Anda di halaman 1dari 24

TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK (Symbolic Interaktinism)

Dosen Pengampu : Pak Irfan, S.pd., M.Si

Mata Kuliah : Teori Sosiologi Modern.

Di susun oleh :

1. Fitri Sri Rahayu Nur R. S.


2. Nurjulita Latifa.
3. Ramli.
4. Khalida Rizkiyati.
5. Furkan.
6. Nurfadhilah.

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) BIMA

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN SOSIAL

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim,
Assalamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Alhamdulillah, Alhamdulillahirabbil`alamin.

Puji syukur atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta`ala, karena atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga “Analisis Teori tentang Teori Interaksionisme Simbolik” ini dapat
terselesaikan. Analisis teori ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Toeri Sosiologi Modern.

Dalam penyusunan Analisis Toeri ini, penulis berharap semoga hasil analisis terori ini dapat
bermanfaat dan memberikan wawasan yang lebih luas bagi pembacanya.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan


analisis teori ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para
pembaca demi kesempurnaan analisis teori ini.

Terimah Kasih atas perhatiannya.

Wabillahi Taufiq Walhidayah, Waridha Walinayah.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


DAFTAR ISI

Halaman Sampul ………………………………………………………………………..


Kata Pengantar ………………………………………………………………………..
Daftar Isi ……………………………………………………………………………….

BAB I PEMBAHASAN
A. Nama Teori ………………………………………………………………………
B. Sejarah Teori …………………………………………………………………….
C. Biografi Tokoh Teori ……………………………………………………………
D. Asumsi Dasar Teori ………………………………………………………………
E. Faktor yang mempengaruhi teori ………………………………………………..
F. Inti Teori …………………………………………………………………………
G. Kritik Terhadap Teori oleh para Penulis …………………………………………
H. Kesimpulan Toeri ………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PEMBAHASAN

A. Nama Teori.

Interaksionisme Simbolik (Symbolic Interaktinism).

Teori interaksionisme simbolik merupakan teori yang memiliki asusmi bahwa manusia
membentuk makna melalui proses komunikasi. Teori interaksionisme simbolik berfokus pada
pentingnya konsep diri dan persepsi yang dimiliki individu berdasarkan interaksi dengan
individu lain. Teori interaksi simbolik menekankan pada hubungan antara simbol dan interaksi,
serta inti dari pandangan ini adalah individu. (Soeprapto, 2007).
Interaksi Simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang berasal dari
pikiran manusia (Mind) mengenai diri (Self), dan hubungannya di tengah interaksi sosial, dan
bertujuan akhir untuk memediasi, serta menginterpretasi makna di tengah masyarakat dimana
individu tersebut menetap. Seperti yang di catat oleh Douglas (1970) dalam Ardianto (2007:
136), makna itu berasal dari interaksi, dan tidak ada cara lain untuk membentuk makna, selain
dengan membangun hubungn dengan invidiu lain melalui interaksi.
Tema pertama pada interaksi simbolik berfokus pada pentingnya membentuk makna bagi
perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak dapat terlepas dari proses
komunikasi, untuk menciptakan makna yang disepakati diperlukan adanya interaksi secara
bersama antar individu.

B. Sejarah Teori.
Teori interaksionisme simbolik pertama kali berkembang di Amerika Serikat terutama di
Universitas Chicago pada awal abad 20. Tokoh utamanya berasal dari berbagai universitas di
luar Chicago. Dua orang tokoh besarnya adalah Filsuf John Dewey dan Charles Horton Cooley
yang pindah dari Universitas Michigan dan memengaruhi tokoh lain, yakni William James dan
Josiah Royce kemudian juga pindah ke Universitas Chicago. Tokoh terakhir ini datang
membawa pengaruh George Simmel yang ahli dalam pendidikan dan pers, mendorong pemikiran
interaksionisme simbolik bergeser ke arah empirisme. Oleh karena itu, tidak mengherankan
apabila aliran pemikiran Chicago ini lebih filosofis dan empiris dibandingkan dengan pengikut
parsons di Harvard yang cenderung mengembangkan teori-teori abstrak (Ritzer, 1985 : 59).
Aliran Chicago diinisiasi oleh Robert E. Park dan Ernest Burgess, kemudian dilanjutkan
mulai dari dekade 1930 hingga 1950 dibawah kepemimpinan Everett C. Hughes (Cuff et. al.,
2006 : 105). Aliran Chicago ini memiliki pengaruh yang kuat bagi perkembangan sosiologi
dibenua Amerika, bahkan di belahan dunia lainnya. Hal ini disebabkan aliran inilah yang
menerbitkan jurnal sosiologi professional pertama, yakni The American Journal of Sociology
yang menjadi jurnal sosiologi terkemuka di dunia hingga saat ini. Selain itu, aliran ini
mengembangkan model laboratorium alamiah dengan ciri khasnya penelitian etnografis kualitatif
mengenai proses-proses dan problem-problem sosial perkotaan (Johnson, : 53). Sejumlah teori
terkenal telah dilahirkan diantaranya adalah social disorganization. Menurut teori ini, berbagai
penyimpangan sosial yang terjadi, terutama di daerah pemukiman kumuh kota, disebabkan
karena pengaruh melemahnya organisasi sosial sebagai dampak urbanisasi yang tidak terkontrol.
Tokoh-tokoh aliran Chicago yang memiliki kontibusi besar antara lain adalah George
Herbert, Mead, Addams, William I. Thomas, dan Robert Ezra Park. Ide-ide Mead memberikan
kontibusi bagi perkembangan perspektif interaksionisme simbolik yang berada pada level analisi
sosiologi mikro. Jane Adam mendedikasikan dirinya pada pengembangan sosiologi pengetahuan
dan impelementasinya dalam reformasi sosial. Thomas mengfokuskan pada pentingnya definis
sosial dalam memahami perilaku. Sementara itu, Robert Ezra Park merupakan pelopor sosiologi
perkotaan dengan menggunakanperangkat analisis ekologis.
Diantaranya tokoh aliran ini, George Herbert Mead merupakan tokoh yang paling besar
kontribusinya. Mead menekankan pentingnya meneliti hubungan antara interaksi sosial dan
proses-proses mental subjektif, seperti konsep diri yang berhubungan dengan komunitas atau
masyarakat yang lebih besar. Perspektif Mead adalah tentang bagaimana pengetahuan
berkembang melalui proses adaptasi terhadap lingkungan serta mengenai pemecahan masalah
sebagai jembatan antara pragmatisme dan sosiologi. Mead menyebut perspektifnya sebagai
behaviorisme sosial (social behaviorism). Akan tetapi, belakangan beberapa idenya berhubungan
dengan teori interaksionisme simbolik sebagaimana halnya simmel, Mead memfokuskan pada
interaksi, hanya saja Mead menekankan secara lebih eksplisit pada interaksi yang berhubungan
pada interpretasi subjektif (the thingking process) (Johnson, 2008 : 55).
Pada tahun 1922, Coley mengembangkan teori yang terkenal, yakni the looking-glass self
yang menunjuk pada pengembangan konsep diri seorang individu berdasarkan bagaimana dia
membayangkan mengenai citra dirinya yang diperoleh dari orang lain, terutama dari significan
others. Tanpa umpan balik (feedback) dari orang lain, terutama anggota keluarganya, seorang
individu tidak akan mampu membentuk citra tentang dirinya. Teori Celoy ini cukup mewarnai
perkembangan teori interaksionisme simbolik.
Pada tahun 1934, George Herbert memformulasikan sebuah kerangka teori yang
kemudian di kenal dengan sebutan simbolic interactionism (blumer, 2004). Mead
menggeneralisasikan teori Cely untuk skala masyarakat yang lebih luas, mengajukan preposisi
bahwa identitas individual berada dalam konteks masyarakat, memanifestasi, dan merubah
melalui interaksi sosial diperoleh melalui negosiasi antara pengirim dan penerima pesan. Makna-
makna yang khusus merupakan perbedaan interpretasi mengenai suatu even interaksi. Melalui
proses ini, citra diri di (ter) konstruksikan.
Herbert Blumer (1900-1987)adalah murid George Herbert Mead di universitas Chicago.
Blumerlah orang yang pertama kali menggunakan istilah interaksionisme simbolik pada tahun
1937. Bagi Blumer maakna bukanlah emanasi makeup sesuatu yang bersifat intriks, juga makna
tidak muncul dari elemen-elemen psikologis antara orang, makna tentang sesuatu bagi seseorang
muncul dari bagaimana cara orang lain memaknai hal tersebut.
Teori interaksionisme simbolik berkembang dan mencapai kejayaannya hinggadekade
1950an. Namun demikian, teori ini mengalami “perpecahan” dengan munculnya aliran baru,
yakni aliran lowa yang memiliki perbedaan sangat mendasar dengan aliran Chicago yang
“menguasai” teori interaksionisme simbolik sebelumnya. Perbedaan kedua aliran ini layaknya
perbedaaan antara orientasi teoritis behaviorisme psikologi dan struktural fungsional dalam teori
sosiologi secara umum.
Kematian Mead dan kepindahan Park dari universitas chicago merupakan pemicu
kemunduran teori ini. Selain itu, juga terdapat faktor lain yakni pertumbuhan sosiologi yang
semakin ilmiah dengan menggunakan Change dan analisis statistik. Semakin luasnya kebencian
dikalangan sosiologi terhadap dominasi aliran chicao juga menjadi faktor penyebab menurunya
pamor teori interaksi simbolik (Ritzer dan Godman, 2008}. Meskipun demikian, di akhir abad 20
dan akhir abad 21 teori ini kembali mengalami refitalisasi dengan munculnya sejumlah teori baru
yang merupakan pengembangan atau inspirasi teori interaksionisme simbolik. Teori ini
meskipun gagal menjadi mainstream dalam teori sosioligi, memiliki pengaruh yang luas.

C. Biografi Tokoh teori.


Ada beberapa tokoh sosiologi yang mengemukakan pendapatnya terkait teori
interaksionisme simbolik ini, yaitu :
1. GEORGE HERBERT MEAD.
George Herbert Mead lahir di South Hadley, Massachusetts 27 Februari 1863, meninggal
di Chicago Illinois 26 april 1931di umru yang ke 68 tahun. Ia adalah seorang tokoh filsafat di
bidang sosiologi dan psikologi yang berasal dari Amerika Serikat. Ia di kenal sebagai tokoh
dengan aliran sosiologi Chicago atau pragmatis. Semasa pendidikan, dia menerima gelar sarjana
muda dari Oberlin Collage pada tahun 1883, kemudian memulai studi sarjana di Harvard pada
tahun 1887. Selain itu, ia pernah belajar di Universitas Leipzig. Kesempatan mengajar di tingkat
sarjana pertama kali paa tahun 1897 di Universitas Michigan. Lalu, ia bekerja di Universitas
Chicago pada tahun 1894 atas undangan John Dewey, dan tetap bekerja di Universitas tersebut
sampai ia meninggal.
Dia mulai mengajar kursus mengenai psikologi sosial pada tahun 1990. Pada tahun 1961-
1917 kursus tersebut di ubah menjadi kursus lanjutan (sebuah catatan catatan stenografoik
mahasiswa mulai tahun 1928 menjadi landasan bagi Mind, Self and Society) yang disusul
dengan sebuah kursus di bidang psikologi sosial elementer yang diajarkan setelah tahun 1919
oleh Ellsworth Faris di departemen sosiologi. Dengan kursus itu, ia mempunyai pengaruh yang
begitu kuat terhadap para mahasiswanya di bidang sosiologi dan psikologi serta pendidikan.
George terlibat di dalam pembaharuan sosial. Dia percaya bahwa ilmu dapat di gunakan
untuk menangani masalah-masalah sosial.

PEMIKIRAN
Pada dasarnya teori interaksionisme simbolik di dasarkan pada perspektif atau dapat
diartikan sebagai asumsi yang digunakan seseorang untuk melihat objek-objek tertentu. Teori ini
membedakan analisis sosiologi mikro (individu-individu) dengan sosiologi makro (kelompok-
kelompok). Pada awalnya kita akan mengkontruksi proses interaksi menjadi sebuah makna,
yaang mana makna itu nantinya di ubah menjadi simbol. Manusia adalah makhluk pembuat atau
produsen simbol yang dikenal dengan istilah “animal symbolicum”. Contohnya jika di suatu
tempat terdapat tanda berbentuk lingkaran yang bergambar rokok yang di coret, maka bermakna
larangan merokok di seputar tempat tetsebut. Larangan ini diyakini sudah bersifat universal dan
semua benda di anggap memiliki simbol tetapi tidak akan bermakna jika tidak di beri makna.
Manusia juga mempunyai kemampuan untuk mengkontruksi dan memanipulasi sebuah
makna, sehingga ada dua kenyataan dalam kehidupan sosial yaitu fisik dan sosial. Contohnya
jika LGBT di terima di dalam negeri maka belum tentu di luar negeri LGBT akan diteima.
Selanjutnya ada 4 hal yang mendorong kita dalam melakukan tindakan sosial, yaitu impuls,
persepsi, manipulasi, dan komsumsi. Dalam interaksi simbolik, ,Mead juga mempelajari tentang
gesture (sikap dan syarat) karena ssetiap orang mempunyai gesture yang signifikan dan non
signifikan. Tujuan Mead mempelajari gesture ini adalah ingin membandingkan mana yang lebih
efektif dari gerak tubuh yang mempunyai banyak makna dengan ucapan yang to the point, dan
menurut Mead lebih efektif dengan ucapan.
Selanjutnya berkaitan dengan mind, self dan society. Mind dapat diartikan memberi
respon pada objek agar dapat menyelesaikan masalah, karena ketika ada masalah manusia tidak
akan lepas tangan melainkan tetap memikirkannya. Hal tersebut merupakan respon yang
diberikan oleh manusia dan menjadi pembeda antara manusia dengan hewan dan tumbuhan. Self
adalah menerima pandangan diri kita terhadap prang lain. 3 tahap perkembangan manusia yaitu
game stage yaitu tahap bermain dan meniru, game stage tahap mulai menerapkan, generalized
other tahap mulai menerapkan dan mengetahui keberadaannya dalam masyarakat. Sedangkan
society menurut Mead yaitu individu yang terlibat dalam masyarakat. Mead adalah pemikir yang
paling penting di dalam sejarah interaksionisme simbolik (Chriss, 2005b; Joas, 2001), dan
bukunya Mind, Self, and Society adalah karya tunggal yang paling penting di dalam tradisi itu.

KARYA.
 Buku Mind, Self and Society (1934)

2. HERBERT GEORGE BLUMER.


Herbert Blumer lahir pada 7 Maret 1900, di St. Luis, Missouri.Ia berkarir di fakultas
sosiologi pada universitas chicago tahun 1927-1952. Blumer adalah murid Mead yang juga
mengajar di Chicago. Setelah Mead meninggal tahun 1931, Blumer banyak mengganti posisi
gurunya tersebut. Tidak heran apabila gagasan Blumer banyak mengacu pada tradisi keilmuan
yang telah dirintis gurunya tersebut. Blumer mengembangkan gagasan Mead selama 25 tahun.
Penghargaan tertinggi sesuai dengan profesi saat Blumer menjadi redaktur dari American Journal
of Sociology dari tahun 1941-1952. Juga, sebagai Presiden American Sociological Association
(ASA) pada tahun 1956 (Susilio, 2008: 163-164).
Herbert George Blumer adalah seorang sosiolog Amerika yang kepentingan ilmiah utama
adalah interaksionisme simbolik dan metode penelitian sosial. Dimana ia berpendapat bahwa
individu menciptakan realitas sosial mereka sendiri melalui tindakan kolektif dan individual,
Blumer adalah seorang penerjemah avid dan pendukung kerja Mead pada interaksionisme
simbolik. Dari seluruh karyanya, ia berpendapat bahwa penciptaan realitas sosial merupakan
proses yang berkesinambungan.

PEMIKIRAN.
Sebagaimana dinyatakan oleh Margareth M. Poloma bahwa Blumer mengidentifikasi tiga
premis interaksionisme simbolik, yakni :
 Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu.
 Makna tersebut berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain.
 Makna-makna tersebut disempurnakan pada saat proses sosial sedang berlangsung.

Berikut penjelasannya,

 Premis Pertama, menunjukkan bahwa tindakan individu sangat bergantung kepada


pemaknaan terhdapa sesuatu objek. Makna berasal dari pikiran individu bukan melekat pada
objek. Contohnya, warna meraah berarti sosialis-komunis, tetapi juga berarti keberanian. Bagi
umat kristen tanda salib justru sesuatu yang disakralkan, tetapi bagi orang-orang muslim hal itu
tidak bermakna sakral. Sekali lagi, hal ini menunjukkan bahwa makna bukan sesuatu yang in
heren dalam objek tetapi diciptakan oleh individu.
 Premis kedua, menunjukkan bahwa makna muncul dengan adanya interaksi dengan orang
lain. Walaupun makna muncul dari pikiran masing-masing orang, tetapi hal itu tidak ada atau
muncul begitu saja, tetapi melalui pengamatan kepada individu-individu lain yang sudah lebih
dulu mengetahui. Blumer menjelaskan bahwa “bagi seseorang, makna sesuatu berasal dari cara-
cara orang lain bertindak terhadapnya dalam kaitannya dengan sesuatu itu”. Contohnya, orang
kampung yang baru sampai di kota, tentu mengalami banyak hal yang baru dalam hal simbol
tindakan yang berlaaku di masyarakat. Karena itu, dia harus banyak mengamati perilaku orang-
orang yang telah lebih dulu atau penduduk asli kota itu untuk mengetahui simbol-simbol asing
itu.
 Yang terakhir, bahwa makna bukan sesuatu yang final tetapi selalu dalam proses
pemaknaan yang terus menerus. Dalam hal ini, individu harus jeli dalam menilai symbol yang
diperlihatkan orang lain. Hal ini agar mampu mengantisipasi tindakan orang lain. Contohnya,
seseorag memberi hadiah kepada kita bisa dimaknai sebagai bentuk kebaikan dia kepada kita.
Apabila hal itu dilakukan terus menerus dan di luar kewajaran, maka kita harus mempertanyakan
kebaikan itu dalam arti mencoba memaknai perilaku itu dengan makna yang berbeda, ada apa
dengan kebaikan itu?

Blumer mengutarakan tentang tiga prinsip utama interaksionisme simbolik, yaitu tentang
pemaknaan (meaning), bahasa (language), dan pikiran (thought). Disamping itu juga Blumer
mempunyai 5 konsep dasar tentang teori interaksionisme simbolik ini, yaitu :

 Konsep diri, jika konsep diri menurut Mead terbentuk melalui interaksi, lain halnya
dengan konsep diri menurut Blumer, Blumer menilai bahwa konsep diri terbentuk
melalui dialog individu itu sendiri.
 Tindakan, direncanakan dan dikonstruksi lewat proses interaksi dengan diri sendiri.
 Objek, berkaitan dengan fisik dan construct. Contohnya seperti pemaknaan. Pemaknaan
dapat dikontruksi sesuai dengan pemahaman seseorang terhadap suatu hal.
 Interaksi sosial, blumer berpendapat bahwa interaksi sosial merupakan realitas sosial.
Realitas sosial bukan struktur sosial, tetapi ada pada sebuah kegiatan sosial yang
memunculkan suatu interaksi jika orang itu terlibat.
 Join action, interaksi dengan seseorang yang pada akhirnya menimbulkan proses
negosiasi.
D. Asumsi Dasar Teori.
1. Asumsi dasar teori interaksionisme simbolik menurut Herbert Mead adalah
pertama, manusia bertindak terhadap benda berdasarkan arti yang dimilikinya. Kedua, asal mula
arti benda-benda tersebut muncul dari interaksi sosial yang dimiliki seseorang.
2. Asumsi dasar teori interaksionisme simbolik menurut Blumer, yang pertama
manusia bertindak berdasarkan makna yang diberikan oleh orang lain, yang kedua makna
muncul dalam interaksi antar manusia, dan yang ketiga makna di modifikasi melalui interpretasi.
3. Asumsi dasar teori interaksionisme simbolik pada umumnya, manusia
berinteraksi dengan orang lain atas dasar makna yang orang lain miliki. Makna tercipta saat
berinteraksi dengan orang lain. Makna dimodifikasi melalui proses penafsiran. Manusia
mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain.
Disamping itu juga dikutip dari buku Symbolic Interactionism (1979) oleh Joel M. Charon,
teori interaksi simbolis memiliki asumsi-asumsi, di antaranya :
 Manusia berinteraksi dengan orang lain atas dasar makna yang orang lain miliki.
 Makna tercipta saat berinteraksi dengan orang lain.
 Makna dimodifikasi melalui proses penafsiran.
 Manusia mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain.
 Konsep diri memberikan motif penting untuk perilaku.
 Masyarakat terpengaruh oleh proses budaya dan sosial.

E. Faktor yang mempengaruhi Teori.


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi teori interaksionisme simbolik ini, yaitu :
 Struktur sosial.
 Kemampuan berinteraksi.
 Hubungan antar masyarakat.
 Simbol-simbol yang dipakai saat berinteraksi.
F. Inti Teori.
Inti teori dari teori interaksionisme simbolik adalah kehidupan bermasyarakat itu
terbentuk melalui proses komunikasi dan interaksi antar individu dan antar kelompok dengan
menggunakan simbol-simbol yang di pahami maknanya melalui proses belajar. Tindakan
seseorang dalam proses interaksi itu bukan semata-mata suatu tanggapan yang bersifat langsung
terhadap stimulus yang datang dari lingkungannya atau dari luar dirinya, melainkan dari hasil
sebuah proses interpretasi terhadap stimulus. Jadi jelas, bahwa hal ini merupakan hasil proses
belajar, dalam arti memahami simbol-simbol, dan saling menyesuaikan makna dari simbol-
simbol tersebut. Meskipun norma-norma, nilai-nilai sosial dan makna dari simbol-simbol itu
memberikan pembatasan terhadap tindakannya, namun dengan kemampuan berpikir yang
dimilikinya, manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan tindakan dan tujuan-tujuan yang
hendak di capainya.
Interaksionisme simbolik sesungguhnya ssudah di jalankan dalam hidup bersama sebagai
satu kesatuan yang disebut masyarakat.

INTERAKSIONISME SIMBOLIK
Interaksionisme simbolik merupakan salah satu model metodologi penelitian kualitatif
berdasarkan pendekatan fenomenologis atau persepektif interpretif. Bogdan dan Taylor
mengemukakan bahwa dua pendekatan utama dalam tradisi fenomenologis adalah
interaksionisme simbolik dan etnometodologi. Interaksi simbolik memiliki perspektif teoritik dan
orientasi metodologi tertentu. Pada awal perkembangannya interaksi simbolik lebih menekankan
studinya tentang perilaku manusia pada hubungan interpersonal, bukan pada keseluruhan
masyarakat atau kelompok. Aliran-aliran interaksionisme simbolik tersebut adalah Mahzab
Chicago, Mahzab Lowa, Pendekatan Dramaturgis dan Etnometodologi. Sebagian pakar
berpendapat, teori interaksi simbolik, khususnya dari George Herbert Mead, seperti teori
etnometodologi dari Harold Garfinkel, serta teori fenomenologi dari Afred Schutz berada di
bawah payung teori tindakan sosial yang dikemukakan oleh filosof dan sekaligus sosiolog
Jerman Max Weber (1864-1920), meskipun Weber sendiri sebenarnya bukanlah seorang
interpretivis murni. Proposisi paling mendasar dari interaksi simbolik adalah perilaku dan
interaksi manusia itu dapat dibedakan karena ditampilkan lewat simbol dan maknanya.
AKAR TEORI INTERAKSI SIMBOLIK.
Menurut banyak pakar pemikiran George Herbert Mead, sebagai tokoh sentral teori ini,
berlandaskan pada beberapa cabang filsafat antara lain pragmatisme, dan behaviorisme.

 Pragmatisme

Dirumuskan oleh John Dewey, Wiliam James, Charles Peirce, Josiah Royce, aliran filsafat
ini memiliki beberapa pandangan yaitu :

 Realitas yang sejati tidak pernah ada di dunia nyata, melainkan secara aktif diciptakan ketika
kita bertindak di dan terhadap dunia.
 Percaya bahwa manusia mengingat dan melandaskan pengetahuan mereka tentang dunia
pada apa yang terbukti berguna bagi mereka.
 Manusia mendefinisikan objek fisik dan objek sosial yang mereka temui berdasarkan
kegunaannya bagi mereka, termasuk tujuan mereka.
 Bila kita ingin memahami orang yang melakukan tindakan (aktor), kita harus mendasarkan
pemahaman itu pada apa yang sebenarnya mereka lakukan di dunia.

 Behaviorisme

Menurut Mead, manusia harus dipahami berdasarkan pada apa yang mereka lakukan. Namun,
manusia punya kualitas lain yang membedakannya dengan hewan lain. Kaum behavioris berkilah
bahwa satu-satunya cara sah secara ilmiah untuk memahami semua hewan, termasuk manusia,
adalah dengan mengamati perilaku mereka secara langsung dan seksama. Mead menolak
gagasan itu, menurutnya pengamatan atas perilaku luar manusia semata menafikan kualitas
penting manusia yang berbeda dengan kualitas alam. Pandangan behavirisme terbagi menjadi
dua yaitu :

Behaviorisme Radikal John Watson.


a. Behaviorisme radikal mereduksi perilaku manusia kepada mekanisme yang sama dengan
yang ditemukan pada tingkat hewan lebih rendah (inframanusia).
b. Manusia sebagai makhluk yang pasif, tidak berfikir, yang perilakunya ditentukan oleh
rangsangan di luar dirinya.

c. Menolak gagasan bahwa manusia memiliki kesadaran, bahwa terjadi suatu proses mental
tersembunyi yang berlangsung pada diri individu di antara datangnya stimulus dan bangkitnya
perilaku.

2. Behaviorisme Sosial George Herbert Mead.

a. Behaviorisme sosial merujuk pada deskripsi perilaku pada tingkat yang khas manusia.

b. Konsep dasarnya ialah tindakan sosial (social act), yang juga mempertimbangkan aspek
tersembunyi, yang membedakan perilaku manusia dengan perilaku hewan.

c. Menganggap perilaku manusia sebagai perilaku sosial., sebab substansi dan eksistensi perilaku
manusia hanya dapat dijelaskan dengan mempertimbangkan basis sosialnya.

Dapat disimpulkan, bahwa Mead telah memperluas teori behavioristik ini dengan
memasukkan apa yang terjadi antara stimulus dan respon itu. Ia berhutang budi pada
behaviorisme tetapi sekaligus juga memisahkan diri darinya, karena bagi Mead, manusia jauh
lebih dinamis dan kreatif.

 Teori Evolusi Darwin

Teori Darwin menekankan pandangan bahwa semua perilaku organisme, termasuk


perilaku manusia, bukanlah perilaku acak, melainkan dilakukan untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan mereka masing-masing. Organisme juga dapat mempengaruhi lingkungan, sehingga
juga mengubah pengaruh lingkungan terhadap organisme. Aspek pandangan lain Darwin yang
dianggap berpengaruh tersebut adalah :
 Sebagaimana alam yang harus dipelajari dalam keadaan alami, manusia pun harus dipelajari
dalam keadaan alami (naturalistik).
 Bila manusia memang punya kualitas-kualitas khas yang membedakan mereka dengan
hewan, seperti punya kebebasan dan berfikir, mereka harus dipelajari dan diidentifikasi
dalam keadaan seperti itu.
 Keunikan manusia itu bukan hanya otaknya yang jauh lebih berkembang daripada otak
hewan lainnya, pita suaranya dan otot wajahnya yang memungkinkannya menciptakan
berbagai macam suara, melainkan juga implikasi dari kemajuan fisiknya tersebut yaitu
kemampuan mereka untuk berbahasa dan berfikir.

ASUMSI-ASUMSI INTERAKSI SIMBOLIK


Rumusan yang paling ekonomis dari asumsi-asumsi interaksionisme simbolik datang dari
karya Herbert Blumer yaitu :
 Manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki benda-benda itu bagi
mereka.
 Makna-makna itu merupakan hasil dari interaksi sosial dalam masyarakat manusia.
 Makna-makna dimodifikasikan dan ditangani melalui suatu proses penafsiran yang
digunakan oleh setiap individu dalam keterlibatannya dengan tanda-tanda yang
dihadapinya.

INTI TEORI INTERAKSI SIMBOLIK


Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni
komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Interaksionisme simbolik juga telah
mengilhami perspektif-perspektif lain, seperti “teori penjulukan” (labeling theory) dalam studi
tentang penyimpangan perilaku (deviance), perspektif dramaturgis dari Erving Goffman, dan
etnometodologi dari Harold Garfinkel. Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami
perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku
manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur
perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra mereka.
Definisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, objek, dan bahkan diri mereka
sendirilah menentukan perilaku mereka. Perilaku mereka tidak dapat digolongkan sebagai
kebutuhan, dorongan impuls, tuntutan budaya, atau tuntutan peran. Manusia bertindak hanya
berdasarkan definisi atau penafsiran mereka atas objek-objek di sekeliling mereka. Tidak
mengherankan bila frase-frase “definisi situasi”, “realitas terletak pada mata yang melihat”, dan
“bila manusia mendefinisikan situasi sebagai riil, situasi tersebut riil dalam konsekuensinya”
sering dihubungkan dengan interaksionisme simbolik.

Dalam pandangan interaksi simbolik, sebagaimana ditegaskan Blumer, proses sosial


dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan dan menegakkan kehidupan kelompok.
Menurut teoritisi interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah “interaksi manusia
dengan menggunakan simbol-simbol”. Mereka tertarik pada cara manusia menggunakan simbol-
simbol yang mempresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan
sesamanya, dan juga pengaruh yang ditimbulkan penafsiran atas simbol-simbol ini terhadap
perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi sosial. Penganut interaksi simbolik
berpandangan, perilaku manusia pada dasarnya adalah produk dari interpretasi mereka atas dunia
disekeliling mereka, jadi tidak mengakui bahwa perilaku itu dipelajari atau ditentukan,
sebagaimana dianut oleh teori behavioristik atau teori struktural. Alih-alih, perilaku dipilih
sebagai hal yang layak dilakukan berdasarkan cara individu mendefinisikan situasi yang ada.

PRINSIP-PRINSIP TEORI INTERAKSI SIMBOLIK


Manusia, tidak seperti hewan lebih rendah, diberkahi dengan kemampuan berfikir.
Kemampuan berfikir itu dibentuk oleh interaksi sosial. Dalam interaksi sosial, orang belajar
makna dan simbol yang memungkinkan mereka menerapkan kemampuan khas mereka sebagai
manusia, yakni berfikir.
Makna dan simbol memungkinkan orang melanjutkan tindakan dan interaksi yang khas
manusia. Orang mampu memodifikasi atau mengubah makna dan simbol yang mereka gunakan
dalam tindakan dan interaksi berdasarkan interpretasi mereka atas situasi. Orang mampu
melakukan modifikasi dan perubahan ini karena kemampuan mereka berinteraksi dengan diri
sendiri, yang memungkinkan mereka memeriksa tahapan-tahapan tindakan, menilai keuntungan
dan kerugian relatif, dan kemudian memilih salah satunya. Pola-pola tindakan dan interaksi yang
jalin-menjalin ini membentuk kelompok dan masyarakat.
TEORI TENTANG “DIRI” DARI GEORGE HERBERT MEAD
Inti dari teori interaksi simbolik adalah teori tentang “diri” (self) dari George Herbert Mead,
yang juga dilacak hingga definisi diri dari Charles Horton Cooley. Mead, seperti juga Cooley,
menganggap bahwa konsepsi-diri adalah suatu proses yang berasal dari interaksi sosial individu
dengan orang lain. Cooley berpendapat dalam teorinya the looking-glass self bahwa konsep diri
individu secara signifikan ditentukan oleh apa yang ia pikirkan tentang pikiran orang lain
mengenai dirinya, jadi menekankan pentingnya respon orang lain yang ditafsirkan secara
subjektif sebagai sumber primer data mengenai diri. Ringkasnya, apa yang diinternalisasikan
sebagai milik individu berasal dari informasi yang ia terima dari orang lain. Sementara itu,
pandangan Mead tentang diri terletak pada konep “pengambilan peran orang lain” (taking the
role of the other). Konsep Mead tentang diri merupakan penjabaran “diri sosial” yang
dikemukakan Wiliam James dan pengembangan dari teori Cooley tentang diri. Bagi Mead dan
pengikutnya, individu bersifat aktif, inovatif yang tidak saja tercipta secara sosial, namun tidak
dapat diramalkan. Ia memandang tindakan manusia sebagai meliputi bukan saja tindakan
terbuka, namun juga tindakan tertutup, jadi mengkonseptualisasikan perilaku dalam pengertian
yang lebih luas.

 Pentingnya Simbol dan Komunikasi

Bagi Cooley dan Mead, diri muncul karena komunikasi. Tanpa bahasa, diri tidak akan
berkembang. Manusia unik karena mereka memiliki kemampuan memanipulasi simbol-simbol
berdasarkan kesadaran. Mead menekankan pentingnya komunikasi, khususnya melalui
mekanisme isyarat vokal (bahasa), meskipun teorinya bersifat umum. Isyarat vokallah yang
potensial menjadi seperangkat simbol membentuk bahasa. Simbol adalah suatu rangakaian yang
mengandung makna dan nilai yang dipelajari bagi manusia, dan respon manusia terhadap simbol
adalah dalam pengertian makna dan nilainya, alih-alih dalam pengertian stimulasi fisik dari alat-
alat indranya. Suatu simbol disebut signifikan atau memiliki makna bila simbol itu
membangkitkan pada individu yang menyampaikannya respons yang sama seperti yang juga
muncul pada individu yang dituju. Menurut Mead, hanya apabila kita memiliki simbol-simbol
yang bermakna, kita berkomunikasi dalam arti yang sesungguhnya. Ringkasnya, dalam
pandangan Mead isyarat yang dikuasai manusia berfungsi bagi manusia itu untuk membuat
penyesuaian yang mungkin diantara individu-individu yang terlihat dalam setiap tindakan sosial
dengan merujuk pada objek atau objek-objek yang berkaitan dengan tindakan tersebut.
Jenis-jenis simbol

 Pikiran

Bagi Mead, tindakan verbal merupakan mekanisme utama interaksi manusia. Penggunaan
bahasa atau isyarat simbolik oleh manusia dalam interaksi sosial mereka pada gilirannya
memunculkan pikiran (mind) dan “diri” (self). Hanya melalui penggunaan simbol yang
signifikan, khususnya bahasa, pikiran itu muncul, sementara hewan lebih rendah tidak berfikir,
karena mereka tidak berbahasa seperti bahasa manusia. Mead mendefinisikan berfikir (thinking)
sebgai “suatu percakapan terinternalisasikan atau implisit antara individu dengan dirinya sendiri
menggunakan isyarat-isyarat demikian”. Menurut teori interaksi simbolik, pikiran mensyaratkan
adanya masyarakat, dengan kata lain, masyarakat harus lebih dulu ada, sebelum adanya pikiran.
Dengan demikian pikiran adalah bagian dari proses sosial, bukan malah sebaliknya, proses sosial
adalah produk pikiran.

 Perkembangan “diri”

Diri merujuk kepada kapasitas dan pengalaman yang memungkinkan manusia menjadi
objek bagi diri mereka. Kemunculannya bergantung pada kemampuan individu untuk mengambil
peran orang lain dalam lingkungan sosialnya. Menurut Mead, perkembangan diri terdiri dari dua
tahap umum yang ia sebut sebagai tahap permainan (play stage) ialah perkembangan
pengambilan peran bersifat elemenr yang memungkinkan anak-anak melihat diri mereka sendiri
dari perspektif orang lain yang dianggap penting (significant others). Dan tahap pertandingan
(game stage) berasal dari proses pengambilan peran dan sikap orang lain secara umum
(generalized others), yaitu masyarakat umumnya. Menurut Mead, sebagai suatu proses sosial,
diri terdiri dari dua fase yaitu “Aku” (I) dan “Daku” (Me). Aku adalah diri yang subyektif, diri
yang refleksif yang mendefinisikan situasi dan merupakan kecenderungan impulsif individu
untuk bertindak dalam suatu cara yang tidak terorganisasikan, tidak terarah, dan sponta.
Sementara Daku adalah pengambilan peran dan sikap orang lain, termasuk suatu kelompok
tertentu. Karena itu diri sebagai objeklah yang meliputi diri sosial, yang dipandang dan direspon
oleh orang lain. Prinsip bahwa diri merefleksikan masyarakat membutuhkan suatu pandangan
atas diri yang sesuai dengan realitas mengenai masyarakat kontemporer yang rumit. Artinya, bila
hubungan sosial itu rumit, pastilah ada suatu kerumitan yang pararel dalam diri.

METODOLOGI PENELITIAN INTERAKSI SIMBOLIK


Interaksi simbolik termasuk ke dalam salah satu dari sejumlah tradisi penelitian kualitatif
yang berasumsi bahwa penelitian sistematik harus dilakukan dalam suatu lingkungan yang
alamiah dan bukan lingkungan artifisial seperti eksperimen. Secara lebih jelas Denzin
mengemukakan tujuh prinsip metodologis berdasarkan teori interaksi simbolik, yaitu :

Simbol dan interaksi harus dipadukan sebelum penelitian tuntas.


Peneliti harus mengambil perspektif atau peran orang lain yng bertindak (the acting
other) dan memandang dunia dari sudut pandang subjek, namun dalam berbuat demikian peneliti
harus membedakan antara konsepsi realitas kehidupan sehari-hari dengan konsepsi ilmiah
mengenai realitas tersebut. Peneliti harus mengaitkan simbol dan definisi subjek hubungan sosial
dan kelompok-kelompok yang memberikan konsepsi demikian. Setting perilaku dalam interaksi
tersebut dan pengamatan ilmiah harus dicatat. Metode penelitian harus mampu mencerminkan
proses atau perubaha, juga bentuk perilaku yang yang statis. Pelaksanan penelitian paling baik
dipandang sebagai suatu tindakan interaksi simbolik.
Penggunaaan konsep-konsep yang layak adalah pertama-tama mengarahkan (sensitizing)
dan kemudian operasional, teori yang layakmenjadi teori formal, bukan teori agung (grand
theory) atau teori menegah (middle-range theory), dan proposisi yang dibangun menjadi
interaksional dan universal.
Prinsip bahwa teori atau proposisi yang dihasilkan penelitian berdasarkan
interaksionisme simbolik menjadi universal, sebagaimana diikemukakan Denzin diatas sejalan
dengan pandangan Glaser dan Strauss yang upayanya untuk membangun “teori berdasarkan
data” (grounded theory) dapat dianggap sebagai salah satu upaya serius untuk mengembangkan
metodologi interaksionis simbolik. Hanya saja, meskipun bersifat induktif, pandangan Glaser
dan Strauss mugkin terlalu idealis bagi sebagian penganut interaksionisme simbolik.
KRITIK-KRITIK ATAS TEORI INTERAKSI SIMBOLIK MENURUT PARA AHLI:
Beberapa kritik utama yang yang ditujukan terhadap perspektif ini yaitu :

Aliran utama interaksionisme simbolik dituduh terlalu mudah membuang teknik ilmiah
konvensional. Eugene Weinstein daan Judith Tanur dengan tepat menyatakan hal ini: “Hanya
karena kadar kesadaran itu kualitatif, tak berarti pengungkapan keluarnya tak dapat dikodekan,
diklasifikasi, atau bahkan dihitung” (1976:105). Ilmu dan subjektivisme tidaklah saling terpisah
satu sama lain.
M. Kuhn (1964), W. Kolb (1944), B. Meitzer, J. Petras dan L. Reynolds (1975), dan
banyak lagi lainnya yang mengkritik ketidakjelasan konsep-konsep esensial Meadian seperti :
pikiran, diri, I, dan Me. Lebih umum lagi Kuhn (1964) berbicara tentang ambiguitas dan
kontradiksi dalam teori Mead. Di luar teori Meadin, mereka mengkritik berbagai konsep dasar
teoritisi interaksionisme simbolik yang dinilai keliru, tidak tepat, dan karena itu tak mampu
menyediakan basis yang kuat untuk membangun teori dan riset. Karena konsep-konsep itu tak
tepat, maka sulit mengoperasionalisasikannya, akibatnya adalah tak dapat dihasilkan proposi-
proposisi yang dapat diuji (Stryker, 1980).
Interaksionisme simbolik dikritik karena karena meremehkan atau mengabaikan peran
struktur berkala luas. Kritik ini diekspresikan dengan berbagai cara. Misalnya, Weinstein dan
tanur mengatakan bahwa interaksionisme simbolik mengabaikan keterkaitan (connectedness)
dari hasil-hasil (1976:106). Sheldon Stryker menyatakan bahwa pemusatan perhatian
interaksionisme simbolik terhadap interaksi ditingkat mikro berfungsi “meminimalkan atau
menyangkal fakta struktur sosial dan mempengaruhi gambaran kontrol masyarakat atas perilaku”
(1980:146).
Interaksionisme simbolik tak cukup mikroskopik, mengabaikan peran penting faktor
seperti ketidaksadaran dan emosi (Meltzer, Petras, Reynolds, 1975, Stryker, 1980). Begitu pula,
interaksionisme simbolik dikritik karena mengabaikan faktor psikologis seperti kebutuhan,
motif, tujuan, dan aspirasi. Dalam upaya mereka untuk menyangkal adanya kekuatan abadi yang
memaksa aktor bertindak, teoritisi interaksionisme simbolik malahan memusatkan perhatian
pada arti, simbol, tindakan, dan interaksi. Mereka mengabaikan faktor psikologis yang mungkin
membatasi atau menekan aktor. Dalam kedua kasus ini, teoritisi interaksionisme simbolik
dituduh membuat “pemujaan mutlak” terhadap kehidupan sehari-hari (Meltzer, Petras, dan
Reynolds, 1975:85). Pemusatan perhatian terhadap kehidupan sehari-hari ini selanjutnya
menandai penekanan berlebihan terhadap situasi langsung dan “perhatian yang obsesif terhadap
situasi sementara, episodik, dan singkat” (Meltzer, Petras, dan Reynolds, 1975:85)

G. Kritik terhadap Teori oleh para Penulis.


 Fitri Sri Rahayu “ Menurut saya, teori ini adalah teori lepas yang Mead sendiri
tidak membuat bukunya, dia hanya memberikan pemikirannya tetapi tidak di rancang atau tidak
disusun dalam sebuah buku, dan juga teori ini terlalu memaksa atau membuat seorang individu
harus memahami makna yang diberikan oleh individu lainnya. Bagaimana cara atau solusi yang
harus di terapkan oleh seorang individu dalam memahami individu lainnya yang tidak bisa
mengontrol emosi atau yang tidak terkontrol emosinya, Mead tidak menjelaskannya, dia hanya
memberikan pemikirannya bahwa seorang individu harus bisa memahami makna atau arti yang
diberikan oleh individu lainnya “.
 Khalida Riskiyati “ menurut saya, interaksionisme simbolik ini akan sangat sulit
dimaknai jika subjek tidak sesuai dengan simbol-simbol yang disepakati bersama oleh
masyarakat “.
 Nurjulita Latifa
H. Kesimpulan Teori.
Adapun kesimpulan yang dapat penulis simpulkan dari teori ini adalah pemahaman
individu terhadap simbol-simbol merupakan suatu hasil pembelajaran dalam berinteraksi di
tengah masyarakat. Proses kemampuan berkomunikasi, belajar, serta memahami suatu makna di
balik simbol-simbol yang ada menjadi keistimewaan tersendiri bagi manusia dibandingkan
makhluk hidup lainnya.
Adapun kesimpulan lain dari penulis, bahwa ciri khas dari teori ini terletak pada
penekanan manusia dalam proses saaling menerjemahkan dan saling mendefinisikan
tindakannya, tidak di buat secara langsung seperti stimulus dan respon, tetapi didasari pada
pemahaman makna yang diberikan terhadap tindakan orang lain melalui penggunaan simbol-
simbol, interpretasi dan pada akhirnya tiap individu tersebut akan berusaha saling memahami
maksud dan tindakan masing-masing, untuk mencapai kesepakatan bersama.
DAFTAR PUSTAKA

Soeroso, Andreas. Sosiologi SMA kelas X. Jakarta: Yudhistira, 2008.

Sindung, haryanto. Spektrum Teori Sosial: Dari Klasik Hingga PostModern. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media.

Siregar, Nina. 2011. Kajian tentang Interaksionisme Simbolik. Jurnal Ilmu Sosial, Vol 4, 103-
104.
Apa itu interaksionisme simbolik?. Sampoerna University. 12 Februari 2022. 21 Maret 2023.
https://www.sampoernauniversity.ac.id/id/teori-interaksionisme-
simbolik/#:~:text=Herbert%20Blumer%20juga%20memberi%20tiga,makna%20dimodifikasi%2
0melalui%20interpretasi.

Teori interaksionisme simbolik Mead. SosantPedia. 3 Desember 2017. 21 Maret 2023.


https://blog.unnes.ac,id/ayusetyo/2017/12/03/teori-interaksionisme-simbolik-
mead/#:~:text=asumsi%20dasar%20teori%20interaksionisme%20simbolik,interaksi%20sosial%
20yang%20dimiliki%20seseorang.

George Herbert Mead: Teori Interaksionisme Simbolik. HIMASOS FISIP UNEJ. 27 Juli 2022.
23 Maret 2023. https://himasos.fisip.unej.ac.id/george-herbert-mead-teori-interkasionisme-
simbolik/

Teori interaksi simbolis: pengertian, asumsi, tema, dan konsep. Kompas.com. 17 Maret 2022. 29
Maret 2023. https://www.kompas.com/skola/read/2022/03/17/170000869/teori-interaksi-
simbolis-pengertian-asumsi-tema-dan-konsep.

Anda mungkin juga menyukai