Oleh:
NADYA WIDIASARI
70900120013
Oleh:
NADYA WIDIASARI
70900120013
NIM : 70900120013
Gowa, 2021
Penyusun
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Gowa, 2021
Ns. Rasmawati, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.J Ns. Hj.Syisnawati S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.J
Pembimbing 1 Pembimbing 2
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ungkapkan kepada Allah Subhanahu wata’ala atas
penulis yang mana telah memberikan mata untuk melihat, memberikan telinga
dapat membuat skripsi yang membahas tentang “Intervensi Terapi Murottal dan
Terapi Dzikir Pada Tn. S Yang Mengalami Masalah Risiko Perilaku Kekerasan”.
Shallallahu ‘alaihi wasallam Beserta keluarga dan para sahabat beliau yang telah
membawa ummat manusia dari alam kebodohan ke alam penuh ilmu pengetahuan.
Pembela umat manusia yang tak pernah lelah dalam menyuarakan dan
maksimal, tidak terlepas dari motivasi dan partisipasi beberapa pihak. Untuk itu,
dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa banyak terima kasih,
disadarinya tindakan, sikap dan semangatnya yang pantang menyerah diikuti dan
dijadikan motivasi oleh anak-anaknya serta tak pernah luput dari kata lupa untuk
sekarang sampai di titik ini. Demikian pula ucapan terima kasih yang tulus, rasa
2. Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar dan
Makassar.
Hja. Sysnawati S.Kep., Ns., M.Kep., Sp. Kep. J. selaku Pembimbing II yang
dengan sabar, tulus, dan ikhlas meluangkan waktunya, tenaga, dan pikiran
5. Bapak Andi Budiyanto S. Kep., Ns., M.Kep. selaku Penguji I dan Bapak Dr.
bergandengan tangan saling merangkul satu sama lain, baik suka maupun
duka dalam proses menggapai cita dan selalu menjadi partner, memberikan
iv
motivasi, menasehati, siap membantu penulis dalam keadaan apapun untuk
seluruh pihak yang yang selalu bersedia memberikan arahan dan motivasi kepada
Makassar, ,2021
Nadya Widiasari
NIM: 70900120013
v
ABSTRAK
Kata Kunci :Terapi murottal, terapi dzikir, skizofrenia, risiko perilaku kekerasan
vi
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................ ii
ABSTRAK. ................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL...................................................................................... ix
DAFTAR BAGAN. .................................................................................... x
A. Pengkajian .......................................................................................... 37
vii
A. Analisis Kasus. ................................................................................... 65
A. Kesimpulan ........................................................................................ 72
B. Saran................................................................................................... 73
LAMPIRAN .................................................................................................. 75
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 SP pada Pasien Dan Keluarga Risiko Perilaku Kekerasan. ................27
ix
DAFTAR BAGAN
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa menurut undang-undang nomor 18 tahun 2014 yaitu
penderita gangguan jiwa termasuk skizofrenia adalah sekitar 450 juta jiwa.
Disability adjusted life year (DALYs) yang merupakan salah satu ukuran
beban penyakit yang dihitung dari jumlah kematian premature (year of life
tidak berbeda jauh dengan kondisi tersebut, dimana penyebab kesakitan dan
kematian terbesar jika dilihat dari tahun hidup dengan kondisi disabilitas
1
2
Selatan tahun 2018, jumlah pasien dirawat sebanyak 13.292 orang dengan
(14,32%), deficit self care 1.548 (11,65%), harga diri rendah 1.318 (9,92%),
fisik 336 (2,53%) dan yang mengalami percobaan bunuh diri sebanyak 5
23 orang (5-14 Tahun), 496 orang (15-24 Tahun), 1.346 orang (25-44 Tahun),
430 orang (45-64 Tahun). Heropnam atau kambuh merupakan salah satu
2020).
3
berada pada rentang usia 25-44 Tahun. Hal ini cukup mengkhawatirkan,
berdampak pada beban ekonomi yang harus ditanggung oleh keluarga bahkan
menghormati hak asasi manusia. Pada tahun 2019, WHO berinisiatif untuk
Kesehatan Jiwa dan Napza yaitu jumlah Kota/ Kabupaten yang memiliki
heropnam yang berujung pada peningkatan angka rawat inap di RS dan tidak
atau mencederai secara fisik, emosional, dan atau seksual pada diri sendiri
kekerasan yaitu latihan cara mengontrol fisik (latihan tarik napas dalam,
(meminta dan menolak sesuatu) secara baik, latih pasien mengontrrol marah
B. Rumusan Masalah
penelitian “Bagaimana Intervensi Terapi Murottal dan Terapi Dzikir Pada Tn.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
skizofrenia
skizofrenia
skizofrenia
dengan skizofrenia
D. Manfaat Penelitian
Dari karya tulis ini, peneliti dapat memperoleh informasi terkait pemberian
intervensi terapi dzikir dan murottal pada Tn. S yang mengalami skizofrenia
yang tak terinci dengan masalah risiko perilaku kekerasan dan dampak dari
Studi literatur ini dapat menjadi tambahan referensi maupun sumber rujukan
4. Bagi masyarakat
A. Konsep Teori
1. Skizofrenia
a. Defenisi
b. Etiologi
1) Faktor predisposisi
a) Genetik
Penyaki ini terjadi kurang dari 1% pada populasi umum, namun 10%
orang tua dan saudara kandung. Penyakit ini juga dapat berkembang pada
kekerabatan tingkat dua (kakek, nenek, paman dan bibi). Selain itu,
8
9
2. Neurobiologi
gangguan neurokimia pada bagian korteks pre frontal dan korteks limbik.
neurobiology.
10
2) Faktor presipitasi
a) Faktor biologis
c) Sumber koping
pemulihan ODGJ. Apabila hal ini tidak berfungsi dengan baik, maka
c) Mekanisme koping
skizofrenia.
kesulitan hidup sehingga tidak berujung pada bunuh diri sebagai wujud
luar. Ini dapat terjadi pada satu atau lebih dari kelima indera
sentuhan).
c) Gangguan pikir; yaitu cara bepikir yang tidak biasa dan tidak
katatonia.
13
jika dibandingkan dengan orang yang sehat. Gejala ini hampir mirip
terdiri dari :
1) Antipsikotik
selama beberapa bulan hingga beberapa tahun. Dan apabila obat ini
kembali.
2) Antidepresan
dan monitor fungsi ginjal, tiroid dan fungsi hati ketika dibutuhkan.
4) Anti kecemasan
a. Defenisi
yang dapat membahayakan diri sendiri, lingkungan dan orang lain baik
lingkungan baik secara fisik, verbal, emosional dan seksual (Keliat et al,
2014)
1) Faktor predisposisi
a) Biologi
hormone steroid.
traumatik pada anak yang sifatnya permanen. Hal ini menjelaskan, pola
kehidupan manusia itu sendiri. Allah swt berfirman dalam Q.S. an-Nisa
(4): 9
pihak untuk menyampaikan sesuatu dengan benar dan berlaku adil, baik
b) Psikologis
mekanisme koping.
c) Sosiokultural
2) Faktor presipitasi
agresif/perilaku kekerasan.
atau mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan atau
pada individu.
5) Stress, cemas, harga diri rendah dan rasa bersalah dapat menimbulkan
dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain akan
atau melarikan diri dari perasaan marahnya sehingga rasa marahnya tidak
lama dan suatu saat akan menimbulkan masalah kesehatan yang ditujukan
bahwa tanda dan gejala yang sering muncul pada pasien risiko perilaku
kekerasan yaitu mengepalkan tangan, bicara kasar, suara tinggi, menjerit dan
berteriak. Selain itu, terdapat pula tanda dan gejala yang biasanya muncul
21
seperti muka merah dan tegang, mata melotot, pandangan tajam, rahang
e. Mekanisme Koping
merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman.
dan mencumbunya
ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci kepada orang
tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan
yang diterimanya sejak kecil, membenci orang tua merupakan hal yang
22
tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan sehingga perasaan benci itu ditekannya
objek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
perilaku negatif. Kedua, dukungan sosial, yaitu dukungan yang diperoleh dari
positif seseorang yang dapat menjadi dasar dari harapan yang dapat
stressor.
f. Penatalaksanaan
1) Terapi medis
c) Antipsyhoyic
diri sendiri yang efektif dalam menolong orang lain merupakan sumber daya
terpenuhi.
latihan fisik (latihan Tarik napas dalam, memukul bantal atau kasur), verbal
24
(berucap dengan cara yang baik ketika marah), spiritual dan minum obat
(Townsend, 2010).
komunikasi terbuka dengan orang lain secara langsung dan jujur (Stuart,
2013).
3) Manajemen krisis
yaitu :
pada ruangan tersendiri agar pasien tidak melarikan diri dan tidak
tinggi.
g. Pohon Masalah
Regimen Terapeutik
Inefektif
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
b. Pandangan tajam
d. Mengepalkan tangan
e. Jalan mondar-mandir
f. Bicara kasar
perilaku kekerasan.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Perilaku Kekerasan.
e. Isolasi sosial.
27
f. Berduka disfungsional.
3. Intervensi Keperawatan
SP I p SP I k
1. Identifikasi penyebab perilaku 1. Idenifikasi kemampuan keluarga
kekerasan dalam merawat pasien
SP III p
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
SP IV p
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
4. Evaluasi Keperawatan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien
menjadi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai
membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan umum yang telah
SOAP, sebagai pola pikir. Adapun hasil tindakan yang ingin dicapai pada
dan stimulus yang masuk. Stressor bisa dari aspek biologi, seperti
kemarahan dan ketakutan (George, J.B., 2005; Faz Patrick & Wall,
itu, stressor sosial berupa pengalaman dan peran sosial yang kerapkali
kekerasan George, J.B., 2005; Faz Patrick & Wall, 2008 dalam
Nurwiyono, 2014).
dengan dua subsistem yaitu kognator dan regulator. Hasil dari proses
output.
a. Input (stimulus)
terhadap diri sendiri seperti harga diri rendah dan gangguan citra
tubuh.
32
c. Output
2014).
1. Terapi murottal
a. Pengertian
berirama.
b. Tujuan
c. Indikasi
d. Kontraindikasi
pengaruh obat.
3) Jaga privasi.
rasa sakit.
2. Terapi dzikir
a. Pengertian
Dzikir menurut syara‟ adalah ingat kepada Allah dengan etika tertentu
b. Tujuan
Membuat hati dan pikiran menjadi lebih tenang, mencegah dari bahaya
c. Indikasi
d. Kontraindikasi
perawat
rasa sakit.
36
I. IDENTITAS PASIEN
Inisial pasien : Tn. S (L)
Tanggal pengkajian : 08 Februari 2021
Umur : 50 tahun
RM NO. : 03.37.35
Informan : pasien, rekam medik, perawat
II. ALASAN MASUK
Klien mengamuk, memukul, melempar dan menari-nari sendiri
III. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu?
√ ya Tidak
2. Pengobatan sebelumnya
berhasil √ Kurang berhasil Tidak berhasil
3.
Pelaku/usia Korban/usia Saksi/usia
Aniaya fisik √ 30 √ 04
Aniaya seksual
Penolakan √ 30
Tindakan kriminal √ 30
37
38
dan telah enam kali masuk rumah sakit dengan keluhan klien
Ya √ Tidak
Masalah keperawatan : -
usia sekitar empat tahun yaitu dipukul dan terus terjadi hingga pasien
IV. FISIK
1. Tanda vital :
a. TD : 120/80 mmHg
b. N : 88 x/Menit
c. S : 36,7 0C
d. P : 22 X/Menit
2. Ukur:
a. TB : 164 cm
b. BB : Kg
3. Keluhan fisik :
Ya √ Tidak
Masalah keperawatan : -
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
GI
GII ?
GIII
37 9 27 50
GIV
Jekaskan :
40
Pola asuh : pasien diasuh oleh orang tua dan kakaknya yang
tetangga.
2. Konsep diri
dirinya karena sakit jiwa dan tidak merasa puas sebagai lelaki
d. Ideal diri : pasien berharap segera sembuh dan keluar dari rumah
dengan orang lain baik. Namun, ia kerap kali dipanggil orang gila
ketika ia lewat dan hal tersebut membuat pasien sakit hati dan
3. Hubungan sosial
Masalah keperawatan : -
4. Spiritual
dosa
sendiri dan dzikir namun pada saat di observasi, pasien tidak shalat
5 waktu
Masalah keperawatan : -
2. Pembicaraan
Cepat Keras Gagap √ Inkoheren
4. Alam perasaan
√ Sedih Ketakutan Putus asa Khawatir Gembira
berlebihan
Pengecapan Penciuman
11. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang Gangguan
daya ingat
jangka pendek
4. Berpakaian/berhias
√ Bantuan minimal Bantuan total
46
Lainnya lainnya
Masalah keperawatan : mekanisme koping tidak efektif
Lainnya
Masalah keperawatan : -
X. PENGETAHUAN KURANG TENTANG
√ Penyakit jiwa System pendukung
Koping √ Obat-obatan
Lainnya
Masalah keperawatan : deficit pengetahuan
XI. DIAGNOSIS MEDIS
Schizofrenia
48
Nama obat :
POHON MASALAH
Efek/ akibat risiko mencederai orang lain, diri sendiri dan lingkungan
ANALISA DATA
DO :
• Pasien nampak sedih dan merenung
• Pada saat pengkajian, mata pasien nampak
berwarna merah dengan tatapan yang tajam,
geraham pasien nampak sesekali mengatup.
• Tangan pasien sesekali terkepal dan menegang
• TD : 120/80 mmHg
N : 88 x/Menit
S : 36,7 0C
P : 22 X/Menit
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
INTERVENSI KEPERAWATAN
kekerasannya melalui latihan fisik 6. Bantu pasien mempraktekkan Agar pasien mampu mengontrol
7. latihan cara mengontrol fisik marah dengan latihan napas
dalam dan pukul bantal
7. Anjurkan pasien memasukkan Agar pasien berlatih mengontrol
dalam kegiatan harian perilaku kekerasan
1. Idenifikasi kemampuan Agar mengetahui perasaan
keluarga dalam merawat keluarga selama merawat pasien
pasien
2 Harga diri 1. Pasien mampu mengenal harga 3. Idenfikasi kemampuan dan Pasien mampu mengenal hal-hal
rendah diri rendah dan dapat aspek positif yang dimiliki yang menyebabkan pasien tidak
mengembalikan dan pasien percaya diri dan merendahkan
meningkatkan kepercayaan 4. Bantu pasien menilai dirinya
Mengidentifikasi kegiatan yang
dirinya kemampuan pasien yang masih dapat dilakukan
2. Klien dapat menilai kemampuan masih dapat digunakan
yang digunakan dan 5. Bantu pasien memilih Agar kegiatan yang dilakukan
merencanakan kegiatan yang kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan
sesuai dengan kemampuan yang sesuai dengan kemampuan pasien
dimiliki. pasien
1. Latih keluarga
mempraktekkan cara merawat Agar keluarga mampu merawat
pasien dengan harga diri pasien secara mandiri
rendah
2. Latih keluarga melakukan cara Agar dapat mengetahui
merawat langsung kepada kemampuan keluarga merawat
pasien harga diri rendah pasien
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
yang baik: meminta, menolak dan - pasien nampak kooperatif dan mengikuti
mengungkapkan rasa marahnya kepada kalimat verbal yang diajarkan
sumber) - Pasien nampak mengaji mengikuti ayat
Hasil: Pasien nampak mengulang yang ia ketahui dan sesekali terdiam
kalimat verbal yang diajarkan untuk menyimak alunan ayat suci al-Qur’an.
mengontrol perilaku kekerasan - Pasien nampak lebih rileks dan
3. Memperdengarkan murottal al-Qur’an bersemangat mendengar murottal
Hasil : pasien diberikan terapi murottal A: Risiko perilaku kekerasan
(al-Kahfi, ayat kursi dan al-fatihah) P:
selama 15 menit - Latih cara sosial untuk mengekspresikan
4. Menganjurkan pasien memasukkan marah/verbal : (bicara yang baik:
dalam jadwal kegiatan harian meminta, menolak dan mengungkapkan
Hasil: Latih cara sosial untuk rasa marahnya kepada sumber) 3x/hari
mengekspresikan marah/verbal : (bicara (pagi : 9.30 am, sore : 15.55 pm, malam :
20.40 pm)
yang baik: meminta, menolak dan
- Memperdengarkan murottal 1x/hari
mengungkapkan rasa marahnya kepada
(pagi 10.00 am)
sumber) 3x/hari (pagi : 9.30 am, sore : - Latih pasien menggunakan cara spiritual
15.55 pm, malam : 20.40 pm untuk mencegah perilaku kekerasan
Jum’at 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian S:
12/02/21 pasien - Pasien mengatakan apabila meminta
10.00 am Hasil: Pasien mengatakan berlatih makanan atau sesuatu kepada teman
mengontrol peilaku kekerasan secara menggunakan kalimat yang tidak
verbal tiga kali sehari yaitu pagi, sore memaksa
dan malam - Pasien mengatakan lebih bisa
2. Melatih pasien menggunakan cara mengontrol marah dan mengarahkan
spiritual untuk mencegah perilaku pasien lain dengan cara yang lebih
kekerasan lembut
61
A. Analisis Kasus
RSKD Dadi Makassar sejak dua tahun lalu. Pasien mengatakan pertama kali
mengalami aniaya fisik sejak kecil di usia sekitar empat tahun yaitu dipukul
dan terus terjadi hingga pasien beranjak dewasa. Pasien menganggap ia tidak
di sayang oleh orang tuanya dan pernah mendengar ibunya mengatakan ingin
rumah tetangga dan orang lain serta menari-nari sendiri. Dari data riwayat
65
66
mengatakan akan marah ketika temannya tidak membagi rokok, makanan dan
kopi kepadanya. Terkadang klien juga kesal apabila terdapat pasien tidak
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Dari hasil pemeriksan
Hal ini sesuai dengan (Direja, 2011) yang menunjukkan tanda dan gejala
yang terjadi pada perilaku kekerasan terdiri dari tanda dan gejala fisik seperti
memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku dan gejala perilaku seperti
amuk/agresif.
B. Analisis Intervensi
Tarik napas dalam, memukul bantal dan kasur), berikan pendidikan kesehatan
(meminta dan menolak sesuatu) secara baik, latih pasien menggunakan cara
dan dapat memberikan kerusakan baik terhadap orang lain, diri sendiri dan
teman sudah menggunakan kalimat yang tidak memaksa dan kasar, pasien
lain. Pasien nampak mampu membina hubungan dengan orang lain. Respon
pasien diatas menunjukkan perubahan sikap kea rah yang lebih positif
Sedangkan terapi spiritual, terapi yang diberikan yaitu terapi dzikir dan
murottal yang merupakan intervensi keperawatan utama pada karya tulis ini.
Ayat ini merupakan apa yang Rasulullah sampaikan, karena ayat ini
Selama diberikan murottal yaitu surah al-Kahfi, ayat kursi dan al-
mengikuti dan sesekali terdiam menyimak alunan ayat suci al-Qur’an, klien
nampak lebih tenang dan rileks, otot pasien dan rahang tidak tegang, pasien
ayat yang ia ketahui dan sesekali terdiam menyimak alunan ayat suci al-
Alhamdulillah 33x dan Allahu Akbar 33x) pasien nampak berdzikir dan
bahwa suara bacaan al-Qur’an memiliki tingkat relaksasi paling baik. setiap
otak diberikan stimulus berupa bacaan ayat suci al-Qur’an yang berbanding
lurus dengan frekuensi natural sel, maka sel akan beresonansi sehingga
otak yang memiliki frekuensi yang rendah (4 Hz) dan amplitudo yang tinggi
dimana otak menghasilkan gelombang ini pada saat seseorang dalam keadaan
tidur terlelap tanpa mimpi. Pada keadaan ini, tubuh akan melakukan
jaringan yang rusak (Al-galal & Alshaikhli, 2017 dalam Anam et al, 2019).
mengurangi efek akibat stres, perlu intervensi berupa terapi relaksasi, salah
satunya ialah terapi murottal yang memiliki sifat relaktivitas. Selain itu, terapi
َونُن ِ َِّز ُل ِمنَ ْالقُ ْر ٰا ِن َما ُه َو ِشفَ ۤا ٌء َّو َر ْح َمةٌ ِلِّ ْل ُمؤْ ِمنِي َْۙنَ َو َْل يَ ِز ْي ُد
٨٢ - ارا ً س َ الظ ِل ِميْنَ اِ َّْل َخّٰ
Terjemahnya :
“Dan kami turunkan dari al-Quran (sesuatu) yang menjadi penawar
dan rahmat bagi orang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim
(al-Qur’an) hanya akan menambah kerugian(Kementrian Agama,
2019).
Dengan demikian, pemberian terapi spiritual berupa mendengarkan
bacaan ayat suci al-Qur’an dapat membuat lebih rileks dan tenang sehingga
et al, 2020). Alasan penulis mengangkat intervensi terapi dzikir dan murottal
sebagai intervensi utama, adalah dari hasil observasi penulis selama di RSKD
tersedianya tempat ibadah yang kondusif bagi pasien gangguan jiwa. Selain
itu, para petugas hanya berfokus pada kebutuhan fisik dan pengobatan pasien.
pasien kembali mengingat lantunan ayat suci al-Qur’an dan dzikir kepada
Allah swt kapanpun dan dimanapun. Sebagaimana firman Allah swt dalam
mengantar hati untuk mengingat lebih banyak apa yang disebut. Oleh karena
itu, ayat di atas dipahami dalam arti menyebut nama Allah. Apabila nama
aktual seperti halusinasi, perilaku kekerasan, waham dsb yang tidak dalam
72
pengaruh obat, maka terapi ini tidak dianjurkan untuk diberikan sebelum
penerapan terapi musik, dzikir dan rational cognitive behavior therapy pada
penurunan nilai ambang marah sebelum dan sesudah terapi yaitu sebelum (8)
untuk kasus I dan (10) untuk kasus II, sesudah terapi yaitu (2) pada kasus I
dan (3) pada kasus II. Hal ini sejalan dengan penelitian (Munandaret al, 2019)
terapi spiritual tersebut tetap dijalankan secara beriringan dengan terapi medis
hasil yang optimal terhadap perbaikan kondisi pasien dan menurunkan angka
A. Kesimpulan
Berdasarkan study case yang dilakukan pada Tn. S dengan
intervensi pemberian terapi dzikir dan terapi murottal terhadap penurunan
tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Gambaran hasil pengkajian pada pasien halusinasi pendengaran ialah,
mata pasien nampak berwarna merah dengan tatapan yang tajam, geraham
pasien nampak sesekali mengatup. Klien mengatakan akan marah ketika
temannya tidak membagi rokok, makanan dan kopi kepadanya. Terkadang
klien juga kesal apabila terdapat pasien tidak mengikuti aturan dan
perintahnya. Pasien mengatakan ketika ia marah ia sangat ingin memukul,
tangannya mengepal, mata melotot dan ototnya menegang.
2. Diagnosis keperawatan pada Tn. S yaitu risiko perilaku kekerasan
3. Gambaran setelah pemberian intervensi terapi dzikir dan terapi murottal,
klien nampak lebih tenang dan rileks, otot pasien dan rahang tidak tegang,
pasien nampak bersemangat mendengar murottal, pasien nampak mengaji
mengikuti ayat yang ia ketahui dan sesekali terdiam menyimak alunan ayat
suci al-Qur’an.
4. Implementasi pada pasien risiko perilaku kekerasan yaitu identifikasi
penyebab perilaku kekerasan, identifikasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan, identifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan, identifikasi
akibat perilaku kekerasan, identifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan,
bantu pasien mempraktekkan latihan cara mengontrol fisik (latihan Tarik
napas dalam, memukul bantal dan kasur), berikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara teratur, melatih pasien menggunakan
verbal (meminta dan menolak sesuatu) secara baik, latih pasien
menggunakan cara spiritual untuk mencegah perilaku kekerasan.
74
75
5. Evaluasi pada risiko perilaku kekerasan setelah diberikan terapi dzikir dan
terapi murottal, dapat mengurangi gejala risiko perilaku kekerasan pada
pasien.
6. Hasil analisis intervensi terapi dzikir dan terapi murottal terbukti
memberikan pengaruh yang baik dan signifikan terhadap pengendalian
emosi dan mengurangi gejala risiko perilaku kekerasan pada pasien.
B. Saran
1. Bagi peneliti keperawatan
Perlu adanya penelitian lebih lanjut terutama penelitian meta-analisis,
cohort dan systematic review untuk melihat intervensi yang paling efektif
pada pasien yang mengalami perilaku kekerasan
2. Bagi pendidikan keperawatan
Perlu adanya pengembangan teori terhadap terapi-terapi keperawatan dan
pelatihan terkait intervensi keperawatan pada pasien skizofrenia
3. Bagi pelayanan kesehatan
Perlu adanya pengembangan program dalam meningkatkan kesadaran
pasien dan masyarakat terhadap pentingnya pengobatan secara teratur dan
penanganan pada individu yang mengalami gangguan jiwa. Selain itu,
penyediaan media terapi murottal dan dzikir, seperti spiritual kit
diharapkan agar tidak hanya memberikan ketenangan tetapi juga
memenuhi kebutuhan spiritual bagi pasien
4. Bagi masyarakat
Masyarakat disarankan agar tidak mencemooh, mendiskriminasi dan
menganggap sebuah aib orang dengan gangguan jiwa atau memiliki
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Kita harus menyadari
bahwa mereka menderita penyakit yang menyerang neuro atau saraf yang
termanifestasi pada perubahan daya pikir dan perilaku. Selain itu,
pentingnya menyerahkan atau melaporkan ke petugas kesehatan apabila
memiliki anggota keluarga dengan tanda dan gejala gangguan jiwa atau
skizofrenia/psikosis dan tidak memasung sehingga dapat tertangani
dengan cepat dan lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
Amimi et al (2020). Analisis Tanda dan Gejala Resiko Perilaku Kekerasan pada
pasien Skizofrenia. Vol. 3 No. 1. Hal 65-74. e-ISSN 2621-2978. p-ISSN
2685-9394. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa
Anam et al (2019). Terapi Audio dengan Murottal Alquran Terhadap Perilaku
Anak Autis: Literature Review. Vol 1 (2. Journal of Bionursing.
Deden et al. (2013). Keperawatan Jiwa, Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Direja. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Ernawati et al. (2020). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa 1. In Universitas
Jember. Jember.
Fitria. (2010). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba
Medika.
Infodatin. (2019). Situasi Kesehatan Jiwa di Indonesia. Jakarta.
Keliat et al. (2014). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Kementrian Agama, R. (2019). Al-Qur’an kemenag. Badan Litbang dan Diklat
Kementrian Agama RI.
Maulina et al (2020). The Impact Of The Murottal Al-Qur’an Therapy To
Decrease Stress Levels Toward Drug Abuser In Al-Kamal Rehabilitation
Centre Sibolangit. Volume 9 No.1, ISSN 2613-9359. Jurnal Kedokteran Ibnu
Nafis.
Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa (Teori dan Aplikasi).
Munandaret al. (2019). Terapi Psikoreligius Dzikir Menggunakan Jari Tangan
Kanan Pada Orang Dengan Gangguan Jiwa Di RS Jiwa Grhasia Daerah
Istimewa Yogyakarta. Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan Dan
Keperawatan. https://doi.org/https://doi.org/10.33859/dksm.v10il.451
Netrida. (2014). Manajemen Kasus Spesialis Keperawatan Jiwa pada Klien
Risiko Perilaku Kekerasan dengan Pendekatan Teori Interpersonal Peplau
dan Stress Adaptasi Stuart Di Ruang Kresna Pria RSMM Bogor. Depok:
Universitas Indonesia.
Nurwiyono, A. (2014). Manajemen Kasus Spesialis Keperawatan Jiwa pada
Pasien Resiko Perilaku Kekerasan dengan Pendekatan Model Stres Adaptasi
Stuart dan Model Adaptasi Roy di Ruang Utari RS Dr. H. Marzoeki Mahdi
Bogor. Universitas Indonesia.
PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: dewan
pengurus pusat persatuan perawat nasional Indonesia.
Riskesdas. (2018). Riset Kesehatan Dasar. In Kemenkes RI.
Risnawati (2017). Efektivitas Terapi Murottal Al-Qur’an Dan Terapi Musik
Terhadap Tingkat Kecemasan Mahasiswa Keperawatan Semseter Viii Uin
Alauddin Makassar. Makassar : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Sahabuddin et al. (2020). Partisipasi Sosial dalam Pemenuhan Activity Daily
Living (ADL) Orang Dengan Gangguan Jiwa Di Kota Makassar. Phinisi
Integration Review, 3. ht
tps://doi.org/https://doi.org/10.26858/v3i2.14922
Samsara, A. (2020). Mengenal KesehatanJiwa. Jakarta.
76
77
Sasongko & Hidayati. (2020). Penerapan Terapi Musik, Dzikir, dan Rational
Emotive Cognitive Behavior Therapy pada Pasien dengan Resiko Perilaku
Kekerasan. Ners Muda, 1.
Shihab, M. Q. (2009). Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-
Qur’an. Jakarta: Lentera hati.
Stuart. (2013). Principles and Practice of Psychiatric Nursing (10th editi). St.
Louis: Mosby.
Universitas Padjajaran. Efek Relaksasi al-Qur’an Cara Terbaik untuk Turunkan
Stres.https://ketik.unpad.ac.id/posts/1474/efek-relaksasi-al-quran-cara-
terbaik-untuk-turunkan-stres-2. 2021
WHO. (2021). Mental Health. Retrieved from World Health Organization
website: https://www.who.int/health-topics/mental-
health#tab=tab_2%0Ahttps://www.who.int/health-topics/mental-
health#tab=tab_3%0A
49
LAMPIRAN
Window of Health : Jurnal Kesehatan, Vol. 3 No. 1 (Januari, 2020) : 049-056 E-ISSN 2614-5375
ARTIKEL RISET
URL artikel: http://jurnal.fkmumi.ac.id/index.php/woh/article/view/woh3106
Perilaku Kekerasan
ABSTRAK
Perawat dapat mengontrol perilaku kekerasan pasien dengan melakukan tindakan salah satunya adalah terapi
spiritual atau religius. Bentuk dari terapi spiritual dalam penelitian ini adalah dzikir dan mendengarkan bacaan
Al- Qur’an surah Ar-Rahman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan terapi spiritual
terhadap kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan di Ruang Kenari Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi
Provinsi Sulawesi Selatan. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Pre Experimental
One Group Pretest-Posttest Design, yaitu design penelitian yang terdapat Pre-test sebelum diberi perlakuan dan
Post-test setelah diberi perlakuan. Instrumen penelitian menggunakan lembar observasi tanda dan gejala yang
muncul pada pasien sebelum dan sesudah diberikan terapi spiritual. Penentuan sampel dilakukan dengan
menggunakan teknik purposive sampling dengan besar sampel sebanyak 20 pasien. Uji pengaruh dilakukan
dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon dengan nilai p < 0.05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
pengaruh yang signifikan antara pelaksanaan terapi spiritual terhadap kemampuan pasien mengontrol perilaku
kekerasan dimana dari hasil uji Wilcoxon diperoleh (p=0.003) α < 0.05. Kemampuan mengontrol perilaku
kekerasan sebelum dilakukan terapi spiritual adalah sebanyak sembilan pasien, sedangkan sesudah dilakukan
terapi spiritual adalah sebanyak sebelas pasien. Kesimpulan penelitian ini adalah ada pengaruh antara
pelaksanaan terapi spiritual terhadap kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan di Ruang Kenari
Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan. Diharapkan bagi tenaga perawat untuk lebih
meningkatkan lagi pemberian terapi spiritual terhadap kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan.
B. PUBLISHED BY :
ABSTRACT
Nurses can control the violent behavior of patients by taking action one of which is spiritual or religious therapy.
The form of spiritual therapy in this study is dhikr and listening to the recitation of the Qur'an surah Ar-Rahman.
This study aims to determine the effect of the implementation of spiritual therapy on the ability of patients to
control violent behavior in the Walnut Room of the Dadi Special Hospital of South Sulawesi Province. The
research design used in this study is the Pre Experimental One Group Pretest-Posttest Design, which is a research
design that contains a Pre-test before being treated and Post-test after being treated. The research instrument
used observation sheets of signs and symptoms that appeared in patients before and after being given spiritual
therapy. Determination of the sample is done by using purposive sampling technique with a sample size of 20
patients. The effect test was performed using the Wilcoxon statistical test with a p value <0.05. The results
showed that there was a significant influence between the implementation of spiritual therapy on the ability of
patients tocontrol violent behavior where the Wilcoxon test results were obtained (p = 0.003) α <0.05. The ability
to control violent behavior before spiritual therapy is carried out as many as nine patients, while after spiritual
therapy is carried out as many as eleven patients. The conclusion of this study is that there is an influence
between the implementation of spiritual therapy on the ability of patients to control violent behavior in the
Walnut Room of the Dadi Regional Special Hospital of South Sulawesi Province. It is expected that nurses will
further enhance the provision of spiritual therapy to the patient's ability to control violent behavior.
2. PENDAHULUAN
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di dunia,
termasuk di Indonesia. Di Indonesia, dengan berbagai fakta biologis, psikologis sosial dengan
keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada
penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang.1
Permasalahan utama yang sering terjadi pada pasien gangguan jiwa adalah perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan didefinisikan sebagai suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang yang
diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan pada diri sendiri dapat
berbentuk melukai diri kita sendiri untuk bunuh diri atau membiarkan diri kita terlantar. 2 Perilaku
kekerasan pada orang bisa juga dikatakan tindakan agresif yang ditujukan untuk melukai atau
membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan dapat berupa perilaku merusak lingkungan,
melempar kaca, genting, dan semua yang ada di lingkungan. Pasien yang dibawa ke rumah sakit jiwa
sebagian besar akibat melakukan kekerasan di rumah. Perawat harus jeli dalam melakukan pengkajian
untuk menggali penyebab perilaku kekerasan yang dilakukan selama di rumah.3
Salah satu tindakan keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengontrol perilaku kekerasan
adalah terapi religius atau spritual, yaitu suatu terapi yang dilakukan dengan cara mendekatkan diri klien
terhadap kepercayaan yang dianutnya. Bentuk dari terapi spritual diantaranya adalah dzikir dan
mendengarkan Al-Qur’an. Berzikir kepada Allah adalah ibadah sunnah yang teramat mulia. Dzikir
adalah peringatan doa yang paling tinggi yang di dalamnya tersimpan berbagai keutamaan dan manfaat
yang besar bagi hidup dan kehidupan kita. Bahkan kualitas kita di hadapan Allah sangat dipengaruhi
oleh kualitas dzikir kita kepada-Nya. Mendengarkan Al-Qur’an atau murottal adalah pembacaan Al-
qur’an dengan menggunakan tajwid yang benar dan berirama.4 Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pelaksanaan terapi spiritual terhadap kemampuan pasien mengontrol perilaku
kekerasan di Ruang Kenari Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan.
3. METODE
Penelitian ini menggunakan metode Pre-Experimental One Group Pretest-Posttest Design, yaitu
memberikan terapi spiritual dengan zikir dan membaca Al-Quran dua kali dalam seminggu
selama satu bulan yang dipandu oleh terapis agama atau perawat di rumah sakit. Setelah itu
dilakukan pengkajian dan observasi kepada pasien seberapa besar pasien mampu
mengontrol perilaku kekerasannya. Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Kenari Rumah Sakit
Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 15 April s/d tanggal 15 Mei 2019.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua klien dengan masalah keperawatan perilaku kekerasan
pada bulan Februari hingga bulan Maret di Ruang Kenari Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi
Sulawesi Selatan yang berjumlah 30 pasien. Sampel dalam penelitian ini adalah klien dengan masalah
keperawatan perilaku kekerasan yang sesuai dengan kriteria inklusi dan sampel yang dibutuhkan
dalam penelitian ini adalah sebanyak 20 pasien. Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan Purposive Sampling dengan kriteria inklusi, yaitu pasien beragama Islam, pasien
lama yang masih sering mengalami perilaku kekerasan, serta telah mendapatkan pengobatan secara
teratur. Kriteria Ekslusi dalam penelitian ini, yaitu tahap tidak mampu mengontrol perilaku
kekerasan.5
4. HASIL
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pre-Test Terapi Spiritual Terhadap Kemampuan Pasien
Mengontrol Perilaku Kekerasan
Pre-Test
n (%)
Terapi Spiritual
Terkontrol 7 35.00
Tidak Terkontrol 13 65.00
Total 20 100.00
Tabel 1 menunjukkan jumlah responden pada pre-test terapi spiritual yang tertinggi adalah tidak
terkontrol sebanyak 13 responden (65.0%).
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Post-Test Terapi Spiritual Terhadap Kemampuan Pasien
Mengontrol Perilaku Kekerasan
Post-Test
n (%)
Terapi spiritual
Terkontrol 16 80.00
Tidak Terkontrol 4 20.00
Penerbit : Fakultas Kesehatan
Total Masyarakat Universitas Muslim Indonesia
20 100.00 52
Window of Health : Jurnal Kesehatan, Vol. 3 No. 1 (Januari, 2020) : 049-056 E-ISSN 2614-5375
Berdasarkan tabel 2 jumlah responden pada post-test terapi spiritual yang tertinggi adalah
kelompok terkontrol, sebanyak 16 responden (80.0%). Adapun jumlah post-test terapi spiritual terendah
adalah tidak terkontrol, sebanyak 4 responden (20.0%).
Tabel 3. Perbedaan Pre-Test dan Post-Test Terapi Spiritual terhadap Kemampuan Pasien Mengontrol
Perilaku Kekerasan
Kemampuan Mengontrol Perilaku Kekerasan
Terapi Spiritual Pre-Test Post-Test
n % n %
54
Window of Health : Jurnal Kesehatan, Vol. 3 No. 1 (Januari, 2020) : 049-056 E-ISSN 2614-5375
Pre-Test Post-Test
Mean Meanp value
Kelompok perlakukan (n= 20) 9 11 0.003
Tabel 4 menunjukkan nilai p value = 0.003 < α= 0.05 dengan demikian hipotesis
nol (H0) ditolak dan menerima Ha, artinya bahwa terdapat perbedaan kemampuan
mengontrol perilaku kekerasan sebelum dan setelah diberikan terapi spiritual.
5. PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan di ruang Kenari Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi
Sulawesi selatan selama satu bulan dengan frekuensi pemberian terapi spiritual dua kali
dalam seminggu. Hasil uji statistik menggunakan Uji Wicoxon di peroleh nilai sig. (2-
tailed) 0.003 dengan α (0.05). Oleh karena p<α maka Ha diterima dan H0 ditolak.
Maka dalam hal ini berarti ada pengaruh yang signifikan antara pelaksanaan terapi
spiritual terhadap kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan di Ruang Kenari
Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyu bahwa ada pengaruh
peningkatan kemampuan mengotrol halusinasi pendengaran setelah di berikan terapi
spiritual dzikir. 6 Apabila terapi spiritual dilakukan secara terus menerus dan jika pasien
sering mengikuti jadwal terapi keagamaan maka akan semakin memberikan pengaruh
yang kuat untuk membantu pasien mengotrol perilaku kekerasan
dan menenangkan hatinya. Dengan demikian pasien pun akan semakin percaya diri
dan merasa lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa terapi spiritual apabila dilafalkan
secara baik dan benar dapat membuat hati menjadi tenang dan rileks. Terapi spiritual
(dzikir dan mendengarkan bacaanAl-qur’an) juga dapat diterapkan pada pasien perilaku
kekerasan, karena ketika pasien melakukan terapi spiritual dengan tekun dan
memusatkan perhatian yang sempurna (khusu’) dapat memberikan dampak saat
perilaku kekerasan yang juga memiliki masalah keperawatan halusinasi pendengaran
yang dapat membuat pasien melakukan kekerasan itu dapat menghilangkan suara-
suara yang tidak nyata dan lebih dapat menyibukkan diri dengan melakukan terapi
spiritual: dzikir dan mendengarkan bacaan Al- Qur’an.3
Menurut Yusuf, seseorang yang mengalami gangguan jiwa atau penyimpangan
perilaku dapat terjadi apabila banyak faktor sosial disekitar lingkungannya yang
memicu munculnya stress. Stres yang berlebih dapat memicu munculnya gangguan
jiwa apabila seseorang tidak memiliki pertahanan atau mekanisme koping yang baik.7
Terapi spiritual/religi adalah suatu terapi yang dilakukan dengan cara mendekatkan
diri pasien terhadap kepercayaan yang dianutnya. Bentuk dari terapi spiritual
diantaranyaadalah dzikir dan mendengarkan Al-qur’an. Salah satu tindakan yang dapat
menurunkan perilaku kekerasan adalah dengan terapi spiritual dzikir (subhanallah,
alhamdulillah, allahu akbar) sebanyak 33 kali dan mendengarkan bacaan Al-qur’an
(surah Ar-Rahman) yang dibacakan langsung oleh petugas terapi keagamaan Rumah
Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan.
Mendengarkan bacaan Al-qur’an dapat menurunkan hormon-hormon stres,
mengaktifkan hormon endorfin alami, meningkatkan perasaan rileks dan mengalihkan
perhatian dari rasa takut, cemas, dan tegang, serta memperbaiki sistem kimia tubuh
sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung
denyut nadi dan aktivitas gelombang otak. Laju pernapasan yang lebih dalam atau lebih
lambat tersebut sangat baik menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang
lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik. Dengan demikian diberikan terapi
spiritual mendegarkan bacaan Al-qur’an bisa menjadi lebih rileks dan tenang sehingga
menurunkan tingkat emosi pada pasienperilaku kekerasan.8
Pada saat dilakukan penelitian di Ruang Kenari RSKD Dadi Provinsi Sulawesi
Selatan, sebelum dan sesudah dilakukan terapi spiritual terdapat perbedaan atau
pengaruh yang sifnifikan karena dari tanda dan gejala yang muncul ada saat pre-test
menjadi berkurang setelah dilakukan post-test terapi spiritual. Itu sangat terbukti
karena pada saat pre-test, kategori tidak terkontrol lebih banyak (65.0%) dibanding
kategori yang tekontrol (35.0%), sedangkan pada saat post-test kategori terkontrol
lebih banyak (80.0%) dibanding kategori tidak terkontrol (20.0%).
Seluruh pasien beragama Islam yang ada di Ruang Kenari menjalani terapi
keagamaan atau terapi spiritual secara bergantian, dimulai dari 10 hingga 15 pasien
yang ikut terapi keagamaan mengikuti jadwal yaitu setiap hari selasa dan kamis.
Adapun kegiatan keagamaan yang biasanya diikuti oleh pasien adalah dzikir, membaca
atau memperdengarkan Al-qur’an, ceramah agama, dan lain sebagainya. Pasien
tersebut mengatakan akan merasa tenang apabila sedang mengikuti terapi keagamaan
terutama pada saat diperdengarkan bacaan Al-qur’an. Ketika tanda marah muncul pada
diri pasien maka hal yang dilakukannya adalah kadang-kadang membaca bacaan surah
Al-qur’an yang menurutnya ia hafal dan ada pula yang langsung berdzikir untuk
menenangkan hatinya.
Pada saat wawancara pasien mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh
peneliti dan mau menjawab serta mengikuti alur penelitian, meskipun beberapa dari
mereka ada yang menunjukkan sikap menarik diri sehingga beberapa pertanyaan tidak
mampu ia jawab namun pasien tersebut masih bisa membantu dalam penelitian ini.
Pada saat dilakukannya terapi spiritual (dzikir dan mendengarkan bacaan Al-qur’an)
pasien melakukan dzikir dengan baik namun masih ada pula yang belum mampu
melakukan dzikir (subhanallah, alhamdulillah, allahu akbar) tersebut. Akan tetapi
pada saat diperdengarkan bacaan Al-qur’an yang dibacakan langsung oleh petugas
terapi keagamaan Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan seluruh
pasien mendengarkan bacaan surah Ar-rahman tersebut dengan penuh perhatian
meskipun beberapa dari mereka ada yang tidak terlalu memperhatikannya namun
mereka masih bisa menyebutkan nama surah yang diperdengarkan, dan bahkan ada
yang langsung membacakan beberapa ayat dari Surah Ar-rahman tersebut dan
mengatakanmerasa lega setelah membacanya sendiri.
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stresor yang dihadapi
oleh seseorang, yang ditunjukkan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik
pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, secara verbal maupun non-verbal.
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan atau agresifitas
dapat didefinisikan, yaitu suatu perilaku mencederai atau melukai diri sendiri, orang
lain/sekelompok orang dan lingkungan, baik secara verbal, fisik, dan psikologis yang
akan mengakibatkan beberapa kerugian seperti trauma fisik, psikologis, dan bahkan
kematian. Untuk mengatasi maupun meminimalkan dampak tersebut, maka perawat
perlu mengetahui karakteristik perilaku yang ditunjukkan oleh individu melakukan
perilaku kekerasan mulai dari kondisi memperlihatkan permusuhan sampai pada
tingkat yang serius seperti memukul atau melukai dan reaksi perilaku kekerasan yang
ditunjukkan setiap individu berbeda-beda dan berfluktuasi.9,10,11,12
Kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan merupakan salah satu proses
dalam pemulihan terhadap penyakitnya. Pasien bukan hanya untuk sekadar pulih dari
penyakit, tapi untuk membuat kehidupannya menjadi lebih berarti. Selama menjalani
proses pemulihan, individu membutuhkan dukungan dari lingkungan. Mereka
membutuhkan supportive environment dari keluarga, tetangga, masyarakat, pemerintah,
dan swasta.10,13,14,15
dekat dengan Allah SWT, terutama pasien dengan perilaku kekerasan. Untuk peneliti
selajutnya diharapkan agar menggunakan metode penelitian yang lain, sampel yang
lebih banyak, dan waktu yang lebih lama agar dapat memperoleh hasil yang lebih
signifikan.
7. DAFTAR PUSTAKA
1. Health WFFM. Annual Report 2016. In Mill Street, USA; 2016. Available from:
https://wfmh.global/wp-content/uploads/2016-wfmh-annual-report.pdf
2. Stuart GW. Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa. 1st Indone.
Pasaribu BAK and J, editor. Elsevier Singapore Pte Ltd.; 2016.
3. Laela Dewi Saputri, Dwi Heppy S-. Pengaruh Terapi Spiritual Mendengarkan Ayat
Suci Al-Quran Terhadap Kemampuan Mengontrol Emosi Pada Pasien Resiko
Perilaku Kekerasan Di RSJ DR. Amino Gondohutomo. Karya Ilm STIKES
Telogorejo. 2015;22:1–12.
6. Hidayati, Wahyu Catur, Dwi Heppy Rochmawati T. Pengaruh Terapi Religius Zikir
Terhadap Peningkatan Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran Pada
Pasien Halusinasi Di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan. 2014;1–9.
7. Yusuf, Ah. fitryasari, Rizky. Nihayati HE. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika; 2015.
10. Suhermi, Fatma J. Dukungan Keluarga dalam Proses Pemulihan Orang dengan
Gangguan Jiwa (ODGJ). Jurnal Kesehatan Suara Forikes [Internet].
2019;10(April):109–11. Available from: https://forikes-
ejournal.com/index.php/SF/article/view/sf10207