Anda di halaman 1dari 3

2.

1 Tanaman Tomat
Tomat merupakan tanaman sayuran yang sudah dibudidayakan sejak
ratusan tahun silam, tetapi belum diketahui dengan pasti kapan awal
penyebarannya. Jika ditinjau dari sejarahnya, tanaman tomat berasal dari
Amerika, yaitu daerah Andean yang merupakan bagian dari negara Bolivia, Cili,
Kolombia, Ekuador, dan Peru. Semula di negara asalnya, tanaman tomat hanya
dikenal sebagai tanaman gulma. Namun, seiring dengan perkembangan waktu,
tomat mulai ditanam, baik di lapangan maupun di pekarangan rumah, sebagai
tanaman yang dibudidayakan atau tanaman yang dikonsumsi (Purwati dan
Khairunisa, 2007).
Di negara tropis seperti Indonesia, tanaman tomat memiliki daerah
penyebaran yang cukup luas, yaitu di dataran tinggi (≥ 700 m dpl), dataran
medium tinggi (450 - 699 m dpl), dataran medium rendah (200 - 499 m dpl), dan
dataran rendah (≤ 199 m dpl) (Purwati dan Khairunisa., 2007).
2.1.1 Klasifikasi Tomat
Klasifikasi Tomat (Lycopersicon esculentum) Menurut Simpson (2010)
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Solanales
Family : Solanaceae
Genus : Lycopersicon
Species : Lycopersicon esculentum
2.1.2 Morfologi Tomat
Tanaman tomat memiliki habitus berupa herba yang hidup tegak atau
bersandar pada tanaman lain, berbau kuat, tinggi 30-90 cm. Batang berbentuk
bulat, kasar, memiliki trikhoma, rapuh, dan sedikit memiliki percabangan. Daun
majemuk menyirip gasal berselang-seling dan memiliki trikhoma pada helaian
dan tangkai daunnya. Bunga pada tanaman tomat berkelamin dua (hermaprodit),
kelopaknya berjumlah 5 buah dengan warna hijau dan memiliki trikhoma,
sedangkan mahkotanya yang berjumlah 5 buah berwarna kuning. Alat kelaminnya
terdiri atas benang sari dan putik. Buah tomat merupakan buah tunggal dan
merupakan buah buni dengan daging buah lunak agak keras, berwarna merah
apabila sudah matang, mengandung banyak air dengan kulit buah yang sangat
tipis (Purwati dan Khairunisa., 2007).
2.2 Sclerotium rolfsii

Bentuk teleomorf dari cendawan S. rolfsii adalah Athelia rolfsii, termasuk


ke dalam kelompok cendawan Agonomycetes. Miselium cendawan S. rolfsii
berwarna putih seperti bulu. Sel hifa primer di bagian tepi koloni mempunyai
lebar 4–9 μm, dan panjang mencapai 350 μm. Hifa mempunyai satu atau lebih
hubungan klan. Sel hifa sekunder, tersier, dan seterusnya berukuran lebih kecil
dari sel primer dan mempunyai lebar 1,6–2 μm. Percabangannya membentuk
sudut yang lebih besar dan tidak mempunyai hubungan klan (Fichtner 2010).
Seperti cendawan yang lain, S. rolfsii juga mempunyai hifa, tetapi hifanya
tidak membentuk spora melainkan sklerotia, sehingga identifikasinya didasarkan
atas karakteristik, ukuran, bentuk, dan warna sklerotia. Pada media buatan,
sklerotia baru terbentuk setelah 8–11 hari. Sklerotia terdiri atas tiga lapisan, yaitu
kulit dalam, kulit luar, dan kulit teras. Pada kulit dalam terdapat 6–8 lapisan sel,
kulit luar 4–6 lapisan sel, sedangkan kulit teras terdiri atas benang-benang hifa
yang hialin dan tidak mengalami penebalan dinding sel (Fichtner, 2010).
Pada lapisan dalam sklerotia terdapat gelembung-gelembung yang
merupakan cdangan makanan. Bagian dalam sklerotia yang tua mengandung gula,
asam amino, asam lemak, dan lemak, sedangkan bagian dindingnya mengandung
gula, kitin, laminarin, asam lemak, dan β 1−3 glukosida. Permukaan sklerotium
dapat mengeluarkan eksudat berupa ikatan ion, protein, karbohidrat, enzim
endopoligalakturonase, dan asam oksalat. Asam oksalat yang dihasilkan S. rolfsii
bersifat racun terhadap tanaman (fitotoksik). S. rolfsii juga mengeluarkan L-prolin
yang merupakan antibiotik terhadap bakteri tertentu. Selama masa awal
pertumbuhannya, pembentukan asam oksalat meningkat (Sumartini, 2011).
Cendawan S. rolfsii banyak ditemukan pada musim hujan, terutama pada
tanah yang lembap. Kedua jenis cendawan ini dapat membentuk struktur dorman,
yaitu sklerotia pada permukaan tanah atau pangkal batang. Sklerotia mempunyai
kulit tebal dan keras sehingga tahan terhadap keadaan lingkungan yang tidak
menguntungkan, terutama kekeringan dan suhu tinggi. Masa dorman akan
berakhir jika kondisi lingkungan cocok untuk perkembangannya. Bahan-bahan
kimia yang bersifat menguap yang dihasilkan oleh akar tanaman akan
menstimulasi sklerotia untuk segera berkecambah menjadi hifa yang siap
menginfeksi bagian tanaman pada daerah rizosfer (zona perakaran).
Tanaman inang cendawan S. rolfsii sangat luas, meliputi famili
Leguminoceae (kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang merah, buncis),
Gramineae (padi, jagung, sorgum, terigu, rumput teki), Solanaceae (tomat, terung,
kentang), Cucurbitaceae (kelompok labu), kapas, kubis, wortel, bit gula, bawang
merah, krisan, dan tembakau. Ferreira dan Boyle (2006) melaporkan bahwa S.
rolfsii di Hawai mempunyai tanaman inang yang sangat luas, seperti tanaman
hortikultura (anyelir, krisan, terung, tomat, semangka, amarilis, pisang, mangga,
bit gula, kubis, wortel, kol bunga, seledri, melon, sawi, bunga bakung, bawang
merah, bawang putih, dan selada), tanaman pangan (jagung, ubi jalar, talas), dan
tanaman perkebunan (tebu, kapas, kopi, dan jahe). Faktor-faktor yang
memengaruhi cara bertahan hidup cendawan S. rolfsii sangat kompleks, meliputi
faktor biotik (interaksi dengan mikroorganisme lain), dan abiotik yang meliputi
suhu, kelembapan tanah, kandungan oksigen, dan pH tanah.

Anda mungkin juga menyukai