Anda di halaman 1dari 10

Identifikasi Pola Morfologi Pemukiman (Studi Kasus:

Gampong Lamgugob, Kecamatan Syiah Kuala)


Ica Salsanabila
Jurusan Arsitektur dan Perancangan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala,
23111, Indonesia

Abstrak
Bentuk kota tidak terjadi secara alami. Kota terbentuk karena adanya
perkembangan sosial, ekonomi, politik, perkembangan teknologi dan
lainnya. Kota bersifat artefak, yakni hasil buatan manusia. Morfologi kota
adalah studi tentang bentuk, struktur, dan perubahan kota yang
dipengaruhi oleh penggunaan lahan, pola jaringan jalan, dan pola
bangunan. Penelitian ini berfokus pada Gampong Lamgugob di Kota
Banda Aceh dan mengidentifikasi karakteristik morfologi kota di wilayah
tersebut. Gampong Lamgugob dipilih karena letaknya yang dekat dengan
kawasan kampus Universitas Syiah Kuala. Penelitian ini menggunakan
metode diskriptif. Metode diskriptif berusaha menggambarkan dan
menginterpretasikan objek sesuai dengan keadaan yang ada. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Gampong Lamgugob didominasi oleh
penggunaan lahan permukiman, dengan pola penggunaan lahan
perdagangan dan jasa mengikuti pola jaringan jalan. Pola bangunan di
Gampong Lamgugob adalah heterogen, dengan sebagian besar bangunan
memiliki bentuk persegi atau persegi panjang. Dimensi jaringan jalan di
kawasan ini juga berbeda karena perbedaan fungsi dan peranan jalan
yang berbeda pula.

Kata kunci: Gampong Lamgugob, Morfologi, Permukiman, Universitas Syiah


Kuala.

email: icasalsanabila@gmail.com

Citation in APA style: Salsanabila, I. (2023). Identifikasi Pola Morfologi Permukiman (Studi Kasus
Gampong Lamgugob, Kecamatan Syiah Kuala).
Identifikasi Pola Morfologi Pemukiman (Studi Kasus:
Gampong Lamgugob, Kecamatan Syiah Kuala)
Ica Salsanabila
Jurusan Arsitektur dan Perancangan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala,
23111, Indonesia

Abstract
City forms do not occur naturally. Cities are formed due to social,
economic, political, technological and other developments. Cities are
artifacts, which are man-made. Urban morphology is the study of the
shape, structure and change of cities influenced by land use, road
network patterns and building patterns. This research focuses on
Gampong Lamgugob in Banda Aceh City and identifies the
characteristics of urban morphology in the area. Gampong Lamgugob
was chosen because of its proximity to the campus area of Syiah Kuala
University. This research uses a descriptive method. The descriptive
method tries to describe and interpret the object according to the existing
circumstances. The results showed that Gampong Lamgugob is
dominated by residential land use, with the pattern of trade and service
land use following the road network pattern. The building pattern in
Gampong Lamgugob is heterogeneous, with most buildings having a
square or rectangular shape. The dimensions of the road network in this
area are also different due to the different functions and roles of the
roads.
Keywords: Gampong Lamgugob, Morphology, Settlement, Syiah Kuala
University.

1. Pendahuluan
Bentuk kota tidak terjadi secara alami. Kota terbentuk karena adanya
perkembangan sosial, ekonomi, politik, perkembangan teknologi dan lainnya. Kota
bersifat artefak, yakni hasil buatan manusia. Manusia dengan cipta, rasa dan karsa
serta karyanya dapat membentuk karakteristik kota sehingga terdapat hubungan yang
erat antara fisik kota dengan kebudayaan masyarakat yang ada didalamnya. Kota
selalu mengalami perubahan baik dari aspek fisik maupun aspek non fisiknya.
Mempelajari morfologi perkotaan penting dilakukan karena dalam mempelajarinya
dapat diketahui perubahan-perubahan yang terjadi pada kota tersebut. Struktur
perkotaan terbagi menjadi beberapa tingkatan yang berbeda, yakni jalan/blok, plot-
plot, dan bangunan. Struktur perkotaan ini akan terus mengalami perubahan hingga
saat yang tidak bisa ditentukan sehingga dapat dikatakan bahwa morfologi perkotaan
setara dengan sejarah dari kota itu sendiri. Dalam perkembangannya, kota akan
membentuk pola morfologi sebagai penerapan dari bentuk perubahan sosial dan
budaya masyarakat yang membentuknya.
Perkembangan suatu kota dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah
pertambahan penduduk, perubahan sosial ekonomi dan budaya, dan interaksi dengan
daerah di sekitar. Pertambahan penduduk perkotaan mendorong terjadinya
peningkatan kebutuhan sosial dan ekonomi. Hal tersebut juga mengakibatkan
meningkatnya kebutuhan akan lahan. Lahan yang tersedia dimanfaatkan masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan mereka, oleh karena itu terjadi alih fungsi lahan.
Perubahan fungsi lahan banyak terjadi di wilayah yang terdapat aktivitas masyarakat,
salah satunya di kawasan sekitar Universitas Syiah Kuala.
Universitas Syiah Kuala merupakan perguruan tinggi negeri tertua di Aceh.
Berdiri pada 2 September 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Tinggi
dan Ilmu Pengetahuan Nomor 11 tahun 1961, tanggal 21 Juli 1961. Pada masa
pendiriannya Universitas Syiah Kuala hanya terdiri dari satu fakultas, yakni fakultas
ekonomi, namun saat ini Universitas Syiah Kuala memiliki 13 fakultas dengan total
mahasiswa yaitu 33.094 orang.
Hadirnya Universitas Syiah Kuala sebagai pusat pelayanan kota dalam bidang
pendidikan menyebabkan tumbuhnya berbagai kegiatan dalam bidang lainnya,
misalnya kegiatan perdagangan, kegiatan jasa pendukung aktivitas pendidikan dan
pemukiman. Bidang-bidang ini tumbuh secara alami karena banyaknya permintaan
akan bidang-bidang tersebut. Pertumbuhan bidang-bidang ini berdampak pada pola
perkembangan wilayah dan penggunaan/ penutupan lahan.
Keberadaan kampus Universitas Syiah Kuala menjadi daya tarik bagi masyarakat
yang berada di luar wilayah kampus USK untuk datang dan menetap di sekitar
wilayah kampus USK. Hal ini menyebabkan bertambahnya kebutuhan akan lahan
dan terjadinya kepadatan penduduk di sekitar wilayah kampus Universitas Syiah
Kuala. Ramainya mahasiswa dari luar kota ataupun dari luar provinsi yang datang
untuk belajar di kampus USK juga meningkatkan kebutuhan akan sarana aktivitas
pendidikan. Hal ini memicu terjadinya alih fungsi lahan. Lahan yang dulunya
merupakan lahan kosong mulai dibangun untuk kelengkapan sarana pendidikan dan
fasilitas aktivitas mahasiswa dalam bidang pelayanan, perdagangan dan jasa.
Meningkatnya kegiatan yang ada di sekitar kampus Universitas Syiah Kuala
mempengaruhi perubahan fisik wilayah yang ada di sekitarnya, termasuk Gampong
Lamgugob.
Gampong Lamgugob terletak tidak jauh dari Universitas Syiah Kuala, jaraknya
sekitar 2,4 km. Gampong Lamgugob dulunya merupakan wilayah pertanian,
perkebunan, perikanan dan juga perdagangan. Masyarakat pada masa itu bermata
pencaharian sebagai petani sawah, petani tambah, petani kebun, dan sebagiannya
adalah pedagang. Namun, saat ini masyarakat Lamgugob banyak berprofesi sebagai
guru, dosen, pedagang, dan lainnya. Beberapa wilayah perkebunan juga beralih
fungsi menjadi lahan terbangun. Hal ini disebabkan karena tingginya permintaan
akan pemukiman karena letak wilayahnya yang berdekatan dengan kawasan
Universitas Syiah Kuala. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana pola morfologi pemukiman yang ada di Gampong Lamgugob.

2. Tinjauan Pustaka
2. 1 Morfologi
Morfologi berasal dari kata morf yang berarti bentuk, sehingga morfologi dapat
diartikan sebagai bentuk kenampakan fisik kawasan. Dalam beberapa literatur,
pengertian morfologi diartikan sebagai sebuah ilmu yang mempelajari bentuk,
struktur, atau proses terjadinya bentuk dari bagian, unsur-unsur, atau elemen-elemen.
Morfologi memiliki tiga komponen dalam mencermati kondisi fisik kawasan.
Komponen tersebut ditinjau dari penggunaan lahan kawasan yang mencerminkan
aktivitas kawasan, pola sirkulasi atau pola jaringan jalan yang menghubungkan antar
kawasan, dan pola bangunan beserta fungsinya (Soetomo, 2009). Komponen
morfologi secara struktural dibedakan menjadi jaringan jalan, kapling, dan bangunan.
Ketiganya memiliki hubungan atau keterkaitan satu dengan yang lain (Tallo, Pratiwi,
& Astutik, 2014). Bentuk morfologi dibedakan menjadi bentuk kompak dan bentuk
tidak kompak. Bentuk kompak meliputi bentuk bujur sangkar, empat persegi
panjang, bulat, kipas, pita, dan gurita. Bentuk tidak kompak meliputi bentuk
terpecah, berantai, terbelah, dan stellar (Yunus, 2005).
Penggunaan lahan merupakan salah satu komponen dalam morfologi.
Karakteristik kenampakan penggunaan lahan pada wilayah pinggiran berupa lahan
terbangun dengan fungsi permukiman, jasa, dan industri (Yunus, 2008). Penggunaan
lahan dalam morfologi ditinjau dari komposisi penggunaan lahan campuran atau
tidak (Burton, 2002).

2. 2 Permukiman
Permukiman merupakan bentuk tatanan kehidupan yang di dalamnya
mengandung unsur fisik dalam arti permukiman merupakan wadah aktifitas tempat
bertemunya komunitas untuk berinteraksi sosial dengan masyarakat (Kuswartojo,
1997 : 21). Permukiman Menurut Guritno Mangkusoebroto (1993 : 5) perumahan
dan permukiman adalah tempat atau daerah dimana penduduk bertempat tinggal atau
hidup bersama dimana mereka membangun sekelompok rumah atau tempat
kediaman yang layak huni dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan.

2. 3 Pola Permukiman
Sebuah pola permukiman terbentuk dari aktivitas yang dilakukan manusia
pada satu tempat, yaitu: bertempat tinggal menetap, berkembang dan melakukan
kegiatan sehari-hari. Manusia bertempat tinggal menetap pada sebuah bangunan.
Bangunan merupakan salah satu komponen morfologi, ada 3 pola bangunan yaitu
pola homogen, heterogen, dan menyebar (Zahnd, 2008). Pola bangunan tidak
terlepas dari kepadatan bangunan. Kepadatan bangunan dibedakan menjadi tiga
menurut (Tyas, Danial, & Izjrail, 2013) kepadatan tinggi (BCR > 70%), kepadatan
sedang (50% <BCR< 70%), dan kepadatan rendah (BCR < 50%). Untuk
menghubungkan bangunan satu dan lainnya dibutuhkan jalan. Jalan-jalan yang ada
membentuk sebuah pola yang disebut dengan pola jaringan jalan. Pola jaringan jalan
merupakan kumpulan jaringan jalan yang berhubungan dan membentuk suatu model.
Ada 6 pola jaringan jalan yaitu pola grid, pola radial, pola cincin radial, pola spinal,
pola heksagonal, dan pola delta (Morlok, 1991). Perpaduan ketiga karakteristik
komponen dapat membentuk bentuk morfologi kawasan. Bentuk morfologi kawasan
tidak dapat hanya ditentukan dari satu komponen, melainkan ketiganya. Karakteristik
komponen tiap bentuk morfologi dapat dilihat pada tabel 1.

Bangunan
Penggunaan Pola Jaringan
Bentuk Morfologi (Kepadatan &
Lahan Jalan
Pola)
Konsentris Campuran (tengah) Radial, konsentris, Kepadatan tinggi di
spinal, radial cincin pusat, homogen
Memanjang Campuran Grid, spinal Kepadatan tinggi di
(sepanjang jalan) sepanjang jalan,
heterogen
Gurita Campuran Radial konsentris, Kepadatan tinggi di
(sepanjang jalan radial cincin, spinal pusat dan
atau tengah) sepanjnag jalan,
heterogen
Tidak berpola Campuran tersebar Tidak berpola Kepadatan sedang,
heterogen
Linier bermanik Campuran Grid, spinal Kepdatan sedang
(sepanjang jalan) berselang,
heterogen
Satelit Campuran Radial konsentris, Kepadatan tinggi
(sepanjang jalan radial cincini, pada pusat
dan tengah) spinal kawasan, heterogen
Terbelah Campuran Tidak berpola Kepadatan sedang
Tabel 1. Komponen Tiap Bentuk Morfologi
Sumber : Tyas, dkk. (2013), Zahnd (2008), Yunus (2005), Burton (2002), Morlok (1991)

3. Metodologi Penelitian
3. 1 Lokasi Penelitian

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian


(Sumber : UPTB GIS Kota Banda Aceh)

Lokasi penelitian terletak di Gampong Lamgugob, Kecamatan Syiah Kuala,


Kota Banda Aceh, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Luas keseluruhan Gampong
Lamgugob adalah 101,5 Ha dengan jumlah penduduk 4.192 jiwa dengan kepadatan
penduduk mencapai 41 jiwa/Ha (BPS Kota Banda Aceh, 2021).
Adapun batas-batas wilayah Gampong Lamgugob yaitu :
 Sebelah urtara berbatasan dengan Gampong Jeulingke
 Sebelah selatan berbatasan dengan Gampong Pineung dan Gampong Ie Masen
Kayee Adang
 Sebelah barat berbatasan dengan Gampong Pineng dan Gampong Peurada
 Sebelah timur berbatasan dengan Gampong Meunasah Papeun, Aceh Besar.

3. 2 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif berusaha
menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai dengan keadaan yang ada
(Sugiyono, 2010). Batasan substansi yang dibahas dalam penelitian ini adalah
komponen pembentuk morfologi. Komponen morfologi berupa penggunaan lahan,
pola jaringan jalan, dan bangunan (pola) dijadikan sebagai variabel dalam penelitian.
Data dari penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer
berupa data survei dan observasi lapangan terkait penggunaan lahan, dimensi jalan,
dan pola bangunan. Dalam survei data primer menggunakan peta citra satelit
kawasan Gampong Lamgugob. Data sekunder didapat dari instansi terkait. Data yang
dibutuhkan antara lain peta citra satelit, peta penggunaan lahan dan peta pola
jaringan jalan.

3. 3 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah identifikasi
komponen morfologi. Penggambaran karakteristik komponen morfologi.
Karakteristik terkait penggunaan lahan, pola jaringan jalan, dan bangunan (kepadatan
dan pola). Identifikasi kondisi eksisting merupakan interpretasi peta.
Penggambarannya dituangkan dalam tabel dan diskriptif untuk menggambarkan
komponen morfologi.

4. Hasil dan Pembahasan


Terdapat 3 elemen dalam komponen morfologi, yaitu penggunaan lahan, pola
jaringan jalan, dan bangunan (pola dan kepadatan). Identifikasi bertujuan untuk
mengetahui karakteristik tiap komponen pembentuk morfologi yang ada pada
kawasan permukiman di Gampong Lamgugob.

4. 1 Penggunaan Lahan

Gambar 2. Peta Sebaran Penggunaan Lahan Gampong Lamgugob


Sumber : Minta et al, 2022

Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa kawasan Gampong Lamgugob


didominasi dengan penggunaan lahan permukiman. Dominasi ini disebabkan karena
banyaknya bangunan indekos di kawasan Gampong Lamgugob. Pada kawasan ini
juga masih banyak terdapat tanah kosong, beberapa diantaranya merupakan tanah
rawa. Letaknya yang berdekatan dengan kampus Universitas Syiah Kuala juga
menyebabkan banyaknya pemanfaatan lahan untuk perdagangan dan jasa. Hal ini
untuk mendukung pemenuhan kebutuhan bagi mahasiswa dan masyarakat Gampong
Lamgugob.
Pola penggunaan lahan perdagangan jasa mengikuti pola jaringan jalan yang
ada. Pola penggunaan lahan yang mengikuti jalan membentuk pola memita.
Penggunaan lahan yang mengikuti pola jaringan jalan menunjukkan adanya
pemusatan aktivitas pada kawasan tersebut. Hal tersebut menunjukan pusat kawasan
yang identik dengan penggunaan lahan perdagangan jasa pada kawasan permukiman
Gampong Lamgugob. kenampakan penggunaan laan perdagangan jasa menunjukkan
pemusatan aktivitas pada sepanjang jalan dengan fungsi kolektor primer. Pola
penggunaan lahan permukiman mengelilingi pola penggunaan lahan perdagangan
jasa yang mengikuti pola jaringan jalan.
Pola penggunaan lahan tidak terbangun didominasi di dusun Lamnyong dan
dusun Tunggai. Hal tersebut disebabkan karena banyaknya tanah rawa yang terdapat
pada kedua dusun. Perkembangan penggunaan lahan kawasan wilayah di Gampong
Lamgugob sebanding dengan kedekatan dengan kampus Universitas Syiah Kuala.
Kawasan dengan jarak yang lebih dekat dengan kampus penggunaan lahan
terbangunnya lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan yang jaraknya lebih jauh
dari kampus. Hal ini dapat dilihat dari citra kota Gampong Lamgugob.
Pada tahun 2002 masih terdapat banyak lahan tidak terbangun. Selanjutnya
pada tahun 2010 semakin banyak pengalihan fungsi lahan tidak terbangun menjadi
lahan terbangun. Pada tahun 2020 lahan tidak terbangun semakin berkurang, hal ini
berkaitan dengan jumlah mahasiswa yang berkuliah di USK tiap tahunnya.

a) Tahun 2002 b) Tahun 2010 c) Tahun 2023


Gambar 3. Peta Satelit Gampong Lamgugob
Sumber : Google Earth Timelapse

4. 2 Pola Jaringan Jalan


Pola jaringan jalan merupakan kenampakan struktur jalan yang membentuk
suatu tatanan tertentu. Pola jaringan jalan dibentuk dari kenampakan fisik atau
struktur jaringan jalan utama dan dimensi jalan (lebar jalan). Dimensi lebar jalan
pada kawasan permukiman Gampong Lamgugob beragam. Jalan arteri primer
selebar 19 m, jalan arteri sekunder selebar 19 m, jalan kolektor sekunder selebar 4 m
dan jalan lokal selebar 3,5 m. Dimensi jaringan jalan pada kawasan ini menunjukan
tingkat berjenjang sesuai dengan fungsi jalan. Fungsi jalan dengan peranan lebih
tinggi memiliki dimensi jalan yang lebih lebar dibanding dengan fungsi jalan dengan
peranan lebih rendah.

Gambar 4. Jaringan Jalan Gampong Lamgugob


Sumber : Bappeda Kota Banda Aceh

4. 3 Bangunan (Pola)
Kawasan permukiman Gampong Lamgugob mempunyai pola bangunan
heterogen. Pola bangunan dilihat dari masing-masing bentuk bangunan yang
memiliki bentuk persegi atau persegi panjang. Pola bangunan Pola bangunan
menuntut keseimbangan dan keteraturan. Kawasan ini jika ditinjau dari bentuk
bangunan maka dapat dikatakan seimbang dan teratur dengan bentuk utama persegi
atau persegi panjang. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pola bangunan pada
kawasan permukiman Gampong Lamgugob merupakan pola heterogen. Hal tersebut
dikarenakan pada kawasan ini memiliki dua pola yang beraturan yaitu persegi dan
persegi panjang.

5. Kesimpulan
Bentuk morfologi kawasan permukiman Gampong Lamgugob diidentifikasi
dari 3 komponen yaitu penggunaan lahan, pola jaringan jalan dan pola bangunan.
Penggunaan lahan yang paling banyak digunakan pada kawasan ini adalah sebagai
area permukiman. Hal ini berkaitan dengan letak dari Gampong Lamgugob yang
dekat dengan kampus Universitas Syiah Kuala sehingga banyak lahan yang dibangun
sebagai permukiman. Pola penggunaan lahan perdagangan dan jasa mengikuti pola
jaringan jalan. Adapun lahan perdagangan dan jasa terletak disepanjang jalan arteri
primer dan arteri sekunder serta pada jalan kolektor sekunder.
Pola jaringan jalan pada kawasan Gampong Lamgugob memiliki dimensi yang
berbeda. Dimensi jaringan jalan yang berbeda menunjukan tingkat berjenjang sesuai
dengan fungsi jalan. Fungsi jalan dengan peranan lebih tinggi memiliki dimensi jalan
yang lebih lebar dibanding dengan fungsi jalan dengan peranan lebih rendah.
Kawasan permukiman Gampong Lamgugob mempunyai pola bangunan
heterogen. Hal ini dikarenakan pada kawasan ini memiliki dua pola bangunan yang
beraturan yaitu persegi dan persegi panjang.
Daftar Pustaka

Burton, E. (2002). Measuring Urban Compactness in UK Towns and Cities.


Environment and Planning B: Planning and Design, 29(2), 219-250.
Minta, S., Rizkiya, P., & Fuady, Z. (2022). Dampak Kebutuhan Hunian Mahasiswa
pada Zona Permukiman (Studi Kasus: Gampong Lamgugob, Kecamatan
Syiah Kuala, Kota Banda Aceh). Jurnal Arsitektur dan Perencanaan. Vol 11
(1).
Morlok, E. K. (1991). Pengantar teknik dan perencanaan transportasi (Introduction to
transportation engineering and planning). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Putri, M. A; Rahayu, M. J; Putri, R. A. (2016). Bentuk Morfologi Kawasan
Permukiman Urban Fringe Selatan Kota Surakarta. Jurnal Pengembangan
Kota. Vol 4 (2): 120-128.
Simaela, D. H., Tilaar, S., & Warouw, F. (2019). Analisis Morfologi Permukiman di
Kawasan Pesisir Kecamatan Tumpaan. Jurnal Spasial. Vol 6 (3).
Soetomo, S. (2009). Urbanisasi dan Morfologi. Yogyakarta: Graha Ilmu
Tallo, A. J., Pratiwi, Y., & Astutik, I. (2014). Identifikasi Pola Morfologi Kota (Studi
Kasus : Sebagian Kecamatan Klojen, Di Kota Malang). Jurnal Perencanaan
Wilayah dan Kota. Vol 23 (3) : 213-227.
Tumbelaka, V., Kindangen, J. I., & Rengkung, J. (2019). Morfologi Kawasan
Permukiman Akibat Keberaadaan Kawasan Kampus Universitas Sam
Ratulangi di Kelurahan Bahu dan Kleak. Jurnal Spasial. Vol 6 (1).
Yunus, H. S. (2005). Manajemen kota: perspektif spasial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Zahnd, M. (2008). Model Baru Perancangan Kota yang Kontekstual. Yogyakarta:
Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai