Pengertian Sediaan Farmasi menurut Pasal 1 angka 4 Undang-undang No. 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan (selanjutnya UU Kesehatan) adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan
kosmetika.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
2013 Tentang Pengawasan Pemasukan Obat Dan Makanan Ke Dalam Wilayah Indonesia
(selanjutnya Peraturan Kepala BPOM) menerangkan lebih lanjut pengertian obat, obat
tradisional, dan kosmetika sebagai berikut:
a. Pasal 1 angka 4 Peraturan Kepala BPOM menjelaskan bahwa obat adalah obat jadi
termasuk produk biologi, yang merupakan bahan atau paduan bahan digunakan
untukmempengaruhi/menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
b. Pasal 1 angka 6 Peraturan Kepala BPOM menjelaskan bahwa obat tradisional adalah
bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun
telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat.
c. Pasal 1 angka 8 Peraturan Kepala BPOM menjelaskan bahwa kosmetika adalah bahan
atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia
(epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran
mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan
dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada
kondisi baik.
Pasal 106 ayat (1) UU Kesehatan menjelaskan mengenai peredaran sediaan farmasi.
“Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.”
Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan menurut Pasal 104 ayat (1) UU Kesehatan
diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau
keamanan dan/atau khasiat/kemanfaatan.
Maraknya sediaan farmasi tanpa izin edar dalam masyarakat sangat memperihatinkan. Hal ini
menunjukkan tentang minimnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan hukum masih
sangat rendah sehingga cendrung melakukan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi
tanpa izin edar.
Ketentuan mengenai tindak pidana memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi diatur
dalam Pasal 197 UU Kesehatan bahwa, Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama
15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus
juta rupiah).
Zat Adiktif
zat adiktif adalah zat aktif yang jika dikonsumsi oleh organisme hidup, maka dapat
menyebabkan kerja biologi serta menimbulkan efek ketergantungan atau adiksi yang sulit
dihentikan.
Zat adiktif bukan narkotika dan psikotropika adalah zat adiktif yang menghasilkan suatu
reaksi biologis pada tubuh, tetapi tidak menghilangkan kesadaran penggunanya.
Biasanya zat ini memengaruhi kerja tubuh seperti meningkatkan kewaspadaan,
melemaskan otot, atau sebagai anti depressan ringan.
Zat adiktif narkotika adalah zat yang peredarannya dilarang di seluruh dunia dan
tercantum pelarangannya pada undang-undang. Zat ini jika dikonsumsi dapat
menyebabkan penurunan dan perubahan kesadaran, hilangnya rasa, menghilangkan
atau mengurangi rasa nyeri, dan menimbulkan ketergantungan yang parah.
Zat adiktif psikotropika adalah golongan zat yang masih termasuk kedalam zat yang
dilarang dalam undang-undang. Efek yang dihasilkan tidak terlalu berbeda dengan
saudaranya yang masuk dalam zat adiktif narkotika. Tetapi zat psikotropika lebih
memengaruhi sistem syaraf pusat dan merubah perilaku serta mental penggunanya.
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami
bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa,
anti gumpal, pemucat dan pengental.
Aditif makanan atau bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan
sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki
penampakan, cita rasa, tekstur, dan memperpanjang daya simpan.
Selain itu dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin. Penggunaan
aditif makanan telah digunakan sejak zaman dahulu. Bahan tambahan makanan adalah bahan
yang bukan secara alamiah merupakan bagian dari bahan makanan, tetapi terdapat dalam
bahan makanan tersebut karena perlakuan saat pengolahan, penyimpanan atau pengemasan.
Agar makanan yang tersaji tersedia dalam bentuk yang lebih menarik, rasa enak, rupa dan
konsistensinya baik serta awet maka sering dilakukan penambahan bahan tambahan makanan
yang sering disebut zat aditif kimia (food aditiva). Adakalanya makanan yang tersedia tidak
mempunyai bentuk yang menarik meskipun kandungan gizinya tinggi. Bahan aditif makanan
ada dua, yaitu bahan aditif makanan alami dan buatan (sintetis) (Wikipedia, 2017).
1. Gelas
Gelas merupakan salah satu bahan pengemas yang pada dasarnya bersifat inert secara
kimiawi, tidak permeable, kuat, keras, dan disetujui FDA. Gelas tidak menurun mutunya
pada penyimpanan dan dengan sistem penutupan yang sekucupnya dapat menjadi suatu
penghalang yang sangat baik terhadap hampir semua unsur kecuali cahaya. Gelas diperoleh
melalui leburan bersama dari soda, batu kapur dan kuarsa, merupakan suatu leburan dingin
serta terdiri dari kisi SiO4- tetraeter, yang terdeposit didalam ruang-ruang antar ion Na+ dan
Cl- . gelas kapur natrium normal terdiri 75% SiO2. 15% Na2O dan 10% CaO. Kualitas gelas
yang berbeda ditandai oleh kelas hidrolitik atau kompleks resistensi. Melalui proses
manipulasi permukaan, resistensi hidrolitik gelas dapat sangat diperbaiki (dikompenansi).
Pelepasan alkali sangat dikurangi air (diuapi) pada suhu tinggi. Gelas berwarna yang
digunakan untuk menyimpan bahan obat peka cahaya, diperoleh melalui penambahan logam
oksida. Kekurangan utama gelas sebagai bahan pengemas adalah mudah pecah dan berat
(Dhadhang, WK., Teuku, NSS. 2012)
Gelas yang digunakan untuk mengemas sediaan farmasi digolongkan menjadi 4 katagori,
tergantung pada bahan kimia gelas tersebut dan kemampuan untuk mencegah penguraian,
antara lain :
Kemasan gelas/kaca mempunyai sifat sebagai berikut : tembus pandang, kuat, mudah
dibentuk, lembam, tahan pemanasan, pelindung terbaik terhadap kontaminasi dan flavor,
tidak tembus gas, cairan dan padatan, dapat diberi warna, dapat dipakai kembali (returnable),
relatif murah (Stefanus, 2006).
(Goeswin, 2009).
Pelepasan alkali dari gelas dapat ditentukan melalui cara yang berlainan. Untuk maksud
tersebut dapat digunakan dua metode : metode serbuk gelas (metode lumatan) dan metode
permukaan. Pada metode serbuk gelas, gelas diserbukan, disuspensikan dalam aseton. Setelah
ditambahkan air harus dilakukan pemanasan dalam autoklaf dan ditetesi larutan indicator
(merah metil) kemudian dititrasi dengan asam hidroklorida. Pada metode permukaan, wadah
gelas yang diisikan dengan air bebas CO2 dan mengandung sejumlah asam hidroklorida atau
asam sulfat tertentu dan merah metal sebagai indicator. Setelah disterilkan wadah tertutup
dalam autoklaf tidak boleh menghasilkan perubahan warna
(Voight, 1995).
2. Plastik
Plastik merupakan padatan, terdiri dari molekul tinggi yang dominan, zat organic, bahan yang
dapat berubah bentuk secara praktis pada kondisi tertentu atau juga barang yang dibuat dari
padanya. Plastik dapat dibedakan atas termoplastik (misalnya harsa, fenol, poliester) dan
duroplastik. Termoplastik menjadi plastis jika dipanaskan dan dalam keadaan seperti ini
dapat dibentuk menjadi kerangka dasar yang dikehendaki. Pada saat pendinginan, material
membeku dan bentuknya stabil. Duroplastik produk awal yang belum terajut, dikempa dalam
cetakan yang dipanaskan, dimana terjadi perajutan dan pengerasan akibat reaksi kimia
kemudian memperoleh bentuk akhirnya (Voight, 1995).
Penggunaan plastik sebagai pengemas pangan dan obat terutama karena keunggulannya
dalam hal bentuknya yang fleksibel sehingga mudah mengikuti bentuk pangan yang dikemas,
berbobot ringan, tidak mudah pecah, bersifat transparan/tembus pandang, mudah diberi label
dan dibuat dalam aneka warna, dapat diproduksi secara massal, harga relative murah dan
terdapat berbagai jenis pilihan bahan dasar plastik. Walaupun plastik memiliki banyak
keunggulan, terdapat pula kelemahan plastik bila digunakan sebagai kemasan pangan, yaitu
jenis tertentu (misalnya PE, PP, PVC) tidak tahan panas, berpotensi melepaskan migran
berbahaya yang berasal dari sisa monomer dari polimer dan plastik merupakan bahan yang
sulit terbiodegradasi sehingga dapat mencemari lingkungan (Anonim, 2010).
Menurut pembentukannya dapat dibedakan bahan pada sintesis produk polimerisasi, poliadisi
dan polikondensasi. Pada polimerisasi, monomer, senyawa asal tak jenuh. Produk
polimerisasi misalnya polietilen, polipropilen, polivinil klorida. Melalui poliadisi dapat
terbentuk antara lain poliuretan dan harsa epoksida. Pada proses polikondensasi perajutan dua
molekul monomer berlangsung secara kontinyu dengan diikuti pembentukan produk reaksi
molecular rendah (misalnya HCI, NaCI, NH3, H2O). Secara umum senyawa polikondensat
dan poliadisi lebih cocok digunakan untuk kepentingan medisin dan farmasetik daripada
polimerisat, oleh karena itu hanya sedikit atau bahkan tidak memerlukan bahan tambahan,
sehingga toksisitas hanya bersumber dari bahan asalnya (Anonim, 2006).
Plastik yang digunakan sebagai wadah produk sediaan farmasi umumnya terbuat dari,
polimer-polimer. Contohnya polietilen, polietilen tereftalat (PET) dan polietilen tereftalat,
polipropilen (PP), polivinil khlorida (PVC).
a. Polietilen
Digunakan untuk bentuk sediaan oral kering yang tidak akan direkonstitusi menjadi bentuk
larutan.
PET adalah polimer kondensasi berbentuk kristalin yang dibuat dari reaksi asam tereftalat
dengan etilenglikol, digunakan terutama sebagai kemasan minuman berkarbonatasi dan untuk
pengemasan sediaan oral.
c. Polipropilen (PP)
PP adalah polimer yang termasuk poliolefin, dibuat melalui cara polimerisasi propilen.
Digunakan untuk pengemasan padat kering atau sediaan cair oral.
PVC adalah salah satu kemasan obat yang umum digunakan di Amerika Serikat setelah
HDPE. Digunakan terutama untuk bentuk kemasan kaku dan produksi film (sebagian besar
sebagai kantong untuk cairan intravena).
(Dhadhang, WK., Teuku, NSS. 2012).
Beberapa faktor yang menyebabkan industri farmasi semakin banyak menggunakan wadah
plastic antara lain :
Jika dibandingan dengan wadah gelas, wadah plastic beratnya lebih ringan dan lebih
tahan terhadap benturan sehingan biaya pengangkutan lebih murah dan resiko wadah
pecah lebih kecil.
Desain wadahnya beragam dan penerimaan pasien terhadap wadah plastic cukup baik.
Penggunaan wadah plastic relative efektif. Dalam bentuk botol plastic yang dapat
dipencet dapat menyebabkan wadah berfungsi ganda baik sebagai pengemas maupun
sebagai aplikator sediaan-sediaan seperti obat mata, obat hidung, dan lotio
(Dhadhang, WK., Teuku, NSS. 2012).
Penggunaan plastik pada bidang farmasetik dan medisin mensyaratkan pemahaman akan sifat
material serta juga pengamatan kemungkinan terjadinya antaraksi dengan bahan yang
diisikan, oleh karena itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu sifat mekanik
(misalnya pada wadah yang kaku atau fleksibel), sifat optik (pada zat pekat cahaya),
kemantapan terhadap suhu dan tekanan, yang berkaitan dengan permeabilitas gas uap air dan
bahan penguap. Disamping itu, banyaknya kemugkinan antraksi antara meterial pengemas
dan bahan yang diisikan tergantung dari sifat fisika dan bahan kimia yang diisikan, sifat
kimia dan fisika materi pengemas, ukuran dan luas permukaan yang kontak dari bahan yang
diisikan dan bahan pengemas, lama kontak dan suhu (Goeswin, 2009).
3. Elastik
Elastik adalah bahan yang berbentuk dari zat-zat organik, padat, didominasi oleh polimer
tinggi, yang menunjukan sifat seperti karet elastis contohnya tutup botol infus
(Goeswin,2009). Elastik ini terbuat dari produk karet alam, karet sintesis dan bahan sejenis
karet. Elastisitas karet memiliki gaya tarik yang relatif rendah sehingga akan terjadi
peregangan yang kuat. Elastik dalam keadaan tidak meregang adalah amorf, pada saat
meregang muncul sifat kristalinitasnya (Lukas,2006).
Bahan karet seperti produk karet sintesis dapat divulkanisasi hal ini untuk memperoleh
elastisitasnya, contohnya vulkanisasi karet mentah dengan penambahan belerang dan
pemanasan. Pada proses pembuatan terdapat bahan-bahan pembantu diantaranya :
a. Karet alam
Karet mentah terdiri dari hidrokarbon 93,3-93,6 %. Seluruh jenis karet alam merupakan
polisopren dengan rumus kimia(C5H8)n dengan konfigurasi cis- 1,4 yang jumlahnya nyaris
100% dan memiliki berat molekul antara 300.000 dan 700.000 Karet mentah diperoleh dari
lateks ( getah) Hevea brasiliensis dan Euphorbiaceae lainnya. Tumbuhan penghasil penghasil
karet juga termasuk famili Apocyaceae, Moraceae dan Compositae.
Karet klor diperoleh melalui pengklorinasian karet mentah dalam karbon tetraklorida
pasa suhu 80-110 oC. Kandungan klor berjumlah sampai 65 % pada suhu di atas 80 oC
terjadi penguraian( pemisahan HCl). Keuntungannya terletak pada kekerasannya,
tidak mudah terbakar dan memiliki kualitas yang lebih baik dalam alkali dan asam.
Karet siklo merupakan produk siklinisasi yang terbentuk melalui pemanasan karet
mentah dengan asam sulfonilat atau sulfoklorida. Karet siklo stabil terhadap lemak,
asam encer, dan alkali, akan tetapi rusak oleh hodrokarbon alifatik dan aromatik.
Digunakan untuk membuat salutan pada material wadah.
Karet sintetis memiliki kemiripan dengan karet alam dalam bangun kimianya atau
sifat fisika kimianya. Karet jenis ini juga digunakan dalam campuran dengan karet
alam.
Produk ini mempunyai daya tahan mekanis yang baik, permeabilitas uap air dan gas yang
cukup, serta stabilitas yang baik terhadap minyak lemak dan parafin.
Sifat dan penggunaannya identik dengan karet alam. Polisorpen terbentuk melalui
polimerisasi dari isopren (Anonim,1995)..
Karet butil diperoleh melalui polimerisasi campuran dari isobutan (97 %) dengan sedikit
isopren atau butadiena dalam metilen klorida pada suhu sekitar -100°C (Anonim,1995).
d. Karet polisulfida
e. Karet silicon
Karet silikon stabil terhadap minyak dan lemak serta tidak peka suhu. Permeabilitas gasnya,
sangat tinggi. Digunakan antara lain untuk material selang medicine, farmasi dan material
tutup serta bagian sintetis untuk implantasi.
f. Poliuretan
Poliuretan ini mirip karet diperoleh melalui penggantian diisosianat dengan poliester rantai
panjang, mengandung gugus hidroksil dan diakhiri dengan perajutan. Sifatnya tidak stabil
terhadap asam, basa dan air mendidih, tetapi kompak terhadap minyak dan gesekan yang
tinggi (Anonim,1995).
4. Metal
Penggunaan metal pada produk sediaan farmasi ini relatif terbatas. Metal ini digunakan
sebagai material kemasan yang memiliki bentuk dan sifat yang sukar diganti dengan kemasan
lain walupun metal ini mudah teroksidasi dan membentuk koosi . Metal yang biasa digunakan
yaitu timah, aluminium dan baja. Kegunaan dari masing-masing metal :
1. Timah sering digunakan untuk produksi kaleng erosol dengan cara electroplating
menjadi bentuk lembaran baja untuk meningkatkan resistensi terhadap korosi dan
untuk memfasilitasi penyolderan.
2. Aluminium digunakan dalam bentuk murni sebagai foil. Sering aluminium foil
digunakan sebagai lapisan impermeable dalam laminat multilapis yang dapat
menyertakn pula kertas dan plastic. Foil aluminium dapat dibentuk menjadi kontener
kaku, kontener semi kaku, konstruksi olister atau laminat.
3. Baja ini sering digunakan untuk kemasaan atau wadah penampung yang besar.
Metal dibentuk menjadi sistem penghantaran obat yang lebih kompleks,seperti inhaler
sustained release, inhaler serbuk kering, alat untuk pemberian aerosol, bahkan jarum yang
siap untuk digunakan (Goeswin,2009).
1. Kelebihannya dapat digunakan untuk membuat tromol atau drum, ruahan material
dimana diperlukan kekuatan yang besar. Metal dapat pula dibentuk menjadi silinder
bertekanan tinggi untuk menyimpan produk gas.
2. Kekurangan utama dari metal terikat dengan biaya dan control kualitas. Metal lebih
mahal harganya, dan lebih sulit untuk dibentuk menjadi kemasan yang dapat
dimanfaatkan. Untuk bentuk foil (lembaran tipis), banyak dihasilkan kemasan cacat
dikarenakan adanya lubang halus yang terbentuk selama proses manufacturing
sehingga sifatnya sangat tidak menguntungkan sebagai penghalang (terutama pada
foil yang sangat tipis) (Goeswin, 2009).
Farmakokinetik
Farmakokinetik adalah proses atau nasib obat di dalam tubuh, juga biasa diartikan respon
tubuh terhadap obat. Secara Farmakokinetik, tubuh merespon obat melalui 4 proses, yaitu
Arbsopsi (A), merupakan proses diserapnya obat oleh tubuh. Proses penyerapan ini
tergantung dengan cara apa obat diberikan.
Distribusi (D), merupakan proses pembagian obat oleh tubuh kepada bagian atau
jaringan yang membutuhkan obat tersebut, proses ini terjadi setelah arbsopsi.
Metabolisme (M), merupakan proses pengubahan struktur kimiawi obat oleh tubuh
untuk menyesuaikan terhadap fungsinya dan agar lebih mudah deksresi.
Eksresi (E), merupakan proses dikeluarkannya obat keluar tubuh, kebanyakan obat
akan dibuang melalui urin dan yang berperan penting disini adalah organ ginjal.
TOKSIKOLOGI
Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang efek merugikan berbagai bahan kimia
dan fisik pada semua sistem kehidupan. Dalam istilah kedokteran, toksikologi didefinisikan
sebagai efek merugikan pada manusia akibat paparan bermacam obat dan unsur kimia lain
serta penjelasan keamanan atau bahaya yang berkaitan dengan penggunaan obat dan bahan
kimia tersebut. Toksikologi sendiri berhubungan dengan farmakologi, karena perbedaan
fundamental hanya terletak pada penggunaan dosis yang besar dalam eksperimen toksikologi.
Setiap zat kimia pada dasarnya adalah racun, dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis
dan cara pemberian.
VAKSIN
Vaksin (dari kata vaccinia, penyebab infeksi cacar sapi yang ketika diberikan kepada
manusia, akan menimbulkan pengaruh kekebalan terhadap cacar), adalah bahan antigenik
yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit yang
disebabkan oleh bakteri atau virus, sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh
infeksi oleh organisme alami atau "liar".
Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan, sehingga tidak menimbulkan
penyakit. Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasil-hasil pemurniannya (protein, peptida,
partikel serupa virus). Vaksin akan mempersiapkan sistem imun manusia atau hewan untuk bertahan
terhadap serangan patogen tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin. Vaksin juga bisa
membantu sistem imun untuk melawan sel-sel (kanker).
Berdasarkan pasal 2 pada Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas
Obat dan Makanan:
Berdasarkan Pasal 3 Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2018, Unit Pelaksana Teknis BPOM
mempunyai tugas melaksanakan kebijakan teknis operasional di bidang pengawasan Obat
dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan pasal 3 pada Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas
Obat dan Makanan, BPOM mempunyai fungsi:
11. pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di
lingkungan BPOM.
2. Pengawasan Sebelum Beredar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengawasan
Obat dan Makanan sebelum beredar sebagai tindakan pencegahan untuk menjamin Obat
dan Makanan yang beredar memenuhi standar dan persyaratan keamanan,
khasiat/manfaat, dan mutu produk yang ditetapkan.
3. Pengawasan Selama Beredar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengawasan Obat
dan Makanan selama beredar untuk memastikan Obat dan Makanan yang beredar
memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat/ manfaat, dan mutu produk yang
ditetapkan serta tindakan penegakan hukum.
Berdasarkan Pasal 4 Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2018, Unit Pelaksana Teknis BPOM
menyelenggarakan fungsi:
Kewenangan
Berdasarkan pasal 4 pada Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas
Obat dan Makanan
Dalam melaksanakan tugas pengawasan Obat dan Makanan, BPOM mempunyai kewenangan
:
1. menerbitkan izin edar produk dan sertifikat sesuai dengan standar dan persyaratan
keamanan, khasiat/manfaat dan mutu, serta pengujian obat dan makanan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. melakukan intelijen dan penyidikan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
3. pemberian sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.