Anda di halaman 1dari 4

Nama : Khadisa Gyska Aura Fadly

NIM : E041201033
Prodi : Ilmu Politik
Dosen Pengampu : Zulhajar, S.IP., M.A.

TUGAS PEKAN 13
Intruksi : Jelaskan apa itu strukturalisme, post-strukturalisme, dan post-modernisme!

A. Strukturalisme
Strukturalisme adalah sebuah metodologi dengan implikasi ideologis yang
menyatukan semua ilmu ke dalam sistem keyakinan baru. Secara garis besar, Ini terkait
erat dengan Semiotika, ilmu yang mempelajari tentang tanda, simbol dan komunikasi,
serta bagaimana makna dikonstruksi dan dipahami. Strukturalisme adalah gerakan
intelektual abad ke-20 dan pendekatan terhadap ilmu manusia yang telah memiliki efek
mendalam pada linguistik, sosiologi, antropologi, dan bidang lain selain filsafat) yang
mencoba menganalisis bidang tertentu sebagai sistem kompleks dari bagian-bagian yang
saling terkait.
Strukturalisme yang berasal dari Prancis pada tahun 1950-an menciptakan krisis
dalam studi bahasa Inggris pada akhir 1970-an dan awal 1980-an. Bahasa dan filsafat
adalah perhatian utama dari dua pendekatan ini, bukan sejarah atau penulis. Strukturalisme
yang muncul sebagai tren di tahun 1950-an menantang Kritik Baru dan menolak
eksistensialisme Sartre dan gagasannya tentang kebebasan manusia yang radikal,kemudian
mulai berfokus pada bagaimana perilaku manusia ditentukan oleh struktur budaya, sosial
dan psikologis. Hal ini cenderung menawarkan satu pendekatan terpadu untuk kehidupan
manusia yang akan mencakup semua disiplin ilmu.
Strukturalisme dalam arti yang lebih luas, adalah cara memandang dunia dalam
kerangka struktur. Strukturalisme pertama kali dilihat dalam karya antropolog Claude
Levi-Strauss dan kritikus sastra Roland Barthes, inti dari Strukturalisme adalah keyakinan
bahwa segala sesuatu tidak dapat dipahami secara terpisah, mereka harus dilihat dalam
konteks struktur yang lebih besar tempat mereka menjadi bagiannya. Konteks struktur
yang lebih besar tidak ada dengan sendirinya, tetapi dibentuk oleh cara kita memandang
dunia. Konsekuensinya, dalam kritik strukturalis, ada gerakan yang terus-menerus
menjauhi interpretasi karya sastra individu menuju pemahaman struktur yang lebih besar
yang memuatnya.
Dengan kecenderungannya untuk kategorisasi ilmiah, strukturalisme menunjukkan
keterkaitan antara "unit" (fenomena permukaan) dan "aturan" (cara di mana unit dapat
disatukan). Dalam bahasa, unit adalah kata dan aturan adalah bentuk tata bahasa yang
mengurutkan kata. Strukturalis percaya bahwa struktur yang mendasari yang mengatur
aturan dan unit menjadi sistem yang bermakna dihasilkan oleh pikiran manusia itu sendiri
dan bukan oleh persepsi indra. Strukturalisme mencoba mereduksi kompleksitas
pengalaman manusia menjadi struktur dasar tertentu yang bersifat universal, sebuah
gagasan yang berakar pada kaum klasik seperti Aristoteles yang mengidentifikasi struktur
sederhana sebagai pembentuk dasar kehidupan. struktur dapat diartikan menjadi suatu
sistem konseptual apa pun yang memiliki tiga sifat yaitu:
1. Keutuhan (sistem harus berfungsi secara keseluruhan).
2. Transformasi (sistem tidak boleh statis).
3. Pengaturan Mandiri (struktur dasar tidak boleh berubah).
B. Post-Strukturalisme
Post-strukturalisme adalah sebuah pemikiran yang muncul akibat ketidakpuasan atau
ketidaksetujuan pada pemikiran sebelumnya, yaitu strukturalisme. Pelopor strukturalisme
itu sendiri adalah Ferdinand de Saussure. Beliau mengatakan bahwa bahasa sebagai
sebuah sistem tanda harus dilihat ke dalam tahapan tunggal sementara. Aspek diakronis
bahasa, yakni bagaimana bahasa berkembang dan berubah dari masa ke masa, dilihat
sebagai bagian yang kurang penting. Salah satu tokoh yang mendukung pemikiran Post-
Strukturalisme adalah filsuf Prancis Jacques Derrida. Derrida mengatakan bahwa Saussure
memberikan esensi manusia kepada bahasa. Logosentrime dan fonosentrisme adalah
paham yang berusaha dikritik Derrida.  Menurutnya kelemahan logosentrisme adalah
menghapus dimensi material bahasa dan kelemahan fonosentrisme adalah
menomorduakan tulisan karena memprioritaskan ucapan. Derrida percaya bahwa penanda
(signs) dan petanda (signified) dapat digabung dalam tahapan yang sama dalam praktek
tindak tutur (act of speaking). Ia menilai bahwa tulisan merupakan model yang lebih baik
untuk memahami bagaimana bahasa berfungsi karena dalam tulisan penanda selalu
produktif, mengenalkan aspek sesaat kedalam penandaan yang menentukan berbagai
penggabungan antara sign dan signified. Menurut Derrida jaringan tanda atau rajutan tanda
bisa disebut dengan “teks”, Derrida menggunakan teks dalam arti yang jauh lebih luas
daripada arti yang biasa, sebab bagi dia segala sesuatu yang ada merupakan status teks.
Segala sesuatu yang ada ditandai tekstualitas. Kata Derrida, tidak ada hors-text, tidak ada
sesuatu diluar teks. Jika fenomenologi dulu asyik berbicara dengan intersubyektifitas,
maka Derrida sekarang berbicara tentang intertekstualitas, karena suatu teks tidak pernah
terisolasi tetapi selalu berkaitan dengan teks-teks lain.
Dasar Teori Post Strukturalisme adalah Strukturalisme yang juga dilahirkan oleh
Formalisme Rusia (Roman Jakobson, Victor Shklovsky, Boris Eichenbaum). Konsep
dasar formalisme adalah ciri-ciri khas kesusasteraan; pola suara dan kata-kata formal
bukan isi. Konsep dasar strukturalisme adalah unsur-unsur dan totalitas dengan pola
antarhubungan di dalamnya. Disebut sebagai penelitian Ergocentric yang berpusat pada
karya dan menolak penulis dan pembaca. Dekonstruksi adalah sebuah anggapan-anggapan
yang di anggap absolut padahal setiap anggapan selalu kontekstual dan anggapan selalu
hadir sebagai konstruksi sosial yang menyejarah. Dekonstruksi adalah peristiwa yang tidak
menunggu pertimbangan, kesadaran atau organisasi dari suatu objek atau bahkan
modernitas. Derrida mengadaptasi kata dekonstruksi dari kata destruksi dalam pemikiran
Heidegger. Kata dekonstruksi disini terkait langsung pada kata analisis yang secara
etimologis berarti “untuk menunda”, bersinonim dengan kata men-dekonstruksi. Terdapat
tiga poin penting dalam dekonstruksi Derrida: pertama, dekonstruksi, seperti halnya
perubahan terjadi terus-menerus dan ini terjadi dengan cara yang berbeda untuk
mempertahankan kehidupan; kedua, dekonstruksi terjadi dari dalam sistem-sistem yang
hidup termasuk bahasa dan teks; ketiga, dekonstruksi bukan suatu kata, alat atau teknik
yang digunakan untuk kerja setelah fakta dan tanpa suatu subyek interpretasi.
Ciri khas post-strukturalisme jika dilihat dari ketidak mantapan teks antara lain
adalah bahwa makna karya ditentukan oleh apa yang dilakukan oleh teks, bukan apa yang
dimaksudkan, terjadi pergeseran dari estetika produksi ke estetika konsumsi, penerima
menjadi pencipta, makna teks tidak diproduksi melalui kontemplasi pasif, melainkan milik
pembaca, karya sebagai anonimitas, tidak ada karya pertama, semua intertekstual, dan
makna teks tergantung pada konteks, interaksi pada pembaca, teks tidak tertutup tapi
terbuka karena ada interaksi terus menerus.
C. Post-Modernisme
Jean-Fracois Lyotard adalah orang yang memperkenalkan postmodernisme dalam
bidang filsafat dan ilmu pengetahuan di tahun 1970-an dalam bukunya yang berjudul “The
Postmodern Condition: A Report on Knowledge”. Dia mengartikan postmodernisme
sebagai segala kritik atas pengetahuan universal, atas tradisi metafisik, fondasionalisme
maupun atas modernisme. Menurut Louis, postmodernisme adalah suatu pergerakan ide
yang menggantikan ide-ide zaman modern Gejala postmodernisme yang merambah ke
berbagai bidang kehidupan tersebut yang didalamnya termasuk ilmu pengetahuan
merupakan suatu reaksi terhadap gerakan modernisme yang dinilainya mengalami
kegagalan. Modernisme yang berkembang dengan ditandai oleh rasionalisme,
materialisme, dan kapitalisme yang didukung oleh sains dan teknologi mengakibatkan
timbulnya disorientasi moral keagamaan (religius) terutama runtuhnya martabat manusia.
Tokoh-tokoh Postmodernisme antara lain Jean-Francois Lyotard, Michael Foucault,
Jacques Derrida, Jean Baudrillard, dan Fedrick Jameson. Ciri-ciri pemikiran
postmodernisme antara lain Dekonstruktifisme, Relativisme, dan Pluralisme. Teori sosial
dalam Postmodernime terdapat beberapa aliran yaitu : Postmodern Moderat, Postmodern
Ekstrem, dan Posisi Teoritis. Pandangan postmodernisme tehadap ilmu pengetahuan
bahwa mereka tidak mengakui akan adanya rasionalitas universal, objektif dalam
pengetahuan. Yang ada hanyalah relativitas dari eksistensi plural atau subjektivitas. Maka
dengan demikian perlu dirubah dari berfikir totalizing menjadi pluralistic and open
democracy dalam semua sendi kehidupan. Kelebihannya postmodernisme dapat membuat
kita peka terhadap kemungkinan bahwa wacana besar positif, prinsip-prinsip etika positif,
dapat diputar dan dipakai untuk menindas manusia. Menurut Franz Dahler,
postmodernisme memiliki segi positif, yaitu keterbukaan untuk kebhinekaan masyarakat,
untuk toleransi, perlawanan terhadap monopoli, dominan agama, aliran dan ideologi
tertentu, hingga menguntungkan demokrasi. Sedangkan kelemahan postmodernisme,
pertama, postmodernisme yang sangat semangat mempromosikan narasi-narasi kecil,
ternyata buta terhadap kenyataan bahwa banyak juga narasi kecil yang mengandung
banyak kebusukan. Kedua, postmodernisme tidak membedakan antara ideologi, di satu
pihak dan prinsip-prinsip universal etika terbuka, di pihak lain. Ketiga, postmodernisme
menuntut untuk menyingkirkan cerita-cerita besar demi cerita kecil atau lokal. Kritik
terhadap postmodernisme antara lain pemikir postmodernisme kurang tegas terhadap
membedakan apakah mereka menciptakan teori atau mengarang sastra. Habermas merasa
argumen para postmodernis sarat dengan sentimen normatif. Ciri discourse
postmodernisme dalam ilmu pengetahuan memahami fenomena modern yang bernama
pengetahuan. Ia mempertanyakan tentang ”apa itu pengetahuan yang benar” secara
genealogis dan arkeologis, dalam arti, dengan melacak bagaimana pengetahuan itu
mengembangkan diri selama ini. Misalnya konseptual tentang ”kegilaan”, ”seksualitas”,
manusia”, ”gender” dan lain sebagainya yang biasa dianggap ”natural” itu sebenarnya
adalah situs-situs produksi dari ilmu pengetahuan.

Anda mungkin juga menyukai