Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA

A. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Menurut Price dan Wilson (1995) dialisa adalah suatu proses dimana solute dan air
mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair
menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua
tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama
yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap
perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.
Hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien
melewati membran semipermeabel (alat dialisis) ke dalam dialisat (Tisher & Wilcox,
1997). Alat dialisis juga dapat digunakan untuk memindahkan sebagian besar volume
cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik
menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan)
melalui membran semipermeabel. Hemodialisa telah menjadi metode yang dominan
dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox,
1997).
Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang
dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk
membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam
sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah,
maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa)
melalui pembedahan (NKF, 2006).
Pasien hemodialisa sangatlah tergantung dengan mesin semasa sisa umurnya. Dalam
pelaksanaan hemodialisa sangatlah banyak komplikasi dan kemungkinan yang terjadi,
sehingga diperlukan asuhan keperawatan untuk membantu pasien menjalani
hemodialisa dengan komplikasi yang minimal.
2. Tujuan
Tujuan pembuatan laporan pendahuluan Asuhan Keperawatan pasien Hemodialisa
adalah :
a. Mengerti dan memahami tentang proses hemodialisa, indikasi, kontra indikasi dan
komplikasi yang mungkin terjadi pada saat hemodialisa.
b. Mengetahui masalah keperawatan yang muncul pada saat hemodialisa.
c. Menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan hemodialisa.

B. KONSEP TEORI HEMODIALISA


1. Pengertian
Menurut Price dan Wilson (1995) dialisa adalah suatu proses dimana solute dan air
mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair
menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua
tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama
yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap
perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.
Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan sebagai
pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel
(dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan
sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana
tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan
perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan memperbesar jalan masuk
pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi dializer yang dapat dipercaya dan efisien,
hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut
dan kronik di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox, 1997).
Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang
dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk
membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam
sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah,
maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa)
melalui pembedahan (NKF, 2006).
2. Indikasi
Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas
berdasarkan kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus dimulai.
Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan berdasarkan kesehatan penderita yang
terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya
dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita
neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan biasanya juga
dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria , 4 mg/100 ml
pada wanita dan glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita
tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai
kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi. Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi
Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal
(LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala
uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat
menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus
yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis
metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.
Kemudian Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa hemodialisa biasanya
dimulai ketika bersihan kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding
dengan kadar kreatinin serum 810 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia
dan secara mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan
hemodialisa. Selanjutnya Thiser dan Wilcox (1997) juga menyebutkan bahwa indikasi
relatif dari hemodialisa adalah azotemia simtomatis berupa ensefalopati, dan toksin
yang dapat didialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis uremia,
hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik (oedem
pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi.
3. Kontra Indikasi
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi
yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak
organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa
adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler
sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain
diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal,
sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).
4. Tujuan
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang
lain.
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
5. Proses Hemodialisa
Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa berfungsi
mempersiapkan cairan dialisa (dialisat), mengalirkan dialisat dan aliran darah melewati
suatu membran semipermeabel, dan memantau fungsinya termasuk dialisat dan sirkuit
darah korporeal. Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi sistemik. Darah dan
dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan untuk memperoleh efisiensi maksimal dari
pemindahan larutan. Komposisi dialisat, karakteristik dan ukuran membran dalam alat
dialisa, dan kecepatan aliran darah dan larutan mempengaruhi pemindahan larutan
(Tisher & Wilcox, 1997)
Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan
sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring dan
membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak
diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler
sebagai tempat suplai dari darah yang akan masuk ke dalam mesin hemodialisa (NKF,
2006).
Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri dari membran semipermeabel yang
terdiri dari dua bagian, bagian untuk darah dan bagian lain untuk dialisat. Darah
mengalir dari arah yang berlawanan dengan arah darah ataupun dalam arah yang sama
dengan arah aliran darah. Dializer merupakan sebuah hollow fiber atau capillary
dializer yang terdiri dari ribuan serabut kapiler halus yang tersusun pararel. Darah
mengalir melalui bagian tengah tabung-tabung kecil ini, dan cairan dialisat membasahi
bagian luarnya. Dializer ini sangat kecil dan kompak karena memiliki permukaan yang
luas akibat adanya banyak tabung kapiler (Price & Wilson, 1995).
Menurut Corwin (2000) hemodialisa adalah dialisa yang dilakukan di luar tubuh.
Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke
dalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran semipermeabel
(dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan yang
lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah darah selesai dilakukan
pembersihan oleh dializer darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa
shunt (AV-shunt).
Selanjutnya Price dan Wilson (1995) juga menyebutkan bahwa suatu sistem dialisa
terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk cairan dialisa. Darah
mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur arteri/blood line), melalui dializer
hollow fiber dan kembali ke pasien melalui jalur vena. Cairan dialisa membentuk
saluran kedua. Air kran difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai dengan suhu tubuh,
kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan pompa pengatur, sehingga
terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa. Dialisat kemudian dimasukan ke dalam
dializer, dimana cairan akan mengalir di luar serabut berongga sebelum keluar melalui
drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi sepanjang membran
semipermeabel dari hemodializer melalui proses difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.
Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara
darah dengan dialisat. Perbedaaan tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan
meningkatkan tekanan positif di dalam kompartemen darah dializer yaitu dengan
meningkatkan resistensi terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan efek vakum
dalam ruang dialisat dengan memainkan pengatur tekanan negatif. Perbedaaan tekanan
hidrostatik diantara membran dialisa juga meningkatkan kecepatan difusi solut. Sirkuit
darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan garam atau NaCl 0,9 %, sebelum
dihubungkan dengan sirkulasi penderita. Tekanan darah pasien mungkin cukup untuk
mengalirkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal (di luar tubuh), atau mungkin juga
memerlukan pompa darah untuk membantu aliran dengan quick blood (QB) (sekitar
200 sampai 400 ml/menit) merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin secara
terus-menerus dimasukkan pada jalur arteri melalui infus lambat untuk mencegah
pembekuan darah. Perangkap bekuan darah atau gelembung udara dalam jalur vena
akan menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke dalam aliran darah pasien.
Untuk menjamin keamanan pasien, maka hemodializer modern dilengkapi dengan
monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai parameter (Price & Wilson,
1995).
Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan
kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4 5 jam dengan frekuensi 2 kali
seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10 15 jam/minggu dengan QB 200300
mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3 5
jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2 3 hari diantara hemodialisa,
keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan
menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses
hemodialisa.

Gambar 1.
Skema proses hemodialisa
6. Komplikasi Hemodialisa
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan
hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain:
a. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai
mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada
ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
b. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya
dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan
tambahan berat cairan.
c. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium,
magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia
pada pasien hemodialisa.
d. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari
osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari
darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemen-
kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak
yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada
pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.

e. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada
pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
f. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan
mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan
faktor risiko terjadinya perdarahan.
g. Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan
karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.
h. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
i. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak
adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Keluhan utama pada pasien hemodialisa adalah
a. sindrom uremia
b. Mual, muntah, perdarahan GI.
c. Pusing, nafas kusmaul, koma.
d. Perikarditis, cardiar aritmia
e. Edema, gagal jantung, edema paru
f. Hipertensi
Manifestasi klinik
a. Kulit : kulit kekuningan, pucat, kering dan bersisik, pruritus atau gatal-gatal
b. Kuku ; kuku tipis dan rapuh
c. Rambut : kering dan rapuh
d. Oral ; halitosis / faktor uremic, perdarahan gusi
e. Lambung ; mual, muntah, anoreksia, gastritis ulceration.
f. Pulmonary ; uremic lung atau pnemonia
g. Asam basa ; asidosis metabolik
h. Neurologic ; letih, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan otot : pegal
i. Hematologi : about it, perdarahan

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan melemah
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
c. PK : Perdarahan
d. PK : Hiperkalemia
e. PK : Hipoglikemia
f. PK : Asidosis
g. PK : Anemia

3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan melemah
NOC :
a. Electrolit and acid base balance
b. Fluid balance
c. Hydration
NIC :
Fluid management
a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
b. Pasang urin kateter jika diperlukan
c. Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
d. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP
e. Monitor vital sign
f. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena
leher, asites)
g. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
h. Monitor status nutrisi
i. Berikan diuretik sesuai interuksi
j. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130
mEq/l
k. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk

Fluid Monitoring
a. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi
b. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan (Hipertermia,
terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )
c. Monitor berat badan
d. Monitor serum dan elektrolit urine
e. Monitor serum dan osmilalitas urine
f. Monitor BP, HR, dan RR
g. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung
h. Monitor parameter hemodinamik infasif
i. Catat secara akutar intake dan output
j. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan BB
k. Monitor tanda dan gejala dari odema
l. Beri obat yang dapat meningkatkan output urin

Hemodialysis therapy
a. Ukur berat badan sebelum hemodialisa
b. Monitor vital sign setiap jam atau bila diperlukan
c. Lakukan program ultrafiltration goal sesuai kenaikan berat badan
d. Monitor komplikasi yang mungkin terjadi selama hemodialisa
e. Monitor tanda dan gejala kelebihan cairan
f. Monitor tanda dan gejala kekurangan cairan
g. Ukur berat badan setelah hemodialisa
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi
b.d faktor biologis, psikologis atau ekonomi.

NOC :
a. Nutritional Status : food and Fluid Intake
b. Nutritional Status : nutrient Intake
c. Weight control
NIC :
Nutrition Management
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
e. Berikan substansi gula
f. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
g. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
h. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
i. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
j. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
k. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
a. BB pasien dalam batas normal
b. Monitor adanya penurunan berat badan
c. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
d. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
e. Monitor lingkungan selama makan
f. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
g. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
h. Monitor turgor kulit
i. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
j. Monitor mual dan muntah
k. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
l. Monitor makanan kesukaan
m. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
n. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
o. Monitor kalori dan intake nuntrisi
p. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
q. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

3. PK : Peradarahan Perawat dapat menangani dan meminimalkan terjadinya


perdarahan.
NIC :
Kontrol perdarahan
a. Kaji keadaan luka insisi penusukan jarum AV Fistula hemoidalisa
b. Jaga posisi jarum tetap aman dan paten.
c. Monitor vital sign
d. Jelaskan tentang tanda dan gejala perdarahan
e. Monitor tanda dan gejala perdarahan
f. Monitor laboratorium darah rutin ( hemoglobin) post hemodialisa bila perlu
g. Berikan dosis antikoagulan waktu hemodialisa sesai dosis.

4. PK : Hiperkalemia Perawat dapat menanganai dan meminimalkan terjadinya


hiperkalemia Management elektrolit
a. Monitor ketidakseimbangan serum elektrolit, jika ada/tersedia
b. Monitor dampak-dampak dari ketidakadekuatan/ ketidak seimbangan elektrolit
c. Pertahankan patensi jalan masuk intra vena
d. Berikan cairan, jika diperlukan
e. Pertahankan keakuratan data intake dan out put
f. Pertahankan cairan intraa vena berisi elektrolit dalam aliran tetap, jika perlu
g. Berikan tambahan elektrolit (secara oral, NGT, dan IV) sesuai resep, jika diperlukan
h. Konsultasikan dengahn dokter dalam pemberian pengoabtan, hemat elektrolit (ex;
spironolakton), jika perlu
i. Berikan ikatan elektrolit atau penguat (ex: kogeoxalat), sesuai instruksi, jika perlu
j. Dapatkan spesimen untuk analisis laborat dari level elektrolit (AGD, urin, serum)
k. Monior kehilangan elektrolit kaya cairan (NGT, section, plesbotomi drainase, diare,
drainage luka, dan diaporosis)
l. Adakan pengukuran untuk mengontrol kehilangan lektrolit berlebihan/banyak sekali
(ex : dengan istirahat usus, perubahan tipe elektrolit, pemberian antiopirektik) jika,
perlukan.
m. Minimalkan jumlah oral intake yang dikonsumsi oleh pasien dengan saluran gastrik
yang dihubungkan dengan suction
n. Berikan diet yang tepat untuk pasien , terutama keseimbangan elektrolit (kaya,
potasiium, rendah sodium, rendah karbohidrat)
o. Instruksikan pasien atau famili dalam modifikasi diit secara spesifik
p. Berikan pengamanan lingkungan untuk pasien dengan gangguan neurologi dan
neuromuscular, akibat ketidakseimbangan elektrolit
q. Peningkatan orientasi
r. Ajarkan pasien dan keluarga tentang tipe, penyebab dan perawatan
ketidakseimbangan elektrolit
s. Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan gejala dari ketidakseimbanga elektrolit
bertahan lama atau memburuk
t. Monitor respon pasien untuk terapy elektrolit sesuai instruksi
u. Monitor efek samping pemberian elektrolit tambahan (ex: Gastrointestinal irigasi)
v. Monitor secara pasti level serum potasium pada pasien yang mendapat digitalis dan
diuretika
w. Berikan/pasang monitor jantung, jika perlu
x. Obati/rawat aritmia jhantung, sesuai kebijakan
y. Siapkan pasien untuk dialisis (ex: bantu dengan pemasangan kateter untuk dialisis).

5. PK : Hipoglikemia Perawat dapat menangani dan meminimalkan episode


hipoglikemi Management hipo/hiperglikemi
a. Pantau kadar gula darah sebelum pemberian obat hipoglikemik dan atau sebelum
makan dan satu jam sebelum tidur
b. Pantau tanda dan gejala hipoglikemi (kadar gula darah kurang dari 70 mg/dl, kulit
dingin, lembab dan pucat, takikardi,peka terhadap rangsang, tidak sadar, tidak
terkoordinasi, bingung, mudah mengantuk)
c. Jika klien dapat menelan, berikans etengah gelas jus jeruk, cola atau semacam
golongan jahe setiap 15 menit sampai kadar glukosa darahnya meningkat diatas 69
mg/dl
d. Jika klien tidak dapat menelan, berikanglukagon hidroklorida subkutan 50 ml
glukosa 50% dalam air IV sesuai protocol

6. PK : Asidosis Perawat mampu menangani dan meminimalkan episode asidosis


Asidosis Metabolik
a. Pantau tanda dan gejala asidosis metabolik
1) pernafasan cepat danlambat
2) sakit kepala
3) mual dan muntah
4) bikarbonat plasma dan pH arteri darah rendah
5) perubahan tingkah laku, mengantuk
6) kalsium serum meningkat
7) klorida serum meningkat
8) penurunan HCO3
b. Untuk klien klien dengan asidosis metabolik
1) mulai dengan penggantian cairan IV sesuai program tergantung dari penyebab
dasarnya.
2) Jika etiologinya DM, rujuk pada PK: hipo/hiperglikemia
3) Kaji tanda dangejala hipokalsemia, hipokalemia, dan alkalosis setelah asidosisnya
terkoreksi
4) Lakukan koreksi pada setiap gangguan ketidakseimbangan elektrolit sesuai dengan
program dokter
5) Pantau nilai gas darah arteri dan pH urine.
Asidosis Respiratorik
a. Pantau tanda dan gejala asidosis respiratorik
1) Takikardi
2) Disritmia
3) Berkeringat
4) Mual/muntah
5) Gelisah
6) Dyspneu
7) Peningkatan usaha nafas
8) Penurunan frekuensi pernafasan
9) Peningkatan PCO2
10) Peningkatan kalsium serum
11) Penurunan natrium klorida
b. Untuk klien klien dengan asidosis respiratorik
1) Perbaiki ventilasi melalui pengubahan posisi pada semifowler, latihan nafas dalam
2) Konsul kemungkinan penggunaan ventilasi mekanis
3) Berikan oksigen setelah klien dapat bernafas dengan baik
4) Tingkatkan pemberian hidrasi yang optimal

7. PK : Anemia Perawat dapat melakukan pencegahan untuk meminimalkan terjadinya


anemia berkelanjutan Management Anemia
a. Pantau tanda dan gejala anemia
1) Adanya letargi
2) Adanya kelemahan
3) Keletihan
4) Peningkatan pucat
5) Dyspneu saat melakukan aktivitas
b. Monitor kadar Hb
c. Kolaborasi perlunya pemberian transfusi

DAFTAR PUSTAKA

Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan


untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa;
Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta.

Ganong, W. F., 1998, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 17. EGC, Jakarta.
Guyton, A. C., 1995, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 7. RGC, Jakarta.
Guyton, A. C. & Hall, J. E., 1997, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 9. EGC,
Jakarta.

Havens, L. & Terra, R. P, 2005, Hemodialysis. Terdapat pada:


http://www.kidneyatlas.org.

NKF, 2001, Guidelines for hemodialysis adequacy. Terdapat pada:


http://www.nkf.com.

NKF, 2006, Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org.


PERNEFRI, 2003, Konsensus dialisis. Sub Bagian Ginjal dan HipertensiBagian Ilmu
Penyakit dalam. FKUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta.
Price, S. A. & Wilson, L. M., 1995, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta.

Rose, B. D. & Post, T. W, 2006, Hemodialysis: Patient information, Terdapat pada:


http://www.patients.uptodate.com.

Tisher, C. C. & Wilcox, C. S., 1997, Buku saku nefrologi. Edisi 3. EGC, Jakarta.
Johnson., Mass, 199, Nursing Outcomes Classification, Availabel on:
www.Minurse.com.

McCloskey, Joanne C, Bulecheck, Gloria M., 1996. Nursing Intervention


Classsification (NIC). Mosby, St. Louise.

NANDA, 2002. Nursing Diagnosis : Definition and Classification (2001-2002),


Philadelphia.

Wilkinson, Judith, 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai