Anda di halaman 1dari 19

Eksoenzim. Mempengaruhi substrat di luar sel.

Terutama substrat yang mempunyai


berat molekul besar tidak dapat melewati membran sel, oleh karena itu material kasar –
bahan makanan berupa polisakarida, lemak, dan protein, harus dipecah menjadi bahan-nutrisi
dengan berat molekul lebih rendah sebelum dapat diangkut ke dalam sel. Karena melibatkan
reaksi, eksoenzim sebagian besar berperan sebagai enzim hidrolitik untuk mereduksi bahan
yang memilki berat molekul besar ke dalam kompleks yang dibangunnya dengan
memasukkan air ke dalam molekul. Molekul-molekul kecil yang terlepas kemudian diangkut
kedalam sel dan diassimilasi (dicerna). secara hidrolisis, untuk dijadikan molekul yang lebih
sederhana dengan BM lebih rendah sehingga dapat masuk melewati membran sel.

Endoenzim. Berfungsi di dalam sel, terutama bertanggung jawab untuk sintesis


protoplasma baru yang dibutuhkan dan menghasilkan energi seluler dari bahan-bahan yang
diasimilasi. Kemampuan sel untuk menyerap substrat nutrisi melalui membran sel,
menunjukkan adanya beberapa kemampuan endoenzim dalam mengubah substrat kimia
spesifik menjadi bahan-bahan esensial. untuk proses sintesis di dalamsel dan
untuk pembentukan energi (ATP) yang berguna untuk proses kehidupan
sel,misal dalam proses respirasi.

Amilolitik

Amilolitik merupakan aktivitas bakteri dalam merombak pati dengan bantuan enzim amilase.
Enzim amilase adalah enzim yang mampu menghidrolisis pati menjadi senyawa lebih sederhana
seperti maltosa dan glukosa. Enzim ini banyak digunakan untuk keperluan industri. Enzim ini dapat
memecah atau menghidrolisa pati, glikogen dan turunan polisakarida dengan cara memecah ikatan
glikosidik pati. Enzim amilase dibedakan menjadi 3 grup yaitu α-amilase yang disebut juga
endoamilase, β-amilase yang disebut juga eksoamilase dan glukoaminase (Rehm dan Reed, 1987).

Uji Amilolitik

Amilase mempunyai kemampuan untuk memecah molekul-molekul pati dan


glikogen Molekul pati yang merupakan polimer dari alfa-D-glikopiranosa akan
dipecah oleh enzim pada ikatan
alfa-1,4- dan alfa-l,6-glikosida (Biogen, 2008).
Amilase merupakan enzim yang paling penting dan keberadaanya paling besar, pada
bidang bioteknologi, enzim
ini diperjual belikan sebanyak 25% dari total enzim yang lainya. Amilase didapatkan
dari berbagai macam
sumber, seperti tanaman, hewan dan mikroorganisme. Amilase yang berasal dari
mikroorganisme banyak
digunakan dalam industri, hal ini dikarenakan mikroorganisme periode
pertumbuhanya pendek. Amilase pertama
kali yang diproduksi adalah amilase yang berasal dari fungi pada tahun 1894
(Oliveira, 2008).
Enzim alfa-amilase merupakan enzim yang banyak digunakan pada berbagai macam
makanan, minuman dan
industri tekstil. Alfa amilase ekstra seluler dihasilkan dari beberapa bakteri,
diantaranya adalah Bacillus
coagulans, B. stearothermophilus dan B. licheniformis(Biogen, 2008). Secara umum,
amilase dibedakan menjadi tiga berdasarkan hasil pemecahan dan letak ikatan yang
dipecah, yaitu
alfa-amilase, beta-amilase, dan glukoamilase. Enzim alfa-amilase merupakan
endoenzim yang memotong ikatan
alfa-1,4 amilosa dan amilopektin dengan cepat pada larutan pati kental yang telah
mengalami gelatinisasi. Proses
ini juga dikenal dengan nama proses likuifikasi pati. Produk akhir yang dihasilkan dari
aktivitasnya adalah
dekstrin beserta sejumlah kecil glukosa dan maltosa. Alfa-amilase akan
menghidrolisis ikatan alfa-1-4 glikosida
pada polisakarida dengan hasil degradasi secara acak di bagian tengah atau bagian
dalam molekul
Amilum adalah senyawa yang memiliki berat molekul tinggi, terdiri atas polimer glukosa yang
bercabang-cabang yang diikat dengan ikatan glikosidik. Degradasi amilum membutuhkan enzim
amilase yang akan memecah/menghidrolisis menjadi polisakarida yang lebih pendek (dextrin), dan
selanjutnya menjadi maltosa. Hidrolisis akhir maltosa menghasilkan glukosa terlarut yang dapat
ditransport masuk ke dalam sel. Indikator yang dipakai pada uji amilolitik adalah iodine. Amilum
akan bereaksi dengan iodine membentuk warna biru hitam yang terlihat pada media. Suhu
optimum pada sintesis amilase adalah
sekitar 500 C dan pH optimum untuk sintesis amilase sekitar 7,0. Ekstrak enzim
dipertahankan aktivitasnya
100% ketika diinkubasi selama 1 jam pada suhu 900 C dan 40% pada suhu 600 C
selama 24 jam.
Komposisi dan konsentrasi media sangat mempengaruhi produksi dari enzim amilase
ekstraseluler pada
bakteri, yeast, dan Aspergillus sp. Shinke dalam Srivastava (2008) menyatakan bahwa
komposisi medium
sangat mempengaruhi produksi amilase, seperti halnya sporulasi pada Bacillus cereus.
Keberadaan pati akan
menginduksi produksi amilase. Keadaan lingkungan dan sumber nitrogen pada media
kultur juga akan
mempengaruhi pertumbuhan produksi amilase. Disamping karbon dan nitrogen,
sodium dan garam potassium,
ion metal, dan detergen juga akan mempengaruhi produksi amilase dan pertumbuhan
mikroorganisme
(Srivastava, 2008).
Prosedur di bawah ini menunjukkan aktivitas amilase. NA yang tersuspensi pati digunakan sebagai
media. Indikator yang dipakai adalah iodine. Degradasi yang terjadi pada pati diketahui
dengan hilangnya material yang terwarnai oleh iodine. Uji
deteksi α amylase yang menghidrolisis α-1,4-glikogen dan poliglucosan lainnya. Pada
saat awal perlakuan terjadi
penurunan yang cepat berat molekul pati yang dihasilkan dari pewarnaan iodine.
Produk akhir utama dari
degradasi ini adalah oligosakarida dengan berat molekul yang rendah. Sebaliknya, β-
amilase mampu
mengkatalisis sebuah serangan exolitik dan mendegradasi pati dengan cara memecah
maltose dari ujung rantai
pati. Enzim amylase dari B. subtilis dapat dipisahkan satu sama lain dan secara
subsekuen mengeluarkannya
bersama maltose. Enzim amylase dapat dipisahkan dari protease dengan
menambahkan insoluble starch ke
dalam kultur untuk menyerap amilase (Inchem, 2008).
Aktivitas amilase dilakukan oleh enzim bakteri dan terlihat berwarna biru di dalam
iodin. Apabila iodin
11/12/12
blog.ub.ac.id/abuf atih/2012/05/10/enzim-amilase/ 4/16
menyebabkan media pati berwarna biru pada koloni bakteri maka tidak ada amilase
yang diproduksi. Molekul
maltosa yang kecil dapat masuk ke dalam sel untuk digunakan sebagai energi.
Interaksi iodin dengan pati
membuat media berwarna biru gelap (Goshen, 2008). Menurut Ekunsaumi (2004),
produksi enzim amilase oleh
koloni bakteri pada media ditunjukkan adanya zona bening dengan penambahan
larutan iodin di sekitar koloni
bakteri.Amilum akan bereaksi dengan iodine membentuk komplex warna biru hitam yang terlihat
pada media. Warna biru hitam terjadi jika iodine masuk ke dalam bagian kosong pada amilum yang
berbentuk spiral.

Berdasarkan hasil pengamatan metabolisme bakteri, tampak bahwa semua bakteri, baik Escerichia
coli, Bacillus subtilis, dan Streptococcus aureus mampu menghidrolisis amilum. Bukti bahwa
kesemua bakteri tersebut mampu menghidrolisis amilum adalah adanya daerah jernih atau bening
yang terdapat di sekitar koloni bakteri yang sedang tumbuh (Hasil inokulasi). Kemampuan untuk
menghidrolisis amilum menjadi glukosa, maltosa, dan dekstrin karena mempunyai enzim amilase.
Amilum tidak dapat langsung digunakan, sehingga bakteri harus menghidrolisis amilum terlebih
dahulu menjadi molekul sederhana dan masuk ke dalam sel (Kaiser, 2005). Menurut Hadioetomo
(1990), fungsi uji positif hidrolisis amilum pada bakteri ditandai dengan tampaknya area jernih di
sekitar pertumbuhan bakteri yang digoreskan. Adanya daerah jernih tersebut disebabkan eksoenzim
dan organisme menghidrolisis amilum dalam medium agar. Menurut Schegel (1994), fungi atau
bakteri memproduksi α-amilase sehingga mampu menguraikan amilum dengan eksoenzim amilolitik
tersebut amat luas antara mikroorganisme, diantaranya bakteri Bacillus macerans, Bacillus polimexa,
dan Bacillus subtilis. Pada hasil pengamatan diketahui bahwa Escerichia coli memiliki kemampuan
paling tinggi dalam menghidrolisis amilum karena daerah jernih yang ditunjukkan disekitar koloni
Escerichia coli paling luas dibandingkan dengan bakteri yang lain. Bila ditinjau dari pendapat Schegel
tersebut dimungkinkan jumlah sel Escerichia coli yang diinokulasikan pada medium lebih banyak
jumlahnya. Sehingga jumlah sel yang melakukan metabolisme semakin banyak, dan daerah jernih
yang ditunjukkan pun terlihat paling luas. Pada uji adanya hidrolisis amilum digunakan larutan
iodium pada tahap akhir. Iodium digunakan sebagai indikator adanya amilum, bila medium yang
mengandung pati atau amilum diberi iodium maka akan nampak warna biru. Namun jika pati atau
amilum tersebut telah terhidrolisis maka warnanya akan jernih atau bening. Warna jernih tersebut
mengindikasikan bahwa pati atau amilum sudah terhidrolisis oleh eksoenzim pada bakteri
(Hadioetomo, 1990). Menurut Kaiser (2005) warna jernih atau bening pada sekeliling bakteri setelah
ditambahkan iodium disebabkan karena amilum tidak dapat bereaksi lama dengan iodium. Pada
ketiga bakteri yang diamati, kesemuanya mampu menghidrolisis amilum, hal ini menunjukkan
bahwa bakteri-bakteri tersebut menghasilkan enzim α-amilase.

Cara Kerja :

· Inokulasi Nutrient Agar yang mengandung pati (2 g/l) dengan E.coli dan Bacillus sp. secara streak.

· Inkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC

· Setelah selesai inkubasi, tetesi cawan dengan lugol’s iodine secukupnya sehingga seluruh
permukaan media terkena.

· Hidrolisis zat pati terlihat sebagai zona jernih di sekeliling koloni, sedangkan hasil negatif
ditunjukkan warna sekitar koloni tetap biru hitam.

Proteolitik

Aktivitas proteolitik menghasilkan sedikit penggumpalan. Bakteri proteolitik adalah bakteri yang
memproduksi enzim protease ekstraseluler, yaitu enzim pemecah protein yang diproduksi di dalam
sel kemudian dilepaskan keluar dari sel. Semua bakteri mempunyai enzim protease di dalam sel,
tetapi tidak semua mempunyai enzim protease ekstraseluler. Dekomposisi protein oleh
mikroorganisme lebih kompleks daripada pemecahan karbohidrat dan produk akhirnya juga lebih
bervariasi. Hal ini disebabkan struktur protein yang lebih kompleks. Mikroorganisme melalui suatu
sistem enzim yang kompleks, memecah protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih
sederhana.(Durham, 1987)

Uji proteolitik

Uji proteolitik ditujukan untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme menghasilkan enzim


protease. Pada praktikum ini protein yang digunakan dalam bentuk kasein susu. Hidrolisis kasein
secara bertahap akan menghasilkan monomernya berupa asam amino. Proses ini dinamakan
peptonisasi atau proteolisis

Cara Kerja :

· Inokulasikan Bacillus sp. Dan E. coli pada Skim Milk Agar (SMA)

· Inkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam.

· Aktivitas proteolitik ditunjukkan oleh terbentuknya zone jernih di sekeliling koloni.

Hidrolisis Protein Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data pada medium lempeng Skim Milk
Agar (SMA) yang digunakan untuk mengidentifikasi bakteri yang dapat menghidrolisa kasein, ketiga
jenis bakteri (Escerichia coli, Bacillus subtilis, dan Streptococcus aureus) tersebut dapat
menghidrolisis protein. Kemampuan bakteri dalam menghidrolisis protein ditunjukkan dengan
terbentuknya daerah bening/jernih di sekitar goresan (tempat pertumbuhan bakteri yang
diinokulasikan). Hal ini sesuai dengan pendapat Hadioetomo (1990) yang menyatakan bahwa uji
positif ditandai dengan tampaknya area jernih di sekitar pertumbuhan organisme yang digoreskan.
Dari ketiga bakteri (Escerichia coli, Bacillus subtilis, dan Streptococcus aureus) tersebut mempunyai
kemampuan menghidrolisis yang berbeda-beda sebagaimana disebutkan pada data hasil
pengamatan, dari data hasil pengamatan secara berurutan berdasarkan kemampuannya dalam
menghidrolisis protein dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah adalah Bacillus subtilis,
Escerichia coli, dan Streptococcus aureus. Perbedaan kemampuan dalam memghidrolisis protein
dimungkinkan disebabkan karena prosuksi eksoenzim yang berupa enzim protease yang berbeda.
Dimungkinkan Bacillus subtilis memiliki kemampuan menghasilkan protease lebih banyak
dibandingkan Escerichia coli, dan Streptococcus aureus. Adapun kemungkinan lain dari perbedaan
kemampuan menghidrolisis protein adalah jumlah sel bakteri dari tiap jenis yang diinokulasikan pada
medium tidak sama sehingga mempengaruhi hasil hidrolisis protein tersebut yang ditandai dengan
perbedaan jumlah koloni yang tumbuh pada medium. Perbedaan jumlah sel bakteri pada tiap jenis
bakteri dapat memberikan pengaruh yang nyata. Semakin banyak jumlah sel bakteri, maka semakin
banyak sel yang melakukan metabolisme, akibatnya semakin luas daerah jernih pada medium.
Hidrolisis protein terjadi karena adanya reaksi enzimatis. Bakteri yang mempunyai eksoenzim
mampu menghidrolisis kasein, yang menyababkan suspensi (medium) akan menjadi daerah jernih di
sekeliling pertumbuhan baakteripertumbuhan bakteri. Kaiser (2005) menyatakan bahwa jika bakteri
yang mempunyai eksoenzim mampu menghidrolisis kasein, maka suspensi kan menjadi daerah
jernih di sekeliling daerah pertumbuhan bakteri. Protein merupakan senyawa penting dalam tubuh
organisme hidup. Medium yang digunakan untuk mengetahui adanya hidrolisis protein adalah
terbuat dari susu skim yang dicampur agar dan aquades, dimana di dalam susu skim tersebut
terkandung kasein yang nantinya akan terhidrolisis menjadi peptida dan asam amino.

Bakteri melakukan hidrolisis berbagai protein menjadi asam amino tunggal dengan tujuan
menggunakan asam amino tersebut untuk sintesis protein dan molekul seluler yang lain atau sebagai
sumber energi (Kaiser, 2005). Dalam pengamatan kami, adaerah jernih terbentuk di sekitar daerah
pertumbuhan bakteri, hal ini disebabkan oleh kasein yang nampak putih dalam suspensi koloid
(medium SMA) telah terhidrolisis menjadi peptida dan asam
Uji Lipolitik

Lipid misalnya trigliserida merupakan sumber energi bagi sejumlah mikroorganisma. Untuk
mendapatkan energi dari lipid, mikroba menghasilkan enzim lipase dan esterase yang memecah
ikatan ester menghasilkan gliserol dan asam lemak.

Terdapat berbagai macam prosedur untuk mengetahui aktivitas lipase diantaranya adalah dengan
menggunakan media Trybutirin Agar, Rodhamine Agar dan Spirit Blue Agar. Pada prinsipnya metode-
metode di atas menggunakan indikator yang mampu mendeteksi keberadaan asam lemak yang
terbentuk akibat hidrolisis lemak.

Cara Kerja :

· Inokulasikan Bacillus sp. dan E. coli pada media Tributyrin Agar dengan indikator neutral red

· Inkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam.

· Reaksi positif ditandai oleh bercak-bercak kuning disekeliling koloni, sedangkan reaksi negatif
ditandai oleh bercak-bercak yang tetap berwarna merah.

Praktikum kali ini akan dilakukan uji amilolitik dengan menggunakan berbagai jenis sampel, yaitu
kornet, margarin, pindakas, dan mentega. Masing-masing sampel (sebanyak 1 gram) diencerkan
hingga 10-3, lalu dari pengenceran 10-2 dan 10-3 dituang ke dalam cawan petri yang masing-masing
ditambahkan media, yaitu cawan petri 1 berisi NA dan cawan petri 2 berisi NA + 1% lemak. Agar (NA)
adalah jenis media umum yang biasa digunakan untuk membiakan bakteri. Secara cepat, masing-
masing cawan petri ditambahkan 2 tetes indikator NR (Neutral Red), kemudian digoyangkan dan
biarkan membeku. Lalu diinkubasikan selama 2 hari pada suhu 30C. Pada kultur ditambahkan 1 tetes
Indikator Neutral Red (NR), untuk mendeteksi apakah bakteri yang tumbuh bersifat lipolitik atau
tidak. Karena bakteri lipolitik dapat menyerap indikator sehingga dasar koloni akan berwarna merah.

Pengamatan yang dilakukan setelah inkubasi adalah hitung jumlah koloni, perhitungan SPC, dan
pewarnaan gram serta amati warna bakteri, bentuk bakteri dan jenis bakteri gram positif atau
negatif. Koloni mikroorganisme pemecah lemak akan memecah lemak menjadi gliserol dan asam-
asam lemak sehingga menurunkan pH medium, yang mengakibatkan warna merah pada bagian
bawah koloni karena perubahan warna indikator Neutral Red pada pH rendah.
Uji Oksidase

Enzim oksidase memegang peranan penting dalam transport elektron selama respirasi aerobik.
Sitokrom oksidase mengkatalisis oksidasi dan reduksi sitokrom oleh molekul oksigen. Enzim oksidase
dihasilkan oleh bakteri aerob, fakultatif anaerob, dan mikroaerofilik. Mikroorganisme ini
menggunakan oksigen, sebagai akseptor elektron terakhir selama penguraian karbohidrat untuk
menghsilkan energi. Kemampuan bakteri memproduksi sitokrom oksidase dapat diketahui dari
reaksi yang ditimbulkan setelah pemberian reagen oksidase pada koloni bakteri. Enzim ini
merupakan bagian dari kompleks enzim yang berperan dalam proses fosforilasi oksidatif. Reagen
yang digunakan adalah tetramethyl-D-phenylenediamine dihydrocloride. Reagen akan mendonorkan
elektron terhadap enzim ini sehingga akan teroksidasi membentuk senyawa yang berwarna biru
kehitaman. Positif tertunda (warna biru muncul antara 10-60 detik setelah ditetesi) menandakan
bahwa bakteri uji memiliki sedikit enzim. Tidak adanya perubahan warna mengindikasikan bahwa uji
yang dilakukan negatif.

Terakhir dilakukan uji oksidase, dimana perlakuannya sama dengan uji katalase, hanya saja pada
uji ini reagen yang digunakan bukan H2O2 tetapi fenilhidrasin klorida. Kemampuan bakteri dalam
memproduksi enzim oksidase dapat diketahui dari reaksi yang ditimbulkannya setelah
pemberian reagen oksidase tersebut pada koloni bakteri. Tetapi dalam percobaan ini uji yang
dihasilkan negatif karena setelah penambahan fenilhidrasin klorida, bakteri amilolitik dan
proteolitik yang digunakan tidak dapat memproduksi enzim oksidase yang terlihat hanya
kumpulan sel yang mengambang akibat ditambahi reagen.

Cara Kerja :

· Koloni bakteri diambil satu tetes (sebaiknya dari biakan cair) secara aseptis dan diinokulasikan
pada Object glass.

· Diatas object glass diberi kertas merang yang sehingga tetesan tersebar pada kertas.

· Tetesi dengan reagen, lalu lihat perubahan yang terjadi

· Jika warna berubah menjadi biru marun maka hasil uji positif, sedangkan bila tidak terjadi
perubahan maka hasil uji negatif. Hasil uji positif tertunda jika warna biru muncul antara 10-60 detik
setelah ditetesi.

Uji oksidase berfungsi untuk menentukan adanya sitokrom oksidase yang dapat ditemukan

pada mikroorganisme tertentu. Mikroorganisme aerobik dan anaerobik fakultatif memiliki enzim

sitokrom oksidase dan oksigen sebagai akseptor elektronnya sehingga dalam uji ini akan

memberikan hasil uji positif yang ditunjukkan dengan perubahan warna koloni bakteri menjadi

hitam dalam waktu 30 menit setelah penambahan reagen uji. Perubahan warna ini disebabkan

sitokrom oksidase mengoksidasikan larytan reagen. Pada mikroorganisme anaerobik obligat akan

memberikan hasil uji negatif yang ditandai dengan tidak terjadi peruabahn warna (Lay, 1994).
Uji Katalase

Setiap bakteri mempunyai suatu enzim yang tergolong flavoprotein yang dapat bereaksi

dengan oksigen membentuk senyawa-senyawa beracun yaitu hidrogen peroksida (H2O2) dan suatu

radikal bebas yaitu superoksida (O2-*) sebagai berikut :

Flavoprotein → H2O2 + O2-*

Bakteri yang bersifat aerobik dan bersifat anaerobik aerotoleran mempunyai enzim katalase

yang dapat memecah H2O2 dan enzim superoksida dismutase yang memecah radikal bebas tersebut.

2 O2-* + 2H+ → H2O2 + O2(g)

H2O2 → H2O + ½ O2 (g)

Bakteri yang bersifat anaerobik fakultatif juga mempunyai enzim superoksida dismutase,

tetapi tidak mempunyai enzim katalase, melainkan mempunyai enzim peroksidase yang mengatalisis

reaksi antara H2O2 dengan senyawa organik, menghasilkan senyawa yang tidak beracun. Reaksinya

adalah sebagai berikut :

H2O2 + senyawa organik → senyawa organik teroksidasi + H2O

Bakteri yang bersifat anaerobik obligat tidak mempunyai enzim superoksida dismutase

maupun katalase. Oleh karena itu, oksigen merupakan racun bagi bakteri tersebut karena senyawa

yang terbentuk dari reaksi flavoprotein dengan oksigen yaitu H2O2 dan suatu radikal bebas yaitu O2-*.

Jenis bakteri ini akan memberikan hasil uji katalase negatif (Fardiaz, 1992).

Katalase adalah enzim yang mengatalisis penguraian hidrogen peroksida (H2O2)

menjadi H2O dan O2. Hidrogen peroksida bersifat toksik terhadap sel karena bahan ini dapat
menginaktivasikan beberapa jenis enzim dalam sel. Hidrogen peroksida terbentuk sewaktu

metabolisme aerob, sehingga mikroorganisme yang tumbuh dalam lingkungan aerob harus

menguraikan bahan toksik tersebut.

Selama respirasi aerobik (proses fosforilasi oksidatif), mikroorganisme menghasilkan hidrogen


peroksida, bahkan ada yang menghasilkan superoksida yang sangat beracun. Senyawa ini dalam
jumlah besar akan menyebabkan kematian pada mikroorganisme. Senyawa ini dihasilkan oleh
mikroorganisme aerobik, fakultatif aerob maupun mikroaerofilik yang menggunakan jalur respirasi
aerobik.

Selanjutnya dilakukan uji katalase menggunakan kaca objek dengan suspensi bakteri amilolitik
dari media NA dan bakteri proteolitik dari media SMA. Produksi katalase bisa diidentifikasi
dengan menambahkan reagen H2O2 pada suspensi bakteri. Jika dihasilkan gelembung gas, berarti
bakteri tersebut mampu memproduksi enzim katalase. Jika tidak dihasilkan gelembung gas berarti
uji katalase dinyatakan negatif. Dimana reaksi yang terjadi untuk uji positif yaitu :
Dari uji katalase yang dilakukan untuk bakteri amilolitik dari media NA diketahui bahwa bakteri
ini dapat menghasilkan enzim katalase setelah penambahan H2O2, yang ditandai dengan adanya
gelembung gas. Begitupun dengan bakteri proteolitik dari media SMA diperoleh hasil yang sama
dengan bakteri amilolitik tersebut.

Superoksida dismutase adalah enzim yang bertanggung jawab untuk penguraian khususnya
superoksida pada organisme aerob yang bersifat katalase negatif. Produksi katalase bisa
diidentifikasi dengan menanmbahkan reagen H2O2 pada suspensi bakteri. Jika dihasilkan gelembung
gas, berarti bakteri tersebut mampu memproduksi enzim katalase. Jika tidak dihasilkan gelembung
gas berarti uji katalase dinyatakan negatif.
 Oksidase mengkatalisis 2 macam reaksi: O2 + (4e- + 4 H+) 2 H2O
O2 + (2e- + 4 H+) H2O2
Cara Kerja :

· Koloni bakteri diambil satu ose secara aseptis dan diinokulasikan pada Object glass.

· Dengan menggunakan pipet tetes, 3% H2O2 diteteskan pada Object glass secukupnya.

· Amati adanya gelembung untuk hasil positif dan tidak ada gelembung untuk hasil negatif (hati-hati
membedakan antara gelembung yang muncul dari sel dengan kumpulan sel yang mengambang
akibat ditambahi reagen).
Uji Katalase

Selama respirasi aerobik (proses fosforilasi oksidatif), mikroorganisme menghasilkan hidrogen


peroksida, bahkan ada yang menghasilkan superoksida yang sangat beracun. Senyawa ini dalam
jumlah besar akan menyebabkan kematian pada mikroorganisme. Senyawa ini dihasilkan oleh
mikroorganisme aerobik, fakultatif aerob maupun mikroaerofilik yang menggunakan jalur respirasi
aerobik.

Superoksida dismutase adalah enzim yang bertanggung jawab untuk penguraian khususnya
superoksida pada organisme aerob yang bersifat katalase negatif. Produksi katalase bisa
diidentifikasi dengan menanmbahkan reagen H2O2 pada suspensi bakteri. Jika dihasilkan gelembung
gas, berarti bakteri tersebut mampu memproduksi enzim katalase. Jika tidak dihasilkan gelembung
gas berarti uji katalase dinyatakan negatif.

Cara Kerja :

· Koloni bakteri diambil satu ose secara aseptis dan diinokulasikan pada Object glass.

· Dengan menggunakan pipet tetes, 3% H2O2 diteteskan pada Object glass secukupnya.

· Amati adanya gelembung untuk hasil positif dan tidak ada gelembung untuk hasil negatif (hati-hati
membedakan antara gelembung yang muncul dari sel dengan kumpulan sel yang mengambang
akibat ditambahi reagen).

Soetrisno. 2009. Manfaat bawang putih pada kesehatan. http://www.chem-is-try.com. [ 25 April


2011 ].

Tampubolon, O. 1995. Tumbuhan Obat. Bhratara. Jakarta

Caesaria Solina. 2007. Aktivitas Antibakteri Campuran Bawang Putih dan Rimpang Kunyit terhadap
Salmonella typmurium. Skripsi. Biokimia. Institut Pertanian Bogor.
Widyastuti, A. T. 2005. Isolasi dan Uji Kemampuan selulitik baketri Simbian rayap pendegradasi
Serat. Skripsi. Jurusan nurisi dan makanan ternak. Fakultas Peternakan. Instiut pertanian Bogor.
Bogor.

Isharmanto, 2009. Sifat-sifat Enzim. http://isharmanto.blogspot.com. Diakses 24.9. 2010.

Juryatin. 1997. Peran Enzim Amilase pada Tubuh Manusia. http://www.docstoc.com. Diakses
24.9.2010.

Mulia,Isnan,2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerja Enzim.


http://metabolismelink.freehostia.com. Diakses 26.9.2010

Nurhalim, M. Shahib.2005. Biologi Molekuler. Bandung: Universitas Padjajaran.

Wikipedia, 2010. Cara Kerja Enzim. http://metabolismelink.freehostia.com. Diakses 24.9.2010


Patty, Jacob Richard. 1994. Tanggap Tiga Varietas Kacang Hijau terhadap
Perubahan Kandungan Air Tanah. Tesis. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Prakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi Dan Reaksi Ternak Ruminansia. UI Press:
Jakarta.
Simidu, W. 1961. Non Protein. Academic Press: New York.
Slamet DS, Taswotjo. 1980. Bertanam Kacang Hijau. Penebar Swadaya:
Jakarta.
Somaatmadja. 1964. Kedelai. Publitbang Tanaman Pangan. IPB Press: Bogor.
Suhartono, M. T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Antar Universitas
Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.
Sumner, J.B. 1926. Urease. (terhubung
berkala)http://www.britannica.com/eb/article-
9074458/urease#7436.hook(2 April 2011).
Sutardi, T. 1977. Ikhtisar Ruminologi Badan Khusus Peternakan Sapi Perah.
Kayu Ambon, Lembang. Direktorat Jenderal Peternakan: Lembang.
Williams, G dan W.J.A. Payne. 1983. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Gadjah Mada University: Yogyakarta.
Wolf, W.J. 1975. Lipoxygenase and Flavor of Soybean Protein Products. J.
Agr. Food Chem. 23 : 136-139.
Woodroof, J., G.1983. Peanut. The AVI Publishing Company, Inc: Westport,
Connecticut.
Akhdiya A. 2003. Isolasi Bakteri Penghasil Enzim Protease Alkalin Termostabil. Buletin Plasma
Nutfah Vol.9 No.2. www.iptek.net.id. (Diakses tanggal 24 Januari 2009).

Alton, G. G., Jones, L.M., Angus, R. D. dan Verger, J.M. 1988. Techniques for
the Brucellosis Laboratory. Paris : Institut National de la Recherche
Agronomique.

Anna Poedjiadi, (1994), Dasar-dasar Biokimia, UI Press, Jakarta

Arora, M., Koley, S., Gupta, S.,& Shandu, J.S., 2007. A Study on Lipid Profile And Body Fat in
Patients with Diabetes Melitus. Anthropologist, 9(4): 295-298.
Biogen, 2008. Amilase. http://biogen.litbang.deptan.go.id/terbitan/agrobio
/abstrak/agrobio_vol. tanggal akses
05 Mei 2008.

Brooks GF,Butel JS,Morse SA.Mikrobiologi kedokteran.Alih Bahasa. Mudihardi E,


Kuntaman,WasitoEB et al. Jakarta: Salemba Medika, 2005: 317-27.

Durham, D.R., D.B. Stewart, and E.J. Stellwag. 1987. Novel alkaline and heat stable serine proteases
from alkalaphilic Bacillus sp. strain GX6638. J. Bacterial.

169(6):2762- 2768

Ekunsaumi, T. 2004. Laboratory Production And Assay Of Amylase By Fungi And


Bacteria. biolink.
org/sharing_day/fungalamylase.pdf
Fardiaz, S. 1988. Fisiologi Fermentasi. Lembaga Sumber Daya Informasi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor

Gaman, P. M, Dan K. B. Sherrington. 1992. Ilmu Pangan. Gadjah MadaUniversity

Press, Yogyakarta.

Goshen. 2008. Amylase Activity. http://www.goshen.edu/bio/Bio 1206/Bio1206Labs/Lab5. Tanggal


akses 17 Mei 2008.
Lee, J. (1983). Microbiology. First Edition. USA: The Barnes and Nobel Outline Series. p. 57-58.

Macrae,A.R. (1983), Extracelullar microbial


lipases. In “Microbial Enzymes and
biotecknology’, ed. Fogarty, W.M., Applied
Science Publiser Ltd, England, pp.225-250.

Parida S, Dordick JS. 1991 Substrate structure and solvent hydrophobicity control lipase catalysis and
enantioselectivity in organic media. J. Am. Chem. Soc., 113:2253–2259
Pelczar, M. J., and E. C. S. Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Terjemahan Hadioetomo, R. S., dkk.
Penerbit Univesitas Indonesia (UI-PRESS), Jakarta.

Rehm, H. J dan G. Reed. 19987. Biotechnology. Vol 8: enzyme Technology. VCH Verlags gessell
schaff, mbH, Weinhaim.

Schlegel, HG. (1994). Mikrobiologi Umum. Penerjemah: Tedjo Baskoro. Edisi keenam.
Yogyakarta: Penerbit Gadjah mada University Press. Hal. 147.

Suhartono, M. T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Antar Universitas
Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.
Stanier, RY. Adelberg, EA dan Ingraham, JL. (1982). Dunia Mikrobe I. Penerjemah: Agustin Wydia,
dkk. Jakarta: Penerbit Bhratara Karya Aksara. Hal. 23-25.

Sumarsih, S., 2003. Mikrobiologi Dasar. Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Yogyakarta.

Tarigan, J., 1988, Pengantar Mikrobiologi Umum. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta.

Volk, W. A., and Wheeler, M. F. 1988. Mikrobiologi Dasar. Terjemahan Soenartono Adisoemarto.
Penerbit Erlangga, Jakarta.

Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. Universitas Muhamadiyah Malang: Malang

Anda mungkin juga menyukai