Anda di halaman 1dari 8

objektifikasi dan komersialisasi tubuh

perempuan

Juana Ardila 26705 Alifah Mutia 26702


Jane Kasia 26899 Almara Jati 26586
Ilma Kinasih 26161 Revina Meika 26604
Estu Dian 26308 Dyah Ayu 26890
Nilam Ikasari 26095 Namira Putri 26708
Latar Belakang

a. Maraknya erotika tubuh perempuan dalam iklan dan media


b. Dunia Fotografi dikuasai kaum laki-laki
c. Fenomena fotografi model dengan bjek perempuan
Tujuan

Memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai kondisi


perempuan dalam kultur media saat ini melalui teori male
gaze Laura Mulvey (1975).
Metodologi

Wawancara fotografer asal Yogyakarta, Pendekatan fenomenologi


respatoris Makassar dan Kendari (konstruksi makna)
Kerangka Teori
Teori Psikoanalisis Teori Feminis
menyatakan bahwa setiap manusia bertujuan untuk memahami sifat dasar
berpikir dan aksi tersebut didorong oleh ketidakadilan gender (Brabeck dan Brown,
faktor emosional dan psikologi dari dalam 1997:15).
sering berada di luar kesadaran seseorang.
(Baran dan Dabis 2012:153)

“Male Gaze” Theory


Freudian – Lacanian
Laura Mulvey (1975) dalam Visual
voyeurism Pleasures and Cinema.
SCOPOPHILIA
fethism
Penemuan

Objektifikasi Seksualitas Perempuan


a. Fotografer melakukan schopophillia voyeurism, praktik kekuasaan yang
mana tubuh menjadi tontonan bagi kesenangan orang lain.
b. Menghadirkan efek bokeh, spectator difaslitasi untuk berkonsetrasi penuh
pada sosok model tanpa terganggu oleh background.
c. Maka dari itu, fungsi perempuan terbagi menjadi dua yaitu sebagai objek
erotis bagi fotografer itu sendiri dan sebagai objek erotis bagi spectator
yang melihat foto itu (Mulvey, dalam Durham & Kellner, 2006:347),
artinya perempuan mengalami objektifikasi ganda (Solomon-Godeau,
dalam Wells 2015:170).
Penemuan

Male Gaze : Komersialisasi Tubuh Perempuan


a. Kapitalisme dan komoditas mendorong teknologi media.
b. Lewat teknologi, laki-laki melakukan komersialisasi sekaligus menyalurkan
hasratnya akan seksualitas perempuan yang tidak dapat diekspresikan
dalam kehidupan sehari-hari karena dibatasi hukum dan norma di
masyarakat.
c. Perempuan sebagai objek foto dijadikan budaya dalam tahap awal
mempelajari fotografi
d. perempuan dalam konteks dunia fotografi Indonesia hanyalah sebuah
latar dekoratif.
Kesimpulan

Relasi kekuasaan berperan besar dalam kecendrungan


fenomena system gaze ini, dimana “perempuan sebagai
image, laki-laki sebagai pembawa tatapan” (Mulvey, dalam
Durham dan Kellner, 2006: 346). Hingga akhirnya sosok
perempuan sebagai silent image tetap terikat ditempatnya
sebagai pembawa makna, bukan pembuat makna (Mulvey,
dalam Douglas dan Kellner, 2006:343 ).

Anda mungkin juga menyukai