaksa

dan tetap menghargai hak klien. Peneliti akan menjaga kerahasiaan identitas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


responden, maka peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar

pengumpulan data yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya diberi inisial atau

nomor kode tertentu. Kerahasiaan informasi yang deberikan responden dijamin oleh

peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil

penelitian.

4.5Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner terdiri dari dua

bagian yaitu data demografi pasien (inisial, usia, jenis kelamin, status perkawinan,

pendidikan terakhir, pekerjaan terakhir, lama rawat saat ini, terapi medik saat ini, dan

lama sakit) dan dua item pertanyaan tentang frekuensi dan durasi halusinasi

pendengaran yang diadopsi dari kuisioner tanda dan gejala halusinasi dalam Wahyuni

(2010), yang diadopsi dari Psychotic Syndrome Rating Scale (PSYRAT) yang

dibuat oleh Huddock dkk (1991, dalam Kingdon & Turkington, 2008). Dua item

pertanyaan tersebut diisi oleh peneliti dengan menanyakan pertanyaan langsung

kepada responden. Masing- masing item diberi skor 0-4 maka akan diperoleh rentang

nilai antara 0-8.

Sebelum digunakan dalam penelitian instrument harus diuji kevalidan atau

kesahihannya dan juga reliabelitas apakah alat ukurdapat diguakan atau tidak.Uji

validitas telah dilakukan oleh dosen ahli dibidangnya yaitu dosen Fakultas

Keperawatan Departemen Keperawatan Jiwa.

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan alat ukur. Alat ukur yang

baik adalah alat ukur yang memberikan hasil relatif sama bila digunakan beberapa kali

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pada kelompok subjek yang sama (Azwar, 2003 dalam Butarbutar, 2012). Uji

reliabilitas dilakukan pada 20 responden yang memenuhi kriteria sampel penelitian di

RSJD Provsu Medan. Sesuai dengan Notoatmodjo (2010), yang menyatakan bahwa

untuk memperoleh distribusi nilai hasil pengukuran mendekati normal maka sebaiknya

jumlah responden untuk uji coba paling sedikit 20 orang. Dari hasil uji reliabilitas

instrument diperoleh nilai CronbachAlpha 0.802, yang artinya kuisioner reliable

sehingga kuisioner dapat digunakan untuk penelitian ini. Karena, suatu instrument

dikatakan reliabel jika dalam uji reliable diperoleh nilai Cronbach Alpha 0,70 (Polit

& Hungler, 1999 dalam Butarbutar, 2012).

4.6 Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan setelah melalui ethicalclearence di Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.Kemudian melakukan uji expert validity terhadap

modulpenelitian oleh dosen keperawatan jiwa Fakultas Keperawatan. Selanjutnya uji

kompetensi yaitu peneliti melakukan intervensi di hadapan dosen untuk menguji

kemampuan peneliti melakukan semua SP dan intervensi.Dilanjutkan dengan melakukan

uji coba kuisioner dan mengurus surat izin untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit

Jiwa Daerah Provsu Medan. Setelah mendapatkan surat izin, peneliti melakukan

koordinasi dengan kepala ruangan dan perawat yang bertugas di ruang rawat inap RSJD

Provsu Medan. Peneliti memilih pasien yang sesuai dengan kriteria inklusisesuai dengan

jumlah sampel penelitian, dan diperoleh 7 orang dari ruang pusu buhit, 3 orang dari dolok

martimbang, dan 6 orang dari kamboja. Kemudian peneliti memberi penjelasan mengenai

tujuan, waktu, prosedur dan manfaat penelitian dan memberi kesempatan bertanya kepada

responden tentang penelitian. Jika

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bersediaberpartisipasi, responden menandatangani lembar persetujuan

(informedconsent) menjadi responden penelitian.

Langkah selanjutnya, peneliti mengelompokkan responden untuk kelompok

intervensi dan kelompok kontrol masing-masing sebanyak 8 orang. Peneliti melakukan

pre testpada kedua kelompok untuk mengetahui frekuensi dan durasi halusinasi

responden.

Pemberian asuhan keperawatan generalis halusinasi dilakukan oleh peneliti

dengan dibantu oleh perawat ruangan. Dilakukan pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol pada minggu pertama setelah pre-test selesai. Namun, kelompok

kontrol hanya mendapat asuhan keperawatan generalis sedangkan kelompok intervensi

diberi intervensi tambahan yaitu distraksi membaca dengan suara keras dan meringkas

yang dilaksanakan berdasarkan modul yang telah disusun sebelumnya oleh peneliti

dan telah disetujui oleh dosen keperawatan jiwa Fakultas Keperawatan.

Peneliti melakukan intervensi pada kelompok intervensi yaitu distraksi membaca

dengan suara keraskemudian meringkasdilakukan oleh peneliti dalam satu minggu.

Pelaksanaan intervensi distraksi dilakukan sebanyak 3 kali pertemuan dengan interval

dua hari dan masing-masing pertemuan dilaksanakan kurang lebih 20-30 menit. Waktu

pelaksanaan intervensi disesuaikan dengan jadwal perkuliahan peneliti.

Setelah pelaksanaan distraksi pada kelompok intervensi berakhir, peneliti

melakukan post test untuk mengevaluasi apakah ada perubahan frekuensi dan durasi

halusinasi. Pelaksanaan post test dilakukan bersamaan pada kelompok kontrol dan

kelompok intervensi yaitu pada minggu kedua setelah pertemuan ketiga selesai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.7 Analisa Data

Setelah data terkumpul, dilakukan pengolahan data yang dimulai dengan editing

yaitu upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh kemudian

peneliti memberikan kode numeric (coding) terhadap data yang terdiri dari beberapa

kategori. Selanjutnya entri data yaitu kegiatan memasukkan data yang telah

dikumpulkan ke dalam tabel, kemudian membuat distribusifrekuensisederhana. Setelah

itu dilakukan analisa data dengan melakukan analisa univariat dan bivariat.

Analisis univariat dilakukan pada data demografi responden untuk meganalisis

karakteristik respoden dengan menggunakan distribusi frekuensi dan proporsi pada

data kategorik, dan menggunakan dan standar deviasi, nilai minimal, dan nilai

mean maksimal pada data numerik. uivariat juga dilakukan untuk menganalisis

Analisis frekuensi dan durasi.

Analisis bivariat dilakukan untuk mengaalisis hubungan yang signifikan antar dua

variabel, mengetahui perbedaan yang signifikan antara dua variabel atau lebih dan juga

untuk mmbuktikan hipotesis (Hartono, 2007 dalam Wahyuni,2010). Dalam penelitian

ini analisis bivariat yang dilakukan untuk membuktikan hipotesis penelitian yaitu

mengetahui pengaruh distraksi terhadap halusinasi pendengaran pada klien skizofrenia

di RSJD Provsu Medan. Analisis bivariate yang digunakan adalah dependen t-tes dan

independent t-test. Dependen t-test digunakan untuk membandingkan hasil pre dan

post test pada masing-masing kelompok dan independen t-test untuk membandingkan

antara kedua kelompok yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti akan menguraikan hasil dan pembahasan penelitian

mengenai pengaruh distraksi terhadap frekuensi dan durasi halusinasi

pendengaran klien skizofrenia di RSJD Provsu Medan yang telah dilaksanakan

pada tanggal 26 Mei – 9 Juni 2014.

1. Hasil Penelitian

1.1 Karakteristik Responden

Data demografi dan karakteristik responden meliputi usia, jenis kelamin,

status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, lama rawat, terapi medis, lama sakit.

1.1.1 Karakteristik Usia Responden

Tabel 5.1 Analisis Usia Responden Pada Kelompok Intervensi Dan


Kelompok Kontrol Di RSJD Provsu Medan Tahun 2014 (n=16)

Variabel Jenis kelompok N Mean SD Min-Maks

Usia Responden Intervensi 8 31.50 4.504 25-38


Kontrol 8 30.12 2.997 25-34
Total 16 30.81 3.763 25-38

Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui rata-rata usia responden secara

keseluruhan berumur 30.81 tahun dengan usia termuda 25 tahun dan usia tertua 38

tahun. Berdasarkan Tabel 5.1 juga diketahui rata-rata usia responden pada masing-

masing kelompok yaitu pada kelompok intervensi rata-rata berumur 31.50 tahun

dan pada kelompok kontrol rata-rata berumur 30.12 tahun.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Status

Perkawinan, Pendidikan, Pekerjaan, Terapi, Lama Rawat, dan Lama

Sakit Pada Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol

Tabel 5.2 Analisis Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin,


Status Perkawinan, Pendidikan, Pekerjaan, Terapi, Lama Rawat, dan
Lama Sakit Pada Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Di
RSJD Provsu Medan Tahun 2014 (n=16)

Karakteristik K. Intervensi (n=8) K. Kontrol (n=8) Jumlah (n=16)


N % N % N %
1). Jenis Kelamin
a. Laki-laki 3 37.5 7 87.5 10 62.5
b. Perempuan 5 62.5 1 12.5 6 37.5
2). Perkawinan
a. Kawin 3 37.5 2 25 5 31.2
b.Tidak Kawin 5 62.5 6 75 11 68.8
3). Pendidikan
a. Rendah 0 0 4 50 4 25
b. Tinggi 8 100 4 50 12 75
4). Pekerjaan
a. Bekerja 7 87.5 8 100 15 93.8
b. Tidak bekerja 1 12.5 0 0 1 6.2
5). Terapi Medis
a. Tipikal 8 100 8 100 16 100
b. Atipikal 0 0 0 0 0 0
6). Lama Rawat
a. ≤ 5 bulan 4 50 5 62.5 9 56.2
b. > 5 bulan 4 50 3 37.5 7 43.8
7). Lama Sakit
a. ≤ 1 tahun 7 87.5 5 62.5 12 75
b. > 1 tahun 1 12.5 3 37.5 4 25

Berdasarkan Tabel 5.2 karakteristik responden 10 orang (62.5%) berjenis

kelamin laki-laki, berdasarkan status perkawinan, belum kawin sebanyak 11 orang

(68.8%). Berdasarkan pendidikan, responden dengan pendidikan tinggi sebanyak

12 orang (75%). Berdasarkan pekerjaan hanya 1 orang (6,2%) yang tidak bekerja

sedangkan 15 orang (93.8%) lainnya bekerja.

Berdasarkan Tabel 5.2 diketahui lama rawat, 9 orang (56.2%) dirawat

kurang dari atau sama dengan lima bulan. Berdasarkan lama sakit, sebesar 75%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(12 orang) lama sakit kurang dari atau sama dengan setahun. Berdasarkan terapi

medik diperoleh bahwa semua pasien mendapatkan terapi obat-obatan antipsikotik

tipikal seperti chloropromazine, trihexyphenidile, dan halloperidol.

1.2. Frekuensi dan Durasi Halusinasi Pendengaran Klien

Pada bagian ini akan diuraikan distribusi rata-rata frekuensi dan durasi

halusinasi pendengaran klien sebelum distraksi, kesetaraan antar kelompok dan

perbedaan frekuensi dan durasi halusinasi sebelum dan sesudah distraksi antara

kedua kelompok, selisih perbedaan frekuensi dan durasi halusinasi sebelum dan

sesudah pada kedua kelompok, dan perbedaan rata-rata frekuensi dan durasi

halusinasi sesudah distraksi antara kedua kelompok.

1.2.1 Frekuensi Dan Durasi Halusinasi Pendengaran Sebelum dilakukan

Distraksi Antara Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol

Distribusi rata-rata nilai frekuensi dan durasi halusinasi klien sebelum

intervensi dianalisis menggunakan mean, standar deviasi, nilai minimal-maksimal.

Tabel 5.3 Analisis Nilai Rata-rata Frekuensi dan Durasi halusinasi


Pendengaran Sebelum Distraksi Pada Kelompok Intervensi dan
Kelompok Kontrol Di RSJD Provsu Medan Tahun 2014

Variable Kelompok N Mean SD SE Min-


maks
Frekuensi 1. Intervensi 8 3.75 1.282 0.453 2-5
dan durasi 2. Kontrol 8 3.75 1.581 0.559 1-5
halusinasi

Berdasarkan Tabel 5.3 diketahui rata-rata frekuensi dan durasi halusinasi

pendengaran sebelum dilakukan distraksi pada kelompok intervensi mean 3.75,

dan nilai minimal 2 sedangkan nilai maksimal 5. Pada kelompok kontrol diperoleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mean 3.75, dan nilai minimal 1, nilai maksimal 5. Hal ini menunjukkan kelompok

intervensi memiliki rata-rata frekuensi dan durasi yang sama dengan kelompok

kontrol sebelum dilakukan distraksi.

1.2.2Perbedaan Frekuensi dan Durasi Halusinasi Sesudah Distraksi Pada

Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Di RSJD Provsu Medan

Perbedaan frekuensi dan durasi Halusinasi sesudah distraksi antara

kelompok intervensi dan kelompok kontrol dianalisis menggunakan uji

independent sample t test, hasil yang diperoleh dicantumkan pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4 Analisis Perbedaan Frekuensi Dan Durasi Halusinasi Sesudah


Dilakukan Distraksi Antara Kelompok Intervensi Dan Kelompok
Kontrol Di RSJD Provsu Medan Tahun 2014 (n=16)

Variabel Kelompok N Mean SD SE Min- p-


maks value
Frekuensi 1. Intervensi 8 2.38 1.598 0.565 0-4 0.314
& durasi 2. Kontrol 8 3.25 1.753 0.620 0-5
halusinasi
Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui frekuensi dan durasi halusinasi sesudah

dilakukan distraksi pada kelompok intervensi rata-rata 2.38, sedangkan pada

kelompok kontrol rata-rata 3.25. Dan hasil uji statistik diperoleh nilai signifikan

0.314> α 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan

rata-rata frekuensi dan durasi halusinasi sesudah dilakukan distraksi antara

kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

1.2.3 PerbedaanFrekuensi Dan Durasi Halusinasi Pendengaran Sebelum Dan

Sesudah Dilakukan Distraksi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Distribusi rata-rata nilai frekuensi dan durasi halusinasi klien sebelum dan

sesudah intervensi dianalisis menggunakan mean, standar deviasi, nilai minimal-

maksimal. Sedangkan kesetaraan antara kedua kelompok dengan menggunakan

uji dependent sample t-test, dan hasilnya dicantumkan pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Analisis Frekuensi Dan Durasi Halusinasi Pendengaran Sebelum


Dan Sesudah Diberikan Distraksi Pada Kelompok Intervensi Dan
Kelompok Kontrol Di RSJD Provsu Medan Tahun 2014 (n=16)

Kelompok Variabel N Me SD SE t P
an value
1. Intervensi Frekuensi dan durasi
a. sebelum 8 3.75 1.282 0.453 4.245 0.004
b. sesudah 8 2.38 1.598 0.565
2. Kontrol Frekuensi dan durasi
a. Sebelum 8 3.75 1.581 0.559 2.646 0.033
b. Sesudah 8 3.25 1.753 0.620

Berdasarkan Tabel 5.5 diketahui ada perbedaan frekuensi dan durasi

halusinasi pendengaran sebelum dan sesudah distraksi pada kelompok intervensi

dengan nilai signifikan 0.004 < α 0.05, artinya ada pengaruh distraksi terhadap

frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran. Berdasarkan Tabel 5.5, juga

diketahui ada perbedaan frekuensi dan durasi halusinasi sebelum dan sesudah

distraksi pada kelompok kontrol dengan nilai signifikan 0.033 < α 0.05. Namun

rata-rata penurunan frekuensi dan durasi pada kelompok intervensi lebih besar

yaitu terlihat dari rata-rata sebelum 3.75 dan sesudah distraksi menjadi 2.38,

sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata sebelum 3.75 dan sesudah distraksi

menjadi 3.25.

1.2.4 Selisih Perbedaan Frekuensi Dan Durasi Halusinasi Sebelum Dan

Sesudah Distraksi Antara Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Selisih perbedaan frekuensi dan durasi halusinasi sebelum dan sesudah

dilakukan distraksi antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol dianalisis

menggunakan uji independent sample t-test dengan hasil seperti pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6 Analisis Selisih Perbedaan Frekuensi Dan Durasi Halusinasi


Sebelum Dan Sesudah Distraksi antara Kelompok Intervensi Dan
Kelompok Kontrol Di RSJD Provsu Medan Tahun 2014

Variable Kelompok N Mean SD SE t p


value
Frekuensi 1. Intervensi 8 1.38 0.916 0.324 2.333 0.035
& durasi 2. Kontrol 8 0.50 0.535 0.189
halusinasi

Berdasarkan Tabel 5.6 didapatkan rata-rata selisih penurunan frekuensi

dan durasi halusinasi sebelum dan sesudah distraksi pada kelompok intervensi

adalah 1.38, dan pada kelompok kontrol sebesar 0.50. Dan dari hasil uji statistik

diperoleh nilai signifikan 0.035 < α 0.05, sehingga disimpulkan ada perbedaan

yang signifikan antara rata-rata selisih penurunan frekuensi dan durasi halusinasi

pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

2. Pembahasan

Pada bagian ini peneliti akan membahas hasil penelitian terkait masalah

penelitian yaitu bagaimana frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran sebelum

distraksi, bagaimana frekuensi dan durasi halusinasi sesudah dilakukan distraksi,

dan bagaimana pengaruh distraksi terhadap frekuensi dan durasi halusinasi

pendengaran klien.

2.1 Frekuensi Dan Durasi Halusinasi Pendengaran Klien Sebelum Dilakukan

Distraksi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Hasil penelitian menunjukkan frekuensi dan durasi halusinasi sebelum

distraksi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol mean 3.75, hal ini

berarti bahwa halusinasi pasien masih aktif dirasakan pasien. Hal ini kemungkinan

karena responden berusia 25-38 tahun atau usia dewasa muda. Menurut Dadang

Hawari gangguan jiwa skizofrenia biasanya mulai muncul dalam masa remaja

atau dewasa muda (sebelum usia 45 tahun).

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui lama rawat pasien mayoritas

lebih dari dua bulan, dengan demikian diasumsikan pasien telah memiliki

kemampuan yang baik dalam mengontrol halusinasinya dengan terapi generalis

halusinasi. Senada dengan hal ini, hasil penelitian Noviandi (2008 dalam

Wahyuni,dkk 2011) yang mengatakan bahwa semakin lama klien dirawat maka

semakin banyak klien tersebut mendapatkan terapi pengobatan dan perawatan,

sehingga klien akan mampu mengontrol halusinasinya. Namun tidak sesuai

dengan hasil penelitian Carolina (2008) yang menyatakan bahwa tidak ada

perbedaan kemampuan kognitif dan psikomotor dalam mengontrol halusinasi

antara pasien dengan lama rawat < 2 minggu dengan lama rawat > 2 minggu.

2.2 Frekuensi Dan Durasi Halusinasi Pendengaran Klien Sesudah Dilakukan

Distraksi

Hasil penelitian frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran sesudah

dilakukan distraksi pada kelompok intervensi menunjukkan adanya penurunan

yaitu dari rata-rata 3.75 menjadi rata-rata 2.38. Pada kelompok kontrol, frekuensi

dan durasi halusinasi juga mengalami penurunan yaitu dari rata-rata 3.75 menjadi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


rata-rata 3.25. Hal ini menunjukan penurunan rata-rata frekuensi dan durasi terjadi

pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol. Sesuai dengan Carrolina

(2008) yang menyatakan bahwa secara kognitif kemampuan klien halusinasi

untuk mengenal dan mengontrol halusinasi dapat ditingkatkan dengan adanya

intervensi keperawatan. Dengan pemberian terapi generalis untuk mengontrol

halusinasi, efektif untuk menurunkan halusinasi pasien.

Penurunan frekuensi dan durasi halusinasi lebih besar pada kelompok

intervensi dibanding kelompok kontrol. Sebelum dilakukan distraksi rata-rata

frekuensi dan durasi halusinasi pada kelompok intervensi dan keolmpok kontrol

sama. Namun sesudah dilakukan distraksi rata-rata frekuensi dan durasi halusinasi

pada kelompok intervensi jauh lebih rendah dibanding dengan kelompok kontrol.

Hal ini kemungkinan disebabkan terjadinya pengalihan perhatian pasien dari suara

halusinasinya kepada suaranya sendiri ketika pasien melakukan distraksi

membaca dengan suara keras. Sesuai dengan Smith (2003 dalam Wahyuni 2010),

keyakinan tentang kekuatan dan kekuasaan halusinasi akan melemah ketika pasien

dilatih strategi koping untuk mengontrol halusinasi secara konsisten.

Klien mengatakan dengan membaca dengan suara keras frekuensi dan

durasi halusinasi yang dialami berkurang. Dimana pada saat membaca dengan

suara keras maka fokus perhatian pasien akan teralih dari suara-suara halusinasi.

Sesuai dengan Tarrier (1987), Margo (1981) dalam Walker, King, Chan (2010)

mengatakan bahwa membaca dengan suara keras dari sebuah buku dapat

mengurangi durasi, kebisingan, dan kejelasan dari suara halusinasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Distraksi juga secara alternatif dapat melibatkan aktivitas seperti menulis,

menbaca, memainkan musik dan semua pengalihan perhatian (distraksi)

berhubungan dengan perhatian (Carr, 1988 dalam Walker, King, Chan 2010).

Aktivitas yang dilakukan pasien akan bermanfaat untuk mengurangi resiko

halusinasi muncul lagi. Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan

mengalami banyak waktu luang sendiri yang seringkali mencetuskan halusinasi

(Purba, Wahyuni, Daulay, Nasution 2012)

Hasil penelitian juga menunjukkan tidak ada perbedaan frekuensi dan

durasi halusinasi yang bermakna antara kelompok intervensi dan kelompok

kontrol sesudah dilakukan distraksi (nilai signifikan 0.314> α 0.05). Hal ini

diasumsikan waktu pemberian distraksi dan penilaian kembali hanya dalam waktu

satu minggu sehingga belum terlihat jelas perbedaannya. Sehingga diperlukan

waktu yang lebih lama untuk menjadikan distraksi menjadi suatu kebiasaan klien

dalam mengontrol halusinasinya. Selain itu responden pada kelompok kontrol

juga mendapat penatalaksanaan generalis halusinasi.

Hal ini sesuai dengan penelitian Wahyuni (2010), bahwa waktu yang

singkat dimana halusinasi pasien diobservasi setelah 2 minggu atau selesai

intervensi, sehingga belum terjadi proses optimal dalam menurunkan skor

halusinassi. Dan proses latihan membutuhkan waktu agar perilaku baru yang

diajarkan dapat menjadi budaya bagi pasien yang akhirnya berpengaruh terhadap

penurunan halusinasinya. Namun demikian hasil penelitian tersebut menunjukkan

bahwa penurunan halusinasi pada kelompok yang mendapat cognitive behavior

therapy lebih besar daripada penurunan halusinasi pada kelompok yang tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mendapat cognitive behavior therapy. Begitu juga hasil penelitian ini, diperoleh

selisih penurunan frekuensi dan durasi lebih besar secara bermakna pada

kelompok intervensi dibanding kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa

distraksi sangat bermanfaat untuk menurunkan halusinasi pasien.

2.3 Pengaruh Distraksi Terhadap Frekuensi dan Durasi Halusinasi

Pendengaran

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna

antara frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran sebelum dan sesudah

dilakukan distraksi pada kelompok intervensi dan juga pada kelompok kontrol.

Hasil penelitian sesuai dengan penelitian Carolina (2008) yang menyatakan bahwa

secara kognitif kemampuan klien halusinasi untuk mengenal dan mengontrol

halusinasi dapat ditingkatkan dengan adanya intervensi keperawatan.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil uji t dependen dengan nilai

signifikan 0.004 pada kelompok intervensi, sedangkan pada kelompok kontrol

nilai signifikan 0.033. nilai signifikan masing-masing kelompok berada dibawah

atau lebih kecil dari batas signifikan (α= 0.05). Semakin kecil nilai yang diperoleh

hasilnya semakin signifikan atau semakin baik.

Hal ini menunjukkan bahwa terapi generalis efektif untuk menurunkan

halusinasi pasien, namun penurunannya akan lebih besar jika setelah diberikan

terapi generalis cara mengontrol halusinasi, diberikan atau dilakukan juga terapi

lain seperti Terapi Aktivitas Kelompok, Cognitive Behaviour Therapy, ataupun

distraksi salah satunya membaca dengan suara keras dan meringkas, dan terapi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


lainnya. Pada penelitian ini diperoleh selisih penurunan pada kelompok yang

diberikan terapi generalis dan distraksi rata-rata sebesar 1.38, sedangkan pada

kelompok yang hanya diberikan terapi generalis penurunannya hanya 0.50.

Hasil penelitian sesuai dengan penelitian Wahyuni (2010) dengan judul

pengaruh cognitive behaviour herapy terhadap halusinasi pasien di Rumah Sakit

Jiwa Pempovsu Medan, didapatkan ada perbedaan halusinasi yang bermakna

sebelum dan sesudah cognitive behavior therapy. Senada dengan hal ini Slade’s

dalam Ditman dan Kuperberg (2005), menemukan hasil yang menunjukkan bahwa

membaca dengan suara keras menyebabkan penurunan terbesar dalam halusinasi.

Hasil penelitian yang dilakukan Nyoman, NLK, dan Wayan (2013)

menunjukkan ada perbedaan yang sangat signifikan tingkat halusinasi sebelum

dan setelah dilakukan TAK Stimulasi Persepsi sesi menghardik dengan nilai p=

0.005, dan juga sebelum dan setelah dilakukan TAK Stimulasi Persepsi sesi

melakukan aktivitas dengan nilai p= 0.004.

Penelitian Sihotang (2010), dengan judul pengaruh TAK stimulasi persepsi

terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi di rumah sakit jiwa daerah

provsu medan, diperoleh bahwa setelah dilakukan TAK kemampuan pasien

mengontrol halusinasi meningkat secara signifikan (p< 0.05).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

6.1.1 Karakteristik pasien berdasarkan usia rata-rata berusia 30.81 tahun,

mayoritas berjenis kelamin laki-laki, dan status perkawinan tidak kawin

serta tinggat pendidikan tinggi, sebagian besar bekerja, dan lebih dari

setengah responden dengan lama rawat kurang dari lima bulan serta lama

sakit kurang dari satu tahun.

6.1.2 Frekuensi dan durasi halusinasi pasien sebelum dilakukan distraksi pada

kelompok intervensi dan kelompok kontrol diperoleh rata-rata yang

sama yaitu 3.75.

6.1.3 Frekuensi dan durasi halusinasi pasien setelah dilakukan distraksi

terdapat penurunan yang bermakna pada kedua kelompok. Namun terjadi

penurunan yang lebih besar pada kelompok intervensi dari mean

3.75 menjadi 2.38 sedangkan pada kelompok kontrol dari mean 3.73

menjadi 3.25.

6.1.4 Ada pengaruh distraksi terhadap frekuensi dan durasi halusinasi

pendengaran dengan perbedaan selisih penurunan frekuensi dan durasi

halusinasi yang bermakna antara kelompok intervensi dan kelompok

kontrol.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, ada beberapa saran yang dapat peneliti

sampaikan, sebagai berikut:

6.2.1 Aplikasi Keperawatan

6.2.1.1 Rumah Sakit hendaknya membuat program penerapan distraksi sebagai

terapi tambahan bagi pasien halusinasi guna peningkatan pelaksanaan

asuhan keperawatan.

6.2.1.2 Perawat jiwa sebaiknya menerapkan distraksi sebagai salah satu cara

tambahan untuk mengontrol halusinasi setelah terapi generalis sehingga

penanganan halusinasi lebih baik.

6.2.2 Institusi pendidikan Keperawatan

6.2.2.1 Pihak pendidikan keperawatan hendaknya menjadikan pelaksanaan

distraksi menjadi salah satu kompetensi yang harus dikuasai dalam

memberikan asuhan keperawatan jiwa.

6.2.2.2 Hasil penelitian ini hendaknya menjadi referensi yang melengkapi materi

dan menjadi data awal pengembangan distraksi dalam keperawatan jiwa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6.2.3 Penelitian selanjutnya

6.2.3.1 Perlu diakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan

karakteristik responden dan mengkombinasikan beberapa distraksi serta

pengamatan beberapa kali.

6.3 Keterbatasan Penelitian

6.3.1 Pada penelitian ini tidak dilakukan penjaringan pasien pada semua

ruang rawat inap sehingga tidak diketatui jumlah populasi sesuai

kriteia penelitian.

6.3.2 Waktu pelaksanaan intervensi terlalu singkat sehingga intervensi

yang diberikan belum menjadi kebiasaan pasien.

6.3.3 Adanya kermungkinan terjadi bias karena ada responden kontrol

yang satu ruangan dengan responden kelompok intervensi,

karakteristik responden serta hal lain yang mempengaruhi

halusinasi yang tidak terkontrol oleh peneliti.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Butarbutar (2012). Hubungan Pengetahuan Keluarga dengan Tingkat Kepatuhan


Minum Obat Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan.
Dilihat di http://repository.usu.ac.id
Carolina (2008). Pengaruh Penerapan Asuhan Keperawatan Halusinasi Terhadap
Kemampuan Klien Mengontrol Halusinasi di RS Jiwa Soeharto Heerdjan
Jakarta. Dilihat di http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/126477-
TESIS0535%20Car%20N08p-Pengaruh%20penerapan-Analisis.pdf
Daitman, Kuperberg. (2005). A Source-Monitoring Account of Auditory Verbal
Hallucinations in Patients with Schizophrenia. Di download dari
www.nmr.mgh.harvard.edu pada tanggal 16 juli 2014
Dalami,dkk (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. Jakarta:
Trans Info Media
Dickstein, Riba, Oldham. (1997). American Psychiatric Press Review of
Psychiatric, Volume 16. Washington, DC: American Psychiatric Press
Durand, V.M., Barlow D.H. (2007). Essential of Abnormal Psychology.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Erlinafsiah (2010). Modal Perawat dalam Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Trans Info media
Hidayat,A.A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis
Data. Jakarta Selatan: Salemba Medika
Hawari, Dadang (2001). Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa: Skizofrenia.
Jakarta: FKUI
Kaplan & Sadock’s (2007). Synopsis Of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins, a Wolter Kulwer
Business
Keliat, Akemat (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC
Kozier, Erb (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC
Mandal, M.K., Nizamie,S.H. (2004). Current Developments in Schizophrenia.
New Delhi: Allied Publishers Privtae Limited
Medical Record RSJD Provsu. 2012 Tidak dipublikasikan
Nasir, Abdul. (2011). Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa: Pengantar dan Teori.
Jakarta: Salemba Medika
Notoatmodjo (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rieka Cipta
Nyoman, NLK, Wayan. (2013). Efektivitas TAK Stimulasi Persepsi Sesi
Menghardik Dengan Sesi Melakukan Aktivitas Terhadap Tingkat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Halusinasi Pada Pasien Skizofreniadi RSJ Provinsi Bali tahun 2013.
Dilihat di http://www.scribd.com/doc/165994792/Artikel
Purba, Nauli, Utami (2014). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi
Persepsi Terhadap Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi Di
Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau
Purba, Wahyuni, Daulay, Nasution. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press
RUU KesWa (2012).
http://simposiumkesehatanjiwa2013.files.wordpress.com/2013/05/draft-
ruu-keswa-dari-puu-setjen-dpr.pdf
Stuart, G. W. & Laraia, M. T. (2001). Principle and practice of psychiatric
nursing. 7th edition. Philadelphia, USA: Mosby, In
Tomb,D.A. (2004). Buku Saku Psikiatri. Jakarta: EGC
Upoyo A.S, Suryanto. (2008). EfforttoControl Hallucination by Group Activity
Therapy of Perception Stimulation in Sakura Ward Banyumas Hospital.
Jurnal Keperawatan Soedirman, vol 3 No. 3 November 2008
Videbeck, S., L. (2008). Buku Ajar Keperawata Jiwa. Jakarta: EGC
Wahyuni (2010). Pengaruh Cognitive Behaviour therapy terhadap Halusinasi
Pasien di Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu Medan. Tidak dipublikasikan
Walker, King, Chan. (2010). Distraction Techniques for Schizophrenia (Review).
Jhon Wiley& Sons, Ltd dilihat di
www.ivsafe,files.wordpress.com/2009/02/distraction-techniques-for-
schozophrenia.pdf
Yosep, Iyus (2009). Keperawatan Jiwa.Bandung: Refika Aditama
Young, C., Koopsen, C. (2007). Spiritualitas, Kesehatan, dan Penyembuhan.
Medan: Bina Medika Perintis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lembar persetujuan menjadi respoden penelitian

Pengaruh Distraksi terhadap Frekuensi dan Durasi Halusinasi Pendengaran


Klien Skizofrenia di RSJD Provsu Medan

Saya yang bernama Febe Dian Marpaung adalah mahasiswa Program


Studi Ilmu Keperawatan Uiversitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang
melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh distraksi terhadap frekuensi dan
durasi halusinasi pendengaran klien skizofrenia di RSJ Provsu Medan. Penelitian
ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Fakultas
Keperawatan Uiversitas Sumatera Utara.

Saya mengharapkan kesediaan saudara untuk menjadi responden dan


memberikan informasi secara sukarela dan sesuai dengan kondisi saudara tanpa
dipengaruhi orang lain. Peneliti menjamin penelitian ini tidak menimbulkan
dampak negatif pada siapapun. Peneliti hanya akan menggunakan informasi
tersebut untuk keperluan penelitian dan hasil penelitian untuk peningkatan
pelayanan asuhan keperawatan. Peneliti berjanji akan menjaga kerahasiaan data
yang diberikan mulai dari pengumpulan data, hingga penyajian hasil penelitian
ini. Peneliti juga menghargai kebebasan responden untuk tidak berpartisipasi
dalam penelitian ini.

Apabila saudara secara sukarela bersedia menjadi responden dalam


penelitian ini, dipersilahkan menandatangani sebagai bukti kesediaan untuk
berpartisipasi dari awal hingga akhir. Terima kasih.

Medan, ……………………...2014

Responden,

(……………………………..)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kuisioner Penelitian

Pengaruh Distraksi Terhadap Frekuensi dan Durasi Halusinasi Pendengaran

Klien Skizofrenia di RSJD Provsu Medan


1. Isilah pertanyaan dengan memberi tanda (√) pada kotak yang tersedia
2. Isilah pertanyaan sesuai dengan keadaan anda Petun ju k :

1. Inisial : ………………………………………….
2. Usia :…………………… tahun

3. Jenis kelamin : Laki- laki

Perempuan

4. Status Perkawinan : Kawin

Belum Kawin

Janda

Duda

5. Pendidikan terakhi : SD

SMP

SMA

PT

6. Pekerjaan terakhir : Pegawai Negeri

Wiraswasta

Pegawai swasta

Lainnya: sebutkan…………

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7. Lama rawat saat ini: …………………………………………………………….

8. Terapi Medik saat ini:…………………………………………………………....

9. Lama sakit:…………………………………………………………………….

No 10 dan 11 diisi oleh peneliti berdasarkan hasil wawancara


terhadap responden
10. Seberapa sering saudara mengalami halunasi?

Suara-suara tidak ada atau hanya sekali dalam seminggu

Suara-suara terjadi kurang dari seminggu

Suara-suara terjadi kurang dari sehari

Suara-suara terjadi kurang dari satu jam Suara-suara terjadi secara terus-

menerus atau hanya diberhenti dalam beberapa menit atau detik

11. Berapa lama halusinasi itu terjadi?

Suara-suara tidak ada

Suara- suara ada selama beberapa detik

Suara-suara ada selama beberapa menit

Suara-suara ada selama satu jam

Suara-suara ada selam berjam-jam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Modul

Pengaruh Distraksi Terhadap Frekuensi dan Durasi Halusinasi Pendengaran

Klien Skizofrenia

Membaca dengan Suara Keras dan Merangkum

1. Latar Belakang

Membaca dengan suara keras dan merangkum merupakan salah satu tehnik pengalihan

perhatian pasien dari halusinasi ke suara keras saat membaca dan juga pada bacaan yang

sedang dibacanya.

2. Tujuan

Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara mengalihkan focus perhatian dari

halusinasi kepada bacaan yang sedang dibaca dan suara keras yang dikeluarkan saat

membaca.

3. Setting

a. Pertemuan dilakukan di salah satu ruangan yang ada di rumah sakit

b. Suasana ruangan tenang dan nyaman

c. Pasien duduk membenruk setengah lingkaran dan perawat berada di depan

4. Alat

a. Bangku/ meja

b. Bahan bacaan

5. Metode

a. Demonstrasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6. Langkah- langkah kegiatan

A. Persiapan

1. Kontrak waktu, tempat dan topik dengan pasien sebelum pertemuan. Pasien

ddiberitahu bahwa distraksi akan dilakukan secara individual dam Distraksi yang

akan didemonstrasikanadalah membaca dengan suara keras dan merangkum.

2. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

B. Pelaksanaan

1. Orientasi

a. Salam terapeautik

1) Salam dari perawat

2) Perkenalan nama lengkap dan paggilan perawat

3) Menanyakan nama lengkap dan panggilan pasien

b. Evaluasi/ validasi

1) Menanyakan bagaimana perasaan pasien saat ini

2) Mengevaluasi cara yang telah diketahui dan dilakukan pasien dalam

mengontrol halusiasinya

c. Kontrak

1) Menjelaskan Tujuan

a. membantu pasien untuk mengontrol halusinasi yang dialami

b. mendemonstrasikandistraksi membaca dengan suara keras dan

merangkum

2) Menjelaskan aturan yaitu:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


I. Kegiatan yang akan dilakukan adalah distraksi membaca dengan suara

keras dan merangkum, dilakukan 3 kali pertemuan dengan waktu

sekali dua hari sehingga akan selesai dalam satu minggu

II. Lama kegiatan 20-30 menit

III. Pasien mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir dan berperan aktif

dalam kegiatan

2. Fase kerja

a. Berdiskusikan dengan pasien tentang cara yang biasa pasien lakukan untuk

mengontrol halusinasinya

b. Menjelaskan bahwa selain keempat cara tersebut, ada cara tambahan untuk

mengontrol halusinasi yaitu distraksi salah satu contohnya adalah membaca

dengan suara keras dan merangkum

c. Mendemonstrasikan membaca dengan suara keras, kemudian meminta pasien

untuk membaca dengan suara keras.

d. Setelah pasien selesai membaca, minta pasien untuk menceritakan kembali isi

bacaan tersebut.

e. Memberikan pujian setelah pasien melakukan dengan baik

3. Terminasi

a. Evaluasi

1. Menanyakan perasaan pasien setelah demonstrasi distraksi membaca dengan

suara keras dan merangkum

2. Mengevaluasi kemampuan pasien dalam melakukan distraksi yang telah

didemonstrasikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


b. Tindak lanjut

1. Menganjurkan pasien untuk latihan secara mandiri minimal 2 kali dalam

sehari dan memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian

2. Menganjurkan pasien untuk melakukan tehnik distraksi membaca dengan

suara keras ketika halusinasi muncul

c. Kontrak yang akan datang

1. Menyepakati kontrak waktu, topik, dan tempat untuk pertemuan selanjutnya

2. Salam terminasi dari perawat.

Referensi:

1. Mandal, M.K., Nizamie, S.H. (2004), Current Depelovement in Schizophrenia.

New Delhi: Allied Publisher Private Limited

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PROSES PELAKSANAAN INTERVENSI DISTRAKSI PADA

KELOMPOK INTERVENSI

MINGGU I

Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu

Pre test SP 1,2 SP 3,4

MINGGU II

Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu

Pertemuan Pertemuan Pertemuan


I II III & post
test

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PROSES PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN
GENERALIS HALUSINASI PADA KELOMPOK KONTROL

MINGGU I

Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu


Pre test SP 1,2 SP 3,4
MINGGU II

Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu


Post test

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


JADWAL KEGIATAN HARIAN (MEMBACA DENGAN SUARA KERAS)

Nama:

Ruangan:

HARI/TANGGAL PUKUL KEGIATAN KETERANGAN


(D/TD)

KETERANGAN:

D= DILAKUKAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


TD= TIDAK DILAKUKAN

Bahan bacaan

Sukses Meski Menyandang Skizofrenia


Elyn R. Saks* Minggu, 27 Januari 2013,
11:00WIB

Elyn R. Saks, penyandang Skizofrenia yang juga Profesor Hukum


schizophrenedanslacite.com
TIGA puluh tahun lalu, dokter mendiagnosis saya menderita skizofrenia. Dan
katanya itu berarti kuburan: tidak akan pernah bisa hidup mandiri, tak akan bisa
bekerja, tidak akan menemukan pasangan hidup, tidak bisa menikah. Rumah saya
akan berupa fasilitas perawatan, hari-hari saya habis di depan TV bersama sesama
penderita penyakit mental; saya hanya bisa bekerja untuk pekerjaan-pekerjaan
kasar pada saat pikiran saya tenang.

Setelah rawat inap psikiatri terakhir pada usia 28, seorang dokter mendorong saya
untuk bekerja sebagai kasir. Dan ini mendatangkan perubahan. Katanya, jika saya
bisa melakukannya, mereka akan meninjau ulang kapasitas saya untuk memegang
posisi yang lebih menuntut kemampuan berpikir dan menganalisis, bahkan
mungkin saya mendapat pekerjaan full-time.

Lalu saya membuat keputusan: saya ingin menuliskan cerita hidup saya. Dan hari
ini, saya seorang profesor di Sekolah Hukum University of Southern California
Gould. Saya juga aktif di departemen psikiatri Sekolah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kedokteran University of California, San Diego, menjadi anggota fakultas di New
Center for Psychoanalysis dan mendapat beasiswa dari Yayasan McArthur.
Meskipun saya berjuang menentang diagnosis itu selama bertahun-tahun, akhirnya
saya bisa menerima bahwa saya memang menyandang skizofrenia dan akan
menjalani perawatan selama hidup. Memang, terapi psikoanalitik dan obat-obatan
berperan penting untuk keberhasilan ini. Yang ingin saya tolak adalah prognosis
bahwa skizofrenia berarti hidup yang “mati”.

Pandangan psikiatri konvensional menganggap bahwa orang seperti saya ini tidak
akan pernah ada. Menurut mereka, pasti saya tidak menderita skizofrenia (tolong
katakan itu pada delusi yang berkerumun dalam pikiran saya), atau saya tidak bisa
mencapai apa yang sekarang telah saya capai (tolong katakan pada panitia
penerimaan mahasiswa di USC). Tapi inilah saya: penyandang skizofrenia
sekaligus profesor hukum. Berbagai penelitian dengan rekan-rekan di USC dan
U.C.L.A. menunjukkan bahwa saya tidak sendirian. Ada banyak orang yang
menyandang skizofrenia dengan gejala aktif seperti delusi dan halusinasi,
sekaligus memiliki prestasi akademik dan profesional yang signifikan.

Selama beberapa tahun terakhir, saya dan beberapa rekan, termasuk Stephen
Marder, Alison Hamilton dan AmyCohen, mengumpulkan 20 subyek penelitian
dengan high-functioningskizofrenia di Los Angeles. Mereka menderita gejala
seperti delusi ringan atau perilaku halusinasi. Rata-rata usia mereka adalah 40.
Setengah dari mereka laki-laki, setengahnya perempuan, dan lebih dari
separuhnya adalah minoritas. Dan mereka semua memiliki ijazah SMA, dan
mayoritas sudah atau sedang berupaya memasuki perguruan tinggi atau meraih
gelar sarjana. Mereka adalah mahasiswa pascasarjana, manajer, teknisi dan
profesional, pengacara, psikolog, dokter, dan chief executive dari sebuah
organisasi nirlaba.

Pada saat yang sama, sebagian besar belum menikah dan punya anak, yang mana
ini konsisten dengan diagnosisnya. (Kami berniat melakukan studi lain pada
orang-orang dengan skizofrenia yang berfungsi tinggi dalam hal hubungan. Saya
sendiri menikah di usia pertengahan 40-an. Hal terbaik yang pernah terjadi pada
saya, mengingat hampir 18 tahun tidak pernah berkencan). Di antara subyek
penelitian kami itu, lebih dari 75% telah dirawat di rumah sakit antara dua sampai
lima kali karena penyakit mereka, sedangkan tiga orang lainnya belum pernah
dirawat.

Bagaimana orang-orang dengan skizofrenia dapat berhasil dalam studi mereka dan
memiliki pekerjaan tingkat tinggi? Kami belajar bahwa, di samping pengobatan
dan terapi, semua peserta telah mengembangkan teknik pengendalian diri saat
terkurung dalam kungkungan skizofrenia. Bagi sebagian orang, teknik ini
kognitif. Seorang pendidik dengan gelar master mengatakan ia telah belajar untuk
menghadapi halusinasi dan bertanya, "Apa bukti untuk itu?” Atau, “itu hanya
masalah persepsi?” Peserta lain berkata, "Saya mendengar suara-suara menghina
sepanjang waktu. ... Anda hanya harus meniup mereka pergi."

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bagian penting dari kewaspadaan terhadap gejala skizofrenia adalah
"mengidentifikasi pemicu" agar "gejala-gejala tersebut tidak meledak hingga
tingkat maksimum," kata seorang peserta yang bekerja di sebuah organisasi
nirlaba. Misalnya, jika berada di sekeliling banyak orang terlalu lama dapat
memicu gejala skizofrenia, maka sisihkan waktu beberapa saat untuk menyendiri
saat Anda bepergian dengan teman-teman.

Teknik lain yang disampaikan peserta termasuk mengendalikan masukan sensorik.


Bagi beberapa orang, ini berarti menjaga ruang hidup mereka tetap sederhana
(dinding kosong, tidak ada TV, hanya musik yang tenang), sedangkan untuk orang
lain itu justru berarti memanfaatkan gangguan musik. "Saya akan mendengarkan
musik keras jika saya tidak ingin mendengar hal-hal lain," kata seorang peserta
yang berprofesi sebagai asisten perawat bersertifikat. Yang lain menyebut
olahraga, diet sehat, menghindari alkohol dan cukup tidur. Keyakinan pada Tuhan
dan doa juga memainkan peran bagi beberapa partisipan lain.
Salah satu teknik yang paling sering disebutkan membantu pengelolaan gejala
skizofrenia adalah pekerjaan. "Pekerjaan telah menjadi bagian penting dari siapa
saya," kata seorang pendidik dalam kelompok kami. "Ketika Anda merasa
berguna dan merasa dihormati dalam organisasi itu, maka Anda merasa memiliki
nilai tertentu sebagai bagian dari organisasi itu.” Orang ini bahkan bekerja pada
akhir pekan juga karena "factor-faktor gangguan." Dengan kata lain, dengan
terlibat dalam pekerjaan, hal-hal “gila” akan terdesak ke pinggir.

Secara pribadi, saya mencoba menghubungi dokter, teman-teman dan keluarga


setiap kali saya merasa mulai tergelincir, dan saya mendapatkan dukungan besar
dari mereka. Saya makan makanan yang menyamankan (untuk saya itu adalah
sereal) dan mendengarkan musik yang tenang. Saya meminimalkan stimulasi luar.
Biasanya teknik ini, dikombinasikan dengan obat dan terapi, akan membuat gejala
skizofrenia luntur. Tapi hal-hal terkait pekerjaan—menggunakan pikiran—adalah
pertahanan terbaik saya saat ini. Ini membuat saya terfokus. Pikiran saya, saya
dapat simpulkan, adalah musuh terburuk saya sekaligus teman terbaik.

Berbagai kisah itu membuat saya menyesali betapa sering dokter mengatakan
kepada pasien mereka untuk tidak mengharapkan atau mengejar karier. Terlalu
sering, pendekatan kejiwaan konvensional untuk penyakit mental adalah
mengucilkan mereka. Oleh karena itu, banyak psikiater berpandangan bahwa
mengobati penyakit mental hanya bisa dilakukan dengan obat-obatan. Pandangan
ini gagal memperhitungkan kekuatan dan kemampuan individu, menjadikan para
profesional kesehatan mental memandang remeh apa yang dapat dicapai pasien
dalam kehidupan mereka.

Dan ini bukan hanya tentang skizofrenia: awal bulan ini, The Journal of Child
Psychology and Psychiatry memuat sebuah studi yang menunjukkan bahwa
sekelompok kecil orang yang diberi diagnosa autisme, gangguan perkembangan,
belakangan berhenti menunjukkan gejala-gejala gangguan itu. Mereka tampaknya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


telah pulih—meskipun setelah bertahun-tahun pula menjalani terapi perilaku dan
pengobatan. Sebuah artikel di The New York Times baru-baru ini juga
menggambarkan sebuah perusahaan baru yang mempekerjakan orang dewasa
dengan gangguan autisme, memanfaatkan kemampuan mereka yang tidak biasa
dalam hal memori dan perhatian terhadap detail.

Tentu saya tak ingin berlebihan juga. Gangguan mental melahirkan batasan-
batasan, tentu, dan sangatlah penting untuk tak terjebak pada romantika. Tidak
bisa semua orang seperti peraih Nobel, John Nash, seperti dalam film "A Beautiful
Mind." Namun benih-benih pemikiran kreatif kadang dapat ditemukan dalam
penyakit mental, dan orang sering meremehkan kekuatan otak manusia untuk
beradaptasi dan mencipta.

Sebuah pendekatan yang berusaha menggali kekuatan individu, di samping


mempertimbangkan gejala gangguan, dapat membantu menghilangkan pesimisme
yang melingkupi penyakit mental. Menemukan "kesehatan dalam penyakit,"
seperti diistilahkan seorang penyandang skizofrenia, haruslah menjadi tujuan
terapeutik. Dokter harus mendesak pasien mereka untuk mengembangkan
hubungan dan terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan yang berarti. Mereka harus
mendorong pasien menemukan perbendaharaan mereka sendiri, teknik untuk
mengelola gejala gangguan mereka dan meraih tujuan hidup sebagaimana mereka
sendiri mendefinisikannya. Para dokter juga harus menyediakan bagi pasien
sumber daya—terapi, pengobatan dan dukungan—untuk membuat semua itu bisa
terwujud.

"Setiap orang memiliki talenta dan diri yang unik, yang dibawanya saat lahir ke
dunia,” ujar seorang pastisipan studi kami. Dia mengungkapkan kenyataan bahwa
sebagian dari kita yang menyandang skizofrenia dan penyakit mental lainnya
menginginkan apa yang semua orang inginkan: dalam kata-kata Sigmund Freud,
untuk bekerja dan mencintai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Jadwal Penelitian

September Oktober November Desember Januari Pebruari Maret April ‘14 Mei ‘14 Juni ‘14 Juli ‘14
‘13 ‘13 ‘13 ‘13 ’14 ’14 ’14
No Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 12 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Mengajukan judul danACC
judul proposal penelitian
2 Penyelesaian Proposal dan
Kuisioner
3 Mengajukan Sidang Proposal
4 Sidang Proposal
5 Revisi Proposal Penelitian
6 Uji validitas, uji kompetensi,
uji reliabilitas
7 Megajukan Izin Pengumpulan
Data
8 Pengumpulan Data Penelitian
9 Analisa Data
10 Penyusunan Laporan/Skripsi
11 MengajukanSidangSkripsi
12 SidangSkripsi
13 Revisi
14 MengumpulkanSkripsi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Taksasi Dana Penelitian

PROPOSAL

- Biaya kertas 2 Rim : Rp. 60.000


- Fotocopi sumber tinjauan pustaka : Rp. 50.000

- Biaya survey awal : Rp. 20.000

- Biaya jilid Proposal : Rp. 10.000

- Sidang Proposal : Rp. 150.000

- Ethical Clearance : Rp. 100.000

PENGUMPULAN DATA

- Izin penenelitian : Rp. 100.000

- Transportasi : Rp. 250.000

- Penggandaan kuisioner : Rp. 6.500

- Alat distraksi : Rp. 30.000

ANALISA DATA dan PENYUSUNAN LAPORAN

- Biaya kertas : Rp. 60.000

- Penjilidan : Rp. 150.000

- Penggandaan : Rp. 200.000

- Sidang Skripsi : Rp. 150.000

BIAYA TAK TERDUGA : Rp. 100.000

JUMLAH : Rp. 1586.500

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Daftar Riwayat Hidup

Nama : Febe Dian Marpaung

Tempat Tanggal Lahir : Narumonda, 19 Pebruari 1991

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Alamat Rumah : Desa Narumonda I Kec. Siantar Narumonda- Tobasa

Alamat Kost : Jl. Setia Baru No. 72 Medan

Riwayat Pendidikan:

1. SDN No. 173636 Narumonda (1997-2003)


2. SMP Sw. Budhi Dharma Balige (2003-2006)
3. SMAN 2 Soposurung-Balige (2006-2009)
4. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (2010- sekarang)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai