Septic Arthritis PDF
Septic Arthritis PDF
SEPTIC ARTHRITIS
Disusun oleh:
1. A. M. Henry Santoso 105070100111019
2. Irsyad Robani 105070106111007
3. Wan Adi Surya 105070106111010
4. Tarbiyah Catur 105070106111011
5. Elita Riyu 105070106111012
Pembimbing:
Dr Irma Darinafitri, SpRad
i
DAFTAR ISI
i
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR TABEL
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
adalah pemeriksaan radiologi seperti Ultrasonography (USG), Computed
Tomography (CT) scan, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
1.2 TUJUAN
Tujuan penulisan referat ini adalah sebagai berikut.
1. Memahami definisi, etiologi, epidemiologi, pathogenesis dan anatomi
dari septik artritis.
2. Meningkatkan kemampuan diagnosis dengan mengetahui gambaran
klinis dan gambaran radiologis septik artrirtis.
1.3 MANFAAT
Manfaat yang dapat diambil dari pembuatan laporan kasus ini antara lain
sebagai berikut.
1. Dapat memberikan tambahan khasanah ilmu pengetahuan tentang
septik artritis
2. Dapat menjadi referensi dan rujukan untuk mendiagnosis serta
mengetahui gambaran radiologis dari septik artritis.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Jika anak memiliki 2 dari 4 kriteria tersebut, maka 40% menderita septik artritis.
Jika anak memiliki 1 dari 4 kriteria tersebut, maka 3% menderita septik artritis.
Terdapat 2 klasifikasi untuk septik artritis, klasifikasi ini digunakan untuk
membantu dalam pengobatan. Klasifikasi Hunka didasarkan pada temuan dalam
10 kasus dengan onset sepsis sebelum usia 18 bulan. Klasifikasi Choi
merupakan modifikasi dari klasifikasi Hunka, berdasarkan 34 kasus (Choi et al
2006).
1. Klasifikasi Hunka
Tipe I: Terdapat sedikit tulang yang collaps pada caput femur, namun masih
dapat mengalami osifikasi.
Tipe 2: Terdapat deformitas pada caput femur. Pada subtipe IIa tidak
terdapat kerusakan pada epifisis, sedangkan pada subtipe IIb terjadi
penutupan epifisis yang prematur sehingga tampak deformitas pada
collum femur
Tipe 3: Amati pseudoartrosis pada collum femur, jika caput femur masih
viabel, maka dapat dilakukan bone grafting. Jika caput femur tidak
viabel maka dapat dilakukan reseksi pada caput dan collum femur
kemudian dilakukan atroplasti pada trochanter major.
Tipe 4: Destruksi caput femur yang disertai dengan destruksi sebagian
collum femur. Subtipe A, collum femur masih cukup stabil dalam
mempertahankan artikulasi sendi. Sedangkan subtipe B, collum
femur yang tersisa hanya sedikit sehingga dan artikulasi sendi tidak
stabil.
Tipe 5: Destruksi caput femur dan collum femur
4
2. Klasifikasi Choi
Tipe 1: Tidak ada deformitas (Ia), mild coxa magna (Ib)
Tipe 2: Coxa breva dengan deformitas caput femur (IIa), coxa vara/valga
yang disebabkan oleh penutupan epifiseal femur bagian proksimal
yang tidak simetris (IIb)
Tipe 3: Coxa vara atau coxa valga yang disertai dengan atau tanpa
anteversi/ retroversi femur (IIIa), Pseudoartrosis collum femur (IIIb)
Tipe 4: Destruksi caput dan collum femur dengan sedikit sisa pada sisi
medial colum femur (IVa), destruksi caput dan collum femur total
sehingga tidak terdapat artikulasi pada sendi panggul (IVb)
2.2 ETIOLOGI
Infeksi sendi dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme (bakteri,
jamur, virus), tetapi pada infeksi septic arthritis disebabkan oleh bakteri piogenik.
Biasanya dikenal sebagai supuratif atau arthritis piogenik, Hal yang paling umum
dan mungkin yang paling serius dari penyakit sendi, menyebabkan penurunan
yang cepat dari artikulasi (Ortega, 2014).
Arthritis klasik septik atau piogenik diklasifikasikan dalam dua kelompok,
arthritis gonokokal dan arthritis non-gonokokal, kategori ini sejak lama sebagai
gonokokal arthritis yang sekarang sudah langka di lingkungan kita (Ortega,
2014). Bakteri penyebab Septik Athritis bervariasi tergantung usia dan
karakteristik pasien. Namun penyebab paling umum adalah sebagai berikut:
5
Tabel 1. Bakteri yang paling sering menjadi penyebab septic arthritis berdasarkan
usia dan factor resiko pasien (Ortega, 2014)
6
dalam diagnosis dan pengobatan menyebabkan kerusakan sendi ireversibel dan
cacat tetap (25-50%) di pasien. (Ortega, 2014).
Hal ini dapat terjadi pada semua kelompok umur, meskipun ada sejumlah
faktor resiko dari kemunculan dan perkembangan infeksi arthritis, antara lain :
Ederly
Penyakit seperti diabetes mellitus, rheumatoid arthritis
Suntikan Intra-artikular atau prostetik sendi
Cedera terbuka
Infeksi kulit.
Intravenous drug abuser (IVDU)
Immunocompromised
Paling penting adalah pasien yang terinfeksi bakteri dan mempunyai
resiko tinggi. Secara umum pada sendi besar dengan suplai darah berlimpah
terutama untuk metafisis paling rentan terhadap infeksi bakteri. Secara teori
sendi yang paling umum terkena adalah lutut, pinggul dan bahu.
Tabel 2. Persentase sendi yang paling sering mengalami septic arthritis (Ortega,
2014)
Joint Percentage
Knee 50%
Hip 20%
Shoulder 8%
Ankle 7%
Wrist 7%
Others ( elbow, interphalangeal, sternoclavicular, sacroilliac) 1-4%
Namun, sesuai dengan faktor resiko tertentu dan kelompok populasi tertentu
dengan lokasi yang menonjol.
Tabel 3. Jenis sendi yang paling banyak mengalami septic arthritis berdasarkan
usia dan factor resiko pasien (Ortega, 2014)
Joint
Infants and children Appendicular skeleton
Intravenous drug abusers Sternoclavicular, sacroilliac, acromioclavicular
Rheumatoid arthritis Any affected joint
Diabetes melitus Foot articulation
7
Secara umum septik athritis kebanyakan terjadi pada sendi tunggal (85-
90%), tetapi sampai 22% kasus dapat mempengaruhi lebih dari satu sendi.
Biasanya dalam kasus asli yang sering terjadi pada pasien dengan rheumatoid
arthritis yang terjadi infeksi. Pada pasien immunocompromised atau dengan
berkepanjangan atau bakteremia berat terdapat organisme lain yang mungkin
hadir dengan polyarticular presentation sebagai virus yang menginfeksi (Ortega,
2014).
2.4 EPIDEMIOLOGI
Septik Athritis (SA) merupakan salah satu penyakit dengan
kegawatdaruratan dibidang rematologi terutama bila kuman penyebabnya bakteri
yang menyebabkan kesakitan dan kematian yang signifikan. Keterlambatan dan
terapi yang tidak adekuat terhadap SA dapat mengakibatkan kerusakan kartilago
hyalin artikular dan kehilangan fungsi sendi yang ireversibel. Diagnosis awal
yang diikuti dengan terapi yang tepat dapat menghindari terjadinya kerusakan
dan kecacatan sendi
Kurang lebih 20.000 kasus supuratif artritis atau bakterial arthritis terjadi
setiap tahunnya di Amerika Serikat Angka kejadian bakterial arthritis setiap
tahun bervariasi antara 2-10 kejadian per 100.000 populasi umum (Abdullah,
2014). Insiden ini meningkat pada penderita dengan peningkatan risiko seperti
artritis rheumatoid 28-38 kasus per 100.000 per tahun, penderita dengan protese
sendi 40-68 kasus/100.000/tahun (30-70%). 25-50 % mengalami kehilangan
fungsi sendi yang permanen. Meskipun penggunaan antibiotika dan penanganan
telah berkembang lebih baik namun angka mortalitas tidak berubah dalam 25
tahun terakhir, yaitu mencapai 5 -15% (Ortega, 2014).
Puncak insiden pada kelompok umur adalah anak-anak usia kurang dari
5 tahun (5 per 100.000/tahun) dan dewasa usia lebih dari 64 tahun (8,4
kasus/100.000 penduduk/tahun). Kebanyakan artritis septik terjadi pada satu
sendi,sedangkan keterlibatan poliartikular terjadi 10-15% kasus.Sendi lutut
merupakan sendi yang paling sering terkena sekitar 48-56%, diikuti oleh sendi
panggul 16-21%, dan pergelangan kaki 8% (Ortega, 2014).
8
2.5 ANATOMI
Sendi merupakan tempat pertemuan antara 2 tulang. Dengan adanya sendi
yang dapat bergerak dengan bebas, seperti sendi glenohumeral (bahu),
memampukan manusia untuk bergerak dan beraktivitas. Namun, juga ada
beberapa jenis sendi yang tidak dapat bergerak sama sekali seperti sutura-sutura
pada kepala. Semakin bebas pergerakan satu sendi, maka semakin tidak stabil
sendi tersebut, demikian sebaliknya (McKinley, 2008).
Sendi dapat diklasifikasikan berdasarkan jaringan ikat yang
menghubungkan kedua tulang, yaitu:
a. Sendi fibosa : kedua tulang dihungkan oleh jaringan ikat padat fiborsa,
contohnya seperti antara gigi dan rahang (gomphosis), sutura lambdoidea,
sendi antara radius dan ulna, serta tibia dan fibula (syndesmosis).
b. Sendi kartilago : kedua tuang dihubungkan oleh kartilago, seperti pada
epiphyseal plate pada tulang yang sedang bertumbuh, sendi kostokondral,
simpifisis pubis, dan sendi diskus intervertebralis.
c. Sendi synovial : merupakan sendi yang berisi cairan synovial di dalam cavum
sinovium. Bagian permukaan tulang yang berartikulasi dilapisi oleh kartilago.
Keseluruhan bagian sendi dilapisi oleh suatu kapsul sendi yang diperkuat
dengan berbagai macam ligament dan tendon yang membantu untuk
menggerakkan dan menstabilkan sendi dalam proses bergerak (McKinley,
2008).
Sendi juga bisa dibagi berdasarkan kemampuannya untuk bergerak,
seperti:
a. Synarthrosis : sendi-sendi yang tidak dapat bergerak sama sekali, seperti
pada sutura kepala dan gigi.
b. Amphiarthrosis : sendi-sendi yang bisa sedikit bergerak, seperti pada
simpifisis pubis dan diskus intervertebralis.
c. Diarthrosis : sendi-sendi yang bebas bergerak, seperti pada, sendi genu,
sendi glenohumeral, dan sendi ankle (McKinley, 2008).
9
synovial dipisahkan dengan suatu celah sendi yang berisi cairan atau minyak
synovial (Madoff, 2012).
Secara umum sendi-sendi synovial memiliki struktur dasar seperti kapsul
sendi, celah sendi, cairan synovial, kartilago, ligament, sistem persarafan, dan
pembuluh darah. Kapsul sendi synovial terdiri dari 2 lapisan, yaitu lapisan fibrosa
yang terdiri dari jaringan ikat padat dan berfungsi untuk menguatkan sendi; serta
membrane synovial yang terdiri dari jaringan ikat areolar yang melapisi bagian
dalam sendi yang tidak dilapisi oleh kartilago (McKinley, 2008).
Gambar 3. Sendi synovial. Semua sendi synovial termasuk dalam jenis diarthrosis, dan
dapat bergerak dengan bebas (McKinley 2008)
Celah sendi merupakan bagian yang hanya dimiliki oleh sendi synovial,
berisi cairan sendi yang bersama dengan kartilago mengurangi terjadinya
gesekan antar permukaan tulang di suatu sendi. Cairan sendi yang berminyak
dan kental diproduksi oleh membrane synovial, di mana terdiri dari sel-sel
membrane synovial dan plasma darah yang terfiltrasi ke dalam celah sendi.
Adapun fungsi dari cairan sendi adalah sebagai berikut :
a. Cairan sendi berfungsi sebagai cairan pelumas pada sendi, seperti halnya oli
pada mesin mobil.
10
b. Cairan sendi berfungsi untuk meberikan nutrisi bagi kondrosit pada kartilago
sendi. Saat sendi bergerak, kombinasi gerakan kompresi dan ekspansi dari
sendi dapat mensirkulasikan cairan sendi untuk keluar dan masuk dari sendi,
sehingga cairan sendi dapat menyediakan nutrisi dan membuang sisa-sisa
metabolism secara berkesinambungan.
c. Cairan sendi berfungsi sebagai shock absorber atau peredam getaran,
dimana saat tekanan intra-artikular meningkat, cairan sendi dapat membagi
tekanan ke segala arah dengan seimbang (Madoff, 2012).
Kartilago sendi merupakan bagian penting dalam sendi synovial. Kartilago
sendi terbentuk dari hyaline yang avascular, sehingga membutuhkan cairan
sendi untuk meberikan nutrisi. Kartilago sendi berfungsi sebagai bantalan yang
meredam tekanan pada sendi dan mencegah terjadinya kerusakan pada
permukaan tulang dari adanya gesekan (McKinley, 2008).
Ligamen merupakan jaringan ikat padat yang berfungsi menghubungkan
kedua tulang, menguatkan serta menstabilakannya. Ligamen terdiri dari ligament
ekstrinsik, ligament intrinsic ekstrakapsular, dan ligament intrinsic intrakapasular.
Berbeda dengan ligament tendon yang juga merupakan salah satu jaringan ikat
padat menghubungkan antara tulang dan otot, sehingga saat otot berkontraksi
tendon akan menariknya ke arah otot tersebut berkontraksi. Tendon juga
berfungsi untuk menstabilkan sendi dan juga membatasi jangkauan gerakan
sendi (McKinley, 2008).
Semua sendi synovial memilki sistem persarafan, terutama sensoris nyeri
dan propioreseptor, serta pembuluh darah yang mevaskularisasi kapsul sendi
dan struktur-struktur lain di sekitar sendi (McKinley, 2008).
Beberapa sendi synovial memiliki struktur tambahan seperti bursa dan
bantalan lemak. Bursa merupakan sebuah struktur seperti kantong yang berisi
cairan synovial dan dibatas oleh membrane synovial, namun tanpa lapisan
fibrosa seperti pada kapsul sendi. Bursa pada sendi synovial ada yang
bergabung dengan kapsul sendi, seperti pada bursa suprapatelar pada bagian
anterior sendi lutut, dan adapula yang berdiri sendiri di antara otot, tendon, atau
ligament dengan tulang yang berfungsi untuk mengurangi gesekan. Bursa juga
dapat ditemukan di daerah sendi pergelangan tangan (wrist) dan kaki (ankle) dan
sering disebut dengan tendon sheath. Sedangkan bantalan lemak terdapat di
11
bagian perifer dari sendi synovial yang berfungsi sebagai pembungkus dan
melindungi sendi (Madoff, 2012).
12
hiperabduksi dari sendi lutut.Ligamen kolateral medialis juga menyatu dengan
meniscus medianus dari sendi lutut.Terdapat 2 mensikus di sendi lutut, mensikus
medialis dan lateralis.Kedua meniscus ini berfungsi sebagai bantalan dan
mentabilkan sendi lutut (Mathews, 2010).
Dua ligament lain yang berada di dalam sendi lutut adalah ligament
cruciate anterior (ACL) dan ligament cruciate posterior (PCL). ACL membentang
dari posterior femur ke anterior tibia, untuk mencegah hiperekstensi dari sendi
genu serta mencegah pergesaran tibia ke anterior.PCL membentang dari
anteroinferior femur ke posterior tibia, untuk mencegah gerakan hiperfleksi dari
lutut serta mencegah gerakan tibia kea rah posterior (McKinley, 2008).
2.6 PATOFISIOLOGI
Bakteri penyebab septik arthritis bisa berasal dari beberapa sumber, yaitu:
a. Hematogen atau melalui pembuluh darah dari sumber infeksi lain,
b. Contiguous atau secara perkontinuitatum dari jaringan atau organ sekitar
yang mengalami infeksi seperti osteomyelitis,
c. Infeksi secara langsung terhadap sendi tersebut baik selama proses
pembedahan, penyuntikan, trauma, gigitan hewan atau manusia, atau
tindakan-tindakan invasif lainnya (Ortega, 2014).
13
basalis yang berfungsi untuk membatasi terjadinya penyebaran infeksi (Mathews,
2010).
Dalam beberapa jam kemudian neutrophil dan sel-sel radang lainnya mulai
menginfiltrasi sinovium, serta terjadi hyperplasia pada membrane synovial. Sel-
sel radang dan bakteri masuk ke dalam celah sendi dan kemudian mulai
menempel (adesi) pada kartilago sendi. Kemudian dalam beberapa jam
berikutnya sel-sel inflamaasi mulai melepaskan sitokin-sitokin dan protease, yang
selanjutnya akan menyebabkan hidrolisis dari kolagen dan proteoglikan yang
akhirnya menghambat sitesis dari kartilago serta meningkatkan proses
degradasinya (Abdullah, 2014).
Proses perusakan sendi akan berlanjut dengan terbentuknya pannus
(jaringan granulasi sinovial) dan erosi pada kartilago sendi. Efusi sendi yang
sangat massif dapat menyebabkan vaskularisasi ke sendi tersebut menjadi
terganggu, sehingga bisa menyebabkan nekrosis pada tulang (aspetic bone
necrosis). Proses perusakan sendi ini dapat terjadi pada septik arthritis pada
tahap-tahap awal, bila kondisi infeksi tidak segara diatasi. Oleh karena itu kondisi
septik arthritis bisa dianggap sebagai kondisi emergensi (Moyad, 2008).
Gambar 6 . (a) gambaran sendi normal, dengan (f) cairan synovial dan (c) kartilago sendi.
(b) gambaran sendi dengan kondisi septik arthritis, tanda-tanda radang, sinovitis, dengan
(P) Pannus yang meerusak katilago sendi dan tulang. Panah putih menunjukkan tulang
subkondral yang mengalami perusakan dan terekspos ke bagian intraartikular (Abdullah,
2014)
14
2. Peningkatan produksi cairan synovial : augmentasi jaringan lunak
3. Hiperemia : osteoportik
4. Pannus inflamasi dan perusakan kartilago : penyempitan celah sendi
5. Perusakan tulang oleh pannus : erosi tulang sentral dan marginal
6. Ankilosing tulang dan jaringan fibrosa : ankilosing tulang (Abdullah, 2014).
15
Pasien dengan RA akan mengalami sptik artritis karena proses degenerasi sendi
juga karena efek imunosupresi dari pengobatan untuk RA. Banyak obat Ra thap
lanjut yang terbukti meningkatkan resiko infeksi kulit dan jaringan, namun belum
pernha didapatkan laporan peningkatan insiden dari septik artritis (Catherine,
et.al., 2008).
Faktor resiko lain yang dapat meningkatkan faktor resiko terkenanya septik
artritis adalah prostesa sendi, pengguna obat-obatan intravena, pecandu alkohol,
pasien dengan riwayat DM, penggunaan obat steroid intraartikular, luka pada
kulit di dekat sendi (Catherine, et.al., 2008).
Manifestasi klinis dari septik arthritis bisa berbeda-beda bergantung pada
etiologi penyebab arthritis tersebut.
a. Arthritis Non-gonococcal
Arthritis nongonococcal merupakan arthritis monoartikular pada 80-90%
kasus, dengan sendi lutut esbagai lokasi infeksi utama pada 50% kasus.
Sendi lain yang biasa terkena pada orang dewasa adalah sendi panggul,
bahu, pergelangan tangan dan kaki. Pada anak-anak, sendi yang biasa
terkena adalah sendi panggul.Infeksi pada sendi tangan jarang terjadi
kecuali didapatkan riwayat trauma, seperti gigitan hewan. Septik arthritis
pada sedi kecil pada kaki biasanya merupakan penyebaran dari infeksi pada
kulit sekitar dan luka jaringan lunak atau osteomyelitis pada tulang distal
maupun proksimal dari sendi. Paling sering terjadi pada pasien dengan
diabetik foot. Infeksi pada sendi sterno clavikular dan costochondral juga
jarang terjadi kecuali terdapat riwayat penggunaan obat-obatan intra vena,
atau sebagai komplikasi dari kateterisasi arteri/vena subclavian. Faktor
resiko dari infeksi pada sendi symphisis pubis termasuk proses pembedahan
pada wanita, keganasan di daerah panggul, dan pengguna obat-obatan
intravena. Seotik arthritis non gonococcal juga bisa mengenai poliartikular,
dengan insiden 10-20% dari total kasus, terutama pada pasien dengan
Rheumathoid Arthritis, pasien dengan kondisi imunosupresif, bacterimia
lama, dan penyebab tersering ada S.aureus. Kebanyakan pasien dengan
artritis bakteri akut menunjukkan gejala kardinal seperti nyeri sendi dan
keterbatasan gerak yang terjadi selama 1-2minggu. Selain itu didapatkan
juga gejala seperti bengkak, kulit tampak merah, dan sendi teraba hanga
(Abdullah, et.al. 2014).
16
b. Arthritis Gonococcal
Pasien dengan artritis gonococcal umumnya ditandai dengan tias klasik,
yaitu dermatitis, tenosinovitis, dan artritis poliartikular atau poliathralgia yang
berpindah-pindah. Gejala pada sendi biasanya parah dan bersifa asimetrik.
Pasien biasanya mengalami demam dengan suhu sedang, menggigil, dan
sampai mengalami kelemahan badan.Lesi dermatitis terdapat pada 60%
kasus. Lesi tidak terasa sakit atau gatal, bahakan tidak disadari oleh pasien.
Septik artritis gonococcal bisa terjad tanpa diawali oleh dermatitis atai
tenosinovitis, biasa disebut dengan artritis oleh bacteremia, secara klinis
tidak bisa dibedakan dengan artritis bakterial yang disebabkan oleh bakteri
lainnya. Sendi lutut, pergelangan tangan dan kaki adalah sendi yang
terkena, dan biasanya melibatkan satu sendi. Pada pasien dengan septik
artritis gonococal hasil kuntur menunjukkkan hasil yang lebih tinggi pada
spesimen yang diambil dari mukosa jika dibandingkan dengan cairan sinovial
dan darah (Abdullah, et.al. 2014).
c. Artritis Myobacterial
Artritis yang disebabkan oleh mukobakteri dan jamur ditandai dengan
perjalanan evolusi penyakit dan temuan radiologi yang lambat. Infeksi pada
sendi biasanya sudah berlangsung lama sebelum memberikan gejala klinis.
Biasanya mengenai sedi lutut, panggul, dan pergelangan kaki, namun juga
bisa mengenai semua sendi. Tanda klini artritis kronis susah dibedakan
antara disebabkan oleh infeksi atau bukan infeksi. Biasanya juga disertai
infeksi intra atau ektrapulmonal.Untuk mencegah terlambatnya diganosa dan
kerusakan lebih lanjut dari sendi, maka untuk kasus yang dicurigai artritis TB
harus segera diobati (Abdullah, et.al. 2014).
d. Artritis Jamur
Artritis jamur biasa didapatkan pada pasien dengan imunokompromised.
Biasanya juga disertai infeksi yang menyeluruh di tubuh. Diantara semua
jamur patogen, spotrichotic, candidal, coccoidal artritis adalah penebab
tersering, namun artritis jamur juga bisa disebabkan oleh blastomycosis,
cryptococcosis, dan histoplasmosis. Coccidoides imitis monoartikular biasa
terjadi pada pasien berkulit hitam yang mengalami imunokompromised di
17
epidemik area. Infeksi sendi pada pasien dengan blastomycosis umumnya
menyebar dari fokal osteomyelitis. Infeksi kandida pada sendi umumnya
besifat akut dan berasal dari penyebaran hematogen (Abdullah, et.al. 2014).
e. Artritis Virus
Walaupun gejala sendi hilang dalam waktu 2 minggu, artritis poliartikular
yang menetap dapat diikuti dengan infeksi parvovirus manusia B19 pada
20% kasus pasien wanita dan pada beberapa individu dapat berlangsung
lama (Abdullah, et.al. 2014).
18
Gambar 8. Pattelar Tap Test, pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui
apakah ada efusi sendi lutut.
2. Pemeriksaan Laboratoium
Hasil tes laboratorium yang bisa mendukung diagnosa dari septik artritis
adalah peningkatan laju endap darah dan C reactive protein, walaupun
keduanya relatif tidak spesifik, dan peningkatan keduanya bisa disebabkan
oleh reaksi inflamasi sendi non infeksi. Selain itu keduanya juga bisa
digunakan sebagai parameter monitor treatmen (Ortega, et.al. 2014).
Hitung sel darah putih darah tepi biasanya meningkat pada pasien remaja,
namun bisa normal pada pasien bayi atau dewasa. Nilai hitung sel
polimorfonuklear dari aspirasi cairan sendi juga bisa dijadikan standar
diagnosa (Ortega, et.al. 2014).
Kunci diagnosa dari septik artritis adalah dengan analisa mikroskopik dan
kultur dari cairan sinovial dari sendi yang terkena. Pemeriksaan ini selain
dapat menegakkan diagnosa septik artritis, juga dapat menyingkirkan
diagnosa lain seperti gouty arthritis yang sama-sama memiliki gejala yang
sama (sendi yang bengkak, merah dan panas). Pewarnaan Gram dan kultur
cairan sendi dapat menegakkan diagnosa dari 50% kasus (Catherine, et.al.,
2008).
19
Ada kontroversi tentang penggunaan penghitungan sel darah putih dari
cairan sendi sebagai usaha membedakan sepsis dan penyebab inflamasi
lain. Sebuah penelititan retrospectif pada tahun 2002 melibatkan 202 pasien
dengan suspek septik arthritis. Pasien dengan sel darah putih pada cairan
sendi lebih dari 50.000/mm3 telah terdiagnosa sepsis pada 47% kasus.
Pasien dengan sel darah putih pada cairan sendi lebih dari 100.000/mm3
telah terdiagnosa sepsis pada 77% kasus. Peneliti menyimpulkan walaupun
pasien dengan jumlah sel darah putih kurang dari 50.000/mm3 dapat
menurunkan resiko terkena sepsis, walau belum bisa mengeluarkan sepsis
arthritis dari diagnosa banding (Catherine, et.al., 2008).
Gambar 9. Aspirasi cairan sendi untuk menghitung sel darah putih dan dilakukan
pengecatan Gram, kultur mikroorganisme untuk mengetahui pathogen penyebab septik
artritis.
Angka hitung WBC yang rendah dari cairan sinovial bisa terjadi pada pasien
dengan Desiminated Gonococcal Diseases, leukopenia, dan penggantian
sendi. Septik artritis bisa disertai dengan crystal arthropathy, namun
keberadaan kristal tidak termasuk dalam kriteria septik arthritis. Pengukuran
kadar glukosa dan protein cairan synovial tidak terlalu berguna karena tidak
spesifik untuk septik arthritis. Pemeriksaaan Polymerase Cahin Reaction
20
dapat membantu mengisolasi penyebab dari septik arthritis (Horowitz, et.al.
2011).
3. Analisa Mikrobiologi
Untuk menentukan diagnosa etiologi dari septik artritis adalah dengan
melakukan pewarnaan Gram, kultur cairan atau membran sinovial.
Pemeriksaan ini dilakukan jika didapatkan gejala sesuai septik arthritis dan
hasil kultur darah dengan hasis yang sama sebanyak 2 kali pengulangan.
Pada pasien dengan keterlibatan sendri aksial (sternoclavicular,
costochondral, sacroilliac, dan symphisis pubis) yang mana jumlah cairan
sendi tidak banyak sehingga tidak bisa digunakan sebagai sampel, maka
diagnosa ditegakkan berdasarkan temuan kultur darah positif, disertai
dengan pemeriksaan radiologi (Ortega, et.al. 2014).
21
Berikut gambaran yang dapat ditemukan pada kondisi akut (Ortega, et al.,
2014):
• Pembengkakan jaringan lunak
• Efusi pada sendi, dapat dilihat dengan adanya distensi dari capsular atau
displacement dari struktur artikular. Pelebaran celah sendi menunjukkan
adaanya efusi pada sendi.
• Osteoporosis di periarticular.
Pada fase kronis gambaran yang dapat terlihat pada foto (Ortega, et al.,
2014):
• Erosi Tulang
• Destruksi pada tulang subchondral (permukaan tulang menjadi irreguler)
• Penyempitan celah sendi: disebabkan karena destruksi kartilago artikular
• Reaksi periosteal, mengindikasikan adanya hubungan dengan osteomyelitis
• Subluxation dan luxation
• Ankylosis
Gambar 10. Menunjukkan adanya penyempitan celah sendi panggul, adanya sklerosis
dari tulang subkondral, erosi tulang pada efifis dari tulang femur
22
Gambar 11. Laki-laki 6 tahun dengan septik arthritis di bahu kanan, dengan gambaran
radiologi normal
Gambar 12. Bayi berusia 4 bulan dengan peningkatan celah sendi disertai dengan
dislokasi di femur kanan, serta edema jaringan lunak, lesi litik di proksimal metafisis
femur kanan
23
Gambar 13 Seorang anak usia 4 tahun dengan edema jaringan lunak dan peningkatan
dari celah sendi yang menunjukkan gambaran efusi sendi. Tidak tampak kelainan pada
tulang yang dapat dilihat
24
Gambar 14. Seorang anak berusia 4 tahun dengan adanya efusi sendi minimal,
anechoic, tanpa ada septa didalamnya. Disertai dengan penebalan dari sinovial
Gambar 15. Wanita 72 tahun terdapat kelebihan cairan anechoic disekitar caput humeri
dextra
Gambar 16. Laki-laki 10 tahun dengan moderat echogenic cairan sendi dengan
penebalan sinovial
25
Gambar 17. USG bahu kanan dengan arthritis hari ke 15, dimana penebalan sinovial
dapat dilihat dan adanya hiperemia sinovial periartikular yang dapat dievaluasi
26
Gambar 18. Laki-laki 45 tahun pada CT scan lutut potongan coronal dan sagital terdapat
Kerusakan tulang di distal fibula, tibia, talus dan calcaneus dengan daerah litik, dan
deformitas tulang yang dapat diamati. Kerusakan subkondral dan garis artikular
semua berhubungan dengan septik arthritis dan osteomyelitis
27
Protokol dasar untuk mengevaluasi dari septik arthritis harus termasuk
(Ortega, et al., 2014):
• T1-weighted FSE sequences,
• FSE T2-weighted,
• STIR sequences,
• Pemberian kontras intravena paramagnetik dengan T1-weighted sequences
dengan saturasi lemak. Temuan yang dapat diperoleh:
o Synovitis: Hypointense di T1, Hyperintense di T2
o Terjadi penyengatan membran Synovial di T1 Fat Sat dengan gadolinium
o Efusi sendi Hypointense di T1 Hyperintense pada T2 tapi tergantung
dengan variasi didalamnya (darah, nanah, dll)
o Edema perisinovial Hyperintense di T2-weighted sequences
o Reaktif edema tulang, menampilkan keterbatasan di kedua sisi sendi,
dengan daerah tambalan dyang buruk didefinisikan dari sinyal rendah di
T1 dan tingginya sinyal di T2.
o Kerusakan tulang rawan artikular dan / atau erosi tepi tulang
subchondrales dengan tinggi rendahnya intensitas di T1 dan T2.
o Abses periarticular Hypointense di Variable T1 dan di T2 peningkatan
kontras di ring, berdinding tebal dan buruknya batas yang dapat dinilai.
Gambar 19. Seorang laki-laki 78 tahun dengan nyeri panggul kiri. Coronal T1 (a). STIR
(b). Dan PD Fat Sat dengan gadolinium (c) dan Axial T2 (d). STIR (e). dan PD Fat Sat
dengan gadolinium (f). Terdapat perubahan sinyal intensitas di caput dan colum femoris,
kerusakan dari anterosuperior dari caput femoris sinistra, penyempitan celah sendi
dengan kerusakan dari kartilago, efusi sendi minimal, dan edema jaringan lunak. Setelah
pemberian kontrastampak penyengatan di caput femoris dan acetabulum
28
Gambar 20. Seorang anak berusia 3 tahun dengan septik arthritis di lutut kanan. Pada
MRI potongan coronal T1 (a) STIR (b,dan c) dan T1 dengan gadolinium. Axial T1 (e)
STIR (f) dan T1 dengan gadolinium SPIR mengidentifikasikan adanya efusi sendi,
penebalan sinovial dan terdapat penyengatan setelah pemberian gadolinium dan
hiperintensitas di jaringan lunak periartikular dan penyengatan di metafisis-epifisis
posterior dari condilus femoralis lateralis
Gambar 21. Laki-laki 45 tahun dengan nyeri pergelangan kaki kanan. Coronal T1 (a) T2
(b) STIR (c) dan T1 dengan gadolinium (d). T1 potongan sagital (e) dan DP Fat Sat (f).
Terdapat perubahan sinyal dan kerusakan tulang dengan massa di jaringan lunak,
edema di subkutan. Temuan ini sesuai dengan gambaran septik arthritis dan
osteomyelitis dari pergelangan kaki
29
2.10 PROGNOSIS
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya septik arthritis adalah proses
akut yang membutuhkan diagnosis dini untuk menetapkan perawatan yang tepat
dengan cepat, karena keterlambatan septik arthritis dapat mengakibatkan
kerusakan sendi permanen dalam waktu 48 jam dari timbulnya infeksi.
Diperkirakan hingga 50% dari kasus orang dewasa dapat terjadi semacam
sekuel. Di antara faktor-faktor yang mendukung hasil yang buruk dari infeksi
sendi adalah usia di atas 60 tahun, rheumatoid arthritis, keterlibatan sendi
tertentu seperti bahu atau pinggul atau kultur cairan sinovial yang positif setelah
7 hari pengobatan antibiotik (Ortega, et al., 2014).
Di antara sequel dan komplikasi yang dapat timbul dari septik arthritis, kita
menemukan subluksasi dan dislokasi artikular, kerusakan epifisis, osteonekrosis,
osteoarthritis sekunder, osteomyelitis, fusi tulang dan kerusakan struktur yang
berdekatan seperti kapsul, tendon, jaringan lunak (Ortega, et al., 2014).
30
BAB III
KESIMPULAN
31
DAFTAR PUSTAKA
32