ACARA I
IDENTIFIKASI JENIS LAMUN
1. Mendeskripsikan ekologi
Istilah ekologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu:15/259 oikos dan
logos. Istilah ini mula-mula diperkenalkan oleh Emut Haeckel pada tahun 1869.
Ekologi berasal dari kata Yunani oikos, yang berarti rumah dan logos, yang
berarti ilmu pengetahuan. Jadi, ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan
timbal balik (interaksi) antara organisme dengan alam sekitar atau lingkungannya.
Jauh sebelumnya, studi dalam bidang-bidang yang sekarang termasuk dalam
ruang lingkup ekologi telah dilakukan oleh para pakar. Ekologi merupakan cabang
biologi, dan merupakan bagian dasar dari biologi (Gambar 1.1). Ruang lingkup
ekologi meliputi populasi, komunitas, ekosistem, hingga biosfer. Studi-studi
ekologi dikelompokkan ke dalam autekologi dan sinekologi. Sebagai bagian dari
cabang biologi, ekologi pun terkait dengan disiplin ilmu lainnya dalam biologi,
seperti morfologi, fisiologi, evolusi, genetika, zoologi, botani, biologi molekuler
dan entomologi Ekologi berkembang seiring dengan perkembangan ilmu dan
teknologi. Perkembangan ekologi tak lepas dari perkembangan ilmu yang lain.
Misalnya, berkembangnya ilmu komputer sangat membantu perkembangan
ekologi. Penggunaan model-model matematika dalam ekologi misalnya, tidak
lepas dari perkembangan matematika dan ilmu komputer.
Populasi ialah organisme satu spesies yang mendiami suatu tempat. Komunitas
adalah kumpulan spesies organisme yang mendiami suatu tempat. Komunitas
beserta lingkungan abiotik membentuk sistem ekologi yang disebut ekosistem.
Komunitas pada acuan dari Eropa dan Rusia disebut biocoenosis, sedangkan
ekosistem dikenal dengan sebutan biogeocoenosis. Biosfir at ekosfir mencakup
semua organisme di bumi yang berinteraksi dengan lingkungan fisik. Ditinjau dari
tingkat spektrum organisasi, bidang ekologi, makin kearah kanan makin rumit,
tetapi dalam beberapa hal kurang rumit dan kurang beragam karena adanya
homeostatic fluktuasinya dibandingkan dengan fotosintesis antar organisme.
organ-organisme-spesies-dst) belum dikuasai. Pendapat ini banyak dianut. Tetapi
dalam kenyataannya tidak semua sifat pada tingkat yang lebih tinggi dapat diduga
apabila diketahui sifat tingkat bawah. Contoh : sifat air (H2O) tidak dapat diduga
dari sifat H₂ dan Juga sifat ekosistem tidak dapat diduga hanya dari sifat
populasi
secara terpisah-pisah. Fieblemanm (1954) menamakan penyamarataan ini dengan
teori tingkat-tingkat integratif.
Lamun adalah satu-satunya tumbuhan berbunga (Spermatophyta) yang secara
penuh beradaptasi pada lingkungan perairan. Tumbuhan ini mampu hidup di
media air asin, berfungsi normal dalam keadaan terbenam, mempunyai sistem
perakaran yang berkembang baik serta mampu melaksanakan daur generatif
dalam keadaan terbenam. Lamun dapat berkembang membentuk hamparan luas di
mintakat pasang surut (intertidal) maupun subtidal sehingga membentuk padang
luas yang disebut padang lamun. Padang lamun dihuni oleh berbagai biota, mulai
yang hidup di dasar perairan (bentos), hidup di perairan antara daun lamun
(nekton dan plankton) serta yang menempel di daun baik yang menetap
(peribiota) maupun yang tidak.
Lamun juga merupakan tumbuhan akuatik yang telah beradaptasi untuk bisa
bertahan hidup dalam lingkungan perairan. Tumbuhan ini memiliki kedekatan
lebih besar dengan tumbuhan darat dibanding tumbuhan laut lainnya seperti alga.
Hal ini karena lamun memiliki akar, rhizoma, batang, dan daun seperti halnya
tumbuhan (rerumputan) darat pada umumnya. Lamun tumbuh subur di laut dan
muara perairan dangkal di seluruh dunia, seperti daerah pasang surut, estuari, di
depan formasi hutan bakau dan sering juga ditemui di terumbu karang. Umumnya
tumbuh pada habitat berpasir, berlumpur dan berkoral. Adakalanya lamun
membentuk komunitas yang hingga merupakan padang lamun (seagrass bed) yang
cukup luas. Kurang lebih ada 58 jenis lamun di seluruh dunia dimana dari
keseluruhan jenis tersebut, 12 jenis terdapat di Indonesia.
Secara umum kondisi lamun pada saat pasang, lamun tenggelam dan ketika surut
terendah hampir semua lamun terpapar sinar matahari. Sebagian besar jenis lamun
tidak mampu mentoleransi kondisi kekeringan sehingga tidak mampu untuk
tumbuh pada zona intertidal, hanya jenis lamun yang berukuran kecil dan mampu
menahan air di antara daun-daunnya, sehingga ketika terpapar pada surut terendah
mampu bertahan pada daerah tersebut seperti jenis lamun Halodule uninervis.
Namun beberapa jenis lamun tidak mampu bertahan terhadap kekeringan
misalnya S. isoetifolium. yang ditemukan pada kolam-kolam dangkal pada daerah
terumbu. Distribusi ukuran partikel sedimen sangat mempengaruhi pertukaran air
pori dengan kolom air di bagian atasnya. Pada distribusi ukuran partikel yang
cenderung ke arah debu dan liat akan menyebabkan pertukaran air pori dengan
kolom air menjadi rendah sehingga konsentrasi nutrien dan fitotoksin seperti
sulfida dalam sedimen akan meningkat. Kondisi sebaliknya akan dialami oleh
lamun jika menempati tipe sedimen pasir kasar.
Paparan udara juga dapat mempengaruhi pertumbuhan lamun, semakin terpapar
maka pertumbuhan semakin lambat dan dapat menyebabkan kematian pada
lamun. Selain nutrien lamun membutuhkan kondisi pasang yang cukup agar
tubuhnya terendam sehingga memiliki pertumbuhan lamun yang optimum.
Rhizome lamun merupakan bagian tubuh lamun yang berada dibagian bawah
tubuh lamun, rhizome ini hidup dengan tertutup oleh substrat. Pertumbuhan
rhizome ditandai dengan bertambah panjangnya rhizome lamun, bertambah
panjangnya rhizome lamun ditandai dengan munculnya tunas baru. Pertumbuhan
rhizome lamun berperan dalam perkembangbiakan vegetatif pada lamun.
Reproduksi secara vegetatif sangat penting dalam proses penyebaran lamun.
Lamun yang memiliki ukuran yang besar akan memiliki umur yang panjang,
sedangkan lamun yang memiliki ukuran yang kecil akan memiliki umur yang
cepat. Proses pertumbuhan rhizome yang lambat pada lamun jenis Thalassia
hemprichii menandakan bahwa proses suksesi lamun tersebut berjalan sangat
lambat dibandingkan dengan pertumbuhan rhizome lamun Cymodocea rotundata
yang memiliki pertumbuhan rhizome yang lebih cepat yang menandakan bahwa
proses suksesi berjalan lebih cepat. Selain itu lambatnya pertumbuhan rhizome
pada lamun yang memiliki tubuh besar dikarenakan lamun yang bertubuh besar
lebih mengutamakan menyusun karbohidrat dalam tubuhnya sebagai cadangan
makanan, sehingga lamun bertubuh besar lebih siap ketika menghadapi ancaman
yang berasal dari lingkungan.
Kualitas Air
Kondisi perairan merupakan faktor penting dalam kelangsungan kehidupan biota
atau organisme di suatu perairan laut (Gambar 8). Kondisi perairan sangat
menentukan kelimpahan dan penyebaran organisme di dalamnya, akan tetapi
setiap organisme 13 memiliki kebutuhan dan preferensi lingkungan yang berbeda
untuk hidup yang terkait dengan karakteristik lingkungannya. Kondisi perairan di
suatu ekosistem meliputi suhu, kedalaman, salinitas, pH, oksigen terlarut (DO),
kekeruhan, nitrat, dan fosfat serta fraksi substrat.
Suhu
Suhu merupakan salah satu parameter fisik perairan yang mempengaruhi
kehidupan organisme perairan. Organisme perairan mempunyai toleransi yang
berbeda-beda terhadap suhu. Suhu dapat mempengaruhi fotosintesis karena proses
pengambilan unsur hara sangat tergantung pada suhu air. Hewan yang hidup di
zona pasangsurut dan sering mengalami kekeringan mempunyai daya tahan yang
tinggi terhadap perubahan suhu. Pada daerah tropis dan sub tropis lamun mampu
tumbuh optimal pada kisaran suhu 23 °C dan 32 °C. Menurut, kisaran temperatur
optimal bagi spesies lamun adalah 28-30 °C, dimana suhu dapat mempengaruhi
proses-proses fisiologiyaitu proses fotosintesis, pertumbuhan dan reproduksi.
Proses-proses fotosintesis ini akan menurun dengan tajam apabila suhu berada di
luar kisaran optimal. Pada suhu 38 °C dapat menyebabkan lamun menjadi stres
dan pada suhu 48 °C dapat menyebabkan kematian. Sedangkan suhu 43 °C akan
menyebabkan kematian masal lamun setelah dua hingga tiga hari, sehingga
dengan kenaikan suhu yang ekstrim akan mempengaruhi fungsi ekologis lamun
pada daerah tropis. Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara
vertikal.
Kedalaman
Lamun tumbuh di zona intertidal bawah dan subtidal atas hingga mencapai
kedalaman 30 m. Zona intertidal dicirikan oleh tumbuhan pionir yang didominasi
oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan Holodule pinifolia, Sedangkan
Thalassodendron ciliatum mendominasi zona intertidal bawah. Selain itu,
kedalaman perairan juga berpengaruh terhadap kerapatan dan pertumbuhan
lamun. Pertumbuhan tertinggi Enhalus acoroides pada lokasi yang dangkal dengan
suhu tinggi. Selain itu di Teluk Tampa Florida ditemukan kerapatan T. testudinun
tertinggi pada kedalaman sekitar 100 cm dan menurun sampai pada kedalaman
150 cm. Pantai yang landai memiliki hubungan yang erat dengan adanya sebaran
sedimen. Pantai yang landai dapat menyebabkan proses pengendapan semakin
tinggi dengan proses sedimentasi yang cepat, sedangkan tingkat pengendapan
yang besar dapat mengakibatkan pantai menjadi landai. Kedalaman di perairan
juga sangat mempengaruhi keberadaan lamun, semakin dalam suatu perairan
maka kemampuan lamun untuk melakukan proses fotosintesis juga akan
terhambat. Menambahkan distribusi lamun terbatas pada kedalaman yang tidak
lebih dari 10 m dikarenakan lamun membutuhkan intensitas cahaya yang cukup
bagi proses fotosintesis di perairan.
Salinitas
Salinitas juga merupakan parameter fisik perairan yang penting bagi kehidupan
organisme perairan. Secara langsung, perubahan salinitas dapat mempengaruhi
penyebaran organisme perairan dan secara tidak langsung, dapat merubah
komposisi organisme dalam suatu perairan. Salinitas adalah tingkat keasinan atau
kadar garam terlarut dalam air. Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan
garam dalam tanah. Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan
saluran air alami sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air
tawar. Kandungan garam pada air tawar secara definisi, kurang dari 0.5 ppt. Jika
lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau. Lebih dari 30 ppt, merupakan
air laut.
Nilai salinitas akan berbeda-beda pada setiap jenis perairan, untuk perairan pesisir
nilai salinitas sangat dipengaruhi masukan air tawar. Salinitas perairan
berpengaruh terhadap lamun secara langsung salinitas berpengaruh terhadap
kerapatan dan biomassa lamun. Kerapatan dan biomassa lamun berhubungan
dengan produktivitas primer yang berlangsung, hal ini terkait dengan penyerapan
nutrisi yang sangat dipengaruhi salinitas. Lamun memiliki toleransi yang tinggi
terhadap fluktuasi salinitas, lamun masih dapat ditemukan pada perairan dengan
salinitas 10-40 ppm. Kisaran salinitas yang optimal untuk kehidupan lamun antara
24 hingga 35 ppm. Salinitas yang optimal secara umum untuk pertumbuhan lamun
adalah berkisar antara 25-35 ppm.
Nitrat merupakan suatu unsur penting dalam sintesa protein tumbuhan, namun
pada badan perairan yang memiliki nitrat yang berlebih akan menyebabkan
kurangnya oksigen terlarut di perairan dan menyebabkan banyak organisme yang
mati. Kadar nitrat yang melebihi dari 0,05 mg/l dapat bersifat toksik bagi
organisme perairan yang sangat sensitif. Kadar nitrat yang melebihi 0,02 mg/1
dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi (pengkayaan) perairan, yang
selanjutnya menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara cepat
(blooming). Senyawa-senyawa nitrogen sangat dipengaruhi oleh kandungan
oksigen dalam air, pada saat kandungan oksigen rendah nitrogen berubah menjadi
amonia dan saat kandungan oksigen tinggi nitrogen berubah menjadi nitrat.
Kadar fosfat di perairan laut yang normal berkisar antara 0,00031-0,124 mg/l.
Kadar fosfat di perairan ini masih berada di batasan konsentrasi yang
dipersyaratkan. Disebutkan bahwa baku mutu konsentrasi fosfat yang layak untuk
kehidupan biota laut dalam keputusan Menteri Lingkungan Hidup, KLH (2004)
adalah 0,015 mg/l. Sumber fosfor di perairan dan sedimen adalah deposit fosfor,
industri, limbah domestik, aktivitas pertanian, pertambangan batuan fosfat, dan
penggundulan hutan. Fosfat di perairan secara alami berasal dari pelapukan batuan
mineral dan dekomposisi bahan organik. Sedimen merupakan tempat
penyimpanan utama fosfor dalam siklus yang terjadi di lautan. Umumnya dalam
bentuk partikulat yang berikatan dengan oksida besi dan senyawa hidroksida.
Senyawa fosfor yang terikat di sedimen dapat mengalami dekomposisi dengan
bantuan bakteri maupun melalui proses abiotik menghasilkan senyawa fosfat
terlarut yang dapat mengalami difusi kembali ke dalam kolom air.
Fraksi Substrat
Kehidupan lamun sangat erat kaitannya dengan substrat. Beberapa jenis lamun
menyukai habitat substrat tertentu. Korelasi antara substrat dan hewan
makrozobenthos, dimana makrozobentos seperti teripang sangat bergantung
terhadap kondisi substrat untuk keberlangsungan hidupnya sehingga kondisi
substrat suatu perairan juga akan mempengaruhi penyebaran hewan tersebut.
Hampir semua jenis lamun yang ditemui di Indonesia mampu hidup pada substrat
berpasir (Gambar 10). Cymodocea rotundata tumbuh pada dasar pasir di dekat
pantai yang terbuka saat surut dan jauh dari pantai yang selalu tergenang air, yang
tumbuh bersama-sama Thalassia hemprichii. Enhalus acoroides tumbuh pada
dasar lumpur, pasir dan pasir berkoral yang selalu tergenang air, yang tumbuh
bersama-sama Thalassia hemprichii, Syringodium isoetifolium, Cymodocea
serrulata, Halodule uninervis, dan Halophila ovalis.
Halophila ovalis tumbuh pada dasar substrat keras, pasir dan lumpur di daerah
terbuka di sepanjang batas pasang surut yang tumbuh bersama-sama Halodule
uninervis, Halodule pinifolia, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata
Thalassia hemprichii, dan Enhalus acoroides. Thalassia hemprichii tumbuh
dominan pada dasar pasir ataupun puing karang mati dan dapat tumbuh pada dasar
lumpur serta tumbuh bersama-sama Halophila ovalis, Halodule uninervis, dan
Cymodocea serrulata. Lamun jenis Thalassia hemprichii dan Halodule uninervis
memiliki kerapatan tertinggi dibanding jenis lainnya. Tingginya kerapatan lamun
jenis Thalassia hemprichii berkaitan dengan kemampuan adaptasinya yang tinggi
terhadap semua tipe substrat. Thalassia hemprichii hidup dalam semua jenis
substrat, bervariasi dari pecahan karang hingga substrat lunak. Thalassia
hemprichii sering diasosiasikan dengan terumbu karang dan umum ditemukan
pada substrat berupa patahan karang dan biasa membentuk padang lamun yang
padat. Spesies ini biasa ditemukan mendominasi pada substrat berlumpur,
terutama terutama ketika surut.
Lamun jenis lainnya seperti H. uninervis, merupakan spesies lamun yang bersifat
pionir yang tumbuh di perairan yang sangat dangkal dengan substrat pecahan
karang, karena jenis ini bersifat pionir maka dalam proses perkembangan substrat
dasar tentunya akan ikut tergeser oleh jenis lainnya. Jenis lamun pionir umumnya
memiliki kemampuan untuk tumbuh dengan cepat sehingga dapat menstabilkan
substrat. Penutupan lamun berhubungan erat dengan habitat atau bentuk morfologi
dan ukuran suatu spesies lamun. Kerapatan yang tinggi dan kondisi pasang surut
saat pengamatan juga dapat mempengaruhi nilai estimasi penutupan lamun. Satu
individu E. acoroides dan T. hemprichii akan memiliki nilai penutupan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan satu individu H. uninervis karena ukuran daun E.
acoroides yang jauh lebih besar. Sedangkan individu lamun yang berukuran lebih
kecil seperti Halophila minor akan memiliki nilai persentase penutupan yang lebih
kecil pula.
B. PEMBAGIAN EKOLOGI
Secara umum, dasar integratif fungsional yang komprehensif pertumbuhan sifat-
sifat dengan naiknya kompleksitas struktur merupakan suatu hal yang sangat
penting dalam ekologi.
1). Berdasarkan keilmuan: Sinekologi: mempelajari hubungan satu spesies
organisme dengan alam sekitarnya
Outekologi mempelajari hubungan sekelompok spesies organisme dengan alam
sekitarnya.
dipengaruhi oleh kondisi kualitas perairan pada habitat lamun. Kualitas perairan
tentunya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di sekitarnya. Beberapa parameter
kualitas perairan yang memengaruhi kehidupan lamun diantaranya seperti jenis
substrat, suhu, kekeruhan, salinitas, pH dan kandungan nutrien (Kawaroe et al.,
2016). Kondisi kualitas perairan di sekitar padang lamun dipengaruhi deh
beberapa faktor seperti tingginya aktivitas manusia seperti pembuangan limbah
dan pembangunan di kawasan pesisir. Penelitian yang dilakukan oleh Lisdayanti
(2017) menjelaskan bahwa dampak aktivitas manusia berpengaruh terhadap
kualitas perairan seperti kekeruhan dan penurunan cahaya di perairan. Hal
tersebut dapat berdampak terhadap laju fotosintesis, laju pertumbuhan dan
struktur anatomi jaringan daun dan rhizoma lamun serta kandungan klorofil lamun
yang merupakan salah satu komponen yang berperan dalam proses fotosintesis.
Selain itu menurut Natsir et al. (2020) berkurangnya ketersedian cahaya di
perairan akan mengurangi kemampuan fotosintesis dan fisiologi tumbuhan air.
Perairan Pulau Bintan di Kepulauan Riau memiliki 10 jenis lamun dari 16 jenis
lamun yang ada di Indonesia (Kawaroe et al., 2016; Kurniawan et al., 2020).
Hamparan padang lamun tersebar hampir di seluruh pesisir Pulau Bintan
khususnya kawasan pesisir timur dan pulau kecil di sekitarnya dengan luasan
mencapai sekitar 2.094 Ha (Supriyadi et al., 2018). Persebaran lamun juga
terdapat di perairan Pulau Dompak yang berdekatan dengan Pulau Bintan.
Umumnya palang lamun yang ada di perairan Pulau Bintan di pulau di sekitarnya
termasuk ke dalam padang lamun multispesies dengan kondisi lingkungan.
perairan yang bervariasi. Sebagai contoh kondisi padang lamun di pesisir timur
Pulau Bintan umumnya memiliki jenis substrat dengan dominasi pasir serta
memiliki tingkat kekeruhan yang rendah, sedangkan padang lamun yang berada di
Pulau Dompak memiliki jenis substrat berupa pasir berlumpur dengan tingkat
kekeruhan yang lebih tinggi (Nugraha et al., 2020). Adanya perbedaan
karakteristik lingkungan baik secara alami maupun pengaruh aktivitas manusia
diduga dapat memengaruhi adaptasi lamun. Tingkat adaptasi lamun terhadap
perbedaan lingkungan peraina dapat dipelajari melalui struktur anatomi dan
kandungan klorofil. Struktur anatomi lamun memiliki peran penting dalam proses
adaptasi lamun terhadap kondisi lingkungan (Kaewskhrikhaw et al., 2014). Pada
struktur anatomi lamun terdapat sistem lakuna yang berperan penting dalam
proses pertukaran gas. mengungkapkan bahwa lakuna pada lamun memiliki sifat
yang sangat responsif terhadap terjadinya perbedaan kondisi lingkungan perairan,
ukuran lakuna juga dapat dipengaruhi oleh ukuran morfologi daun.
Struktur anatomi rhizoma Jamun Eacoroides yang berada di perairan Teluk Bakan
umumnya memiliki tingkat ketebalan yang lebih tinggi untuk jaringan stele dan
korteks dibandingkan stasiun lainnya. Jaringan epidermis memiliki tingkat
ketebalan yang tinggi di perairan Dompak. Penebalan jaringan pada struktur
anatomi lamun merupakan bentuk dari suatu respon terhadap perbedaan kondisi
lingkungan perairan (Rosalina et al., 2019). Tingginya nilai ketebalan struktur
anatomi pada jaringan rhizoma di perairan Teluk Bakau dan Dompak diduga
dikarenakan tingginya kandungan bahan organik pada sedimen di lokasi tersebut
dibandingkan dengan Stasiun Berakit.
Tingginya konsentrasi bahan organik pada. sedimen berkaitan dengan
ketersediaan unsur hara yang terdapat pada sedimen tersebut. Tingginya unsur
hara dalam sedimen berpengaruh terhadap pematangan sel yang lebih cepat dan
terjadinya. penebalan jaringan (Zurba. 2018). Tingginya kandungan bahan
organik pada perairan menjadi indikator tingginya aktivitas manusia di lokasi
tersebut (Hyland et al., 2005). Sebagaimana diketahui bahwasannya tingkat
aktivitas manusia di perairan Teluk Bakau lebih tinggi dibandingkan kawasan
Berakit dan Dompak. Hal tersebut terlihat dari banyaknya pemukiman aktivitas
pariwisata dan perikanan tangkap di sekitar.
Lamun merupakan satu-satunya tumbuhan biji yang hidup di laut pada daerah
intertidal sampai subtidal. Kondisi lingkungan yang berbeda dengan kehidupan di
darat menyebabkan lamun memiliki struktur morfologi yang berbeda
dibandingkan tumbuhan darat. Contohnya sebagian besar tumbuhan darat
memiliki akar yang panjang untuk mencapai sumber-sumber air tetapi pada
tumbuhan yang selalu terendam seperti lamun akarnya lebih pendek. Stomata juga
sedikit dijumpai pada lamun karena penguapan hampir tidak terjadi pada
lingkungan perairan. Morfologi lamun merupakan hasil dari proses adaptasi dan
evolusi yang terjadi dalam jangka waktu yang lama. Morfologi lamun secara
umum dapat dilihat dari bentuk akar, rhizoma, daun, bunga dan buah
A AKAR
Lamun memiliki sistem perakaran serabut yang berfungsi untuk menancapkan
tumbuhan ke substrat serta menyerap zat-zat hara. Akar lamun umumnya pendek
dengan beberapa percabangan/brancing root atau bahkan tidak memiliki
percabangan/simple root seperti pada gambar 1 berikut.
B. batang
Batang lamun berbentuk silinder dan tumbuh menjalar di bawah permukaan tanah
substrat disebut dengan rhizoma. Meskipun rhizoma tumbuh secara horisontal,
beberapa spesies memiliki rhizoma yang tumbuh vertikal. Rhizoma memiliki
buku-buku (node) yang mengandung jaringan meristem yang berfungsi untuk
membentuk daun dan akar. Buku/node yang satu dengan yang lain dipisahkan
oleh ruas-ruas (internode). Selain berfungsi sebagai tempat tumbuhnya daun dan
akar, rhizoma juga berfungsi sebagai alat perkembangbiakan secara aseksual.
Rhizoma lamun ditunjukkan seperti gambar 2 berikut ini.
tangkai daun
sisik daun
simpul
ruas
Gambar 2 Rhizoma (Mckenzie dan Yoshida, 2009)
C. DAUN
Pada umumnya lamun memiliki daun yang memanjang, tipis dan menyerupai pita
serta bentuk pertumbuhannya monopodial. Daun lamun dapat tumbuh langsung
dari rhizoma, tangkai daun (petiole) atau dari rhizoma yang tumbuh tegak ke
permukaan. Daun lamun pada umumnya memiliki kutikula tipis dan jumlah
stomata sedikit. Hal ini disebabkan lamun hidup terendam dalam air laut sehingga
proses penguapan relatif kecil. Bentuk dan ukuran daun tiap spesies dapat berbeda
sehingga dapat digunakan untuk membedakan spesies lamun. Morfologi daun
yang
1) Ujung Daun Bentuk ujung daun pada lamun bisa membulat atau meruncing
Ujung daun mudah rusak atau terpotong sehingga untuk mengamati ujung daun
lebih baik menggunakan daun lamun yang masih muda. Berikut ini adalah variasi
bentuk ujung daun pada lamun.
2) Tulang Daun
Tulang daun memiliki pola, arah dan letak yang berbeda-beda pada lembaran
daun sehingga dapat digunakan untuk identifikasi. Tulang daun bisa menyilang
(membentuk garis tegak lurus dengan panjang daun), sejajar (membentuk garis
sejajar searah panjang daun), ditengah (memiliki tulang daun utama yang terletak
persis ditengah-tengah daun), dan intramarginal (mengelilingi sisi dalam tepian
daun). Berikut ini adalah variasi pola, arah dan posisi tulang daun pada lembaran
daun.
3) Bentuk Tepi Daun
Tepi daun bisa bergerigi (Serrated), halus (smooth), atau menggulung ke dalam
(Jarolled).
4) Pelepah/Pembungkus Daun
Pelepah berfungsi untuk melindungi daun muda yang sedang tumbuh. Ketika
daun sudah mati, pelepah akan tertinggal membentuk serat-serat pada rhizome.
5) Lampiran Daun
Daun lamun dapat melekat langsung ke rhizoma atau dari 1 yang tumbuh tegak
atau dari tangkai daun (petiole).
D. BUNGA
Bunga berfungsi sebagai alat perkembangbiakan generatif. Struktur bunga pada
lamun biasanya lebih sederhana dibandingkan dengan bunga tumbuhan darat
(Kuo dan den Hartog, 2006). Bagian bunga lamun umumnya terdiri dari perianth
(mahkota dan kelopak tidak dapat dibedakan) benang sari, putik, dan tangkai
bunga. Benang sari adalah alat kelamin jantan sedangkan putik adalah alat
kelamin betina. Benang sari dapat dibedakan lagi atas tangkai sari dan kepala sari
sedangkan putik terdiri atas ovarium (bakal buah) dans putik. Bunga jantan adalah
bunga yang hanya memiliki alat kela (benang sari) sedangkan bunga betina adalah
bunga yang hanya alat kelamin betina (putik) saja. Berikut ini adalah struktur
bunga jantan dan bunga betina pada lamun.
E.BUAH
Setelah proses pembuahan, ovarium berkembang menjadi buah. Pada lamun,
struktur dan perkembangan buah tergantung dari struktur pembungaan. Kelompok
Posidoniaceae memiliki daging buah lunak dan berair sedangkan kelompok
Cymodoceae (Cymodocea dan Haludule) memiliki lapisan buah yang keras (Kuo
dan den Hartog, 2006). Di dalam buah kemungkinan terdapat satu biji atau
beberapa biji.
MORFOMETRI
Morfometrik ialah ukuran dalam satuan panjang atau perbandingan ukuran
bagian-bagian luar tubuh organisme. Ukuran dalam morfometrik adalah jarak
antara satu bagian ke bagian tubuh lainnya dan biasanya dinyatakan dalam satuan
milimeter atau centimeter. Studi morfometrik secara kuantitatif memiliki tiga
manfaat yaitu membedakan jenis kelamin dan spesies, mendeskripsikan pola-pola
keragaman morfologis antar spesies dan mengklasifikasikan serta menduga
hubungan filogenik
Pada lamun, studi morfometrik menggunakan ukuran panjang daun, lebar daun
dan panjang ruas/internode (McDermid, 2003). Panjang daun diukur dari buku
pada rhizoma sampai ujung daun sedangkan lebar daun diukur di bagian daun
yang terlebar. Panjang ruas diukur dari jarak antar pasangan daun (McDermid,
2003). Daun pada umumnya lebih banyak digunakan dalam studi morfometrik
karena daun lebih mudah diamati dan ada sepanjang tahun berbeda dengan
struktur reproduksi seperti bunga, buah dan biji yang ada hanya pada waktu
tertentu.
1. Habitat
a. Daun panjang, berbentuk pita atau ikat pinggang, panya saluran udara
1. Parvozosterid, daunnya panjang dan sempit: Halodude dan Zostera subgenus
Zosterella
2. Magnozosterid, daun berbentuk panjang atau pita tetapi tidak lebar Zostera
subgenus Zostera, Cymodecea dan Thalassia
3. Syringodid, daun bulat seperti lidi dengan ujung ranting (subulate):
Syringodium.
4. Enhalid, daun panjang dan kaku seperti kulit (leathery linier) atau berbentuk
ikat pinggang yang kasar (coarse strap shape); Enhalus, Post Dunia.
b. Daun berbentuk elips, bulat telur, ber bentuk tombak (lanceolate) atau panjang,
rapuh dan tanpa saluran udara contohnya Halophilid: Halophila. B. Berkayu,
percabangan simpodial, daun tumbuh teratur di kiri dan kanan cabang tegak.
1. Amphibolid: Amphibolis, Thalassodendron dan Heterozostera Berbagai bentuk
pertumbuhan tersebut terlihat mempunyai kaitan dengan per-bedaan habitatnya
(Den Hartog, 1977). Gambar 24 memperlihatkan sebaran vertikal dari berbagai
kelompok lamun.
Enhalid dan Amphibolid hidup pada substrat pasir dan karang, kecuali Enhalus
acoroides didapat pada habitat pasir lumpuran. Sebagai hasil dari perbedaan
kondisi eko-logik tersebut, terlihat adanya pola zonasi pertumbuhan lamun
menurut kedalaman. Zonasi tersebut terutama terlihat di perairan tropik dan
subtropik dimana jumlah spesies lebih besar daripada di perairan ugahari. Pada
zona antara air pasang rata-rata perbani (mean high water neap) dan air surut rata-
ra-ta perbani (mean low water neap) didominasi oleh parvozosterid dan sering
diikuti oleh halophilid. Pada zona antara air surut rata-rata perbani dan air surut
rata-rata purnama (mean low water spring) dominasi digantikan oleh
magnozosterid. Pada zona sublitoral atas (upper sublittoral) magnozosterid
digantikan oleh enhalid dan amphibolid. Angiospermae yang dapat tumbuh di
tempat yang cukup dalam diwakili oleh kelompok halophilid dan enhalid.
5. Badai
Badai di wilayah pesisir dapat menyebabkan pergerakan sedimen yang besar dan
memiliki efek buruk pada padang lamun seperti tercabutnya atau terbenamnya
lamun (Short et al. 2006). Peningkatan curah hujan dan debit dari sungai dapat
meningkatkan luapan sedimen, yang juga dapat mengakibatkan penurunan tingkat
cahaya atau mencekik ekosistem lamun. Sekitar 1.000 km2 lamun di Queensland,
Australia, yang hilang oleh gangguan pencabutan dan/atau sedimen setelah dua
banjir besar dan satu topan dalam waktu 3 minggu.
6. Banjir
Perubahan ekstrim dari pola cuaca juga dapat menyebabkan banjir, yang
menyebabkan peningkatan kekeruhan perairan dan laju sedimentasi. Misalnya,
kekayaan jenis lamun dan biomassa daun di Filipina dan Thailand menurun tajam
bila menerima masukan lumpur dan sedimen tanah liat lebih dari 15% (Terrados
et al. 1998). Peristiwa banjir yang ekstrim di Afrika Timur, telah terbukti
menyebabkan kerugian dalam skala besar habitat lamun (Bandeira dan Gell
2003). Demikian pula, lamun di Queensland, Australia, yang hilang dalam
peristiwa banjir, dan butuh waktu tiga tahun bagi lamun untuk pulih (McKenzie
2004). Hujan lebat juga dapat mempengaruhi lamun dengan mengencerkan air
laut ke salinitas rendah.
2. Ho (Halophila oralis)
º Jumlah pembuluh melintang 10 atau
lebih º Permukaan daun tidak berambut
3. Hp (Halodule pinifolia)
º Ujung daun membulat
º Satu pusat pembuluh daun
º Umumnya rimpang pucat,
dengan bekas luka daun berwarna
hitam
4. Cs (Cymodocna
serralata) º Ujung daun
bergerigi
º Lebar helai daun 4-9 mm
º Panjang daun 6-15 cm
º seringkali bergaris
5. Cr (Cymodocea rotundata)
º Ujung daun membulat
º Helai daun sempit (lebar 2-4
mm) º Panjang daun 7-15 cm
º Seludang daun berkembang dengan baik
3. Kepiting
Kepiting memiliki bentuk tubuh yang lebar melintang. Ciri khas yang
dimiliki bangsa kepiting adalah karapas berbentuk pipih atau agak
cembung dan berbentuk heksagonal atau agak persegi.
4. Kelomang
Rata-rata kelomang memiliki abdomen (perut) yang panjang, berbentuk
seperti spiral dan lunak lembut, tidak keras seperti abdomen krustasea lain.
Ujung abdomennya dapat mencengkeram dengan kuat kolumela (tiang
poros) cangkang siput.
5. Ikan
Ciri-ciri umum ikan adalah mempunyai rangka bertulang sejati dan
bertulang rawan, mempunyai sirip tunggal atau berpasangan dan
mempunyai oprculum, tubuh ditutupi oleh sisik dan berlendir, serta
mempunyai bagian tubuh yang jelas antara kepala, badan dan ekor.
DAFTAR PUSTAKA
Asti, N. (2017). Rumput Laut dan Lamun. Surakarta: Dar Mizan
Dewi, C. S. U. (2022). Bioekologi Lamun. Surakarta: Media Nusa Creative.
Lindon, R., dan Sendy, L. M. (2023). Ekosistem Padang Lamun. Malang: Rena
Cipta Mandiri.
Marhayana, S., dan Ilham, A. (2021). Ekosistem Lamun. Yogyakarta:
DEEPUBLISH.
Riawati, L. (2019). Ekologi Magroove. Magelang: CV. Budi Utama.