Anda di halaman 1dari 13

TEORI SOSIOLOGI KRITIS

“Post-Strukturalisme”

DOSEN PENGAMPUH :
Dr. Idham Irwansyah Idrus,S,Sos.,M.Pd

Sophian Tamrin S.Pd., M.Pd

Bahrul Amsal S.Sos., M.Si

NAMA ANGGOTA KELOMPOK :

 Annisa 210609500021
 Sasmita 210609500015
 Eksanti 210609500013
 Annisa Amalia Meifani 210609500003
 Dini Dayanti 210609500001

SOSIOLOGI (A)
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022-2023
TEORI SOSIOLOGI KRITIS

POST-SRUKTURALISME

CPMK

Kemampuan Akhir
Mampu Menjelaskan Teori Post-srukturalisme
Indikator
Menjelaskan dengan benar dan lengkap mengenai Post-srukturalisme serta mengetahui dan
memahami Post-srukturalisme dengan baik
Sub Materi

 Pengertian Postrukturalisme
 Pemikiran Postsrukturalisme Jacques derrida
 Pemikiran Postsrukturalisme Michael Foucault
 Pemikiran Poststrukturalisme Jacques Lan

PENDAHULUAN

Setelah strukturalisme, muncullah kaum postrukturalisme yang menentang strukturalisme.


Lemert (1990) mencatata tahun 1966 sebagai awal post-strukturalisme, alasannya karena di tahun
itu Jacques Derrida, tokoh utama pendekatan ini, memprokalmirkan awal era baru post-
strukturalisme berbeda daripada strukturalis, terutama yang mengikuti perkembangan ilmu bahasa
dan yang melihat individu dikendalikan oleh struktur bahasa, Deerida menurunkan peran bahasa
hanya sekedar “tulisan” yang tidak memaksa penggunannya. Derrida juga melihat lembaga sosial
lain tak lain hanya sebagai tulisan dan karena itu tak ammpu memaksa orang. Menurut istilah masa
kini Derrida mendekonstruksikan bahasa dan institusi sosial, dan ketika ia selesai
mendekonstruksikannya, semua yang ia temukan adalah tulisan, meski masih memusatkan
perhatian pada bahasa, namun tulisan bukanlah struktur yang memaksa orang. Lagi pula meski
strukturalis melihat keteraturan dan stabilitas dalam sistem bahasa, Derrida melihat bahasa tak
teratur dan tak stabil. Konteks yang berlainan memberikan kata-kata dengan arti yang berlainan
pula.

1
TEORI SOSIOLOGI KRITIS

A. Pengertian Post-strukturalisme

Post-strukturalisme atau pascastrukturalisme merupakan sebuah gagasan yang muncul akibat


ketidakpuasan terhadap pemikiran sebelumnya yaitu strukturalisme. Adapun beberapa tokoh dalam
poststrukturalisme yaitu Michael Foucault, Jacques Derrida, Gilles Deleuze, Jacques Lacan dan masih
banyak lagi. Tetapi di makalah ini akan fokus untuk membahas mengenai pemikiran poststruturalisme
menurut Michael Foucault dan Jacques Derrida. Poststrukturalisme merupakan aliran atau pikiran
yang melihat kehidupan masyarakat berdasarkan struktur bahasannya.
Post-strukturalisme mengandung pengertian kritik maupun penyerapan. Menyerap berbagai
bagian linguistik struktural sambil menjadikannya sebagai kritik yang dianggap mampu melampaui
strukturalisme, singkatnya, poststrukturalisme menolak ide tentang bangun stabil yang melandasi
makna melewati pasangan biner (hitam-putih, baik-buruk). Makna adalah sesuatu yang tidak stabil,
yang selalu tergelincir dalam prosesnya, tidak hanya dibatasi pada kata, kalimat atau teks tertentu yang
bersifat tunggsl, namun hasil hubungan antar teks. Sama seperti pendahulunnya, bersifat anti humanis
dalam upayannya meminggirkan subjek manusia yang terpadu dan koheren sebagau asal muasal
makna stabil.

B. Pemikiran Postrukturalisme Jacques Derrida

Jacques Derrida adalah filsuf post-strukturalisme asal Prancis yang menggunakan metode
dekonstruksi dalam nyaris seluruh proyek filsafatnya. Dengan pendirian bahwa ada operasi kuasa
di dalam teks, Derrida menilai realitas adalah hasil dari konstruksi. Oleh karena itu, dekonstruksi
sejauh dipahami, adalah metode yang paling tepat untuk menyingkap makna. Makna sendiri tidak
dipahami sebagai korpus final, melainkan kesementaraan, suatu momen sesaat. Dengan cara
demikian makna senantiasa hadir dalam multivokalitas. Cara pikir ini memberi pengaruh radikal
pada filsafat, terutama filsafat pencerahan yang masih mengidealkan adanya finalitas kebenaran.
Padahal, kebenaran senantiasa dikonstruksi melalui teks.
Jika strukturalis melihat keteraturan dan kestabilan dalam sistem bahasa, maka dari itu
Derrida sebagai tokoh utama pendekatan poststrukturalisme melihat bahasa tak teratur dan tidak
stabil. Derrida menurunkan peran bahasa yang menurutnya hanya sekedar tulisan yang tidak

2
TEORI SOSIOLOGI KRITIS

memaksa penggunaannya, dia juga melihat bahwa lembaga sosial tak lain hanya sebagai tulisan,
karena tak mampu memaksa orang. Konteks yang berlainan memberikan kata-kata dengan guna
yang berlainan pula. Kesudahannya sistem bahasa tak ada daya memaksa terhadap orang, yang
menurut Derrida sangat absurd untuk ilmuwan menemukan hukum umum yang mendasari bahasa.
Sasaran permusuhan Derrida adalah logosentrisme (pencarian sistem berpikir universal yang
mengungkapkan apa yang benar, tepat, indah dan seterusnya) yang telah mendominasi pemikiran
sosial barat..Beliau mengkritik warga pada umumnya yang diperbudak oleh logosentrisme.
Pendekatan ini telah menyumbang terhadap apa yang dilukiskan Derrida sebagai “penindasan dan
pembrangusan sejarah terhadap tulisan sejak era Plato”. Logosentrisme tak hanya menyebabkan
ketertutupan filsafat, tetapi juga ketertutupan ilmu pengetahuan manusia. Derrida memusatkan
perhatian untuk menghancurkan atau membongkar sumber ketertutupan ini, dan dengan cara
demikian membebaskan tulisan dari sesuatu yang memperbudaknya. Kalimat yang tepat untuk
melukiskan sasaran perhatian Derrida ini adalah “dekonstruksi logosentrisme”. Yang lebih umum,
dekonstruksi melibatkan dekomposisi kesatuan dalam rangka mengungkapkan perbedaan-
perbedaan yang tersembunyi (Smith, 1996:208).
Contoh konkret yang bagus mengenai pemikiran Derrida adalah diskusinnya tentang apa
yang ia sebut sebagai “teater kekejaman”. Ia membandingkan konsep ini dengan teater tradisional
yang menurutnya di dominasi oleh sistem berpikir yang disebutnya logika representasional.
Artinya, apa yang terjadi di panggung mewakili apa yang terjadi dalam kehidupan nyata maupun
apa yang diharapkan penulis skenario, sutradara, dan seterusnya. Repsresentasionalisme ini adalah
sang penguasa teater, dan memberikan sifat teologis terhadap teater tradisional. Teater teologis
adalah teater yang mengendalikan dan memperbudak (Ritzer,608,Teori Sosiologi Modern)

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gaya Hidup

Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup menurut pendapat Amstrong gaya hidup seseorang dapat
dilihat dari perilaku yang dilakukan oleh individu seperti kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan atau
mempergunakan barang-barang dan jasa, termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada
penentuan kegiatan-kegiatan tersebut. Lebih lanjut Amstrong menyatakan bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi gya hidup seseorang ada 2 faktor yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal)
dan faktor yang berasal dari luar (eksternal). Faktor internal nya antara lain:

3
TEORI SOSIOLOGI KRITIS

a. Sikap, berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan pikir yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan
terhadap suatu objek yang diorganisasi melalui pengalaman dan mempengaruhi secara langsung pada
perilaku. Keadaan jiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan lingkungan
sosialnya.
b. Pengalaman dan pengamatan, pengalaman mempengaruhi pengamatan sosial dalam tingkah laku,
pengalaman dapat diperoleh dari semua tindakannya di masa lalu dan dapat dipelajari, melalui belajar
orang akan dapat memperoleh pengalaman. Hasil dari pengalaman sosial akan dapat membentuk
pandangan terhadap suatu objek.
c. Kepribadian, adalah konfigurasi karakteristik individu dan cara berperilaku yang menentukan
perbedaan perilaku dari setiap individu.
d. Konsep Diri, konsep diri sudah menjadi pendekatan yang dikenal amat luas untuk menggambarkan
hubungan antara konsep diir konsumen dengan image merek. Bagaimana individu memandang dirinya
akan mempengaruhi minat terhadap suatu objek, konsep diri sebagai inti dari pola kepribadian akan
menentukan perilaku individu dalam menghadapi permasalahan hidupnya, karena konsep diri
merupakan frame of refernce yang menjadi awal perilaku.
e. Motif, perilaku individu muncul karena adanya motif kebutuhan untuk merasa aman dan kebutuhan
terhadap prestise merupakan beberapa contoh tentang motif. Jika motif seseorang terhadap kebutuhan
akan prestise itu besar maka akan membentuk gaya hidup yang cenderung mengarah kepada gaya
hidup hedonis.
f. Persepsi, adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan mneginterpretasikan informasi untuk
membentuk suatu gambar yang berarti mengenai dunia.
Adapun fakotr-faktor eksternal dijelaskan oleh Nugraheni sebagai berikut:
a. Kelompok referensi
Kelompok referensi adalah kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung
terhadap sikap dan perilaku seseorang. Kelompok yang memberikan pengaruh langsung adalah
kelompok dimana individu tersebut menjadi anggotannya dan saling berinteraksi, sedangkan
kelompok yang memberi pengaruh tidak langsung adalah kelompok dimana individu tidak menjadi
anggora di dalam kelompok tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut akan menghadapkan individu
pada perilaku dan gaya hidup tertentu.
b. Keluarga
Keluarga memegang peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan perilaku individu.
Hal ini karena pola asuh orangtua akan membentak kebiasaan anak yang secara tidak langsung
mempengaruhi pola hidupnya.
c. Kelas Sosial

4
TEORI SOSIOLOGI KRITIS

Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah
masyarakat,yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang, dan para anggota dalam setiap jenjang itu
memiliki nilai, minat dan tingkah laku yang sama. Ada dua unsur pokok dalam sistem sosial
pembagian kelas dalam masyarakat yaitu, kedudukan (status) dan peranan.

D. Jenis-Jenis Gaya Hidup


Menurut Mowen dan Minor, terdapat sembilan jenis gaya hidup yaitu sebagai berikut :
a. Fuctionalist yaitu menghabiskan uang untuk hal-hal yang penting. Pendidikan rata-rata,
pendapatan rata-rata, kebanyakan pekerja kasar (buruh). Berusia kurang dari 55 tahun dan telah
menikah serta memiliki anak.
b. Nurturers yaitu muda dan berpendapatan rendah. Mereka berfokus pada membesarkan anak, baru
membangun rumah tangga dan nilai-nilai keluarga. Pendidikan di atas rata-rata.
c. Aspirers yaitu berfokus pada menikmati gaya hidup tinggi dengan membelanjakan uang sejumlah
uang di atas rata-rata untuk barang-barang berstatus, khusunya tempat tinggal. Memiliki
karakteristik Yuppie klasik. Pendiidkan tinggi, pekerja kantor, menikah tanpa anak.
d. Experentials yaitu membelanjakan jumlah di atas rata-rata terhadap barang-barang, hiburan,
hobi, dan kesenangan. Pendidikan rata-rata karena mereka adalah pekerja kantor.
e. Succeders yaitu rumah tangga yang mapan. Berusia setengah baya dan berpendidikan tinggi.
Menghabiskan uang di atas rata-rata untuk hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan.
f. Moral majority yaitu pengeluaran yang besar untuk organisasi pendidikan, masalah politik dan
gereja. Berada pada tahap emptynest. Pendapatan tertinggi kedua. Pencari nafkah tunggal.
g. The golden years yaitu kebanyakan adalah para pensiunan, tetapi pendapatannya tertinggi ketiga.
Melakukan pembelian tempat tinggal kedua. Melakukan pengeluaran yang besar pada produk-
produk padat modal dan hiburan.
h. Sustainers yaitu tingkat sosial ekonomi rendah. Persentase kehidupan pada kesejahteraan di atas
rata-rata. Kebanyakan merupakan keluarga-keluarga dengan pencari nafkah dan orangtua tunggal
jumlahnya di atas rata-rata kelompok minoritas.

E. Sejarah Perkembangan Budaya Konsumen


Budaya konsumen diterbelakangi oleh munculnya masa kapitalisme yang diusung oleh Karl Marx
yang kemudian disusul dengan liberalisme. Budaya konsumen yang merupakan jantung dadri kapitalisme
adalah sebuah budaya yang di dalamnya terdapat bentuk halusinasi, mimpi,artifilsialitas, kemasan wujud
komoditi, yang kemudian dikonstruksi sosial melalui komunikasi ekonomi (iklan, show, media) sebagai
kekuatan tanda (semiotic power) kapitalisme.

5
TEORI SOSIOLOGI KRITIS

Asal mula konsumerisme dikaitkan dengan proses industrialisasi pada awal abad ke-19 Karl Marx
menganalisa buruh dan kondisi-kondisi material dari proses produksi. Ditentukan oleh kepemilikan alat-alat
produksi. Prioritas ditentukan oleh produksi sehingga aspek lain dalam hubungan antara manusia dengan
kesadaran, kebudayaan, dan politik dikatakan dikonstruksikan oleh relasi ekonomi.
Kapitalisme yang dikemukakan oleh Marx adalah suatu cara produksi yang dipremiskan oleh
kepemilikan pribadi sara na produksi. Kapitalisme bertujuan untuk meraih surplus dalam bentuk uang
diperoleh dengan menjual produk sebagai komoditas. Komoditas adalah sesuatu yang tersedia untuk dijual di
pasar. Sedangkan komodifikasi adalah proses yang diasosiasikan dengan kapitalisme di mana objek, kualitas,
dan tanda berubah menjadi komoditas (sosiologibudaya.wordpress.com,2011)

F. Budaya Konsumen
Budaya konsumen adalah pandangan dan perilaku masyarakat yang menganut paham bahwa materi
merupakan satu-satunya alat pemuas kebutuhan dan indikator dari eksistensi diri. Budaya konsumen
merupakan suatu hal yang menarik untuk dikaji karena terkaitdengan budaya pop karena budaya
konsumen ini mengacu seperti budaya pop, yaitu bersifat massal.
Ketika membahas masalah budaya konsumen kita dapat membedakan antara masyarakat
kapitalis dan msyarakat pascakapitalis. Slater mengidentifikasikan beberapa ciri-ciri yang dimiliki
oleh budaya konsumen yaitu:
1. Budaya konsumen merupakan suatu budaya dari konsumsi.
Ide dari budaya konsumen adalah, dalam dunia modern,praktek sosial dan nilai budaya
inti, ide-ide, aspirasi, dan identitas di defenisikan dan diorientasikan pada konsumsi
daripada kepada dimensi sosial lainnya seperti konsumsi daripada kepada dimensi sosial
lainnya seperti kerja, kewarganegaraan, kosmologi keagamaan, peranan militer, dan
seterusnya. Sebagai ilustrasi, acara liburan pada masyarakat jerman dapat dipandang sebagai
budaya konsumen. Karena acara liburan dikemas sedemikian rupa dengan berbagai jenis
paket kegiatan, acara dan tarifnya. Paket-paket liburan tersebut dijual, sebagai mana
layaknya perusahaan yang menjual jasa lainnya, pada masyarakat luas lewat biro perjalanan.
Penjualan paket liburan tersebut disertai dengan periklanan lewat televisi, radio, dan buku
panduan serta dengan tawaran potongan harga tertentu untuk spesifikasi paket tertentu pula.
Jadi, liburan yang dikenal dalam masyarakat jerman merupakan suatu bentuk konsumsi,
bukan suatu benuk dari suatu kerja, misalnya (Damsar & Indrayani, 2016: 134).
2. Budaya konsumen sebagai budaya dari masyarakat pasar.
Dalam masyarakat pasar, barang-barang, jasa dan pengalaman-pengalaman diprosuksi agar

6
TEORI SOSIOLOGI KRITIS

dapat dijual di pasar kepada konsumen. Dalam konteks ini budaya konsumen berkembang
sebagai bagian dari sistem kapitalis. Kembali kepada acara liburan dalam masyarakat
jerman, biro-biro perjalanan Jerman, seperti TUI, seperti TUI bekerja sama dengan berbagai
macam pengusahahotel dari daerah tujuan wisata yang menawarkan paket liburan dengan
berbagai variasi paket wisata dan harga. Paket-paket acara liburan di Jerman tersebt
disesuaikan dengan Ritma kehidupan masyarakat, misalnya jika pada bulan Juni sampai
september dikemas paket liburan musim dingin seperti main ski di Gunung Alpen atau
malam tahun baru di Pegunungan Herz. Semua paket tersebut di jual di pasar. Karena
ketatnya persaingan , maka setiap biro perjalanan berusaha untuk memberikan tawaran yang
memikat konsumen sehingga semua pengalaman atau imajinasi dalam menggunakan waktu
luang dikemas sedemikian rupa dalam bentuk paket perjalanan wisata sehingga menjadi
komoditas yang laku di pasar (Damsar&Indrayani, 2016: 135).
3. Budaya konsumen adalah secara prinsip universal, dan impersonal.
Semua hubungan sosial, kegiatan, dan objek secara prinsip dapat dijadikan komoditas.
Sebagai komoditas, dia diproduksi dan didistibusikan dengan cara impersonal, tanpa
melihat orang perorang atau secara pribadi, ditujukan kepada siapa saja konsumen yang
membutuhkan atau dibuat menjadi membutuhkan. Budaya konsumen sering merujuk pada
gagasan konsumsi massa karena ia menunjuk generalisasi dari konsumsi komoditas pada
seluruh lapisan masyarakat. Konsumsi massa hanya salah satu bentuk dari prinsip yang
lebih fundamental, yaitu gagasan untuk menghasilkan barang dalam jumlah besar untuk
dijual bagi khalayak umum dadripada kepada untuk diri sendiri, bagi kepentingan rumah
tangga atau komunitas lokal misalnya. Barang atau jasa dalam budaya konsumen diproduksi
untuk dijual kepada siapa saja, tanpa melihat perbedaan status sosial ekonomi atau
diferensiasi lainnya. Oleh sebab itu budaya konsumen dilihat bersifat universal dalam
masyarakat kapitalis dan pascakapitalis.(Damsar&Indrayani,2016: 136).
4. Budaya konsumen merupakan media bagi hak istimewa dari identitas dan status dalam
masyarakat pascatradisional.
Budaya konsumen bukan diwariskan seperti posisi sosial yang melekat karena kelahiran
dalam masyarakat tradisional, tetapi ia dinegosiasi dan dikonstruksi oleh individu-individu
dalam hubungannya dengan orang lain. Berdasarkan pengalaman dan menonton live show
di televisi jerman,terkesan bahwa melakukan perjalanan dalam rangka liburan merupakan

7
TEORI SOSIOLOGI KRITIS

suatu kewajiban. Suatu hal yang menyedihkan jika seseorang tidak pernah berlibur ke luar
dari lingkungan komunitasnya sekali dalam setahun. Dalam percakapaan sehari-hari, akan
ditemukan adanya rasa kebanggaan jika seseorang memperoleh suatu hal yang baru dari
acara liburan mereka. Dengan cara demikian, sebenarnya, mereka yang sedang melakukan
percakapan tersebut sedang melakukan negosiasi tentang identitas dan status mereka dalam
masyarakat (Damsar&Indrayani, 2016: 137).
5. Budaya konsumen merepresentasikan pentingnnya udaya dalam penggunaan kekuatan
modern.
Budaya konsumen mencakup tanda, gambaran, dan publisitas. Sebab itu pula, ia meliputi
estetisiasi komoditas dan lingkungan seperti penggunaan iklan, pengepakan, tata letak
barang di toko, desain barang, penggunaan etalase, dan seterusnya. Dalam contoh biro
perjalanan Jerman, mereka tidak hanya mennawarkan paket wisata lewat media massa
konversial seperti koran, majalah, televisi, tetapi juga menggunakan internet. Mereka juga
membuat brosur-brosur tebal yang memuat semua jenis paket wisata dan hargannya dalam
semusim. Brosur tersebut memuat gambar-gambar kegiatan,hotel dan tempat wisata yang
dituju (Damsar&Indrayani, 2016: 137-138).
6. Kebutuhan konsumen secara prinsip tidak terbatas dan tidak terputuskan.
Dalam budaya konsumen, kebutuhan yang tidak terbatas di pandang tidak hanya suatu hal
yang normal tetapi juga diperlukan bagi tuntutan dan perkembangan sosial ekonomi.
Tawaran paket perjalanan biro perjalanan Jerman pada masyarakatnya terus menerus
diperbaharui untuk menciptakan kebutuhan baru terhadap pengalaman baru dalam berlibur.
Hampir setiap tahun terdapat paket wisata baru ditawarkan oleh biro perjalanan, mulai dari
acarannyaa sampai pada lokasi (wilayah) yang dituju, di samping mempertahankan paket-
paket unggulan yang masih banyak peminatnya (Damsar&Indrayani, 2016:138).
Beberapa jenis budaya populer yang juga berhubungan dengan budaya konsumen,antara lain
iklan, televisi, radio, pakaian, internet, dan lain-lain. Budaya konsumendiciptakan dan ditujukan kepada
negara-negara berkembang guna menciptakan sebuah pola hidup masyarakat yang menuju hedonisme.
Budaya konsumen merupakan istilah yangmenyangkut tidak hanya perilaku konsumsi, tetapi adanya
suatu proses reorganisasi bentukdan isi produksi simbolik di dalamnya. Perilaku di sini bukan sebatas
perilaku konsumendalam artian pasif. Namun, merupakan bentuk konsumsi produktif, yang
menjanjikankehidupan pribadi yang indah dan memuaskan, menemukan kepribadian melalui
perubahandiri dan gaya hidup. Budaya konsumen menekankan adanya suatu tempat di mana
kesanmemainkan peranan utama. Saat ini dapat dilihat bahwa banyak makna baru yang terkait dengan
komoditi “material” melalui peragaan, pesan, iklan, industri gambar hidup serta berbagai jenis media

8
TEORI SOSIOLOGI KRITIS

massa. Dalam pembentukannya, kesan terus menerus diproses ulangdan makna barang serta pengalaman
terus didefinisikan kembali. Tidak jarang tradisi juga “diaduk -aduk dan dikuras” untuk mencari simbol-
simbol kecantikan, roman, kemewahan,dan eksotika.
Masyarakat modern adalah masyarakat konsumtif. Masyarakat yang terus menerus berkonsumsi.
Konsumsi telah menjadi budaya, yaitu budaya konsumsi. Bagi masyarakatkonsumen, saat ini hampir
tidak ada ruang dan waktu tersisa untuk menghindari diri dariserbuan berbagai informasi yang berurusan
dengan kegiatan konsumsi. Di rumah, kantor,ataupun tempat-tempat lain masyarakat tidak henti-
hentinya disajikan berbagai informasiyang menstimulasi konsumsi melalui iklan di tv, koran, ataupun
majalah. Fenomenamasyarakat konsumsi tersebut, yang telah melanda sebagian besar wilayah dunia,
saat ini juga sudah terjadi pada masyarakat Indonesia, terutama di masyarakat perkotaan. Menurut
Yasraf Amir Piliang, fenomena yang menonjol dalam masyarakat Indonesia saat ini yang menyertai
kemajuan ekonomi adalah berkembangnya budaya konsumsi yang ditandai dengan berkembangnya gaya
hidup.
Berkembangnya gaya hidup masyarakat perkotaan tersebut, satu sisi bisa menjadi pertanda
positif meningkatnya kesejahteraan hidup masyarakat kota. Yang mana peningkatankegiatan konsumsi
dipandang sebagai efek dari naiknya penghasilan dan taraf hidupmasyarakat. Namun di sisi lain,
fenomena tersebut juga bisa dikatakan sebagai pertandakemunduran rasionalitas masyarakat, yang mana
konsumsi dianggap sebagai faktor yangmenyebabkan hilangnya kritisme masyarakat terhadap berbagai
hal yang vital bagikehidupan, kebijakan pemerintah maupun fenomena hidup lainnya. Pada makalah ini,
akandisampaikan mengenai sejarah awal mula budaya konsumen, budaya konsumen, faktor
yang berhubungan dengan budaya konsumen, serta dampak yang muncul dari adanya budayakonsumen.
Budaya konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan olehseorang
konsumen. Adapun budaya konsumen menggunakan image, tanda-tanda, dan benda- benda, simbolik
yang mengumpulkan mimpi-mimpi, keinginan, dan fantasi yangmenegaskan keautentikan romantik dan
pemenuhan emosional dalam hal menyenangkan dirisendiri bukan orang lain; secara narsistik. Dalam
budaya konsumen terdapat tiga macam perspektif, yaitu:
1. Pandangan bahwa konsumen dipremiskan dengan ekspansi produk komoditas kapitalis yang
memunculkan akumulasi besar-besaran budaya dalam bentuk barang-barangkonsumen dan tempat-
tempat belanja dan konsumsi.
2. Pandangan bahwa masyarakat mempunyai cara-cara yang berbeda dalam menggunakan benda-benda
untuk menciptakan ikatan-ikatan atau perbedaan masyarakat.
3. Adanya masalah kesenangan emosional untuk konsumsi, mimpi-mimpi dan keinginanyang
ditampakan dalam bentuk budaya konsumsi dan tempat-tempat konsumsi tertentuyang secara beragam
memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis (Maesaraturrijal, 2014:9).

Dalam mode-mode konsumsi terdapat logika konsumsi, yaitu cara yang terstruktursecara sosial di
mana benda-benda digunakan untuk membatasi hubungan sosial. Dalamlogika konsumsi ini, benda
konsumsi sebagai komunikator yang mampu menunjukkanidentitas atau status sosial ketika konsumen
mampu membelinya atau memilikinya. Dalam masyarakat modern saat ini konsumsi telah menjadi suatu
kebutuhan vitalyang tidak hanya berguna secara instrumental atau sekedar mengambil atau
menghabiskannilai fungsional dari suatu komoditi. Saat ini pengertian konsumsi sendiri telah mengalami
perubahan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Baron Isherwood bahwa konsumsi
telahmerepresentasikan perolehan, penggunaan dan pertukaran. Saat ini, kebanyakan individu
mengkonsumsi bukan hanya memakai atau menghabiskan nilai fungsional suatu barang,tetapi ketika
seseorang mengkonsumsi suatu barang ia juga mengkomunikasikan secara laten berapa penghasilannya,
atau tergolong status sosial mana komoditi yang ia konsumsi atau iatermasuk high class atau bukan. Jadi

9
TEORI SOSIOLOGI KRITIS

kegiatan konsumsi juga bertujuan untukmengidentifikasikan diri dalam kelas sosial tertentu sekaligus
membedakannya dengan kelas sosial yang lain. Fenomena konsumsi dimana individu mengkonsumsi
sesuatu komoditisecara ekspresif disebut dengan budaya konsumen.Budaya konsumen sebagai bagian
dari kajian sosiologis tidak berdiri secarasendirinya.
Budaya konsumen merupakan hasil kontruksi dari kapitalis, sehingga saat ini berbelanja telah
menjadi kegiatan rekreasi atau pengisi waktu luang ataupun hanya sekedar windows shooping Salah satu
instrumen kapitalis dalam upaya penyebaran budayakonsumen adalah melalui komoditifikasi
dan spasialization. Komoditifikasi adalah usahakaum kapitalis dalam rangka mengubah segala sesuatu
menjadi komoditi. Dikarenakan proses ini saat ini berbagai produk telah tersebar, dan proses ini
ditunjang pula dengan prosesspasialisasi atau usaha-usaha menghilangkan batas-batas demografis guna
menghilangkanhambatan ruang dan waktu melalui penciptaan teknologi mutakhir. Saat ini kita
lebihmengenal proses ini sebagai globalisasi. Menurut Cellia Lurry, penyebab perkembangan budaya
konsumen adalah:
1. Berbagai jenis barang (komoditas) tersedia di pasar
2. Pasar menempati posisi penting untuk mendapatkan komoditas
3. Kegiatan berbelanja berubah menjadi kegiatan mengisi waktu luang
4. Terciptanya beberapa inovasi dalam kegiatan berbelanja
5. Berkembangnya model pembelian secara kredit
 6.Terjadinya manipulasi ruang dan waktu melalui media periklanan (Maesaraturrijal, 2014:9).
Pengaruh budaya terhadap perilaku konsumen, dapat dilihat dari produk dan jasamemainkan
peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi budaya karena produkmampu membawa pesan
makna budaya. Di mana makna budaya tersebut nantinya akandipindahkan ke produk dan jasa, dan
produk kemudian dipindahkan ke konsumen. Makna budaya atau makna simbolik yang telah melekat
kepada produk akan dipindahkan kepadakonsumen dalam bentuk pemilikan produk (possession ritual),
pertukaran (exchange), pemakaian (grooming ritual ), pembuangan (divestment ritual ).Perkembangan
televisi global sebagai bangunan bisnis utama telah menempatkan budaya konsumen, iklan berbasis
visual, di barisan depan aktivitasnya (Mattelart danMattelart dalam Barker, 1992). Televisi menduduki
posisi sentral dalam produksi danreproduksi budaya promosi yang terfokus pada pemakaian citra visual
untuk menciptakan merk dengan nilai tambah atau tanda komoditas. Frase „budaya Coca-Cola‟
menerangkan  jangkauan global budaya promosi ini dan menunjukkan kaitan antara kapitalisme
global,iklan, dan homogenitas kultural. Jadi, bagi beberapa kritikus, proses global mewakili
bentukhomogenisasi kultural, khususnya di bidang budaya konsumen di mana Coca Cola, McDonald‟s,
Nike, dan Microsoft Windows beredar ke seluruh dunia.
 
Potensikonflik kepentingan dalam budaya konsumen telah lama disadari oleh para ahli terutama
Talcott Parsons yang mengelaborasi perhatian tentang pusat sebagai suatu sistem solidaritas. Menurut
Parsons , sebagaimana dikutip Smelser (2005:253), dalam pasar barang-barang konsumen, terdapat
kemungkinan terjadinya konflik kepentingan antara konsumen yang memiliki uang berlebih dan rumah
tangga kebanyakan. Konflik tersebut dapat melemahkan solidaritas sosial di kalangan penjual, misalnya
dengan menetapkan harga yang lebh tinggi. Konsekuensi lain dari meningkatnya konsumsi antara lain
adalah meningkatnya biaya iklan dan pengurasan sumber daya lain (Smart, 2009:710), serta menurut
Galbraith sebagaimana dikutip Smart (2009:711) adalah ketergantungan terhadap produksi.

10
TEORI SOSIOLOGI KRITIS

RANGKUMAN

Dari perspektif ekonomi, gaya hidup menunjukkan pada bagaimana seseorang mengalokasikan
pendapatannya, gaya hidup lebih menggambarkan perilaku seseorang, yaitu bagaimana dia hidup,
menggunakan uangnya dan memanfaatkan waktu yang dimilikinnya. Gaya hidup berbeda dengan
kepribadian. Kepribadian lebih menggambarkan karakteristik terdalam yang ada pada diri manusia.
Sering juga disebut sebagai cara seseorang berpikir, merasa dan berpersepsi. Walaupun kedua konsep
itu berbeda, namun gaya hidup dan kepribadian saling berhubungan.
Globalisasi yang menandai berakhirnya abad 20 merupakan sebuah keniscayaan yang membawa
dampak serius di berbagai aspek kehidupan. Baudrillard (2004) misalnya, mengidentifikasi
tumbuhnya masyarakat konsumsi sebagai salah satu dampak globalisasi. Dalam masyarakat konsumsi,
terdapat kecenderungan orang membeli barang bukan karena nilai kemanfaatannya, melainkan karena
gaya hidup. Konsumen pada dasarnya tidak membeli produk tetapi citra (image). Dalam berbelanja
barang, tujuan utamannya bukan untuk memenuhi kebutuhan melainkan lebih sebagai sarana untuk
mengnsumsi tanda, yaitu untuk meraih pertanda berupa mendapatkan gengsi dan pengakuan sosial.
Disini nilai guna barang bergeser menjadi nilai tanda barang, yaitu untuk mendapatkan atau
menaikkan citra pribadi agar dianggap gaul dan modern (dalam Haryanto,2016:163).
Dalam pengukuran gaya hidup, teknik yang sering digunakan biasanya adalah teknik a10,
yaitu:activities, interest, dan opinion atau juga bisa digunakan teknik VALS, value and lifestyle. Yang
pertama untuk mengetahui gaya hidup konsumen dapat dipergunakan pengukuran psikografis yang
berisi pernyataan-pernyataan yang dirancang untuk meniai gaya hidup sasaran, karakteristik
kepribadian dan karaktersitik demografi.
Ide dari budaya konsumen adalah, dalam dunia modern,praktek sosial dan nilai budaya inti, ide-
ide, aspirasi, dan identitas di defenisikan dan diorientasikan pada konsumsi daripada kepada dimensi
sosial lainnya seperti konsumsi daripada kepada dimensi sosial lainnya seperti kerja,
kewarganegaraan, kosmologi keagamaan, peranan militer, dan seterusnya. Semua hubungan sosial,
kegiatan, dan objek secara prinsip dapat dijadikan komoditas.Budaya konsumen merupakan media
bagi hak istimewa dari identitas dan status dalam masyarakat pascatradisional,
Budaya konsumen merepresentasikan pentingnnya budaya dalam penggunaan kekuatan modern.
Dalam budaya konsumen, kebutuhan yang tidak terbatas di pandang tidak hanya suatu hal yang
normal tetapi juga diperlukan bagi tuntutan dan perkembangan sosial ekonomi.

LATIHAN

1. Bagaimana bentuk gaya hidup dan budaya konsumen yang ada di masyarakat, yang anda pahami?
2. Mengapa dalam narasi bahwa “ konsumen pada dasarnya tidak membeli produk tetapi hanya membeli
citra (image) dari brand produk tersebut “ bagaimana tanggapan anda tentang konsep narasi tersebut?
3. Bagaimana pengaruh dari globalisasi terhadap gaya hidup dan budaya konsumen?
4. Ketika membahas masalah budaya konsumen kita dapat membedakan antara masyarakat kapitalis dan
msyarakat pascakapitalis. Seperti apakah perbedaan antara masyarakat kapitalis dan pasca kapitalis
terhadap budaya konsumen?
11
TEORI SOSIOLOGI KRITIS

DAFTAR PUSTAKA

Damsar, dan Indrayani. 2016.Pengantar Sosiologi Ekonomi, Edisi ke-2. Jakarta: Kencana

Haryanto, Sindung. 2016.Sosiologi Ekonomi,. Yogyakarta:Ar-Ruzz Media.


Suryani, Tatik. 2008. Perilaku konsumen Implikasi pada strategi Pemasaran, Yogyakarta:
Graha Ilmu
Sumarwan, Ujang. 2004. Perilaku Konsumen (Teori dan penerapannya dalam pemasaran).
Bogor : Ghalia Indonesia
Philip Kotler, Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi dan
Pengendalian, (Jakarta : Prentice Hal, 1997), 159-160.
http://sosiologibudaya.wordpress.com/2011/05/17budaya-konsumen/#more-133 (diakses pada
tanggal 3 September 2022,pukul 21;00 WITA).

12

Anda mungkin juga menyukai