Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan
Komunikasi mempunyai banyak sekali makna dan sangat bergantung
pada konteks pada saat komunikasi dilakukan. Bagi beberapa orang,
komunikasi merupakan pertukaran informasi diantara dua orang atau lebih,
atau dengan kata lain pertukaran ide atau pemikiran. Metodenya antara lain
berbicara dan mendengarkan atau menulis dan membaca, melukis, menari,
bercerita, dan ain sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa segala bentuk
upaya penyampaian pikiran kepada orang lain, tidak hanya secara lisan (verbal)
atau tulisan tetapi juga gerakan tubuh atau gestru (non verbal)
Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi
seseorang menyampaikan dan mendapat respons. Komunikasi dalam hal ini
mempunyai dua tujuan, yaitu mempengaruhi orang lain dan untuk mendapat
informasi. Akan tetapi komunikasi dapat digambarkan sebagai komunikasi
yang memiliki kegunaan atau berguna (berbagi informasi, pemikiran,
perasaan). Keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan yang
dimiliki oleh seseorang untuk membangun suatu hubungan, baik tiu hub ungan
yang kompleks maupun yang sederhana melalui sapaan atau hanya sekedar
senyuman. Pesan verbal dan non verbal yang dimilki oleh seseorang
menggambarkan secara utuh dirinya, perasaanya dan apa yang ia sukai dan
tidak sukai. Melalui komunikasi seorang individu dapat bertahan hidup,
membangun hubungan dan merasakan kebahagiaan.
Effendy O.U (2002) dalam suryani (2005) menyatakan lima komponen
dalam komunikasi yaitu komunikator, komunikan, pesan, media dan efek.
Komunikator (pengirim pesan) menyampaikan pesan baik secara langsung atau
melalui media kepada komunikas (penerima pesan) sehingga timbul efek atau
akibat terhadap pesan yang telah diterima. Selain itu, komunikasi juga dapat
memberikan umpan balik kepada komunikator sehingga terciptalah suatu
komunikasi yang lebih lanjut.

1
Keterampilan berkomunikasi merupakan critical skill yang harus dimiliki
oleh perawat, karena komunikasi merupakan proses yang dinamis yang
digunakan untuk mengumpulkan data pengkajian, memberikan pendidikan
atau informasi kesehatan, mempengaruhi klien untuk mengaplikasikannya
dalam hidup, menunjang sering, menumbuhkan rasa nyaman, menumbuhkan
rasa percaya diri dan menghargai nilai-nilai klien. Sehingga dapat juga
disimpulkan bahwa dalam keperawatan, komunikasi merupakan bagian
integral dari asuhan keperawatan. Seorang perawat yang berkomunikasi secara
efektif akan lebih mampu dalam mengumpulkan data, melakukan tindakan
keperawatan (intervensi), mengevaluasi pelaksanaan dari intervensi yang telah
dilakukan, melakukan perubahan untuk meningkatkan kesehatan dan
mencegah terjadinya masalah-masalah legal yang berkaitan dengan proses
keperawatan.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengetahui
tentang komunikasi terapeutik (karakteristik seorang helper (perawat) yang
dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik).

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Komunikasi Terapeutik


Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik,
dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat
melakukan intervensi keperawatan harus mampu memberikan khasiat therapi
bagi proses penyembuhan pasien. Oleh karenanya seorang perawat harus
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik
agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Northouse (1998)
mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan
perawat untuk membantu klien beradaptasi untuk stres, mengatasi gangguan
psikologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Stuart G.W
(1998) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan
personal antara perawa dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien
memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki
pengalaman emosional klien. S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan
terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai tukar menukar perilaku,
perasaan, pikiran, dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang
terapeutik. Indrawati (2003) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik
adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya
dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik termasuk
komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar
perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi in adalah adanya
saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke
dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan
pasien menerima bantuan. Sedangkan Arwana (2003) menyatakan bahwa
komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun
harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan
tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien
sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya.

3
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi
terpeutik adalah komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi klien dan
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien mencapai kembali kondisi yang
adaptif dan pootif.

B. Tujuan Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien
kearah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien
yang meliputi :
1. Realisi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri
Memulai komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalm
diri klien. Klien yang menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya
mengalami perubahan dalam dirinya, ia tidak mampu menerima keberadaan
dirinya, mengalami gambaran diri, penurunan harga diri, merasa tidak
berarti dan pada akhirnya merasa putus asa dan depresi.
2. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan
saling bergantung dengan orang lain.
Melalui komunikasi terapeutik, orang belajar bagaimana menerima
dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan
menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan kemampuan
klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon, 200). Rogers
(1974) dalam Abraham dan Shanley (1997) mengemukakah bahwa
hubungan mendalam yang digunakan dalam proses interaksi antara perawat
dan klien merupakan area untuk mengekspresikan kebutuhan, memecahkan
masalah dan meningkatkan kemampuan koping.
3. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta
mencapai tujuan yang reistis.
Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan terlalu tinggi
tanpa mengukur kemampuannya. Taylor, Lilis dan La Mone (1997)
mengemukakan bahwa individu yang merasa kenyataan dirinya mendekati
ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi sedangkan individu yang
merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa rendah diri.

4
4. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta
mencapai tujuan yang reistis.
Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak
mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui
komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membantu klien
meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas.

C. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu
terbentuknya hubungan yang konstruktif meningkatkan pemahaman dan
membantu terbentuknya hubungan yang konstruktif diantar perawat klien.
Tidak seperti komunikasi sosial, komunikasi ini mempunyai tujuan untuk
membantu klien mencapai suatu tujuan dalam asuhan keperawatan. Oleh
karena itu sangat penting bagi perawat untuk memahami prinsip dasar
komunikasi terapeutik berikut ini :
1. Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan, didasarkan pada prinsip ‘humanity of nurses and clients’
2. Perawat harus menghargai keunikan klien, menghargai perbedaan karakter,
memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar
belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap .individu.
3. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi
maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga
harga dininya dan harga diri klien.
4. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust)
harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan
memberikan alternatif pemecahan masalah (Stuart,1998). Hubungan saling
percaya antara perawat dan klien adalah kunci dan komunikasi terapeutik.
5. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya
sendiri serta nilai yang dianut.
6. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya
dan saling menghargai.
7. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.

5
8. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun
mental.
9. Perawat haruis menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki
motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya
sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah – masalah
yang dihadapi.
10. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk
mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan
maupun fungsi.

D. Ciri - Ciri Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik mempunyai ciri sebagai berikut
1. Terjadi antara perawat dengan pasien
2. Mempunyai hubungan akrab
3. Berfokus pada pasien yang membutuhkan bantuan
4. Perawat dengan aktif, mendengarkan dan memberikan respon pada pasien

E. Karakteristik Komunikasi Terapeutik


Ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaitu
sebagai berikut: (Arwani, 2003 : 54).
1. Ikhlas (Genuiness)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien barus bisa diterima dan
pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan
bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan kondisinya secara tepat.
2 Empati (Empathy)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Obyektif dalam
memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan.
3. Hangat (Warmth)
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat
memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien
bisa mengekspresikan perasaannya lebih mendalam.

6
F. Jenis Komunikasi Terapeutik
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan
memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia
sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993) dalam Purba (2003), komunikasi
terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik.
Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan
Tappen (1995) dalam Purba (2003) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal,
tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.
1. Komunikasi Verbal
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan
keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal
terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya
lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang
dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon
emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga
untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang.
Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan
tiap individu untuk berespon secara langsung.
Komunikasi Verbal yang efektif harus:
1) Jelas dan ringkas
2) Perbendaharaan Kata (Mudah dipahami)
3) Arti denotatif dan konotatif
4) Selaan dan kesempatan berbicara
5) Waktu dan Relevansi
6) Humor
2. Komunikasi Tertulis
Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang
sering digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat,
pembuatan memo, laporan, iklan di surat kabar dan lain- lain. Prinsip-
prinsip komunikasi tertulis terdiri dari :
1) Lengkap
2) Ringkas

7
3) Pertimbangan
4) Konkrit
5) Jelas
6) Sopan
7) Benar
Fungsi komunikasi tertulis adalah:
1) Sebagai tanda bukti tertulis yang otentik, misalnya; persetujuan operasi.
2) Alat pengingat/berpikir bilamana diperlukan, misalnya surat yang telah
diarsipkan.
3) Dokumentasi historis, misalnya surat dalam arsip lama yang digali
kembali untuk mengetahui perkembangan masa lampau.
4) Jaminan keamanan, umpamanya surat keterangan jalan.
5) Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat
perintah, surat pengangkatan.
Keuntungan Komunikasi tertulis adalah:
1) Adanya dokumen tertulis
2) Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman
3) Dapat meyampaikan ide yang rumit
4) Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan
5) menyebarkan informasi kepada khalayak ramai
6) Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan.
7) Membentuk dasar kontrak atau perjanjian
8) Untuk penelitian dan bukti di pengadilan
Kerugian Komunikasi tertulis adalah:
1) Memakan waktu lama untuk membuatnya
2) Memakan biaya yang mahal
3) Komunikasi tertulis cenderung lebih formal
4) Dapat menimbulkan masalah karena salah penafsiran
5) Susah untuk mendapatkan umpan balik segera
6) Bentuk dan isi surat tidak dapat di ubah bila telah dikirimkan
7) Bila penulisan kurang baik maka akan membingungkan Si pembaca.

8
3. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa
menggunakan kata-kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk
menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan
verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dan saat pengkajian
sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non verbal menambah
arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan
menentukan kebutuhan asuhan keperawatan. Morris (1977) dalam Liliweni
(2004) membagi pesan non verbal sebagai berikut:
1) Kinesik
Kinesik adalah pesan non verbal yang diimplementasikan
dalam bentuk bahasa isyarat tubuh atau anggota tubuh. Perhatikan
bahwa dalam pengalihan informasi mengenai kesehatan, para
penyuluh tidak saja menggunakan kata-kata secara verbal tetapi juga
memperkuat pesan-pesan itu dengan bahasa isyarat untuk mengatakan
suatu penyakit yang berbahaya, obat yang mujarab, cara memakai
kondom, cara mengaduk obat, dan lain-lain.
2) Proksemik
Proksemik yaitn bahasa non verbal yang ditunjukkan oleh
“ruang” dan “jarak” antara individu dengan orang lain waktu
berkomunikasi atau antara individu dengan objek.
3) Haptik
Haptik seringkali disebut zero proxemics, artinya tidak ada
lagi jarak di antara dua orang waktu berkomunikasi. Atas dasar itu
maka ada ahli kumunikasi non verbal yang mengatakan haptik itu
sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang, mengelus
dan mencubit. Haptik mengkomunikasikan relasi anda dengan
seseorang.
4) Paralinguistik
Paralinguistik meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia
bermanfaat kalau kita hendak menginterprestasikan simbol verbal.
Sebagai contoh, orang-orang Muang Thai merupakan orang yang

9
rendah hati, mirip dengan orang jawa yang tidak mengungkapkan
kemarahan dengan suara yang keras. Mengeritik orang lain biasanya
tidak diungkapkan secara langsung tetapi dengan anekdot. Ini berbeda
dengan orang Batak dan Timor yang mengungkapkan segala sesuatu
dengan suara keras.
5) Artifak
Kita memehami artifak dalam komunikasi komunikasi non
verbal dengan pelbagai benda material disekitar kita, lalu bagaimana
cara benda-benda itu digunakan untuk menampilkan pesan tatkala
dipergunakan. Sepeda motor, mobil, kulkas, pakaian, televisi,
komputer mungkin sekedar benda. Namun dalam situasi sosial
tertentu benda-benda itu memberikan pesan kepada orang lain. Kita
dapat menduga status sosial seseorang dan pakaian atau mobil yang
mereka gunakan. Makin mahal mobil yang mereka pakai, maka makin
tinggi status sosial orang itu.
6) Logo dan Warna
Kreasi pan perancang untuk menciptakan logo dalam
penyuluhan merupaka karya komunikasi bisnis, namun model keija m
dapat ditirn dalam komunikasi kesehatan. Biasanya logo dirancang
untuk dijadikan simbol da suatu karaya organisasi atau produk da
suatu organisasi, terutama bagi organisasi swasta. Bentuk logo
umumnya berukuran kecil dengan pilihan bentuk, warna dan huruf
yang mengandung visi dan misi organisasi.
7) Tampilan Fisik Tubuh
Acapkali anda mempunyai kesan tertentu terhadap tampilan
fisik tubuh dari lawan bicara anda. Kita sering menilai seseorang
mulai dari warna kulitnya, tipe tubuh (atletis, kurus, ceking, bungkuk,
gemuk, gendut, dan lain-lain). Tipe tubuh itu merupakan cap atau
warna yang kita berikan kepada orang itu. Salah satu keutamaan pesan
atau informasi kesehatan adalah persuasif, artinya bagaimana kita
merancang pesan sedemikian rupa sehingga mampu mempengaruhi
orang lain agar mereka dapat mengetahui informasi, menikmati

10
informasi, memutuskan untuk membeli atau menolak produk bisnis
yang disebarluaskan oleh sumber informasi. (Liliweri, 2007:108).

G. Fase – fase Komunikasi Terapeutik


1. Orientasi (Orientation)
Pada fase ini hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi yang
terjadi bersifat penggalian informasi antara perawat dan pasien. Fase ini
dicirikan oleh lima kegiatan pokok yaitu testing, building trust,
identification of problems and goals, clarification of roles dan contract
formation.
2. Kerja (Working)
Pada fase ini perawat dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi tujuan
yang telah ditetapkan pada fase orientasi. Bekerja sama dengan pasien untuk
berdiskusi tentang masalah-masalah yang merintangi pencapaian tujuan.
Fase ini terdiri dari dua kegiatan pokok yaitu menyatukan proses
komunikasi dengan tindakan perawatan dan membangun suasana yang
mendukung untuk proses perubahan.
3. Penyelesaian (Termination)
Paa fase ini perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas
tujuan telah dicapai, agar tujuan yang tercapai adalah kondisi yang saling
menguntungkan dan memuaskan. Kegiatan pada fase ini adalah penilaian
pencapaian tujuan dan perpisahan (Arwani, 2003 61).

H. Hubungan Perawat dan Klien/Helping Relationship


Salah satu karakteristik dasar dan komunikasi yaitu ketika seseorang
melakukan komunikasi terhadap orang lain maka akan tercipta suatu hubungan
diantara keduanya, selain itu komunikasi bersifat resiprokal dan berkelanjutan.
Hal inilah yang pada akhirnya membentuk suatu hubungan ‘helping
relationship’. Helping relationship adalah hubungan yang terjadi diantara dua
(atau lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan dan

11
menerima bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya
sepanjang kehidupan. Pada konteks keperawatan hubungan yang dimaksud
adalah hubungan antara perawat dan klien. Ketika hubungan antara perawat
dan Klien terjadi, perawat sebagai penolong (helper) membantu klien sebagai
orang yang membutuhkan pertolongan, untuk mencapai tujuan yaitu
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia klien.
Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik seorang
helper (perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang
terapeutik, yaitu:
1. Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa
terbina hubungan saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya
pada lawan bicara yang terbuka dan mempunyai respons yang tidak dibuat-
buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara yang terlalu halus
sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan
kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam
Suryani,2005).).
Sangat penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi
dengan klien, karena apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien akan
menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa juga berpura-
pura patuh terhadap perawat.
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan
kata-kata yang mudah dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat
yang berbelit-belit. Komunikasi nonverbal perawat harus cukup ekspresif
dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian akan menimbulkan
kebingungan bagi klien.
3. Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat
komunikasi nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan
saling percaya maupun dalam membuat rencana tindakan bersama klien.
Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan

12
penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan
dalam hubungan yang terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat
atau ikatan tertentu diantara perawat dan klien akan tetapi penciptaan
suasana yang dapat membuat klien merasa aman dan diterima dalam
mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard,P dan Morrison P,1991
dalam Suryani,2005).
4. Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan
sikap diri perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan
klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan klien (Brammer, 1993 dalam
Suryani,2005). Dengan bersikap empati perawat dapat memberikan
alternative pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan
permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaan tersebut
dan untuk berupaya mencari penyelesaian masalah secara objektif.
5. Mampu melihat permasalahan dan kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada
klien (Taylor, Lilis dan Le Mone, 1993), oleh karenanya perawat harus
mampu untuk melihat permasalahan yang sedang dihadapi klien dan sudut
pandang klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat harus memahami
dan memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh
perhatian.
Mendengarkan dengan penuh perbatian berarti mengabsorpsi isi dan
komunikasi (kata-kata dan perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar
(perawat) tidak sekedar mendengarkan dan menyampaikan respon yang di
inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada kebutuhan
pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian menunjukkan sikap
caring sehingga memotivasi klien untuk berbicara atau menyampaikan
perasaannya.
6. Menerima klien apa adanya
Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien
apa adanya. Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman
dalam menjalin hubungan interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai

13
Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau diterapkan
oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal
ini terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa
adanya.
7. Sensitif terhadap perasaan klien
Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat
menciptakan hubungan terapeutik yang baik dan efektif dengan klien.
Dengan bersikap sensitif terhadap perasaan klien perawat dapat terhindar dan
berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun perasaan
klien.
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu
yang ada pada saat mi, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap
dininya sendiri.

I. Tahapan Komunikasi Terapeutik


Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik merupakan
komunikasi yang terstruktur dan memiliki tahapan-tahapan. Stuart G.W, 1998
menjelaskan bahwa dalam prosesnya komunikasi terapeutik terbagi menjadi
empat tahapan yaitu tahap persiapan atau tahap pra-interaksi, tahap perkenalan
atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi.
1. Tahap Persiapan/Pra-interaksi
Dalam tahapan ini perawat menggali perasaan dan menilik dirinya dengan
cara mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga
perawat mencari informasi tentang klien sebagai lawan bicaranya. Setelah
hal ini dilakukan perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama
dengan klien,
Tahapan im dilakukan oleh perawat dengan tujuan mengurangi rasa cemas
atau kecemasan yang mungkin dirasakan oleh perawat sebelum melakukan
komunikasi terapeutik dengan klien.
Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi
interaksinya dengan orang lain (Ellis, Gates dan Kenworthy, 2000 dalam

14
Suryani, 2005). Hal ini disebabkan oleh adanya kesalahan dalam
menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan bicara. Pada saat
perawat merasa cemas, dia tidak akan mampu mendengarkan apa yang
dikatakan oleh klien dengan baik (Brammer, 1993 dalam Suryani, 2005)
sehingga tidak mampu melakukan active listening (mendengarkan dengan
aktif dan penuh perhatian).
Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:
a. Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan
mengidentifikasi kecemasan.
b. Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri.
c. Mengumpulkan data tentang klien.
d. Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.
2. Tahap Perkenalan/Orientasi
Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien
dilakukan. Tujuan dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan
rencana yang telah dibuat sesuai dengan keadaan klien saat mi, serta
mengevaluasi basil tindakan yang telah lalu (Stuart.G.W, 1998).
Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:
a. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan
komunikasi terbuka.
b. Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan topik
pembicaraan) bersama-sama dengan klien dan menjelaskan atau
mengklarifikasi kembali kontrak yang telah disepakati bersama.
c. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien
yang umumnya dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi
pertanyaan terbuka.
d. Merumuskan tujuan interaksi dengan klien.
Sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik
karena tahapan ini merupakan dasar bagi hubungan terapeutik antara
perawat dan klien.

15
3. Tahap Kerja
Tahap kerja merupakan inti dan keseluruhan proses komunikasi terapeutik
(Stuart,G.W,1998). Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam
komunikasi terapeutik karena didalamnya perawat dituntut untuk
membantu dan mendukung klien untuk menyampaikan perasaan dan
pikirannya dan kemudian menganalisa respons ataupun pesan komunikasi
verbal dan non verbal yang disampaikan oleh klien. Dalam tahap ini pula
perawat mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga
mampu membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang sedang
dihadapi oleh klien, mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya.
Di bagian akhir tahap mi, perawat diharapkan mampu menyimpulkan
percakapannya dengan klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha
untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan
membantu perawat dan klien memiliki pikiran dan ide yang sama
(Murray,B. & Judith,P,1997 dalam Suryani,2005). Dengan dilakukannya
penarikan kesimpulan oleh perawat maka klien dapat merasakan bahwa
keseluruhan pesan atau perasaan yang telah disampaikannya diterima
dengan baik dan benar-benar dipahami oleh perawat.
4. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dan pertemuan perawat dan klien. Tahap
tenninasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir
(Stuart,G.W,1998). Terminasi sementara adalah akhir dan tiap pertemuan
perawat dan klien, setelah hal ini dilakukan perawat dan klien masih akan
bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu
yang telah disepakati bersama. sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh
perawat setelah menyelesaikan seluruh proses keperawatan.
Tugas perawat dalam tahap ini adalah:
Mengevaluasi pencapaian tujuan dan interaksi yang telah
dilaksanakan (evaluasi objektif). Brammer dan McDonald (1996)
menyatakan bahwa meminta klien untuk menyimpulkan tentang apa yang
telah didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat berguna pada tahap ini.

16
Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan
klien setelah berinteraksi dengan perawat.
Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan.
Tindak lanjut yang disepakati harus relevan dengan interaksi yang baru saja
dilakukan atau dengan interaksi yang akan dilakukan selanjutnya. Tindak
lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada pertemuan berikutnya.

J. Teknik Komunikasi Terapeutik


1. Mendengar aktif; Mendengar mempunyai arti: konsentrasi aktif .dan
persepsi terhadap pesan orang lain yang menggunakan semua indra,
Liendberg et al, cit Nurjanah (2001)
2. Mendengar pasif; Mendengar pasif adalah kegiatan mendengar dengan
kegiatan non verbal untuk klien. Misalnya dengan kontak mata,
menganggukkan kepala dan juga keikutsertaan secara verbal
3. Penerimaan: Yang dimaksud menerima adalah mendukung dan menerima
informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak
menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan. Menunjukkan penerimaan
berarti kesediaan mendengar tanpa menunjukkan keraguan atau
ketidaksetujuan.
4. Klarifikasi; Klarifikasi sama dengan validasi yaitu menanyakan kepada
klien apa yang tidak dimengerti perawat terhadap situasi yang ada.
Klarifikasi dilakukan apabula pesan yang disampaikan oleh klien belum
jelas bagi perawat dan perawat mencoba memahami situasi yang
digambarkan oleh klien.
5. Fokusing; Fokusing adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk
membatasi area diskusi sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan
dimengerti, Stuart & Sundeen, cit Nurjanah (2001).
6. Observasi; Observasi merupakan kegiatan mengamati klien/orang lain.
Observasi dilakukan apabila terdapat konflik antara verbal dan non verbal
klien dan saat tingkah laku verbal dan non verbal nyata dan tidak biasa ada
pada klien, Stuart & Sundeen, cit Nurjanah (2001). Observasi dilakukan
sedemikian rupa sehingga klien tidak menjadi malu atau marah.

17
7. Menawarkan informasi; Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan
untuk mendapatkan respon lebih lanjut. Beberapa keuntungan dari
menawarkan informasi adalah akan memfasilitasi komunikasi, mendorong
pendidikan kesehatan, dan memfasilitasi klien untuk mengambil
keputusan, Stuart & Sundeen, cit, Nurjanah, (2001). Penahanan informasi
pada saat klien membutuhkan akan mengakibatkan klien tidak percaya.
Hal yang tidak boleh dilakukan adalah menasehati klien pada saat
memberikan informasi.
8. Diam (memelihara ketenangan); Diam dilakukan dengan tujuan
mengorganisir pemikiran, memproses informasi, menunjukkan bahwa
perawat bersedia untuk menunggu respon. Kediaman ini akan bermanfaat
pada saat klien mengalami kesulitan untuk membagi persepsinya dengan
perawat. Diam tidak dapat dilakukan dalam waktu yang lama karena akan
mengakibatkan klien menjadi khawatir. Diam dapat juga diartikan sebagai
mengerti, atau marah. Diam disini juga menunjukkan kesediaan seseorang
untuk menanti orang lain agar punya kesempatan berpikir, meskipun
begitu diam yang tidak tepat menyebabkan orang lain merasa cemas.
9. Assertive: Assertive adalah kemampuan dengan secara meyakinkan dan
nyaman mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap
menghargai hak orang lain, Nurjanah, 2001.
10. Menyimpulkan; Membawa poin penting dari diskusi untuk meningkatkan
pemahaman. Memberi kesempatan untuk mengklarifikasi komunikasi agar
sama denga ide dalam pikiran, Varcarolis, cit, Nurjanah, 2001.
11. Giving recognition (memberiakn pengakkuan/penghargaan); Memberi
penghargan merupakan tehnik untuk memberikan pengakkuan dan
menandakan kesadaran, Schultz & Videbeck, cit, Nurjanah, 2001.
12. Offering Sel (menawarakan diri); Menawarkan diri adalah menyediakan
diri anda tanpa respon bersyarat atau respon yang diharapkan, Schultz &
Videbeck.cit. Nurjanah, 2001
13. Offering general leads (memberikan petunjuk umum); Mendukung klien
untuk meneruskan, Schultz & Videbeck cit, Nurjanah, 2001

18
14. Giving broad opening (memberikan pertanyaan terbuka): Mendorong
klien untuk menyeleksi topik yang akan dibicarakan. Kegiatan ini bernilai
terapeuitik apabila klien menunjukkan penerimaan dan nilai dari inisiatif
klien dan menjadi non terapeuitk apabila perawatan mendominasi interaksi
dan menolak res[pon klien, Stuart % Sundeen, cit, Nurjanah, 2001.
15. Placing the time in time/sequence (penempatan urutan/waktu);
Melakukan klarifikasi antara waktu dan kejadian atau antara satu kejadian
dengan kejadian lain. Teknik bernilai terapeutik apabila perawat dapat
mengeksplorasi klien dan memahami masalah yang penting. Tehnik ini
menjadi tidak terapeutik bila perawat memberikannasehat, meyakinkan
atau tidak mengakui klien.
16. Encourage deskripition of perception (mendukung deskripsi dari persepsi);
Meminta kepada klien mengungkapkan secara verbal apa yang dirasakan
atau diterima, Schulz & Videbeck, cit, Nurjanah, 2001
17. Encourage Comparison (mendukung perbandingan); Menanyakan kepada
klien mengenai persamaan atau perbedaan
18. Restating (mengulang) Restating; adalah pengulangan pikiran utama
yang diekspresiakn klien, Stuart & Sundeen, Cit Nurjanah, 2001.
19. Reflekting (Refleksi): Digunakan pada saat klien menanyakan pada
perawat tentang peneliaian atau kesetujuannya. Tehnik ini akan membantu
perawat untuk tetap memelihara pendekatan yang tidak menilai, Boyd &
Nihart, cit, Nurjanah
20. Eksploring (Eksporasi); Mempelajari suatu topik lebih mendalam
21. Presenting reality (menghadikan realitas/kenyataan); Menyediakan
informasi dengan perilaku yang tidak menilai
22. Voucing doubt (menunjukkan keraguan); Menyelipkan persepsi perawat
mengenai realitas. Tehnik ini digunakan dengan sangat berhati-hati dan
hanya pada saat perawat merasa yakin tentang suatu yang detil. Ini
digunakan pada saat perawat ingin memberi petunjuk pada klien mengenai
penjelasan lain.

19
23. Seeking consensual validation; Pencarian pengertian mengenai
komunikasi baik oleh perawat maupun klien. Membantu klien lebih jelas
terhadap apa yang mereka pikirkan.
24. Verbalizing the implied: Memverbalisasikan kata-kata yang klien
tunjukkan atau anjuran.
25. Encouraging evaluation (mendukung evaluasi): Perawat membantu klien
mempertimbangkan orang dan kejadian kedalam nilai dirinya
26. Attempting to translate into feeling (usaha menerjemahkan perasaan);
Membantu klien untuk mengidentifikasi perasaan berhubungan dengan
kejadian atau pernyataan .
27. Suggesting collaborating (menganjurkan kolaborasi): Penekanan kegiatan
kerja dengan klien tidak menekan melakukan sesuatu untuk klien.
Mendukung pandangan bahwa terdapat kemungkinan perubahan melalui
kolaborasi.
28. Encouragingformulation of plan of action (mendukng terbentuknya
rencana tindakan): Memberikan kesempatan pada klien untuk
mengantisipasi alternative dari tindakan untuk masa yang akan datang.
29. Estabilising guidelines (menyediakan petunjuk);Statemen yang
menunjukkan peran, tujuan dan batasan untuk interaksi. Hal ini akan
menolong klien untuk mengetahui apa yang dia harapkan dari dirinya.
30. Open- ended comments (komentar terbuka-tertutup): Komentar secara
umum untuk menentukan arah dari interaksi yang seharusnya dilakukan.
Hal ini akan mengijinkan klien untuk memutuskan apa topik/materi yang
paling relevan dan mendukung klien untuk meneruskan interaksi.
31. Reducing distant (penurunan jarak); Menurunkan jarak fisik antara
perawat dank lien. Hal ini menunjukkan komunikasi non verbal dimana
perawat ingin terlibat dengan klien.
32. Humor; Dugan (1989) menyebutkan humor sebagai hal yang penting
dalam komunikasi verbal dikarenakan: tertawa mengurangi keteganan dan
rasa sakit akibat stress, serat meningkatkan keberhasilan asuhan
keperawatan.

20
K. Sikap Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik
Egan (1998) dalam Kozier,et.al (2004), telah menggambarkan lima cara
yang spesifik untuk menunjukkan kehadiran secara fisik ketika melaksanakan
komunikasi terapeutik, yang ia definisikan sebagai sikap atas kehadiran atau
keberadaan terhadap orang lain atau ketika sedang berada dengan orang lain.
Berikut adalah tindakan atau sikap yang dilakukan ketika menunjukkan
kehadiran secara fisik :
1. Berhadapan dengan lawan bicara
Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (“saya siap untuk
anda”).
2. Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan)
Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk
mendukung terciptanya komunikasi.
3. Menunduk/memposisikan tubuh kearah lebih dekat dengan lawan bicara
Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap untuk merespon dalam
komunikasi (berbicara mendengar).
4. Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural
Dengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya untuk
mempertahankan komunikasi.
5. Bersikap tenang
Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan menggunakan
gerakan/bahasa tubuh yang natural.

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik,
dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat
melakukan intervensi keperawatan harus mampu memberikan khasiat therapi
bagi proses penyembuhan pasien. Oleh karenanya seorang perawat harus
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik
agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Northouse (1998)
mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan
perawat untuk membantu klien beradaptasi untuk stres, mengatasi gangguan
psikologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Stuart G.W
(1998) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan
personal antara perawa dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien
memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki
pengalaman emosional klien. S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan
terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai tukar menukar perilaku,
perasaan, pikiran, dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang
terapeutik.

B. Saran
Diharapkan kepada dosen pengampu agar lebih banyak memberikan
materi tentang komunikasi terapeutik yang akan mempermudah dalam proses
pembelajaran. Dan semoga dengan adanya makalah ini dapat lebih membantu
mahasiswa dalam tambahan referensi mengenai komunikasi terapeutik.

22
DAFTAR PUSTAKA

Stuart.G.W. & Sundeen.S.J.(1998) . Buku Saku Keperawatan Jiwa.Alih Bahasa:


Achir Yani S. Hamid. ed ke-3. Jakarta: EGC.
Ellis,R.,Gates, R, & Kenworthy,N. (2000). Komunikasi Interpersonal Dalam
Keperawatan: Teori dan Praktik.Alih Bahasa: Susi Purwoko. Jakarta:
EGC.Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan. Jakarta : Graha Ilmu.
Suryani. 2005. Komunikasi Terapeutik Teori Dan Praktik. Jakarta : EGC
http://www.lusa.web.id/komunikasi-terapeutik/
Potter, P.A & Perry, A.G.(1993). Fundamental of Nursing Concepts, Process and
Practice. Third edition. St.Louis: Mosby Year Book
Sears.M.(2004). Using Therapeutic Communication to Connect with
Patients. http://www.NonviolentCommunication.com
Purwanto, H. (1998). Komunikasi untuk Perawat. EGC, Jakarta : Kesehatan
Maternal dan Neonatal, Jakarta.

23

Anda mungkin juga menyukai