Anda di halaman 1dari 94

REPRESENTASI TOXIC MASCULINITY TERHADAP PRIA

(ANALISIS SEMIOTIKA ROLAND BARTHES DALAM FILM SEPERTI


DENDAM, RINDU HARUS DIBAYAR TUNTAS)

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

Nama: Kenanga Rara Ayunita Harianja

NIM: 1806015047

Peminatan: Jurnalistik

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA

JAKARTA, 2022
DAFTAR ISI

PERNYATAAN BUKAN PLAGIAT ii

LEMBAR PENGESAHAN ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 3

1.3. Batasan Masalah 4

1.4. Tujuan Penelitian 5

1.5. Signifikansi Penelitian 6

1.6. Kelemahan dan Keterbatasan Penelitian 6

1.7. Sistematika Penelitian 6

BAB II LANDASAN TEORI 8

2.1. Kajian Penelitian Terdahulu 8

2.2. Paradigma Konstrusivis 18

2.3. Hakikat Komunikasi 18

2.3.1. Definisi Komunikasi 8

2.3.2. Fungsi Komunikasi 9


2.3.3. Model Komunikasi Wilbur Scharm 12

2.3.4. Unsur - Unsur Komunikasi 13

2.4. Teori Komunikasi Massa 18

2.4.1 Pengertian Komunikasi Massa 18

2.4.2. Elemen Komunikasi Massa 20

2.4.3. Fungsi Komunikasi Massa 22

2.5. Teori Semiotika 27

2.6. Toxic Masculinity 27

2.7. Representasi 27

2.8. Film 27

BAB III Metodologi Penelitian 35

3.1. Pendekatan, Metode dan Jenis Penelitian 35

3.1.1. Pendekatan Penelitian (Kualitatif) 35

3.1.2. Metode Penelitian (Semiotika) 38

3.1.3. Jenis Penelitian (Deksriptif) 39

3.2. Unit Amatan dan Unit Analisis 40

3.3. Teknik Pengumpulan Data (Dokumentasi) 40

3.4. Teknik Analisis Data (Analisis Semiotika) 40

3.5. Bagan Alur Penelitian 40

DAFTAR PUSTAKA x

LAMPIRAN – LAMPIRAN xi
DAFTAR TABEL

TABEL 1.1 Penelitian Terdahulu xi


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Model Komunikasi Wilbur Scharm

Gambar 1.2 Analisis Semiotika Roland Barthes

Gambar 1.3 Bagan Alur Penelitian


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bila dilihat dalam kurun waktu beberapa tahun ke belakang, kata

“Toxic Masculinity” atau maskulinitas beracun, telah menjadi penjelasan

terhadap kekerasan laki-laki dan seksisme. Maskulinitas sendiri telah menjadi

suatu karakter yang banyak orang inginkan, dan utamanya adalah lelaki.

Tetapi orang-orang ini tidak benar-benar tahu bahwa sebenarnya ada

maskulintasi beracun, atau “Toxic Masculinity” di balik sifat maskulin (Salim,

2020:1)

Jika dilihat dari segi umum, maskulinitas ini sendiri adalah karakter

yang melekat pada kepemimpinan, juga masyarakat tertentu, dan sebenarnya

konsep maskulinitas banyak perubahan telah dilakukan dari waktu ke waktu

(Sculos, 2017:2). Seperti diketahui, maskulinitas itu sendiri adalah

seperangkat alat praktik sosial dan ekspresi budaya yang terkait dengan

menjadi maskulinitas. Pada kenyataannya, laki-laki harus memenuhi kriteria

maskulinitas agar dapat dianggap sebagai laki-laki (Pilcher dan Whelehan

2017:92).
Ini sangat berbeda dengan konsep maskulin modern. Maskulinitas

laki-laki digambarkan tinggi, agresif, berwibawa, dominan, tegas dan

misterius. Semua itu terbentuk di tengah masyarakat dari budaya yang

berkembang selama ini (Widyatama, 2006:6).

Maskulinitas toksik ditentukan oleh hegemoni maskulinitas, yang

dapat mendorong kontrol orang lain. Ini bisa merusak secara sosial.

Sayangnya, orang-orang ini memiliki rencana yang ekstrem, tidak peka

terhadap pengalaman, dan tidak menganggap serius pengalaman dan perasaan

orang lain. Selain itu, laki-laki perlu mengontrol dan mengendalikan orang

lain, kurang memiliki kemampuan untuk mrawat orang lain, takut pada orang

lain, berperilaku kasar, dan berprasangka buruk terhadap perempuan,

homoseksual, dan laki-laki dengan sifat feminim (Kupers, 2005:717).

Toxic Masculinity adalah hasil dari dominasi maskulinitas yang

berlebihan. Konsep ini memiliki efek samping jangka pendek dan jangka

panjang. Biasanya, sifat dari toxic masculinity ini dapat diidentifikasi dengan

beberapa jenis sifat (Sculos, 2017:3).

Contoh fitur toxic masculinity biasanya ditunjukkan kepada orang-

orang di sekitarnya. Atau, dalam teorinya toxic masculinity sendiri dipandang

sebagai maskulinitas yang berlebihan, seperti intimidasi atau kepemimpinan

yang kejam, maupun maskulinitas berlebihan yang dipaksakan oleh orang-

orang di sekitarnya.
Contoh sederhananya, adalah ketika anda begitu bangga dengan

kejantanan anda, sehingga anda meremehkan nilai-nilai wanita, seperti “laki-

laki tidak boleh cengeng”. Efek dari toxic masculinity ini sendiri disebabkan

oleh mereka yang memiliki kepribadian maskulin yang dapat diterima oleh

masyarakat di mana mereka tinggal. Selain itu, pengalaman lain seperti

trauma di masa lampau dapat menjadi salah satu alasan terbentuknya toxic

masculinity seseorang (Kupers, 2005: 111).

Berdasar pada penelitian yang akan dilakukan oleh penulis, objek

penelitian yang digunakan ialah salah satu film Indonesia yang tayang pada

tahun 2021 “Seperti Dendam Rindu Harus di Bayar Tuntas”. Film ini

mengisahkan Ajo Kawir yang merupakan seorang pria yang tumbuh dengan

trauma masa kecil yang kejam. Saat Ajo kecil, ia harus melihat teman

perempuan nya di perkosa tanpa bisa melakukan hal apapun.

Ketika dewasa, Ajo tumbuh menjadi laki-laki yang mengalami

impoten, hal ini membuat dirinya merasa tidak menjadi seorang laki-laki yang

seutuhnya. saat itulah ia berubah menjadi seorang petarung, bahkan rela

menjadi seorang pembunuh sekalipun agar tetap menjadi seorang laki-laki.

Hal ini termasuk ke dalam bentuk toxic masculinity yang banyak berkembang

di zaman sekarang. Bagaimana tidak, untuk tetap mempertahankan kelelakian

nya, Ajo sampai rela berubah menjadi seorang pembunuh sekalipun.


Film sebagai media massa tidak hanya menghibur, tetapi juga dapat

mempengaruhi imajinasi penonton dan masyarakat yang membuatnya berbeda

dari media komunikasi massa lainnya. Meskipun tidak jauh berbeda dengan

berita, novel, acara televisi dan jenis media massa lainnya, film juga penting

secara ekonomi dan media memiliki kepentingan serta kekuatan untuk

mengatur jalannya sejara. Film sering disebut sebagai gambar bergerak atau

film dengan plot yang kuat. Film juga memiliki metode sinematografi, yang

dibantu dengan pencahayaan sehingga objek dapat dianimasikan (Wibowo,

2006: 196).

Wibowo dkk (dalam Rizal, 2014: 1) mengatakan bahwa, film adalah

alat untuk mengkomunikasikan pesan kepada penonton melalui media cerita.

Film juga merupakan media ekspresi seni sebagai alat bagi para seniman dan

pembuat film untuk mengekspresikan ide-ide mereka ke dalam ide-ide naratif.

Untuk melihat sebuah realitas dalam sebuah film, dibutuhkan sebuah

penelitian yang dapat merepresentasi adegan toxic mascunlitiny terhadap pria

di dunia nyata. Representasi sendiri merupakan suatu yang merujuk pada

proses yang di dalamnya terdapat realitas yang disampaikan melalui

komunikasi, lewat kata, bunyi, citra, ataupun kombinasinya. Secara singkat,

representasi merupakan produksi makna melalui bahasa lewat bahasa (lewat

simbol, tanda tertulis, lisan maupun gambar). Dari hal tersebutlah seseorang

dapat mengungkapkan fikiran, konsep, dan ide-ide tentang sesuatu (Juliastuti,

2000:6).
Melalui representasi, manusia akan menangkapnya melalui berbagai

macam proses dimana sebuah objek ditangkap oleh indra seseorang,

kemudian masuk ke akal untuk diproses kembali. Dari proses tersebut baru

menghasilkan sebuah konsp ataupun ide bahasa yang nantinya akan

disampaikan atau diungkapkan kembali (Stuart Hall, (dalam Media, 2017:16).

Film sebagai objek utama penelitian ini nantinya akan di proses oleh

penonton, lalu akan menghasilkan pemaknaan baru mengenai Toxic

Masculinity itu sendiri. Namun, setiap pemaknaan manusia akan berbeda,

tergantung bagaimana seseorang itu bisa mengungkapkan nya melalui

bahasanya sendiri (Binasrul, 2016:11)

Untuk melihat realitas yang terjadi di dalam film dengan dunia nyata,

maka penelitian yang dilakukan oleh penulis ini akan menggunakan analisis

semiotik. Secara etimologis, semiotika sendiri berasal dari bahasa Yunani

tanda, semion. Simbol ini didefinisikan konvensi nasional (Wahjuwibowo,

2018:7).

Analisis semiotik itu sendiri pada dasarnya adalah cara untuk

merasakan sesuatu yang lain. Ketika kita membaca teks, cerita atau wacana

tertentu, kita perlu bertanya lagi soal itu. Analisis itu sendiri merupakan

paradigma yang berusaha menemukan makna, termasuk apa yang ada di balik

teks.
Semiotika memungkinkan kita untuk mengajukan berbagai pertanyaan

di bidang media massa. Misalnya, mengapa media tertentu mencoba

menggambarkan sekelompok orang dengan menggunakan frasa, istilah,

kalimat atau bingkai tertentu? Apa yang sebenarnya terjadi pada pesan,

termasuk penyebab, alasan, latar belakang dan maksud media mengambil

langkah ini.

Semiotika dapat diterapkan untuk menampilkan teks dalam bentuk

kata-kata atau pesan, dan pada prinsipnya dapat digunakan untuk

menyampaikan makna yang relevan dalam iklan, film, rangkaian adegan,

sinetron dan bahkan karya audiovisual lainnya (Bambang & Emirsyah,

2013:73-74).

McQuail (2010:37) menyebutkan, film itu sendiri memiliki daya tarik

yang sangat luas, karena menarik banyak penonton dari format dan genre

internasional. Sobur (2009:127) juga menyatakan bahwa, film bersifat

audiovisual sehingga merupakan saluran yang sangat baik untuk

menyampaikan informasi. dengan kekuatan ini, film dapat menjangkau

banyak segmen sosial, dan para ahli mengatakan bahwa film dapat

memengaruhi pemirsa.
Dengan latar belakang tersebut, peneliti ingin mengetahui lebih jauh

tentang tanda-tanda komunikasi yang dikandungnya. Selain itu, mencoba

melihat representasi toxic masculinity dan makna simbolik apa yang akhirnya

melahirkan toxic masculinity terhadap pria dalam film “Seperti Dendam,

Rindu Harus diBayar Tuntas”. Berdasarkan hal di atas, penulis ingin mengkaji

dalam judul skripsi yaitu: REPRESENTASI TOXIC MASCULINITY

TERHADAP PRIA (ANALISIS SEMIOTIKA ROLAND BARTHES

FILM SEPERTI DENDAM, RINDU HARUS DIBAYAR TUNTAS).


1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang sebelumnya, peneliti akan melihat

gambaran toxic masculinity dalam perspektif pria, melalui adegan film

“Seperti Dendam, Rindu Harus di Bayar Tuntas”. Penelitian ini memiliki

rumusan masalah seperti:

a. Bagaimana representasi toxic masculinity terhadap pria dalam film

“Seperti Dendam, Rindu Harus di Bayar Tuntas”.

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang dan rumusan masalah di atas, film

ini menampilkan 10 adegan visual dan verbal yang memuat pesan moral dan

penggambaran toxic masculinity yang dialami oleh pemain pria dalam film

tersebut. Peneliti menganalisis tanda sebagai bentuk representasi yang

terkandung di dalam nya seperti:

a. Representasi Toxic Masculinity terhadap pria

b. Film “Seperti Dendam, Rindu Harus di Bayar Tuntas

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah :

a. Untuk menjelaskan representasi toxic masculinity terhadap pria

dalam film “Seperti Dendam, Rindu Harus di Bayar Tuntas”.


1.5 Signifikansi Penelitian

Sementara itu, Signifikansi penelitian terbagi menjadi:

a. Signifikansi Akademis

Peneliti diharapkan dapat memberikan informasi dan bimbingan

tentang perkembangan dunia perfilman sebagai sarana komunikasi dan

fungsinya sebagai pembawa pesan positif dalam banyak hal. Pesan yang ingin

disampaikan oleh sebuah film kepada publik harus diuraikan melalui analisis

semiotika. Film itu sendiri hadir untuk membantu menyampaikan pesan yang

bermakna, bukan sekedar tontonan atau hiburan semata.

b. Signifikansi/Kontribusi Sosial

Peneliti berharap melalui penelitian yang dilakukan akan

mencerminkan gambaran baru kepada pria, dan memberikan harapan bahwa

masih banyak cara yang bisa dilakukan pria untuk mempertahankan harga

dirinya. Toxic masculinity yang berkembang dalam budaya saat ini,

seharusnya tidak sepenuhnya ditegakkan, kecuali bahwa ia ingin memberikan

dorongan baik pada masyarakata utamanya laki-laki.


1.6 Kelemahan dan Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian yang akan dialami adalah, kesulitan dalam

memperoleh data dan informasi buku fisik. Selain itu, film “Seperti Dendam,

Harus di Bayar Tuntas” telah tayang di bioskop tahun 2021 lalu. Hal ini jelas

akan menyulitkan peneliti dalam mencari DVD/Kaset maupun dengan cara

mencari link streaming untuk menonton film tersebut.

1.7 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

pembatasan masalah, tujuan penelian, kepentingan atau kontribusi penelitian,

serta kelemahan dan keterbatasan penelitian.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini berusaha menguraikan kajian penelitian sebelumnya, paradigma

konstruktivis, hakikat komunikasi massa, teori peminatan jurnalistik, teori

komunikasi massa, semiotika Roland Barthes, dan teori pendukung yang relevan

lainnya.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menjelaskan metode penelitian kualitatif dan jenis penelitian. Media yang

digunakan dalam penelitian ini adalah film, dan metode pengumpulan data nya

adalah dokumentasi untuk setiap adegan. Metode analisis datanya sendiri akan

menggunakan analisis semiotika Roland Barthes dan akan menyertakan bagan

atau alur berdasarkan penelitian yang akan dilakukan.


BAB IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini akan memaparkan berbagai hal yang penting dan relevan mengenai objek

penelitian yakni film. Baru selanjutnya, pada bab ini akan dijelaskan hasil

penelitian dilakukan menggunakan tabel. Lalu setelahnya dilakukan pembahasan

terkait hasil-hasil penelitian dengan teori yang digunakan.

BAB V: Penutup

Bab ini berisi simpulan dari hasil penelitian semiotika Roland Barthes dari film

Seperti Dendam Rindu Hars di Bayar Tuntas yang telah dilakukan, beserta

dengan saran-saran maupun rekomendasi yang berkaitan dengan penelitiaan.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian sebelumnya digunakan untuk menghindari

adanya asumsi bias kesamaan dengan penelitian yang menjadi acuan kajian

penelitian ini. Selain itu, penelitian sebelumnya harus tersedia untuk

perbandingan dengan penelitian masa depan. Oleh karena itu, dalam sub-bab

penelitian ini, peneliti mencantumkan beberapa hasil penelitian sebelumnya

sebagai berikut:

N PENELITI JUDUL HASIL PERBEDAAN

o PENELITIAN & PERSAMAAN

1. Eviyono “Representasi Penelitian ini Perbedaan mendasar

Adi Perempuan dalam menghasilkan dalam penelitian ini adalah

Wibowo Film Wanita Tetap representasi bahwa -Penelitian terdahulu

(2015) Wanita (Analisis wanita itu kuat, pintar mengambil objek

Semiotika dan mau bekerja keras penelitian perempuan

Representasi baik untuk dirinya sebagai pelitian nya,

Perempuan dalam maupun keluarganya. sementara penelitian yang

Film Wanita Tetap akan dilakukan memilih

Wanita)”. laki-laki sebagai objek


penelitian nya.

Sementara kesamaan

penelitian ini adalah

-Penelitian terdahulu

memfokuskan penelitian

nya untuk melihat

gambaran nyata

perempuan dalam film

‘Wanita Tetap Wanita’,

sementara penelitian ini

akan berfokus pada

representasi toxic

masculinity dengan

melihat pesan yang

terdapat di film ‘Seperti

Dendam, Rindu Haru

Dibayar Tuntas’

2. Philips “Analisis Hasil penelitian Perbedaan mendasar

Jusiano Semiotika menunjukkan bahwa dalam penelitian terdahulu

Oktavianus Ketidakadilan bentuk ketidakadilan dengan yang akan diteliti


(2018) Gender Terhadap gender terhadap adalah

Perempuan dalam perempuan adalah


Penelitian terdahulu
Film Marlina Si subordinasi,
menggunakan metode
Pembunuh Empat marginalisasi,
semiotika Charles Sanders
Babak”. kekerasan terhadap
Pierce, sementara
perempuan, streotipe,
penelitian yang akan
perempuan dan beban
dilakukan menggunakan
kerja ganda
metode semiotika Roland

Barthes.

Persamaan mendasarnya

adalah, penelitian

sebelumnya dan yang akan

dilakukan sama-sama akan

melihat representasi suatu

permasalahan. Penelitian

sebelumnya melihat

representasi ketidakadilan

gender, sementara

penelitian sebelumnya

representasi toxic

masculinity
3. Bagus “Representasi Hasil penelitian Perbedaan mendasar

Fahmi W. Pesan Moral menunjukkan bahwa penelitian sebelumnya

(2017) Dalam Film Rudy representasi pesan dengan yang akan di teliti

Habibie Karya moral dalam film Ruy adalah, penelitian

Hanung Habibie adalah terdahulu memfokuskan

Bramantyo - Melihat hubungan penelitian pada pesan

(Analisis manusia dengan tuhan moral yang terdapat dalam

Semiotika Roland - Melihat hubungan film. Sementara peneliti

Barthes). manusia dengan yang akan dilakukan akan

manusia melihat pesan yang

- Melihat hubungan terdapat dalam film yang

manusia dengan diambil dari bentuk-bentuk

lingkungan toxic masculinity dalam

film

Tabel 1.1. Penelitian Terdahulu

2.2 Paradigma Konstruktivisme

Paradigma adalah cara memahami kompleksitas dunia nyata, dan

perspektif ini sangat tertanam dalam sosialisasi penganut, praktisi dan

pengikutnya. Paradigma dapat menunjukkan apa yang penting, valid dantentu


saja rasional. Paradigma tersebut bersifat normatif dan berusaha menunjukkan

kepada para praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa pertimbangan

eksistensial atau epistemologi yang panjang (Mulyana 2003:9). Tak hanya itu,

paradigma juga menganggapnya sebagai teori, metode atau pendekatan yang

dapat mempengaruhi pemikiran, perspektif, maupun pendekatan yang

digunakan. Paradigma ini merupakan bentuk sistem kepercayaan yang telah

disepakati bersama dan diwujudkan dalam bentuk model teori, konsep dan

metodologi (Rohidi, 2011, hlm.40). Pada dasarnya paradigma adalah suatu

keyakinan atau prinsip dasar yang terdapat dalam diri seseorang tentang suatu

pandangan dunia.

Berdasarkan paradigma konstruktivis, realitas sosial yang diamati oleh

satu orang tidak dapat digeneralisasikan untuk semua orang. Konsep

konstruksionisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif, Peter L. Berger

dan Thomas Luckmann. Dalam konsep ini dapat dikatakan bahwa teori

konstruksi sosial terletak di antara teori fakta sosial dan definisi sosial

(Eriyanto, 2012:13).

Paradigma konstruktivis dapat dijelaskan dalam empat aspek, dimensi ini

antara lain adalah :

1. Ontologis: Kenyataan adalah tata letak sosial. Kebenaran realitas juga

bersifat relatif dan berlaku sesuai dengan konteks yang dianggap relevan

oleh para aktor sosial.


2. Epistemologis: Ketika pemahaman tentang realitas atau hasil suatu

penelitian, merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti.

3. Axiologis: Nilai, keputusan etis dan moral yang merupakan bagian integral

dari penelitian. Seorang peneliti dengan peserta atau fasilitator avid yang

menjembatani keragaman subyektif aktor sosial.

4. Metodologi: Rasa empati dan interaksi dialektis antara peneliti dengan

responden, untuk merekonstruksi realitas yang diteliti Dedy N Hidayat

(Wibowo, 2013:200).

Perspektif studi semiotika mengacu pada paradigma konstruktivisme.

Hal ini karena lebih tepat digunakan untuk melihat realitas penting dari objek

yang diteliti. Salah satunya adalah film, yang merupakan bagian dari media

massa. Melalui perspektif konstruktivis, peneliti dapat mengeksplorasi

berbagai realitas yang dibangun individu dan dunia terhadap kehidupan

bersama orang lain.

Pandangan ini juga memberi setiap individu pengalaman unik. Oleh

karena itu, dengan menggunakan strategi ini, penelitian menunjukkan bahwa

semua cara individu di dunia adalah valid dan membutuhkan rasa saling

menghormati. (Patton, 2002:96-97). Atas pandangan tersebut peneliti memilih

paradigma konstruktivisme, guna melihat realitas representasi toxic


masculinity serta pesan apa yang coba disampaikan dalam film ‘Seperti

Dendam Rindu Harus di Bayar Tuntas’.

2.3 Hakikat Komunikasi

Komunikasi merupakan kegiatan yang paling mendasar dan sangat

penting serta tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Komunikasi

menjadi penting karena merupakan bagian dari kemanusiaan, baik secara

pribadi maupun sosial. Komunikasi menentukan segala hubungan yang ada

dalam kehidupan manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa manusia dan

komunikasi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

Secara umum metode komunikasi berarti berbicara tentang pesan,

komunikator, komunikator. Sebagai makhluk sosial, manusia secara alami

membutuhkan manusia lain untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya.

Tentu saja, manusia perlu terus berinteraksi, bersosialisasi, dan hidup dengan

orang lain agar dapat hidup bermasyarakat. Disinilah inti dari komunikasi.

Ada interaksi, saling membutuhkan, saling mempengaruhi kepentingan dan

kepentingan pribadi masing-masing. (Rosady, 2002:81).

Melihat hal ini secara detail dari perspektif islam, kita dapat melihat

bahwa aktivitas komunikasi sebenarnya sudah ada dan dilakukan bahkan

sebelum manusia lahir. Ketika ditanya kapan manusia mulai terlibat aktivitas

komunikasi dalam hidupnya, Hal ini mengacu pada syair Al-Qur'an yang

menjelaskan bahwa komunikasi terjadi karena manusia masih berbentuk janin


dalam kandungan. Ini tentang percakapan manusia dengan Allah SWT bahwa

dia adalah ciptaan-Nya. Hal ini dijelaskan dalam ayat 172 Surat Al-A`raf. Ini

berarti bahwa:

“Ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan Adam dari

pinggangnya dan Allah menyaksikan ruh. “Bukankah Aku Tuhanmu?”

“Sesungguhnya Engkau adalah Tuhan kami dan kami adalah saksi.” Maka

janganlah kamu mengatakan pada hari hari ini.” Sungguh kami (keturunan

Adam) alam keesaan Tuhan.”

Secara implisit, bagian ini menjelaskan bahwa komunikasi sangat

penting dalam kehidupan. Komunikasi adalah bagian dari kegiatan interaksi

yang berlangsung sebagai proses menerjemahkan informasi dari komunikator

ke komunikan, pengirim pesan, ide, dan sebagainya. Dalam pengertian lain,

komunikasi dilakukan oleh seorang komunikator sehubungan dengan

pengiriman pesan, ide dan lain-lain tertentu kepada orang lain untuk tujuan

tertentu, yaitu mempengaruhi perilaku, sikap atau pikiran orang lain

(Kriyanto, 2019:2-4).

2.3.1 Definisi Komunikasi

Dalam kehidupan manusia, komunikasi itu cukup luas cakupannya,

apalagi jika ruang lingkup komunikasi adalah ilmu pengetahuan. Komunikasi

merupakan bagian dari bidang ilmu interdisipliner. Dengan kata lian, itu
adalah ilmu yang dapat ditarik dari berbagai dimensi. Ilmu komunikasi dapat

diterapkan untuk semua disiplin ilmu, terlepas dari materi seperti ilmu politik,

filsafat, psikologi, psikologi sosial, matematika, dan teknik elektro (Rosady,

2002:81).

Oleh karena itu, jika kalian mencoba mencari sendiri definisi

komunikasi, kita akan menemukan banyak definisi komunikasi yang

dikemukakan oleh para ahli di berbagai disiplin ilmu. Secara etimologis, kata

communication berasal dari bahasa kata lain, communicatio, yang merupakan

dasar dari kata bahasa Inggris “common”, yang merupakan dasar dari kata

common dalam bahasa Inggris yang berarti “sama”. Arti di sini adalah arti

yang sama. Komunikasi menunjukkan bahwa pikiran, makna, atau pesan

dibagikan secara merata. Namun, definisi terbaru menunjukkan bahwa

komunikasi mengacu pada jenis berbagi ini, seperti: B. Ungkapan "berbagi

ide", "membahas makna", dan "mengirim pesan". (Mulyana, 2000: 46).

Dalam komunikasi antara dua orang, komunikasi terjadi ketika

maknanya serupa. Menurut definisi ini, orang yang berkomunikasi pada

dasarnya memiliki pengertian yang sama antara mereka yang terlibat dalam

komunikasi yang sedang berlangsung, dengan pengertian komunikator


(penyampai pesan) dan komunikator (penerima pesan), dikatakan tercapai.

Adapun pesan yang ingin disampaikan harus sama agar komunikator uga

dapat memahami apa yang dimaksud oleh komunikator untuk komunikasi

yang baik juga efektif (Effendy, 2005:9).

Komunikasi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

karena semua aktivitas manusia sehari-hari membutuhkan komunikasi.

Manusia selalu terobsesi dengan komunikasi, kesadaran dan keadaan.

Komunikasi merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar dan

mendukung tujuan manusia untuk memenuhi kebutuhannya guna mencapai

hidupnya. Oleh karena itu, sebagai makhluk sosial, manusia ingin memiliki

hubungan dengan manusia lainnya. Orang-orang bahkan ingin dunia di sekitar

mereka tahu apa yang terjadi di dalam diri mereka. Ini rasa ingin tahu untuk

memaksa orang untuk berkomunikasi (Effendy, 2002:5).

2.3.2 Fungsi Komunikasi

Fungsi komunikasi itu sendiri pasti sudah didefinisikan oleh banyak

ahli. Dalam hal ini, komunikasi dapat digunakan dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni, profesi, dan tentunya suatu ciri yang dapat digunakan

orang untuk memenuhi kebutuhannya. (Cangara, 2005:55).

Berdasarkan pernyataan yang diungkap oleh Effendy (2003:55),

komunikasi itu sendiri terdiri menjadi 4 fungsi yakni:

1. Menginformasikan (to inform)

Komunikasi yang digunakan untuk memberikan informasi

publik untuk mengumumkan tentang suatu peristiwa yang

sedang terjadi. Komunikasi juga digunakan untuk

menyampaikan ide, gagasan, tindakan, dan apa yang ingin

disampaikan kepada orang lain.

2. Mendidik (to educate)

Dalam hal ini, salah satu komunikasi yang terpenting adalah

pemanfaatan tenaga pendidik. Melalui komunikasi, Anda dapat

menyampaikan pemikiran dan pemikiran Anda kepada orang

lain, sehingga mereka juga dapat memperoleh informasi dan

pengetahuan dari isi pesan.

3. Menghibur (to entertain)


Komunikasi tidak hanya membantu informasi dan mendidik,

tetapi juga menyampaikan hiburan dan menghibur orang lain.

4. Mempengaruhi (to influence)

Setiap orang berkomunikasi secara alami dan setiap orang

mencoba untuk saling mempengaruhi. bertujuan untuk

mengubah sikap dan perilaku komunikasi dengan yang jelas

dan memenuhi harapan.

2.3.3 Model Komunikasi Wilbur Schram

Wilbur Schramm telah menciptakan banyak model komunikasi,

dimulai dari model komunikasi manusia yang paling sederhana. Selanjutnya,

mari kita beralih ke model yang lebih kompleks. Model ini memperhitungkan

pengalaman mereka yang mencoba berkomunikasi. Secara keseluruhan,

model komunikasi Shram sendiri terdiri dari tiga model komunikasi. Model

pertama mirip dengan model Shannon dan Weaver, sedangkan model kedua

mewakili gagasan bahwa harus ada kesamaan dalam domain pengalaman

antara sumber dan tujuan.

Akhirnya, model komunikasi ketiga dengan mempertimbangkan

komunikasi adalah akhir dari cinta dua pihak, menghadapi, menyanndikan,


mentransmisikan, dan menerima sinyal. Dalam model komunikasi Schramm

ketiga ini, Anda dapat melihat umpan balik dan berbagi informasi yang terus

menerus (Deddy Mulyana, 2000:151).

Menurut Wilbur Schramm, komunikasi selalu membutuhkan

setidaknya tiga komponen utama: sumber, pesan, dan tujuan. Dalam hal ini,

sumbernya bisa berupa percakapan percakapan, tulisan, gambar, atau bahkan

komunikasi melalui surat kabar, televisi, atau film. Pesan dapat berupa kertas

bertinta, gelombang suara udara, pulsa listrik, tangan tangan, bendera yang

melambai, atau simbol apa pun yang dapat diraih. Dan tujuannya adalah

masyarakat yang mendengar, melihat dan membaca berita yang disampaikan

melalui semua media (Deddy Mulyana, 2000:151-152)

Schram juga mencoba komunikasi kami dengan model buatannya

sendiri melalui model ini. Menurutnya, pengalaman sumber dan penerima

memiliki pengaruh besar bagi mereka untuk dapat mengkodekan dan

mendekode sinyal pesan. Artinya, ketika pengalaman lebih mirip antara

pengirim dan penerima pesan. Hal ini membuat komunikasi menjadi lebih

efektif. Menurut Schramm, peran decoding dan encoding dalam komunikasi

sangat penting, terutama ketika komunikasi dilakukan secara bersamaan oleh

pengirim dan penerima.


Namun, ada satu hal yang perlu diingat karena kedua belah pihak

menerjemahkan makna yang terkandung dalam pesan dengan encoding dan

decoding. Itu sangat tergantung pada "kerangka pengalaman" pengirim dan

penerima. Jika tidak hati-hati, makna terjemahan pesan dapat menimbulkan

perbedaan ketika kedua pihak mengartikan makna pesan tersebut (Liliweri,

2010: 87-89).

Gambar 1.1 Model Komunikasi Wilbur Scharm

2.3.4 Unsur-Unsur Komunikasi


Menurut definisi ahli komunikasi Harold Lasswell (Effendy,

2005:10), Komunikasi itu sendiri terdiri dari lima elemen yang saling

mendukung, termasuk sumber, sering disebut sebagai pemancar,

penyandi, komunikator, dan pembicara. Selain itu, Lasswell

menyebutkan lima elemen kunci komunikasi:

1. Sumber (komunikator), yaitu pihak yang menguasai atau

meminta komunikasi. Sumber dapat berupa individu,

kelompok, atau bahkan organisasi. Semua proses ini disebut

encoding.

2. Pesan, seperangkat simbol linguistik atau non-verbal yang

mewakili emosi, nilai, dan ide komunikator.

3. Saluran, adalah alat atau wadah yang digunakan

komunikator untuk menyampaikan pesan kepada

penerimanya. Saluran adalah penyampaian pesan secara

tatap muka atau melalui media (cetak/elektronik).


4. Penerima, orang yang menerima pesan dari sumber, biasa

disebut sebagai target, komunikator, pembuat kode,

pendengar, atau penafsir.

5. Efek adalah ketika penerima menerima pesan, termasuk

tambahan pengetahuan, perubahan sikap, perubahan

keyakinan, atau perubahan perilaku.

2.4 Teori Kontekstual (Komunikasi Massa)

2.4.1 Pengertian Komunikasi Massa

Hal yang sama berlaku untuk komunikasi. Istilah komunikasi massa

sendiri memiliki banyak arti. Dari pemahaman para ahli hingga peneliti yang

mengembangkan komunikasi itu sendiri. Definisi media yang paling

sederhana sendiri diberikan oleh Bitner (1980), yang menyatakan bahwa

media adalah pesan yang dikirimkan kepada sejumlah besar orang melalui

media massa (Bitner dalam Rakhmat, 2018:235).

Ahli komunikasi lainnya juga mendefinisikan komunikasi massa

sebagai produksi dan distribusi yang didasarkan pada sistem aliran teknologi

dan pesan yang digunakan, dan paling banyak yang dimiliki oleh masyarakat

industri. (Gerbner dalam Rakhmat, 2018:235).


Komunikasi massa adalah komunikasi yang berlangsung melalui

media massa (baik cetak maupun elektronik) dan dikomunikasikan melalui

teknologi terkini untuk menjangkau dan mempengaruhi khalayak yang besar

(Nurudin, 2011:13).

Definisi ini bukan satu-satunya, Yusuf A. Devito juga menjelaskan

istilah komunikasi. Ini pada dasarnya adalah deskripsi media dan media yang

digunakannya. Dalam hal ini, Devito menjelaskan definisinya dalam dua cara.

Artinya, 1) komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada

media massa atau khalayak yang besar. 2) Komunikasi massa adalah

komunikasi yang disampaikan oleh pengirim berupa suara atau gambar

(Devito dalam Ardianto, 2004:6).

2.4.2 Elemen Komunikasi Massa

Dalam komunikasi umum diperlukan unsur pendukung untuk

membentuk komunikasi. Demikian pula media memiliki faktor penting dalam

pembentukan media. Secara sederhana, proses media itu sendiri secara

sederhana adalah komunikator mengirimkan pesan melalui media massa dan

diterima oleh komunikator (penerima). Perbedaan yang jelas antara media dan

komunikasi dapat dilihat dari banyaknya pesan yang dapat dikirimkan kepada

penerima (Nurudin, 2007:97).


Pernyataan ini menyatakan beberapa elemen penting dari komunikasi

massa:

1. Komunikator, dalam hal ini komunikator media, meliputi jaringan,

penyiar lokal, sutradara, dan teknisi yang terlibat dalam program

televisi. Oleh karena itu, komunikator yang dimaksud adalah

kombinasi dari orang-orang yang berbeda dari institusi media

massa.

2. Konten, setiap media massa pasti memiliki kebijakan tersendiri

dalam mengelola konten tersebut. Hal ini karena setiap media

melayani komunitas yang beragam dan melibatkan individu atau

kelompok sosial. Menurut Ray Eldon Hiebert (1985), isi media

setidaknya terbagi dalam lima kategori. Yaitu 1) berita dan

informasi, 2) analisis dan interpretasi, 3) pendidikan dan

sosialisasi, 4) hubungan masyarakat dan persuasi, 5) iklan dan

bentuk lainnya. Dijual, dan akhirnya 6) hiburan.


3. Khalayak, jumlah dan ragam massa menambah kompleksitas

komunikasi massa. Komunikator massa mengetahui bahwa pesan

tersebut diterima secara tidak langsung. Media tidak begitu

mengetahui besarnya khalayak, apalagi pengaruh pesannya.

Penonton yang besar terus berubah. Tantangan berkomunikasi

dengan audiens yang besar bahkan lebih rumit, karena perhatian

orang terus berubah dan kekuatan perhatian mereka berubah ketika

mereka memperhatikan.

4. Gangguan, terjadi pada semua komunikasi yang terjadi. Ada dua

jenis interferensi dalam media itu sendiri. Yaitu, A) gangguan

saluran. Interferensi ini dapat muncul di media sebagai

komunikator. Dalam kebanyakan kasus, karakter dalam gambar

akan memiliki kesalahan ketik, kata-kata yang hilang, atau

paragraf yang hilang. Atau, dalam media audiovisual, interferensi

dapat muncul, terlihat atau tidak terdengar (tidak jelas) dalam

bentuk gelombang suara atau gambar. B) Kegagalan semantik,

dalam hal kegagalan tersebut berkaitan dengan bahasa yang

disebabkan oleh pengirim dan penerima pesan itu sendiri.

Misalnya, ada video berbahasa Jawa di media sosial yang sampai

ke jemaah komuni di wilayah Kalimantan.


5. Gatekeeper, istilah ini pertama kali diperkenalkan dengan Kurt

Lewin. Menurutnya, komunikasi memiliki salah satu unsur

informasi, yaitu gatekeeper yang mempengaruhi informasi (di

media massa) dan gatekeeper yang mendukung penyebaran pesan.

6. Umpan Balik, Ada dua jenis umpan balik dalam komunikasi:

umpan balik langsung dan umpan balik tidak langsung. Umpan

balik langsung terjadi ketika komuni dan penyembah komuni

saling berhadapan atau memiliki kesempatan untuk berbicara

secara langsung. Umpan balik tidak langsung, di sisi lain, dapat

diberikan dalam surat kepada editor.

7. Pengatur, media memiliki pengatur yang secara tidak langsung

mempengaruhi arus media pesan massa. Dalam hal ini regulator

terkait adalah pemerintah, pengadilan, konsumen, asosiasi profesi,

dan kelompok pemangku kepentingan. Juga termasuk sumber dan

pengiklan. Anda juga dapat memanggil fitur pengaturan ini untuk

menetapkan kebijakan.

8. Filter, adalah suasana hati audiens saat menerima pesan. Filter ini

bisa diibaratkan seperti kacamata yang mendukung penonton

melihat dunia. Ada beberapa filter yang biasa digunakan dalam

media. Yaitu, terkait fisik, psikologis, budaya, dan whistleblower.

(Nurudin, 2007:98-133)
2.4.3 Fungsi Komunikasi Massa

Menurut Effendy (1993), fungsi komunikasi tidak dapat dipisahkan dari:

1. Fungsi informasi, fungsi ini mengandung arti bahwa media massa

merupakan penyebarluasan informasi kepada pembaca, pendengar, atau

pemirsa. Khalayak media massa yang terpengaruh membutuhkan

informasi yang berbeda-beda tergantung kepentingannya. Penonton

sebagai entitas sosial selalu haus akan informasi yang sedang terjadi.

2. Fungsi pendidikan, media massa merupakan sarana pendidikan bagi

masyarakat umum. Karena media massa menawarkan banyak hal yang

bermanfaat. Salah satu cara mendidik media massa adalah dengan

mengajarkan nilai-nilai, etika, dan aturan yang berlaku bagi pemirsa atau

pembacanya. Media massa melakukan ini melalui drama, cerita, diskusi

dan artikel.

3. Fungsi Mempengaruhi, ciri-ciri media massa yang berpengaruh antara

lain editorial, feature, iklan, dan artikel. Pemirsa mungkin terpengaruh

oleh iklan di televisi dan surat kabar.

4. Fungsi hiburan, fungsi media massa sebagai fungsi hiburan adalah untuk

meredakan pemirsa mental dengan membaca berita dan menonton acara

hiburan di TV, sehingga pikiran pemirsa dapat lega (Ardianto, Komala,

Kalinah, 2007: 17-19 ).


2.5 Teori Semiotika

Semiotika adalah cara ilmiah atau analitis untuk mempelajari tanda-

tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai dasar dari praktik sosial yang

dikembangkan sebelumnya, atau dapat dilihat sebagai ekspresi dari sesuatu

yang lain. Pada awalnya, tanda diartikan sebagai menunjuk pada sesuatu yang

lain. Tanda-tanda yang kita kenal sekarang adalah yang biasa kita gunakan

ketika mencari jalan di dunia ini. Menurut Barthes, semiotika pada dasarnya

kita ingin mempelajari bagaimana manusia (human being) memaknai sesuatu

(things). Makna tidak boleh dikacaukan dengan jelas dengan komunikasi.

Interpretasi berarti bahwa suatu objek tidak hanya menyajikan informasi,

tetapi objek tersebut berkomunikasi serta mewakili sistem tanda yang

terstruktur (Kurniawan, 2001:53).

Teori semiotika sendiri adalah ilmu yang bisa mengkaji berbagai

macam bidang, sebab semiotika mampu menjadi pisau analisis lintas disiplin

yang dapat diandalkan dan mampu memberikan hasil data yang kaya untuk

disimpulkan. Mulai dari karya tulis novel, seni rupa seperti lukisan, hingga

konteks media massa seperti film yang mengandung audio dan visual.
Mengapa teori semiotika di anggap sebagai pisau analisis yang dapat

di andalkan? Berdasarkan hasil yang telah ditemukan dari berbagai macam

pengertian serta penjelasan, bahwa semiotika ini bisa kita gunakan untuk

mengungkapkan tujuan komunikasi pikiran, perasaan dan ekspresi apa saja

yang coba disampaikan oleh seniman terhadap khalayak yang menerima

melalui komposisi tanda. Sebagai teori yang mencoba menelaah tanda, hal-hal

yang di lihat termasuk pengertian simbol, indeks hingga ikon.

Lalu bagaimana caranya mengkaji tanda tersebut? Jika dijabarkan,

secara mudah semiotika adalah suatu proses untuk mengkaji tanda, dan tanda

adalah sesuatu yang mewakili sesuatu. Kemudian proses mewakili itu terjadi

pada saat tanda itu ditafsirkan hubungan nya dengan yang diwakilinya.

Contoh sederhana nya adalah negara kita Indonesia memiliki lambar

persatuan, yang dilambang oleh burung Garuda yang gagah. Maka hal ini

disebut proses semiosis.

Semiosis sendiri adalah proses suatu tanda itu berfungsi untuk

mewakili apa yang ditandainya. Maka dalam hal ini yang menjadi fokus

dalam kajian semiotika adalah semiosis itu sendiri. Proses semiosis sendiri

merupakan proses yang mecampurkan entitas yang disebut sebagai

representasi dari entita syang diwakili yang disebut sebagai objek. proses ini

juga dikenal sebagai signifikansi/signification.


Dalam penelitian ini, penulis menggunakan semiotika Roland Barthes.

Ini karena teorinya lebih penting daripada semiotika lainnya. Artinya

dianggap sebagai suatu proses yang menyeluruh dengan susunan yang

terstruktur. Makna tidak hanya berlaku untuk bahasa, tetapi juga untuk non-

bahasa. Barthes melihat kehidupan sosial dengan cara apa pun sebagai sistem

tanda dalam dirinya sendiri.

Melalui teorinya ini, Barthes mengangkat gagasan dan ekstensi

sebagai kunci analisisnya. Istilah ini secara harfiah berasal dari teori linguistik

de Saussure. Dalam hal ini, Baltik menemukan bahwa bahasa adalah sistem

tanda yang dapat mencerminkan asumsi masyarakat tertentu pada waktu

tertentu. Barthes tanda sebagai sistem yang mengkonstruksi (E) sebagai

representasi atau representasi simbolik dan mendefinisikannya sebagai konten

(C). Barthes menambahkan lagi bahwa harus ada hubungan atau (R) antara E

dan C, yaitu terciptanya suatu tanda (sign, Sn). Kondisi ini menciptakan teori

beberapa simbol dengan konten yang sama. Dalam perkembangannya disebut

fenomena metabahasa dan akhirnya membentuk sinonim.

Menurut Fiske, model yang coba dibangun oleh Barthes terdiri dari

dua tatanan semantik. Melalui model ini, Barthes mencoba menjelaskan

bahwa makna tingkat pertama adalah hubungan antara signifikan (ekspresi)

dan signifikan (konten) dalam tanda realitas eksternal. Atau apa yang disebut

Barthes sebagai penunjukan / makna paling realistis dari sebuah.


Selanjutnya adalah ekstensi, yang memiliki makna subjektif. Dengan

kata lain, ekstensi adalah apa yang ditunjukkan oleh tanda dari objek, dan

makna ekstensi adalah cara untuk menjelaskannya.

Kedua, pada makna isi tingkat kedua, dalam hal ini tanda bekerja

melalui mitos (mitos). Mitos sendiri merupakan budaya yang telah lama

berkembang yang berusaha menjelaskan atau memahami aspek-aspek tertentu

dari realitas dan fenomena alam yang terjadi. Dalam hal ini, Barthes mencoba

melihat mitos sebagai aspek lain dari penanda masyarakat.

Bila ditarik secara ringkas, konsep teori semiotika Barthes sendiri

dimulai dari tatanan pertama nya yakni Denotasi (penanda 1). Dalam

pandangan Barthes, denotasi pada tatanan pertama ini menghasilkan makna

yang eksplisiti, langsung dan pasti. Selanjutnya adalah Konotasi (petanda 2),

yang tanda dan petandanya mempunyai peluang untuk makna yang baru.

Karena memiliki makna yang implisit, tidak langsung dan tidak pasti. Hal ini

memungkinan terbuka nya peluang untuk penafsiran-penafsiran yang baru.

Baru setelah tatanan tahap pertama, Barthes melanjutkan nya pada

signifikansi tingkat dua. Di dalamnya terdapat juga denotasi, namun disini

dikatakan denotasi merupakan makna objektif yang tetap. Sementara Konotasi

merupakan makna subjektif yang berfariasi.


Hal unik dalam semiotika Roland Barthes ini sendiri adalah konotasi

yang identik dengan ideologi atau disebut sebagai “Mitos”. Disini mitos

berfungsing untuk mengungkap serta memberikan nilai dominan yang berlaku

dalam suatu periode tertentu. Atau dalam penelitian nya, mitos sendiri

digunakan sebagai lapisan pertandan dan makna yang paling dalam untuk

menjelaskan tanda itu sendiri.

Konsep mitos dalam pandangan Barthes sendiri merupakan bahasa, ia

menguraikan bahwa mitos dalam pengertian khusus ini merupakan

perkembangan dari konotasi yang sudah terbentuk lama di masyarakat, hal

tersebutlah yang disebut mitos. Barthes mencoba menjelaskan bahwa mitos

sendiri merupakan sistem semiologis, atau sistem tanda-tanda yang dimaknai

oleh manusia. (Hoed, 2008:59)

Berdasarkan hal ini, bisa dilihat bahwa mitos yang dijelaskan Barthes

bukanlah hal-hal yang dianggap sebagai takhayul, hal-hal tidak masuk akal

yang berkembang berdasarkan history dan lain sebagainya. Namun mitos

disini merupakan type of speech atau gaya berbicara seseorang. Inilah hal

yang dipahami oleh peneliti dari apa yang bisa dirangkum seluruhnya.
2.6 Toxic Masculinity

Secara harfiah, toxic masculinity memiliki arti maskulinitas beracun.

Merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan batasan-

batasan perilaku berdasarkan gender, Dengan kata lain, untuk mendukung

kekuasaan laki-laki dan memperkuat struktur kekuasaan. Lebih khusus lagi,

maskulinitas toksik adalah perilaku yang terkait dengan peran gender dan sifat

maskulin dan mendominasi mendominasi atau melebih-lebihkan kriteria

maskulinitas itu sendiri. Adapun maskulinitas itu sendiri tidak bisa dilupakan

dari stereotip gender yang ada antara laki-laki dan perempuan, terutama di

Indonesia, di mana patriarki sangat penting (HIMA PSIKOLOGI,

“INTERNATIONAL MEN’S DAY 2020”).

Maskulinitas dan feminitas memiliki stereotip yang berbeda.

Maskulinitas sendiri digambarkan sebagai pribadi dengan kepribadian yang

mandiri, kompetitif, agresif. Namun dalam konsep toxic masculinity ini, sifat

laki-laki yang telah digambarkan sebelumnya dilebih-lebihkan. Bahkan laki-

laki dianggap tidak dapat mengekspresikan kesedihan nya, karena bisa

dianggap lemah. Budaya toxic masculinity ini telah dianggap sebagai suatu

hal yang biasa dan bahkan harus dilakukan, padahal budaya seperti inilah

yang akan memberikan beban berat kepada pria dalam menjalani

kehidupannya (Ivy, 2004:6).


Suzannah Weis, dalam tulisannya mengenai toxic masculinity, ia

menyebutkan ada beberapa efek buruk yang kemungkinan besar akan diterima

oleh laki-laki ketika mereka harus bertahan dalam standar maskulinitas yang

telah ditetapkan tersebut. Bahkan menurut penelitian yang pernah ia lakukan,

dua diantaranya akan rentan untuk melakukan kekerasan bahkan kurangnya

untuk meminta pertolongan orang lain. Hal ini semata-mata dilakukan untuk

menutupi kelemahan dan perasaan yang sedang sedih, bahkan sering kali

seorang pria harus memilih jalan untuk melakukan kekerasan demi ia terlihat

baik-baik saja, atau bahkan diakui oleh lingkungan sekitarnya. (Weis, “6

harmful effects of toxic masculinity.” 2016)

Berdasarkan American Psychological Association (2005), terdapat

sebuah Menurut apa yang laki-laki harus memahami dengan sifat

maskulinitas, konsep tentang maskulinitas, yaitu

a. tidak menunjukkan emosi (empati)

b. menjaga penampilannya dan selalu terlihat kuat

c. kekerasan merupakan indikator kekuatan

Dalam hal ini, kita dapat menyimpulkan bahwa maskulinitas

mengajarkan pria bahwa mereka tidak dapat mengekspresikan emosi mereka.

Jika ini terjadi, orang ini bisa dianggap lemah atau feminin. Budaya dominan

di masyarakat saat ini menyebabkan agresi dan bahkan kekerasan, seperti


lingkungan sekolah, masalah akademik, dan bahkan kesehatan jantung dan

bahkan obat-obatan terlarang tidak dapat ditertibkan.

O'neil (2005) juga melakukan penelitian yang menyatakan bahwa

persepsi pria tentang konflik dan maskulinitas menyebabkan pria mengalami

depresi dan bahkan penyakit mental lainnya. Menurut data APA (2005), pria

lebih sering melakukan bunuh diri daripada wanita. Ini terjadi karena Anda

tidak bisa mengatakan masalah yang dihadapi pria. Karena itu sama saja

dengan menunjukkan kelemahan mereka (Findyogi, 2022:33-35)

2.7 Toxic Masculinity dalam Masyarakat

Guna melihat realitas yang terjadi lewat film ‘Seperti Dendam, Rindu

Harus di Bayar Tuntas, maka kita perlu sedikit mengkaji realitas-realitas yang

ada di dalam masyarakat dan hingga kini masih berkembang. Penelitian ini di

dapat melalui berbagai macam sumber berita maupun penelitian yang nyata

terjadi di masyarakat.

Kita telah memasuki tahun 2022, hingga saat ini masih banyak

masyarakat yang tanpa sadar sudah melakukan bentuk nyata dari toxic

masculinity itu sendiri.


Contoh sederhana nya adalah “Anak lelaki tidak boleh menangis”,

“Anak lelaki harus bisa segala hal”, “Anak lelaki harus kuat” dan lain

sebagainya. Kata-kata tersebut tanpa kita sadari sering kita jumpai di

kehidupan kita sehari-hari, yang telah lahir dari konstruksi sosial masyarakat

patriarkis.

Kata toxic masculinity sendiri berasal dari seorang psikolog bernama

Shepherd Bills pada tahun 1990. Saat itu Bills menyatakan bahwa, istilah

tersebut digunakan untuk membedakan nilai positif dan negatif laki-laki. Dari

penelitian yang dilakukan, ia mendapatkan hasil bahwa adanya dampak ngatif

dari maskulinitas itu sendiri yang dpaat merusak hidup seorang laki-laki.

Banyak orang yang mengartikan “kejantanan” itu secara sempit, yakni

hanya diartikan sebagai kekerasan dan agresivitas. Masyarakat berpandangan

bahwa yang dimaksud dengan maskulinitas itu adalah seorang pri yang

berpenampilan macho, tidak cengeng, tegas, memiliki jiwa kepemimpinan dan

lain sebagai nya. Dengan kriteria tersebut, banyak dampak yang dihasilkan

khususnya untuk seorang pria. Jika pria tidak memiliki kriteria “kejantanan”

yang sesuai dengan versi masyarakat. maka hal tersebut dapat memberikan

tekanan sosial atau membuat mereka yang mengalami nya kurang percaya

diri.
Terbentuknya cara bersikap laki-laki di masyarakat terkadang

membuat mereka sulit untuk mencapai standarisasi tersebut. Hal ini membuat

laki-laki tercatat lebih banyak melakukan bunuh diri ketimbang perempuan.

Melansir dari situs goodmen.id, Kantor Statistik Nasional menyatakan ada

4.383 kasus bunuh diri pada lelaki pada 2017. Artinya, dari 100 ribu tahun

lelaki di sekitar kita, 15.5% di bunuh diri dan berniat untuk bunuh diri. Angka

yang fantastis bukan? Pertanyaan nya bagaimana isu ini di indonesia ? apakah

dianggap penting atau dianggap tidak terlalu penting ?

Tak hanya bukti soal kasus bunuh diri akibat lelaki tidak dapat

memenuhi standarisasi nya, kabar lain menunjukkan bahwa lelaki juga rentan

mendapatkan pelecehan seksual. Padahal, dalam budaya yang berkembang di

masyarakat, lelaki merupakan pelaku utama dari pelecehan seksual.

Pada April 2021, Indonesia digemparkan dengan kasus perkosaan

yang dilakukan oleh seorang perempuan berusia 28 tahun terhadap seorang

laki-laki usia 16 tahun di Probolinggo, Jawa Timur. Korban mengaku bahwa

ia dicekoki minuman keras oleh pelaku sebelum akhirnya diperkosa.


Gambar 1.2 Contoh Toxic Masculinity

Pada tahun yang sama, publik kembali dihebohkan oleh kasus

kekerasan seksual yang menimpa seorang pegawai pegawai Komisiaran

Indonesia (KPI) yang dilakukan oleh rekan kerja juga sesama laki-laki.

Delapan orang pelaku dipecat karena kasus tersebut. Sementara itu, korban

masih menjalani proses penyembuhan dari depresi akut.


Gambar 1.3 Contoh Toxic Masculinity

Laki-laki juga menjadi rentan menjadi korban kekerasan seksual di

ranah siber. Salah seorang stand-up comedian Indonesia mengaku sering

menerima pesan melalui akun media sosialnya yang berisi ajakan

berhubungan seksual dan foto alat kelamin oleh sesama laki-laki, yang

dilakukan tanpa persetujuan.


Gambar 1.4 Contoh Toxic Masculinity

Dari tiga berita di atas membuktikan, bahwa lelaki juga rentan menjadi

objek pelecehan seksual. Budaya toxic masculitinity yang berkembang di

masyarakat, diyakini sebagai alasan menjadi tabunya kenyataan bahwa laki-

laki juga dapat menjadi korban dari kekerasan seksual.

Kejadian ini seolah menjadi fenomena baru, karena rendahnya tingkat

pengaduan oleh laki-laki, bukan akibat rendahnya tingkat kasus yang terjadi.

Memang, berdasarkan data, jumlah laki-laki korban kekerasan seksual relatif

lebih sedikit dibandingkan perempuan, sehingga diskusi terkait hal ini di

ruang publik masih belum dominan.

2.8 Representasi
Representasi adalah bentuk-bentuk seperti kata-kata, gambar, dan

rangkaian tindakan yang dapat mengungkapkan ide, emosi, fakta, dan

sebagainya. Representasi tergantung pada tanda dan gambar yang ada dan

diterima budaya (Hartley, 2010: 265). Di sisi lain, representasi dalam bahasa

Inggris memiliki arti ekspresi. Citra atau ekspresi yang disajikan secara

sederhana digambarkan sebagai gambaran objek kehidupan yang melalui

media. (Baker, 2004:9).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), representasi memiliki

definisi sebagai tindakan untuk mengungkapkan. Atau, situasi khas disebut

ekspresi. Atau dapat diartikan sebagai suatu proses yang meliputi suatu

keadaan yang dapat merepresentasikan simbol, gambar, dan segala sesuatu

yang memiliki makna. (https://kbbi.web.id/representasi diakses 30/05/2022).

Peneliti lain berpendapat bahwa representasi adalah cara pembentukan

pengetahuan yang mendukung otak memahami tanda-tanda yang dibuat oleh

semua orang. Penggunaan simbol (bunyi, suara, dll) secara jelas

mendefinisikan gambar, menciptakan, menjelaskan, dan mengambil gambar

dari hal-hal yang dapat dilihat, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk

fisik tertentu. (Danesi, 2012:20).

Berdasar pada pengertian yang telah banyak diungkap oleh peneliti,

representasi sendiri merupakan teori lainnya yang melandasi penelitian ini.


Untuk memahami lebih lanjut mengenai apa itu representasi, kita perlu

memahami pemahaman utama dari konsep ini sendiri. Representasi sendiri

merupakan penggunaan bahasa guna menyampaikan sesuatu yang memiliki

“Arti” kepada orang lain. Atau dalam kata lain, bagian terpenting dalam

representasi ini adalah, ketika arti itu sendiri diproduksi dan dipertukarkan

antara anggota kelompok dalam sebuah kebudayaan.

Secara khusus apabila representasi di kaji dalam bidang ilmu

komunikasi, ialah istilah yang penting karena masuk ke dlaam pembicaraan

mengenai hal-hal pokok atau mendasar dalam komunikasi. Secara mudah,

dalam bidang ilmu komunikasi representasi bisa kita pahami sebagai sebuah

tanda yang berguna untuk menampilkan kembali suatu yang diserap,

dibayangkan atau dirasakan dalam bentuk fisik.

Sekali lagi, representasi merupakan tindakan menghadirkan sesuatu

baik orang, peristiwa, atau objek lewat sesuatu yang lain diluar dirinya, yang

biasanya berupaa tanda atau simbol. Dalam hal ini representasi belum tentu

bersifat naya, bisa juga merujuk pada dunia khayalan, fantasi dan ide-ide

abstrak.

Bisa ditarik kesimpulan oleh peneliti, berdasarkan pemahaman yang

telah didapatkan. Peneliti memahami bahwa representasi itu sendiri

merupakan sebuah proses dimana sebuah objek itu ditangkap oleh indra
seseorang. lalu kemudian masuk ke akal untuk di proses, hasil dari proses

tersebut adalah berupa ide atau konsep bahasa yang akan disampaikan atau di

ungkap kembali. Atau secara ringkas, merupakan proses pemaknaan kembali

sebuah objek/fenomena/realitas, yang makna nya itu akan bergantung pada

bagaimana seseorang bisa mengungkapkan nya melalui bahasa.

2.9 Film

Sebagai bagian dari media, dunia perfilman merupakan industri yang

tidak ada habisnya. Film dapat digunakan sebagai media untuk

mengekspresikan atau membentuk realitas itu sendiri. Cerita yang coba

disampaikan oleh film ini juga berbeda baik fiksi maupun nonfiksi. Karena

film merupakan media massa berupa media audiovisual, maka film dapat

menyerap lebih banyak informasi. Jenis media ini juga dapat digunakan untuk

hiburan dan hobi, sehingga sangat diminati oleh masyarakat umum (Lamitang,

2013:2).

Berdasarkan kamus Besar Bahasa Indonesia, film juga dapat diartikan

dalam dua pengertian. Dalam pengertian pertama, film adalah film tipis
seluloid untuk gambar negatif (potret) atau gambar positif (direproduksi di

bioskop). Sensasi kedua, film, diartikan sebagai gambaran permainan (cerita)

yang hidup. Namun pada intinya, film ini adalah dokumen sosial dan budaya

yang membantu menceritakan era ketika film itu dibuat, atau bahkan jika itu

tidak tersedia.

Berdasarkan Misi Perfilman Nasional Indonesia 1979 yang

dikemukakan oleh Effendi, ia menyatakan bahwa film tidak hanya dapat

digunakan sebagai media hiburan, tetapi juga sebagai media pendidikan untuk

membina generasi penerus dalam konteks pembentukan negara dan

kepribadian. Jika kita dapat menghasilkan film dokumenter dan film yang

dekat dengan kehidupan sehari-hari kita secara seimbang, kita akan dapat

memenuhi fungsi pendidikan (Ardianto & Erdianyah 2014:1360). Ada

beberapa faktor yang dapat menunjukkan karakteristik film:

1. Layar lebar

2. Foto

3. Konsentrasi penuh

4. Identifikasi Psikologis (Ardianto dkk 2004: 138)

Selain itu, film juga diklasifikasikan menurut jenisnya sebagai berikut:

A. Cerita

B. Berita

C. Kartun
D. Episode

E. provokatif (Ardianto dkk 2004: 140)

Sebuah film dapat dibentuk oleh dua komponen: element naratif dan

element film. Masing-masing dari mereka terus terhubung satu sama lain

untuk membentuk sebuah film. Tidak mungkin membuat film hanya dengan

dua elemen ini. Dapat dikatakan bahwa unsur naratif adalah bahan atau bahan

yang akan diolah, dan unsur film adalah cara mengolahnya (Patista, 2008:1).

Dalam kajian yang dilakukan, penulis mengkaji bahwa salah satu film

Indonesia Seperti Dendam, Rindu Harus di Bayar Tuntas yang tayang pada

tahun 2021, film ini telah memenangkan penghargaan internasional dan

nasional. Film ini merupakan adaptasi dari novel dengan judul yang sama

yang ditulis oleh Eka Kruniawan pada tahun 2014. Dibintangi oleh sejumlah

nama besar Indonesia seperti Marthino Lio, Ladya Cheryl, Reza Rahadian, Sal

Priadi, Luman Sardi, Djenar Maesa Ayu, Kiki Narendra hingga Christine

Hakim.

2.10 Kerangka Berfikir

Penjelasan di atas telah mewakili sebagian besar kerangka konsep dan

kerangka teori guna menunjung penelitian yang akan dilakukan. Setelah ini,
maka dapat dibuat kerangka pemikiran yang sesuai dengan alur dari referensi

dari kerangka konsep dan kerangka teori yang telah dijelaskan sebelumnya.

Alur kerangka berfikir yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 1.5 Bagan Kerangka Berfikir

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan, Metode Penelitian dan Jenis Penelitian

3.1.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif

menggunakan berbagai metode untuk menjelaskan fenomena yang terjadi di

sini, difokuskan pada simbol, dan menjelaskan kata-kata dalam konteks

tertentu dari teks tertulis, yang memiliki encoding/ decoding.

Pendekatan ini digunakan untuk mengeksplorasi representasi pesan

dan makna tersembunyi dari film “Seperti Dendam, Rindu Harus diBayar

Tuntas”. Dasar penelitian nya menggunakan analisis semiotika, yang

merupakan Sebuah teknik untuk memantau dan menganalisis tanda dan

pembentukannya di berbagai media. Dalam analisis ini, mengamati

bagaimana makna dan simbol yang digunakan untuk menyampaikan pesan

tentang realitas yang terjadi.

3.1.2 Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan adalah analisis semiotika, artinya

tanda-tanda maskulinitas toksik yang muncul di lingkungan Ajo Kawir terkait

dengan impotensi Ajo Kawir dan kekerasan yang harus digunakan untuk

menyembunyikannya. Metode analisis semiotika ini mengacu pada teori

Roland Barthes yang dianggap cocok untuk kajian film. Dengan menggunakan

representasi makna dua tingkat yang dianut Barthes dalam teori semiotika, ia

mencoba menelusuri makna dengan pendekatan kultural, yaitu makrosemiotik.

Alasan penggunaan penelitian ini adalah karena objek yang diteliti

untuk memperjelas makna representasi lewat simbol dalam film “Seperti

Dendam, Rindu Harus di Bayar Tuntas”. Oleh karena itu, model Roland

Barthes yang dipilih cocok untuk menambah kedalaman interpretasi latar

belakang masalah film tersebut.

3.1.3 Jenis Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif. Jenis

penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang fenomena sosial

tertentu yang sedang dicatat dan dijelaskan.

Tujuan dari jenis investigasi deskriptif ini adalah untuk membuat

gambaran yang sistematis tentang fakta dan fenomena dari objek yang dilihat.

Dalam penelitian ini, peneliti ingin menjelaskan seperti apa bentuk toxic
masculinity yang terlihat dalam beberapa adegan film dan pesan apa saja yang

terkandung dalam bagian tersebut.

3.2 Unit Amatan dan Unit Analisis

Unit amatan adalah unit terkecil dari objek yang akan dianalisis,

sedangkan unit analisis adalah unit yang digunakan untuk memperoleh data

untuk menggambarkan atau menjelaskan objek analisis. Dengan kata lain, unit

analisis adalah fokus penelitian. (Masri & Sofian 2006:155).

Berdasar pada pengertian tersebut maka, yang menjadi unit amatan

penelitian ini adalah representasi dan hal apa yang melatar belakang masalah dari

toxic masculinity dalam film. Sementara unit analisis dari penelitian nya adalah .

scene yang terdapat dalam film “Seperti Dendam, Rindu Harus di Bayar Tuntas”.

Unit Analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 10 scene adegan

verbal maupun non-verbal, yang berdasar pada kriteria terdapat beberapa

penggunaan tanda yang merujuk pada representasi toxic masculinity terhadap

pria. Semua tersusun dalam tabel berikut:

Scene Waktu Keterangan

1. 01:17 - 02:06 Ajo melakukan balapan motor secara liar di jalanan,


dengan taruhan sejumlah uang tunai

2. 03:35 – 04:27 Memakan curut untuk penambah stamina, dengan

tujuan menyembuhkan impotensi Ajo Kawir

3. 05:03 – 05:18 Teman Ajo menyapa dengan berkata “Hai jo, burung

mu apa kabar?”. Hal tersebut memantik emosi Ajo

dan akhirnya perkelahian tak bisa dihindari. Ajo

habis babak belur di pukuli.

4. 10:53 – 11:05 Akibat perkelahian Ajo merasa terhina perlakuan dari

teman-teman nya semalam, ia akhirnya membalaskan

dendam nya dengan mencongkel mata Pa Lebe yang

membunuh suami orang dan menghamili istri nya

5. 21:55 – 22:07 Ajo mendapatkan tawaran untuk menghilangkan

nyawa Macan, dengan jaminan uang tunai di muka.

6. 46:20 – 47:12 Ajo di cegat dan di injak tangan nya tanpa bisa

melawan, membuat tangan nya terluka dan di biarkan

begitu saja meskipun kesakitan


7. 49:04 – 52:00 Flashback scene saat Ajo mengalami pelecehan

seksual, karena ia secara tak sengaja mengintip

pemerkosaan terhadap orang gila yang ia beri makan

8. 59:29 – 01:01:00 Ajo membunuh Macan, karena dendam dengan istri

nya yang mengaku hamil. Padahal mereka selama ini

tidak pernah melakukan hubungan suami istri karna

kondisi Ajo yang belum sembuh juga.

9. 01:30:56 – 01:31:28 Ajo membiarkan Mono Ompong berkelahi, untuk

mendapatkan uang dan pembuktian “kejantanan” nya

10. 01:39:20 – 01:40:08 Ajo mendapatkan pelecehan seksual oleh Jelita,

karena di pegang kemaluan nya secara paksa.

3.3 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik dokumenter dimana subjek penelitian adalah dokumenter berupa film.

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber non-manusia.

Penggunaan teknik pengumpulan data dokumentasi dilakukan untuk

memudahkan analisis data dari permasalahan yang diteliti yakni “Representasi

Toxic Masculinity Terhadap Pria (Analisis Semiotika Roland Barthes Film

Seperti Dendam, Rindu Harus di Bayar Tuntas). Tahapan pengumpulan data

adalah sebagai berikut:

a. Menyaksikan dengan cermat film Seperti Dendam, Rindu Harus di Bayar

Tuntas untuk mendapatkan ide untuk tema umum film tersebut.

b. Mengidentifikasi beberapa adegan cerita dalam film Seperti Dendam,

Rindu Harus di Bayar Tuntas sesuai dengan tujuan penelitian

c. Mengelompokkan data menurut rumusan masalah yang telah ditentukan

d. Memasukkan data berupa gambar yang menunjukkan adanya Toxic

Masculinity terhadap pria ke dalam tabel analisis.

3.4 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

semiotika dua tingkat menurut Roland Barthes. Pada tahap pertama, peneliti

menginterpretasikan makna denotasi sebaga gambaran batasan perilaku

berdasarkan gender. Pada tahap-tahap ini, tanda-tanda diinterpretasikan secara

objektif atau dalam realitas realitas konvensi sosial.

Kemudian pada tahap kedua peneliti menganalisis makna konotasi

adegan toxic masculinity terhadap pria ke dalam tabel semantik tahap pertama

yaitu extension (pemahaman yang terdapat pada gambar). Makna kedua,

pembuatan teks ingin mengungkapkan/makna di balik gambar), dan yang

terakhir adalah menangkap latar belakang apa yang coba di angkat dari

permasalahan yang ada di film.

Dengan menggunakan metode analisis Barthes, hasil yang diharapkan

adalah menemukan pesan moral dalam film Seperti Dendam, Rindu Harus di

Bayar Tuntas. Kegiatan ini juga bermaksud untuk menambahkan adegan yang

terkandung dalam toxic masculinity melalui film tersebut dapat dijelaskan

pesannya. Hal ini digambarkan dalam tabel seperti:


Gambar 1.6 Analisis Semiotika Roland Barthes

Menurut penjelasan di atas, unsur-unsur metode semiotika Roland

Barthes mencakup Denotasi, Konotasi, Mitos. Denotasi adalah tataran

simbolik yang mengungkapkan hubungan antara penanda dan penanda, atau

hubungan antara tanda dengan realitas, dan dapat menghasilkan makna yang

jelas, langsung, dan jelas. (Sobur, 2009: 69).

Konotasi di sisi lain, adalah istilah yang digunakan oleh Barthes di

tahap kedua. Jelaskan interaksi yang terjadi ketika karakter menghadapi emosi

dan emosi pembacanya dan nilai budaya mereka. Dalam hal tertentu, dapat

menjelaskan hubungan antara signifikansi dan signifikan. Ada makna implisit,

tidak langsung, dan tidak pasti di sini. (Wahjuwibowo, 2018:22).


Arti dari tahap kedua berkaitan dengan isi, tanda-tanda yang bekerja

melalui mitologi. Mitos adalah salah satu bentuk ideologi. Dalam hal ini,

muncul mitos dari asumsi observasional yang kasar. Mitos semiotika itu

sendiri merupakan proses pemaknaan yang tidak mendalam. Mitos ini hanya

dapat menjelaskan atau memperjelas makna dari apa yang dilihat, bukan apa

yang sebenarnya terjadi. Di sisi lain, mitos menurut Barthes, realitas yang

tidak masuk akal atau tidak dapat dijelaskan, tetapi sistem komunikasi yang

dirancang untuk mengekspresikan dan menilai yang berlaku pada waktu

tertentu (Rusmana, 2014:206).


3.5 Bagan Alur Penelitian

Gambar 1.3 Bagan Alur Penelitian


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Subjek Penelitian

4.1.1 Deskripsi Film Seperti Dendam, Rindu Harus di Bayar Tuntas

Seperti Dendam, Rindu Harus Di Bayar Tuntas atau dalam bahasa

Inggris: Vengeance Is Mine, All Others Pay Cash, merupakan film drama

aksi Indonesia tahun 2021 produksi Palari Films yang disutradarai oleh Edwin

serta diproduseri oleh Muhammad Zaidy dan Meiske Taurisia. Film ini

diadaptasi dari novel berjudul sama karya Eka Kurniawan tahun 2014. Film

ini ditayangkan perdana pada segmen Concorso internazionale dalam ajang

Locarno International Film Festival 2021 di Swiss dan kemudian dirilis di

bioskop Indonesia pada 2 Desember 2021.

Film ini merupakan film ketiga yang diproduksi Palari Films setelah

Aruna & Lidahnya (2018), yang berjaya memenangi dua di antara sembilan

kategori yang didapat pada Festival Film Indonesia 2018. Palari Films

mengumumkan telah mengantongi hak adaptasi Seperti Dendam, Rindu Harus

Di Bayar Tuntas keluaran 2014 oleh Eka Kurniawan.


Biaya produksi film ini juga ditopang oleh dana sebesar 15.000 dollar

Amaerika Serikat yang berjaya didapat atas kemenangan naskah film dalam

kategori Busan Award di Asian Project Market, Festival Film Internasional

Busan 2016. Bersamaan dengan pengumuman dibuatnya film ini, aktris Ladya

Cheryl diumumkan akan memerankan karakter Iteung. Hal ini menandakan

kembalinya Ladya ke dunia akting setelah terakhir kali membintangi film

dokumenter Flutter Echoes and Notes Concerning Nature pada tahun 2015.

Pada November 2020, Marthino Lio dan Sal Priadi bergabung

memerankan tokoh utama Ajo Kawir dan Tokek, berurutan. Film ini menjadi

debut Sal di dunia seni peran. Reza Rahadian dan Ratu Felisha diumumkan

menjadi tambahan terkini dalam film tersebut pada Juli 2021.Di bulan yang

sama, agensi film The Match Factory mengumumkan bahwa mereka telah

memperoleh hak distribusi film ini, dan akan dirilis di bioskop Indonesia pada

2 Desember 2021.

Bagai sebuah keuntungan berlipat ganda, Film Seperti Dendam, Rindu

Harus Dibayar Tuntas atas perusahaan produksi PT. Aneka Cahaya Nusantara

merupakan salah satu dari 22 penerima bantuan pemerintah Kementerian

Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia untuk promosi film

sebesar Rp 1,5 miliar dalam lingkup program Pemulihan Ekonomi Nasional

(PEN) akibat pandemi Covid-19 di Indonesia.


4.1.2 Sinopsis Film Seperti Dendam, Rindu Harus di Bayar Tuntas

Dalam film Seperti Dendam, Rindu Harus di Bayar Tuntas kita akan di

bawa pada perjalanan seorang Ajo Kawir (Marthino Lio) yang berjuang

melawan impotensi nya. Ajo sendiri terkenal tak takut mati, dan selalu

mencari cara agar bisa bertarung untuk bisa mempertahankan “Kelelakian”

nya di hadapan teman-teman nya. Ajo tak tinggal diam, banyak cara yang ia

lakukan untuk menyembuhkan impotensi nya tersebut yang ia dapat karena

masa lalu yang kelam.

Saat masih kecil, Ajo bersama sang sahabat, Tokek (Sal Priadi),

mengintip seorang perempuan dengan gangguan jiwa bernama Rona Merah

(Djenar Maesa Ayu) yang tengah diperkosa dua oknum polisi. Dalam

keadaan tersebut, secara tak sengaja Ajo dan Tokek ketahuan mengintip,

sementara Tokek berhasil kabur Ajo yang malang terpaksa di gendong ke

dalam oleh salah satu oknum polisi tersebut. Secara tak di sangka Ajo ikut

bergabung dan di paksa ikut serta dalam pemerkosaan tersebut.

Untuk mempertahankan maskulinitasnya di tengah keadaan impotensi

itu, Ajo Kawir menjadi sosok yang sering berkelahi, bahkan bersedia menjadi

pemukul dan pembunuh bayaran karena tidak takut mati. Dari “profesi” itu,

arah cerita mempertemukannya dengan sosok Iteung (Ladya Cheryl),

pengawal pribadi dari target yang harus dicelakai oleh Ajo Kawir.
Pertemuan yang diawali perkelahian sengit ternyata membawa mereka

pada ketertarikan hati di antara satu sama lain. Meskipun sempat merasa

rendah diri karena menilai impotensi yang dialaminya akan ditolak oleh

Iteung, pada akhirnya mereka berhasil bersatu dalam bahtera rumah tangga.

Namun, kebutuhan seksual Iteung sebagai seorang istri yang tidak mampu

dipenuhi oleh Ajo Kawir menjadi tantangan terbesar di dalam kehidupan

rumah tangga mereka. Belum lagi, ada sosok Budi Baik (Reza Rahadian)

sebagai pengagum Iteung.

Selanjutnya, pengendalian diri dari birahi dengan nurani, perlawanan

terhadap trauma, dan pembayaran dendam secara tuntas menjadi arah utama

film ‘Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas’ menuju beragam

penyeleasaian konflik hingga di akhir durasinya. Film ini membawa mata

penonton menyaksikan segala bentuk pemberontakan yang lahir dari trauma

dan birahi.

4.1.3 Profile Rumah Produksi (Palari Films)

Palari Films adalah sebuah rumah produksi film Indonesia yang

didirikan oleh Meiske Taurisia dan Muhammad Zaidy yang berbasis di

Jakarta dan berupaya menghasilkan film yang unik dan berkualitas.


Hal ini terlihat dari berbagai film layar lebar yang dihasilkan sukses

menarik perhatian para penonton dalam negeri, tak hanya itu film yang

dihasilkan juga diakui oleh para penikmat film di luar negeri. Berbagai

penghargaan juga telah diterima berkat film-film yang tentunya berkualitas.

Judul produksi pertama rumah produksi ini adalah Posesif (2017),

disutradarai oleh Edwin, ini adalah debut mereka dalam dunia perfilman. Ia

memenangkan 3 Piala Citra di Festival Film Indonesia pada 2017, dalam

kategori Sutradara Terbaik, Aktris Terbaik, dan Aktor Pendukung Terbaik.

Film Posesif menempatkan Palari Films di pusat industri film

Indonesia, dan Edwin sebagai sutradara yang diakui secara kritis untuk film

komersial dengan kualitas artistik yang unik. Di pasar internasional, “Posesif”

terpilih untuk Singapore International Film Festival 2017, Hong Kong

International Film Festival 2018, Osaka Asian Film Festival 2018, dan

Cinema Asia Film Festival 2018 di Amsterdam.

Pada tahun 2018, Palari Films merilis Aruna & Lidahnya, sebuah film

feature karya Edwin yang diadaptasi dari novel laris karya Laksmi Pamuntjak.

Film ini memenangkan dua dari sembilan penghargaan di Festival Film

Indonesia 2018 termasuk Nicholas Saputra untuk “Aktor Pendukung

Terbaik”, dan Titien Wattimena untuk “Skenario Adaptasi Terbaik”.


Film Aruna dan Lidahnya terpilih untuk diputar di Festival Film

Berlinale ke-69 2019 sebagai bagian dari Program Sinema Kuliner. Palari

Films berusaha keras untuk menghasilkan film yang unik dan berkualitas

tinggi, dapat diakses namun substansial, yang menarik baik pasar Indonesia

maupun internasional.

Berhenti untuk beberapa saat karena pandemi, Palari Films

meluncurkan film terbarunya yakni Ali & Ratu Ratu Queens. Ini merupakan

film drama Indonesia yang disutradarai oleh Lucky Kuswandi, ditulis oleh

Gina S. Noer. Film ini mengambil latar tempat di kota Queens, New York dan

Jakarta. Film tersebut menampilkan Iqbaal Ramadhan, Nirina Zubir, Asri

Welas, Tika Panggabean, dan Happy Salma. Awalnya film direncanakan

tayang di bioskop pada tahun 2020. Namun, karena pandemi COVID-19 di

Indonesia, film tersebut dirilis di Netflix secara global sebagai film asli

Netflix pada 17 Juni 2021.

Di tahun yang sama, tepatnya pada 2 Desember 2021 Palari Films

menutup tahun dengan sebuah film garapan Edwin lagi yakni Seperti

Dendam, Rindu Harus di Bayar Tuntas yang mendapat beragam macam

komentar kritis dari para penikmat film Indonesia. Meskipun tayang secara

terbatas, film tersebut merupakan film yang amat dinantikan penayangan nya.
Hal ini karena proses adaptasi memerlukan waktu yang lebih lama,

sehingga Edwin mengajukan novel keluaran tahun yang sama, Aruna &

Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak sebagai proyek baru yang lebih dahulu

diproduksi, yang disebut oleh produser Meiske Taurisia sebagai adaptasi lepas

dari novel karena isi film tidak sama persis dengan novelnya.

4.2 Hasil Penelitian

Bab ini, peneliti akan menjelaskan mengenai temuan dari hasil

penelitian yang telah dilakukan. Dalam hal ini, temuan tersebut terkait dengan

rumusan masalah yang di ajukan yakni, “bagaimana representasi toxic

masculinity terhadap pria dalam film, serta “faktor apa yang melatar belakangi

toxic masculinity terhadap pria dalam film “Seperti Dendam, Rindu Harus di

Bayar Tuntas”, dengan menggunakan teknik analisis semiotika Roland

Barthes. Karena, dalam semiotika tersebut menggagas mengenai signifikasi

dua tahap.

Dari peta penandaan dari Roland Barthes yang menghubungkan unsur-

usnur berupa tanda, penanda dan petanda hingga dapat membangun sebuah

pemaknaan dari representasi dan latar belakang masalah yang coba

disampaikan melalui film tersebut. Dalam peta tanda ini, diuraikanlah unsur-

usnur sebuah makna yakni denotasi, susunan ini menggambarkan sebuah

hubungan diantara penanda dan juga petanda yang ada di dalam tanda, serta

antara tanda dengan acuan nya (pemikiran) di dalam realitas eksternal.


Berlanjut pada susunan kedua yakni Konotasi, menggambarkan

interkasi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan, emosi dan nilai

kultur dari sang pengguna. Susunan terakhir adalah Mitos, yang merupakan

suatu bentuk pesan atau tutur yang wajib diyakini kebenaran nya akan tetapi

tidak dapat dibuktikan.

Maka dari hal tersebut, dibawah ini peneliti akan memaparkan analisis

semiotika Roland Barthes pada scene-scene yang ada di dalam film “ Seperti

Dendam, Rindu Harus di Bayar Tuntas”.

Tabel 4.1 : Scene 1

Penanda (Signifier) Pertanda (Signified)

 Ajo Kawir mengendarai motor

tua bersiap untuk melakukan

balapan motor di jalanan, di

belakang nya ia di kelilingi oleh

teman-teman nya yang

mendukung.

 Di tengah jalan terdapat botol

kaca hijau yang berisi uang, dan

disebrang sana terlihat lawan

dari Ajo yang siap

memperebutkan hadiah.
Konotasi

Denotasi Menandakan ajang adu kecepatan antara

Kumpulan remaja laki-laki yang mengadakan laki-laki, agar bisa di akui sebagai

kegiatan balapan motor liar dijalanan. pemenang dan keluar mendapatkan

hadiah yang dipertaruhkan.

Mitos

Kegiatan balapan motor liar sering dilakukan oleh sekumpulan anak remaja di jalanan kosong,

hal ini dilakukan agar mereka bisa adu kecepatan mendapatkan hadiah yang dipertaruhkan. Tak

hanya itu, kegiatan ini mereka lakukan agar bisa diakui sebagai pemenang dan di anggap hebat

di lingkungan pertemanan nya.

Tabel 4.2 : Scene 2

Penanda (Signifier) Pertanda (Signified)


 Ajo mendatangi Mak Jerot untuk

mendapatkan pengobatan

tradisional agar bisa smbuh dari

impotensi nya.

 Mak Jerot menjelaskan pada Ajo

“Mau sembuh ndak?” atau

dalam bahasa Indonesia “Mau

cepat sembuh tidak?”

Denotasi Konotasi

Pria mendatangi tempat pengobatan tradisional, agar Menandakan sebuah usaha laki-laki

bisa mendapatkan tindakan terbaik untuk agar bisa segera sembuh dari impotensi.

menyembuhkan penyakit impotensi nya.

Mitos

Impotensi yang dialami seorang pria mungkin tidak akan terlalu berbahaya, namun dampak nya

akan berpengaruh pada mental dan fisik pria tersebut. penderitaan bisa mengalami depresi,

bahkan kemandulan. Kondisi ini bisa mengganggu keharmonisan hubungan dengan pasangan

dan mengganggu konsentrasi dalam bekerja.


Tabel 4.3 : Scene 3

Penanda (Signifier) Pertanda (Signified)

 Ajo bertemu dengan salah satu

teman nya yang menanyakan hal

pribadi “Apa kabar burung mu

Jo?”

 Ajo tidak terima dan langsung

memukul teman nya tersebut,

namun semua orang yang berada

di ruangan tersebut ikut

memukul Ajo balik hingga

tersungkur.

Denotasi Konotasi

Seorang pria yang bertemu dengan teman nya, Sebuah kondisi dimana laki-laki

namun ia di ejek karena penyakit yang ia derita mempertahankan kelelakian nya ketika

di pertanyakan oleh teman lelaki

lainnya. Biasanya berkelahi adalah jalan

terbaik agar terlihat “tidak dapat di

kalahkan”

Mitos
Mempertanyakan kelelakian seorang lelaki merupakan suatu kondisi mengejek atau membuli

orang tersebut, ketika tidak terima dengan ejekan tersebut maka biasanya orang yang di ejek

akan mempertahankan kelelakian nya. Adu fisik adalah salah satu cara agar tetap dipandang

sebagai laki-laki yang kuat.

Tabel 4.4: Scene 4

Penanda (Signifier) Pertanda (Signified)

 Ajo mengancam pa Lebe dengan

pisau, karena perbuatan biadab

nya

 Karena kesal pa Lebe tidak

kunjung mengakui perbuatan nya,

Ajo mencongkel mata pa Lebe

dan di bawa nya untuk

menunjukkan kuasa dan kekuatan

nya

Denotasi Konotasi

Seorang pria yang meminta seorang pria lain untuk Menandakan sebuah kekerasan yang

mengakui sebuah kesalahan nya, namun karena dilakukan oleh lelaki, hal ini betujuan

tidak kunjung mengakui nya maka ia melakukan guna mendapatkan pengakuan akan kuasa

kekerasan. dan kekuatan nya.


Mitos

Kekerasan di lingkungan lelaki sering kali terjadi, apalagi ketika sebuah percakapan tidak

ditanggapi dengan baik oleh lawan nya. Akhirnya, kekerasan merupakan suatu jalan keluar agar

segera mendapatkan apa yang diinginkan sebelumnya. Biasanya sebuah keinginan akan

pengakuan kekuasaan dan kekuatan,

Tabel 4.5: Scene 5

Penanda (Signifier) Pertanda (Signified)

 Pa Gembul menunjukkan foto

target yang harus Ajo lenyapkan

 Pa Gembul menjelaskan tugas apa

yang harus Ajo lakukan dan

imbalan apa yang akan ia dapat

Denotasi Konotasi

Pria paruh baya meminta bantuan lelaki lain untuk Menjelaskan bahwa perbuatan berbahaya

melenyapkan seseorang. sering kali diberikan kepada seorang pria,


dan digantikan dengan sebuah imbalan

yang setara dengan hasil pekerjaan yang

ia lakukan.

Mitos

Sering kali seorang pria diberikan sebuah pekerjaan berbahaya, salah satunya adalah dengan

membunuh seseorang dengan iming-iming sebuah bayaran yang tinggi. Padahal nyawa tidak

dapat digantikan dengan uang sekalipun.

Tabel 4.6: Scene 6

Penanda (Signifier) Pertanda (Signified)

 Ajo dijegat disebuah jalan oleh

sekumpulan pria misterius yang

tidak menyukai nya karena

menikahi iteung istrinya, dan

langsung menyerang nya hingga

ia harus terluka dibagian tangan

nya.
 Ajo terlihat menahan rasa sakit

ditangan nya akibat penyerangan

misterius tadi

Denotasi Konotasi

Seorang pria berusaha terlihat kuat ketika tangan Lelaki yang berusaha terlihat baik-baik

nya terluka parah. saja, dan berusaha menutupi kesakitan

nya di hadapan semua orang.

Mitos

Laki-laki tidak boleh lemah adalah hal yang biasa di dengar dimasyarakat sekitar, dengan luka

di tangan yang begitu parah sang pria tetap menunjukkan bahwa dirinya baik-baik saja akan

luka tersebut dan ia mampu menahan sakit yang ia rasakan.

Tabel 4.7: Scene 7

Penanda (Signifier) Pertanda (Signified)

 Ajo mengintip perlakuan 2 polisi yang

memperkosa secara paksa wanita

Rona Merah yang tidak waras

 Karena ketahuan mengintip perlakuan

biadap itu, Ajo di paksa masuk dan

ikut mendapat kekerasan seksual yang


membuatnya trauma.

Denotasi Konotasi

Anak lelaki mendapatkan kekerasan seksual Kekerasan seksual terhadap anak laki-laki

karena ketahuan melakukan kesalahan secara karena kesalahan yang ia lakukan. Hal ini

tidak sengaja. menyebabkan seorang anak laki-laki

ketakutan hingga dibuat trauma sepanjang

hidupnya.

Mitos

Anak laki-laki sering kali melakukan kesalahan yang tidak sengaja, untuk memberi pelajaran

karena kesalahannya itu, banyak yang harus mendapatkan kekerasan secara fisik dan mental

hingga kekerasan seksual yang menyebabkan anak laki-laki mengalami trauma masa kecil yang

terbawa hingga dewasa.

Tabel 4.8: Scene 8

Penanda (Signifier) Pertanda (Signified)


 Ajo mendapatkan kabar bahwa istri

nya hamil, padahal Ajo masih

mengalami impotensi dan belum

pernah berhubungan suami istri

dengan istrinya tersebut.

 Mendengar hal itu Ajo marah besar

terhadap istrinya yang telah

membohongi Ajo selama ini.

 Karena marah besar dengan perlakuan

istrinya tersebut, Ajo akhirnya

melaksanakan tugas dari Pa Gembul

untuk membunuh Macan secara brutal.

Denotasi Konotasi

Lelaki kesal terhadap suatu permasalahan, Kekesalahan terhadap suatu masalah yang

membuatnya dendam dan melampiaskan harus dihadapi laki-laki, akhirnya karena tak

kemarahan nya terhadap orang lain agar dia terima dengan hal tersebut laki-laki itu

merasa puas. melampiaskan amarahnya dengan cara biadap


yang brutal untuk membalaskan dendam nya

Mitos

Sering kali laki-laki dendam akan suatu permasalahan yang tidak sesuai dengan hatinya. Untuk

membalaskan dendam tersebut, laki-laki biasanya melampiaskan kekesalan nya pada hal

apapun, baik jalan kekerasan sekalipun.

Tabel 4.9: Scene 9

Penanda (Signifier) Pertanda (Signified)

 Jelita meminta Ajo menghentikan

perkelahian teman nya Mono

Ompong.

 Mono Ompong berkelahi dengan

lelaki lain, di dukung oleh para laki-

laki di belakang termasuk Ajo tanpa

niat menghentikan.

Denotasi Konotasi

Lelaki berkelahi dengan sesama lelaki Mempertahankan kelelakian nya dengan cara

berkelahi, untuk menunjukkan siapa dirinya


yang sebenarnya.

Mitos

Perkelahian sering kali menjadi kegiatan yang di minati para lelaki khususnya. Dalam

perkelahian tersebut, mereka dapat menunjukkan keahlian nya dalam mempertahankan

“kelelakian nya”. hal ini juga dilakukan untuk mendapatkan pengakuan, hingga hadiah dari

taruhan yang dilakukan oleh orang-orang yang menonton nya.

Tabel 4.10: Scene 10

Penanda (Signifier) Pertanda (Signified)

 Ajo ketakutan ketika badan Jelita

semakin dengan ke arahnya.

 Jelita memegang kemaluan Ajo secara

sengaja, tanpa rasa bersalah yang

membuat Ajo kaget tanpa bisa

melawan.

Denotasi Konotasi

Seorang wanita mengobrol dengan seorang Menandakan pelecehan seksual terhadap laki-
lelaki, namun secara sengaja ia memegang laki yang dilakukan secara sengaja, dalam hal

kemaluan pria trsebut tanpa rasa bersalah ini sang pria tak bisa melakukan hal apapun

selain terkejut atas perlakuan tersebut

Mitos

Pelecehan seksual terhadap laki-laki masih sering terjadi di sekitar lingkungan kita, tanpa

disadari pelaku biasanya juga terdiri dari laki-laki juga atau bahkan perempuan. Sebagai

korban, terkadang laki-laki enggan untuk berbicara mengenai hal yang menimpa nya seperti ini.

Ini akibat dari steriotype yang berkembang di masyarakat, tentang laki-laki sebagai pelaku

pelecehan seksual.

4.2.2 Representasi Toxic Masculinity

Film Seperti Dendam Rindu Harus di Bayar Tuntas merupakan salah satu film

yang berani mengangkat isu tentang toxic masculinity, khususnya culture of macho

yang berkembang pada budaya patriarki di Indonesia. Isu ini begitu melekat pada

bagian cerita di film ini, kita akan di ajak melihat betapa intensnya budaya tersebut

berkembang, dan kita diperlihatkan tentang bagaimana budaya tersebut bukanlah

budaya yang baru-baru ini ada, akan tetapi telah ada sejak jaman dahulu. Karena

kebetulan film ini mengambil latar belakang di era 1989.

Toxic masculinity yang digambarkan melalui film ini sendiri begitu intens,

sehingga benar-benar menunjukkan bagaimana budaya yang berkembang bagi

seorang laki-laki dilingkungan nya, ditengah penyakit yang ia derita berupa

impotensi. Dalam hal ini, penyakit impotensi dianggap sebagai suatu permasalahan
yang besar bagi laki-laki, dan membuat lelaki menjadi sulit diterima di lingkungan

nya sendiri. Berkembangnya “paham” tentang bagaimana seharusnya laki-laki

bertindak di lingkungan nya, membuat kebanyakan lelaki sulit untuk diterima jika

memiliki kekurangan di dalam dirinya.

Impotensi menjadi momok terbesar bagi seorang pria, sebab membuat

“kelelakian” seorang pria dipertanyakan. Berdasarkan hasil analisis yang telah

dilaksanakan sebelumnya, peneliti mendapatkan bentuk-bentuk toxic masculinity

terhadap pria yang berkembang sejak lama sama seperti apa yang berkembang hingga

saat ini juga. Beberapa hal diantara nya adalah:

Pelecehan seksual yang di dapatkan oleh seorang anak kecil membuat nya

mengalami trauma mendalam hingga dewasa. Beranjak dewasa, ia sampai harus

mengalami sebuah penyakit impotensi, yang merupakan kondisi ketika pria tidak

mendapatkan atau mempertahankan cukup ereksi untuk melakukan hubungan

seksual. Disfungsi ereksi ini bisa terjadi karena sebuah penyakit fisik hingga

psikologis yang mungkin ia dapat dari trauma itu sendiri. Sehingga banyak yang

beranggapan bahwa, impotensi merupakan penyakit yang berasal dari masalah

psikologis.

Banyak laki-laki yang kurang bisa terbuka atas apa yang pernah terjadi di

masa lalu ini, apalagi masalah “pelecehan seksual” yang menjadi tabu terjadi di laki-

laki. Seperti yang terlihat pada scene 7. Semua berawal dari kejadian tidak sengaja

itu, yang membuat Ajo tidak berani mengungkapkan apa yang terjadi sebenarnya.
Barulah ketika Ajo menikah ia mulai mau menjelaskan sesuatu yang terjadi pada

dirinya di masa lalu kepada sang istri.

Pelecehan seksual yang Ajo dapatkan tak hanya berhenti pada masa lalu yang

membuat nya trauma, saat beranjak dewasa ia juga mendapatkan kejadian sama

ketika kemaluan nya di pegang oleh Jelita secara spontan dan akhirnya membuatnya

ketakutan. Hal ini menunjukkan bahwa lelaki juga bisa mendapatkan pelecehan baik

secara sengaja maupun tidak di lingkungan nya sendiri yang hingga akhirnya

menyebabkan ia trauma dan tak bisa mempertahankan ereksi nya sendiri.

Meskipun bukan penyakit menular berbahaya, namun disfungsi ereksi ini jelas

menimbulkan efek psikologis bagi penderita. Mulai dari depresi, kurang percaya diri

dan menimbulkan rengangnya hubungan dengan pasangan. Efek lain yang

ditimbulkan dari impotensi sendiri bisa berpengaruh pada lingkungan pertemanan,

dimana banyak yang beranggapan bahwa pria yang menderita penyakit itu artinya

pria bukanlah seorang pria yang seutuhnya. Dengan keadaan ini membuat Ajo kurang

bisa diterima di lingkungan nya, banyak yang menganggap diri lemah dan bukanlah

seorang “lelaki” karena penyakit nya itu seperti yang terjadi pada scene 3, 6 dan 9.

Scene 3 di pertanyakan “kelelakian” nya di hadapan orang banyak oleh salah

seorang teman nya. Scene 6 Ajo mendapatkan kekerasan akibat ketidak sukaan lelaki

lain terhadap Ajo, karena menikahi Iteung istri nya. Alhasil Ajo mendapatkan luka di

sekujur tangan nya, namun ia tetap terlihat baik-baik saja di tengah kesakitan nya

tersebut. Dan scene 9 ketika Mono Ompong di anggap lemah karena mengalami hal

yang sama seperti Ajo


Hal tersebut membuat Ajo tidak terima atas perlakuan tersebut, seperti yang

terjadi pada beberapa scene lain sepert scene 1 ketika bermain balapan liar dan

taruhan uang. Scene 2 ketika Ajo mencoba mengobati impotensi nya tersebut lewat

orang pintar. Scene 3 yang memperlihakan Ajo melawan teman-teman yang

mengejeknya. Scene 4 saat Ajo membalaskan dendam nya kepada pa Lebe untuk

tetap terlihat “lelaki”. Hingga scene 8 ketika Ajo membunuh Macan karena kesal

dengan istri nya yang hamil dengan lelaki lain. Apa lagi scene 9 ketika Mono

Ompong terlibat perkelahian agar tetap bisa di anggap “lelaki” dilingkungan nya.

Beberapa adegan tersebut menunjukkan usaha seorang laki-laki untuk tetap

mempertahankan “kelelakian” nya di tengah penyakit impotensi yang melanda. Hal

ini mereka lakukan agar tetap bisa diterima di masyarakat, dan tetap bisa memiliki

kuasa penuh atas dirinya. Jalan kekerasan pun banyak mereka tempuh agar masih

tetap di akui di masyarakat agar bisa memenuhi “standart” yang dibuat di lingkungan

nya tersebut.

Penyakit Ajo yang membuatnya terlihat lemah membawa nya pada perjalanan

panjang penebusan diri untuk bisa di akui di lingkungan nya. Ajo juga suka menerima

pekerjaan yang mengharuskan nya menghilangkan nyawa seseorang untuk bisa

mendapatkan pembuktian diri akan kelelakian nya seperti yang terlihat pada adegan

scene 5. Meskipun sempat ragu akan pekerjaan nya, Ajo tetap melakukan pekerjaan

itu ketika ia membenci kabar kehamilan istrinya. Berdasar pada amarah yang tinggi,

Ajo membunuh Macan untuk membalaskan dendam nya akibat kabar kehamilan istri
yang belum pernah ia setubuhi. Ajo beranggapan, bahwa jalan kekerasan adalah akhir

untuk bisa memperlihatkan “kelelakian” nya.

4.3 Pembahasan

4.3.3 Toxic Masculinity dalam Film Seperti Dendam Rindu Harus di Bayar

Tuntas

Secara garis besar, representasi toxic masculinity yang terjadi pada diri Ajo

bermula dari anggapan masyakat kepada dirinya tentang kelemahan syahwat yang ia

alami. Dari situ Ajo banyak mendapatkan ejekan serta hinaan tentang penyakitnya.

Tidak tinggal diam, Ajo pun mulai bertindak untuk tetap mendapatkan pengakuan

atas “kelelakian” nya tersebut. Tindak kekerasan merupakan jalan terakhir yang ia

tempuh agar tetap bisa mendapatkan hal tersebut, agar dia tetap terlihat kuat, tidak

lemah, dan di anggap sebagai laki-laki seutuhnya.

Hal ini di ungkap oleh para psikolog, salah satu nya adalah Vera Itabiliana

yang dikutip dari kumparan.com. Ia menganggap, bahwa laki-laki melakukan

kekerasan karena pengaruh dari lingkungan budaya nya. Ketika lelaki emosi, mereka

lebih mudah melakukan aksi fisik. Ketimbang perempuan yang melampiaskan nya

lewat tangisan. Sejak kecil, pria telah mendapatkan pendidikan tentang menahan

emosinya untuk tidak boleh menangis. Sehingga mereka cenderung tidak dapat

mengekspresikan emosi nya selain dengan berkelahi. (www.kumparan.com di akses

23 Juli 2022)
Ajo yang sedari kecil sudah mendapatkan perlakuan yang tidak senonoh, dan

tidak mampu mengungkapkan hal tersebut membuatnya trauma. Saat dewasa, ia

masih belum bisa mengungkap kekesalahan nya tersebut yang ditambah lagi dengan

kondisi nya yang impoten dan tak bisa diterima di masyarakat. Sehingga Ajo

melampiaskan seluruh nya dengan tindak kekerasan agar ia tetap mendapatkan

pengakuan atas “kelelakian” nya.

4.3.4 Tanda dan makna Toxic Masculinity Pada Film dalam Prepektif Teori
Semiotika
DAFTAR PUSTAKA

Referensi Buku:

Rakhmat, J. (2005). Psikologi Komunikasi edisi revisi. Bandung. Remaja


Rosdakarya.
Turner, L. H., & West, R. L. (2008). Pengantar Teori Komunikasi : Analisis
dan Aplikasi(edisi 3). Jakarta : Slemba Humanika.
Nurudin, N. (2007). Pengantar Komunikasi Massa. RajaGrafindo Persada.
Effendy, O. U. (2000). Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. In Komunikasi
dalam sebuah organisasi.
Wahjuwibowo, I. S. (2018). Semiotika Komunikasi-aplikasi praktis bagi
penelitian dan skripsi komunikasi (Vol. III). Jakarta, Indonesia: Mitra Wacana
Media.

Rusmana, D. 2014. Filsafat Semiotika: Paradigma, Teori, dan Metode

Interpretasi Tanda dari Semiotika Struktural Hingga Dekonstruksi Praktis. Bandung:

Pustaka Setia.
Sobur, A. 2016. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ardianto, E. (2004). Komunikasi massa suatu pengantar. Bandung: Simbiosa

Rekatama Media

Referensi Jurnal :

Salim, R. P. (2020). Toxic Masculinity Portrayal in David Fincher’s Fight

Club (Doctoral dissertation, Universitas Widya Kartika).

Sculos, B. W. (2017). Who’s afraid of ‘toxic masculinity’. Class, Race and

Corporate Power, 5(3), 1-5.

Widyatama, R. (2006). Bias gender dalam iklan televisi. Media Pressindo.

Kupers, T. A. (2005). Toxic masculinity as a barrier to mental health

treatment in prison. Journal of clinical psychology, 61(6), 713-724.

McQuail, D. (2010). The future of communication studies: A contribution to


the debate. Media and communication studies interventions and intersections, 27.

Nathaniel, A., & Sannie, A. W. (2020). Analisis semiotika makna kesendirian

pada lirik lagu “Ruang Sendiri” karya Tulus. SEMIOTIKA: Jurnal Ilmu Sastra Dan

Linguistik, 19(2), 107-117.


Nur, F. (2022). KONSTRUKSI SOSIAL MASKULINITAS POSITIF DAN

KESEHATAN MENTAL (Studi Fenomenologi Toxic Masculinity Pada Generasi Z) (Doctoral

dissertation, UIN Prof. KH Saifuddin Zuhri).

Weiss, Suzannah (2016). “6 Harmful Effects Of Toxic Masculinity.”

Referensi Online

https://kbbi.web.id/representasi (di akses pada 30/04/22 pukul 16:00)

Anda mungkin juga menyukai