Anda di halaman 1dari 13

Nama : Ica Salsanabila

NIM : 2004104010049
Morfologi dan Tipologi Kota

Jurnal 1 : Identifikasi Pola Morfologi Kota (Studi Kasus : Sebagian Kecamatan Klojen,
Di Kota Malang)

1. Latar Belakang
Kota di Indonesia mempunyai kecenderungan menghilangkan ciri karakter historis
peninggalan zaman Hindu-Budha dan memunculkan “ketunggal-rupaan” arsitektur kota
(Budiarjo,1984). Hal ini disebabkan karena aspek sejarah pembentukan kota sering diabaikan
sehingga sejarah kawasan kota seperti terputus yang diakibatkan oleh perkembangan yang
kurang memperhatikan aspek morfologi kawasan, salah satunya di Kota Malang. Morfologi
Kota Malang merupakan salah satu hasil karya perencana Kota Thomas Karsten
mengadaptasi konsep Garden City, dengan mengutamakan pejalan kaki sebagai elemen
terpenting dalam koridor suatu kawasan. Warisan perencanaan pada zaman kolonial sangat
terlihat pada bentukan fisik bangunan dan tata lingkungan (Hadinoto,1996). Beberapa
kawasan yang memiliki nilai historis hingga kini adalah Jl Ijen, alun-alun bundar (alun-alun
Kota Malang) dan wilayah Kayutangan di Kecamatan Klojen.

Lingkungan alami dan lingkungan buatan seperti bangunan, elemen tata kota serta
kehidupan masyarakat memberikan citra spesifik untuk Kota Malang. Perkembangan bentuk
fisik kota terjadi melalui dua proses, yaitu proses formal (melalui proses perencanaan dan
design) dan proses organis (berkembang dengan sendirinya). Oleh karena itu, mofologi kota
terbentuk melalui proses yang panjang. Dengan mempelajari morfologi suatu kawasan kota,
diharapkan kegagalan yang pernah terjadi pada kawasan kota sebelumnya dapat dihindari
saat perencanaan kawasan kota baru. Berdasarkan fenomena tentang perubahan fungsi
tersebut, maka penelitian ini memberikan gambaran mengenai identifikasi pola morfologi
kota terhadap Kota Malang melalui pola morfologi kota.

2. Tinjauan Pustaka
Morfologi merupakan formasi sebuah objek bentuk kota dalam skala yang lebih luas.
Dari pengertian morfologi kota menurut Zahnd (1999) dan Smailes (1955), maka morfologi
kota secara sederhana dapat diartikan sebagai bentuk-bentuk fisik kota yang dapat dilihat
secara struktural, fungsional, dan visual. Morfologi kota satu dengan kota lain dapat berbeda-
beda sehingga morfologi kota ini menjadi pembentuk karakteristik atau ciri khas suatu kota.

Kajian Bentuk-Bentuk Kota


Analisa bentuk kota meliputi:

a. Bentuk-bentuk kompak Terdiri atas bentuk bujur sangkar (the square cities), bentuk
empat persegi panjang (the rectangular cities), bentuk kipas (fan shaped cities),
bentuk bulat (rounded cities), bentuk pita (ribbon shaped cities), bentuk gurita atau
bintang (octopus/star shaped cities), bentuk tidak berpola (unpatterned cities).
b. Bentuk-bentuk tidak kompak Terdiri atas bentuk terpecah (fragmented cities), bentuk
berantai (chained cities), bentuk terbelah (split cities), bentuk stellar (stellar cities).

Kajian morfologi kota secara struktural, fungsional dan visual serta perancangan kota
dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Kajian Morfologi Kota secara Struktural


Analisa struktural menyatakan adanya pemisahan tingkatan-tingkatan yang dikaitkan
dengan tastes, preferences dan life styles. Seperti yang diungkapkan oleh Alonso yang
menggunakan pembagian zona konsentris dari Burgess untuk menjelaskan spatial
distribution-residential mobility (dalam Yunus, 2000).
b. Kajian Morfologi Kota secara Fungsional
Pada tahun 1748 Giambattista Nolli (Zahnd, 1999), seorang arsitek Italia, menemukan
suatu cara analisa suatu tekstur perkotaan dari segi fungsi massa dan ruang serta
bagaimana hubungannya secara fungsional. Adapun cara yang harus dilakukan yaitu
dengan menunjukkan secara analitis semua massa dan ruang perkotaan yang bersifat
publik (dan semipublik) ke dalam suatu gambaran figure/graund secara khusus. Cara
analisa tersebut diberi nama Nolliplan yaitu semua massa yang bersifat publik atau
semipublik tidak lagi diekspresikan sebagai massa (dengan warna hitam), melainkan
digolongkan bersama tekstur ruang (warna putih).
c. Kajian Morfologi Kota secara Visual
Kajian morfologi kota secara visual dapat dilihat pada analisa linkage (penghubung)
yang membahas hubungan sebuah tempat dengan yang lain dari berbagai aspek
sebagai suatu generator (pengerak) perkotaan.

Analisa Perancangan Kota


Seperti yang dikemukkan dalam buku Perancangan Kota Secara Terpadu yang ditulis
oleh Markus Zahnd bahwa, di dalam perancangan kota dikenal tiga kelompok analisa
perancangan kota (figure/ground, lingkage, place) yaitu sebagai berikut:
a. Analisa Figure/ Ground
Analisa ini meliputi pola sebuah tempat terkait fungsi dan sistem pengaturan, dua
pandangan pokok terhadap pola kota yang meliputi organisasi lingkungan, figure
yang figuratif dan ground yang figuratif serta sistem poche, tekstur figure/ ground.
b. Analisa Linkage (Penghubung)
Ada tiga macam cara penghubung, yaitu linkage visual, linkage struktural, serta
linkage bentuk kolektif. Semua bentuk tersebut merupakan dinamika perkotaan yang
dianggap sebagai generator kota.
c. Analisa Place
Pada analisa ini akan dibahas mengenai makna sebuah kawasan sebagai sebuah
tempat perkotaan. Analisa Place pada penelitian ini adalah analisa konteks kota dan
citra kota yang terdiri dari path (jalur), edge (tepian), district (kawasan), node
(simpul), landmark (tengeran). (Lynch, 1969).

3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif untuk menganalisis
karakteristik kegiatan dalam ruang dan bentuk fisik lingkungan yang mempengaruhi
terbentuknya morfologi kota. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan usulan suatu
pola morfologi kota yang lebih baik. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan beberapa
analisa, diantaranya analisa figure ground, linkage dan place. Dari ketiga analisa tersebut
maka dapat diketahui pola morfologi kota Malang, yang dilihat dari elemen pembentuk
morfologi kota itu sendiri.

4. Hasil dan Pembahasan


Analisa Bentuk Kota Malang
Setelah tahun 1980-an terjadi perluasan pada kota-kota di Indonesia pada umumnya
dan kotakota di Jawa pada khususnya. Hal ini disebabkan karena membaiknya iklim ekonomi
yang berakibat banyaknya investasi asing yang menanamkan modalnya pada industri
menengah dan kecil di pinggiran kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, juga
Kota Malang. Kegiatan manufaktur bergeser ke pinggiran kota. Terjadi perubahan
penggunaan lahan secara besar-besaran karena munculnya lokasi industri di tepi kota dan
kemudian disusul dengan muculnya daerah perumahan baru. Hal tersebut merupakan
gambaran dari perkembangan kota-kota di Jawa yang berhubungan dengan pusat kota dan
pinggiran setelah tahun 1990an. Pada akhir abad ke-20, peran kendaraan bermotor serta
gagasan jalan lingkar (outer ring road dan inner ring road) menjadi alat yang sangat penting
untuk mendekatkan antara pusat dan pinggiran kota Jalan menjadi acuan untuk
mempermudah dalam analisa bentuk kota. Analisa bentuk Kota Malang dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.

Gambar 1. Perkembangan Luas Lahan di Kota Malang

Dari gambar di atas dapat dianalisa bahwa dilihat dari bentuk kota, Kota Malang
memiliki bentuk kota yang kompak-tidak berpola karena pola ruang terlihat padat dan
kompak, serta jalan tidak membentuk pola. Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk kota di
Kota Malang adalah faktor geografis, transportasi, sosial, ekonomi dan regulasi.

Analisa Morfologi Secara Struktural


a. Bangunan-bangunan, fungsi atau peruntukan bangunan di lokasi studi penelitian
terdiri dari perdagangan dan jasa, perkantoran, fasilitas umum, perumahan dan
industri.
b. Kapling atau kadaster, kebanyakan kapling yang berada pada lokasi penelitian,
khususnya yang berada pada pusat kota berupa kapling tunggal yang terletak sebagai
deretan atau sebagai koridor-koridor pada jalan-jalan besar dipusat kota. Blok kota
yang ada di lokasi penelitian meliputi blok untuk perumahan, blok perdagangan dan
jasa, serta blok fasilitas umum.
c. Pola Jaringan Jalan, jenis jaringan jalan yang ada pada lokasi penelitian dibagi atas
jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal/ jalan lingkungan, sedangkan pola jaringan
jalannya adalah pola linier arah Utara-Selatan serta pola grid pada beberapa
perumahan. Secara keseluruhan transportasi memusat pada kawasan CBD (pusat kota)
dan alun-alun kotak di Jalan Tugu yang merupakan kawasan dengan hirarki tinggi di
Kecamatan Klojen.

Analisa Morfologi Secara Fungsional


Pada lokasi penelitian terdapat suatu hubungan yang terjadi yaitu hubungan yang
dibentuk oleh deretan bangunan yang membentuk ruang terbuka. Kawasan Tugu merupakan
kawasan perkantoran yang memiliki hubungan fungsional secara fisik dan non fisik. Pada
kawasan ini terdapat deretan bangunan yang memiliki satu pusat bangunan sebagai tenggeran
yaitu Tugu, sedangkan secara non fisik adanya taman-taman yang dapat memberikan nuansa
indah dan segar sehingga mengundang pengunjung. Selain itu pada sisi yang lain terdapat
fasilitas pendidikan, perdagangan dan jasa. Seperti stasiun kereta api, bank, restauran,
percetakan dan deretan warung dan kios-kios kecil lainnya.

Analisa Morfologi Secara Visual


Karaktristik secara visual dapat dilihat secara langsung pada sebuah tempat yang
salah satunya dibentuk sebagai sebuah ruang, jika memiliki ciri khas dan suasana yang
menggambarkan adanya suatu kawasan.

Analisa Perancangan Kota

a. Analisa Figure/ Ground, pada lokasi penelitian yaitu Kawasan Ijen dan Kawasan
Tugu adalah kawasan yang paling banyak memiliki tekstur keteraturan massa
bangunan.
b. Analisa Linkage, pada lokasi penelitian yaitu terjadi hubungan antar kawasan ruang
kota secara hirarki untuk membentuk struktur kota. Terjadi hubungan antar elemen
kota yang berwujud jalan, ruang pejalan kaki, ruang terbuka linier atau elemen
penghubung fisik lainnya
c. Analisa Place (Konteks Kota dan Citra Kota), berdasarkan analisa konteks kota yaitu
di lokasi penelitian terdapat place dinamis di Kawasan Ijen dan terdapat place statis di
Kawasan Tugu. Sedangkan berdasarkan analisa citra kota yaitu lima elemen citra kota
(path, edge, district, node, landmark) menjadikan Kota Malang memiliki identitasnya
dan karakteristik yang dan kekhasan tersendiri.

5. Kesimpulan
Kawasan Alun-Alun Tugu di Kota Malang memainkan peran penting dalam
memberikan identitas dan karakter kepada kota. Ini berfungsi sebagai hub pusat dengan
koneksi fungsional dan fisik ke area lain, seperti area perkantoran dan ruang hijau terbuka
yang dibentuk oleh bangunan di sekitarnya. Analisis morfologi kota berdasarkan kriteria
figur-ground, linkage, dan place mengungkapkan hubungan antara elemen perkotaan yang
berbeda dan organisasi spasial kota secara keseluruhan. Studi ini menekankan pentingnya
memahami aspek sejarah dan budaya dalam membentuk pola morfologi kota. Perkembangan
dan bentuk kota saling terkait erat, dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya, dan ekonomi.
Secara keseluruhan pusat kota jika dilihat dari morfologi secara struktur
pemerintahannya maka kawasan alun-alun Tugu merupakan pusat pemerintahan kota Malang
yang ditunjang dengan adanya fasilitas pendidikan, militer dan tentunya fasilitas perkantoran.
Jika dilihat dari segi fungsionalnya maka masing-masing kawasan memiliki bentuk ciri dan
karakteristik.

6. Daftar Pustaka
Birkhamshaw, Alex J and J.W.R. Whitehand. (2012) Conzenian Urban Morphology and
the Character Area of Planners And Residents. Urban Design International (17), 4–17.
Danisworo, Muhammad. (1989) Urban Landscape Sebagai Komponen Penentu Kualitas
Lingkungan Kota. Makalah Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik UK. Petra.Surabaya.
Handinoto, (1996) Perkembangan Kota Surabaya 1870-1940. Yogyakarta: Andi.
Lynch, Kevin. (1969) The Image of The City. Cambridge, Massachusetts: MIT Press.
Markus, Zahnd. (1999) Perancangan Kota Secara Terpadu. Yogyakarta: Kanisius.
Mumford, Lewis. (1967). The Myth of The Machine (Vol. I): Technics and Human
Development: New York City: Brace and Jovanovich
Nielsen, G., J. Nelson, C. Mulley, G. Tegner, G. Lind and T. Lange. (2005). Public
Transport - Planning the Networks - HiTrans Best Practice Guide 2. Stavanger, Norway:
European Union Interreg III and HiTrans.
Philip James and Daniel Bound. (2009) Urban Morphology Types and Open Space
Distribution in Urban Core Areas. Urban Ecosystem 12:417:424 doi 10.1007/s11252-
009-0083-1
Smailes, R.J. (1995) Some Reflection on the Geographical Description and Analysis of
Townscape. In the Institute of British Geographer Transaction and Paper.
Wikantiyoso, Respati. (1995) Telaah Morfologi Kota Malang. Science (jurnal ilmu
pengetahuan dan teknologi Unmer). Malang: Universitas Merdeka.
Yunus, Hadi Sabari. (2000) Struktur Tata Ruang Kota, Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Pelajar
Jurnal 2 : OLD AND NEW CITY: morphological analysis of Antakya

1. Latar Belakang
Antakya merupakan salah satu permukiman tertua di Anatolia. Kota ini sangat penting
selama Kekhaisaran Romawi karena letaknya berada di jalur perdagangan. Pada abad ke-7,
kota ini ditaklukkan oleh bangsa Arab dan mulai muncul nilai-nilai Islam di kota ini. Seiring
berjalannya waktu, Antakya kehilangan kemewahannya yang berasal dari Romawi karena
Islam yang mulai menguasai kota ini. Kekuasaan Islam juga membuat Kota Antakya
kehilangan peran penting dalam perdagangan, namun Antakya tidak kehilangan peran
penting dalam agama. Saat ini Antakya adalah contoh yang sangat unik dengan faktor sosial
budaya dan ekonominya yang beragam. Antakya memiliki keragaman sosial, budaya dan
fisik yang berbeda di dalam wilayahnya. Ada kombinasi agama seperti Kristen, Muslim dan
Yahudi. Kelompok budaya Turki, Arab dan Armenia membentuk budaya campuran di
Antakya. Kelompok etnis sosial dan budaya telah membentuk pola fisik yang sangat berbeda
dan kaya di pemukiman tersebut (Topçu & Kubat, 2007). Pola Antakya masih memiliki ciri
khas struktur Helenistik dan Romawi awal, terutama dalam pembentukan kisi-kisi geometris.
Konfigurasi jalan-jalannya memperkuat karakteristik Islam; cul de-sacs berarti privasi dan
struktur jalan yang sempit (Topçu, 2003, Hakim, 1986).
Kota Antakya telah mengalami berbagai transformasi fisik dan fungsional. Struktur
morfologi Antakya dibangun dengan pendekatan perencanaan dasar selama 2300 tahun.
Namun, dalam kurun waktu kurang lebih 100 tahun muncul kota baru yang memiliki
perbedaan dengan kota lama Antakya. Perbedaan ini meliputi ruang terbuka publik dan
privat, jaringan kota dan blok-blok kota. Oleh karena itu, penelitian ini dibuat untuk
menyelidiki transformasi morfologi Kota Antakya termasuk perbandingan pusat-puat kota
tradisional (kota yang muncul dalam kurun waktu 2300 tahun) dan modern (kota yang
muncul dalam kurun waktu kurang lebih 100 tahun).

2. Tinjauan Pustaka
Morfologi kota merupakan pemahaman tentang bentuk, proses pembentukan dan
transformasi, struktur spasial dan karakter permukiman manusia melalui analisis proses
perkembangan historis dan bagian-bagian penyusun yang membentuk permukiman tersebut.
Pada intinya, morfologi kota digunakan sebagai alat atau metode penilaian yang penting
dalam menentukan proses perubahan- transformasi urban fabric, memahami akar historis dari
struktur spasial dan fungsional dan membawanya ke masa kini.
Dalam pendekatan Conzen, morfologi perkotaan adalah studi tentang bentuk dan
wujud permukiman. Pekerjaan awal di bidang ini difokuskan pada analisis evolusi dan
perubahan ruang kota tradisional (Carmona, 2001). Conzen menganggap penggunaan lahan,
struktur bangunan, pola kavling dan pola jalan sebagai hal yang paling penting (Conzen,
1960).
Bangunan, terutama penggunaan lahan yang ditampungnya, biasanya merupakan elemen
yang paling tidak tahan banting. Meskipun lebih tahan lama, pola kavling berubah seiring
berjalannya waktu karena masing- masing kavling dibagi atau digabungkan. Rencana jalan
cenderung menjadi elemen yang paling tahan lama (Carmona, 2001).
Topik utama dari studi yang dilakukan oleh Krier adalah pemeriksaan sejarah
perkotaan dan potongan- potongan sejarah perkotaan melalui analisis morfologi dan tipologi,
(Krier, 1979) studi tentang alasan sosiologis, budaya dan psikologis untuk pembentukan
bentuk dan tatanan perkotaan (Rossi, 1966).
Morfologi perkotaan telah menjadi metode penelitian yang umum dilakukan untuk analisis
fisik kota melalui konten numerik (Space Syntax). Sintaksis ruang merupakan teknik yang
dapat digunakan untuk analisis morfologi bangunan, rencana arsitektur, daerah perkotaan,
dan rencana kota. Sintaksis ruang juga mampu memahami bagaimana budaya masyarakat
dapat membentuk arsitekur dan desain perkotaan.

3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal ini adalah analisis komparatif dari sampel
terpilih dari kota Antakya yang lama dan yang baru. Adapun area yang dipilih menjadi
sampel dalam penelitian ini adalah area sampel dari distrik terencana yang baru berkembang
(Kota Baru) dan distrik bersejarah yang memiliki tatanan kota organik (Kota Lama). Adapun
area yang menjadi sampel pada masing-masing kota yaitu area komersial dan area
perumahan.
Gambar 1 Peta Permukiman Antakya dan Wilayah Sampel Terpilih

Analisis yang dilakukan mencakup evaluasi kepadatan bangunan, integrasi, dan


kejelasan morfologi perkotaan. Data untuk analisis diperoleh melalui analisis spasial dan
perhitungan berdasarkan sampel yang dipilih. Selanjutnya dilakukan analisis kedua
menggunakan metode sintaksis ruang. Tujuan dari teknik ini adalah untuk menggambarkan
berbagai aspek hubungan antara struktur morfologi lingkungan buatan manusia dengan
struktur dan peristiwa sosial.

4. Hasil dan Pembahasan


a. Analisis Morfologi
1) Kepadatan Bangunan

Tabel 1. Nilai Luas Lnatai dan Total Penggunaan Area Terbangun

 Tidak ada perbedaan yang signifikan terkait penggunaan luas lantai di


Kota Lama. Untuk Kota Baru, area komersial lebih banyak luas lantai
dibandingkan area perumahannya.
 Total penggunaan lahan terbangun untuk area komersial baik di Kota
Lama maupun Kota Baru lebih besar dibandingkan area perumahan.
2) Kepadatan Jalan dan Ruang Terbuka
Tabel 2. Nilai Penggunaan Jalan dan Ruang Terbuka

 Penggunaan jalan di area komersial untuk Kota Lama lebih banyak


dibandingkan di area perumahan, sedangkan untuk Kota Baru
penggunaan jalan lebih banyak di area perumahan.
 Penggunaan ruang terbuka di area perumahan Kota Lama dan Kota
Baru lebih banyak dibandingkan area komersialnya.
3) Indeks Kelayakhunian

Tabel 3. Indeks Ruang Layak Huni

Area komersial di Kota baru dan area perumahan di Kota Lama memiliki nilai
indeks ruang layak huni yang berdekatan, sedangkan area perumahan di Kota Baru
dan area komersial di Kota Lama juga memiliki nilai indeks ruang layak huni yang
hampir bedekatan pula.

b. Analisis Sintaksis
Peta aksial Kota Antakya dibuat dan analisis Space Syntax dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak Deptmap.

Tabel 4. Nilai Intelligibility

 Area komersial Kota Baru memiliki rata-rata energi tertinggi. Area


perumahan di Kota Baru dan dan area komersial di Kota Lama memiliki
nilai yang hampir sama, sedangkan area perumahan di Kota Lama
memiliki nilai integrasi paling kecil.
 Nilai kejelasan untuk area komersial di Kota baru dan area perumahan di
Kota Lama memiliki nilai yang berdekatan, sedangkan area perumahan di
Kota Baru dan area komersial di Kota Lama juga memiliki nilai kejelasan
yang hampir bedekatan pula.

5. Kesimpulan
a. Terdapat hubungan yang sangat kuat antara nilai indeks area layak huni dan nilai
kejelasan untuk area sampel yang dipilih. Dua sampel pada masing-masing kota
memiliki nilai yang hampir berdekatan, yakni area komersial di Kota Baru dengan
area perumahan di Kota Lama dan area perumahan di Kota Baru dengan area
komersial di Kota Lama.
b. Analisis data struktural dan numerik mengenai penggunaan, pembentukan, dan proses
desain ruang akan memberikan kontribusi yang sangat penting untuk memahami
tahap perkembangan kota yang terjadi hingga saat ini serta analisis ini juga
diharapkan dapatmemberikan kontribusi bagi para perancang kota, studi morfologi
kota dan perencanaan.

6. Daftar Pustaka
Bölen, F., Türkoğlu, H., YirmibeĢoğlu, F., 2005, Ġstanbul'da arazi değerleri ve yapılaĢma
yoğunluğu iliĢkisi, Dünya ġehircilik Günü 29. Kolokyumu, Planlamada Yeni Politika ve
Stratejiler “Riskler Fırsatlar”, 203‐216, Ġstanbul.
Carmona, M., 2001, Sustainable urban design: A possible agenda, Planning for a
Sustainable Future, eds. S. Batty, A. Layard, S. Davoudi, S. Batty, Spon Press, New York;
165‐92.
Conzen, M. R. G. 1960. “Alnwick Northumberland: A Study in Town Plan Analysis”,
IBG Monogrph No:27, London.
Demir, A., 1996, Through the Ages Antakya, Ġstanbul Akbank Culture and Art
Publication, Ġstanbul.
Hakim, B. S., 1986, Arabic‐Islamic Cities: Building and Planning Principles, Kegan Paul
International, Andover, Hants.
Krier, R. 1979, “Urban Space”, Academy Editions, London, s.172.
Hakim, B. S., 1986, Arabic‐Islamic Cities: Building and Planning Principles, Kegan Paul
International, Andover, Hants.
Hanson J., 1989, “Order And Structure In Urban Design: The Plans For The Rebuilding
Of London After The Great Fire Of 1666”, Ecistics. Vol, 56(334/335), pp, 22‐42.
Hillier, B., Hanson, J., Peponis, J., Hudson, J., Burdett, R., 1983, “Space syntax: A
Different Urban Perspective”, The Architects’ Journal, vol, 178(48), pp, 47‐67.
Hillier, B., Hanson. J., 1984, The Social Logic of Space, Cambridge University Press,
Cambridge.
Hillier, B., 1989, “The Architecture of the Urban Object”, Ecistics vol. 56, pp. 334‐35 5‐
21.
Hillier, B., Penn, A., Dalton, N., 1992, “Milton Keynes; Look Back To London”, The
Architects' Journal, vol, 195(15), pp. 42 ‐46.
Hillier, B., Hanson, J., Penn, A., Grajewski, T., Ku, J., 1993, “Natural Movement: Or
Configuration and Attraction in Urban Pedestrian Movement”, Environment and Planning B:
Planning and Design vol, 20, pp. 29 – 66. Kubat A. S., 2010, “The study of urban form in
Turkey”, Urban Morpholgy V(14)1, pp.31‐38
Kubat A.S., Topçu M., 2009 Antakya ve Konya Tarihi Kent Dokularının Morfolojik
Açıdan KarĢılaĢtırılması, Uluslararası Ġnsan Bilimleri Dergisi, c:6‐2, ISSN 1303‐5134.
Topçu, M., Kubat, A. S., 2007 Morphological Comparison Of Two Historical Anatolian
Towns, The 6nd International Space Syntax Symposium, AyĢe Sema KUBAT, Özhan
ERTEKĠN, Yasemin Ġnce GÜNEY, Engin EYÜBOĞLU, 028 sp, Cenkler pub., Ġstanbul,
TURKEY, ISBN 978‐975‐561‐304‐ 8(V1),
Whitehand J. W. R. 1986. "Taking stock of urban geography ", Area, v. 18

Anda mungkin juga menyukai