Ma
Ed
of
uca
Journal
t io n
PENALARAN ALJABAR
Latifah Nuraini
Volume 8
Nomor 15
Halaman 884- 932
Desember 2017
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika
(PPPPTK Matematika)
8
SUSUNAN DEWAN REDAKSI
JURNAL EDUMAT VOLUME 8 NOMOR 15 TAHUN 2017
PPPPTK MATEMATIKA
Penanggung jawab : Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Rumah Tangga
Harwasono, S.Kom., MM.
Dewan Redaksi :
Pemimpin Redaksi : Dra. Puji Iryanti, M.Sc.Ed.
Anggota Redaksi : 1. Dr. Adi Wijaya, M.A.
2. Estina Ekawati, M.Pd.Si.
884
sebagai kasus. Diberikan contoh dan bekerja mundur untuk
karakteristik penalaran aljabar siswa menyelesaikan masalah, (b)
kelas VII sebagai gambaran rata-rata membuat dan menguji dugaan, dan
kemampuan ajabar yang dimiliki (c) menciptakan argumen.
siswa di Indonesia.
Shadiq (2009:14) menyatakan
2. Penalaran indikator-indikator penalaran yang
dicapai oleh siswa adalah
Penalaran (reasoning) adalah proses kemampuan menyajikan pernya-
berpikir yang dilakukan dengan taan secara lisan, tertulis, gambar
suatu cara untuk menarik dan diagram, kemampuan mengaju-
kesimpulan. Sebagaimana pernya- kan dugaan, kemampuan
taan Suriasumantri (2007: 42) melakukan manipulasi, kemampu-
bahwa penalaran adalah suatu an menyusun bukti, memberikan
proses berpikir dalam menarik alasan/bukti terhadap kebenaran
kesimpulan berupa pengetahuan, solusi, kemampuan menarik
penalaran menghasilkan pengetahu- kesimpulan dari pernyataan,
an yang dikaitkan dengan kegiatan memeriksa kesahihan suatu
berpikir bukan perasaan. argumen, menemukan pola atau
sifat dari gejala matematis untuk
Dominowski (2002:57) menyatakan
membuat generalisasi.
bahwa penalaran adalah jenis
khusus dari pemecahan masalah. Russel (NCTM,1999:l) menyatakan
Intinya, penalaran adalah alat untuk bahwa penalaran matematik adalah
memahami matematika dan pusat belajar matematika.
pemahaman matematik itu Matematika adalah suatu disiplin
digunakan untuk menyelesaikan berkenaan dengan objek abstrak dan
masalah. Pengalaman menyelesai- penalaranlah alat untuk memahami
kan masalah dapat memperkuat abstraksi. Russel menambahkan,
pemahaman dan penalaran penalaranlah yang digunakan untuk
matematik yang kemudian kembali berpikir tentang sifat-sifat
menjadi modal untuk memecahkan sekumpulan objek matematik dan
masalah baru atau masalah yang mengembangkan generalisasi yang
lain lagi, demikian siklus itu dikenakan padanya. Penalaran
seharusnya berlangsung. melibatkan beberapa keterampilan
penting seperti menyelidiki pola,
National Council of Teachers of
membuat dan menguji dugaan
Mathematics (NCTM, 2000)
(conjecture), dan menggunakan
menegaskan bahwa bernalar dan
penalaran deduktif dan induktif
membuktikan adalah salah satu dari
formal untuk memformulasikan
lima kompetensi yang harus tumbuh
argumen matematik.
dan berkembang ketika anak belajar
matematika. Curriculum and Sejalan dengan pernyatan Russel di
Evaluation Standards (NCTM, 1989) atas, Sumarto (2006: 6) menyatakan
memberikan ciri-ciri saat proses penalaran dibedakan menjadi dua,
penalaran sedang berlangsung, yaitu yaitu penalaran deduktif dan
bila: (a) menggunakan coba-ralat
885
induktif. Penalaran deduktif penarikan kesimpulan terhadap
didasarkan atas prinsip, hukum, dugaan-dugaan terkait yang telah
atau teori yang berlaku umum dibuktikan kebenarannya.
tentang suatu hal atau gejala untuk
ditarik kesimpulan tentang sesuatu 3. Aljabar
yang khusus. Sementara penalaran
Aljabar merupakan cabang
induktif merupakan proses
matematika mengenai studi tentang
penalaran untuk sampai pada suatu
struktur, hubungan dan kuantitas.
keputusan, prinsip, atau sikap yang
Nama ini ini berasal dari risalah
bersifat umum, berdasarkan
yang ditulis oleh matematikawan
pengamatan atas hal-hal khusus.
Persia Muhammad ibnu Musa al-
Menurut NCTM (2000: 56), bernalar Khawarizmi dalam Al-Kitab al Jabr
matematik adalah suatu kebiasaan, wal-Muqabala, yang menyediakan
dan seperti kebiasaan lainnya, maka operasi simbolik untuk solusi
ia mesti dikembangkan melalui matematis persamaan linear dan
pemakaian yang konsisten dan kuadrat. Beberapa hal yang menjadi
dalam berbagai konteks. NCTM penyebab kesulitan siswa di
menambahkan, orang yang bernalar antaranya konsep variabel dan
dan berpikir secara analitik akan simbol-simbol yang belum pernah
cenderung mengenal pola, struktur, dijumpai pada pembelajaran
atau keteraturan baik di dunia nyata matematika sebelumnya. Selain itu
maupun pada simbol-simbol. Gigih pemahaman siswa tentang konsep
mencari tahu apakah pola itu terjadi aritmetika yang kurang baik
secara kebetulan ataukah ada menyebabkan kesulitan memahami
alasan tertentu. Membuat dugaan konsep dasar aljabar. Kesulitan ini
dan menyelidiki kebenaran atau berkaitan dengan perbedaan antara
ketidakbenaran dugaan itu. konsep aritmetika dan konsep
Membuat dan menyelidiki dugaan aljabar. Konsep aritmetika
adalah hal yang sangat penting memfokuskan pada hasil operasi
dalam matematika, karena melalui data spesifik, sedangkan pada
dugaan berbasis informasilah konsep aljabar melibatkan
penemuan matematik sering terjadi. pembuatan hubungan yang jelas
Jadi, melalui pemecahan masalah antara suatu yang tidak diketahui
matematik siswa dibimbing, dengan data dan melakukan
didorong, dan difasilitasi untuk manipulasi untuk menyelesaikan
mengasah seluruh kemampuan masalah.
penalaran matematiknya agar dapat
Dalam Kamus Besar Bahasa
tumbuh dan berkembang seperti
Indonesia (2005: 31) aljabar
yang diharapkan.
diartikan sebagai cabang
Berdasarkan definisi di atas dapat matematika yang menggunakan
disimpulkan bahwa penalaran tanda-tanda dan huruf-huruf untuk
merupakan bagian tertentu dalam menggambarkan atau mewakili
memecahkan masalah yang angka-angka (a, b, c, sebagai
melibatkan proses penyelidikan dan pengganti bilangan yang diketahui
886
dan x, y, z untuk bilangan yang menerima kalimat terbuka sebagai
tidak diketahui). jawaban, membandingkan kesama-
an pernyataan-pernyataan berda-
Aljabar adalah proses mengenali sarkan sifat pada evaluasi numerik,
hubungan antara kuantitas dan dan e) memfokuskan kembali makna
operasi (Ontario Ministri of Education, tanda sama dengan.
2013). Aljabar adalah suatu cara
berpikir, suatu kumpulan konsep, Berdasarkan definisi di atas dapat
dan keterampilan yang disimpulkan bahwa aljabar adalah
memungkinkan siswa melakukan ilmu logika yang menggunakan
generalisasi, memodelkan, dan simbol-simbol untuk menentukan
menganalisis situasi matematika hubungan dari suatu yang tidak
(NCTM, 2008). diketahui dengan data, memani-
pulasi relasi yang memuat bilangan
Chiappini dan Lemut menyatakan dan simbol, fokus pada sifat operasi
bahwa tidak seperti aritmetika, tidak hanya pada hasil perhitungan,
tujuan utama aljabar tidak untuk dan mengetahui makna tanda sama
menyatakan perhitungan numerik, dengan dalam suatu persamaan.
tetapi menyediakan jalan untuk
merepresentasikan, menganalisis, 4. Penalaran Aljabar
dan memanipulasi relasi yang
memuat bilangan dan huruf (Dettori Penalaran aljabar diambil dari kata
et al., 2002). penalaran sebagai suatu penarikan
kesimpulan dan aljabar sebagai
Aljabar adalah ilmu logika yang suatu pernyataan bervariabel yang
dinyatakan dengan simbol-simbol mewakili suatu nilai. Jadi
dan memungkinkan untuk berdasarkan arti kata, penalaran
mendeskripsikan dan menganalisis aljabar merupakan proses penarikan
hubungan antar kuantitas kesimpulan dari hal yang khusus
(Dobrynina dan Tsankova, 2005). dan menyatakan kesimpul-an
Hal ini sesuai dengan Kieran (2004) tersebut dalam pernyataan
yang menyatakan untuk bervariabel.
mengembangkan cara berpikir
aljabar diperlukan penyesuaian di Penalaran aljabar (Ontario Ministry of
antaranya: a) fokus pada hubungan Education, 2013) mendasari semua
dan tidak hanya pada jawaban penalaran matematika, karena
berupa perhitungan numerik, b) dalam aljabar struktur matematika
fokus pada operasi-operasi dan dapat dieksplorasi. Kaput dan
inversnya, c) fokus pada langkah Blanton (Ontario Ministry of
dan penyelesaian masalah, bukan Education, 2013) menyatakan bahwa
hanya penyelesaiannya, d) fokus penalaran aljabar adalah proses
pada bilangan dan huruf/variabel, menggeneralisasikan ide matematika
bukan hanya pada angka saja, dari suatu hal yang khusus melalui
termasuk melakukan operasi pada pemberian argumen, dan
sesuatu yang belum diketahui menyatakan secara formal sesuai
misalkan variabel atau parameter, perkembangan usia siswa. De Walle
et al. (Ontario Ministry of Education,
887
2013) menyatakan penalaran aljabar bentuk paling sederhana dari
melibatkan pembentukan formula tersebut disebut generali-
perumuman/generalisasi dari sasi simbolik.
pengalaman dengan bilangan dan
perhitungan, memformalkan ide Penalaran aljabar sebagai
tersebut dengan menggunakan generalisasi aritmetika menurut
sistem simbol, dan mengeksplorasi Carpenter et al. (Ontario Ministry of
konsep dari pola dan fungsi. Education, 2013) adalah penalaran
tentang operasi dan sifat yang
Berdasarkan pernyataan De Walle et berhubungan dengan bilangan.
al. di atas, menunjukkan pentingnya Generalisasi aritmetika adalah
generalisasi dalam penalaran perubahan dari perhitungan pada
aljabar. Generalisasi merupakan bilangan tertentu menuju berpikir
bagian dari penalaran aljabar yang tentang struktur matematika yang
berkembang melalui pengalaman mendasari aritmetika dengan
yang berkelanjutan. Hal tersebut mengidentifikasi pola yang
diungkapkan dalam penelitian ditemukan pada aritmetika. Siswa
Radford (2003) terhadap dapat mengembangkan penalaran
penyelesaian masalah pola bilangan. aljabar dengan beberapa cara dalam
Siswa tidak serta merta dapat generalisasi aritmetika yaitu
melakukan generalisasi terhadap menyelediki sifat dan hubungan,
masalah pola bilangan, generalisasi menyelediki persamaan sebagai
berkembang dari perhitungan hubungan antara kuantitas,
dengan bilangan konkret hingga menggunakan simbol sebagai
penggunaan simbol. variabel.
888
Berdasarkan uraian di atas, Level Karakteristik
penalaran aljabar adalah proses
seseorang melakukan generalisasi - objek intensif (intensive
objek matematika dari suatu hal object)
- generalisasi dapat dikenali
yang khusus dan menyatakan dalam dengan jelas dengan bahasa
bentuk umum/formal menggunakan apa adanya, numerik,
Level
simbol/variabel, serta dapat ikonik, dan dengan isyarat
1 tertentu
menentukan hubungan fungsional
- terdapat simbol yang
objek matematika. Hubungan merujuk pada objek intensif,
fungsional ini dapat berupa tetapi tidak melakukan
penentuan suatu nilai berdasarkan operasi terhadap objek
tersebut
formula tertentu, ataupun
- melibatkan variabel yang
menentukan formula apabila dinyatakan dengan bahasa
diketahui nilai-nilainya. simbol yang merujuk pada
objek intensif, tetapi masih
5. Level Penalaran Aljabar Level bersifat sementara
- bentuk umum berupa
2 persamaan Ax±B=C
Ake et al. (2013) mengajukan empat
- tidak melakukan operasi
level penalaran aljabar dengan dengan variabel untuk
menggunakan tiga kriteria berikut. membuat bentuk umum
889
Margoyoso Kabupaten Pati, Jawa Indikator Karakteristik
Tengah berdasarkan level penalaran bahwa siswa
aljabar Ake et al (2013) dengan memahami
masalah (K1)
instrumen pola bilangan (Latifah,
- memunculkan
2015) terletak pada level yang lebih variabel dan
tinggi dari level 2 namun belum memahami
mencapai level 3. Pada level tersebut maknanya, hal
ini
siswa masih membutuhkan menunjukkan
dorongan untuk melakukan operasi subjek tidak
pada variabel. menggunakan
bahasa simbol
(K2-1)
- siswa dapat
membuat
perhitungan
untuk
menentukan
kuantitas yang
ditanyakan,
menunjukkan
siswa tidak
bergantung
pada objek
khusus (K2-2)
- memunculkan
Melakukan variabel dan
memahami
generalisasi
maknanya, hal
(K2) ini
menunjukkan
subjek
menggunakan
bahasa simbol
(K2-3)
- memperhatikan
keteraturan
pola yang
Gambar 1. Instrumen yang digunakan
diketahui,
untuk mengetahui karakteristik
kemudian
penalaran aljabar
membuat
Karakteristik penalaran aljabar perhitungan
siswa tersebut sebagai berikut. untuk
menentukan
Tabel 2. Karakteristik penalaran kuantitas pola
aljabar siswa SMP kelas VII yang
ditanyakan. Hal
Indikator Karakteristik ini
- menggunakan menunjukkan
informasi pada subjek
soal untuk melakukan
Memahami menentukan generalisasi
langkah (K2-4)
masalah (K1)
penyelesaian Membuat - membuat
masalah, hal
bentuk umum bentuk umum
tersebut
dengan menggunakan
menunjukkan
890
Indikator Karakteristik masalah
variabel (K3) variabel, dan (K1)
memahami Melakukan
maknanya (K3- K2-1, K2-2, K2-1, K2-2,
generalisasi
1) K2-3, K2-4 K2-3, K2-4
(K2)
- tidak
K3-1, K3-1,
melakukan Membuat
operasi pada belum belum
bentuk
variabel (tidak sepenuh- sepenuhny
umum
berkategori K3- nya a
dengan
2) berkate-gori berkategori
menyelesaikan variabel (K3)
- K3-2 K3-2
masalah (K4-1) Menyelesaik
- memahami
an masalah K4-1, K4-2 K4-1, K4-2
bentuk umum,
sehingga siswa (K4)
Menyelesaikan
dapat di atas di atas
masalah (K4) menggunakan level 2 level 2
Level
bentuk umum namun namun
untuk Penalaran
belum belum
menyelesaikan Aljabar
mencapai mencapai
masalah (K4-2)
level 3 level 3
891
Penting untuk mengenalkan aljabar (I) (II) (III)
pada siswa dengan bantuan benda Pola Bagaimana Cara Banyak
konkret sehingga kemudian dapat Ke- Memperolehnya? Tusuk
mengerjakan soal yang disajikan Gigi
dengan gambar (Ontario Ministry of 1 2+3 5
Education, 2013). Perhatikan 2 2+3+3 8
Gambar 2 berikut, siswa diminta 3 2+3+3+3 11
menentukan bagaimana cara yang : :
tepat untuk mencari banyak tusuk 100 :
gigi pada pola tertentu. Soal berikut
dapat diberikan pada siswa pada Siswa mula-mula menuliskan cara
semua kelas, pertanyaan dapat yang berbeda pada kolom kedua,
disesuaikan tergantung kelas. kemudian guru mengarahkan
Misalkan pada siswa SD kelas awal melalui gambar tusuk gigi tersebut
digunakan benda konkret berupa apa yang tetap dan apa yang
tusuk gigi, dan siswa diminta berubah. Siswa dengan
menentukan bagaimana cara untuk kemampuannya menyimpulkan
menentukan banyak tusuk gigi bagaimana cara memperoleh banyak
kesepuluh. Kemudian pada siswa SD tusuk gigi yang dibutuhkan.
kelas tinggi dengan menggunakan Mungkin beberapa siswa dapat
gambar, diminta untuk menentukan dengan mudah menyimpulkan
rumus yang digunakan untuk rumus berdasarkan perhitungannya
menentukan banyak tusuk gigi pada di kolom kedua. Namun ada pula
pola keseratus tanpa menghitung siswa yang membuat tabel tersebut
secara aritmatik (penambahan sampai baris keseratus dan
berulang). melakukan perhitungannya satu per
satu.
892
kemampuan heterogen. Dengan contoh yang mengakibatkan
pengkondisian tersebut memung- simpulannya salah, maka
kinkan siswa mendiskusikan pe- dugaannya pun salah. Selain itu
mikirannya, dan diharapkan dapat dengan banyak latihan siswa
mengembangkan kemampuan pe- dapat memahami bahwa suatu
nalaran aljabar melalui kegiatan contoh tidak dapat membuktikan
tersebut. sebuah dugaan, dan dengan
membutuhkan banyak contoh
Berikut ini adalah langkah-langkah dari suatu aturan untuk
yang dapat digunakan agar siswa membuktikan dugaan tersebut
dapat mengembangkan kemampuan berlaku.
penalaran aljabar dalam diskusi.
c. Memprediksikan
Langkah-langkah untuk mengem-
Sebuah pola aturan adalah suatu
bangkan kemampuan penalaran
simpulan yang memungkinkan
aljabar (Ontario Ministry of
untuk mem-prediksi jawaban
Education, 2013) di antaranya, (a)
yang tepat. Siswa dapat memulai
mengajukan dan menguji dugaan,
dengan pertanyaan “jawaban apa
(b) menjustifikasi dan membukti-
yang mungkin untuk pola
kan, (c) memprediksikan.
berikut-nya?” kemudian pada
a. Mengajukan dan menguji dugaan jawaban beberapa pola setelah
Untuk menyelidiki hubungan itu, hingga jawaban pola tertentu
aljabar, diperlukan pemikiran yang sangat jauh dari pola awal.
yang lebih. Salah satu hal yang Meminta siswa menjawab pola
paling penting untuk tertentu yang sangat jauh dari
mengembangkan pemikiran pola awal akan mendorong siswa
aljabar siswa adalah membantu untuk mengetahui hubungan,
siswa membuat dugaan menentukan operasi yang
(konjektur) dan membantu mungkin, dan menyimpulkan
mereka menyaring dugaannya formula/rumus yang cocok
yang mungkin salah atau tidak untuk menentukan jawaban yang
tepat. Misalnya pada contoh 12 – diminta. Pada proses tersebut
12 = 0 dan 45 – 45 = 0 sehingga siswa menganalisis karakteristik
memunculkan dugaan bahwa dari data, sehingga ditemukanlah
“jika bilangan pertama sama operasi yang mungkin untuk
dengan bilangan kedua, menyelesaikan masalah yang
jawabannya adalah nol.” diberikan.
Kemudian diperbaiki menjadi
“jika kamu mengurangi bilangan Demikian beberapa cara yang dapat
dengan bilangan yang sama, diimplementasikan untuk mening-
hasilnya adalah nol.” katkan kemampuan penalaran
aljabar pada pembelajaran
b. Menjustifikasi dan membuktikan
matematika. Tentunya masih ada
Sangat penting pula untuk
banyak cara yang dapat digunakan
berlatih menjustifikasi dan
dengan memanfaatkan teori di atas
membuktikan suatu dugaan.
ataupun menggunakan referensi
Pertanyaan yang dapat
lain. Guru dapat memilih maupun
digunakan untuk mengujinya
mengombinasikan berbagai langkah
adalah “apakah ini selalu benar?
tersebut sesuai kemampuan kognitif
Bagaimana kamu mengetahui-
siswa, tersedianya alat peraga,
nya?”
maupun media yang tersedia.
Melalui latihan, siswa dapat
memahami bahwa jika ada satu 8. Kesimpulan
893
Penalaran aljabar adalah proses yang sederhana hingga materi
seseorang melakukan generalisasi kompleks menggunakan operasi
objek matematika dari suatu hal variabel. Penalaran merupakan
yang khusus dan menyatakan dalam berpikir tingkat tinggi sehingga
bentuk umum/formal menggunakan dalam pengembangannya terutama
simbol/variabel, serta dapat pada materi aljabar diperlukan
menentukan hubungan fungsional proses yang tidak instan. Penalaran
objek matematika. Hubungan aljabar dapat diper-kenalkan mulai
fungsional ini dapat berupa pendidikan usia dini hingga siswa
penentuan suatu nilai berdasarkan mengembangkan kemampuan
formula tertentu, ataupun berpikir formal, sehingga nantinya
menentukan formula apabila siswa mudah beradaptasi pada saat
diketahui nilai-nilainya. Penalaran siswa dihadapkan dengan situasi
aljabar sangat penting untuk yang kompleks khususnya pada
memahami materi aljabar mulai dari aljabar.
Daftar Pustaka
Ake, L. P., Godino, J. D., Gonzato, M., &Wilhelmi, M. R. (2013). Proto-Algebraic Level of
Mathematical Thinking. Proceedings of the 37th Conference of the International
Group for the Psychology of Mathematics Education.Vol 2. PME
37/KIEL/GERMANY.
Depdiknas. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Dettori, G., Garuti, R, & Lemut, E. (2002). From Arithmetic to Algebraic Thinking by
Using a Spreadsheet. In Perspectives on School Algebra, R. Sutherland, T.
Rojano, A. Bell and R. Lins (eds.), Mathematics Education Library, V. 22,
Dodrecht: Kluwer Academic Pub., pp. 191-207. ISBN: 978-0-7923-6462-7
DOI10.1007/0-306-47223-6_11.
Dobrynina, G., & Tsankova, J. (2005). Algebraic Reasoning of Young Students and
Preservice Elementary Teachers. Proceedings of the 27th annual meeting of the
North American Chapter of the International Group for the Psychology of
Mathematics Education. Lloyd, G. M., Wilson, M., Wilkins, J. L. M., & Behm, S.
L. (Eds.).
Dominowski, R. L. (2002). Teaching Undergraduates. New Jersey : Lawrence Erlbaum
Associates Publisher.
Godino, J.D., Batanero, C., & Font, V. (2007).The Onto-Semiotic Approach to Research in
Mathematics Education. ZDM The International Journal on Mathematics
Education. Vol. 39 (1 – 2). 127 – 135.
Kieran, C. (2004). Algebraic Thinking in Early Grades: What is it? The Mathematics
Educator. Vol. 8, No. 1, 139 – 151.
Lestari. (2011). Konsep Matematika untuk Anak Usia Dini. Direktorat Pembinaan
Pendidikan Anak Usia Dini. (tersedia online)
Minarni, A. (2010). Peran Penalaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematik Siswa. Makalah dipresentasikan pada 27
November 2010 di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY)
NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston: VA.
_______. (1999). Developing Mathematical Reasoning in Grade K-12. Reston: VA.
_______. (2000). Principles and standards for school mathematics. Reston: VA.
_______. (2008). Algebra: What, When, and for Whom. Reston: VA.
Nuraini, L. (2015). Penalaran Aljabar Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Margoyoso Kabupaten
Pati dalam Pemecahan Masalah Matematika Tahun Pelajaran 2014/2015.
Surakarta : Program Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Tesis.
894
Ontario Ministry of Education. (2013). Paying Attention to Algebraic Reasoning. Toronto,
ON: Queen’s Printer for Ontario.
Radford, L. (2003). Gestures, speech, andthe sprouting of sign: A semiotic-cultural
approach to students’ types of generalization. Mathematical Thinking and
Learning, 5 (1), 37-70. Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Rosnawati, R. (2013). Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP Indonesia pada
TIMSS 2011. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan
MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 18 Mei 2013.
Shadiq, F. (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Makalah
disampaikan pada Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMA Jenjang
Dasar tanggal 6 - 19 Agustus di PPG Matematika.
Sumantri, J. S. (2007). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Sumarto. (2006). Konsep Dasar Berpikir: Pengantar ke Arah Berpikir Ilmiah. Disajikan
dalam seminar akademik HUT ke-40 FE UPNV Jatim Surabaya: 23 Maret 2006.
895
DAPATKAH RUMUS LUAS LINGKARAN
DIBUKTIKAN LEWAT SEGITIGA?
Sumardyono
PPPPTK Matematika
896
kongruen (n suatu bilangan asli). Contoh.
Misalnya, 4, 9, 16 atau 25 juring Pada sebuah prosiding seminar
yang kongruen. nasional (Tisa, 2015), terdapat
• Lalu, kesemua juring disusun penjelasan pembuktian rumus
menjadi berpola segitiga, seperti luas lingkaran ( gambar 2).
Gambar 1. Terlepas dari banyak penulisan
• Oleh karena membentuk pola ekspresi matematika yang tidak
segitiga, kemudian menggunakan tepat, konsep susunan juring dan
rumus segitiga untuk konsep segitiga pada uraian di
menghitung luas lingkaran. Hal Gambar 2, keduanya tidak
ini dilakukan dengan terbedakan dengan jelas dan
menentukan alas segitiga dan tepat. Bahkan dinyatakan bahwa
tinggi segitiga. Dalam kasus (luas) 16 juring sama dengan
umum, alas segitiga disusun dari (luas) segitiga samakaki. Pada
n buah juring sehingga panjang perhitungan luas segitiga,
𝐾
alas dinyatakan dengan 2 𝑛 =
2𝜋𝑟
, misalnya, terdapat penggunaan
𝑛 𝑛 alas segitiga sama dengan ¼
K = keliling lingkaran. Sementara keliling lingkaran.
tinggi segitiga yang juga dibentuk
dari n buah juring dinyatakan
dengan nr. Dengan
menggunakan rumus luas
segitiga diperoleh luas lingkaran
(namakan L) sebagai berikut.
1 2𝜋𝑟
L= ⋅ ⋅ 𝑛𝑟 = 𝜋𝑟 2
2 𝑛
897
Gambar 3a dan 3b merupakan
contoh dokumen yang memuat
kesalahan dengan menyatakan
luas n juring sama dengan luas n
segitiga.
Contoh.
Perhatikan cuplikan dokumen
(Rifandi, 2014) di sebuah laman
berikut ini (Gambar 4).
Terdapat kalimat, “..., semakin
banyak juring maka akan
semakin membentuk segitiga
sama kaki yang lebih mendekati
... “. Kalimat ini mengarahkan
pembaca pada pengertian bahwa
semakin banyak juringnya maka
bentuknya mendekati segitiga
sama kaki yang sempurna.
Padahal kenyataannya harus
disadari bahwa jika banyak
juring menuju tak hingga, maka
bentuknya menjadi garis bukan
lagi secara spesifik berupa
Gambar 3b. Miskonsepsi luas
segitiga samakaki.
898
Gambar 4. Kesalahan bentuk susunan juring menuju bentuk segitiga
899
Perhitungan di atas berlaku hanya
jika 𝑛 ≠ 0. Untuk sebarang n bilangan
real, tentu hasil di atas benar. Jika
diteruskan, ruas kiri akan sama
dengan 𝜋𝑟 2 (rumus luas lingkaran).
Pada bagian ini, sebagai alternatif Jika banyak juring terbatas, maka
pembuktian menggunakan pola setiap segitiga yang dibentuk dari
segitiga (karena metode sebelumnya kedua sisi juring (panjang r) dan tali
ternyata tidak sebaik yang diduga, busur juring hanya merupakan
mengandung banyak potensi pendekatan untuk juring
kekeliruan dan miskonsepsi), maka bersangkutan. Namun jika banyak
diberikan beberapa cara juring menuju tak hingga (dengan
menggunakan pola segitiga, termasuk memandang setiap juring kongruen),
juga pola bangun datar lainnya selain maka setiap juring
persegipanjang. merepresentasikan sebuah segitiga
(trivial) berbentuk garis, yang jumlah
Agar pembahasan tidak melebar
luasnya tidak trivial, karena jumlah
jauh, apa yang dimaksudkan dengan
alasnya tak lain adalah 2πr dan tinggi
penggunaan pola segitiga adalah
segitiga adalah r. Dengan demikian
menyusun kembali bagian-bagian
luas lingkaran adalah jumlah luas
daerah lingkaran (yang dipotong
segitiga-segitiga tersebut yaitu
dengan cara atau pola tertentu)
hingga menjadi sebuah pola yang 1 1 1
𝑎 𝑟 + 𝑎2 𝑟 + 𝑎3 𝑟 + ⋯ =
mirip segitiga dan limit bentuknya 2 1 2 2
1 1
(untuk banyak potongan menuju tak- (𝑎1 + 𝑎2 + 𝑎3 + ⋯ )𝑟 = (2𝜋𝑟)𝑟 = 𝜋𝑟 2
2 2
hingga) merupakan sebuah segitiga.
Dalam bagian ini, potongan yang Tentu tidak semua orang dengan
dimaksud adalah juring-juring mudah memahami penjelasan di
lingkaran. atas, yang memuat konsep limit
terhadap kuantitas dan bentuk
a. Penggunaan Juring bangun datar.
Lingkaran pada Prinsipnya
menggunakan Rumus Sebagai contoh pada sebuah
Segitiga dokumen modul (Turmudi, 2009),
juga memuat kesalahan dalam cara
Sebenarnya kebanyakan pembuktian menyajikan konsep limit.
luas lingkaran dengan cara induktif
yang menggunakan potongan juring Pada Gambar 7, konsep segitiga dan
menggunakan rumus segitiga di konsep juring, serta hubungannya
dalamnya. untuk bentuk dengan banyak juring
terbatas dan bentuk limitnya (untuk
Perhatikan bahwa secara intuitif, kita banyak juring kongruen menuju tak-
sebenarnya dapat memandang hingga) tidak dideskripsikan dengan
sebuah lingkaran dengan jari-jari r jelas.
sebagai gabungan tak-hingga
banyaknya juring lingkaran.
900
persegipanjang (sempurna), dengan
lebar 𝑟 dan panjang 𝜋𝑟.
b. Beberapa Contoh
Pembuktian Luas Lingkaran
menggunakan Pola Segitiga
901
Gambar 13. Pola segitiga siku-siku
(cara 2)
Gambar 10. Pola segitiga samakaki Banyak juring genap dan salah satu
(cara 2) juring tidak dibagi 2 (ada 4 cara)
b) Segitiga Siku-siku
Banyak juring genap dan salah satu
juring dibagi 2 (ada 2 cara) Gambar 14. Pola segitiga siku-siku
(cara 3)
902
bilangan genap. Terdapat 2 kasus,
2) Pembuktian Rumus sebagai berikut.
Lingkaran Menggunakan Pola
Segitiga
𝜋 𝜋 𝜋 dan
𝑛𝑟 sin ⋅ 𝑟 cos ≤ 𝐿 ≤ 𝑛𝑟 tan ⋅ 𝑟 𝜋
𝑛 𝑛 𝑛 1 𝑛𝑟 sin𝑛 𝜋
𝐿𝑢𝑎𝑠𝐴𝐵𝐶 = ⋅ 𝜋 �3𝑟 − 𝑟 cos � ⋅
2 2𝑟 cos 𝑛
𝑛
Selanjutnya dengan mengambil limit 𝜋 1 𝜋 2
𝑛 → ∞ maka diperoleh �3𝑟 − 𝑟 cos � = 𝜋𝑟 2 ⋅ �3 − cos � ⋅
𝑛 4 𝑛
𝑛 𝜋
𝑛 𝜋 𝜋 tan
𝜋 𝑛
𝜋𝑟 2 ⋅ lim sin ⋅ lim cos ≤ 𝐿
𝑛→∞ 𝜋 𝑛 𝑛→∞ 𝑛
𝑛
2 ⋅ lim tan
𝜋 Jika diambil limit n menuju tak-
≤ 𝜋𝑟 hingga, maka akan diperoleh
𝑛→∞ 𝜋 𝑛
𝜋𝑟 2 ⋅ 1 ⋅ 1 ≤ 𝐿 ≤ 𝜋𝑟 2 ⋅ 1 lim𝑛→∞(𝐿𝑢𝑎𝑠𝐴𝐷𝐸 + 𝐿𝑢𝑎𝑠𝐹𝐺𝐼𝐻 ) ≤ lim𝑛→∞ 𝐿 ≤
lim𝑛→∞ 𝐿𝑢𝑎𝑠𝐴𝐵𝐶
𝜋𝑟 2 ≤ 𝐿 ≤ 𝜋𝑟 2
𝑛 𝜋 𝜋
𝜋𝑟 2 ⋅ lim𝑛→∞ sin ⋅ lim𝑛→∞ cos ≤ 𝐿 ≤
Secara intuitif, jelas bahwa dengan 𝜋 𝑛 𝑛
1 𝜋 2 𝑛 𝜋
demikian 𝐿 = 𝜋𝑟 2 . Secara analisis, 𝜋𝑟 2 ⋅ �3 − lim𝑛→∞ cos � ⋅ lim𝑛→∞ tan
4 𝑛 𝜋 𝑛
luas lingkaran ini diturunkan dari
Teorema Apit dari ketaksamaan 1
𝜋𝑟 2 ⋅ 1 ⋅ 1 ≤ 𝐿 ≤ 𝜋𝑟 2 ⋅ (3 − 1)2 ⋅ 1
4
terakhir.
𝜋𝑟 2 ≤ 𝐿 ≤ 𝜋𝑟 2
b) Pola Segitiga ke-2
Kasus 2: untuk 𝑛 = 2𝑘 dengan k
Tanpa kehilangan generalisasi,
adalah bilangan ganjil (banyak juring
sebuah lingkaran dibagi ke dalam n
bukan kelipatan 4).
buah juring kongruen dengan n
903
Dengan kesebangunan ADE dan ABC
𝜋 𝜋
diperoleh BC = �3 − cos � �𝑟 tan �1 −
𝑛 𝑛
𝜋 𝑛 𝜋
cos � + 𝑟 ⋅ sin �
𝑛 2 𝑛
𝑟 𝜋 𝜋 𝜋
𝐹𝐺 = 𝑛 sin �2 − cos � − 𝑟 sin �1 −
2 𝑛 𝑛 𝑛
𝜋
cos �
𝑛
Gambar 19. Bagian juring AD dan
trapesium PDEQ Dari hasil-hasil di atas, selanjutnya
diperoleh
Dengan menganggap gambar
1 𝜋
sebelumnya tersusun dari n buah 𝐿𝑢𝑎𝑠𝐴𝐷𝐸 = 𝑟 cos ⋅ 𝐷𝐸
2 𝑛
juring kongruen dan dengan
kesebangunan segitiga PDK dan 1 𝜋 𝜋 𝜋 𝜋
segitiga DAT, maka diperoleh = 𝑟 cos �𝑟 sin �1 − cos � + 𝑟 cos
2 𝑛 𝑛 𝑛 𝑛
𝑛 𝜋
𝜋 𝜋 ⋅ sin �
𝑃𝑄 = 𝑟 �1 − cos � tan + 2 𝑛
𝑛 𝑛
1 𝑛 𝜋 𝜋 Sehingga dapat ditunjukkan bahwa
� − 1� 2𝑟 sin + 𝑟 sin 1
2 2 𝑛 𝑛 lim𝑛→∞ 𝐿𝑢𝑎𝑠𝐴𝐷𝐸 = 𝜋𝑟 2
4
𝜋 𝜋 𝑛 𝜋
= 𝑟 tan �1 − cos � + 𝑟 sin 1 𝜋
𝑛 𝑛 2 𝑛 𝐿𝑢𝑎𝑠𝐹𝐺𝐼𝐻 = ⋅ (𝐹𝐺 + 𝐼𝐻) ⋅ 𝑟 cos
2 𝑛
Dengan kesebangunan ADE dan APQ 1 𝑟 𝜋 𝜋
diperoleh = � 𝑛 sin �2 − cos � −
2 2 𝑛 𝑛
𝜋 𝜋 𝑛 𝜋 𝜋
𝜋 𝜋 𝜋 𝑛 𝜋 𝑟 sin �1 − cos � + 2𝑟 sin � 𝑟 cos
𝑛 𝑛 2 𝑛 𝑛
DE = 𝑟 sin �1 − cos � + 𝑟 cos ⋅ sin
𝑛 𝑛 𝑛 2 𝑛
Sehingga dapat ditunjukkan bahwa
3
lim𝑛→∞ 𝐿𝑢𝑎𝑠𝐹𝐺𝐼𝐻 = 𝜋𝑟 2
4
904
1
𝐿𝑢𝑎𝑠𝐴𝐵𝐶 = ⋅ 𝐵𝐶 ⋅ 𝑟 �3 − cos �
𝜋 Walaupun terlihat seperti
2 𝑛
persegipanjang, namun pola tersebut
1 𝜋 𝜋 menuju jajargenjang.
= ⋅ �3 − cos � �𝑟 tan �1 −
2 𝑛 𝑛
𝜋
cos � + 𝑟
𝑛 𝜋
⋅ sin � ⋅ 𝑟 �3
𝜋
− cos � 2) Pola Trapesium Samakaki
𝑛 2 𝑛 𝑛
Banyak juring kongruen n ganjil
Sehingga dapat ditunjukkan bahwa
lim𝑛→∞ 𝐿𝑢𝑎𝑠𝐴𝐵𝐶 = 𝜋𝑟 2
1) Pola Jajargenjang
Gambar 25. Pola trapesium siku-siku
Banyak juring kongruen n ganjil
4) Pola Layang-layang (konveks)
Gambar 22. Pola jajargenjang (cara 2) Gambar 27. Pola layang-layang (cara 2)
905
Walaupun mungkin awalnya
berbentuk layang-layang konkaf,
namun menuju layang-layang
konveks.
906
berdasarkan pada susunan untuk memperkirakan dengan tepat
berhingga juring lingkaran. bentuk limit bangun datarnya (untuk
banyak juring kongruen menuju tak
Cara pembuktian dengan hingga).
menggunakan rumus luas bangun
datar selain persegipanjang, masih Selain berbagai pola bangun datar
dapat dilakukan dengan cara dari juring-juring lingkaran telah
menyusun semua juring membentuk disajikan, masih banyak pola lain
pola persegipanjang lalu dengan yang dapat dibentuk, dengan
memotongnya, dapat dibentuk memperbanyak potongan. Hal ini
berbagai pola bangun datar lainnya. juga dapat menjadi sumber
Cara ini bahkan menyuguhkan pembelajaran menarik bagi guru dan
kemampuan berpikir yang baik siswa.
Daftar Pustaka
Rifandi. (2014). “Pembuktian Luas Lingkaran dengan Pendekatan Luas ke
Bangun Datar Lainnya”. 25 Juni 2014. dalam
http://rifandy23.blogspot.co.id/ 2014/06/pembuktian-luas-lingkaran-
dengan.html (diakses 10 Mei 2017) .
907
PENGGUNAAN MEDIA BERIBU DALAM PEMBELAJARAN
MATEMATIKA MATERI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN
BILANGAN BULAT
Suparman Pilomonu
SDN 28 Tibawa
Abstract. This study aims to improve student learning outcomes in learning addition
and subtraction of integers by using learning media named BERIBU. This research
was classroom action research with fourth graders at SDN 28 Tibawa as the
research subject. The initial observation showed that students’ learning outcomes in
learning addition and subtraction of integers was very low. After implementing the
first cycle, the mean was 74 and classical completeness 19% which had not achieved
yet the minimum target completeness. After second cycle, the classical completeness
became 100% with the mean 89. Based on the results, it can be concluded that the
use of a BERIBU was able to improve student learning outcomes in learning addition
and subtraction of integers.
1. Pendahuluan
tahap ketrampilan tersebut harus
Darmansyah (2006:13) menyatakan memperhatikan kemampuan peserta
bahwa hasil belajar merupakan hasil didik dan melalui tahapan
penilaian terhadap kemampuan pembelajaran Matematika menurut
siswa yang ditentukan dalam bentuk Brunner.
angka. Cece Rahmat (dalam Zainal
Abidin, 2004:1) mengatakan bahwa Jerome Brunner membagi proses
hasil belajar adalah penggunaan pembelajaran menjadi 3 tahapan:
angka pada hasil tes atau prosedur
penilaian sesuai dengan aturan a. Tahap Enaktif (konkret)
tertentu, atau dengan kata lain Tahap enaktif adalah tahap
untuk mengetahui daya serap siswa pembelajaran yang bersifat
setelah menguasai materi pelajaran manipulatif (Dahar, 2011:78). Pada
yang telah diberikan. Menurut tahap ini seseorang belajar dengan
Sudjana (2010:22), hasil belajar menggunakan atau memanipulasi
adalah kemampuan yang dimiliki objek-objek secara langsung.
siswa setelah menerima pengalaman
belajar. b. Tahap Ikonik (semi konkret)
Tahap ikonik adalah tahap
Pada kurikulum Matematika SD, pembelajaran yang berdasarkan
konsep pembelajaran Matematika pikiran internal (Dahar, 2011:78).
terbagi atas tiga bagian yaitu Pada tahap ini kegiatan anak-anak
penanaman konsep dasar, tidak lagi memanipulasi objek secara
pemahaman konsep, dan pembinaan langsung melainkan dengan
ketrampilan. penggunaan gambaran dari objek
tersebut.
Pembelajaran Matematika di SD ini
memiliki tujuan agar peserta didik c. Tahap Simbolik (abstrak)
dapat terampil mengaplikasikan Tahap simbolik adalah adalah tahap
konsep Matematika di dalam pembelajaran yang berdasarkan
kehidupannya. Untuk mencapai sistem berpikir abstrak arbitrer dan
lebih fleksibel (Dahar, 2011:78). Di
908
tahap ini anak sudah dapat pembelajaran, dan bahwa tujuan
memanipulasi simbol-simbol secara yang ingin dicapai adalah terjadinya
langsung dan tidak lagi proses belajar.
mengaitkannya dengan objek-objek. Sanjaya dalam Wina (2006:162)
Pada tahapan ini anak telah mengemukakan bahwa dalam suatu
melakukan transisi dari tahap ikonik proses komunikasi selalu melibatkan
ke tahap simbolik. tiga komponen pokok, yaitu
komponen pengirim pesan (guru),
Untuk membelajarkan Matematika, komponen penerima pesan (murid),
hendaknya dimulai dengan dan komponen pesan itu sendiri yang
mengenalkan masalah yang sesuai biasanya berupa materi pelajaran.
dengan situasi terkini (contextual Kadang dalam proses pembelajaran
problem), mengangkat isu sosial, atau terjadi kegagalan komunikasi.
menyajikan fenomena-fenomena Artinya, materi pelajaran atau pesan
alam. Dengan mengajukan masalah yang disampaikan guru tidak dapat
kontekstual, maka secara bertahap diterima oleh murid dengan optimal,
peserta didik dibimbing untuk artinya tidak seluruh materi
menguasai konsep Matematika pelajaran dapat dipahami dengan
secara lebih bermakna. Kemudian baik oleh murid, lebih lagi murid
untuk meningkatkan hasil belajar, sebagai penerima pesan salah
guru dituntut agar mampu menangkap isi pesan yang
memaksimalkan penggunaan media disampaikan. Untuk menghindari
yang sesuai dan efektif menanamkan semua itu, maka guru dapat
konsep Matematika yang dipelajari. menyusun strategi pembelajaran
dengan memanfaatkan berbagai
Penggunaan media yang tidak sesuai media dan sumber belajar.
pun sangat mempengaruhi hasil
belajar yang diperoleh siswa. Media Pembahasan di atas menggambarkan
pembelajaran adalah suatu alat bahwa sebaiknya pembelajaran
bantu yang digunakan oleh guru agar Matematika tidak melulu hanya
kegiatan belajar berlangsung secara muatan logika. Tetapi bisa juga
efektif. Sadiman (2006:7) terintegrasi dengan nilai, norma,
menjelaskan bahwa Media adalah karakter, isu-isu sosial atau pun
segala sesuatu yang dapat digunakan fenomena alam. Namun, kenyataan
untuk menyalurkan pesan dari di lapangan, hal ini belum terlihat.
pengirim ke penerima sehingga dapat Khususnya pada materi penjumlahan
merangsang pikiran, perasaan, dan pengurangan bilangan bulat.
perhatian dan minat serta perhatian Guru tidak mengangkat masalah
siswa sedemikian rupa sehingga kontekstual isu sosial yang sesuai
proses belajar terjadi. dengan kondisi peserta didik dan
situasi terkini. Guru tidak
Briggs (dalam Sadiman 2006:6) menyajikan fenomena-fenomena alam
berpendapat bahwa media adalah sebagai pemantik rasa ingin tahu
segala alat fisik yang dapat peserta didik. Guru justru langsung
menyajikan pesan serta merangsang membelajarkan bilangan bulat
siswa untuk belajar. Menurut Trianto melalui garis bilangan. Guru
(2010: 199), media sebagai komponen langsung mengajarkan penjumlahan
strategi pembelajaran merupakan dan pengurangan bilangan bulat
wadah dari pesan yang oleh sumber melalui pendekatan konsep hutang
atau penyalurnya ingin diteruskan dan uang. Hal ini yang menyebabkan
kepada sasaran atau penerima pesan pembelajaran menjadi tidak efektif
tersebut, dan materi yang ingin dan tidak memperoleh hasil belajar
disampaikan adalah pesan yang maksimal karena tidak terjadi
909
penanaman konsep yang baik dipadukan dalam satu media yang
terhadap peserta didik. disebut BERIBU.
910
tanah, maka tanah di atasnya akan Gambar 4 Contoh operasi
menekan ke bawah sehingga penjumlahan bilangan bulat pada
permukaan tanah menjadi turun media BERIBU
atau amblas.
Pada gambar 3 dapat dijelaskan
bahwa 0 adalah posisi awal dari
permukaan tanah. Kemudian terjadi
penurunan muka tanah (amblas)
sebanyak 2 tingkat (kurang 2). Maka
permukaan tanah turun ke posisi
negatif 2 (-2).
Gambar 2 Ilustrasi penurunan muka
tanah pada media BERIBU Pada gambar 4 dapat dijelaskan pula
Setelah memahami proses terjadinya bahwa -2 adalah posisi awal
penurunan muka tanah melalui permukaan tanah. Kemudian
ilustrasi pada gambar 3, kemudian ditambah 3 tingkat tanah (ditimbun)
peserta didik diajak untuk maka permukaan tanah naik di
memahami konsep penjumlahan dan posisi 1.
pengurangan bilangan bulat melalui
P2. Peserta didik dapat diajak 2) Tahap Ikonik (P3)
langsung memanipulasi P2 untuk
Pada tahap ini peserta didik
memahami konsep penjumlahan dan
memanipulasi gambar kotak-kotak
pengurangan bilangan bulat. Gambar
tanah dengan menggunakan spidol
berikut merupakan contoh
warna. Peraturan yang perlu diingat
penanaman konsep penjumlahan dan
pada tahap ini adalah jika
pengurangan bilangan bulat.
permukaan tanah rata dengan garis 0
tanpa ada kotak yang tidak terisi
Soal: 0 – 2 = -2
tanah (lubang), maka menunjukkan
posisi 0. Apabila terdapat 1 lubang di
bawah garis 0, maka menunjukkan
posisi -1 (lubang 1) begitu
seterusnya. Dan apabila terdapat
satu kotak tanah terisi di atas garis
0, maka menunjukkan posisi 1
(positif 1) begitu seterusnya.
911
dalam dua siklus. Setiap siklus
terdiri dari empat tahapan, yaitu
perencanaan/perbaikan, pelaksana-
an, pengamatan/ pengumpulan dan
Soal: -1 + 2 = 1 analisis data, dan refleksi. Penelitian
dilaksanakan di SDN 28 Tibawa
Kabupaten Gorontalo dengan subjek
penelitian kelas IV yang berjumlah
16 orang.
Gambar 6 Contoh operasi
Variabel yang diteliti melingkupi
penjumlahan bilangan bulat pada
penggunaan media BERIBU dalam
tahap ikonik
pembelajaran penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat serta
3) Tahap Simbolik
hasil belajar yang dicapai. Dalam
pengumpulan data penulis
Pada tahap ini peserta didik tinggal
menggunakan tes tertulis sebagai
menuliskan angka pada area
instrumen. Tes tersebut diberikan
penulisan sambil menerapkan
pada saat observasi awal dan pada
konsep penjumlahan dan
setiap akhir pembelajaran di setiap
pengurangan yang telah pahami pada
siklus. Setelah diberikan tes, jawaban
tahapan sebelumnya. Gambar
kemudian diolah dan dianalisis
berikut menjelaskan bagaimana
dengan menggunakan pedoman
operasi penjumlahan dan
penskoran untuk memperoleh nilai
pengurangan pada tahap simbolik.
akhir.
Soal: 0 – 2 = -2
Dari hasil proses tersebut kemudian
penulis melakukan refleksi untuk
mengidentifikasi kelemahan-
kelemahan jika hasil belajar belum
Soal: -2 - 2 = -4 mencapai indikator keberhasilan.
Indikator keberhasilan pada
penelitian yaitu KKM 75 dan
ketuntasan klasikal sebesar 75%.
Jika pada siklus 1 hasil belajar
Gambar 7 Contoh operasi sudah mencapai indikator keber-
pengurangan bilangan bulat pada hasilan, maka penelitian tetap
tahap simbolik dilanjutkan pada siklus 2 untuk lebih
menguatkan kredibilitas hasil yang
Soal: -2 + 3 = 1 diperoleh pada siklus 1.
912
Tes Awal 21 0% penjumlahan dan pengurangan
Siklus 1 74 19% bilangan bulat dengan baik.
Siklus 2 89 100% Setelah dilaksanakan pembelajaran
pada siklus 2, terjadi peningkatan
Tes atau observasi awal dilaksanakan yang sangat signifikan pada nilai
pada tanggal 4 Januari 2016. rata-rata menjadi 89 dan ketuntasan
Berdasarkan tabel di atas klasikal mencapai 100%. Data ini
menggambarkan bahwa hasil belajar menggambarkan bahwa dengan
tes/observasi awal pada materi memberikan kesempatan kepada
penjumlahan dan pengurangan siswa untuk berpartisipasi aktif
bilangan bulat masih sangat rendah, memanipulasi media dapat
yaitu nilai rata-rata hanya 21 dengan berpengaruh pada pemahaman
ketuntasan klasikal 0%. Berdasarkan konsep penjumlahan dan
data tersebut penulis merencanakan pengurangan bilangan bulat sehingga
tindakan siklus 1 dengan mem- dapat meningkatkan hasil belajar
persiapkan pembelajaran yang siswa.
menggunakan media BERIBU pada
materi penjumlahan dan pengu- Melihat hasil belajar yang telah
rangan bilangan bulat. dicapai pada siklus 2 tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa penelitian
Pada pelaksanaan tindakan siklus 1 ini dianggap berhasil. Progres
guru memeragakan media BERIBU peningkatan hasil belajar dari tes
diintegrasikan dengan pendekatan awal hingga siklus 2 dapat dilihat
penurunan permukaan tanah untuk pada grafik berikut.
menjelaskan konsep penjumlahan
dan pengurangan bilangan bulat.
913
lingkungan, maka akan mening- numbuhkan kecintaan pada
katkan hasil belajar siswa, lingkungan dan berusaha menjaga
memudahkan mereka memahami kelestarian lingkungan.
pelajaran-pelajaran selanjutnya, me-
Daftar Pustaka
914
UPAYA MENINGKATKAN SELF-EFFICACY SISWA TERHADAP
MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN
CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA SISWA
KELAS VIII-1 SMP TAMAN DEWASA JETIS YOGYAKARTA
1Imaludin Agus, 2Arisnawati Dwi Purwani
915
memiliki self-efficacy yang interaksi antara guru dan siswa yang
berkategori sedang. Justifikasi ini dilakukan melalui berbagai pola
didasarkan pada hasil wawancara pembelajaran yang dilaksanakan baik
dan pretest self-efficacy siswa secara langsung melalui tatap muka
terhadap matematika pada kelas VIII- maupun secara tidak langsung yakni
1 SMP Taman Dewasa Jetis dengan menggunakan bantuan media
rata-rata hasil 118,4 (sedang). pembelajaran.
Menurut hasil observasi dan
Secara spesifik dalan pembelajaran
wawancara yang dilaksanakan pada
matematika, NCTM (2000: 11)
bulan Agustus 2016 sebanyak 2
mendefinisikan “Learning
pertemuan, salah satu faktor
mathematics is maximized when
penyebabnya adalah kurang
teachers focus on mathematical
terlibatnya siswa dalam proses
thinking and reasoning”. Pendapat ini,
pembelajaran dan kurang relevannya
mengindikasikan bahwa matematika
materi matematika dengan
merupakan ilmu tentang berpikir dan
kehidupan mereka.
bernalar, sehingga tidak hanya
Oleh karena itu, diperlukan upaya bermanfaat pada materi matematika,
untuk meningkatkan self-efficacy tetapi dapat diintegrasikan dalam
siswa terhadap matematika yaitu kehidupan sehari-hari. Oleh karena
melalui pemilihan pendekatan yang itu, pembelajaran matematika
mampu melibatkan siswa aktif dan disimpulkan sebagai interaksi yang
mengetahui relevansi materi dengan terjadi antara siswa dan sumber
kehidupannya. Pendekatan tersebut belajar matematika baik langsung
adalah pendekatan contextual maupun tidak langsung, yang
teaching and learning (CTL). bertujuan untuk mengembangkan
Pendekatan CTL merupakan keterampilan berpikir dan bernalar
pendekatan yang membantu siswa
Pendekatan Contextual Teaching
melihat manfaat materi yang
and Learning (CTL)
dipelajari dengan kehidupannya
(Johnson, 2002: 25) Pembelajaran dengan pendekatan
CTL merupakan konsep belajar dan
Dengan demikian, penggunaan
mengajar yang membantu guru
pendekatan CTL menjadi alternatif
mengaitkan antara materi yang
yang digunakan selama beberapa
diajarkan dengan situasi real siswa
siklus. Adapun tujuan yang hendak
dan memotivasi siswa melakukan
dicapai yaitu untuk meningkatkan
hubungan antara pengetahuan dan
self-efficacy siswa terhadap
penerapannya dalam kehidupan
matematika pada Siswa SMP Taman
mereka baik sebagai anggota
Dewasa Jetis Yogyakarta kelas VIII-1.
keluarga, masayarakat, dan
2. Kajian Teori pekerjaan (Berns & Erickson, 2001:
1). Pembelajaran kontekstual pula
Pembelajaran Matematika
diartikan sebagai proses pendidikan
Nitko dan Brookhart (2007: 18) yang bertujuan membantu para
mendefinisikan pembelajaran sebagai siswa melihat manfaat dari setiap
interaksi yang membantu siswa materi yang dipelajari melalui
mencapai target belajar mereka. Hal pembelajaran yang menghubungkan
yang sama di ungkapkan oleh subjek-subjek materi belajar dengan
Rustam (2012: 93) bahwa kehidupan mereka (Johnson, 2002:
pembelajaran sebagai proses 25).
916
Langkah-langkah pendekatan CTL self-efficacy dalam matematika
menurut Crawford (2001: 2-5) dan merupakan tingkat kepercayaan
Komalasari (2013: 9) terdiri atas lima siswa dalam menyelesaikan tugas
strategi yang digunakan guru dalam matematika, memecahkan masalah
pembelajaran berbasis kontekstual. matematika, dan berurusan dengan
Adapun kelima strategi pembelajaran tugas-tugas matematika yang
yang dimaksud adalah relating, berhubungan dengan kehidupan
experiencing, cooperating, applying, sehari-hari. Begitu pula Graham &
dan transfering. Relating adalah Pajares (1999: 133) self-efficacy
strategi menghubungkan materi matematika merupakan variabel
pembelajaran dengan dunia real; motivasi untuk memprediksi kinerja
Experiencing adalah strategi untuk matematika baik di awal maupun
memberikan pengalaman langsung akhir, serta menyelesaikan masalah
dalam kegiatan bereksplorasi, substantif.
menemukan dan inventori; Applying
Menurut Bandura (Maddux, 1995: 9),
adalah strategi untuk memberikan
self-efficacy memiliki 3 aspek yaitu
gambaran terkait pengaplikasian
Magnitude, Strength dan Generality.
konsep pada dunia nyata;
Aspek magnitude merupakan aspek
Cooperating adalah strategi yang
yang berhubungan dengan terus
memberikan kesempatan siswa
meningkatnya kesulitan. Individu
untuk berkomunikasi dan
yang memiliki self-efficacy yang tinggi
menyelesaikan masalah bersama;
akan cenderung memilih
dan Transfering adalah strategi untuk
menyelesaikan masalah-masalah
memecahkan masalah yang baru
yang rumit. Strength merujuk pada
berdasarkan pemahaman yang telah
kekuatan, ketegasan serta keyakinan
diperoleh sebelumnya. Berdasarkan
individu dalam melakukan suatu
penjelasan tersebut maka pada
tindakan dengan kemampuan yang
penelitian tindakan ini menggunakan
dimiliki. Sedangkan Generality
kelima strategi dimaksud.
merupakan aspek menunjukan
Self-efficacy Matematika keyakinan sejauh mana keberhasilan
atau kegagalan individu dalam
Bandura (1997) mendefinisikan self-
menyelesaikan tugas-tugas tertentu
efficacy sebagai keyakinan seseorang
berdasarkan kemampuannya.
terhadap kemampuan yang dimiliki
untuk menciptakan suatu hal yang Berpijak pada berbagai pendapat
baru dan bermanfaat bagi kehidupan tersebut, maka disimpulkan bahwa
mereka. Selain itu, Schunk (2012: self-efficacy matematika merupakan
205) self-efficacy sangat berkaitan keyakinan yang dimiliki siswa atas
dengan usaha individu dalam usaha kemampuan dan kegigihanya dalam
dan keuletan menjalankan tugas. menjalankan dan menyelesaikan
Lebih lanjut, Schunk menyatakan terus meningkatnya tugas-tugas
bahwa individu yang memiliki matematika. Adapun aspek yang
keyakinan self-efficacy yang tinggi menjadi dasar dalam penetapan
cenderung mengeluarkan usaha yang indikator penyusunan angket self-
lebih besar dalam menghadapi efficacy siswa terhadap matematika
kesulitan. yaitu merujuk pada pendapat
Bandura yang meliputi aspek
Dalam konteks matematika, Xiu &
Magnitude, Strength dan Generality.
Koirala (2009: 1) menjelaskan bahwa
Magnitude berupa keyakinan siswa
917
menyelesaikan masalah matematika estimasi reliabilitas sebesar 0.67
dengan tingkat kesulitan yang (baik). Hal ini sesuai dengan
berbeda; Strength berupa kegigihan pendapat (Ebel & Frisbe, 1991: 86)
siswa menyelesaikan masalah nilai estimasi reliabilitas yang baik
matematika; serta Generality berupa minimal 0,65. Instrumen ini diisi oleh
keyakinan siswa atas keberhasilan siswa. Lembar keterlaksanaan pem-
dalam menyelesaikan suatu masalah belajaran terdiri atas 26 pernyataan
matematika. yang merujuk pada rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP)
3. Metode Penelitian
dengan pendekatan CTL. Lembar
Penelitian Tindakan Kelas ini keterlaksanaan pembelajaran ini diisi
dilakukan secara kolaboratif bersama oleh observer yang nantinya akan
guru matematika SMP Taman memberikan komentar terkait
Dewasa Jetis Yogyakarta. Waktu kekurangan pelaksanaan tindakan.
pelaksanaannya dilakukan selama 1
Data yang diperoleh dari instrumen
bulan yang dimulai pada tanggal 3
dianalisis dengan dua cara yaitu
Oktober 2016 sampai tanggal 16
teknik analisis kuantitatif dan
November 2016. Siswa yang menjadi
kualitatif. Teknik analisis kuantitatif
subjek penelitian yaitu kelas VIII-1
dilakukan pada angket self-efficacy
dengan jumlah siswa 28, dengan
dan lembar keterlaksanaan
klasifikasi 13 siswa perempuan dan
pembelajaran. Pada angket self-
15 siswa laki-laki.
efficacy skala 5 (skala likert) yang
Pelaksanaan penelitian tindakan ini terdiri terdiri dari lima pilihan
menggunakan setting kolaboratif jawaban yaitu selalu (SL), sering (SR),
dengan sumber data diperoleh Kadang-kadang (KD), jarang (JR) dan
melalui hasil angket self-efficacy tidak pernah (TP) yang berturut-turut
siswa, observasi lembar nilai penskorannya adalah 5, 4, 3, 2,
keterlaksanaan pembelajaran, dan dan 1 (Sugiono, 2015: 135). Dari
catatan lapangan lainnya. Model hasil tersebut kemudian
tindakan yang digunakan selama dikategorikan seperti pada tabel 1
penelitian merujuk pada model yang berikut.
dikembangkan oleh Kemmis dan
Tabel 1. Kategorisasi Hasil Angket
Robin McTanggart (1988) yang
Self-efficacy Siswa
meliputi tahap: perencanaan
(planning), tindakan (act), No Skor (X) Kriteria
pengamatan (observing), dan refleksi 1 151,2 < 𝑥 ≤ 180 Sangat Tinggi
(reflecting) serta berlangsung paling 2 122,4 < 𝑥 ≤ 151,2 Tinggi
sedikit 2 siklus. 3 93,6 < 𝑥 ≤ 122,4 Sedang
Instrumen yang digunakan meliputi 4 64,8 < 𝑥 ≤ 93,6 Rendah
instrumen angket self-efficacy, 5 36 < 𝑥 ≤ 64,8 Sangat Rendah
lembar keterlaksanaan pembelajaran, (Widoyoko, 2009: 238)
dan catatan lapangan. Instrumen
angket self-efficacy berjumlah 36 Teknik analisis kualitatif dilakukan
butir item yang terdiri atas 12 butir melalui lembar keterlaksanaan
untuk masing-masing aspek self- pembelajaran. Data observasi yang
efficacy. Validitas yang digunakan telah diperoleh dihitung, kemudian
yaitu validitas isi (face dan logic) yang dipersentasekan sehingga dapat
diperiksa oleh 2 expert (Ahli) dan diketahui sejauh mana pendekatan
918
CTL dilaksanakan selama proses Upaya yang dimaksud yaitu dengan
pembelajaran. penggunaan pendekatan CTL selama
pelaksanaan siklus.
Penelitian tindakan kelas ini
dikatakan berhasil jika mencapai Siklus I
indikator keberhasilan yang telah Pelaksanaan tindakan Siklus I
ditetapkan. Adapun indikator dilakukan selama dua pertemuan (4
keberhasilan yang ditetapkan adalah x 40 menit) yaitu hari Jum’at, 4
sebagai berikut: November 2016 dan Sabtu, 5
1) Terjadi peningkatan self-efficacy November 2016. Dari pelaksanaan
siswa untuk tiap siklusnya dan tindakan siklus I diperoleh
mencapai target yang sudah peningkatan hasil self-efficacy siswa
dibuat yaitu 25 % (7 siswa) untuk terhadap matematika. Skor self-
efficacy siswa sudah masuk pada
kategori sangat tinggi dan 60,7 %
kategori tinggi dengan nilai rata-rata
(17 siswa) untuk kategori tinggi
123,42. Adapun data rincian
dan 14,3% (4 siswa) dengan disajikan pada tabel 2 berikut:
kategori sedang.
2) Tingkat keterlaksanaan belajar Tabel 2. Hasil Posttest Self-efficacy
dengan pendekatan CTL mencapai Siklus I
≥ 95%. Kategori Jumlah Presentasi
Siswa
4. Hasil dan Pembahasan Sangat Tinggi 2 6,67%
Tinggi 18 48,13%
Hasil Penelitian Sedang 12 44,45%
Penelitian tindakan ini diawali Rendah 0 0%
dengan memberikan angket pretest Sangat rendah 0 0%
self-efficacy siswa kelas VIII-1 SMP Rata-rata 123,42 (Tinggi)
Taman Dewasa Jetis. Pemberian
angket ini bertujuan untuk Berdasarkan tabel 2, dari 28 siswa
mengetahui kondisi awal subjek yang mengikuti postest diperoleh 2
penelitian. Dari hasil pretest rata-rata siswa (6,67%) dengan kategori sangat
skor siswa berada pada kategori tinggi, 18 siswa (48,13%) dengan
sedang (118,4). Dari 26 siswa yang kategori tinggi, dan 12 siswa (44,45%)
mengikuti pretest hanya terdapat dengan kategori sedang. Jika ditinjau
3,85 % (1 siswa) yang berkategori dari setiap aspek self-efficacy siswa
sangat tinggi, 34,62 % (9 siswa) dalam belajar matematika, memiliki
dengan kategori tinggi, 57,69 % (15 nilai rata-rata yang relatif sama,
siswa) dengan kategori sedang, 3,85% dimana untuk aspek magnitude,
(1 siswa) dengan kategori rendah, strength, dan generality secara
dan tidak ada siswa yang berada berturut-turut yaitu 96, 96, dan 95.
pada kategori sangat rendah. Sejalan Meskipun hasil tersebut sudah
dengan hasil tersebut, untuk setiap mengalami peningkatan dari kondisi
aspek self-efficacy diperoleh rata-rata awal, akan tetapi belum mencapai
89 untuk aspek magnitude, 84 untuk indikator keberhasilan yang telah
aspek strength, dan 85 untuk aspek ditetapkan.
generality. Kaitannya dengan keterlaksanaan
Berdasarkan hasil pretest yang pembelajaran CTL, hasil yang
menunjukan self-efficacy siswa diperoleh hanya mencapai 82,69%.
terhadap matematika masih dalam Secara lebih rinci disajikan pada
kategori sedang, sehingga diperlukan tabel 3 berikut:
upaya untuk meningkatkannya.
919
Tabel 3. Hasil Keterlaksanaan siswa, sehingga dapat terlibat
Pembelajaran Siklus I aktif selama proses
Siklus I
pembelajaran;
Pertemuan Terlaksana Pres 3) Peneliti harus menyusun LKS
Jml yang singkat dan lengkap;
(%)
Terlaksana 19 73,07 4) Peneliti dan guru bersama-sama
Pertama membimbing siswa bertanya dan
Tidak 7 26,92
menanggapi pertanyaan; dan
Terlaksana 24 92,3 5) Setiap akhir pertemuan, guru
Kedua
Tidak 2 7,7 menyiapkan powerpoint untuk
merefleksi pembelajaran.
Berdasarkan tabel 3, diperoleh pada
pertemuan pertama presentasi
Siklus II
keterlaksanaan pembelajaran men-
capai 73,07 % serta pada pertemuan Pelaksanaan tindakan Siklus II
kedua mencapai 92,3 %. Hasil ini dilakukan selama dua pertemuan
belum menunjukan tercapainya pula (4 x 40 menit) yaitu hari Jum’at,
target yang ditetapkan yakni ≥ 95% 11 November 2016 dan Sabtu, 12
terlaksana. November 2016. Berdasarkan refleksi
pada siklus I, maka hasil pretest self-
Hasil siklus I secara keseluruhan
efficacy siswa terhadap matematika
menunjukan peningkatan, akan
pada siklus II mengalami
tetapi belum ada yang mencapai
peningkatan dibandingkan siklus I.
indikator keberhasilan. Melalui
Rata-rata skor self-efficacy siswa
tahapan refleksi antara peneliti dan
yaitu 135,88 dengan kriteria tinggi.
observer diperoleh kekurangan
Hasil posttest self-efficacy disajikan
selama proses pelaksanaan tindakan
pada tabel 4 berikut.
yaitu:
Tabel 4. Hasil Posttest Self-efficacy
1) Menghabiskan waktu yang lama
Siklus II
dalam proses perkenalan;
2) Siswa belum terbiasa dengan Kategori Jumlah Presentasi
pendekatan CTL, sehingga belum Siswa
terlibat aktif dalam pembelajaran; Sangat Tinggi 8 26,67%
3) Contoh dalam LKS yang terlalu Tinggi 16 57,14%
banyak sehingga membutuhkan Sedang 4 14,29%
waktu yang lama; Rendah 0 0%
4) Masih ada siswa belum berani Sangat rendah 0 0%
bertanya dan memberikan Rata-rata 135,88 (Tinggi)
jawaban dengan yakin; dan
5) Pemberian refleksi secara lisan
belum efisien dalam menggam- Berdasarkan tabel 4 diperoleh, dari
barkan keseluruhan materi 28 siswa yang mengikuti postest
pelajaran. diperoleh 8 siswa (26,67%)
berkategori sangat tinggi, 16 siswa
Memperhatikan berbagai kekurangan
(57,14%) berkategori tinggi dan 4
tersebut, maka peneliti merumuskan
siswa (14,29%) berkategori sedang.
solusi yang bertujuan agar siklus
Hasil ini menunjukan indikator
berikutnya diperoleh yang lebih baik.
keberhasilan yang ditetapkan telah
Solusi yang dirumuskan yaitu:
dicapai. Peningkatan ini juga dapat
1) Peneliti harus mampu mengalo-
dilihat dari skor rata-rata untuk
kasikan waktu pada RPP secara
setiap aspek self-efficacy yaitu
tepat;
magnitude sebesar 104, strength
2) Peneliti memberikan motivasi dan
sebesar 108, dan generality sebesar
apersepsi yang kuat kepada
920
104. Hasil ini semakin mempertegas Tabel 6. Skor Angket Self-efficacy
bahwa pembelajaran CTL dapat Siswa dan Keterlaksanaan
meningkatkan self-efficacy siswa Pembelajaran
dalam belajar matematika.
Kriteria Kondisi Siklus
Kaitannya dengan lembar Siklus I
Awal II
keterlaksanaan pembelajaran, hasil ST 3,34% 6,67% 26,67%
yang diperoleh yaitu sebesar 96,15%. T 34,69% 48,13% 57,14%
Berikut ini disajikan tabel S 57,69% 44,45% 14,29%
keterlaksanaan pembelajaran siklus R 3,85% 0% 0%
II: SR 0,00% 0% 0%
Sedang Tinggi Tinggi
Terlaksana - 83,65% 96,16%
Tabel 5. Hasil Keterlaksanaan
Berdasarkan tabel 6 diperoleh, hasil
Pembelajaran Siklus II
untuk self-efficacy yang terus
Siklus II meningkat disetiap siklusnya. Dari
Pertemuan Terlaksana hasil pretest, siswa dengan kategori
Pres
Jml sangat tinggi hanya mencapai
(%)
Terlaksana 25 96,15% presentasi 4%, kemudian setelah
Ketiga diberikan pembelajaran dengan
Tidak 1 3,85 %
pendekatan CTL mengalami
Terlaksana 26 100 % peningkatan. Hal ini dapat dilihat
Keempat
Tidak 0 0% dari hasil postest pada siklus I dan
siklus II yaitu 6,67% dan 26,67%.
Berdasarkan tabel 5 hasil observasi Kondisi ini sama seperti pada
keterlaksanaan pembelajaran siklus kategori tinggi yang juga mengalami
II, diperoleh hasil pada pertemuan peningkatan dari 35% pada pretest
ketiga presentasi keterlaksanaan menjadi 48,13% pada siklus I dan
pembelajaran mencapai 96,15% serta 57,14% pada siklus II. Untuk
pada pertemuan keempat mencapai kategori sedang dan rendah
100%. Hasil ini menunjukan keduanya mengalami penurunan.
keterlaksanaan pembelajaran selama Hasil ini menunjukan bahwa terjadi
tindakan pada siklus II dengan peningkatan self-efficacy matematika
menggunakan pendekatan CTL siswa setelah diterapkan pendekatan
sudah mencapai kriteria yang CTL dalam dua siklus.
ditetapkan yaitu ≥ 95% terlaksanaan.
Oleh karena pada siklus II semua Peningkatan dapat dilihat juga dari
indikator keberhasilan yang setiap aspek self-efficacy pada setiap
ditetapkan telah tercapai maka siklus siklusnya. Aspek magnitude
dihentikan pada siklus ke-II. mengalami peningkatan dari 96 pada
siklus I menjadi 104 pada siklus II;
Pembahasan aspek strength mengalami
peningkatan dari 96 pada siklus I
Penelitian tindakan kelas ini menjadi 108 pada siklus II; serta
berlangsung selama dua siklus pada aspek generality mengalami
kelas VIII-1 SMP Taman Dewasa Jetis peningkatan dari 95 pada siklus I
Yogyakarta. Tindakan dilakukan menjadi 104 pada siklus II.
dengan menggunakan pendekatan Berdasarkan hasil tersebut,
CTL menunjukan peningkatan hasil peningkatan terbesar terjadi pada
self-efficacy siswa disetiap siklusnya. aspek strength disebabkan oleh siswa
Hasil yang diperoleh tersebut disaji- sudah terbiasa menyelesaikan
kan pada tabel 6 berikut. masalah-masalah matematika
melalui pembelajaran CTL, hal ini
921
tercermin melalui kegiatan VIII-1 SMP Taman Dewasa Jetis. Skor
experiencing (menemukan, menye- rata-rata self-efficacy siswa sebelum
lidiki, dan inventori). Selain itu, pada diberikan tindakan mencapai 118,85
kegiatan cooperating dan transfering (sedang) dengan presentasi 62%.
melatih siswa untuk saling bekerja Setelah diberikan tindakan, pada
sama, berbagi informasi, serta saling siklus I rata-rata capaian siswa
menguatkan. sebesar 123,42 (tinggi) dengan
presentasi 54,8%. Namun, hasil
Secara umum, karateristik CTL yang
tersebut belum mencapai target yang
menitikberatkan pada relating atau
ditetapkan, sehingga dilanjutkan
menghubugkan materi matematika
pada siklus II. Pada siklus II skor
yang dipelajari dengan dunia nyata
rata-rata siswa sebesar 135,88
siswa menjadikan self-efficacy siswa
(tinggi) dengan presentasi 83,81%.
terhadap matematika meningkat. Hal
Skor tersebut telah memenuhi target
ini pula dikemukakan oleh Graham
yang ditetapkan sebagai indikator
dan Pajares (1999: 126) self-efficacy
keberhasilan pendekatan CTL
matematika berkaitan dengan
meningkatkan self-efficacy siswa
keyakinan siswa atas manfaat
terhadap matematika. Kaitannya
matematika dalam kehidupan nyata.
dengan keterlaksanaan pembelajar-
Hal ini sejalan dengan hasil studi
an, dari hasil pengamatan diperoleh
yang dilakukan oleh Irjayanti (2014)
peningkatan disetiap siklusnya yaitu
dan Susanti (2016) yang
82,69 pada siklus I dan 96,15% pada
menyimpulkan bahwa pendekatan
siklus II.
CTL yang terdiri atas lima strategi
(REACT) efektif dalam meningkatkan Saran
self-efficacy siswa terhadap
Berdasarkan hasil dan pembahasan
matematika.
yang telah dipaparkan tersebut,
5. Kesimpulan dan Saran penulis menyarankan kepada peneliti
tindakan selanjutnya agar dapat
Kesimpulan
menjadikan pendekatan CTL sebagai
Berdasarkan hasil penelitian dan alternatif cara untuk meningkatkan
pembasahan yang telah diuraikan, self-efficacy matematika siswa. Selain
maka diperoleh kesimpulan bahwa itu, bagi peneliti berikutnya dapat
penggunaan pendekatan CTL dapat mencoba untuk meneliti aspek
meningkatkan self-efficacy siswa kognitif dan afektif yang lain melalui
terhadap matematika siswa kelas penggunaan pendekatan CTL.
Daftar Pustaka
Bandura, A. (1997). Self-efficacy in Changing Societies. New York: Cambridge
University Press.
Erickson, R. G & Bern, F. H (2001). Contextual Teaching and Learning:Preparing
Students for the New Economy. Diakses dari www.nccte.com pada tanggal
11 Mei 2016.
Crawford, M. L. (2001). Teaching Contextually: Research, Rationale, and
Techniques for Improving Student Motivation and Achievement in
Mathematics and Science. Texas: CCI Publishing.
922
Pajares, F & Graham, L. (1999). Self-efficacy , Motivation Constructs, and
Mathematics Performance of Entering Middle School Students. Contenporery
Educational Psychologi, 124-139. Diakses dari www.idealibrary.com pada
tanggal 11 Mei 2016.
Hosnan, M. (2014). Pendekatan Saintifik dan Konstektual dalam Pembelajaran
abad 21 Kunci Sukses Implementasi Kurikulum 2013. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Irjayanti, R. (2014). Keefektifan Strategi REACT (Relating, Experiencing, Applying,
Cooperating, Transfering) dalam Pembelajaran Turunan Fungsi Ditinjau dari
Pestasi Belajar Matematika, Kemampuan Penyelesaian Masalah Matemtika,
Kemampuan Koneksi, dan Self-efficacy Siswa Kelas XII IPA SMA. Tesis
Magister, Tidak diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Johnson, E. B. (2002). Contextual Teaching and Learning: What it is and Why it's
Here to Stay. California: Corwin Press.
Kemmis, S dan McTaggart. (1988). The Action Research Planner. Victoria: Deakin
University.
Komalasari, K. (2013). Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung:
Refika.
Liu, X & Koirala, H. (2009). The Effect of Mathematics Self-efficacy on
Mathematics Achievement of High School Student. Paper North East
Educational Research Association Annual Conference (p.1-15). Science and
Mathematics Education Commons.
Maddux, J. E. (1995). Self-efficacy , Adaptation, and Adjustment Theory,
Research, and Application. Virginia: Springer Science+Business Media.
NCTM. (2000). National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). New York:
NCTM. Diakses dari www.nctm.org pada tanggal 7 September 2015.
Schunk, D. (2012). Learning Theories and Educational Perspective (Six Edition).
California: Pearson Education.
Slavin, R. E. (2006). Educational Pyscology Theory and Practice (Eight Edition).
Boston: Pearson Education.
Sugiono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Susanti, U. (2016). Keefektifan Pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL) dan Problem Solving pada Pembelajaran Himpunan Ditinjau dari
Prestasi Belajar dan Kepercayaan Diri Siswa SMP Kelas VII. Tesis Magister,
tidak diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Widoyoko, E. P. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran (Panduan Praktis bagi
Pendidik dan Calon Pendidik). Yogyakarta: Pustaka Belajar.
923
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIKA DITINJAU DARI GENDER MELALUI
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERKARAKTER
PADA SISWA KELAS XI SMA YPK MEDAN
Rahmi Ramadhani
Universitas Potensi Utama, Jl. KL. Yos Sudarso KM. 6,5 N0. 3-A Tanjung Mulia, Medan
Abstract. The aims of this research were (1) to analyze improvement of student’s
mathematics problem solving ability using characterized problem based learning; and (2) to
look interaction between student’s gender and learning in increasing student’s
mathematics problem solving ability. This type of research was a quasi experimental. The
population of this research was all students in SMA YPK Medan. The experimental class
consisted of 21 female students and 21 male students in XI MIPA 1 and the control class
consisted of 19 female students and 23 male students in XI MIPA 2. The sample was
chosen by using purposive sampling. The data were analyzed using Two Ways ANOVA.
The result of this research were (1) the improvement of student’s mathematical problem
solving ability using characterised problem based learning was higher than the
improvement of those using conventional learning; (2) there is no interaction between
student’s gender and learning in increasing student’s mathematical problem solving ability.
Based on this research, the characterized problem based learning was able to be used to
improve mathematical problem solving ability of students.
924
akan lebih rendah jika dibandingkan karakter, yaitu sebagai berikut:
dengan soal pilihan berganda. Masih bertakwa (religius), bertanggung
terlihat kesenjangan yang cukup jawab, disiplin, jujur, toleransi,
besar antara apa yang diharapkan kerja keras, kreatif, mandiri, rasa
dalam belajar matematika dengan ingin tahu, semangat kebangsaan,
kenyataan yang akan dicapai. Hal ini menghargai, bersahabat, peduli
menjadi salah satu masalah bagi sosial, cinta damai, demokratis,
guru karena pemecahan masalah peduli lingkungan, gemar membaca,
sangat dibutuhkan untuk mening- cinta tanah air.
katkan daya nalar dan melatih siswa
agar mampu berpikir kritis, logis dan Dari kedelapan belas nilai-nilai
berkarakter. karakter yang telah dipaparkan
sebelumnya, peneliti tertarik untuk
Seyogianya untuk menyelesaikan menerapkan beberapa nilai karakter
soal-soal yang tidak rutin, siswa tersebut ke dalam proses
membutuhkan kemampuan peme- pembelajaran matematika. Nilai
cahan masalah matematika yang karakter yang digunakan pada
baik. Tahapan pemecahan masalah pembelajaran berbasis masalah
menurut Polya yaitu : “(1) memahami berkarakter adalah bertanggung
masalah, (2) merencanakan jawab, disiplin, kreatif, mandiri serta
penyelesaiannya, (3) melaksanakan peduli lingkungan. Melalui
masalah sesuai rencana dan (4) pembelajaran matematika
melakukan pengecekan kembali diharapkan dengan sendirinya
terhadap semua langkah yang tujuan untuk membentuk karakter
dikerjakan.” siswa seperti, bersikap kritis,
cermat, jujur dan lain sebagainya
Selain kemampuan pemecahan dapat dicapai. Soedjadi (Fadillah,
masalah dalam soal-soal tidak rutin 2012: 145) mengatakan pembelajaran
juga dibutuhkan karakter siswa, semacam ini dinamakan
karena dalam memecahkan masalah pembelajaran by chance.
tidak rutin diperlukan juga cara-cara
untuk menyelesaikannya. Pada Setelah melakukan kajian berbagai
kenyataannya pendidikan di model pembelajaran yang ada maka
Indonesia cenderung terbatas pada peneliti menganggap bahwa
penguasaan materi pelajaran atau pembelajaran berbasis masalah yang
bertumpu pada pengembangan aspek selanjutnya disingkat dengan PBM
kognitif tingkat rendah yang tidak merupakan suatu strategi yang cocok
mampu mengembangkan karakter digunakan. Pembelajaran berbasis
siswa. Dalam hal ini, salah satu masalah merupakan salah satu
tujuan pendidikan adalah pembelajaran yang didasarkan
membentuk karakter pada diri kepada psikolog kognitif yang
seseorang yang terwujud dalam berangkat dari asumsi bahwa belajar
kesatuan perilaku dan sikap hidup. adalah proses perubahan tingkah
Namun realitasnya bertolak belakang laku berkat adanya pengalaman.
dengan kenyataan yang ada. Belajar bukan semata-mata proses
Pendidikan cenderung hanya menghafal sejumlah fakta, tetapi
mengejar kecerdasan intelektual, suatu proses interaksi secara sadar
cenderung miskin budi pekerti, dan antara individu dan lingkungannya.
akhlak. Sehingga menjadikan Pembelajaran berbasis masalah
manusia kehilangan karakternya. berkarakter merupakan salah satu
Fadillah (2012: 143) menambahkan solusi yang tepat untuk digunakan
bahwa nilai-nilai dasar pendidikan dalam proses pembelajaran, yang
karakter bangsa terdapat 18 nilai bertujuan untuk menanamkan nilai-
925
nilai karakter kepada siswa, pembelajaran Matematika, Brandon
khususnya siswa SMA. (Nafi’an, 2011: 574) menyatakan
Beberapa pakar pendidikan bahwa perbedaan gender
matematika telah mencoba berpengaruh dalam pembelajaran
mengkaji model-model pembelajaran matematika terjadi selama usia
yang dapat membentuk karakter sekolah menengah.
siswa. Soedjadi (Fadillah, 2012: 145)
mengatakan bahwa pembelajaran Berdasarkan hasil-hasil penelitian
dengan pendekatan kontekstual yang diuraikan di atas menunjukkan
dengan berbagai model dan bahwa adanya keberagaman hasil
metodenya, dapat dijadikan sebagai penelitian mengenai peran gender
alat untuk membangun karakter dalam pembelajaran matematika.
bangsa. Sementara itu Prabowo Beberapa hasil menunjukkan adanya
dan Sidi (Fadillah, 2012: 145) faktor gender dalam pembelajaran
mengatakan bahwa pendekatan matematika, namun pada sisi lain
pembelajaran matematika realistik beberapa penelitian mengungkapkan
(PMRI) dapat memahat karakter bahwa gender tidak berpengaruh
siswa. Pembelajaran berbasis signifikan dalam pembelajaran
masalah juga membantu siswa matematika.
menjadi siswa yang mandiri.
Dari paparan di atas, maka tujuan
Selain dilihat dari aspek kemampuan penelitian ini adalah untuk melihat:
memecahkan soal cerita diperhatikan (1) apakah terdapat peningkatan
juga aspek perbedaan gender, kemampuan pemecahan masalah
perbedaan gender sudah menjadi matematika siswa yang diajar dengan
sorotan sejak jaman dahulu. Maccoby menggunakan pembelajaran berbasis
dan Jacklyn (Nafi’an, 2011: 574) masalah berkarakter?; dan (2)
mengatakan laki-laki dan perempuan apakah terdapat interaksi
mempunyai perbedaan kemampuan (hubungan) antara pembelajaran dan
antara lain sebagai berikut: (1) gender siswa dalam meningkatkan
perempuan mempunyai kemampuan kemampuan pemecahan masalah
verbal lebih tinggi daripada laki-laki; matematika? Dengan menerapkan
(2) laki-laki lebih unggul dalam model pembelajaran berbasis
kemampuan visual spatial masalah berkarakter ini, diharapkan
(penglihatan keruangan) daripada pembelajaran yang akan didapatkan
perempuan; dan (3) laki-laki lebih siswa lebih bermakna, memberi
unggul dalam kemampuan kesan yang lebih kuat pada siswa,
matematika. dapat mengatasi kesulitan siswa
dalam mempelajari matematika dan
Menurut Susento (Nafi’an, 2011: 574) siswa itu sendiri juga dapat
perbedaan gender bukan hanya menyelesaikan pemecahan masalah
berakibat pada perbedaan yang berkaitan dengan kehidupan
kemampuan dalam matematika, sehari-hari serta dapat membentuk
tetapi cara memperoleh pengetahuan karakter siswa.
matematika juga terkait dengan
perbedaan gender. Keitel (Nafi’an,
2011: 574) menyatakan “Gender,
social, and cultural dimensions are
very powerfully interacting in
conceptualization of mathematics
education”. Berdasarkan pendapat
Keitel bahwa gender, sosial dan
budaya berpengaruh pada
926
2. Kajian Teori dan memeriksa kembali hasil dari
suatu matematika yang diberikan.
Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Pembelajaran Berbasis Masalah
927
mengimplementasikan pembelajaran berbasis masalah berkarakter dan
tersebut, peneliti menyisipkan nilai- biasa).
nilai karakter dalam proses
pembelajaran. Penyisipian nilai-nilai 5. Hasil Penelitian
karakter dilakukan pada langkah-
langkah (sintaks) pembelajaran. Tabel 1 menyajikan informasi hasil
Sintaks pembelajaran berbasis pre test dan post test kemampuan
masalah diantaranya orientasi siswa pemecahan masalah matematika
pada masalah, mengorganisasi siswa siswa baik menggunakan
untuk belajar, membimbing pembelajaran berbasis masalah
penyelidikan individual maupun berkarakter maupun pembelajaran
kelompok, mengembangkan dan biasa (konvensional). Secara
menyajikan hasil karya, serta keseluruhan sesuai dengan katagori
menganalisis dan mengevaluasi gender siswa, kelompok eskperimen
proses pemecahan masalah (Trianto, mendapatkan hasil yang lebih baik
2010: 98). Dari sintaks pembelajaran daripada kelompok kontrol. Dari hasil
di atas, peneliti menyisipkan nilai- Uji Kolmogrof-Smirnov dan Uji Leneve
nilai karakter pada langkah orientasi menunjukkan bahwa sampel yang
pada masalah serta mengembangkan diambil dari populasi yang
dan menyajikan hasil karya serta terdistribusi normal dan memiliki
menganalisis proses pemecahan. varians yang homogen.
Orientasi masalah diambil dari
permasalahan yang berkaitan dengan Tabel 1. Deskripsi Kemampuan
kehidupan sehari-hari para siswa Pemecahan Masalah Matematika
serta berunsur nilai-nilai karakter.
N Min Max �
𝑿 SD Var
3. Populasi dan Sampel Pretes_
42 5.0 12.0 8.12 1.7 2.9
Eksperimen
Populasi dalam penelitian ini adalah Posttes
42 10.0 19.0 14.3 2.2 4.7
_Eksperimen
seluruh siswa kelas XI SMA YPK
Medan. Pengambilan sampel dalam Pretes_
42 5.0 12.0 8.24 1.7 2.8
Kontrol
penelitian ini menggunakan
purposive sampling. Sekolah yang Posttes_
42 10.0 17.0 13.3 1.7 2.9
dijadikan sebagai sampel adalah SMA Kontrol
YPK Medan kelas XI MIPA 1 sebagai Valid N
42
kelas eksperimen dengan jumlah (listwise)
siswa sebanyak 42 orang (21 orang
siswa laki-laki dan 21 orang siswa Tabel 2 dan tabel 3 menyajikan
perempuan). Sedangkan kelas XI deskripsi data kemampuan
MIPA 2 sebagai kelas kontrol dengan pemecahan masalah matematika
jumlah siswa sebanyak 42 orang (19 berdasarkan skor N-Gain dilihat dari
orang siswa laki-laki dan 23 orang kelompok pembelajaran dan
siswa perempuan). kelompok gender siswa.
928
Tabel 3. Deskripsi Berdasarkan Gender .002 1 .002 .081 .777
N-Gain dan Gender Siswa Pembelajaran .027 1 .027 1.187 .279
PBM Biasa/ * Gender
Gender Berkarakter Konvensional Error 1.820 80 .023
N �
𝑿 SD N �
𝑿 SD Total 21.286 84
Laki- 2 0,5 0,1 1 0,4 0,1 Corrected 2.067 83
Laki 1 5 9 9 2 2 Total
Perem 2 0,4 0,1 2 0,4 0,1
-puan 1 9 0 3 3 5 a. R Squared = ,779 (Adjusted R Squared = ,760)
Setelah dilakukan pre test dan post Berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa
test kepada siswa, diperoleh N-Gain untuk faktor pembelajaran, diperoleh
masing-masing kelas untuk melihat nilai F hitung sebesar 9.696 dan nilai
apakah terdapat peningkatan signifikan sebesar 0,003. Karena nilai
kemampuan pemecahan masalah signifikan lebih kecil dari nilai taraf
matematika antara siswa yang diberi signifikan 0,05, maka H0 ditolak dan
pembelajaran berbasis masalah H1 diterima. Dengan demikian, dapat
berkarakter dan yang diberi disimpulkan bahwa peningkatan
pembelajaran biasa (konvensional). kemampuan pemecahan masalah
Rata-rata N-Gain kemampuan matematika siswa yang memperoleh
pemecahan masalah matematika pembelajaran berbasis masalah
pada kelas eksperimen sebesar 0,53 berkarakter lebih tinggi daripada
dan pada kelas kontrol sebesar 0,43. kemampuan pemecahan masalah
Jika ditinjau dari faktor gender siswa, matematika siswa yang memperoleh
terlihat pada tabel 3 bahwa gender pembelajaran biasa.
laki-laki mendapatkan nilai rata-rata
lebih tinggi daripada gender Dari tabel 4 juga terlihat bahwa
perempuan pada kelas eskperimen. untuk faktor pembelajaran dan
gender, diperoleh nilai F hitung
Namun, kondisi berbeda terlihat di sebesar 1,187 dan nilai signifikan
kelas kontrol. Siswa dengan gender sebesar 0,279. Karena nilai signifikan
perempuan mendapatkan nilai rata- lebih besar dari nilai taraf signikan
rata lebih tinggi daripada siswa 0,05, maka H1 ditolak dan H0
dengan gender laki-laki. Hasil diterima. Dengan demikian, dapat
perhitungan uji ANAVA 2 Jalur, N- disimpulkan bahwa tidak terdapat
Gain kemampuan pemecahan interaksi yang signifikan antara
masalah matematika siswa kelompok pembelajaran dengan gender siswa
eksperimen dan kelompok kontrol terhadap peningkatan kemampuan
dapat dilihat pada tabel 4 berikut. pemecahan masalah matematika. Ini
menunjukkan bahwa gain rata-rata
Tabel 4. Hasil Uji Hipotesis kemampuan pemecahan masalah
KPMM Menggunakan ANAVA 2 Jalur matematika siswa dengan gender
(laki-laki dan perempuan) siswa yang
Tests of Between-Subjects Effects diajar dengan pembelajaran berbasis
Dependent Variable:NGain_PM masalah berkarakter tidak berbeda
Type III secara signifikan dengan siswa yang
Mean
Source Sum of df
Square
F Sig. diajar dengan pembelajaran biasa.
Squares
Corrected .247a 3 .082 3.619 .017
Model
Intercept 19.172 1 19.17 842.9 .000
0
Pembelajaran .221 1 .221 9.696 .003
929
pada kelas eksperimen sebesar 0,54
dan pada kelas kontrol sebesar 0,33.
930
karakter kreatif dan peduli
lingkungan.
931
nilai karakter dalam diri siswa, (1) pembelajaran berbasis masalah
khususnya siswa SMA. berkarakter dapat dikembangkan
dan disesuaikan dengan kondisi
Saran sekolah dan budaya lokal.
(2) guru dapat melakukan penelitian
Berdasarkan simpulan hasil lanjutan dengan meneliti
penelitian, dapat dikemukakan saran kemampuan matematis lainnya.
sebagai berikut terutama kepada
guru.
Daftar Pustaka
932
Redaksi Edumat PPPPTK Matematika menerima artikel naskah jurnal yang terkait
dengan pendidikan matematika.
Ketentuan penulisan dan untuk informasi lebih lanjut, silahkan menghubungi Redaksi.
Jurnal Edukasi Matematika