Anda di halaman 1dari 40

MATA KULIAH KEANEKARAGAMAN HAYATI

ACARA I
IDENTIFIKASI JENIS LAMUN

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4


1. Falya Aura Fadhillah (E1A021083)
2. Eva Anggraini (E1A021081)
3. Luthfiyannisa (E1A021092)
4. Ermita Putri (E1A021079)
5. Lina Sapta Laraswati ( E1A021091

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2023

1. Mendeskripsikan ekologi
Istilah ekologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu:15/259 oikos dan
logos. Istilah ini mula-mula diperkenalkan oleh Emut Haeckel pada tahun 1869.
Ekologi berasal dari kata Yunani oikos, yang berarti rumah dan logos, yang
berarti ilmu pengetahuan. Jadi, ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan
timbal balik (interaksi) antara organisme dengan alam sekitar atau lingkungannya.
Jauh sebelumnya, studi dalam bidang-bidang yang sekarang termasuk dalam
ruang lingkup ekologi telah dilakukan oleh para pakar. Ekologi merupakan cabang
biologi, dan merupakan bagian dasar dari biologi (Gambar 1.1). Ruang lingkup
ekologi meliputi populasi, komunitas, ekosistem, hingga biosfer. Studi-studi
ekologi dikelompokkan ke dalam autekologi dan sinekologi. Sebagai bagian dari
cabang biologi, ekologi pun terkait dengan disiplin ilmu lainnya dalam biologi,
seperti morfologi, fisiologi, evolusi, genetika, zoologi, botani, biologi molekuler
dan entomologi Ekologi berkembang seiring dengan perkembangan ilmu dan
teknologi. Perkembangan ekologi tak lepas dari perkembangan ilmu yang lain.
Misalnya, berkembangnya ilmu komputer sangat membantu perkembangan
ekologi. Penggunaan model-model matematika dalam ekologi misalnya, tidak
lepas dari perkembangan matematika dan ilmu komputer.

Populasi ialah organisme satu spesies yang mendiami suatu tempat. Komunitas
adalah kumpulan spesies organisme yang mendiami suatu tempat. Komunitas
beserta lingkungan abiotik membentuk sistem ekologi yang disebut ekosistem.
Komunitas pada acuan dari Eropa dan Rusia disebut biocoenosis, sedangkan
ekosistem dikenal dengan sebutan biogeocoenosis. Biosfir at ekosfir mencakup
semua organisme di bumi yang berinteraksi dengan lingkungan fisik. Ditinjau dari
tingkat spektrum organisasi, bidang ekologi, makin kearah kanan makin rumit,
tetapi dalam beberapa hal kurang rumit dan kurang beragam karena adanya
homeostatic fluktuasinya dibandingkan dengan fotosintesis antar organisme.
organ-organisme-spesies-dst) belum dikuasai. Pendapat ini banyak dianut. Tetapi
dalam kenyataannya tidak semua sifat pada tingkat yang lebih tinggi dapat diduga
apabila diketahui sifat tingkat bawah. Contoh : sifat air (H2O) tidak dapat diduga
dari sifat H₂ dan Juga sifat ekosistem tidak dapat diduga hanya dari sifat
populasi
secara terpisah-pisah. Fieblemanm (1954) menamakan penyamarataan ini dengan
teori tingkat-tingkat integratif.
Lamun adalah satu-satunya tumbuhan berbunga (Spermatophyta) yang secara
penuh beradaptasi pada lingkungan perairan. Tumbuhan ini mampu hidup di
media air asin, berfungsi normal dalam keadaan terbenam, mempunyai sistem
perakaran yang berkembang baik serta mampu melaksanakan daur generatif
dalam keadaan terbenam. Lamun dapat berkembang membentuk hamparan luas di
mintakat pasang surut (intertidal) maupun subtidal sehingga membentuk padang
luas yang disebut padang lamun. Padang lamun dihuni oleh berbagai biota, mulai
yang hidup di dasar perairan (bentos), hidup di perairan antara daun lamun
(nekton dan plankton) serta yang menempel di daun baik yang menetap
(peribiota) maupun yang tidak.
Lamun juga merupakan tumbuhan akuatik yang telah beradaptasi untuk bisa
bertahan hidup dalam lingkungan perairan. Tumbuhan ini memiliki kedekatan
lebih besar dengan tumbuhan darat dibanding tumbuhan laut lainnya seperti alga.
Hal ini karena lamun memiliki akar, rhizoma, batang, dan daun seperti halnya
tumbuhan (rerumputan) darat pada umumnya. Lamun tumbuh subur di laut dan
muara perairan dangkal di seluruh dunia, seperti daerah pasang surut, estuari, di
depan formasi hutan bakau dan sering juga ditemui di terumbu karang. Umumnya
tumbuh pada habitat berpasir, berlumpur dan berkoral. Adakalanya lamun
membentuk komunitas yang hingga merupakan padang lamun (seagrass bed) yang
cukup luas. Kurang lebih ada 58 jenis lamun di seluruh dunia dimana dari
keseluruhan jenis tersebut, 12 jenis terdapat di Indonesia.

Klasifikasi tumbuhan lamun yang terdapat di Indonesia adalah sebagai berikut:


Divisi : Anthophita
Kelas: Angiospermae
Subkelas: Monocotyledoneae
Ordo: Helobiae
Famili: Potamogetonaceae
Genus: Halodule Spesies: Halodule pinVolia
Spesies: Halodule uninervis
Genus: Cymodocea Spesies: Cymodocea rotundata
Spesies: Cymodocea serulato
Genus: Syringodium
Spesies: Syringodium isoetifolium
Genus: Thalassodendron Spesies: Thalassodendron ciltatum
Famili: Hydrocharitaceae
Genus: Enhalus Spesies Enhalus acoroides
Genus: Thalassia Genus: Halophila
Spesies: Thalassia hemprichii
Spesies: Halophila spinulosa Spesies: Halophila decipiens
Spesies: Halophila decipiens
Spesies: Halophila minor Spesies: Halophila avails

Keragaman Jenis Lamun Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 58 jenis yang


dikelompokkan ke dalam 12 marga, 4 suku, dan 2 ordo. Di Asia Tenggara ada 20
jenis yang tersebar di Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina. Di
Indonesia ditemukan 12 jenis dominan yang termasuk ke dalam 7 marga dan 2
suku (Hydrocharitaceae dan Potamogetonaceae). Apabila termasuk jenis
Halophila beccarii dan Ruppia maritima maka jumlahnya 14 jenis. Di Indonesia
jenis lamun dapat dijumpai dalam skala besar dan menutupi dasar perairan yang
luas membentuk suatu padang lamun atau yang biasa disebut seagrass bed.

EKOLOGI LINGKUNGAN HIDUP

Secara umum kondisi lamun pada saat pasang, lamun tenggelam dan ketika surut
terendah hampir semua lamun terpapar sinar matahari. Sebagian besar jenis lamun
tidak mampu mentoleransi kondisi kekeringan sehingga tidak mampu untuk
tumbuh pada zona intertidal, hanya jenis lamun yang berukuran kecil dan mampu
menahan air di antara daun-daunnya, sehingga ketika terpapar pada surut terendah
mampu bertahan pada daerah tersebut seperti jenis lamun Halodule uninervis.
Namun beberapa jenis lamun tidak mampu bertahan terhadap kekeringan
misalnya S. isoetifolium. yang ditemukan pada kolam-kolam dangkal pada daerah
terumbu. Distribusi ukuran partikel sedimen sangat mempengaruhi pertukaran air
pori dengan kolom air di bagian atasnya. Pada distribusi ukuran partikel yang
cenderung ke arah debu dan liat akan menyebabkan pertukaran air pori dengan
kolom air menjadi rendah sehingga konsentrasi nutrien dan fitotoksin seperti
sulfida dalam sedimen akan meningkat. Kondisi sebaliknya akan dialami oleh
lamun jika menempati tipe sedimen pasir kasar.
Paparan udara juga dapat mempengaruhi pertumbuhan lamun, semakin terpapar
maka pertumbuhan semakin lambat dan dapat menyebabkan kematian pada
lamun. Selain nutrien lamun membutuhkan kondisi pasang yang cukup agar
tubuhnya terendam sehingga memiliki pertumbuhan lamun yang optimum.
Rhizome lamun merupakan bagian tubuh lamun yang berada dibagian bawah
tubuh lamun, rhizome ini hidup dengan tertutup oleh substrat. Pertumbuhan
rhizome ditandai dengan bertambah panjangnya rhizome lamun, bertambah
panjangnya rhizome lamun ditandai dengan munculnya tunas baru. Pertumbuhan
rhizome lamun berperan dalam perkembangbiakan vegetatif pada lamun.
Reproduksi secara vegetatif sangat penting dalam proses penyebaran lamun.
Lamun yang memiliki ukuran yang besar akan memiliki umur yang panjang,
sedangkan lamun yang memiliki ukuran yang kecil akan memiliki umur yang
cepat. Proses pertumbuhan rhizome yang lambat pada lamun jenis Thalassia
hemprichii menandakan bahwa proses suksesi lamun tersebut berjalan sangat
lambat dibandingkan dengan pertumbuhan rhizome lamun Cymodocea rotundata
yang memiliki pertumbuhan rhizome yang lebih cepat yang menandakan bahwa
proses suksesi berjalan lebih cepat. Selain itu lambatnya pertumbuhan rhizome
pada lamun yang memiliki tubuh besar dikarenakan lamun yang bertubuh besar
lebih mengutamakan menyusun karbohidrat dalam tubuhnya sebagai cadangan
makanan, sehingga lamun bertubuh besar lebih siap ketika menghadapi ancaman
yang berasal dari lingkungan.

Kualitas Air
Kondisi perairan merupakan faktor penting dalam kelangsungan kehidupan biota
atau organisme di suatu perairan laut (Gambar 8). Kondisi perairan sangat
menentukan kelimpahan dan penyebaran organisme di dalamnya, akan tetapi
setiap organisme 13 memiliki kebutuhan dan preferensi lingkungan yang berbeda
untuk hidup yang terkait dengan karakteristik lingkungannya. Kondisi perairan di
suatu ekosistem meliputi suhu, kedalaman, salinitas, pH, oksigen terlarut (DO),
kekeruhan, nitrat, dan fosfat serta fraksi substrat.
Suhu
Suhu merupakan salah satu parameter fisik perairan yang mempengaruhi
kehidupan organisme perairan. Organisme perairan mempunyai toleransi yang
berbeda-beda terhadap suhu. Suhu dapat mempengaruhi fotosintesis karena proses
pengambilan unsur hara sangat tergantung pada suhu air. Hewan yang hidup di
zona pasangsurut dan sering mengalami kekeringan mempunyai daya tahan yang
tinggi terhadap perubahan suhu. Pada daerah tropis dan sub tropis lamun mampu
tumbuh optimal pada kisaran suhu 23 °C dan 32 °C. Menurut, kisaran temperatur
optimal bagi spesies lamun adalah 28-30 °C, dimana suhu dapat mempengaruhi
proses-proses fisiologiyaitu proses fotosintesis, pertumbuhan dan reproduksi.
Proses-proses fotosintesis ini akan menurun dengan tajam apabila suhu berada di
luar kisaran optimal. Pada suhu 38 °C dapat menyebabkan lamun menjadi stres
dan pada suhu 48 °C dapat menyebabkan kematian. Sedangkan suhu 43 °C akan
menyebabkan kematian masal lamun setelah dua hingga tiga hari, sehingga
dengan kenaikan suhu yang ekstrim akan mempengaruhi fungsi ekologis lamun
pada daerah tropis. Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara
vertikal.
Kedalaman
Lamun tumbuh di zona intertidal bawah dan subtidal atas hingga mencapai
kedalaman 30 m. Zona intertidal dicirikan oleh tumbuhan pionir yang didominasi
oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan Holodule pinifolia, Sedangkan
Thalassodendron ciliatum mendominasi zona intertidal bawah. Selain itu,
kedalaman perairan juga berpengaruh terhadap kerapatan dan pertumbuhan
lamun. Pertumbuhan tertinggi Enhalus acoroides pada lokasi yang dangkal dengan
suhu tinggi. Selain itu di Teluk Tampa Florida ditemukan kerapatan T. testudinun
tertinggi pada kedalaman sekitar 100 cm dan menurun sampai pada kedalaman
150 cm. Pantai yang landai memiliki hubungan yang erat dengan adanya sebaran
sedimen. Pantai yang landai dapat menyebabkan proses pengendapan semakin
tinggi dengan proses sedimentasi yang cepat, sedangkan tingkat pengendapan
yang besar dapat mengakibatkan pantai menjadi landai. Kedalaman di perairan
juga sangat mempengaruhi keberadaan lamun, semakin dalam suatu perairan
maka kemampuan lamun untuk melakukan proses fotosintesis juga akan
terhambat. Menambahkan distribusi lamun terbatas pada kedalaman yang tidak
lebih dari 10 m dikarenakan lamun membutuhkan intensitas cahaya yang cukup
bagi proses fotosintesis di perairan.

Salinitas
Salinitas juga merupakan parameter fisik perairan yang penting bagi kehidupan
organisme perairan. Secara langsung, perubahan salinitas dapat mempengaruhi
penyebaran organisme perairan dan secara tidak langsung, dapat merubah
komposisi organisme dalam suatu perairan. Salinitas adalah tingkat keasinan atau
kadar garam terlarut dalam air. Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan
garam dalam tanah. Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan
saluran air alami sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air
tawar. Kandungan garam pada air tawar secara definisi, kurang dari 0.5 ppt. Jika
lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau. Lebih dari 30 ppt, merupakan
air laut.
Nilai salinitas akan berbeda-beda pada setiap jenis perairan, untuk perairan pesisir
nilai salinitas sangat dipengaruhi masukan air tawar. Salinitas perairan
berpengaruh terhadap lamun secara langsung salinitas berpengaruh terhadap
kerapatan dan biomassa lamun. Kerapatan dan biomassa lamun berhubungan
dengan produktivitas primer yang berlangsung, hal ini terkait dengan penyerapan
nutrisi yang sangat dipengaruhi salinitas. Lamun memiliki toleransi yang tinggi
terhadap fluktuasi salinitas, lamun masih dapat ditemukan pada perairan dengan
salinitas 10-40 ppm. Kisaran salinitas yang optimal untuk kehidupan lamun antara
24 hingga 35 ppm. Salinitas yang optimal secara umum untuk pertumbuhan lamun
adalah berkisar antara 25-35 ppm.

Derajad keasaman (pH)


pH merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup di suatu perairan.
Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi
ketahanan hidup organisme yang hidup di dalamnya. pH menggambarkan
keberadaan ion hidrogen yang terdapat pada suatu perairan. pH perairan biasanya
akan mengalami penurunan ketika suhu rendah akibat kurangnya intensitas
matahari, sehingga proses fotosintesis oleh tumbuhan air akan berkurang. Derajat
keasaman (pH) adalah suatu ukuran tentang besarnya konsentrasi ion hidrogen
dan menunjukkan apakah suatu perairan itu bersifat asam atau basa. Derajat
keasaman merupakan suatu parameter yang dapat menentukan produktivitas suatu
perairan. Pada umumnya pH air laut tidak banyak bervariasi karena adanya sistem
dalam laut yang berfungsi sebagai penyangga yang cukup kuat. Kondisi perairan
dengan nilai pH tertentu akan mempengaruhi proses-proses yang terjadi pada
perairan tersebut, yaitu proses biokimia dan toksisitas suatu senyawa kimia
dipengaruhi oleh nilai pH.
Kecepatan Arus
Arus merupakan faktor pembatas yang penting bagi organisme perairan.
Pergerakan arus dibutuhkan oleh organisme akuatik sebagai pembawa makanan
berupa bahan organik dan sebagai pembersih terhadap endapan lumpur atau pasir
yang dapat mengendap pada tubuh organisme akuatik yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan.

Oksigen Terlarut (DO)


Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas yang amat penting bagi
kehidupan organisme perairan. Organisme perairan memiliki kisaran tertentu yang
sesuai bagi kehidupannya. Menurut oksigen terlarut berkurang dengan semakin
meningkatnya suhu, salinitas dan ketinggian perairan. Oksigen terlarut (DO)
merupakan kandungan oksigen dalam bentuk terlarut didalam air. Keberadaan DO
sangat penting di perairan karena semua biota air (kecuali mamalia) tidak mampu
mengambil oksigen udara. Diffusi oksigen dari udara ke dalam air melalui
permukaannya, yang terjadi karena adanya gerakan molekul-molekul udara yang
tidak berurutan karena terjadi benturan dengan molekul air sehingga 02 terikat di
dalam air. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun
2004, masih memenuhi kriteria konsentrasi DO yang dapat menunjang kehidupan
biota laut yaitu lebih dari 5 mg/l.
Kebutuhan organisme terhadap oksigen terlarut relative bervariasi tergantung
pada jenis, stadium dan aktifitasnya. Kadar oksigen terlarut di permukaan
memang umumnya lebih tinggi karena adanya proses difusi antara air dan udara
bebas serta adanya proses fotosintesis. Kadar DO dalam perairan alami sangat
bervariasi tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air serta tekanan atmosfer.
Perubahan kadar DO dalam suatu perairan dapat berdampak negatif bagi beberapa
biota yang tidak memiliki kemampuan dalam merespon perubahan dengan cepat.
Penurunan kadar DO dapat menghambat proses fotosintesis yang kemudian akan
menurunkan produktivitas primer lamun. Kekeruhan secara tidak langsung dapat
mempengaruhi kehidupan lamun karena dapat menghalangi penetrasi cahaya yang
dibutuhkan oleh lamun untuk berfotosintesis masuk ke dalam air. Kekeruhan
dapat disebabkan oleh adanya partikel-partikel tersuspensi, baik oleh partikel-
partikel hidup seperti plankton maupun partikel-partikel mati seperti bahan- bahan
organik, sedimen dan sebagainya. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang
ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh

bahan-bahan yang terdapat di perairan. Padatan yang tersuspensi yang berupa


koloid dan partikel-partikel halus berkorelasi positif dengan kekeruhan. Semakin
tinggi padatan yang tersuspensi, maka nilai kekeruhan akan semakin tinggi. Di
perairan, kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan bahan anorganik baik
tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur, pasir halus, plankton, dan
mikroorganisme lainnya. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut, nilai
kekeruhan untuk wisata dan biota laut adalah < 5 NTU. Ukuran partikel yang
kecil dan halus akan susah mengendap oleh karena itu semakin tinggi kekeruhan
akan menyebabkan rendahnya laju sedimentasi yang terjadi di suatu perairan.

Nitrat dan Fosfat


Nitrat merupakan bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien
utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrogen mudah larut dalam air dan
bersifat stabil. Adapun fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan
oleh tumbuhan dan juga merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat
tinggi dan alga, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan
alga akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Nitrat di
perairan diduga berasal dari limbah domestik. Semakin tinggi kandungan nitrat di
perairan maka semakin tinggi pula kandungan bahan organiknya. Adapun fosfat
yang tinggi diduga berasal dari limpasan air atau dari daratan yang mengandung
bahan organik.

Nitrat merupakan suatu unsur penting dalam sintesa protein tumbuhan, namun
pada badan perairan yang memiliki nitrat yang berlebih akan menyebabkan
kurangnya oksigen terlarut di perairan dan menyebabkan banyak organisme yang
mati. Kadar nitrat yang melebihi dari 0,05 mg/l dapat bersifat toksik bagi
organisme perairan yang sangat sensitif. Kadar nitrat yang melebihi 0,02 mg/1
dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi (pengkayaan) perairan, yang
selanjutnya menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara cepat
(blooming). Senyawa-senyawa nitrogen sangat dipengaruhi oleh kandungan
oksigen dalam air, pada saat kandungan oksigen rendah nitrogen berubah menjadi
amonia dan saat kandungan oksigen tinggi nitrogen berubah menjadi nitrat.

Kadar fosfat di perairan laut yang normal berkisar antara 0,00031-0,124 mg/l.
Kadar fosfat di perairan ini masih berada di batasan konsentrasi yang
dipersyaratkan. Disebutkan bahwa baku mutu konsentrasi fosfat yang layak untuk
kehidupan biota laut dalam keputusan Menteri Lingkungan Hidup, KLH (2004)
adalah 0,015 mg/l. Sumber fosfor di perairan dan sedimen adalah deposit fosfor,
industri, limbah domestik, aktivitas pertanian, pertambangan batuan fosfat, dan
penggundulan hutan. Fosfat di perairan secara alami berasal dari pelapukan batuan
mineral dan dekomposisi bahan organik. Sedimen merupakan tempat
penyimpanan utama fosfor dalam siklus yang terjadi di lautan. Umumnya dalam
bentuk partikulat yang berikatan dengan oksida besi dan senyawa hidroksida.
Senyawa fosfor yang terikat di sedimen dapat mengalami dekomposisi dengan
bantuan bakteri maupun melalui proses abiotik menghasilkan senyawa fosfat
terlarut yang dapat mengalami difusi kembali ke dalam kolom air.

Fraksi Substrat
Kehidupan lamun sangat erat kaitannya dengan substrat. Beberapa jenis lamun
menyukai habitat substrat tertentu. Korelasi antara substrat dan hewan
makrozobenthos, dimana makrozobentos seperti teripang sangat bergantung
terhadap kondisi substrat untuk keberlangsungan hidupnya sehingga kondisi
substrat suatu perairan juga akan mempengaruhi penyebaran hewan tersebut.
Hampir semua jenis lamun yang ditemui di Indonesia mampu hidup pada substrat
berpasir (Gambar 10). Cymodocea rotundata tumbuh pada dasar pasir di dekat
pantai yang terbuka saat surut dan jauh dari pantai yang selalu tergenang air, yang
tumbuh bersama-sama Thalassia hemprichii. Enhalus acoroides tumbuh pada
dasar lumpur, pasir dan pasir berkoral yang selalu tergenang air, yang tumbuh
bersama-sama Thalassia hemprichii, Syringodium isoetifolium, Cymodocea
serrulata, Halodule uninervis, dan Halophila ovalis.

Halophila ovalis tumbuh pada dasar substrat keras, pasir dan lumpur di daerah
terbuka di sepanjang batas pasang surut yang tumbuh bersama-sama Halodule
uninervis, Halodule pinifolia, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata
Thalassia hemprichii, dan Enhalus acoroides. Thalassia hemprichii tumbuh
dominan pada dasar pasir ataupun puing karang mati dan dapat tumbuh pada dasar
lumpur serta tumbuh bersama-sama Halophila ovalis, Halodule uninervis, dan
Cymodocea serrulata. Lamun jenis Thalassia hemprichii dan Halodule uninervis
memiliki kerapatan tertinggi dibanding jenis lainnya. Tingginya kerapatan lamun
jenis Thalassia hemprichii berkaitan dengan kemampuan adaptasinya yang tinggi
terhadap semua tipe substrat. Thalassia hemprichii hidup dalam semua jenis
substrat, bervariasi dari pecahan karang hingga substrat lunak. Thalassia
hemprichii sering diasosiasikan dengan terumbu karang dan umum ditemukan
pada substrat berupa patahan karang dan biasa membentuk padang lamun yang
padat. Spesies ini biasa ditemukan mendominasi pada substrat berlumpur,
terutama terutama ketika surut.

karakteristik pertumbuhan lamun dapat dibagi enam kategori yaitu: 1)


Parvozosterid, dengan daun memanjang dan sempit, misalnya pada Halodule,
Zostera sub marga Zosterella. 2) Magnozosterids, dengan daun memanjang dan
agak lebar. Misalnya Zostera sub marga Zostera, Cymodocea dan Thalassia. 3)
Syringodiids, dengan daun bulat seperti lidi dan ujung runcing, misalnya
Syringodium. 4) Enhalids, dengan daun panjang dan kaku seperti kulit atau
berbentuk ikat pinggang yang kasar, misalnya Enhalus, Posidonia dan
Phyllospadix. 5) Halophilids, dengan daun bulat telur, elips, berbentuk tombak
atau panjang, rapuh dan tanpa saluran udara, misalnya Halophila. 6) Amphibolids,
dengan daun tumbuh teratur pada kiri dan kanan. Misalnya Amphibolis,
Thalassodendron dan Heterozostera.

Kerapatan Jenis Lamun


Kerapatan merupakan elemen dan struktur komunitas yang dapat digunakan untuk
mengestimasi produksi lamun, bahkan lamun mempunyai tingkat produktifitas
primer tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang terdapat di laut
dangkal, seperti ekosistem terumbu karang. Lingkungan syarat hidup lamun akan
membantu lamun untuk menjaga dan mempertahankan keberadaannya hingga
melalukan aktivitas reproduksi. Dengan kondisi lingkungan yang baik, maka
lamun memiliki kesempatan dalam memperbanyak diri yang pada akhirnya
memberikan pengaruh pada kerapatannya. Perbedaan kerapatan jenis lamun
menggambarkan sebaran yang bervariasi, hal ini disebabkan oleh karakteristik
kondisi lingkungan yang mewakili habitat mangrove, habitat lamun dan habitat
terumbu karang. Meskipun lamun diketahui memiliki kemampuan beradaptasi dan
memiliki toleransi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan, namun lamun
tetap memiliki syarat hidup terhadap lingkungan. Karakteristik lingkungan pada
habitat mangrove cenderung lebih terlindung dan relatif lebih tenang, hal ini
terkait mangrove yang dalam meredam gelombang dan arus. Sehingga lamun
sebagai vegetasi yang hidup pada pesisir dapat tumbuh dan berkembang dengan
baik. Kerapatan relatif lamun merupakan perbandingan antara jumlah individu
jenis lamun dengan jumlah total individu seluruh jenis lamun.
Berkurangnya jenis lamun disebabkan oleh karakteristik dari lamun itu sendiri
serta karakteristik dari lingkungan, seperti jenis lamun C. rotundata yang yang
hanya ditemukan berdekatan dengan habitat mangrove dan tidak ditemukan di
daerah lain. Hal ini dikarenakan jenis lamun ini memiliki daun yang pipih dan
panjang dan jika terkena gelombang akan mudah terbawa oleh arus. bahwa C.
rotundata umumnya di jumpai pada daerah intertidal dekat hutan mangrove.
Berbeda halnya pada jenis H. uninervis yang memiliki kerapatan jenis yang tinggi
dibandingkan dengan lainnya, karena jenis lamun ini membentuk padang lamun
jenis tunggal dan hidup pada rataan terumbu karang yang rusak. Selain itu
pengaruh langsung dari masyarakat pesisir yang melakukan kegiatan di daerah
lamun dan dekat terumbu karang yang melakukan kegiatan penangkapan secara
tidak langsung lamun terinjak-injak dan pengaruh oleh jangkar kapal yang
ditancapkan dan aktivitas lalu lintas perahu yang mana baling-balingnya dapat
mencabut lamun. Kelebihan nutrisi atau sedimen adalah penyebab yang paling
umum dari penurunan ekosistem lamun.
Frekuensi Jenis Lamun Habitat ekosistem lamun dicirikan oleh habitat laguna
yaitu perairan dangkal pasang surut antara pantai dan tubir karang. Frekuensi dari
suatu spesies lamun menunjukkan derajat penyebaran jenis lamun tersebut dalam
komunitasnya. Suatu jenis lamun yang memiliki kerapatan yang tinggi belum
dapat dipastikan akan memiliki nilai frekuensi yang tinggi juga. Faktor
kedalaman, jenis sedimen, arus, suhu, dan salinitas merupakan parameter yang
berpengaruh dalam pertumbuhan lamun di suatu perairan. Cahaya dan zat hara
juga merupakan kebutuhan utama untuk pertumbuhan dan perkembangan lamun.
Karena faktor lingkungan yang dibutuhkan oleh jenis E. acoroides dan T.
hemprichii memiliki kesamaan maka pola sebaran kedua jenis ini selalu
bersamaan dalam suatu daerah. Kedua jenis ini dapat tumbuh pada substrat
lumpur, lumpur berpasir, pasir berlumpur, pasir dan karang, hidup di perairan
dangkal dan sedang, kecerahan 100%.

Penutupan Jenis Lamun

Tingginya nilai penutupan lamun E. acoroides dan T. hemprichii berkaitan kedua


jenis lamun ini yang berukuran besar dan dengan adaptasinya terhadap tipe
substrat pasir halus hingga pasir kasar, selain itu dipengaruhi juga oleh tingginya
kerapatan dari kedua jenis lamun tersebut. T. hemprichii hidup dalam semua jenis
substrat, bervariasi dari pecahan karang hingga substrat lunak. Tingginya nilai
tutupan relatif sejalan dengan tingginya nilai tutupan jenis lamun tersebut, jenis E.
acoroides dan T. hemprichii memiliki nilai tutupan yang tinggi, karena memiliki
ukuran daun yang lebih besar, jika dibandingkan dengan empat jenis lamun
lainnya. Sedangkan jenis lamun yang berukuran lebih kecil, relatif akan memiliki
nilai persentase penutupan yang lebih kecil pula.

Lamun jenis lainnya seperti H. uninervis, merupakan spesies lamun yang bersifat
pionir yang tumbuh di perairan yang sangat dangkal dengan substrat pecahan
karang, karena jenis ini bersifat pionir maka dalam proses perkembangan substrat
dasar tentunya akan ikut tergeser oleh jenis lainnya. Jenis lamun pionir umumnya
memiliki kemampuan untuk tumbuh dengan cepat sehingga dapat menstabilkan
substrat. Penutupan lamun berhubungan erat dengan habitat atau bentuk morfologi
dan ukuran suatu spesies lamun. Kerapatan yang tinggi dan kondisi pasang surut
saat pengamatan juga dapat mempengaruhi nilai estimasi penutupan lamun. Satu
individu E. acoroides dan T. hemprichii akan memiliki nilai penutupan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan satu individu H. uninervis karena ukuran daun E.
acoroides yang jauh lebih besar. Sedangkan individu lamun yang berukuran lebih
kecil seperti Halophila minor akan memiliki nilai persentase penutupan yang lebih
kecil pula.
B. PEMBAGIAN EKOLOGI
Secara umum, dasar integratif fungsional yang komprehensif pertumbuhan sifat-
sifat dengan naiknya kompleksitas struktur merupakan suatu hal yang sangat
penting dalam ekologi.
1). Berdasarkan keilmuan: Sinekologi: mempelajari hubungan satu spesies
organisme dengan alam sekitarnya
Outekologi mempelajari hubungan sekelompok spesies organisme dengan alam
sekitarnya.

Sifat-Sifat Kelompok Populasi


Populasi adalah sekelompok organisme satu spesies yang mendiami suatu tempat,
memiliki ciri atau sifat khusus populasi/kelompok dan bukan ciri individu. Ciri-
ciri tersebut antara lain: kerapatan, natalls (angka kelahiran), mortalitas (angka
kematian), penyebaran umur, potensi biotik, dispersi, pertumbuhan dan
Pengembangan.
Kepadatan Populasi Dan Indeks Jumlah Relatif B
Kepadatan penduduk adalah besar kecilnya jumlah penduduk dalam hubungannya
dengan itu dengan suatu unit/satuan ruangan. Umumnya dinyatakan dalam Jumlah
individu atau biomassa populasi persatuan area atau volume, misalnya 200
pohon/Ha, 5 juta diatome/m³. Perhitungan jumlah terlalu memperhatikan arti
organisme kecil, sedangkan biomassa terlalu memperhatikan arti organisme besar,
sedangkan komponen arus energi memberikan indeks yang lebih baik untuk
membandingkan populasi mana saja dalam ekosistem. Dalam praktek seringkali
lebih penting mengetahui apakah suatu populasi (berubah/tumbuh) daripada
mengetahui jumlahnya populasi pada suatu saat. Dalam hal ini indeks jumlah
relatif (index abundancy reletive) bermanfaat dalam hubungannya dengan waktu
misalnya jumlah burung yang terlihat setiap jam. Kesukaran untuk mengukur
kepadatan populasi ialah organisme tidak tersebar merata, akan tetapi tersebar
tidak merata atau berkeompok, oleh karena itu dalam mengambil sampel
penelitian kepadatan populasi harus hati-hati.
1. Konsep Dasar Tentang Laju (Rates) Karena populasi merupakan kesatuan yang
selalu berubah, kita tidak hanya tertarik pada ukuran dan komposisi pada suatu
saat, tetapi juga bagaimana populasi berubah. Beberapa sifat khas penting yang
berkaitan dengan perubahan populasi ialah laju (rates). Suatu laju didapat dengan
membagi perubahan dengan periode waktu berlangsungnya perubahan, Jumlah
kelahiran per tahun laju kelahiran (birth rates). Terminologi laju/rates tersebut
menunjukan kecepatan perubahan sesuatu pada suatu waktu.
2. Natalitas Angka Kelahiran
Natalitas merupakan kemampuan populasi untuk tumbuh. Laju Natalitas, laju
kelahiran/birth rate pada demografi diperoleh dengan kelahiran menetas, atau
berkecambah, dan sebagainya. Notalitas ekologik atau natalitas sebenarnya atau
biasa hanya disebut natalitas adalah kenaikan populasi dalam keadaan sebenarnya.
Harga tidak tetap bergantung pada lingkungan.
3. Mortalitas
Mortalitas adalah angka kematian dalam populasi. Laju minoritas ialah laju
kematian dalam demografi ialah jumlah individu yang mati pada suatu satuan
waktu ( kematian per waktu). Mortalitas ekologik yaitu moralitas nyata/realita,
yaitu jumlah individu yang mati dalam keadaan lingkungan yang sebenar
harganya tidak tetap tergantung pada keadaan lingkungan. Mortalitas minimum
(teoritis) adalah kehilangan individu populasi dalam keadaan lingkungan yang
ideal dan harganya tetap. Sering kali laju kehidupan/survival rate lebih menarik
dari pada laju kematian. Jika laju kematian M, maka survival rate = -1. Karena
kita sering lebih tertarik pada organisme hidup dari pada organisme mati, maka
sering lebih berarti jika kita menyatakan laju mortalitas dalam kebalikannya, yaitu
dengan menyatakan survival rate.
4. Penyebaran Umur Populasi
Penyebaran Umur merupakan sifat penting dari populasi karena dapat
mempengaruhi mortalitas dan natalitas.Perbandingan berbagai golongan umur
dalam populasi dapat menentukan kondisi reproduksi yang berlangsung di
dalamnya. populasi dan dapat dipakai untuk memperkirakan keadaan populasi
masa depan. Populasi yang sedang berkembang cepat mengandung sebagian besar
individu muda, sedangkan populasi stasioner pembagian umur lebih merata dan
populasi yang sedang menurun sebagian besar individu berumur tua. Pada
penyebaran populasi yang sudah mantap, adanya kelahiran/kematian yang luar
biasa akan mengakibatkan perubahan sementara dalam populasi yang kemudian
kembali ke keadaan yang mantap.

Menurut Bodenheimer (1939) dalam populasi terdapat 3 kelompok umur ekologis,


yaitu:
1. pre-reproduktif
2. reproduksi
3. post-reproduktif
Secara relatif panjang umur ekologis ini dibanding dengan panjang umur sangat
beraneka ragam. Pada manusia modern ketiga unsur ini kurang lebih sama
panjangnya, pada manusia primitif, post-reproduktif pendek. Pada beberapa
hewan (serangga) dan tanaman pre-reproduktif sangat lama, reproduktif pendek
dan post-reproduktif tidak ada. Laju Intrinsik dari Kenaikan Alami. Apabila
keadaan lingkungan tidak terbatas (ruang, makanan, dan organisme tidak
mempunyai kendala) maka laju pertumbuhan spesifik (yaitu laju pertumbuhan per
individu) menjadi konstan dan maksimum, serta karateristik untuk struktur umum
populasi tertentu dan merupakan indeks tunggal untuk kekuatan pertumbuhan
populasi dinyatakan dengan r. a. Perubahan ukuran populasi musiman yang
sebagian besar dipengaruhi oleh adaptasi sejarah kehidupan bersama-samadengan
perubahan faktor lingkungan b. Fluktuasi tahunan (annual).
Fluktuasi (ayunan) tahunan ada dua macam:
a. Fluktuasi yang dipengaruhi oleh perubahan faktor fisik lingkungan yang terjadi
secara tahunan atau faktor ekstrinsik (yaitu faktor di luar interaksi dalam
populasi). Fluktuasi yang dipengaruhi oleh perbedaan faktor fisik lingkungan
cenderung tidak teratur dan jelas berkaitan dengan variasi dari faktor fisik yang
membatasi misal temperatur,curah hujan dan sebagainya.
b. Fluktuasi yang terutama dipengaruhi oleh dinamika popu atau faktor intrinsik
(yaitu faktor dalam populasi). Fluktuasi jenis ini sering memperlihatkan
keteraturansehingga istilah "siklus/daur" adalah memadai. Fluktuasi tahunan akan
hebat pada ekosistem yang relatif sederhana di mana komunitas hanya terdiri dari
beberapa populasi misalnya populasi kutub hutan buatan, dan sebagainya. Dapat
dikatakan makin tua dan terorganisasi komunitas makin rendahlah fluktuasi
populasi.
7. Pengaturan dan Pengendalian Populasi
Pada ekosistem dengan keanekaragaman rendah dan sedang mengalami tekanan
fisik cenderung bergantung kepada komponen fisik misalnya cuaca, arus,
pencemar, dan gulma dan parasitnya di mana persentase lalat gulma yang dibunuh
parasit meningkat apabila populasi bertambah besar. Kadang-kadang keadaan
populasi yang mantap dan dikacaukan oleh perubahan cuaca misalnya penurunan
temperatur yang drastis yang dapat mengakibatkan menurunnya parasit serangga
dan akibatnya populasi serangga akan naik dengan cepat dan terbentuk kurva
bentuk J. Apabila terjadi keadaan yang demikian akan dapat mengakibatkan
gundulnya pohon-pohon Eucalyptus sehingga serangga akan kekurangan makanan
dan populasi serangga akan menurun kembali secara drastis. Penu populasi
serangga dapat juga disebabkan karena na populasi pemangsa akibatnya banyak
serangga.
C. Pola Pertumbuhan Populasi Dan Konsep Carring Capacity (Daya Dukung)
Penduduk mempunyai pola pertumbuhan khusus yang disebut bentuk
pertumbuhan populasi. Ada dua pola dasar pertumbuhan berdasar pada kurva
pertumbuhan yaitu:
1. Kurva pertumbuhan bentuk J.
2. Kurva pertumbuhan bentuk 5 atau sigmoid.
Pola pertumbuhan populasi dapat berbentuk Jatau S atau gabungan dari keduanya
sesuai dengan kekhususan pertumbuhan populasi organisme dan lingkungannya.
Pada pola pertumbuhan bentuk kepadatan naik dengan cepat secara eksponensial
kemudian berhenti mendadak karena hambatan lingkungan atau faktor pembatas
bekerja efektif secara mendadak. Pada pola pertumbuhan populasi bentuk sigmoid
populasi mula mula naik secara lambat (positive acceleration phase) kemudian
menjadi cepat (logrithmatic phase) kemudian lambat kembali setelah hambatan
lingkungan mulai bekerja (negative acceleration phase) dan akhirnya hampir
seimbang. Batas atas di mana tidak ada pertumbuhan lagi merupakan asimtot dari
kurva sigmoid yang biasa disebut daya dukung lingkungan (carrying capacity)
atau daya topang Pada pola pertumbuhan bentuk J tidak terdapat tingkat
keseimbangan akan tetapi batas N merupakan batas atas yang ditentukan oleh
lingkungan.
Penyebaran populasi ialah pindahnya individu atau keturunan (biji, spora, larva)
keluar dari populasi atau daerah populasi. Ada tiga

pola penyebaran populasi:

a. Emigrasi : gerakan keluar satu arah

b. Immigrasi : gerakan masuk satu arah


c. Migrasi : keluar masuknya secara periodik Pengaruh penyebaran terhadap
jumlah penduduk akan :
a. Kecil, ketika hanya sedikit individu yang masuk/keluar dari suatu populasi
populasinya besar.
b. Besar, apabila penyebaran yang terjadi secara missal (sari besar jumlahnya) dan
terjadi dalam waktu yang pendek.
Penyebaran populasi dipengaruhi oleh:
1. Barier, misalnya: sungai, gunung, lembah, dan sebagainya.
2. Vigalitas atau kemampuan gerak organisme umumnya organisme dengan
vigalitas tinggi akan memudahkan penyebaran, misalnya burung, serangga
Penyebaran merupakan sarana di mana daerah baru dan kosong yang semula tidak
dihuni akan menjadi dihuni sehingga terbentuk suatu keseimbangan baru
disamping itu penyebaran juga penting untuk gene flow dan pembentukan spesies
baru. Penyebaran organisme kecil yang terjadi secara pasif umumnya mengikuti
pola eksponensial artinya kepadatan populasi menurun dengan jumlah yang sama
untuk kelipatan yang sama dari jarak sumbernya. Penyebaran organisme besar dan
aktif menyimpang dari pola tersebut. Pengambilan sampel populasi untuk ketiga
pola terakhir harus dilakukan secara hati-hati karena dapat memberikan hasil yang
sangat berbeda. Contoh kecil dari populasi dengan penyebaran berkelompok dapat
memberi hasil dengan kepadatan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah.
Kecenderungan organisme untuk berkelompok misalnya waktu berbiak,
membentuk koloni (semut, rayap). Sontoh populasi acak lalah kutu beras, remis
Dalam Lumpur Hal Ini Terjadi Karena Lingkungan Sangat Homogen.

E. Tipe Interaksi Antara Dua Spesies


1. Interaksi Negatif: Kompetisi Interspesifik
Kompetisi Interspesifik adalah segala interaksi antara dua atau lebih populasi
spesies yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan
populasi.Kecenderungan untuk bersaing menyebabkan timbulnya pemisahan
secara ekologis dari jenis yang berdekatan atau spesies yang serupa, dan ini
dikenal sebagai asas pengeluaran kompetisi (competitive eclusion principle).
Kompetisi interspesifik dapat menghasilkan: 1. Penyesuaian keseimbangan antara
kedua spesies.
2. Mengakibatkan penggantian populasi spesies satu dengan populasi spesies lain;
3. Memaksa pindah;
4. Memaksa menggunakan jenis makanan lain.
spesifik (antar populasi) berkurang, akibatnya persaingan intraspesifik (dalam
populasi dari satu spesies) akan menonjol dan populasi spesies cenderung untuk
tersebar.
2. Interaksi Negatif: Predasi, Parasitisme, dan Antibiosis Predasi dan parasitisme
adalah contoh interaksi antara dua penduduk yang berdampak negatif terhadap
pertumbuhan dan kehidupan pada salah satu populasi. Hasil yang sama terjadi jika
satu populasi menghasilkan zat yang merugikan populasi lainnya. Interaksi ini
dikenal dengan antiblosis. Pengaruh negatif tersebut cenderung berkurang pada
populasi yang telah berinteraksi dalam jangka lama dan pada ekosiste stabil
sehingga satu spesies tidak merusak lain.
Pemusnahan dapat terjadi pada ekosistem yang baru dan belum mantap, misalnya
ada perubahan yang mendadak karena ulah manusia. Ini dapat menjurus ke arah
apa yang dikenal dengan prinsip pathogen mendadak (principle of instant
pathogen), yang menjelaskan mengapa perbuatan manusia sering menjurus ke
masalah epidemik (wabah). Predator dan parasit memang menekan laju
pertumbuhan populasi, tetapi apakah populasi akan lebih baik tanpa pemangsa dan
parasit. Predator dan populasi memainkan peranan dalam menahan peledakan
populasi, misalnya populasi serangga, burung, dan dll, agar tidak menjadi terlalu
padat penduduk.
Komunitas merupakan konsep penting karena di alam berbagai jenis
organisme hidup bersama dalam suatu aturan dan tidak tersebar begitu saja dan
apa yang dialami oleh komunitas akan dialami juga oleh organisme. Jadi untuk
memusnahkan suatu organisme kita dapat lakukan dengan mengubah
komunitasnya. Misalnya nyamuk dapat dikendalikan dengan efisien dan murah
dengan jalan mengubah komunitas perairan, yaitu dengan mena ada di tepi jalan
bukan dengan jalan pembersihan jalan deny... pembajakan/pencangkulan, tetapi
dapat dengan jalan pengembangan vegetasi yang mantap dimana gulma kalah
bersaing

KONSEP KOMUNITAS DAN DOMINAN EKOLOGI


Dalam ekologi terdapat suatu kumpulan populasi yang disebut dengan
komunitas, dimana Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup
pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi
satu sama lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila
Nama komunitas harus dapat memberikan keterangan mengenal sifat-sifat
komunitas tersebut. Cara yang paling sederhana, memberi nama itu dengan
menggunakan kata-kata yang dapat menunjukkan bagaimana wujud komunitas
seperti padang rumput, padang pasir, hutan jati. Terdapat beberapa asas-asas yang
berperan dalam organsasi pada taraf komunitas. Komunitas biotik merupakan
kumpulan populasi yang menempati suatu habitat dan terorganisasi sedemikian
rupa sehingga memperlihatkan sifat tambahan dari sifat individu dan populasi
sebagai suatu kesatuan misalnya struktur jenjang makanan dan arus energi.
Komunitas mayor/utama adalah komunitas besar yang tidak bergantung kepada
komunitas lain yang ada di dekatnya. Komunitas minor adalah komunitas yang
masih bergantung pada komunitas lain di sekitarnya. Cara yang paling baik untuk
menamakan komunitas itu adalah dengan mengambil beberapa sifat yang jelas
dan mantap, baik hidup maupun tidak. Pemberian nama komunitas dapat
berdasarkan
1. Bentuk atau struktur utama seperti jenis dominan, bentuk hidup atau indikator
lainnya seperti hutan pinus, hutan agathis, hutan jati, atau hutan
Dipterocarphaceae, dapat juga berdasarkan sifat tumbuhan dominan seperti hutan
skierofil
2. Berdasarkan habitat fisik dari komunitas, seperti komunitas hamparan lumpur,
komunitas pantai pasir, komunitas lautan, dll.
Lamun merupakan tumbuhan tingkat tinggi yang memiliki kemampuan hidup
terendam di bawah permukaan laut. Seperti halnya tumbuhan tingkat tinggi
lainnya, lamun termasuk ke dalam tumbuhan berpembuluh yang memiliki akar,
batang menjalar yang dinamakan rhizoma serta daun. Lamun memiliki
kemampuan bereproduksi dengan cara generatif dengan memanfaatkan biji yang
dihasilkan dan secara vegetatif dengan penambahan panjang rhizome yang
diiringi dengan munculnya tegakan lamun. Lamun dapat ditemukan pada habitat
yang memiliki substrat berupa pasir, pasir berlumpur, lumpur dan pecahan karang
(Kaware et al., 2016). Keberlangsungan lamun di perairan sangat

dipengaruhi oleh kondisi kualitas perairan pada habitat lamun. Kualitas perairan
tentunya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di sekitarnya. Beberapa parameter
kualitas perairan yang memengaruhi kehidupan lamun diantaranya seperti jenis
substrat, suhu, kekeruhan, salinitas, pH dan kandungan nutrien (Kawaroe et al.,
2016). Kondisi kualitas perairan di sekitar padang lamun dipengaruhi deh
beberapa faktor seperti tingginya aktivitas manusia seperti pembuangan limbah
dan pembangunan di kawasan pesisir. Penelitian yang dilakukan oleh Lisdayanti
(2017) menjelaskan bahwa dampak aktivitas manusia berpengaruh terhadap
kualitas perairan seperti kekeruhan dan penurunan cahaya di perairan. Hal
tersebut dapat berdampak terhadap laju fotosintesis, laju pertumbuhan dan
struktur anatomi jaringan daun dan rhizoma lamun serta kandungan klorofil lamun
yang merupakan salah satu komponen yang berperan dalam proses fotosintesis.
Selain itu menurut Natsir et al. (2020) berkurangnya ketersedian cahaya di
perairan akan mengurangi kemampuan fotosintesis dan fisiologi tumbuhan air.

Perairan Pulau Bintan di Kepulauan Riau memiliki 10 jenis lamun dari 16 jenis
lamun yang ada di Indonesia (Kawaroe et al., 2016; Kurniawan et al., 2020).
Hamparan padang lamun tersebar hampir di seluruh pesisir Pulau Bintan
khususnya kawasan pesisir timur dan pulau kecil di sekitarnya dengan luasan
mencapai sekitar 2.094 Ha (Supriyadi et al., 2018). Persebaran lamun juga
terdapat di perairan Pulau Dompak yang berdekatan dengan Pulau Bintan.
Umumnya palang lamun yang ada di perairan Pulau Bintan di pulau di sekitarnya
termasuk ke dalam padang lamun multispesies dengan kondisi lingkungan.
perairan yang bervariasi. Sebagai contoh kondisi padang lamun di pesisir timur
Pulau Bintan umumnya memiliki jenis substrat dengan dominasi pasir serta
memiliki tingkat kekeruhan yang rendah, sedangkan padang lamun yang berada di
Pulau Dompak memiliki jenis substrat berupa pasir berlumpur dengan tingkat
kekeruhan yang lebih tinggi (Nugraha et al., 2020). Adanya perbedaan
karakteristik lingkungan baik secara alami maupun pengaruh aktivitas manusia
diduga dapat memengaruhi adaptasi lamun. Tingkat adaptasi lamun terhadap
perbedaan lingkungan peraina dapat dipelajari melalui struktur anatomi dan
kandungan klorofil. Struktur anatomi lamun memiliki peran penting dalam proses
adaptasi lamun terhadap kondisi lingkungan (Kaewskhrikhaw et al., 2014). Pada
struktur anatomi lamun terdapat sistem lakuna yang berperan penting dalam
proses pertukaran gas. mengungkapkan bahwa lakuna pada lamun memiliki sifat
yang sangat responsif terhadap terjadinya perbedaan kondisi lingkungan perairan,
ukuran lakuna juga dapat dipengaruhi oleh ukuran morfologi daun.
Struktur anatomi rhizoma Jamun Eacoroides yang berada di perairan Teluk Bakan
umumnya memiliki tingkat ketebalan yang lebih tinggi untuk jaringan stele dan
korteks dibandingkan stasiun lainnya. Jaringan epidermis memiliki tingkat
ketebalan yang tinggi di perairan Dompak. Penebalan jaringan pada struktur
anatomi lamun merupakan bentuk dari suatu respon terhadap perbedaan kondisi
lingkungan perairan (Rosalina et al., 2019). Tingginya nilai ketebalan struktur
anatomi pada jaringan rhizoma di perairan Teluk Bakau dan Dompak diduga
dikarenakan tingginya kandungan bahan organik pada sedimen di lokasi tersebut
dibandingkan dengan Stasiun Berakit.
Tingginya konsentrasi bahan organik pada. sedimen berkaitan dengan
ketersediaan unsur hara yang terdapat pada sedimen tersebut. Tingginya unsur
hara dalam sedimen berpengaruh terhadap pematangan sel yang lebih cepat dan
terjadinya. penebalan jaringan (Zurba. 2018). Tingginya kandungan bahan
organik pada perairan menjadi indikator tingginya aktivitas manusia di lokasi
tersebut (Hyland et al., 2005). Sebagaimana diketahui bahwasannya tingkat
aktivitas manusia di perairan Teluk Bakau lebih tinggi dibandingkan kawasan
Berakit dan Dompak. Hal tersebut terlihat dari banyaknya pemukiman aktivitas
pariwisata dan perikanan tangkap di sekitar.

Umumnya kandungan klorofil a pada lamun lebih besar daripada kandungan


klorofil b (Kawriskhaw dan Prathep, 2014; Baby et al., 2017). Hal tersebut
dikarenakan klorofil a memiliki nilai absorbansi lebih tinggi dibandingkan dengan
klorofil b (Sumaryanti et al., 2011). Kandungan klorofil terbesar ditemukan di
perairan Berakit dibandingkan dengan stasiun lainnya. Kondisi lingkungan
perairan sangat memengaruhi kandungan klorofil yang dihasilkan (Kacwriskhaw
dan Prathep. 2014). Perairan Berakit memiliki tingkat kekeruhan yang sangat
rendah, sehingga intensitas cahaya yang masuk ke perairan menjadi lebih tinggi
dan berdampak kepada tingginya klorofil yang dihasilkan (Sihombing et al.,
2013). Terdapat keterkaitan antara besarnya struktur jaringan mesofil dan
kandungan klorofil yang dihasilkan, kloroplas tempat dihasilkannya klorofil
terdapat di jaringan mesofil. Indonesia memiliki 21% spesies lamun dari yang ada
di dunia yaitu 12 spesies dari 58 spesies. Spesies-spesies ini menyebar secara
tidak merata di perairan Indonesia. Beberapa spesies lamun hanya terdapat di
lokasi tertentu sebagai contoh Thalassodendron ciliatum yang hanya ter pantai
Indonesia bagian timur (Maluku dan Nusa Tenggara), H spinulosa yang hanya
terdapat di 4 lokasi yaitu Kep. Riau, Anyer (Puru Jawa), Baluran Utara (Besuki)
dan Irian, serta H. decipiens yang tercatat di 3 lokasi yaitu Teluk Jakarta (Pulau
Jawa), Teluk Moti-moti (Sumbawa) dan Kep. Aru (Kiswara dan Hutomo, 1985).
Lamun di Indonesia membentuk suatu komunitas monospesik dan campuran.
Komunitas monospesifik terdiri atas satu spesies lamun yang membentuk
hamparan luas sedangkan komunitas campuran terdiri atas beberapa spesies lamun
(Kuriandewa, 2009), Cara yang paling mudah untuk mengidentifikasi spesies
lamun yaitu menggunakan karakteristik morfologinya. Identifikasi spesies lamun
monospesifik tentu lebih mudah dilakukan karena hanya terdiri dari satu spesies
saja sementara untuk komunitas campuran diperlukan beberapa karakteristik
morfologi khusus yang dapat membedakan spesies-spesies dalam komunitas
tersebut. Oleh sebab itu, bagian kedua dari paper ini akan menjelaskan tentang
struktur morfologi lamun yang umumnya digunakan dalam proses identifikasi.
Bagian selanjutnya akan menjelaskan karakteristik morfometrik dan meristik
lamun dan terakhir akan diberikan contoh identifikasi spesies lamun yang ada di
Indonesia.
MORFOLOGI LAMUN
Morfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan susunan tubuh makhluk
hidup. Ilmu morfologi berkembang sekitar abad ke-19 dan dan abad ke-20. Pada
tumbuhan, morfologi tidak saja menguraikan tentang bentuk dan susunan tubuh,
tetapi juga fungsi masing-masing bagian. tersebut dalam kehidupan tumbuhan.
Selain itu, morfologi juga berusaha untuk mengetahui asal-usul bentuk dan
susunan tubuh yang dimiliki oleh tumbuhan (Tjitrosoepomo, 2007).

Lamun merupakan satu-satunya tumbuhan biji yang hidup di laut pada daerah
intertidal sampai subtidal. Kondisi lingkungan yang berbeda dengan kehidupan di
darat menyebabkan lamun memiliki struktur morfologi yang berbeda
dibandingkan tumbuhan darat. Contohnya sebagian besar tumbuhan darat
memiliki akar yang panjang untuk mencapai sumber-sumber air tetapi pada
tumbuhan yang selalu terendam seperti lamun akarnya lebih pendek. Stomata juga
sedikit dijumpai pada lamun karena penguapan hampir tidak terjadi pada
lingkungan perairan. Morfologi lamun merupakan hasil dari proses adaptasi dan
evolusi yang terjadi dalam jangka waktu yang lama. Morfologi lamun secara
umum dapat dilihat dari bentuk akar, rhizoma, daun, bunga dan buah
A AKAR
Lamun memiliki sistem perakaran serabut yang berfungsi untuk menancapkan
tumbuhan ke substrat serta menyerap zat-zat hara. Akar lamun umumnya pendek
dengan beberapa percabangan/brancing root atau bahkan tidak memiliki
percabangan/simple root seperti pada gambar 1 berikut.
B. batang

Batang lamun berbentuk silinder dan tumbuh menjalar di bawah permukaan tanah
substrat disebut dengan rhizoma. Meskipun rhizoma tumbuh secara horisontal,
beberapa spesies memiliki rhizoma yang tumbuh vertikal. Rhizoma memiliki
buku-buku (node) yang mengandung jaringan meristem yang berfungsi untuk
membentuk daun dan akar. Buku/node yang satu dengan yang lain dipisahkan
oleh ruas-ruas (internode). Selain berfungsi sebagai tempat tumbuhnya daun dan
akar, rhizoma juga berfungsi sebagai alat perkembangbiakan secara aseksual.
Rhizoma lamun ditunjukkan seperti gambar 2 berikut ini.

tangkai daun

sisik daun

simpul

ruas
Gambar 2 Rhizoma (Mckenzie dan Yoshida, 2009)

C. DAUN

Pada umumnya lamun memiliki daun yang memanjang, tipis dan menyerupai pita
serta bentuk pertumbuhannya monopodial. Daun lamun dapat tumbuh langsung
dari rhizoma, tangkai daun (petiole) atau dari rhizoma yang tumbuh tegak ke
permukaan. Daun lamun pada umumnya memiliki kutikula tipis dan jumlah
stomata sedikit. Hal ini disebabkan lamun hidup terendam dalam air laut sehingga
proses penguapan relatif kecil. Bentuk dan ukuran daun tiap spesies dapat berbeda
sehingga dapat digunakan untuk membedakan spesies lamun. Morfologi daun
yang
1) Ujung Daun Bentuk ujung daun pada lamun bisa membulat atau meruncing
Ujung daun mudah rusak atau terpotong sehingga untuk mengamati ujung daun
lebih baik menggunakan daun lamun yang masih muda. Berikut ini adalah variasi
bentuk ujung daun pada lamun.
2) Tulang Daun
Tulang daun memiliki pola, arah dan letak yang berbeda-beda pada lembaran
daun sehingga dapat digunakan untuk identifikasi. Tulang daun bisa menyilang
(membentuk garis tegak lurus dengan panjang daun), sejajar (membentuk garis
sejajar searah panjang daun), ditengah (memiliki tulang daun utama yang terletak
persis ditengah-tengah daun), dan intramarginal (mengelilingi sisi dalam tepian
daun). Berikut ini adalah variasi pola, arah dan posisi tulang daun pada lembaran
daun.
3) Bentuk Tepi Daun
Tepi daun bisa bergerigi (Serrated), halus (smooth), atau menggulung ke dalam
(Jarolled).
4) Pelepah/Pembungkus Daun
Pelepah berfungsi untuk melindungi daun muda yang sedang tumbuh. Ketika
daun sudah mati, pelepah akan tertinggal membentuk serat-serat pada rhizome.
5) Lampiran Daun
Daun lamun dapat melekat langsung ke rhizoma atau dari 1 yang tumbuh tegak
atau dari tangkai daun (petiole).

D. BUNGA
Bunga berfungsi sebagai alat perkembangbiakan generatif. Struktur bunga pada
lamun biasanya lebih sederhana dibandingkan dengan bunga tumbuhan darat
(Kuo dan den Hartog, 2006). Bagian bunga lamun umumnya terdiri dari perianth
(mahkota dan kelopak tidak dapat dibedakan) benang sari, putik, dan tangkai
bunga. Benang sari adalah alat kelamin jantan sedangkan putik adalah alat
kelamin betina. Benang sari dapat dibedakan lagi atas tangkai sari dan kepala sari
sedangkan putik terdiri atas ovarium (bakal buah) dans putik. Bunga jantan adalah
bunga yang hanya memiliki alat kela (benang sari) sedangkan bunga betina adalah
bunga yang hanya alat kelamin betina (putik) saja. Berikut ini adalah struktur
bunga jantan dan bunga betina pada lamun.

E.BUAH
Setelah proses pembuahan, ovarium berkembang menjadi buah. Pada lamun,
struktur dan perkembangan buah tergantung dari struktur pembungaan. Kelompok
Posidoniaceae memiliki daging buah lunak dan berair sedangkan kelompok
Cymodoceae (Cymodocea dan Haludule) memiliki lapisan buah yang keras (Kuo
dan den Hartog, 2006). Di dalam buah kemungkinan terdapat satu biji atau
beberapa biji.
MORFOMETRI
Morfometrik ialah ukuran dalam satuan panjang atau perbandingan ukuran
bagian-bagian luar tubuh organisme. Ukuran dalam morfometrik adalah jarak
antara satu bagian ke bagian tubuh lainnya dan biasanya dinyatakan dalam satuan
milimeter atau centimeter. Studi morfometrik secara kuantitatif memiliki tiga
manfaat yaitu membedakan jenis kelamin dan spesies, mendeskripsikan pola-pola
keragaman morfologis antar spesies dan mengklasifikasikan serta menduga
hubungan filogenik
Pada lamun, studi morfometrik menggunakan ukuran panjang daun, lebar daun
dan panjang ruas/internode (McDermid, 2003). Panjang daun diukur dari buku
pada rhizoma sampai ujung daun sedangkan lebar daun diukur di bagian daun
yang terlebar. Panjang ruas diukur dari jarak antar pasangan daun (McDermid,
2003). Daun pada umumnya lebih banyak digunakan dalam studi morfometrik
karena daun lebih mudah diamati dan ada sepanjang tahun berbeda dengan
struktur reproduksi seperti bunga, buah dan biji yang ada hanya pada waktu
tertentu.

Karakter morfometrik yang ditunjukkan lamun sangat tergantung dari


kondisi lingkungan di sekitarnya seperti yang dilaporkan oleh Peralta et al. (2005)
yang menyatakan bahwa pada lamun Zoostera nolti yang mendapat gangguan dari
aktivitas antropogenik menunjukkan karakter morfometrik baru seperti daun
menjadi lebih pendek dan sempit serta ruas thizoma yang tumbuh lebih panjang
dibandingkan dengan populasi alaminya. Perubahan ini disebut dengan
phenotypic plasticity yaitu bentuk mekanisme suatu spesies untuk beradaptasi
dengan perubahan lingkungan yang bersifat sementara maupun yang terjadi dalam
jangka waktu yang lama (Peralta er al, 2005).

IV. LAMUN MERISTIS


Karakter meristik berkaitan dengan penghitungan jumlah bagian- bagian tubuh.
Meristik adalah sifat-sifat yang menunjukkan jumlah bagian tubuh luar. Pada
lamun sifat meristik yang biasanya 13/31 adalah jumlah daun, jumlah tulang daun
dan jumlah bekas, daun/scars (Hackney dan Durako, 2003). Pada lamun jumlah
scars dapat digunakan untuk mengetahui umur lamun.
2) Cymodocea rotundata
Lamun ini termasuk ke dalam Familia Cymodoceaceae. Leaf sheat berkembang
dengan baik (1.5-5.5 cm). Membentuk batang tegak di tiap buku dengan daun
berjumlah 2-7 daun per batang. Panjang daun sekitar 7 -15 cm dan lebar daun 0,2-
0,4 cm. Jumlah vena (tulang daun) sekitar 7- 15 buah dengan posisi longitudinal.
Daun sedikit melengkung dengan ujung daun membulat (rotundas) atau
membentuk lekukan jantung.
3) Enhalus acoroides Lamun ini termasuk ke dalam Familia Hydrocharitaceae.
Enhalus memiliki daun panjang menyerupai pita (P=30-150 cm; L= 1,25,1.75 cm)
dengan ujung daun membulat. Daun tebal dan kuat berwarna hijau gelap.
Rhizomanya besar dan tebal (paling tipis 1 cm) memiliki serabut serabut hitam.
Buah berukuran 4-6 cm untuk diameter (Lanyon, 1986). Morfologi E. acoroides
ditunjukkan seperti gambar 14 berikut.
4) Haludule pinifolia
Lamun ini termasuk ke dalam Familia Cymodoceaceae. H. pinifolia memiliki
ukuran paling kecil dalam genus Holodule. Panjang daun kurang dari 20 cm dan
lebar daun kurang lebih 0,25 mm. Ujung daun agak membulat, bergerigi dan
terbagi atas tiga titik. Central vein yang berwarna agak gelap membelah di ujung
daun menjadi dua (Lanyon, 1986).
5) Haludule uninervis
Lamun ini termasuk ke dalam Familia Cymodoceaceae. Ukuran daun lebih besar
dibandingkan H. Pinifolia. Lebar daun 0,25-0,5 mm. Struktur daun hampir sama
dengan H. Pinifolia tetapi ujung daunnya berbeda dimana ujung daun selalu
berakhir dengan tiga titik dan vena sentral tidak membelah menjadi dua seperti H.
pinifolia.
6) Halophila yang menipu
Lamun ini termasuk ke dalam Familia Hydrocharitaceae. Daun berbentuk elips
dengan panjang 1 2,5 cm dan lebar 0,05 cm. Daun muncul dari buku secara
berpasangan. Tulang daun tengah terlihat.
7) Halophila ovalis
Lamun ini termasuk ke dalam Familia Hydrocharitaceae. Daun berbentuk oval.
Panjang daun 1-4 cm dan lebar 0,5-2 cm. Memiliki 10-25 pasang tulang daun
yang saling menyilang (cross vein). Cross vein membentuk sudut 45-60 derajat.
Selain cross vein, pada H. ovalis juga memiliki vena intramarginal. Rhizoma tipis
dan halus menyolok.
8) Halophila minor/Halophila ovata
Lamun ini termasuk ke dalam Familia Hydrocharitaceae. Daun memiliki petiole.
Daun berbentuk oval dengan ukuran yg lebih kecil dari H. ovalis dimana lebar
daun kurang dari 0,5 cm dan panjang berkisar 0.5- 1.5 cm. Memiliki cross vein
kurang dari 10 pasang. Rhizoma tipis dan halus.
9) Halophila spinulosa
Lamun ini termasuk ke dalam Familia Hydrocharitaceae. Memiliki tunas lateral
tegak dengan panjang mencapai 15 cm. Tiap tunas lateral berisi 10-20 pasang
daun. Daunnya berbentuk lonjong dengan panjang 1,5 -2,5 cm dan lebar 0,3-0,5
cm. Tepi daun bergerigi, H. spinulosa memiliki bentuk yang menyerupai tanaman
paku.
10) Syringodium isoetifolium Lamun ini termasuk ke dalam Familia
Cymodoceacear. Daun berbentuk silindris dengan diameter 0,1-0,2 cm dan
panjang daun 7-30 cm. Memiliki selubung daun dengan panjang 1.5-4.0 cm.
STATUS PADANG LAMUN DI INDONESIA

1. Habitat

Bentuk vegetatif lamun memperlihatkan tingkat keseragaman yang tinggi. Hampir


se-mua genera mempunyai "rhizome" yang berkembang baik dan bentuk daun
yang memanjang (linear) atau berbentuk sangat pan-jang seperti ikat pinggang
(strap shaped), kecuali pada genus Halophila yang umumnya berbentuk bulat
telur. Oleh karena itu, la-mun pada umumnya dianggap sebagai ke-lompok
tumbuh-tumbuhan yang homogen. Meskipun demikian, pengamatan lebih lanjut
memperlihatkan bahwa bentuk pertumbuh annya, sistem percabangan dan struktur
ana-tomiknya memperlihatkan keanekaragaman yang jelas. Berdasarkan karakter-
karakter sistem vegetatif tersebut lamun dapat dikelompokkan dalam 6 katagori
(Den Hartog, 1967). A. Herba, percabangan monopodial.

a. Daun panjang, berbentuk pita atau ikat pinggang, panya saluran udara
1. Parvozosterid, daunnya panjang dan sempit: Halodude dan Zostera subgenus
Zosterella
2. Magnozosterid, daun berbentuk panjang atau pita tetapi tidak lebar Zostera
subgenus Zostera, Cymodecea dan Thalassia
3. Syringodid, daun bulat seperti lidi dengan ujung ranting (subulate):
Syringodium.
4. Enhalid, daun panjang dan kaku seperti kulit (leathery linier) atau berbentuk
ikat pinggang yang kasar (coarse strap shape); Enhalus, Post Dunia.
b. Daun berbentuk elips, bulat telur, ber bentuk tombak (lanceolate) atau panjang,
rapuh dan tanpa saluran udara contohnya Halophilid: Halophila. B. Berkayu,
percabangan simpodial, daun tumbuh teratur di kiri dan kanan cabang tegak.
1. Amphibolid: Amphibolis, Thalassodendron dan Heterozostera Berbagai bentuk
pertumbuhan tersebut terlihat mempunyai kaitan dengan per-bedaan habitatnya
(Den Hartog, 1977). Gambar 24 memperlihatkan sebaran vertikal dari berbagai
kelompok lamun.
Enhalid dan Amphibolid hidup pada substrat pasir dan karang, kecuali Enhalus
acoroides didapat pada habitat pasir lumpuran. Sebagai hasil dari perbedaan
kondisi eko-logik tersebut, terlihat adanya pola zonasi pertumbuhan lamun
menurut kedalaman. Zonasi tersebut terutama terlihat di perairan tropik dan
subtropik dimana jumlah spesies lebih besar daripada di perairan ugahari. Pada
zona antara air pasang rata-rata perbani (mean high water neap) dan air surut rata-
ra-ta perbani (mean low water neap) didominasi oleh parvozosterid dan sering
diikuti oleh halophilid. Pada zona antara air surut rata-rata perbani dan air surut
rata-rata purnama (mean low water spring) dominasi digantikan oleh
magnozosterid. Pada zona sublitoral atas (upper sublittoral) magnozosterid
digantikan oleh enhalid dan amphibolid. Angiospermae yang dapat tumbuh di
tempat yang cukup dalam diwakili oleh kelompok halophilid dan enhalid.

2. Kondisi Padang Lamun di Indonesia


Di Indonesia, kondisi padang lamun telah dikategorikan dalam Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup nomor 200 tahun 2004. Dalam Kepmen tersebut, kondisi
padang lamun terbagi menjadi 3 kategori, yaitu sehat, kurang sehat dan miskin.
Kategori sehat jika penutupan lamun di suatu daerah > 60%, kurang sehat jika 30-
59,9% dan tidak sehat jika pentupan antara 0-29,9%. Penghitungan kondisi lamun
dilakukan dengan menggunakan beberapa sumber data. Sumber data pertama
berasal dari data monitoring kondisi lamun yang dilakukan oleh P2O-LIPI melalui
proyek COREMAP-CTI. Sumber data kedua, berasal dari hasil- hasil penelitian
oleh berbagai institusi, universitas, LSM dan sebagainya. Secara umum persentase
tutupan lamun di Indonesia yang dihitung dari 166 stasiun pengamatan adalah
41,79%. Apabila nilai tersebut digolongkan mengikuti Kepmen LH 200 tahun
2004, maka status padang lamun di Indonesia termasuk dalam kondisi "kurang
schat".

Hasil asesmen terhadap kondisi padang lamun di Indonesia menunjukkan


bahwa Pembangunan pesisir (17%) adalah penyebab paling umum hilangnya
lamun, dengan reklamasi lahan (12,5%) dan sedimentasi sebagai akibat dari
deforestasi (8%) juga menjadi faktor yang signifikan. Penyebab lainnya termasuk
pertanian rumput laut (8%), penambangan pasir dan karang (8%) dan eksploitasi
Global Warming atau Pemanasan Global merupakan ancaman yang relative baru
terhadap ekosistem lamun. Sebelumnya, kegiatan manusia yang cenderung
desktruktif merupakan faktor yang memicu hilangnya laman-lamun di dunia.
Green & Short, 2003 mengatakan menurunya luas lamun dunia merupakan
kombinasi faktor alami dan hasil aktivitas manusia. Dalam beberapa dekade
belakangan ini perubahan suhu bumi, yang meningkat diduga mempengaruhi
ekosistem lamun baik secara langsung maupun tidak langsung Potensi ancaman
terhadap lamun muncul sebagai akibat kenaikan permukaan air laut, perubahan
system pasang surut (arus), penurunan salinitas local, radiasi sinar ultraviolet serta
kejadian-kejadian alam ekstrim lainnya yang tidak terduga yang merupakan
dampak dari pemanasan global.

Komponen - komponen yang memicu perubahan global (pemanasan global) dapat


mempengaruhi habitat lamun dibahas sebagai berikut:
1. Peningkatan CO Konsentrasi CO2 di atmosfer telah meningkat dari 280 (ppm)
pada tahun 1880 menjadi hampir 380 ppm pada tahun 2005, meskipun sekitar
30% dari seluruh CO2 di atmosfer yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar
fosil telah diambil oleh laut (IPCC 2007). Peningkatan CO2 pada batasan normal
dapat meningkatkan produktivitas lamun (Green dan Short, 2003), namun
kenaikan secara terus menerus dapat mengakibatkan penurunan nilai pH
(pengasaman air laut) sehingga dapat mempengaruhi fotosintesis dan
pertumbuhan lamun (Bjork er al. 2008). Kombinasi genetik dan kerentanan
terhadap perubahan iklim dan faktor lingkungan membuat lamun sangat rentan
terhadap pemanasan global (Eveleth, 2010).
2. Penurunan pH perairan (pengasaman perairan)
Peningkatan kadar CO terlarut menurunkan pH air laut atau dengan kata lain
terjadi pengasaman air laut. pH air laut yang rendah berpengaruh positif terhadap
lamun yaitu dapat meningkatkan fotosintesis dan produktivitas lamun akan
bervariasi menurut spesies (Short). Percobaan laboratorium menunjukkan bahwa
Zostera capricorni, Cymodocea serrulata dan Syringodium isoetifolium toleran
terhadap radiasi UV dan mampu beradaptasi dengan UV yang meningkat yaitu
dengan memproduksi pigmen (Dawson dan Dennison 1996). Penelitian lain
menunjukkan bahwa fotosintesis Halodule wrightii memiliki toleransi yang tinggi
terhadap UV-B. Syringodium filiforme memiliki toleransi moderat, sedangkan
Halophila engelmanni, Halophila ovalis dan Halodule uninervis memiliki
toleransi yang sangat rendah (Dawson dan Dennison 1996), Hader (1993) juga
mengamati beberapa bukti bahwa pertumbuhan epifit pada lamun dapat
melindungi lamun dari UV-B

5. Badai
Badai di wilayah pesisir dapat menyebabkan pergerakan sedimen yang besar dan
memiliki efek buruk pada padang lamun seperti tercabutnya atau terbenamnya
lamun (Short et al. 2006). Peningkatan curah hujan dan debit dari sungai dapat
meningkatkan luapan sedimen, yang juga dapat mengakibatkan penurunan tingkat
cahaya atau mencekik ekosistem lamun. Sekitar 1.000 km2 lamun di Queensland,
Australia, yang hilang oleh gangguan pencabutan dan/atau sedimen setelah dua
banjir besar dan satu topan dalam waktu 3 minggu.

6. Banjir
Perubahan ekstrim dari pola cuaca juga dapat menyebabkan banjir, yang
menyebabkan peningkatan kekeruhan perairan dan laju sedimentasi. Misalnya,
kekayaan jenis lamun dan biomassa daun di Filipina dan Thailand menurun tajam
bila menerima masukan lumpur dan sedimen tanah liat lebih dari 15% (Terrados
et al. 1998). Peristiwa banjir yang ekstrim di Afrika Timur, telah terbukti
menyebabkan kerugian dalam skala besar habitat lamun (Bandeira dan Gell
2003). Demikian pula, lamun di Queensland, Australia, yang hilang dalam
peristiwa banjir, dan butuh waktu tiga tahun bagi lamun untuk pulih (McKenzie
2004). Hujan lebat juga dapat mempengaruhi lamun dengan mengencerkan air
laut ke salinitas rendah.

Macam-Macam Jenis Lamun Yang Ditemukan di Poton Bakau Jerowaru,


Lombok Timur.
1. Hu (Halodule uninervis)
º Ujung daun
berbentuk
º Trisula -Satu pusat pembuluh
daun º Umumnya rimpang
pucat,
º dengan bekas luka daun berwarna hitam

2. Ho (Halophila oralis)
º Jumlah pembuluh melintang 10 atau
lebih º Permukaan daun tidak berambut

3. Hp (Halodule pinifolia)
º Ujung daun membulat
º Satu pusat pembuluh daun
º Umumnya rimpang pucat,
dengan bekas luka daun berwarna
hitam

4. Cs (Cymodocna
serralata) º Ujung daun
bergerigi
º Lebar helai daun 4-9 mm
º Panjang daun 6-15 cm
º seringkali bergaris

º Seludang daun berbentuk segitiga

5. Cr (Cymodocea rotundata)
º Ujung daun membulat
º Helai daun sempit (lebar 2-4
mm) º Panjang daun 7-15 cm
º Seludang daun berkembang dengan baik

Hewan yang berasosiasi dengan lamun


1. Lobster
Ciri Ciri Lobster
Hewan ini memiliki ciri-ciri yang berbeda antara jantan dan betina, mereka
bisa dibedakan setelah mereka berumur 2 bulan yang panjangnya sekitar 5-7
cm. Pada jantan pada dasar tangkai kaki ke 5 terdapat tonjolan dari kaki jalan
di bawah mulut sedangkan pada wanita ada lubang berbentuk bulat pada
dasar kaki.
2. Kerang
Ciri-ciri umum
Kerang tidak memiliki kepala (juga otak) dan hanya simping yang memiliki
mata. Organ yang dimiliki adalah ginjal, jantung, mulut, dan anus. Kerang
dapat bergerak dengan "kaki" berupa semacam organ pipih yang dikeluarkan
dari cangkang sewaktu-waktu atau dengan membuka-tutup cangkang secara
mengejut.

3. Kepiting
Kepiting memiliki bentuk tubuh yang lebar melintang. Ciri khas yang
dimiliki bangsa kepiting adalah karapas berbentuk pipih atau agak
cembung dan berbentuk heksagonal atau agak persegi.
4. Kelomang
Rata-rata kelomang memiliki abdomen (perut) yang panjang, berbentuk
seperti spiral dan lunak lembut, tidak keras seperti abdomen krustasea lain.
Ujung abdomennya dapat mencengkeram dengan kuat kolumela (tiang
poros) cangkang siput.

5. Ikan
Ciri-ciri umum ikan adalah mempunyai rangka bertulang sejati dan
bertulang rawan, mempunyai sirip tunggal atau berpasangan dan
mempunyai oprculum, tubuh ditutupi oleh sisik dan berlendir, serta
mempunyai bagian tubuh yang jelas antara kepala, badan dan ekor.

DAFTAR PUSTAKA
Asti, N. (2017). Rumput Laut dan Lamun. Surakarta: Dar Mizan
Dewi, C. S. U. (2022). Bioekologi Lamun. Surakarta: Media Nusa Creative.
Lindon, R., dan Sendy, L. M. (2023). Ekosistem Padang Lamun. Malang: Rena
Cipta Mandiri.
Marhayana, S., dan Ilham, A. (2021). Ekosistem Lamun. Yogyakarta:
DEEPUBLISH.
Riawati, L. (2019). Ekologi Magroove. Magelang: CV. Budi Utama.

Anda mungkin juga menyukai