1. Vaksin palsu
2. Penelantaran pasien miskin oleh rumah sakit
3. Imunisasi MR
4. GERMAS dan GENTAS
5. BPJS Kesehatan : Kenaikan Iuran, Denda
6. Peredaran OBat Keras dan FUngsi Apotek, penyalahgunaan obat (PCC,
Psikotropika)
7. Posbindu PTM – Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular
8. Donor organ ginjal, mata dan hati
9. Nawacita Presiden RI yang terkait dengan Kesehatan
10. Bonus Demografi
1. POSYANDU
A. Pengertian Posyandu
Pengertian posyandu adalah sistem pelayanan yang
dipadukan antara satu program dengan program
lainnya yang merupakan forum komunikasi pelayanan
terpadu dan dinamis seperti halnya program KB
dengan kesehatanatau berbagai program lainnya yang
berkaitan dengan kegiatan masyarakat(BKKBN, 1989).
Pelayanan yang diberikan di posyandu bersifat terpadu
, hal ini bertujuanuntuk memberikan kemudahan dan
keuntungan bagi masyarakat karena di posyandu
tersebut masyarakat dapat memperolah pelayanan
lengkap padawaktu dan tempat yang sama (Depkes RI,
1990).Posyandu dipandang sangat bermanfaat bagi
masyarakat namunkeberadaannya di masyarakat
kurang berjalan dengan baik, oleh karena itu
pemerintah mengadakan revitalisasi posyandu.
Revitalisasi posyandumerupakan upaya pemberdayaan
posyandu untuk mengurangi dampak darikrisis
ekonomi terhadap penurunan status gizi dan
kesehatan ibu dan anak.Kegiatan ini juga bertujuan
untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakatdalam
menunjang upaya mempertahankan dan meningkatkan
status gizi sertakesehatan ibu dan anak melalui
peningkatan kemampuan kader, manajemendan fungsi
posyandu (Depdagri, 1999).
B. Tujuan Posyandu
1. Menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB), Angka
Kematian Ibu ( ibuHamil, melahirkan dan nifas) .
2. Membudayakan NKKBS.
3. Meningkatkan peran serta dan kemampuan
masyarakat untuk mengembangkan kegiatan
kesehatan dan KB Berta kegiatan lainnya
yangmenunjang untuk tercapainya masyarakat sehat
sejahtera.
4. Berfungsi sebagai Wahana Gerakan Reproduksi
Keluarga Sejahtera,Gerakan Ketahanan Keluarga dan
Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera.
C. Pengelola Posyandu
1. Penanggungjawab umum : Kades/Lurah.
2. Penggungjawab operasional : Tokoh Masyarakat.
3. Ketua Pelaksana : Ketua Tim Penggerak PKK.
4. Sekretaris : Ketua Pokja IV Kelurahan/desa.
5. Pelaksana: Kader PKK, yang dibantu Petugas KB-
Kes (Puskesmas).
E. Pembentukan Posyandu
a) Langkah – langkah pembentukan :
1) Pertemuan lintas program dan lintas sektoral
tingkat kecamatan.
2) Survey mawas diri yang dilaksanakan oleh kader
PKK di bawah bimbingan teknis unsur kesehatan dan
KB
3) Musyawarah masyarakat desa membicarakan hasil
survey mawasdiri, sarana dan prasarana posyandu,
biaya posyandu .
4) Pemilihan kader Posyandu.
5) Pelatihan kader Posyandu.
6) Pembinaan.
b) Kriteria pembentukan Posyandu.
Pembentukan Posyandu sebaiknya tidak terlalu dekat
dengan Puskesmasagar pendekatan pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat lebih
tercapaisedangkan satu Posyandu melayani 100 balita.
c) Kriteria kader Posyandu :
1) Dapat membaca dan menulis.
2) Berjiwa sosial dan mau bekerja secara relawan.
3) Mengetahui adat istiadat serta kebiasaan
masyarakat.
4) Mempunyai waktu yang cukup.
5) Bertempat tinggal di wilayah Posyandu.
6) Berpenampilan ramah dan simpatik.
7) Diterima masyarakat setempat.
d) Pelaksanaan Kegiatan Posyandu.
1) Posyandu dilaksanakan sebulan sekali yang
ditentukan oleh Kader,Tim Penggerak PKK
Desa/Kelurahan serta petugas kesehatan dari
Puskesmas, dilakukan pelayanan masyarakat dengan
system 5 meja yaitu :
Meja I : Pendaftaran
Meja II : Penimbangan
Meja III : Pengisian KMS
Meja IV : Penyuluhan perorangan berdasarkan KMS
Meja V : Pelayanan KB & Kes ; Imunisasi, pemberian
vitamin, pembagian pil atau kondom, pengobatan
ringan, kosultasi KB-Kesehatan.
Petugas pada Meja I s/d IV dilaksanakan oleh kader
PKK sedangkanMeja V merupakan meja pelayanan
paramedis (Jurim, Bindes, perawat dan petugas KB).2.
Sasaran Posyandu yaitu Bayi/Balita, Ibu hamil/ibu
menyusui, danWUS dan PUS.
B. Tujuan Polindes
1. Terwujudnya masyarakat sehat yang diaga terhadap
permasalahan kesehatan diwilayah desanya.
2. Terselenggaranya promosi kesehatan dalam rangka
menuingkatkan pengetahuan masyarakat tentang
kesehatan
3. Terselenggarakannya pengamatan, pencatatan dan
pelaporan dalam rangka meningkatkan kewaspadaan
dan kesigapan masyarakat terhadap resiko dan
bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan,
terutama penyakit menular yang berpotensi
menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) serta faktor-
faktor resikonya
4. Tersedianya upaya pemberdayaan masyarakat dalam
rangka meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
menolong dirinya dibidang kesehatan
5. Terselenggaranya pelayanan kesehatan dasar yang
dilaksanakan oleh masyarakat dan tenaga
professional kesehatan
6. Terkoordinasinya penyelenggaraan UKBM lainnya
yang ada didesa
C. Persyaratan Polindes
Secara umum persyaratan untuk mendirikan polindes
adalah tersedianya tempat yang bersih, namun serasi
dengan lingkungan perumahan di desa serta
tersedianya tenaga bidan didesa. Secara lebih rinci,
persyaratan yang perlu diusahakan adalah:
a. Tersedianya bidan di desa yang bekerja penuh untuk
mengelola polindes.
b. Tersedianya sarana untuk melaksanakan tugas
pokok dan fungsi bidan, antara lain:
1) Bidan kit
2) IUD kit
3) Sarana imunisasi dasar dan imunisasi ibu hamil
4) Timbangan berat badan ibu dan pengukur tinggi
badan
5) Infus set dan cairan dextrose 5%, NaCl 0,9%
6) Obat-obatan sederhana dan uterotonika
7) Buku-buku pedoman KIA, KB, dan pedoman
kesehatan lainnya
8) Inkubator sederhana
c. Memenuhi persyaratan rumah sehat, antara lain:
1) Penyediaan air bersih
2) Ventilasi cukup
3) Penerangan cukup
4) Tersedia sarana pembuangan air limbah
5) Lingkungan pekarangan bersi
6) Ukuran minimal 3×4 meter persegi
d. Lokasi dapat dicapai dengan mudah oleh penduduk
sekitarnya dan mudah dijangkau oleh kendaraan roda
empat.
e. Ada tempat untuk melakukan pertolongan
persalinan dan perawatan postpartum (minimal satu
tempat tidur)
E. Sasaran Polindes
a. Bayi berusia kurang dari 1 tahun
b. Anak balita usia 1 sampai dengan 5 tahun
c. Ibu hamil
d. Ibu menyusui
e. Ibu nifas
f. Wanita usia subur.
g. Kader
h. Masyarakat setempat.
F. Fungsi Polindes
a. Sebagai tempat pelayanan kesehatan ibu dan anak
(termasuk KB)
b. Sebagai tempat pemeriksaan kehamilan dan
pertolongan persalinan
c. Sebagai tempat untuk konsultasi, penyuluhan dan
pendidikan kesehatan masyarakat dan dukun bayi
maupun kader
G. Manfaat Polindes
a. Bagi masyarakat
1) Permasalahan didesa dapat terdekteksi dini,
sehingga bisa ditangani cepat dan diselekaikan,
sesauai kondisi, potensi dan kemampuan yang ada
2) Memperoleh pelayanan kesehatan dasar yang dekat
b. Bagi kader
1) Mendapat informasi awal di bidang kesehatan
2) Mendapat kebanggaan, dirinya lebih berkarya bagi
masyarakat
c. Bagi puskesmas
1) Memperluas jangkauan pelayanan puskesmas
dengan mengoptimalkan sumber data secara efisien
dan efektif
2) Mengoptimalkan fungsi puskesmas sebagai
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan,
pusat pemberdayaan ,asyarakat dan pusat pelayanan
kesehatan strata pertama
H. Stratifikasi Polindes
Dalam menganalisa pertumbuhan Polindes harus
mengacu kepada indikator tingkat perkembangan.
Polindes yang mencakup beberapa hal :
a. Fisik
Tempat yang disediakan oleh masyarakat untuk
polindes perlu memenuhi persyaratan antara lain :
1) Bangunan polindes tampak bersih, salah satunya
ditandai tidak adanya sampah berserakan
2) Lingkungan yang sehat, bila polindes jauh dari
kandang ternak
3) Mempunyai jumlah ruangan yang cukup untuk :
pemeriksaan kehamilan dan pelayanan KIA,
mempunyai ruang untuk pertolongan persalinan.
4) Tempat pelayanan bersih dengan aliran
udara/ventilasi yang baik terjamin.
5) Mempunyai perabotan dan alat-alat yang memadai
untuk pelaksanaan pelayanan.
6) Mempunyai sarana air bersih dan jamban yang
memenuhi persyaratan kesehatan.
Idealnya suatu polindes mempunyai bangunan sendiri
dan memenuhi persyaratan di atas, namun dalam
kenyataannya mungkin saja polindes masih
menumpang di salah satu rumah warga atau bersatu
dengan kediaman bidan di desa.
c. Pengelolaan polindes
Pengelolaan Polindes yang baik akan menentukan
kualitas pelayanan, sekaligus pemanfaatan pelayanan
oleh masyarakat. Kriteria pengelolaan polindes yang
baik antara keterlibatan masyarakat melalui wadah
LPM dalam menentukan tarif pelayanan. Tarif yang
ditetapkan secara bersama, diharapkan memberikan
kemudahan kepada masyarakat untuk memanfaatkan
polindes, sehingga dapat meningkatkan cakupan dan
sekaligus dapat memuaskan semua pihak.
d. Cakupan Persalinan
Tinggi rendahnya cakupan persalinan dipengaruhi
banyak faktor, diantaranya ketersediaan sumberdaya
kesehatan termasuk didalamnya keberadaan polindes
beserta tenaga profesionalnya, yaitu bidan desa.
Tersedianya polindes dan bidan di suatu desa
memberikan kemudahan untuk mendapatkan
pelayanan KIA, khususnya dalam pertolongan
persalinan, baik ditinjau dari segi jarak maupun dari
segi pembiayaan. Meningkatnya cakupan persalinan
yang ditolong di polindes, selain berpengaruh terhadap
kualitas pelayanan ibu hamil, sekaligus mencerminkan
kemampuan bidan itu sendiri baik di dalam
kemampuan teknis medis maupun di dalam menjalin
hubungan dengan masyarakat. Cakupan persalinan
dihitung secara kumulatif selama setahun.
h. Dana Sehat/JPKM
Dana sehat sebagai wahana memandirikan
masyarakat untuk hidup sehat, pada gilirannya
diharapkan akan mampu melestarikan berbagai jenis
upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat
setempat.
Suatu polindes dianggap baik bila masyarakat di desa
binaannya telah terliput dana sehat, sehingga
diharapkan kelestarian polindes dapat terjamin,
kepastian untuk mendapatkan pelayanan yang
berkualitas tak perlu dikhawatirkan lagi. Cakupan
dana sehat dianggap baik bila telah mencapai 50%.
Salah satu trend sektor kesehatan, terkait keberadaan Puskesmas ini, adalah suatu
insitusi yang mampu segera mengadakan rencana, operasional, tindakan baik lapangan
maupun perawatan serta pengembangan secara cepat adalah Puskesmas dengan rawat
inap.
Puskesmas Perawatan atau Puskesmas Rawat Inap merupakan Puskesmas yang diberi
tambahan ruangan dan fasilitas untuk menolong penderita gawat darurat, baik berupa
tindakan operatif terbatas maupun rawat inap sementara. Sesuai Standard Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota (Depkes RI, 2003), pengertian rawat i
Puskesmas Perawatan
Fungsi Puskesmas Rawat Inap sebagai tempat rujukan pertama bagi kasus
tertentu yang perlu dirujuk, mempunyai beberapa fungsi pokok, antara lain :
1. Fungsi sesuai dengan tugasnya yaitu pelayanan,pembinaan dan
pengembangan, dengan penekanan pada fungsi pada kegiatan yang
bersifat preventif, promotif, dan fungsi rehabilitative
2. Fungsi yang berorientasi pada kegiatan teknis terkait instalasi
perawatan pasien sakit, instalasi oba, instalasi gizi, dan instalasi
umum. Juga fungsi yang lebih berorientasi pada kegiatan yang bersifat
kuratif.
Beberapa kriteria Puskesmas Rawat Inap, sebagai sebuah Pusat Rujukan Antara
bagi penderita gawat darurat sebelum dibawa ke RS, antara lain sebagai nerikut :
1. Puskesmas terletak kurang lebih 20 km dari Rumah Sakit
2. Puskesmas mudah dicapai dengan kendaraan bermotor
3. Puskesmas dipimpin oleh dokter dan telah mempunyai tenaga yang
memadai
4. Jumlah kunjungan Puskesmas minimal 100 orang per hari
5. Penduduk wilayah kerja Puskesmas dan penduduk wilayah 3 Pus
kesmas di sekitarnya minimal 20.000 jiwa per Puskesmas
6. Pemerintah Daerah “bersedia” menyediakan dana rutin yang memadai.
Sementara kegiatan puskesmas rawat inap, antara lain meliputi :
1. Melakukan tindakan operatif terbatas terhadap penderita gawat
darurat, antara lain: Kecelakaan lalu lintas, Persalinan denngan
penyulit, dan Penyakit lain yang mendadak dan gawat
2. Merawat sementara penderita gawat darurat atau untuk observasi
penderita dalam rangka diagnostik dengan rata-rata 3-7 hari
perawatan.
3. Melakukan pertolongan sementara untuk pengiriman penderita ke
Rumah Sakit. Memberi pertolongan persalinan bagi kehamilan denngan
resiko tinggi dan persalinan dengan penyulit
4. Melakukan metode operasi pria dan metode operasi wanita ( MOP dan
MOW ) untuk Keluarga Berencana.
Standar ketenagaan yang dibutuhkan dalam pengembangan Puskesmas Rawat
Inap menurut Pedoman Kerja Puskesmas (Depkes RI, 2002):
1. Dokter kedua di Puskesmas yang telah mendapatkan latihan klinis di
Rumah sakit selama 6 bulan dalam bidang bedah, obstetri-gynekologi,
pediatri dan interne.
2. Seorang perawat yang telah dilatih selama 6 bulan dalam bidang
perawatan bedah, kebidanan, pediatri dan penyakit dalam.
3. 3 orang perawat / bidan yang diberi tugas bergilir
4. 1 orang pekarya kesehatan (SMA atau lebih)
Sedangkan standar sarana prasarana yang dibutuhkan dalam pengembangan
Puskesmas Rawat Inap
1. Ruangan rawat tinggal yang memadai ( nyaman, luas dan terpisah
antara anak, wanita dan pria untuk menjaga privacy )
2. Ruangan operasi dan ruang post operasi
3. Ruangan persalinan (dan ruang menyusui sekaligus sebagai ruang
recovery)
4. Kamar perawat jaga
5. Kamar linen dan cuci
Sementara standar peralatan Medis yang dibutuhkan dalam pengembangan
Puskesmas Rawat Inap, antara lain:
1. Peralatan operasi terbatas
2. Peralatan obstetri patologis, peralatan vasektomi dan tubektomi
3. Peralatan resusitasi
4. Minimal 10 tempat tidur dengan peralatan perawatan
5. Alat Komunikasi dan Transportasi:
6. Telepon atau Radio Komunikasi jarak sedang
7. Satu buah ambulance (minimal)
Standar diatas merupakan syarat minimal, karena untuk menuju peningkatan kualitas
pelayanan, diperlukan inovasi seorang kepala Puskesmas, baik terkait obat-obatan,
penunjang medis, protap perawatan medis dengan referensi yang uptodate, juga
adanya medical review secara berkala maupun pengembangan kegiatan non medis dan
lainnya.
. PENGERTIAN PONED
PONED merupakan kepanjangan dari Pelayanan Obstetri Neonatus Essensial Dasar.
PONED dilakukan di Puskesmas induk dengan pengawasan dokter. Petugas kesehatan
yang boleh memberikan PONED yaitu dokter, bidan, perawat dan tim PONED
Puskesmas beserta penanggung jawab terlatih.
Pelayanan Obstetri Neonatal Esensial Dasar dapat dilayani oleh puskesmas yang
mempunyai fasilitas atau kemampuan untuk penangan kegawatdaruratan obstetri dan
neonatal dasar. Puskesmas PONED merupakan puskesmas yang siap 24 jam, sebagai
rujukan antara kasus-kasus rujukan dari polindes dan puskesmas. Polindes dan
puskesmas non perawatan disipakan untuk mealkukuan pertolongan pertama gawat
darurat obstetri dan neonatal (PPGDON) dan tidak disiapkan untuk melakukan PONED.
1. Pengertian PONEK
PONEK adalah Pelayan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif di Rumah
Sakit, meliputi kemampuan untuk melakukan tindakan :
a) seksia sesaria,
b) Histerektomi,
c) Reparasi Ruptura Uteri, cedera kandung/saluran kemih,
d) Perawatan Intensif ibu dan Neonatal,
e) Tranfusi darah.
2. RS PONEK 24 Jam adalah RS yang memiliki kemampuan serta fasilitas PONEK siap
24 jam untuk meberikan pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru
lahir dengan nkomplikasi baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat,
bidan di desa, Puskesmas dan Puskesmas PONED.
3. Penanganan definitif adalah penanganan/pemberian tindakan terakhir untuk
menyelesaikan permaslahan setiap kasus komplikasi kebidanan.
Iklan
A. PENGERTIAN
Gerakan sayang Ibu (GSI) adalah gerakan yang mengembangkan kualitas
perempuan utamanya melalui percepatan penurunan angka kematian ibu yang
dilaksanakan bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat dalam rangka
meningkatkan sumber daya manusia dengan meningkatkan pengetahuan, kesadaran,
dan kepedulian dalam upaya integrative dan sinergis.
GSI didukung pula oleh Aliansi Pita Putih (White Ribbon Alliance) yaitu suatu
aliansi yang ditujukan untuk mengenang semua wanita yang meninggal karena
kehamilan dan melahirkan. Pita putih merupakan symbol kepedulian terhadap
keselamatan ibu yang menyatukan individu, organisasi dan masyarakat yang
bekerjasama untuk mengupayakan kehamilan dan persalinan yang aman bagi setiap
wanita.
GSI diharapkan dapat menggerakkan masyarakat untuk aktif terlibat dalam
kegiatan seperti membuat tabulin, pemetaan bumil dn donor darah serta ambulan desa.
Untuk mendukung GSI, dikembangkan juga program suami SIAGA dimana suami sudah
menyiapkan biaya pemeriksaan dan persalinan, siap mengantar istri ke tempat
pemeriksaan dan tempt persalinan serta siap menjaga dan menunggui saat istri
melahirkan.
Hambatan
Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah baik dengan GSI ataupun Safe Motherhood
telah memungkinkan ditambahnya sarana dan prasarana untuk mengajak ibu hamil dan
melahirkan makin dekat pada pelayanan medis yang bermutu.
Akan tetapi GSI juga menemui hambatan dalam pelaksanaannya, antara lain :
1. Secara Struktural
Berbagai program tersebut masih sangat birokratis sehingga orientasi yang terbentuk
semata-mata dilaksanakan karena ia adalah program wajib yang harus dilaksanakan
berdasarkan SK (Surat Keputusan).
2. Secara Kultural
Masih kuatnya anggapan/pandangan masyarakat bahwa kehamilan dan persalinan
hanyalah persoalan wanita.
Kehamilan dan persalinan merupakan suatu proses normal., alamiah dan sehat. Sebagai
bidan kita harus mendukung dan melindungi proses persalinan. Sebagai bidan kita yakin
bahwa model asuhan kebidanan, mendukung dan melindungi proses persalinan normal
dan merupakan cara yang paling sesuai bagi mayoritas kaum ibu selama kehamilan dan
persalinan.
Jika layanan diberikan dengan penuh hormat dan rasa peduli yang peka sesuai
kebutuhan ibu serta memberikan rasa percaya yang besar, maka ibu akan lebih memilih
asuhan yang seperti ini dan merekomendasikan hal ini pada ibu-ibu yang lain.
Badan Coalition for Improving Maternity Services (CIMS) melahirkan Safe Motherhood
Initiative pada tahun 1987. Badan ini terdiri dari sejumlah individu dan organisasi
nasional yang misiny untuk mempromosikn kesempurnaan model asuhan persalinan
yang dapat meningkatkan hasil kelhiran serta menghemat biaya. Misi ini berdasarkan
penelitian, saying ibu, bayi dan kelurganya dan memfokuskan pada pencegahan dan
kesempurnaan sebagai alternative untuk penapisan, diagnosa dan program perawatan
yang berbiaya tinggi.
Salah satu prinsip yang mendasari pemikiran ini ialah bahwa “model asuhan kebidanan
ini, yang mendukung dan melindungi proses kelahiran normal, merupakan langkah yang
paling sesuai untuk mayoritas ibu selama masa kehamilan dan melahirkan”. Badan ini
merumuskan 10 langkah bagi rumah sakit/pusat pelayanan persalinan/rumah-rumah
biasa yang harus diikuti agar supaya bisa mendapatkan predikat “sayang ibu”.
Sebagaimana dikutip dari bahan CIMS dalam bacaan tersebut, kesepuluh langkah
tersebut ialah :
1. Menawarkan suatu askes kepada semua ibu yang sedang melahirkan untuk
mendapatkan seseorang yang akan menemani (suami,anak-anak,teman) menurut
pilihannya dan mendapatkan dukungan emosional serta fisik secara berkesinambungan.
2. Memberi informasi kepada public mengenai praktek-praktek tersebut, termasuk
intervensi-intervensi dan hasil asuhannya.
3. Memberikan asuhan yang sifatnyapeka dan responsive bertalian dengan kepercayaan,
nilai dan adat istiadat yang dianut ibu.
4. Memberi kebebasan bagi ibu yang akan melahirkan untuk berjalan-jalan, bergerak
kemanapun ia suka dan mengambil posisi pilihannya serta menasehati agar tidak
mengambil posisi lithotomi (kecuali jika komplikasi yang dialami mengharuskan
demikian).
5. Merumuskan kebijakan dan prosedur yang jelas untuk pemberian asuhan yang
berkesinambungan (yakni, berkomunikasi dengan pemberi asuhan sebelumnya rujukan
sudah terjadi, dan menghubungkan ibu dengan narasumber masyarakat yang mungkin
ia perlukan, misalnya konseling pemberian ASI/keluarga berencana.
6. Tidak rutin menggunakan praktek-praktek dan prosedur yang tidak didukung oleh
penelitian ilmiah tentang manfaatnya, termasuk dan tidak terbatas pada :
Pencukuran
Enema
IV (Intravena)
Menunda kebutuhan gizi
Merobek selaput ketuban secara dini
Pemantauan janin secara elektronik
Dan juga agar membatasi penggunaan oxytocin, episiotomi dan bedah Caesar dengan
menetapkan tujuan dan mengembangkan cara mencapai tujuan tersebut.
7. Mengajarkan petugas pemberi asuhan dalam metoda meringankan rasa
nyeri tanpa penggunaan obat-obatan.
8. mendorong semua ibu (dan keluarganya), termasuk mereka yang bayinya
sakit dan kurang bulan, agar mengelus, mendekap, memberi ASI dan mengasuh
bayinya sendiri sedapat mungkin.
9. Menganjurkan agar jangan menyunat bayi baru lahir jika bukan karena
kewajiban agama.
10. Berupaya untuk mencapai ketentuan WHO-UNICEF mengeni “Sepuluh
Langkah Sayang Bayi Prakarsa RS” untuk mempromosikan pemberia ASI yang
baik.
CIMS menyatakan bahwa lndasan filosofis dari suhan saying ibu adalah sebagai berikut :
1. Kelahiran adalah suatu proses alamiah
Kelahiran adalah suatu proses normal, alamiah dan sehat. Sebagai bidan, kita harus
mendukung dan melindungi proses kelahiran tersebut. Sebgai bidn kita percaya bahwa
model asuhan kebidanan yang mendukung dan melindungi proses normal dari
kelahiran, adalah yang paling sesuai bagi sebagian besar wanita selama masa kehamilan
dan kelahiran.
2. Pemberdayaan
Ibu-ibu beserta keluarganya memiliki kearifan dan lebih memahami apa yang mereka
perlukan untuk bisa melahirkan. Keyakinan dan kemampuan seorang wanita untuk
melahirkan dan mengasuh bayinya akan diperkuat atau diperlemah oleh setiap orang
yang turut memberi asuhan, serta oleh lingkungan dimana ia melahirkan.
Jika kita bersifat negative dan megeritik, hal itu akan dapat mempengaruhi sorang ibu.
Bahkan dapat juga mempengaruhi lamanya proses persalinan tersebut. Sebagai bidan
kita harus mendukung wanita yang sedang melahirkan dan bukan untuk mengendalikan
proses kelahiran tersebut. Kita harus menghormati bahwa ibu tersebut merupakan actor
utama dan bahwa si pemberi asuhan merupakan actor pendukung Selma proses
persalinan tersebut.
3. Otonomi
Ibu beserta keluarganya memerlukan informasi agar supya mereka bisa membuat
keputusan yang sesuai dengan keinginannnya. Kita harus mengetahui dan menjelaskan
informsi secara benar tentang resiko dan keuntungan dari semua prosedur, obat-obtan,
dan tes. Kita juga harus mendukung ibu untuk membuat keputusan sesuai pilihannya
sendiri mengenai apa yang terbaik baginya dan bayinya berdasarkan nilai-nilai dan
kepercayaan yang dianutnya (termasuk kepercayaan adat dan agamanya.
4. Jangan Menimbulkan Penderitaan
Intervensi sebaiknya tidak dilakukan sebagai sesuatu yang rutin, kecuali ada indikasi
kearah itu. Pengobatan dalam kehamilan, melahirkan atau pada masa postpartum
dengan pengujian dan obat-obatan serta prosedur secara rutin dapat menimbulkan
resiko, baikbagi ibu mupn bayinya. Contoh-contoh dari prosedur semacam itu yng sudah
terbukti tidak ada mnfaat nyata adalah meliputi episiotomi rutin bagi para primipara,
enema, dan penghisapan lender bagi semua bayi baru lahir. Bidan yang terampil perlu
memahami kapan untuk tidak melakukan apapun. Asuhan selama kehamilan,
melahirkan dan masa postpartum, dan juga pengobatan untukkomplikasi harus didasari
bukti ilmiah.
5. Tanggung Jawab
Setiap pemberi asuhan bertabggung jawab atas kualitas yang diberikannya. Praktek
suhan persalinan seharusnya tidak didasari pada kebutuhan si pemberi asuhan tetapi
semata-mata untuk kebutuhan ibu dan bayi. Asuhan berkualitas tinggi yang berfokus
pada klien, dan bersifat saying ibu yang berdasarkan pada penelitian ilmiah merupakan
tanggung jawb dari setiap bidan.