Tim Pelaksana :
Putu Indra Christiawan, S.Pd., M.Sc.
NIP. 198707172014041002
I Putu Ananda Citra, S.Pd., M.Sc.
NIP. 198408182008121001
Made Arie Wahyuni, SE.,M.Si.
NIP. 198301052008122002
Dibiayai dari:
Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha
dengan SPK Nomor: 73/UN48.16/PM/2016 tanggal 25 Februari 2016
ii
PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang
Widhi Wasa), karena berkat rahmat serta tuntunan-Nya penyelenggaraan kegiatan
P2M sampai penyusunan laporan akhir ini dapat diselesaikan tanpa hambatan.
Kegiatan P2M ini dilaksanakan dengan tujuan untuk: (1) mendesain visi misi
penataan permukiman kumuh masyarakat pesisir, (2) meningkatkan pengetahuan
dan pemahaman masyarakat pesisir, khususnya masyarakat nelayan di dalam
menjaga kualitas permukiman dan (3) menata permukiman kumuh masyarakat
pesisir di Desa Sangsit, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng. Dalam
perencanaan sampai dengan penulisan laporan akhir P2M ini kami banyak
menerima bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, pada kesempatan yang baik
ini kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas
Pendidikan Ganesha atas penugasan dan dana yang diberikan untuk
menyelenggarakan P2M ini.
2. Kepala Desa Sangsit yang telah merekomendasi pelaksanaan kegiatan ini.
3. Kepala Dusun Pabean Sangsit serta masyarakat nelayan Desa Sangsit
Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng yang telah ikut serta secara aktif
dalam kegiatan P2M ini.
4. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang juga telah
membantu dalam penyelenggaraan kegiatan P2M ini.
Akhirnya, kami berharap semoga kegiatan P2M ini ada memberikan
manfaat dan sumbangsih, terutama kepada masyarakat nelayan yang ingin
mengetahui dan memahami lebih lanjut tentang penataan permukiman kumuh
skala mikro. Saran dan kritik yang konstruktif dari berbagai pihak juga sangat
kami harapkan untuk kesempurnaan kegiatan selanjutnya.
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 1 Absensi Peserta Kegiatan
Lampiran 2 Foto-Foto Kegiatan
Lampiran 3 Peta Lokasi
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Pulau Bali sebagai bagian dari negara maritim Indonesia adalah wilayah
kepulauan yang memiliki sumberdaya bahari yang sangat kaya dan berlimpah
(biodiversity). Sumberdaya bahari ini terdiri dari keberlimpahan hasil tangkapan,
keindahan terumbu karang, pantai yang eksotis dan berbagai kebermanfaatan dari
hutan mangrove. Secara teoritis masyarakat pesisir pada umunya dan masyarakat
nelayan pada khususnya adalah masyarakat yang memiliki tingkat kesejahteraan
yang tinggi. Hal ini dikarenakan segmen masyarakat ini merupakan masyarakat
dengan kehidupan dan penghidupan yang bersentuhan secara langsung dengan
berbagai keberlimpahan sumberdaya hayati tersebut.
Kenyataan dari kondisi kesejahteraan masyarakat pesisir, khususnya pada
masyarakat nelayan sangat berlawanan dengan kondisi yang diharapkan. Sebagian
besar masyarakat nelayan yang yang berdomisili di dekat pantai dan mencurahkan
aktivitas ekonomi hanya pada aktivitas melaut memiliki kondisi sosial ekonomi
yang rendah, bahkan beberapa berada di dalam lingkaran kemiskinan. Kondisi
sosial ekonomi yang rendah ini terutama dialami kelompok nelayan sebagai
masyarakat pesisir di Desa Sangsit, Kecamatan Sawan.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir, khususnya kelompok nelayan
dapat ditunjukkan dengan tingkat pendapatan dan tingkat kekumuhan rumah
tempat tinggal mereka. Hasil penelitian Sintiawati (2014) menunjukkan bahwa
sebagian besar pendapatan rata-rata masyarakat pesisir yang bermata pencaharian
nelayan di Desa Sangsit adalah dalam kisaran Rp 500.000,- hingga Rp 1.000.000
per bulan. Pendapatan tersebut secara individual bervariasi antara satu individu
dengan individu lain dalam suatu kelompok. Berdasarkan hasil penelitian yang
sama, ditemukan bahwa pendapatan terendah adalah kurang dari Rp 500.000,- dan
tertinggi adalah sebesar Rp 2.000.000,- perbulan. Pendapatan kelompok nelayan
yang termasuk rendah tersebut juga disebutkan tidak secara konsisten didapatkan
di setiap bulan.
1
Sementara dari sisi permukiman terlihat bahwa sebagian besar kondisi
rumah tinggal dari masyarakat pesisir berada dalam kategori tidak layak huni dan
cenderung bersifat kumuh. Kondisi ini terlihat dari luas halaman yang sempit,
sanitasi yang rendah, fasilitas pendukung yang tidak lengkap dan tata letak yang
tidak sesuai dengan peruntukan, khususnya tata letak perlengkapan melaut.
Gambaran permukiman kumuh masyarakat pesisir di Desa Sangsit seperti terlihat
pada Gambar 1.1.
2
Berdasarkan permasalahan permukiman kumuh tersebut, maka diperlukan
suatu solusi yang visioner. Solusi visioner yang dimaksud adalah solusi yang tidak
hanya bersifat meningkatkan kualitas permukiman masyarakat nelayan, tetapi juga
dapat sebagai pondasi awal di dalam pengembangan wilayah pesisir di Desa
Sangsit. Solusi visioner yang dibutuhkan adalah dengan penataan permukiman
masyarakat nelayan di Desa Sangsit. Penataan permukiman yang menjadi fokus
kegiatan adalah penataan permukiman skala mikro. Penataan permukiman
masyarakat nelayan skala mikro adalah penataan lingkungan satuan rumah tempat
tinggal dari masyarakat tersebut. Penataan permukiman skala mikro ini meliputi
penataan bangunan rumah, fasilitas rumah, sanitasi, kondisi lingkungan, aspek
estetis dan aspek arsitektural. Penataan permukiman tersebut dibutuhkan sebagai
upaya optimalisasi penataan kawasan permukiman masyarakat pesisir, eksplorasi
sumberdaya wilayah pesisir dan pengembangan ekonomi pesisir.
1. Aspek Fisik
Desa Sangsit merupakan salah satu desa yang secara administratif berada
di Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng. Desa Sangsit berbatasan langsung
dengan Laut Bali di sebelah utara, berbatasan dengan Desa Giri Emas, Desa
Bungkulan dan Desa Jagaraga di sebelah timur, berbatasan dengan Desa Suwug
dan Desa Jagaraga di sebelah selatan dan berbatasan langsung dengan Desa
Kerobokan dan Desa Sinabun di sebelah barat. Desa Sangsit terbagi menjadi 7
dusun/banjar yaitu Banjar Dinas Pabeansangsit, Beji, Celuk, Sema, Peken, Tegal,
dan Banjar Dinas Abasan. Desa Sangsit memiliki luas 3,60 km2. Secara
astronomis Desa Sangsit terletak pada posisi 08°04’23’’ LS - 115°07’15’’ BT -
115°09’21’’ BT.
3
Berdasarkan interpretasi peta geologi provinsi Bali skala 1 : 250.000 Desa
sangsit yang terletak di Kecamatan Sawan, Kabupaten Bulelelng memiliki
struktur geologi yang berasal dari formasi asal bahan gunung api buyan beratan
purba yang berupa lava, breksi gunung apai dan tuva batu apung, bersisipan
batuan sedimen gampingan. Jenis tanah yang tersebar di Desa Sangsit adalah
“regosol coklat kelabu” yang bahan induknya berasal dari “abu volkan
intermedier” dan profil yang homogen, tekstur kasar, gembur, memiliki pasir lebih
dari 80% serta peka terhadap erosi. Jenis tanah tidak menunjukkan sifat-sifat
hidromorfik dan tidak bersifat mengembang dan mengerut. Tanah regosol
merupakan tanah muda yang disebabkan oleh pengaruh bahan organik yang
terakumulasi sedangkan warna coklat kelabu disebabkan oleh perpaduan antara
bahan organik dengan olimotit yang memberikan warna coklat kelabu (Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Buleleng, 2010).
Berdasarkan uraian mengenai kondisi geologi dan juga jenis tanah yang
terdapat di Desa Sangsit menunjukkan bahwa kondisi geologi dan jenis tanah di
Desa Sangsit sangat menunjang dalam pembangunan permukiman. Hal ini
dikarenakan Desa Sangsit memiliki dataran yang luas serta kemiringan lereng
yang datar, keadan geologi daerah pantai buka berupa rawa-rawa dan jenis tanah
yang memiliki kadar pasir lebih dari 80% serta tidak bersifat mengembang dan
mengerut, sehingga dapat menunjang pembangunan permukiman.
2. Aspek Demografis
Jumlah penduduk Desa Sangsit dari hasil registrasi penduduk pada tahun 2009-
2013 seperti terlihat pada Tabel 1.1.
4
Dengan demikian maka pertambahan penduduk tiap tahun (dari tahun 2009-2013)
di Desa Sangsit seperti terlihat pada Tabel 1.2 berikut ini.
Tabel 1.3 Jumlah Penduduk Tiap Banjar di Desa Sangsit Tahun 2013
No Nama Banjar Laki-laki % Perempuan % Jumlah %
(jiwa) (jiwa)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Abasan 491 9,91 525 10,64 1016 10,27
2 Sema 834 16,85 760 15,40 1594 16,11
3 Celuk 755 15,28 779 15,77 1534 15,50
4 Peken 1043 20,87 1038 21,02 2081 21,04
5 Beji 640 12,93 659 13,34 1299 13,14
6 Pabeansangsit 213 4,33 218 4,41 431 4,36
7 Tegal 977 19,83 959 19,42 1936 19,58
Jumlah 4953 100 4938 100 9891 100
Sumber: Profil Desa Sangsit, 2014
5
Berdasarkan Tabel 1.3 diketahui bahwa konsentrasi penduduk tertinggi
pada masing-masing banjar di Desa Sangsit terdapat di Banjar Peken yaitu
21,04% dari persentase jumlah penduduk Desa Sangsit, sedangkan banjar yang
paling sedikit penduduknya adalah Banjar Pabeansangsit yakni 4,36%. Hal
tersebut diakibatkan karena letak Banjar Peken yang sangat strategis yaitu dekat
dengan pasar dimana kebanyakan masyarakat berkecimpung di pasar untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sedangkan banjar Pabeansangsit
penduduknya lebih sedikit di karenakan luas daerah Pabeansangsit merupakan
wilayah pesisir.
Jumlah penduduk yang padat di Desa Sangsit ini berdampak negatif
terhadap wilayah yang akan terus dibangun permukiman oleh penduduk. Jumlah
penduduk yang padat mengakibatkan wilayah pesisir dijadikan tempat bermukim.
Sehingga penduduk yang tidak memiliki lahan untuk tempat bermukim, menyewa
lahan pesisir untuk dijadikan tempat bermukim.
3. Aspek Sosial
Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat menentukan
ketrampilan individu maupun kelompok kerja, baik dalam membuka dan
meningkatkan usaha utuk menunjang perekonomiannya, menentukan kecakapan
tenaga kerja terhadap pekerjaannya, serta menentukan teknologi yang digunakan
baik dalam kehidupan sehari-hari. Adapun komposisi penduduk menurut tingkat
pendidikan di Desa Sangsit, seperti terlihat pada Tabel 1.4.
6
Berdasarkan Tabel 1.4 dapat dikemukakan bahwa secara umum
pendidikan di Desa Sangsit sudah relatif baik. Hal ini terlihat dari adanya
penduduk yang sudah menamatkan perguruan tinggi mencapai 83 orang sarjana
muda dan 230 orang sarjana dengan persentase 2,21 %. Di sisi lain, jumlah
tamatan yang paling banyak adalah tamat SD mencapai 4540 orang dengan
persentase 43,72%. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar penduduk sudah
dapat membaca dan menulis. Akan tetapi, masih terdapat penduduk yang tidak
pernah menempuh pendidikan, yaitu sebanyak 1428 orang dengan persentase
13,75%. Hal ini membutuhkan penanganan khusus untuk mengentaskan penduduk
yang masih buta huruf dengan melakukan program seperti kejar paket B. Dengan
demikian, secara tidak langsung tingkat pendidikan masyarakat yang rendah
berpengaruh terhadap pengetahuan masyarakat yang rendah mengenai kondisi
permukiman yang layak huni dan tidak kumuh.
4. Aspek Ekonomi
Komposisi penduduk menurut mata pencaharian di Desa Sangsit dapat
ditinjau berdasarkan sector mata pencaharian. Adapun sektor mata pencaharian di
Desa Sangsit terdiri dari sektor pertanian, sektor manufaktur serta sektor jasa dan
perdagangan. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian di Desa Sangsit
seperti terlihat pada Tabel 1.5.
7
Berdasarkan Tabel 1.5 menunjukkan bahwa sektor mata pencaharian yang
paling banyak dimiliki oleh penduduk adalah pada sektor pertanian, yaitu sebagai
petani yang berjumlah 2626 atau mencapai 63,3%. Sementara sektor jasa dan
perdagangan, yaitu mata pencaharian ABRI yang berjumlah 20 orang atau
mencapai 0,5% adalah yang paling sedikit digeluti penduduk
5. Aspek Lingkungan
Penggunaan lahan di Desa Sangsit masih didominasi oleh penggunaan
lahan pertanian, baik sawah, tegalan/huma, perkebunan dan pekaranga. Tata guna
lahan ini seperti terlihat pada Tabel 1.6.
8
1.2 Identifikasi Dan Perumusan Masalah
Kondisi permukiman masyarakat pesisir yang tergolong pada permukiman
kumuh secara simultan akan memberikan pengaruh yang negatif terhadap kondisi
kehidupan dan penghidupan nelayan tradisional. Keberadaan permukiman kumuh
sebagai lingkungan tempat tinggal nelayan di samping dapat menurunkan kualitas
hidup pemukim, juga dapat menghambat aktivitas nelayan. Aktivitas nelayan yang
terhambat terutama karena tidak adanya fungsi dari tempat tinggal sebagai tempat
penyimpanan yang baik untuk perlengkapan melaut dan penyimpanan maupun
pengolahan hasil tangkapan ikan. Berdasarkan fenomena tersebut, maka dapat
diidentifikasi permasalahan bahwa permukiman kumuh akan menghambat dan
bahkan menurunkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat pesisir,
khususnya nelayan di Desa Sangsit. Penataan lingkungan masyarakat pesisir skala
mikro dibutuhkan sebagai strategi perbaikan kualitas hidup nelayan dan anggota
keluarga, serta dapat juga sebagai pondasi awal dalam pengembangan wilayah
pesisir di Desa Sangsit.
Penataan lingkungan permukiman kelompok nelayan tradisional sebagai
solusi visioner memiliki beberapa permasalahan. Adapun masalah-masalah yang
dapat diidentifikasi di dalam upaya penataan lingkungan permukiman kumuh
masyarakat pesisir di Desa Sangsit adalah sebagai berikut.
1. Nelayan sebagai pemukim sebagian besar tidak memiliki pengetahuan yang
rendah tentang pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pengetahuan
nelayan tentang pengurusan IMB yang rendah mengakibatkan beberapa
permukiman yang dimukimi tidak memiliki IMB, meskipun telah membayar
uang sewa atau membayar pajak tinggal kepada institusi setempat. Rumah
yang tidak memiliki IMB dapat dikategorikan ke dalam permukiman liar.
2. Nelayan sebagai pemukim tidak memiliki referensi formal tentang standar
permukiman yang layak huni. Standar hunian yang digunakan oleh nelayan
bersumber pada referensi turun-temurun dan juga tetangga terdekat, sehingga
kualitas permukiman yang semakin menurun dipandang sebagai proses alami.
3. Halaman rumah nelayan yang sempit dan tidak tertata dengan baik. Ruang
halaman yang sempit mengakibatkan fungsi-fungsi ruang di dalam bangunan
9
rumah menjadi tidak jelas dan bahkan seringkali penempatan objek tertentu
tidak sesuai dengan fungsi ruang di dalam rumah.
4. Sarana prasarana rumah yang terbatas. Keterbatasan sarana prasarana ini
terlihat dari ketiadaan sarana kebersihan dan tempat sampah yang memadai,
sehingga sampah merupakan objek yang tidak asing di dalam lingkungan
permukiman nelayan.
5. Keberadaan saluran drainase yang tidak terstruktur dan tidak terkait satu sama
lain. Limbah cair hasil rumah tangga, baik yang berasal dari aktivitas mandi,
masak maupun aktivitas mencuci mengalir ke segala arah, dan muara dari
aliran limbah cair tersebut tidak jelas dan tetap, serta tidak bersinergi antara
limbah rumah tangga satu dengan limbah rumah tangga lain.
6. Arsitektur bangunan rumah yang tidak sesuai dengan adat budaya yang
berlaku. Sebagian besar nelayan tradisional adalah beragama Hindu, sehingga
secara langsung arsitektur permukiman yang dibangun harus sesuai dengan
konsep-konsep penataan ruang budaya Hindu Bali. Akan tetapi, permukiman
yang dibangun sebagian besar belum menunjukkan arsitektur permukiman
khas Bali.
Permasalahan yang dihadapi dalam penataan lingkungan permukiman
nelayan tradisional sangat kompleks. Hal ini dikarenakan tidak hanya diperlukan
penataan permukiman kumuh secara fisik, tetapi juga perubahan pola pikir dari
masyarakat pesisit di Desa Sangsit. Berbasis dari keenam permasalahan yang
diuraiakan di atas, maka adapun rumusan masalah dalam pengabdian pada
masyarakat ini adalah mengarah pada perancangan visi dan misi penataan
permukiman kumuh masyarakat pesisir di Desa Sangsit, pemilihan strategi
penataan permukiman kumuh masyarakat pesisir di Desa Sangsit dan pelaksanaan
penataan permukiman kumuh masyarakat pesisir di Desa Sangsit. Permasalahan
yang dirumuskan tersebut sangat mendesak dan menjadi penting mengingat
keberadaan permukiman kumuh telah memberikan pengaruh yang negatif
terhadap kualitas hidup dan penghidupan masyarakat. Maka dari itu, kegiatan
P2M ini diarahkan kepada penataan permukiman kumuh masyarakat pesisir.
10
1.3 Tujuan Kegiatan
1. Mendesain visi dan misi penataan permukiman kumuh masyarakat pesisir di
Desa Sangsit terkait dengan pengembangan wilayah pesisir dan kontribusi
timbal balik terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat. Visi misi yang
didesain disesuaikan dengan kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat
pesisir, khususnya masyarakat nelayan setempat. Visi misi yang didesain
bersifat jangka pendek dan jangka panjang, yang tidak hanya berfokus pada
perbaikan tempat tinggal, tetapi juga optimalisasi potensi sumberdaya.
2. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat pesisir, khususnya
masyarakat nelayan di dalam menjaga kualitas permukiman yang dimiliki dan
lingkungan di sekitar tempat tinggal mereka. Pengetahuan dan pemahaman
masyarakat tersebut diarahkan untuk mempertinggi kesadaran mandiri dan
partisipasi aktif di dalam meningkatkan dan menjaga kualitas permukiman
yang sesuai dengan standar layak huni.
3. Menata permukiman kumuh masyarakat pesisir di Desa Sangsit yang sejalan
dengan upaya peningkatan kemampuan dan keterampilan masyarakat pesisir,
khususnya masyarakat nelayan di dalam mengatur dan memanajemen tata
ruang komponen-komponen permukiman skala mikro, yang meliputi aspek
bangunan rumah, fasilitas rumah, sanitasi, lingkungan rumah hingga aspek
keindahan rumah. Penataan permukiman ini merupakan pondasi awal dalam
rangka mewujudkan pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan.
11
masyarakat. Dalam jangka panjang, kegiatan P2M ini juga diharapkan dapat
berkontribusi dalam pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan.
2. Bagi pemerintah
Kegiatan ini secara nyata dan langsung akan membantu peran pemerintah
dalam melatih masyarakat untuk memberdayakan diri dengan sumberdaya
yang dimiliki. Kegiatan ini dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat
pesisir, khususnya masyarakat nelayan Desa Sangsit dengan menata
permukiman masyarakat sehingga menjadi lebih layak huni dan mendukung
aktivitas masyarakat pesisir yang sebagian besar adalah nelayan.
12
BAB II
METODE PELAKSANAAN
13
kegiatan berlangsung. Sementara evaluasi produk dilakukan terhadap kualitas
penataan permukiman skala mikro yang ditata oleh masyarakat sebagai mitra
kegiatan. Adapun matrik rancangan evaluasi seperti terlihat pada Tabel 2.1.
14
2.3 Tahapan Kegiatan
Adapun langkah-langkah tahapan dalam kegiatan pengabdian pada
masyarakat seperti terlihat diagram alir pada Gambar 2.1.
Observasi 1. Karakteristik
Awal Masyarakat Pesisir
2. Karakteristik
Permukiman Kumuh
N
Evaluasi Pengamatan
Kegiatan Pelaksanaan Penataan
Permukiman Kumuh
15
2.4 Organisasi Pelaksana
Adapun jenis kualifikasi yang diperlukan seperti terlihat pada Tabel 2.3.
16
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
17
Pada tahap kegiatan selanjutnya adalah mempersiapkan narasumber yang
menguasai bidang Geografi Permukiman sebagai dasar kegiatan pembinaan dan
pelatihan kepada mitra. Pakar yang dipilih sebagai narasumber dalam kegiatan
pembinaan dan pelatihan penataan permukiman kumuh adalah Bapak Prof. Dr. I
Gede Astra Wesnawa, M.Si. Persiapan dengan narsumber meliputi pembuatan
materi pelatihan secara sistematis, baik dalam bentuk bahan cetak maupun bahan
tayang, instrumen kegiatan serta mencetak dan memperbanyak materi pembinaan
dan pelatihan penataan permukiman kumuh masyarakat pesisir.
Tahap akhir dalam kegiatan persiapan adalah pembuatan peta dan poster
yang dilaksanakan pada bulan Juni 2016 bertempat di Ruang Laboratorium
Jurusan Pendidikan Geografi bersama seluruh tim pelaksana P2M. Hasil dari
kegiatan ini meliputi pembuatan 2 buah peta, yaitu peta lokasi P2M dan peta
lokasi permukiman serta 3 buah poster, yaitu poster kebersihan, kesehatan dan
keselamatan rumah. Secara keseluruhan kegiatan persiapan ini berjalan dengan
sangat baik berkat peran aktif dari seluruh tim pelaksana dan masyarakat nelayan
yang menjadi mitra program P2M.
18
mereka belum memiliki pengetahuan untuk dapat mengidentifikasi faktor-faktor
penyebab, proses serta bentuk kekumuhan, baik yang terdapat di dalam rumah
maupun di lingkungan sekitar rumah. Berdasarkan kondisi tersebut, maka tim
pelaksana P2M bersama narasumber memberikan pembinaan tentang dampak
negatif permukiman kumuh secara mendetail, sehingga dapat memperkuat pola
pikir mitra terhadap kondisi dan kualitas lingkungan tempat tinggal yang baik,
sekaligus merancang visi misi penataan permukiman kumuh bersama mitra.
Kegiatan pembinaan yang telah berlangsung seperti terlihat pada Gambar 3.1.
19
3.3 Kegiatan Pelatihan
Kegiatan pelatihan dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 15 Juli 2016
dengan lokasi yang sama dengan tempat kegiatan pembinaan, yaitu bertempat di
depan halaman rumah Bapak Hambali. Kegiatan ini dilaksanakan selama 3 jam
dari pukul 15.00 sampai pada pukul 18.00 WITA bersama seluruh tim pelaksana
P2M, narasumber, kepala dusun serta seluruh mitra. Secara garis besar kegiatan
diawali dengan pembacaan susunan acara, presensi, presentasi, diskusi dan
evaluasi serta koordinasi untuk kegiatan selanjutnya.
Kegiatan pelatihan dalam program P2M merupakan kegiatan lanjutan dari
kegiatan pembinaan. Kegiatan pelatihan ini memfokuskan pada strategi penataan
permukiman kumuh dengan mempresentasikan langkah-langkah dan bentuk nyata
dari penataan permukiman kumuh yang sesuai dengan misi yang telah dirancang
pada kegiatan pembinaan, yaitu kebersihan, keselamatan dan keamanan. Kegiatan
pelatihan berjalan dengan baik dan lancar. Kondisi ini dikarenakan mitra sangat
antusias dan memberikan respon yang cepat terhadap materi pelatihan yang
disampaikan oleh narasumber. Terutama ketika membahas dan mendiskusikan
arahan dan bentuk strategi penataan permukiman kumuh yang akan dilaksanakan
dengan menunjukkan komponen-komponen rumah yang ada pada masing-masing
rumah mitra. Kegiatan pelatihan yang telah berlangsung seperti terlihat pada
Gambar 3.2.
20
Produk yang dihasilkan dalam kegiatan pelatihan ini adalah berupa
penilaian strategi yang disusun oleh mitra dalam menata permukiman kumuh dan
persiapan pelaksanaan penataan permukiman kumuh. Berdasarkan evaluasi hasil
kegiatan menunjukkan bahwa terdapat beberapa kesamaan strategi penataan yang
disusun oleh mitra seperti yang terlihat pada Tabel 3.1.
21
3.4 Kegiatan Pendampingan
Kegiatan pendampingan dalam penataan permukiman kumuh masyarakat
pesisir dilaksanakan selama 3 kali selama 3 minggu pada bulan Agustus, yaitu
pada tanggal 5, 12 dan 19 Agustus 2016. Meskipun kegiatan pendampingan hanya
menata 1 rumah pada setiap kali kegiatan, tetapi tetap mengikutsertakan seluruh
mitra untuk mengetahui bersama tahapan kerja serta membandingkan komponen
dan kondisi rumah mitra satu dengan yang lain. Dengan demikian seluruh mitra
mendapatkan pengalaman yang semakin luas di dalam menata permukiman.
22
(1) Pembagian Bantuan (2) Penataan Instalasi Kabel
Berdasarkan evaluasi kegiatan ditinjau dari proses, kemampuan dan hasil kerja
menunjukkan bahwa penataan yang telah dilaksanakan mitra berkategori nilai
yang tinggi dengan rerata skor 3,67 seperti terlihat pada Tabel 3.2.
23
Tabel 3.2 Hasil Evaluasi Kegiatan Pendampingan Pertama
No Penilaian Nilai Rerata Kategori
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Proses Kerja 19 3,80 Tinggi
2 Kemampuan Kerja 19 3,80 Tinggi
3 Hasil Kerja 17 3,40 Cukup
Rerata 18 3,67 Tinggi
Sumber: Data Primer, 2016
24
(1) Persiapan Awal (2) Penataan Instalasi kabel
Berdasarkan evaluasi kegiatan ditinjau dari proses, kemampuan dan hasil kerja
menunjukkan bahwa penataan yang telah dilaksanakan mitra tergolong nilai yang
tinggi dengan rerata skor 4,07 seperti terlihat pada Tabel 3.3.
25
Tabel 3.3 Hasil Evaluasi Kegiatan Pendampingan Kedua
No Penilaian Minimum Maksimum Mean
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Proses Kerja 20 4,00 Tinggi
2 Kemampuan Kerja 21 4,20 Tinggi
3 Hasil Kerja 20 4,00 Tinggi
Rerata 20 4,07 Tinggi
Sumber: Data Primer, 2016
26
(1) Persiapan Awal (2) Penataan Instalasi Kabel
Berdasarkan evaluasi kegiatan ditinjau dari proses, kemampuan dan hasil kerja
menunjukkan bahwa penataan yang telah dilaksanakan mitra tergolong sangat
tinggi dengan rerata skor 4,73 seperti terlihat pada Tabel 3.4.
27
Tabel 4.4 Hasil Evaluasi Kegiatan Pendampingan Ketiga
No Penilaian Nilai Rerata Kategori
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Proses Kerja 23 4,60 Sangat Tinggi
2 Kemampuan Kerja 24 4,80 Sangat Tinggi
3 Hasil Kerja 24 4,80 Sangat Tinggi
Rerata 24 4,73 Sangat Tinggi
Sumber: Data Primer, 2016
Dengan demikian seluruh mitra telah mampu menata permukiman kumuh sesuai
dengan strategi yang telah disusun, dan bahkan melebihi ekspektasi awal.
Kegiatan pendampingan ketiga ini berjalan sangat lancar dan dengan alokasi
waktu kegiatan yang sangat efisien dan efektif.
28
sehingga dapat dipahami dengan baik oleh para mitra. Sedangkan harapan dari
para mitra sebagian besar adalah agar kegiatan serupa yang bersentuhan langsung
dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan masyarakat untuk menata
rumah secara mandiri lebih dikhususkan pada aspek perbaikan dan pemeliharaan.
Di sisi lain, mitra juga mengharapkan agar kegiatan selanjutnya secara langsung
melibatkan seluruh anggota keluarga, termasuk anak-anak. Hal ini dipandang
penting untuk memberikan pendidikan usia dini mengenai kesehatan lingkungan
dan kesehatan rumah tempat tinggal.
29
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
Berdasarkan pada rencana kegiatan yang telah dicapai dalam pelaksanaan
program P2M ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Pelaksanaan kegiatan pembinaan terlaksana dengan baik, karena adanya
motivasi dan partisipasi yang aktif dari seluruh mitra. Kenyataan ini terlihat
dari wawasan dan pengetahuan masyarakat pesisir, khususnya nelayan yang
sebelumnya tidak memiliki pola pikir yang baik tentang permukiman kumuh
dan dampak negatif yang diakibatkan. Akan tetapi, setelah pembinaan mitra
menjadi memiliki pemahaman yang holistik mengenai faktor penyebab,
proses dan bentuk dari dampak negatif dari permukiman kumuh sesuai
dengan materi yang disampaikan oleh narasumber.
2. Pelaksanaan kegiatan pelatihan dapat mencapai hasil yang sesuai dengan
rencana. Hal ini terlihat dari proses dan evaluasi yang dilaksanakan, yang
menunjukkan antusiasme dan respon cepat dari mitra di dalam merancang
strategi penataan permukiman kumuh skala mikro yang tepat sasaran.
Kegiatan pelatihan ini telam mampu mempertinggi kepedulian mitra dalam
mewujudkan rumah sehat berbasis kebersihan, keselamatan dan keamanan.
3. Pelaksanaan kegiatan pendampingan dapat mencapai hasil yang optimal,
dan bahkan melebihi dari rencana awal. Hal ini terlihat dari proses kerja,
kemampuan kerja dan hasil kerja yang berdasarkan hasil evaluasi
menunjukkan kategori nilai yang tinggi, dan salah satu mencapai kategori
nilai sangat tinggi. Kegiatan pendampingan ini telah mampu mempertinggi
kemampuan dan keterampilan mitra secara mandiri dalam menata berbagai
komponen permukiman.
4.2 Saran
Berdasarkan pada kedua kegiatan pembinaan dan pelatihan yang telah
dilaksanakan terhadap nelayan di Desa Sangsit. Dibutuhkan penataan yang
30
bersifat kontinu dan meluas dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, khususnya
di wilayah pesisir Desa Sangsit, dan juga desa-desa pesisir lainnya di Kecamatan
Sawan yang mayoritas penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai nelayan.
Masyarakat pesisir, khususnya nelayan sangat membutuhkan informasi yang
berkaitan dengan konsep dan pemahaman tentang lingkungan tempat tinggal yang
layak huni serta kemampuan dan keterampilan dalam menata permukiman secara
mandiri dan berkesesuaian dengan kondisi sosial ekonomi mereka.
31
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2014. Kecamatan Sawan Dalam Angka Tahun 2014.
Direktorat Jendral Cipta Karya. 1997. Kamus Tata Ruang. Departemen Pekerjaan
Umum. Jakarta.
Sintiawati, I Gusti Ayu Putu Meika. 2014. Karakteristik Dan Proses Terbentuknya
Permukiman Kumuh Di Wilayah Pesisir Desa Sangsit (Kasus Desa Sangsit).
Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu
Sosial, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
Suherlan, Mumu. 1996. Rumah Untuk Seluruh Rakyat. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Sujarto, Djoko. 1977. Wisma Karya Marga Suka dan Penyempurna. Bandung:
Teknik Planologi ITB.
32
Lampiran 1. Absensi Peserta Kegiatan
1.1 Kegiatan Survei Lokasi dan Koordinasi
33
1.2 Kegiatan Pembinaan
34
1.3 Kegiatan Pelatihan
35
1.4 Kegiatan Pendampingan Pertama
36
1.5 Kegiatan Pendampingan Kedua
37
1.6 Kegiatan Pendampingan Ketiga
38
Lampiran 2. Foto-Foto Kegiatan
39
2.3 Kegiatan Pelatihan
40
Lampiran 3. Peta Lokasi
UNDIKSHA
SINGARAJA
2016
41