Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kota merupakan kawasan ataupun area yang terbentuk dari kumpulan


bangunan-bangunan yang mendominasi di suatu kawasan atau area yang
terbentuk dari beberapa unsur yang saling berkaitan satu sama lain. Dalam
konteks spasial, kota pada dasarnya dapat ditinjau baik sebagai nodal
maupun area. Tinjauan kota sebagai nodal menempatkan kota dalam
konstelasi regional, yang menggambarkan keterikatan kota dalam system
kota-kota baik secara spasial maupun fungsional.

Ungkapan “bentuk kota” adalah terminologi yang sangat teknis yang


digunakan para akademisi dan para profesi dari berbagai cabang kajian ilmu
perkotaan (urban studies). Bentuk dan struktur internal kota perlu dipahami
agar kita mampu mengenal dan memahami tentang bentuk dan struktur
internal kota. Dalam hal ini yang menajdi focus adalah unsur-unsur
pembentuk struktur tata ruang kota atau kawasan perkotaan.

Dalam hasil studinya, Kevin Lynch (1960) menyatakan bahwa suatu


cirta (image) kota adalah hasil dari suatu kesan pengamatan dari masyarakat
terhadap unsur-unsur yang nyata dan tidak nyata. Mendasari kesan-kesan
masyarakat, Lynch membuat kategori bentuk kota dalam lima unsur. Dalam
mengartikan sebuah kota, Lynch menyatakan kota adalah sesuatu yang
dapat diamati—“dimana letak jalur jalan, batas tepian, distrik atau kawasan,
titik temu, dan tenggernya dapat mudah dikenal dan dapat dikelompokkan
dalam pola keseluruhan bentuk kota (Lynch, 1960:3)”.

1
Untuk mengembangkan kota, diperlukan pengetahuan mengenai kota
dan elemen-elemen di dalamnya. Jalan A. P. Pettarani merupakan salah satu
pusat pergerakan di Makassar atau zona bisnis. Pergerakan yang terjadi
karena adanya proses pemenuhan kebutuhan dan merupakan aktivitas yang
biasanya harus dilakukan setiap hari, yaitu pemenuhan kebutuhan akan
pekerjaan, pendidikan, kesehatan, olahraga dan belanja. Dengan segala
potensi yang dimiliki daerah ini, diperlukan pengetahuan mengenai klasifikasi
dari setiap unsur-unsur yang ada didalamnya, demi terciptanya suasana kota
yang kondusif, aman, dan nyaman.

B. Permasalahan
Suatu kawasan atau area tidak dapat dikatakan sebagai sebuah kota
jika tidak terdiri dari unsur-unsur pembentuk citra kota. Citra kota dapat
didefinisikan sebagai gambaran mental dari sebuah kota sesuai dengan rata-
rata pandangan masyarakat. Apakah unsur-unsur pemebentuk citra kota itu
sendiri? Apa saja contoh dari unsur-unsur pemebentuk kota yang berada di
kawasan sekitar Jln. A. Pangeran Pettarani? Dan apa alasan kawasan yang
termasuk dari contoh yang telah disebutkan termasuk dalam unsur-unsur
pembentuk citra kota? Hal tersebutlah yang akan kami paparkan pada
laporan ini.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari laporan ini adalah :
1. Mengetahui unsur-unsur pembentuk citra kota.
2. Mengetahui contoh dari unsur-unsur pemebentuk kota yang berada
di Jalan. A. P. Pettarani.
3. Mengetahui Masalah, solusi, dan potensi dari Jalan. A. P.
Pettarani.

2
D. Lingkup Area Studi
Lingkup area studi dalam pengamatan yang kami lakukan terletak di
Jl. A. P. Pettarani. Berikut adalah peta Jl. A. P. Pettarani:

Gambar 1, peta Jalan A. P. Pettarani

Jalan.A.P. Pettarani merupakan salah satu pusat pergerakan di


Makassar atau zona bisnis. Pergerakan yang terjadi karena adanya proses
pemenuhan kebutuhan dan merupakan aktivitas yang biasanya harus
dilakukan setiap hari, yaitu pemenuhan kebutuhan akan pekerjaan,
pendidikan, kesehatan, olahraga dan belanja.Lokasi penelitian kami di Jalan
A.P.Pettarani Kota Makassar, dimana Jalan A.P. Pettarani merupakan jalan
protokol yang ada di pusat kota Makassar sebagai objek pengamatan yang
memiliki tingkat aktifitas yang sangat padat. Jalan A.P.Pettarani dibatasi oleh
Jalan Urip Sumoharjo dan simpang tiga jalan Sultan Alauddin.

3
BAB II

TEORI TENTANG CITRA KOTA

“Kota adalah tujuan dan kenangan terakhir dari perjuangan dan


kemuliaan kita. Ia adalah di mana kebanggaan dari masa lalu untuk
dipamerkan ( Kostof, 1991)”…… serta harapan masa depan untuk di capai.
Wajah kota-kota selalu berubah dan bentuk akhirnya mencerminkan karakter
budaya, politik, sosial, dan ekonomi yang dianut masyarakatnya.
Terbentuknya wajah kota merupakan perwujudan unsur-unsur karakteristik
kota, seperti bentuk bangunan, pola jalan, pola tataguna tanah, ruang
terbuka, dan garis langit selain dipengaruhi oleh lingkungan alam dan
perilaku masyarakat, juga terwujud dari suatu proses pengambilan keputusan
penguasa kota pada masa pemerintahannya.

Kota atau kawasan perkotaan pada dasarnya dapat dipandang


sebagai suatu system sosial spasial, yang secara internal mempunyai unsur-
unsur yang menjadi pembentuknya serta keterkaitan satu sama lain. Dalam
hal ini terdapat beberapa unsur pembentuk struktur tata ruang kota menurut
para ahli.

Menurut Kevin Lynch ada 5 unsur pembentuk citra kota, yaitu path
(jalanan), edge (perbatasan), district (kawasan), node (simpangan), dan
landmark (tengeran).

1. Path: jalur yang biasa, sering atau potensial dilalui oleh pengamat,
misalnya jalan, pedestrian, lintasan angkutan umum, kanal, rel kereta
api. Orang dapat mengamati kota pada waktu melewati path.
1. Klasifikasi menurut undang-undang No.34 Tahun 2004 tentang
jalan dikelompokkan menjadi :
a. Jalan Arteri.

4
b. Jalan kolektor.
c. Jalan lokal
2. Adapun Klasifikasi jalan menurut Peraturan Pemerintah No. 43
tahun 1993 tentang prasarana dan lalu lintas jalan adalah
sebagai berikut :
a. Jalan kelas I.
b. Jalan kelas II.
c. Jalan kelas III A
d. Jalan kelas III B.
3. Berdasarkan administrasi pembinaan jalan, dimana jalan
direncanakan, dibangun, dioperasikan dan dirawat oleh
Pembina jalan, maka dapat diklarifikasikan sebagai berikut
(Vita. 2010):
a. Jalan Negara/Nasional.
b. Jalan Provinsi.
c. Jalan Kabupaten/ Kotamadya.
2. Edge: unsur linear yang tidak dianggap path, yaitu batas antara dua
phase, pemutusan dari suatu kontinuitas, misalnya: pantai,
pemotongan jalur kereta api, batas suatu pembangunan, dan bisa juga
dinding. Edge adalah suatu penahan yang menutup suatu daerah dari
daerah lainnya , atau bisa juga merupakan kolom diantara dua daerah
yang menghubungkan daerah tersebut.
3. District: bagian kota berukuran sedang sampai besar, tersusun
sampai dua dimensi yang dapat dimasuki pengamat (secara mental),
dan dapat dikenali dari dua karakter umumnya.
4. Node/Core: titik-titik strategis dalam kota, dimana pengamat dapat
masuk, atau dari mana dia bepergian. Node dapat menjadi
penghubung-penghubung utama , tempat-tempat pemberhentian
dalam perjalanan, persilangan atau pertemuan jalan-jalan. Misalnya:

5
persimpangan, tempat perhentian, ruang terbuka, peggantian moda
angkutan, dan lain-lain.
5. Landmark: semacam titik pengenal, dalam hal ini pengamat ada di
luar. Biasanya sesuatu yang mudah didefinisikan, misalnya sebuah
gedung, tanda, toko, atau gunung. Gunanya untuk mengenal satu
unsur dari banyak ragam.

Selain Kevin Lynch, Lewis Keebel (1983) menggunakan terminologi


kota sebagain”kawasan binaan (built environment).” Menurutnya, struktur fisik
kotandibentuk oleh 3 unsur yakni: (1) tataguna tanah (land use), (2)
bangunan (building), dan (3) ruang terbuka (open space).
Rob Kriber (1979), dalam studi perancangan kota, melihat bentuk fisik
suatu kota sebagai suatu ruang kegiatan. Ia mengambil kesimpulan ini
berdasarkan kajiannya tentang unsur-unsur bentuk atau tipologi dan
morfologi suatu kota, yaitu meliputi lapangan, jalan, ruang terbuka, dan
kelompok bangunan. Unsur lainnya dari ruang kota yang membentuk rajutan
suatu kota dan penggunaan tanah, seperti yang diusulkan Rob Krier (1978),
dinyatakan olehnya sebagai tempat tinggal. Para geographer dan perancang
lanskap menyamakan pendapat mengenai bentuk kota dengan terminologi
sebagai “lanskap kota.” John Jakle (1987) mengartikan lanskap kota sebagai
suatu lingkungan yang mengelilingi kita, dapat berupa perdesaan atau kota.
Menurut D.W. Meining (1979:1), “…. Lanskap kota adalah suatu dimensi dari
berbagai isu yang berkaitan dengan pembangunan , perubahan, dan
pengelolaan dari kota pedesaan.” Ia menjelaskan jenis lanskap kota dalam 8
dimensi:
1. Alam,
2. habitat,
3. artifah,
4. kemakmuran,

6
5. ideologi,
6. sejarah,
7. tempat, dan
8. estetika.

Brickerhoff Jackson (1984:12) menulis dalam bukunya, “Founding


Vernacular Landscape”, bahwa bentuk kota “adalah citra dari kehidupan
kemanusiaan kita yaitu kerja keras, harapan yang tinggi dan kebersamaan
untuk saling berkasih sayang.” Dalam pandangan ini, kota adalah suatu
tempat tinggal manusia yang merupakan manifetasi dari hasil perencanaan
(planning) dan perencangan (design), yang dipenuhi oleh sebagai unsur
seperti bangunan, jalan, dan ruang terbuka.
M.R.G. Conzen (1960), merupakan salah satu pendidik di bidang
pengkajian perkotaan yang sangat tertarik oleh fenomena perkembangan
bentuk kota. Kajian tentang perencanaan kotanya menjadi bahan ajaran bagi
akademisi bidang perencanaan kota lainnya yang mempelajari bentuk fisik
kota. Berdasarkan penelitiaanya tentang kota di Inggris pada tahun 1960,
menurut Conzen bentuk fisik kota dapat disusun berdasarkan kategori
menjadi 3 unsur dasar yaitu:
1. Bentuk bangunan (building form),
2. rencana lantai (floor plan),
3. tata guna tanah (land use).

Bentuk bangunan, menurutnya, berhubungan dengan karakteristik fisik


bangunan. Rencana lantai atau denah adalah lokasi spasial dan interaksi dari
jalan dan jaringannya, bidang dan pengumpulannya dalam blok serta
orientasi bangunan dalam jaringan jalan.Tata guna tanah dapat diartikan
sebagai hasil atau kegiatan masyarakat dalam suatu bidang tanah untuk
memenuhi kebutuhan mereka seperti kawasan perumahan, komersial dan

7
perdagangan, industri pendidikan, pemerintahan militer, rekreasi dan hiburan,
juga sebagai ruang terbuka.
Mengkritik usaha dalam menyamakan pengertian bentuk kota dan
struktur fisik kota, Lary Bourne (1982) mencooba untuk mnguraikan bentuk
kota menjadi dua dimensi yaitu dimensi spasial (keruangan) dan dimensi
aspasial (bukan keruangan). Bourne mengartikan bentuk kota adalah pola
spasial dan aspasial dari unsur-unsur individu dalam suatu kota. Unsur-unsur
ini meliputi kawasan binaan, bangunan dan tata guna tanah, juga kelompok
sosial, kegiatan ekonomi, lembaga-lembaga publik. Unsur-unsur ini
berinteraksi sesamanya dalam kota sebagai sautu sistem dan menghasilkan
suatu sttruktur spasial.
Bentuk kota sebagai struktur spasial dan aspasial kota juga
dinayatakan Edwards Relph (1987). Ia berkata bahwa lanskap kota adalah
hasil dari hubungan kehidupan sehari-hari masyarakat yang diwujudkan
secara visual. Relph mengamati bahwa lanskap kota terdiri atas dua aspek
yaitu bentuk tangible atau fisik kota dan bentuk intangible atau kegaiatan
masyarakat kota. Menurut Relph, kota-kota dalam dekade terakhir abad ke-
19 tumbuh dan dibentuk oleh gagasan-gagasa dan penciptaan bangunan-
bangunan dari masyarakat tertentu. Gagasan dan penciptaan tersebut
membentuk struktur fisik kota yang mencerminkan lingkungan buatan berupa
bentuk bangunan dan unsure kota lainnya, yaitu pola jalan, pola tata guna
tanah, ruang terbuka serta garis langit kota.
Salah satu pendidik bidang perkotaan yang juga menyatakan bahwa
kota terdiri atas struktur spasial dan aspasial adalah Anthony J. Catanese
(1979). Ia menyamakan pola perkembangan kota dengan bentuk kota.
Catanese menjelaskan 4 unsur dara pembentuk suatu kota yaitu:
1. fisik (bangunan, jalan, dan taman),
2. ekonomi (azas atau berada),
3. politik (peraturan),

8
4. sosial (maksud tujuan).
Berdasarkan pembahasan tentang bentuk kota atau morfologi kota
dari berbagai terminologi, maka dapat disimpulkan bahwa bentuk atau
morfologi suatu kota terdiri atas 5 unsur utama, yaitu:
1. bentuk bangunan (building form),
2. pola jalan (street pattern),
3. tata guna tanah (land use),
4. ruang terbuka (open space), dan
5. garis langit (skyline).
Kelima unsur ini menjadi determinan utama yang membentuk karakteristik
bentuk fisik suatu kota.

9
BAB III

PEMBAHASAN

Analisis jalan A. P. Pettarani menurut teori Kevin Lynch dapat


diklasifikasikan sebagai berikut:

A. Path
Jalan.A.P. Pettarani merupakan salah satu pusat pergerakan di
Makassar atau zona bisnis. Pergerakan yang terjadi karena adanya proses
pemenuhan kebutuhan dan merupakan aktivitas yang biasanya harus
dilakukan setiap hari, yaitu pemenuhan kebutuhan akan pekerjaan,
pendidikan, kesehatan, olahraga dan belanja. Bervariasinya aktivitas
masyarakat yang muncul di sepanjang Jalan A.P. Pettarani dikota Makassar
menimbulkan potensi terjadinya kemacetan setiap hari pada jam tertentu.
Dengan kondisi intensitas aktivitas yang tinggi di sepanjang ruas jalan
tersebut, ditambah lagi dengan bercampurnya pergerakan volume lalu lintas
yang sangat tinggi menyebabkan ruas jalan yang ada di pusat kota terutama
di Jalan A.P.Pettarani mengalami peningkatan beban jalan dan menurunnya
tingkat pelayanan jalan yang pada akhirnya akan menimbulkan
permasalahan lalu lintas yaitu ke efektifan kinerja lalu lintas berkurang.

Lokasi penelitian kami di Jalan A.P.Pettarani Kota Makassar, dimana


Jalan A.P. Pettarani merupakan jalan protokol yang ada di pusat kota
Makassar sebagai objek pengamatan yang memiliki tingkat aktifitas yang
sangat padat. Jalan A.P.Pettarani dibatasi oleh Jalan Urip Sumoharjo dan
simpang tiga jalan Sultan Alauddin. Di sepanjang Jalan A.P.Pettarani banyak
terdapat perkantoran dan pusat perbelanjaan, oleh karena itu aktivitas lalu
lintas di jalan tersebut sangat tinggi terutama pada jam puncak. Berikut
adalah contoh gambar Jalan A.P.Pettarani :

10
Bahu jalan

Lajur kanan 1

Lajur kanan 2

Medianjalan

Lajur kiri 1

lajur kiri 2

Bahu jalan

Gambar 2 , gambaran Jalan . A.P. Pettarani

Gambar 2, merupakan contoh gambar Jalan A. P. Pettarani.


Jalan ini memiliki panjang 4.197 meter, dengan bahu jalan (pedestrian)
memiliki lebar2 meter , lajur kanan 1 memiliki lebar 8,8 meter, dan lajur
kanan 2 memiliki lebar 7,5 meter. Lajur kiri 1 memiliki lebar 7,5 meter
dan lajur kiri 2 memiliki lebar 8,8 meter. Pembatas lajur lajur sebesar
0,5 meter dan Median Jalan memiliki lebar 2 meter, selain itu pada
beberapa bagian bahu jalan juga terdapat taman di bahu jalan yang
lebarnya 1,2 meter. Median jalan di Jalan A. P. Pettarani ditumbuhi
pohon, begitupun pada bagian bahu jalan.

Gambar 3, Jalan. A.P. Pettarani

11
Gambar 4, lajur jalan Jl. A. Pangeran pettarani

Suasana di Jalan A.P. Pettarani sudah kondusif, karena pada median


jalan, terdapat banyak pohon yang rindang, meskipun bebarapa diantaranya
memiliki beberapa kekurangan seperti bebarapa pohon pada bahu jalan yang
tidak terawat, kondisi sampah yang masih berserahkan, tempat sampah yang
tidak disediakan, kondisi jalan yang rusak, bahu jalan digunakan sebagai
tempat berjualan, dan drainase yang alirannya terhambat karena sampah
yang bertumpuk. bahu jalan yang digunakan untuk berjualan memicu
masalah kemacetan. Karena volume kendaraan yang besar dihambat oleh
orang yang melakukan aktivitas perdagangan pada bahu jalan.

12
Gambar 5, pohon yang tidak terawat

Gambar 6, sampah yang berserakan

13
Gambar 7, tempat sampah tidak disediakan

Gambar 8, pedagang di bahu jalan

14
Gambar 9, drainase tersumbat

Solusi dari permasalahan diatas adalah pemerintah melakukan hal-


hal yang lebih mendukung dari kegiatan pemeliharaan Jalan A. P.Pettarani ,
seperti penyediaan tempat sampah, pemeliharaan pohon yang merata,
perbaikan drainase, dan memberikan tindakan tegas bagi pelaku pembuang
sampah sembarangan dan penyediaan tempat yang layak pada pedagang
yang menggunakan bahu jalan.

B. Edge (Perbatasan)

Menurut Kevin Linch edge merupakan batas antara dua kawasan


yang memisahkan kesinambungan, elemen linier yang tidak
dianggap/digunakan “path” oleh pengamat. Misalnya pantai, lintasan rel
kereta api, diding, atau sungai.

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa edge


merupakan pembatas yang memisahkan dua kawasan atau dua jalan. Edge
dapat berupa lintasan kereta api, lorong, dinding, atau bangunan.

15
Berikut merupakan edge pada Jalan A.P.Pettarani:

1. MtsN Model Makassar


MTsN Model Makassar terletak di ujung selatan Jalan A.P.
Pettarani, berada di samping persimpangan yang memisahkan antara
antara Jalan A.P. Pettarani dengan Jalan Sultan Alauddin.

Gambar 10, batas Jalan Alauddin-Pettarani (MTsN Model Makassar)

Permasalahan yang kami temukan yaitu para pedagang kaki


lima yang sering berjualan di area tersebut dan pembeli yang
memarkir kendaraan mereka di bahu jalan dan pinggiran jalan
sehingga mengganggu para pejalan kaki yang hendak melewati area
tersebut. Selain itu angkutan umum sering melakukan penggantian
moda angkutan dan mencari penumpang. Ditambah lagi keberadaan
mereka disana dapat merusak pemandangan citra kota dan
menghambat arus lalu lintas serta dapat pula merusak trotoar dan
bahu jalan yang merupakan area pejalan kaki. Solusi yang terbaik
yaitu pemerintah seharusnya menyediakan tempat khusus untuk
mereka berjualan dan area untuk melakukan penggantian muda

16
angkutan, sehingga mereka tidak menyebabkan masalah pada citra
kota.

2. Jembatan Fly Over


Jembatan Fly Over berada di ujung utara Jalan A.P. Pettarani
yang memisahkan antara Jalan Urip Sumoharjo dan Jalan Tol
Reformasi. Jalan Urip Sumoharjo memotong persimpangan dari barat
memanjang hingga ke timur. Sedangkan jalan Tol Reformasi berada di
utara Jalan A.P. Pettarani. Arus lalu lintas di area ini juga terbilang baik
serta kemacetan yang juga jarang terjadi.

Gambar 11, batas Jalan Pettarani-Urip Sumoharjo

3. Gedung DPRD Provinsi Sulawesi Selatan


Gedung DPRD Provinsi Sulawesi Selatan terletak di samping
persimpangan Jalan A.P. Pettarani dan Jalan Letjen Hertasning.
Persimpangan ini terletak di tengah-tengah Jalan A.P. Pettarani. Di
persimpangan ini terdapat lampu lalu lintas yang mengatur jalannya
arus lalu lintas sehingga jarang terjadi kemacetan di area ini. Polisi
lalu lintas juga sering berada di area ini untuk menjaga arus lalu lintas.

17
Ketika kami melakukan observasi di daerah ini, kami tidak menemukan
kendala yang dapat menimbulkan kemacetan atau pun kendala lain
yang dapat menimbulkan kerusakan fasilitas umum di area ini. Lebar
jalan yang berada di area tersebut juga sudah dapat menampung
berbagai jenis kendaraan bermotor.

Gambar 12, persimpangan Jalan Pettarani-Letjen Hertasning

4. Dealer Suzuki Galesong Building


Edge yang membatasi Jalan A.P. Pettarani dan Jalan
Boulevared adalah Dealer Suzuki Galesong Building. Pertigaan ini
lebih ke utara lagi dari pertigaan Jalan Hertasning. Kendala yang
sering terjadi di pertigaan ini adalah arus lalu lintas yang kurang lancar
sehingga mengakibatkan kemacetan. Kemacetan yang terjadi
diakibatkan jalan yang sedang diperbaiki di area tersebut.

18
Gambar 13, batas JalanA.P. Pettarani-Boulevard

C. District (Kawasan)

Sebuah district memiliki ciri khas yang mirip (bentuk, pola dan
wujudnya) dan khas pula dalam batasnya, orang akan merasa harus
mengakhiri atau memulainya. District mempunyai identitas yang baik
jika batasnya dibentuk dengan jelas tampilannya dan dapat dilihat
homogen, serta fungsi dan posisinya jelas (introvert/ekstrovert; berdiri
sendiri atau dikaitkan dengan yang lain). Citra distrik ini tidak boleh
hilang, karena bila hal ini terjadi akan mengaburkan citra kawasan.
Adapun kawasan-kawasan yang ada di Jalan A.P. Pettarani yaitu :

19
Visualisasi Keterangan
Bangunan SDN
kompleks ikip, UNM
Gunung Sari,
kampus STIE Wira
Bhakti Makassar,
MAN 2 Model
Makassar
merupakan pusat
pendidikan yang ada
di jalan pettarani
sebagai kawasan
pendidikan.

Gambar 14, kawasan pendidikan

Bangunan baru
Renault BRI dan
Band Bukopin yang
mampu
menyesuaikan
dengan bentuk
bangunan yang
sudah ada dan
Gambar 15, kawasan jasa perbankan karakter kawasan
yang sudah
terbentuk bangunan

20
tersebut sebagai
kawasan jasa
perbankan.
Gedung Zoya dan
Ramayana
termaksud pusat
perbelanjaan yang
ada di Jalan A. P.
Pettarani sehingga di
sebut sebagai
kawasan
perdagangan.

Gambar 16, kawasan perdagangan

Kawasan jasa
pelayanan dengan
adanya kantor –
kantor pos seperti
Kantor Regional X
Makassar dan kantor
Telkom
Gambar 17, kawasan jasa pelayanan

21
Kantor Dinas Tata
Ruang dan
Permukiman, Kantor
Dinas Tenaga Kerja,
Dinas Agraria dan
Tata Ruang, Badan
Pertahanan
Nasional, LPMD
Provinsi Sulawesi
Selatan, Gedung
DPRD Kota
Makassar, BKKBN,
Dinas Bina Marga,
Dinas Pengelolaan
Sumber Daya Air,
BPJS Kesehatan,
Gambar 18, kawasan perkantoran
Kementerian Agama
RI, BBPKM
Makassar, Direktorat
Lalu Lintas
merupakan Pusat
Pemerintahan kota
sebagai kawasan
perkantoran.

22
The Mutiara
merupakan
perumahan elit yang
ada di jalan pettarani
sebagai kawasan
perumahan

Gambar 19, kawasan perumahan

Masjid H.M. Asyik


merupakan kawasan
peribadahan yang
berada di Jl. A.P.
Pettarani.

Gambar 20, kawasan peribadahan

Masalah yang ada di Jalan A. P. Pettarani yaitu adanya


penyalahgunaan pedestrian di sekitar kampus UNM Gunung Sari dan
kawasan pemerintahan yang digunakan sebagai kawasan perdagangan,

23
yaitu ditandai dengan banyaknya pedagang kaki lima. Adapun solusinya yaitu
sebaiknya pemerintah menyediakan tempat tersendiri untuk para pedagang
kaki lima sehingga pedestrian tersebut dapat digunakan sesuai dengan
fungsinya.

D. Node/Core

Node/core merupakan titik atau lokasi strategis yang dapat di masuki


pengamat. Dapat berupa konsentrasi penggunaan/ciri fisik yang penting.
Misalnya, persimpangan, tempat perhentian, ruang terbuka, penggantian
moda angkutan, dan lain-lain.

Adapun yang menjadi node di Jalan A.P. Pettarani adalah:

1. Tempat penggantian moda angkutan umum di depan Telkom atau


depan MTsN Model Makassar diujung Jalan A.P. Pettarani bagian
selatan yang berbatasan dengan Jalan Sultan Alauddin.
Tempat itu adalah tempat penggantian moda angkutan umum.
Biasanya sopir angkutan umum melakukan perhentian untuk mencari
penumpang untuk melanjutkan perjalanan ke Jalan Sultan Alauddin.
Begitupun angkutan umum yang berasal dari Jalan Sultan Alauddin
biasanya melakukan perhentian di depan MTsN Model Makassar
untuk mencari penumpang. Akan tetapi tempat perhentian itu menjadi
masalah karena angkutan umum berhenti di pinggir jalan. Sebaiknya
pemerintah membuatkan tempat khusus untuk melakukan
penggantian moda angkutan umum.

24
Gambar 21, tempat penggantian moda angkutan umum
2. Persimpangan di Jalan A.P. Pettarani.
a. Persimpangan Jalan A.P. Pettrani dengan Jalan Letjen Hertasning.
b. Persimpangan Jalan A.P. Pettarani dengan Jalan Rappocini Raya.
c. Persimpangan Jalan A.P.Pettarani dengan Jalan Boulevard .
d. Persimpangan Jalan A.P. Pettarani dengan jalan yang menuju Urip
Sumoharjo dan Tol Reformasi.

Gambar 22, persimpangan Jalan A.P. pettarani dengan Jalan Boulevard

25
Gambar 23, persimpangan jalan A.P. Pettrani dengan Jalan Letjen Hertasning

3. Halte Bus

Terdapat dua halte bus di Jalan Andi Pangeran Pettarani. Yang


pertama adalah halte bus UNM Gunung Sari, halte ini terletak di depan
Kampus Univeristas Negeri Makassar. Halte kedua adalah Halte BRT
Universitas Muslim Indonesia yang terletak di seberang jalan dari UNM
Gunung Sari. Akan tetapi kedua halte masih belum di operasikan.
Seharusnya halte itu segera di operasikan supaya fungsinya sebagai
tempat menurunkan dan menaikkan penumpang bus tidak rusak
sebelum di gunakan sesuai fungsinya.

26
Gambar 24, halte bus Universitas Negeri Makassar

Gambar 25, halte bus BRT Universitas Muslim Indonesia

27
4. Lapangan

Gambar 26, lapangankantor Dinas Bina Marga


Lapangankantor dinas bina marga sering digunakan untuk
latihan sepak bola oleh anak-anak yang tinggal di sekitar daerah itu.
Lapangan itu juga digunakan sebagai tempat upacara untuk pegawai
kantor Dinas Bina Marga. Lapangan ini menjadi bagian dari node
karena termasuk dalam ruang terbuka.

E. Landmark ( Tenggeran )

Merupakan lambang dan symbol untuk menunjukkan suatu bagian


kota, biasanya dapat berupa bangunan gapura batas kota (yang
menunjukkan letak batas bagian kota), atau tugu kota (menunjukkan ciri kota
atau kemegahan suatu kota), patung atau relief (menunjukkan sisi
kesejarahan suatu bagian kota), atau biasa pula berupa gedung dan
bangunan tertentu yang memiliki suatu karakteristik tersendiri yang hanya
dimiliki kota tersebut. Sehingga keberadaan dalam landmark mampu
menunjukkan dan mengingatkan orang tentang tenggeran suatukota.

28
Jalan A. P. Pettarani memiliki tiga landmark yang cukup terkenal bagi
masyarakat kota Makassar dan sekitarnya yaitu Menara Phinisi UNM, Masjid
H.M. Asyik, dan Grand Clarion Hotel.

1. Menara Phinisi UNM

Menara Phinisi UNM merupakan landmark Jalan. A.P. Pettarani


yang cukup terkenal. Menara ini terletak di Kampus Universitas Negeri
Makassar (UNM) Gunung Sari, Jalan. A.P. Pettarani, Makassar. Menara
ini terdiri dari 20 lantai. Dirancang oleh tim yang dipimpin oleh Yu Sing
dengan mengadopsi bentuk perahu khas Bugis-Makassar, yang
memenangkan sayembara desain gedung tersebut pada tahun 2008. Di
malam hari, lampu pada eksterior menara berubah-ubah warna secara
teratur, rotasi dari 12 warna yang mewakili 12 fakultas yang ada di UNM.
Menara ini baru digunakan pada tahun 2013.

Menara Phinisi UNM dikatakan landmark karena memiliki


bangunan yang menjulang tinggi sehingga meskipun kita berada di jarak
yang cukup jauh dari menara ini, kita masih bisa melihatnya. Dan secara
langsung kita bisa mengetahui keberadaan kita bahwa kita ada di Jalan
A.P. Pettarani karena Menara Phinisi hanya ada di Jalan A.P. Pettarani.

Berikut gambar Menara PhinisiUNM :

29
Gambar 27, Menara Phinisi Universitas Negeri Makassar

Gambar 28, Menara Phinisi Universitas Negeri Makassar

30
2. Masjid H.M. Asyik

Landmark yang kedua yaitu Masjid H.M. Asyik yang terletak Jl.
A.P. Pettarani No.100, Rappocini, Kota Makassar. Masjid ini menjadi
tempat yang sering disinggahi oleh pengguna Jl. A.P. Pettarani untuk
beribadah bagi yang beragama Islam.

Berikut gambar Masjid H. M. Asyik:

Gambar 29, Masjid H. M. Asyik

3. Grand Clarion Hotel & Convention


Grand Clarion Hotel & Convention adalah hotel bintang 4
yang ada di Makassar.Hotel ini terletak di Jl. A.P. Pettarani No, 3
Makassar. Hotel ini terdiri dari 17 lantai dan terdapat berbagai fasilitas,
salah satunya adalah terdapat 585 kamar, 3 restoran, kolam renang
outdoor, dan lain-lain.

Berikut gambar Grand Clarion Hotel dan Convention:

31
Gambar 30, Grand Clarion Hotel & Convention

Demikian klasifikasi jalan A. P. Pettarani berdasarkan dari teori Kevin


Lynch. Setelah terjawabnya masalah yang diamati oleh penulis, maka jalan
A. P. Pettarani berpotensi sebagai :

1. Area bebas macet.


2. Areabebas dari sampah.
3. Area yang aman, nyaman, dan efesien dengan adanya pohon dan
kondisi jalan yang stabil.
4. Menjadi kota internasional dengan segala sarana dan prasarana yang
lengkap.

32
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Unsur pembentuk citra kota menurut Kevin Lynch ada lima yaitu
path, edge, node/core, district, dan landmark.
2. Unsur citra yang ada di pettarani , terdiri dari path (jalan sepanjang
4.197 M), edge ( Man 2 Model Makassar, dealer Zuzuki Galeong,
Kantor DPRD Kota Makassar, Jembatan Fly Over , Pertamina),
node (penggantian moda angkutan depan MTsN Model
Makassar), district (kawasan pendidikan, perkantoran pelayanan
jasa perbankan, perdagangan, dan perumahan) , landmark (
Menara Phinisi UNM, Masjid H. M. Asyik, dan Grand Clarion Hotel
).
3. Masalah yang terjadi di Jalan A. P. Pettarani, seperti kemacetan,
sampah, pedagang berjualan di bahu jalan, dan kondisi jalan yang
rusak dan tidak terawat. Masalah ini dapat diatasi apabila ada kerja
sama diantara masyarakat dan pemerintah, sehingga menciptakan
Jalan. A. P. Pettarani yang bebas macet, bersih, dan dapa menjadi
area kota Internasional.
B. Saran

Saran pada kegiatan pengamatan kali ini adalah pemerintah


melakukan perhatian dan pemeliharaan pada Jalan A. P. Pettarani,
terutama mengenai masalah kemacetan dan masalah sampah. Selain
itu, diperlukan kerja sama antara masyarakat dan pemerintah untuk
memelihara Jalan A. P. Pettarani, sehingga menjadi area kota yang
kondusif, aman, dan nyaman.

33
DAFTAR PUSTAKA
Anonim A. 1993.Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993
Tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan.
Anonim B. 2004. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang
Jalan.
Anonim C .2006. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006.
Bourne, L. S. 1982. International Structure of City. New York : Oxford
Brickerhoff, Jackson .1984. Founding Vernacular Landscape
https://adamfitriawijaya.wordpress.com/2010/09/03/citra-dalam-
perancangan-kota, ( diakses tanggal 14 Oktober 2015 ).
Catanese, A. J. 1979. History and Trends of Urban Planning. Dalam
Introduction to Urban Planning disuning oleh Anthony J.
Catanese dan James C. Snyder. New York: MCGraw Hill.
Heryanto, Bambang. 2011. Roh dan Citra Kota. Surabaya: Brilian
Internasional.
Jackson, J. B. 1984. Discovering the Vernacular Landscape. New
Haven : Yale University Press.
Jakle, J. 1987. The Visual Element of Lanscape. Amherst : MIT Press
Keeble. L. 1983. Town Planning Made Plain. New York : Constraction
Press.
Krier, R. 1979. Urban Space ( Stradtraum ). New York : Rizzoli
Lynch, Kevin. 1960. The Image of the City. Cambridge, MS.: MIT
Press.
Nurhayati, dkk.Analisis Kerja Lalu Lintas Akibat Pengaturan Sistem
Pergerakan Kendaraan Pada JL. A. P. Pettarani di
Makassar.Makassar : Universitas Hasanuddin.
Relph. E. 1992. The Modern Urban Landscape. Baltimore : The John
Hopkins University Press.

34
Vita, N. H. 2010.Analisis Kinerja Ruas Jalan di Sekitar Fasilitas Putar
Balik Arah ( Syusi Kasus : di Depan masjid H. M. Asyik-
Pettarani. Makassar : FT Universitas Hasanuddin Makassar.

35

Anda mungkin juga menyukai