Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HEMODIALISA

KOMPLIKASI CHEST PAIN

A. PENGERTIAN
Menurut Price dan Wilson (1995) dialisa adalah suatu
proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif
melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju
kompartemen lainnya.
Hemodialisa adalah cara pengobatan atau prosedur
tindakan untuk memisahkan dari zat-zat sisa/racun yang
dilaksanakan dengan mengalirkan darah melalui membrane
semipermeabel dimana zat sisa atau racun dialihkan dari darah
ke cairan dialisat yang kemudian dibuang, sedangkan darah
kembali ke dalam tubuh sesuai arti dari hemo yang berarti
darah dan dialysis yang berarti memindahkan.
Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik
utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua
teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma
ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan
konsentrasi atau tekanan tertentu. Sedangkan menurut Tisher
dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan sebagai
pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran
semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga
dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume
cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana
tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air
plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran.
Dengan memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulansi
dan produksi dializer yang dapat dipercaya dan efisien,
hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam
pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat
(Tisher & Wilcox, 1997). Hemodialisa memerlukan sebuah mesin
dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer
(suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk
membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita
dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa
memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu
hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula
arteriovenosa) melalui pembedahan (NKF, 2006).

B. INDIKASI
Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk
yang jelas berdasarkan kadar kreatinin darah untuk menentukan
kapan pengobatan harus dimulai. Kebanyakan ahli ginjal
mengambil keputusan berdasarkan kesehatan penderita yang
terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan.
Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak
sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer
atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan
biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas
6 mg/100 ml pada pria , 4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro
filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak
boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau
sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi.
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI)
(2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal
(LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit
dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5
mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis.
Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi
khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem
paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan
nefropatik diabetik.
Kemudian Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa
hemodialisa biasanya dimulai ketika bersihan kreatinin
menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding dengan kadar
kreatinin serum 8–10 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-
gejala uremia dan secara mental dapat membahayakan dirinya
juga dianjurkan dilakukan hemodialisa. Selanjutnya Thiser dan
Wilcox (1997) juga menyebutkan bahwa indikasi relatif dari
hemodialisa adalah azotemia simtomatis berupa ensefalopati,
dan toksin yang dapat didialisis. Sedangkan indikasi khusus
adalah perikarditis uremia, hiperkalemia, kelebihan cairan
yang tidak responsif dengan diuretik (oedem pulmonum), dan
asidosis yang tidak dapat diatasi.

C. KONTRA INDIKASI
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari
hemodialisa adalah hipotensi yang tidak responsif terhadap
presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik.
Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari
hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler
pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas
hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang
lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi
infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan
ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).

D. PROSES HEMODIALISA
Ada tiga prinsip yang mendasari kinerja dari hemodialisa
yaitu difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat
limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan
cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi,
kecairan dialisisi yang memiliki konsentrasi rendah.
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui
proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan
menciptakan gradient tekanan, gradient ini dapat ditingkatkan
melalui penambahan tekanan negative yang dikenal sebagai
ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Karena pasien tidak dapat
mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk
mengeluarkan cairan hingga tercapai isovelemia (keseimbangan
cairan).
Sistem tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang
akan baerdifusi dari cairan dialisis ke dalam darah pasien
danmengalami metabolisme untuk membentuk bikarbinat. Darah
yang sudah dibersihkan kemudian dikembalikan ke dalam tubuh
melalui pembuluh darah vena.
Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin
hemodialisa dan suatu saringan sebagai ginjal tiruan yang
disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring dan
membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa
metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk
melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai
tempat suplai dari darah yang akan masuk ke mesin hemodialisa.
Hemodialisa dilakukan pada penyakit gagal ginjal terminal
yaitu dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal
buatan (dializer) yang terdiri dari dua kompartemen yang
terpisah. Darah pasien dialirkan dan dipompa ke kompartemen
darah yang dibatasi oleh selaput permiabel buatan (artificial)
dengan kompartemen dialisat. Kompartemen dialisat dialiri
cairan dialisis yang bebas pirogen, berisi larutan dengan
komposisi elektrolit yang sama dengan serum normal dan tidak
mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisis dan
darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi
karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi
kearah konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi terlarut
sama di kedua kompartemen (difusi). Pada proses dialisis, air
juga berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen cairan
dialisat dengan cara menaikkan tekanan hidrostatik negative
pada kompartemen cairan dialisat. Perpindahan air disebut
dengan ultrafiltrasi.
Cairan dialisis adalah cairan yang digunakan pada proses
hemodialisa, terdiri dari campuran air, dan elektrolit yang
mempunyai konsentrasi hampir sama dengan serum normal dan
mempunyai tekanan osmotic yang sama dengan darah. Fungsi
cairan dialisi adalah mengeluarkan dan menampung cairan serta
sisa-sisa metabolime dari tubuh selama dialisa. Cairan
dialisis mengandung macam-macam garam, elektrolit dan atau zat
antara lain: sodium clorida (NaCl), calium clorida (CaCl2),
magnesium clorida (Mgcl2), acetat (NaC2H3O23H2O) atau bikarbonat
(NaHCO3), potassium clorida (KCL)(tidak selalu terdapat pada
dialisat), dextrose.
Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan
hemodialisa berfungsi berfungsi mempersiapkan cairan dialisa
(dialisat) mengalirkan dialisat dan aliran darah melewati
suatu membrane semipermeabel, dan memantau fungsinya termasuk
dialisat dan sirkuit darah corporeal. Pemberian heparin
melengkapi antikoagulasi sistemik. Darah dan dialisat
karakteristik dan ukuran membaran dalam alat dialisa, dan
kecepatan aliran darah dan larutan mempengaruhi pemindahan
larutan.
Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri dari
membrane semipermeabel yang terdiri dari dua bagian, bagian
untuk darah dan bagian lain untuk dialisat. Darah mengalir
dari darah yang berlawanan dengan arah dialisat ataupun dalam
arah yang sama dengan arah aliran darah. Dializer merupakan
sebuah hollow fiber atau capillary dializer yang terdiri dari
ribuan serabut kapiler halus yang tersusun parallel. Darah
mengalir melalui bagian tengah tabung kecil-kecil ini, dan
dialisat membasahi lubang luarnya. Dializer ini sangat kecil
dan kompak karena memiliki permukaan yang luas akibat adanya
banyak tabung kapiler.
Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui
sebuah keteter masuk ke dalam sebuah mesin yang dihubungkan
dengan sebuah membrane semipermeabel (dializer) yang terdiri
dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan
yang lain dialirkan dialisat, sehingga terjadinya difusi.
Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh dializer
darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt
(AV-shunt).
Suatu sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu
untuk darah dan satu lagi untuk dialisat. Darahmengalir dari
pasien melalui tabung plastic (jalur arteri/blood line),
melalui dializer hollow fiber dan kembali ke pasien melalui
jalur vena. Dialisat membentuk saluran kedua. Air kran
difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai dengan suhu tubuh,
kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan pompa
pengatur, sehingga terbentuk dilaisat atau bak cairan dialisa.
Dialisat kemudian dimasukkan ke dalam dializer, dimana cairan
akan mengalir diluar serabut berongga sebelum keluar melalui
drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi
sepanjang membrane semipermeabel dari hemodializer melalui
proses difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.
Komposisi dialisat diatur dengan sedemikian rupa
sehingga mendekatu komposisi ion darah normal, dan sedikit
dimodifikasi yang sering menyertai gagal ginjal. Unsure-unsur
umum yang umum terdiri dari Na+, K+, Ca++, Mg++, Cl-, asetat dan
glukosa. Urea, kreatinin, asam urat dan fosfat dapat berdifusi
dengan mudah dari darah ke dalam dialisat karena unsur-unsur
ini tidak terdapat dalam dialisat. Natrium asetat yang lebih
tinggi konsntrasinya dalam dialisat, akan berdifusi ke dalam
darah. Tujuan menambah asetat adalah untuk mengoreksi asidosis
penderita uremia. Asetat dimetabolisme oleh tubuh pasien
menjadi bikarbonat. Glukosa dalam konsentrasi yang rendah
ditambahkan ke dalam dialisat untuk mencegah difusi glukosa ke
dalam dialisat yang menyebabkan kehilangan kalori dan
hipoglikemia. Pada hemodialisa tidak dibutuhkan glokosa dalam
konsentrasi yang tinggi, karena pembuangan cairan dapat
dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara
darah dan dialisat.
Ultrafiltasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan
tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat. Perbedaan
tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan meningkatkan positif
di dalam kompartemen darah dializer yaitu dengan meningkatkan
resistensi terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan efek
vakum dalam ruang dialisat dengan memainkan pengatur tekanan
negative. Perbedaan tekanan hidrostatik diantara membrane
dialisa juga meningkatkan kecepatan difusi solute. Sirkuit
darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan garam atau
NaCl 0,9% sebelum dihubungkan dengan sirkulasi penderita.
Tekanan darah pasien mungkin cukup untuk mengalirkan darah
melalui sirkuit ekstrakorporeal (diluar tubuh), atau mungkin
juga memerlukan pompa darah untuk membantu aliran dengan
quick blood (QB) (sekitar 200 sampai 400 ml/menit) merupakan
aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terus-menerus
dimasukkan pada jalur arteri melalui infus lambat untuk
mencegah pembekuan darah. Perangkap pembekuan darah atau
gelembung udara dalam jalur vena akan menghalangi udara atau
bekuan darah kembali ke dalam aliran darah pasien. Untuk
menjamin keamanan pasien, maka hemodializer modern dilengkapi
dengan monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai
parameter.
Menurut PERNEFRI waktu atau lamanya hemodialisa
disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa
dilakukan 4-5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu.
Hemodialisa idealnya dilakukan 10-15 jam/minggu dengan QB
200-300 mL/menit. Pada akhir interval 2-3 hari diantara
hemodialisa, keseimbangan air, garam, dan pH sudah tidak
normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia
karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses
hemodialisa.
Prince dan Wilson menjelaskan bahwa dialisat pada suhu
tubuh akan meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhuyang
terlalu tinggi akan menyebabkan hemolisis sel-sel darah merah
sehingga dapat menyebabkan pasien meninggal. Robekan pada
membrane dializer yang mengakibatkan kebocoran kecil atau
massif dapat dideteksi oleh fotosel pada aliran keluar
dialisat. Hemodialisa rumatan biasanya dilakukan tiga kali
seminggu, dan lama pengobatan berkisar dari 4-6 jam,
tergantung dari jenis sistem dialisa yang digunakan dalam
keadaan pasien.

E. PENATALAKSANAAN HEMODIALISA
Jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi diatas 75%
(gagal ginjal terminal atau tahap akhir), proses cuci darah
atau hemodialisa merupakan hal yang sangat membantu
penderita. Proses tersebut merupakan tindakan yang dapat
dilakukan sebagai upaya memperpanjang usia penderita.
Hemodialisa tidak dapat menyembuhkan penyakit gagal ginnjal
yang diderita pasien tetapi hemodialisa dapat meningkatkan
kesehteraan kehidupan pasien yang mengalami gagal ginjal.
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani
hemodialisa mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang
rusak tidak mampu mengekskresikan produk akhir metabolisme,
substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum
pasien dan bekerja sebagai racun atau toksin. Gejala yang
terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal
sebagai gejala uremia dan akan memperngaruhi setiap sistem
tubuh. Diet rendah protein akan mengurangi limbah penumpukan
nitrogen dan dengan dmeikian meminimalkan gejala.
Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat
mengakibatkan gagal jantung kongestif serta edema paru.
Dengan demikian pembatasan cairan juga merupakan bagian dari
resep diet untuk pasien. Dengan penggunaan hemodialisis yang
efektif, asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipun
biasanya memerlukan beberapa penyusaian dan pembatasan pada
asupan protein, natrium, kalium dan cairan.

F. KOMPLIKASI
1. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu
berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya
hemodialisa. Kram otot sering kali trjadi pada
ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume
tinggi.
2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat
asetat, rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung
aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan
berat cairan.
3. Aritmia
Hipoksi, hipotensi, penghentian obat aritmia selama
dialisa, penurunan kalsium, magnesium, kalium dan
bikarbonat, serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia
pada pasien hemodialisa.
4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer
dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan
bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dar darah,
yang mengakibatkan suatu gradient osmotic diantara
kompartemen-kompartemen ini. Gradient osmotic ini
menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan
oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya
terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama
dengan azotemia berat.
5. Hiposemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang
perlu dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi
kardiopulmonar.
6. Nyeri dada
Dapat terjadi karena PCO2 menurun bersamaan dengan
terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh.

G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Keluhan yang paling dirasakan oleh klien diantara keluhan
yang dirasakan yang didapatkan secara langsung dari pasien/
keluarga.

Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang didapatkan mulai dari pasien
mengalami keluhan sampai mencari pelayanan kesehatan
sampai ,mendapatkan terapi dan harus menjalani terapi HD
(pasien HD pertama).
Kondisi atau keluhan yang di rasakan oleh pasien setelah
HD sampai HD kembali(bagi pasien menjalani HD rutin).
b. Riwayat kesehatan lalu
Riwayat kesehatan dahulu di dapatkan dari pengalaman
pasien mengalami kondisi yang berhubungan dengan
gangguan system urinaria(missal DM,hipertensi,BPH dll)
c. Riwayat kesehatan keluarga
Didapatkan dari riwayat penyakit keluarga yang
berhubungan dengan penyakit pasien sekarang
(DM,hiperensi ,penyakit sistem perkemihan)

2. Diagnose dan intervensi keperawatan


a. DIAGNOSA KEPERAWATAN: CEDERA, RESIKO TINGGI TERHADAP,
KEHILANGAN AKSES VASKULER
Faktor Resiko Meliputi : Pembekuan; perdarahan karena
lepasnya sambungan secara tidak sengaja
Kemungkinan dibuktikan oleh : (tidak dapat diterapkan ;
adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa
aktual)
Tujuan / Kriteria Hasil : Mempertahankan jalan masuk
vaskuler paten
TINDAKAN / INTERVENSI
Mandiri:
Pembekuan:
1. Awasi potensi aliran AV internal pada interval sering
: Palpasi getaran distal ;
RASIONAL: Getaran disebabkan oleh turbulen darah
arterial tekanan aliran yang masuk ke sistem tekanan
vena yang lebih rendah dan harus dipalpasi di atas
sisi keluarnya vena.
2. Auskultasi untuk desiran;
RASIONAL: Desiran adalah bunyi yang yang disebabkan
oleh turbulen aliran darah yang masuk ke sistem vena
dan harus terdengar dengan stetoskop, meskipun
mungkin sangat redup.
3. Perhatikan warna darah dan / atau pemisahan sel dan
Serum sebelumnya.
RASIONAL: Perubahan warna dari merah sedang sampai
merah gelap keunguan menunjukan aliran darah lembam /
pembekuan dini. Pemisahan dalam selang indikatif
pembekuan. Darah merah gelap kemudian cairan kuning
jernih menunjukan pembentukan bekuan lengkap.
4. Palpasi kulit pirau untuk kehangatan.
RASIONAL: Penurunan aliran darah akan mengakibatkan “
kedinginan” pada pirau.
5. Beritahu dokter dan / atau lakukan prosedur
penghilangan pembekuan bila terdapat bukti kehilangan
potensi pirau.
RASIONAL: Intervensi cepat dapat mengamankan jalan
masuk; namun penghilangan pembekuan harus dilakukan
oleh petugas berpengalaman.
6. Evaluasi keluhan nyeri, kebas / kesemutan; perhatikan
pembengkakan ekstremitas distal pada jalan masuk.
RASIONAL: Mengindikasikan ketidak adekuatan suplai
darah. Menurunkan risiko pembekuan / pemutusan.
7. Hindari trauma pada pirau ; contoh menangani selang
dengan perlahan, pertahankan posisi kanula. Batasi
aktivitas ekstremitas. Hindari mengukur TD atau
mengambil darah dari ekstremitas yang ada pirau.
Instruksikan pasien tidak tidur atau membawa beban,
buku, dompet pada ektremitas yang sakit.
RASIONAL: Dari beberapa bukti yang didapati pada
pemeriksaan, dapat dengan segera tindakan/intervensi
penanggulangan selanjutnya.
Perdarahan:
8. Pasang dua klem kanula pada balutan pirau, sediakan
torniket. Bila kanula terpisah, klem pertama pada
arteri kemudian kanula vena. Bila selang lepas dari
vena, klem kanula yang masih ditempatnya lakukan
tekanan langsung pada sisi perdarahan. Pasang
torniket diatasnya atau kembangkan balon pada tekanan
diatas TD sistolik pasien.
RASIONAL: Mencegah kehilangan darah masif bila kanula
terpisah atau pirau berubah posisi sambil menunggu
bantuan medik.
Infeksi :
9. Kaji kulit sekitar akses vaskuler, perhatikan
kemerahan, pembengkakan, hangat lokal, eksudat, nyeri
tekan.
RASIONAL: Tanda infeksi lokal, dapat menjadi sepsis
bila tak diatasi.
10. Hindari kontaminasi pada sisi akses. Gunakan teknik
aseptik dan masker bila memberikan perawatan pirau,
mengganti balutan, dan bila melakukan proses dialisa.
RASIONAL: Tanda infeksi / sepsis yang memerlukan
intervensi medik cepat
11. Awasi suhu. Perhatikan adanya demam, mengigil,
hipotensi.
RASIONAL: Menentukan adanya patogen.
Kolaborasi:
12. Contoh kultur sisi/ darah sampel sesuai indikasi.
RASIONAL: Infus pada sisi arterial filter untuk
mencegah pembekuan pada filter tanpa efek samping
sistemik.
13. Berikan obat sesuai indikasi, contoh : Heparin (dosis
rendah); Antibiotik (sistemik dan / atau topikal)
RASIONAL: Pengobatan cepat infeksi dapat mengamankan
jalan masuk, mencegah sepsis

b. DIAGNOSA KEPERAWATAN: KEKURANGAN VOLUME CAIRAN, RISIKO


TINGGI TERHADAP
Faktor Resiko Meliputi : Ultrafiltrasi, Pembatasan
cairan; kehilangan darah aktual (heparinisasi sistemik
atau pemutusan aliran)
Kemungkinan dibuktikan oleh : (tidak dapat diterapkan ;
adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa
aktual)
Tujuan / Kriteria Hasil : Mempertahankan keseimbangan
cairan dibuktikan oleh berat badan dan tanda vital
stabil, turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak
ada perdarahan

TINDAKAN / INTERVENSI
Mandiri:
1) Ukur sama sumber pemasukan dan pengeluaran. Lakukan
ini tiap hari.
RASIONAL: Membantu mengevaluasi status cairan,
khususnya bila dibandingkan dengan berat badan.
Catatan : Haluaran urine adalah evaluasi tidak akurat
dari fungsi ginjal pada pasien dialisa. Beberapa
orang menunjukan haluaran urine dengan sedikit
klirens toksin ginjal, yang lain menunjukan oliguria
atau anuria.
2) Timbang tiap hari sebelum/ sesudah dialisa dilakukan.
RASIONAL: Penurunan berat badan waktu pengukuran
dengan tepat adalah pengukuran ultrafiltrasi dan
pembuangan cairan.
3) Awasi TD, nadi, dan tekanan hemodinamik bila tersedia
selama dialisa.
RASIONAL: Hipotensi, takikardia, penurunan tekanan
hemodinamik menunjukan kekurangan cairan.
4) Pastikan kontinuitas kateter pirau / akses.
RASIONAL: Terputusnya pirau / akses terbuka akan
memungkinkan eksanguinasi.
5) Lakukan balutan eksternal pirau. Jangan izinkan
suntikan pada pirau.
RASIONAL: Meminimalkan stres pada pemasukan kanula
untuk menurunkan perubahan posisi yang kurang hati-
hati dan perdarahan pada sisi tersebut.
6) Tempatkan pasien pada posisi telentang /
trandelenburg sesuai kebutuhan.
RASIONAL: Memaksimalkan aliran balik vena bila
terjadi hipotensi.
7) Kaji adanya perdarahan terus menerus atau perdarahan
besar pada sisi akses, membran mukosa, insisi / luka.
Hematemesis / guaiak feses, drainase gaster.
RASIONAL: Heparinisasi sistemik selama dialisa
meningkatkan waktu pembekuan dan menempatkan pasien
pada resiko perdaahan, khususnya selama 4 jam pertama
setelah prosedur.
Kolaborasi:
8) Awasi pemerikasaan laboratorium sesuai indikasi :
- Hb/Ht ;
RASIONAL: Menurun karena anemia , hemodilusi, atau
kehilangan darah aktual.
- Elektrolit serum dan pH;
RASIONAL: Ketidakseimbangan dapat memerlukan
perubahan dalam cairan dialisa atau tambahan
pengganti untuk mencapai keseimbangan.
- Waktu pembekuan, contoh ACT. PT/PTT, dan jumlah
trombosit.
RASIONAL: Penggunaan heparin untuk mencegah pembekuan
pada aliran darah dan hemofilter mengubah koagulasi
dan potensial perdarahan aktif.
9) Berikan cairan IV (contoh garam faal) / volume
ekspander (contoh albumin) selama dialisa sesuai
indikasi:
RASIONAL: Cairan garam faal / dekstrosa, elektrolit,
dan NaHCO3 mungkin diinfuskan dalam sisi vena
hemofolter CAV bila kecepatan ultra filtrasi tinggi
digunakan untuk membuang cairan ekstraseluler dan
cairan toksik. Volume ekspander mugkin dibutuhkan
selama / setelah hemodialisa bila terjadi hipotensi
tiba-tiba/ nyata.
10) Darah / kemasan SDM bila diperlukan.
RASIONAL: Destruksi SDM (hemolisis) oleh dialisa
mekanika, kehilangan perdarahan, menurunkan produksi
SDM dapat mengakibatkan anemia berat/progresif.
11) Penurunan kecepatan ultrafiltrasi selama dialisa
sesuai indikasi.
RASIONAL: Menurunkan jumlah air selama dibuang dan
dapat memperbaiki hipotensi/hipovolemia.
12) Berikan protamin sulfat bila diindikasikan.
c. RASIONAL: Mungkin dilakukan untuk mengembalikan waktu
pembekuan ke normal atau bila terjadi pelepasan heparin
(sampai 16 jam setelah hemodialisasi).

d. DIAGNOSA KEPERAWATAN: VOLUME CAIRAN, KELEBIHAN, RISIKO


TINGGI TERHADAP
Faktor Resiko Meliputi : Pemasukan cairan cepat
/berlebihan ; IV, darah, plasma ekspande, garam faal
diberikan untuk mendukung TD selama dialisa.
Kemungkinan dibuktikan oleh : (Tidak dapat diterapkan
adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa
aktual).
Tujuan / Kriteria Hasil : Mempertahankan “berat badan
kering “ dalam batas normal pasien edema,” bunyi nafas
jelas dan kadar natrium dalam batas normal.

TINDAKAN / INTERVENSI
Mandiri:
1) Ukur semua sumber pemasukan dan pengeluaran.
Timbang dengan rutin.
RASIONAL: Membantu mengevaluasi status cairan
khususnya bila dibandingkan dengan berat badan.
Peningkatan berat badan antara pengobatan harus
tidak lebih dari 0,5 kg/hari.
2) Awasi TD, nadi.
RASIONAL: Hipertensi dan takikardia antara
hemodialisis dapat diakibatkan oleh kelebihan
cairan dan / atau gagal jantung.
3) Perhatikan adanya edema perifer/sakral. Pernapasan
gemericik, dispnea, ortopnea, distensi vena leher,
perubahan EKG menunjukan hipertrofi ventrikel.
RASIONAL: Kelebihan cairan karena tidak efisennya
dialisa atau hipervolemia berulang diantara
pengobatan dialisa apat menyebabkan /eksaserbasi
gagal jantung, seperti diindikasi oleh tanda /
gejala kongesti vena sistemik dan / atau
pernafasan.
4) Perhatikan perubahan mental.
RASIONAL: Kelebihan cairan /hipervolemia,
berpotensi untuk edema serebral (sindrom
disekuilibrium).
Kolaborasi:
5) Awasi kadar natrium serum. Batasi pemasukan natrium
sesuai indikasi.
RASIONAL: Kadar natrium tinggi dihubungkan dengan
kelebihan cairan, edema, hipertensi, dan komplikasi
jantung,
6) Batasi pemasukan peroral cairan indikasi, pemberian
jangka waktu memungkinkan cairan sepanjang periode
24 jam.
RASIONAL: Hemodialisa intermiten mengakibatkan
retensi /kelebihan cairan antara prosedur dan dapat
memerlukan pembatasan cairan. Jarak cairan membantu
mengurangi haus.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana


Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian
perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M.,
Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta.
PERNEFRI, 2003, Konsensus dialisis. Sub Bagian Ginjal dan
Hipertensi–Bagian Ilmu Penyakit dalam. FKUI-RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo. Jakarta.
NANDA, 2002. Nursing Diagnosis : Definition and Classification
(2001-2002), Philadelphia.
Sarwono, W. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai
Penerbir FKUI

Smeltzer dan Brenda. 2002. Buku Ajar Keperawaatan Medikal Bedah


Brunner dan Suddarth Edisi 8. EGC: Jakarta
Wilkinson, Judith, 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan
Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai