BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di beberapa negara termasuk Indonesia, tatalaksana pasien gangguan saluran
pernapasan dilaksanakan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) atas
dasar gejala tanpa indikasi yang jelas dan sistematik. Situasi pelayanan penyakit
pernapasan di Indonesia pada umumnya menunjukkan gejala u t a m a yakni
batuk dan sesak.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2008, di dunia sekitar
20%-30% pengunjung fasilitas kesehatan tingkat pertama yang berusia ≥ 5
tahun mencari pengobatan karena gangguan saluran pernapasan. Sedangkan di
Indonesia berdasarkan Riskesdas tahun 2013 terdapat 25% kasus gangguan
pernapasan dari semua golongan umur yang berkunjung ke fasilitas kesehatan.
WHO telah memperkenalkan strategi Practical Approach to Lung Health ( PAL)
atau Pendekatan Praktis Kesehatan Paru sejak tahun 2008. Ada 4 jenis penyakit
yang dapat ditegakkan diagnosisnya dengan pendekatan ini, yakni Tuberculosis,
Pneumonia, Asma, dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Dari hasil uji coba penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di 3 provinsi
(DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Lampung) dari tahun 2009-2013 ditemukan
31,76% kunjungan gangguan pernapasan berusia ≥ 5 tahun di fasilitas
kesehatan tingkat pertama. Hasil uji coba penerapan PAL di 3 Provinsi dari tahun
2010 - 2013, diperoleh data asma sebanyak 7.293 kasus dan PPOK sebanyak
1.322 kasus.
Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, menyebutkan prevalensi asma sebesar
4,5% dan prevalensi PPOK sebesar 3,7%. Jumlah penderita asma diperkirakan 11
juta dan penderita PPOK diperkirakan 9 juta.
Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru diharapkan dapat meningkatkan
kualitas deteksi dini, diagnosis, dan tatalaksana kasus TB, Pneumonia, Asma, dan
PPOK secara terintegrasi. Oleh karena hal tersebut diatas, maka perlu penerapan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru sebagai salah satu strategi yang dapat
digunakan dalam meningkatkan penemuan Asma dan PPOK di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Dokter di FKTP melakukan diagnosis dan
tatalaksana asma dan PPOK dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dan
merujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut untuk kasus yang tidak
bisa terdiagnosis ataupun yang memerlukan tindakan lebih lanjut sesuai dengan
alur rujukan.
1
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru diperlukan agar tenaga kesehatan di FKTP
mampu menegakkan diagnosis dan tatalaksana asma dan PPOK dengan cermat
dan tepat, sehingga akan meningkatkan kualitas pelayanan asma dan PPOK
kepada masyarakat.
Dengan demikian diperlukan peningkatan kapasitas SDM dalam pengendalian
Asma dan PPOK dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di FKTP
B. Filosofi Pelatihan
Pelatihan untuk pelatih Pengendalian Asma dan PPOK ini diselenggarakan
dengan memperhatikan:
1. Prinsip Andragogy, yaitu bahwa selama pelatihan peserta berhak untuk:
a. Didengarkan dan dihargai pengalamannya tentang pengendalian Asma dan
PPOK.
b. Dipertimbangkan setiap ide dan pendapat, sejauh berada di dalam konteks
pelatihan.
2. Berorientasi kepada peserta, dimana peserta berhak untuk:
a. Mendapatkan 1 paket modul.
b. Mendapatkan pelatih profesional yang dapat memfasilitasi dengan berbagai
metode, melakukan umpan balik, dan menguasai materi pelatihan.
c. Belajar sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki, baik secara visual,
auditorial maupun kinestetik (gerak).
d. Belajar dengan modal pengetahuan yang dimiliki masing-masing tentang
pengendalian Asma dan PPOK.
e. Melakukan refleksi dan memberikan umpan balik secara terbuka.
f. Melakukan evaluasi (terhadap penyelenggara maupun fasilitator) dan
dievaluasi tingkat pemahaman dan kemampuannya tentang pengendalian
Asma dan PPOK.
3. Berbasis kompetensi, yang memungkinkan peserta untuk:
a. Mengembangkan ketrampilan langkah demi langkah dalam memperoleh
kompetensi yang diharapkan dalam pelatihan.
b. Memperoleh sertifikat setelah dinyatakan berhasil mendapatkan kompetensi
yang diharapkan pada akhir pelatihan.
4. Learning by doing yang memungkinkan peserta untuk:
a. Berkesempatan melakukan eksperimentasi dari materi pelatihan dengan
menggunakan metode pembelajaran antara lain diskusi kelompok, ceramah
tanya jawab, latihan (exercise) baik secara individu maupun kelompok dan
praktek lapangan.
b. Melakukan pengulangan ataupun perbaikan yang dirasa perlu.
2
BAB II
PERAN, FUNGSI, DAN KOMPETENSI
A. Peran
Setelah mengikuti pelatihan, peserta memiliki peran sebagai pelatih pengendalian
Asma dan PPOK dengan pendekatan praktis kesehatan paru di FKTP
B. Fungsi
Dalam melaksanakan perannya, peserta mempunyai fungsi :
Dokter Umum :
1. Melakukan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
2. Melakukan pengendalian Asma
3. Melakukan pengendalian PPOK
4. Melakukan terapi inhalasi
5. Melakukan pencatatan dan pelaporan
6. Melatih pada Pelatihan Pengendalian Asma dan PPOK dengan pendekatan
praktis kesehatan paru di FKTP
Perawat :
1. Melakukan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
2. Melakukan asuhan keperawatan Asma
3. Melakukan asuhan keperawatan PPOK
4. Melakukan terapi inhalasi
5. Melakukan pencatatan dan pelaporan
6. Melatih pada Pelatihan Pengendalian Asma dan PPOK dengan pendekatan
praktis kesehatan paru di FKTP
C. Kompetensi
Dalam melaksanakan perannya, peserta mempunyai kompetensi :
Dokter Umum :
1. Melakukan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
2. Melakukan pengendalian Asma
3. Melakukan pengendalian PPOK
4. Melakukan terapi inhalasi
5. Melakukan pencatatan dan pelaporan
6. Melatih pada Pengendalian Asma dan PPOK dengan pendekatan praktis
kesehatan paru di FKTP
Perawat :
1. Melakukan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
2. Melakukan asuhan keperawatan Asma
3. Melakukan asuhan keperawatan PPOK
4. Melakukan terapi inhalasi
5. Melakukan pencatatan dan pelaporan
6. Melatih pada Pengendalian Asma dan PPOK dengan pendekatan praktis
kesehatan paru di FKTP
3
BAB III
TUJUAN PELATIHAN
A. Tujuan Umum
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu melatih dokter dan perawat dalam
pengendalian asma dan PPOK dengan pendekatan praktis kesehatan paru di FKTP
B. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pelatihan :
Dokter Umum :
1. Melakukan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
2. Melakukan pengendalian Asma
3. Melakukan pengendalian PPOK
4. Melakukan terapi inhalasi
5. Melakukan pencatatan dan pelaporan
6. Melatih pada Pengendalian Asma dan PPOK dengan pendekatan praktis
kesehatan paru di FKTP
Perawat :
1. Melakukan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
2. Melakukan asuhan keperawatan Asma
3. Melakukan asuhan keperawatan PPOK
4. Melakukan terapi inhalasi
5. Melakukan pencatatan dan pelaporan
6. Melatih pada Pengendalian Asma dan PPOK dengan pendekatan praktis
kesehatan paru di FKTP
4
BAB IV
STRUKTUR PROGRAM
Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan maka disusunlah materi yang akan diberikan
secara rinci pada tabel struktur program berikut:
Dokter
WAKTU
NO MATERI PELATIHAN JML
T P PL
A. MATERI DASAR
1. Kebijakan dan Strategi Pengendalian Asma 2 - - 2
dan PPOK
2. Manajemen Pengendalian Asma dan 2 - - 2
PPOK
B. MATERI INTI
1. Pendekatan Praktis Kesehatan Paru 2 3 - 5
4. Pengendalian PPOK 2 2 - 4
5. Terapi inhalasi 1 3 - 4
7. Teknik melatih 5 7 - 12
C. MATERI PENUNJANG
1. Membangun Komitmen Belajar - 3 - 3
2. Anti korupsi 2 - - 2
3. Rencana dan Tindak Lanjut 1 2 - 3
JUML AH 22 27 49
Keterangan :
T = Teori Alokasi waktu :
P = Penugasan Teori sebesar 40%
PL = Praktik Lapangan Penugasan dan Praktik Lapangan sebesar 60%.
5
Perawat
WAKTU
NO MATERI PELATIHAN JML
T P PL
A. MATERI DASAR
1. Kebijakan dan Strategi Pengendalian Asma 2 - - 2
dan PPOK
2. Manajemen Pengendalian Asma dan 2 - - 2
PPOK
B. MATERI INTI
1. Pendekatan Praktis Kesehatan Paru 2 3 - 5
4. Terapi inhalasi 1 3 - 4
6. Teknik melatih 5 7 - 12
C. MATERI PENUNJANG
1. Membangun Komitmen Belajar - 3 - 3
2. Anti korupsi 2 - - 2
3. Rencana dan Tindak Lanjut 1 2 - 3
JUML AH 20 29 - 49
Keterangan :
T = Teori Alokasi waktu :
P = Penugasan Teori sebesar 40%
PL = Praktik Lapangan Penugasan dan Praktik Lapangan sebesar 60%.
6
BAB V
GARIS-GARIS BESAR PROSES PEMBELAJARAN (GBPP)
Materi Dasar 1 : Kebijakan dan Strategi Pengendalian Asma dan PPOK dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di FKTP
Waktu : 2 Jpl (T : 2, P : 0, PL : 0)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah selesai mengikuti materi ini, peserta mampu memahami kebijakan dan strategi pengendalian Asma dan PPOK
dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di FKTP
1. Menjelaskan Kebijakan 1. Kebijakan Pengendalian Asma 1. CTJ 1. Modul 1. Pedoman Pengendalian Asma,
Pengendalian Asma dan PPOK dan PPOK dengan 2. Curah 2. Laptop Kemenkes, 2009
dengan Pendekatan Praktis Pendekatan Praktis Pendapat 2. Pedoman Pengendalian PPOK,
3. LCD
Kesehatan Paru di FKTP Kesehatan Paru di FKTP Kemenkes, 2013
4. Pointers
3. Modul Peningkatan Kapasitas SDM
5. Microphone
2. Menjelaskan Strategi 2. Strategi Pengendalian Asma dalam Pengendalian Asma dan
Pengendalian Asma dan PPOK dan PPOK dengan PPOK dengan Pendekatan Praktis
dengan Pendekatan Praktis Pendekatan Praktis Kesehatan Paru, Kemenkes, 2014
Kesehatan Paru di FKTP Kesehatan Paru di FKTP
7
Materi Dasar 2 : Manajemen Pengendalian Asma dan PPOK dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di FKTP
Waktu : 2 Jpl (T : 2, P : 0, PL : 0)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah selesai mengikuti materi ini, peserta mampu memahami Pengendalian Asma dan PPOK dengan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di FKTP
8
Materi Inti 1 : Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Waktu : 5 Jpl (T : 2, P : 3, PL : 0)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah selesai mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan penegakan diagnosis gangguan pernapasan dengan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
9
Materi Inti 2 : Pengendalian Asma pada Anak
Waktu : 4 Jpl (T : 2, P : 2, PL : 0)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah selesai mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan pengendalian Asma
10
Materi Inti 3 : Pengendalian Asma Dewasa
Waktu : 4 Jpl (T : 2, P : 2, PL : 0)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah selesai mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan pengendalian Asma
11
Materi Inti 4 : Pengendalian PPOK
Waktu : 4 Jpl (T : 2, P ; 2, PL : 0)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah selesai mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan pengendalian PPOK
12
4. Melakukan rujukan PPOK 4. Rujukan PPOK :
a. Rujukan klinis (untuk
diagnosis dan terapi)
b. Rujukan balik
13
Materi Inti 5 : Terapi Inhalasi
Waktu : 4 Jpl (T : 1, P : 3, PL : 0)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah selesai mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan terapi inhalasi
14
Materi Inti 6 : Pencatatan dan Pelaporan
Waktu : 4 Jpl (T : 1, P : 3, PL : 0)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah selesai mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan pencatatan dan pelaporan Asma dan PPOK
15
Materi Inti 7 : Teknik Melatih
Waktu : 12 Jpl (T : 5, P : 7, PL : 0)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melatih pada pelatihan Pengendalian Asma dan PPOK
dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di FKTP
16
4. Melakukan Presentasi Interaktif 4. Tehnik Presentasi Interaktif
a. Pengertian dan tujuan
presentasi interaktif
b. Pengantar sesi
pembelajaran
c. Cara Presentasi
Interaktif
d. Persiapan tehnik
microteaching
17
Materi Penunjang : Building Learning Commitment(BLC)
Tujuan Pembelajaran Umum(TPU) : Setelah mengikuti materi ini, peserta dan penyelenggara/panitia saling mengenal serta menyepakati apa yang akan
dilakukan selama pelatihan berlangsung.
Waktu : 3 JPL (T :0, P :3, PL : 0)
Tujuan
Pokok Bahasan dan Media dan
Pembelajaran Khusus Metode Referensi
Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
(TPK)
Setelah selesai mengikuti materi
ini, peserta mampu:
1. Mengenal seluruh peserta dan 1.Pencairan/ perkenalan antar peserta 1. Penjelasan 1. Modul Dinamika Kelompok,
panitia penyelenggara serta fasilitator/ penyelenggara singkat 2. Bahan tayang Baderel Munir
2. Curah 3. Laptop
2. Menjelaskan tujuan pelatihan 2.Tujuan pelatihan (Kurikulum Pelatihan) pendapat
yang diikutinya. 4. Proyektor/LCDt
(brainstorming)
5. Microphone
3. Menguraikan harapannya 3.Nilai dan Norma 3. Permainan
dalam mengikuti pelatihan. untuk 6. Pointer
perkenalan/ 7. ATK
4. Menyusun bersama tentang pencairan dan
4.Team Building 8. Skenario game
nilai dan norma yang akan tim building
diterapkan selama pelatihan. 4. Diskusi (snow
bolling)
18
Materi Penunjang : Anti Korupsi
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah selesai mengikuti materi ini, peserta mampu memahami Anti Korupsi
Waktu : 2 JPL (T : 2,P :0, PL :0)
Tujuan Pokok Bahasan dan Media dan
Metode Referensi
Pembelajaran Khusus Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
Setelah selesai mengikuti materi
ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan konsep korupsi 1. Konsep korupsi 1.Curah pendapat 1.Modul • Undang-undang Nomor 20
a. Defenisi korupsi 2.Ceramah 2.Bahan tayang Tahun 2001 tentang
b. Ciri-ciri korupsi 3. Tanya jawab 3.Komputer Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 31 1999
c. Bentuk/ jenis korupsi 4.Flipchart
tentang Pemberantasan
d. Tingkatan korupsi 5.ATK Tindak Pidana Korupsi
6.Skenario peran
e. Faktor penyebab korupsi • Instruksi Presiden Nomor i
f. Dasar hukum tentang korupsi Tahun 2013
• Keputusan Menteri Kesehatan
2. Menjelaskan Konsep anti 2. Konsep anti korupsi Nomor
Korupsi 232/MENKES/SK/VI/2013
a. Definisi anti Korupsi
tentang Pekerjaan dan Budaya
b. Nilai-nilai anti Korupsi
Anti Korupsi
c. Prinsip-prinsip anti Korupsi
19
4. Pelaporan dugaan pelanggaran
4. Menjelaskan Tata cara
pelaporan dugaan tindak pidana korupsi
pelanggaran tindak pidana a. Laporan
korupsi
b. Penyelesaian hasil penanganan
pengaduan masyarakat
c. Pengaduan
d. Tata cara penyampaian
pengaduan
e. Tim penanganan pengaduan
masyarakat terpadu
dilingkungan Kemenkes.
f. Pencatatan pengaduan
5. Menjelaskan Gratifikasi
5. Gratifikasi
a. Pengertian gratifikasi
b. Aspek hukum
c. Gratifikasi dikatakan sebagai
Tindak Pidana Korupsi (TPK)
d. Contoh gratifikasi
e. Sanksi gratifikasi
20
Materi Penunjang : Rencana Tindak Lanjut ( RTL)
Waktu : 2 JPL (T=1Jpl, P=2Jpl, PL:0Jpl)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahamiperencanaan kegiatan pasca pelatihan.
21
PADA KELAS PESERTA PERAWAT
Materi Dasar 1 : Kebijakan dan Strategi Pengendalian Asma dan PPOK dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di FKTP
Waktu : 2 Jpl (T : 2, P : 0, PL : 0)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah selesai mengikuti materi ini, peserta mampu memahami kebijakan dan strategi pengendalian Asma dan PPOK
dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di FKTP
22
Materi Dasar 2 : Manajemen Pengendalian Asma dan PPOK dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di FKTP
Waktu : 2 Jpl (T : 2, P : 0, PL : 0)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah selesai mengikuti materi ini, peserta mampu memahami Pengendalian Asma dan PPOK dengan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di FKTP
23
Materi Inti 1 : Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Waktu : 5 Jpl (T : 2, P : 3)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah selesai mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan penegakan diagnosis gangguan pernapasan dengan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
1. Menjelaskan Konsep 1. Konsep Pendekatan Praktis 1. CTJ 1. Laptop 1. Pedoman Pengendalian Asma,
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di Fasilitas Kemenkes, 2009
Kesehatan Paru di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama 2. Curah 2. LCD 2. Pedoman Pengendalian PPOK,
Kesehatan Tingkat Pertama Pendapat
Kemenkes, 2013
3. Flipchart
2. Melakukan penilaian 2. Penilaian keadaan pasien 3. Latihan kasus 3. Modul Peningkatan Kapasitas
keadaan pasien 4. Pointers SDM dalam Pengendalian Asma
dan PPOK dengan Pendekatan
3. Melakukan pengelompokan 3. Pengelompokan gangguan 5. Spidol Praktis Kesehatan Paru,
gangguan pernapasan pernapasan berdasarkan Kemenkes, 2014
berdasarkan gejala 6. Microphone
gejala
24
Materi Inti 2 : Asuhan Keperawatan Asma
Waktu : 6 Jpl (T : 2, P ; 4, PL : 0)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah selesai mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan asuhan keperawatan Asma
25
Materi Inti 3 : Asuhan Keperawatan PPOK
Waktu : 6 Jpl (T : 2, P ; 4, PL : 0)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah selesai mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan asuhan keperawatan PPOK
d. Dokumentasi asuhan
keperawatan PPOK
26
Materi Inti 4 : Terapi Inhalasi
Waktu : 4 Jpl (T : 1, P : 3, PL : 0)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah selesai mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan terapi inhalasi
27
Materi Inti 5 : Pencatatan dan Pelaporan
Waktu : 4 Jpl (T : 1, P : 3, PL : 0)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah selesai mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan pencatatan dan pelaporan Asma dan PPOK
28
Materi Inti 6 : Teknik Melatih
Waktu : 12 Jpl (T : 5, P : 7, PL : 0)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melatih pada pelatihan Pengendalian Asma dan PPOK
dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di FKTP
Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok dan Sub Pokok Bahasan Metode Media dan Alat Bantu Referensi
Setelah mengikuti materi ini, peserta
mampu :
1. Melakukan Pembelajaran Orang 1. Pembelajaran Orang Dewasa 1.CTJ 1.Modul • Modul Tenaga
Dewasa (POD). (POD) 2.Latihan 2.Bahan Tayang Pelatih.Prog.Kes Thn 2009
a. Prinsip-prinsip POD Menyusun 3.Laptop
b. Ruang lingkup pendekatan SAP 4.Proyektor/LCD
dan tujuan POD 3.Micro 5. Microphone
c. Strategi POD Teaching 6. Pointer
2. Satuan Acara Pembelajaran 7. ATK
(SAP) 8. Form SAP
a. Pengertian 9. Panduan latihan
2. Melakukan Satuan Acara b. Manfaat 10. Ceklist micro
Pembelajaran (SAP) c. Tujuan teaching
3. Metode, media, dan alat bantu
a. Pendahuluan
b. Ragam Metode pembelajaran
3. Menggunakan Metode, media, c. Keunggulan dan kelemahan
dan alat bantu masing-masing metode
pembelajaran
d. Metode pembelajaran yang
efektif
4. Tehnik Presentasi Interaktif
a. Pengertian dan tujuan
4. Melakukan Presentasi Interaktif presentasi interaktif
b. Pengantar sesi pembelajaran
c. Cara Presentasi Interaktif
d. Persiapan tehnik
microteaching
29
Materi Penunjang : Building Learning Commitment(BLC)
Tujuan Pembelajaran Umum(TPU) : Setelah mengikuti materi ini, peserta dan penyelenggara/panitia saling mengenal serta menyepakati apa yang akan
dilakukan selama pelatihan berlangsung.
Waktu : 3 JPL (T :0, P :3, PL : 0)
Tujuan
Pokok Bahasan dan Media dan
Pembelajaran Khusus Metode Referensi
Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
(TPK)
Setelah selesai mengikuti materi
ini, peserta mampu:
1. Mengenal seluruh peserta 1.Pencairan/ perkenalan antar peserta 1. Penjelasan 1. Modul Dinamika Kelompok,
dan panitia penyelenggara serta fasilitator/ penyelenggara singkat Baderel Munir
2. Bahan tayang
2. Curah 3. Laptop
2. Menjelaskan tujuan
2.Tujuan pelatihan (Kurikulum Pelatihan) pendapat
pelatihan yang diikutinya. 4. Proyektor/LCDt
(brainstorming)
3. Menguraikan harapannya 3. Permainan 5. Microphone
3.Nilai dan Norma
dalam mengikuti pelatihan. untuk 6. Pointer
perkenalan/
7. ATK
4. Menyusun bersama tentang 4.Team Building pencairan dan
nilai dan norma yang akan team building 8. Skenario game
diterapkan selama
4. Diskusi (snow
pelatihan.
bolling)
30
Materi Penunjang : Anti Korupsi
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah selesai mengikuti materi ini, peserta mampu memahami Anti Korupsi
Waktu : 2 JPL (T : 2,P :0, PL :0)
1. Menjelaskan konsep korupsi 1. Konsep korupsi 1. Curah pendapat 1.Modul • Undang-undang Nomor 20 Tahun
a. Definisi korupsi 2. Ceramah 2.Bahan tayang 2001 tentang Perubahan Atas
b. Ciri-ciri korupsi 3. Tanya jawab 3.Komputer Undang-undang Nomor 31 1999
c. Bentuk/ jenis korupsi tentang Pemberantasan Tindak
4.Flipchart
d. Tingkatan korupsi Pidana Korupsi
5.ATK
e. Faktor penyebab korupsi • Instruksi Presiden Nomor i Tahun
f. Dasar hukum tentang korupsi 6.Skenario peran
2013
2. Konsep anti korupsi
• Keputusan Menteri Kesehatan
2. Menjelaskan Konsep anti a. Definisi anti Korupsi Nomor 232/MENKES/SK/VI/2013
Korupsi b. Nilai-nilai anti Korupsi tentang Pekerjaan dan Budaya
c. Prinsip-prinsip anti Korupsi Anti Korupsi
3. Pencegahan korupsi dan
3. Menjelaskan Upaya pemberantasan korupsi
Pencegahan korupsi dan a. Upaya pencegahan korupsi
pemberantasan korupsi b. Upaya pemberantasan
c. Strategi komunikasi
Pemberantasan Korupsi (PK )
31
c. Pengaduan
d. Tata cara penyampaian
pengaduan
f. Pencatatan pengaduan
32
Materi Penunjang : Rencana Tindak Lanjut( RTL)
Waktu : 2 JP L(T=1Jpl, P=2Jpl, PL:0Jpl)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahamiperencanaan kegiatan pasca pelatihan.
33
BAB VI
DIAGRAM PROSES PEMBELAJARAN
PRE TEST
PEMBUKAAN
POST TEST
PENUTUPAN
34
BAB VII
PESERTA DAN PELATIH
A. Peserta
1. Kriteria peserta
Peserta merupakan tim pelatih yang terdiri dari Dinas kesehatan Provinsi,
Dokter Spesialis, Dokter Umum, Perawat dan MOT Bapelkes dengan
kriteria sebagai berikut:
a. Dinas Kesehatan Provinsi :
• Latar belakang pendidikan Dokter atau Sarjana Keperawatan
• Bekerja di Dinas Kesehatan Provinsi yang bertanggung jawab
dalam Pengendalian PTM
• Telah bekerja minimal 1 tahun
b. Dokter Umum :
• Latar belakang pendidikan dokter umum dan diutamakan
pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan, PPGD, ATLS,
atau ACLS
• Bekerja di Puskesmas Rawat Inap atau Puskesmas dengan
populasi yang banyak
• Telah bekerja minimal 1 tahun
c. Perawat :
• Latar belakang pendidikan minimal Ners
• Jawab Bekerja di Dinas Kesehatan yang bertugas atau
bertanggung dibidang Yankesdas atau institusi pendidikan
keperawatan (Poltekes) setempat
• Telah bekerja minimal 1 tahun
d. Bapelkes Provinsi :
• Latar belakang Dokter atau minimal D3 Keperawatan
(diutamakan Ners) yang pernah mengikuti pelatihan
kegawatdaruratan / emergency nursing
• Bekerja di Bapelkes dan diutamakan mempunyai sertifikat MOT
• Telah bekerja minimal 1 tahun
2. Jumlah
Dalam 1 kelas, jumlah peserta maksimal 30 orang
35
B. Pelatih
1. Pendidikan minimal setara dengan kriteria pendidikan peserta dengan
tambahan keahlian di bidang materi yang diajarkan.
2. Memiliki kemampuan kediklatan telah mengikuti pelatihan Training of
Trainer Pengendalian Penyakit Tidak Menular atau widyaiswara dasar.
3. Menguasai materi yang diajarkan atau mempunyai pengalaman dan
pengetahuan di bidang pengendalian Asma dan PPOK.
36
BAB VIII
PENYELENGGARA DAN TEMPAT PENYELENGGARAAN
A. Penyelenggara
Penyelenggara pelatihan ini adalah Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Direktorat Jenderal PP dan PL bekerja sama dengan Pusat Pendidikan dan Latihan
Aparatur Kesehatan Badan PPSDM Kesehatan Kementerian Kesehatan RI atau
Institusi Pendidikan dan Pelatihan yang terakreditasi baik pemerintah atau swasta.
B. Tempat
Institusi Pendidikan dan Pelatihan dan atau fasilitas yang mempunyai sarana dan
prasarana yang memadai sesuai serta mendukung proses pembelajaran untuk
mencapai tujuan pelatihan dan telah terakreditasi.
37
BAB IX
EVALUASI PELATIHAN
Tujuan evaluasi / penilaian pelatihan ini adalah untuk mengetahui kemajuan tingkat
pengetahuan dan keterampilan yang dicapai oleh peserta pada proses
pembelajaran dan penyelenggaraan. Hasil ini dapat digunakan untuk menilai
efektifitas pelatihan dan perbaikan pelaksanaan berikutnya.
Evaluasi Pelatihan kapasitas SDM bagi tenaga kesehatan dalam upaya berhenti
merokok pada fasilitas pelayanan kesehatan primer terdiri dari:
2. Evaluasi akhir peserta terhadap materi yang telah diterima (post test)
1. Penguasaan materi
2. Penggunaan metode
4. Motivasi
1. Tujuan pelatihan
38
5. Mekanisme pelaksanaan pelatihan
9. Pelayanan konsumsi
39
BAB X
SERTIFIKASI
Setiap peserta yang telah menyelesaikan proses pembelajaran minimal mengikuti 95%
dari seluruh jumlah jam pembelajaran, dan dinyatakan berhasil sesuai dengan hasil
evaluasi belajar akan diberikan sertifikat pelatihan yang dikeluarkan oleh Kementerian
Kesehatan RI dengan angka kredit 1 (satu) dan ditandatangani oleh Kepala Pusat
Pendidikan dan Latihan Aparatur Badan PPSDM Kesehatan Kementerian Kesehatan a.n.
Menteri Kesehatan RI.
40
PENUTUP
Jakarta, 2015
Penyusun
Direktur Pengendalian
Penyakit Tidak Menular
41
42
MATERI DASAR 1
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN ASMA DAN PPOK
PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI FKTP
I. DESKRIPSI SINGKAT
Dengan terbentuknya Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PPTM)
di Kementerian Kesehatan pada tahun 2005 dan sekarang berubah
nomenklatur menjadi Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak
Menular (P2PTM), maka Kebijakan Nasional diterapkan dengan penekanan
pada pengendalian faktor risiko, pencegahan penyakit, deteksi dini, dan
tindakan promosi kesehatan. Pendekatan utama yang dipilih dalam melakukan
penanggulangan penyakit tidak menular (PTM) didasarkan pada pelayanan
kesehatan dasar yang melibatkan multisektor dan profesional/peran serta
masyarakat. Program pokok mengacu pada kebijakan pemerintah tentang
kesehatan, jejaring, sosialisasi, advokasi, dan penanggulangan PTM yang
berbasis pada pemberdayaan masyarakat, surveilans penyakit tidak menular,
serta deteksi dini.
42
IV. METODE
• CTJ
• Curah Pendapat
V. MEDIA DAN ALAT BANTU
1. Modul
2. Laptop
3. LCD
4. Pointers
5. Microphone
VI. REFERENSI
• Pedoman Pengendalian Asma, Kemenkes, 2009
• Pedoman Pengendalian PPOK, Kemenkes, 2013
• Modul Peningkatan Kapasitas SDM dalam Pengendalian Asma dan PPOK
dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru, Kemenkes, 2014
• Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014, Rencana Program
Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular 2010-
2014, Prevention and Control of Non Communicable Diseases in Indonesia,
MOH-RI 2011.
VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Presentasi
a. Fasilitator menjelaskan secara singkat tujuan pembelajaran, pokok
bahasan, dan metode yang digunakan
b. Fasilitator menyampaikan masing-masing pokok bahasan dengan
menggunakan tayangan powerpoint
2. Pengantar Diskusi Kelompok
Fasilitator memandu dan memfasilitasi peserta untuk secara aktif berdiskusi
dan tanya jawab mengenai pokok bahasan
3. Diskusi
a. Fasilitator mengajak peserta untuk simulasi pokok bahasan di wilayah
kerja masing-masing
b. Fasilitator memandu peserta untuk diskusi, curah pendapat
4. Metode
Presentasi (30 menit) dan Curah pendapat (60 menit)
5. DURASI
Durasi: 90 menit
43
VIII. URAIAN MATERI
A. Pokok Bahasan 1
Konsumsi rokok di Indonesia naik tujuh kali lipat dari 33 milyar batang
menjadi 240 milyar batang, dengan tingkat konsumsi 240 milyar batang/
tahun sama dengan 658 juta batang rokok per hari, atau sama dengan
senilai uang 330 milyar rupiah dibakar oleh para perokok Indonesia setiap
hari. Rokok terbukti sebagai faktor risiko utama penyakit stroke dengan
kecenderungan kesakitan sebesar 12,1%, penyakit hipertensi 31,7%, dan
penyakit jantung 0,3% (Riskesdas, 2013), penyakit tersebut merupakan
60% penyebab kematian di dunia maupun di Indonesia (Riskesdas, 2010
dan WHO, 2008).
44
dengan penyakit akibat rokok dan dapat menyebabkan terjadinya
penyakit tidak menular seperti gangguan pernapasan (PPOK, Asma),
Penyakit Jantung, Stroke dan Kanker Paru, serta hal ini bukan hanya dari
biaya pengobatan tetapi juga biaya hilangnya hari atau waktu
produktivitas.
45
8. Mengembangkan dan memperkuat pengelolaan sistem informasi
penyakit
9. Mengembangkan dan memperkuat jaringan untuk penanggulangan
faktor risiko Asma dan PPOK;
10. Meningkatkan advokasi dan diseminasi penanggulangan faktor risiko
Asma dan PPOK;
11. Mengembangkan dan memperkuat sistem pendanaan dalam
penanggulangan faktor risiko PTM khususnya asma dan PPOK..
B. Pokok Bahasan 2
Strategi Pengendalian Asma dan PPOK dengan Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru di FKTP
1. Memobilisasi dan memberdayakan masyarakat dalam
penanggulangan faktor risiko sama dan PPOK melalui program yang
berbasis masyarakat, seperti Posbindu PTM;
2. Meningkatkan akses yang berkualitas kepada masyarakat untuk
deteksi dini dan tindak lanjut dini faktor risiko Asma dan PPOK;
3. Mengembangkan dan meningkatkan kapasitan tenaga kesehatan;
4. Meningkatkan tatalaksana Asma dan PPOK (kuratif-rehabilitatif) yang
efektif dan efisien.
5. Memperkuat jejaring kerja dan kemitraan penanggulangan Asma dan
PPOK;
6. Mengembangkan dan memperkuat sistem surveilans epidemiologi
faktor risiko Asma dan PPOK termasuk monitoring dan sistem
informasi.
7. Meningkatkan dukungan dana yang efektif untuk penanggulangan
Asma dan PPOK berdasarkan kebutuhan dan prioritas.
IX. REFERENSI
46
6. Peraturan Pemerintah RI Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan
Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi
Kesehatan
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 71 tahun 2015 tentang
Penanggulangan Penyakit Tidak Menular;
8. Prevention and Control of Non Communicable Diseases in Indonesia, MOH
– RI, 2011
9. Petunjuk Teknis Upaya Berhenti Merokok Pada Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer.
47
MATERI DASAR 2
MANAJEMEN PENGENDALIAN ASMA DAN PPOK
DENGAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI FKTP
I. DESKRIPSI SINGKAT
Kebijakan Nasional yang diterapkan oleh Direktorat Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), menekankan pada
pengendalian faktor risiko, pencegahan penyakit, deteksi dini, dan promosi
kesehatan. Pendekatan utama yang dipilih dalam melakukan penanggulangan
Penyakit Tidak Menular (PTM) didasarkan pada pelayanan kesehatan dasar
yang melibatkan multi sektor dan profesional/ peran serta masyarakat. Program
pokok mengacu pada kebijakan pemerintah tentang kesehatan, jejaring,
sosialisasi, advokasi, dan penanggulangan PTM yang berbasis pada
pemberdayaan masyarakat, surveilans penyakit tidak menular, serta deteksi
dini.
Asma merupakan penyakit kronik yang berdampak pada individu, keluarga, dan
lingkungan sosial. Walau dipahami tidak ada kesembuhan pada asma akan
tetapi dengan manajemen komprehensif yang adekuat dan melibatkan
partisipasi aktif klien dan keluarga, maka dapat dicapai tujuan manajemen
asma yaitu asma terkontrol. Adapun tujuan manajemen asma yaitu: mencapai
dan mempertahankan kondisi mengontrol gejala, mempertahankan
kemampuan beraktivitas normal termasuk olah raga, mempertahankan faal
paru mencapai normal atau mendekati normal, mencegah eksaserbasi akut,
menghindari efek samping obat, dan mencegah kematian asma. Agar kegiatan
pengendalian asma dan ppok dapat terselenggara dan terencana dengan baik
serta dapat dipantau dan dievaluasi hasilnya, maka perlu disusun management
kegiatan ini yang meliputi Perencanaan, Pembiayaan, Penyelenggaraan, serta
Pemantauan dan Penilaian.
48
a. Menjelaskan Perencanaan Pengendalian Asma dan PPOK dengan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di FKTP
b. Menjelaskan Pembiayaan Pengendalian Asma dan PPOK dengan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di FKTP
c. Menjelaskan Penyelenggaraan Pengendalian Asma dan PPOK dengan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di FKTP
d. Menjelaskan Pemantauan dan Penilaian Pengendalian Asma dan PPOK
dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di FKTP
III. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN:
1. Perencanaan Pengendalian Asma dan PPOK dengan Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru di FKTP
2. Pembiayaan Pengendalian Asma dan PPOK dengan Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru di FKTP
3. Penyelenggaraan Pengendalian Asma dan PPOK dengan Pendekatan
Praktis Kesehatan Paru di FKTP
4. Pemantauan dan Penilaian Pengendalian Asma dan PPOK dengan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di FKTP
IV. METODE
1. CTJ
2. Curah Pendapat
V. MEDIA DAN ALAT BANTU
1. Modul
2. Laptop
3. LCD
4. Pointers
5. Microphone
VI. REFERENSI
• Pedoman Pengendalian Asma, Kemenkes, 2009
• Pedoman Pengendalian PPOK, Kemenkes, 2013
• Modul Peningkatan Kapasitas SDM dalam Pengendalian Asma dan PPOK
dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru, Kemenkes, 2014
• Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014, Rencana Program
Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular 2010-
2014, Prevention and Control of Non Communicable Diseases in Indonesia,
MOH-RI 2011.
49
VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Presentasi
a. Fasilitator menjelaskan secara singkat tujuan pembelajaran, pokok
bahasan, dan metode yang digunakan
b. Fasilitator menyampaikan masing-masing pokok bahasan dengan
menggunakan tayangan powerpoint
2. Pengantar Diskusi Kelompok
Fasilitator memandu dan memfasilitasi peserta untuk secara aktif berdiskusi
dan tanya jawab mengenai pokok bahasan
3. Diskusi
a. Fasilitator mengajak peserta untuk simulasi pokok bahasan di wilayah
kerja masing-masing
b. Fasilitator memandu peserta untuk diskusi, curah pendapat
4. Metode
Presentasi (30 menit) dan Curah pendapat (60 menit)
5. Durasi
Durasi: 90 menit
VIII. Media dan Alat Bantu
1. Modul
2. Laptop
3. LCD
4. Pointers
5. Microphone
IX. URAIAN MATERI
A. Pokok Bahasan 1
Perencanaan Pengendalian Asma dan PPOK dengan Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru di FKTP
Kegiatan penanggulangan asma yang dilakukan di fasilitas kesehatan
pertama merupakan salah satu cara dalam mencegah terulangnya
kekambuhan dari serangan asma.
Persiapan dalam penyelenggaraan kegiatan penanggulangan asma adalah
di dahului dengan identifikasi sumber daya yang tersedia di fasilitas
kesehatan tingkat pertama misalnya tenaga pelaksana, alat kesehatan yang
di perlukan, sarana dan prasarana, pengaturan mekanisme kerja, serta
sumber pembiayaan.
Dalam penyelenggaraannya kegiatan penanggulangan asma memerlukan
persiapan sebagai berikut:
50
1. Identifikasi Sumber Daya lain
a. Pengelolaan penanggulangan asma di fasilitas kesehatan pertama
memerlukan sumber daya lainnya seperti: tempat/ ruangan yang
terpisah dari poli umum.
b. Alat penunjang meliputi alat ukur berat badan, tinggi badan, tekanan
darah, peak flowmeter, dan nebulizer.
c. Formulir pencatatan dan pelaporan.
d. Media KIE yang diperlukan seperti Buku Saku, lembar balik, banner,
leafleat, poster, film terkait dampak buruk rokok bagi kesehatan, dll.
2. Penyusunan rencana kegiatan
Penyusunan rencana kegiatan pengendalian yang meliputi sasaran,
bentuk kegiatan, pelaksanaan, biaya, tempat dan waktu.
Rujukan dilakukan dalam pelayanan kesehatan berkelanjutan
(Continuum of Care) dari fasilitas kesehatan pertama ke fasilitas
kesehatan lanjutan dan dari masyarakat fasilitas pelayanan kesehatan
pertama.
B. Pokok Bahasan 2
Pembiayaan Pengendalian Asma dan PPOK dengan Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru di FKTP
Biaya penyelenggaraan kegiatan penanggulangan asma dapat berasal
dari berbagai sumber yaitu dapat berasal dari: Pemerintah misalnya dalam
bentuk APBN, APBD, BOK, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),
1. Swasta seperti CSR, dana kesehatan perusahaan, donor dan lain-lain
2. Iuran warga, serta bantuan yang tidak mengikat lainnya.
Pada awal pelaksanaan mendapat stimulasi atau subsidi dari pemerintah.
Secara bertahap, diharapkan masyarakat mampu membiayai
penyelenggaraan kegiatan secara mandiri. Pihak swasta dapat berpartisipasi
dalam kegiatan pengendalian asma di masyarakat dalam bentuk dan
mekanisme kemitraan.
Fasilitas kesehatan tingkat pertama/ Puskesmas juga dapat memanfaatkan
sumber-sumber pembiayaan yang potensial untuk mendukung dan
memfasilitasi penyelenggaraan kegiatan pengendalian asma selaku pembina
kesehatan di wilayah kerjanya. Salah satunya melalui pemanfaatan Bantuan
Operasional Kesehatan (BOK) yang ada dipuskesmas melalui fasilitasi
transportasi petugas puskesmas untuk melakukan pemantauan atau
penilaian terhadap pasien asma. Disamping itu puskesmas dapat
51
memanfaatkan dana kapitasi JKN/ BPJS dalam pemberian pelayanan
penanggulan asma oleh tenaga medis dengan tingkat kompetensi 4A
(pemberian pelayanan sampai tuntas di tingkat FKTP).
Pemerintah Daerah memiliki kewajiban untuk menjaga keberlangsungan
kegiatan layanan konseling UBM di fasilitas kesehatan tingkat pertama
(FKTP) agar dapat terus berlangsung dengan dukungan kebijakan termasuk
berbagai fasilitasi lainnya.
C. Pokok Bahasan 3
Penyelenggaraan Pengendalian Asma dan PPOK dengan Pendekatan
Praktis Kesehatan Paru di FKTP
Pelaksanaan penanggulangan asma di fasilitas kesehatan tingkat
pertama, meliputi kegiatan penyuluhan, pemeriksaan fisik meliputi TB, BB,
TD dan pemeriksaan fungsi paru sederhana peak flowmeter, dan nebulizer.
Rujukan dilakukan dalam kerangka pelayanan kesehatan berkelanjutan
(Continuum of Care) dari masyarakat hingga ke fasilitas kesehatan tingkat
pertama maupun lanjutan termasuk rujuk balik ke masyarakat untuk
pemantauannya.
Peran Pemangku Kepentingan
Penyelenggaraan kegiatan penanggulangan asma memerlukan peran
lintas program dan lintas sektor seperti promosi kesehatan, pelayanan
kesehatan; lintas sektor seperti pemangku kepentingan dan kebijakan
lainnya seperti pihak swasta, mulai di Pusat, Provinsi, Kabupaten/ Kota
sampai ke tingkat fasilitas kesehatan pertama. Adapun peran tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Pusat
1) Menyusun norma, standar, prosedur, modul, dan pedoman,
2) Melakukan sosialisasi dan advokasi baik kepada lintas program,
lintas sektor dan pemegang kebijakan baik di Pusat dan Daerah
dalam penanggulangan asma,
3) Membentuk dan memfasilitasi jejaring kerja dalam penanggulangan
PTM di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota,
4) Menyusun materi dan Media KIE penanggulangan PTM termasuk
pendistribusiannya,
5) Memfasilitasi sarana dan prasarana termasuk logistik sebagai
stimulant maupun subsidi untuk mendukung pelaksanaan kegiatan
penanggulangan asma,
52
6) Melakukan bimbingan teknis dan pembinaan program
penanggulangan PTM,
7) Melakukan pemantauan dan penilaian.
b. Lintas Unit/ Program di Kementerian Kesehatan
1) Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar,
2) Penetapan standar Puskesmas menjadi pembina penanggulangan
asma dalam pelatihan petugas petugas pelaksana kegiatan
posbindu PTM untuk menjaring asma,
3) Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan
4) Tersedianya mekanisme dan adanya alur sistem rujukan asma dari
puskesmas ke RS termasuk rujuk balik,
5) Direktorat Bina Upaya Kesehatan Penunjang,
6) Pusat Promosi Kesehatan,
7) Peningkatan peran serta masyarakat melalui Desa Siaga untuk,
advokasi, sosialisasi dan penyuluhan tentang asma serta faktor
risiko dan upaya pengendalian PTM melalui kegiatan Posbindu
PTM,
8) Dukungan data, informasi dan surveilans faktor risiko merokok
berbasis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan
Posbindu PTM.
c. Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kesehatan
UPT yaitu Kantor Kesehatan Pelabuhan, Balai Teknis Kesehatan
Lingkungan, Balai Besar Pelatihan Kesehatan, melakukan:
1) Melakukan sosialisasi dan advokasi baik kepada lintas program,
lintas sektor dan pemegang kebijakan di wilayah kerjanya,
2) Membentuk dan memfasilitasi jejaring kerja,
3) Melakukan bimbingan teknis dan pembinaan
4) Memfasilitasi sarana dan prasarana termasuk logistik dan
perbekalan dalam mendukung pengembangan penanggulangan
asma di wilayah kerjanya,
5) Melakukan pemantauan dan penilaian,
6) Melaksanakan pencatatan dan pelaporan.
d. Dinas Kesehatan provinsi
1) Melaksanakan kebijakan, peraturan dan perundang-undangan di
bidang PPTM,
2) Mensosialisasikan pedoman umum dan pedoman teknis, modul,
standar dan prosedur kegiatan pengendalian,
53
3) Melakukan sosialisasi dan advokasi kegiatan Posbindu PTM
kepada Pemerintah Daerah, DPRD, lintas program, lintas sektor,
dan swasta,
4) Memfasilitasi pertemuan baik lintas program maupun lintas sektor,
5) Membangun dan memantapkan kemitraan dan jejaring kerja PTM
secara berkesinambungan.
6) Memfasilitasi Kabupaten/Kota dalam mengembangkan layanan
konseling upaya berhenti merokok di wilayahnya,
7) Memfasilitasi sarana dan prasarana termasuk logistik dan
perbekalan dalam mendukung pengembangan layanan konseling
upaya berhenti merokok bersumber dana APBD,
8) Melaksanakan pemantauan, penilaian dan pembinaan,
9) Melaksanakan pencatatan dan pelaporan serta mengirimkan ke
Pusat.
e. Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
1) Mensosialisasikan pedoman umum dan teknis, modul, standar
operasional prosedur dari Kegiatan asma,
2) Melakukan Advokasi kegiatan layanan konseling upaya berhenti
merokok kepada Pemerintah Kabupaten/ Kota dan DPRD, lintas
program, lintas sektor, swasta, dan masyarakat,
3) Melaksanakan pertemuan lintas program maupun lintas sektor,
4) Membangun dan memantapkan jejaring kerja serta forum
masyarakat pemerhati PTM secara berkelanjutan,
5) Melaksanakan bimbingan dan pembinaan teknis ke Puskesmas
dan jaringannya,
6) Memfasilitasi Puskesmas dan jaringannya dalam mengembangkan
layanan asma di wilayah kerjanya.
7) Melaksanakan monitoring dan evaluasi Kegiatan layanan asma,
8) Mengelola surveilans epidemiologi faktor risiko PTM pada wilayah
Kabupaten/Kota,
9) Menyelenggarakan pelatihan penyelenggaran layanan konseling
upaya berhenti merokok bagi petugas puskesmas dan petugas
pelaksana Posbindu PTM,
10) Melaksanakan promosi penanggulangan PTM melalui berbagai
metode dan media penyuluhan kepada dan masyarakat/ petugas
pelaksana,
54
11) Melaksanakan dan memfasilitasi kegiatan pemberdayaan dan
peningkatan partisipasi masyarakat dalam upaya penanggulangan
PTM yang sesuai dengan kondisi daerah (lokal area spesifik)
melalui kegiatan asma,
12) Melakukan pemantauan, penilaian dan pembinaan,
13) Melaksanakan pencatatan dan pelaporan serta mengirimkan ke
Provinsi.
f. Puskesmas
1) Melakukan penilaian kebutuhan dan sumber daya masyarakat,
termasuk identifikasi kelompok potensial di masyarakat dalam
menyelenggarakan layanan asma.
2) Melakukan sosialisasi dan advokasi tentang layanan asma, yang
meliputi informasi tentang PTM dan dampaknya, bagaimana
penanggulangan dan manfaatnya bagi masyarakat, kepada
pimpinan wilayah, pimpinan organisasi, kepala/ketua kelompok
dan para tokoh masyarakat yang berpengaruh.
3) Mempersiapkan sarana dan tenaga di Puskesmas dalam
menerima rujukan dari Posbindu PTM,
4) Memastikan ketersediaan sarana dan prasarana termasuk logistik
dan perbekalan lainnya untuk menunjang kegiatan
penanggulangan asma,
5) Menyelenggarakan pelatihan tenaga pelaksana Posbindu PTM.
6) Menyelenggarakan pembinaan dan fasilitasi teknis kepada
petugas pelaksana Posbindu PTM.
7) Melakukan pemantauan dan penilaian.
8) Melaksanakan pencatatan dan pelaporan dan mengirimkan ke
provinsi.
g. Profesi/Akademisi/Perguruan Tinggi
1) Mendukung implementasi kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah
dalam penanggulangan PTM,
2) Mengadvokasi dan mensosialisasikan kegiatan asma.
h. Kelompok/Organisasi/Lembaga Masyarakat/Swasta
1) Menyelenggarakan kegiatan penanggulangan asma,
2) Mendorong secara aktif anggota kelompoknya untuk menerapkan
gaya hidup sehat dan mawas diri terhadap faktor risiko PTM,
3) Memfasilitasi pembentukan, pembinaan dan pemantapan jejaring
kerja penanggulangan PTM secara berkesinambungan,
55
4) Mendukung implementasi kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah
dalam penanggulangan PTM,
5) Berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Puskesmas dalam menyelenggarakan
kegiatan Posbindu PTM,
6) Berpartisipasi mengembangkan rujukan dari Posbindu PTM ke
Puskesmas,
7) Berkontribusi mengembangkan Posbindu PTM melalui dana CSR.
D. Pokok Bahasan 4
Pemantauan dan Penilaian Pengendalian Asma dan PPOK dengan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di FKTP
Pemantauan bertujuan untuk mengetahui apakah kegiatan sudah
dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, apakah hasil kegiatan sudah
sesuai dengan target yang diharapkan dan mengidentifikasi masalah dan
hambatan yang dihadapi, serta menentukan alternatif pemecahan masalah.
Penilaian dilakukan secara menyeluruh terhadap aspek masukan, proses,
keluaran atau output termasuk kontribusinya terhadap tujuan kegiatan.
Tujuan penilaian adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat
perkembangan kegiatan penanggulangan asma dalam penyelenggaraannya,
sehingga dapat dilakukan pembinaan.
Pemantauan dan penilaian dilakukan sebagai berikut:
1. Pelaksana pemantauan dan penilaian adalah petugas Puskesmas,
Dinkes Kab/ Kota, Dinkes Provinsi dan Pusat,
2. Sasaran pemantauan dan penilaian adalah para petugas pelaksana,
3. Pemantauan kegiatan dilakukan setiap bulan sekali dan penilaian
indikator dilakukan setiap 1 tahun sekali,
4. Hasil pemantauan dan penilaian ini dipergunakan sebagai bahan
penilaian kegiatan yang lalu dan sebagai bahan informasi besaran
masalah asma, disamping untuk bahan menyusun perencanaan
penanggulangan PTM umumnya, dan secara khusus pengendalian
asma terhadap kesehatan pada tahun berikutnya,
5. Hasil pemantauan dan penilaian kegiatan Posbindu PTM disosialisasikan
kepada lintas program, lintas sektor terkait dan masyarakat untuk
mengambil langkah-langkah upaya tindak lanjut.
56
X. REFERENSI
• Pedoman Pengendalian Asma, Kemenkes, 2009
• Pedoman Pengendalian PPOK, Kemenkes, 2013
• Modul Peningkatan Kapasitas SDM dalam Pengendalian Asma dan PPOK
dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru, Kemenkes, 2014
• Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014, Rencana Program
Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular 2010-
2014, Prevention and Control of Non Communicable Diseases in Indonesia,
MOH-RI 2011.
57
MATERI INTI 1
PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU
(PRACTICAL APPROACH TO LUNG HEALTH / PAL)
I. DESKRIPSI SINGKAT
Di beberapa negara termasuk Indonesia tatalaksana pasien gangguan saluran
pernapasan dilaksanakan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) atas
dasar sekumpulan gejala tanpa indikasi yang sistematik dan jelas. Situasi
pelayanan penyakit pernapasan di Indonesia pada umumnya menunjukkan
gejala yang sama seperti Asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK),
Tuberkulosis (TB), dan Pneumonia
Berdasarkan data WHO tahun 2008, di dunia sekitar 20%-30% pengunjung
fasilitas kesehatan tingkat pertama yang berusia ≥ 5 tahun mencari
pengobatan karena gangguan saluran pernapasan. Sedangkan di Indonesia
berdasarkan Riskesdas 2013 terdapat 25% kasus gangguan pernapasan dari
semua golongan umur yang berkunjung ke fasilitas kesehatan.
World Health Organization (WHO) telah memperkenalkan strategi Practical
Approach to Lung Health (PAL) / Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dan
telah uji coba penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di 3 provinsi
(DKI Jakarta, Jawa Barat dan Lampung) dari tahun 2009 s.d. 2013 ditemukan
31,76% kunjungan gangguan pernapasan berusia ≥ 5 tahun di fasilitas
kesehatan tingkat pertama.
Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru diharapkan dapat
meningkatkan kualitas deteksi dini, identifikasi kasus dan penatalaksanaan
kasus 4 (empat) penyakit gangguan saluran pernapasan secara terintegrasi,
dengan demikian penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru ini
merupakan salah satu strategi yang digunakan dalam meningkatkan
penemuan kasus asma dan PPOK disamping TB dan pneumonia. Fasilitas
Kesehatan melakukan tatalaksana kasus Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
yang ringan dan merujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut untuk
kasus yang tidak bisa terdiagnosis ataupun yang memerlukan tindakan lebih
lanjut sesuai dengan alur rujukan.
58
gangguan pernapasan dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
59
2) Pelatih memperkenal kan diri dengan menyebutkan nama lengkap,
instansi tempat bekerja, materi yang akan disampaikan.
3) Menggali pendapat peserta (apersepsi) tentang apa yang dimaksud
dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dengan metode
brainstorming.
4) Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran
tentang Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
b. Kegiatan Peserta
1) Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan.
2) Mengemukakan pendapat atas pertanyaan pelatih.
3) Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.
4) Mengajukan pertanyaan kepada pelatih bila ada hal-hal yang penting
2. Langkah ke-2
a. Kegiatan Pelatih
1) Menyampaikan pokok bahasan dan subpokok bahasan
2) Secara garis besar dalam waktu yang singkat.
3) Memberikan kesempatan kepada peserata untuk menanyakan hal-hal
yang kurang jelas.
4) Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta.
b. Kegiatan Peserta
1) Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap
penting.
2) Mengajukan pertanyaan kepada pelatih sesuai dengan kesempatan
yang diberikan.
3) Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan pelatih.
3. Langkah ke-3
a. Kegiatan Pelatih
1) Menjelaskan tujuan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
2) Menjelaskan strategi Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
3) Menjelaskan komponen Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
4) Menjelaskan mekanisme rujukan pasien Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru.
5) Menjelaskan dampak Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
b. Kegiatan Peserta
1) Mendengar, mencatat dan bertanya pada hal-hal yang kurang jelas
pada pelatih.
2) Mengerjakan penugasan yang diberikan oleh pelatih.
60
3) Mendiskusikan strategi Pendekatan Praktis Kesehatan Paru yang
belum dipahami.
4. Langkah ke-4
a. Kegiatan Pelatih
1) Melakukan evaluasi terhadap pemahaman peserta dengan
mengajukan pertanyaan sesuai topik pokok bahasan.
2) Memperjelas jawaban peserta terhadap masing – masing pertanyaan.
3) Bersama peserta merangkum poin-poin penting Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru.
4) Membuat kesimpulan.
b. Kegiatan Peserta
1) Menjawab pertanyaan yang diajukan pelatih.
2) Bersama pelatih merangkum poin-poin penting Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru.
61
Kesehatan Tingkat Pertama dapat melakukan tatalaksana kasus dengan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru yang ringan dan merujuk ke Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut untuk kasus yang tidak bisa terdiagnosis
ataupun yang memerlukan tindakan lebih lanjut sesuai dengan alur rujukan.
B. Penilaian Keadaan Pasien
Seorang pasien dengan gangguan pernapasan akan mencari
pertolongan ke Fasilitas Kesehatan. Tenaga kesehatan yang menerima
pasien yang datang mencari pertolongan pertama akan menerima pasien
dan selanjutnya akan melakukan penilaian keadaan pasien.
Penatalaksanaan selanjutnya akan mengikuti langkah-langkah yang
dimulai dengan komunikasi perawat dengan pasien sampai dengan
penilaian akhir dari dokter di Fasilitas Kesehatan. Penatalaksanaan
pasien yang baik sangat tergantung ketepatan perlakuan sejak
pertemuan pertama sampai dengan penetapan tindak lanjut terhadap
hasil penilaian keadaan pasien.
C. Pengelompokan Gangguan Pernapasan Berdasarkan Gejala
Mengingat adanya gejala dan tanda yang sama/ menyerupai dalam
menegakkan diagnosis perlu dilakukan pengelompokan berdasarkan
gejala dan tanda sebelum dilakukan penatalaksanaan pasien. Pasien
dengan tanda kegawat daruratan, segera dirujuk ke Fasilitas Kesehatan
Rujukan Tingkat Lanjut. Sedangkan untuk kasus yang sedang dan ringan
ditatalaksana di Fasilitas Kesehatan sesuai dengan kemampuan dan
kompetensi. Bila tersedia fasilitas pemeriksaan pendukung (peak
flowmeter, IDT, nebulizer dan pemeriksaan darah rutin) di Fasilitas
Kesehatan dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis seperti asma
dan PPOK dapat melanjutkannya dengan tindakan pengobatan.
Gejala dan Tanda Berdasarkan Gangguan Penyakit Pernapasan yang
menjadi perhatian dalam Pendekatan Praktis Kesehatan Paru adalah:
a. Asma.
b. PPOK.
Tenaga kesehatan yang terlatih mengidentifikasi gejala dan tanda
berdasarkan gangguan pernapasan. Dalam Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru ada dua gejala utama yaitu:
a. Batuk.
b. Sesak.
62
Atas dasar gejala utama tersebut digali informasi tambahan untuk
dilakukan penatalaksanaan lebih lanjut. Adapun gejala lainnya yang
mungkin menyertai dapat berupa nyeri dada dan batuk darah.
D. Penegakan Diagnosis
Gejala Gangguan
Pernapasaan
• Tuberkulosis • Asma
• Pneumonia • Pleuritis • TB
• Asma • PPOK
• Faringitis • Efusi • Bronkiekta
• Pertusis • Pneumo
• Laringitis pleura sis
• Sinusitis toaks
• Tonsilitis • Pneumo- • Tumor
• Bronkitis • Efusi Pleura
• Sinusitis • PRGE toraks Paru
Kronis
• Bronkitis (Penyakit • PRGE
• Bronkiektasis
Akut Refluks
• PRGE Gastro
Esofagus)
REFERENSI
1. World Health Organization, Practical Approach to Lung Health, Manual on
Initiating PAL Implementation, Geneva, Switzerland: World Health Organization,
2008.
2. Petunjuk Teknis Pendekatan Praktis Kesehatan Paru Fasilitas Kesehatan.
3. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Kementerian RI, Kesehatan
RI, Ditjen P2PL, 2011.
4. Petunjuk Teknis Upaya Berhenti Merokok pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer, Kementerian Kesehatan RI, Ditjen P2P, Dit. P2PTM, edisi II, 2016
63
5. Pedoman Program Penanggulangan Asma Di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama, Kementerian Kesehatan RI, Ditjen P2P, Dit. P2PTM, 2016
6. Pedoman Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama, Kementerian Kesehatan RI, Ditjen P2P, Dit. P2PTM, 2016
MATERI INTI 2
PENGENDALIAN ASMA PADA ANAK
64
I. DESKRIPSI SINGKAT
Di Indonesia prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun hasil
penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuisoner
ISAAC (International Study On Asthma And Allergy In Children) 1995 prevalensi
asma masih 2,1%, sedangkan tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil
survey asma anak sekolah di beberapa kota di Indonesia (Medan, Palembang,
Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang, dan Denpasar)
menunjukkan prevalensi asma pada anak sekolah dasar (6 - 12 th) berkisar
3,7% - 6,4%, anak sekolah menengah pertama (SMP) di Jakarta Pusat tahun
1995 sebesar 5,8%, dan Jakarta Timur tahun 2001 sebesar 8,6%
(dr.Ratnawati,Sp.P), serta hasil penelitian dr.Sukamto, Sp.PD tahun 2004
menunjukkan bahwa prevalensi asma Kabupaten Subang 11% dan Jakarta
Pusat 9%. Riskesdas 2013, menunjukkan bahwa prevalensi asma di Indonesia
sebesar 4,5%.
Kompetensi tenaga kesehatan (dokter) dalam penanganan asma pada fasilitas
kesehatan tingkat pertama mampu memberikan penatalaksanaan secara tuntas
(4A), deteksi dini, pencegahan serangan, dan edukasi menjadi sangat penting
dalam penanggulangan asma.
Berdasarkan hal tersebut diatas bahwa asma telah menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian. Kementerian
Kesehatan RI bekerja sama dengan lintas program, lintas sektor, dan profesi,
untuk menyusun buku Pedoman Penanggulangan Asma.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU):
Setelah menyelesaikan materi ini peserta mampu menjelaskan
pengendalian asma pada anak
2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK):
Setelah menyelesaikan materi ini, peserta mampu :
a. Menjelaskan Diagnosis Asma Anak.
b. Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang
c. Menjelaskan Tatalaksana Asma Anak di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP)
b. Menjelaskan Terapi Inhalasi dan Terapi Oksigen.
c. Menjelaskan Meknisme Rujukan Asma
VI. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN
1. Diagnosis Asma Anak
65
2. Pemeriksaan Penunjang Asma
3. Tatalaksana Asma di FKTP
4. Terapin Inhalasi dan Terapi Oksigen
5. Mekanisme Rujukan Asma
66
2) Memberikan kesempatan kepada peserata untuk menanyakan hal-
hal yang kurang jelas.
3) Memberikan jawaban jika ada pertanbyaan yang diajukan peserta.
c. Kegiatan Peserta
1) Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap
penting.
2) Mengajukan pertanyaan kepada pelatih sesuai dengan kesempatan
yang diberikan.
3) Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan pelatih.
3. Langkah ke-3
a. Kegiatan Pelatih
1) Menjelaskan diagnosis asma pada anak.
2) Menjelaskan pemeriksaan penunjang pada asma.
3) Menjelaskan tatalaksana asma di FKTP
4) Menjelaskan terapi inhalasi dan terapi oksigen
5) Menjelaskan mekanisme rujukan asma.
b. Kegiatan Peserta
1) Mendengar, mencatat dan bertanya pada hal-hal yang kurang jelas
pada pelatih.
2) Mengerjakan penugasan yang diberikan oleh pelatih.
3) Mendiskusikan strategi pengendalian asma pada anak
4. Langkah ke-4
a. Kegiatan Pelatih
1) Melakukan evaluasi terhadap pemahaman peserta dengan
mengajukan pertanyaan sesuai topik pokok bahasan.
2) Memperjelas jawaban peserta terhadap masing – masing
pertanyaan.
3) Bersama peserta merangkum poin-poin pengendalian Asma pada
anak.
4) Membuat kesimpulan.
b. Kegiatan Peserta
1) Menjawab pertanyaan yang diajukan pelatih.
2) Bersama pelatih merangkum poin-poin penting pengendalian Asma
pada anak.
67
A. DIAGNOSIS ASMA ANAK
Diagnosis asma pada anak lebih sulit daripada orang dewasa dkarenakan
beberapa faktor, dimana gejala Asma pada anak tidak khas; Kecurigaan
awal seorang menderita Asma adalah gejala mengi dan/ atau batuk yang
yang terjadi kronik dan/ atau berulang yang di lingkungan Ikatan Dokter
anak Indonesia (IDAI) disebut BKB (Batuk Kronik Berulang). Batuk karena
Asma akan timbul jika terpajan dengan faktor pencetus (debu atau
polutan), cuaca dan alergi. Batuk pada Asma anak biasanya perbedaannya
di intensitas batuk antara siang dan malam hari sangat nyata, pada siang
hari batuk sesekali atau tidak batuk sedang di malam hari batuknya
demikian hebat sehingga terganggu tidurnya.
a. Epidemiologi
Di Indonesia prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun hasil
penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan
kuisoner ISAAC (International Study On Asthma And Allergy In Children)
1995 prevalensi asma masih 2,1%, sedangkan tahun 2003 meningkat
menjadi 5,2%. Hasil survey asma anak sekolah di beberapa kota di
Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang,
Yogyakarta, Malang, dan Denpasar) menunjukkan prevalensi asma
pada anak sekolah dasar (6 - 12 th) berkisar 3,7% - 6,4%, anak sekolah
menengah pertama (SMP) di Jakarta Pusat tahun 1995 sebesar 5,8%,
dan Jakarta Timur tahun 2001 sebesar 8,6% (dr.Ratnawati,Sp.P), serta
hasil penelitian dr.Sukamto,Sp.PD tahun 2004 menunjukkan bahwa
prevalensi asma Kabupaten Subang 11% dan Jakarta Pusat 9%.
Riskesdas 2013, menunjukkan bahwa prevalensi asma di Indonesia
sebesar 4,5%.
b. Patofisiologi
Faktor yang berperan terjadinya asma adalah faktor genetik dan faktor
lingkungan. Ada beberapa proses sebelum terjadinya asma sebagai
berikut:
68
Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan
apabila terpajan dengan pemicu (inducer/ sensitisizer) maka akan
timbul sensitisasi pada dirinya.
Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum tentu
menjadi asma. Apabila seseorang yang telah mengalami terpajan
dengan pemacu (echancer) maka terjadi proses inflamasi pada
saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau
proses inflamasi yang berat secara klinis berhubungan dengan hiper
aktivitas bronkus.
Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh
pencetus (trigger) maka akan timbul serangan asma (mengi).
Faktor genetik
c. Gejala Klinis
69
Dalam mendiagnosis Asma pada anak ada beberapa hal yang perlu
ditanyakan pada anamnesis sebagai berikut:
1. Apakah pasien mengalami batuk yang mengganggu tidur pada
malam hari ?
2. Apakah pasien mengalami mengi atau mengi berulang ?
3. Apakah pasien saat mengalami flu (commond cold) merasakan sesak
di dada dan flunya menjadi berkepanjangan (≥ 10 hari) ?
4. Apakah pasien mengalami mengi atau batuk setelah melakukan
aktifitas fisik ?
5. Apakah pasien mengalami mengi, batuk dan/atau rasa dada tertekan
setelah terpajan allergen inhalasi atau polutan ?.
6. Apakah gejala-gejala tersebut diatas berkurang/ hilang setelah
pemberian obat pelega (brochodilator) ?
7. Apakah ada penyakit alergi lainnya (rinitis, dermatitis atopi,
konjunktivitis alergika) ?
8. Apakah dalam keluarga (kakek/nenek, orang tua, anak, saudara
kandung, saudara sepupu) ada yang menderita asma atau alergi ?
Pada pemeriksaan fisik: Gejala Asma pada anak sangat bervariasi, maka
pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan yang normal jika tidak mengalami
serangan (eksaserbasi). Mengi mungkin tidak ditemukan, namun
ditemukan ekspirasi yang memanjang atau mengi saat melakukan
ekspirasi yang panjang, dan perbaikan gejala dalam waktu cepat setelah
pemberian pelega jenis inhalasi.
Dalam deskripsi diagnosis Asma harus mencakup 3 aspek sebagai berikut:
Derajat keparahan Asma
Derajat kondisi saat ini
Derajat kendali Asma.
d. Faktor Pencetus
Faktor pemicu asma antara lain: alergen dalam ruangan (tungau debu
rumah, binatang berbulu seperti kucing, anjing dan tikus, alergen kecoa,
jamur, kapang, ragi, dan pajanan asap rokok); Pemacu (rinovirus, ozon,
pemakai β2 agonis), sedangkan pencetus semua faktor pemicu dan
pemacu ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamin, dan
metakolin. Asma merupakan penyakit kronik yang dapat mengalami
serangan akut, dengan demikian Asma mempunyai dua aspek yaitu
70
aspek akut (penilaian saat ini) dan aspek kronik (penilaian jangka
panjang).
e. Klasifikasi
Klasifikasi Asma Anak dapat dilihat dari aspek kronik dan aspek
akut.
Pada aspek kronik derajat Asma dibagi 3 yaitu :
1. Asma episodik jarang: Gejala / serangan jarang timbul, interval
antar gejala > 1 bulan.
2. Asma episodik sering: Gejala / serangan sering timbul, interval
antar gejala < 1 bulan.
3. Asma persisten: Gejala hampir selalu ada.
Klasifikasi Baru VS Klasifikasi Lama
Kesetaraan klasifikasi PNAA 2004 dengan PNAA 2015 adalah:
Asma intermiten setara dengan asma episodik jarang.
Asma persisten ringan setara dengan asma episodik sering.
Asma persisten sedang dan asma persisten berat setara dengan
asma persisten.
71
4. Asma persisten berat
Klasifikasi berdasarkan kekerapan gejala dipakai sebagai dasar
penilaian awal pasien. Ini berubah dari PNAA sebelumnya yang
membagi asma menjadi asma episodik jarang, asma episodik sering,
dan asma persisten.
72
APE adalah alat peak flow rate meter yang tidak mahal, poratble dan
ideal untuk tenaga kesehatan atau pasien melakukan sebagai penilaian
obyektif obstruksi jalan napas.
2. Pemeriksaan faal paru dengan spirometri membutuhkan kooperasi
subyek yang diperiksa, sangat bergantung usaha subyek untuk
melakukan manuver yang tepat dan membutuhkan pemeriksa yang
handal dan berpengalaman.
3. Pemeriksaan penunjang tambahan yang dibutuhkan sesuai kondisi
adalah uji provokasi bronkus untuk menilai hiperreaktivitas bronkus, uji
alergi untuk menilai status alergi dan pemeriksaan serum IgE spesifik.
73
2. Identifikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor risiko.
3. Penilaian, pengobatan dan monitor Asma.
4. Penatalaksanaan Asma eksaserbasi akut.
1. PROMOSI
Faktor yang berperan terjadinya asma adalah faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor pemicu asma antara lain: alergen dalam ruangan (tungau
debu rumah, binatang berbulu seperti kucing, anjing dan tikus, alergen kecoa,
jamur, kapang, ragi, dan pajanan asap rokok); Pemacu (rinovirus, ozon,
pemakai β2 agonis), sedangkan pencetus semua faktor pemicu dan pemacu
ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamin, dan metakolin.
Orang tua pasien asma anak sering kali melaporkan eratnya kaitan
makanan tertentu dengan timbulnya atau memburuknya gejala asma pada
anaknya. Selain zat makanan itu sendiri bisa menjadi pencetus, suhu dingin
dari makanan/ minuman juga dapat menjadi pencetus, atau bahan pengawet
atau pewarna dalam makanan dapat menjadi pencetus.
74
Tujuan: meningkatkan penyebar luasan informasi, meningkatkan
pengetahuan, kemampuan dan keterampilan petugas, serta mengubah
perilaku masyarakat
Informasi dan edukasi yang disampaikan ke masyarakat:
• Riwayat perjalanan penyakit, sifat penyakit, perubahan penyakit (apakah
membaik atau memburuk), jenis dan mekanisme kerja obat-obatan serta.
mengetahui kapan harus meminta pertolongan dokter
• Pentingnya melakukan kontrol secara teratur : untuk menilai dan
memantau kondisi asma secara berkala (asthma control test/ ACT)
• Pola hidup sehat, seperti tidak merokok, konsumsi makanan yang tidak
memicu timbulnya asma, aktifitas fisik yang teratur, istirahat cukup, kelola
stres dan tidak mengkonsumsi alkohol.
• Menghindari setiap pemicu
• Menggunakan bronkodilator/ steroid inhalasi sebelum melakukan olah
raga/ exercise untuk mencegah exercise induced asthma
2. Melaksanakan penyuluhan atau KIE tentang asma melalui berbagai
media KIE
3. Melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan KIE media sosial,
surat kabar, majalah, koran lokal, tablig akbar, khotbah Jumat, khotbah
Minggu, lembar fakta (fact sheet), selebaran (leaflet), poster, baliho,
spanduk
4. Pemberdayaan Masyarakat
2. PENCEGAHAN
Upaya Preventif pada Asma
Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan
orang tua pasien asma dengan cara yaitu :
• Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa
perkembangan bayi/anak.
• Diet hipoalergienik ibu hamil, asalkan/ dengan syarat diet tersebut tidak
mengganggu asupan janin
• Pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan
• Diet hipoalergenik ibu menyusui
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang
telah tersensitisasi dengan cara menghindar pajanan asap rokok, serta alergen
dalam ruangan terutama tungau debu rumah
Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak
yang telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi
75
DETEKSI DINI PADA ASMA
1. Deteksi dini pada kelompok deteksi dini
Dibawah usia 3 tahun, bila ada gejala mengi, anak dengan orang tua asma,
dermatitisatopi perlu dicurigai untuk menderita asma dikemudian hari
2. Penemuan kasus asma
Penemuan kasus asma (kesakitan dan kematian) dilaksanakan secara rutin
dan berjenjang dimulai dari Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/ Kota, dan
Puskesmas/ Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama diseluruh wilayah
Indonesia yang diintegrasi dengan pelayanan penyakit tidak menular (PTM)
lainnya. Dan juga bisa dilakukan penemuan kasus asma pada kegiatan yang
berbasis masyarakat seperti POSBINDU PTM
76
3. Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarganya
4. Variabilitas, yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu, bahkan
dalam 24 jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari (nokturnal)
5. Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau dengan
pemberian obat pereda asma
b. Pemeriksaan Fisis
Dalam keadaan sedang bergejala batuk atau sesak, dapat terdengar
wheezing, baik yang terdengar langsung (audible wheeze) atau yang
terdengar dengan stetoskop. Selain itu perlu dicari gejala alergi lain pada
pasien seperti dermatitis atopi atau rhinitis alergi, dan dapat pula dijumpai
tanda alergi seperti allergic shiners atau geographic tongue.
c. Penilaian Derajat Serangan Asma
Kriteria untuk menentukan derajat keparahan serangan asma pada anak
dapat ditentukan bila memenuhi gejala yang tercantum pada tabel berikut ini.
Tabel 3.9
Derajat Keparahan Serangan Asma
Serangan Asma
Asma Serangan
Asma Serangan Berat Dengan Ancaman
Ringan Sedang
Henti Nafas
The Global Initiative for Asthma (GINA) membagi tata laksana serangan
asma menjadi dua, yaitu :
1. Tatalaksana di rumah dan
2. Tatalaksana di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) /RS.
77
Tatalaksana di rumah dilakukan oleh pasien (atau orang tuanya) sendiri di
rumah.
add.1) Tatalaksana dirumah
a. Dapat diberikan jika anak tidak dalam keadaan sesak berat dan
tidak termasuk kelompok risiko tinggi, yaitu memiliki riwayat:
1) Serangan asma yang mengancam nyawa.
2) Intubasi karena serangan asma.
3) Neumotoraks atau pneumomediastinum.
4) Serangan asma berlangsung dalam waktu Iama.
5) Penggunaan steroid sistemik (saat ini atau baru berhenti).
6) Kunjungan ke unit gawat darurat (UGD) atau perawatan rumah
sakit karena asma dalam setahun terakhir.
7) Tidak teratur berobat sesuai rencana terapi.
8) Berkurangnya persepsi tentang sesak napas.
9) Penyakit psikiatrik atau masalah psikososial.
10) Alergi makanan.
b. Jika tidak terdapat kondisi seperti di atas, anak dapat diberikan
inhalasi agonis β2 kerja pendek menggunakan nebulizer atau
dengan MDI + spacer.
78
3) Jika gejala tidak membaik dengan dosis 4 semprot, segera bawa
ke fasyankes.
79
Lanjutan
Jika di FKTP tersedia ruang rawat inap atau tersedia ruang rawat sehari, maka
dilakukan tatalaksana sebagai berikut:
a. Oksigen yang telah diberikan saat pasien masih di UGD tetap diberikan.
b. Setelah pasien menjalani dua kali nebulisasi dalam 1 jam dengan respons
parsial di UGD, di RRS diteruskan dengan nebulisasi agonis β2 dan
ipratropium bromide setiap 2 jam.
c. Kemudian, berikan steroid sitemik oral berupa prednisone atau
prednisolone,dilanjutkan hingga 3-5 hari.
d. Jika dalam 12 jam klinis tetap baik, maka pasien dipulangkan dan dibekali
obat seperti pasien serangan ringan sedang yang dipulangkan dari klinik/
UGD.
80
4. TATALAKSANA JANGKA PANJANG ASMA PADA ANAK
Tabel 3.10
Dosis Berbagai Preparat Steroid Inhalasi Pada Anak Asma
Dosis Harian (mcg)
Obat
Rendah Sedang Tinggi
Dewasa Dan Remaja (12 Tahun Atau Lebih)
Beclometasone dipropionaie 200-500 > 500-1000 > 1000
(CFC)
Beclometasone dipropionote 100-200 > 200-400 >400
(HFA)
Budesonid (DPI) 200-400 > 400-800 >800
Ciclesonide (HFA) 80-160 > 160-320 >320
Flutvbasone propionate (DPI) 1 00-250 > 250-500 >500
Fluticasone propionale (HFA) 100-250 > 250-500 >500
Mome!ason furoat 110-220 > 220-440 >440
Triamcinolone acetonide 400-100 > 1000-2000 >2000
Anak Usia 6-11 Tahun
Beclometasone dipropionate 100-200 > 200-400 >400
(CFC)
Beclometasone dipropionate 50-100 > 100-200 >200
(HFA)
Budesonrd (DPI) 100-200 > 200-400 >40O
Budesonid (Nebules) 250-500 > 500-1000 > 1000
Cfblesonide 80 > 80-160 >160
Flutrbasone propionate (DPI) 100-200 > 200-400 >400
Fluticasone propionate (HFA) 100-200 > 200-500 >500
Mometason furoat 110 > 220-440 >440
Triamcinolone aoetonid 400-800 > 800-1200 >1200
CFC : chlorofluooro carbon propellant; DPI: dry powder inhaler;
HFA: hydro fluoro alkane propellant Beclometasone dfpropionate CFC dimasukkan untuk perbandingan.
81
Cara pemberian obat-obatan secara inhalasi kepada anak tergantung dari usia
anak tersebut, dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 3.11
Cara Pemakaian Alat Inhalasi Sesuai Usia
Umur Alat inhalasi
• Nebulizer dengan masker
<5 tahun • Mete red dose inhaler (MDI) dengan spacer.
Aerochamber, Optichamber, baby haler
D. TERAPI INHALASI
Materi Inhalasi ada di Materi Inti 5
E. RUJUKAN ASMA
Sistem pelayanan rujukan pada prinsipnya adalah manajemen
pelayanan kesehatan yang memungkinkan penyerahan otoritas/ tanggung
jawab dan bersifat timbal balik mengenai masalah kesehatan masyarakat
atau kasus penyakit baik secara vertikal pada pelayanan kesehatan yang
lebih tinggi atau horizontal kepada yang berkompeten. Sistem rujukan
dalam pengendalian asma adalah sistem rujukan vertikal, dimana fasilitas
kesehatan tingkat pertama (FKTP) merujuk ke fasilitas kesehatan tingkat
lanjutan (FKTL).
82
MATERI INTI 3
PENGENDALIAN ASMA PADA DEWASA
I. DESKRIPSI SINGKAT
Asma adalah penyakit heterogen, biasanya ditandai oleh inflamasi
saluran napas kronik. Hal itu didefinisikan sebagai riwayat gejala respirasi
seperti mengi, sesak napas,berat di dada dan batuk yang bervariasi dari waktu
ke waktu dan intensitasnya, disertai variasi nilai keterbatasan aliran udara
ekspirasi (GINA 2014).
Berdasarkan hasil suatu penelitian di Amerika Serikat hanya 60% dokter ahli
paru dan alergi yang memahami panduan tentang asma denagn baik,
sedangkan dokter lainnya 20%-40% hanya memahami sebagian atau tidak
memahaminya.Tidak mengherankan jika tatalaksana asma belum sesuai
dengan yang diharapkan. Di lapangan masih banyak dijumpai pemakaian obat
anti asma yang kurang tepat dan masih tingginya kunjungan pasien asma ke
instalasi gawat darurat, perawatan inap, bahkan perawatan intensif. Menurut
studi di Asia Pasifik menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat asma
jauh lebih tinggi
Dalam pengelolaan Asma di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
disesuaikan dengan standar kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) Nomor 11
tahun 2012 yaitu tingkat Kemampuan/ Kompetensi 4A, yang artinya lulusan
dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan
penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU):
Setelah menyelesaikan materi ini peserta mampu menjelaskan
Pengendalian Asma Pada Dewasa
83
III. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN
1. Diagnosis Asma
2. Pemeriksaan Penunjang Asma
3. Tatalaksana Asma di FKTP
4. Terapi Inhalasi dan Terapi Oksigen
5. Rujukan Asma
IV. BAHAN BELAJAR
1. LCD
2. Komputer
3. Whiteboard/ flipchart
4. Spidol
5. Modul
6. Lembar Penugasan
V. METODE
1. Ceramah dan Tanya Jawab (CTJ)
2. Penugasan
VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun
langkah- langkah sebagai berikut :
1. Langkah Pertama
a. Kegiatan Pelatih
1. Pelatih menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
2. Pelatih memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap,
instansi tempat bekerja, materi yang akan disampaikan.
3. Menggali pendapat peserta (apersepsi) tentang apa yang dimaksud
dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dengan metode
brainstorming.
4. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran
tentang Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
b. Kegiatan Peserta
1) Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan.
2) Mengemukakan pendapat atas pertanyaan pelatih.
3) Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.
4) Mengajukan pertanyaan kepada pelatih bila ada hal-hal yang penting.
2. Langkah ke-2
a. Kegiatan Pelatih
84
1) Menyampaikan pokok bahasan dan sub pokok bahasan secara garis
besar dalam waktu yang singkat.
2) Memberikan kesempatan kepada peserata untuk menanyakan hal-
hal yang kurang jelas.
3) Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta.
d. Kegiatan Peserta
1) Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap
penting.
2) Mengajukan pertanyaan kepada pelatih sesuai dengan kesempatan
yang diberikan.
3) Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan pelatih.
3. Langkah ke-3
a. Kegiatan Pelatih
1) Menjelaskan diagnosis asma pada anak.
2) Menjelaskan pemeriksaan penunjang pada asma.
3) Menjelaskan tatalaksana asma di FKTP
4) Menjelaskan terapi inhalasi dan terapi oksigen
5) Menjelaskan mekanisme rujukan asma.
b. Kegiatan Peserta
1) Mendengar, mencatat dan bertanya pada hal-hal yang kurang jelas
pada pelatih.
2) Mengerjakan penugasan yang diberikan oleh pelatih.
3) Mendiskusikan strategi pengendalaian Asma pada Dewasa belum
dipahami.
4. Langkah ke-4
a. Kegiatan Pelatih
1) Melakukan evaluasi terhadap pemahaman peserta dengan
mengajukan pertanyaan sesuai topik pokok bahasan.
2) Memperjelas jawaban peserta terhadap masing – masing
pertanyaan.
3) Bersama peserta merangkum poin-poin penting pengendalian Asma
pada dewasa
4) Membuat kesimpulan.
b. Kegiatan Peserta
1) Menjawab pertanyaan yang diajukan pelatih.
2) Bersama pelatih merangkum poin-poin penting Pengendalian Asma
pada dewasa.
85
VII. URAIAN MATERI
A. DIAGNOSIS ASMA PADA DEWASA
Gejala mengi pada pasien dewasa hampir selalu disebabkan oleh Asma.
Asma dapat tanpa gejala mengi namun gejala batuk dengan karakteristik
yang khas. Diagnosis yang tepat sangat diperlukan pada Asma agar
pengobatan yang diberikan tepat. Diagnosis Asma berdasarkan Anamnesis
(riwayat penyakit), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1. Epidemiologi
Di Indonesia prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun hasil
penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan
kuisoner ISAAC (International Study On Asthma And Allergy In Children)
1995 prevalensi asma masih 2,1%, sedangkan tahun 2003 meningkat
menjadi 5,2%. Hasil survey asma anak sekolah di beberapa kota di
Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang,
Yogyakarta, Malang, dan Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada
anak sekolah dasar (6 - 12 th) berkisar 3,7% - 6,4%, anak sekolah
menengah pertama (SMP) di Jakarta Pusat tahun 1995 sebesar 5,8%,
dan Jakarta Timur tahun 2001 sebesar 8,6% (dr.Ratnawati,Sp.P), serta
hasil penelitian dr.Sukamto,Sp.PD tahun 2004 menunjukkan bahwa
prevalensi asma Kabupaten Subang 11% dan Jakarta Pusat 9%.
Riskesdas 2013, menunjukkan bahwa prevalensi asma di Indonesia
sebesar 4,5%.
Kompetensi tenaga kesehatan (dokter) dalam penanganan asma pada
fasailitas kesehatan tingkat pertama mampu memberikan
penatalaksanaan secara tuntas (4A), deteksi dini, pencegahan serangan,
dan edukasi menjadi sangat penting dalam penanggulangan asma.
2. Patofisiologis (Patogenesis dan Mekanisme)
Faktor yang berperan terjadinya asma adalah faktor genetik dan faktor
lingkungan. Ada beberapa proses sebelum terjadinya asma sebagai
berikut:
Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan
apabila terpajan dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan timbul
sensitisasi pada dirinya.
Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum tentu menjadi
asma. Apabila seseorang yang telah mengalami terpajan dengan
pemacu (echancer) maka terjadi proses inflamasi pada
86
saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau proses
inflamasi yang berat secara klinis berhubungan dengan hiper aktivitas
bronkus.
Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh
pencetus (trigger) maka akan timbul serangan asma (mengi).
Faktor genetik
3. Gejala Klinis
Gejala mengi pada pasien dewasa hamper selalu disebabkan oleh Asma,
sedang pada anak gejala mengi dapat disebabkan oleh penyakit saluran
penapasan lainnya seperti sindroma croup, bronkiolitis; Tetapi sebaliknya
anak Asma dapat tanpa gejala mengi namun gejala batuk dengan
karakteristik yang khas.
Diagnosis yang tepat sangat diperlukan pada Asma agar pengobatan
yang diberikan tepat; Gejala Asma bersifat intermiten sehingga hyang
lebih sering melihat langsung adalah orang tua atau pasien itu sendiri.
Diagnosis Asma anak berdasarkan Anamnesis (riwayat penyakit),
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis asma pada orang dewasa antara lain:
Anamnesis
Batuk, mengi, sesak napas episodik
Bronkitis / pneumonia berulang
Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
Riwayat faktor pencetus
Gejala memburuk pada malam hari
Pada pemeriksaan fisik:
87
Tanpa serangan ~ dapat normal
Penyakit penyerta, rinitis, sinusitis
Saat serangan
sesak
bunyi mengi
otot bantu napas
Penunjang diagnosis
Arus puncak ekspirasi
Spirometri
Diagnosis asma membutuhkan pemeriksaan penunjang yang terdiri atas
penunjang standar dan penunjang tambahan.
Pemeriksaan yang harus dilakukan yaitu pemeriksaan faal paru standar
dengan spirometri (jika tersedia) untuk menilai obstruksi jalan napas,
reversibilitas dan variabilitas.
Pemeriksaan faal paru dengan spirometri membutuhkan kooperasi
subyek yang diperiksa, sangat bergantung usaha subyek untuk
melakukan manuver yang tepat dan membutuhkan pemeriksa yang
handal dan berpengalaman.
Pemeriksaan dan penilaian faal paru secara sederhana adalah
menggunakan alat peak expiratory flow rate meter (PEFR) / Peak
Flowmeter yaitu untuk mengukur peak flow rate (arus puncak
ekspirasi/APE). Pengukuran APE dapat digunakan untuk membantu
diagnosis dan monitoring asma. Kelebihan penilaian faal paru dengan
APE adalah alat peak flow rate meter yang tidak mahal, poratble dan ideal
untuk tenaga kesehatan atau pasien melakukan sebagai penilaian
obyektif obstruksi jalan napas.
Pemeriksaan penunjang tambahan yang dibutuhkan sesuai kondisi
adalah uji provokasi bronkus untuk menilai hiperreaktivitas bronkus, uji
alergi untuk menilai status alergi dan pemeriksaan serum IgE spesifik.
4. Faktor Pencetus
Faktor pemicu asma antara lain: alergen dalam ruangan (tungau debu
rumah, binatang berbulu seperti kucing, anjing dan tikus, alergen kecoa,
jamur, kapang, ragi, dan pajanan asap rokok); Pemacu (rinovirus, ozon,
pemakai β2 agonis), sedangkan pencetus semua faktor pemicu dan
pemacu ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamin, dan
metakolin.
88
Asma merupakan penyakit kronik yang dapat mengalami serangan
akut, dengan demikian Asma mempunyai dua aspek yaitu aspek
akut (penilaian saat ini) dan aspek kronik (penilaian jangka panjang).
5. Klasifikasi
Klasifikasi beratnya asma berdasar gambaran klinis dikaitkan dengan
pengobatan dan perencanaan jangka panjang tatalaksana asma yang
sudah dipopularkan oleh GINA sejak tahun 1992 dengan berbagai
revisinya sampai dengan tahun 2014.
89
Penilaian Kendali / Kontrol Asma Untuk Dewasa, Remaja
Dan Anak Usia 6-11 Tahun
90
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis asma membutuhkan pemeriksaan penunjang yang terdiri atas
penunjang standar dan penunjang tambahan. Pemeriksaan yang harus
dilakukan yaitu pemeriksaan faal paru standar dengan spirometri (jika
tersedia) untuk menilai obstruksi jalan napas, reversibilitas dan variabilitas.
Pemeriksaan faal paru dengan spirometri membutuhkan kooperasi subyek
yang diperiksa, sangat bergantung usaha subyek untuk melakukan manuver
yang tepat dan membutuhkan pemeriksa yang handal dan berpengalaman.
Pemeriksaan dan penilaian faal paru secara sederhana adalah
menggunakan alat peak flowmeter (PFM) yaitu untuk mengukur peak flow
rate (arus puncak ekspirasi/ APE). Pengukuran APE dapat digunakan untuk
membantu diagnosis dan monitoring asma. Kelebihan alat peak flowmeter
adalah tidak mahal, mudah dibawa, dan ideal untuk tenaga kesehatan atau
pasien melakukan penilaian obyektif obstruksi jalan napas.
Pemeriksaan penunjang tambahan yang dibutuhkan sesuai kondisi
pasien adalah uji provokasi bronkus untuk menilai hiperreaktivitas bronkus,
uji alergi untuk menilai status alergi (uji tusuk kulit dan pemeriksaan serum
Ige spesifik).
PEAK FLOWMETER
Pemeriksaan dan penilaian faal paru secara sederhana adalah
menggunakan alat peak expiratory flow rate meter (PEFR) / Peak
Flowmeter yaitu untuk mengukur peak flow rate (arus puncak ekspirasi/
APE). Pengukuran APE dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan
monitoring asma. Kelebihan penilaian faal paru dengan APE adalah alat
peak flow rate meter yang tidak mahal, poratble dan ideal untuk tenaga
kesehatan atau pasien melakukan sebagai penilaian obyektif obstruksi
jalan napas.
91
e. Tempatkan mulut pada mouth piece
f. Kemudian tiup dengan mulut sekeras dan secepat mungkin (+ 2
detik)
g. Unit akan berbunyi dalam 2 detik dan hasil pengukuran akan
muncul dilayar misal : 536 liter/menit
h. Ulangi langkah b – g untuk pengukuran kedua dan atau ketiga
i. Peak Flowmeter tidak akan mencatat hasil pengukuran bila
meniupnya pelan atau lebih dari 4 detik
j. Alat akan mengeluarkan bunyi beep 3x sebagai peringatan
k. Tekan tombol Save/ Enter selama 2 detik, alat akan mengeluarkan
bunyi beep 3x, dan menyimpan secara otomatis nilai hasil
pengukuran
2. Untuk mencari data yang disimpan
a. Tekan tombol < untuk data lama, tekan data > untuk data berikutnya
b. Jika sudah tidak ada data berikutnya, maka akan muncul “FFF”
dilayar
3. Fungsi tombol
a. Kembali ke fungsi pengukuran :
Tekan M/F selama 2 detik
Lalu tekan Save/ Enter untuk kembali ke fungsi pengukuran
b. Menghapus rekaman data
Tekan M/F selama + 2 detik “CP” akan muncul dilayar
Tekan Save/ Enter untuk konfirmasi menghapus semua rekaman
data
4. Pengukuran APE pada responden atau subjek yang diperiksa,
dilakukan sebanyak 3x dan diambil nilai tertinggi diantara ketiganya.
5. Nilai tertinggi tersebut dibandingkan dengan tabel nilai APE normal.
92
SPIROMETRI
Pemeriksaan faal paru dengan spirometri membutuhkan kooperasi subyek
yang diperiksa, sangat bergantung usaha subyek untuk melakukan manuver
yang tepat dan membutuhkan pemeriksa yang handal dan berpengalaman.
• Tes fisiologi untuk menilai fungsi paru melalui pengukuran volume paru
saat inspirasi dan ekspirasi maksimal dalam fungsi waktu
• Merupakan “gold standard” diagnosis COPD
• Tanda-tanda obstruksi
• Pemeriksaan berguna untuk :
Menunjang diagnosis
Melihat laju perjalanan penyakit
Menentukan prognosis
93
PEMERIKSAAN PENUNJANG TAMBAHAN
Pemeriksaan penunjang tambahan yang dibutuhkan sesuai kondisi adalah
uji provokasi bronkus untuk menilai hiperreaktivitas bronkus, uji alergi untuk
menilai status alergi dan pemeriksaan serum IgE spesifik.
1. PROMOSI
Asma adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan
berbagai sel inflamasi dan elemennya yang berhubungan dengan
hiperreaktivitas bronkus sehingga menyebabkan gejala episodik berulang
berupa mengi, sesak, rasa berat di dada dan batuk yang timbul terutama
pada malam atau dini hari yang bersifat reversible (dapat membaik) dengan
atau tanpa pengobatan.
Episodic perburukan tersebut berkaitan dengan luasnya peradangan,
variabilitas, beratnya obstruksi jalan napas yang bersifat reversible baik
dengan atau tanpa pengobatan.
a. Faktor risiko terjadinya Asma
Risiko terjadinya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host
factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi
genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma yaitu genetik
asma, alergik (atopi), hiperaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor
lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan predisposisi
asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya
eksaserbasi asma dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap.
Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi lingkungan
94
kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status
sosio ekonomi dan besarnya keluarga.
b. Faktor pencetus serangan asma
Faktor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya perburukan atau timbulnya
eksaserbasi. Berbagai rangsangan/ stimuli termasuk dalam faktor pencetus
yaitu alergen, infeksi virus pernapasan, polutan, dan obat-obatan.
Faktor Lingkungan
Mencetuskan eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap
95
3. Menghindari Pajanan Pencetus
Jika pencetus adalah alergen yang ditelan/ dimakan maka pencegahan
satu-satunya adalah tidak makan makanan yang sudah terbukti
menyebabkan perburukan asma/eksaserbasi, sehingga dapat
mengurangi kebutuhan obat pelega dan membantu mencapai kondisi
asma terkontrol.
4. Kendali/ Kontrol Lingkungan Pada Asma Anak
Pada pasien dewasa, makanan bukan merupakan faktor pencetus
penting, keadaan ini berbeda dengan pasien anak. Orang tua pasien
asma anak seringkali melaporkan eratnya kaitan makanan tertentu
dengan timbulnya atau memburuknya gejala asma pada anaknya. Selain
zat makanan itu sendiri bisa menjadi pencetus, suhu dingin dari makanan/
minuman juga dapat menjadi pencetus, atau bahan pengawet atau
pewarna dalam makanan dapat menjadi pencetus.
1) Es, makanan-minuman dingin, termasuk air dingin, buah dingin.
2) Permen, dengan segala variasinya.
3) Coklat, dalam segala macam bentuknya seperti susu coklat, kue
coklat, wafer, misis, selai, dan semua makanan/ minuman yang
mengandung coklat.
4) Pengawet makanan dalam camilan gurih, ayam goreng tepung, mie
instan, nugget, sosis, dan lain-lain
5) Kacang tanah, dalam segala macam bentuknya seperti dalam selai,
biskuit, somai, sate, pecel, gado-gado, ketoprak, dan lain-lain
6) Gorengan, terutama yang menggunakan minyak goreng bekas
7) Buah tertentu, anggur, tomat, klengkeng, rambutan
8) Zat pewarna dalam makanan terutama makanan anak seringkali
dibuat dalam warna warni mencolok untuk menarik perhatian.
Seringkali pewarna (terutama pewarna kuning) dalam makanan
menjadi pencetus.
96
• Riwayat perjalanan penyakit, sifat penyakit, perubahan penyakit (apakah
membaik atau memburuk), jenis dan mekanisme kerja obat-obatan serta.
mengetahui kapan harus meminta pertolongan dokter
• Pentingnya melakukan kontrol secara teratur : untuk menilai dan
memantau kondisi asma secara berkala (asthma control test/ ACT)
• Pola hidup sehat, seperti tidak merokok, konsumsi makanan yang tidak
memicu timbulnya asma, aktifitas fisik yang teratur, istirahat cukup, kelola
stres dan tidak mengonsumsi alkohol.
• Menghindari setiap pemicu
• Menggunakan bronkodilator/ steroid inhalasi sebelum melakukan olah
raga/ exercise untuk mencegah exercise induced asthma
Sasaran
• Tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama.
• Masyarakat termasuk pasien asma, kelompok risiko asma, dan tokoh
masyarakat
• Kegiatan menyusun materi KIE bagi kelompok sasaran
• Melaksanakan penyuluhan atau KIE tentang asma melalui berbagai media
KIE
• Melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan KIE media sosial, surat
kabar, majalah, koran lokal, tablig akbar, khotbah Jumat, khotbah Minggu,
lembar fakta (factsheet), selebaran (leaflet), poster, baliho, spanduk.
• Pemberdayaan Masyarakat
3. PENCEGAHAN
Upaya Preventif pada Asma
Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan
orang tua pasien asma dengan cara yaitu :
• Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa
perkembangan bayi/anak.
97
• Diet hipoalergienik ibu hamil, asalkan/dengan syarat diet tersebut tidak
mengganggu asupan janin
• Pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan
• Diet hipoalergenik ibu menyusui
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang
telah tersensitisasi dengan cara menghindar pajanan asap rokok, serta alergen
dalam ruangan terutama tungau debu rumah
Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak
yang telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi
98
c. Beri Bronkodilator Salbutamol inhalasi 1 kali nebul 2,5 mg / 2,5 ml
untuk sedia anventolin nebul) atau injeksi adrenalin 0,1-0,2 ml subkutan
atau inhalasi Salbutamol dan Ipratropium Bromida setiap 20 menit
selama 1 jam.
d. Bila serangan berat atau pasien telah memakai obat steroid sehari-hari
beri kortikosteroid sistemik (berikan prednisone 1 tablet atau bila tidak
bias minum, suntikkan deksametason 1-2 ampul Intra Vena).
e. Setelah pemberian obat 1 jam, nilai kembali gejala dan saturasi oksigen.
Bila tidak membaik rujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut.
Pemberian oksigen disesuaikan dengan respons pengobatan.
Tatalaksana Asma
Berdasarkan Beratnya Keluhan Pada Dewasa
Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan,
tidak melebihi 3-4 kali sehari
Medikasi pengontrol Alternatif
Berat Asma Alternatif / Pilihan lain
harian lain
Asma Intermiten Tidak perlu ---- ----
Glukokortikosteroid • Teofilin lepas lambat
Asma Persisten inhalasi (200-400 µg
----
Ringan BB/hari atau
ekuivalennya)
Asma Persisten Kombinasi inhalasi • Glukokortiko • Ditambah
Sedang glukokortikosteroid (400- steroid inhalasi (400- agonis
800 µg BB/ hari atau 800 µg BB atau beta-2
ekuivalennya) dan agonis
ekuivalennya) kerja lama
beta-2 kerja lama
ditambah Teofilin lepas oral, atau
lambat, atau • Ditambah
• Glukokortiko teofilin
steroid inhalasi (400- lepas
800 µg BB/hari atau lambat
ekuivalennya)
ditambah agonis beta-
2 kerja lama oral, atau
• Glukokortikosteroid
inhalasi dosis tinggi
(>800 µg BB atau
ekuivalennya)
Asma Persisten Kombinasi inhalasi Prednisolon/ metal
Berat glukokortikosteroid (> 800 prednisolon oral selang
µg BB atau ekuivalennya) sehari 10 mg ditambah
dan agonis beta-2 kerja agonis beta-2 kerja lama
lama. Diambah ≥ 1 di bawah oral, ditambah teofilin lepas
ini : lambat diperuntukan untuk
1. Teofilin lepas pasien rujuk balik (PRB)
Glukokortikosteroid oral
Semua tahapan :
Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan, kemudian turunkan bertahap
sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol
99
6. TATALAKSANA PADA KEADAAN STABIL
Prinsip utama tatalaksana jangka panjang adalah edukasi, obat asma
(pengendali / pengontrol dan pelega) dan menjaga kebugaran.
a. Edukasi:
Edukasi yang di berikan mencakup :
1) Kapan pasien berobat / mencari pertolongan.
2) Mengenali gejala serangan asma secara dini.
3) Mengetahui obat-obat pereda/pelega dan pengendali/ pengontrol
serta cara dan waktu penggunaannya.
4) Mengenali dan menghindari faktor pencetus.
5) Kontrol (kunjungan ulang) teratur.
b. Obat:
Obat Asma dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu:
1) Obat Pereda / Pelega (Reliever)
Adalah obat yang di gunakan untuk meredakan gejala/serangan asma.
Obat ini di anjurkan seperlunya yaitu sampai gejala / serangannya reda.
Bila sudah reda obat dapat di hentikan.
2) Obat Pengendali / Pengontrol (controller)
Adalah obat yang di gunakan untuk mengendalikan asma yaitu dengan
cara mengatasi inflamasi kronik disaluran pernapasan sehingga
menekan hiperreaktivitas bronkus. Obat di berikan dalam jangka lama
tergantung respons klinis. Dosis di sesuaikan dengan derajat kendali
asmanya.
Obat pengendali/ pengontrol di tujukan untuk pencegahan serangan dan
diberikan dalam jangka panjang dan terus menerus. Bila Asma tidak
terkontrol di berikan obat pengendali/ pengontrol (kortikosteroid
inhalasi), maka di evaluasi setiap bulan. Bila dalam satu bulan belum
juga terkendali / terkontrol, dosis obat ditingkatkan. Bila asma sudah
terkendali / terkontrol dan berlangsung selama 3 bulan dosis obat
diturunkan. Selanjutnya dosis obat dapat dinaikkan atau di turunkan
sesuai dengan keadaan asma pasien sudah terkendali/ terkontrol atau
belum.
Pasien di anjurkan untuk kontrol teratur/ terjadwal tidak hanya bila terjadi
serangan akut. Hal tersebut untuk meyakinkan bahwa asma tetap
terkendali/ terkontrol dengan mengupayakan penurunan terapi
seminimal mungkin.
100
3) Menjaga kebugaran :
Selain edukasi dan obat-obatan diperlukan juga menjaga kebugaran
dengan berolah raga secara teratur antara lain dengan melakukan
senam asma. Pasien diberi tahu tempat yang menyelenggarakan senam
asma.
Asma dan Kehamilan
Meskipun selama kehamilan pemberian obat-obat harus hati-hati, tetapi asma
yang tidak terkontrol biasanya menimbulkan masalah pada bayi berupa
peningkatan kematian perinatal, pertumbuhan janin terhambat, lahir prematur,
peningkatan insidensi operasi caesar, berat badan lahir rendah dan perdarahan
post partum. Oleh sebab itu mengontrol asma selama kehamilan sangat
penting untuk mencegah keadaan yang tidak diinginkan baik pada ibu maupun
janinnya. Pada umumnya semua obat asma dapat dipakai saat kehamilan
kecuali komponen α adrenergic, bromfeniramin dan epinefrin, Kortikosteroid
inhalasi sangat bermanfaat untuk mengontrol asma dan mencegah serangan
akut terutama saat kehamilan.
Bila terjadi serangan harus segera ditanggulangi dengan pemberian inhalasi
agonis beta-2, oksigen dan kortikosteroid sistemik. Untuk pemilihan obat pada
penderita asma yang hamil dianjurkan dalam bentuk obat inhalasi atau
memakai obat-obat lama yang pernah dipakai pada kehamilan sebelumnya
yang sudah terdokumentasi dan terbukti aman.
Referensi: PDPI. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di
Indonesia. 2004.
7. TERAPI INHALASI
Materi Inhalasi ada di Materi Inti 5
8. RUJUKAN ASMA
Sistem pelayanan rujukan pada prinsipnya adalah manajemen pelayanan
kesehatan yang memungkinkan penyerahan otoritas/ tanggung jawab dan
bersifat timbal balik mengenai masalah kesehatan masyarakat atau kasus
penyakit baik secara vertikal pada pelayanan kesehatan yang lebih tinggi atau
horizontal kepada yang berkompeten. Sistem rujukan dalam pengendalian
asma adalah sistem rujukan vertikal, dimana fasilitas kesehatan tingkat pertama
(FKTP) merujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan (FKTL).
1. Tujuan Rujukan
a. Menilai fungsi faal paru dan derajat asma.
101
b. Mencegah perburukan asma persisten sedang dan berat serta asma
kehamilan
c. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
d. Memberikan kemudahan pelayanan berkelanjutan yang komprehensif
dalam jangka panjang serta mencegah fragmentasi pelayanan kesehatan
bagi pasien asma melalui rujuk balik.
2. Kriteria rujukan
a. Kriteria pasien asma yang dirujuk adalah:
Pada serangan akut yang mengancam jiwa.
Tidak respons dengan pengobatan.
Tanda dan gejala tidak jelas dalam diagnosis banding, atau adanya
komplikasi atau penyakit penyerta (komorbid): seperti sinusitis,
polip hidung, aspergilosis (ABPA), rhinitis berat, disfungsi pita
suara, penyakit refluks gastroes ofagus (PRGE) dan PPOK.
Dibutuhkan pemeriksaan/ uji lainnya diluar pemeriksaan standar
seperti uji kulit (uji alergi), pemeriksaan faal paru lengkap, uji
provokasi bronkus, uji latih (Cardiopulmonary Exercise Test),
broncos kopi dan sebagainya.
b. Alasan/ kemungkinan asma tidak terkontrol:
Obat tidak ade kuat (rejimen atau dosis).
Kepatuhan: tanyakan kapan dan berapa banyak pasien
menggunakan obat-obatan asma.
Cara pemakaian obat inhalasi yang salah (teknik inhalasi).
Komplikasi obat.
Pajanan pencetus terus menerus.
Terdapat penyakit penyerta (sinusitis, rhinitis, PRGE, bronchitis dan
lain-lain).
Masalah psikososial
Kurangnya edukasi mengenai penyakitnya, pengobatan dan
pencegahan.
c. Kriteria asma yang dirujuk dari FKTP ke FKRTL
Rujukan yang bersifat konsultasi pada spesialis paru, penyakit dalam
atau anak dan melakukan pemeriksaan penunjang spirometri untuk
menilai fungsi paru dan mengklasifikasikan tingkat keparahan asma.
Jenis pemeriksaan yang di perlukan pada saat rujukan:
• Pemeriksaan darah rutin dan eosinophil.
102
• Pemeriksaan Arus Puncak Ekspirasi (APE), Spirometri, dan Asthma
Control Test (ACT).
Pada pasien dengan kondisi:
• Asma Persisten Tidak Terkontrol
Bila terdapat tiga atau lebih kelainan di bawah ini:
- Gejala harian >2 kali /minggu
- Ada Keterbatasan aktifitas
- Ada gejala malam/ terbangun
- Pemakaian inhaler > 2kali /minggu
- APE/ KVP1 < 80 % prediksi atau nilai yang terbaik
• Asma persisten pada Ibu Hamil
• Asma persisten dengan penyulit/ komorbid tidak terkontrol (asma
akut berat yang mengancam nyawa, asma dengan penyerta penyakit
kronik (DM, Hipertensi, PJK)
• Asma akut berat
- Bicara kata demi kata, duduk membungkuk kedepan, agitasi
- RR >30/min
- HR >120/min
- SpO2 < 90% (bila pulse oksimetri tersedia)
- APE ≤ 50% nilai prediksi
• Asma mengancam nyawa
- Penurunan kesadaran
- silent chest
- sianosis
- kelelahan
- APE <30% prediksi
- Usaha bernafas lemah
- SO2 < 92% (bila pulse oksimetri tersedia)
d. Kriteria Asma yang di rujuk balik dari FKRTL ke FKTP
Hasil Spirometri dan ACT baik
Hasil pemeriksaan penunjang tidak ada kelainan
Asma persisten sedang dan berat sudah terkontrol dengan ciri:
103
a. Gejala harian < 2 kali /minggu
b. Tidak ada keterbatasan aktifitas
c. Tidak ada gejala malam/ terbangun
d. Pemakaian inhaler < 2 kali /minggu
e. APE/ KVP1 normal
Asma persisten dengan komorbid sudah terkontrol
Asma persisten dengan komorbid sudah terkontrol sesuai pedoman
pengelolaan asma yang di keluarkan organisasi profesi terkait
Asma akut berat dan mengancam nyawa dengan ciri:
• Kondisi klinis stabil
• APE (PEF) > 75% nilai Sprediksi atau variasi di jurnal APE < 25%
• Spirometri VEP1/KVP (FEV1/FVC)>70%
104
MATERI INTI 4
PENGENDALIAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)
I. DESKRIPSI SINGKAT
Penyakit Paru Obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
umumnya dapat dicegah dan diobati ditandai dengan adanya keterbatasan
aliran udara dalam saluran napas yang persisten dan progresif, yang
berhubungan dengan meningkatnya respon inflamasi kronik pada saluran
napas dan parenkim paru karena paparan partikel atau gas berbahaya. Partikel
atau gas berbahaya yang utama adalah asap rokok. Gas berbahaya lainnya
adalah debu, bahan kimia di tempat kerja, asap dapur. PPOK timbul pada usia
pertengahan (di atas 40 tahun) akibat kebiasaan merokok dalam jangka waktu
yang lama. (GOLD 2015;PPOK PDPI 2016).
PPOK merupakan penyakit paru kronik yang umumnya dapat dicegah dan
diobati, ditandai dengan adanya keterbatasan aliran udara dalam saluran napas
yang persisten dan progressif, yang berhubungan dengan meningkatnya
respon inflamasi kronik pada saluran napas dan parenkim paru karena paparan
partikel atau gas berbahaya. Partikel/ gas yang berbahaya yang tersering
disebabkan rokok.
Eksaserbasi dan komorbid pada PPOK berperan dalam memperberat
penyakitnya. Dampak dari eksaserbasi diantaranya: perburukan gejala,
pengaruh pada aktivitas seharihari, menurunkan status kesehatan, dapat
mengakibatkan perawatan Rumah Sakit dan memperlambat kesembuhan.
Untuk itu tatalaksana pada PPOK selain mengobati juga melakukan
pencegahan terjadinya eksaserbasi agar dapat memperlambat progresifitas.
Dimasa mendatang PPOK menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia karena perilaku merokok yang semakin meningkat serta
meningkatnya pencemaran udara di dalam maupun diluar ruangan dan
berdasar hasil penelitian Riskesdas tahun 2013 di Indonesia didapatkan jumlah
prevalensi PPOK di Indonesia sebesar 3,7%.
105
2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK):
Setelah menyelesaikan materi ini, peserta mampu :
1) Menjelaskan Diagnosis PPOK
2) Melakukan pemeriksaan penunjang pada PPOK
3) Melakukan tatalaksana PPOK di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
dan Tatalaksana Rujukan
4) Melakukan rujukan PPOK
V. METODE
1. Ceramah dan Tanya Jawab (CTJ)
2. Penugasan
106
b. Kegiatan Peserta
1) Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan.
2) Mengemukakan pendapat atas pertanyaan pelatih.
3) Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.
4) Mengajukan pertanyaan kepada pelatih bila ada hal-hal yang penting
2. Langkah ke-2
a. Kegiatan Pelatih
Menyampaikan pokok bahasan dan sub pokok bahasan secara garis
besar dalam waktu yang singkat.
1) Memberikan kesempatan kepada peserata untuk menanyakan hal-hal
yang kurang jelas.
2) Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta.
b. Kegiatan Peserta
1) Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap
penting.
2) Mengajukan pertanyaan kepada pelatih sesuai dengan kesempatan
yang diberikan.
3) Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan pelatih.
3. Langkah ke-3
a. Kegiatan Pelatih
1) Menjelaskan diagnosis PPOK
2) Menjelaskan pemeriksaan penunjang
3) Menjelaskan tatalaksana PPOK di FKTP
4) Menjelaskan terapi inhalasi dan terapi oksigen
5) Menjelaskan mekanisme rujukan .
b. Kegiatan Peserta
1) Mendengar, mencatat dan bertanya pada hal-hal yang kurang jelas
pada pelatih.
2) Mengerjakan penugasan yang diberikan oleh pelatih.
3) Mendiskusikan strategi pengendalian PPOK yang belum dipahami.
4. Langkah ke-4
a. Kegiatan Pelatih
1) Melakukan evaluasi terhadap pemahaman peserta dengan
mengajukan pertanyaan sesuai topik pokok bahasan.
2) Memperjelas jawaban peserta terhadap masing – masing
pertanyaan.
3) Bersama peserta merangkum poin-poin penting Pengendalian PPOK.
4) Membuat kesimpulan.
107
b. Kegiatan Peserta
1) Menjawab pertanyaan yang diajukan pelatih.
2) Bersama pelatih merangkum poin-poin penting pengendalian PPOK
108
c. Gejala klinis
Sebagian besar PPOK tidak terdiagnosis pada stadium awal tetapi pada
stadium lanjut. Pada stadium ini, kondisi pasien semakin berat.
Kecurigaan PPOK dapat dikenali melalui:
1. Terdapat pajanan bahan/gas berbahaya, terutama asap rokok, dan
polusi udara baik di dalam dan di luar ruangan, serta di tempat kerja
2. Onset (awal terjadinya penyakit) biasanya usia pertengahan, karena
membutuhkan waktu lama dalam pajanan bahan/gas berbahaya
tersebut
3. Perkembangan gejala bersifat progresif lambat, semakin lama semakin
memburuk
4. Terdapat penyempitan (obstruksi) saluran napas yang tidak
sepenuhnya reversibel
5. Sering mendapatkan infeksi saluran napas dan membutuhkan waktu
lama untuk pulih
109
PERBEDAAN KLINIS ANTARA PPOK DAN ASMA
PPOK Asma
Usia onset penyakit Biasanya > 40 tahun Biasanya < 40 tahun
Riwayat merokok Biasanya > 200 indeks Umumnya tidak
brinkman (jumlah rata-rata merokok
batang rokok/ hari kali lama
merokok dalam tahun)
Produksi Sputum/ Sering Jarang
berdahak
Alergi Jarang Jarang
Perjalanan penyakit Progresif memburuk Stabil (dengan
(dengan eksaserbasi) eksaserbasi)
Sprirometri Dapat membaik tetapi tidak Dapat normal
normal
Gejala klinis Persisten Intermiten/ episodik
dan variabel
d. Faktor risiko
Pajanan asap rokok merupakan faktor risiko utama terjadinya PPOK.
Risiko ini makin besar sejalan dengan meningkatnya jumlah batang rokok
yang dihisap, usia awal mulai merokok dan lama merokok. Penelitian
PPOK jemaah haji 2012 (dr. Anna dkk) terdapat 516 jemaah dengan
risiko PPOK didapat 61 orang PPOK, 53 % perokok aktif. Dan Data
Kohort Litbangkes dan Departemen Paru FK UI, 2010 menunjukkan
bahwa prevalensi PPOK daerah Bogor provinsi jawa barat sebesar 5,5%.
Polusi udara, stress oksidatif, faktor genetik, infeksi saluran napas
berulang, faktor tumbuh kembang paru ikut berkontribusi sebagai faktor
risiko PPOK meskipun lebih sedikit bila dibandingkan dengan asap
rokok.
a. Klasifikasi
PPOK adalah manifestasi dan penyakit paru kronik yang dapat
dicegah dan diobati. Kecurigaan PPOK sebaiknya dilakukan pada
individu usia 40 tahun, riwayat pajanan polutan (terutama asap rokok)
yang mempunyai gejala pernapasan.
110
Gejala berlangsung lama dan umum semakin memberat. Sesak
nafas bertambah saat beraktivitas Ada riwayat merokok atau
pajanan polusi
2. Pemeriksaan Fisis
Pada PPOK ringan pemeriksaan fisis bisa normal
3. Pemeriksaan penunjang:
a. Penunjang standar (golden standard) untuk diagnosis PPOK
adalah pemeriksaan faal paru dengan menggunakan spirometri.
b. Pemeriksaan penunjang tambahan: Foto toraks, EKG,
Laboratorium kimia darah.
111
• Tampak denyut vena jugularis atau edema tungkai bila telah terjadi gagal
jantung kanan
b. Toraks
• Inspeksi : barrel chest, Penggunaan otot bantu napas, Pelebaran sela iga
• Perkusi : hipersonor pada emfisema
• Auskultasi :
Suara napas vesikuler normal, meningkat atau melemah
terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau dengan
ekspirasi paksa
ekspirasi memanjang
A. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa penyakit pernapasan mempunyai gambaran klinis yang menyerupai
PPOK seperti asma, bronkiektasis, atau TB paru yang luas, sindrom pasca TB
paru, penyakit interstisial paru, panbronkiolitis luas dan lainnya. Dalam
pelaksanaan di lapangan terutama fasilitas layanan primer, sering tidak mudah
membedakan PPOK dengan asma; karena keduanya mempunyai gejala
pernapasan kronik, terdapat obstruksi saluran napas dan gambaran foto toraks
yang dapat normal
Diagnosis PPOK saat ini dinilai berdasarkan komponen berikut :
1. Keterbatasan aliran udara pada jalan nafas atau fungsi paru yang dinilai
berdasarkan spirometri
2. Gejala sesak, yang dinilai berdasarkan COPD Assesment Test (CAT) score
atau Modified Medical Research Council Questionaire for Assessing the
severity of Breathlessness (mMRC)
3. Eksaserbasi yang dinilai berdasarkan jumlah eksaserbasi dalam 1 tahun
terakhir
Diagnosis PPOK dibagi dalam 4 kelompok;
yaitu : kelompok A, B, C dan D
112
Klasifikasi PPOK Berdasarkan
Gejala, Faktor Risiko Dan Riwayat Eksaserbasi
Sumber :Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease- updated 2014
Sumber :Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease- updated 2014
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. COPD Assesment Test (CAT) score
113
Modified Medical Research Council Questionaire for Assessing the
severity of Breathlessness (mMRC)
mMRC Dyspnoe scale
(modified Medical Research Council)
Skala
Sesak hanya muncul saat melakukan aktivitas yang melelahkan
0
b. Spirometri
Penunjang standar (golden standard) untuk diagnosis PPOK adalah
pemeriksaan faal paru dengan menggunakan spirometri. Pemeriksaan ini
dapat meningkatkan temuan kasus PPOK dua kali lipat dari pada hanya
dengan penilaian klinis berdasar gejala dan pemeriksaan fisis saja.
Pemeriksaan faal paru dengan spirometri saat ini hanya dilakukan di
Rumah Sakit. Sebenarnya apabila pemeriksaan spirometri dapat
dilaksanakan di fasilitas kesehatan layanan primer maka temuan kasus
PPOK dapat terdeteksi lebih dini untuk derajat 1 dan 2. Namun apabila
spirometri tersedia di fasilitas kesehatan tingkat pertama maka petugasnya
harus dilatih dan disertai pemantauan/ supervisi ahli yang
berkesinambungan.
c. Uji jalan 6 menit
Jalan 6 menit. dapat dilakukan modifikasi cara evaluasi fungsi paru atau
analisis gas darah sebelum dan sesudah pasien berjalan selama 6 menit
atau 400 meter. Untuk di Puskesmas dengan sarana yang terbatas,
evaluasi yang digunakan adalah keluhan lelah yang timbul atau bertambah
sesak.
d. Pemeriksaan penunjang lain : Diff count, Foto thorax bila tersedia
Pemeriksaan penunjang lainnya yaitu:
1. Pemeriksaan darah Hb, leukosit
114
2. Foto toraks
3. Faal paru dengan arus puncak respirasi bila memungkinkan
C. TATALAKSANA PPOK DI FKTP
a. Promosi (KIE)
Upaya Promotif (KIE), bertujuan:
• Meningkatkan penyebarluasan informasi tentang pengendalian PPOK
melalui Media KIE
• Meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan petugas
dalam menyampaikan KIE kepada masyaraakat
• Mengubah perilaku masyarakat agar terhindar dari pajanan polutan
yang merupakan faktor risiko PPOK
Langkah-langkah dalam memberikan edukasi dan informasi sebagai
berikut:
• Memberikan informasi kepada individu dan keluarga mengenai
riwayat perjalanan penyakit, sifat penyakit, perubahan penyakit,
apakah membaik/ memburuk, jenis dan mekanisme kerja obat dan
kapan harus minta pertolongan
• Memberikan informasi dan edukasi pentingnya kontrol secara teratur,
untuk menilai dan memantau kondisi PPOK
• Menginformasikan gaya hidup sehat dan perilaku CERDIK
• Menjelaskan pentingnya pencegahan menghindari faktor risiko
PPOK, cara menggunakan obat yang tepat, serta mengenali gejala
awal serangan PPOK
Contoh:
Edukasi
Upaya Karena keterbatasan obat-obatan yang tersedia dan
masalah sosio kultural lainnya, seperti keterbatasan tingkat
pendidikan dan pengetahuan, keterbatasan ekonomi dan sarana
kesehatan, maka edukasi di Puskesmas ditujukan untuk
mencegah bertambah beratnya penyakit dengan cara
mengunakan obat yang tersedia dengan tepat, menyesuaikan
keterbatasan aktivitas, serta mencegah eksaserbasi
Pengurangan pajanan faktor risiko
Pengurangan pajanan asap rokok, debu pekerjaan, bahan kimia,
dan polusi udara indoor maupun outdoor, termasuk asap dari
memasak merupakan tujuan penting untuk mencegah timbul dan
perburukan PPOK
115
Berhenti merokok
Berhenti Merokok merupakan intervensi yang paling efektif untuk
mengurangi risiko PPOK, maka nasihat berhenti merokok dari
para profesional bidang kesehatan membuat pasien lebih yakin
untuk berhenti merokok. Praktisi pelayanan primer memiliki
banyak kesempatan kontak dengan pasien untuk mendiskusikan
berhenti merokok, meningkatkan motivasi untuk berhenti merokok,
dan mengidentifikasi kebutuhan obat/ farmakologi yang
mendukung. Hal ini sangat penting untuk menyelaraskan saran
yang diberikan oleh praktisi individu dengan kampanye kesehatan
publik. Untuk membantu pasien berhenti merokok dengan cara 4T
(Tanyakan, Telaah, Tolong dan Nasehati, Tindak Lanjut)
Sasaran: tenaga kesehatan di FKTP dan masyarakat penyandang
PPOK, kelompok berisiko, dan tokoh masyarakat
Kegiatan:
• Menyusun materi KIE bagi kelompok sasaran
• Melaksanakan penyuluhan terkait PPOK diberbagai Media
• Melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan KIE
• Pemberdayaan masyarakat
DETEKSI DINI
Deteksi dini dilakukan pada kelompok individu berisiko tinggi atau
masyarakat secara berkala.
1. Kelompok individu berisiko.
a. Mempunyai riwayat pajanan: rokok, polusi udara, Iingkungan tempat
kerja
b. Usia pertengahan
c. Mempunyai gejala dan keluhan batuk berdahak,
116
Termasuk dalam kelompok individu berisiko adalah ibu rumah tangga
yang memasak dengan menggunakan kayu bakar atau kompor minyak
tanah dengan ventilasi ruangan yang kurang baik.
2. Kelompok Masyarakat
Kelompok masyarakat yang bekerja atau tinggai di daerah
pertambangan ( batu,batu bara, asbes), pabrik (bahan baku, asbes,
baja, mesin, perkakas logam keras, tekstil, kapas, semen, bahan kimia),
penghalusan batu, penggerindaan logam keras, penggergajian kayu,
daerah pasca erupsi gunung berapi, daerah kebakaran hutan dan
pekerja khusus (salon, cat, foto copy), polantas, karyawan penjaga pintu
tol, dan lain-Iain.
Penemuan kasus PPOK secara aktif (dapat dilaksanakan bersamaan
dengan kegiatan pemeriksaan HBR (rumah Hunian Bebas asap Rokok)
berkala Penemuan kasus PPOK dapat juga secara pasif di unit
pelayanan kesehatan.
3. Penemuan Kasus
a. Tujuan:
1) Terlaksananya deteksi dini pada kelompok masyarakat berisiko
PPOK
2) Terlaksananya penegakan diagnosis dan tatalaksana pasien
PPOK sesuai standar
3) Menurunnya angka kesakitan dan kematian PPOK.
b. Sasaran Kelompok masyarakat berisiko dan pasien PPOK.
c. Kegiatan
Dilaksanakan di dalam dan di luar gedung seperti Posbindu dan
Puskesmas.
117
Obat-obatan pada eksaserbasi akut
1. Penambahan dosis bronkodilator dan frekuensi pemberiannya. Bila
terjadi eksaserbasi berat obat diberikan secara injeksi, subkutan,
intravena, atau per drip, misal:
• Terbutalin 0,3 ml subkutan dapat diulang sampai 3 kali setiap 1 jam
dan dapat dilanjutkan dengan pemberian perdrip 3 ampul per 24 jam
• Adrenalin 0,3 mg subkutan, digunakan hati-hati
• Aminofillin bolus 5 mg/ kgBB (dengan pengenceran) harus perlahan
(10 menit) untuk menghindari efek samping. Lalu dilanjutkan dengan
perdrip 0,5-0,8 mg/kgBB/jam
• Pemberian aminofillin drip dan terbutalin dapat bersama-sama dalam
1 botol cairan perinfus. Cairan infus yang digunakan adalah Dektrose
5 %, Na Cl 0,9% atau Ringer laktat
1. Kortikosteroid diberikan dalam dosis 30mg/hari diberikan maksimal
selama 2 minggu. Pemberian selama 2 minggu tidak perlu
tappering off
2. Antibiotik diberikan bila eksaserbasi
3. Diuretika Diberikan pada PPOK derajat sedang-berat dengan
gagal jantung kanan atau kelebihan cairan
4. Cairan Pemberian cairan harus seimbang. pada PPOK sering
disertai kor pulmonale sehingga pemberina cairan harus hati-hati.
118
SERANGAN PPOK EKSASERBASI
119
d. Tatalaksana pada keadaan stabil dan Pencegahan progresifitas
TATALAKSANA PPOK di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Tujuan penatalaksanaan di Puskesmas:
1. Mengurangi laju beratnya penyakit
2. Mempertahankan PPOK yang stabil
3. Mengatasi eksaserbasi ringan
4. Merujuk ke spesialis paru atau rumah sakit
5. Melanjutkan pengobatan dari spesialis paru atau rumah sakit rujukan
Untuk memudahkan penatalaksanaan di Puskesmas terbagi menjadi:
• Penatalaksanaan PPOK stabil
• Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi
120
Penatalaksanaan PPOK stabil:
1. Obat-obatan
2. Edukasi
3. Nutrisi
4. Rehabilitasi
5. Rujukan ke spesialis paru/ rumah sakit
Ad.1 Obat-obatan
Dalam penatalaksanaan PPOK stabil termasuk disini melanjutkan
pengobatan pemeliharaan dari rumah sakit atau dokter spesialis paru baik
setelah mengalami serangan berat atau evaluasi spesialistik lainnya, seperti
pemeriksaan faal paru, analisis gas darah, kardiologi, dan lain-lain. Obat-
obatan diberikan dengan tujuan mengurangi laju beratnya penyakit dan
mempertahankan keadaan stabil yang telah tercapai dengan
mempertahankan bronkodilatasi dan penekanan inflamasi.
Obat-obatan yang digunakan :
1. Bronkodilator
Diberikan dalam bentuk oral, kombinasi golongan b2 agonis dengan
golongan xantin. Masing-masing dalam dosis suboptimal, sesuai dengan
berat badan dan beratnya penyakit. Misal untuk dosis pemeliharaan,
aminofillin/ teofillin 100-150 mg kombinasi dengan salbutamol 1 mg atau
terbutalin 1 mg
2. Kortikosteroid
Gunakan dalam bentuk inhalasi
3. Ekspektoran
Gunakan obat batuk hitam (OBH)
4. Mukolitik
Gliseril guayakolat dapat diberikan bila sputum mukoid
5. Antitusif
Kodein hanya diberikan bila batuk kering dan iritatif.
Manfaatkan obat-obatan yang tersedia sesuai dengan perkiraan
patogenesis yang terjadi pada keluhan klinis. Perhatikan dosis dan waktu
pemberian untuk menghindari efek samping obat.
Ad.2 Edukasi
Keterbatasan obat-obatan yang tersedia dan masalah sosio kultural lainnya,
seperti keterbatasan tingkat pendidikan dan pengetahuan, keterbatasan
ekonomi dan sarana kesehatan, maka edukasi di Puskesmas ditujukan
untuk mencegah bertambah beratnya penyakit dengan cara mengunakan
121
obat yang tersedia dengan tepat, menyesuaikan keterbatasan aktivitas, serta
mencegah eksaserbasi
Ad.3. Nutrisi
Keseimbangan nutrisi antara protein lemak dan karbohidrat diberikan dalam
porsi kecil tetapi sering. Kekurangan kalori dapat menyebabkan
meningkatnya derajat sesak.
Ad. 4 Rehabilitasi
Penjeasan di Materi Rehabilitasi (point E)
Ad.5 Rujukan
Penjelasan di Materi E
• Training exercise bermanfaat untuk memperbaiki toleransi exercise,
Gejala sesak dan kelelahan (evidence A)
• Oksigen jangka panjang (> 15 jam/hari)
Pada penderita gagal napas kronik meningkatkan survival (evidence A)
Pencegahan Progresifitas
• Berhenti merokok
• Mengobati PPOK stabil secara tepat
• Mencegah terjadinya eksaserbasi/ infeksi (semakin sering
eksaserbasi, semakin cepat progresifitasnya)
• Mengobati infeksi eksaserbasi akut dengan obat yang tepat
• Rehabilitasi Medik
• Vaksinasi
D. REHABILITASI
Rehabilitasi bertujuan untuk meningkatkan toleransi terhadap pelatihan dan
memperbaiki kualitas hidup pasien PPOK. Rehabilitasi hanya dilakukan di
Rumah Sakit untuk PPOK derajat 3-4 yang telah mendapatkan pengobatan
optimal yang disertai antara lain:
a. Gejala pernapasan berat
b. Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
c. Kualitas hidup yang menurun
Program rehabilitasi dilaksanakan di dalam maupun di luar rumah sakit oleh
suatu tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis, dan
psikolog.
Program rehabilitasi terdiri dari 3 komponen yaitu :
122
1. Latihan fisis
Tujuan dari latihan fisis adalah mempaerbaiki efisiensi dan kapasitas
sistem transportasi oksigen guna peningkatan efisiensi distribusi darah dan
peningkatan cardiac output dan stroke volume.
Latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan bagi pasien
PPOK yang mengalami kelelahan otot pernapasan, sehingga dengan
latihan ini otot pernapasan mengakibatkan bertambahnya kemampuan
ventilasi maksimal, memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi sesak
napas.
Disamping itu dapat meningkatnya kapasitas kerja maksimal dengan
rendahnya konsumsi oksigen dan efisiensi pemakaian oksigen di jaringan
dan toleransi terhadap asam laktat. Sesak napas bukan satu-satunya
keluhan yang menyebabkan pasien PPOK menghentikan latihan, faktor lain
yang mempengaruhi adalah kelelahan otot kaki. Dan pada pasien PPOK
berat, kelelahan kaki mungkin merupakan faktor yang dominan untuk
menghentikan latihan.
Latihan fisis bagi pasien PPOK derajat I dan II dapat dilakukan di dua
tempat yaitu:
• Di Rumah
Contoh kegiatan : latihan dinamik yang menggunakan otot secara ritmis,
seperti jogging, dan bersepeda statis. Latihan tersebut dilakukan setiap
hari 15-30 menit selama 4-7 hari perminggu. Setelah latihan dilakukan
denyut nadi, lama latihan, dan keluhan subyektif dicatat untuk
mengetahui perkembangan penyakitnya.
• Rumah Sakit.
Dilakukan sesuai fasilitas yang tersedia di RS.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan adalah:
• Tidak boleh makan 2-3 jam sebelum latihan
• Berhenti merokok 2-3 jam sebelum latihan
• Apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental, gangguan
koordinasi, atau pusing maka latihan segera dihentikan
• Pakaian longgar dan ringan.
2. Latihan psikososial
Status psikolog pasien PPOK perlu diamati dengan cermat dan jika
diperlukan dapat diberikan obat
3. Latihan pernapasan
123
Tujuan dari latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak
napas.
Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips breathing
guna memperbaiki ventilasi dan mensikronisasikan kerja otot abdomen dan
toraks.
E. RUJUKAN PPOK
Sistem pelayanan rujukan pada prinsipnya adalah manajemen pelayanan
kesehatan yang memungkinkan penyerahan otoritas/ tanggung jawab dan
bersifat timbal balik mengenai masalah kesehatan masyarakat atau kasus
penyakit baik secara vertikal pada pelayanan kesehatan yang lebih tinggi
atau horizontal kepada yang berkompeten. Sistem rujukan dalam
pengendalian PPOK adalah sistem rujukan vertikal, dimana fasilitas
kesehatan tingkat pertama (FKTP) merujuk ke fasilitas kesehatan rujukan
tingkat lanjut (FKRTL).
1. Tujuan rujuk dan rujuk balik PPOK
a. Menilai fungsi faal paru dan derajat berat PPOK melalui rujukan rutin.
b. Menegakkan diagnosis dan optimalisasi terapi dengan meninjau ulang
tingkat keparahan obstruksi saluran nafas.
c. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas penderita PPOK yang
memenuhi kriteria perawatan intensif di Fasilitas kesehatan tingkat
lanjutan melalui rujukan urgent dan emergency.
d. Memberikan kemudahan, efisien dan pelayanan berkelanjutan yang
komprehensif dalam jangka panjang serta mencegah fragmentasi
pelayanan kesehatan bagi penderita PPOK melalui rujuk balik.
2. Kriteria rujukan
Kriteria pasien PPOK yang dirujuk dari FKTP ke FKRTL
a. Untuk memastikan diagnosis dan menentukan derajat PPOK pada
pasien yang dicurigai PPOK.
Jenis pemeriksaan rujukan pada pasien PPOK, sebagai berikut:
I. Melakukan konsultasi ke dokter spesialis paru atau penyakit
dalam pada awal penilaian kunjungan pertama, kemudian
melakukan pemeriksaaan berkala untuk menilai perubahan
saluran napas dan frekuensi pemeriksaan tergantung pada berat
penyakit dan respon pengobatan
II. Pemeriksaan darah lengkap dengan neutrophil untuk menilai
kecurigaan polisitemia maupun infeksi
124
III. Foto toraks, dilakukan pada awal penilaian/ kunjungan pertama
kemudian pada pemeriksaan berkala atau diulang bila ada
kecurigaan penyakit komorbid lain, seperti pneumonia, atau
pneumothoraks, penyakit jantung, keganasan, penyakit paru
kerja, dll
IV. EKG, dilakukan awal diagnosis bila passien berusia > 40 tahun,
dilakukan pada penderita PPOK dengan kecurigaan komorbid
penyakit jantung, terutama cor pulmonal dan pemeriksaan
berkala pada PPOK dengan komorbid penyakit jantung
V. Spirometri dan tes bronkodilator, dilakukan pada awal penilaian/
kunjungan pertama, setelah pengobatan awal diberikan, bila
gejala telah stabil dan pemeriksaan berkala untuk menilai
perubahan fungsi saluran napas atau lebih sering bergantung
berat penyakit dan respon pengobatan.
VI. Pulse oksimetri, dilakukan pada passsien PPOK eksaserbasi
untuk menentukan tingkat keparahan eksaserbasi dan
kebutuhan terapi oksigen awal sebelum penghitungan pasti
kebutuhan oksigen berdasarkan analisa gas darah
VII. Analisa gas darah, dilakukan paada passssien PPOK
seksaserbasi yang memerlukan penghitungan kebutuhan terapi
oksigen, dilakukan pada pasien PPOK dengan kecurigaan gagal
napas untuk penatalaksanaan jalan napas selanjutnya dan
dilakukan pada pasien PPOK untuk menentukan penggunaan
ventilator
VIII. Pemeriksaan mikrobiologi sputum, dilakukan pada passsien
PPOK dengan kecurigaan infeksi
IX. Bronkoskopi, dilakukan bila dicurigai ada faktor komorbid lain
seperti bronkiektasis, fibrosis paru, kanker paru, kondisi
patologis lain atau bila ada indikasi operasi
X. Cardiopulmonary exercise test, 6 minutes walking test (6MWT),
12 minutes walking test (ISWT), incremental shuttle walk test
(ISWT), dilakukan bila dibutuhkan pada pasien PPOK untuk
mengetahui tingkat toleransi olahraaga, evaluasi rehabilitasi
paru, kecurigaan kelainan jantung dan yang akan dilakukan
tindakan operasi.
d. Untuk penatalaksanaan jangka panjang
e. Kondisi PPOK yang dirujuk ke FKTRL adalah sebagai berikut:
125
i. PPOK eksaserbasi sedang:
Didapatkan 2 dari 3 gejala kardinal eksaserbasi PPOK yaitu
sesak meningkat, batuk bertambah, purulensi dahak
bertambah
Dapat disertai dengan ssianosis, dan edema perifer
ii. PPOK dengan gagal napas kronik:
PPOK eksaserbasi dengan hasil analisa gas darah PO2 < 60
mmHg dan PCO2 > 60 mmHg dengan pH normal
iii. PPOK dengan infeksi berulang
PPOK eksaserbasi disertai peningkatan kadar limfosit dan
neutrophil darah
iv. PPOK dengan Kor pulmonal:
PPOK dengan tanda gagal jantung kanan.
Gelombang P pulmonal pada EKG,
Hematokrit > 50%
v. PPOK dengan eksaserbasi berat
1. Tidak respon dengan terapi inisial (nebuliser)
2. Penggunaan otot bantu pernapasan
3. Pergeraakan dinding dada paradoksal
4. Sianosis
5. Edema perifer
6. Deteriorisasi status mental
7. Bila tersedia lakukan pemeriksaan darah lengkap
didapatkan:
• Polisitemia (HCT > 55%)
• Anemia
• Leukositosis
• Hiperglikemia
vi. PPOK dengan gagal napas akut atau acute on Chronic:
Penurunan kesadaran
Sesak napas
Sianosis
Bila tersedia lakukan analisa gas darah PaO2 < 60 mmHg
dengan atau tanpa PaCO2 >50% mmHg
126
3. Pasien PPOK yang dapat dirujuk balik dari FKRTL ke FKTP, bila:
a. Mampu menggunakan long acting bronkodilator baik β agonist
dan atau antikolinergik dengan atau tanpa kortikosteroid inhalasi
b. Penggunaan SABA lebih dari 4 jam per piff
c. Pasien mampu berjalan mengelilingi ruangan kamar
d. Pasien mampu makan, minum dan tidur tanpa terbangun karena
sesak
e. Analisa gas darah stabil 12-24 jam
f. Pasien dan pendamping mengerti benar cara penggunaan obat-
obatan yang diberikan
g. Telah dilakukan perencanaan, perawaatan, dan pemantauan
dirumah (home visit, terapi oksigen, terapi nutrisi) yang dilakukan
petugas FKTP
127
MATERI INTI 5
TERAPI INHALASI
I. DESKRIPSI SINGKAT
Terapi inhalasi merupakan satu teknik pengobatan penting dalam proses
pengobatan penyakit respiratori (saluran pernafasan) akut dan kronik.
Penumpukan mukus di dalam saluran napas, peradangan dan pengecilan
saluran napas ketika serangan asma dapat dikurangi secara cepat dengan obat
dan teknik penggunaan inhaler yang sesuai, terapi inhalasi memainkan peranan
penting di dalam merawat penyakit asma dan penyakit paru lainnya. Obat yang
diberikan dengan cara ini absorpsi terjadi secara cepat karena permukaan
absorpsinya luas, terhindar dari eliminasi lintas pertama di hati, dan pada
penyakit paru-paru misalnya asma bronkial, obat dapat diberikan langsung
pada bronkus. Tidak seperti penggunaan obat secara oral (tablet dan sirup)
yang terpaksa melalui sistem penghadangan oleh pelbagai sistem tubuh,
seperti eleminasi di hati.
Terapi inhalasi dapat menghantarkan obat langsung ke paru-paru untuk segera
bekerja. Dengan demikian, efek samping dapat dikurangi dan jumlah obat yang
perlu diberikan adalah lebih sedikit dibanding cara pemberian lainnya.
Sayangnya pada cara pemberian ini diperlukan alat dan metoda khusus yang
agak sulit dikerjakan, sukar mengatur dosis, dan sering obatnya.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU):
Setelah menyelesaikan materi ini peserta mampu melaksanakan terapi
inhalasi
2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK):
Setelah menyelesaikan materi ini, peserta mampu :
a. Menjelaskan Terapi Inhalasi
b. Menjelaskan Indikasi Inhalasi
c. Menjelaskan Kontra Indikasi Inhalasi
III. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN
1. Terapi Inhalasi
2. Indikasi Inhalasi
3. Kontra Indikasi Inhalasi
IV. BAHAN BELAJAR
1. LCD
2. Komputer
128
3. Whiteboard/ flipchart
4. Spidol
5. Modul
6. Lembar Penugasan
V. METODE
1. Ceramah dan Tanya Jawab (CTJ)
2. Penugasan
VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun
langkah- langkah sebagai berikut :
1. Langkah Pertama
a. Kegiatan Pelatih
1) Pelatih menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
2) Pelatih memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap,
instansi tempat bekerja, materi yang akan disampaikan.
3) Menggali pendapat peserta (apersepsi) tentang apa yang dimaksud
dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dengan metode
brainstorming.
4) Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran
tentang Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
b. Kegiatan Peserta
1) Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan.
2) Mengemukakan pendapat atas pertanyaan pelatih.
3) Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.
4) Mengajukan pertanyaan kepada pelatih bila ada hal-hal yang penting
2. Langkah ke-2
a. Kegiatan Pelatih
1) Menyampaikan pokok bahasan dan sub pokok bahasan secara garis
besar dalam waktu yang singkat.
2) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal
yang kurang jelas.
3) Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta.
b. Kegiatan Peserta
1) Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap
penting.
2) Mengajukan pertanyaan kepada pelatih sesuai dengan kesempatan
yang diberikan.
129
3) Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan pelatih.
3. Langkah ke-3
a. Kegiatan Pelatih
1) Menjelaskan terapi inhalasi
2) Menjelaskan indikasi inhalasi
3) Menjelaskan kontra indikasi inhalasi
b. Kegiatan Peserta
1) Mendengar, mencatat dan bertanya pada hal-hal yang kurang jelas
pada pelatih.
2) Mengerjakan penugasan yang diberikan oleh pelatih.
3) Mendiskusikan terapi inhalasi, indikasi dan kontra indikasi inhalasi
4. Langkah ke-4
a. Kegiatan Pelatih
1) Melakukan evaluasi terhadap pemahaman peserta dengan
mengajukan pertanyaan sesuai topik pokok bahasan.
2) Memperjelas jawaban peserta terhadap masing – masing
pertanyaan.
3) Bersama peserta merangkum poin-poin penting terapi inhalasi
4) Membuat kesimpulan.
b. Kegiatan Peserta
1) Menjawab pertanyaan yang diajukan pelatih.
2) Bersama pelatih merangkum poin-poin penting terapi inhalasi
130
Secara fungsional saluran pernapasan dibagi atas bagian yang
berfungsi sebagai konduksi (penghantar udara) dan bagian yang
berfungsi sebagai respirasi (pertukaran gas). Pada bagian konduksi,
udara bolak-balik di antara atmosfir dan jalan napas seakan organ ini
tidak berfungsi (dead space), akan tetapi organ tersebut selain sebagai
konduksi juga berfungsi sebagai proteksi dan pengaturan kelembaban
udara. Adapun yang termasuk ke dalam konduksi adalah rongga hidung,
rongga mulut, faring, laring, trakea, sinus bronkur dan bronkiolus
nonrespiratorius.
Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difus) yang sering
disebut dengan unit paru (lung unit), yang terdiri dari bronkiolus
respiratorius, duktus alveolaris, atrium dan sakus alveolaris.
Secara histologis epitel yang melapisi permukaan saluran pernapasan
terdiri dari epitel gepeng berlapis berkeratin dan tanpa keratin di bagian
rongga mulut; epitel silindris bertingkat bersilia pada rongga hidung,
trakea, dan bronkus; epitel silindris rendah/kuboid bersilia dengan sel
piala pada bronkiolus terminalis; epitel kuboid selapis bersilia pada
bronkiolus respiratorius; dan epitel gepeng selapis pada duktus
alveolaris dan sakus alveolaris serta alveolus. Di bawah lapisan epitel
tersebut terdapat lamina propria yang berisi kelenjar-kelenjar, pembuluh
darah, serabut saraf dan kartilago. Dan berikutnya terdapat otot polos
dan serabut elastin. Dari semua itu barulah kita pahami bagaimana obat
dapat masuk dan bekerja pada paru-paru. Obat masuk dengan
perantara udara pernapasan (mekanisme inspirasi dan ekspirasi)
melalui saluran pernapasan, kemudian menempel pada epitel
selanjutnya diabsorpsi dan sampai pada target organ bisa berupa
pembuluh darah, kelenjar dan otot polos.
Agar obat dapat sampai pada saluran napas bagian distal dan mencapai
target organ, maka ukuran partikel obat harus disesuaikan dengan
ukuran/ diameter saluran napas.
B. Indikasi
Penggunaan terapi inhalasi ini diindikasikan untuk pengobatan asma,
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), sindrom obstruktif post tuberkulosis,
fibrosis kistik, bronkiektasis, keadaan atau penyakit lain dengan sputum yang
kental dan lengket. Penggunaannya terbatas hanya untuk obat-obat yang
berbentuk gas atau cairan yang mudah menguap dan obat lain yang
berbentuk aerosol. 2
131
Pada penyakit Asma dan Chronic Obstructive pulmonal disease (COPD
= PPOK & PPOM) terapi inhalasi merupakan terapi pilihan.
Dengan terapi inhalasi obat dapat masuk sesuai dengan dosis yang
diinginkan, langsung berefek pada organ sasaran. Dari segi kenyamanan
dalam penggunaan, cara terapi MDI banyak disukai pasien karena obat
dapat mudah di bawa ke mana-mana. Kemasan obat juga menguntungkan
karena dalam satu botol bisa dipakai untuk 30 atau sampai 90 hari
penggunaan.
c. Kontra Indikasi
Kontra indikasi mutlak pada terapi inhalasi tidak ada. Indikasi relatif pada
pasien dengan alergi terhadap bahan atau obat yang digunakan.
Cara Penggunaan Terapi Inhalasi
Ada beberapa cara dalam terapi inhalasi, yaitu (1) inhaler dosis terukur
(MDI, metered dose inhaler), (2) penguapan (gas powered hand held
nebulizer), (3) inhalasi dengan intermitten positive pressure
breathing (IPPB), serta (4) pemberian melalui intubasi pada pasien yang
menggunakan ventilator.
Inhaler Dosis Terukur
Inhaler dosis terukur atau lebih sering disebut MDI diberikan dalam
bentuk inhaler aerosol dengan/ tanpa spacer dan bubuk halus (dry
powder inhaler) yaitu diskhaler, rotahaler, dan turbohaler. Pada
umumnya digunakan pada pasien yang sedang berobat jalan dan
jarang dipergunakan di rumah sakit. Cara ini sangat mudah dan
dapat dibawa kemana-mana oleh pasien, sehingga menjadi pilihan
utama pagi penderita asma.
MDI terdiri atas 2 bagian, yaitu bagian kotak yang mengandung zat
dan bagian mouthpiece. Bila bagian kotak yang mengandung zat ini
dibuka (ditekan), maka inhaler akan keluar melalui mouthpiece.
Pemakaian inhaler aerosol.
Inhaler dikocok lebih dahulu agar obat homogen, lalu tutupnya dibuka
à inhaler dipegang tegak, kemudian dilakukan maksimal ekspirasi
pelan-pelan à mulut inhaler diletakan di antara kedua bibir, lalu
katupkan kedua bibir dan lakukan inspirasi pelan-peran. Pada waktu
yang sama kanester ditekan untuk mengeluarkan obat tersebut dan
penarikan napas diteruskan sedalam-dalamnya à tahan napas
sampai 10 detik atau hitungan 10 kali dalam hati. Prosedur tadi dapat
132
diulangi setelah 30 detik sampai 1 menit kemudian tergantung dosis
yang diberikan oleh dokter.
Pemakaian inhaler aerosol dengan ruang antara (spacer).
Inhaler dikocok lebih dahulu dan buka tutupnya, kemudian mulut
inhaler dimasukan ke dalam lubang ruang antara à mouth
piece diletakan di antara kedua bibir, lalu kedua bibir dikatupkan,
pastikan tidak ada kebocoran à tangan kiri memegang spacer, dan
tangan kanan memegang kanester inhaler à tekan kanester sehingga
obat akan masuk ke dalam spacer, kemudian tarik napas perlahan
dan dalam, tahan napas sejenak, lalu keluarkan napas lagi. Hal ini
bisa diulang sampai merasa yakin obat sudah terhirup habis.
Pemakaian diskhaler.
Lepaskan tutup pelindung diskhaler, pegang kedua sudut tajam, tarik
sampai tombol terlihat à tekan kedua tombol dan keluarkan talam
bersamaan rodanya à letakkan diskhaler pada roda, angka 2 dan 3
letakkan di depan bagian mouthpiece à masukan talam kembali,
letakan mendatar dan tarik penutup sampai tegak lurus dan tutup
kembali à keluarkan napas, masukan diskhaler dan rapatkan bibir,
jangan menutupi lubang udara, bernapas melalui mulut sepat dan
dalam, kemudian tahan napas, lalu keluarkan napas perlahan-lahan.
à putar diskhaler dosis berikut dengan menarik talam keluar dan
masukan kembali.
Pemakaian rotahaler.
Pegang bagian mulut rotahaler secara vertikal, tangan lain memutar
badan rotahaler sampai terbuka à masukan rotacaps dengan sekali
menekan secara tepat ke dalam lubang epat persegi sehingga
puncak rotacaps berada pada permukaan lubang à pegang
permukaan rotahaler secara horizontal dengan titik putih di atas dan
putar badan rotahaler berlawanan arah sampai maksimal untuk
membuka rotacaps à keluarkan napas semaksimal mungkin di luar
rotahaler, masukan rotahaler dan rapatkan bibir dengan kepala agak
ditinggikan dengan kepala agak ditengadahkan ke belakang à
hiruplah dengan kuat dan dalam, kemudian tahan napas selama
mungkin. lalu keluarkan rotahaler dari mulut, sambil keluarkan napas
secara perlahan-lahan.
133
Pemakaian turbohaler.
Putar dan lepas penutup turbohaler à pegang turbohaler dengan
tangan kiri dan menghadap atas lalu dengan tangan kanan putar
pegangan (grip) ke arah kanan sejauh mungkin kemudian putar
kembali keposisi semula sampai terdengar suara klik à hembuskan
napas maksimal di luar turbohaler à letakkan mouthpiece di antara
gigi, rapatkan kedua bibir sehingga tidak ada kebocoran di
sekitar mouthpiece kemudian tarik napas dengan tenang sekuat dan
sedalam mungkin à sebelum menghembuskan napas, keluarkan
turbohaler dari mulut. Jika yang diberikan lebih dari satu dosis ulangi
tahapan 2 – 5 (tanda panah) dengan selang waktu 1 – 2 menit –
pasang kembali tutupnya.
134
Kesalahan yang umum terjadi pada penggunaan Turbuhaler
• Tidak membuka tutup
• Tidak memutar searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam
• Cara menghirup pelan dan lemah
• Tidak menahan napas
• Pasien meniup turbuhaler hingga basah
Setelah penggunaan inhaler.
Basuh dan kumur dengan menggunakan air. Ini untuk mengurangi/
menghilangkan obat yang tertinggal di dalam rongga mulut dan
tenggorokan, juga untuk mencegah timbulnya penyakit di mulut
akibat efek obat (terutama kortikosteroid).
Cara mencuci.
Kegagalan mencuci inhaler dengan cara yang benar akan
menimbulkan sumbatan dan pada akhirnya dapat mengurangi
jumlah/ dosis obat. Cuci bekas serbuk yang tertinggal di corong
inhaler. Keluarkan bekas obat dan basuh inhaler dengan air hangat
dengan sedikit sabun. Keringkan dan masukan kembali ke dalam
tempatnya. 1
Bagaimana cara untuk mengetahui inhaler sudah kosong.
Setiap inhaler telah dilabelkan dengan jumlah dos yang ada. Contoh
di bawah akan menerangkan bagaimana untuk menentukan
kandungan obat di dalam inhaler. Jika botol obat mengandungi 200
hisapan dan kita harus mengambil 8 hisapan sehari, maka obat habis
dalam 25 hari. Jika kita mula menggunakan inhaler pada tanggal 1
Mei, maka gantikan inhaler tersebut dengan yang baru pada/atau
sebelum tanggal 25 Mei. Tulis tanggal mula menggunakan inhaler
pada botol obat untuk menghindari kesalahan.Kandungan inhaler
juga boleh diperkirakan dengan cara memasukkan botol obat ke
dalam air. Kedudukan botol obat di dalam air menggambarkan
kandungan obat dalam inhaler.
135
1. PENGUAPAN (NEBULIZER)
Cara ini digunakan dengan memakai disposible nebulizer mouth piece dan
pemompaan udara (pressurizer) atau oksigen. Larutan nebulizer diletakan di
dalam nebulizer chamber. Cara ini memerlukan latihan khusus dan banyak
digunakan di rumah sakit. Keuntungan dengan cara ini adalah dapat
digunakan dengan larutan yang lebih tinggi konsentrasinya dari MDI.
Kerugiannya adalah hanya 50 – 70% saja yang berubah menjadi aerosol, dan
sisanya terperangkap di dalam nebulizer itu sendiri.
Jumlah cairan yang terdapat di dalam hand held nebulizer adalah 4 cc dengan
kecepatan gas 6 – 8 liter/menit. Biasanya dalam penggunaannya digabung
dalam mukolitik (asetilsistein) atau natrium bikarbonat. Untuk pengenceran
biasanya digunakan larutan NaCl.
Cara menggunakannya yaitu: Buka tutup tabung obat, masukan cairan obat
ke dalam alat penguap sesuai dosis yang ditentukan à
gunakan mouthpiece atau masker (sesuai kondisi pasien). Tekan tombol “on”
pada nebulizer à jika memakai masker, maka uap yang keluar dihirup
perlahan-lahan dan dalam inhalasi ini dilakukan terus menerus sampai obat
habismasker. Bila memakai mouthpiece, maka tombol pengeluaran aerosol
ditekan sewaktu inspirasi, hirup uap yang keluar perlahan-lahan dan dalam.
Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai obat habis (10 – 15 menit).
Beberapa contoh jenis nebulizer antara lain:
a. Simple nebulizer; Jet nebulizer, menghasilkan partikel yang lebih halus,
yakni antara 2 – 8 mikron. Biasanya tipe ini mempunyai tabel dan paling
banyak dipakai di rumah sakit. Beberapa bentuk jet nebulizer dapat pula
diubah sesuai dengan keperluan, sehingga dapat digunakan pada
ventilator dan IPPB, dimana dihubungkan dengan gas kompresor.
a. Mampu membentuk aerosol semua cairan:
• Solusio
• Suspensi
• Minyak
b. Aerosol dingin
c. Massa residu: ~ 50%
d. Mudah dibawa & diganti
e. Bising & “besar”
3. VENTILATOR
Dapat dengan menggunakan MDI atau hand held nebulizer, yakni melalui
bronkodilator Tee. Dengan cara ini sebenarnya tidak efektif oleh karena
banyak aerosol yang mengendap, sehingga cara ini dianggap kurang efektif
dibandingkan dengan MDI.
EROSOL DAN KEBERHASILAN TERAPI
Berhasil atau tidaknya pengobatan aerosol ini tergantung pada beberapa
faktor, yaitu:
a. Ukuran partikel. Partikel dengan ukuran 8 – 15 mikron dapat sampai ke
bronkus dan bronkiolus, sedangkan partikel dengan ukuran 2 mikron
dapat sampai le alveolus. Akan tetapi partikel dengan ukuran 40 mikron
hanya dapat sampai di bronkus utama. Partikel yang banyak digunakan
pada terapi aerosol adalah partikel yang berukuran antara 8 – 15
mikron.
137
b. Gravitasi (gaya berat). Semakin besar suatu partikel, maka akan
semakin cepat pula partikel tersebut menempel pada saluran
pernapasan. Akan tetapi keadaan ini juga tergantung pada viskositas
dari bahan pelarut yang dipakai.
c. Inersia. Inersia menyebabkan partikel didepositkan. Molekul air
mempunyai massa yang lebih besar daripada molekul gas di dalam
saluran pernapasan. Partikel yang ada di bronkus lebih mudah
bertabrakan daripada partikel yang ada di saluran pernapasan yang
besar. Semakin kecil diameter saluran pernapasan, maka akan semakin
besar pula pengaruh dari inersia gas.
d. Aktivitas kinetik. Keadaan ini dialami oleh partikel yang lebih kecil dari
0,5 mikron. Semakin besar energi kinetik yang digunakan, maka akan
semakin besar kemungkinan terjadinya tabrakan di antara aerosol dan
akan semakin mudah terjadinya kolisi dan selain itu juga akan semakin
mudah partikel tersebut bergabung.
e. Sifat-sifat alamiah dari partikel. Sifat-sifat alamiah dari partikel
ditentukan oleh tonik (osmotik). Larutan yang hipotonik akan mudah
kehilangan air akibat dari penguapan. Aerosol elektrik yang dihasilkan
oleh ultrasonik nebulizer bermuatan lebih besar daripada mekanikal
nebulizer. Pada temperatur yang panas molekul-molekul akan
mempunyai ukuran yang lebih besar dan akan mudah jatuh.
f. Sifat-sifat dari pernapasan. Pada prinsipnya jumlah dari aerosol yang
berubah menjadi cairan ditentukan pula oleh volume tidal, frekuensi
pernapasan, kecepatan aliran inspirasi, dan apakah bernapas melalui
mulut atau hidung, dan juga memeriksa faal pernapasan pada
umumnya.
g. Obat/ Zat Pada Terapi Inhalasi
a. Obat/ zat yang biasanya digunakan secara aerosol pada umumnya
adalah beta 2 simpatomimetik, seperti metaprotenolol (Alupen),
albuterol (Venolin dan Proventil), terbutalin (Bretaire), bitolterol
(Tornalat), isoetarin (Bronkosol); Steroid seperti beklometason
(Ventide), triamnisolon (Azmacort), flunisolid ( Aerobid); Antikolinergik
seperti atropin dan ipratropium (Atrovent); dan Antihistamin sebagai
pencegahan seperti natrium kromolin (Intal).
b. Keuntungan dari aerosol ini baik diberikan secara aerosol maupun
dengan inhaler, adalah memberikan efek bronkodilator yang
maksimal yang lebih baik dari cara pemberian lain, sementara itu
138
pengaruh sistemiknya hampir tidak ada. Oleh karena itu cara
pengobatan ini adalah merupakan cara yang paling optimal.
b. Efek samping dan komplikasi jika aerosol diberikan dalam jumlah
besar, maka dapat menyebabkan penyempitan pada saluran
pernapasan (bronkospasme). Disamping itu bahaya iritasi dan infeksi
pada jalan napas, terutama infeksi nosokomial juga dapat terjadi.
h. Penyebab Utama Anak Tidak Respons Terhadap Terapi Asma
a. Tidak patuh berobat
b. Tehnik yang salah
c. Seorang anak memiliki tehnik yang benar di klinik tidak dapat
menggunakan obat dengan baik saat sesak napas
d. Contoh inhaler menggunakan partikel serbuk mengharuskan tehnik
inspirasi dalam
i. Memilih Alat Inhalasi Untuk Anak Asma
139
MATERI INTI 6
PENCATATAN DAN PELAPORAN
I. DESKRIPSI SINGKAT
Penanggulangan asma merupakan salah satu bentuk kegiatan pelayanan
kesehatan yang dapat di selenggarakan di fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Kegiatan penanggulangan tersebut perlu dilakukan pencatatan dan pelaporan
sebagai salah upaya tertib administrasi dalam pelaksanaan kegiatan program.
Pencatatan dan pelaporan dapat dijadikan sebagai bahan analisis,
interprestasi, dan evaluasi guna perbaikan kegiatan saat ini dan yang akan
datang, sehingga dapat terselenggara dengan optimal, baik, dan terukur.
Secara manual, diperlukan pencatatan dan pelaporan dalam upaya
Penanggulangan asma, instrumen ini sangat penting dalam sistem
adminnistrasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan pembuat
kebijakan serta merupakan indikator keberhasilan suatu kegiatan.
Manfaat dari pencatatan adalah sebagai bukti kinerja, memberikan informasi,
dan pertanggung jawaban kegiatan guna perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi sebagai alat komunikasi, pembuat laporan dan bisa juga sebagai bukti
hukum. Dan output dari pencatatan dan pelaporan adalah sebuah informasi
yang diperlukan untuk pemantauan, evaluasi, dan pencapaian keberhasilan
program penanggulangan asma di fasilitas kesehatan tingkat pertama.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU):
Setelah menyelesaikan materi ini peserta mampu melaksanakan
pencatatan dan pelaporan
2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK):
Setelah menyelesaikan materi ini, peserta mampu :
a. Menjelaskan Pengertian Pencatatan
b. Menjelaskan Pengertian Pelaporan
c. Menjelaskan Meknisme Pelaporan
III. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN
1. Pengertian Pencatatan dan Pelaporan
a. Pengertian Pencatatan
b. Pegertian Pelaporan
2. Mekanisme Pelaporan
3. Pencatatan dan Pelaporan
140
IV. BAHAN BELAJAR
1. LCD
2. Komputer
3. Whiteboard/ flipchart
4. Spidol
5. Modul
6. Lembar Penugasan
V. METODE
1. Ceramah dan Tanya Jawab (CTJ)
2. Penugasan
VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun
langkah- langkah sebagai berikut :
1. Langkah Pertama
a. Kegiatan Pelatih
1) Pelatih menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
2) Pelatih memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap,
instansi tempat bekerja, materi yang akan disampaikan.
3) Menggali pendapat peserta (apersepsi) tentang apa yang dimaksud
dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dengan metode
brainstorming.
4) Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran
tentang Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
b. Kegiatan Peserta
1) Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan.
2) Mengemukakan pendapat atas pertanyaan pelatih.
3) Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.
4) Mengajukan pertanyaan kepada pelatih bila ada hal-hal yang penting
2. Langkah ke-2
a. Kegiatan Pelatih
1) Menyampaikan pokok bahasan dan subpokok bahasan secara garis
besar dalam waktu yang singkat.
2) Memberikan kesempatan kepada peserata untuk menanyakan hal-
hal yang kurang jelas.
3) Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta.
141
a. Kegiatan Peserta
1) Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap
penting.
2) Mengajukan pertanyaan kepada pelatih sesuai dengan kesempatan
yang diberikan.
3) Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan pelatih.
3. Langkah ke-3
a. Kegiatan Pelatih
1) Menjelaskan pengertian pencatatan
2) Menjelaskan pengertian pelaporan
3) Menjelaskan mekanisme pelaporan .
b. Kegiatan Peserta
1) Mendengar, mencatat dan bertanya pada hal-hal yang kurang jelas
pada pelatih.
2) Mengerjakan penugasan yang diberikan oleh pelatih.
3) Mendiskusikan pencatatan dan pelaporan
4. Langkah ke-4
a. Kegiatan Pelatih
1) Melakukan evaluasi terhadap pemahaman peserta dengan
mengajukan pertanyaan sesuai topik pokok bahasan.
2) Memperjelas jawaban peserta terhadap masing – masing pertanyaan.
3) Bersama peserta merangkum poin-poin penting pencatatan dan
pelaporan
4) Membuat kesimpulan.
b. Kegiatan Peserta
1) Menjawab pertanyaan yang diajukan pelatih.
2) Bersama pelatih merangkum poin-poin penting system pencatatan dan
pelaporan.
VIII. URAIAN MATERI
Pengertian pencatatan adalah kegiatan atau proses pendokumentasian suatu
kegiatan/ aktifitas dalam bentuk tulisan (Syahlan). Bentuk pencatatan dapat
berupa seperti: tulisan, grafik, gambar, dan suara. Dan juga pencatatan
mempunyai kriteria sebagai berikut: sistematis, jelas, resposif, ditulis dengan
baik, tepat waktu, dan mencantumkan tanda tangan serta nama jelas.
Manfaat pencatatan adalah:
1. Sebagai bukti kegiatan,
2. Memberikan informasi kegiatan
142
3. Bukti pertanggung jawaban
4. Alat komunikasi
5. Pembuatan laporan
6. Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, serta
7. Bukti hokum
A. PELAPORAN
Pelaporan adalah catatan yang memberikan data dan informasi tentang
kegiatan tertentu hasilnya disampaikan ke pihak yang berwenang atau berkaitan
dengan kegiatan tersebut (Syahlan).
Bentuk pelaporan adalah :
1. Lisan
a. Tidak Obyektif
b. Hal-hal yang baik saja yg disampaikan
c. Tindak lanjut cepat (+)
2. Tertulis
a. Waktu lama
b. Biaya besar
c. Bersifat Objektif (+)
143
d. Petugas dapat mengakses olahan dan analisis data, yaitu rekapitulasi
faktor risiko PTM, proporsi PTM, proporsi deteksi dini, cakupan penemuan
kasus PTM, dan cakupan deteksi dini.
Hak akses Puskesmas dalam sistem informasi manajemen PTM:
1) Menginput data pasien
2) Menginput data jumlah penduduk setiap desa/kelurahan di wilayah kerja
Puskesmas menurut umur dan jenis kelamin
3) Mengakses data rekapitulasi faktor risiko PTM, proporsi PTM, proporsi
deteksi dini, cakupan penemuan kasus PTM, dan cakupan deteksi dini
di wilayah Puskesmas menurut umur, jenis kelamin, waktu dan tempat
dalam bentuk tabel dan grafik
4) Mengakses saran/ rekomendasi dari hasil proporsi dan cakupan
penemuan kasus PTM di tingkat Puskesmas
2. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
a. Petugas Dinkes kabupaten/ kota mengakses data dalam software sistem
informasi surveilans PTM di FKTP berupa rekapitulasi, yaitu proporsi
kasus PTM dan deteksi dini, dan cakupan penemuan kasus PTM dan
deteksi dini dari Puskesmas di wilayah kabupaten/ kota
b. Petugas Dinkes kabupaten/kota memberikan umpan balik kepada petugas
Puskesmas.
Hak akses Dinkes kabupaten/ kota:
1) Membuat pengguna (user) dan password petugas Puskesmas
2) Mengisi data penduduk tingkat kabupaten
3) Mengakses data rekapitulasi, yaitu proporsi kasus PTM dan deteksi dini,
dan cakupan penemuan kasus PTM dan deteksi dini dari Puskesmas di
wilayah kabupaten/kota menurut umur, jenis kelamin, waktu dan tempat
(dalam tabel dan grafik)
4) Mengakses saran/rekomendasi hasil proporsi dan cakupan di
kabupaten/ kota
3. Dinas Kesehatan Provinsi
a. Petugas Dinkes Provinsi mengakses data dalam software sistem informasi
surveilans PTM di FKTP, berupa rekapitulasi, yaitu proporsi kasus PTM
dan deteksi dini, cakupan penemuan kasus PTM dan deteksi dini dari
Puskesmas di Provinsi
b. Petugas Dinkes Provinsi memberikan umpan balik kepada petugas Dinkes
kabupaten/ kota.
Hak akses Dinkes Provinsi:
144
1) Membuat pengguna (user) dan password petugas kabupaten/kota
2) Mengisi data penduduk tingkat provinsi
3) Mengakses data rekapitulasi, yaitu proporsi kasus PTM dan deteksi dini,
dan cakupan penemuan kasus PTM dan deteksi dini dari Puskesmas di
wilayah provinsi menurut umur, jenis kelamin, waktu dan tempat (dalam
tabel dan grafik)
4) Mengakses saran/rekomendasi hasil proporsi dan cakupan di kabupaten
provinsi.
4. Kementerian Kesehatan
a. Petugas Kementerian Kesehatan (Direktorat PPTM) mengakses data
dalam software sistem informasi surveilans PTM di FKTP, berupa
rekapitulasi, yaitu proporsi kasus PTM dan deteksi dini, dan cakupan
penemuan kasus PTM dan deteksi dini dari Puskesmas di tingkat nasional
b. Petugas Kementerian Kesehatan memberikan umpan balik kepada
petugas dinas kesehatan provinsi.
Hak akses Kementerian Kesehatan :
1) Membuat pengguna (user) dan password petugas kabupaten/kota,
provinsi, dan puskesmas
2) Mengisi data penduduk tingkat provinsi
3) Mengakses data rekapitulasi, yaitu proporsi kasus PTM dan deteksi dini,
dan cakupan penemuan kasus PTM dan deteksi dini dari Puskesmas
tingkat nasional menurut umur, jenis kelamin, waktu dan tempat (dalam
tabel dan grafik)
4) Mengakses saran/rekomendasi hasil proporsi dan cakupan di tingkat
nasional
5) Menjadi administrator tingkat nasional, yaitu mengendalikan semua
sistem informasi termasuk data yang ada di dalam sistem informasi
manajemen PTM.
145
C. PENCATATAN DAN PELAPORAN
Dalam pengendalian Asma PPOK diperlukan pencatatan dan pelaporan
pada gambar berikut:
Kemenkes • Sistem
RI Informasi
Surveilans PTM
berbasis FKTP
Dinas • Sistem
Kesehatan Informasi
Provinsi Surveilans PTM
berbasis FKTP
Dinas • Sistem
Kesehatan Informasi
Kab/ Kota Surveilans PTM
berbasis FKTP
• Sistem Informasi
Surveilans PTM berbasis
UPT FKTP FKTP
• Formullir Pencatatan
Kasus
• Integrasi dengan SIKDA
Generik, p-Care, dan SE
FR PTM berbasis
Keterangan : POSBINDU
= Melaporkan
146
MATERI
MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR
I. DESKRIPSI SINGKAT
Perkenalan adalah adaptasi awal antar peserta dan fasilitator juga dengan panitia
penyelenggara pelatihan, supaya cepat terlibat dalam proses pembelajaran.
Perkenalan yang baik dan menarik biasanya akan memperlancar proses belajar
selanjutnya. Mengenai peserta darimana asal dan pengalaman dalam pemberdayaan
masyarakat di bidang kesehatan akan mendapat gambaran variasi pengetahuan dan
pemahaman tentang pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan.
Dalam komunitas pembentukan tim dan BLC dibutuhkan lebih dari sekedar
wacana, konsep atau kumpulan materi yang dilatihkan dalam kelas. Sebagai
komitmen, pembelajaran disini sangat erat kaitannya dengan pembentukan tim.
Namun kualitas dan keberhasilan pembentukan tim tergantung kepada setiap individu
yang membangun komitmen pembelajaran. Setiap individu harus senantiasa
melibatkan dirinya untuk secara terus menerus meningkatkan kemampuan
belajarnya.
Komunitas harus menghargai setiap individu yang terlihat dari komitmen
komunitas terhadap pembelajaran. Kinerja individu dalam komunitas ditingkatkan
dengan memberdayakan dan mendorong kreativitas mereka. Sebuah komunitas
memahami persyaratan untuk mencapai keberhasilan dengan menghargai
perbedaan, mengakui setiap usaha dan mendorong terjadinya partisipasi.
Metode yang digunakan dalam penyampaian materi modul ini melalui CTJ
(ceramah, dan tanya jawab), penugasan/ pelatihan, latihan, simulasi, permainan,
curah pendapat, diskusi kelompok dan refleksi.
Setelah mengikuti sesi ini peserta latih, fasilitator dan penyelenggara/ panitia
saling mengenal serta menyepakati norma selama proses pelatihan berlangsung.
a. Perkenalan Diri
b. Membangun Komitmen Belajar
c. Membangun Kerjasama Tim
148
oleh peserta yang lain. Peserta juga diminta untuk menceritakan pengalamannya
terkait dengan apa yang dibahas dalam sesi ini.
Pokok Bahasan 2
Membuat Komitmen Belajar
Orang dewasa kadang kala ada kecendrungan ingin menguasai forum. Kebutuhan
seseorang tertinggi adalah eksistensi dan pengakuan, agar dapat diakui oleh
kelompoknya biasanya over, sok pintar, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, mereka
sendiri diminta untuk membuat komitmen tentang sikap apa yang seharusnya
dilakukan dan sikap apa yang harus tidak dilakukan.
Membuat komitmen belajar adalah salah satu metode atau proses untuk
mencairkan kebekuan suasana, serta mengajak peserta mampu mengemukakan
harapan-harapan mereka dalam pelatihan, dan merumuskan nilai-nilai dan norma yang
kemudian disepakati bersama untuk dipatuhi selama proses pembelajaran.
Pokok Bahasan 3
Membangun Kerjasama Tim
Kerjasama dalam tim bearti melakukan aktivitas kerja bersama lebih dari 1 (satu)
orang dalam sebuah tim untuk mencapai satu tujuan. Kerjasama dapat dikatakan
sebagai sekumpulan orang yang memiliki tujuan sama saling berinteraksi dalam kinerja
membentuk kolaborasi usaha pada setiap anggota kelompok masing-masing.
Satu aspek dinamika tim adalah peran dan cara para anggotanya berinteraksi
dalam melaksanakan tugas. Anggota tim berperan dalam memberi informasi,
memprakarsai, menetapkan standar atau aturan, menjelaskan, merangkum dan
menguji kesepakatan. Karena itu kerjasama tim (team work) mutlak diperlukan.
Kerjasama tim tidak akan terjadi bila anggota tim tidak mampu dan tidak mau
bekerjasama seperti:
a. menghargai orang lain
b. memperluas wawasan pengetahuan
c. mengungkapkan ide, pendapat dan tanggapan
d. bernegosiasi
Berikut ini merupakan cara untuk membangun kerjasama tim yang solid :
Terbuka
Sebuah tim yang solid harus saling terbuka satu sama lain sehingga antar sesama
anggota bisa saling mengkritik (kritik membangun tentunya) dan mengevaluasi
hasil kerja tim. Bersifat terbuka antar sesama anggota tim juga dapat meningkatkan
kreativitas dan produktivitas kerja asalkan semuanya terarah dan terkontrol dengan
baik.
149
Toleransi
Toleransi antar sesama anggota harus dimiliki oleh setiap tim yang solid sebab
tanpa toleransi, sekuat apapun tim yang dibangun pasti tidak akan bertahan lama.
Saling Menghormati
Seperti sikap toleransi, sikap saling menghormati juga sangat dibutuhkan dalam
membangun sebuah kerjasama tim yang kokoh, tidak ada tim yang dapat bertahan
jika sesama anggotanya tidak saling menghormati. Saling menghormati juga dapat
dilihat pada saat mengeluarkan pendapat atau ide, yaitu pada saat ide atau
pendapat salah satu anggota tim dikritik (dapat dilihat dari cara penyampaian kritik).
Mengutamakan Kepentingan Tim
Setiap hal yang dilakukan oleh anggota tim harus berdasarkan kepentingan tim,
tidak boleh ada unsur pribadi dalam melaksanakan pekerjaan.
Mengadakan Acara
Sesekali adakan acara berkumpul bersama untuk meningkatkan kekompakan tim,
sehingga hubungan antar sesama anggota menjadi semakin kuat. Setiap acara
yang dibuat harus melibatkan setiap anggota tim, tujuannya adalah menjalin
hubungan interpersonal dan memperkuat kerjasama tim.
VII. REFERENSI
VIII. EVALUASI
Buatlah kelompok yang terdiri dari 10 orang, kemudian diskusikan siapa yang akan
menjadi ketua. Setiap kelompok diminta untuk memilih salah satu topik materi
sebagai fokus pada saat praktik, dan didiskusikan selama 20 menit. Selanjutnya
materi tersebut akan dibahas secara umum per masing-masing kelompok.
150
MATERI
RENCANA TINDAK LANJUT
I. DESKRIPSI SINGKAT
Penyusunan rencana tindak lanjut dilakukan setiap proses pelatihan berakhir.
Dengan adanya rencana tindak lanjut diharapkan setiap peserta dapat memulai
kegiatan secara terarah dan terstruktur dengan baik. Yang paling baik rencana
tindak lanjut ini dibuat berdasarkan masalah yang ingin ditangani di wilayah asal
peserta berada.
151
Diskusi Kelompok ( 60 menit )
Simulasi ( 45 menit )
b. METODE
c. MEDIA
d. DURASI : 90 menit
Pokok Bahasan 2
Penyusunan RTL Pelatihan dalam rencana tindak lanjut adalah sebagai berikut:
Komponen yang harus dicantumkan
Kegiatan yang akan dilakukan
Kapan waktu pelaksanaannya
Tempat pelaksanaan kegiatan
Besar biaya yang diperlukan
Penanggung jawab kegiatan
152
Kerangka laporan RTL adalah :
Cover ditulis “Rencana Tindak Lanjut”
Bab I Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Identifikasi Masalah
c. Tujuan
Rencana Tindak Lanjut
Penutup
VII. REFERENSI
1. Buku Pedoman Penanggulangan Asma di FKTP, Kemenkes RI, 2016
2. Buku Penanggulangan PPOK di FKTP, Kemenkes RI, 2016
3. Buku Modul Terintergrasi penemuan TB Paru, Penanggualangan Asma, PPOK
dan Pneumonia dalam Pendekatan Praktis Kesesehatan Paru (PPKP/PAL) ,
Kemenkes RI, 2016
VII. EVALUASI
Buatlah Matriks
153
154
155
PENILAIAN TERHADAP NARASUMBER / FASILITATOR
Berilah tanda centang (v) penilaian Saudara pada kolom yang sesuai
Saran :
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………..……………………………………………….................
.............................................
156
FORM PENILAIAN PENYELENGGARAAN
Berilah tanda (V) untuk pertanyaan dibawah ini yang sesuai dengan apa yang anda rasakan /
alami selama mengikuti pelatihan.
B. Pelayanan konsumsi
SANGAT
NO PELAYANAN KONSUMSI BAIK CUKUP KURANG
BAIK
Ketepatan jadwal pelayanan
1
konsumsi
Kebersihan penyajian makanan di
2
ruang makan
3 Variasi makanan
Kecukupan (porsi) makanan yang
4
disajikan
5 Cita rasa makanan yang disajikan
Sikap dan perilaku petugas
6
pelayanan konsumsi
157
C. Pelayanan kelas, aula, dan auditorium
SANGAT
NO PELAYANAN KELAS dll BAIK CUKUP KURANG
BAIK
1 Kebersihan kelas, aula, auditorium
Persiapan kelas. Aula, dan
2
auditorium saat anda masuk
Desain kelas. Aula, dan auditorium
3
saat kegiatan diklat dilaksanakan
Sikap dan perilaku petugas
4 pelayanan kelas, aula dan
auditorium
D. Pelayanan sekretariat
SANGAT
NO PELAYANAN SEKRETARIAT BAIK CUKUP KURANG
BAIK
Penyediaan alat tulis dan bahan
1
diklat
2 Penyediaan daftar hadir
E. Kesesuaian Materi
158
F. Masukan
4. Jenis diklat apa yang dirasa perlu pada institusi (daerah) saudara ?
.....................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
G. SARAN
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
159
LATIHAN KASUS
160
untuk batuknya namun belum sembuh juga. 1 Minggu terakhir ia tidak suka makan, tidur
malam tidak nyenyak dan sering terbangun pada dinihari karena batuk-batuknya
bertambah. Menurut pengakuannya suaminya adalah perokok berat sekitar 10 batang per
hari. Dokter meminta Ny.Suratmi memeriksakan dahaknya. Berat badan 45 kg.
161
bernafas panjang. Sebelum sakit Bapak Sambasa bekerja aktif setiap hari
mengurusi sawah dan seekor lembunya.Ia mengaku merokok tapi jika ditawarkan
teman kalau bertemu. Orangtuanya tidak merokok dan tidak pernah menderita
penyakit semacam ini sebelumnya. Kontak dengan unggas disangkal.
Perawat memeriksa adanya tanda-tanda kegawatan termasuk
kesadarannya. Ia bisa menjawab pertanyaan dengan baik hanya merasa agak
lemas dan kedinginan. Dari hasil penghitungan frekuensi napas 26 x/ menit dan
tekanan darah 130/85 mmHg. Frekuensi nadi 102 x/menit, BB 51 kg dan suhu
38.8 ºC.
162
lalu. Sebelumnya Bapak Bayu sudah berobat di Puskesmas Maro dan sesak
perlahan-lahan menghilang tetapi kemudian kambuh lagi. Obat 2 macam untuk
batuk dan sesak diminum 3 kali sehari selama 3 hari lalu berangsur-angsur
membaik. Keadaan ini sering berulang setiap tahun dan makin lama makin berat
terutama pada saat setelah melakukan kegiatan. Pengakuan Bapak Bayu bahwa
dahaknya terasa bertambah 2 minggu terakhir. Sejak 20 tahun yang lalu mulai
merokok kadang sampai lebih dari 1 bungkus sehari.
Pada pemeriksaan didapatkan tekanan darah 130/85 mmHg, frekuensi nadi
104 x/menit, frekuensi nafas 28 x/menit dan pendek dan lemah. Suhu badan 37°C.
Bentuk dadanya tampak menggembung seperti tong. Dokter meminta perawat
untuk memeriksa dengan peak flow meter untuk tatalaksana lebih lanjut.
Pada pemeriksaan fisis tampak sesak terutama saat berjalan, tidak ada
penggunaan otot bantu napas. Frekuensi napas 20 x /menit, frekuensi nadi 98
x/menit dan tekanan darah 110/70 mmHg, suhu 36°C. Tidak ada sianosis.
Pemeriksaan fisis paru bunyi napas vesikuler dan terdengar mengi pada ekspirasi
di kedua lapangan paru.
Pertanyaan:
1. Apa kemungkinan diagnosis kerja dan diagnosis banding untuk kasus di atas?
Jelaskan alasannya!
2. Adakah pemeriksaan penunjang lanjutan yang perlu dilakukan?
Pada pemeriksaan fisis, Frekuensi napas 12x/menit, tidak ada sianosis, tekanan
darah 140/90 mmHg, nadi 100x/menit, sela iga melebar, dada seperti Tong
(barrell chest), hipersonor, vesikuler melemah dan tidak terdengar bunyi napas
tambahan.
Pertanyaan:
1. Apakah diagnosis kerja dan diagnosis banding pasien? Jelaskan!
2. Pemeriksaan apa yang perlu dilakukan terhadap Tn. Amin?
164
Pada pengamatan perawat, ibu dalam keadaan sadar dan agak lemas. Ibu
mengatakan 6 atau 7 hari terakhir merasa lesu. Perawat menghitung tekanan
darah 125/85 mmHg, frekuensi napasnya didapatkan 22x/menit, frekuensi nadi
110x/ menit, suhu badan 37,8°C dan berat badan 37 kg. Setelah melakukan
catatan tentang keadaan pasien, Ibu Aisyah dibawa ke dokter untuk pemeriksaan
lagi.
Dokter meminta perawat untuk menyiapkan pemeriksaan dengan peakflow
meter, hasilnya setelah uji bronkus menunjukkan perbaikan (APE II – APE I)
>15%. Dan pemeriksaan dahak SPS dilanjutkan besok hari. Hasil pemeriksaan
dahak SPS negatif.
166
PANDUAN BERMAIN PERAN
MATERI: Asuhan Keperawatan Asma
MATERI INTI : Asuhan Keperawatan Individu dengan Asma
METODE : Bermain Peran
KEGIATAN FASILITATOR : 1. Membagi peserta menjadi 3 kelompok
2. Memberikan tugas kepada kelompok untuk mendiskusikan
kasus yang ada dengan terlebih dahulu merencanakan materi/
substansi yang akan diperankan dan menentukan kelompok
observer dari kelompok lain
3. Menugaskan kelompok untuk memainkan perannya sesuai
kesepakatan dari diskusi kelompok
4. Kelompok menerima Feedback atau klarifikasi observer dari
kelompok lain
KEGIATAN PESERTA : 1. Membentuk 3 kelompok
2. Menerima kasus yang diberikan oleh fasilitator dan diskusikan
peran masing-masing anggota sesuai kasus
3. Bermain peran sesuai kasus yang diterima dari fasilitator
4. Menerima feedback dan memberikan klarifikasi atas masukan/
pertanyaan observer.
TUGAS : Mainkan peran sesuai kasus tersebut dan memberikan justifikasi
tanggapan kelompok lain
ALAT BANTU : 1. Lembar kasus
2. Flipchart/ HVS
3. Spidol
4. Alat peraga/ alat bantu
KASUS
Di ruang IGD Puskesmas Perawatan Tegalsari, seorang ibu S usia 50 thn dating dengan
keluhan batuk dan mulai sesak napas sejak 5 jam yang lalu. Sesak tiba-tiba muncul setelah
cekcok dengan suami karena masalah keluarga. Ibu S batuk sejak 1 minggu yang lalu. Ibu
S jarang mengeluh sesak seperti sekarang dan selama batuk ini ibu S telah minum panadol
tetapi belum reda batuknya.
TUGAS:
1. Diskusikan apa yang seharusnya anda lakukan sebagai Perawat di IGD !
2. Peragakan apa yang seharusnya anda lakukan dengan bermain peran!
3. Berikan justifikasi terhadap tanggapan atau klarifikasi dari observer terkait tampilan
kelompok
167
PANDUAN BERMAIN PERAN DAN DISKUSI KELOMPOK
MATERI: ASUHAN KEPERAWATAN PPOK
MATERI INTI : ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN
MASALAH PPOK
SKENARIO KASUS
Hari ini Ny Tia 50 thn baru pulang kerumah setelah 3 minggu di rawat di RSUD Jombang
dengan PPOK sesak berat yang sudah diderita lama sejak 5 tahun terakhir. Ny. Tia sebagai
ibu rumah tangga dengan 5 orang anak. Anak pertama usia 17 tahun pelajar kelas 2 SMA
dan anak kelima usia 8 tahun pelajar kelas 3 SD. Pekerjaan Suami membuka warung di
rumah yang menjual kebutuhan rumah tangga dan punya kebiasaan merokok minimal 2
bungkus sehari dan sudah lama mempunyai keluhan batuk-batuk tetapi diabaikan.
TUGAS:
Diskusikan kasus keluarga tersebut!
a. Data apa yang akan saudara lengkapi pada kasus tersebut
b. Rumuskan diagnosa keperawatan Keluarga sesuai dengan kasus yang terkumpul
c. Tentukan rencana asuhan keperawatan keluarga dan rencana pelaksanaan serta evaluasi
yang akan saudara lakukan untuk kasus tersebut
d. Presentasikan hasil diskusi kelompok saudara
168
PRE TEST
Pelatihan Pengendalian Asma dan PPOK
dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di FKTP
Waktu : 15 Menit
Instansi : ………………………………
Pilihlah jawaban yang paling benar dengan tanda silang (X) pada lembar jawaban
2. Penyakit yang menjadi perhatian pada Pendekatan Praktis Kesehatan Paru adalah :
a. ISPA, Bronkitis, Asma, PPOK
b. ISPA, Flu burung, Asma, PPOK
c. TB, Pneumonia, Asma, Kanker paru
d. TB, Pneumonia, Asma, PPOK
169
5. Obat inhalasi direkomendasikan dalam tatalaksana asma karena :
a. Onset cepat
b. Efek samping minimal
c. Bekerja secara lokal di saluran napas
d. Semua jawaban di atas benar
170
d. Hambatan aliran udara umumnya ireversibel, sesak pada saat inspirasi, nyeri
dada, adanya faktor risiko merokok
10. Dalam klasifikasi dinyatakan PPOK berat dengan hasil pengukuran spirometri :
a. VEP1/KVP < 70%, VEP1 < 30% prediksi, atau VEP1 > 30 % dengan gagal napas
kronik.
b. VEP1/KVP < 80%, VEP1 < 50% prediksi, atau VEP1 > 30 % dengan gagal napas
kronik.
c. VEP1/KVP < 70%, VEP1 < 30% prediksi, atau VEP1 > 50 % dengan gagal napas
kronik.
d. VEP1/KVP < 80%, VEP1 < 50% prediksi, atau VEP1 > 50 % dengan gagal napas
kronik.
171
SIMULASI ALAT KESEHATAN
Panduan
Jelaskan cara penggunaan peralatan, obat, pengukuran fungsi paru di
Puskesmas dan mempraktekkan penggunaannya di bawah pengawasan
fasilitator/narasumber.
Demonstrasikan dan praktekkan penggunaan IDT, IDT dengan spacer,
nebulizer, pengukuran APE, uji bronkodilator dan penilaian kontrol asma
dengan ACT!
1. Jelaskan cara-cara pemberian obat inhalasi, keunggulan, indikasi, dan cara
penggunaan obat inhalasi yaitu IDT, IDT dengan spacer dan nebulizer!
2. Jelaskan cara pemeriksaan fungsi paru (APE) dengan alat peak flowmeter
dan interpretasi hasilnya!
3. Jelaskan cara melakukan uji bronkodilator dan evaluasinya dengan
menggunakan alat peak flow meter!
4. Jelaskan cara dan klasifikasi penilaian kontrol Asma dengan menggunakan
asthma control test (ACT)!
172
Daftar Tilik
Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi dengan Peak Flowmeter
Daftar tilik ini digunakan oleh peserta latih untuk mengetahui tingkat keterampilan
peserta dalam melakukan praktek pemeriksaan fungsi paru. Serta untuk
memastikan bahwa langkah-lagkah yang harus dipahami oleh peserta latih dalam
penggunaan alat pemeriksaan fungsi paru tidak terlewat.
Beri nilai kinerja setiap langkah yang diamati dengan menggunakan skala nilai
berikut ini:
0 Tidak dikerjakan
1 Mengerjakan Tetapi Perlu Perbaikan:
Langkah atau tugas dikerjakan tetapi kurang tepat/tidak sesuai urutan
2 Mampu Mengerjakan:
Langkah atau tugas dikerjakan dengan benar dan urutan yang benar
173
Daftar Tilik
Pemeriksaan Faal Paru dengan Uji Bronkodilator
Daftar tilik ini digunakan oleh peserta latih untuk mengetahui tingkat keterampilan
peserta dalam melakukan praktek pemeriksaan fungsi paru. Serta untuk
memastikan bahwa langkah-lagkah yang harus dipahami oleh peserta latih dalam
penggunaan alat pemeriksaan fungsi paru tidak terlewat.
Beri nilai kinerja setiap langkah yang diamati dengan menggunakan skala nilai
berikut ini:
0 Tidak dikerjakan
1 Mengerjakan Tetapi Perlu Perbaikan:
Langkah atau tugas dikerjakan tetapi kurang tepat/tidak sesuai urutan
2 Mampu Mengerjakan:
Langkah atau tugas dikerjakan dengan benar dan urutan yang benar
174
Daftar Tilik Uji Bronkodilator
Langkah/Tugas Skor
6. Minta pasien menunggu 15 menit untuk melakukan pemeriksaan
ulang.
7. Setelah 15 menit, ulangi langkah no.1.
8. Hitung kenaikan nilai APE sebelum dan sesudah bronkodilator
(%)
Daftar Tilik
Penggunaan Nebulizer
Daftar tilik ini digunakan oleh peserta latih untuk mengetahui tingkat keterampilan
peserta dalam melakukan praktek penggunaan nebulizer. Serta untuk memastikan
bahwa langkah-lagkah yang harus dipahami oleh peserta latih dalam penggunaan
alat nebulizer terlewat.
Beri nilai kinerja setiap langkah yang diamati dengan menggunakan skala nilai
berikut ini:
0 Tidak dikerjakan
1 Mengerjakan Tetapi Perlu Perbaikan:
Langkah atau tugas dikerjakan tetapi kurang tepat/tidak sesuai urutan
2 Mampu Mengerjakan:
Langkah atau tugas dikerjakan dengan benar dan urutan yang benar
175
Daftar Tilik Penggunaan Nebulizer
Langkah/Tugas Skor
Persetujuan Tindakan Medik
Persiapan Sebelum Tindakan 0 1 2
7. Mouthpiece/ masker dilepaskan dan direndam/dicuci dengan air
panas, lalu dikeringkan dengan menggunakan lap, kain yang
halus
Daftar Tilik
Penggunaan Inhalasi Dosis Terukur
Daftar tilik ini digunakan oleh peserta latih untuk mengetahui tingkat keterampilan
peserta dalam melakukan praktek pemeriksaan fungsi paru. Serta untuk
memastikan bahwa langkah-lagkah yang harus dipahami oleh peserta latih dalam
penggunaan alat pemeriksaan fungsi paru tidak terlewat.
Beri nilai kinerja setiap langkah yang diamati dengan menggunakan skala nilai
berikut ini:
0 Tidak dikerjakan
1 Mengerjakan Tetapi Perlu Perbaikan: Langkah atau tugas dikerjakan tetapi
kurang
tepat/tidak sesuai urutan
2 Mampu Mengerjakan: Langkah atau tugas dikerjakan dengan benar dan
urutan yang benar
176
Daftar Tilik Untuk Penggunaan IDT
Langkah/Tugas Skor
- Lepas IDT dari mulut
- Bila memerlukan obat lebih dari 1 semprotan, ulangi prosedur
yang sama dengan diatas
177
Daftar Tilik
Penggunaan Inhalasi Dosis Terukur dengan Spacer
Daftar tilik ini digunakan oleh peserta latih untuk mengetahui tingkat keterampilan
peserta dalam melakukan praktek pemeriksaan fungsi paru. Serta untuk
memastikan bahwa langkah-lagkah yang harus dipahami oleh peserta latih dalam
penggunaan alat pemeriksaan fungsi paru tidak terlewat.
Beri nilai kinerja setiap langkah yang diamati dengan menggunakan skala nilai
berikut ini:
0 Tidak dikerjakan
1 Mengerjakan Tetapi Perlu Perbaikan: Langkah atau tugas dikerjakan tetapi
kurang tepat/tidak sesuai urutan
2 Mampu Mengerjakan: Langkah atau tugas dikerjakan dengan benar dan
urutan yang benar
178
SOAL PRE DAN POST TEST MATERI KEPERAWATAN
1. Perkesmas adalah:
A. Pelayanan keperawatan profesional berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan
B. Pelayanan keperawatan profesional yang memfokuskan sasaran
pelayanan keluarga
C. Pelayanan keperawatan profesional yang merupakan perpaduan antara
konsep kesehatan masyarakat dengan keperawatan
D. Pelayanan keperawatan profesional yang dilakukan dalam bentuk
kunjungan rumah
179
A. Keluarga mampu mengenal masalah
B. Keluarga mampu meningkatkan pengetahuan
C. Keluarga mampu memodifikasi lingkungan
D. Keluarga mampu memanfaatkan sumber daya dan fasilitas kesehatan
Kasus :
Di wilayah kerja Puskesmas Gombong terdapat kelompok lansia yang
beranggotakan sekitar 30 orang. Sekitar 30 % anggota kelompok menderita
Asma dan atau PPOK, mempunyai perilaku dan atau faktor risiko yang
mendukung kejadian Asma atau PPOK. Kondisi lingkungan wilayah
tersebut adalah hutan dan kebiasaan membuang sampah di bakar.
180