Anda di halaman 1dari 7

NAMA : ANGGRAENI TIWI PANGESTI

NPM : 0227 1511 113


KELAS : VI B - AKUNTANSI
MATA KULIAH : AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGASI
TUGAS RESUME
“FRAUD, AKUNTANSI FORENSIK, DAN AUDIT INVESTIGATIF”
LINGKUP PEMBAHASAN
1. Pengertian Dan Jenis Fraud
- Pengertian Fraud
Fraud (kecurangan) merupakan istilah yang sering kita dengar sehari-
hari, namun secara definisi masih belum banyak yang mengetahui tentang
fraud (kecurangan).
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia no 13/28/DPNP tanggal 09
Desember 2011, fraud (kecurangan) adalah tindakan penyimpangan atau
pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu atau
memanipulasi bank, nasabah, atau pihak lain, yang terjadi di lingkungan
Bank dan/atau menggunakan sarana Bank sehingga mengakibatkan bank,
nasabah, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku fraud
(kecurangan) memperoleh keuntungan baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Menurut James Hall (2011), Fraud (kecurangan) merupakan kesalahan
penyajian dari fakta material yang dibuat oleh salah satu pihak ke pihak
yang lain dengan niatan untuk menipu dan menyebabkan pihak lain yang
mengandalkan fakta tersebut mengalami kerugian. Secara umum aktivitas
fraud (kecurangan) mencakup lima kondisi berikut:
1) Penyajian yang keliru (false representation), pasti ada penyajian yang
keliru atau kurang lengkap dalam pengungkapan
2) Fakta material (material fact), fakta merupakan hal yang substansial
yang mendorong seseorang untuk berbuat
3) Niat (intent), selalu ada niat untuk mengarahkan ke hal yang keliru
(deceive)
4) Pengkhianatan kepercayaan (justifiable reliance), penyajian yang salah
terhadap faktor substansial yang diandalkan oleh pihak yang dirugikan
5) Kerugian (injury or loss), penipuan yang telah dilakukan
mengakibatkan kerugian pada korban
- Jenis – jenis Fraud
Oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), internal fraud
(tindakan penyelewengan di dalam perusahaan atau lembaga)
dikelompokan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
1) Fraud Terhadap Aset (Asset Misappropriation) – Singkatnya,
penyalahgunaan aset perusahaan/lembaga, entah itu dicuri atau
digunakan untuk keperluan pribadi—tanpa ijin dari
perusahaan/lembaga. Seperti kita ketahui, aset perusahaan/lembaga
bisa berbentuk kas (uang tunai) dan non-kas. Sehingga, asset
misappropriation dikelompokan menjadi 2 macam:
a. Cash Misappropriation – Penyelewengan terhadap aset yang
berupa kas (Misalnya: penggelapan kas, nilep cek dari pelanggan,
menahan cek pembayaran untuk vendor)
b. Non-cash Misappropriation – Penyelewengan terhadap aset yang
berupa non-kas (Misalnya: menggunakan fasilitas
perusahaan/lembaga untuk kepentingan pribadi).
2) Fraud Terhadap Laporan Keuangan (Fraudulent Statements) – ACFE
membagi jenis fraud ini menjadi 2 macam, yaitu: (a) financial; dan (b)
non-financial. Saya lebih suka mengatakan: segala tindakan yang
membuat Laporan Keuangan menjadi tidak seperti yang seharusnya
(tidak mewakili kenyataan), tergolong kelompok fraud terhadap
laporan keuangan. Misalnya:
a. Memalsukan bukti transaksi
b. Mengakui suatu transaksi lebih besar atau lebih kecil dari yang
seharusnya,
c. Menerapkan metode akuntansi tertentu secara tidak konsisten
untuk menaikan atau menurunkan laba
d. Menerapkan metode pangakuan aset sedemikian rupa sehingga
aset menjadi nampak lebih besar dibandingkan yang seharusnya.
e. Menerapkan metode pangakuan liabilitas sedemikian rupa
sehingga liabiliats menjadi nampak lebih kecil dibandingkan yang
seharusnya.
3) Korupsi (Corruption) – ACFE membagi jenis tindakan korupsi
menjadi 2 kelompok, yaitu:
a. Konflik kepentingan (conflict of interest) – Saya mengalami
kesulitan mencari kalimat yang paling tepat untuk
mendeskripsikan. Contoh sederhananya begini: Seseorang atau
kelompok orang di dalam perusahaan/lembaga (biasanya
manajemen level) memiliki ‘hubungan istimewa’ dengan pihak
luar (entah itu orang atau badan usaha). Dikatakan memiliki
‘hubungan istimewa’ karena memiliki kepentingan tertentu (misal:
punya saham, anggota keluarga, sahabat dekat, dll). Ketika
perusahaan/lembaga bertransaksi dengan pihak luar ini, apabila
seorang manajer/eksekutif mengambil keputusan tertentu untuk
melindungi kepentingannya itu, sehingga mengakibatkan kerugian
bagi perusahaan/lembaga, maka ini termasuk tindakan fraud. Kita
di Indonesia menyebut ini dengan istilah: kolusi dan nepotisme.
b. Menyuap atau Menerima Suap, Imbal-Balik (briberies and
excoriation) – Suap, apapun jenisnya dan kepada siapapun, adalah
tindakan fraud. Menyupa dan menerima suap, merupakan tindakan
fraud. Tindakan lain yang masuk dalam kelompok fraud ini adalah:
menerima komisi, membocorkan rahasia perusahaan/lembaga
(baik berupa data atau dokumen) apapun bentuknya, kolusi dalam
tender tertentu.
2. Konsep Akuntansi Forensik
- Pengertian Akuntansi Forensik
Akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas,
termasuk auditing pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di
dalam atau di luar pengadilan (Tuanakotta, 2010: 4). Akuntansi forensik
dapat diterapkan di sektor publik maupun swasta, sehingga apabila
memasukkan pihak yang berbeda maka akuntansi forensik menurut D.
Larry Crumbey dalam Tuanakotta (2010: 5) mengemukakan bahwa secara
sederhana akuntansi forensik dapat dikatakan sebagai akuntansi yang
akurat untuk tujuan hukum, atau akuntansi yang tahan uji dalam kancah
perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan
yudisial, atau tinjauan administrative.
Definisi dari Crumbey menekankan bahwa ukuran dari akuntansi forensik
adalah ketentuan hukum dan perundang-undangan, berbeda dari akuntansi
yang sesuai dengan GAAP (Generally Accepted Accounting Principles).
Akuntansi forensik dipratikkan dalam bidang yang luas seperti:
1) Dalam penyelesaian sengketa antarindividu;
2) Di perusahaan swasta dengan berbagai bentuk hukum, perusahaan
tertutup maupun yang memperdagangkan saham atau obligasinya di
bursa, joint venture, special purpose companies;
3) Di perusahaan yang sebagaian atau seluruh sahamnya dimiliki negara,
baik di pusat maupun daerah (BUMN, BUMD);
4) Di departemen/kementrian, pemerintah pusat dan daerah, MPR,
DPR/DPRD, dan lembaga-lembaga negara lainnya, mahkamah (seperti
mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Yudisial), komisi-komisi
(seperti KPU dan KPPU), yayasan, koperasi, Badan Hukum Milik
Negara, Badan Layanan Umum, dan seterusnya.
- Ruang Lingkup Akuntansi Forensik
Tuanakotta (2010: 84-94) dalam Akuntansi Forensik dan Audit
Investigatif mengemukakan bahwa akuntansi forensik mempunyai ruang
lingkup yang spesifik untuk lembaga yang menerapkannya atau untuk
tujuan melakukan audit investigatif.
1) Praktik di Sektor Swasta
Bologna dan Lindquist perintis mengenai akuntansi forensik dalam
Tuanakotta (2010: 84) menekankan beberapa istilah dalam
perbendaraan akuntansi, yaitu: fraud auditing, forensik accounting
investigative support, dan valuation analysis. Litigation support
merupakan istilah dalam akuntansi forensik bersifat dukungan untuk
kegiatan ligitasi. Akuntansi forensik dimulai sesudah ditemukan
indikasi awal adanya fraud. Audit investigasi merupakan bagian awal
dari akuntasi forensik. Adapun valuation analysis berhubungan dengan
akuntansi atau unsur perhitungan. Misalnya dalam menghitung
kerugian negara karena tindakan korupsi.
2) Praktik di Sektor Pemerintahan
Akuntansi forensik pada sektor publik di Indonesia lebih menonjol
daripada akuntansi forensik pada sektor swasta. Secara umum
akuntansi forensik pada kedua sektor tidak berbeda, hanya terdapat
perbedaan pada tahap-tahap dari seluruh rangkaian akuntansi forensic
terbagi-bagi pada berbagai lembaga seperti lembaga pemeriksaan
keuangan negara, lembaga pengawasan internal pemerintahan,
lembaga pengadilan, dan berbagai lembaga LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat) yang berfungsi sebagai pressure group.
3. Konsep Audit Investigatif
- Pengertian Audit Investigatif
Audit investigatif merupakan penelitian secara mendalam terhadap fakta-
fakta. Penelitian tersebut berdasarkan pada informasi yang diperoleh yang
mungkin berasal dari pengaduan/laporan, dugaan dan fakta-fakta, serta
analisis lebih lanjut terhadap fakta-fakta tersebut yang pada akhirnya
menjadi dasar untuk membuktikan atau tidak membuktikan pengaduan/
laporan atau dugaan tersebut. Pengujian dilakukan secara objektif dan
tidak memihak. Kegiataninimengharuskan diterapkannya keahlian
investigasi dan forensik.
- Ruang Lingkup dan Tujuan Audit Investigatif
Ruang lingkup dan ana lisis dalam audit investigatif diarahkan pada
kemungkinan adanya pelanggaran pada peraturan perundang-undangan,
ketentuan-ketentuan atau kebijakan yang telah digariskan.
Audit investigatif bertujuan untuk memperoleh dan memelihara bukti-
bukti yang mendukung pelanggaran tersebut.
- Prinsip-prinsip Audit Investigatif
1) Audit investigatif merupakan kegiatan penelitian dan pengujian secara
mendalam dengan maksud untuk mencari kebenaran untuk
menentukan bahwa kecurigaan atau dugaan terbukti atau tidak
terbukti.
2) Kegiatan audit investigatif mencakup pemanfaatan sumber-sumber
bukti yang dapat mendukung fakta yang dipermasalahan.
3) Semakin kecil selang antara waktu kejadian tindak kejahatan dengan
waktu untuk merespon maka kemungkinan bahwa suatu tindak
kejahatan dapat terungkap akan semakin besar.
4) Aturan mendasar audit investigatif terhadap tindak pidana adalah
bahwa auditor investigasi pertama-tama harus menentukan apakah
suatu tindak kejahatan telah dilakukan atau tidak.
5) Investigatif-auditor mengumpulkan fakta-fakta sedemikian hingga
bukti-bukti yang diperolehnya tersebut dapat memberikan kesimpulan
sendiri/menceritakan (bahwa telah terjadi tindak kejahatan dan pelaku
kejahatan tersebut teridentifikasi).
6) Bukti fisik merupakan bukti nyata. Bukti tersebut sampai
kapanpunakan selalu mengungkapkan hal yang sama.
- Tahap-tahap Kegiatan Audit Investigatif
1) Pra Perencanaan
2) Perencanaan Audit Investigatif
3) Pelaksanaan Audit Investigatif
4) Pelaporan dan Tindak Lanjut
ANALISIS OBJEK
Pada uraian diatas objek yang dibahas adalah tentang akuntansi forensik,
fraud, dan audit investigatif. Jika ditelaah lebih lanjut ketiga objek memiliki
keterkaitan satu dengan yang lainnya. Permasalahan audit muncul karena adanya
fraud dan data yang didapatkan dari temuan fraud tersebut adalah bukti-bukti
akuntansi yang telah dibuat oleh perusahaan. Ketiga objek diatas selalu memiliki
keterkaitan dengan hukum yang berlaku, karena pada hakikatnya ketiga objek
tersebut memiliki tugas untuk mengungkapkan ketidakpastian dalam pemeriksaan
yang telah dilakukan atau sering disebut dengan kegiatan auditing.
Pada intinya ketiga objek tersebut selalu berjalan beriringan untuk mencapai
tujuan bersama, walaupun melalui proses yang berbeda-beda tetapi inti dari kegiatan
ketiga objek tersebut adalah tujuan pemeriksaan.

Anda mungkin juga menyukai