Anda di halaman 1dari 414

LAPORAN TUGAS AKHIR

PERENCANAAN EMBUNG TAMBABOYO KABUPATEN


SLEMAN D.I.Y
(Design of Tambakboyo Small Dam Sleman D.I.Y Area )

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelesaikan


Pendidikan Tingkat Sarjana (Strata-1)
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

Disusun Oleh :

ALEXANDER NIM L2A004013


SYARIFUDDIN HARAHAB NIM L2A004119

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2009
HALAMAN PENGESAHAN

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

PERENCANAAN EMBUNG TAMBAKBOYO


KABUPATEN SLEMAN D.I.Y
(Design of Tambakboyo Small Dam Sleman D.I.Y Area )

Disusun Oleh :
ALEXANDER NIM L2A004013
SYARIFUDDIN HARAHAB NIM L2A004119

Semarang, Januari 2009

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Ir. Hj. Sri Eko Wahyuni, MS Ir. Salamun, MS.


NIP. 130 898 929 NIP.131 596 956

Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Ir. Sri Sangkawati, MS.


NIP. 130 872 030

ii
Kata Pengantar

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan Laporan Tugas Akhir dengan judul
“Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman D.I.Y” dapat
terselesaikan.

Penyusunan Laporan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus
ditempuh setiap mahasiswa dan merupakan tahap akhir dalam menyelesaikan
pendidikan tingkat sarjana program strata satu (S1) pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro Semarang.

Dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini tidak lepas dari bimbingan dan
bantuan dari beberapa pihak, maka pada kesempatan ini ingin menyampaikan rasa
terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Ir. Sri Sangkawati, MS., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro.

2. Ibu Ir. Hj. Sri Eko Wahyuni, MS, selaku Dosen Pembimbing I.

3. Bapak Ir. Salamun, MT, selaku Dosen Pembimbing II.

4. Bapak Ir. M. Agung Wibowo, MM. M.Sc. Phd, selaku dosen wali (2153).

5. Bapak Priyo Nugroho. ST. M.Eng, selaku dosen wali (2157).


6. Seluruh Dosen Program Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro.
7. Seluruh staf administrasi Program Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro.
8. Orang tua dan keluarga tercinta atas do’a, dukungan, dan energi yang selalu
terus diberikan selama ini kepada penyusun.
9. Rekan-rekan Mahasiswa Teknik Sipil UNDIP Angkatan 2004 yang telah
memberikan dukungan dan bantuannya, semoga kita semua sukses di masa
depan.

iii
Kata Pengantar

10. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu
secara moral dan material dalam menyelesaikan penulisan laporan Tugas Akhir
ini.

Kami menyadari bahwa dalam menyusun Tugas Akhir ini masih jauh dari
sempurna, baik dari segi pembahasan, segi pengkajian maupun cara penyusunan, hal
tersebut karena keterbatasan kemampuan kami, maka dari itu kami harapkan pendapat,
saran dan kritik yang membangun demi penyusunan masa yang akan datang.

Akhir harapan kami, semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita
semua dan terutama bagi penyusun sendiri untuk pedoman dan bekal kami melakukan
tugas.

Semarang, Januari 2009

Penyusun

1. Alexander
L2A 004 013
2. Syarifuddin Harahab
L2A 004 119

iv
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ...................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................... iii
DAFTAR TABEL ...................................................... v
DAFTAR GAMBAR ...................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Tinjauan umum ....................................................................... 1
1.2. Latar Belakang ........................................................................ 1
1.3. Maksud dan Tujuan Perencanaan ............................................ 2
1.4. Lokasi Perencanaan. ................................................................. 2
1.5. Ruang Lingkup Penulisan Tugas Akhir ................................... 3
1.6. Sistematika Penulisan .............................................................. 3
BAB II STUDI PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum ....................................................................... 5
2.2. Analisis Hidrologi ................................................................... 5
2.2.1. Daerah Aliran Sungai (DAS) ........................................ 6
2.2.2. Curah Hujan Rencana ................................................... 6
2.2.3. Perhitungan Curah hujan Rencana................................ 10
2.2.4. Intensitas Curah Hujan ................................................ 28
2.2.5. Hujan Berpeluang Maksimum (PMP) ......................... 30
2.2.6. Banjir Berpeluang Maksimum (PMF) ......................... 32
2.2.7. Debit Banjir Rencana .................................................... 33
2.2.8. Analisis Debit Andalan ................................................. 40
2.2.9. Analisis Sedimen .......................................................... 42
2.3. Analisis Kebutuhan Air ........................................................... 48
2.3.1. Kebutuhan Air Baku ..................................................... 48
2.4. Neraca Air ............................................................................... 51
2.5. Penelusuran Banjir (Flood Routing) ....................................... 51
2.5.1. Penelusuran Banjir Melalui Pelimpah .......................... 52

iii
DAFTAR ISI

2.6. Perhitungan Volume Tampungan Embung ............................. 53


2.6.1. Volume Tampungan Hidup Untuk Kebutuhan ............. 53
2.6.2. Volume Oleh Penguapan .............................................. 53
2.6.3. Volume Resapan Embung ............................................ 54
2.7. Embung ................................................................................... 54
2.7.1. Pemilihan Lokasi Embung ............................................ 54
2.7.2. Tipe Embung ............................................................... 55
2.7.3. Rencana Teknik Pondasi .............................................. 58
2.7.4. Perencanaan Tubuh Embung ....................................... 60
2.7.5. Stabilitas Lereng Embung ............................................ 66
2.7.6. Rencana Teknis Bangunan Pelimpah (Spillway) .......... 80
2.7.7. Rencana Teknis Bangunan Penyadap ........................... 95

BAB III METODOLOGI


3.1. Tinjauan Umum ...................................................................... 100
3.2. Pengumpulan Data ................................................................... 100
3.3. Metodologi Perencanaan Embung .......................................... 102
3.4. Bagan Alir Tugas Akhir .......................................................... 104

iv
DAFTAR TABEL

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Pedoman Pemilihan Sebaran


Tabel 2.2. Reduced mean (Yn) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe 1
Tabel 2.3. Reduced Standard Deviation (Sn) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe 1
Tabel 2.4. Reduced Variate (YT) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe 1
Tabel 2.5. Harga K untuk Metode Sebaran Log Pearson III
Tabel 2.6. Wilayah Luas Di bawah Kurva Normal
Tabel 2.7. Standard Variable (Kt) untuk Metode Sebaran Log Normal
Tabel 2.8. Nilai χ 2 kritis untuk uji kecocokan Chi-Square
Tabel 2.9. Nilai D0 kritis untuk uji kecocokan Smirnov-Kolmogorof
Tabel 2.10.Tabel Kategori Kebutuhan Air Non Domestik
Tabel 2.11.Tabel Kebutuhan air non domestik kota kategori I,II,II dan IV
Tabel 2.12.Tabel Kebutuhan air bersih kategori V
Tabel 2.13.Tabel Kebutuhan air bersih domestik kategori lain
Tabel 2.14.Lebar Puncak Bendungan Kecil (Embung) yang Dianjurkan
Tabel 2.15. Kemiringan Lereng Urugan
Tabel 2.16. Angka Aman Minimum Dalam Tinjauan Stabilitas Lereng Sebagai Fungsi dari
Tegangan Geser. (*)
Tabel 2.17. Angka Aman Minimum Untuk Analisis Stabilitas Lereng.
Tabel 2.18. Percepatan gempa horizontal
Tabel 2.19. Sudut-sudut petunjuk menurut Fellenius
Tabel 2.20. Harga-harga koefisien kontraksi pilar (Kp)
Tabel 2.21. Harga-harga koefisien kontraksi pangkal bendung (Ka)
Tabel 4.1. Luas Pengaruh Stasiun Hujan Terhadap DAS Sungai Tambakboyo
Tabel 4.2. Hujan harian maksimum rata-ratA
Tabel 4.3. Persyaratan metode sebaran
Tabel 4.4. Perhitungan distribusi curah hujan (statistik)
Tabel 4.5. Perhitungan distribusi curah hujan (logaritma)
Tabel 4.6. Rekapitulasi hasil analisis frekuensi
Tabel 4.7. Metode Chi-Kuadrat
Tabel 4.8. Perhitungan uji sebaran Smirnov-Kolmogorov
Tabel 4.9. Koefisien sebaran Metode Log Pearson III

v
DAFTAR TABEL

Tabel 4.10. Curah hujan rencana Metode Log Pearson III untuk periode ulang T tahun
Tabel 4.11. Intesitas curah hujan
Tabel 4.12. Perhitungan debit banjir rencana Metode Haspers
Tabel 4.13. Debit rencana periode ulang T tahun Metode Der Weduwen
Tabel 4.14. Perhitungan resesi unit hidrograf
Tabel 4.15. Intesitas curah hujan jam-jaman Metode Gama I
Tabel 4.16. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 2 tahun
Tabel 4.17. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 5 tahun
Tabel 4.18. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang `10 tahun
Tabel 4.19. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 25 tahun
Tabel 4.20. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 50 tahun
Tabel 4.21. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 100 tahun
Tabel 4.22. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 200 tahun
Tabel 4.23. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 1000 tahun
Tabel 4.24 Perhitungan hidrograf banjir PMP
Tabel 4.25 Rekapitulasi perhitungan banjir rancangan Metode HSS Gama I
Tabel 4.26 Debit rencana periode ulang T tahun metode HSS gama I
Tabel 4.27. Rekapitulasi debit banjir rencana
Tabel 4.28. Curah hujan bulanan rata-rata stasiun Beran. Santan dan Bronggang
Tabel 4.29. Kelembaman relatif Stasiun Klimatologi Plunyon
Tabel 4.30. Kelembaman relatif Stasiun Klimatologi Plambongan
Tabel 4.31. Rata-rata kelembaman relatif
Tabel 4.32. Suhu udara (oC) Stasiun Klimatologi Plunyon
Tabel 4.33. Suhu udara (oC) Stasiun Klimatologi Plambongan
Tabel 4.34. Rata-rata suhu udara (oC)
Tabel 4.35. Kecepatan angin (km/hari) Stasiun Klimatologi Plunyon
Tabel 4.36. Kecepatan angin (km/hari) Stasiun Klimatologi Plambongan
Tabel 4.37. Rata-rata kecepatan angin (km/hari)
Tabel 4.38. Sinar matahari (%) Stasiun Klimatologi Plunyon
Tabel 4.39. Sinar matahari (%) Stasiun Klimatologi Plambongan
Tabel 4.40. Rata-rata sinar matahari (%)
Tabel 4.41. Perhitungan evaporasi Metode Penman
Tabel 4.42. Perhitungan debit andalan tahun 1987
Tabel 4.43. Perhitungan debit andalan tahun 1988

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 4.44. Perhitungan debit andalan tahun 1989


Tabel 4.45. Perhitungan debit andalan tahun 1990
Tabel 4.46. Perhitungan debit andalan tahun 1991
Tabel 4.47. Perhitungan debit andalan tahun 1992
Tabel 4.48. Perhitungan debit andalan tahun 1993
Tabel 4.49. Perhitungan debit andalan tahun 1994
Tabel 4.50. Perhitungan debit andalan tahun 1995
Tabel 4.51. Perhitungan debit andalan tahun 1996
Tabel 4.52. Perhitungan debit andalan tahun 1997
Tabel 4.53. Perhitungan debit andalan tahun 1998
Tabel 4.54. Perhitungan debit andalan tahun 1999
Tabel 4.55. Perhitungan debit andalan tahun 2000
Tabel 4.56. Perhitungan debit andalan tahun 2001
Tabel 4.57. Perhitungan debit andalan tahun 2002
Tabel 4.58. Perhitungan debit andalan tahun 2003
Tabel 4.59. Perhitungan debit andalan tahun 2004
Tabel 4.60. Perhitungan debit andalan tahun 2005
Tabel 4.61. Perhitungan debit andalan tahun 2006
Tabel 4.62. Rekapitulasi debit andalan
Tabel 4.63. Penentuan debit andalan untuk kebutuhan air baku
Tabel 4.64. Perhitungan hubungan elevasi, luas dan volume daerah genangan
Tabel 4.65. Hubungan elevasi, luas dan volume daerah genangan
Tabel 4.66. Perhitungan flood routing periode ulang 50 tahun
Tabel 4.67. Perhitungan flood routing periode PMF
Tabel 4.68. Perhitungan flood routing periode ulang 1000 tahun
Tabel 4.69.Perhitungan volume kehilangan air akibat evaporasi
Tabel.4.70. Perhitungan sedimentasi
Tabel 4.71. Perhitungan neraca air Embung Tambakboyo
Tabel 4.72. Tabel kategori kebutuhan air non domestik
Tabel 4.73. Perhitungan jumlah kebutuhan air per jiwa
Tabel 5.1. Perhitungan Fetch efektif
Tabel 5.2. Tinggi jagaan Embung Urugan
Tabel 5.3. Ketinggian spillway berdasarkan lengkung Harold
Tabel 5.4. Nilai Froude dengan asumsi kecepatan aliran yang berbeda

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 5.5. Peralatan dan Fasilitas Keamanan Embung


Tabel 5.6. Kemiringan tanggul hulu dan hilir
Tabel 5.7. Ketebalan hamparan pelindung dan gradasi batuan untuk kemiringan lereng 1:3
Tabel 5.8. Ukuran batu dan ketebalan hamparan pelindung rip-rap
Tabel 5.9. Perhitungan harga X dan Y
Tabel 5.10. Perhitungan harga X
Tabel 5.11. Kondisi perencanaan teknis material urugan sebagai dasar perhitungan
Tabel 5.12. Perhitungan stabilitas lereng kondisi embung selesai dibangun
Tabel 5.13. Perhitungan stabilitas lereng kondisi saat air turun mendadak (Rapid drow down)
Tabel 5.14. Perhitungan stabilitas lereng kondisi embung penuh
Tabel 5.15. Beban bangunan atas pada pilar
Tabel 5.16. Perhitungan Gaya Akibat Berat Pilar
Tabel 5.17. Beban bangunan atas pada pilar
Tabel 5.18. Koefisien aliran (k)
Tabel 5.19. Kombinasi Pembebanan
Tabel 5.20. Nilai-nilai daya dukung Terzaghi
Tabel 5.21. Kombinasi I (M + (H + K) + Ta + Tu)
Tabel 5.22. Kombinasi II (M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm)
Tabel 5.23. Kombinasi III (Kombinasi (1) + Rm + Gg + A + SR + Tm + S)
Tabel 5.24. Kombinasi IV (M + Gh + Tag + Gg + AHg + Tu)
Tabel 5.25. Rekapitulasi kombinasi pembebanan
Tabel 5.26. Perhitungan Gaya Akibat Berat Abutment
Tabel 5.27. Beban bangunan atas pada abutment
Tabel 5.28. Beban akibat tanah
Tabel 5.29. Kombinasi Pembebanan Abutmen
Tabel 5.30. Nilai-nilai daya dukung Terzaghi
Tabel 5.31. Kombinasi I (M + (H + K) + Ta + Tu)
Tabel 5.32. Kombinasi II (M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm)
Tabel 5.33. Kombinasi III (Kombinasi (1) + Rm + Gg + A + SR + Tm + S)
Tabel 5.34. Kombinasi IV (M + Gh + Tag + Gg + AHg + Tu)
Tabel 5.35. Rekapitulasi kombinasi pembebanan abutmen
Tabel 5.36. Perhitungan gaya akibat berat sendiri
Tabel 5.37. Perhitungan gaya akibat gempa
Tabel 5.38. Perhitungan rembesan dan tekanan air tanah kondisi muka air normal

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 5.39. Pehitungan gaya uplift pressure kondisi muka air normal
Tabel 5.40. Perhitungan gaya hidrostatis keadaan muka air normal
Tabel 5.41. Perhitungan tekanan tanah
Tabel 5.42. Rekapitulasi gaya pada tubuh pelimpah keadaan normal
Tabel 5.43. Perhitungan gaya akibat berat sendiri
Tabel 5.44 . Perhitungan gaya akibat gempa
Tabel 5.45. Perhitungan rembesan dan tekanan air tanah kondisi muka air banjir
Tabel 5.46. Pehitungan gaya uplift pressure kondisi muka air banjir
Tabel 5.47. Perhitungan gaya hidrostatis
Tabel 5.48. Perhitungan tekanan tanah
Tabel 5.49. Rekapitulasi gaya-gaya yang bekerja pada tubuh pelimpah
Tabel 5.50. Perhitungan garis rembesan lane kondisi Normal
Tabel 5.51. Perhitungan Debit Berdasarkan Prosentase Bukaan Pintu
Tabel 6.1. Mutu Beton
Tabel 6.2. Ukuran dan Bentuk Penahan Air
Tabel 6.3. Perletakan Lantai Jembatan
Tabel 7.1. Perhitungan Volume Pekerjaan
Tabel 7.2. Daftar Harga Satuan Upah Pekerja
Tabel 7.3. Daftar Harga Satuan Sewa Alat
Tabel 7.4. Daftar Harga Satuan Bahan Bangunan
Tabel 7.5. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Pembersihan dan Pembongkaran
Tabel 7.6. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan
Tabel 7.7. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Pasangan batu kosong tanpa pasir
Tabel 7.8. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Pasangan batu 1 : 4 (termasuk siar 1:3) dengan
pasir muntilan
Tabel 7.9. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Bekisting (acuan beton)
Tabel 7.10.Daftar Harga Satuan Pekerjaan Beton K-225
Tabel 7.11. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Baja tulangan U-24
Tabel 7.12. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Pipa Ralling Jembatan
Tabel 7.13. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Pasang Paving Block abu-abu K-400, dengan
tebal pas muntilan 6 cm
Tabel 7.14. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Gebalan Rumput
Tabel 7.15. Daftar Harga Satuan Pekerjaan galian tanah biasa dibuang di sekitar lokasi
proyek (dengan alat)

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 7.16. Daftar Harga Satuan Pekerjaan urugan bekas tanah galian(dipadatkan dengan alat
sederhana)
Tabel 7.17. Rekapitulasi Harga Satuan Pekerjaan
Tabel 7.18. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Tabel 7.19. Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Tabel 7.20. Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja

x
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Lokasi perencanaan Embung Tambakboyo ............................................. 2


Gambar 2.1. Metode poligon Thiessen ......................................................................... 8
Gambar 2.2. Metode Isohyet ......................................................................................... 9
Gambar 2.3 Koefisien Kurtosis.................................................................................... 10
Gambar 2.4. Sketsa hidrograf satuan sintetik Gama I .................................................. 36
Gambar 2.5. Sketsa penetapan WF ............................................................................... 38
Gambar 2.6. Sketsa penetapan RUA............................................................................. 38
Gambar 2.7. Embung on stream ................................................................................... 56
Gambar 2.8. Embung off stream ................................................................................... 57
Gambar 2.9. Embung urugan ........................................................................................ 59
Gambar 2.10. Tipe-tipe embung beton ........................................................................... 60
Gambar 2.11. Tinggi embung ......................................................................................... 62
Gambar 2.12. Tinggi jagaan pada mercu embung .......................................................... 62
Gambar 2.13. Berat bahan yang terletak di bawah garis depresi .................................... 69
Gambar 2.14. Gaya tekanan hidrostatis pada bidang luncur .......................................... 72
Gambar 2.15. Skema pembebanan yang disebabkan oleh tekanan
hidrostatis yang bekerja pada bidang luncur ........................................... 73
Gambar 2.16. Cara menentukan harga-harga N dan T ................................................... 75
Gambar 2.17. Skema perhitungan bidang luncur dalam kondisi embung
penuh air .................................................................................................. 77
Gambar 2.18. Skema perhitungan bidang luncur dalam kondisi penurunan
air embung tiba-tiba ................................................................................ 77
Gambar 2.19. Lokasi pusat busur longsor kritis pada tanah kohesif (c-soil) .................. 78
Gambar 2.20. Posisi titik pusat busur longsor pada garis O0-K ..................................... 79
Gambar 2.21. Garis depresi pada embung homogen ...................................................... 80
Gambar 2.22. Garis depresi pada embung homogen (sesuai dengan garis parabola)..... 81
∆a
Gambar 2.23. Grafik hubungan antara sudut bidang singgung ( α ) dengan
a + ∆a
................................................................................................................. 82
Gambar 2.24. Formasi garis depresi ............................................................................... 83
Gambar 2.25. Saluran pengarah aliran dan ambang pengatur debit pada sebuah

vi
DAFTAR GAMBAR

pelimpah .................................................................................................. 87
Gambar 2.26. Penampang memanjang bangunan pelimpah ........................................... 87
Gambar 2.27. Ambang bebas (Sodibyo,1993) ............................................................... 88
Gambar 2.28. Ambang bebas (Sodibyo,1993) ............................................................... 89
Gambar 2.29. Skema penampang memanjang saluran peluncur .................................... 90
Gambar 2.30. Bagian berbentuk terompet dari saluran peluncur pada
bangunan pelimpah ................................................................................. 91
Gambar 2.31. Bentuk kolam olakan datar tipe I USBR.................................................. 93
Gambar 2.32. Bentuk kolam olakan datar tipe II USBR ................................................ 94
Gambar 2.33. Bentuk kolam olakan datar tipe III USBR ............................................... 95
Gambar 2.34. Bentuk kolam olakan datar tipe IV USBR ............................................... 96
Gambar 2.35. Peredam energi tipe bak tenggelam (Bucket) ......................................... 96
Gambar 2.36. Grafik untuk mencari jari-jari minimum (Rmin) bak .............................. 97
Gambar 2.37. Grafik untuk mencari batas minimum tinggi air hilir .............................. 97
Gambar 2.38. Batas minimum tinggi air hilir ................................................................. 98
Gambar 2.39. Komponen bangunan penyadap tipe standar ........................................... 100
Gambar 2.40. Skema perhitungan untuk lubang-lubang penyadap ................................ 103
Gambar 2.38. Bangunan penyadap menara .................................................................... 104
Gambar 2.39. Tekanan hidrostatis yang bekerja pada bidang bulat
yang miring ............................................................................................. 105
Gambar 3.1. Bagan alir tugas akhir .............................................................................. 112
Gambar 4.1. Pengaruh 4 dan 3 stasiun hujan dan DAS Embung Tambakboyo ............ 114
Gambar 4.2. Sketsa penentuan jumlah dan pertemuan sungai ................................... 134
Gambar 4.3. Grafik hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Gama I .................................... 137
Gambar 4.4. Rekapitulasi hidrograf banjir rancangan .................................................. 149
Gambar 4.5. Potongan melintang Bendung Pulodadi ................................................... 150
Gambar 4.6. Grafik hubungan elevasi dengan volume genangan dan luas .................. 183
Gambar 4.7. Grafik flood routing periode ulang 50 tahun ............................................ 187
Gambar 4.8. Grafik flood routing PMF ......................................................................... 190
Gambar 4.9. Grafik flood routing periode ulang 1000 tahun ........................................ 193
Gambar 4.10. Neraca Air Embung Tambakboyo ........................................................... 200
Gambar 5.1. Tinggi jagaan (free board) ....................................................................... 203
Gambar 5.2. Panjang lintasan ombak effektif ............................................................... 205
Gambar 5.3. Grafik perhitungan metode SMB (Suyono Sosrodarsono, 1989) ............ 207

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 5.4. Pembagian zone gempa di Indonesia ....................................................... 210


Gambar 5.5. Tinggi tampungan Embung Tambakboyo................................................ 215
Gambar 5.6. Saluran pengarah aliran dan ambang pengatur debit pada bangunan
Pelimpah ................................................................................................. 215
Gambar 5.7. Koordinat penampang memanjang ambang penyadap saluran pengatur
Debit ........................................................................................................ 216
Gambar 5.8. Skema penampang memanjang saluran (Gunadharma, 1997) .............. 218
Gambar 5.9. Grafik untuk perencanaan ukuran batu kosong........................................ 240
Gambar 5.10. Penampang memanjang spillway, kolam olak dan pasangan batu untuk
Gerusan.................................................................................................... 242
Gambar 5.11. Gradasi bahan yang dapat dipergunakan untuk penimbunan zone kedap
air embung urugan homogen ................................................................... 246
Gambar 5.12. Pelapisan embung urugan ....................................................................... 248
Gambar 5.13. Sket Garis Depresi Embung Tambakboyo .............................................. 249
Gambar 5.14. Sket Garis Depresi Embung Tambakboyo dengan Drainase Kaki ......... 251
Gambar 5.15. Hubungan antara sudut bidang singgung (α) dengan C ....................... 253
Gambar 5.16. Sliding metode irisan bidang luncur, kondisi selesai dibangun ............ 257
Gambar 5.17. Sliding metode irisan bidang luncur, kondisi saat air turun mendadak
(Rapid drow down) ................................................................................. 259
Gambar 5.18. Sliding metode irisan bidang luncur, kondisi saat air penuh ................. 261
Gambar 5.19. Penampang melintang tiang sandaran ................................................... 263
Gambar 5.20. Penulangan tiang sandaran .................................................................... 267
Gambar 5.21. Pelat bagian dalam (inner slab) ........................................................... 268
Gambar 5.22. Potongan A-A ........................................................................................ 269
Gambar 5.23. Muatan T ................................................................................................ 269
Gambar 5.24. Penyebaran muatan T pada lantai ....................................................... 270
Gambar 5.25. Bidang kontak dihitung atas 2 bagian ................................................. 271
Gambar 5.26. Tinjauan terhadap beban angin .............................................................. 272
Gambar 5.27. Distribusi pembebanan ........................................................................ 276
Gambar 5.28. Gelagar Jembatan (Balok T) ................................................................ 277
Gambar 5.29. Penulangan pelat lantai kendaraan ...................................................... 281
Gambar 5.30. Potongan melintang Spillway dan melintang jembatan ..................... 282
Gambar 5.31. Pilar Jembatan ........................................................................................ 285
Gambar 5.32. Abutmen Jembatan ................................................................................ 285

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 5.33. Pilar Jembatan .................................................................................. 286


Gambar 5.34. Beban sendiri pilar ............................................................................ 286
Gambar 5.35. Beban bangunan atas pada pilar ......................................................... 288
Gambar 5.36. Beban terbagi rata dan garis pada pilar ............................................... 289
Gambar 5.37. Beban akibat gaya rem dan traksi ...................................................... 289
Gambar 5.38 Beban akibat gaya geser tumpuan dengan girder ............................. 290
Gambar 5.39. Beban gempa terhadap pilar ............................................................... 291
Gambar 5.40. Akibat aliran air dan tumbukan benda-benda hanyutan ....................... 292
Gambar 5.41. Abutment Jembatan .............................................................................. 298
Gambar 5.42. Beban sendiri abutmen ......................................................................... 298
Gambar 5.43. Beban bangunan atas pada abutmen ................................................... 300
Gambar 5.44. Beban terbagi rata dan kejut pada abutmen ........................................ 301
Gambar 5.45. Beban Akibat tanah diatasnya ............................................................... 301
Gambar 5.46. Beban akibat gaya rem dan traksi ......................................................... 302
Gambar 5.47. Beban akibat gaya geser tumpuan dengan girder ................................ 303
Gambar 5.48. Beban gempa terhadap abutmen ........................................................ 303
Gambar 5.49. Beban tanah aktif terhadap abutmen ................................................... 304
Gambar 5.50. Diagram kondisi air normal ................................................................ 321
Gambar 5.51. Diagram kondisi air banjir ................................................................. 331
Gambar 5.52. Komponen bangunan penyadap ......................................................... 334
Gambar 5.53. Skema pengaliran dalam penyalur kondisi pintu terbuka 80% .............. 335
Gambar 5.54. Gaya tekanan air yang terjadi pada pintu .............................................. 338
Gambar 5.55. Skema tekanan hidrolis dari plat baja yang didukung oleh balok-balok
cabang vertika ..................................................................................... 338
Gambar 5.56. Pemodelan beban pada balok vertikal ................................................... 339

ix
 BAB I  PENDAHULUAN 

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tinjauan Umum


Air merupakan elemen yang sangat mempengaruhi kehidupan di alam. Semua makhluk hidup
sangat memerlukan air dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Siklus hidrologi yang
terjadi menyebabkan jumlah volume air yang ada di dunia ini adalah tetap. Akan tetapi,
dipandang dari aspek ruang dan waktu distribusi air secara alamiah tidaklah ideal. Sebagai
contoh, dalam usaha sumber air baku. Jika tidak ada usaha pengendalian air pada musim
hujan, maka akan meyebabkan terjadinya erosi dan banjir sedang pada musim kemarau akan
kekeringan dan kesulitan mendapatkan sumber air baku. Hal tersebut di atas merupakan salah
satu permasalahan yang timbul dalam usaha pengembangan dan pengendalian sumber daya
air. Permasalahan tersebut perlu secepatnya diatasi. Untuk itu diperlukan suatu manajemen
yang baik terhadap pengembangan dan pengelolaan sumber daya air agar potensi bencana
yang disebabkan oleh air tersebut dapat dicegah. Pengelolaan sumber daya air yang baik akan
berdampak pada kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup baik sekarang maupun akan
datang. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dengan membuat sistem teknis seperti
penghijauan, perkuatan tebing, bendung, bendungan, embung, dan sebagainya maupun
dengan sistem non teknis seperti membuat perundang-undangan.

1.2 Latar Belakang


Jumlah penduduk yang semakin meningkat setiap tahunnya di Daerah Kabupaten Sleman dan
aktifitas masyarakat di sekitar daerah aliran sungai (DAS) yang semakin beragam serta
kebutuhan akan air semakin meningkat menyebabkan persoalan keseimbangan antara
kebutuhan air dan ketersediaan air, menurunnya kualitas air sumur dangkal yang dikonsumsi
masyarakat serta kebutuhan akan rekreasi kota. Hal tersebut merupakan permasalahan yang
dihadapi oleh Daerah Kabupaten Sleman khususnya dan DIY umumnya. Pemerintah Daerah
Kabupaten Sleman mengambil langkah-langkah untuk menghadapi permasalahan tersebut
dengan mengusahakan mengembalikan fungsi daerah resapan, serta mengembangkan
kawasan tesebut sebagai kawasan rekreasi taman bernuansa air. Dengan melaksanakan hal
tersebut diharapkan akan terbentuk basis keunggulan suatu kawasan (multifield economic
effect).

LAPORAN TUGAS AKHIR 1


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB I  PENDAHULUAN 

1.3 Maksud dan Tujuan Perencanaan


Maksud dilakukan perencanaan Embung Tambakboyo ini adalah untuk memperoleh rencana
konstruksi embung yang handal dan komprehensif dan bangunan multiguna.
Adapun tujuan dari dibangunnya Embung Tambakboyo ini adalah untuk :
1. Konservasi sumber daya air dan konservasi lingkungan di DPS Tambakboyo.
2. Menaikkan tinggi muka air tanah.
3. Persediaan air baku untuk Kabupaten Sleman.
4. Mendukung potensi wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta.
5. Meningkatkan perekonomian masyarakat sekitarnya sehingga menambah Pendapatan
Asli Daerah.

1.4 Lokasi Perencanaan

Lokasi embung terletak pada posisi 7o45’431” – 7 45’703” LS dan 110o 24’739” – 110
25’066” BT di meandering Sungai Tambakboyo, Kelurahan Wedomartani, Kecamatan
Ngemplak, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Untuk lebih
jelasnya lokasi tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

Lokasi Proyek

Gambar 1.1 Lokasi perencanaan Embung Tambakboyo

LAPORAN TUGAS AKHIR 2


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB I  PENDAHULUAN 

1.5 Ruang Lingkup Penulisan Tugas Akhir

Ruang lingkup pembahasan dalam penyusunan perencanaan Embung Tambakboyo


Kelurahan Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) adalah sebagai berikut :
a. Observasi Lapangan
b. Identifikasi Masalah
c. Unit Hidrograf dan Debit Banjir Rencana
d. Analisis Debit Andalan
e. Analisis Sedimen
f. Neraca Air Dan Optimasi Embung
g. Flood Routing untuk Spillway
h. Analisis Struktur
i. Gambar Perencanaan
j. Spesifikasi Teknik
k. Rencana Anggaran Biaya
l. Network Planning, Time Schedule dan Man Power

1.6 Sistematis Penulisan

Laporan Tugas Akhir ini disusun dalam 8 bab, di mana pokok bahasan untuk tiap bab adalah
sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Menguraikan mengenai tinjauan umum, latar belakang, maksud dan tujuan, lokasi
perencanaan, ruang lingkup penulisan serta sistematika penulisan.

BAB II DASAR TEORI


Menguraikan secara global teori–teori dan dasar–dasar perhitungan yang akan digunakan
untuk pemecahan permasalahan yang ada, baik untuk menganalisis faktor-faktor dan data-
data pendukung maupun perhitungan teknis perencanaan embung.

BAB III METODOLOGI


Menguraikan tentang metode secara berurutan dalam penyelesaian laporan Tugas Akhir yang
berisi tentang perencanaan Embung Tambakboyo.

LAPORAN TUGAS AKHIR 3


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB I  PENDAHULUAN 

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI


Tentang tinjauan umum, analisis hidrologi, analisis data curah hujan, debit banjir rencana,
analisis debit andalan, analisis sedimen dan analisis hidrolika.

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI


Menguraikan tentang tinjauan umum, perhitungan konstruksi embung dan stabilitas embung.

BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT


Tentang syarat-syarat umum, syarat-syarat administrasi dan syarat-syarat teknis.

BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA


Menguraikan tentang analisis harga satuan, analisis satuan volume pekerjaan, daftar harga
bahan dan upah, rencana anggaran biaya, network planning, time schedule, man power dan
kurva S.

BAB VIII PENUTUP


Berisi tentang kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil analisis perencanaan Embung
Tambakboyo.

LAPORAN TUGAS AKHIR 4


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

BAB II
DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Umum


Perencanaan embung memerlukan bidang-bidang ilmu pengetahuan lain yang dapat
mendukung untuk memperoleh hasil perencanaan konstruksi embung yang handal dan
komprehensif dan bangunan multiguna. Ilmu geologi, hidrologi, hidrolika dan mekanika
tanah merupakan beberapa ilmu yang akan digunakan dalam perencanaan embung ini yang
saling berhubungan.

Dasar teori ini dimaksudkan untuk memaparkan secara singkat mengenai dasar-dasar teori
perencanaan embung yang akan digunakan dalam perhitungan konstruksi dan bangunan
pelengkapnya. Dalam perhitungan dan perencanaan embung, ada beberapa acuan yang harus
dipertimbangkan untuk mengambil suatu keputusan. Untuk melengkapi perencanaan embung
ini, maka digunakan beberapa standar antara lain : Tata Cara Penghitungan Struktur Beton
SK SNI T-15-1991-03, Penentuan Beban Gempa pada Bangunan Pengairan, 1999/2000,
Panduan Perencanaan Bendungan Urugan, Juli 1999, Peraturan Muatan Indonesia 1970 serta
beberapa standar lainnya.

2.2 Analisis Hidrologi


Hidrologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sistem kejadian air di atas, pada
permukaan dan di dalam tanah. Definisi tersebut terbatas pada hidrologi rekayasa. Secara luas
hidrologi meliputi pula berbagai bentuk air termasuk transformasi antara keadaan cair, padat,
dan gas dalam atmosfir, di atas dan di bawah permukaan tanah. Di dalamnya tercakup pula
air laut yang merupakan sumber dan penyimpan air yang mengaktifkan kehidupan di planet
bumi ini.

Curah hujan pada suatu daerah merupakan faktor yang menentukan besarnya debit banjir
yang terjadi pada daerah yang menerimanya. Analisis hidrologi dilakukan untuk
mendapatkan karakteristik hidrologi dan meteorologi daerah aliran sungai. Tujuannya adalah
untuk mengetahui karakteristik hujan, debit air yang ekstrim maupun yang wajar yang akan
digunakan sebagai dasar analisis selanjutnya dalam pelaksanaan detail desain.

LAPORAN TUGAS AKHIR


5
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

2.2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)


DAS adalah suatu daerah yang dibatasi oleh pemisah topografi yang menerima hujan,
menampung, menyimpan dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau atau ke laut.
Komponen masukan dalam DAS adalah curah hujan, sedangkan keluarannya terdiri dari
debit air dan muatan sedimen (Suripin, 2004). Konsep Daerah Aliran Sungai (DAS)
merupakan dasar dari semua perencanaan hidrologi tersusun dari DAS-DAS kecil, dan
DAS kecil ini juga tersusun dari DAS-DAS yang lebih kecil lagi sehingga dapat
didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas alam seperti punggung bukit-
bukit atau gunung, maupun batas buatan seperti jalan atau tanggul dimana air hujan yang
turun di wilayah tersebut memberi kontribusi aliran ke titik kontrol (outlet).

2.2.2 Curah Hujan Rencana


2.2.2.1 Curah Hujan Area
Data curah hujan dan debit merupakan data yang paling fundamental dalam
perencanaan pembuatan embung. Ketetapan dalam memilih lokasi dan peralatan baik
curah hujan maupun debit merupakan faktor yang menentukan kualitas data yang
diperoleh. Analisis data hujan dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah hujan
dan analisis statistik yang diperhitungkan dalam perhitungan debit banjir rencana.
Data curah hujan yang dipakai untuk perhitungan debit banjir adalah hujan yang
terjadi pada daerah aliran sungai pada waktu yang sama. Curah hujan yang diperlukan
untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian
banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah
hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan area dan
dinyatakan dalam mm (Sosrodarsono, 2003). Curah hujan area ini harus diperkirakan
dari beberapa titik pengamatan curah hujan. Berikut metode perhitungan curah hujan
area dari pengamatan curah hujan di beberapa titik :

a. Metode Rata-Rata Aljabar


Metode perhitungan dengan mengambil nilai rata-rata hitung (arithmetic mean)
pengukuran curah hujan di stasiun hujan di dalam area tersebut dengan
mengasumsikan bahwa semua stasiun hujan mempunyai pengaruh yang setara.
Metode ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika topografi rata atau datar,
stasiun hujan banyak dan tersebar secara merata di area tersebut serta hasil penakaran

LAPORAN TUGAS AKHIR


6
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

masing-masing stasiun hujan tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh
stasiun hujan di seluruh area.

R1  R2  ...  Rn n
Ri
R =
n
= n
i 1
............................................................................ (2.01)

Dimana :

R = curah hujan rata-rata DAS (mm)
R1, R2, Rn = curah hujan pada setiap stasiun hujan (mm)
n = banyaknya stasiun hujan

b. Metode Poligon Thiessen


Metode perhitungan berdasarkan rata-rata timbang (weighted average). Metode ini
memberikan proporsi luasan daerah pengaruh stasiun hujan untuk mengakomodasi
ketidakseragaman jarak. Daerah pengaruh dibentuk dengan menggambarkan garis-
garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua stasiun hujan terdekat.
Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa variasi hujan antara stasiun hujan yang satu
dengan lainnya adalah linear dan stasiun hujannya dianggap dapat mewakili kawasan
terdekat (Suripin, 2004). Metode ini cocok jika stasiun hujan tidak tersebar merata dan
jumlahnya terbatas dibanding luasnya. Cara ini adalah dengan memasukkan faktor
pengaruh daerah yang mewakili oleh stasiun hujan yang disebut faktor pembobot atau
koefisien Thiessen. Untuk pemilihan stasiun hujan yang dipilih harus meliputi daerah
aliran sungai yang akan dibangun. Besarnya koefisien Thiessen dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut (CD.Soemarto, 1999) :
Ai
C = ...................................................................................................... (2.02)
Atotal
Dimana :
C = Koefisien Thiessen
Ai = Luas daerah pengaruh dari stasiun pengamatan i (km2)
Atotal = Luas total dari DAS (km2)

LAPORAN TUGAS AKHIR


7
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Langkah-langkah metode Thiessen sebagai berikut :


1. Lokasi stasiun hujan di plot pada peta DAS. Antar stasiun dibuat garis lurus
penghubung.
2. Tarik garis tegak lurus di tengah-tengah tiap garis penghubung sedemikian rupa,
sehingga membentuk poligon Thiessen. Semua titik dalam satu poligon akan
mempunyai jarak terdekat dengan stasiun yang ada di dalamnya dibandingkan
dengan jarak terhadap stasiun lainnya. Selanjutnya, curah hujan pada stasiun
tersebut dianggap representasi hujan pada kawasan dalam poligon yang
bersangkutan.
3. Luas areal pada tiap-tiap poligon dapat diukur dengan planimeter dan luas total
DAS (A) dapat diketahui dengan menjumlahkan luas poligon.
4. Hujan rata-rata DAS dapat dihitung dengan rumus :
 A1 R1  A2 R2  ...  An Rn
R = ................... ......................................... (2.03)
A1  A2  ...  An
Dimana :

R = Curah hujan rata-rata DAS (mm)
A 1 ,A 2 ,...,A n = Luas daerah pengaruh dari setiap stasiun hujan (km2)

R 1 ,R 2 ,...,R n = Curah hujan pada setiap stasiun hujan (mm)

n = Banyaknya stasiun hujan

A2
1
A4 3
A1 A3
4

A5 A7
A6

5 6 7
Gambar 2.1 Metode Poligon Thiessen

LAPORAN TUGAS AKHIR


8
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

c. Metode Rata – Rata Isohyet


Metode perhitungan dengan memperhitungkan secara aktual pengaruh tiap-tiap
stasiun hujan dengan kata lain asumsi metode Thiessen yang menganggap bahwa tiap-
tiap stasiun hujan mencatat kedalaman yang sama untuk daerah sekitarnya dapat
dikoreksi. Metode ini cocok untuk daerah berbukit dan tidak teratur (Suripin, 2004).
Prosedur penerapan metode ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut :
1. Plot data kedalaman air hujan untuk tiap stasiun hujan pada peta.
2. Gambar kontur kedalaman air hujan dengan menghubungkan titik-titik yang
mempunyai kedalaman air hujan yang sama. Interval Isohyet yang umum dipakai
adalah 10 mm.
3. Hitung luas area antara dua garis Isohyet yang berdekatan dengan menggunakan
planimeter. Kalikan masing-masing luas areal dengan rata-rata hujan antara dua
Isohyet yang berdekatan.
4. Hitung hujan rata-rata DAS dengan rumus :

R1  R2 R  R4 R  Rn1
A1  3 A2  ................  n An
R 2 2 2 .......................... (2.04)
A1  A2  .......  An
Dimana :
R = Curah hujan rata-rata (mm)
R1, R2, ......., Rn = Curah hujan di garis Isohyet (mm)
A1, A2, ….. , An = Luas bagian yang dibatasi oleh Isohyet-Isohyet (km2)

Jika stasiun hujannya relatif lebih padat dan memungkinkan untuk membuat garis
Isohyet maka metode ini akan menghasilkan hasil yang lebih teliti. Peta Isohyet harus
mencantumkan sungai-sungai utamanya, garis-garis kontur dan mempertimbangkan
topografi, arah angin, dan lain-lain di daerah bersangkutan. Jadi untuk membuat peta
Isohyet yang baik, diperlukan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang cukup
(Sosrodarsono, 2003).

LAPORAN TUGAS AKHIR


9
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Batas DAS
Stasiun hujan
Kontur tinggi hujan

A1 A3 A4 A5 A6
A2

50 mm 60 mm 70 mm
10 mm 40 mm
20 mm 30 mm

Gambar 2.2 Metode Isohyet

2.2.2.2 Curah Hujan Maksimum Harian Rata-Rata


Metode/cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan hujan maksimum harian rata-
rata DAS adalah sebagai berikut :
a. Tentukan hujan maksimum harian pada tahun tertentu di salah satu pos hujan.
b. Cari besarnya curah hujan pada tanggal-bulan-tahun yang sama untuk pos hujan
yang lain.
c. Hitung hujan DAS dengan salah satu cara yang dipilih.
d. Tentukan hujan maksimum harian (seperti langkah 1) pada tahun yang sama
untuk pos hujan yang lain.
e. Ulangi langkah 2 dan 3 setiap tahun.
Dari hasil rata-rata yang diperoleh (sesuai dengan jumlah pos hujan) dipilih yang
tertinggi setiap tahun. Data hujan yang terpilih setiap tahun merupakan hujan
maksimum harian DAS untuk tahun yang bersangkutan (Suripin, 2004).

2.2.3 Perhitungan Curah Hujan Rencana


Perhitungan curah hujan rencana digunakan untuk meramalkan besarnya hujan dengan
periode ulang tertentu (Soewarno, 1995). Berdasarkan curah hujan rencana dapat dicari
besarnya intesitas hujan (analisis frekuensi) yang digunakan untuk mencari debit banjir
rencana. Analisis frekuensi ini dilakukan dengan menggunakan sebaran kemungkinan teori
probability distribution dan yang biasa digunakan adalah sebaran Gumbel tipe I, sebaran
Log Pearson tipe III, sebaran Normal dan sebaran Log Normal. Secara sistematis metode

LAPORAN TUGAS AKHIR


10
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

analisis frekuensi perhitungan hujan rencana ini dilakukan secara berurutan sebagai
berikut :
a. Parameter statistik
b. Pemilihan jenis sebaran
c. Uji kecocokan sebaran
d. Perhitungan hujan rencana

a. Parameter Statistik
Parameter yang digunakan dalam perhitungan analisis frekuensi meliputi parameter nilai
rata-rata ( X ), standar deviasi ( S d ), koefisien variasi (Cv), koefisien kemiringan (Cs) dan

koefisien kurtosis (Ck).Perhitungan parameter tersebut didasarkan pada data catatan tinggi
hujan harian rata-rata maksimum 20 tahun terakhir.

Nilai rata-rata

X 
X i
............................................................................................ (2.05)
n
Dimana :
X = nilai rata-rata curah hujan
Xi = nilai pengukuran dari suatu curah hujan ke-i

N = jumlah data curah hujan

Standar deviasi
Ukuran sebaran yang paling banyak digunakan adalah deviasi standar. Apabila penyebaran
sangat besar terhadap nilai rata-rata maka nilai Sd akan besar, akan tetapi apabila
penyebaran data sangat kecil terhadap nilai rata-rata maka nilai Sd akan kecil. Jika
dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagi berikut (Soewarno, 1995) :

 X 
n
2
i X
Sd  i 1
.......................................................................... ..... (2.06)
n 1
Dimana :
Sd = standar deviasi curah hujan

X = nilai rata-rata curah hujan


Xi = nilai pengukuran dari suatu curah hujan ke-i

LAPORAN TUGAS AKHIR


11
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

n = jumlah data curah hujan

Koefisien variasi
Koefisien variasi (coefficient of variation) adalah nilai perbandingan antara standar deviasi
dengan nilai rata-rata dari suatu sebaran. Koefisien variasi dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut (Soewarno, 1995) :
Sd
Cv = .............................................................................................. (2.07)
X
Dimana :
Cv = koefisien variasi curah hujan
Sd = standar deviasi curah hujan

X = nilai rata-rata curah hujan

Koefisien kemencengan
Koefisien kemencengan (coefficient of skewness) adalah suatu nilai yang menunjukkan
derajat ketidak simetrisan (assymetry) dari suatu bentuk distribusi. Jika dirumuskan dalam
suatu persamaan adalah sebagi berikut (Soewarno, 1995) :

Untuk populasi : Cs  ................................................................. (2.08)
3
a
Untuk sampel : Cs  3
................................................................. (2.09)
Sd
3
1 n
  X i   
n i 1
................................................................. (2.10)

 
n 3
n
n  1n  2 
a Xi  X ................................................................. (2.11)
i 1

Dimana :
Cs = koefisien kemencengan curah hujan

 = standar deviasi dari populasi curah hujan


Sd = standar deviasi dari sampel curah hujan

 = nilai rata-rata dari data populasi curah hujan

X = nilai rata-rata dari data sampel curah hujan

LAPORAN TUGAS AKHIR


12
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Xi = curah hujan ke i
n = jumlah data curah hujan
a,  = parameter kemencengan

Koefisien kurtosis
Koefisien kurtosis adalah suatu nilai yang menunjukkan keruncingan dari bentuk kurva
distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal yang mempunyai Ck = 3
yang dinamakan mesokurtik, Ck < 3 berpuncak tajam yang dinamakan leptokurtik,
sedangkan Ck > 3 berpuncak datar dinamakan platikurtik.

Leptokurtik
Leptokurtik

Mesokurtik
Mesokurtik

Platikurtik

Gambar 2.3 Koefisien Kurtosis

Koefisien Kurtosis biasanya digunakan untuk menentukan keruncingan kurva distribusi,


dan dapat dirumuskan sebagai berikut :
MA4
Ck  4
............................................................................................. (2.12)
Sd
Dimana :
Ck = koefisien kurtosis

MA(4) = momen ke-4 terhadap nilai rata-rata


Sd = standar deviasi

Untuk data yang belum dikelompokkan, maka :


1 n
n
 Xi  X  4

C k  i 1 4
................................................................................ (2.13)
Sd
dan untuk data yang sudah dikelompokkan

LAPORAN TUGAS AKHIR


13
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

1 n

 Xi  X
n i 1
4
fi
Ck  4
........................................................... ................ (2.14)
Sd

Dimana :
Ck = koefisien kurtosis curah hujan

n = jumlah data curah hujan


Xi = curah hujan ke i

X = nilai rata-rata dari data sampel


fi = nilai frekuensi variat ke i

Sd = standar deviasi

b. Pemilihan Jenis Sebaran


Masing-masing sebaran memiliki sifat-sifat khas sehingga harus diuji kesesuaiannya
dengan sifat statistik masing-masing sebaran tersebut Pemilihan sebaran yang tidak benar
dapat mengundang kesalahan perkiraan yang cukup besar. Pengambilan sebaran secara
sembarang tanpa pengujian data hidrologi sangat tidak dianjurkan. Penentuan jenis
sebaran yang akan digunakan untuk analisis frekuensi dapat dipakai beberapa cara sebagai
berikut.
Tabel pedoman pemilihan sebaran
Sebaran Gumbel Tipe I
Sebaran Log Pearson tipe III
Sebaran Normal
Sebaran Log Normal

LAPORAN TUGAS AKHIR


14
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Tabel 2.1. Pedoman Pemilihan Sebaran

Jenis Sebaran Syarat

Cs ≈ 0
Normal
Ck ≈ 3
Cs ≤ 1,1396
Gumbel Tipe I
Ck ≤ 5,4002

Log Pearson Tipe Cs ≠ 0


III Ck ≈1,5Cs2+3

Cs ≈ 3Cv + Cv3
Log normal
Cv ≈ 0
(Sumber : Sutiono. dkk)

Sebaran Gumbel Tipe I


Digunakan untuk analisis data maksimum, misal untuk analisis frekuensi banjir. Untuk
menghitung curah hujan rencana dengan metode sebaran Gumbel Tipe I digunakan
persamaan distribusi frekuensi empiris sebagai berikut (CD.Soemarto, 1999) :
S
XT = X  YT  Yn  ............................................................................................... (2.15)
Sn

S =
( X i  X )2
................................................................................................ (2.16)
n 1
Hubungan antara periode ulang T dengan YT dapat dihitung dengan rumus :
untuk T  20, maka : Y = ln T
 T  1
Y = -ln  ln ................................................................................................ (2.17)
 T 
Dimana :
XT = nilai hujan rencana dengan data ukur T tahun.
X = nilai rata-rata hujan
S = standar deviasi (simpangan baku)
YT = nilai reduksi variat ( reduced variate ) dari variabel yang diharapkan
terjadi pada periode ulang T tahun. Tabel 2.4.
Yn = nilai rata-rata dari reduksi variat (reduce mean) nilainya tergantung dari
jumlah data (n). Tabel 2.2.
Sn = deviasi standar dari reduksi variat (reduced standart deviation) nilainya

LAPORAN TUGAS AKHIR


15
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

tergantung dari jumlah data (n). Tabel 2.3.

Tabel 2.2 Reduced mean (Yn) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe 1
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220
20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5300 0,5820 0,5882 0,5343 0,5353
30 0,5363 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5400 0,5410 0,5418 0,5424 0,5430
40 0,5463 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5468 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481
50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518
60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545
70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567
80 0.5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585
90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599
100 0,5600
( Sumber:CD. Soemarto,1999)

Tabel 2.3 Reduced Standard Deviation (Sn) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe 1
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565
20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0315 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080
30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388
40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590
50 1,1607 1,1923 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734
60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844
70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930
80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001
90 1,2007 1,2013 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2046 1,2049 1,2055 1,2060
100 1,2065
( Sumber:CD.Soemarto, 1999)

LAPORAN TUGAS AKHIR


16
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Tabel 2.4 Reduced Variate (YT) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe 1
Periode Ulang (Tahun) Reduced Variate
2 0,3665
5 1,4999
10 2,2502
20 2,9606
25 3,1985
50 3,9019
100 4,6001
200 5,2960
500 6,2140
1000 6,9190
5000 8,5390
10000 9,9210
(Sumber : CD.Soemarto,1999)

Sebaran Log-Pearson Tipe III


Digunakan dalam analisis hidrologi, terutama dalam analisis data maksimum (banjir) dan
minimum (debit minimum) dengan nilai ekstrim. Bentuk sebaran Log-Pearson tipe III
merupakan hasil transformasi dari sebaran Pearson tipe III dengan menggantikan variat
menjadi nilai logaritmik. Metode Log-Pearson tipe III apabila digambarkan pada kertas
peluang logaritmik akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan
sebagai model matematik dengan persamaan sebagai berikut (CD.Soemarto, 1999) :
Y = Y + K.S ……………………………………………………….....…...... (2.18)
Dimana :
Y = nilai logaritmik dari X atau log (X)
X = data curah hujan
_
Y = rata-rata hitung (lebih baik rata-rata geometrik) nilai Y
S = deviasi standar nilai Y
K = karakteristik distribusi peluang Log-Pearson tipe III

Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :


1. Mengubah data curah hujan sebanyak n buah X1,X2,X3,...Xn menjadi log ( X1 ), log
(X2 ), log ( X3 ),...., log ( Xn ).

LAPORAN TUGAS AKHIR


17
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

2. Menghitung harga rata-ratanya dengan rumus :


n

 log Xi 
i 1
log(X )  ………………………………………….........……... (2.19)
n
Dimana :
log(X ) = harga rata-rata logaritmik
n = jumlah data
Xi = nilai curah hujan tiap-tiap tahun (R24 maks)
3. Menghitung harga standar deviasinya dengan rumus berikut :

 log  Xi   log  X 
n
2

Sd  i 1
………………………………….....……..... (2.20)
n 1
Dimana :
Sd = standar deviasi
4. Menghitung koefisien skewness (Cs) dengan rumus :

 log Xi   log( X )
n
3

i 1
Cs  …..………………………………….......…...... (2.21)
n  1n  2Sd 3
Dimana :
Cs = koefisien skewness
5. Menghitung logaritma hujan rencana dengan periode ulang T tahun dengan rumus :
Log (XT) = log(X) + K .Sd ……………………………….......…………...... (2.22)
Dimana :
XT = curah hujan rencana periode ulang T tahun
K = harga yang diperoleh berdasarkan nilai Cs
6. Menghitung koefisien kurtosis (Ck) dengan rumus :

 
n
n 2  log  Xi   log( X )
4

i 1
Ck  …………………………………......……….... (2.23)
n  1n  2n  3Sd 4
Dimana :
Ck = koefisien kurtosis

LAPORAN TUGAS AKHIR


18
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

7. Menghitung koefisien variasi (Cv) dengan rumus :


Sd
Cv  ………………………………………………………………....... (2.24)
log(X )
Dimana :
Cv = koefisien variasi
Sd = standar deviasi

Tabel 2.5 Harga K untuk Metode Sebaran Log Pearson III


Periode Ulang Tahun
Koefisien
2 5 10 25 50 100 200 1000
Kemencengan
Peluang (%)
(Cs)
50 20 10 4 2 1 0,5 0,1
3,0 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051 4,970 7,250
2,5 -0,360 0,518 1,250 2,262 3,048 3,845 4,652 6,600
2,2 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705 4,444 6,200
2,0 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605 4,298 5,910
1,8 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 4,147 5,660
1,6 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 3,990 5,390
1,4 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 3,828 5,110
1,2 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 3,661 4,820
1,0 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 3,489 4,540
0,9 -0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 2,957 3,401 4,395
0,8 -0,132 0,780 1,336 2,998 2,453 2,891 3,312 4,250
0,7 -0,116 0,790 1,333 2,967 2,407 2,824 3,223 4,105
0,6 -0,099 0,800 1,328 2,939 2,359 2,755 3,132 3,960
0,5 -0,083 0,808 1,323 2,910 2,311 2,686 3,041 3,815
0,4 -0,066 0,816 1,317 2,880 2,261 2,615 2,949 3,670
0,3 -0,050 0,824 1,309 2,849 2,211 2,544 2,856 3,525
0.2 -0,033 0,830 1,301 2,818 2,159 2,472 2,763 3,380
0,1 -0,017 0,836 1,292 2,785 2,107 2,400 2,670 3,235
0,0 0,000 0,842 1,282 2,751 2,054 2,326 2,576 3,090
-0,1 0,017 0,836 1,270 2,761 2,000 2,252 2,482 3,950
-0,2 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 2,388 2,810
-0,3 0,050 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104 2,294 2,675
-0,4 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201 2,540
-0,5 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955 2,108 2,400
-0,6 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1, 880 2,016 2,275
-0,7 0,116 0,857 1,183 1,488 1,663 1,806 1,926 2,150
-0,8 0,132 0,856 1,166 1,488 1,606 1,733 1,837 2,035
-0,9 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660 1,749 1,910
-1,0 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 1,664 1,800

LAPORAN TUGAS AKHIR


19
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

(Lanjutan Tabel 2.5)


Periode Ulang Tahun
Koefisien
2 5 10 25 50 100 200 1000
Kemencengan
Peluang (%)
(Cs)
50 20 10 4 2 1 0,5 0,1
-1,2 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 1,501 1,625
-1,4 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318 1,351 1,465
-1,6 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,200 1,216 1,280
-1,8 0,282 0,799 0,945 0,035 1,069 1,089 1,097 1,130
-2,0 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990 1,995 1,000
-2,2 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905 0,907 0,910
-2,5 0,360 0,711 0,771 0,793 0,798 0,799 0,800 0,802
-3,0 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667 0,667 0,668
(Sumber :CD. Soemarto,1999)

Sebaran Normal
Digunakan dalam analisis hidrologi, misal dalam analisis frekuensi curah hujan, analisis
statistik dari distribusi rata-rata curah hujan tahunan, debit rata-rata tahunan dan
sebagainya. Sebaran normal atau kurva normal disebut pula sebaran Gauss. Probability
Density Function dari sebaran normal adalah :
1  X   2

P X  
1 _ 
2   
e ................................................................................. (2.25)
 2
Dimana :
P ( X ) = nilai logaritmik dari X atau log (X)
 = 3,14156
E = 2,71828
X = variabel acak kontinu
 = rata-rata nilai X
 = standar deviasi nilai X

Untuk analisis kurva normal cukup menggunakan parameter statistik  dan  . Bentuk
kurvanya simetris terhadap X =  dan grafiknya selalu di atas sumbu datar X, serta
mendekati (berasimtot) sumbu datar X, dimulai dari X =  + 3  dan X-3  . Nilai mean
= modus = median. Nilai X mempunyai batas -  <X<+  .
Luas dari kurva normal selalu sama dengan satu unit, sehingga :

LAPORAN TUGAS AKHIR


20
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

1  X   2

P   X    
1 _ 
2   

  2
e dx  1,0 ................................................. (2.26)

Untuk menentukan peluang nilai X antara X = x1 dan X = x 2 , adalah :


1  X   2
x2
P X 1  X  X 2  
1 _ 
2   

x1  2
e dx ............................................................ (2.27)

Apabila nilai X adalah standar, dengan kata lain nilai rata-rata  = 0 dan deviasi standar
 = 1,0, maka Persamaan 2.29 dapat ditulis sebagai berikut :
1
 t2
Pt  
1
e 2
..................................................................................................... (2.28)
2
Dengan
X 
t ................................................................................. ............... ................ (2.29)

Persamaan 2.28 disebut dengan sebaran normal standar (standard normal distribution).
Tabel 2.6 menunjukkan wilayah luas di bawah kurva normal, yang merupakan luas dari
bentuk kumulatif (cumulative form) dan sebaran normal.
Tabel 2.6 Wilayah Luas Di bawah Kurva Normal
1 0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09
-3,4 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0002
-3,3 0,0005 0,0005 0,0005 0,0004 0,0004 0,0004 0,0004 0,0004 0,0004 0,0003
-3,2 0,0007 0,0007 0,0006 0,0006 0,0006 0,0006 0,0006 0,0005 0,0005 0,0005
-3,1 0,0010 0,0009 0,0009 0,0009 0,0008 0,0008 0,0008 0,0008 0,0007 0,0007
-3,0 0,0013 0,0013 0,0013 0,0012 0,0012 0,0011 0,0011 0,0011 0,0010 0,0010
-2,9 0,0019 0,0018 0,0017 0,0017 0,0016 0,0016 0,0015 0,0015 0,0014 0,0014
-2,8 0,0026 0,0025 0,0024 0,0023 0,0022 0,0022 0,0021 0,0021 0,0020 0,0019
-2,7 0,0036 0,0034 0,0033 0,0032 0,0030 0,0030 0,0029 0,0028 0,0027 0,0026
-2,6 0,0047 0,0045 0,0044 0,0043 0,0040 0,0040 0,0039 0,0038 0,0037 0,0036
-2,5 0,0062 0,0060 0,0059 0,0057 0,0055 0,0054 0,0052 0,0051 0,0049 0,0048
-2,4 0,0082 0,0080 0,0078 0,0075 0,0073 0,0071 0,0069 0,0068 0,0066 0,0064
-2,3 0,0107 0,0104 0,0102 0,0099 0,0096 0,0094 0,0094 0,0089 0,0087 0,0084
-2,2 0,0139 0,0136 0,0132 0,0129 0,0125 0,0122 0,01119 0,0116 0,0113 0,0110
-2,1 0,0179 0,0174 0,0170 0,0166 0,0162 0,0158 0,0154 0,0150 0,0146 0,0143
-2,0 0,0228 0,0222 0,0217 0,0212 0,0207 0,0202 0,0197 0,0192 0,0188 0,0183
-1,9 0,0287 0,0281 0,0274 0,0268 0,0262 0,0256 0,0250 0,0244 0,0239 0,0233
-1,8 0,0359 0,0352 0,0344 0,0336 0,0329 0,0322 0,0314 0,0307 0,0301 0,0294
-1,7 0,0446 0,0436 0,0427 0,0418 0,0409 0,0401 0,0392 0,0384 0,0375 0,0367
-1,6 0,0548 0,0537 0,0526 0,0516 0,0505 0,0495 0,0485 0,0475 0,0465 0,0455
-1,5 0,0668 0,0655 0,0643 0,0630 0,0618 0,0606 0,0594 0,0582 0,0571 0,0559

LAPORAN TUGAS AKHIR


21
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

(Lanjutan Tabel 2.6)


1 0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09
-1,4 0,0808 0,0793 0,0778 0,0764 0,0749 0,0735 0,0722 0,0708 0,0694 0,0681
-1,3 0,0968 0,0951 0,0934 0,0918 0,0901 0,0885 0,0869 0,0853 0,0838 0,0823
-1,2 0,1151 0,1131 0,1112 0,01093 0,1075 0,1056 0,1038 0,1020 0,1003 0,0985
-1,1 0,1357 0,1335 0,1314 0,1292 0,1271 0,1251 0,1230 0,1210 0,1190 0,1170
-1,0 0,1587 0,1562 0,1539 0,1515 0,1492 0,1469 0,1446 0,1423 0,1401 0,1379
-0,9 0,1841 0,1814 0,1788 0,1762 0,1736 0,711 0,1685 0,1660 0,1635 0,1611
-0,8 0,2119 0,2090 0,2061 0,2033 0,2005 0,1977 0,1949 0,1922 0,1894 0,1867
-0,7 0,2420 0,2389 0,2358 0,2327 0,2296 0,2266 0,2236 0,2206 0,2177 0,2148
-0,6 0,2743 0,2709 0,2676 0,2643 0,2611 0,2578 0,2546 0,2514 0,2483 0,2451
-0,5 0,3085 0,3050 0,3015 0,2981 0,2946 0,2912 0,2877 0,2843 0,2810 0,2776
-0,4 0,3446 0,3409 0,3372 0,3336 0,3300 0,3264 0,3228 0,3192 0,3156 0,3121
-0,3 0,3821 0,3783 0,3745 0,3707 0,3669 0,3632 0,3594 0,3557 0,3520 0,3483
-0,2 0,4207 0,4168 0,4129 0,4090 0,4052 0,4013 0,3974 0,3936 0,3897 0,3859
-0,1 0,4602 0,4562 0,4522 0,4483 0,4443 0,4404 0,4364 0,4325 0,4286 0,4247
0,0 0,5000 0,4960 0,4920 0,4880 0,4840 0,4801 0,4761 0,4721 0,4681 0,4641
0,0 0,5000 0,50470 0,5080 0,5120 0,5160 0,5199 0,5239 0,5279 0,5319 0,5359
0,1 0,5398 0,5438 0,5478 0,5517 0,5557 0,5596 0,5636 0,5675 0,5714 0,5753
0,2 0,5793 0,5832 0,5871 0,5910 0,5948 0,5987 0,6026 0,6064 0,6103 0,6141
0,3 0,6179 0,6217 0,6255 0,6293 0,6331 0,6368 0,6406 0,6443 0,6480 0,6517
0,4 0,6554 0,6591 0,6628 0,6664 0,6700 0,6736 0,6772 0,6808 0,6844 0,6879
0,5 0,6915 0,6950 0,6985 0,7019 0,7054 0,7088 0,7123 0,7157 0,7190 0,7224
0,6 0,7257 0,7291 0,7324 0,7357 0,7389 0,7422 0,7454 0,7486 0,7517 0,7549
0,7 0,7580 0,7611 0,7642 0,7673 0,7704 0,7734 0,7764 0,7794 0,7823 0,7852
0,8 0,7881 0,7910 0,7939 0,7967 0,7995 0,8023 0,8051 0,8078 0,8106 0,8133
0,9 0,8159 0,8186 0,8212 0,8238 0,8264 0,8289 0,8315 0,8340 0,8365 0,8389
1,0 0,8413 0,8438 0,8461 0,8485 0,8505 0,8531 0,8554 0,8577 0,8599 0,8621
1,1 0,8643 0,8665 0,8686 0,8708 0,8729 0,8749 0,8770 0,8790 0,8810 0,8830
1,2 0,8849 0,8869 0,8888 0,8907 0,8925 0,8944 0,8962 0,8980 0,8997 0,9015
1,3 0,9032 0,9049 0,9066 0,9082 0,9099 0,9115 0,9131 0,9147 0,9162 0,9177
1,4 0,9192 0,9207 0,9222 0,9236 0,9251 0,9265 0,9278 0,9292 0,9306 0,9319
1,5 0,9332 0,9345 0,9357 0,9370 0,9382 0,9394 0,9406 0,9418 0,9429 0,9441
1,6 0,9452 0,9463 0,9474 0,9484 0,9495 0,9505 0,9515 0,9525 0,9535 0,9545
1,7 0,9554 0,9564 0,9573 0,9582 0,9591 0,9599 0,9608 0,9616 0,9625 0,9633
1,8 0,9541 0,9649 0,9656 0,9664 0,9671 0,9678 0,9686 0,9693 0,9699 0,9706
1,9 0,9713 0,9719 0,9726 0,9732 0,9738 0,9744 0,9750 0,9756 0,9761 0,9767
2,0 0,9772 0,9778 0,9783 0,9788 0,9793 0,9798 0,9803 0,9808 0,9812 0,9817
2,1 0,9821 0,9826 0,9830 0,9834 0,9838 0,9842 0,9846 0,9850 0,9854 0,9857
2,2 0,9861 0,9864 0,9868 0,9871 0,9875 0,9878 0,9891 0,9884 0,9887 0,9890
2,3 0,9893 0,9896 0,9896 0,9901 0,999904 0,999906 0,9909 0,9911 0,9913 0,9916
2,4 0,9918 0,9920 0,9922 0,9925 0,9927 0,9929 0,9931 0,9932 0,9934 0,9936
2,5 0,9938 0,9940 0,9941 0,9943 0,9945 0,9946 0,9948 0,9949 0,9951 0,9952
2,6 0,9953 0,9955 0,9956 0,9957 0,9959 0,9960 0,9961 0,9962 0,9963 0,9964
2,7 0,9965 0,9966 0,9967 0,9968 0,9969 0,9970 0,9971 0,9972 0,9973 0,9974
2,8 0,9974 0,9975 0,9976 0,9977 0,9977 0,9978 0,9979 0,9979 0,9980 0,9981

LAPORAN TUGAS AKHIR


22
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

(Lanjutan Tabel 2.6)


1 0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09
2,9 0,9981 0,9982 0,9982 0,9983 0,9984 0,9984 0,9985 0,9985 0,9986 0,9986
3,0 0,9987 0,9987 0,9987 0,9988 0,9988 0,9989 0,9989 0,9989 0,9990 0,9990
3,1 0,9990 0,9991 0,9991 0,9991 0,9992 0,9992 0,9992 0,9992 0,9993 0,9993
3,2 0,9993 0,9993 0,9994 0,9994 0,9994 0,9994 0,9994 0,9995 0,9995 0,9995
3,3 0,9995 0,9995 0,9995 0,9996 0,9996 0,9996 0,9996 0,9996 0,9996 0,9997
3,4 0,9997 0,9997 0,9997 0,9997 0,9997 0,9997 0,9997 0,9997 0,9997 0,9998
(Sumber :Soewarno,1995)

Tabel 2.7 Penentuan Nilai K pada Sebaran Normal


Periode Ulang Peluang k
T (tahun)
1,001 0,999 -3,05
1,005 0,995 -2,58
1,010 0,990 -2,33
1,050 0,950 -1,64
1,110 0,900 -1,28
1,250 0,800 -0,84
1,330 0,750 -0,67
1,430 0,700 -0,52
1,670 0,600 -0,25
2,000 0,500 0
2,500 0,400 0,25
3,330 0,300 0,52
4,000 0,250 0,67
5,000 0,200 0,84
10,000 0,100 1,28
20,000 0,050 1,64
50,000 0,200 2,05
100,000 0,010 2,33
200,000 0,005 2,58
500,000 0,002 2,88
1000,000 0,001 3,09
(Sumber :Soewarno,1995)
Sebaran Log Normal
Sebaran log normal merupakan hasil transformasi dari sebaran normal, yaitu dengan
mengubah nilai variat X menjadi nilai logaritmik variat X. Sebaran log-Pearson III akan
menjadi sebaran log normal apabila nilai koefisien kemencengan Cs = 0,00. Metode log
normal apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan merupakan persamaan
garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model matematik dangan persamaan
sebagai berikut (Soewarno, 1995):
_
XT = X  Kt .S ............................................................................................... ... ..... (2.30)

LAPORAN TUGAS AKHIR


23
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Dimana :
XT = besarnya curah hujan dengan periode ulang T tahun.
X = curah hujan rata-rata (mm)
S = Standar Deviasi data hujan harian maksimum
Kt = Standard Variable untuk periode ulang t tahun yang besarnya
diberikan pada Tabel 2.8

Tabel 2.8 Standard Variable (Kt) untuk Metode Sebaran Log Normal
T
Kt T (Tahun) Kt T (Tahun) Kt
(Tahun)
1 -1.86 20 1.89 90 3.34
2 -0.22 25 2.10 100 3.45
3 0.17 30 2.27 110 3.53
4 0.44 35 2.41 120 3.62
5 0.64 40 2.54 130 3.70
6 0.81 45 2.65 140 3.77
7 0.95 50 2.75 150 3.84
8 1.06 55 2.86 160 3.91
9 1.17 60 2.93 170 3.97
10 1.26 65 3.02 180 4.03
11 1.35 70 3.08 190 4.09
12 1.43 75 3.60 200 4.14
13 1.50 80 3.21 221 4.24
14 1.57 85 3.28 240 4.33
15 1.63 90 3.33 260 4.42
( Sumber : CD.Soemarto,1999)

c. Uji Kecocokan Sebaran


Uji sebaran dilakukan dengan uji kecocokan distribusi yang dimaksudkan untuk
menentukan apakah persamaan sebaran peluang yang telah dipilih dapat menggambarkan
atau mewakili dari sebaran statistik sampel data yang dianalisis tersebut (Soemarto, 1999).
Ada dua jenis uji kecocokan (Goodness of fit test) yaitu uji kecocokan Chi-Square dan
Smirnov-Kolmogorof. Umumnya pengujian dilaksanakan dengan cara mengambarkan data
pada kertas peluang dan menentukan apakah data tersebut merupakan garis lurus, atau
dengan membandingkan kurva frekuensi dari data pengamatan terhadap kurva frekuensi
teoritisnya (Soewarno, 1995).

LAPORAN TUGAS AKHIR


24
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Uji Kecocokan Chi-Square


Uji kecocokan Chi-Square dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan sebaran
peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data yang
dianalisis didasarkan pada jumlah pengamatan yang diharapkan pada pembagian kelas dan
ditentukan terhadap jumlah data pengamatan yang terbaca di dalam kelas tersebut atau
dengan membandingkan nilai Chi-Square (  2 ) dengan nilai Chi-Square kritis (  2 cr). Uji
kecocokan Chi-Square menggunakan rumus (Soewarno, 1995):
G
(Oi  Ei ) 2
h  
2
................................................................................... .......... (2.31)
i 1 Ei
Dimana :
2
h = harga Chi-Square terhitung

Oi = jumlah data yang teramati terdapat pada sub kelompok ke-i


Ei = jumlah data yang secara teoritis terdapat pada sub kelompok ke-i
G = jumlah sub kelompok

2 2
Parameter  h merupakan variabel acak. Peluang untuk mencapai nilai  h sama atau

lebih besar dari pada nilai Chi-Square yang sebenarnya (  2 ). Suatu distrisbusi dikatakan

selaras jika nilai  2 hitung <  2 kritis. Nilai  2 kritis dapat dilihat di Tabel 2.8. Dari
hasil pengamatan yang didapat dicari penyimpangannya dengan Chi-Square kritis paling
kecil. Untuk suatu nilai nyata tertentu (level of significant) yang sering diambil adalah 5
%.
Prosedur uji kecocokan Chi-Square adalah :
1. Urutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya).
2. Kelompokkan data menjadi G sub-group, tiap-tiap sub-group minimal terdapat lima
buah data pengamatan.
3. Hitung jumlah pengamatan yang teramati di dalam tiap-tiap sub-group (Oi).
4. Hitung jumlah atau banyaknya data yang secara teoritis ada di tiap-tiap sub-group
(Ei).
5. Tiap-tiap sub-group hitung nilai :
(Oi  Ei ) 2
Oi  Ei  dan
Ei

LAPORAN TUGAS AKHIR


25
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

(Oi  Ei ) 2
6. Jumlah seluruh G sub-group nilai  Ei
untuk menentukan nilai Chi-

Square hitung.
7. Tentukan derajat kebebasan dk = G-R-1 (nilai R=2, untuk distribusi normal dan
binomial, dan nilai R=1, untuk distribusi Poisson) (Soewarno, 1995).

Derajat kebebasan yang digunakan pada perhitungan ini adalah dengan rumus sebagai
berikut :
Dk = n – 3 ................................................................................................... (2.32)
Dimana :
Dk = derajat kebebasan
n = banyaknya data

Adapun kriteria penilaian hasilnya adalah sebagai berikut :


 Apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi teoritis yang digunakan
dapat diterima.
 Apabila peluang lebih kecil dari 1%, maka persamaan distribusi teoritis yang
digunakan tidak dapat diterima.
 Apabila peluang lebih kecil dari 1%-5%, maka tidak mungkin mengambil keputusan,
misal perlu penambahan data.

LAPORAN TUGAS AKHIR


26
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Tabel 2.9 Nilai  2 kritis untuk uji kecocokan Chi-Square


α Derajat keprcayan
dk
0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005

1 0,0000393 0,000157 0,000982 0,00393 3,841 5,024 6,635 7,879

2 0,0100 0,0201 0,0506 0,103 5,991 7,378 9,210 10,597

3 0,0717 0,115 0,216 0,352 7,815 9,348 11,345 12,838

4 0,207 0,297 0,484 0,711 9,488 11,143 13,277 14,860

5 0,412 0,554 0,831 1,145 11,070 12,832 15,086 16,750

6 0,676 0,872 1,237 1,635 12,592 14,449 16,812 18,548

7 0,989 1,239 1,690 2,167 14,067 16,013 18,475 20,278

8 1,344 1,646 2,180 2,733 15,507 17,535 20,090 21,955

9 1,735 2,088 2,700 3,325 16,919 19,023 21,666 23,589

10 2,156 2,558 3,247 3,940 18,307 20,483 23,209 25,188

11 2,603 3,053 3,816 4,575 19,675 21,920 24,725 26,757

12 3,074 3,571 4,404 5,226 21,026 23,337 26,217 28,300

13 3,565 4,107 5,009 5,892 22,362 24,736 27,688 29,819

14 4,075 4,660 5,629 6,571 23,685 26,119 29,141 31,319

15 4,601 5,229 6,262 7,261 24,996 27,488 30,578 32,801

16 5,142 5,812 6,908 7,962 26,296 28,845 32,000 34,267

17 5,697 6,408 7,564 8,672 27,587 30,191 33,409 35,718

18 6,265 7,015 8,231 9,390 28,869 31,526 34,805 37,156

19 6,844 7,633 8,907 10,117 30,144 32,852 36,191 38,582

20 7,434 8,260 9,591 10,851 31,41 34,170 37,566 39,997

21 8,034 8,897 10,283 11,591 32,671 35,479 38,932 41,401

22 8,643 9,542 10,982 12,338 33,924 36,781 40,289 42,796

23 9,260 10,196 11,689 13,091 36,172 38,076 41,683 44,181

24 9,886 10,856 12,401 13,848 36,415 39,364 42,980 45,558

25 10,520 11,524 13,120 14,611 37,652 40,646 44,314 46,928

26 11,160 12,198 13,844 15,379 38,885 41,923 45,642 48,290

27 11,808 12,879 14,573 16,151 40,113 43,194 46,963 49,645

28 12,461 13,565 15,308 16,928 41,337 44,461 48,278 50,993

29 13,121 14,256 16,047 17,708 42,557 45,722 49,588 52,336

30 13,787 14,953 16,791 18,493 43,773 46,979 50,892 53,672

( Sumber : Soewarno, 1995)

LAPORAN TUGAS AKHIR


27
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Uji Kecocokan Smirnov-Kolmogorof


Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorof dilakukan dengan membandingkan probabilitas
untuk tiap-tiap variabel dari distribusi empiris dan teoritis didapat perbedaan (∆).
Perbedaan maksimum yang dihitung (∆ maks) dibandingkan dengan perbedaan kritis (∆cr)
untuk suatu derajat nyata dan banyaknya variat tertentu, maka sebaran sesuai jika
(∆maks)< (∆cr).
Rumus yang dipakai (Soewarno, 1995)
Pmax P xi 
 =  ..................................................................................................... (2.33)
P x   Cr

Prosedur uji kecocokan Smirnov-Kolmogorof adalah :


1. Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya nilai masing-
masing data tersebut :
X1 → P(X1)
X2 → P(X2)
Xm → P(Xm)
Xn → P(Xn)
2. Tentukan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data
(persamaan distribusinya) :
X1 → P’(X1)
X2 → P’(X2)
Xm → P’(Xm)
Xn → P’(Xn)
3. Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antara peluang
pengamatan dengan peluang teoritis.
D = maksimum [ P(Xm) – P`(Xm)]
4. Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov – Kolmogorof test), tentukan harga D0 (Tabel
2.10).

LAPORAN TUGAS AKHIR


28
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Tabel 2.10 Nilai D0 kritis untuk uji kecocokan Smirnov-Kolmogorof


Jumlah data α derajat kepercayaan
N 0,20 0,10 0,05 0,01
5 0,45 0,51 0,56 0,67
10 0,32 0,37 0,41 0,49
15 0,27 0,30 0,34 0,40
20 0,23 0,26 0,29 0,36
25 0,21 0,24 0,27 0,32
30 0,19 0,22 0,24 0,29
35 0,18 0,20 0,23 0,27
40 0,17 0,19 0,21 0,25
45 0,16 0,18 0,20 0,24
50 0,15 0,17 0,19 0,23
n>50 1,07/n 1,22/n 1,36/n 1,63/n
( Sumber : Soewarno,1995)
Dimana α = derajat kepercayaan

2.2.4 Intensitas Curah Hujan


Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Sifat umum
hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan
makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya. Analisis intesitas curah
hujan ini dapat diproses dari data curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau.
Rumus-rumus yang dapat dipakai :

a. Menurut Dr. Mononobe


Jika data curah hujan yang ada hanya curah hujan harian. Rumus yang digunakan
(sosrodarsono, 2003) :
2
R  24  3
I = 24    ......................................................................................................... (2.34)
24  t 
Dimana :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

LAPORAN TUGAS AKHIR


29
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

b. Menurut Sherman
Rumus yang digunakan (Soemarto, 1999) :
a
I= ....................................................................................................................... (2.35)
tb

n n n n

 (log(i)) (log(t ))2   (log(t )  log(i)) (log(t ))


i 1 i 1 i 1 i 1
log a = 2
……......... ....... (2.36)
n
  n
n (log(t ))    (log(t )) 
2

i 1  i 1 

n n n

 (log(i)) (log(t ))  n (log(t )  log(i))


i 1 i 1 i 1
b = 2
………………….......................... (2.37)
n
  n
n (log(t ))2    (log(t )) 
i 1  i 1 
Dimana :
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (menit)
a,b = konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah
aliran.
n = banyaknya pasangan data i dan t.

c. Menurut Talbot
Rumus yang dipakai (Soemarto, 1999) :
a
I = .................................................................................................... (2.38)
(t  b )

    i 
n n n n

 (i.t ) i 2   i 2 .t
j 1 j 1 j 1 i 1
a = 2
................................................................... (2.39)
n 
 
n
n i   i 
2

j 1  j 1 

 
n n n

 ( i )  i .t   n  i 2 .t
j 1 j 1 j 1
b = 2
.............................................................. (2.40)
 n 
 
n
n i 2    i 
j 1  j 1 

LAPORAN TUGAS AKHIR


30
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Dimana :
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (menit)
a,b = konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah
aliran
n = banyaknya pasangan data i dan t

d. Menurut Ishiguro
Rumus yang digunakan (Soemarto, 1999) :
a
I= .......................................................................................................... (2.41)
t b

   i  i 
n n n n

 ( i.
j 1
t ) i 2 
j 1 j 1
2
. t
j 1
a= 2
............................................................. (2.42)
 n 
 
n
n i 2    i 
j 1  j 1 

   
n n n

j 1
(i )  i. t  n  i 2 . t
j 1 j 1
b= 2
.............................................................. (2.43)
 n 
 
n
n i 2
   i 
j 1  j 1 
Dimana :
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (menit)
a,b = konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah
aliran
n = banyaknya pasangan data i dan t

2.2.5 Hujan Berpeluang Maksimum (Probable Maximum Precipitation, PMP)


PMP didefinisikan sebagai tinggi terbesar hujan dengan durasi tertentu yang secara
meteorologis dimungkinkan bagi suatu daerah pengaliran dalam suatu waktu dalam tahun,
tanpa adanya kelonggaran yang dibuat untuk trend klimatologis jangka panjang.(C.D
Soemarto, 1995). Secara teoritis dapat didefinisikan sebagai ketebalan hujan maksimum
untuk lama waktu tertentu yang secara fisik mungkin terjadi dalam suatu wilayah aliran
dalam kurun waktu tertentu (American Meteoroligical Society, 1959). Ada 2 metode

LAPORAN TUGAS AKHIR


31
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

pendekatan yang dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya PMP (Chay Asdak,
1995), yaitu :

a. Cara Maksimisasi dan Transposisi Kejadian Hujan


Teknik maksimisasi melibatkan prakiraan batas maksimum konsentrasi kelembaman di
udara yang mengalir ke dalam atmosfer di atas suatu DAS. Pada batas maksimum tersebut,
hembusan angin akan membawa serta udara lembab ke atmosfer di atas DAS yang
bersangkutan dan batas maksimum fraksi dari aliran uap air yang akan menjadi hujan.
Perkiraan besarnya PMP di daerah dengan tipe hujan orografik terbatas biasanya
dilakukan dengan cara maksimisasi dan transposisi hujan yang sesungguhnya. Sementara
di daerah dengan pengaruh hujan orografik kuat, kejadian hujan yang dihasilkan dari
simulasi model lebih banyak dimanfaatkan untuk prosedur maksimisasi untuk kejadian
hujan jangka panjang yang meliputi wilayah luas. (Weisner, 1970)

b. Cara Analisis Statistika untuk kejadian hujan ekstrim

Hersfield mengajukan rumus yang didasarkan atas persamaan frekuensi umum,


dikembangkan oleh Chow (1951) dalam Ward dan Robinson (1990). Rumus ini
mengaitkan antara besarnya PMP untuk lama waktu hujan tertentu terhadap nilai tengah
(Xn) dan standar deviasi (Sn).
PMP  Xn  Km.Sn ……………………………………………………………… (2.44)
Dimana :
PMP = Probable Maximum Precipitation
Km = faktor pengali terhadap standar deviasi
Xn = nilai tengah (mean) data hujan maksimum tahunan
Sn = standar deviasi data hujan maksimum tahunan
Km = faktor pengali terhadap standar deviasi

Besarnya parameter Km biasanya ditentukan 20, namun dilapangan umumnya bervariasi


tergantung nilai tengah data hujan maksimum tahunan (Xn) dan lama waktu hujan.
Keuntungan teknik ini mudah dalam pemakaiannya dan didasarkan pada pencatatan data
hujan di lapangan, sedangkan kekurangannya adalah teknik PMP memerlukan data hujan

LAPORAN TUGAS AKHIR


32
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

yang berjangka panjang dan besarnya Km juga ditentukan oleh faktor lain selain nilai
tengah data hujan tahunan maksimum dan lama waktunya hujan. Besarnya PMP untuk
perencanaan embung adalah PMP/3, sedangkan untuk perencanaan DAM sama dengan
besarnya PMP.

2.2.6 Banjir Berpeluang Maksimum (Probable Maximum Precipitation, PMF)


Besaran debit maksimum yang masih dipikirkan yang ditimbulkan oleh semua faktor
meteorologis yang terburuk akibatnya debit yang diperoleh menjadi sangat besar dan
berarti bangunan menjadi sangat mahal. Oleh sebab itu cara ini umumnya hanya untuk
digunakan pada bagian bangunan yang sangat penting dan kegagalan fungsional ini dapat
mengakibatkan hal-hal yang sangat membahayakan, misal pada bangunan pelimpah
(spillway) pada sebuah embung. Apabila data debit tidak tersedia maka probable
Maximum Precipitation (PMP) dapat didekati dengan memasukkan data tersebut kedalam
model. Konsep ini muncul diawali oleh ketidakyakinan analisis bahwa suatu rancangan
yang didasarkan pada suatu analisis frekuensi akan betul-betul aman, meskipun hasil
analisis frekuensi selama ini dianggap yang terbaik dibandingkan dengan besaran lain
yang diturunkan dari model, akan tetapi keselamatan manusia ikut tersangkut, maka
analisis tersebut dipandang belum mencukupi. Apapun alasannya keselamatan manusia
harus diletakkan urutan ke atas. (Sri Harto, 1993)

2.2.7 Debit Banjir Rencana


Untuk mencari debit banjir rencana dapat digunakan beberapa metode diantaranya
hubungan empiris antara curah hujan dengan limpasan. Metode ini paling banyak di
kembangkan sehingga didapat beberapa rumus, diantaranya adalah :

2.2.7.1 Metode Der Weduwen


Metode Der Weduwen digunakan untuk luas DAS ≤ 100 km2 dan t = 1/6 jam sampai
12 jam digunakan rumus (Loebis, 1987) :
Qt   .  .q n A .................................................................................................. (2.45)
0,125 0, 25
t  0,25LQt I ..................................................................................... (2.46)

120  ((t  1)(t  9)) A


 ............................................................................... (2.47)
120  A

LAPORAN TUGAS AKHIR


33
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Rn 67,65
qn  ............................................................................................. (2.48)
240 t  1,45
4,1
  1 ................................................................................................ (2.49)
q n  7
Dimana :
Qt = Debit banjir rencana (m3/det)
Rn = Curah hujan maksimum (mm/hari) dengan kemungkinan tak
terpenuhi n%
 = Koefisien pengaliran atau limpasan (run off) air hujan
 = Koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan DAS
qn = Debit persatuan luas atau curah hujan dari hasil perhitungan Rn

(m3/det.km2)
t = Waktu konsentrasi (jam)
A = Luas daerah pengaliran (km2) sampai 100 km2
L = Panjang sungai (km)
I = Gradien sungai atau medan

2.2.7.2 Metode Haspers


Untuk menghitung besarnya debit dengan metode Haspers digunakan persamaan
sebagai berikut (Loebis, 1987) :
Qt   .  .q n A ...................................................................................................... (2.50)

Koefisien Run Off ( )


1  0.012 f 0.7
 ............................................................................................... (2.51)
1  0.75 f 0.7
Koefisien Reduksi (  )
1 t  3.7 x10 0.4t f 3 / 4
 1 x ............................................................................. (2.52)
 t 2  15 12
Waktu konsentrasi ( t )
t = 0.1 L0.8 I-0.3................................................................................................... (2.53)

LAPORAN TUGAS AKHIR


34
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Dimana :
f = luas ellips yang mengelilingi DPS dengan sumbu panjang tidak lebih
dari 1,5 kali sumbu pendek (km 2 )
t = waktu konsentrasi (jam)
L = Panjang sungai (Km)
I = kemiringan rata-rata sungai

Intensitas Hujan
 Untuk t < 2 jam
tR 24
Rt  ....................................................... (2.54)
t  1  0.0008  (260  R 24)(2  t ) 2
 Untuk 2 jam  t <19 jam
tR 24
Rt  ....................................................................................................... (2.55)
t 1
 Untuk 19 jam  t  30 jam

Rt  0.707 R 24 t  1 ..................................................................................... (2.56)


dimana t dalam jam dan Rt, R24 (mm)

Hujan maksimum ( q n )
Rn
qn  ....................................................................................................... (2.57)
3,6  t
Dimana :
t = Waktu konsentrasi (jam)
Qt = Debit banjir rencana (m3/det)
Rn = Curah hujan maksimum (mm/hari)
qn = Debit persatuan luas (m3/det.km2)

Adapun langkah-langkah dalam menghitung debit puncaknya adalah sebagai berikut


(Loebis, 1987) :
a. Menentukan besarnya curah hujan sehari (Rh rencana) untuk periode ulang
rencana yang dipilih.
b. Menentukan koefisien run off untuk daerah aliran sungai.

LAPORAN TUGAS AKHIR


35
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

c. Menghitung luas daerah pengaliran, panjang sungai dan gradien sungai untuk
DAS.
d. Menghitung nilai waktu konsentrasi.
e. Menghitung koefisien reduksi, intensitas hujan, debit persatuan luas dan debit
rencana.

2.2.7.3 Metode FSR Jawa dan Sumatra


Pada tahun 1982-1983, IOH (Institute of Hydrology), Wallingford, Oxon, Inggris
bersama-sama dengan DPMA (Direktorat Penyelidikan Masalah Air) telah
melaksanakan penelitian untuk menghitung debit puncak banjir yang diharapkan
terjadi pada peluang atau periode ulang tertentu berdasarkan ketersediaan data debit
banjir dengan cara analisis statistik untuk Jawa dan Sumatra. Untuk mendapatkan
debit banjir puncak banjir pada periode ulang tertentu, maka dapat dikelompokkan
menjadi dua tahap perhitungan, yaitu :
1. Perhitungan debit puncak banjir tahunan rata-rata (mean annual flood = MAF)
2. Penggunaan faktor pembesar (Growth factor = GF) terhadap nilai MAF untuk
menghitung debit puncak banjir sesuai dengan periode ulang yang diinginkan.

Perkiraan debit puncak banjir tahunan rata-rata, berdasarkan ketersediaan data dari
suatu DPS, dengan ketentuan :

1. Apabila tersedia data debit, minimal 10 tahun data runtut waktu maka, MAF
dihitung berdasarkan data serial debit puncak banjir tahunan.

2. Apabila tersedia data debit kurang dari 10 tahun data runtut waktu, maka MAF
dihitung berdasarkan metode puncak banjir di atas ambang (Peak over a
threshold = POT).

3. Apabila dari DPS tersebut, belum tersedia data debit, maka MAF ditentukan
dengan persamaan regresi, berdasarkan data luas DPS (AREA), rata-rata tahunan
dari curah hujan terbesar dalam satu hari (APBAR), kemiringan sungai (SIMS),
dan indeks dari luas genangan seperti luas danau, genangan air, waduk (LAKE).

LAPORAN TUGAS AKHIR


36
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

QT = GF.(T.AREA) x MAF (m3/dtk)....................................................... (2.58)


MAF = 86 ( AREA )V x( APBAR ) 2.445 xSIMS 0.117 x(1  LAKE ) 0.85 ......................... (2.59)
10
V = 1.02 - 0.0275. log(AREA)............................................................. (2.60)
H
SIMS = (m/km)............................................................................... (2.61)
MSL
APBAR = PBAR x ARF (mm)........................................................................ (2.62)

Dimana :
AREA = Luas DAS.(km2)
PBAR = Hujan terpusat rerata maksimum tahunan selama 24 jam. (mm),
dicari dari peta isohyet.
APBAR = Hujan rerata maksimum tahunan yang mewakili DAS selama 24
jam.(mm)
ARF = Faktor reduksi.
MSL = Jarak terjauh dari tempat pengamatan sampai hulu sungai.(Km)
SIMS = Indek kemiringan
LAKE = Index danau ( 0 s/d 0.25).
MAF = Debit rerata maximum tahunan.(m3/dtk)
QT = Debit rancangan. (m3/dtk)
GF = Growth faktor

LAPORAN TUGAS AKHIR


37
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Tabel 2.11 Growth Faktor (GF)


Periode Luas DAS (Km2)
Ulang <160 300 600 900 1200 >1500
5 1.26 1.27 1.24 1.22 1.19 1.17
10 1.56 1.54 1.48 1.44 1.41 1.37
20 1.88 1.88 1.75 1.70 1.64 1.59
50 2.35 2.30 2.18 2.10 2.03 1.95
100 2.75 2.72 2.57 2.47 2.67 2.27
200 3.27 3.20 3.01 2.89 2.78 2.66
500 4.01 3.92 3.70 3.56 3.41 3.27
1000 4.68 4.58 4.32 4.16 4.01 3.85
(Sumber : Joesron Loebis,1987)

2.2.7.4 Hidrograf Satuan Sintetik GAMA I


Cara ini dipakai sebagai upaya memperoleh hidrograf satuan suatu DAS yang belum
pernah diukur. Dengan pengertian lain tidak tersedia data pengukuran debit maupun
data AWLR (Automatic Water Level Recorder) pada suatu tempat tertentu dalam
sebuah DAS yang tidak ada stasiun hidrometernya (Soemarto, 1999). Cara ini
dikembangkan oleh Synder pada tahun 1938 yang memanfaatkan parameter DAS
untuk memperoleh hidrograf satuan sintetik. Hal tersebut didasarkan pada pemikiran
bahwa pengalihragaman hujan menjadi aliran baik pengaruh translasi maupun
tampungannya dapat dijelaskan dipengaruhi oleh sistem DAS-nya. Hidrograf satuan
Sintetik Gama I dibentuk oleh empat variabel pokok yaitu waktu naik (TR), debit
puncak (Qp), waktu dasar (TB) dan koefisien tampungan (k) (Sri Harto,1993).

Kurva naik merupakan garis lurus, sedangkan kurva turun dibentuk oleh persamaan
sebagai berikut :
 t 
 
Qt  Qp  e  k  ................................................................................................... (2.63)

LAPORAN TUGAS AKHIR


38
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

tr (-t/k)
T Qt = Qp.e
t
tp
Qp

TR t
Tb
Gambar 2.4 Sketsa Hidrograf satuan sintetik Gama I

Dimana :
Qt = debit yang diukur dalam jam ke-t sesudah debit puncak dalam
(m³/det)
Qp = debit puncak dalam (m³/det)
T = waktu yang diukur dari saat terjadinya debit puncak (jam)
K = koefisien tampungan dalam jam

Waktu naik (TR)


3
 L 
T R  0,43   1,0665SIM  1,2775 …...................................................... (2.64)
 100.SF 
Dimana :
TR = waktu naik (jam)
L = panjang sungai (km)
SF = faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai
tingkat I dengan panjang sungai semua tingkat
SIM = faktor simetri ditetapkan sebagai hasil kali antara faktor lebar (WF)
dengan luas relatif DAS sebelah hulu (RUA)
WF = faktor lebar adalah perbandingan antara lebar DAS yang diukur dari
titik di sungai yang berjarak 0,75 L dan lebar DAS yang diukur dari
titik yang berjarak 0,25 L dari tempat pengukuran, lihat Gambar 2.4

LAPORAN TUGAS AKHIR


39
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Debit puncak (QP)

Qp  0,1836A0,5886.TR0, 4008.JN 0,5886 ..................................... ..................... (2.65)

Dimana :
Qp = debit puncak (m3/det)
JN = jumlah pertemuan sungai yaitu jumlah seluruh pertemuan sungai di
dalam DAS
TR = waktu naik (jam)
A = luas DAS (km2).

Waktu dasar (TB)

TB  27,4132  TR 0,1457  S 0,0986  SN 0,7344 RUA 0, 2574 .................................. (2.66)


Dimana :
TB = waktu dasar (jam)
TR = waktu naik (jam)
S = landai sungai rata-rata
SN = nilai sumber adalah perbandingan antara jumlah segmen sungai-
sungai tingkat 1(satu) dengan jumlah sungai semua tingkat untuk
penetapan tingkat sungai
RUA = luas DAS sebelah hulu (km2), yaitu perbandingan antara luas DAS
yang diukur di hulu garis yang ditarik tegak lurus garis hubung antara
stasiun hidrometri dengan titik yang paling dekat dengan titik berat
DAS (Au), dengan luas seluruh DAS, lihat Gambar 2.6.

LAPORAN TUGAS AKHIR


40
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

X-A=0,25L
WL
X-B=0,75L
B WF=WU/WL
A WU

Gambar 2.5 Sketsa Penetapan WF

Au

RUA=Au/A

Gambar 2.6 Sketsa Penetapan RUA

Dimana :
WU = Lebar DAS diukur di titik sungai berjarak 0,75 L dari titik kontrol
(km)
WL = Lebar DAS diukur di titik sungai berjarak 0,25 L dari titik kontrol
(km)
A = Luas Daerah Aliran Sungai (km2)
AU = Luas Daerah Aliran Sungai di hulu garis yang ditarik tegak lurus
garis hubung antara titik kontrol dengan titik dalam sungai, dekat
titik berat DAS (km2)

LAPORAN TUGAS AKHIR


41
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

H = Beda tinggi antar titik terjauh sungai dengan titik kontrol (m)
WF = WU/ WL
RUA = AU /DAS
SN = Jml L1/L
= Nilai banding antara jumlah segmen sungai tingkat satu dengan
jumlah segmen sungai semua tingkat
= Kerapatan jaringan = Nilai banding panjang sungai dan luas DAS
JN = Jumlah pertemuan anak sungai didalam DAS

Koefisien tampungan(k)
k  0,5617.A 0,1798 .S 0,1446 .SF 1, 0897 .D 0,0452 ............................................................ (2.67)
Dimana :
A = Luas Daerah Aliran Sungai (km2)
S = Kemiringan Rata-rata sungai diukur dari titik kontrol
SF = Faktor sumber yaitu nilai banding antara panjang sungai tingkat satu
dan jumlah panjang sungai semua tingkat
D = Jml L/DAS

Dalam pemakaian cara ini masih ada hal-hal lain yang perlu diperhatikan, di
antaranya sebagai berikut :
1. Penetapan hujan efektif untuk memperoleh hidrograf dilakukan dengan
menggunakan indeks-infiltrasi. Ø index adalah menunjukkan laju kehilangan air
hujan akibat depresion storage, inflitrasi dan sebagainya. Untuk memperoleh
indeks ini agak sulit, untuk itu dipergunakan pendekatan tertentu (Barnes, 1959).
Perkiraan dilakukan dengan mempertimbangkan pengaruh parameter DAS yang
secara hidrologi dapat diketahui pengaruhnya terhadap indeks infiltrasi (Sri Harto,
1993):
Persamaan pendekatannya adalah sebagai berikut :
 = 10,4903  3,859 x106. A2  1,6985 x10 13 ( A / SN ) 4 ................................... (2.68)

LAPORAN TUGAS AKHIR


42
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

2. Untuk memperkirakan aliran dasar digunakan persamaan pendekatan berikut ini.


Persamaan ini merupakan pendekatan untuk aliran dasar yang tetap, besarnya dapat
dihitung dengan rumus :
Qb = 0, 4751  A 0, 6444  D 0 ,9430 .......................................................................... (2.69)
Dimana :
Qb = aliran dasar
A = luas DAS (km²)
D = kerapatan jaringan kuras (drainage density) atau indeks kerapatan
sungai yaitu perbandingan jumlah panjang sungai semua tingkat
dibagi dengan luas DAS

2.2.7.5 Model HEC-HMS


HEC-HMS adalah software yang dikembangkan oleh U.S Army Corps of Engineering.
Software ini digunakan untuk analisis hidrologi dengan mensimulasikan proses curah
hujan dan limpasan langsung (run off) dari sebuah wilayah sungai. HEC-HMS di
desain untuk bisa diaplikasikan dalam area geografik yang sangat luas untuk
menyelesaikan masalah, meliputi suplai air daerah pengaliran sungai, hidrologi banjir
dan limpasan air di daerah kota kecil ataupun kawasan tangkapan air alami. Hidrograf
satuan yang dihasilkan dapat digunakan langsung ataupun digabungkan dengan
software lain yang digunakan dalam ketersediaan air, drainase perkotaan, ramalan
dampak urbanisasi, desain pelimpah, pengurangan kerusakan banjir, regulasi
penanganan banjir dan sistem operasi hidrologi (U.S Army Corps of Engineering,
2001). Model HEC – HMS dapat memberikan simulasi hidrologi dari puncak aliran
harian untuk perhitungan debit banjir rencana dari suatu DAS (Daerah Aliran
Sungai). Model HEC-HMS mengemas berbagai macam metode yang digunakan
dalam analisis hidrologi. Dalam pengoperasiannya menggunakan basis sistem
windows, sehingga model ini menjadi mudah dipelajari dan mudah untuk digunakan,
tetapi tetap dilakukan dengan pendalaman dan pemahaman dengan model yang
digunakan. Di dalam model HEC-HMS mengangkat teori klasik hidrograf satuan
untuk digunakan dalam permodelannya, antara lain hidrograf satuan sintetik Synder,
Clark, SCS, ataupun kita dapat mengembangkan hidrograf satuan lain dengan
menggunakan fasilitas user define hydrograph (U.S Army Corps of Engineering,

LAPORAN TUGAS AKHIR


43
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

2001). Sedangkan untuk menyelesaikan analisis hidrologi ini, digunakan hidrograf


satuan sintetik dari SCS (soil conservation service) dengan menganalisis beberapa
parameternya, maka hidrograf ini dapat disesuaikan dengan kondisi di Pulau Jawa.

2.2.8 Analisis Debit Andalan


Debit andalan merupakan debit minimal yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk
memenuhi kebutuhan air. Perhitungan ini menggunakan cara analisis water balance dari
Dr. F.J Mock berdasarkan data cuarah hujan bulanan, jumlah hari hujan, evapotranspirasi
dan karakteristik hidrologi daerah pengaliran. Prinsip perhitungan ini adalah bahwa hujan
yang jatuh diatas tanah (presipitasi) sebagian akan hilang karena penguapan (evaporasi),
sebagian akan hilang menjadi aliran permukaan (direct run off) dan sebagian akan masuk
tanah (infiltrasi). Infiltrasi mula-mula menjenuhkan permukaaan (top soil) yang kemudian
menjadi perkolasi dan akhirnya keluar ke sungai sebagai base flow. Perhitungan debit
andalan meliputi :

a. Data Curah Hujan


R20 = curah hujan bulanan
N = jumlah hari hujan

b. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi terbatas dihitung dari evapotranpirasi potensial Metode Penman,
dE/Eto = (m/20) x (18-n) ............................................................................... (2.70)
dE = (m/20) x (18-n) x Eto ....................................................... ......... (2.71)
Etl = Eto – dE ........................................................................................ (2.72)
Dimana :
dE = selisih evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi
terbatas.
Eto = evapotranspirasi potensial.
Etl = evapotranspirasi terbatas.
m = prosentase lahan yang tidak ditutupi vegetasi.
= 10 - 40 % untuk lahan yang tererosi.
= 30 – 50 % untuk lahan pertanian yang diolah.

LAPORAN TUGAS AKHIR


44
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

c. Keseimbangan Air pada Permukaan Tanah


Rumus mengenai air hujan yang mencapai permukaan tanah.
S = Rs – Etl ...................................................................................... (2.73)
SMC(n) = SMC(n-1) + IS(n) .......................................................................... (2.74)
WS = S – IS ..................................................................................... (2.75)
Dimana :
S = kandungan air tanah.
Rs = curah hujan bulanan.
Etl = evapotranspirasi terbatas.
IS = tampungan awal / soil storage (mm)
IS (n) = tampungan awal / soil storage moisture (mm) di ambil antara 50-
250 mm.
SMC(n) = kelembaman tanah bulan ke-n.
SMC(n-1) = kelembaman tanah bulan ke- (n-1)
WS = water suplus / volume air bersih.

d. Limpasan (run off) dan tampungan air tanah (ground water storage)
V (n) = k.V (n-1) + 0,5 (l-k).I(n) ............................................................ (2.76)
dVn = V (n) – V (n-1) ........................................................................... (2.77)
Dimana :
V (n) = volume air bulan ke-n
V (n-1) = volume air tanah bulan ke-(n-1)
k = faktor resesi aliran tanah diambil antara 0 – 0,1
I = koefisien infiltrasi diambil antara 0 – 1,0

Harga k yang tinggi akan memberikan resesi lambat seperti kondisi geologi lapisan bawah
yang lulus air. Koefisien infiltrasi ditaksir berdasarkan kondisi porositas tanah dan
kemiringan lahan. Lahan porus mempunyai infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan tanah
lempung berat. Lahan yang terjal menyebabkan air tidak sempat berinfiltrasi ke dalam
tanah sehingga koefisien infiltrasi akan kecil.

LAPORAN TUGAS AKHIR


45
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

e. Aliran Sungai
Aliran dasar = infiltasi – perubahan volume air dalam tanah.
B (n) = I – dV (n) ………………………………………………. …….... (2.78)
Aliran permukaan = volume air lebih – infiltrasi.
D (ro) = WS – I …………………………………………………… ………… (2.79)
Aliran sungai = aliran permukaan + aliran dasar
Run off = D (ro) + B (n) ………………………………………………. (2.80)
aliransungai
Debit = xluasDAS ……………………………… (2.81)
satubulan(dtk )

2.2.9 Analisis Sedimen


2.2.9.1 Tinjauan Umum
Pendekatan terbaik untuk menghitung laju sedimentasi adalah dengan pengukuran
sedimen transpor (transport sediment) di lokasi tapak embung. Namun karena
pekerjaan tersebut belum pernah dilakukan, maka estimasi sedimentasi dilakukan
pendekatan secara empiris. Perkiraan laju sedimentasi dalam studi ini dimaksudkan
untuk memperoleh angka sedimentasi dalam satuan m3/tahun, guna memberikan
perkiraan angka yang lebih pasti untuk penentuan ruang sedimen.

2.2.9.2 Laju Erosi dan Sediment Yield Metode USLE


memperkirakan laju sedimentasi digunakan metode Wischmeier dan Smith. Metode
ini akan menghasilkan perkiraan besarnya erosi gross. Untuk menetapkan besarnya
sedimen yang sampai di lokasi embung, erosi gross akan dikalikan dengan ratio
pelepasan sedimen (sediment delivery ratio). Metode ini atau lebih dikenal metode
USLE (universal soil losses equation) yang telah diteliti lebih lanjut jenis tanah dan
kondisi di indonesia oleh Balai Penelitian Tanah Bogor. Perhitungan perkiraan laju
sedimentasi meliputi :

1. Erosivitas Hujan
Penyebab utama erosi tanah adalah pengaruh pukulan air hujan pada tanah. Hujan
menyebabkan erosi tanah melalui dua jalan, yaitu pelepasan butiran tanah oleh
pukulan air hujan pada permukaan tanah dan kontribusi hujan terhadap aliran. Pada
metode USLE, prakiraan besarnya erosi dalam kurun waktu per tahun (tahunan), dan

LAPORAN TUGAS AKHIR


46
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

dengan demikian, angka rata-rata faktor R dihitung dari data curah hujan tahunan
sebanyak mungkin dengan menggunakan persamaan :
n
R   EI / 100 X ........................................................................................ (2.82)
i 1

Dimana :

R = erosivitas hujan rata-rata tahunan


n = jumlah kejadian hujan dalam kurun waktu satu tahun (musim hujan)
X = jumlah tahun atau musim hujan yang digunakan sebagai dasar
Perhitungan

Besarnya EI proporsional dengan curah hujan total untuk kejadian hujan dikalikan
dengan intensitas hujan maksimum 30 menit. Faktor erosivitas hujan didefinisikan
sebagai jumlah satuan indeks erosi hujan dalam setahun. Nilai R yang merupakan
daya rusak hujan dapat ditentukan dengan persamaan yang dilaporkan Bols (1978)
dengan menggunakan data curah hujan bulanan di 47 stasiun penakar hujan di Pulau
Jawa dan Madura yang dikumpulkan selama 38 tahun. Persamaannya sebagai berikut
(Asdak, 2002) :
n
EI30
R ............................................................................ ................... (2.83)
i 1 X

EI 30  6,119Pb .N 0,474 .Pmax


1, 211 0 , 526
............................................................ (2.84)

Dimana :
R = indeks erosivitas hujan (KJ/ha/tahun)
n = jumlah kejadian hujan dalam kurun waktu satu tahun
EI 30 = indeks erosi bulanan (KJ/ha)

X = jumlah tahun yang digunakan sebagai dasar perhitungan


Pb = curah hujan rata-rata tahunan(cm)

N = jumlah hari hujan rata-rata per tahun


Pmax = curah hujan maksimum harian rata-rata (dalam 24 jam) per bulan

untuk kurun waktu satu tahun

LAPORAN TUGAS AKHIR


47
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

2. Erodibilitas Tanah (K)


Faktor erodibilitas tanah (K) merupakan tingkat rembesan suatu tanah yang tererosi
akibat curah hujan. Tanah yang mudah tererosi pada saat dipukul oleh butir-butir
hujan mempunyai erodibilitas tinggi dan dapat dipelajari hanya kalau terjadi erosi.
Erodibilitas dari berbagai macam tanah hanya dapat diukur dan dibandingkan pada
saat terjadi hujan. Besarnya erodibilitas tergantung pada topografi, kemiringan lereng,
kemiringan permukaan tanah, kecepatan penggerusan (scour velocity), besarnya
gangguan oleh manusia dan juga ditentukan oleh karakteristik tanah seperti tekstur
tanah, stabilitas agregat tanah, kapasitas infiltrasi, dan kandungan organik dan kimia
tanah. Tanah yang mempunyai erodibilitas tinggi akan tererosi lebih cepat
dibandingkan dengan tanah yang mempunyai erodibilitas rendah, dengan intensitas
hujan yang sama. Juga tanah yang mudah dipisahkan (dispersive) akan tererosi lebih
cepat daripada tanah yang terikat (flocculated). Erodibilitas tanah dapat dinilai
berdasarkan sifat-sifat fisik tanah sebagai berikut :
a. Tekstur tanah yang meliputi :
fraksi debu (ukuran 2 – 50 µ m)
fraksi pasir sangat halus (50 – 100 µ m)
fraksi pasir (100 – 2000 µ m)
c. Kadar bahan organik yang dinyatakan dalam %.
c. Permeabilitas yang dinyatakan sebagai berikut :
sangat lambat (< 0,12 cm/jam)
lambat (0,125 – 0,5 cm/jam)
agak lambat (0,5 – 2,0 cm/jam)
sedang (2,0 – 6,25 cm/jam)
agak cepat (6,25 – 12,25 cm/jam)
cepat (> 12,5 cm/jam)
d. Struktur dinyatakan sebagai berikut :
granular sangat halus : tanah liat berdebu
granular halus : tanah liat berpasir
granular sedang : lempung berdebu
granular kasar : lempung berpasir

LAPORAN TUGAS AKHIR


48
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

3. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng


Proses erosi dapat terjadi pada lahan dengan kemiringan lebih besar dari 2 %. Derajat
kemiringan lereng sangat penting, karena kecepatan air dan kemampuan untuk
memecah/melepas dan mengangkut partikel-partikel tanah tersebut akan bertambah
besar secara eksponensial dari sudut kemiringan lereng. Secara matematis dapat
ditulis : Kehilangan tanah = c. Sk
Dimana :
C = konsatanta
K = konsatanta
S = kemiringan lereng (%)

Sudah ada kondisi tanah yang sudah dibajak tetapi tidak ditanami, eksponen K
berkisar antara 1,1 s/d 1,2. Menurut Weischmer menyatakan bahawa nilai faktor LS
dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
a. Untuk kemiringan lereng lebih kecil 20 % :
L
LS  x(0,76  0,53  0,076S 2 ) ............................................................... (2.85)
100
Dalam sistem metrik rumus :
L
LS  x(1,36  0,965S  0,138S 2 ) ................................................. .......... (2.86)
100

b. Untuk kemiringan lereng lebih besar dari 20 %


0,6 1, 4
 L  S
LS    x  ................................................................................ (2.87)
 22,1  9
Dimana :
L = panjang lereng (m)
S = Kemiringan lereng (%)

Nilai faktor LS sama dengan 1 jika panjang lereng 22 meter dan kemiringan
lereng 9 %. Panjang lereng dapat diukur pada peta topografi, tetapi untuk
menentukan batas awal dan ujung dari lereng mengalami kesukaran. Atas dasar
pengertian bahwa erosi dapat terjadi dengan adanya run off (overland flow), maka
panjang lereng dapat diartikan sebagai panjang lereng overland flow.

LAPORAN TUGAS AKHIR


49
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

4. Faktor Penutup Lahan (C)


Faktor C merupakan faktor yang menunjukan keseluruhan pengaruh dari faktor
vegetasi, seresah, kondisi permukaan tanah, dan pengelolaan lahan terhadap besarnya
tanah yang hilang (erosi). Faktor ini mengukur kombinasi pengaruh tanaman dan
pengelolaannya. Besar nilai C pada penelitian ini diambil dengan melakukan
perhitungan prosentase luas dari tiap jenis pengelolaan tanaman yang ada pada tiap
sub DAS. Nilai C yang diambil adalah nilai C rata - rata dari berbagi jenis
pengelolaan tanaman dalam satu sub DAS, dikaitkan dengan prosentase luasannya.
Adapun bentuk matematis dari perhitungan nilai C rata-rata tiap sub DAS adalah:
n

(A
i 1
i  Ci )
C DAS  n
.................................................................…..... (2.88)
A
i 1
i

Untuk suatu sub DAS yang memiliki komposisi tata guna lahan/ vegetasi tanaman
yang cenderung homogen, maka nilai C dari tata guna lahan/ vegetasi yang dominan
tersebut akan diambil sebagai nilai C rata – rata.

5. Pendugaan Laju Erosi Potensial (E-Pot)


Erosi potensial adalah erosi maksimum yang mungkin terjadi di suatu tempat dengan
keadaan permukaan tanah gundul sempurna, sehingga terjadinya proses erosi hanya
disebabkan oleh faktor alam (tanpa keterlibatan manusia, tumbuhan, dan sebagainya),
yaitu iklim, khususnya curah hujan, sifat-sifat internal tanah dan keadaan topografi
tanah. Pendugaan erosi potensial dapat dihitung dengan pendekatan rumus berikut :
E-Pot = R x K x LS x A ............................................................................. (2.89)
Dimana :
E-Pot = erosi potensial (ton/tahun)
R = indeks erosivitas hujan
K = erodibilitas tanah
LS = faktor panjang dan kemiringan lereng
A = luas daerah aliran sungai (ha)

LAPORAN TUGAS AKHIR


50
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

6. Pendugaan Laju Erosi Aktual (E-Akt)


Erosi aktual terjadi karena adanya campur tangan manusia dalam kegiatannya sehari-
hari, misalnya pengolahan tanah untuk pertanian dan adanya unsur-unsur penutup
tanah. Penutupan permukaan tanah gundul dengan tanaman akan memperkecil
terjadinya erosi, sehingga dapat dikatakan bahwa laju erosi aktual selalu lebih kecil
dari pada laju erosi potensial. Ini berarti bahwa adanya keterlibatan manusia akan
memperkecil laju erosi potensial. Dapat dikatakan bahwa erosi aktual adalah hasil
ganda antara erosi potensial dengan pola penggunaan lahan tertentu, sehingga dapat
dihitung dengan rumus berikut:
E-Akt = E - Pot x C x P ................................................................,,,,,..... .......... (2.90)
Dimana :
E-Akt = erosi aktual di DAS (ton/ha/tahun)
E-Pot = erosi potensial (ton/ha/th)
C = faktor penutup lahan
P = faktor konservasi tanah

7. Pendugaan Laju Sedimentasi Potensial


Sedimentasi potensial adalah proses pengangkutan sedimen hasil dari proses erosi
potensial untuk diendapkan di jaringan irigasi dan lahan persawahan atau tempat-
tempat tertentu. Tidak semua sedimen yang dihasilkan erosi aktual menjadi sedimen,
hanya sebagian kecil material sedimen yang tererosi di lahan (DAS) mencapai outlet
basin tersebut atau sungai atau saluran terdekat. Perbandingan antara sedimen yang
terukur di outlet dan erosi di lahan biasa disebut nisbah pengangkutan sedimen atau
Sedimen Delivery Ratio (SDR). Sedimen yang dihasilkan erosi aktual pun tidak
semuanya menjadi sedimen, hal ini tergantung dari perbandingan antara volume
sedimen hasil erosi aktual yang mampu mencapai aliran sungai dengan volume
sedimen yang bisa diendapkan dari lahan di atasnya (SDR). Nilai SDR tergantung dari
luas DAS, yang erat hubungannya dengan pola penggunaan lahan. Nilai SDR dihitung
dengan persamaan sebagai berikut:
S ( 1  0,8683 A 0,2018 )
SDR =  0,8683 A 0,2018 ........................................ (2.91)
2 (S  50n)
Dimana :
SDR = rasio pelepasan sedimen, nilainya 0 < SDR < 1

LAPORAN TUGAS AKHIR


51
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

A = luas DAS (ha)


S = kemiringan lereng rata-rata permukaan DAS (%)
n = koefisien kekasaran Manning

Pendugaan laju sedimentasi potensial yang terjadi di suatu DAS dihitung dengan
persamaan Weischmeier dan Smith, 1958 sebagai berikut :
S-Pot = E-Akt x SDR............................................................................................... (2.92)
Dimana :
SDR = Sedimen Delivery Ratio
S-Pot = sedimentasi potensial
E-Akt = erosi aktual (erosi yang tejadi

2.3 Analisis Kebutuhan Air Baku


2.3.1 Standar Kebutuhan Air Baku
Kebutuhan air baku disini dititik beratkan pada penyediaan air baku untuk diolah menjadi
air bersih. Standar kebutuhan air ada 2 (dua) macam yaitu : (Ditjen Cipta Karya, 2000)

a. Standar Kebutuhan Air Domestik


Standar kebutuhan air domestik yaitu kebutuhan air yang digunakan pada tempat-tempat
hunian pribadi untuk memenuhi keperluan sehari-hari : memasak, minum, mencuci dan
keperluan rumah tangga lainnya. Satuan yang dipakai liter/orang/hari.

b. Standar Kebutuhan Air Non Domestik


Standar kebutuhan air non domestik adalah kebutuhan air bersih diluar keperluan rumah
tangga, antara lain :
1. Pengguna komersil dan industri
Yaitu pengguna air oleh badan-badan komersil dan industri.
2. Pengguna umum
Yaitu pengguna air untuk bangunan-bangunan pemerintah, rumah sakit dan tempat-
tempat, ibadah.

LAPORAN TUGAS AKHIR


52
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Kebutuhan air non domestik untuk kota dapat dibagi dalam beberapa kategori antara lain :
(Ditjen Cipta Karya, 2000)
Kota kategori I (metro)
Kota kategori II (kota besar)
Kota kategori III (kota sedang)
Kota kategori IV (kota kecil)
Kota kategori V (desa)

Tabel 2.12 Kategori Kebutuhan Air Non Domestik


KATEGORI KOTA BERDASARKAN JUMLAH JIWA
>1.000.000 500.000 100.000 20.000 <20.000
No URAIAN S/D S/D S/D
1.000.000 500.000 100.000
METRO BESAR SEDANG KECIL DESA
1 Konsumsi unit sambungan rumah (SR) 190 170 130 100 80
l/o/h
2 Konsumsi unit hidran umum (HU) l/o/h 30 30 30 30 30
3 Konsumsi unit non domestic l/o/h (%) 20-30 20-30 20-30 20-30 20-30
4 Kehilangan air (%) 20-30 20-30 20-30 20-30 20-30
5 Factor hari maksimum 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2
6 Factor jam puncak 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
7 Jumlah per SR 5 5 5 5 5
8 Jumlah jiwa per HU 100 100 100 100 100
9 Sisa tekan di penyediaan distribusi 10 10 10 10 10
(mka)
10 Jam operasi 24 24 24 24 24
11 Volume reservoir (%max day demand) 20 20 20 20 20
12 SR:HR 50:50 50:50 80:20 70:30 70:30
S/D S/D
80:20 80:20
13 Cakupan pelayanan(%) *)90 90 90 90 **)70
*) 60 % perpipanan, 30 % non perpipanan (sumber : Ditjen Cipta Karya, tahun 2000)
**) 25 % perpipanan, 45 % non perpipanan

LAPORAN TUGAS AKHIR


53
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Kebutuhan air bersih non domestik untuk kategori I sampai dengan V dan beberapa sektor
lain adalah sebagai berikut:
Tabel 2.13 Kebutuhan air non domestik kota kategori I,II,II dan IV
No SEKTOR NILAI SATUAN
1 Sekolah 10 Liter/murid/hari
2 Rumah sakit 200 Liter/bed/hari
3 Puskesmas 2000 Liter/hari
4 Masjid 3000 Liter/hari
5 Kantor 10 Liter/pegawai/hari
6 Pasar 12000 Liter/hektar/hari
7 Hotel 150 Liter/bed/hari
8 Rumah makan 100 Liter/tempat duduk/hari
9 Kompleks militer 60 Liter/orang/hari
10 Kawasan industri 0,2-0,8 Liter/detik/hari
11 Kawasan pariwisata 0,1-0,3 Liter/detik/hari

Tabel 2.14 Kebutuhan air bersih kategori V


No SEKTOR NILAI SATUAN
1 Sekolah 5 Liter/murid/hari
2 Rumah sakit 200 Liter/bed/hari
3 Puskesmas 1200 Liter/hari
4 Hotel/losmen 90 Liter/hari
5 Komersial/industri 10 Liter/hari

Tabel 2.15 Kebutuhan air bersih domestik kategori lain


No SEKTOR NILAI SATUAN
1 Lapangan terbang 10 Liter/det
2 Pelabuhan 50 Liter/det
3 Stasiun KA-Terminal bus 1200 Liter/det
4 Kawasan industri 0,75 Liter/det/Ha

2.3.2 Proyeksi Kebutuhan Air Bersih


Proyeksi kebutuhan air bersih dapat ditentukan dengan memperhatikan pertumbuhan
penduduk untuk diproyeksikan terhadap kebutuhan air bersih sampai dengan lima puluh
tahun mendatang atau tergantung dari proyeksi yang dikehendaki (Soemarto, 1999).
Adapun yang berkaitan dengan proyeksi kebutuhan tersebut adalah:

LAPORAN TUGAS AKHIR


54
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

a. Angka Pertumbuhan Penduduk


Angka pertumbuhan penduduk dihitung dengan prosentase memakai rumus:
 penduduk n -  penduduk n - 1
Angka pertumbuhan penduduk (&)  x100% ……..(2.93)
 penduduk n - 1

b. Proyeksi Jumlah Penduduk


Dari angka pertumbuhan penduduk diatas dalan persen digunakan untuk memproyeksikan
jumlah penduduk sampai dengan lima puluh tahun mendatang. Meskipun dalan
kenyataannya tidak selalu tepat, tetapi perkiraan ini dapat dijadikan dasar perhitungan
volume kebutuhan air di masa mendatang. Ada beberapa metode yang digunakan untuk
memproyeksikan jumlah penduduk antara lain yaitu:

Metode Geometrical Increase (Soemarto,1999)


Pn  Po  (1  r ) n ………………………………………………………… (2.94)
Dimana :
Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke-n
Po = jumlah penduduk pada awal tahun
R = Prosentase pertumbuhan geometrical penduduk tiap tahun
n = Periode waktu yang ditinjau

Metode Arithmetical Increase (Soemarto,1999)


Pn = Po  n.r ………………………………………………………………….. (2.95)
Po  Pt
R = …………………………………………………………………. (2.96)
t
Dimana :
Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke-n
Po = jumlah penduduk pada awal tahun
r = angka pertumbuhan penduduk tiap tahun
n = Periode waktu yang ditinjau
t = Banyak tahun sebelum tahun analisis
Pt = Jumlah penduduk pada tahun ke-t

LAPORAN TUGAS AKHIR


55
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

2.4 Neraca Air


Perhitungan neraca air dilakukan untuk mengecek apakah air yang tersedia cukur memadai
untuk memenuhi kebutuhan air baku atau tidak. Perhitungan neraca air ini pada akhirnya
akan menghasilkan kesimpulan mengenai ketersediaan air sebagai air baku yang nantinya
akan diolah. Ada tiga unsur pokok dalam perhitungan neraca air yaitu:
Kebutuhan Air
Tersedianya Air
Neraca Air

2.5 Penelusuran Banjir (Flood Routing)


Penelusuran banjir dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik Indrogral. Outflow/keluaran,
yang sangat diperlukan dalam pengendalian banjir. Perubahan hidrograf banjir antara inflow
(I) dan outflow (0) karena adanya faktor tampungan atau adanya penampang sungai yang
tidak seragam atau akibat adanya meander sungai. Jadi penelusuran banjir ada dua, untuk
mengetahui perubahan inflow dan outflow pada waduk dan inflow pada suatu titik dengan
suatu titik di tempat lain pada sungai.Perubahan inflow dan outflow akibat adanya tampungan.
Maka pada suatu waduk terdapat inflow banjir (I) akibat adanya banjir dan outflow (0) apabila
muka air waduk naik, di atas spillway (terdapat limpasan).

I > O tampungan waduk naik Elevasi muka air waduk naik.


I < 0 tampungan waduk turun Elevasi muka waduk turun.

Pada penelusuran banjir berlaku persamaan kontinuitas :


I – O = ∆S …………………………………………………………………… (2.97)
AS = Perubahan tampungan air di embung
Persamaan kontinuitas pada periode ∆t = t1 – t2 adalah :
 I1  I 2   O1  O 2 
 2   t   2  xt  S 2  S1 ................................................................. (2.98)
   

LAPORAN TUGAS AKHIR


56
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

2.5.1 Penelusuran Banjir Melalui Pelimpah


Penelusuran banjir melalui pelimpah bertujuan untuk mengetahui dimensi pelimpah (lebar
dan tinggi pelimpah). Dan debit banjir yang digunakan dalam perhitungan flood routing
metode step by step adalah Q50 tahun. Prinsip dari perhitungan ini adalah dengan
menetapkan salah satu parameter hitung apakah B (lebar pelimpah) atau H (tinggi
pelimpah). Jika B ditentukan maka variabel H harus di trial sehingga mendapatkan tinggi
limpasan air banjir maksimum yang cukup dan efisien. Tingi spillway didapatkan dari
elevasi muka air limpasan maksimum – tinggi jagaan rencana. Perhitungan ini terhenti
ketika elevasi muka air limpasan sudah mengalami penurunan dan volume kumulatif
mulai berkurang dari volume kumulatif sebelumnya atau ∆V negatif yang artinya Q
outflow > Q inflow. Prosedur perhitungan flood routing spillway sebagai berikut ;
a. Memasukkan data jam ke-n (jam)
b. Selisih waktu (∆t) dalam detik
c. Q inflow = Q 50 tahun banjir rencana (m3 /dt).
d. Q inflow rerata = (Q inflow n + Q inflow (n-1))/2 dalam m3/dt.
e. Volume inflow = Q inflow rerata x ∆t (m3/dt).
f. Asumsi muka air hulu dengan cara men-trial dan dimulai dari elevasi spillway
coba-coba (m).
g. H = tinggi muka air hulu – tinggi elevasi spillway.
h. Q outflow = ⅔ x B x √ ⅔g x H 3/2 (m3/dt).
i. Q outflow rerata = ( Q output n + Q output (n-1))/2 dalam m3/dt.
j. Volume outflow = Q outflow rerata x ∆t (m3/dt).
k. ∆V = selisih volume (Q inflow rerata – Q outflow rerata).
l. Volume kumulatif yaitu volume tampungan tiap tinggi muka air limpasan yang
terjadi. V kum = V n + V (n+1) dalam m3.
m. Elevasi muka air limpasan, harus sama dengan elevasi muka air coba-coba.

2.6 Perhitungan Volume Tampungan Embung


Kapasitas tampung yang diperlukan untuk sebuah embung adalah :
Vn = Vu + Ve + Vi + Vs …………………………………………………. .......... (2.99)
Dimana :
Vn = volume tampungan embung total (m3)
Vu = volume hidup untuk melayani berbagai kebutuhan (m3)

LAPORAN TUGAS AKHIR


57
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Ve = volume penguapan dari kolam embung (m3)


Vi = jumlah resapan melalui dasar, dinding, dan tubuh embung (m 3)
Vs = ruangan yang disediakan untuk sedimen (m3)

2.6.1 Volume Tampungan Hidup Untuk Melayani Kebutuhan


Penentuan volume tampungan embung dapat digambarkan pada mass curve kapasitas
tampungan. Volume tampungan merupakan selisih maksimum yang terjadi antara
komulatif kebutuhan terhadap kumulatif inflow.

2.6.2 Volume Air Oleh Penguapan


Untuk mengetahui besarnya volume penguapan yang terjadi pada muka embung dihitung
dengan rumus :
Ve = Ea x S x Ag x d ……………………………………….…...... (2.100)
Dimana :
Ve = volume air yang menguap tiap bulan (m3)
Ea = evaporasi hasil perhitungan (mm/hari)
S = penyinaran matahari hasii pengamatan (%)
Ag = luas permukaan kolam embung pada setengah tinggi tubuh embung
(m2)
d = jumlah hari dalam satu bulan

Untuk memperoleh nilai evaporasi dihitung dengan rumus sebagai berikut :


Ea = 0,35(ea – ed) (1 – 0,01V) ………………………………………...……..... (2.101)
Dimana :
ea = tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata harian (mm/Hg)
ed = tekanan uap sebenarnya (mm/Hg)
V = kecepatan angin pada ketinggian 2 m di atas permuk.aan tanah

2.6.3 Volume Resapan Embung


Besarnya volume kehilangan air akibat resapan melalui dasar, dinding dan tubuh embung
tergantung dari sifat lulus air material dasar dan dinding kolam. Sedangkan sifat ini
tergantung pada jenis butiran tanah atau struktur batu pembentuk dasar dan dinding kolam.

LAPORAN TUGAS AKHIR


58
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Perhitungan resapan air ini megggunakan Rumus praktis untuk menentukan besarnya
volume resapan air kolam embung, sebagai berikut :
Vi = K .Vu ……………………………………………………………………....... (2.102)
Dimana :
Vi = jumlah resapan tahunan (m3)
Vu = volume hidup untuk melayani berbagai kebutuhan (m3)
K = faktor yang nilainya tergantung dari sifat lulus air
material dasar dan dinding kolam embung.
K = 10%, bila dasar dan dinding kolam embung praktis rapat air (k < 10-5 cm/d)
termasuk penggunaan lapisan buatan (selimut lempung,
geomembran,"rubbersheet" semen tanah).

2.7 Embung
2.7.1 Pemilihan Lokasi Embung
Embung adalah suatu bangunan yang berfungsi untuk menampung kelebihan air pada saat
debit tinggi dan melepaskannya pada saat dibutuhkan. Embung merupakan salah satu
bagian dari proyek secara keseluruhan maka letaknya juga dipengaruhi oleh bangunan-
bangunan lain seperti bangunan pelimpah, bangunan penyadap, bangunan pengeluaran,
bangunan untuk pembelokan sungai dan lain-lain (Soedibyo, 1993).

Untuk menentukan lokasi dan denah embung harus memperhatikan beberapa faktor yaitu
(Soedibyo, 1993) :
1. Tempat embung merupakan cekungan yang cukup untuk menampung air, terutama
pada lokasi yang keadaan geotekniknya tidak lulus air, sehingga kehilangan airnya
hanya sedikit.
2. Lokasinya terletak di daerah manfaat yang memerlukan air sehingga jaringan
distribusinya tidak begitu panjang dan tidak banyak kehilangan energi.
3. Lokasi embung terletak di dekat jalan, sehingga jalan masuk (access road) tidak
begitu panjang dan lebih mudah ditempuh.

LAPORAN TUGAS AKHIR


59
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Sedangkan faktor yang menentukan didalam pemilihan tipe embung adalah (Soedibyo,
1993) :
1. Tujuan pembangunan proyek
2. Keadaan klimatologi setempat
3. Keadaan hidrologi setempat
4. Keadaan di daerah genangan
5. Keadaan geologi setempat
6. Tersedianya bahan bangunan
7. Hubungan dengan bangunan pelengkap
8. Keperluan untuk pengoperasian embung
9. Keadaan lingkungan setempat
10. Biaya proyek

2.7.2 Tipe Embung


Tipe embung dapat dikelompokkan menjadi empat keadaan yaitu (Soedibyo, 1993) :
1. Tipe Embung Berdasar Tujuan Pembangunannya
Ada dua tipe Embung dengan tujuan tunggal dan embung serbaguna :
(a). Embung dengan tujuan tunggal (single purpose dams)
adalah embung yang dibangun untuk memenuhi satu tujuan saja, misalnya untuk
kebutuhan air baku atau irigasi (pengairan) atau perikanan darat atau tujuan lainnya
tetapi hanya satu tujuan saja.
(b). Embung serbaguna (multipurpose dams)
adalah embung yang dibangun untuk memenuhi beberapa tujuan misalnya : irigasi
(pengairan), air minum dan PLTA, pariwisata dan irigasi dan lain-lain.

2. Tipe Embung Berdasar Penggunaannya


Ada 3 tipe yang berbeda berdasarkan penggunaannya yaitu :
(a). Embung penampung air (storage dams)
adalah embung yang digunakan untuk menyimpan air pada masa surplus dan
dipergunakan pada masa kekurangan. Termasuk dalam embung penampung air adalah
untuk tujuan rekreasi, perikanan, pengendalian banjir dan lain-lain.

LAPORAN TUGAS AKHIR


60
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

(b). Embung pembelok (diversion dams)


adalah embung yang digunakan untuk meninggikan muka air, biasanya untuk
keperluan mengalirkan air ke dalam sistem aliran menuju ke tempat yang
memerlukan.
(c). Embung penahan (detention dams)
adalah embung yang digunakan untuk memperlambat dan mengusahakan seoptimal
mungkin efek aliran banjir yang mendadak. Air ditampung secara berkala atau
sementara, dialirkan melalui pelepasan (outlet). Air ditahan selama mungkin dan
dibiarkan meresap ke daerah sekitarnya.

3. Tipe Embung Berdasar Letaknya Terhadap Aliran Air


Ada dua tipe yaitu embung yaitu embung pada aliran (on stream) dan embung di luar
aliran air (off stream) yaitu :
(a). Embung pada aliran air (on stream)
adalah embung yang dibangun untuk menampung air, misalnya pada bangunan
pelimpah (spillway).

Embung

Gambar 2.7 Embung on stream

(b). Embung di luar aliran air (off stream)


adalah embung yang umumnya tidak dilengkapi spillway, karena biasanya air
dibendung terlebih dahulu di on stream-nya baru disuplesi ke tampungan. Kedua tipe
ini biasanya dibangun berbatasan dan dibuat dari beton, pasangan batu atau pasangan
bata.

LAPORAN TUGAS AKHIR


61
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Embung

Tampungan

Gambar 2.8 Embung off stream

4. Tipe Embung Berdasar Material Pembentuknya


Ada 2 tipe yaitu embung urugan, embung beton dan embung lainnya.
(a). Embung Urugan ( Fill Dams, Embankment Dams )
Embung urugan adalah embung yang dibangun dari penggalian bahan (material) tanpa
tambahan bahan lain bersifat campuran secara kimia jadi bahan pembentuk embung
asli. Embung ini dibagi menjadi dua yaitu embung urugan serba sama (homogeneous
dams) adalah embung apabila bahan yang membentuk tubuh embung tersebut terdiri
dari tanah sejenis dan gradasinya (susunan ukuran butirannya) hampir seragam. Yang
kedua adalah embung zonal adalah embung apabila timbunan terdiri dari batuan
dengan gradasi (susunan ukuran butiran) yang berbeda-beda dalam urutan-urutan
pelapisan tertentu.

Zone kedap
air
Zone lolos
air

Drainase

Gambar 2.9 Embung Urugan

LAPORAN TUGAS AKHIR


62
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

(b). Embung Beton ( Concrete Dam )


Embung beton adalah embung yang dibuat dari konstruksi beton baik dengan tulangan
maupun tidak. Kemiringan permukaan hulu dan hilir tidak sama pada umumnya
bagian hilir lebih landai dan bagian hulu mendekati vertikal dan bentuknya lebih
ramping. Embung ini masih dibagi lagi menjadi embung beton berdasar berat sendiri
stabilitas tergantung pada massanya, embung beton dengan penyangga (buttress dam)
permukaan hulu menerus dan dihilirnya pada jarak tertentu ditahan, embung beton
berbentuk lengkung dan embung beton kombinasi.

Tampak Samping Tampak Atas

m
l

a. Embung Beton Dengan Gaya Berat (Gravity Dams)

Tampak Samping Tampak Atas

m
l

b. Embung Beton Dengan Dinding Penahan (Buttress Dams)

R R

c. Embung Beton Lengkung (Arch Dams)

Gambar 2.10 Tipe-tipe embung beton

2.7.3 Rencana Teknis Pondasi


Keadaan geologi pada pondasi embung sangat mempengaruhi pemilihan tipe embung,
oleh karena itu penelitian dan penyelidikan geologi perlu dilaksanakan dengan baik.
Pondasi suatu embung harus memenuhi 3 (tiga) persyaratan penting yaitu (Soedibyo,
1993) :

LAPORAN TUGAS AKHIR


63
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

1. Mempunyai daya dukung yang mampu menahan bahan dari tubuh embung dalam
berbagai kondisi.
2. Mempunyai kemampuan penghambat aliran filtrasi yang memadai sesuai dengan
fungsinya sebagai penahan air.
3. Mempunyai ketahanan terhadap gejala-gejala sufosi (piping) dan sembulan (boiling)
yang disebabkan oleh aliran filtrasi yang melalui lapisan-lapisan pondasi tersebut.

Sesuai dengan jenis batuan yang membentuk lapisan pondasi, maka secara umum pondasi
embung dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu (Soedibyo, 1993) :
1. Pondasi batuan (Rock foundation)
2. Pondasi pasir atau kerikil
3. Pondasi tanah.
a. Daya dukung tanah (bearing capacity)
adalah kemampuan tanah untuk mendukung beban baik dari segi struktur pondasi
maupun bangunan diatasnya tanpa terjadinya keruntuhan geser.
b. Daya dukung batas (ultimate bearing capacity)
adalah daya dukung terbesar dari tanah mendukung beban dan diasumsikan tanah
mulai terjadi keruntuhan. Besarnya daya dukung batas terutama ditentukan oleh :
1. Parameter kekuatan geser tanah terdiri dari kohesi (C) dan sudut geser dalam
().
2. Berat isi tanah ()
3. Kedalaman pondasi dari permukaan tanah (Zf)
4. Lebar dasar pondasi (B)

Besarnya daya dukung yang diijinkan sama dengan daya dukung batas dibagi
angka keamanan dan dapat dirumuskan sebagai berikut (Pondasi Dangkal dan
Pondasi Dalam, Rekayasa Pondasi II, 1997) :
qult
qa  .............................................................................................. (2.103)
FK

LAPORAN TUGAS AKHIR


64
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Perhitungan daya dukung batas untuk pondasi dangkal pada kondisi umum :
1. Pondasi menerus
B
qult= c.Nc   .D.Nq   . .N  ......................................... ……….. (2.104)
2
2. Pondasi persegi
  B 
qult = c.Nc1  0,3.     .D.Nq  B.0.4 .N  ................................. (2.105)
  2 
Dimana :
qa = kapasitas daya dukung ijin
q ult = kapasitas daya dukung maximum
FK = faktor keamanan (safety factor)
Nc,Nq,Nγ = faktor kapasitas daya dukung Terzaghi
c = kohesi tanah
γ = berat isi tanah
B = dimensi untuk pondasi menerus dan persegi (m)

2.7.4 Perencanaan Tubuh Embung


Beberapa istilah penting mengenai tubuh embung :
1. Tinggi Embung
Tinggi embung adalah perbedaan antara elevasi permukaan pondasi dan elevasi mercu
embung. Apabila pada embung dasar dinding kedap air atau zona kedap air, maka yang
dianggap permukaan pondasi adalah garis perpotongan antara bidang vertikal yang melalui
hulu mercu embung dengan permukaan pondasi alas embung tersebut. Tinggi maksimal
untuk embung adalah 20 m (Loebis, 1987).
Mercu embung

Tinggi embung

Gambar 2.11 Tinggi embung

LAPORAN TUGAS AKHIR


65
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

2. Tinggi Jagaan (free board)


Tinggi jagaan adalah perbedaan antara elevasi permukaan maksimum rencana air dalam
embung dan elevasi mercu embung. Elevasi permukaan air maksimum rencana biasanya
merupakan elevasi banjir rencana embung.

Mercu embung

Tinggi jagaan

Gambar 2.12 Tinggi jagaan pada mercu embung

Tinggi jagaan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya peristiwa pelimpasan air


melewati puncak bendungan sebagai akibat diantaranya dari:
a. Debit banjir yang masuk embung.
b. Gelombang akibat angin.
c. Pengaruh pelongsoran tebing-tebing di sekeliling embung.
d. Gempa.
e. Penurunan tubuh bendungan.
f. Kesalahan di dalam pengoperasian pintu.

Tinggi jagaan adalah jarak vertikal antara puncak bendungan dengan permukaan air
reservoir. Tinggi jagaan normal diperoleh sebagai perbedaan antara elevasi puncak
bendungan dengan elevasi tinggi muka air normal di embung. Tinggi jagaan minimum
diperoleh sebagai perbedaan antara elevasi puncak bendungan dengan elevasi tinggi muka
air maksimum di reservoir yang disebabkan oleh debit banjir rencana saat pelimpah
bekerja normal. Tinggi tambahan adalah sebagai perbedaan antara tinggi jagaan normal
dengan tinggi jagaan minimum.

LAPORAN TUGAS AKHIR


66
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Kriteria I :
 h 
H f  h   hw atau e   ha  hi .......................................................................... (2.106)
 2
Kriteria II :
he
H f  hw   ha  hi .......................................................................................... (2.107)
2
Dimana :
Hf = tinggi jagaan (m)
hw = tinggi ombak akibat tiupan angin (m)
he = tinggi ombak akibat gempa (m)
ha = perkiraan tambahan tinggi akibat penurunan tubuh bendungan (m)
hi = tinggi tambahan (m)
h = tinggi kemungkinan kenaikan permukaan air embung yang terjadi
timbulnya banjir abnormal

Tambahan tinggi akibat gelombang (Hw) dihitung berdasarkan pada kecepatan angin, jarak
seret gelombang (fecth) dan sudut lereng hulu dari bendungan. Digunakan rumus
(Soedibyo, 1993) :
2  Q0 h
Δh =   ...…...……………………..…................... ...................... (2.108)
3 Q h
1
QT
Dimana :
Qo = debit banjir rencana
Q = kapasitas rencana
 = 0,2 untuk bangunan pelimpah terbuka
 = 1,0 untuk bangunan pelimpah tertutup
h = kedalaman pelimpah rencana
A = luas permukaan air embung pada elevasi banjir rencana

Tinggi ombak yang disebabkan oleh gempa (he) (Soedibyo, 1993)


e.
he = g.h0 ...................................................................................................... (2.109)

Dimana :

LAPORAN TUGAS AKHIR


67
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

e = Intensitas seismis horizontal


 = Siklus seismis
h0 = Kedalaman air di dalam embung

Kenaikan permukaan air embung yang disebabkan oleh ketidaknormalan operasi pintu
bangunan (ha). Sebagai standar biasanya diambil ha = 0,5 m. Angka tambahan tinggi
jagaan yang didasarkan pada tipe embung (hi). Karena limpasan melalui mercu embung
urugan sangat berbahaya maka untuk embung tipe ini angka tambahan tinggi jagaan (hi)
ditentukan sebesar 1,0 m (hi = 1,0 m). Apabila didasarkan pada tinggi embung yang
direncanakan, maka standar tinggi jagaan embung urugan adalah sebagai berikut
(Soedibyo, 1993) :
Tabel 2.16 Tinggi jagaan embung urugan
Lebih rendah dari 50 m Hf  2 m
Dengan tinggi antara 50-100 m Hf  3 m
Lebih tinggi dari 100 m Hf  3,5 m

3. Lebar Mercu Embung


Lebar mercu embung yang memadai diperlukan agar puncak embung dapat tahan terhadap
hempasan ombak dan dapat tahan terhadap aliran filtrasi yang melalui puncak tubuh
embung. Disamping itu, pada penentuan lebar mercu perlu diperhatikan kegunaannya
sebagai jalan inspeksi dan pemeliharaan embung. Penentuan lebar mercu dirumuskan
sebagai berikut (Sosrodarsono, 1989) :
1
b = 3,6 H 3 – 3 ........................................................................................................ (2.110)
Dimana :
b = lebar mercu
H = tinggi embung

Lebar puncak dari embung tipe urugan ditentukan berdasarkan pertimbangan sebagai
berikut ini.
Bahan timbunan asli (alam) dan jarak minimum garis rembesan melalui timbunan
pada elevasi muka air normal.
Pengaruh tekanan gelombang di bagian permukaan lereng hulu.

LAPORAN TUGAS AKHIR


68
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Tinggi dan tingkat kepentingan dari konstruksi bendungan.


Kemungkinan puncak bendungan untuk jalan penghubung.
Pertimbangan praktis dalam pelaksanaan konstruksi.

Formula yang digunakan untuk menentukan lebar puncak pada bendungan urugan sebagai
berikut (USBR, 1987, p.253) :

z
w  10 .......................................................................................................... (2.111)
5
Dimana :
w = lebar puncak bendungan (feet)
z = tinggi bendungan di atas dasar sungai (feet)

Untuk bendungan-bendungan kecil (embung) yang diatasnya akan dimanfaatkan untuk


jalan raya, lebar minimumnya adalah 4 meter. Sementara untuk jalan biasa cukup 2,5
meter. Lebar bendungan kecil dapat digunakan pedoman sebagai berikut Tabel 2.17

Tabel 2.17 Lebar puncak bendungan kecil (embung) yang dianjurkan


Tinggi Embung (m) Lebar Puncak (m)
2,0 - 4,5 2,50
4,5 - 6,0 2,75
6,0 - 7,5 3,00
7,5 - 9,0 4,00
( Sumber : Suyono Sosrodarsono, 1977)

4. Panjang Embung
Panjang embung adalah seluruh panjang mercu embung yang bersangkutan termasuk
bagian yang digali pada tebing-tebing sungai di kedua ujung mercu tersebut. Apabila
bangunan pelimpah atau bangunan penyadap terdapat pada ujung-ujung mercu, maka lebar
bangunan-bangunan pelimpah tersebut diperhitungkan pula dalam menentukan panjang
embung (Sosrodarsono, 1989).

LAPORAN TUGAS AKHIR


69
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

5. Volume Embung
Seluruh jumlah volume konstruksi yang dibuat dalam rangka pembangunan tubuh embung
termasuk semua bangunan pelengkapnya dianggap sebagai volume embung
(Sosrodarsono, 1989).

6. Kemiringan Lereng (Slope Gradient)


Kemiringan rata-rata lereng embung (lereng hulu dan lereng hilir) adalah perbandingan
antara panjang garis vertikal yang melalui tumit masing-masing lereng tersebut. Berm
lawan dan drainase prisma biasanya dimasukkan dalam perhitungan penentuan kemiringan
lereng, akan tetapi alas kedap air biasanya diabaikan (Soedibyo, 1993). Kemiringan lereng
urugan harus ditentukan sedemikian rupa agar stabil terhadap longsoran. Hal ini sangat
tergantung pada jenis material urugan yang dipakai, Tabel 2.18. Kestabilan urugan harus
diperhitungkan terhadap frekuensi naik turunnya muka air, rembesan, dan harus tahan
terhadap gempa (Sosrodarsono, 1989).
Tabel 2.18 Kemiringan lereng urugan

Kemiringan Lereng
Material Urugan Material Utama Vertikal : Horisontal

Hulu Hilir
a. Urugan homogen CH 1 : 3 1 : 2,25
CL
SC
GC
GM
SM
b. Urugan majemuk
a. Urugan batu dengan inti Pecahan batu 1 : 1,50 1 : 1,25
lempung atau dinding
diafragma Kerikil-kerakal 1 : 2,50 1 : 1,75
b. Kerikil-kerakal dengan
inti lempung atau dinding
diafragma
(Sumber :(Sosrodarsono, 1989)

LAPORAN TUGAS AKHIR


70
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

7. Penimbunan Ekstra (Extra Banking)


Sehubungan dengan terjadinya gejala konsolidasi tubuh embung yang prosesnya berjalan
lama sesudah pembangunan embung tersebut diadakan penimbunan ekstra melebihi tinggi
dan volume rencana dengan perhitungan agar sesudah proses konsolidasi berakhir maka
penurunan tinggi dan penyusutan volume akan mendekati tinggi dan volume rencana
embung (Sosrodarsono, 1989).

8. Perhitungan Hubungan Elevasi terhadap Volume Embung


Seluruh jumlah volume konstruksi yang dibuat dalam rangka pembangunan tubuh embung
termasuk semua bangunan pelengkapnya dianggap sebagai volume embung. Analisis
keandalan embung sebagai sumber air menyangkut volume air yang tersedia, debit
pengeluaran untuk kebutuhan air untuk air baku (PDAM), pangendalian banjir dan debit
air untuk keperluan lain-lain selama waktu yang diperlukan. Analisis keandalan embung
diperlukan perhitungan-perhitungan diantaranya adalah perhitungan kapasitas embung
yaitu volume tampungan air maksimum dihitung berdasarkan elevasi muka air maksimum,
kedalaman air dan luas genangannya. Perkiraan kedalaman air dan luas genangan
memerlukan adanya data elevasi dasar embung yang berupa peta topografi dasar embung.
Penggambaran peta topografi dasar embung didasarkan pada hasil pengukuran topografi.
Perhitungan ini didasarkan pada data peta topografi dengan skala 1:1.000 dan beda tinggi
kontur 1m. Cari luas permukaan embung yang dibatasi garis kontur, kemudian dicari
volume yang dibatasi oleh 2 garis kontur yang berurutan dengan menggunakan rumus
pendekatan volume sebagai berikut (Bangunan Utama KP-02, 1986) :
1
Vx  xZx( Fy  Fx  Fy  Fx ) ........................................................................ (2.112)
3
Dimana :
Vx = Volume pada kontur X (m3)
Z = Beda tinggi antar kontur (m)
Fy = Luas pada kontur Y (km2)
Fx = Luas pada kontur X (km2)

LAPORAN TUGAS AKHIR


71
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

2.7.5 Stabilitas Lereng Embung


Merupakan perhitungan konstruksi untuk menentukan ukuran (dimensi) embung agar
mampu menahan muatan-muatan dan gaya-gaya yang bekerja padanya dalam keadaan
apapun juga. Konstruksi harus aman terhadap geseran, penurunan embung, rembesan dan
keadaan embung kosong (k), penuh air (sub) maupun permukaan air turun tiba-tiba rapid
draw-down (sat) (Sosrodarsono, 1989). Salah satu tinjauan keamanan embung adalah
menentukan apakah embung dalam kondisi stabil, sehingga beberapa faktor yang harus
ditentukan adalah sebagai berikut :
Kondisi beban yang dialami oleh embung.
Karakteristik bahan atau material tubuh embung termasuk tegangan dan density.
Besar dan variasi tegangan air pori pada tubuh embung dan di dasar embung.
Angka aman minimum (SF) yang diperbolehkan untuk setiap kondisi beban yang
digunakan.

Kemiringan timbunan embung pada dasarnya tergantung pada stabilitas bahan timbunan.
Semakin besar stabilitas bahannya, maka kemiringan timbunan dapat makin terjal. Bahan
yang kurang stabil memerlukan kemiringan yang lebih landai. Sebagai acuan dapat
disebutkan bahwa kemiringan lereng depan (upstream) berkisar antara 1: 2,5 sampai 1 :
3,5 , sedangkan bagian belakang (downstream) antara 1: 2 sampai 1: 3. Kemiringan lereng
yang efisien untuk bagian hulu maupun bagian hilir masing-masing dapat ditentukan
dengan rumus berikut (Sosrodarsono, 1989) :
 m  k . " 
Sf    tan 
 m  k .m. "  ............................................................. .................... (2.113)
 n  k. 
Sf    tan 
 n  k .n  ................................................................................................ (2.114)
Dimana :
Sf = faktor keamanan (dapat diambil 1,1) m dan n masing-masing kemiringan

lereng hulu dan hilir.


 sat
k = koefien gempa dan ” =
 sub

Angka aman stabilitas lereng embung di bagian lereng hulu dan hilir dengan variasi beban
yang digunakan, diperhitungkan berdasarkan pada analisis keseimbangan batas (limit

LAPORAN TUGAS AKHIR


72
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

equilibrium analysis). Geometri lereng tubuh embung disesuaikan dengan hasil analisis
tersebut, sehingga diperoleh angka aman ( S f ) yang sama atau lebih besar dari angka aman

minimum yang persyaratkan. Kemiringan lereng baik di sisi hilir maupun di sisi hulu
embung harus cukup stabil baik pada saat konstruksi, pengoperasian yaitu pada saat
embung kosong, embung penuh, saat embung mengalami rapid draw down dan ditinjau
saat ada pengaruh gempa. Sehingga kondisi beban harus diperhitungkan berdasarkan
rencana konstruksi, pengoperasian reservoir, menjaga elevasi muka air normal di dalam
reservoir dan kondisi emergency, flood storage dan rencana melepas air dalam reservoir,
antisipasi pengaruh tekanan air pori dalam tubuh bendungan dan tanah dasar fondasi.
Tinjauan stabilitas bendungan dilakukan dalam berbagai kondisi sebagai berikut :

a. Steady-State Seepage
Stabilitas lereng di bagian hulu di analisis pada kondisi muka air di reservoir yang
menimbulkan terjadinya aliran rembesan melalui tubuh Embung. Elevasi muka air
pada kondisi ini umumnya dinyatakan sebagai elevasi muka air normal (Normal High
Water Level).

b. Operation
Pada kondisi ini, muka air dalam reservoir maksimum (penuh-lebih tinggi dari elevasi
muka air normal). Stabilitas lereng di sebelah hulu dianalisis dengan kondisi muka air
tertinggi dimana dalam masa operasi muka air mengalami turun dengan tiba-tiba
(sudden draw down) dari elevasi dari muka air maksimum (tertinggi) menjadi muka
air terendah (LWL). Angka aman yang digunakan untuk tinjauan stabilitas lereng
embung dengan berbagai kondisi beban dan tegangan geser yang digunakan seperti
dalam Tabel 2.19 Secara umum angka aman minimum untuk lereng hilir dan hulu
juga dicantumkan pada Tabel 2.20.

LAPORAN TUGAS AKHIR


73
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Tabel 2.19 Angka aman minimum dalam tinjauan stabilitas lereng sebagai fungsi dari tegangan geser. (*)
Kriteria Kondisi Tinjauan Lereng Tegangan Koef. SF min.
geser Gempa
I Rapid drawdown Hulu CU 0% 1,50
Hulu CU 100% 1,20
II Muka air penuh Hulu CU 0% 1,50
(banjir) Hulu CU 100% 1,20
III Steady State Seepage Hilir CU 0% 1,50
Hilir CU 100% 1,20
(*) : Engineering and Design Stability of Earth and Rock-fill Dams, EM 1110-2-1902, 1970, p. 25.
Catatan : CU : Consolidated Undrained Test

Tabel 2.20 Angka aman minimum untuk analisis stabilitas lereng.


Keadaan Rancangan / Tinjauan Angka Aman Minimum
Lereng hilir Lereng Hulu
(D/S) (U/S)
1. Saat konstruksi dan akhir 1,25 1,25
konstruksi
2. Saat pengoperasian embung dan saat 1,50 1,50
embung penuh
3. Rapid draw down - 1,20
4. Saat gempa 1,10 1,10

( Sumber : Sosrodarsono, 1989)

Secara prinsip, analisis kestabilan lereng didasarkan pada keseimbangan antara masa tanah
aktif (potential runtuh) dengan gaya-gaya penahan runtuhan di bidang runtuh.
Perbandingan gaya-gaya di atas menghasilkan faktor aman (Sf) yang didefinisikan sebagai
berikut:

Sf =

 ............................................................................................................ (2.115)
Dimana :
 = gaya-gaya penahan

τ = gaya-gaya aktif penyebab runtuhan

LAPORAN TUGAS AKHIR


74
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Analisis ini dilakukan pada segala kemungkinan bidang permukaan runtuhan dan pada
berbagai keadaan embung di atas. Nilai angka aman hasil perhitungan (SF hitungan)
tersebut di atas harus lebih besar dari nilai angka aman minimum (SF minimum) seperti
tertera pada Tabel 2.19 dan Tabel 2.20. Gaya-gaya yang bekerja pada embung urugan :

1. Berat Tubuh Embung Sendiri


Berat tubuh embung dihitung dalam beberapa kondisi yang tidak menguntungkan yaitu :
a. Pada kondisi lembab segera setelah tubuh pondasi selesai dibangun.
b. Pada kondisi sesudah permukaan embung mencapai elevasi penuh dimana bagian
embung yang terletak disebelah atas garis depresi dalam keadaan jenuh.
c. Pada kondisi dimana terjadi gejala penurunan mendadak (Rapid drow-down)
permukaan air embung, sehingga semua bagian embung yang semula terletak di
sebelah bawah garis depresi tetap dianggap jenuh.

Berat dalam keadaan lembab Garis depresi dalam


keadaan air embung
penuh

Berat dalam keadaan jenuh

Gambar 2.13 Berat bahan yang terletak dibawah garis depresi

Gaya-gaya atau beban-beban utama yang bekerja pada embung urugan yang akan
mempengaruhi stabilitas tubuh embung dan pondasi embung tersebut adalah :
a. Berat tubuh embung itu sendiri yang membebani lapisan-lapisan yang lebih bawah
dari tubuh embung dan membebani pondasi.
b. Tekanan hidrostatis yang akan membebani tubuh embung dan pondasinya baik dari
air yang terdapat didalam embung di hulunya maupun dari air didalam sungai di
hilirnya.
c. Tekanan air pori yang terkandung diantara butiran dari zone-zone tubuh embung.
d. Gaya seismic yang menimbulkan beban-beban dinamika baik yang bekerja pada tubuh
embung maupun pondasinya.

LAPORAN TUGAS AKHIR


75
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

2. Tekanan Hidrostatis
Pada perhitungan stabilitas embung dengan metode irisan (slice methode) biasanya beban
hidrostatis yang bekerja pada lereng sebelah hulu embung dapat digambarkan dalam tiga
cara pembebanan. Pemilihan cara pembebanan yang cocok untuk suatu perhitungan harus
disesuaikan dengan semua pola gaya–gaya yang bekerja pada embung yang akan diikut
sertakan dalam perhitungan (Sosrodarsono, 1989).

Pada kondisi dimana garis depresi mendekati bentuk horizontal, maka dalam perhitungan
langsung dapat dianggap horizontal dan berat bagian tubuh embung yang terletak dibawah
garis depresi tersebut diperhitungkan sebagai berat bahan yang terletak dalam air. Tetapi
dalam kondisi perhitungan yang berhubungan dengan gempa biasanya berat bagian ini

dianggap dalam kondisi jenuh (Soedibyo, 1993).

(a) (b) (c)

Gambar 2.14 Gaya tekanan hidrostatis pada bidang luncur

U1
Ww
U1

U2
U

( U = Ww = V w)
U2

Gambar 2.15 Skema pembebanan yang disebabkan oleh tekanan hidrostatis yang bekerja pada
bidang luncur

LAPORAN TUGAS AKHIR


76
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

3. Tekanan Air Pori


Gaya-gaya yang timbul dari tekanan air pori di embung terhadap lingkaran bidang luncur.
Tekanan air pori dihitung dengan beberapa kondisi yaitu (Soedibyo, 1993):
a. Gaya-gaya yang timbul dari tekanan air pori dalam kondisi tubuh embung baru
dibangun.
b. Gaya-gaya yang timbul dari tekanan air pori dalam kondisi embung telah terisi penuh
dan permukaan air sedang menurun secara berangsur-angsur.
c. Gaya-gaya yang timbul dari tekanan air pori dalam kondisi terjadinya penurunan
mendadak permukaan embung hingga mencapai permukaaan terendah, sehingga
besarnya tekanan air pori dalam tubuh embung masih dalam kondisi embung terisi
penuh.

4. Beban Seismis ( Seismic Force )


Beban seismis akan timbul pada saat terjadinya gempa bumi dan penetapan suatu kapasitas
beban seismis secara pasti sangat sukar. Faktor-faktor yang menentukan besarnya beban
seismis pada embung urugan adalah (Sosrodarsono, 1989):
a. Karakteristik, lamanya dan kekuatan gempa yang terjadi.
b. Karakteristik dari pondasi embung.
c. Karakteristik bahan pembentuk tubuh embung.
d. Tipe embung.
Komponen horizontal beban seismis dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut (Sosrodarsono, 1989) :
M . α = e ( M . g ) ............................................................................................ (2.116)
Dimana :
M = massa tubuh embung (ton)
α = percepatan horizontal (m/s2)
e = intensitas seismic horizontal (0,10-0,25)
g = percepatan gravitasi bumi (m/s2)

LAPORAN TUGAS AKHIR


77
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Tabel 2.21 Percepatan gempa horizontal


Intensitas Seismis Gal Jenis Pondasi

Batuan Tanah
Luar biasa 7 400 0,20 g 0,25 g
Sangat Kuat 6 400-200 0,15 g 0,20 g
Kuat 5 200-100 0,12 g 0,15 g
Sedang 4 100 0,10 g 0,12 g
(ket : 1 gal = 1cm/det2) ( Sumber:Sosrodarsono, 1989)

5. Stabilitas Lereng Embung Urugan Menggunakan Metode Irisan Bidang Luncur


Bundar
Metode analisis stabilitas lereng untuk embung tipe tanah urugan (earth fill type dam) dan
timbunan batu (rock fill type dam) didasarkan pada bidang longsor bentuk lingkaran.
Faktor keamanan dari kemungkinan terjadinya longsoran dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus keseimbangan sebagai berikut (Soedibyo, 1993) :

Fs 
 C.l  N  U  Ne tan  
 T  Te 

C.l   .Acos  e.sin    V tan ..................................................... (2.117)
 .Asin  e.cos 
Dimana :
Fs = faktor keamanan
N = beban komponen vertikal yang timbul dari berat setiap irisan bidang luncur
  .A. cos 
T = beban komponen tangensial yang timbul dari berat setiap irisan bidang
luncur   .A.sin  
U = tekanan air pori yang bekerja pada setiap irisan bidang luncur
Ne = komponen vertikal beban seismic yang bekerja pada setiap irisan bidang
luncur  e. . A.sin  
Te = komponen tangensial beban seismic yang bekerja pada setiap irisan bidang
luncur  e. . A. cos 
 = sudut gesekan dalam bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang
luncur.
C = Angka kohesi bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang luncur
Z = lebar setiap irisan bidang luncur

LAPORAN TUGAS AKHIR


78
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

E = intensitas seismis horisontal


 = berat isi dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur
A = luas dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur
 = sudut kemiringan rata-rata dasar setiap irisan bidang luncur
V = tekanan air pori

Ne=e.W.sin α
U e.W = e.r.A

N = W.cos α
Te = e.W.cos α

i = b/cos α T = W.sinα W= γA

Bidang Luncur
S=C+(N-U-Ne )tan ф
( Sosrodarsono, 1989)
Gambar 2.16 Cara menentukan harga-harga N dan T

Prosedur perhitungan metode irisan bidang luncur bundar (Soedibyo, 1993):


1. Andaikan bidang luncur bundar dibagi menjadi beberapa irisan vertikal dan walaupun
bukan merupakan persyaratan yang mutlak, biasanya setiap irisan lebarnya dibuat
sama. Disarankan agar irisan bidang luncur tersebut dapat melintasi perbatasan dari
dua buah zone penimbunan atau supaya memotong garis depresi aliran filtrasi.

2. Gaya-gaya yang bekerja pada setiap irisan adalah sebagai berikut :


a. Berat irisan ( W ), dihitung berdasarkan hasil perkalian antara luas irisan ( A )
dengan berat isi bahan pembentuk irisan ( γ ), jadi W=A. γ
b. Beban berat komponen vertikal yang pada dasar irisan ( N ) dapat diperoleh dari
hasil perkalian antara berat irisan ( W ) dengan cosinus sudut rata-rata tumpuan (
α ) pada dasar irisan yang bersangkutan jadi N = W.cos α

LAPORAN TUGAS AKHIR


79
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

c. Beban dari tekanan hidrostatis yang bekerja pada dasar irisan ( U ) dapat
diperoleh dari hasil perkalian antara panjang dasar irisan (b) dengan tekanan air
U .b
rata-rata (U/cosα ) pada dasar irisan tersebut, jadi U =
cos 
d. Berat beban komponen tangensial ( T ) diperoleh dari hasil perkalian antara berat
irisan (W) dengan sinus sudut rata-rata tumpuan dasar irisan tersebut jadi T =
Wsin α
e. Kekuatan tahanan kohesi terhadap gejala peluncuran ( C ) diperoleh dari hasil
perkalian antara angka kohesi bahan ( c’ ) dengan panjang dasar irisan ( b ) dibagi
c'.b
lagi dengan cos α, jadi C =
cos 

3. Kekuatan tahanan geseran terhadap gejala peluncuran irisan adalah kekuatan tahanan
geser yang terjadi pada saat irisan akan meluncur meninggalkan tumpuannya

4. Kemudian jumlahkan semua kekuatan-kekuatan yang menahan ( T ) dan gaya-gaya


yang mendorong ( S ) dari setiap irisan bidang luncur, dimana T dan S dari masing-
masing irisan dinyatakan sebagai T = W Sin α dan S = C+(N-U) tan Ф

5. Faktor keamanan dari bidang luncur tersebut adalah perbandingan antara jumlah gaya
pendorong dan jumlah gaya penahan yang dirumuskan :

Fs 
S ............................................................................................... (2.118)
T
Dimana :
Fs = faktor aman

S = jumlah gaya pendorong

T = jumlah gaya penahan

LAPORAN TUGAS AKHIR


80
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.17 Skema perhitungan bidang luncur dalam kondisi embung penuh air

Gambar 2.18 Skema perhitungan bidang luncur dalam kondisi penurunan air embung tiba-tiba

6. Penentuan Lokasi Titik Pusat Bidang Longsor


Untuk memudahkan usaha trial dan error terhadap stabilitas lereng, maka titik-titik
pusat bidang longsor yang berupa busur lingkaran harus ditentukan dahulu melalui
suatu pendekatan. Fellenius memberikan petunjuk-petunjuk untuk menentukan lokasi
titik pusat busur longsor kritis yang melalui tumit suatu lereng pada tanah kohesif (c-
soil) seperti pada tabel berikut :

LAPORAN TUGAS AKHIR


81
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

ßB B C
1:n

H
ßA
θ
A

Gambar 2.19 Lokasi pusat busur longsor kritis pada tanah kohesif (c-soil)

Tabel 2.22 Sudut-sudut petunjuk menurut Fellenius


Lereng Sudut Lereng Sudut-sudut petunjuk
1:n θ βA βB
√3 : 1 60° -29° -40°
1:1 45° -28° -38°
1 : 1,5 33°41’ -26° -35°
1:2 25°34’ -25° -35°
1:3 18°26’ -25° -35°
1:5 11°19’ -25° -37°

Pada tanah Ø-c untuk menentukan letak titik pada pusat busur lingkaran sebagai
bidang longsor yang melalui tumit lereng dilakukan secara coba-coba dimulai dengan
bantuan sudut-sudut petunjuk dari Fellenius untuk tanah kohesif (Ø=0). Grafik
Fellenius menunjukkan bahwa dengan meningkatnya nilai sudut geser (Ø) maka titik
pusat busur longsor akan bergerak naik dari O o yang merupakan titik pusat busur
longsor tanah c(Ø=0) sepanjang garis O o-K yaitu O1, O2, 03,…….On. Titik K
merupakan koordinat pendekatan dimana x = 4,5H dan z = 2H, dan pada sepanjang
garis Oo-K diperkirakan terletak titik-titik pusat busur longsor. Tiap-tiap titik pusat
busur longsor tersebut dianalisis angka keamanannya untuk memperoleh nilai Fk
yang paling minimum sebagai indikasi bidang longsor kritis.

LAPORAN TUGAS AKHIR


82
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

On

O3
O2
O1
R O0

B
H
2H A
+X O

K(4.5H , 2H)
+Z
4.5H

Gambar 2.20 Posisi titik pusat busur longsor pada garis O0-K

7. Stabilitas Embung Terhadap Aliran Filtrasi


Baik embung maupun pondasinya diharuskan mampu menahan gaya-gaya yang
ditimbulkan oleh adanya air filtrasi yang mengalir melalui celah-celah antara butiran-
butiran tanah pembentuk tubuh embung dan pondasi tersebut. Hal tersebut dapat
diketahui dengan mendapatkan formasi garis depresi (seepage flow–net ) yang terjadi
dalam tubuh dan pondasi embung tersebut (Soedibyo, 1993). Garis depresi didapat
dengan persamaan parabola bentuk dasar seperti di bawah ini :

(B 2-C 0-A0) - garis depresi


0,3 l1
B2 B
B1 a+ a = y0 /(1-cos
C0
h y
E  y0
d A A0
l1 l2
x a0

Gambar 2.21 Garis depresi pada embung homogen

Untuk perhitungan selanjutnya maka digunakan persamaan-persamaan berikut :


y 2  y02
x = .............................................................................................. (2.119)
2y0

y0 = h2  d 2 - d ...................................................................................... (2.120)

LAPORAN TUGAS AKHIR


83
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Untuk zone inti kedap air garis depresi digambarkan sebagai kurva dengan persamaan
berikut:

y = 2 y0 x  y02 ......................................................................................... (2.121)

Dimana :
h = jarah vertikal antara titik A dan B
d = jarak horisontal antara titik B2 dan A
l1 = jarak horisontal antara titik B dan E
l2 = jarak horisontal antara titik B dan A
A = ujung tumit hilir embung
B = titik perpotongan permukaan air embung dan lereng hulu embung.
A1 = titik perpotongan antara parabola bentuk besar garis depresi dengan
garis vertikal melalui titik B
B2 = titik yang terletak sejauh 0,3 l1 horisontal kearah hulu dari titik B

Akan tetapi garis parabola bentuk dasar (B2-C0-A0) yang diperoleh dari persamaan
tersebut bukanlah garis depresi yang sesungguhnya. Sehingga masih diperlukan
penyesuaian menjadi garis B-C-A yang merupakan bentuk garis depresi yang
sesungguhnya, seperti tertera pada gambar 2.21 sebagai berikut (Sosrodarsono, 1989).
Garis depresi didapat dengan persamaan parabola bentuk dasar pada Gambar 2.22
dibawah ini.
A1 = titik perpotongan antara parabola bentuk besar garis depresi dengan
garis vertikal melalui titik B
B2 = titik yang terletak sejauh 0,3 l1 horisontal ke arah hulu dari titik B

LAPORAN TUGAS AKHIR


84
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

0,3h B (B2-C0-A0)-garis depresi


B2
a + ∆a = y0/(1-cosα)
h B1 C0
y Y0= h2  d 2  d
E α
h I2
d A0
x
a0=Y0/2
Gambar 2.22 Garis depresi pada Embung homogen (sesuai dengan garis parabola)

Pada titik permulaan, garis depresi berpotongan tegak lurus dengan lereng hulu
embung dan dengan demikian titik Co dipindahkan ke titik C sepanjang ∆a.
Panjang ∆a tergantung dari kemiringan lereng hilir embung, dimana air filtrasi
tersembul keluar yang dapat dihitung dengan rumus berikut (Sosrodarsono,1989) :
0
a + ∆a = ........................................................................................ (2.122)
1  cos 
Dimana :
a = jarak AC (m)

∆a = jarak C0 C (m)

α = sudut kemiringan lereng hilir embung

Untuk memperoleh nilai a dan ∆a dapat dicari berdasarkan nilai α dengan


menggunakan grafik sebagai berikut (Sosrodarsono, 1989) :

LAPORAN TUGAS AKHIR


85
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

60 0 < α < 80 0
0 .4

0 .3

Bidang vertika
C = ∆a/(a+∆a) 0 .2

0 .1

0 ,0
30 0 60 0
90 0 120 0 150 0 1 8 00
α = S u d u t b id a n g sin g g u n g
a
Gambar 2.23 Grafik hubungan antara sudut bidang singgung (α ) dengan
a  a

8. Gejala Sufosi ( Piping ) dan Sembulan ( Boiling )


Agar gaya-gaya hydrodinamis yang timbul pada aliran filtrasi tidak akan
menyebabkan gejala sufosi dan sembulan yang sangat membahayakan baik tubuh
embung maupun pondasinya, maka kecepatan aliran filtrasi dalam tubuh dan pondasi
embung tersebut pada tingkat-tingkat tertentu perlu dibatasi. Kecepatan aliran keluar
ke atas permukaan lereng hilir yang komponen vertikalnya dapat mengakibatkan
terjadinya perpindahan butiran-butiran bahan embung, kecepatannya dirumuskan
sebagai berikut (Sosrodarsono, 1989) :
w1 .g
C .................................................................................................. (2.123)
F .
Dimana :
C = kecepatan kritis
w1 = berat butiran bahan dalam air
F = luas permukaan yang menampung aliran filtrasi
γ = berat isi air

9. Kapasitas Aliran Filtrasi


Memperkirakan besarnya kapasitas filtrasi yang mengalir melalui tubuh dan pondasi
embung yang didasarkan pada jaringan trayektori aliran filtrasi dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut (Soedibyo, 1993) :

LAPORAN TUGAS AKHIR


86
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Garis aliran filtrasi

Garis equipotensial

Gambar 2.24 Formasi garis depresi

N f
Qf = . K . H . L ................................................................................ (2.124)
N p

Dimana:
Qf = kapasitas aliran filtrasi
Nf = angka pembagi dari garis trayektori aliran filtrasi
Np = angka pembagi dari garis equipotensial
K = koefisien filtrasi
H = tinggi tekan air total
L = panjang profil melintang tubuh embung

10. Rembesan Air dalam Tanah


Semua tanah terdiri dari butir-butir dengan ruangan-ruangan yang disebut pori (voids)
antara butir-butir tersebut. Pori-pori ini selalu berhubungan satu dengan yang lain
sehingga air dapat mengalir melalui ruangan pori tersebut. Proses ini disebut
rembesan (seepage).Tidak ada bendungan urugan yang dapat dianggap kedap air,
sehingga jumlah rembesan melalui bendungan dan pondasinya haruslah
diperhitungkan. Bila laju turunnya tekanan akibat rembesan melampaui daya tahan
suatu partikel tanah terhadap gerakan, maka partikel tanah tersebut akan cenderung
untuk bergerak. Hasilnya adalah erosi bawah tanah, yaitu terbuangnya partikel-
partikel kecil dari daerah tepat dihilir ”ujung jari” (toe) bendungan (Ray K Linsley,

LAPORAN TUGAS AKHIR


87
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Joseph B Franzini, hal 196, thn 1989). Hal tersebut dapat diketahui dengan
pembuatan flownet yang terjadi dalam tubuh dan pondasi embung tersebut.
Ketinggian tegangan suatu titik dinyatakan dengan rumus:
u
h y ..................................................................................................... (2.125)
γw
Dimana :
h = ketinggian tegangan (pressure head)
u = tegangan air
y = ketinggian titik diatas suatu datum tertentu

Menurut (Soedibyo, hal 80, 1993) banyaknya air yang merembes dan tegangan air
pori dapat dihitung dengan rumus:
k h
Q   Nf ............................................................................... (2.126)
Ne
Dimana :
Q = jumlah air yang merembes
k = koefisien rembesan
h = beda ketinggian air sepanjang flownet
Ne = jumlah equipotensial
Nf = jumlah aliran

Tegangan Pori (U)

u  γ w  D  Ne2  h  ................................................................................ 2.127)

Dimana :
u = tegangan pori
h = beda tinggi energi hulu dengan hilir
D = jarak muka air terhadap titik yang ditinjau

2.7.6 Rencana Teknis Bangunan Pelimpah ( Spillway )


Suatu pelimpah banjir merupakan katup pengaman untuk suatu embung. Maka pelimpah
banjir seharusnya mempunyai kapasitas untuk mengalirkan banjir-banjir besar tanpa
merusak embung atau bangunan-bangunan pelengkapnya, selain itu juga menjaga embung

LAPORAN TUGAS AKHIR


88
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

agar tetap berada dibawah ketinggian maksimum yang ditetapkan. Suatu pelimpah banjir
yang dapat terkendali maupun yang tidak dapat terkendali dilengkapi dengan pintu air
mercu atau sarana-sarana lainnya, sehingga laju aliran keluarnya dapat diatur (Soedibyo,
1993). Pada hakekatnya untuk embung terdapat berbagai tipe bangunan pelimpah dan
untuk menentukan tipe yang sesuai diperlukan suatu studi yang luas dan mendalam,
sehingga diperoleh alternatif yang paling ekonomis. Bangunan pelimpah yang biasa
digunakan yaitu bangunan pelimpah terbuka dengan ambang tetap (Soedibyo, 1993). Ada
berbagai macam jenis spillway, baik yang berpintu maupun yang bebas, side channel
spillway, chute spillway dan syphon spillway. Jenis-jenis ini dirancang dalam upaya untuk
mendapatkan jenis Spillway yang mampu mengalirkan air sebanyak-banyaknya. Pemilihan
jenis spillway ini disamping terletak pada pertimbangan hidrolika, pertimbangan ekonomis
serta operasional dan pemeliharaannya. Pada prinsipnya bangunan spillway terdiri dari 3
bagian utama, yaitu :
Saluran pengarah dan pengatur aliran
Saluaran peluncur
Peredam energi

2.7.6.1 Saluran Pengarah dan Pengatur Aliran


Bagian ini berfungsi sebagai penuntun dan pengarah aliran agar aliran tersebut
senantiasa dalam kondisi hidrolika yang baik. Pada saluran pengarah aliran ini,
kecepatan masuknya aliran air supaya tidak melebihi 4 m/det dan lebar saluran makin
mengecil ke arah hilir. Kedalaman dasar saluran pengarah aliran biasanya diambil
lebih besar dari 1/5 X tinggi rencana limpasan di atas mercu ambang pelimpah,
periksa gambar 2.22 Saluran pengarah aliran dan ambang debit pada sebuah
bangunan pelimpah. Kapasitas debit air sangat dipengaruhi oleh bentuk ambang.
Terdapat 3 ambang yaitu: ambang bebas, ambang berbentuk bendung pelimpah, dan
ambang bentuk bendung pelimpas penggantung (Soedibyo, 1993). Bangunan
pelimpah harus dapat mengalirkan debit banjir rencana dengan aman. Rumus umum
yang dipakai untuk menghitung kapasitas bangunan pelimpah adalah (Bangunan
Utama KP-02, 1986) :

2 2
Q  .Cd .Bx 3
................................................................................ (2.128)
3 2
3.g.h

LAPORAN TUGAS AKHIR


89
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Dimana :
Q = debit aliran (m3/s)
Cd = koefisien limpahan
B = lebar efektif ambang (m)
g = percepatan gravitasi (m/s)
h = tinggi energi di atas ambang (m)

Lebar efektif ambang dapat dihitung dengan rumus (Sosrodarsono, 1989) :


Le=L–2(N.Kp+Ka).H .................................................................................... (2.129)
Dimana :
Le = lebar efektif ambang (m)
L = lebar ambang sebenarnya (m)
N = jumlah pilar
Kp = koefisien konstraksi pilar
Ka = koefisien konstraksi pada dinding samping ambang
H = tinggi energi di atas ambang (m)

Tabel 2.23 Harga-harga koefisien kontraksi pilar (Kp)


No Keterangan Kp
1 Untuk pilar berujung segi empat dengan sudut-sudut yang bulat pada jari-jari 0,02
yang hampir sama dengan 0,1 dari tebal pilar
2 Untuk pilar berujung bulat 0,01
3 Untuk pilar berujung runcing 0,00
Sumber : Joetata dkk (1997)

Tabel 2.24 Harga-harga koefisien kontraksi pangkal bendung (Ka)


No Keterangan Ka
1 Untuk pangkal tembok segi empat dengan tembok hulu pada 90º ke arah aliran 0,20
2 Untuk pangkal tembok bulat dengan tembok hulu pada 90º ke arah aliran dengan 0,10
0,5 H1 > r > 0,15 H1
3 Untuk pangkal tembok bulat dimana r > 0,5 H1 dan tembok hulu tidak lebih dari 0,00
45º ke arah aliran
Sumber : Joetata dkk (1997)

LAPORAN TUGAS AKHIR


90
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Saluran pengarah aliran


Ambang pengatur debit
H V

V < 4 m/det

Gambar 2.25 Saluran pengarah aliran dan ambang pengatur debit pada sebuah pelimpah

h1
h2

1 2 3 4

Gambar 2.26 Penampang memanjang bangunan pelimpah

Keterangan gambar :
1. Saluran pengarah dan pengatur aliran
2. Saluran peluncur
3. Bangunan peredam energi
4. Ambang

LAPORAN TUGAS AKHIR


91
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

(a). Ambang Bebas


Ambang bebas digunakan untuk debit air yang kecil dengan bentuk sederhana. Bagian
hulu dapat berbentuk tegak atau miring (1 tegak : 1 horisontal atau 2 tegak : 1
horisontal), kemudian horizontal dan akhirnya berbentuk lengkung (Soedibyo, 1993).
1
Apabila berbentuk tegak selalu diikuti dengan lingkaran yang jari-jarinya h2 .
2

2/3h 1
h1 1/3h 1 h1 1/3h1 2/3h1

1/2 h 2
h2
1/2 h 2

Gambar 2.27 Ambang bebas (Soedibyo, 1993)

Untuk menentukan lebar ambang biasanya digunakan rumus sebagai berikut :


3
2
Q =1,704.b.c.(h1) ................................................................................... (2.130)
Dimana :
Q = debit air (m/detik)
b = panjang ambang (m)
h1 = kedalaman air tertinggi disebelah hulu ambang (m)
c = angka koefisien untuk bentuk empat persegi panjang = 0,82.

(b). Ambang Berbentuk Bendung Pelimpah (Overflow Weir)


Digunakan untuk debit air yang besar. Permukaan bendung berbentuk lengkung
disesuasikan dengan aliran air agar tidak ada air yang lepas dari dasar bendung.
Rumus untuk bendung pelimpah menurut JANCOLD (The Javanese National
Committee on Large Dams) adalah sebagai berikut :
1

Q = c.(L - K H N).H 2 ............................................................................... (2.131)


Dimana :
Q = debit air (m3/det)
L = panjang mercu pelimpah (m)

LAPORAN TUGAS AKHIR


92
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

K = koefisien kontraksi
H = kedalaman air tertinggi disebelah hulu bendung (m)
C = angka koefisien
N = jumlah pilar

Hv 0,282 Hd
0,175 Hd
He titik nol dari koordinatX,Y
Hd x

x
o
y

poros bendungan
R = 0,2 Hd
X 1,85 = 2 Hd 0,85 Y
R = 0,5 Hd
y

Gambar 2.28 Ambang bebas (Soedibyo, 1993)

2.7.6.2 Saluran Peluncur


Saluran peluncur merupakan bangunan transisi antara ambang dan bangunan peredam.
Biasanya bagian ini mempunyai kemiringan yang terjal dan alirannya adalah super
kritis. Hal yang perlu diperhatikan pada perencanaan bagian ini adalah terjadinya
kavitasi. Dalam merencanakan saluran peluncur (flood way) harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut (Gunadharma, 1997) :
Agar air yang melimpah dari saluran pengatur mengalir dengan lancar tanpa
hambatan-hambatan.
Agar konstrksi saluran peluncur cukup kokoh dan stabil dalam menampung
semua beban yang timbul.
Agar biaya konstruksi diusahakan seekonomis mungkin.

Guna memenuhi persyaratan tersebut maka diusahakan agar tampak atasnya selurus
mungkin. Jika bentuk yang melengkung tidak dapat dihindarkan, maka diusahakan
lengkungan terbatas dan dengan radius yang besar. Biasanya aliran tak seragam terjadi
pada saluran peluncur yang tampak atasnya melengkung, terutama terjadi pada bagian
saluran yang paling curam dan apabila pada bagian ini terjadi suatu kejutan
gelombang hidrolis, peredam energi akan terganggu (Gunadharma, 1997).

LAPORAN TUGAS AKHIR


93
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

hL
hv1
V1
hd1 hv2
1 h1

l1 V2
hd2

2
l

Gambar 2.29 Skema penampang memanjang saluran peluncur (Gunadharma, 1997)

2.7.6.3 Bagian Yang Berbentuk Terompet Pada Ujung Hilir Saluran Peluncur
Semakin kecil penampang lintang saluran peluncur, maka akan memberikan
keuntungan ditinjau dari segi volume pekerjaan, tetapi akan menimbulkan masalah-
masalah yang lebih besar pada usaha peredam energi yang timbul per-unit lebar aliran
tersebut. Sebaliknya pelebaran penampang lintang saluran akan mengakibatkan
besarnya volume pekerjaan untuk pembuatan saluran peluncur, tetapi peredaman
energi per-unit lebar alirannyan akan lebih ringan (Gunadharma, 1997). Berdasarkan
pada pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, maka saluran peluncur dibuat
melebar (berbentuk terompet) sebelum dihubungkan dengan peredam energi.
Pelebaran tersebut diperlukan agar aliran super-kritis dengan kecepatan tinggi yang
meluncur dari saluran peluncur dan memasuki bagian ini, sedikit demi sedikit dapat
dikurangi akibat melebarnya aliran dan aliran tersebut menjadi semakin stabil sebelum
mengalir masuk ke dalam peredam energi.

LAPORAN TUGAS AKHIR


94
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.30 Bagian berbentuk terompet dari saluran peluncur pada bangunan

2.7.6.4 Peredam Energi


Aliran air setelah keluar dari saluran peluncur biasanya mempunyai kecepatan atau
energi yang cukup tinggi yang dapat menyebabkan erosi di hilirnya dan menyebabkan
distabilitas bangunan spillway. Oleh karenanya perlu dibuatkan bangunan peredam
energi sehingga air yang keluar dari bangunan peredam cukup aman. Sebelum aliran
yang melintasi bangunan pelimpah dikembalikan lagi ke dalam sungai, maka aliran
dengan kecepatan yang tinggi dalam kondisi super kritis tersebut harus diperlambat
dan dirubah pada kondisi aliran sub kritis. Dengan demikian kandungan energi dengan
daya penggerus sangat kuat yang timbul dalam aliran tersebut harus diredusir hingga
mencapai tingkat yang normal kembali, sehingga aliran tersebut kembali ke dalam
sungai tanpa membahayakan kestabilan alur sungai yang bersangkutan (Soedibyo,
1993). Guna meredusir energi yang terdapat didalam aliran tersebut, maka diujung
hilir saluran peluncur biasanya dibuat suatu bangunan yang disebut peredam energi
pencegah gerusan. Untuk meyakinkan kemampuan dan keamanan dari peredam
energi, maka pada saat melaksanakan pembuatan rencana teknisnya diperlukan
pengujian kemampuannya. Apabila alur sungai disebelah hilir bangunan pelimpah
kurang stabil, maka kemampuan peredam energi supaya direncanakan untuk dapat
menampung debit banjir dengan probabilitas 2% (atau dengan perulangan 50 tahun).
Angka tersebut akan ekonomis dan memadai tetapi dengan pertimbangan bahwa
apabila terjadi debit banjir yang lebih besar, maka kerusakan-kerusakan yang
mungkin timbul pada peredam energi tidak akan membahayakan kestabilan tubuh
embungnya (Gunadharma, 1997). Kedalaman dan kecepatan air pada bagian sebelah

LAPORAN TUGAS AKHIR


95
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

hulu dan sebelah hilir loncatan hidrolis tersebut dapat diperoleh dari rumus sebagai
berikut :
Q
q ............................................................................................................. (2.132)
B
q
v ............................................................................................................. (2.133)
D1

D2
D1
 
 0,5 1  8Fr 2  1 ........................................................................ ........... (2.134)

v
Fr1  ..................................................................................... (2.135)
g . D1

Dimana :
Q = Debit pelimpah (m3/det)
B = Lebar bendung (m)
Fr = Bilangan Froude
v = Kecepatan awal loncatan (m/dt)
g = Percepatan gravitasi (m²/det )
D1,2 = Tinggi konjugasi
D1 = kedalaman air di awal kolam (m)
D2 = kadalaman air di akhir kolam (m)

Ada beberapa tipe bangunan peredam energi yang pemakaiannya tergantung dari
kondisi hidrolis yang dinyatakan dalam bilangan Froude. Dalam perencanaan dipakai
tipe kolam olakan dan yang paling umum dipergunakan adalah kolam olakan datar.
Macam tipe kolam olakan datar yaitu

(a) Kolam Olakan Datar Tipe I


Kolam olakan datar tipe I adalah suatu kolam olakan dengan dasar yang datar dan
terjadinya peredaman energi yang terkandung dalam aliran air dengan benturan
secara langsung aliran tersebut ke atas permukaan dasar kolam. Benturan
langsung tersebut menghasilkan peredaman energi yang cukup tinggi, sehingga
perlengkapan-perlengkapan lainnya guna penyempurnaan peredaman tidak
diperlukan lagi pada kolam olakan tersebut (Gunadharma, 1997). Karena

LAPORAN TUGAS AKHIR


96
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

penyempurnaan redamannya terjadi akibat gesekan-gesekan yang terjadi antara


molekul-molekul air di dalam kolam olakan, sehingga air yang meninggalkan
kolam tersebut mengalir memasuki alur sungai dengan kondisi yang sudah
tenang. Akan tetapi kolam olakan menjadi lebih panjang dan karenanya tipe I ini
hanya sesuai untuk mengalirkan debit yang relatif kecil dengan kapasitas
peredaman energi yang kecil pula dan kolam olakannyapun akan berdimensi
kecil. Dan kolam olakan tipe I ini biasanya dibangun untuk suatu kondisi yang
tidak memungkinkan pembuatan perlengkapan-perlengkapan lainnya pada kolam
olakan tersebut.

V1
D1
V2
D2

Loncatan hidrolis pada saluran datar

Gambar 2.31 Bentuk kolam olakan datar tipe I USBR (Soedibyo, 1993)

(b) Kolam Olakan Datar Tipe II


Kolam olakan datar tipe II ini cocok untuk aliran dengan tekanan hidrostatis yang
tinggi dan dengan debit yang besar (q > 45 m3/dt/m, tekanan hidrostatis > 60 m
dan bilangan Froude > 4,5). Kolam olakan tipe ini sangat sesuai untuk bendungan
urugan dan penggunaannyapun cukup luas (Soedibyo, 1993).

LAPORAN TUGAS AKHIR


97
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

D2

D1 0.2 D1

Gigi pemencar
Ambang melengkung
aliran

L
Kemiringan 2 : 1

Gambar 2.32 Bentuk kolam olakan datar Tipe II USBR (Soedibyo, 1993)

(c) Kolam Olakan Datar Tipe III


Pada hakekatnya prinsip kerja dari kolam olakan ini sangat mirip dengan sistim
kerja dari kolam olakan datar tipe II, akan tetapi lebih sesuai untuk mengalirkan
air dengan tekanan hidrostatis yang rendah dan debit yang agak kecil (q < 18,5
m3/dt/m, V < 18,0 m/dt dan bilangan Froude > 4,5). Untuk mengurangi panjang
kolam olakan biasanya dibuatkan gigi pemencar aliran di tepi hulu dasar kolam,
gigi penghadang aliran (gigi benturan) pada dasar kolam olakan. Kolam olakan
tipe ini biasanya untuk bangunan pelimpah pada bendungan urugan rendah
(Gunadharma, 1997).

LAPORAN TUGAS AKHIR


98
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

D2
D1

Gigi pemencar Gigi benturan


aliran
aliran Ambang
perata

Kemiringan
L Kemiringan 2 : 1
2:1

Gambar 2.33 Bentuk kolam olakan datar Tipe III USBR (Gunadharma, 1997)

(d) Kolam Olakan Datar Tipe IV

Sistem kerja kolam olakan tipe ini sama dengan sistem kerja kolam olakan tipe
III, akan tetapi penggunaannya yang paling cocok adalah untuk aliran dengan
tekanan hidrostatis yang rendah dan debit yang besar per-unit lebar, yaitu untuk
aliran dalam kondisi super kritis dengan bilangan Froude antara 2,5 s/d
4,5.Biasanya kolam olakan tipe ini dipergunakan pada bangunan-bangunan
pelimpah suatu bendungan urugan yang sangat rendah atau bendung-bendung
penyadap, bendung-bendung konsolidasi, bendung-bendung penyangga dan lain-
lain.

LAPORAN TUGAS AKHIR


99
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Gigi pemencar Ambang perata


aliran
aliran aliran

Gambar 2.34 Bentuk kolam olakan datar Tipe IV USBR

2.7.6.5 Peredam Energi Tipe Bak Tenggelam ( Bucket )


Tipe peredam energi ini dipakai bila kedalaman konjugasi hilir, yaitu kedalaman air
pada saat peralihan air dari super ke sub kritis, dari loncatan air terlalu tinggi
dibanding kedalaman air normal hilir atau kalau diperkirakan akan terjadi kerusakan
pada lantai kolam akibat batu-batu besar yang terangkut lewat atas embung. Dimensi-
dimensi umum sebuah bak yang berjari-jari besar diperlihatkan oleh Gambar 2.35
berikut :

tinggi kecepatan
H muka air hilir
q hc
+184
1
+183 a = 0.1 R
1
R 90° lantai lindung T

elevasi dasar lengkungan

Gambar 2.35 Peradam energi tipe bak tenggelam (bucket)

Parameter-parameter perencanaan yang sebagaimana diberikan oleh USBR sulit untuk


diterapkan bagi perencanaan kolam olak tipe ini. Oleh karena itu, parameter-
parameter dasar seperti jari-jari bak, tinggi energi dan kedalaman air harus dirubah
menjadi parameter-parameter tanpa dimensi dengan cara membaginya dengan
kedalam kritis (h c ) dengan persamaan kedalaman kritis adalah sebagai berikut :

LAPORAN TUGAS AKHIR


100
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

q2
hc 3 ................................................................................................ (2.136)
g
Dimana :
hc = kedalaman kritis (m)
q = debit per lebar satuan (m3/det.m)
g = percepatan gravitasi (m2/dt) (=9,81)

Jari-jari minimum yang paling diijinkan (Rmin) dapat ditentukan dengan


menggunakan perbandingan beda muka air hulu dan hilir (∆H) dengan ketinggian
kritis (hc) seperti yang ditunjukkan dengan Gambar 2.36 berikut :

Gambar 2.36 Grafik Untuk Mencari Jari-jari Minimum (Rmin) Bak

Demikian pula dengan batas minimum tinggi air hilir (Tmin). Tmin diberikan pada
Gambar 2.37 berikut :

Gambar 2.37 Grafik Untuk Mencari Batas Minimum Tinggi Air Hilir

LAPORAN TUGAS AKHIR


101
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

H
Untuk nilai di atas 2,4 garis tersebut merupakan batas maksimum untuk
hc
H
menentukan besarnya nilai Tmin. Sedangkan untuk nilai yang lebih kecil dari 2,4
hc
maka diambil nilai kedalaman konjugasi sebagai kedalaman minimum hilir, dengan
H
pertimbangan bahwa untuk nilai yang lebih kecil dari 2,4 adalah diluar
hc
jangkauan percobaan USBR. Besarnya peredam energi ditentukan oleh perbandingan
h2 2
h2 dan h1 Gambar 2.38. Apabila ternyata lebih besar dari , maka tidak ada efek
h1 3
peredaman yang bisa diharapkan. Terlepas dari itu, pengalaman telah menunjukkan
bahwa banyak embung rusak sebagai akibat dari gerusan lokal yang terjadi di sebelah
hilir, terutama akibat degradasi dasar sungai. Oleh karena itu, dianjurkan dalam
menentukan kedalaman minimum air hilir juga berdasarkan degradasi dasar sungai
yang akan terjadi dimasa datang.

3
h2 dalam m

h1 h2 2 /3
1 =2
/h
1 h2
bias yang dipakai
0
0 1 2 3 4 5
h1 dalam m

Gambar 2.38 Batas Maksimum tinggi air hilir

2.7.6.6 Spillway Samping (Side Spillway)


Suatu bangunan pelimpah yang saluran peluncurnya berposisi menyamping terhadap
saluran pengatur aliran di hulunya/udiknya. Sering juga disebut saluran pengatur
aliran type pelimpah samping (regulation part of sideward over flow type) dilengkapi
dengan suatu bendung pengatur dan kadang-kadang dipasang pintu. Side Spillway ini
direncanakan untuk mengatasi/menampung debit banjir abnormal (1,2 kali debit banjir

LAPORAN TUGAS AKHIR


102
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

rencana). Aliran yang melintasi Side Spillway seolah-olah terbagi menjadi 2 tingkatan
dengan 2 buah peredam energi yaitu terletak dibagian akhir saluran pengatur dan
peredam energi dibagian akhir dari bangunan pelimpah.

Persyaratan yang perlu diperhatikan pada bangunan pelimpah tipe ini agar debit yang
melintasi tidak menyebabkan aliran yang menenggelamkan bendung pada saluran
pengatur maka saluran samping dibuat cukup rendah terhadap bendung tersebut.
Bangunan direncanakan sedemikian rupa agar pada saat mengalirkan debit banjir
abnormal perbedaan elevasi permukaan air diudiknya/hulunya dan di hilir bending
tidak kurang 2/3 kali tinggi di atas mercu bendung tersebut. Semakin besar
kemiringan sisi saluran samping akan lebih baik karena dapat mengurangi volume
galian. Akan tetapi harus diingat bahwa tinggi jatuhnya berkas aliran air dari bendung
ke dalam aliran tersebut, sehingga kekuatan batuan di atas bangunan pelimpah yang
akan dibangun perlu diperhatikan. Untuk Pertimbangan stabilitas dan kemudahan
dalam pelaksanaan konstruksi. Maka disarankan lebar dasar Side Spillway diambil
sekecil mungkin dengan lebar dasar yang sempit sehingga volume pernggalian akan
berkurang dan akan mempunyai efek peredam energi yang tinggi. Pada bangunan
pelimpah yang kecil, biasanya lebar dasar sepanjang dasar saluran samping dibuat
seragam. Sedangkan pada bangunan pelimpah yang besar, biasanya lebar dasar kolam
akan semakin besar ke hilir. Sehingga saat melewatkan debit banjir rencana,
permukaan air di dalam kolam tersebut membentuk bidang yang hampir datar dengan
penampang basah paling efektif. Untuk saluran samping pada bangunan pelimpah
samping, rumus dari I. Hinds sebagai dasar perencanaan. Rumus I. Hinds adalah
sebagai berikut :

Q x  q .x ……………………………………………………………... (2.137)

v  a .x n
……………………………………………………………………… (2.138)
n 1
y  . h v …………………………………………………………….. (1.139)
n
Dimana :
Qx = debit pada titik x (m3/dt)
q = debit banjir tepi udik bendung dengan suatu titik pada mercu bendung

LAPORAN TUGAS AKHIR


103
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

tersebut (m)
v = kecepatan rata-rata aliran air di dalam saluran samping pada suatu titik
tertentu (m/dt)
N = exponent untuk kecepatan aliran air didalam saluran samping (anatara
0,4 s/d 0,8)
Y = perbedaan elevasi antara mercu bendung dengan permukaan air di
dalam saluran samping pada bidang Ax yang melalui titik tersebut.
Hv = tinggi tekanan kecepatan aliran (hv=v2/2g).

2.7.7 Rencana Teknis Bangunan Penyadap


Komponen terpenting bangunan penyadap pada embung urugan adalah penyadap,
pengatur dan penyalur aliran (DPU, 1970). Pada hakekatnya bangunan penyadap sangat
banyak macamnya tetapi yang sering digunakan ada 2 macam yaitu bangunan penyadap
tipe sandar dan bangunan penyadap tipe menara.

2.7.7.1 Bangunan Penyadap Sandar (Inclined Outlet Conduit).


Pintu dan saringan
lubang penyadap
Pintu penggelontor
sedimen
Ruang
operasional

Saluran pengelak pipa penyalur

Gambar 2.39 Komponen bangunan penyadap tipe sandar

Bangunan penyadap sandar adalah bangunan penyadap yang bagian pengaturnya


terdiri dari terowongan miring yang berlubang-lubang dan bersandar pada tebing
sungai. Karena terletak pada tebing sungai maka diperlukan pondasi batuan atau
pondasi yang terdiri dari lapisan yang kokoh untuk menghindari kemungkinan
keruntuhan pada konstruksi sandaran oleh pengaruh fluktuasi dari permukaan air dan

LAPORAN TUGAS AKHIR


104
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

kelongsoran embung. Sudut kemiringan pondasi sandaran sibuat tidak lebih dari 60 o
kecuali pondasinya terdiri dari batuan yang cukup kokoh (DPU, 1970).

Berat timbunan tubuh embung biasanya mengakibatkan terjadinya penurunan-


penurunan tubuh terowongan. Untuk mencegah terjadinya penurunan yang
membahayakan, maka baik pada terowongan penyadap maupun pada pipa penyalur
datar dibuatkan penyangga (supporting pole) yang berfungsi pula sebagai tempat
sambungan bagian-bagian pipa yang bersangkutan. Beban-beban luar yang bekerja
pada terowongan penyadap adalah :
1.) Tekanan air yang besarnya sama dengan tinggi permukaan air embung dalam
keadaan penuh.
2.) Tekanan timbunan tanah pada terowongan.
3.) Berat pintu dan penyaring serta fasilitas-fasilitas pengangkatnya serta kekuatan
operasi dan fasilitas pengangkatnya.
4.) Gaya-gaya hidrodinamis yang timbul akibat adanya aliran air dalam terowongan.
5.) Kekuatan apung terowongan yang dihitung 100% terhadap volume terowongan
luar.
6.) Apabila terjadi vakum di dalam terowongan, maka gaya-gaya yang
ditimbulkannya, merupakan tekanan-tekanan negatif.
7.) Gaya-gaya seismic dan gaya-gaya dinamis lainnya.

Lubang Penyadap
Kapasitas lubang-lubang penyadap dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
1. Untuk lubang penyadap yang kecil.

Q = C. A. 2gh ...................................................................................... (2.140)

Dimana :
Q = debit penyadap sebuah lubang (m3/det)
C = koefisien debit, ±0,62
A = luas penampang lubang (m2)
g = gravitasi (9,8 m/det2)
H = tinggi air dari titik tengah lubang ke permukaan (m)

LAPORAN TUGAS AKHIR


105
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

2. Untuk lubang penyadap yang besar.

 
B.C. 2 g  H 2  ha  2  H 1  ha  3  .............................................
3 3 2
Q = (2.141)
2  
Dimana :
B = lebar lubang penyadap (m)
H1 = kedalaman air pada tepi atas lubang (m)
H2 = kedalaman air pada tepi bawah lubang (m)
ha = tinggi tekanan kecapatan didepan lubang penyadap (m)
V a2
=
2g
Va = kecepatan aliran air sebelum masuk kedalam lubang penyadap
(m/det)
Biasanya dianggap harga Va = 0, sehingga rumus diatas berubah menjadi :

2  3 2

Q= B.C. 2 g  H 22  H 13  ................................................................. (2.142)
3  
Apabila lubang penyadap yang miring membentuk sudut θ dengan bidang
horisontal,
maka :
Qi = Q sec θ........................................................................................ (2.143)

3. Untuk lubang penyadap dengan penampang bulat.


Q = C . . r 2 . 2 gH ...................................................................... (2.144)

Dimana :
r = radius lubang penyadap (m)
H
Rumus tersebut berlaku untuk >3
r

LAPORAN TUGAS AKHIR


106
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

a. Lubang penyadap yang b. Lubangpenyadap yang c. Lubang penyadap yang


kecil (bujur sangkar) besar (persegi empat) besar (lingkaran)

H1 
H H2 H

(Sumber : Suyono Sosrodarsono),


)1977
Gambar 2.40 Skema perhitungan untuk lubang-lubang penyadap

Ketinggian lubang penyadap ditentukan oleh perkiraan tinggi sedimen selama


umur ekonomis embung.

2.7.7.2 Bangunan Penyadap Menara (outlet tower)


Bangunan penyadap menara adalah bangunan penyadap yang bagian pengaturnya
terdiri dari suatu menara yang berongga di dalamnya dan pada dinding menara
tersebut terdapat lubang-lubang penyadap yang dilengkapi pintu-pintu. Pada
hakekatnya konstruksinya sangat kompleks serta biayanya pun tinggi. Hal ini di
sebabkan oleh hal-hal penting yang mengakibatkan adanya keterbatasan yaitu :
a. Bangunan penyadap menara merupakan bangunan yang berdiri sendiri, sehingga
semua beban luar yang bekerja pada menara tersebut harus ditampung
keseluruhan.
b. Bangunan penyadap menara merupakan bangunan yang berat, sehingga
membutuhkan pondasi yang kokoh dengan kemampuan daya dukung yang besar.
c. Bangunan didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan ekonomis dan bangunan,
pembuat bangunan penyadap menara kurang menguntungkan apalagi bila menara
yang dibutuhkan cukup tinggi.

LAPORAN TUGAS AKHIR


107
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.41 Bangunan Penyadap Menara

2.7.7.3 Pintu-pintu Air dan Katub pada Bangunan Penyadap


Perbedaan anatara pintu-pintu air dan katub adalah pintu air terdiri dari dua bagian
yang terpisah yaitu pintu yang bergerak dan bingkai yang merupakan tempat dimana
pintu dipasang. Sedangkan pada katub antara katub yang bergerak dan dinding katub
(yang berfungsi sebagai bingkai) merupakan satu kesatuan. Perhitungan konstruksi
pintu air dan katub didasarkan pada beban-beban yang bekerja yaitu :
Berat daun pintu sendiri
Tekanan hidrostatis pada pintu
Tekanan sedimen
Kekuatan apung
Kelembaman dan tekanan hidrodinamika pada saat terjadinya gempa bumi

LAPORAN TUGAS AKHIR


108
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB II DASAR TEORI

Tekanan air yang bekerja pada bidang bulat yang miring (P 0), dengan skema pada
Gambar 2.42

Gambar 2.42 Tekanan hidrostatis yang bekerja pada bidang bulat yang miring

Dimana :
P = Resultan seluruh tekanan air (t)
γ = berat per unit volume air (l t/m3)
B = lebar daun pintu yang menampung tekanan air (m)
H = tinggi daun pintu yang menampung tekanan air (m)
H1 = tinggi air di udik daun pintu (m)
H2 = perbedaaan antara elevasi air di udik dan hilir daun pintu (m)
H3 = tinggi air di hilir daun pintu (m)

LAPORAN TUGAS AKHIR


109
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB III METODOLOGI 

BAB III
METODOLOGI

3.1 Tinjauan Umum


Perencanaan embung diawali dengan melakukan survey dan investigasi di lokasi yang
bersangkutan untuk memperoleh data perencanaan yang lengkap dan teliti. Metodologi yang
baik dan benar merupakan acuan untuk menentukan langkah-langkah kegiatan yang perlu
diambil dalam perencanaan (Soedibyo, 1993). Metodologi penyusunan perencanaan Embung
Tambakboyo sebagai berikut :

Survey dan investigasi pendahuluan


Identifikasi masalah
Studi pustaka
Pengumpulan data
Analisis hidrologi
Perencanaan konstruksi embung
Stabilitas konstruksi embung
Gambar Konstruksi
RKS Dan Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Time Schedule, Network Planning dan man power

3.2 Pengumpulan Data

Setiap perencanaan akan membutuhkan data-data pendukung baik data primer maupun data
sekunder (Soedibyo, 1993).

3.2.1 Data Primer

Data primer didapat dari pihak-pihak yang berkepentingan dan data-data aktual lainnya
yang berkaitan dengan kondisi saat ini. Metode pengumpulan data primer adalah sebagai
berikut :

LAPORAN TUGAS AKHIR 110


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB III METODOLOGI 

a. Metode Observasi
Dengan survey langsung ke lapangan, agar dapat diketahui kondisi real di lapangan secara
garis besar, untuk data detailnya bisa diperoleh dari instansi yang terkait .

b. Metode Wawancara
Yaitu dengan mewawancarai narasumber yang dapat dipercaya untuk memperoleh data
yang diperlukan.

3.2.2 Data Sekunder

Data sekunder yaitu data-data kearsipan yang diperoleh dari instansi terkait, serta data-data
yang berpengaruh pada perencanaan. Adapun data sekunder antara lain :

a. Data Topografi
Untuk menentukan elevasi dan tata letak lokasi di mana akan didirikan embung dan luas
daerah aliran sungai

b. Data Geologi
Data geologi dapat berupa data fisiografi, morfologi batuan, kondisi sedimen serta kondisi
litologi pada batuan. Data tersebut digunakan untuk memperhitungkan tipe pondasi yang
akan dipilih dan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan embung.

c. Data Tanah

Data yang dihasilkan dari penyelidikan tanah di sekitar willayah embung. Data ini
digunakan untuk mengetahui struktur dan tipe dari tanah maupun batuan yang ada,
permeabilitas tanah, sifat-sifat fisik tanah, penentuan dan perhitungan jenis pondasi yang
dipilih serta daya dukung tanah terhadap konstruksi embung. Adapun data yang diperoleh
dari data tanah antara lain :

Data sondir

Test CBR

Direct Shear Test

Soil Test, dsb.

LAPORAN TUGAS AKHIR 111


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB III METODOLOGI 

d. Data Hidrologi
Data ini berupa data klimatologi yang berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan data-
data pendukung lainnya.

e. Data Penduduk.
Untuk menentukan proyeksi penduduk pada beberapa tahun ke depan dan mengetahui
pertumbuhan penduduk pada daerah tersebut. Data ini dapat diperoleh melalui instansi
terkait yaitu instansi Biro Pusat Statistik.

f. Data Klimatologi

Data Klimatologi meliputi :

Data temperatur bulanan rata-rata (oC)

Kecepatan angin rata-rata (m/det)

Kelembaman udara relative rata-rata (%)

Lama penyinaran matahari rata-rata (%)

3.3 Metodologi Perencanaan Embung

Metode perencanaan digunakan untuk menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan


dalam perencanaan Embung Tambakboyo. Adapun metodologi perencanaan yang digunakan
adalah :

3.3.1 Survey dan Investigasi Pendahuluan

Survey dan investigasi pendahuluan dilakukan untuk mengetahui keadaan sosial, ekonomi,
budaya masyarakat dan pengamatan lokasi di lapangan serta tanggapan masyarakat
terhadap rencana pembangunan embung.

3.3.2 Identifikasi Masalah

Untuk dapat mengatasi permasalahan secara tepat maka pokok permasalahan harus
diketahui terlebih dahulu. Solusi masalah yang akan dibuat harus mengacu pada
permasalahan yang terjadi.

LAPORAN TUGAS AKHIR 112


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB III METODOLOGI 

3.3.3 Studi Pustaka

Studi pustaka ini dilakukan untuk mendapatkan metode dalam analisis data, perhitungan
dan perencanaan embung yang telah terbukti kebenarannya

3.3.4 Pengumpulan Data

Data digunakan untuk mengetahui penyebab masalah dan untuk merencanakan embung
yang akan dibuat. Data yang diperoleh berupa data primer dan sekunder.

3.3.5 Analisis Data

Data yang telah didapat diolah dan dianalisis sesuai dengan kebutuhannya. Masing-masing
data berbeda dalam pengolahan dan analisisnya. Pengolahan dan analisis yang sesuai akan
diperoleh variabel-variabel yang akan digunakan dalam perencanaan embung.

3.3.6 Perencanaan Konstruksi Embung

Hasil dari analisis data digunakan untuk menentukan perencanaan konstruksi embung
yang sesuai, dan tepat disesuaikan dengan kondisi-kondisi lapangan yang mendukung
konstruksi embung tersebut.

3.3.7 Stabilitas Konstruksi Embung

Dalam perencanaan konstruksi embung perlu adanya pengecekan apakah konstruksi


tersebut sudah aman dari pengaruh gaya-gaya luar maupun beban yang diakibatkan dari
konstruksi itu sendiri (Sosrodarsono, 1989). Pengecekan stabilitas konstruksi pada tubuh
bendungan merupakan usaha untuk dapat mengetahui keamanan konstruksi. Gaya-gaya
yang bekerja dikontrol terhadap tiga penyebab runtuhnya bangunan gravitasi. Tiga
penyebab runtuhnya bangunan gravitasi adalah gelincir, guling dan erosi bawah tanah
(Soedibyo, 1993).

3.3.8 Gambar Konstruksi

Hasil perencanaan dan stabilitas konstuksi embung diwujudkan dalam bentuk gambar
yang detail dengan ukuran, bentuk dan skala yang ditentukan

3.3.9 RKS dan RAB

Sebelum pelaksanaan pekerjaan pada pembangunan suatu bangunan konstruksi sangat


diperlukan RKS. Hal ini untuk membantu kelancaran proyek terutama syarat-syarat

LAPORAN TUGAS AKHIR 113


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB III METODOLOGI 

spesifikasi. Dalam RKS pada perencanaan embung terdiri atas syarat-syarat umum, syarat-
syarat teknis dan pengawasan kualitas bahan.

RAB disusun dengan tujuan untuk memperoleh nilai / harga satuan pekerjaan berdasarkan
harga upah dan bahan yang berlaku di lokasi pekerjaan, analisa harga satuan dan kuantitas
/ volume.

3.3.10 Time schedule, Network Planning dan Man Power

Time Schedule adalah suatu pembagian waktu terperinci yang disediakan untuk masing-
masing bagian pekerjaan, mulai dari pekerjaan awal sampai pekerjaan akhir serta sebagai
sarana koordinasi suatu jenis pekerjaan. Network Planning merupakan gambar yang
memperlihatkan susunan urutan pekerjaan dan logika ketergantungan antara kegiatan yang
satu dengan yang lainnya beserta waktu pelaksanaan. Man Power merupakan terkait
dengan jumlah sumber daya manusia yang akan digunakan dalam pelaksanaan
pembangunan.

3.4 Bagan Alir Tugas Akhir


Keandalan hasil perencanaan erat kaitannya dengan alur kerja yang jelas, metoda analisis
yang tepat dan kelengkapan data pendukung di dalam merencanakan embung. Adapun tahap-
tahap analisis Perencanaan Embung adalah sebagai berikut :

LAPORAN TUGAS AKHIR 114


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB III METODOLOGI 

Mulai
mulai

Survei Dan Investigasi


Pendahuluan

Identifikasi
Masalah

Studi Pustaka

Pengumpulan Data

T
Memenuhi
Memggghhh
Syarat
enuhi syarat

Y
`
Analisis Hidrologi

LAPORAN TUGAS AKHIR 115


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB III METODOLOGI 

Analisis Hidrolika

Perencanaan Konstuksi
Embung

Stabilitas Konstruksi Embung

Aman

Gambar Konstruksi

Rencana Anggaran Biaya Rencana Kerja Dan Syarat


(RAB) (RKS)

Time Schedule,Network
Planning dan Man Power

selesai

Gambar 3.1 Bagan alir tugas akhir

LAPORAN TUGAS AKHIR 116


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV
ANALISIS HIDROLOGI

4.1 Tinjauan Umum


Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi
(hydrologic phenomena). Kumpulan data hidrologi dapat disusun dalam bentuk daftar atau
tabel. Sering pula daftar atau tabel tersebut disertai dengan gambar-gambar yang biasa
disebut diagram atau grafik, dan dapat disajikan dalam bentuk peta tematik, seperti peta curah
hujan dan peta tinggi muka air dengan maksud supaya lebih dapat menjelaskan tentang
persoalan yang dipelajari.

Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam perancangan
bangunan-bangunan hidraulik. Analisis hidrologi diperlukan untuk mengetahui karakteristik
hidrologi di lokasi Embung Tambakboyo. Analisis hidrologi digunakan untuk menentukan
besarnya debit banjir rencana pada suatu perencanaan bangunan air. Data untuk penentuan
debit banjir rencana pada tugas akhir ini adalah data curah hujan, dimana curah hujan
merupakan salah satu dari beberapa data yang dapat digunakan untuk memperkirakan
besarnya debit banjir rencana.

4.2 Analisis Hidrologi


Dasar penentuan/perencanaan bangunan air adalah banjir rencana (design flood). Design
flood merupakan debit banjir rencana di sungai atau saluran alamiah dengan peride ulang
tertentu misalnya 2, 5, 10, 20, 50 dan 100 tahun yang dapat dialirkan tanpa membahayakan
lingkungan sekitar dan stabilitas bangunan sungai.

Ada beberapa cara untuk mendapatkan debit banjir rencana antara lain yaitu :

a. Menganalisis debit banjir di sungai dengan melakukan pengukuran langsung di lapangan


yang mencakup fluktasi aliran setiap hari.
b. Menganalisis data hujan maksimum pada daerah aliran sungai atau stasiun pengamat
terdekat dengan mengubahnya menjadi intesitas hujan untuk menghitung debit banjir
rencana.

LAPORAN TUGAS AKHIR 117


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Dalam perencanaan Embung Tambakboyo ini, untuk mendapatkan debit rencana dipakai
analisis data curah hujan maksimum yang turun pada daerah aliran sungai.

4.2.1 Penentuan Daerah Aliran Sungai (DAS)


Penentuan daerah aliran sungai (DAS) dilakukan berdasarkan pada peta rupa bumi.
Adapun cara yang dapat digunakan untuk menentukan luasan DAS dengan menggunakan
program AutoCad atau mengeplotkan pada peta kemudian pengukuran selanjutnya
menggunakan alat Planimeter. Penentuan Luas DAS pada penyusunan tugas akhir ini
menggunakan Program AutoCad.

Gambar 4.1 Pengaruh 4 dan 3 stasiun hujan dan DAS Embung Tambakboyo

Penentuan luasan pengaruh stasiun DAS untuk Perencanaan Embung Tambakboyo


menggunakan 3 stasiun hujan yaitu Stasiun Beran, Stasiun Santan dan Stasiun Bronggang.
Pengaruh luasan daerah dengan 3 stasiun hujan lebik baik dibandingkan dengan 4 stasiun
hujan. Hal tersebut dapat dilihat dari gambar di atas dengan memperhatikan luasan
pengaruh masing-masing stasiun hujan. Berdasarkan peta Topografi daerah aliran Sungai
Tambakboyo mempunyai luasan 20,33 km2. Berikut tabel luas pengaruh stasiun hujan
terhadap DAS Sungai Tambakboyo.

LAPORAN TUGAS AKHIR 118


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.1 Luas pengaruh stasiun hujan terhadap DAS Sungai Tambakboyo

Nama
No Luas Das (km2) C
Stasiun
1 Bronggang 15,34 0,755
2 Beran 3,22 0,158
3 Santan 1,77 0,087
Luas Total 20,33 1
(Sumber : Perhitungan)

4.2.2 Curah Hujan Maksimum Harian Rata-Rata DAS

Besarnya curah hujan maksimum harian rata-rata DAS dihitung dengan metode Thiessen.
Metode ini mempertimbangkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan. Penggunaan
metode Thiessen karena kondisi topografi dan jumlah stasiun memenuhi syarat untuk
digunakan metode ini. Cara yang ditempuh untuk mendapatkan hujan maksimum harian
rata-rata DAS adalah sebagai berikut :
Tentukan hujan maksimum harian pada tahun tertentu di salah satu pos hujan.
Cari besarnya curah hujan pada tanggal-bulan-tahun yang sama untuk pos hujan yang
lain.
Hitung hujan DAS dengan salah satu cara yang dipilih.
Tentukan hujan maksimum harian (seperti langkah 1) pada tahun yang sama untuk
pos hujan yang lain.
Ulangi langkah 2 dan 3 setiap tahun.

LAPORAN TUGAS AKHIR 119


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.2 Hujan harian maksimum rata-rata


Hujan
Stasiun Pencatat Hujan Hujan
Max
Santan Bronggang Beran Rata-rata Harian
No. Tahun Tanggal Harian Rata-
Bobot
(mm) rata
Curah Curah Curah
0.087 0.754 0.158 (mm)
Hujan Hujan Hujan
27/11/1987 107 9 18 14 87 14 37
1 1987 20/01/1987 89 8 173 131 73 12 150 150
15/11/1987 6 1 31 23 89 14 38
13/02/1988 119 10 57 43 19 3 56
2 1988 19/11/1988 49 4 98 74 54 9 87 87
02/03/1988 8 1 49 37 87 14 51
23/04/1989 121 11 11 8 29 5 23
3 1989 19/12/1989 91 8 137 103 60 10 121 121
24/03/1989 10 1 13 10 70 11 22
28/03/1990 96 8 40 30 73 12 50
4 1990 22/04/1990 33 3 126 95 13 2 100 100
04/12/1990 60 5 15 11 112 18 34
23/01/1991 135 12 60 45 43 7 64
5 1991 07/12/1991 0 0 112 85 0 0 85 85
28/11/1991 8 1 30 23 125 20 43
04/01/1992 147 13 91 69 70 11 93
6 1992 23/01/1992 81 7 109 82 55 9 98 98
06/12/1992 35 3 66 50 107 17 70
03/01/1993 48 4 0 0 0 0 4
7 1993 05/04/1993 0 0 114 86 45 7 93 93
15/11/1993 6 1 89 67 119 19 87
12/03/1994 123 11 7 5 19 3 19
8 1994 07/12/1994 10 1 171 129 55 9 139 139
06/03/1994 7 1 56 42 82 13 56
21/11/1995 138 12 23 17 21 3 33
9 1995 15/11/1995 0 0 157 118 131 21 139 139
15/11/1995 0 0 157 118 131 21 139
22/01/1996 78 7 0 0 0 0 7
10 1996 12/12/1996 60 5 130 98 25 4 107 107
17/04/1996 0 0 13 10 54 9 18
11/04/1997 90 8 0 0 0 0 8
11 1997 12/02/1997 0 0 180 136 148 23 159 159
12/02/1997 0 0 180 136 148 23 159
16/06/1998 118 10 14 11 3 0 21
12 1998 06/12/1998 0 0 131 99 0 0 99 99
31/01/1998 69 6 0 0 124 20 26

(Sumber : Perhitungan)

LAPORAN TUGAS AKHIR 120


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

(Sambungan Tabel 4.2)


Hujan
Stasiun Pencatat Hujan Hujan
Max
Santan Bronggang Beran Rata-rata Harian
No. Tahun Tanggal
Bobot Harian (mm) Rata-rata
Curah Curah Curah
0.087 0.754 0.158 (mm)
Hujan Hujan Hujan
17/04/1999 114 10 6 5 22 3 18
13 1999 13/12/1999 82 7 122 92 59 9 109 109
11/03/1999 11 1 10 8 86 14 22
20/03/2000 82 7 50 38 82 13 58
14 2000 02/04/2000 40 3 107 81 38 6 90 90
11/12/2000 39 3 8 6 114 18 27
07/01/2001 129 11 31 23 28 4 39
15 2001 03/12/2001 22 2 192 145 29 5 151 151
06/11/2001 37 3 23 17 134 21 42
22/01/2002 90 8 19 14 49 8 30
16 2002 06/02/2002 61 5 108 81 94 15 102 102
25/12/2002 101 9 9 7 6 1 17
27/02/2003 196 17 37 28 22 3 48
17 2003 03/05/2003 60 5 75 57 37 6 68 84
26/02/2003 192 17 69 52 94 15 84
30/01/2004 110 10 57 43 18 3 55
18 2004 01/02/2004 48 4 95 72 30 5 81 101
27/12/2004 86 7 89 67 169 27 101
10/12/2005 70 6 10 8 144 23 36
19 2005 23/02/2005 43 4 162 122 66 10 136 136
15/02/2005 90 8 6 5 10 2 14
22/12/2006 5 0 46 35 84 13 48
20 2006 27/02/2006 92 8 2 2 2 0 10 92
10/04/2006 34 3 111 84 35 6 92
(Sumber : Perhitungan)

LAPORAN TUGAS AKHIR 121


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4.2.3 Analisis Frekuensi Curah Hujan Rencana

Data yang digunakan dalam analisis curah hujan rencana adalah intensitas hujan
maksimum harian rata-rata DAS Sungai Tambakboyo berdasarkan waktu konsentrasi (tc).

4.2.3.1 Pengukuran Dispersi


Tidak semua nilai dari suatu variabel hidrologi terletak atau sama dengan nilai rata-
ratanya. tetapi kemungkinan ada nilai yang lebih besar atau kecil dari nilai rata-
ratanya. Besarnya dispersi dilakukan dengan pengukuran dispersi. yakni melalui
perhitungan parametrik statistik untuk (Xi–X). (Xi–X)2. (Xi–X)3. (Xi–X)4 terlebih
dahulu.
Dimana :
Xi = Besarnya curah hujan DAS (mm)
X = Rata-rata curah hujan maksimum daerah (mm)

Tabel 4.3 menunjukkan beberapa parameter yang menjadi syarat penggunaan suatu
metode sebaran. Dari tabel tersebut ditunjukkan beberapa nilai C s. Cv. dan Ck yang
menjadi persyaratan dari penggunaan empat jenis metode sebaran.
Tabel 4.3. Persyaratan metode sebaran

Jenis Sebaran Syarat

Cs ≈ 0
Normal
Ck ≈ 3
Cs ≤ 1,1396
Gumbel Tipe I
Ck ≤ 5,4002
Cs ≠ 0
Log Pearson Tipe III
Ck ≈1,5Cs²+3

Cs ≈ 3Cv + Cv3
Log normal
Cv ≈ 0
(Sutiono. dkk)

LAPORAN TUGAS AKHIR 122


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.4 Perhitungan distribusi curah hujan (statistik)

No. Tahun Ri (Ri-Rrt)² (Ri-Rrt)³ (Ri-Rrt)4


1 1987 150 1425 53807 2031364
2 1988 87 642 -16253 411696
3 1989 121 76 659 5739
4 1990 100 146 -1767 21365
5 1991 85 761 -20992 579086
6 1992 98 198 -2795 39369
7 1993 93 359 -6804 128936
8 1994 139 703 18640 494238
9 1995 139 735 19941 540759
10 1996 107 23 -112 540
11 1997 159 2225 104919 4948484
12 1998 99 176 -2326 30816
13 1999 109 13 -45 160
14 2000 90 478 -10442 228238
15 2001 151 1543 60637 2382244
16 2002 102 108 -1126 11720
17 2003 84 808 -22972 653010
18 2004 101 114 -1220 13038
19 2005 136 592 14418 350918
20 2006 92 393 -7806 3601
Rata-rata 112
Jumlah 11519 178362 12875323
(Sumber : Perhitungan)
Sd = 24,62
Cs = 0,04
Cv = 0,22
Ck = 1,752

LAPORAN TUGAS AKHIR 123


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4.2.4 Pemilihan Jenis Sebaran


Metode yang digunakan diatas yang paling mendekati adalah metode sebaran Normal
dengan nilai Cs = 0,04 ≈ 0 dan Ck = 1,752 ≈ 3. Dari jenis sebaran yang telah memenuhi
syarat tersebut perlu diuji kecocokan sebarannya dengan beberapa metode. Hasil uji
kecocokan sebaran menunjukkan sebarannya dapat diterima atau tidak.

4.2.5 Uji Kecocokan Sebaran


4.2.5.1 Uji Sebaran Chi-Kuadrat (Chi-Square Test)
Untuk menguji kecocokan sebaran normal dengan metode Uji Chi-Kuadrat (Chi-
Square Test). Maka dapat dibuat sub kelompok. setiap sub kelompok minimal
terdapat lima buah data pengamatan (Soewarno. 1995). Untuk menguji kecocokan
suatu distribusi sebaran data curah hujan yang menggunakan metode uji Chi Kuadrat
(Chi-Square Test). digunakan rumus sebagai berikut:
Jumlah data = 20
Taraf signifikan (α) = 5%
K = 1 + 3,322 log n = 1+3,322 log 20 = 5,322 ≈ 6
DK = K-(P+1) = 6-(2+1) =3
(Ei Oi )2
f2 = 
Ei
Ei = n / K = 20/6 = 3,33
∆X = (Xmaks- Xmin )/G-1 = (159 – 84)/6 – 1 = 15
Xawal = Xmin - ½ ∆X = 84 – (0,5 x 15) = 76,5
Xakhir = Xmax + ½ ∆X = 159+ (0,5 x 15) = 166,5
Dimana :
K = jumlah Kelas
DK = Derajad Kebebasan
= K-(P+1)
P = Nilai untuk Distribusi normal dan binomial P = 2 dan untuk
Distribusi poisson P = 1
n = Jumlah Data
2
f = Harga Chi Square
Oi = Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke-1
Ei = Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-1

LAPORAN TUGAS AKHIR 124


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Nilai f2 dicari pada tabel 2.9 dengan menggunakan nilai DK = 3 dan derajad
kepercayaan 5% kemudian dibandingkan dengan nilai f2 hasil perhitungan pada tabel
4.5 Syarat yang harus dipenuhi yaitu f2 hitungan < f2 tabel. Perhitungan nilai f2
disajikan pada tabel 4.5 sebagai berikut :
Tabel 4.5 Metode Chi-Kuadrat

Jumlah Data
No. Nilai batas sub kelompok Oi - Ei (Oi-Ei)²/Ei
Oi Ei
1 76,5< x ≤ 91,5 4 3,33 0,67 0,135
2 91,5 < x ≤ 106,5 7 3,33 3,67 4,045
3 106,5 < x ≤ 121,5 3 3,33 -0,33 0,033
4 121,5< x ≤ 136,5 1 3,33 -2,33 1,630
5 136,5 < x ≤ 151,5 4 3,33 0,67 0,135
6 151,5< x < 166,5 1 3,33 -2,33 1,630
Jumlah 20 20 7,608
(Sumber : Perhitungan)

Chi Square Hitungan (f2) = 7,608


N = 20
K =6
Derajat Kebebasan (DK) =3
DK = Derajat Signifikasi (%) = 5
Chi Square kritis (f2cr) = 7,815
f2 < f2cr Hipotesa Diterima

4.2.5.2 Uji Sebaran Smirnov-Kolmogorov


Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering juga disebut uji kecocokan non
parametrik (non parametric test) karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi
distribusi tertentu. Hasil perhitungan uji kecocokan sebaran dengan Smirnov-
Kolmogorov untuk metode sebaran normal dapat dilihat pada Tabel 4.6.

LAPORAN TUGAS AKHIR 125


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.6 Perhitungan uji sebaran Smirnov-Kolmogorov

No Xi m P(x) = m/(n+1) P(x<) k= (Xi-Xrt)/Sx P'(x) P'(x<) D


(1) (2) (3) (3) (4) = 1 - (3) (5) (6) (7) = 1 - (6) (8) = (7) - (4)
1 84 1 0,048 0,952 -1,1 0,129 0,871 -0,081
2 85 2 0,095 0,905 -1,1 0,129 0,871 -0,034
3 87 3 0,143 0,857 -1,0 0,152 0,848 -0,009
4 90 4 0,190 0,810 -0,9 0,175 0,825 0,015
5 92 5 0,238 0,762 -0,8 0,197 0,803 0,041
6 93 6 0,286 0,714 -0,8 0,197 0,803 0,089
7 98 7 0,333 0,667 -0,6 0,255 0,745 0,078
8 99 8 0,381 0,619 -0,5 0,290 0,710 0,091
9 100 9 0,429 0,571 -0,5 0,290 0,710 0,139
10 101 10 0,476 0,524 -0,4 0,327 0,673 0,149
11 102 11 0,524 0,476 -0,4 0,327 0,673 0,197
12 105 12 0,571 0,429 -0,3 0,364 0,636 0,207
13 109 13 0,619 0,381 -0,1 0,441 0,559 0,178
14 121 14 0,667 0,333 0,4 0,674 0,326 -0,007
15 136 15 0,714 0,286 1,0 0,848 0,152 -0,134
16 139 16 0,762 0,238 1,1 0,870 0,130 -0,108
17 139 17 0,810 0,190 1,1 0,870 0,130 -0,060
18 150 18 0,857 0,143 1,5 0,937 0,063 -0,080
19 151 19 0,905 0,095 1,6 0,951 0,049 -0,046
20 159 20 0,952 0,048 1,9 0,974 0,026 -0,022
(Sumber : Perhitungan )
Jumlah = 2240
n = 20
Rata-rata = 112 mm
Sd = 24,559
D max = 0,207
Dcr = 0,29
Dmax < Dcr Hipotesa Diterima

LAPORAN TUGAS AKHIR 126


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4.2.6 Perhitungan Curah Hujan Metode Terpilih (Metode Sebaran Normal)


Perhitungan curah hujan rencana dengan metode sebaran normal :
Xrt = Hujan periode ulang T tahun = 112,10
Sd = Standar deviasi = 24,62
Cs = Koefisien Skewness = 0,04
k = koefisien sebaran
Tabel 4.7 Koefisien sebaran metode sebaran normal
Periode Ulang (tahun)
2 5 10 20 50 100
K
0,000 0,840 1,280 1,640 2,050 2,330
(Sumber : Perhitungan )

Tabel 4.8 Curah hujan rencana metode sebaran normal untuk periode ulang T tahun

T k Xt
No Xrt Sd
(Tahun) Normal (mm)
1 2 112,10 24,62 0,000 112,10
2 5 112,10 24,62 0,840 132,78
3 10 112,10 24,62 1,280 143,61
4 20 112,10 24,62 1,640 152,48
5 50 112,10 24,62 2,050 162,57
6 100 112,10 24,62 2,330 169,47
(Sumber : Perhitungan )

4.2.7 Intensitas Curah Hujan


Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Sifat umum
hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan
makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya. Analisis intesitas curah
hujan ini dapat diproses dari data curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau. Rumus
yang digunakan Menurut Dr. Mononobe yaitu :
2
R  24  3
I = 24  
24  t 
Dimana :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

LAPORAN TUGAS AKHIR 127


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.9 Intesitas curah hujan

Intensitas Curah Hujan ( I )


Waktu R2 R5 R10 R20 R50 R100 PMP
112,10 132,78 143,61 152,48 162,57 169,47 201,52
Jam mm mm mm mm mm mm mm
1 2 3 4 5 6 7 8
1 38,86 46,03 49,79 52,86 56,36 58,75 69,86
2 24,48 29,00 30,03 33,30 35,50 37,01 44,01
3 18,68 22,13 22,92 25,41 27,10 28,24 33,59
4 15,42 18,27 18,92 20,98 22,37 23,32 27,72
5 13,29 15,74 16,30 18,08 19,28 20,09 23,89
6 11,77 13,94 14,44 16,01 17,07 17,79 21,16
7 10,62 12,58 13,03 14,45 15,40 16,06 19,09
8 9,72 11,51 11,92 13,22 14,09 14,69 17,47
9 8,98 10,64 11,02 12,22 13,03 13,58 16,15
10 8,37 9,92 10,27 11,39 12,14 12,66 15,05
11 7,86 9,31 9,64 10,69 11,39 11,88 14,12
12 7,41 8,78 9,10 10,09 10,75 11,21 13,33
13 7,03 8,33 8,62 9,56 10,19 10,63 12,64
14 6,69 7,92 8,21 9,10 9,70 10,11 12,03
15 6,39 7,57 7,84 8,69 9,27 9,66 11,49
16 6,12 7,25 7,51 8,33 8,88 9,25 11,00
17 5,88 6,96 7,21 8,00 8,52 8,89 10,57
18 5,66 6,70 6,94 7,70 8,21 8,55 10,17
19 5,46 6,46 6,70 7,42 7,92 8,25 9,81
20 5,27 6,25 6,47 7,17 7,65 7,97 9,48
21 5,11 6,05 6,26 6,94 7,40 7,72 9,18
22 4,95 5,86 6,07 6,73 7,18 7,48 8,90
23 4,81 5,69 5,89 6,54 6,97 7,26 8,64
24 4,67 5,53 5,73 6,35 6,77 7,06 8,40
(Sumber : Perhitungan )

4.2.8 Hujan Berpeluang Maksimum (Probable Maximum Precipitation,PMP)


Berdasarkan rumus Hersfield yang didasarkan atas persamaan frekuensi umum.
dikembangkan oleh Chow (1951) dalam Ward dan Robinson (1990). Rumus ini
mengaitkan antara besarnya PMP untuk lama waktu hujan tertentu terhadap nilai tengah
(Xn) dan standar deviasi (S n).
PMP  Xn  Km.Sn
Dimana :
PMP = Probable Maximum Precipitation

LAPORAN TUGAS AKHIR 128


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Km = faktor pengali terhadap standar deviasi. Km = 20


Xn = nilai tengah (mean) data hujan maksimum tahunan
Sn = standar deviasi data hujan maksimum tahunan
Km = faktor pengali terhadap standar deviasi

Diketahui :
Xn = 112,10 mm
Sn = 24,62
Km = 20
PMP = 112,10 + (20 x 24,62)
= 604,54 mm
Untuk perencanaan embung, besarnya PMP yang akan digunakan untk perhitungan PMF
adalah sebesar 1/3 PMP.
1/3 PMP = 201,516 mm

4.2.9 Banjir Berpeluang Maksimum (Probable Maximum Precipitation, PMF)


Probable Maximum Precipitation muncul diawali oleh ketidakyakinan analisis bahwa
suatu rancangan yang didasarkan pada suatu analisis frekuensi akan betul-betul aman.
meskipun hasil analisis frekuensi selama ini dianggap yang terbaik dibandingkan dengan
besaran lain yang diturunkan dari model. akan tetapi keselamatan manusia ikut tersangkut.
maka analisis tersebut dipandang belum mencukupi. Apapun alasannya keselamatan
manusia harus diletakan urutan ke atas. (Sri Harto. 1993). Besarnya Debit PMF pada
perencanaan Embung Tambakboyo ini dihitung menggunakan Metode HSS Gama I. Data
curah hujannya berdasarkan data yang diperoleh dari perhitungan 1/3PMP sebesar
201,516 mm.

4.2.10 Debit Banjir Rencana


4.2.10.1 Metode Haspers
Metode ini digunakan dengan syarat luas DAS < 100 km2. Untuk menghitung
besarnya debit dengan metode Haspers digunakan persamaan sebagai berikut
(Loebis. 1987) :
Qt   .  .q n A

LAPORAN TUGAS AKHIR 129


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Koefisien run off ( )


1  0,012 f 0,7

1  0,75 f 0, 7

1  0,012 x 20,33 0 ,7

1  0,75 x 20,33 0 ,7
 0,679

Waktu konsentrasi ( t )
t = 0,1 x L0,8 x I-0,3
Diketahui :
L = 16,51 km
I = 0,024228
t = 0,1 x 16,51 x 0,024228
= 2,877 jam

Koefisien reduksi (  )
1 t  3,7 x10 0.4t f 3 / 4
 1 x
 t 2  15 12

1 2,877  3,7 x10 0, 4 x 2,877 20,333 / 4


 1 x
 2,877 2  15 12
β = 0,903

Dimana :
f = luas ellips yang mengelilingi DPS dengan sumbu panjang tidak lebih dari
1.5 kali sumbu pendek (km 2 )
t = waktu konsentrasi (jam)
L = Panjang sungai (km)
I = kemiringan rata-rata sungai

LAPORAN TUGAS AKHIR 130


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Intensitas hujan
 Untuk t < 2 jam
tR24
Rn 
t  1  0.0008  (260  R24 )( 2  t ) 2

 Untuk 2 jam  t <19 jam


tR 24
Rn 
t 1
 Untuk 19 jam  t  30 jam

Rn  0.707 R24 t  1
dimana t dalam jam dan Rt.R24 (mm)

Hujan maksimum ( q n )

tR24
Rn 
t 1
2,877 x112,10

2,877  1
= 83,181 (mm/hari)
Rn
qn 
3,6  t
20,877 x97,740

3,6 x 2,877
= 8,032 (m3/det.km2)

Debit banjir rencana


Qt   .  .q n A

 0,679 x 0,903x8,032 x 20,33


= 100,16 m3/det
Dimana :
t = Waktu konsentrasi (jam)
Qt = Debit banjir rencana (m3/det)
Rn = Curah hujan maksimum (mm/hari)
qn = Debit persatuan luas (m3/det.Km2)

LAPORAN TUGAS AKHIR 131


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.10 Perhitungan debit banjir rencana Metode Haspers


No Periode Ulang R24 A α β Rn qn Q
1 2 112,10 20,33 0,679 0,903 83,181 8,032 100,16
2 5 132,78 20,33 0,679 0,903 98,529 9,514 118,64
3 10 143,61 20,33 0,679 0,903 106,568 10,290 128,32
4 20 152,48 20,33 0,679 0,903 113,146 10,925 136,24
5 50 162,57 20,33 0,679 0,903 120,637 11,649 145,26
6 100 169,47 20,33 0,679 0,903 125,753 12,143 151,42
(Sumber : Perhitungan )

4.2.10.2 Metode Der Weduwen


Perhitungan Debit banjir rencana dengan Metode Der weduwen.
Qn =     q  A
4. 1
α = 1
 .q  7

t 1
120  .A
 = t9
120  A
Rn 67.65
qn = x
240 t  1.45
t = 0,25xLxQ0,125xI 0,25
H
Is 
L

Dimana :
Qn = debit banjir (m³/det) dengan kemungkinan tak terpenuhi n %
Rn = curah hujan harian maksimum (mm/hari) dengan kemungkinan tidak
terpenuhi n %.
 = koefisien limpasan air hujan (run off)
 = koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan DAS
q n = curah hujan (m³/det/km²)
A = luas daerah aliran (km²) sampai 100 km²
t = lamanya curah hujan (jam) yaitu pada saat-saat kritis curah hujan yang
mengacu pada terjadinya debit puncak

LAPORAN TUGAS AKHIR 132


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

L = panjang sungai (km)


Is = gradien sungai atau medan
H = beda tinggi (m)

Perhitungan :
Periode ulang 2 tahun
Untuk R2 = 112,10
Asumsi t = 6,479 jam
H 400
Is    0,024228
L 16510
6,506  1
120  x20,33
6,506  9
  0,9253
120  20,33
112,10 67,65
q x  3,985 (m³/det/km²)
240 6,479  1,45
4,1
  1  0,6163
(0,9253x3,985)  7
Q  0,6163x0,9253x3,985 x 20,33  46,194m 3 / det

t  0,25 x16,51x 46,194 0 ,125  0,024228 0,25


t = 6,4794 jam……(ok)

Periode ulang 5 tahun


R5 = 132,78 mm
Asumsi t = 6,292 jam
β = 0,9242
q = 4,8343 (m³/det/km²)
α = 0,6425
Q = 58,3577 m³/det
t = 6,2928 jam

LAPORAN TUGAS AKHIR 133


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Periode ulang 10 tahun


R10 = 143,61 mm
Asumsi t = 6,207 jam
β = 0,9238
q = 5,2868m³/det/km²
α = 0,6550
Q = 65,0333 m³/det
t = 6,2082 jam

Periode ulang 20 tahun


R20 = 152,48 mm
Asumsi t = 6,140 jam
β = 0,9234
q = 5,6626 m³/det/km²
α = 0,6647
Q = 70,6670 m³/det
t = 6,1441 jam

Periode ulang 50 tahun


R50 = 162,57 mm
Asumsi t = 6,071 jam
β = 0,9231
q = 6,0929 m³/det/km²
α = 0,6752
Q = 77,2084 m³/det
t = 6,0765 jam

LAPORAN TUGAS AKHIR 134


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Periode ulang 100 tahun


R100 = 169,47 mm
Asumsi t = 6,026
β = 0,9229
q = 6,3896 m³/det/km²
α = 0,6821
Q = 81,769 m³/det
t = 6,033 jam

Tabel 4.11 Debit rencana periode ulang T tahun Metode Der Weduwen

No Periode Rn (mm) Q (m3/det)


1 2 112,10 46,19
2 5 132,78 58,36
3 10 143,61 65,03
4 25 152,48 70,67
5 50 162,57 77,21
6 100 169,47 81,77
(Sumber : Perhitungan )

4.2.10.3 Metode FSR Jawa-Sumatera


Diketahui :
AREA = 20,33 km2
MSL = 16,51 km
H = 400 m
PBAR = 132,78 mm
Tabel 4.12 Faktor Reduksi Luas (ARF)

DPS (Km 2 ) ARF


1-10 0,99
10-30 0,97
30-30,000 1,152-0,12330 log AREA
(Sumber : Joesron Loebis,1987)

LAPORAN TUGAS AKHIR 135


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Perhitungan :
V = 1,02 - 0,0275, log(AREA)
= 1,02 – 0,0275 log 20,33 = 0,98403
H 400
SIMS = = = 24,2277 m/km
MSL 16,51
APBAR = PBAR x ARF
= 132,78 x 0,97 = 128,795 mm
8
MAF = 6
( AREA)V x( APBAR) 2.445 xSIMS 0.117 x(1  LAKE ) 0.85
10
8
= 6
(20,33) 0,997 x (128,795) 2.445 x 24,2277 0.117 x(1  0)  0.85
10
= 32,424 m3/dtk

Berdasarkan Tabel 2.11 maka bisa ditentukan nilai Growth Factor yang diambil
berdasarkan periode dan luas DAS, Berikut disajikan hasil perhitungan debit banjir
rencana :
QT = GF(T,AREA) x MAF
Untuk T = 2 tahun, nilai GF = 1,26
QT = 1,26 x 32,424 = 40,87 m3/dtk

Tabel 4.13 Hasil Perhitungan dengan Metode FSR Jawa-Sumatra

Luas
Periode QT
PBAR(R24) APBAR MAF GF DAS
(tahun) (m3/dtk)
(km2)
5 132,78 128,795 32,434 1,26 20,33 40,87
10 143,61 139,304 39,290 1,56 20,33 61,29
20 152,48 147,902 45,487 2,35 20,33 106,89
50 162,57 157,695 53,206 2,75 20,33 146,32
100 169,47 164,382 58,893 3,27 20,33 192,58
(Sumber : Perhitungan)

LAPORAN TUGAS AKHIR 136


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4.2.10.4 Metode Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama I


Metode Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama I banyak digunakan untuk
mengetahui hidrograf banjir di Indonesia. Metode ini memang bisa dikondisikan
terhadap kondisi topografi sungai-sungai di Indonesia bila dibandingkan cara-cara
lain. Untuk rumus-rumus dapat dilihat pada bab II.
L1 = panjang sungai tingkat 1 = 22,927 km
Lst = panjang sungai semua tingkat = 55,908 km
L = panjang sungai utama = 16,908 km
N1 = jumlah sungai tingkat 1 = 17 buah
N = jumlah sungai semua tingkat = 33
JN = jumlah pertemuan anak sungai = 15
Wl = lebar DAS pada 0,25L = 1,939 km
Wu = lebar DAS pada 0,75L = 1,616 km
Au = luas DAS atas = 10,473 km2
A = luas total DAS = 20,33 km2
S = kemiringan sungai rata-rata = 0,024228

Gambar 4.2 Sketsa penentuan jumlah dan pertemuan sungai

LAPORAN TUGAS AKHIR 137


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

L1 22,927
SF    0,410084
Lst 55,908

N 1 17
SN    0,515
N 33
Wu 1,616
WF    0,0833419
Wl 1,939

Au 10,473
RUA    0,51516
A 20,33
SIM  WF  RUA  0,393939x0,51516  0,429444

Lst 55,908
D   2,75
A 20,33
Perhitungan :
a. Waktu mencapai puncak
TR = 0,43 (L/100SF)3 + 1,0665 SIM + 1,2775
= 0,43 (16,908/100 x 0,410084)3 +1,0665 x 0,429444 + 1,2775
= 1,763451 jam

b. Debit puncak
QP = 0,1836 A0,5886 TR-0,4008 JN0,2381
= 0,1836 x (20,33)0,5886 x (1,763451)-0,4008 x (15)0,2381
= 1,641071 m3/det

c. Waktu dasar
TB = 27,4132 TR0,1457 S-0,0986 SN 0,7344 RUA0,2574
= 27,4132 x (1,763451)0,1457x (0,024228)-0,0986x (0,515) 0,7344 x
(0,51516)0,2574
= 20,302 jam

d. Koefisien tampungan
K = 0,5617 A0,1798 S-0,1446 SF-1,0897 D0,0452
= 0,5617 x (20,33)0,1798 x (0,024228)-0,1446 x (0,410084) -1,0897 x (2,75)0,0452
= 4,571365

LAPORAN TUGAS AKHIR 138


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

e.  indeks
Φ = 10,4903 – 3,859,10-6A2 + 1,6985,10-13 (A/SN)4
= 10,4903 – 3,859,10-6 (20,33)2 + 1,6985,10-13 (20,33/0.515)4
= 10,489 mm/jam

f. Aliran dasar
QB = 0,4751 A0,6444D0,9430
=0,4751 x 20,330,6444 x 2,750,9430
= 8,591 m3/det

g. Unit Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama-I


Kurva hidrograf merupakan garis lurus sampai pada debit puncak (Qp).
Sedangkan untuk debit yang terjadi pada jam ke-t dan setelahnya (setelah TR
pada sumbu horizontal). maka ditentukan dengan persamaan berikut (Sri Harto.
1981) :
t
Qt  Q p .e k

Dimana :
Qt = Debit yang terjadi pada jam ke-t
Qp = Debit puncak
t = Waktu
k = Faktor tampungan

LAPORAN TUGAS AKHIR 139


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.14 Perhitungan resesi unit hidrograf


t (jam) k t/k Qp Qt
0 0,0000
1 0,9310
1,763 1,6411
2 4,5714 0,0517 1,6411 1,5583
3 4,5714 0,2705 1,6411 1,2521
4 4,5714 0,4893 1,6411 1,0061
5 4,5714 0,7080 1,6411 0,8084
6 4,5714 0,9268 1,6411 0,6496
7 4,5714 1,1455 1,6411 0,5220
8 4,5714 1,3643 1,6411 0,4194
9 4,5714 1,5830 1,6411 0,3370
10 4,5714 1,8018 1,6411 0,2708
11 4,5714 2,0205 1,6411 0,2176
12 4,5714 2,2393 1,6411 0,1748
13 4,5714 2,4580 1,6411 0,1405
14 4,5714 2,6768 1,6411 0,1129
15 4,5714 2,8955 1,6411 0,0907
16 4,5714 3,1143 1,6411 0,0729
17 4,5714 3,3330 1,6411 0,0586
18 4,5714 3,5518 1,6411 0,0471
19 4,5714 3,7705 1,6411 0,0378
20 4,5714 3,9893 1,6411 0,0304
21 4,5714 4,2081 1,6411 0,0244
22 4,5714 4,4268 1,6411 0,0196
23 4,5714 4,6456 1,6411 0,0158
24 4,5714 4,8643 1,6411 0,0127
(Sumber : Perhitungan)

LAPORAN TUGAS AKHIR 140


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Gambar 4.2 Grafik hidrograf satuan sintetis (HSS) Gama I

Gambar 4.2 Grafik Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Gama I

Gambar 4.3 Grafik hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Gama I

LAPORAN TUGAS AKHIR 141


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.15 Intesitas curah hujan jam-jaman Metode Gama I


Intensitas Curah Hujan ( I )

Jam Φ R2 R5 R10 R20 R50 R100 1/3 PMP


112,10 132,78 143,61 152,48 162,57 169,47 201,52
R Re R Re R Re R Re R Re R Re R Re
1 10,49 38,86 28,37 46,03 35,54 49,79 39,30 52,86 42,37 56,36 45,87 58,75 48,26 69,86 59,37
2 10,49 24,48 13,99 29,00 18,51 30,03 19,54 33,30 22,81 35,50 25,02 37,01 26,52 44,01 33,52
3 10,49 18,68 8,19 22,13 11,64 22,92 12,43 25,41 14,92 27,10 16,61 28,24 17,76 33,59 23,10
4 10,49 15,42 4,93 18,27 7,78 18,92 8,43 20,98 10,49 22,37 11,88 23,32 12,83 27,72 17,24
5 10,49 13,29 2,80 15,74 5,25 16,30 5,81 18,08 7,59 19,28 8,79 20,09 9,60 23,89 13,40
6 10,49 11,77 1,28 13,94 3,45 14,44 3,95 16,01 5,52 17,07 6,58 17,79 7,30 21,16 10,67
7 10,49 10,62 0,13 12,58 2,09 13,03 2,54 14,45 3,96 15,40 4,91 16,06 5,57 19,09 8,60
8 10,49 9,72 0,00 11,51 1,02 11,92 1,43 13,22 2,73 14,09 3,60 14,69 4,20 17,47 6,98
9 10,49 8,98 0,00 10,64 0,15 11,02 0,53 12,22 1,73 13,03 2,54 13,58 3,09 16,15 5,66
10 10,49 8,37 0,00 9,92 0,00 10,27 0,00 11,39 0,90 12,14 1,65 12,66 2,17 15,05 4,56
11 10,49 7,86 0,00 9,31 0,00 9,64 0,00 10,69 0,20 11,39 0,91 11,88 1,39 14,12 3,64
12 10,49 7,41 0,00 8,78 0,00 9,10 0,00 10,09 0,00 10,75 0,26 11,21 0,72 13,33 2,84
13 10,49 7,03 0,00 8,33 0,00 8,62 0,00 9,56 0,00 10,19 0,00 10,63 0,14 12,64 2,15
14 10,49 6,69 0,00 7,92 0,00 8,21 0,00 9,10 0,00 9,70 0,00 10,11 0,00 12,03 1,54
15 10,49 6,39 0,00 7,57 0,00 7,84 0,00 8,69 0,00 9,27 0,00 9,66 0,00 11,49 1,00
16 10,49 6,12 0,00 7,25 0,00 7,51 0,00 8,33 0,00 8,88 0,00 9,25 0,00 11,00 0,51
17 10,49 5,88 0,00 6,96 0,00 7,21 0,00 8,00 0,00 8,52 0,00 8,89 0,00 10,57 0,08
18 10,49 5,66 0,00 6,70 0,00 6,94 0,00 7,70 0,00 8,21 0,00 8,55 0,00 10,17 0,00
19 10,49 5,46 0,00 6,46 0,00 6,70 0,00 7,42 0,00 7,92 0,00 8,25 0,00 9,81 0,00
20 10,49 5,27 0,00 6,25 0,00 6,47 0,00 7,17 0,00 7,65 0,00 7,97 0,00 9,48 0,00
21 10,49 5,11 0,00 6,05 0,00 6,26 0,00 6,94 0,00 7,40 0,00 7,72 0,00 9,18 0,00
22 10,49 4,95 0,00 5,86 0,00 6,07 0,00 6,73 0,00 7,18 0,00 7,48 0,00 8,90 0,00
23 10,49 4,81 0,00 5,69 0,00 5,89 0,00 6,54 0,00 6,97 0,00 7,26 0,00 8,64 0,00
24 10,49 4,67 0,00 5,53 0,00 5,73 0,00 6,35 0,00 6,77 0,00 7,06 0,00 8,40 0,00
(Sumber : Perhitungan)

LAPORAN TUGAS AKHIR 142


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Tabel 4.16 Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 2 tahun
Qt x Re
Jam UHSS QB QP
28,37 13,99 8,19 4,93 2,80 1,28 0,13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0,00 8,59 8,59
1 0,93 26,4 8,59 35,01
2 1,56 44,2 13,0 8,59 65,83
3 1,25 35,5 21,8 7,6 8,59 73,55
4 1,01 28,5 17,5 12,8 4,6 8,59 72,02
5 0,81 22,9 14,1 10,3 7,7 2,6 8,59 66,16
6 0,65 18,4 11,3 8,2 6,2 4,4 1,2 8,59 58,31
7 0,52 14,8 9,1 6,6 5,0 3,5 2,0 0,1 8,59 49,70
8 0,42 11,9 7,3 5,3 4,0 2,8 1,6 0,2 0 8,59 41,73
9 0,34 9,6 5,9 4,3 3,2 2,3 1,3 0,2 0 0 8,59 35,22
10 0,27 7,7 4,7 3,4 2,6 1,8 1,0 0,1 0 0 0 8,59 29,99
11 0,22 6,2 3,8 2,8 2,1 1,5 0,8 0,1 0 0 0 0 8,59 25,78
12 0,17 5,0 3,0 2,2 1,7 1,2 0,7 0,1 0 0 0 0 0 8,59 22,41
13 0,14 4,0 2,4 1,8 1,3 0,9 0,5 0,1 0 0 0 0 0 0 8,59 19,69
14 0,11 3,2 2,0 1,4 1,1 0,8 0,4 0,1 0 0 0 0 0 0 0 8,59 17,51
15 0,09 2,6 1,6 1,2 0,9 0,6 0,3 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 15,76
16 0,07 2,1 1,3 0,9 0,7 0,5 0,3 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 14,35
17 0,06 1,7 1,0 0,7 0,6 0,4 0,2 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 13,22
18 0,05 1,3 0,8 0,6 0,4 0,3 0,2 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 12,31
19 0,04 1,1 0,7 0,5 0,4 0,3 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 11,58
20 0,03 0,9 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 10,99
21 0,02 0,7 0,4 0,3 0,2 0,2 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 10,52
22 0,02 0,6 0,3 0,2 0,2 0,1 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 10,14
23 0,02 0,4 0,3 0,2 0,1 0,1 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 9,84
24 0,01 0,4 0,2 0,2 0,1 0,1 0,0 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 9,59
(Sumber : Perhitungan)

LAPORAN TUGAS AKHIR 143


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Tabel 4.17 Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 5 tahun
Qt x Re
Jam UHSS QB QP
35,54 18,51 11,64 7,78 5,25 3,45 2,09 1,02 0,15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0,00 8,59 8,59
1 0,93 33,1 8,59 41,68
2 1,56 55,4 17,2 8,59 81,21
3 1,25 44,5 28,8 10,8 8,59 92,78
4 1,01 35,8 23,2 18,1 7,2 8,59 92,91
5 0,81 28,7 18,6 14,6 12,1 4,9 8,59 87,54
6 0,65 23,1 15,0 11,7 9,7 8,2 3,2 8,59 79,50
7 0,52 18,6 12,0 9,4 7,8 6,6 5,4 1,9 8,59 70,31
8 0,42 14,9 9,7 7,6 6,3 5,3 4,3 3,3 0,9 8,59 60,83
9 0,34 12,0 7,8 6,1 5,1 4,2 3,5 2,6 1,6 0,14 8,59 51,53
10 0,27 9,6 6,2 4,9 4,1 3,4 2,8 2,1 1,3 0,23 0 8,59 43,21
11 0,22 7,7 5,0 3,9 3,3 2,7 2,2 1,7 1,0 0,19 0 0 8,59 36,41
12 0,17 6,2 4,0 3,2 2,6 2,2 1,8 1,4 0,8 0,15 0 0 0 8,59 30,94
13 0,14 5,0 3,2 2,5 2,1 1,8 1,4 1,1 0,7 0,12 0 0 0 0 8,59 26,55
14 0,11 4,0 2,6 2,0 1,7 1,4 1,2 0,9 0,5 0,10 0 0 0 0 0 8,59 23,02
15 0,09 3,2 2,1 1,6 1,4 1,1 0,9 0,7 0,4 0,08 0 0 0 0 0 0 8,59 20,19
16 0,07 2,6 1,7 1,3 1,1 0,9 0,8 0,6 0,3 0,06 0 0 0 0 0 0 0 8,59 17,91
17 0,06 2,1 1,3 1,1 0,9 0,7 0,6 0,5 0,3 0,05 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 16,08
18 0,05 1,7 1,1 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,2 0,04 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 14,61
19 0,04 1,3 0,9 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,03 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 13,43
20 0,03 1,1 0,7 0,5 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,03 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 12,48
21 0,02 0,9 0,6 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,1 0,02 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 11,71
22 0,02 0,7 0,5 0,4 0,3 0,2 0,2 0,2 0,1 0,02 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 11,10
23 0,02 0,6 0,4 0,3 0,2 0,2 0,2 0,1 0,1 0,01 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 10,61
24 0,01 0,5 0,3 0,2 0,2 0,2 0,1 0,1 0,1 0,01 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 10,21
(Sumber : Perhitungan)

LAPORAN TUGAS AKHIR 144


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Tabel 4.18 Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 10 tahun
Qt x Re
Jam UHSS QB QP
39,30 19,54 12,43 8,43 5,81 3,95 2,54 1,43 0,53 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0,00 8,59 8,59
1 0,93 36,6 8,59 45,18
2 1,56 61,2 18,2 8,59 88,03
3 1,25 49,2 30,5 11,6 8,59 99,82
4 1,01 39,5 24,5 19,4 7,8 8,59 99,82
5 0,81 31,8 19,7 15,6 13,1 5,4 8,59 94,14
6 0,65 25,5 15,8 12,5 10,6 9,1 3,7 8,59 85,72
7 0,52 20,5 12,7 10,0 8,5 7,3 6,2 2,4 8,59 76,13
8 0,42 16,5 10,2 8,1 6,8 5,9 4,9 4,0 1,3 8,59 66,25
9 0,34 13,2 8,2 6,5 5,5 4,7 4,0 3,2 2,2 0,5 8,59 56,57
10 0,27 10,6 6,6 5,2 4,4 3,8 3,2 2,6 1,8 0,8 0 8,59 47,57
11 0,22 8,6 5,3 4,2 3,5 3,0 2,6 2,1 1,4 0,7 0 0 8,59 39,91
12 0,17 6,9 4,3 3,4 2,8 2,4 2,1 1,6 1,2 0,5 0 0 0 8,59 33,76
13 0,14 5,5 3,4 2,7 2,3 2,0 1,7 1,3 0,9 0,4 0 0 0 0 8,59 28,81
14 0,11 4,4 2,7 2,2 1,8 1,6 1,3 1,1 0,7 0,3 0 0 0 0 0 8,59 24,84
15 0,09 3,6 2,2 1,7 1,5 1,3 1,1 0,9 0,6 0,3 0 0 0 0 0 0 8,59 21,65
16 0,07 2,9 1,8 1,4 1,2 1,0 0,9 0,7 0,5 0,2 0 0 0 0 0 0 0 8,59 19,08
17 0,06 2,3 1,4 1,1 1,0 0,8 0,7 0,6 0,4 0,2 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 17,02
18 0,05 1,8 1,1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,4 0,3 0,1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 15,36
19 0,04 1,5 0,9 0,7 0,6 0,5 0,4 0,4 0,2 0,1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 14,03
20 0,03 1,2 0,7 0,6 0,5 0,4 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 12,96
21 0,02 1,0 0,6 0,5 0,4 0,3 0,3 0,2 0,2 0,1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 12,10
22 0,02 0,8 0,5 0,4 0,3 0,3 0,2 0,2 0,1 0,1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 11,41
23 0,02 0,6 0,4 0,3 0,3 0,2 0,2 0,1 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 10,86
24 0,01 0,5 0,3 0,2 0,2 0,2 0,1 0,1 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 10,41
(Sumber : Perhitungan)

LAPORAN TUGAS AKHIR 145


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Tabel 4.19 Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 20 tahun
Qt x Re
Jam UHSS QB QP
42,37 22,81 14,92 10,49 7,59 5,52 3,96 2,73 1,73 0,90 0,20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0,00 8,59 8,59
1 0,93 39,4 8,59 48,04
2 1,56 66,0 21,2 8,59 95,86
3 1,25 53,1 35,5 13,9 8,59 111,09
4 1,01 42,6 28,6 23,3 9,8 8,59 112,81
5 0,81 34,3 23,0 18,7 16,3 7,1 8,59 107,89
6 0,65 27,5 18,4 15,0 13,1 11,8 5,1 8,59 99,67
7 0,52 22,1 14,8 12,1 10,6 9,5 8,6 3,7 8,59 89,93
8 0,42 17,8 11,9 9,7 8,5 7,6 6,9 6,2 2,5 8,59 79,70
9 0,34 14,3 9,6 7,8 6,8 6,1 5,6 5,0 4,2 1,6 8,59 69,54
10 0,27 11,5 7,7 6,3 5,5 4,9 4,5 4,0 3,4 2,7 0,8 8,59 59,81
11 0,22 9,2 6,2 5,0 4,4 4,0 3,6 3,2 2,7 2,2 1,4 0,2 8,59 50,66
12 0,17 7,4 5,0 4,0 3,5 3,2 2,9 2,6 2,2 1,7 1,1 0,3 0 8,59 42,55
13 0,14 6,0 4,0 3,2 2,8 2,6 2,3 2,1 1,8 1,4 0,9 0,2 0 0 8,59 35,88
14 0,11 4,8 3,2 2,6 2,3 2,1 1,9 1,7 1,4 1,1 0,7 0,2 0 0 0 8,59 30,52
15 0,09 3,8 2,6 2,1 1,8 1,7 1,5 1,3 1,1 0,9 0,6 0,2 0 0 0 0 8,59 26,21
16 0,07 3,1 2,1 1,7 1,5 1,3 1,2 1,1 0,9 0,7 0,5 0,1 0 0 0 0 0 8,59 22,75
17 0,06 2,5 1,7 1,4 1,2 1,1 1,0 0,9 0,7 0,6 0,4 0,1 0 0 0 0 0 0 8,59 19,97
18 0,05 2,0 1,3 1,1 1,0 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,3 0,1 0 0 0 0 0 0 0 8,59 17,73
19 0,04 1,6 1,1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,6 0,5 0,4 0,2 0,1 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 15,94
20 0,03 1,3 0,9 0,7 0,6 0,6 0,5 0,4 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 14,49
21 0,02 1,0 0,7 0,6 0,5 0,4 0,4 0,4 0,3 0,2 0,2 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 13,33
22 0,02 0,8 0,6 0,5 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,2 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 12,40
23 0,02 0,7 0,4 0,4 0,3 0,3 0,3 0,2 0,2 0,2 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 11,65
24 0,01 0,5 0,4 0,3 0,3 0,2 0,2 0,2 0,2 0,1 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 11,05
(Sumber : Perhitungan)

LAPORAN TUGAS AKHIR 146


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Tabel 4.20 Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 50 tahun
Qt x Re
Jam UHSS QB QP
45,87 25,02 16,61 11,88 8,79 6,58 4,91 3,60 2,54 1,65 0,91 0,26 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0,00 8,59 8,59
1 0,93 42,7 8,59 51,30
2 1,56 71,5 23,3 8,59 103,36
3 1,25 57,4 39,0 15,5 8,59 120,47
4 1,01 46,2 31,3 25,9 11,1 8,59 123,00
5 0,81 37,1 25,2 20,8 18,5 8,2 8,59 118,33
6 0,65 29,8 20,2 16,7 14,9 13,7 6,1 8,59 110,01
7 0,52 23,9 16,3 13,4 12,0 11,0 10,3 4,6 8,59 99,99
8 0,42 19,2 13,1 10,8 9,6 8,8 8,2 7,7 3,4 8,59 89,37
9 0,34 15,5 10,5 8,7 7,7 7,1 6,6 6,2 5,6 2,4 8,59 78,78
10 0,27 12,4 8,4 7,0 6,2 5,7 5,3 4,9 4,5 4,0 1,5 8,59 68,58
11 0,22 10,0 6,8 5,6 5,0 4,6 4,3 4,0 3,6 3,2 2,6 0,8 8,59 58,98
12 0,17 8,0 5,4 4,5 4,0 3,7 3,4 3,2 2,9 2,6 2,1 1,4 0,2 8,59 50,06
13 0,14 6,4 4,4 3,6 3,2 3,0 2,8 2,6 2,3 2,1 1,7 1,1 0,4 0 8,59 42,12
14 0,11 5,2 3,5 2,9 2,6 2,4 2,2 2,1 1,9 1,6 1,3 0,9 0,3 0 0 8,59 35,62
15 0,09 4,2 2,8 2,3 2,1 1,9 1,8 1,7 1,5 1,3 1,1 0,7 0,3 0 0 0 8,59 30,44
16 0,07 3,3 2,3 1,9 1,7 1,5 1,4 1,3 1,2 1,1 0,9 0,6 0,2 0 0 0 0 8,59 26,25
17 0,06 2,7 1,8 1,5 1,3 1,2 1,2 1,1 1,0 0,9 0,7 0,5 0,2 0 0 0 0 0 8,59 22,83
18 0,05 2,2 1,5 1,2 1,1 1,0 0,9 0,9 0,8 0,7 0,6 0,4 0,1 0 0 0 0 0 0 8,59 20,03
19 0,04 1,7 1,2 1,0 0,9 0,8 0,7 0,7 0,6 0,6 0,4 0,3 0,1 0 0 0 0 0 0 0 8,59 17,78
20 0,03 1,4 0,9 0,8 0,7 0,6 0,6 0,6 0,5 0,4 0,4 0,2 0,1 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 15,98
21 0,02 1,1 0,8 0,6 0,6 0,5 0,5 0,4 0,4 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 14,53
22 0,02 0,9 0,6 0,5 0,4 0,4 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,2 0,1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 13,36
23 0,02 0,7 0,5 0,4 0,4 0,3 0,3 0,3 0,3 0,2 0,2 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 12,42
24 0,01 0,6 0,4 0,3 0,3 0,3 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 11,67
(Sumber : Perhitungan)

LAPORAN TUGAS AKHIR 147


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Tabel 4.21 Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 100 tahun
Qt x Re
Jam UHSS QB QP
48,26 26,52 17,76 12,83 9,60 7,30 5,57 4,20 3,09 2,17 1,39 0,72 0,14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0,00 8,59 8,59
1 0,93 44,9 8,59 53,52
2 1,56 75,2 24,7 8,59 108,49
3 1,25 60,4 41,3 16,5 8,59 126,88
4 1,01 48,6 33,2 27,7 11,9 8,59 129,97
5 0,81 39,0 26,7 22,2 20,0 8,9 8,59 125,45
6 0,65 31,4 21,4 17,9 16,1 15,0 6,8 8,59 117,07
7 0,52 25,2 17,2 14,4 12,9 12,0 11,4 5,2 8,59 106,86
8 0,42 20,2 13,8 11,5 10,4 9,7 9,1 8,7 3,9 8,59 95,97
9 0,34 16,3 11,1 9,3 8,3 7,8 7,3 7,0 6,5 2,9 8,59 85,08
10 0,27 13,1 8,9 7,4 6,7 6,2 5,9 5,6 5,3 4,8 2,0 8,59 74,57
11 0,22 10,5 7,2 6,0 5,4 5,0 4,7 4,5 4,2 3,9 3,4 1,3 8,59 64,66
12 0,17 8,4 5,8 4,8 4,3 4,0 3,8 3,6 3,4 3,1 2,7 2,2 0,7 8,59 55,44
13 0,14 6,8 4,6 3,9 3,5 3,2 3,1 2,9 2,7 2,5 2,2 1,7 1,1 0,1 8,59 46,95
14 0,11 5,4 3,7 3,1 2,8 2,6 2,5 2,3 2,2 2,0 1,8 1,4 0,9 0,2 0 8,59 39,52
15 0,09 4,4 3,0 2,5 2,2 2,1 2,0 1,9 1,8 1,6 1,4 1,1 0,7 0,2 0 0 8,59 33,51
16 0,07 3,5 2,4 2,0 1,8 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3 1,1 0,9 0,6 0,1 0 0 0 8,59 28,72
17 0,06 2,8 1,9 1,6 1,4 1,3 1,3 1,2 1,1 1,0 0,9 0,7 0,5 0,1 0 0 0 0 8,59 24,81
18 0,05 2,3 1,6 1,3 1,2 1,1 1,0 1,0 0,9 0,8 0,7 0,6 0,4 0,1 0 0 0 0 0 8,59 21,62
19 0,04 1,8 1,2 1,0 0,9 0,9 0,8 0,8 0,7 0,7 0,6 0,5 0,3 0,1 0 0 0 0 0 0 8,59 19,06
20 0,03 1,5 1,0 0,8 0,8 0,7 0,7 0,6 0,6 0,5 0,5 0,4 0,2 0,1 0 0 0 0 0 0 0 8,59 17,00
21 0,02 1,2 0,8 0,7 0,6 0,6 0,5 0,5 0,5 0,4 0,4 0,3 0,2 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 15,35
22 0,02 0,9 0,6 0,5 0,5 0,5 0,4 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,2 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 14,02
23 0,02 0,8 0,5 0,4 0,4 0,4 0,3 0,3 0,3 0,3 0,2 0,2 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 12,96
24 0,01 0,6 0,4 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,2 0,2 0,2 0,2 0,1 0,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 12,10
(Sumber : Perhitungan)

LAPORAN TUGAS AKHIR 148


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Tabel 4.22 Perhitungan hidrograf banjir PMP
Qt x Re
Jam UHSS QB QP
59,37 33,52 23,10 17,24 13,40 10,67 8,60 6,98 5,66 4,56 3,64 2,84 2,15 1,54 1,00 0,51 0,08 0 0 0 0 0 0 0
0 0,00 8,59 8,59
1 0,93 55,3 8,59 63,87
2 1,56 92,5 31,2 8,59 132,32
3 1,25 74,3 52,2 21,5 8,59 156,67
4 1,01 59,7 42,0 36,0 16,0 8,59 162,34
5 0,81 48,0 33,7 28,9 26,9 12,5 8,59 158,58
6 0,65 38,6 27,1 23,2 21,6 20,9 9,9 8,59 149,90
7 0,52 31,0 21,8 18,7 17,3 16,8 16,6 8,0 8,59 138,79
8 0,42 24,9 17,5 15,0 13,9 13,5 13,4 13,4 6,5 8,59 126,67
9 0,34 20,0 14,1 12,1 11,2 10,8 10,7 10,8 10,9 5,3 8,59 114,39
10 0,27 16,1 11,3 9,7 9,0 8,7 8,6 8,7 8,7 8,8 4,2 8,59 102,44
11 0,22 12,9 9,1 7,8 7,2 7,0 6,9 7,0 7,0 7,1 7,1 3,4 8,59 91,08
12 0,17 10,4 7,3 6,3 5,8 5,6 5,6 5,6 5,6 5,7 5,7 5,7 2,6 8,59 80,46
13 0,14 8,3 5,9 5,0 4,7 4,5 4,5 4,5 4,5 4,6 4,6 4,6 4,4 2,0 8,59 70,64
14 0,11 6,7 4,7 4,0 3,8 3,6 3,6 3,6 3,6 3,7 3,7 3,7 3,6 3,3 1,4 8,59 61,62
15 0,09 5,4 3,8 3,2 3,0 2,9 2,9 2,9 2,9 3,0 3,0 2,9 2,9 2,7 2,4 0,9 8,59 53,38
16 0,07 4,3 3,0 2,6 2,4 2,3 2,3 2,3 2,4 2,4 2,4 2,4 2,3 2,2 1,9 1,6 0,5 8,59 45,86
17 0,06 3,5 2,4 2,1 1,9 1,9 1,9 1,9 1,9 1,9 1,9 1,9 1,8 1,7 1,5 1,2 0,8 0,1 8,59 39,03
18 0,05 2,8 2,0 1,7 1,6 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,4 1,2 1,0 0,6 0,1 0 8,59 33,11
19 0,04 2,2 1,6 1,4 1,3 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,1 1,0 0,8 0,5 0,1 0 0 8,59 28,29
20 0,03 1,8 1,3 1,1 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 0,9 0,8 0,6 0,4 0,1 0 0 0 8,59 24,42
21 0,02 1,4 1,0 0,9 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,7 0,6 0,5 0,3 0,1 0 0 0 0 8,59 21,31
22 0,02 1,2 0,8 0,7 0,7 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,5 0,4 0,3 0,1 0 0 0 0 0 8,59 18,81
23 0,02 0,9 0,7 0,6 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,4 0,3 0,2 0,0 0 0 0 0 0 0 8,59 16,80
24 0,01 0,8 0,5 0,5 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,0 0 0 0 0 0 0 0 8,59 15,19

LAPORAN TUGAS AKHIR 149


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.23 Rekapitulasi perhitungan banjir rancangan Metode HSS Gama I


Debit Banjir
T2 T5 T 20 T100
Jam T10 tahun T50 tahun PMF
tahun tahun tahun tahun
m3/det m3/det 3
m /det 3
m /det m3/det m3/det m3/det
0 8,59 8,59 8,59 8,59 8,59 8,59 8,59
1 35,01 41,68 45,18 48,04 51,30 53,52 63,87
2 65,83 81,21 88,03 95,86 103,36 108,49 132,32
3 73,55 92,78 99,82 111,09 120,47 126,88 156,67
4 72,02 92,91 99,82 112,81 123,00 129,97 162,34
5 66,16 87,54 94,14 107,89 118,33 125,45 158,58
6 58,31 79,50 85,72 99,67 110,01 117,07 149,90
7 49,70 70,31 76,13 89,93 99,99 106,86 138,79
8 41,73 60,83 66,25 79,70 89,37 95,97 126,67
9 35,22 51,53 56,57 69,54 78,78 85,08 114,39
10 29,99 43,21 47,57 59,81 68,58 74,57 102,44
11 25,78 36,41 39,91 50,66 58,98 64,66 91,08
12 22,41 30,94 33,76 42,55 50,06 55,44 80,46
13 19,69 26,55 28,81 35,88 42,12 46,95 70,64
14 17,51 23,02 24,84 30,52 35,62 39,52 61,62
15 15,76 20,19 21,65 26,21 30,44 33,51 53,38
16 14,35 17,91 19,08 22,75 26,25 28,72 45,86
17 13,22 16,08 17,02 19,97 22,83 24,81 39,03
18 12,31 14,61 15,36 17,73 20,03 21,62 33,11
19 11,58 13,43 14,03 15,94 17,78 19,06 28,29
20 10,99 12,48 12,96 14,49 15,98 17,00 24,42
21 10,52 11,71 12,10 13,33 14,53 15,35 21,31
22 10,14 11,10 11,41 12,40 13,36 14,02 18,81
23 9,84 10,61 10,86 11,65 12,42 12,96 16,80
24 9,59 10,21 10,41 11,05 11,67 12,10 15,19
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 150


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Gambar 4.4 Rekapitulasi hidrograf banjir rancangan

LAPORAN TUGAS AKHIR 151


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.24 Debit rencana periode ulang T tahun metode HSS gama I

Periode BF Q
No
Tahun (m3/det) (m3/det)
1 2 8,59 73,55
2 5 8,59 92,91
3 10 8,59 99,82
4 25 8,59 112,81
5 50 8,59 123,00
6 100 8,59 129,97
9 PMF 8,59 162,34

4.2.11 Perhitungan Debit Banjir Rencana dengan Metode Passing Capacity


Metode passing capacity digunakan sebagai control terhadap hasil perhitungan debit banjir
rencana yang diperoleh dari data hujan. Langkah-langkah perhitungan passing capacity
adalah sebagai berikut :

Gambar 4.5 Potongan melintang Bendung Pulodadi

Menentukan kemiringan dasar sungai dengan mengambil elevasi sungai pada jarak
100 m dari as tubuh embung di sebelah hulu dan hilir. di dapat :
h
I = 0,004
L
Menentukan besaran koefisien manning berdasarkan kondisi dasar sungai, ditentukan.
n = 0,02
Menentukan luas tampang aliran :
A = 30 m2

LAPORAN TUGAS AKHIR 152


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Menentukan keliling basah :


P = 23 m
Menghitung jari-jari hidraulis :
R = 1,30 m
Menghitung debit aliran
Q = 1/n x R2/3 x I1/2 x A
= 113,26 m3/det

4.2.12 Penentuan Debit Rencana


Hasil perhitungan debit banjir rencana yang dilakukan dengan beberapa metode disajikan
dalam tabel berikut ini :
Tabel 4.25 Rekapitulasi debit banjir rencana

Periode Ulang Haspers Weduwen HSS Gama I FSR PMF Passing Capacity
No 3 3 3 3 3
Tahun (m /det) (m /det) (m /det) (m /det) (m /det) (m3/det)
1 2 100,16 46,19 73,55 -
2 5 118,64 58,36 92,91 40,87
3 10 128,32 65,03 99,82 61,29
162,34 113,26
4 20 136,24 70,67 112,81 106,89
5 50 145,26 77,21 123,00 146,32
8 100 151,42 81,77 129,97 192,58

Berdasarkan pertimbangan efisiensi. ketidakpastian besarnya debit banjir yang terjadi di


daerah tersebut, tingkat ketelitian perhitungan dan mendekati dengan Passing Capacity
serta pertimbangan untuk perhitungan flood routing yang menggunakan parameter waktu
dalam hitungan jam-jaman maka debit rencana yang digunakan berdasarkan perhitungan
Metode HSS Gama I dengan periode ulang 50 tahun sebesar 123,00 m3/dtk untuk
bangunan pelimpah.

4.3 Perhitungan Debit Andalan


Debit andalan merupakan debit minimal yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk
memenuhi kebutuhan air. Perhitungan ini menggunakan cara analisis water balance dari Dr.
F.J Mock berdasarkan data cuarah hujan bulanan. jumlah hari hujan. evapotranspirasi dan
karakteristik hidrologi daerah pengaliran.

LAPORAN TUGAS AKHIR 153


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4.3.1 Data Curah Hujan


Data curah hujan diambil dari data curah hujan bulanan dari Stasiun Beran, Santan dan
Bronggang
Tabel 4.26 Curah hujan bulanan rata-rata stasiun Beran. Santan dan Bronggang
Curah Hujan Bulanan (mm/bln)
No Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1 1987 633 499 315 130 113 26 10 1 1 5 282 352
2 1988 576 825 746 225 407 184 19 16 53 522 424 360
3 1989 528 708 470 226 179 433 541 145 10 314 418 387
4 1990 856 465 564 240 117 63 49 109 11 77 209 682
5 1991 1023 1106 249 520 38 8 0 0 0 12 271 545
6 1992 975 952 832 533 260 113 92 336 184 257 320 281
7 1993 469 313 478 391 145 104 0 10 0 16 438 489
8 1994 502 697 890 236 82 0 0 0 0 39 205 321
9 1995 606 681 475 245 87 241 72 0 4 182 729 399
10 1996 374 275 223 170 47 38 1 24 0 329 570 426
11 1997 365 456 98 196 120 0 6 0 0 1 93 317
12 1998 424 659 514 404 95 317 285 33 67 620 684 326
13 1999 518 355 437 334 214 44 66 1 15 229 396 561
14 2000 447 538 361 483 139 123 26 67 10 159 308 213
15 2001 455 379 629 352 128 199 76 6 2 461 631 163
16 2002 590 703 340 257 125 98 60 6 4 324 306 400
17 2003 250 535 273 103 154 103 103 103 103 103 295 345
18 2004 447 419 355 116 272 10 50 4 15 61 327 693
19 2005 431 362 264 245 34 43 40 34 35 178 245 650
20 2006 399 444 312 450 220 29 102 3 35 128 80 644

4.3.2 Evapotranspirasi
Evapotranspirasi terbatas dihitung dari evapotranpirasi potensial Metode Penman.
dE/Eto = (m/20) x (18-n)
dE = (m/20) x (18-n) x Eto
Etl = Eto – dE
Dimana :
dE = selisih evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi
terbatas.
Eto = evapotranspirasi potensil.
Etl = evapotranspirasi terbatas.
m = prosentase lahan yang tidak ditutupi vegetasi.
= 10 - 40 % untuk lahan yang tererosi.
= 30 – 50 % untuk lahan pertanian yang diolah.

LAPORAN TUGAS AKHIR 154


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4.3.3 Keseimbangan Air pada Permukaan Tanah


Rumus mengenai air hujan yang mencapai permukaan tanah.
S = Rs – Etl
SMC(n) = SMC(n-1) + IS(n)
WS = S – IS
Dimana :
S = kandungan air tanah.
Rs = curah hujan bulanan.
Etl = evapotranspirasi terbatas.
IS = tampungan awal / soil storage (mm)
IS (n) = tampungan awal / soil storage moisture (mm) di ambil antara 50-
250 mm.
SMC(n) = kelembaman tanah bulan ke-n.
SMC(n-1) = kelembaman tanah bulan ke- (n-1)
WS = water suplus / volume air bersih.

4.3.4 Limpasan (Run Off) dan Tampungan Air Tanah (Ground Water Storage)
V (n) = k.V (n-1) + 0.5 (l-k).I
dVn = V (n) – V (n-1)
Dimana :
V (n) = volume air bulan ke-n
V (n-1) = volume air tanah bulan ke-(n-1)
k = faktor resesi aliran tanah diambil antara 0 – 0,1
I = koefisien infiltrasi diambil antara 0 – 1,0

Harga k yang tinggi akan memberikan resesi lambat seperti kondisi geologi lapisan
bawah yang lulus air. Koefisien infiltrasi ditaksir berdasarkan kondisi porositas tanah
dan kemiringan lahan. Lahan porus mempunyai infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan
tanah lempung berat. Lahan yang terjal menyebabkan air tidak sempat berinfiltrasi ke
dalam tanah sehingga koefisien infiltrasi akan kecil.

LAPORAN TUGAS AKHIR 155


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4.3.5 Aliran Sungai


Aliran dasar = infiltasi – perubahan volume air dalam tanah.
B (n) = I – dV (n)
Aliran permukaan = volume air lebih – infiltrasi.
D (ro) = WS – I
Aliran sungai = aliran permukaan + aliran dasar
Run off = D (ro) + B (n)
aliransungai
Debit = xluasDAS
satubulan(dtk )

LAPORAN TUGAS AKHIR 156


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Tabel 4.27 Kelembaman relatif Stasiun Klimatologi Plunyon

Kelembaman Relatif (%)


No Tahun Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2002 89,00 88,04 89,39 90,13 92,58 92,63 85,26 89,13 89,29 78,29 89,50 87,58
2 2003 88,87 91,96 91,84 92,67 91,77 91,27 45,68 88,42 88,60 89,45 90,00 90,00
3 2004 89,48 89,72 89,68 89,37 89,55 89,03 89,00 89,00 89,00 89,45 89,93 89,58
4 2005 90,00 89,82 89,65 89,50 89,26 89,17 89,16 89,06 89,23 89,52 89,43 89,77
5 2006 89,74 89,71 89,68 89,50 89,13 89,00 89,00 89,00 91,00 91,00 91,00 89,03

Tabel 4.28 Kelembaman relatif Stasiun Klimatologi Plambongan

Kelembaman Relatif (%)


No Tahun Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2002 99,16 98,54 99,68 99,27 98,71 98,53 99,39 99,52 98,90 99,32 99,60 99,84
2 2003 99,52 99,54 99,48 99,90 99,97 99,77 99,81 99,48 99,50 99,74 99,70 99,48
3 2004 99,34 97,04 98,58 94,50 96,34 96,15 93,60 97,50 98,20 99,53 99,65 97,66
4 2005 99,18 96,61 97,08 98,73 98,43 98,53 97,94 99,05 98,78 96,19 99,59 99,20
5 2006 98,68 91,32 90,58 90,10 98,69 99,65 98,96 99,71 98,52 86,16 99,40 99,82

Tabel 4.29 Rata-rata kelembaman relatif


Kelembaman Relatif (%)
No Tahun
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1 Plunyon 89,42 89,85 90,05 90,23 90,46 90,22 79,62 88,92 89,42 87,54 89,97 89,19
2 Plambongan 99,18 96,61 97,08 96,50 98,43 98,53 97,94 99,05 98,78 96,19 99,59 99,20
Rata-rata 94,30 93,23 93,56 93,37 94,44 94,37 88,78 93,99 94,10 91,86 94,78 94,20

LAPORAN TUGAS AKHIR 157


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Tabel 4.30 Suhu udara (oC) Stasiun Klimatologi Plunyon
Suhu Udara (oC)
No Tahun
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2002 22,69 23,44 23,55 23,55 22,35 17,22 17,02 21,00 23,40 24,01 25,34 26,23
2 2003 25,09 21,93 21,90 23,33 23,48 22,37 22,21 22,53 22,53 22,60 22,30 22,63
3 2004 22,39 22,64 22,26 22,03 21,55 20,02 23,37 26,26 24,15 24,48 24,32 24,23
4 2005 23,74 23,73 23,92 23,65 23,76 24,03 23,68 23,69 24,18 24,02 24,37 23,97
5 2006 23,34 24,41 24,61 23,98 23,85 23,37 22,92 23,15 23,82 24,08 24,28 23,90

Tabel 4.31 Suhu udara (oC) Stasiun Klimatologi Plambongan


Suhu Udara (oC)
No Tahun
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2002 26,30 26,18 26,60 26,50 26,58 25,67 25,23 24,64 25,07 26,20 26,38 26,36
2 2003 26,08 26,19 26,86 27,11 26,35 26,20 23,94 24,54 25,93 25,99 26,02 25,94
3 2004 26,58 26,59 26,85 22,58 26,40 25,41 24,74 24,43 25,43 26,99 26,95 26,67
4 2005 26,74 26,72 26,84 21,08 26,42 25,15 25,01 24,39 25,26 27,33 27,26 26,91
5 2006 27,18 27,26 27,08 15,65 26,26 24,63 24,79 24,14 25,45 28,45 28,14 27,46

Tabel 4.32 Rata-rata suhu udara (oC)


Suhu Udara (oC)
No Tahun
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1 Plunyon 23,45 23,23 23,25 23,31 23,00 21,40 21,84 23,33 23,62 23,80 24,12 24,19
2 Plambongan 26,58 26,59 26,85 22,58 26,40 25,41 24,74 24,43 25,43 26,99 26,95 26,67
Rata-rata 25,01 24,91 25,05 22,95 24,70 23,41 23,29 23,88 24,52 25,39 25,54 25,43

LAPORAN TUGAS AKHIR 158


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Tabel 4.33 Kecepatan angin (km/hari) Stasiun Klimatologi Plunyon
Kecepatan angin (km/hari)
No Tahun
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2002 55,26 124,61 27,65 59,10 41,81 42,93 60,16 56,68 66,00 31,87 22,70 26,00
2 2003 57,59 125,65 29,45 61,46 43,63 45,62 61,79 58,79 68,30 33,60 24,68 28,52
3 2004 56,79 87,14 29,68 55,57 42,45 44,27 60,54 57,47 67,45 32,45 23,49 27,43
4 2005 49,89 90,37 32,12 57,89 45,84 47,12 59,71 55,68 65,38 34,70 25,01 26,98
5 2006 54,88 112,47 29,73 58,51 43,43 44,99 60,55 57,16 66,78 33,16 23,97 27,23

Tabel 4.34 Kecepatan angin (km/hari) Stasiun Klimatologi Plambongan

Kecepatan angin (km/hari)


No Tahun Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2002 36,71 29,13 28,99 35,89 24,98 22,5 36,15 52,35 56,15 55,35 45,12 45,75
2 2003 49,35 39,01 31,34 28,49 32,98 30,19 30,24 44,29 49,62 44,75 34,67 30,72
3 2004 42,43 35,46 31,20 31,51 31,40 28,68 33,10 47,48 52,01 49,50 37,65 36,25
4 2005 44,03 37,06 32,79 33,10 32,99 30,28 34,70 49,08 53,61 51,10 39,24 37,84
5 2006 38,65 35,67 30,68 27,56 33,65 30,78 30,34 43,23 47,69 45,83 30,57 29,69

Tabel 4.35 Rata-rata kecepatan angin (km/hari)


Kecepatan Angin (km/hari)
No Tahun
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1 Plunyon 54,88 112,47 29,73 58,51 43,43 44,99 60,55 57,16 66,78 33,16 23,97 27,23
2 Plambongan 42,23 35,27 31,00 31,31 31,20 28,49 32,91 47,29 51,82 49,31 37,45 36,05
Rata-rata 48,56 73,87 30,36 44,91 37,32 36,74 46,73 52,22 59,30 41,23 30,71 31,64

LAPORAN TUGAS AKHIR 159


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.36 Sinar matahari (%) Stasiun Klimatologi Plunyon


Sinar Matahari (%)
No Tahun
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2002 22,00 23,14 56,39 27,99 33,61 32,15 35,28 44,06 30,00 19,06 20,00 23,00
2 2003 26,76 22,05 31,35 36,18 37,00 44,00 36,89 48,15 32,03 16,02 18,00 14,00
3 2004 24,11 19,02 25,37 25,48 16,00 29,00 38,80 40,56 31,96 43,21 28,00 30,00
4 2005 27,25 25,32 27,97 30,00 21,00 27,00 35,34 27,77 32,03 22,36 22,00 10,00
5 2006 18,64 24,47 18,72 18,00 26,00 30,00 27,78 39,87 36,63 44,77 39,00 19,00

Tabel 4.37 Sinar matahari (%) Stasiun Klimatologi Plambongan

Sinar Matahari (%)


No Tahun Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2002 43,97 39,04 52,56 54,76 73,06 69,66 71,74 75,08 70,09 69,88 51,78 49,00
2 2003 51,21 36,93 54,18 67,47 64,18 70,50 74,23 73,39 58,99 36,66 41,96 37,00
3 2004 47,59 37,99 53,37 61,12 68,62 70,08 72,99 74,24 64,54 53,27 46,87 43,00
4 2005 48,07 39,92 54,73 61,28 71,36 71,45 74,08 76,16 67,58 58,82 49,56 46,01
5 2006 46,46 42,67 55,78 58,73 76,52 72,53 74,32 78,89 73,64 72,41 54,59 52,00

Tabel 4.38 Rata-rata sinar matahari (%)


Sinar Matahari (%)
No Tahun
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1 Plunyon 23,75 22,80 31,96 27,53 26,72 32,43 34,82 40,08 32,53 29,08 25,40 19,20
2 Plambongan 47,46 39,31 54,12 60,67 70,75 70,84 73,47 75,55 66,97 58,21 48,95 45,40
Rata-rata 35,61 31,05 43,04 44,10 48,73 51,64 54,14 57,82 49,75 43,65 37,18 32,30

LAPORAN TUGAS AKHIR 160


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.39 Perhitungan evaporasi Metode Penman


No Dasar Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Jan

1 Suhu Udara C 25,0 24,9 25,0 22,9 24,7 23,4 23,3 23,9 24,5 25,4 25,5 25,4
2 Kelembaban Relatif % 94,30 93,23 93,56 93,37 94,44 94,37 88,78 93,99 94,10 91,86 94,78 94,20
3 Kecepatan Angin (U) m/s 0,562 0,855 0,351 0,520 0,432 0,425 0,541 0,604 0,686 0,477 0,355 0,366
4 Penyinaran Matahari 8 Jam (Q1) % 35,61 31,05 43,04 44,10 48,73 51,64 54,14 57,82 49,75 43,65 37,18 32,30
5 Albedo (r) 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25
6 Transfer ke 12 Jam = 0, 786 Q1+ 3,45 % 31,436 27,859 37,281 38,113 41,755 44,037 46,007 48,894 42,552 37,755 32,670 28,839
Perhitungan (Prosida/Penman)
7 Tabel 2a dan 2b dengan (1) f(Tai) x 10-2 8,96 8,95 8,96 8,71 8,93 8,77 8,76 8,83 8,90 9,01 9,02 9,01
-1 2
8 Tabel 2a dan 2b dengan (1) L x 10 2,43 2,42 2,43 2,17 2,40 2,23 2,22 2,29 2,37 2,49 2,50 2,49
wa
9 Tabel 2a dan 2b dengan (1) Pz ,Jsa mmHg 23,75 23,60 23,75 20,93 23,31 21,58 21,45 22,23 23,05 24,35 24,49 24,35
10 Tabel 2a dan 2b dengan (1) 1,91 1,90 1,91 1,76 1,89 1,80 1,79 1,83 1,87 1,94 1,95 1,94
wa
11 (2) x (9) Pz mmHg 22,4 22,0 22,2 19,5 22,0 20,4 19,0 20,9 21,7 22,4 23,2 22,9
12 Tabel 3 dengan (11) f(Tdp) 0,123 0,127 0,125 0,153 0,127 0,144 0,157 0,139 0,130 0,123 0,114 0,117
wa wa
13 (9) - (11) Pz , Jsa - Pz mmHg 1,355 1,598 1,529 1,388 1,295 1,214 2,407 1,337 1,359 1,981 1,278 1,413
14 Tabel 4 dengan (3) x f(U2) 0,138 0,165 0,118 0,134 0,126 0,125 0,136 0,142 0,149 0,130 0,119 0,120
15 (13) x(14) 0,187 0,264 0,181 0,186 0,163 0,152 0,327 0,189 0,203 0,257 0,152 0,169
H -2
16 Tabel 5 dengan Lintang ca sh x 10 9,12 9,16 8,90 8,32 7,64 7,25 7,37 7,93 8,59 8,99 9,08 9,06
17 Tabel 6 dengan (6) ash x f(r) 0,338 0,325 0,361 0,365 0,379 0,388 0,395 0,407 0,382 0,363 0,343 0,328
18 (16) x (17) 3,087 2,973 3,215 3,033 2,893 2,810 2,913 3,224 3,280 3,264 3,117 2,975
19 8 x [1 - (6)] 5,485 5,771 5,018 4,951 4,660 4,477 4,319 4,089 4,596 4,980 5,386 5,693
20 1 - [(19)/10] 0,451 0,423 0,498 0,505 0,534 0,552 0,568 0,591 0,540 0,502 0,461 0,431
21 (7) x (12) x (20) 0,498 0,481 0,558 0,673 0,606 0,697 0,781 0,726 0,625 0,556 0,474 0,454
22 (18) - (21) 2,589 2,492 2,657 2,360 2,288 2,113 2,132 2,498 2,655 2,708 2,643 2,521
23 (8) x (22) 6,292 6,031 6,457 5,121 5,491 4,712 4,733 5,722 6,292 6,743 6,607 6,277
24 (15) + (23) 6,479 6,294 6,638 5,307 5,654 4,863 5,060 5,911 6,495 7,00 6,758 6,446
25 (24) : (10) Eto mm/hari 3,392 3,313 3,475 3,015 2,991 2,702 2,827 3,230 3,473 3,609 3,466 3,323
26 Jumlah Hari hari 31 28 31 30 31 30 31 31 30 31 30 31
27 Evaporasi mm/bulan 105,15 92,756 107,739 90,46 92,731 81,058 87,637 100,13 104,19 111,87 103,98 103,0019
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 161


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.40 Perhitungan debit andalan tahun 1987


Bulan
C Uraian Satuan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 633 499 315 130 113 26 10 1 1 5 282 352
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 17 16 14 12 11 8 5 1 1 4 13 18
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 40 40 50 50 50 50 50 40 30
[5] (m/20) * (18 - N) 0,015 0,030 0,060 0,120 0,140 0,250 0,325 0,425 0,425 0,350 0,100 0,000
[6] dE [5] x [3] mm 1,58 2,78 6,46 10,86 12,98 20,26 28,48 42,56 44,28 39,15 10,40 0,00
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 103,58 89,97 101,27 79,60 79,75 60,79 59,15 57,58 59,91 72,71 93,58 103,00
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 529,42 409,03 213,73 50,40 33,25 -34,79 -49,15 -56,58 -58,91 -67,71 188,42 249,00
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0 34,79 49,15 56,58 58,91 67,71 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 529,42 409,03 213,73 50,40 33,25 0 0 0 0 0 188,42 249,00
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 158,83 122,71 64,12 15,12 9,98 0 0 0 0 0 56,53 74,70
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 138,97 107,37 56,10 13,23 8,73 0 0 0 0 0 49,46 65,36
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 327,73 326,32 286,82 225,04 175,32 131,49 98,62 73,96 55,47 41,61 68,30
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 436,97 435,10 382,43 300,05 233,77 175,32 131,49 98,62 73,96 55,47 91,07 133,66
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm 1,35 -1,87 -52,67 -82,38 -66,28 -58,44 -43,83 -32,87 -24,65 -18,49 35,59 42,60
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 157,48 124,58 116,79 97,50 76,26 58,44 43,83 32,87 24,65 18,49 20,93 32,10
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 370,60 286,32 149,61 35,28 23 0 0 0 0 0 131,90 174,30
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 528,07 410,90 266,40 132,77 99,54 58,44 43,83 32,87 24,65 18,49 152,83 206,40
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 2,0E-04 1,6E-04 1,0E-04 5,1E-05 3,8E-05 2,3E-05 1,7E-05 1,3E-05 9,5E-06 7,1E-06 5,9E-05 8,0E-05
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 4141,88 3222,84 2089,45 1041,39 780,69 458,38 343,78 257,84 193,38 145,03 1198,70 1618,89
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 4,14 3,22 2,09 1,04 0,78 0,46 0,34 0,26 0,19 0,15 1,20 1,62
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 162


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.41 Perhitungan debit andalan tahun 1988


Bulan
C Uraian Satuan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 576 825 746 225 407 184 19 16 53 522 424 360
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 15 18 17 13 16 9 4 3 8 14 13 14
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 40 30 40 50 50 50 30 30 30
[5] (m/20) * (18 - N) 0,045 0,060 0,090 0,160 0,075 0,240 0,375 0,450 0,450 0,165 0,105 0,075
[6] dE [5] x [3] mm 4,73 5,57 9,70 14,47 6,95 19,45 32,86 45,06 46,89 18,46 10,92 7,73
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 100,42 87,19 98,04 75,99 85,78 61,60 54,77 55,07 57,31 93,41 93,06 95,28
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 475,58 737,81 647,96 149,01 321,22 122,40 -35,77 -39,07 -4,31 428,59 330,94 264,72
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0 0 42,35 57,10 23,06 0 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 475,58 737,81 647,96 149,01 321,22 122,40 0 0 0 428,59 330,94 264,72
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 142,67 221,34 194,39 44,70 96,37 36,72 0 0 0 128,58 99,28 79,42
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 124,84 193,67 170,09 39,12 84,32 32,13 0 0 0 112,51 86,87 69,49
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 317,13 383,10 414,89 340,51 318,62 263,06 197,30 147,97 110,98 167,61 190,86
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 422,84 510,80 553,19 454,01 424,83 350,75 263,06 197,30 147,97 223,49 254,49 260,35
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm 14,67 87,97 42,39 -99,18 -29,18 -74,08 -87,69 -65,77 -49,32 75,51 31,00 5,87
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 128,00 133,38 152,00 143,89 125,55 110,80 87,69 65,77 49,32 53,07 68,28 73,55
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 332,91 516,47 453,57 104,31 224,86 85,68 0 0 0 300,01 231,66 185,31
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 460,91 649,84 605,57 248,20 350,41 196,47 87,69 65,77 49,32 353,08 299,94 258,85
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,8E-04 2,5E-04 2,3E-04 9,6E-05 1,4E-04 7,6E-05 3,4E-05 2,5E-05 1,9E-05 1,4E-04 1,2E-04 1,0E-04
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 3615,07 5096,96 4749,71 1946,69 2748,36 1541,02 687,77 515,82 386,87 2769,34 2352,54 2030,29
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 3,62 5,10 4,75 1,95 2,75 1,54 0,69 0,52 0,39 2,77 2,35 2,03
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 163


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.42 Perhitungan debit andalan tahun 1989


Bulan
C Uraian Satuan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 528 708 470 226 179 433 541 145 10 314 418 387
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 17 19 15 13 12 15 16 12 6 15 15 13
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 40 40 30 30 40 50 30 30 30
[5] (m/20) * (18 - N) 0,015 -0,015 0,045 0,100 0,120 0,045 0,030 0,120 0,300 0,045 0,045 0,075
[6] dE [5] x [3] mm 1,58 -1,39 4,85 9,05 11,13 3,65 2,63 12,02 31,26 5,03 4,68 7,73
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 426,35 618,74 365,76 139,04 89,77 355,44 456,86 48,37 -90,69 205,63 317,52 287,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0 0 0 0 90,69 0 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 426,35 618,74 365,76 139,04 89,77 355,44 456,86 48,37 0 205,63 317,52 287,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 127,90 185,62 109,73 41,71 27 107 137 15 0 62 95,26 86,25
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 111,92 162,42 96,01 36,50 24 93 120 13 0 54 83,35 75,47
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 307,44 352,39 336,30 279,60 227,37 240,51 270,33 212,27 159,20 159,88 182,43
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 409,92 469,86 448,41 372,80 303,17 320,68 360,44 283,02 212,27 213,18 243,23 257,89
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 59,94 -21,45 -75,60 -69,64 17,51 39,76 -77,41 -70,76 0,91 30,06 14,66
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 151,30 125,68 131,18 117,32 96,57 89,12 97,30 91,92 70,76 60,78 65,20 71,59
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 298,44 433,12 256,03 97,33 63 249 320 34 0 144 222,27 201,25
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 449,75 558,80 387,21 214,64 159,41 337,93 417,11 125,78 70,76 204,72 287,47 272,84
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,7E-04 2,2E-04 1,5E-04 8,3E-05 6,1E-05 1,3E-04 1,6E-04 4,9E-05 2,7E-05 7,9E-05 1,1E-04 1,1E-04
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 3527,53 4382,89 3037,06 1683,53 1250,27 2650,51 3271,52 986,54 554,96 1605,71 2254,72 2139,97
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 3,53 4,38 3,04 1,68 1,25 2,65 3,27 0,99 0,55 1,61 2,25 2,14
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 164


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.43 Perhitungan debit andalan tahun 1990


Bulan
C Uraian Satuan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 856 465 564 240 117 63 49 109 11 77 209 682
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 19 13 16 12 11 7 6 10 3 8 11 17
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 40 40 50 50 50 50 50 40 30
[5] (m/20) * (18 - N) -0,015 0,075 0,030 0,120 0,140 0,275 0,300 0,200 0,375 0,250 0,140 0,015
[6] dE [5] x [3] mm -1,58 6,96 3,23 10,86 12,98 22,29 26,29 20,03 39,07 27,97 14,56 1,55
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 754,35 375,74 459,76 153,04 27,77 -14,56 -35,14 12,37 -89,69 -31,37 108,52 582,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0 14,56 83,14 0,00 89,69 31,37 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 754,35 375,74 459,76 153,04 27,77 0 0 12,37 0 0 108,52 582,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 226,30 112,72 137,93 45,91 8 0 0 4 0 0 32,56 174,75
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 198,02 98,63 120,69 40,17 7 0 0 3 0 0 28,49 152,91
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 372,01 352,98 355,25 296,57 227,89 170,92 128,19 98,58 73,93 55,45 62,95
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 496,02 470,64 473,67 395,43 303,86 227,89 170,92 131,44 98,58 73,93 83,94 215,86
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 -25,37 3,03 -78,24 -91,57 -75,96 -56,97 -39,48 -32,86 -24,64 10,00 131,92
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 249,70 138,09 134,90 124,16 99,90 75,96 56,97 43,19 32,86 24,64 22,55 42,83
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 528,04 263,02 321,83 107,13 19 0 0 9 0 0 75,97 407,75
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 777,75 401,11 456,74 231,29 119,34 75,96 56,97 51,85 32,86 24,64 98,52 450,58
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 3,0E-04 1,5E-04 1,8E-04 8,9E-05 4,6E-05 2,9E-05 2,2E-05 2,0E-05 1,3E-05 9,5E-06 3,8E-05 1,7E-04
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 6100,15 3146,09 3582,34 1814,05 936,00 595,82 446,86 406,69 257,73 193,30 772,73 3534,04
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 6,10 3,15 3,58 1,81 0,94 0,60 0,45 0,41 0,26 0,19 0,77 3,53
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 165


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.44 Perhitungan debit andalan tahun 1991


Bulan
C Uraian Satuan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 1023 1106 249 520 38 8 0 0 0 12 271 545
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 20 21 11 14 8 4 0 0 0 7 11 13
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 40 30 50 50 50 50 50 50 40 30
[5] (m/20) * (18 - N) -0,030 -0,045 0,140 0,060 0,250 0,350 0,450 0,450 0,450 0,275 0,140 0,075
[6] dE [5] x [3] mm -3,15 -4,17 15,08 5,43 23,18 28,37 39,44 45,06 46,89 30,76 14,56 7,73
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 921,35 1016,74 144,76 433,04 -51,23 -69,56 -84,14 -96,63 -100,69 -96,37 170,52 445,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 51,23 69,56 84,14 96,63 100,69 96,37 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 921,35 1016,74 144,76 433,04 0 0 0 0 0 0 170,52 445,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 276,40 305,02 43,43 129,91 0 0 0 0 0 0 51,16 133,65
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 241,85 266,90 38,00 113,67 0 0 0 0 0 0 44,76 116,94
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 404,89 503,84 406,38 390,04 292,53 219,40 164,55 123,41 92,56 69,42 85,64
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 539,85 671,79 541,84 520,05 390,04 292,53 219,40 164,55 123,41 92,56 114,18 202,58
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 131,93 -129,95 -21,79 -130,01 -97,51 -73,13 -54,85 -41,14 -30,85 21,62 88,40
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 299,80 173,09 173,37 151,70 130,01 97,51 73,13 54,85 41,14 30,85 29,53 45,25
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 644,94 711,72 101,33 303,13 0 0 0 0 0 0 119,37 311,85
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 944,75 884,81 274,71 454,83 130,01 97,51 73,13 54,85 41,14 30,85 148,90 357,10
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 3,6E-04 3,4E-04 1,1E-04 1,8E-04 5,0E-05 3,8E-05 2,8E-05 2,1E-05 1,6E-05 1,2E-05 5,7E-05 1,4E-04
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 7409,99 6939,90 2154,63 3567,37 1019,74 764,80 573,60 430,20 322,65 241,99 1167,88 2800,87
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 7,41 6,94 2,15 3,57 1,02 0,76 0,57 0,43 0,32 0,24 1,17 2,80
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 166


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.45 Perhitungan debit andalan tahun 1992


Bulan
C Uraian Satuan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 975 952 832 533 260 113 92 336 184 257 320 281
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 16 14 15 14 13 7 6 12 11 14 15 14
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 30 40 40 50 30 40 40 30 40
[5] (m/20) * (18 - N) 0,030 0,060 0,045 0,060 0,100 0,220 0,300 0,090 0,140 0,080 0,045 0,080
[6] dE [5] x [3] mm 3,15 5,57 4,85 5,43 9,27 17,83 26,29 9,01 14,59 8,95 4,68 8,24
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 873,35 862,74 727,76 446,04 170,77 35,44 7,86 239,37 83,31 148,63 219,52 181,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 873,35 862,74 727,76 446,04 170,77 35,44 7,86 239,37 83,31 148,63 219,52 181,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 262,00 258,82 218,33 133,81 51 11 2 72 25 45 65,86 54,45
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 229,25 226,47 191,04 117,09 45 9 2 63 22 39 57,63 47,64
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 395,44 466,43 493,10 457,64 376,85 289,62 218,76 211,20 174,80 160,36 163,49
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 527,25 621,91 657,47 610,19 502,47 386,15 291,68 281,59 233,06 213,81 217,99 211,13
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 94,66 35,56 -47,28 -107,72 -116,31 -94,47 -10,09 -48,53 -19,25 4,17 -6,85
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 285,40 164,17 182,77 181,09 158,95 126,95 96,83 81,90 73,52 63,84 61,69 61,30
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 611,34 603,92 509,43 312,23 120 25 6 168 58 104 153,67 127,05
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 896,75 768,09 692,20 493,32 278,49 151,76 102,34 249,45 131,84 167,88 215,35 188,35
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 3,5E-04 3,0E-04 2,7E-04 1,9E-04 1,1E-04 5,9E-05 3,9E-05 9,6E-05 5,1E-05 6,5E-05 8,3E-05 7,3E-05
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 7033,51 6024,38 5429,19 3869,31 2184,29 1190,28 802,67 1956,56 1034,06 1316,78 1689,09 1477,31
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 7,03 6,02 5,43 3,87 2,18 1,19 0,80 1,96 1,03 1,32 1,69 1,48
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 167


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.46 Perhitungan debit andalan tahun 1993


Bulan
C Uraian Satuan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 469 313 478 391 145 104 0 10 0 16 438 489
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 14 14 14 13 12 8 1 3 0 4 13 14
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 30 40 40 50 50 50 50 30 30
[5] (m/20) * (18 - N) 0,060 0,060 0,060 0,075 0,120 0,200 0,425 0,375 0,450 0,350 0,075 0,060
[6] dE [5] x [3] mm 6,31 5,57 6,46 6,78 11,13 16,21 37,25 37,55 46,89 39,15 7,80 6,18
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 367,35 223,74 373,76 304,04 55,77 26,44 -84,14 -86,63 -100,69 -92,37 337,52 389,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0 0 83,14 86,63 100,69 92,37 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 367,35 223,74 373,76 304,04 55,77 26,44 0 0 0 0 337,52 389,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 110,20 67,12 112,13 91,21 17 8 0 0 0 0 101,26 116,85
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 96,43 58,73 98,11 79,81 15 7 0 0 0 0 88,60 102,24
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 295,82 265,92 273,02 264,62 209,45 162,29 121,72 91,29 68,47 51,35 104,96
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 394,43 354,55 364,03 352,83 279,26 216,39 162,29 121,72 91,29 68,47 139,95 207,21
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 -39,87 9,47 -11,20 -73,57 -62,87 -54,10 -40,57 -30,43 -22,82 71,48 67,26
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 133,60 107,00 102,65 102,41 90,30 70,81 54,10 40,57 30,43 22,82 29,77 49,59
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 257,14 156,62 261,63 212,83 39 19 0 0 0 0 236,27 272,65
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 390,75 263,62 364,29 315,24 129,34 89,32 54,10 40,57 30,43 22,82 266,04 322,24
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,5E-04 1,0E-04 1,4E-04 1,2E-04 5,0E-05 3,4E-05 2,1E-05 1,6E-05 1,2E-05 8,8E-06 1,0E-04 1,2E-04
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 3064,77 2067,65 2857,24 2472,52 1014,44 700,55 424,30 318,23 238,67 179,00 2086,65 2527,46
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 3,06 2,07 2,86 2,47 1,01 0,70 0,42 0,32 0,24 0,18 2,09 2,53
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 168


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.47 Perhitungan debit andalan tahun 1994


Bulan
C Uraian Satuan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 502 697 890 236 82 0 0 0 0 39 205 321
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 14 15 16 10 6 0 0 0 0 5 8 11
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 40 50 50 50 50 50 50 40 30
[5] (m/20) * (18 - N) 0,060 0,045 0,030 0,160 0,300 0,450 0,450 0,450 0,450 0,325 0,200 0,105
[6] dE [5] x [3] mm 6,31 4,17 3,23 14,47 27,82 36,48 39,44 45,06 46,89 36,36 20,80 10,82
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 400,35 607,74 785,76 149,04 -7,23 -77,56 -84,14 -96,63 -100,69 -69,37 104,52 221,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 7,23 77,56 83,14 96,63 100,69 69,37 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 400,35 607,74 785,76 149,04 0 0 0 0 0 0 104,52 221,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 120,10 182,32 235,73 44,71 0 0 0 0 0 0 31,36 66,45
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 105,09 159,53 206,26 39,12 0 0 0 0 0 0 27,44 58,14
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 302,32 346,39 414,49 340,21 255,16 191,37 143,53 107,64 80,73 60,55 65,99
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 403,09 461,85 552,65 453,61 340,21 255,16 191,37 143,53 107,64 80,73 87,99 124,13
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 58,76 90,80 -99,04 -113,40 -85,05 -63,79 -47,84 -35,88 -26,91 7,25 36,15
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 143,50 123,56 144,93 143,75 113,40 85,05 63,79 47,84 35,88 26,91 24,10 30,30
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 280,24 425,42 550,03 104,33 0 0 0 0 0 0 73,17 155,05
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 423,75 548,98 694,96 248,08 113,40 85,05 63,79 47,84 35,88 26,91 97,27 185,35
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,6E-04 2,1E-04 2,7E-04 9,6E-05 4,4E-05 3,3E-05 2,5E-05 1,8E-05 1,4E-05 1,0E-05 3,8E-05 7,2E-05
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 3323,60 4305,88 5450,84 1945,78 889,46 667,09 500,32 375,24 281,43 211,07 762,92 1453,78
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 3,32 4,31 5,45 1,95 0,89 0,67 0,50 0,38 0,28 0,21 0,76 1,45
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 169


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.48 Perhitungan debit andalan tahun 1995


Bulan
C Uraian Satuan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 606 681 475 245 87 241 72 0 4 182 729 399
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 15 16 12 10 8 12 6 0 2 8 16 13
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 40 50 40 50 50 50 40 30 40
[5] (m/20) * (18 - N) 0,045 0,030 0,090 0,160 0,250 0,120 0,300 0,450 0,400 0,200 0,030 0,100
[6] dE [5] x [3] mm 4,73 2,78 9,70 14,47 23,18 9,73 26,29 45,06 41,68 22,37 3,12 10,30
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 504,35 591,74 370,76 158,04 -2,23 163,44 -12,14 -96,63 -96,69 73,63 628,52 299,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 2,23 67,56 12,14 97,63 96,69 0,00 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 504,35 591,74 370,76 158,04 0,00 95,88 0 0 0 73,63 628,52 299,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 151,30 177,52 111,23 47,41 0 29 0 0 0 22 188,56 89,85
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 132,39 155,33 97,32 41,49 0 25 0 0 0 19 164,99 78,62
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 322,79 358,59 341,94 287,57 215,68 180,63 135,48 101,61 76,21 71,65 177,48
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 430,39 478,13 455,92 383,43 287,57 240,85 180,63 135,48 101,61 95,53 236,64 256,10
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 47,73 -22,21 -72,49 -95,86 -46,72 -60,21 -45,16 -33,87 -6,07 141,10 19,46
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 174,70 129,79 133,44 119,91 95,86 75,49 60,21 45,16 33,87 28,16 47,45 70,39
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 353,04 414,22 259,53 110,63 0 67 0 0 0 52 439,97 209,65
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 527,75 544,01 392,97 230,53 95,86 142,61 60,21 45,16 33,87 79,71 487,42 280,04
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 2,0E-04 2,1E-04 1,5E-04 8,9E-05 3,7E-05 5,5E-05 2,3E-05 1,7E-05 1,3E-05 3,1E-05 1,9E-04 1,1E-04
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 4139,31 4266,86 3082,19 1808,17 751,84 1118,51 472,26 354,20 265,65 625,17 3823,01 2196,45
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 4,14 4,27 3,08 1,81 0,75 1,12 0,47 0,35 0,27 0,63 3,82 2,20
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 170


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.49 Perhitungan debit andalan tahun 1996


Bulan
C Uraian Satuan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 374 275 223 170 47 38 1 24 0 329 570 426
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 13 12 12 10 6 4 1 4 0 12 15 14
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 40 40 40 50 50 50 50 50 30 30 40
[5] (m/20) * (18 - N) 0,075 0,120 0,120 0,160 0,300 0,350 0,425 0,350 0,450 0,090 0,045 0,080
[6] dE [5] x [3] mm 7,89 11,13 12,93 14,47 27,82 28,37 37,25 35,05 46,89 10,07 4,68 8,24
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 272,35 185,74 118,76 83,04 -42,23 -39,56 -83,14 -72,63 -100,69 220,63 469,52 326,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 42,23 39,56 83,14 72,63 100,69 0 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 272,35 185,74 118,76 83,04 0 0 0 0 0 220,63 469,52 326,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 81,70 55,72 35,63 24,91 0 0 0 0 0 66 140,86 97,95
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 71,49 48,76 31,17 21,80 0 0 0 0 0 58 123,25 85,71
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 277,12 244,41 206,69 171,36 128,52 96,39 72,29 54,22 40,67 73,94 147,89
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 369,49 325,88 275,58 228,48 171,36 128,52 96,39 72,29 54,22 98,58 197,19 233,60
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 -43,62 -50,29 -47,10 -57,12 -42,84 -32,13 -24,10 -18,07 44,36 98,60 36,41
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 105,10 99,34 85,92 72,01 57,12 42,84 32,13 24,10 18,07 21,83 42,25 61,54
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 190,64 130,02 83,13 58,13 0 0 0 0 0 154 328,67 228,55
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 295,75 229,36 169,06 130,14 57,12 42,84 32,13 24,10 18,07 176,27 370,92 290,09
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,1E-04 8,8E-05 6,5E-05 5,0E-05 2,2E-05 1,7E-05 1,2E-05 9,3E-06 7,0E-06 6,8E-05 1,4E-04 1,1E-04
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 2319,65 1798,94 1325,96 1020,72 448,02 336,02 252,01 189,01 141,76 1382,57 2909,26 2275,27
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 2,32 1,80 1,33 1,02 0,45 0,34 0,25 0,19 0,14 1,38 2,91 2,28
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 171


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.50 Perhitungan debit andalan tahun 1997


Bulan
C Uraian Satuan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 365 456 98 196 120 0 6 0 0 1 93 317


[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 14 15 8 12 11 0 2 0 0 1 7 12
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 50 40 40 50 50 50 50 50 50 30
[5] (m/20) * (18 - N) 0,060 0,045 0,250 0,120 0,140 0,450 0,400 0,450 0,450 0,425 0,275 0,090
[6] dE [5] x [3] mm 6,31 4,17 26,93 10,86 12,98 36,48 35,05 45,06 46,89 47,54 28,59 9,27
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 263,35 366,74 -6,24 109,04 30,77 -77,56 -78,14 -96,63 -100,69 -107,37 -7,48 217,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 6,24 0 0 77,56 78,14 96,63 100,69 107,37 7,48 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 263,35 366,74 0,00 109,04 30,77 0 0 0 0 0 0 217,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 79,00 110,02 0,00 32,71 9 0 0 0 0 0 0 65,25
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 69,13 96,27 0,00 28,62 8 0 0 0 0 0 0 57,09
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 275,35 278,71 209,03 178,24 139,74 104,80 78,60 58,95 44,21 33,16 24,87
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 367,13 371,62 278,71 237,66 186,32 139,74 104,80 78,60 58,95 44,21 33,16 81,96
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 4,49 -92,90 -41,05 -51,34 -46,58 -34,93 -26,20 -19,65 -14,74 -11,05 48,80
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 102,40 105,54 92,90 73,77 60,57 46,58 34,93 26,20 19,65 14,74 11,05 16,45
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 184,34 256,72 0,00 76,33 22 0 0 0 0 0 0,00 152,25
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 286,75 362,26 92,90 150,10 82,11 46,58 34,93 26,20 19,65 14,74 11,05 168,70
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,1E-04 1,4E-04 3,6E-05 5,8E-05 3,2E-05 1,8E-05 1,3E-05 1,0E-05 7,6E-06 5,7E-06 4,3E-06 6,5E-05
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 2249,06 2841,30 728,68 1177,25 643,99 365,34 274,01 205,51 154,13 115,60 86,70 1323,14
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 2,25 2,84 0,73 1,18 0,64 0,37 0,27 0,21 0,15 0,12 0,09 1,32
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 172


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.51 Perhitungan debit andalan tahun 1998


Bulan
C Uraian Satuan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 424 659 514 404 95 317 285 33 67 620 684 326
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 16 17 16 14 8 12 11 5 7 17 18 13
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 30 50 30 40 50 50 30 30 40
[5] (m/20) * (18 - N) 0,030 0,015 0,030 0,060 0,250 0,090 0,140 0,325 0,275 0,015 0,000 0,100
[6] dE [5] x [3] mm 3,15 1,39 3,23 5,43 23,18 7,30 12,27 32,54 28,65 1,68 0,00 10,30
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 322,35 569,74 409,76 317,04 5,77 239,44 200,86 -63,63 -33,69 511,63 583,52 226,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 7,23 67,56 83,14 97,63 101,69 92,37 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 322,35 569,74 409,76 317,04 0 0 0 0 0 0 583,52 226,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 96,70 170,92 122,93 95,11 0 0 0 0 0 0 175,06 67,95
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 84,62 149,56 107,56 83,22 0 0 0 0 0 0 153,18 59,46
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 286,96 327,39 326,21 307,08 230,31 172,73 129,55 97,16 72,87 54,65 155,87
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 382,62 436,52 434,95 409,44 307,08 230,31 172,73 129,55 97,16 72,87 207,83 215,33
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 53,90 -1,57 -25,51 -102,36 -76,77 -57,58 -43,18 -32,39 -24,29 134,96 7,50
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 120,10 117,02 124,50 120,63 102,36 76,77 57,58 43,18 32,39 24,29 40,10 60,45
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 225,64 398,82 286,83 221,93 0 0 0 0 0 0 408,47 158,55
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 345,75 515,84 411,33 342,56 102,36 76,77 57,58 43,18 32,39 24,29 448,57 219,00
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,3E-04 2,0E-04 1,6E-04 1,3E-04 3,9E-05 3,0E-05 2,2E-05 1,7E-05 1,2E-05 9,4E-06 1,7E-04 8,4E-05
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 2711,82 4045,92 3226,20 2686,79 802,84 602,13 451,60 338,70 254,02 190,52 3518,27 1717,69
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 2,71 4,05 3,23 2,69 0,80 0,60 0,45 0,34 0,25 0,19 3,52 1,72
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 173


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.52 Perhitungan debit andalan tahun 1999


Bulan
C Uraian Satuan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 518 355 437 334 214 44 66 1 15 229 396 561
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 14 13 14 12 11 4 5 1 3 9 13 15
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 30 40 50 50 50 50 40 30 30
[5] (m/20) * (18 - N) 0,060 0,075 0,060 0,090 0,140 0,350 0,325 0,425 0,375 0,180 0,075 0,045
[6] dE [5] x [3] mm 6,31 6,96 6,46 8,14 12,98 28,37 28,48 42,56 39,07 20,14 7,80 4,64
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 416,35 265,74 332,76 247,04 124,77 -33,56 -18,14 -95,63 -85,69 120,63 295,52 461,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0,00 33,56 18,14 95,63 85,69 0,00 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 416,35 265,74 332,76 247,04 124,77 0,00 0,00 0,00 0,00 120,63 295,52 461,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 124,90 79,72 99,83 74,11 37 0 0 0 0 36 88,66 138,45
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 109,29 69,76 87,35 64,85 33 0 0 0 0 32 77,58 121,14
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 305,47 281,42 276,58 256,07 216,62 162,46 121,85 91,38 68,54 75,15 114,55
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 407,29 375,23 368,77 341,43 288,82 216,62 162,46 121,85 91,38 100,21 152,73 235,69
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 -32,07 -6,46 -27,34 -52,60 -72,21 -54,15 -40,62 -30,46 8,82 52,52 82,96
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 148,30 111,79 106,29 101,46 90,04 72,21 54,15 40,62 30,46 27,37 36,13 55,49
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 291,44 186,02 232,93 172,93 87 0 0 0 0 84 206,87 323,05
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 439,75 297,81 339,22 274,38 177,37 72,21 54,15 40,62 30,46 111,81 243,00 378,54
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,7E-04 1,1E-04 1,3E-04 1,1E-04 6,8E-05 2,8E-05 2,1E-05 1,6E-05 1,2E-05 4,3E-05 9,4E-05 1,5E-04
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 3449,09 2335,82 2660,61 2152,10 1391,20 566,33 424,75 318,56 238,92 877,00 1905,94 2969,00
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 3,45 2,34 2,66 2,15 1,39 0,57 0,42 0,32 0,24 0,88 1,91 2,97
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 174


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.53 Perhitungan debit andalan tahun 2000


Bulan
C Uraian Satuan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 447 538 361 483 139 123 26 67 10 159 308 213
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 15 16 13 14 12 11 6 8 3 12 13 12
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 30 40 40 50 50 50 40 30 40
[5] (m/20) * (18 - N) 0,045 0,030 0,075 0,060 0,120 0,140 0,300 0,250 0,375 0,120 0,075 0,120
[6] dE [5] x [3] mm 4,73 2,78 8,08 5,43 11,13 11,35 26,29 25,03 39,07 13,42 7,80 12,36
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 345,35 448,74 256,76 396,04 49,77 45,44 -58,14 -29,63 -90,69 50,63 207,52 113,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0,00 0,00 58,14 29,63 90,69 0,00 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 345,35 448,74 256,76 396,04 49,77 45,44 0,00 0,00 0,00 50,63 207,52 113,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 103,60 134,62 77,03 118,81 15 14 0 0 0 15 62,26 34,05
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 90,65 117,80 67,40 103,96 13 12 0 0 0 13 54,48 29,79
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 291,49 306,96 280,77 288,55 226,21 178,60 133,95 100,47 75,35 66,48 90,72
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 388,65 409,29 374,36 384,73 301,61 238,14 178,60 133,95 100,47 88,64 120,96 120,51
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 20,63 -34,92 10,37 -83,12 -63,48 -59,53 -44,65 -33,49 -11,82 32,31 -0,45
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 127,00 113,99 111,95 108,44 98,05 77,11 59,53 44,65 33,49 27,02 29,94 34,50
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 241,74 314,12 179,73 277,23 35 32 0 0 0 35 145,27 79,45
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 368,75 428,11 291,68 385,67 132,89 108,92 59,53 44,65 33,49 62,46 175,21 113,94
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,4E-04 1,7E-04 1,1E-04 1,5E-04 5,1E-05 4,2E-05 2,3E-05 1,7E-05 1,3E-05 2,4E-05 6,8E-05 4,4E-05
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 2892,22 3357,84 2287,77 3024,96 1042,29 854,28 466,95 350,22 262,66 489,89 1374,23 893,70
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 2,89 3,36 2,29 3,02 1,04 0,85 0,47 0,35 0,26 0,49 1,37 0,89
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 175


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.54 Perhitungan debit andalan tahun 2001


Bulan
C Uraian Satuan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 455 379 629 352 128 199 76 6 2 461 631 163
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 15 14 16 13 11 12 6 2 1 15 16 11
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 30 40 40 50 50 50 40 30 40
[5] (m/20) * (18 - N) 0,045 0,030 0,075 0,060 0,120 0,140 0,300 0,250 0,375 0,120 0,075 0,120
[6] dE [5] x [3] mm 4,73 2,78 8,08 5,43 11,13 11,35 26,29 25,03 39,07 13,42 7,80 12,36
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 353,35 289,74 524,76 265,04 38,77 121,44 -8,14 -90,63 -98,69 352,63 530,52 63,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0 0 8 91 99 0 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 353,35 289,74 524,76 265,04 38,77 121,44 0 0 0 352,63 530,52 63,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 106,00 86,92 157,43 79,51 12 36 0 0 0 106 159,16 19,05
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 92,75 76,06 137,75 69,57 10 32 0 0 0 93 139,26 16,67
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 293,07 276,84 310,94 285,39 221,67 190,16 142,62 106,97 80,23 129,59 201,64
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 390,75 369,12 414,59 380,52 295,56 253,55 190,16 142,62 106,97 172,79 268,86 218,31
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 -21,63 45,47 -34,07 -84,95 -42,01 -63,39 -47,54 -35,66 65,82 96,06 -50,55
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 129,40 108,55 111,96 113,59 96,58 78,45 63,39 47,54 35,66 39,97 63,09 69,60
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 247,34 202,82 367,33 185,53 27 85 0 0 0 247 371,37 44,45
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 376,75 311,37 479,29 299,12 123,72 163,45 63,39 47,54 35,66 286,81 434,46 114,04
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,5E-04 1,2E-04 1,8E-04 1,2E-04 4,8E-05 6,3E-05 2,4E-05 1,8E-05 1,4E-05 1,1E-04 1,7E-04 4,4E-05
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 2954,96 2442,22 3759,26 2346,07 970,39 1282,04 497,18 372,88 279,66 2249,55 3407,62 894,49
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 2,95 2,44 3,76 2,35 0,97 1,28 0,50 0,37 0,28 2,25 3,41 0,89
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 176


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.55 Perhitungan debit andalan tahun 2002


Bulan
C Uraian Satuan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 590 703 340 257 125 98 60 6 4 324 306 400
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 14 16 12 11 10 7 3 2 1 11 11 14
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 40 50 50 50 50 50 30 30 30
[5] (m/20) * (18 - N) 0,060 0,030 0,090 0,140 0,200 0,275 0,375 0,400 0,425 0,105 0,105 0,060
[6] dE [5] x [3] mm 6,31 2,78 9,70 12,66 18,55 22,29 32,86 40,05 44,28 11,75 10,92 6,18
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 488,35 613,74 235,76 170,04 35,77 20,44 -24,14 -90,63 -96,69 215,63 205,52 300,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0 0 24,14 90,63 96,69 0 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 488,35 613,74 235,76 170,04 35,77 20,44 0 0 0 215,63 205,52 300,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 146,50 184,12 70,73 51,01 11 6 0 0 0 65 61,66 90,15
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 128,19 161,11 61,89 44,64 9 5 0 0 0 57 53,95 78,88
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 319,64 360,56 316,84 271,11 210,37 161,80 121,35 91,01 68,26 93,65 110,70
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 426,19 480,75 422,45 361,47 280,49 215,74 161,80 121,35 91,01 124,86 147,60 189,58
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 54,56 -58,30 -60,98 -80,98 -64,76 -53,93 -40,45 -30,34 33,85 22,73 41,98
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 169,90 129,56 129,03 111,99 91,71 70,89 53,93 40,45 30,34 30,84 38,92 48,17
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 341,84 429,62 165,03 119,03 25 14 0 0 0 151 143,87 210,35
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 511,75 559,18 294,06 231,02 116,75 85,20 53,93 40,45 30,34 181,78 182,79 258,52
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 2,0E-04 2,2E-04 1,1E-04 8,9E-05 4,5E-05 3,3E-05 2,1E-05 1,6E-05 1,2E-05 7,0E-05 7,1E-05 1,0E-04
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 4013,82 4385,88 2306,43 1811,95 915,70 668,25 423,03 317,27 237,95 1425,80 1433,69 2027,64
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 4,01 4,39 2,31 1,81 0,92 0,67 0,42 0,32 0,24 1,43 1,43 2,03
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 177


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.56 Perhitungan debit andalan tahun 2003


Bulan
C Uraian Satuan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 250 535 273 103 154 103 103 103 103 103 295 345
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 13 15 12 10 11 11 9 6 5 6 11 13
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 40 30 40 50 50 50 50 50 50 50 40 40
[5] (m/20) * (18 - N) 0,100 0,045 0,120 0,200 0,175 0,175 0,225 0,300 0,325 0,300 0,140 0,100
[6] dE [5] x [3] mm 10,52 4,17 12,93 18,09 16,23 14,19 19,72 30,04 33,86 33,56 14,56 10,30
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 148,35 445,74 168,76 16,04 64,77 25,44 18,86 6,37 2,31 -5,37 194,52 245,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5,37 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 148,35 445,74 168,76 16,04 64,77 25,44 18,86 6,37 2,31 0 194,52 245,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 44,50 133,72 50,63 4,81 19 8 6 2 1 0 58,36 73,65
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 38,94 117,01 44,30 4,21 17 7 5 2 1 0 51,06 64,44
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 252,71 277,29 241,19 184,05 150,79 118,10 92,29 70,47 53,31 39,98 68,28
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 336,94 369,71 321,58 245,40 201,05 157,47 123,05 93,96 71,08 53,31 91,04 132,73
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 32,77 -48,13 -76,19 -44,35 -43,58 -34,42 -29,09 -22,88 -17,77 37,74 41,68
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 67,90 100,95 98,76 81,00 63,78 51,22 40,07 31,00 23,58 17,77 20,62 31,97
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 103,84 312,02 118,13 11,23 45 18 13 4 2 0 136,17 171,85
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 171,75 412,97 216,89 92,23 109,12 69,03 53,28 35,46 25,19 17,77 156,79 203,82
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 6,6E-05 1,6E-04 8,4E-05 3,6E-05 4,2E-05 2,7E-05 2,1E-05 1,4E-05 9,7E-06 6,9E-06 6,0E-05 7,9E-05
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 1347,07 3239,08 1701,15 723,36 855,84 541,40 417,88 278,12 197,60 139,37 1229,75 1598,60
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 1,35 3,24 1,70 0,72 0,86 0,54 0,42 0,28 0,20 0,14 1,23 1,60
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 178


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.57 Perhitungan debit andalan tahun 2004


Bulan
C Uraian Satuan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 447 419 355 116 272 10 50 4 15 61 327 693
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 15 14 12 10 13 6 7 2 3 6 14 16
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 40 40 50 50 50 50 50 30 30
[5] (m/20) * (18 - N) 0,045 0,060 0,090 0,160 0,100 0,300 0,275 0,400 0,375 0,300 0,060 0,030
[6] dE [5] x [3] mm 4,73 5,57 9,70 14,47 9,27 24,32 24,10 40,05 39,07 33,56 6,24 3,09
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 345,35 329,74 250,76 29,04 182,77 -67,56 -34,14 -92,63 -85,69 -47,37 226,52 593,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0 67,56 34,14 92,63 85,69 47,37 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 345,35 329,74 250,76 29,04 182,77 0 0 0 0 0 226,52 593,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 103,60 98,92 75,23 8,71 55 0 0 0 0 0 67,96 178,05
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 90,65 86,56 65,82 7,62 48 0 0 0 0 0 59,46 155,79
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 291,49 283,54 262,02 202,23 187,66 140,74 105,56 79,17 59,38 44,53 78,00
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 388,65 378,05 349,36 269,64 250,21 187,66 140,74 105,56 79,17 59,38 103,99 233,79
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 -10,61 -28,69 -79,72 -19,43 -62,55 -46,91 -35,19 -26,39 -19,79 44,62 129,79
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 127,00 109,53 103,92 88,43 74,26 62,55 46,91 35,19 26,39 19,79 23,34 48,25
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 241,74 230,82 175,53 20,33 128 0 0 0 0 0 158,57 415,45
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 368,75 340,35 279,45 108,76 202,20 62,55 46,91 35,19 26,39 19,79 181,91 463,70
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,4E-04 1,3E-04 1,1E-04 4,2E-05 7,8E-05 2,4E-05 1,8E-05 1,4E-05 1,0E-05 7,6E-06 7,0E-05 1,8E-04
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 2892,22 2669,48 2191,82 853,02 1585,95 490,62 367,97 275,97 206,98 155,24 1426,75 3637,00
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 2,89 2,67 2,19 0,85 1,59 0,49 0,37 0,28 0,21 0,16 1,43 3,64
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 179


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.58 Perhitungan debit andalan tahun 2005


Bulan
C Uraian Satuan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 431 362 264 245 34 43 40 34 35 178 245 650
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 15 14 12 10 13 6 3 0 0 7 11 13
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 40 40 40 50 50 50 50 50 30 30 30
[5] (m/20) * (18 - N) 0,045 0,080 0,120 0,160 0,125 0,300 0,375 0,450 0,450 0,165 0,105 0,075
[6] dE [5] x [3] mm 4,73 7,42 12,93 14,47 11,59 24,32 32,86 45,06 46,89 18,46 10,92 7,73
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 329,35 272,74 159,76 158,04 -55,23 -34,56 -44,14 -62,63 -65,69 69,63 144,52 550,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 55,23 34,56 44,14 62,63 65,69 0,00 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 329,35 272,74 159,76 158,04 0 0 0 0 0 69,63 144,52 550,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 98,80 81,82 47,93 47,41 0 0 0 0 0 21 43,36 165,15
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 86,45 71,60 41,94 41,49 0 0 0 0 0 18 37,94 144,51
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 288,34 269,95 233,92 206,55 154,91 116,19 87,14 65,35 49,02 50,47 66,31
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 384,45 359,94 311,89 275,40 206,55 154,91 116,19 87,14 65,35 67,29 88,41 210,81
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 -24,52 -48,05 -36,49 -68,85 -51,64 -38,73 -29,05 -21,78 1,94 21,11 122,40
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 122,20 106,34 95,97 83,90 68,85 51,64 38,73 29,05 21,78 18,95 22,24 42,75
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 230,54 190,92 111,83 110,63 0 0 0 0 0 49 101,17 385,35
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 352,75 297,26 207,81 194,53 68,85 51,64 38,73 29,05 21,78 67,69 123,41 428,09
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,4E-04 1,1E-04 8,0E-05 7,5E-05 2,7E-05 2,0E-05 1,5E-05 1,1E-05 8,4E-06 2,6E-05 4,8E-05 1,7E-04
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 2766,72 2331,53 1629,91 1525,75 540,02 405,02 303,76 227,82 170,87 530,95 967,95 3357,70
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 2,77 2,33 1,63 1,53 0,54 0,41 0,30 0,23 0,17 0,53 0,97 3,36
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 180


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.59 Perhitungan debit andalan tahun 2006


Bulan
C Uraian Satuan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

[1] CURAH HUJAN (P) mm 431 362 264 245 34 43 40 34 35 178 245 650
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 15 14 12 10 13 6 3 0 0 7 11 13
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 30 40 50 50 50 50 40 40 30
[5] (m/20) * (18 - N) 0,045 0,060 0,090 0,120 0,100 0,300 0,375 0,425 0,325 0,120 0,140 0,030
[6] dE [5] x [3] mm 4,73 5,57 9,70 10,86 9,27 24,32 32,86 42,56 33,86 13,42 14,56 3,09
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 297,35 354,74 207,76 363,04 130,77 -48,56 17,86 -93,63 -65,69 19,63 -20,48 544,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0,00 48,56 0,00 93,63 65,69 0,00 20,48 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 297,35 354,74 207,76 363,04 130,77 0 17,86 0 0 19,63 0,00 544,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 89,20 106,42 62,33 108,91 39 0 5 0 0 6 0 163,35
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 78,05 93,12 54,54 95,30 34 0 5 0 0 5 0 142,93
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 282,04 281,37 251,93 260,42 221,06 165,80 127,86 95,90 71,92 57,81 43,36
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 376,05 375,16 335,91 347,23 294,75 221,06 170,49 127,86 95,90 77,08 57,81 186,29
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 -0,89 -39,25 11,32 -52,48 -73,69 -50,58 -42,62 -31,97 -18,82 -19,27 128,48
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 112,60 107,32 101,58 97,59 91,71 73,69 55,94 42,62 31,97 24,71 19,27 34,87
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 208,14 248,32 145,43 254,13 92 0 13 0 0 14 0,00 381,15
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 320,75 355,64 247,01 351,72 183,25 73,69 68,44 42,62 31,97 38,45 19,27 416,02
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,2E-04 1,4E-04 9,5E-05 1,4E-04 7,1E-05 2,8E-05 2,6E-05 1,6E-05 1,2E-05 1,5E-05 7,4E-06 1,6E-04
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 2515,73 2789,39 1937,42 2758,66 1437,29 577,95 536,80 334,29 250,72 301,62 151,14 3262,99
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 2,52 2,79 1,94 2,76 1,44 0,58 0,54 0,33 0,25 0,30 0,15 3,26
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 181


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.60 Rekapitulasi debit andalan


Debit Andalan (m³/detik)
No Tahun Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
1 1987 4,14 3,22 2,09 1,04 0,78 0,46 0,34 0,26 0,19 0,15 1,20 1,62
2 1988 3,62 5,10 4,75 1,95 2,75 1,54 0,69 0,52 0,39 2,77 2,35 2,03
3 1989 3,53 4,38 3,04 1,68 1,25 2,65 3,27 0,99 0,55 1,61 2,25 2,14
4 1990 6,10 3,15 3,58 1,81 0,94 0,60 0,45 0,41 0,26 0,19 0,77 3,53
5 1991 7,41 6,94 2,15 3,57 1,02 0,76 0,57 0,43 0,32 0,24 1,17 2,80
6 1992 7,03 6,02 5,43 3,87 2,18 1,19 0,80 1,96 1,03 1,32 1,69 1,48
7 1993 3,06 2,07 2,86 2,47 1,01 0,70 0,42 0,32 0,24 0,18 2,09 2,53
8 1994 3,32 4,31 5,45 1,95 0,89 0,67 0,50 0,38 0,28 0,21 0,76 1,45
9 1995 4,14 4,27 3,08 1,81 0,75 1,12 0,47 0,35 0,27 0,63 3,82 2,20
10 1996 2,32 1,80 1,33 1,02 0,45 0,34 0,25 0,19 0,14 1,38 2,91 2,28
11 1997 2,25 2,84 0,73 1,18 0,64 0,37 0,27 0,21 0,15 0,12 0,09 1,32
12 1998 2,71 4,05 3,23 2,69 0,80 0,60 0,45 0,34 0,25 0,19 3,52 1,72
13 1999 3,45 2,34 2,66 2,15 1,39 0,57 0,42 0,32 0,24 0,88 1,91 2,97
14 2000 2,89 3,36 2,29 3,02 1,04 0,85 0,47 0,35 0,26 0,49 1,37 0,89
15 2001 2,95 2,44 3,76 2,35 0,97 1,28 0,50 0,37 0,28 2,25 3,41 0,89
16 2002 4,01 4,39 2,31 1,81 0,92 0,67 0,42 0,32 0,24 1,43 1,43 2,03
17 2003 1,35 3,24 1,70 0,72 0,86 0,54 0,42 0,28 0,20 0,14 1,23 1,60
18 2004 2,89 2,67 2,19 0,85 1,59 0,49 0,37 0,28 0,21 0,16 1,43 3,64
19 2005 2,77 2,33 1,63 1,53 0,54 0,41 0,30 0,23 0,17 0,53 0,97 3,36
20 2006 2,52 2,79 1,94 2,76 1,44 0,58 0,54 0,33 0,25 0,30 0,15 3,26
(Sumber : Perhitungan )

Tabel 4.61 Penentuan debit andalan untuk kebutuhan air baku


Debit Andalan (m³/detik)
No Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
1 1,35 1,80 0,73 3,87 0,45 0,34 0,25 1,96 0,14 0,12 0,09 0,89
2 2,25 2,07 1,33 3,57 0,54 0,37 0,27 0,99 0,15 0,14 0,15 0,89
3 2,32 2,33 1,63 3,02 0,64 0,41 0,30 0,52 0,17 0,15 0,76 1,32
4 2,52 2,34 1,70 2,76 0,75 0,46 0,34 0,43 0,19 0,16 0,77 1,45
5 2,71 2,44 1,94 2,69 0,78 0,49 0,37 0,41 0,20 0,18 0,97 1,48
6 2,77 2,67 2,09 2,47 0,80 0,54 0,42 0,38 0,21 0,19 1,17 1,60
7 2,89 2,79 2,15 2,35 0,86 0,57 0,42 0,37 0,24 0,19 1,20 1,62
8 2,89 2,84 2,19 2,15 0,89 0,58 0,42 0,35 0,24 0,21 1,23 1,72
9 2,95 3,15 2,29 1,95 0,92 0,60 0,42 0,35 0,24 0,24 1,37 2,03
10 3,06 3,22 2,31 1,95 0,94 0,60 0,45 0,34 0,25 0,30 1,43 2,03
11 3,32 3,24 2,66 1,81 0,97 0,67 0,45 0,33 0,25 0,49 1,43 2,14
12 3,45 3,36 2,86 1,81 1,01 0,67 0,47 0,32 0,26 0,53 1,69 2,20
13 3,53 4,05 3,04 1,81 1,02 0,70 0,47 0,32 0,26 0,63 1,91 2,28
14 3,62 4,27 3,08 1,68 1,04 0,76 0,50 0,32 0,27 0,88 2,09 2,53
15 4,01 4,31 3,23 1,53 1,25 0,85 0,50 0,28 0,28 1,32 2,25 2,80
16 4,14 4,38 3,58 1,18 1,39 1,12 0,54 0,28 0,28 1,38 2,35 2,97
17 4,14 4,39 3,76 1,04 1,44 1,19 0,57 0,26 0,32 1,43 2,91 3,26
18 6,10 5,10 4,75 1,02 1,59 1,28 0,69 0,23 0,39 1,61 3,41 3,36
19 7,03 6,02 5,43 0,85 2,18 1,54 0,80 0,21 0,55 2,25 3,52 3,53
20 7,41 6,94 5,45 0,72 2,75 2,65 3,27 0,19 1,03 2,77 3,82 3,64

LAPORAN TUGAS AKHIR 182


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Dari tabel di atas untuk perhitungan debit andalan digunakan curah hujan 90 % tak
terpenuhi pada data ke-m dimana :

M = 0,9 x N
= 0,9x 20
= 18 (Data debit andalan yang digunakan pada urutan ke-18)

4.4 Analisis Hubungan Elevasi dengan Volume Embung


Perhitungan ini didasarkan pada peta dengan skala 1 : 1000 dan beda tinggi kontur 1m. cari
luas permukaan genangan embung yang dibatasi garis kontur. kemudian dicari volume yang
dibatasi oleh dua garis kontur yang berurutan dengan menggunakan persamaan pendekatan
volume (Soedibyo. 1993)
1

Vx  xZx Fy  Fx  Fy  Fx
3

Dimana :
Vx = Volume pada kontur (m3)
Z = Beda tinggi antar kontur (m)
Fy = Luas pada kontur Y (m2)
Fx = Luas pada kontur X (m2)
Dari perhitungan tersebut di atas. kemudian dibuat grafik hubungan antara elevasi volume
embung. dari grafik tersebut dapat dicari luas dari volume embung setiap elevasi terntentu
dari embung.
Tabel 4.62 Perhitungan hubungan elevasi, luas dan volume daerah genangan
Jumlah
Elevasi Luas Volume Volume
Luas h
Embung Permukaan Embung Komulatif
Permukaan
(m) (m²) (m²) (m) (m³) (m³)

140 0,00 0,00


27911,79 1,00 13955,90
141 27911,79 13955,90
63352,78 1,00 31676,39
142 35440,99 45632,29
75598,08 1,00 37799,04

LAPORAN TUGAS AKHIR 183


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

(Lanjutan Tabel 4.62)


Jumlah
Elevasi Luas Volume Volume
Luas h
Embung Permukaan Embung Komulatif
Permukaan
(m) (m²) (m²) (m) (m³) (m³)
143 40157,09 83431,33
85302,38 1,00 42651,19
144 45145,29 126082,52
95171,63 1,00 47585,82
145 50026,34 173668,33
105394,18 1,00 52697,09
146 55367,84 226365,42
119075,13 1,00 59537,57
147 63707,29 285902,99
137200,00 1,00 68600,00
148 73492,71 354502,99
155961,18 1,00 77980,59
149 82468,47 432483,58
172318,34 1,00 86159,17
150 89849,87 518642,75
186525,21 1,00 93262,61
151 96675,34 611905,35
201028,72 1,00 100514,36
152 104353,38 712419,71
(Sumber : Perhitungan )

Tabel 4.63 Hubungan elevasi, luas dan volume daerah genangan

Elevasi Embung Luas Permukaan Volume Storage


(m) (m²) (m³)
140 0,00 0,00
141 27911,79 13955,90
142 35440,99 45632,29
143 40157,09 83431,33
144 45145,29 126082,52
145 50026,34 173668,33
146 55367,84 226365,42
147 63707,29 285902,99
148 73492,71 354502,99
149 82468,47 432483,58
150 89849,87 518642,75
151 96675,34 611905,35
152 104353,38 712419,71

LAPORAN TUGAS AKHIR 184


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Gambar 4.6 Grafik hubungan elevasi dengan volume genangan dan luas

LAPORAN TUGAS AKHIR 185


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4.5 Penelusuran Banjir (Flood Routing)


4.5.1 Penelusuran Banjir Melalui Pelimpah
Penentuan elevasi mercu spillway dengan menggunakan grafik hubungan elevasi dengan
luas tampungan dan volume genangan.
Volume = 285.902,99 m3
Elevasi = + 147 m
Debit yang melimpah melalui spillway diperhitungkan atas dasar debit banjir rencana
dengan periode ulang 50 tahun. Dalam hal ini spillway dianggap sebagai ambang lebar dan
direncanakan Spillway bentuk Ogge tipe terbukadengan :
Cd = 1,3
B rencana = 25 m
Rumus pengaliran untuk spillway
3
2 2
Qoutflow  .Cd.B g .H 2
3 3
(CD. Soemarto, 1999)

Dimana :
Cd = koefisien debit yang melimpah
B = lebar spillway
g = percepatan gravitasi 9,81 m/det2
h = elevasi air yang melimpah melalui pelimpah/spillway (trial error).
sehingga didapat :
3
2 2
Qoutflow  .Cd.B g .H 2
3 3
3
2 2
Qoutflow  .1,3.25 9,81.H 2
3 3

Elevasi puncak dam


Elevasi puncak dam dipengaruhi oleh :
Debit rencana banjir
Debit rencana banjir akan mengakibatkan muka air danau mencapai ketinggian
maksimum. Disini digunakan debit banjir dengan periode u;ang 50 tahun. Debit ini disebut
inflow.

LAPORAN TUGAS AKHIR 186


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Debit spillway
Debit spillway merupakan debit banjir yang melimpah secara bertahap melalui spillway.
Debit ini disebut debit outflow.
Puncak optimal embung yang diperoleh pada saat debit inflow sama dengan debit outflow
yang dihitung dengan penelusuran banjir (flood routing). Perhitungan flood routing
dilakukan dengan menggunakan tabel.
Tabel 4.64 Perhitungan flood routing periode ulang 50 tahun
Jam t Q Inflow Q Rerata Q Rerata x t Asumsi elevasi Q Outflow Q Outrerata Q Outrerata x t
3 3 3 3 3
Jam det m /det m /det m m m /det m /det m3
1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 8,59 147,000 0,00
3600 29,94 107799,53 4,10 14777,14
1 51,30 147,280 8,21
3600 77,33 278390,28 13,90 50039,27
2 103,36 147,500 19,59
3600 111,92 402904,92 26,02 93673,92
3 120,47 147,700 32,45
3600 121,74 438256,90 39,49 142152,86
4 123,00 147,890 46,52
3600 120,67 434396,64 50,55 181985,12
5 118,33 147,990 54,58
3600 114,17 411011,68 54,17 195003,33
6 110,01 147,980 53,76
3600 105,00 378004,62 52,53 189109,70
7 99,99 147,950 51,31
3600 94,68 340842,29 49,31 177506,81
8 89,37 147,900 47,31
3600 84,07 302655,66 45,75 164699,24
9 78,78 147,860 44,19
3600 73,68 265243,03 42,67 153601,24
10 68,58 147,820 41,14
3600 63,78 229607,38 40,03 144090,00
11 58,98 147,790 38,91
3600 54,52 196265,70 37,81 136112,19
12 50,06 147,760 36,71
3600 46,09 165929,46 35,28 127013,54
13 42,12 147,720 33,85
3600 38,87 139932,21 33,15 119344,75

LAPORAN TUGAS AKHIR 187


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

(Lanjutan Tabel 4.64)

Jam t Q Inflow Q Rerata Q Rerata x t Asumsi elevasi Q Outflow Q Outrerata Q Outrerata x t


Jam det m3/det m3/det m3 m m3/det m3/det m3
1 2 3 4 5 6 7 8 9
14 35,62 147,700 32,45
3600 33,03 118896,73 31,76 114338,19
15 30,44 147,680 31,07
3600 28,35 102043,54 30,73 110623,67
16 26,25 147,670 30,39
3600 24,54 88342,92 30,05 108174,56
17 22,83 147,660 29,71
3600 21,43 77142,18 29,37 105743,80
18 20,03 147,650 29,04
3600 18,91 68061,94 28,70 103331,52
19 17,78 147,640 28,37
3600 16,88 60765,78 28,04 100937,88
20 15,98 147,630 27,71
3600 15,25 54903,17 27,38 98563,00
21 14,53 147,620 27,05
3600 13,94 50192,44 26,72 96207,05
22 13,36 147,610 26,40
3600 12,89 46407,28 26,08 93870,18
23 12,42 147,600 25,75
3600 12,05 43365,83 25,43 91552,55
24 11,67 147,590 25,11
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 188


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Gambar 4.7 Grafik flood routing periode ulang 50 tahun

LAPORAN TUGAS AKHIR 189


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.65 Perhitungan flood routing periode PMF


Jam t Q Inflow Q Rerata Q Rerata x t Asumsi elevasi Q Outflow Q Outrerata Q Outrerata x t
3 3 3 3 3
Jam det m /det m /det m m m /det m /det m3
1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 8,591 147,000 0,000
3600 36,23 130424,92 4,327 15575,80
1 63,867 147,290 8,653
3600 98,09 353139,23 15,937 57371,88
2 132,321 147,560 23,220
3600 144,50 520192,20 31,434 113161,60
3 156,675 147,800 39,648
3600 159,51 574226,09 50,918 183306,51
4 162,340 148,080 62,189
3600 160,46 577647,68 71,215 256374,65
5 158,575 148,280 80,241
3600 154,24 555254,95 86,013 309647,17
6 149,900 148,400 91,785
3600 144,34 519639,54 90,805 326899,39
7 138,789 148,380 89,825
3600 132,73 477832,40 82,246 296084,02
8 126,673 148,220 74,666
3600 120,53 433919,06 68,860 247897,44
9 114,393 148,090 63,055
3600 108,41 390293,00 59,649 214735,44
10 102,437 148,010 56,242
3600 96,76 348329,52 53,774 193586,55
11 91,080 147,950 51,306
3600 85,77 308775,54 49,703 178930,02
12 80,462 147,910 48,100
3600 75,55 271986,16 46,532 167513,85
13 70,641 147,870 44,963
3600 66,13 238072,71 44,193 159093,77
14 61,621 147,850 43,422
3600 57,50 206997,34 42,660 153576,75
15 53,377 147,830 41,898
3600 49,62 178634,16 40,773 146782,76
16 45,864 147,800 39,648
3600 42,45 152808,84 38,909 140071,64
17 39,030 147,780 38,170
3600 36,07 129855,52 37,441 134786,70
18 33,112 147,760 36,711

LAPORAN TUGAS AKHIR 190


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

(Lanjutan Tabel 4.65)


Jam t Q Inflow Q Rerata Q Rerata x t Asumsi elevasi Q Outflow Q Outrerata Q Outrerata x t
3 3 3 3 3
Jam det m /det m /det m m m /det m /det m3
1 2 3 4 5 6 7 8 9
3600 30,70 110531,94 36,350 130861,24
19 28,294 147,750 35,989
3600 26,36 94891,28 35,631 128270,04
20 24,423 147,740 35,272
3600 22,87 82323,70 34,916 125696,16
21 21,312 147,730 34,559
3600 20,06 72225,39 34,205 123139,74
22 18,813 147,720 33,852
3600 17,81 64111,20 33,500 120600,89
23 16,804 147,710 33,149
3600 16,00 57591,28 32,800 118079,73
24 15,191 147,700 32,451
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 191


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Gambar 4.8 Grafik flood routing PMF

LAPORAN TUGAS AKHIR 192


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4.6 Volume Air Oleh Penguapan (Evaporasi)


Untuk mengetahui besarnya volume penguapan yang terjadi pada muka embung dihitung
dengan rumus :
Ve = Ea x S x Ag x d
Dimana :
Ve = Volume air yang menguap tiap bulan (m 3)
Ea = Evaporasi hasil perhitungan (mm/hari)
Ag = Luas permukaan Embung pada setengah tinggi tubuh embung (m 2 )
d = Jumlah hari dalam 1 bulan

Penguapan atau evaporasi dipengaruhi oleh suhu air. suhu udara (Atmosfer).
kelembaman. kecepatan angin. tekanan udara. sinar matahari dan lain-lain yang saling
berhubungan. Rumus yang digunakan rumus empiris Penman :
Ea = 0,35(ea – ed) (1 – 0,01V)
Dimana :
ea = tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata harian (mm/Hg)
ed = tekanan uap sebenarnya (mm/Hg)
V = kecepatan angin pada ketinggian 2 m di atas permukaan tanah

LAPORAN TUGAS AKHIR 193


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Tabel 4.66 Perhitungan volume kehilangan air akibat evaporasi
Bulan
No Uraian Satuan Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Kelembaman Relatif % 94,30 93,23 93,56 93,37 94,44 94,37 88,78 93,99 94,10 91,86 94,78 94,20
2 Suhu Udara °C 25,01 24,91 25,05 22,95 24,70 23,41 23,29 23,88 24,52 25,39 25,54 25,43
3 Kecepatan angin m/dt 0,56 0,85 0,35 0,52 0,43 0,43 0,54 0,60 0,69 0,48 0,36 0,37
mile/hr 30,35 46,17 18,98 28,07 23,32 22,96 29,21 32,64 37,06 25,77 19,19 19,78
4 Sinar Matahari (%) 35,61 31,05 43,04 44,10 48,73 51,64 54,14 57,82 49,75 43,65 37,18 32,30
5 Tekanan Uap Jenuh (ea) mm/Hg 26,85 26,85 27,13 27,99 28,13 26,99 26,13 25,99 27,13 28,42 27,71 21,84
6 Tekanan Uap Sebenarnya (ed) mm/Hg 25,32 25,03 25,38 26,13 26,57 25,47 23,20 24,43 25,53 26,11 26,26 20,57
7 Evaporasi (E) mm/hr 0,70 0,93 0,73 0,83 0,67 0,65 1,33 0,73 0,77 1,02 0,60 0,53
8 Jumlah Hari (1 bulan) Hari 31 28 31 30 31 30 31 31 30 31 30 31
1,08E- 8,42E- 9,63E- 7,81E- 7,57E- 1,53E- 8,40E- 8,88E- 1,18E- 6,98E- 6,15E-
m/dt 8,09E-09 08 09 09 09 09 08 09 09 08 09 09
Evaporasi tiap bulan dalam m3
m3 42145,29 912,79 1097,38 949,96 1052,18 881,56 826,46 1732,17 947,82 970,53 1329,68 762,99
Total kehilangan selama 1 tahun m3 12157,79
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 194


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4.7 Volume Yang Disediakan Untuk Angkutan Sedimen


Perkiraan laju sedimentasi dalam studi ini dimaksudkan untuk memperoleh angka
sedimentasi dalam satuan m3/tahu, guna memberikan perkiraan yang lebih pasti untuk
penentuan ruang sedimen dan untuk memperkirakan umur rencana embung. Data atau
parameter yang digunakan dalam analisis sedimentasi adalah sebagai berikut:
Luas DAS = 20,33 km2
Curah hujan (R) = 162,57 mm
Koefisien kekasaran manning (n) = 0,02
Indeks erodibilitas tanah (K) = 0,4
Factor CP = 0,43
γ sedimen = 2,2 ton/m3
Contah perhitungan :
Indek erosivitas hujan = 2,21x Rb1,36
= 2,21 x (162,57 x 10-3)1,36
= 0,187 ton.m/ha.th

Untuk kemiringan lebih kecil dari 20% = LS = L/100(1,36+0,965S+0,138S2)


Erosi potensial = R x K x LS x A
Erosi aktual = erosi potensial x CP

SDR =

S 1  0,8683A 0, 2018 0,8683A 0 , 2018
2S  50n 

S-pot = erosi aktual x SDR

LAPORAN TUGAS AKHIR 195


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel. 4.67 Perhitungan sedimentasi


Elevasi Slope Rerata Panjang Lereng Luas Ls Erosi pot Erosi aktual SDR Sedimentasi pot
N0
m % m Ha m (ton/th/ha) (ton/th) (ton/th)
1 480< 13,7 1.233,329 151,295 18,438 254,832 109,578 0,357 39,119
2 400-480 2 1.610,724 256,115 22,224 519,964 223,585 0,291 65,063
3 320-400 6,7 1.829,168 397,759 26,069 947,241 407,314 0,283 115,270
4 240-320 5,1 2.045,730 552,162 28,843 1454,866 625,592 0,261 163,280
5 160-240 1,6 2.186,008 676,008 30,067 1856,770 798,411 0,239 190,820
Jumlah 2033,339 573,552
(Sumber : Perhitungan )

Volume sedimen pada embung tergantung pada umur rencana embung. Embung
Tambakboyo direncanakan mempunyai umur rencana 50 tahun, dan berat jenis dari material
sedimen adalah 2,2 ton/m3.
Volume sedimen = (573,552 (ton/th) / 2,2 ton/m3) x 50 th
= 13035,27 m3

4.8 Volume Resapan Embung


Besarnya volume kehilangan air akibat resapan melalui dasar, dinding, dan tubuh embung
tergantung dari sifat lulu air material dasar dan dinding kolam. Sedangkan sifat ini tergantung
pada jenis butiran tanah atau struktur batu pembentuk dasar dan dinding kolam. Perhitungan
resapan air ini megggunakan Rumus praktis untuk menentukan besarnya volume resapan air
kolam embung, sebagai berikut :
Vi = K .Vu
Dimana :
Vi = jumlah resapan tahunan (m3)
Vu = volume hidup untuk melayani berbagai kebutuhan (m3)
K = faktor yang nilainya tergantung dari sifat lulus air
material dasar dan dinding kolam embung.
K = 10%, bila dasar dan dinding kolam embung praktis rapat air (k < 10 -5 cm/d)
termasuk penggunaan lapisan buatan (selimut lempung,
geomembran,"rubbersheet" semen tanah).

LAPORAN TUGAS AKHIR 196


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4.9 Volume Tampungan Untuk Melayani Kebutuhan


Volume Tampungan Untuk Melayani Kebutuhan Air Baku di sebut juga Volume Efektif
storage. Volume efektif storage adalah besarnya volume penyimpanan air di dalam embung
untuk memenuhi kebutuhan air baku. Volume storage dihitung berdasarkan besarnya debit
andalan yang ada. Ketinggian air dipertahankan pada elevasi + 144 m untuk kegiatan
pariwisata dan selebihnya direncanakan untuk kebutuhan air baku.
Diketahui :
Volume Tampungan Embung ketinggian + 147 m (Vt147) = 285.902,99 m3
Volume Tampungan Embung ketinggian + 144 m (Vt144) = 126.082,52 m3
Volume Evaporasi (Ve) = 12.157,79 m3
Volume Sedimen (Vs) = 13.035,27 m3
Volume Air Mati = Vt144 – Vs
= 126.082,52 - 13.035,27
= 113.047,25 m3

Volume Air efektif = (Vt +147 – Vt +144 ) – Ve – Vs


= (285.902,99 –126.082,52) – 12.157,79 – 13.035,27
= 134.627,41 m3

Volume Resapan = 10% x Volume Air efektif


= 10% x 134.627,41 m3
= 13.462,741 m3

LAPORAN TUGAS AKHIR 197


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

4.10 Neraca Air


Penentuan neraca air embung didasarkan atas pendekatan yang paling nyata menyangkut
perhitungan neraca air (water budget). Caranya dengan mengandaikan bahwa :
S = Inflow –Outflow
S = I + P – Og – Pc – E – Ip- Osp
Dimana :
S = Storage (simpanan)
I = Inflow embung
P = Presipitasi
Pc = Perkolasi
E = Evaporasi
Ip = Pengambilan air melaui intake
Osp = Outflow (aliran keluar melalui spillway)

LAPORAN TUGAS AKHIR 198


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Tabel 4.68 Perhitungan neraca air Embung Tambakboyo


Inflow Kebutuhan Surflus (+)
Bulan hari Debit Komulatif Air baku Pariwisata Evaporasi Rembesan Sedimen Jumlah Kumulatif Defisit (-)
m3/dt m3/dt m3 /dt m3/dt m3/dt m3/dt m3/dt m3 /dt m3/dt m3/dt m3/dt
Jan 31 6.10 527053.05 527053.05 82000 113047.25 912.79 13462.74 1086.27 210509.05 210509.05 316544.00
Feb 28 5.10 440377.62 967430.67 82000 113047.25 1097.38 13462.74 1086.27 210693.64 421202.68 546227.98
Mar 31 4.75 410374.63 1377805.29 82000 113047.25 949.96 13462.74 1086.27 210546.22 631748.90 746056.39
Apr 30 1.02 88190.03 1465995.33 82000 113047.25 1052.18 13462.74 1086.27 210648.44 842397.34 623597.99
Mei 31 1.59 137026.31 1603021.63 82000 113047.25 881.56 13462.74 1086.27 210477.82 1052875.16 550146.48
Jun 30 1.28 110767.96 1713789.59 82000 113047.25 826.46 13462.74 1086.27 210422.71 1263297.87 450491.72
Jul 31 0.69 59423.03 1773212.62 82000 113047.25 1732.17 13462.74 1086.27 211328.43 1474626.30 298586.32
Agust 31 0.23 19683.73 1792896.35 82000 113047.25 947.82 13462.74 1086.27 210544.08 1685170.38 107725.97
Sep 30 0.39 33425.45 1826321.80 82000 113047.25 970.53 13462.74 1086.27 210566.79 1895737.17 -69415.37
Okt 31 1.61 138733.51 1965055.32 82000 113047.25 1329.68 13462.74 1086.27 210925.94 2106663.11 -141607.80
Nop 30 3.41 294418.72 2259474.04 82000 113047.25 762.99 13462.74 1086.27 210359.25 2317022.36 -57548.32
Des 31 3.36 290105.40 2549579.44 82000 113047.25 694.27 13462.74 1086.27 210290.53 2527312.89 22266.55
(Sumber : Perhitungan )

LAPORAN TUGAS AKHIR 199


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Gambar 4.9 Neraca Air Embung Tambakboyo

LAPORAN TUGAS AKHIR 200


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISA HIDROLOGI

Tabel 4.69 Tabel kategori kebutuhan air non domestik


KATEGORI KOTA BERDASARKAN JUMLAH JIWA
500.000 100.000 20.000
URAIAN >1.000.000 S/D S/D S/D <20.000
No
1.000.000 500.000 100.000
METRO BESAR SEDANG KECIL DESA
Konsumsi unit sambungan rumah (SR)
1 190 170 130 100 80
l/org/hr
Konsumsi unit hidran umum (HU)
2 30 30 30 30 30
l/org/hr
3 Konsumsi unit non domestic (%) 20-30 20-30 20-30 20-30 20-30
4 Kehilangan air (%) 20-30 20-30 20-30 20-30 20-30
5 Factor hari maksimum 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2
6 Factor jam puncak 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
7 Jumlah per SR 5 5 5 5 5
8 Jumlah jiwa per HU 100 100 100 100 100
9 Sisa tekan di penyediaan distribusi (mka) 10 10 10 10 10
10 Jam operasi 24 24 24 24 24
11 Volume reservoir (% max day demand) 20 20 20 20 20
50:50 50:50
12 SR:HR S/D S/D 80:20 70:30 70:30
80:20 80:20
13 Cakupan pelayanan(%) *)90 90 90 90 **)70
(sumber : Ditjen Cipta Karya, tahun 2000)
*) 60 % perpipanan, 30 % non perpipanan
**) 25 % perpipanan, 45 % non perpipanan

LAPORAN TUGAS AKHIR 201


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB IV ANALISA HIDROLOGI

Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman masuk pada kota kategori kota sedang sehingga
diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 4.70 Perhitungan jumlah kebutuhan air per jiwa

NO Uraian l/org/hr
1 Konsumsi unit sambungan rumah (SR) 130 l/org/h 130
2 Konsumsi unit hidran umum (HU) 30 l/org/h 30
4 Kehilangan air 25% 40
5 Faktor hari maksimum 1,2 240
6 Faktor jam puncak 1,5 360
7 Cakupan pelayanan 90 % 324
Kebutuhan Air Baku
324 l/o/hr

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa besarnya kebutuhan air sebesar 324 l/org/hr. Untuk
kebutuhan air baku per bulan sebesar :
Kebutuhan air baku per jiwa = 324 l/org/hr
= 324 x 30
= 9.720 l/org
= 9,72 m3/org

Berdasarkan perhitungan neraca air jumlah volume air yang dapat digunakan untuk
kebutuhan air baku sebesar 82.000 m3. Sehinga dapat diperoleh jumlah penduduk yang
terpenuhi kebutuhan air bakunya per bulan.
Jumlah penduduk terpenuhi = Volume Air : Kebutuhan Air
= 82.000 m3 : 9,72 m3/org
= 8436 orang

LAPORAN TUGAS AKHIR 202


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

BAB V
PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.1 Penentuan Tinggi Jagaan


Tinggi jagaan adalah jarak bebas antara mercu embung dengan permukaan air maksimum
rencana. Tinggi jagaan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

he
H f  h  (hw atau )  ha  hi
2
he
H f  hw   ha  hi
2
Dimana :
Hf = tinggi jagaan (m)
∆h = yang terjadi akibat timbulnya banjir abnormal (m)
hw = tinggi ombak akibat kenaikan (m)
he = tinggi jagaan ombak akibat gempa (m)
ha = tinggi kemungkinan kenaikan permukaan air, apabila terjadi kemacetan pada
pintu bangunan pelimpah (m)
hi = tinggi tambahan yang didasarkan pada tingkat urgensi embung (m)

Puncak embung
Tinggi jagaan

Gambar 5.1 Tinggi jagaan (free board)

LAPORAN TUGAS AKHIR 203


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.1.1 Tinggi Kenaikan Permukaan Air yang Disebabkan oleh Banjir Abnormal
(h)
Dihitung Berdasarkan Persamaan Sebagai berikut :
2 Q0 h
h   
3 Q Ah
1
Q

Dimana :
Qo = debit banjir rencana (m3/det)
Q = kapasitas rencana (m3/det)
 = 0,2 untuk bangunan pelimpah terbuka
 = 1,0 untuk bangunan pelimpah tertutup
H = kedalaman pelimpah rencana (m)
A = luas permukaan air pada elevasi banjir rencana (km2)
T = durasi terjadinya banjir abnormal (biasanya antara 1 s/d 3 jam)

Untuk perhitungan digunakan data-data sebagai berikut :

Qo = 123,00 m3/detik
Q = 54,58 m3/detik
H = 0,99 ≈ 1 m
A = 0,0735 km²

h = 2  0,2  123,00  1,00


3 54,58 0,0735  1,00
1
54,58(3 x3600)

h = 0,3 m

5.1.2 Tinggi Ombak yang Disebabkan oleh Angin (hw)


Tinggi ombak yang disebabkan oleh angin ini perhitungannya sangat dipengaruhi oleh
panjangnya lintasan ombak (F) dan kecepatan angin di atas permukaan air embung.
Panjang lintasan ombak yang dipakai adalah Fetch efektif sebesar 109,45 m (Gambar
5.2.). Sedangkan kecepatan angin di atas permukaan air embung diambil dari data di
stasiun BMG DIY yaitu 20 m/det. Perhitungan tinggi ombak (hw) ini menggunakan grafik

LAPORAN TUGAS AKHIR 204


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

metode SMB yang dikombinasikan dengan metode Saville. Dengan kemiringan hulu 1:3,
tinggi jangkauan ombak (hw) yang didapat adalah 0,071 m .

Gambar 5.2 Panjang lintasan ombak effektif

Perhitungan fetch efektif rata-rata digunakan persamaan berikut (Bambang


Triatmojo,1996) :
 X i . Cos 
Feff 
 Cos

Dimana :
Feff = fetch rerata efektif
Xi = panjang fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke ujung akhir fetch.
α = deviasi mbahan 60 sampai sudut sebesar 840 pada kedua sisi dari arah angin.

LAPORAN TUGAS AKHIR 205


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.1 Perhitungan Fetch efektif

α (°) Cos α X (m) X cos α


84 0,105 30,19 3,170
78 0,208 29,83 6,205
72 0,309 29,63 9,156
66 0,407 30,89 12,572
60 0,500 32,47 16,235
54 0,588 35,49 20,868
48 0,669 43,26 28,941
42 0,743 47,31 35,151
36 0,809 50,37 40,749
30 0,866 57,73 49,994
24 0,914 64,97 59,383
18 0,951 64,67 61,501
12 0,978 72,27 70,680
6 0,995 290,6 289,147
0 1 202,93 202,930
6 0,995 161,39 160,583
12 0,978 142,48 139,345
18 0,951 228,66 217,456
24 0,914 187,77 171,622
30 0,866 161,6 139,946
36 0,809 125,88 101,837
42 0,743 106,66 79,248
48 0,669 93,66 62,659
54 0,588 76,22 44,817
60 0,500 61,03 30,515
66 0,407 35,68 14,522
72 0,309 32,2 9,950
78 0,208 30,45 6,334
84 0,105 30 3,150
Jumlah 19,084 2088,665
(Sumber : Hasil Perhitungan)

 X i . Cos  2088,665
Feff    109,45m
 Cos 19,084

LAPORAN TUGAS AKHIR 206


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar 5.3 Grafik perhitungan metode SMB (Suyono Sosrodarsono, 1989)

5.1.3 Tinggi Ombak yang Disebabkan oleh Gempa (he)

Gambar 5.4 Pembagian zone gempa di Indonesia

LAPORAN TUGAS AKHIR 207


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Koefisien gempa (z) = 0,8

Percepatan dasar gempa (Ac) = 151,72 cm/dt²

Faktor koreksi (V) = 1,1

Percepatan gravitasi (g) = 980 cm/dt²

Perhitungan intensitas seismis horizontal dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

V
e = z . Ac .
g

 1 
e = 0,80 151,72   
 980 

e = 0,124

Didapatkan tinggi ombak yang disebabkan oleh gempa adalah :

e .
he  g . h0

Dimana :

e = Intensitas seismis horizontal

 = Siklus seismis ( 1 detik )

h0 = Kedalaman air di dalam embung

= elv.HWL – elv.dasar kolam

= +147,99 - (+140)

= + 7,99 (MSL)

0,124  1
= 9,8  7,99 = 0,349 m
3,14

he
Jadi tinggi puncak ombak di atas permukaan air rata-rata = 0,175 m.
2

LAPORAN TUGAS AKHIR 208


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.1.4 Kenaikan Permukaan Air Embung yang Disebabkan oleh Ketidaknormalan


Operasi Pintu Bangunan (ha)
Kenaikan permukaan air embung yang disebabkan oleh ketidaknormalan operasi pintu-
pintu bangunan sebagai standar biasanya diambil h a = 0,5 m ( Suyono Sosrodarsono,
1981).

5.1.5 Angka Tambahan Tinggi Jagaan yang Didasarkan pada Tipe Bendungan (hi)
Mengingat limpasan melalui mercu bendungan urugan akan sangat berbahaya, maka untuk
bendungan type ini angka tambahan tinggi jagaan (hi) diambil sebesar 1,0 m (Suyono
Sosrodarsono, 1981).
Berdasarkan data perhitungan tersebut di atas di mana :

h = 0,3 m
hw = 0,071 m
he
= 0,175 m
2
ha = 0,5 m
hi = 1,0 m
Maka tinggi jagaan dapat ditentukan , yang hasilnya adalah sebagai berikut :

Hf = 0,3 + 0,071 + 0,5 + 1,0


= 1,271 m
Hf = 0,3 + 0,175 + 0,5 + 1,0
= 1,975 m
Hf = 0,071 + 0,175 + 0,5
= 0,746 m
Dari ketiga alternatif tinggi jagaan tersebut diambil tinggi jagaan 1,975 m.
Angka standard untuk tinggi jagaan pada bendungan urugan adalah sebagai berikut :
Tabel 5.2 Tinggi jagaan Embung Urugan
Lebih rendah dari 50 m Hf  2 m
Dengan tinggi antara 50-100 m Hf  3 m
Lebih tinggi dari 100 m Hf  3,5 m
(Suyono Sosrodarsono, 1981)
Berdasarkan tabel di atas, maka tinggi jagaan yang diambil sebesar 2 m.

LAPORAN TUGAS AKHIR 209


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.2 Tinggi Embung


Besarnya tinggi tubuh embung sangat dipengaruhi oleh besarnya masing-masing tampungan
yang ada. Tampungan tersebut adalah :
a. Tampungan mati (dead storage) merupakan tampungan untuk sedimen yang diendapkan
selama usia guna embung. Berdasarkan hasil perhitungan akumulasi pengendapan
sedimen, didapatkan dead storage selama 50 tahun sebesar 13.035,27 m3 pada elevasi +
140,81 m. Muka air terendah di Embung Tambakboyo dipertahankan pada elevasi +144
m untuk memenuhi kebutuhan kegiatan pariwisata.
b. Tampungan efektif (effective storage), merupakan tampungan untuk memenuhi
kebutuhan air baku.
c. Tinggi crest pelimpah (MAN) ditentukan berdasarkan kapasitas desain kolam embung
terpilih sebesar 285.902,99 m3 pada elevasi +147 m. Dari hasil flood routing didapat
elevasi muka air banjir (MAB) pada elevasi +147,99 m atau dengan ketinggian 0,99 m di
atas pelimpah (spillway).

Maka tinggi embung (H) = Elv.MAB – Elv. Dasar kolam + tinggi jagaan
= 147,99 – 140 + 2
= 9,99 m ≈ 10 m

Elevasi puncak mercu embung = 140 + 10


= +150 m

Crest = +150 m
HWL = + 147,99 m

NWL = + 147 m Flood storage

Effective
LWL = + 144 m storage
+ 140,81 m
Dead storage
+ 140 m

Gambar 5.5 Tinggi tampungan Embung Tambakboyo

LAPORAN TUGAS AKHIR 210


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.3 Lebar Mercu Embung


Lebar mercu embung yang memadai diperlukan agar mercu embung dapat bertahan terhadap
hempasan ombak diatas permukaan lereng yang berdekatan dengan mercu tersebut dan dapat
bertahan terhadap aliran filtrasi yang melalui bagian mercu tubuh embung yang
bersangkutan. Disamping itu, pada penentuan lebar mercu perlu diperhatikan kegunaannya
sebagai jalan eksploitasi dan pemeliharaan.

Untuk memperoleh lebar minimum mercu embung, dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut ;
B = 3,60 (H)1/3 – 3,00
Dimana :
B = Lebar puncak embung (m).
H = Tinggi embung (= 10 m).
B = 3,60 (H)1/3 – 3,00
= 3,60 x 10 1/3 – 3,00 = 4,697 m  5,00 meter
Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh lebar mercu embung minimum 5 meter.

5.4 Panjang Dasar Embung


Panjang tubuh mercu embung yang dimaksud adalah seluruh panjang mercu embung yang
membentang dari ujung kiri sampai dengan ujung kanan tebing termasuk dengan gaIian yang
masuk ke masing-masing ujung tebing, dan apabila bangunan pelimpah ataupun penyadap
terdapat pada bagian dari mercu embung maka lebar bangunan-bangunan tersebut juga
diperhitungkan sebagai panjang embung sehingga panjang mercu utama 50 meter.

5.5 Penimbunan ekstra


Penimbunan ekstra pada tubuh embung dimaksudkan untuk mengimbangi penurunan mercu
embung yang disebabkan oleh adanya proses konsolidasi. Sesudah tubuh embung dibangun
maka proses konsolidasi ini masih terus berlangsung untuk beberapa waktu lamanya.
Penimbunan ekstra dimaksudkan agar sesudah proses konsolidasi tersebut selesai, maka
elevasi puncak/mercu embung diharapkan dapat mencapai elevasi sesuai rencana (Elevasi
rencana). Penurunan tubuh embung yang disebabkan oleh proses konsolidasi didalam tubuh
embung tersebut, biasanya berkisar antara 0,20 sampai 0,40 % dari tinggi embung.
Penimbunan ekstra telah diperhitungkan dalam perhitungan tinggi jagaan (Free board).

LAPORAN TUGAS AKHIR 211


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.6 Bangunan Pelimpah (Spillway)


Pada embung tipe urugan tidak diperbolehkan terjadi limpasan air (over topping) pada saat
terjadi debit banjir. Kelebihan debit pada saat banjir terjadi, harus dibuang melalui pelimpah.
Pelimpah banjir pada Embung Tambakboyo direncanakan dengan Pelimpah Ogee Tipe
Terbuka (overflow spillway).
Secara umum pelimpah jenis ini terdiri dari empat bagian, yakni :
saluran pengarah aliran
saluran pengatur aliran
saluran transisi
saluran peluncur, dan
peredam energi

5.6.1 Data Teknis Perencanaan


Debit banjir rencana (Q50 TH) = 123,00 m3/dt
Debit outflow spillway = 54,58 m3/dt
Lebar total pelimpah (B') = 25 m
Tinggi Jagaan = 2m
Kemiringan pelimpah hulu = vertikal (900)
Elevasi rencana crest pelimpah = +150 m
Elevasi dasar embung = +140 m

Pelimpah banjir diletakkan pada tebing sebelah kiri embung, pondasi bagian kiri sungai
mempunyai daya dukung yang baik, profil ambang yang digunakan adalah ambang
overflow atau pelimpah bebas dengan tipe OGEE yang mercunya mengikuti lengkung
Harold.

Dalam pra desain ini lebar pelimpah banjir direncanakan sebesar 25,00 m, dimana nilai ini
merupakan hasil yang dianggap paling sesuai dari beberapa alternatif dimensi yang telah
dianalisis, sedangkan puncak atau crest pelimpah berada pada elevasi + 150 m. Pelimpah
direncanakan dengan debit outflow spillway sebesar 54,58 m3/dt

LAPORAN TUGAS AKHIR 212


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.6.2 Lebar Efektif Spillway


Untuk menghitung lebar efektif spillway embung digunakan rumus sebagai berikut:
Rumus : Be = B – 2(n.Kp + Ka).He
Dimana :
Be = lebar efektif spillway embung (m)
B = lebar spillway embung (m) = 25 m
Kp = koefisien kontraksi pilar = 0,01
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung (abutment bulat) = 0,2
n = jumlah pilar = 2
He = tinggi energi (m)

Jadi lebar efektif spillway embung adalah :


Be = 25 – 2(2 x 0,01 + 0,2) x He)
Be = 25– (0,44 x He)

5.6.3 Tinggi Air Banjir di Atas Mercu Spillway


Perhitungan tinggi energi di atas mercu menggunakan rumus debit embung dengan mercu
bulat sebagai berikut :
2 2 3
Q  Cd . .g .Be .H e 2
3 3
Dimana :
Q = debit (m3/detik) = 54,58 m3/s
Cd = koefisien debit = C0*C1*C2
 Untuk nilai C0 = 1,3 (Konstanta) KP – 02 hal 49
 Untuk nilai C1 = 1
 Untuk nilai C2 = 1
g = percepatan gravitasi (m/det2)
Be = lebar efektif mecu pelimpah (m)
He = tinggi energi di atas mercu pelimpah (m)

LAPORAN TUGAS AKHIR 213


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

2 2 3
54,58  1,3 x x x 9,81x (25  0,44 xH e ) xH e 2
3 3
Dengan cara coba-coba diperoleh He = 1,17 m
Be = 25 – (0.44 x 1,17)
Be = 24,485 m

Tinggi air banjir di atas bendung :


Hd = He – k
Dimana :
k = tinggi kecepatan
= V2/2g
V = Q/A
= Q/(Be x He)
= 54,58 / (24,485 x 1,17)
= 1,905 m/detik
k = V2/2g
= 1,905 2/(2 x 9.,8)
= 0,185 m
Hd = He – k
= 1,17 – 0,185
= 0,985 m ≈ 0,99 m
Jadi tinggi air banjir di atas mercu pelimpah (Hd) = 0,99 m

5.6.4 Saluran Pengarah Aliran Bangunan Pelimpah

Saluran pengarah aliran dimaksudkan agar aliran air senantiasa dalam kondisi hidrolika
yang baik dengan mengatur kecepatan alirannya tidak melebihi 4 m/det dengan lebar
semakin mengecil ke arah hilir. Apabila kecepatan aliran melebihi 4 m/det, maka aliran
akan bersifat helisoidal dan kapasitas alirannya akan menurun. Disamping itu aliran
helisoidal tersebut akan mengakibatkan peningkatan beban hidrodinamis pada bangunan
pelimpah tersebut. Berdasarkan pengujian-pengujian yang ada saluran pengaruh aliran
ditentukan sebagai berikut :

LAPORAN TUGAS AKHIR 214


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Ambang pengatur debit


H V

V < 4 m/det
W

Saluran pengarah aliran

Gambar 5.6 Saluran pengarah aliran dan ambang pengatur debit pada bangunan Pelimpah

Dari analisis data sebelumnya di mana didapat :

 Ketinggian air di atas mercu (H) = 147,99 – 147 m = 0,99 m


 Qout yang melewati spillway = 54,58 m/det³
 Maka :
1
W .H
5
W = 0,198 m. Maka W yang dipakai = 7 m > 0,198 m

5.6.5 Penampang Mercu Ambang Penyadap


Dipakai tipe pelimpah dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Civil
Engineering Department U.S. Army. Dasar-dasar yang digunakan dalam metode ini adalah
penentuan bentuk penampang lintang embung dengan persamaan empiris, tetapi didukung
oleh angka kooefisien limpahan (C) yang diperoleh dari hasil eksperimen. Persamaan–
persamaan yang digunakan untuk menghitung penampang lintang embung dengan metode
C.E.D.U.S. Army terdiri dari 2 (dua) bagian sebagai berikut:
a. Penampang lintang sebelah hulu dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:
r1  0,5  Hd r 2  0,2  H d

a  0,175  H d b  0,282  H d

Dimana :

Hd = tinggi muka air banjir di hulu pada saat banjir = 0,99 m

LAPORAN TUGAS AKHIR 215


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Dari penjelasan di atas didapat lengkung mercu spillway bagian hulu sebagai berikut:
a = 0,175 × 0,99 = 0,173 m
b = 0,282 × 0,99 = 0,279 m
r1 = 0,5 × 0,99 = 0,495 m
r2 = 0,2 × 0,99 = 0,198 m

Hv = 0,185 m 0,282 Hd = 0,279 m


0,175 Hd = 0,173 m
He = 1,14 m titik nol dari koordinat X,Y
Hd = 0,99 m x

+147

+141

poros embung
r 2= 0,2 Hd = 0,198 m
X ^1,85 = 2 (Hd^0,85 )Y
r 1 = 0,5 Hd = 0,495 m

Gambar 5.7 Koordinat penampang memanjang ambang penyadap saluran pengatur debit

b. Penampang lintang sebelah hilir dari titik tertinggi mercu pelimpah dapat diperoleh
dengan persamaan lengkung Harold sebagai berikut:
X 1.85
X 1.85  2  H d Y Y
0.85

2  H d0.85
Dimana:
Hd = tinggi tekanan rencana (m)
X = jarak horisontal dari titik tertinggi mercu embung ke titik di permukaan
mercu di sebelah hilirnya (m)
Y = jarak vertikal dari titik tertinggi mercu embung ke titik permukaan
mercu sebelah hilirnya (m)

LAPORAN TUGAS AKHIR 216


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.3 Ketinggian spillway berdasarkan lengkung Harold


Koordinat Lengkung
Elevasi
X Hd Y
0,20 0,99 0,03 146,97
0,40 0,99 0,09 146,91
0,60 0,99 0,20 146,80
0,80 0,99 0,33 146,67
1,00 0,99 0,50 146,50
1,20 0,99 0,71 146,29
1,40 0,99 0,94 146,06
1,60 0,99 1,20 145,80
1,80 0,99 1,50 145,50
2,00 0,99 1,82 145,18
2,20 0,99 2,17 144,83
2,40 0,99 2,55 144,45
2,60 0,99 2,95 144,05
2,80 0,99 3,39 143,61
3,00 0,99 3,85 143,15
3,20 0,99 4,34 142,66
3,40 0,99 4,85 142,15
3,60 0,99 5,39 141,61
3,80 0,99 5,96 141,04
4,00 0,99 6,55 140,45
4,20 0,99 7,17 139,83
4,40 0,99 7,82 139,18
4,60 0,99 8,49 138,51
4,80 0,99 9,18 137,82
5,00 0,99 9,90 137,10

Koordinat X = 1 m dan Y = 0,5 m merupakan titik pertemuan antara lengkung dengan


garis lurus.

LAPORAN TUGAS AKHIR 217


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.6.6 Rencana Teknis Hidrolis


Garis dasar saluran ditentukan dengan perhitungan hidrolik yang dilakukan dengan rumus
Bernoulli sebagai berikut :

hL
hv1
V1
hd1 hv2
h1
A

l1 V2
hd2

L B

Gambar 5.8 Skema penampang memanjang saluran (Gunadharma, 1997)

Elevasi ambang hilir = elevasi ambang udik


V2 V2
 hd1   hd 2  he
2g 2g
V12 V22 n 2 . V 2
he    . l1 hL = S . ∆l1
2 g 2g R4 / 3
n2 . V 2
S
R4 / 3

Dimana :
V1 = kecepatan aliran air pada bidang 1
V2 = kecepatan aliran pada bidang 2
hd 1 = kedalaman air pada bidang 1
hd 2 = kedalaman air pada bidang 2
∆l1 = panjang lereng dasar diantara bidang 1 dan bidang 2
∆l = jarak horisontal diantara bidang 1 dan bidang 2
R = radius (jari-jari) hidrolika rata-rata pada potongan saluran yang diambil
S0 = Kemiringan dasar saluran

LAPORAN TUGAS AKHIR 218


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

S = kemiringan permukaan aliran


h1 = kehilangan energi karena gesekan dan lain-lain
he = perbedaan tinggi antara garis energi dengan permukaan air
n = angka kekasaran saluran = 0,012
hL = kehilangan energi karena dasar saluran

Di titik A :
 Kecepatan aliran V1 = 2,252 m/det
 Tinggi tekanan kecepatan aliran hv1 = 0,185 m
 Tinggi aliran hd1 = 0,66 m
 Jari-jari bidrolis rata-rata R = A/(2Hd+b) = 0,626 m

Dengan menggunakan rumus :


Di titik B
 Tinggi potencial bidang di bidang B = hd1 + he2 = 0,66 + (147-140,5)
= 7,16 m
 Diasumsikan bahwa kecepatan aliran di B (V2) = 7,5 m/det, maka :
Q 54 ,58
hd 2    0 , 291 m
b 2 .V 2 25 . 7 , 5
A2 = 25 x 0,291 = 7,277 m2
A2 7,277
R2    0,284 m
(2.hd 2  b2 ) ( 2.0,291  25)
(0,916  0,284 )
Rr   0,600 m
2
( 2,252  7,5) m
Vr   4,876
2 det
V22 V12 n 2 .V 2
he 2    4
l1
2g 2g 3
R
= 3,258 m
 Dengam demikian tinggi tekanan total diperoleh :
Hd 2 + he2 = 0,291 + 3,258 = 3,55 m < 7,16 m
 Dicoba lagi dengan asumsi kecepatan aliran yang berbeda

LAPORAN TUGAS AKHIR 219


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.4 Nilai Froude dengan asumsi kecepatan aliran yang berbeda
V2 b2 hd2 A2 R2 R rata2 V rata2 hv1 hl hv2 he2 he2+hd2 bil Froude
7,5 25 0,291 7,277 0,284 0,455 4,876 0,258 0,133 2,867 3,258 3,55 4,438
7,9 25 0,276 6,909 0,270 0,448 5,076 0,258 0,147 3,181 3,586 3,86 4,798
8,4 25 0,260 6,498 0,255 0,440 5,326 0,258 0,166 3,596 4,020 4,28 5,261
8,9 25 0,245 6,133 0,241 0,433 5,576 0,258 0,185 4,037 4,481 4,73 5,737
9,3 25 0,235 5,869 0,230 0,428 5,776 0,258 0,202 4,408 4,869 5,10 6,128
10 25 0,218 5,458 0,215 0,420 6,126 0,258 0,233 5,097 5,588 5,81 6,833
11 25 0,198 4,962 0,195 0,411 6,626 0,258 0,281 6,167 6,707 6,91 7,883
11,1 25 0,197 4,917 0,194 0,410 6,676 0,258 0,286 6,280 6,825 7,02 7,991
11,2 25 0,195 4,873 0,192 0,409 6,726 0,258 0,291 6,393 6,943 7,14 8,099
11,22 25 0,195 4,865 0,192 0,409 6,736 0,258 0,292 6,416 6,967 7,16 8,121

 Dari hasil perhitungan di atas dengan V2 = 11,22 m/det didapatkan hd + he = 7,16 m


(sesuai dengan asumsi yang diambil), maka :
he = (hd+he2) – hd2 = 7,160 – 0,195 = 6,965 m
hv = he – hl = 6,965 – 0,292 = 6,673 m
 Froude number pada titik B adalah :
V2 11,22
Fr    8,121
g .hd 2 9,81.0,195

5.6.7 Perencanaan Kolam Olak / Peredam Energi


Sebelum aliran air yang melintasi bangunan pelimpah dikembalikan ke sungai, maka
aliran dengan kecepatan yang tinggi dalam kondisi super kritis tersebut harus diperlambat
dan dirubah pada kondisi aliran sub kritis. Guna meredusir energi yang terdapat di dalam
aliran tersebut, maka di ujung hilir saluran peluncur harus dibuat suatu bangunan yang
disebut peredam energi (stilling basin). Ada beberapa tipe peredam energi yang sangat
tergantung pada karakteristik hidrolis aliran seperti kecepatan aliran (v), bilangan froude
(Fr), dan debit persatuan lebar (q) dan harus aman dari banjir 50 tahunan. Berdasarkan
perhitungan di atas diperoleh bilangan Froude (Fr) sebesar 8,328 > 4,5 dan V = 11,41
m/det < 18 m/det, sehingga kolam olak yang digunakan adalah kolam olak tipe USBR
tipe III (Suyono Sosrodarsono, 1981).

LAPORAN TUGAS AKHIR 220


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.6.7.1 Kedalaman Loncatan Hidrolis dalam Kolam Olakan (Suyono


Sosrodarsono, 1981)
Dipakai rumus sebagai berikut :

2  V 2  d1
2
d1 d1
d2    
2 4 g
atau :

2  V 2  d1
2 2
d1 d
d2    1 
2 4 g  d1

Bila :
2
V1

2
F1
g . d1
maka :
d2 1 1
   2  F1
2

d1 2 4
atau :
d2 1
  1  8  F1  1
2

d1 2
Didapatkan hasil perhitungan sebagai berikut :
hd2 = d1 = 0,195 m
Fr = 8,121
d2 1 1
   2  8,1212
0,195 2 4
d2 = 2,14 m

5.6.7.2 Panjang Kolam Olakan


Ukuran panjang kolam olak USBR tipe III tergantung pada bilangan Froude aliran
yang akan melintasi kolam tersebut.
Dengan Fr = 8,121, didapatkan nilai L/d2 = 2,81
L = 2,81 x 2,16 = 6,07 ≈ 6,5 m
Jadi panjang kolam olak USBR tipe III sebesar 6,5 m.

LAPORAN TUGAS AKHIR 221


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.6.7.3 Gigi-Gigi Pemencar Aliran, Gigi-Gigi Benturan dan Ambang Ujung


Hilir Kolam Olakan
Gigi-gigi pemencar aliran berfungsi sebagai berkas aliran, terletak di ujung saluran
masuk ke dalam olakan. Gigi-gigi benturan berfungsi sebagai penghadang aliran serta
mendeformir loncatan hidrolis menjadi pendek, terletak pada dasar kolam olakan
sedangkan ambang ujung hilir kolam olakan dibuat tanpa bergerigi.

5.6.7.4 Dimensi Kolam Olakan (Suyono Sosrodarsono, 1981).


Ukuran kolam olakan adalah 25 m x 6,5 m
Gigi-gigi pemencar
Ukuran gigi-pemencar (d 1) = 0,195 m ≈ 0,2 m
Lebar kolam olak = 25 m
Jumlah gigi-gigi dibuat = 62 bh @ 20 cm
Jarak antara gigi-gigi (d1) = 20 cm
Jarak ke dinding masing-masing = 20 cm.
Cek jumlah jarak = (62 x 0,2) + (61 x 0,2) + (2 x 0,2) = 25 m

Gigi-gigi pembentur
nilai h3/d1 = 2. (berdasarkan bilangan Froude )
h3 = 0,39 m ≈ 0,4 m
Lebar kolam olak = 25 m
Jumlah gigi-gigi dibuat = 35 bh @ 40 cm
Jarak antara gigi-gigi (0,75h3) = 30 cm
Jarak ke dinding masing-masing = 40 cm.
Kemiringan =1:1
Cek jumlah jarak = (35 x 0,4) + (34 x 0,3) + (2 x 0,4) = 25 m
Ambang ujung hilir kolam olakan
Nilai h4/ d 1 = 1,5 (berdasarkan bilangan Froude)
h4 = 0,293 m ≈ 0,3 m
Kemiringan =1:2

Jarak antara gigi-gigi pemencar aliran sampai dengan gigi-gigi benturan adalah
0,8 x d 2 = 0,8 x 2,14 = 1,712 m ≈ 2 m

LAPORAN TUGAS AKHIR 222


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.6.7.5 Tinggi Jagaan (Suyono Sosrodarsono, 1981).


Tinggi jagaan pada bangunan pelimpah (spillway), dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
Fb = c . v . d
atau
Fb = 0,6 + 0,037 . v. d1/3
Fb minimal = 0,5 s/d 0,6 m di atas permukaan aliran

Dimana :
Fb = tinggi jagaan
c = koefisien = 0,1 untuk penampang saluran berbentuk persegi panjang, dan
0,13 untuk penampang berbentuk trapesium
v = kecepatan aliran (m/det)
d = kedalaman air di dalam saluran (m)

Tinggi jagaan pada kolam olakan adalah sebagai berikut :


d 2 = 2,14 m
b = 25 m
A = 2,14 x 25 = 53,5 m²
Q 54,58
v = = 1,02 m/det
A 53,5
Tinggi jagaan :
Fb = 0,10 x 1,02 x 2,14 = 0,218 m
atau
Fb = 0,6 + (0,037 x 1,02 x 2,14 1/3) = 0,648 m
Dipakai nilai tertinggi yaitu Fb = 0,648 m dibulatkan Fb = 1,00 m.

LAPORAN TUGAS AKHIR 223


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.6.8 Tinjauan Terjadinya Scouring


Tinjauan scouring diperlukan untuk mengantisipasi adanya gerusan lokal di ujung hilir
pelimpah. Untuk mengantisipasi hal tersebut dipasang apron yang berupa pasangan batu
kosong. Batu yang dipakai untuk apron harus keras, padat, awet, serta mempunyai berat
jenis 2,4 T/m3. Panjang apron diambil 4 kali kedalaman gerusan atau scouring (KP – 02
hal 104). Rumus yang digunakan adalah rumus Lacey untuk menghitung kedalaman
lubang gerusan :
1/ 3
Q
R  0,47  
 f 
Dimana :
R = kedalaman gerusan di bawah permukaan air banjir (m)
Q = debit outflow spiilway (m3/det)
f = faktor lumpur Lacey
= 1,76 . Dm0,5
Dm = diameter nilai tengah (mean) untuk bahan jelek (mm)

Untuk menghitung turbulensi dan aliran yang tidak stabil, R ditambah 1,5 nya lagi (data
empiris).Tebal lapisan pasangan batu kosong sebaiknya diambil 2 sampai 3 kali d 40 dicari
dari kecepatan rata-rata aliran dengan bantuan Gambar 5.9.
Gambar 5.9 dapat dipakai untuk menentukan d40 dari campuran pasangan batu kosong dari
kecepatan rata-rata selama terjadi debit rencana diatas ambang bangunan.

Gambar 5.9 Grafik untuk perencanaan ukuran batu kosong

LAPORAN TUGAS AKHIR 224


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Data :
Qoutflow = 54,58 m3/det
V rata-rata = Qoutflow / A penampang
A penampang = Beff . Hd = 24,485 . 0,99 = 24,24 m2
V rata-rata = 54,58 / 24,24 = 2,25 m/det
Dari grafik pada Gambar 5.9 didapat Dm = 0,3 m
1/ 3
 54,58 
f = 1,76 Dm0,5 R = 0,47  
 0,96 
= 1,76 (0,3)0,5 = 1,78 m
= 0,96

Maka kedalaman gerusan dibawah permukaan air banjir adalah 1,78 m ≈ 1,8 m.
Untuk keamanan dari turbulensi dan aliran tidak stabil R = 1,5 x 1,8 = 2,7 m
Panjang lindungan dari pasangan batu kosong = 4 x R = 4 x 2,7 = 10,8 m
Diambil panjang lindungan pasangan batu kosong 11 m.

5.6.9 Ketinggian Air di Hilir Batu Kosong


Diketahui berdasarkan perhitungan sebelumnya :
V = 11,22 m/det
B = 25 m
n = 0,002
I = 0,0158
R = 25h / (25 +2h)

Berdasarkan rumus manning diperoleh


V = 1/n x R2/3 x I1/2
11,22 = 1/0,002 x (25h/(25+2h))2/3 x (0,0158)1/2
0,9566 x (25 + 2h) = 25h
h =1,02 m (di atas permukaan tanah)

LAPORAN TUGAS AKHIR 225


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

hv 0.19

hd 0.99
+ 147

2/3 hd = 0,66 m

W 7.00 1 : 1,5
H 7.00

+ 140
1.02
+ 139,75
d2 2.14
2.70
0.20 0.30 1.14
d1 0.40 + 138,86 Batu kosong

0.50

2.00 4.50

L Mercu L Kolam Olak Batu kosong


12.82 6.50 11.00

Gambar 5.10 Penampang memanjang spillway, kolam olak dan pasangan batu untuk gerusan

LAPORAN TUGAS AKHIR 226


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.7 Fasilitas Keamanan Embung


Fasilitas dan peralatan untuk memonitor perilaku embung yang berkaitan dengan keamanan
embung selama dan setelah konstruksi. Peralatan fasilitas tersebut digunakan untuk
mengetahui dan mengukur kejadian-kejadian yang sudah direncanakan maupun yang tidak
terencana pada embung. Peralatan dan fasilitas tersebut diantaranya adalah :
Tabel 5.5 Peralatan dan Fasilitas Keamanan Embung
Peralatan Kegunaan Keterangan
Piezometer Mengukur tekanan air pori di tubuh embung Di pasang tiap potongan 10 m dari
dan pondasinya potongan 3 titik

Alat Pengukur Mengukur dan memantau rembesan pada Di pasang 2 tempat


Rembesan timbunan tubuh embung

Peil Schaal Untuk memantau ketinggian air yang ada di Di pasang di dua tempat yaitu di
embung menara dan spillway

Patok Geser Untuk memantau pergeseran yang terjadi Di pasang pada puncak mercu dan
pada tubuh embung down stream embung.

5.8 Kemiringan Tubuh Tanggul


Kemiringan Lereng direncanakan sedemikian rupa agar lereng stabil terhadap longsoran. Hal
ini sangat tergantung pada jenis material urugan yang dipakai. Besarnya diestiminasi dengan
persamaan sebagai berikut :
m  k '
Fs u/s  tg  1,10
1  km '
nk
Fs d/s  tg  1,10
1  kn

Dimana :
Fs = safety factor (u/s = up stream, d/s = down stream)

m.n = kemiringan lereng


 = sudut geser dalam k = koefesien gempa, k = 1,0
' = sat  sub

LAPORAN TUGAS AKHIR 227


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Kemiringan lereng tanggul adalah perbandingan antara panjang garis vertikal yang melalui
puncak dengan panjang garis horizontal yang melalui tumit masing masing. Dari data teknis
yang ada, kemiringan Embung Tambakboyo direncanakan :

a. Kemiringan lereng hulu (m) = 1: 3,00


b. Kemiringan lereng hilir (n) = 1: 2,25

Tabel 5.6 Kemiringan tanggul hulu dan hilir


No Material Timbunan Slope Hulu Slope Hilir
1 Homogen Well Graded 1 : 2,5 1 : 2,0
2 Homogen Course Silt 1 : 3,0 1 : 2,25
3 Homogen Silty Clay
H<15 m 1 : 2,5 1 : 2,5
H>15 m 1 : 3,0 1 : 3,0
4 Sand atau Sand Gravel 1 : 2,5 1 : 2,0
(Sumber : Suyono Sosrodarsono, 1989)

Dari data tanah yang ada, diketahui bahwa jenis tanah di sekitar Embung Tambakboyo adalah
Homogen Course Silt sehingga kemiringan hulu diambil 1:3,0 dan hilir 1:2,25.

5.9 Pelindung Lereng Embung


5.9.1 Pelindung Lereng Hulu Tubuh Embung
Guna mengantisipasi hempasan ombak serta penurunan mendadak permukaan air embung
yang akan menggerus permukaan lereng, direncanakan pelindung lereng hulu embung (up
stream) dengan konstruksi hamparan batu pelindung atau rip-rap, konstruksi tersebut
dipilih berdasarkan :

Fleksibel mengikuti penurunan tubuh embung


 Mereduksi hempasan ombak
 Stabil terhadap pengaruh fluktuasi muka air embung dan gerakan ombak.
 Konstruksi dapat dikerjakan secara mekanis.
 Lokasi bahan batu dekat dan mudah untuk mengangkutnya.

LAPORAN TUGAS AKHIR 228


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Mencermati peta situasi rencana Embung Tambakboyo, jarak tepi embung yang saling
berhadapan maksimum 290,6 meter dan kemiringan lereng hulu embung direncanakan
pada kemiringan 1 : 3,00. Untuk merencanakan ketebalan dan ukuran batu-batu hamparan
dapat digunakan ketentuan di bawah ini (Tabel 5.7).

Tabel 5.7 Ketebalan hamparan pelindung dan gradasi batuan untuk kemiringan lereng 1:3

Jarak Tepi Yang Ketebalan Berat Ukuran 45 – 75 %


25 % 25 % < Dari
Berhadapan Vertical Maksimum Terletak Antara
> Dari ( Kg )
( Km ) Hamparan ( Kg ) ( Kg )
( Cm )
1.6 46 450 135 135 – 4.5 4.5
4.0 61 630 270 270 – 13.5 13.5
8.0 76 1125 450 450 – 22.5 22.5
16.0 91 2250 900 900 – 45.0 45
( Sumber: Embung Type urugan, Ir. Suyono Sosrodarsono, 1981)

5.9.2 Pelindung Lereng Hilir Tubuh Embung


Pelindung lereng hilir (Down Stream) direncanakan untuk untuk mengurangi erosi lereng,
memperkecil rekahan permukaan dan memperkecil kecenderungan memancarnya air ke
permukaan pada bahan–bahan organik dalam kandungan tanah yang mudah mengikat air
serta memperkecil fluktuasi yang luas pada kandungan atau memperkecil kadar
permukaan air, untuk embung ini direncanakan memakai gebalan rumput dengan
kemiringan 1 : 2,25 bertujuan untuk :

Melindungi lereng dari gerusan terhadap angin.


Melindungi lereng dari pengaruh cuaca, temperatur, dan sinar matahari.

5.10 Material Konstruksi

5.10.1 Lapisan Kedap Air (Imprevious Zone)

Bahan yang dipakai untuk lapisan kedap air dapat berasal dari tanah dan tanah liat (clay),
baik tanpa campuran maupun dicampur dengan pasir dengan perbandingan tertentu
berdasarkan hasil percobaan penimbunan (trial embankment). Tanah ataupun tanah liat
yang dipakai sebagai bahan timbunan lapisan kedap air ini haruslah memenuhi persyaratan
utama untuk bahan kedap air yaitu :
a. Koefisien filtrasi serta kekuatan geser yang diinginkan.

LAPORAN TUGAS AKHIR 229


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

b. Tingkat deformasi yang rendah


c. Mudah pelaksanaan pemadatannya
d. Tidak mengandung zat-zat organis serta bahan mineral yang mudah terurai

Lapisan kedap air harus mempunyai tingkat permeabilitas yang rendah, hal ini ditentukan
oleh nilai koefisien filtrasinya. Sebagai standar koefisien filtrasi (k) bahan nilainya
1 x 10 -5 cm/dt. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya rembesan air melalui lapisan
kedap air yang bersangkutan. Untuk mendapatkan nilai (k) yang memenuhi syarat untuk
lapis kedap air biasanya diperkirakan berdasarkan prosentase butiran tanah yang lolos
saringan No.300 (Suyono Sosrodarsono, 1989). Gradasi bahan kedap air biasanya
mempunyai ukuran butiran seperti tertera pada Gambar 5.11.

Gambar 5.11 Gradasi bahan yang dapat dipergunakan untuk penimbunan zone kedap air embung
urugan homogen

5.10.2 Perlindungan Lereng


Lereng sebelah hulu dari Embung Tambakboyo dilindungi oleh lapisan timbunan batu
(rip-rap) setebal 0,5 m, yang bertujuan untuk melindungi lereng dari pengaruh kekuatan

LAPORAN TUGAS AKHIR 230


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

ombak dan aliran air. Kondisi batu untuk perlindungan lereng ini harus baik dan tidak
mudah lapuk.

Perlindungan lereng bagian hulu ini dimulai dari batas tertinggi gerakan gelombang
(mercu) sampai ke permukaan genangan terendah (LWL). Dalam pelaksanaannya lapisan
timbunan batu ini diletakkan di atas suatu lapisan saringan yang terdiri dari batu pasir
dengan ukuran butir yang teratur. Lapisan saringan ini memiliki ketebalan sebesar 0,2 m.
Penempatan lapisan saringan ini di bawah lapisan timbunan batu, bertujuan mencegah
tergerusnya bahan-bahan halus dari embung ke dalam tumpukan batu. Pengggunaan rip-
rap sebagai lapisan pelindung mempunyai kelebihan, antara lain :

1. Dapat mengikuti penurunan tubuh embung


2. Mempunyai kemampuan reduksi hempasan ombak yang besar
3. Cukup stabil terhadap pengaruh-pengaruh fluktuasi permukaan air dan gerakan ombak
4. Konstruksinya dapat dikerjakan secara mekanis.

Selain kelebihan-kelebihan seperti di atas, rip-rap juga mempunyai kekurang-kekurangan,


yaitu antara lain :

a. Dibutuhkan banyak bahan batu


b. Memerlukan lapisan filter yang relatif tebal.

Tabel 5.8 Ukuran batu dan ketebalan hamparan pelindung rip-rap


Tinggi Diameter rata-rata batu Ketebalan minimum Ketebalan minimum
Gelombang hamparan pelindung (D 50 cm) hamparan batu pelindung lapisan filter
(m) (cm) (cm)
0,0 – 0,6 25 40 15
0,6 – 1,2 30 45 15
1,2 – 1,8 38 60 23
1,8 – 2,4 45 75 23
2,4 – 3,0 52 90 30
(Sumber : Suyono Sosrodarsono, 1989)

LAPORAN TUGAS AKHIR 231


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Pelapisan (zoning) embung dapat dilihat pada Gambar 5.12 sebagai berikut :

Rip-Rap

3
1 2.25
1
Lapisan Kedap Air
Urugan Tanah Liat Drainase Kaki

Gambar 5.12 Pelapisan embung urugan

Keterangan:
A = Lapisan kedap air (impervious zone)
B = Rip-rap

Dari hasil hitungan tinggi gelombang sebesar 0,071 m didapat ketebalan minimum untuk rip-
rap 40 cm, ketebalan minimum lapisan filter 15 cm (dapat dilihat pada Tabel 5.8).

5.11 Perhitungan Stabilitas Embung


5.11.1 Stabilitas Embung Terhadap Aliran Filtrasi
Stabilitas lereng embung terhadap rembesan ditinjau dengan cara sebagai berikut:
a. Formasi Garis Depresi Tubuh Bendung Kondisi Tanpa Menggunakan Chimney
Diketahui :
H = 7,99 m
l1 = 23,97 m
l2 = 33,53 m
d = 0,3 x l1 + l2 = (0,3x23,97) + 33,53 = 40,721 m

LAPORAN TUGAS AKHIR 232


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

CRE ST+150
7.19

HWL + 147,99

3
10.00
1 4.41

4.56

Mu ka tanah ASLI + 140

8.22 0.34

40.72

23.97 33.53

57.50

Gambar 5.13 Sket garis depresi Embung Tambakboyo

Persamaan parabola Seepage Line :

Yo  h 2
 d2 d

Yo  7,99 2
 40,7212   40,721

= 0,776 m
Yo
Ao 
2
= 0,388 m
Maka garis parabola bentuk dasar dapat diperoleh dengan persamaan :

Y  2.Yo. x  Yo 2

Y  2.0,776. x  0,776 2

Y  1,552. x  0,602 2

Dengan memasukkan nilai - nilai X pada persamaan tersebut diperoleh nilai kurva
Seepage sebagai berikut :

LAPORAN TUGAS AKHIR 233


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.9 Perhitungan harga X dan Y

X Y X Y X Y X Y
-0,338 0 15 4,887 31 6,980 47 8,576
0 0,776 16 5,043 32 7,090 48 8,666
1 1,468 17 5,195 33 7,198 49 8,755
2 1,925 18 5,342 34 7,305 50 8,843
3 2,293 19 5,485 35 7,411 51 8,931
4 2,610 20 5,625 36 7,515 52 9,017
5 2,892 21 5,761 37 7,617 53 9,103
6 3,149 22 5,895 38 7,719 54 9,187
7 3,386 23 6,025 39 7,819 55 9,272
8 3,608 24 6,152 40 7,917 56 9,355
9 3,817 25 6,277 41 8,015 57 9,437
10 4,015 26 6,400 42 8,111 58 9,519
11 4,204 27 6,520 43 8,206 59 9,601
12 4,385 28 6,638 44 8,300 60 9,681
13 4,558 29 6,754 45 8,393 61 9,761
14 4,725 30 6,867 46 8,485 62 9,840
(Sumber : Perhitungan )

Permukaan aliran keluar untuk d = 240 (< 300), adalah :


2 2
d  d   h 
a     
cos   cos    sin  
2 2
40,721  40,721   7,99 
     
cos 24  cos 24   sin 24 
= 4,562 m
Y0
a  a 
1  cos 
0,776
4,562  a 
1  cos 24
a  4,414m

LAPORAN TUGAS AKHIR 234


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

b. Formasi Garis Depresi Tubuh Embung Kondisi Menggunakan Drainase Kaki


Diketahui :
H = 7,99 m
l1 = 23,97 m
l2 = 23,53 m
d = 0,3 x l1 + l2 = (0,3 x 23,97) + 23,53 = 30,721 m

CREST+150
7.19
2,25
HWL + 147,99
1

3
10.00
1

Muka tanah ASLI + 140

30.72 10.00

23.97 23.53

Gambar 5.14 Sket garis depresi Embung Tambakboyo dengan drainase kaki

Persamaan parabola Seepage Line

Yo  h  d   d
2 2

Yo  7,99  30,721   30,721


2 2

= 1,022 m
Maka garis parabola bentuk dasar dapat diperoleh dengan persamaan :

Y  2.Yo. x  Yo 2

Y  2.1,022. x  1,022 2

Y  2,044. x  1,045

LAPORAN TUGAS AKHIR 235


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Dengan memasukkan nilai - nilai X pada persamaan tersebut diperoleh nilai kurva
Seepage sebagai berikut :
Tabel 5.10 Perhitungan harga X

X Y X Y X Y X Y
0 1,022 16 5,809 32 8,152 48 9,958
1 1,758 17 5,983 33 8,276 49 10,060
2 2,266 18 6,151 34 8,399 50 10,161
3 2,679 19 6,315 35 8,520 51 10,261
4 3,037 20 6,475 36 8,639 52 10,360
5 3,356 21 6,631 37 8,756 53 10,458
6 3,648 22 6,783 38 8,872 54 10,556
7 3,918 23 6,932 39 8,987 55 10,652
8 4,171 24 7,078 40 9,100 56 10,748
9 4,409 25 7,221 41 9,211 57 10,842
10 4,635 26 7,361 42 9,322 58 10,936
11 4,851 27 7,499 43 9,431 59 11,029
12 5,057 28 7,634 44 9,538 60 11,121
13 5,255 29 7,767 45 9,645 61 11,213
14 5,446 30 7,897 46 9,750 62 11,304
15 5,631 31 8,026 47 9,855 63 11,394
(Sumber : Perhitungan )
Permukaan aliran keluar dapat dihitung dengan rumus :
Y0
a  a 
1  cos 
1,022
a  a 
1  cos 124
= 0,655 m
Permukaan aliran keluar, d = 1240 (< 300), nilai C (∆a/(a + ∆a) dapat dicari dengan :

LAPORAN TUGAS AKHIR 236


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

600 < α <


0

0.4

Bidang vertika
0.3

α = 124o
0.2

0.1

0,0
30 0 60 0
90 0 120 0 150 0 1800
α = Sudut bidang singgung

Gambar 5.15 Hubungan antara sudut bidang singgung (α) dengan C

Dari gambar 5.15 didapat nilai C = 0,19, maka dapat diperoleh :


a
C
a  a
a
0,19 
a  a
Dimana :
a  a  0,655m
Maka :
a
0,19 
0,655
a  0,1244m
Subtitusi :
a  0,1244  0,655m
a  0,531m

c. Jaringan Trayektori Aliran Filtrasi (Seepage Flow-Net)

Kapasitas aliran filtrasi asumsi Kh = Kv


Dengan menggunakan persamaan jaringan trayektori aliran sebagai berikut :

Nf
Qf   k H  L
Ne

LAPORAN TUGAS AKHIR 237


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Dimana :
Qf = kapasitas aliran filtrasi (kapasitas rembesan)
Nf = angka pembagi dari garis trayektori aliran filtrasi
Ne = angka pembagi dari garis equipotensial
k = koefisien filtrasi
H = tinggi tekanan air total
L = panjang profil melintang tubuh embung
Dari data yang ada di dapat :
Nf = 3
Ne = 10
k = 4 x 10 -5 cm/det = 4 x 10-6 m/det
H = 7,99 m L = 57,5 m
Maka debit aliran filtrasi adalah sebagai berikut :

 3
Qf =   x 4 x10  6 x 7,99 x57,5
 10 

= 5,51 x 10-4 m³/dt

Syarat Q lebih kecil dari 2% Qinflow rata-rata embung (0,02 x 54,58 = 1,09 m³/dt ).

5.11.2 Stabilitas Embung terhadap Longsor


Stabilitas lereng embung ditinjau dalam tiga keadaan yaitu pada saat air embung mencapai
elevasi penuh, pada saat embung baru selesai dibangun dan sebelum dialiri air dan pada
saat air embung mengalami penurunan mendadak.
Data Teknis :

Tinggi Embung = 10 m

Lebar Mercu Embung =5m

Kemiringan Hulu =1:3

Kemiringan Hilir = 1 : 2,25

Elevasi Air embung = + 147.99 m (M.A.B)

Tinggi Air = 7,99 m

LAPORAN TUGAS AKHIR 238


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.11 Kondisi perencanaan teknis material urugan sebagai dasar perhitungan
γ timbunan dalam beberapa
Zone tubuh Kekuatan Geser
kondisi (ton/m3)
embung
C (kg/cm2) θ kering basah Jenuh
(γd) (γb) (γsat)
Zone kedap air 4,6 38,18 0,91 1,39 1,54
Zone lulus air 0,02 36,36 1,22 1,55 1,77

Metode analisis stabilitas lereng untuk embung tipe tanah urugan (earth fill type dam) dan
timbunan batu (rock fill type dam) didasarkan pada bidang longsor bentuk lingkaran.
Faktor keamanan dari kemungkinan terjadinya longsoran dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus keseimbangan sebagai berikut (Suyono Sosrodarsono, 1981) :

Fs 
 C.l  N  U  Ne  tan  
 T  Te 

 C.l   . Acos  e.sin    V tan
 . Asin   e.cos 
Dimana :
Fs = faktor keamanan
N = beban komponen vertikal yang timbul dari berat setiap irisan bidang luncur
  .A. cos 
T = beban komponen tangensial yang timbul dari berat setiap irisan bidang
luncur   .A.sin  
U = tekanan air pori yang bekerja pada setiap irisan bidang luncur
Ne = komponen vertikal beban seismic yang bekerja pada setiap irisan bidang
luncur  e. . A.sin  
Te = komponen tangensial beban seismic yang bekerja pada setiap irisan bidang
luncur  e. . A. cos 
 = sudut gesekan dalam bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang
luncur.
C = Angka kohesi bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang luncur
Z = lebar setiap irisan bidang luncur
E = intensitas seismis horisontal

LAPORAN TUGAS AKHIR 239


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

 = berat isi dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur


A = luas dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur
 = sudut kemiringan rata-rata dasar setiap irisan bidang luncur
V = tekanan air pori

Stabilitas embung terhadap longsor dilihat pada keadaan 3 kondisi yaitu :


a. Pada saat embung baru selesai dibangun (belum terisi air)
Dalam kondisi ini, stabilitas lereng yang ditinjau adalah lereng sebelah hulu dan
hilir.Tanah timbunan masih mengandung air pada saat proses pemadatan timbunan. Hasil
perhitungan dapat dilihat pada Tabel 5.12 dan Gambar 5.16.

b. Pada saat air embung mencapai elevasi penuh


Dalam kondisi ini, stabilitas lereng yang ditinjau adalah sebelah hulu dan hilir. Hasil
perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 5.14 dan Gambar 5.18

c. Pada saat embung mengalami penurunan air mendadak (Rapid Down)


Dalam kondisi ini stabilitas lereng yang ditinjau adalah lereng sebelah hulu. Tanah
timbunan masih mengandung air yang sangat lambat merembes keluar dan masih
membasahi timbunan. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 5.13 dan Gambar
5.17.

LAPORAN TUGAS AKHIR 240


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar. 5.16 Sliding metode irisan bidang luncur, kondisi selesai dibangun

LAPORAN TUGAS AKHIR 241


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Tabel 5.12 Perhitungan stabilitas lereng kondisi embung selesai dibangun

Irisan A (m²) γ W (Ton/m) α Sin α Cos α T = W. Sin α N = W.Cos α Tg ø Ne = e.W. Sin α Te = e.W. Cos α U = u.b / Cos α CL
1 4,79 0,91 4,36 57 0,838 0,545 3,65 2,38 0,786 0,37 0,24 0,00
2 12,59 0,91 11,46 44 0,694 0,720 7,96 8,24 0,786 0,80 0,82 0,00
3 16,61 0,91 23,09 34 0,559 0,829 12,90 19,14 0,786 1,29 1,91
4 18,00 0,91 16,38 24 0,407 0,914 6,66 14,97 0,786 0,67 1,50 0,00
5 18,19 0,91 25,28 15 0,259 0,966 6,54 24,42 0,786 0,65 2,44
140,21
6 17,38 0,91 15,82 7 0,122 0,993 1,93 15,70 0,786 0,19 1,57 0,00
7 15,62 0,91 21,71 1 0,017 1,000 0,38 21,71 0,786 0,04 2,17
8 13,04 0,91 11,87 -15 -0,259 0,966 -3,07 11,46 0,786 -0,31 1,15 0,00
9 9,50 0,91 13,21 -21 -0,358 0,934 -4,73 12,33 0,786 -0,47 1,23
10 5,23 0,91 8,05 -27 -0,454 0,891 -3,65 7,18 0,786 -0,37 0,72 0,00
Jumlah 28,57 137,53 7,86 2,86 13,75 0,00 140,21

Fs 
C.l  N  U  Netan
 T  Te

140,21  (137,53  2,86  0) x


Fs  0,786 = 5,815 > 1,2 (Aman)
28,57  13,75

LAPORAN TUGAS AKHIR 242


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar. 5.17 Sliding metode irisan bidang luncur, kondisi saat air turun mendadak (Rapid drow down)

LAPORAN TUGAS AKHIR 243


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Tabel 5.13 Perhitungan stabilitas lereng kondisi saat air turun mendadak (Rapid drow down)

W
Irisan A (m²) γ α Sin α Cos α T = W. Sin α N = W. Cos α Tg ø Ne = e.W.Sin α Te = e.W. Cos α U = u.b / Cos α CL
(Ton/m)
1 4,79 0,91 4,36 57 0,838 0,545 3,65 2,38 0,786 0,37 0,24 0,00
2 10,27 0,91 9,35 44 0,694 0,720 6,49 6,73 0,786 0,65 0,67 4,59
2,32 1,39 3,22 44 0,694 0,720 2,24 2,32 0,786 0,22 0,23
3 8,22 0,91 7,48 34 0,559 0,829 4,18 6,20 0,786 0,42 0,62 11,92
8,39 1,39 11,66 34 0,559 0,829 6,52 9,67 0,786 0,65 0,97
4 4,68 0,91 4,26 24 0,407 0,914 1,73 3,89 0,786 0,17 0,39 15,89
13,32 1,39 18,51 24 0,407 0,914 7,53 16,92 0,786 0,75 1,69
140,21
5 0,57 0,91 0,52 15 0,259 0,966 0,13 0,50 0,786 0,01 0,05 20,25
17,62 1,39 24,49 15 0,259 0,966 6,34 23,66 0,786 0,63 2,37
6 17,38 1,54 26,77 7 0,122 0,993 3,26 26,57 0,786 0,33 2,66 20,47
7 15,62 1,54 24,05 1 0,017 1,000 0,42 24,05 0,786 0,04 2,41 20,12
8 13,04 1,54 20,08 -15 -0,259 0,966 -5,19 19,40 0,786 -0,52 1,94 19,60
9 9,50 1,54 14,63 -21 -0,358 0,934 -5,24 13,66 0,786 -0,52 1,37 18,79
10 5,23 1,54 8,05 -27 -0,454 0,891 -3,65 7,18 0,786 -0,37 0,72 16,74

Jumlah 28,40 163,11 11,00 2,84 16,31 148,37 140,21

Fs 
 C.l  N  U  Ne tan = 140,21  (163,11  2,84  148,37) x0,786 = 3,345 > 1,2 (Aman)
 T  Te 28,40  16,31

LAPORAN TUGAS AKHIR 244


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar. 5.18 Sliding metode irisan bidang luncur, kondisi saat air penuh

LAPORAN TUGAS AKHIR 245


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Tabel 5.14 Perhitungan stabilitas lereng kondisi embung penuh

Irisan A (m²) γ W (Ton/m) α Sin α Cos α T = W. Sin α N = W.Cos α Tg ø Ne = e.W.Sin α Te = e.W.Cos α U = u.b / Cos α CL
1 4,94 0,91 4,50 57 0,838 0,545 3,77 2,45 0,786 0,38 0,25 0,00
2 11,41 0,91 10,38 43 0,682 0,732 7,08 7,60 0,786 0,71 0,76 2,12
1,37 1,39 1,90 43 0,682 0,732 1,30 1,39 0,786 0,13 0,14
3 11,37 0,91 10,35 30 0,500 0,866 5,17 8,96 0,786 0,52 0,90 7,22
4,61 1,39 6,41 30 0,500 0,866 3,20 5,55 0,786 0,32 0,56
4 9,98 0,91 9,08 19 0,325 0,946 2,96 8,59 0,786 0,30 0,86 6,50
6,27 1,39 8,72 19 0,325 0,946 2,84 8,24 0,786 0,28 0,82 117,02
5 8,80 0,91 8,01 9 0,156 0,988 1,25 7,91 0,786 0,13 0,79 6,53
6,37 1,39 8,85 9 0,156 0,988 1,38 8,75 0,786 0,14 0,87
6 7,98 0,91 7,26 -1 -0,017 1,000 -0,13 7,26 0,786 -0,01 0,73 5,23
5,02 1,39 6,98 -1 -0,017 1,000 -0,12 6,98 0,786 -0,01 0,70
7 8,06 0,91 7,33 -10 -0,174 0,985 -1,27 7,22 0,786 -0,13 0,72 2,13
1,74 1,39 2,42 -10 -0,174 0,985 -0,42 2,38 0,786 -0,04 0,24
8 4,45 0,91 4,05 -18 -0,309 0,951 -1,25 3,85 0,786 -0,13 0,39 0,00
Jumlah 25,75 87,13 11,00 2,58 8,71 29,73 117,02

Fs 
 C.l  N  U  Ne tan = 117,02  (87,13  2,58  29,73) x0,786 = 4,645 > 1,2 (Aman)
 T  Te 25,75  8,71

LAPORAN TUGAS AKHIR 246


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.12 Perencanaan Jembatan

5.12.1 Struktur Atas (Upper Structure)

Struktur atas merupakan struktur dari jembatan yang terletak dibagian atas dari jembatan.
Struktur jembatan bagian atas meliputi :

5.12.1.1 Sandaran
Merupakan pembatas antara kendaraan dengan pinggiran jembatan yang berfungsi
sebagai pengaman bagi pemakai lalu lintas yang melewati jembatan tersebut.
Konstruksi sandaran terdiri dari :
− Tiang sandaran (Raill Pos) , biasanya dibuat dari beton bertulang untuk jembatan
girder beton, sedangkan untuk jembatan rangka tiang sandaran menyatu dengan
struktur rangka tersebut.
− Sandaran ( Hand Raill) , biasanya dari pipa besi, kayu dan beton bertulang.

Beban yang bekerja pada sandaran adalah beban sebesar 100 kg yang bekerja dalam
arah horisontal setinggi 0,9 meter.

200
10
11 10

36 45 1 1

10 10
16 25
52 45 1 1
Pot I-I Pot II- II

20 20

50

60 40 130 40 130 40 60

Gambar 5.19 Penampang melintang tiang sandaran

LAPORAN TUGAS AKHIR 247


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

a. Perencanaan Tiang Sandaran :


 Mutu beton = K-225 ( f ‘c = 22,5 Mpa )
 Mutu baja = BJTP –24 ( fy = 240 Mpa )
 Tinggi sandaran = 1,00 meter
 Jarak sandaran = 2,00 meter
 Dimensi sandaran = - bagian atas ( 100 x 160 ) mm
- bagian bawah ( 100 x 250 ) mm
 Tebal selimut = 20 mm
  tul. utama = 10 mm
  tul. sengkang = 8 mm
 Tinggi efektif ( d ) = h – p – 0,5 x  tul. utama -  tul. sengkang
= 250 – 20 – 0,5 x 10 – 8
= 217 mm

Penentuan karakteristik bahan :


 Untuk K-225 ( f ‘c = 22,5 Mpa ) dan BJTP 24 ( fy = 240 Mpa )
1,4 1,4
ρ min    0,0058
fy 240

 0,85 f ' c 600 


ρ max  0,75 x 1  x dan 1  0,85
 fy 600  fy 

 0,85x 22,5 600 


 0,75 x 0,85  x  0,0362
 240 600  240 

b. Penentuan Pembebanan
Muatan horisontal H = 100 kg / m’
( Letak H = 90 cm dari trotoir )
P = H x L
= 100 x 2,00
= 200 kg
Gaya momen H sampai ujung lantai jembatan ( h ) = 90 = 0,9 m
M =P x h
= 200 x 0,9

LAPORAN TUGAS AKHIR 248


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

= 90 kgm = 900 Nmm.

c. Perhitungan Tulangan Tiang Sandaran


k = M /Ф. b .d2
= 900 x 103/(0,8 x 100 x 217 2)
= 0,239 mm2

0,85 f ' c    2k   
ρ perlu  1  1     
fy  
   0,85 f ' c   

0,85 x 22,5    2 x0,239   


ρ perlu  1  1     
240 
   0,85 x 22,5   

=1,002 x 10 -3
 perlu <  min,  = min = 0,0058
As =xbxd
= 0,0058 x 217 x 100
= 125,86 mm2
Dipakai tulangan 2 Ø 10 (As =157 mm2)

d. Kontrol Kapasitas Momen


Dianggap baja tulangan telah luluh pada saat beton mulai retak (εc = 0,003, fs =fy)
As. fy
a =
0,85. f ' c.b

157 x 240
min =
0,85x 22,5x100

= 19,7 mm
a
c =
1
19,7
=
0,85
= 23,176 mm

LAPORAN TUGAS AKHIR 249


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

d c
fs =600 x  
 c 
 217  23,176 
= 600 x  
 23,176 
= 5017,88 Mpa > fy = 240 Mpa (Aman)
 a
Mn = As x fy x  d  
 2

 19,7 
= 157 x 240 x  217  
 2 
= 7.805.412 N.mm
= 7.805,412 N.m

Mn 7.805,412
  8,67 (Aman)
Mu 900

e. Perencanaan Tulangan Geser


Vu = 2000 N
1
Vc = f ' c .b.d
3
1
= 22,5 x 217 x100
3
= 34.310,71 N
1
x xVc = 0,5 x 0,6 x 34.310,71
2
= 8.577,677 N > Vu (Aman)

Walaupun secara toeritis tidak perlu sengkang tetapi untuk kestabilan struktur dan
peraturan mensyaratkan dipasang tulangan minimum.
s maksimum = 0,5 x d
= 0,5 x 217
= 108,5 mm
Atau
s maksimum = 600 mm

LAPORAN TUGAS AKHIR 250


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Digunakan jarak = 108,5 mm dengan luas tulangan minimum :


1 f 'c
Av min = x b.s
3 fy

1 22,5
= x 100 x108,5
3 240
= 71,48 mm2
Dipakai tulangan Ø 8 mm, (Av = 100,531 mm2) dengan jarak sengkang
Av. fy
s =
1x f ' c
.b
3
100,531x 240
=
1x 22,5
x100
3
= 152,59 mm
Jadi dipakai tulangan Ø 8 -100 untuk tulangan geser dan 2 Ø 10 untuk tulangan
lentur.

16
10

45
Ø8-100 Ø8-100

2Ø10 2Ø10

10 10

25 16
45
Pot II-II Pot I-I

20

Gambar 5.20 Penulangan tiang sandaran

LAPORAN TUGAS AKHIR 251


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.12.1.2 Perencanaan Pelat

5.00

A
8.30 8.30 8.40

Gambar 5.21 Pelat bagian dalam (inner slab)

a. Perencanaan Pelat
 Mutu beton = K-225 ( f ‘c = 22,5 Mpa )
 Mutu baja = BJTP –24 ( fy = 240 Mpa )
 Tebal selimut = 40 mm
  tul. utama = 12 mm
 Tinggi efektif ( d ) = h – p – 0,5 x  tul. utama
= 200 – 40 – 0,5 x 12
= 154 mm

b. Pembebanan Pelat
Beban mati
Berat pelat = 0,2 x 2400 kg/m3 = 480 kg/m2
Berat aspal = 0,1 x 2200 kg/m3 = 220 kg/m2
Berat air hujan = 0,05 x 1000 kg/m3 = 50 kg/m2
Total beban mati (q DL) = 750 kg/m2

LAPORAN TUGAS AKHIR 252


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

A B C
1/16 1/9 1/16

1/14 1/14
0.55

0.80 1.70 1.70 0.80

Gambar 5.22 Potongan A-A

Menurut SKSNI T15-1991-03 :

MA = MC = Momen tumpuan tepi =1/16 x 750 x 1,7 2 kgm = 135 kgm = 1,35 kNm
MB = Momen tumpuan tengah =1/9 x 750 x 1,72 kgm =241 kgm = 2,41 kNm
2
MAB = MBC = Momen lapangan = 1/14 x 750 x 1,7 kgm =155 kgm = 1,35 kNm

Beban hidup
Beban Akibat Muatan "T" pada Lantai Kendaraan

5 4 -9m 0.5 m 1.75 0.5 m

50 200 kN 200 2.75 m


25 100 100 kN
125 mm
500 500 mm
200 200 mm 200 mm 2.75m
mm
125 500 mm 500 mm
25 100 100 kN
Gambar 5.23 Muatan T

LAPORAN TUGAS AKHIR 253


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Beban roda : T = 100 kN


Bidang roda : bx = 50 + 2 (20) = 90 cm = 0,9 m
by = 20 + 2 (20) = 60 cm = 0,6 m
Bidang kontak : bxy = 0,6 x 0,9 = 0,540 m2
koefisien kejut : k = 1 + 20/(50 + 8300)
= 1,0023
Muatan T disebarkan : T = (100 x 1,0023) / 0,540 =185,61 kN/m2

50 20
cm cm

45 o
10
cm
20
90 cm 60
cm cm
Gambar 5.24 Penyebaran muatan T pada lantai

Digunakan tabel Bittner ( dari DR. Ernst Bitnner ), dengan ;


lx = 170
ly =  ( karena tidak menumpu pada gelagar melintang )
dan setelah di interpolasi, hasilnya sebagai berikut :

Momen pada saat 1 ( satu ) roda berada pada tengah-tengah plat


tx = 90
tx / lx = 0,529 fxm = 0,1414
lx = 170

ty = 60
ty / lx = 0,353 fym = 0,0768
lx = 170

Mxm = 0,1414 x 185,61 x 0,6 x 0,9 = 14,17 kNm

Mym = 0,0768 x 185,61 x 0,6 x 0,9 = 7,69 kNm


Momen total ( beban mati + muatan T)

LAPORAN TUGAS AKHIR 254


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Arah - x : Mxm = 1,55 + 14,17 = 15,72 kNm

Arah - y : Mym = 7,69 kNm

Momen pada saat 2 ( dua ) roda berdekatan dengan jarak antara as ke as


minimum = 1,00 meter. Luas bidang kontak dapat di hitung atas 2 bagian
( I & II ) sebagai berikut :

60

87,5 10 87,5 185 10


(I) ( II
)
Gambar 5.25 Bidang kontak dihitung atas 2 bagian

Bagian - I :
tx = 185
tx / lx = 1 fxm = 0,0837
lx = 170
ty = 60
ty / lx = 0,353 fym = 0,0525
lx = 170

Mxm = 0,0837 x 185,61 x 0,6 x 1,85 = 17,24 kNm

Mym = 0,0525 x 185,61 x 0,6 x 1,85 = 10,82 kNm

Bagian – II :
tx = 10
tx / lx = 0,058 fxm = 0,2355
lx = 170
ty = 60
ty / lx = 0,353 fym = 0,0345
lx = 170

Mxm = 0,2355 x 185,61 x 0,6 x 0,1 = 2,62 kNm


Mym = 0,0345 x 185,61 x 0,6 x 0,1 = 0,38 kNm

LAPORAN TUGAS AKHIR 255


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Jadi : Mxm = I – II = 14,62 kNm


Mym = I – II = 10,44 kNm

Momen total ( beban mati + muatan T )


Mxm = 1,55 + 14,62 = 16,17 kNm
Mym = 10,72 kNm

Akibat beban sementara


Beban sementara adalah beban angin yang bekerja pada kendaraan sebesar q = 150
kg/m2 pada arah horizontal setinggi 2 (dua ) meter dari lantai

q = 150 kg/m2
2m

1,75 m

Gambar 5.26 Tinjauan terhadap beban angin

Reaksi pada roda = ( 2 x 4 x 150 ) / 1,75 = 685,7 kg = 6,86 kN


Sehingga beban roda, T = 100 + 6,86 = 106,86 kN
Beban T disebarkan = 106,86 : ( 0,6 x 0,9 ) = 197,88 kN

Di tinjau akibat beban 1 ( satu ) roda ( yang menentukan ) pada tengah-tengah plat.
Mxm = 0,1414 x 197,88 x 0,6 x 0,9 = 15,11 kNm

Mym = 0,0768 x 197,88 x 0,6 x 0,9 = 8,21 kNm

Momen total ( beban mati + beban sementra ) ;


Mxm = 1,55 + 15,11 = 16,66 kNm

LAPORAN TUGAS AKHIR 256


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Mym = 8,49 kNm

Momen desain di pakai momen yang terbesar


Mxm = 16,66 kNm

Mym = 10,44 kNm

c. Perhitungan Tulangan Pelat


1. Penulangan Lapangan Arah-X
Mxm = 16,66 kNm = 16.660 Nm
hf = 200 mm,
d = h – p – 0,5 Ø = 200 – 40 – 0,5 x 12 = 154 mm
k = Mxm/(  .b.d2)
= (16.660 ) / (0,8 x 1000 x 1542)
= 8,78 x 10-4

0,85 f ' c    2k   
ρ perlu  1  1     
fy  
   0,85 f ' c   

0,85 x 22,5    2 x8,78 x10 4   


ρ perlu  1  1     
240   
   0,85 x 22,5   

= 1,48 x 10-6
 perlu <  min,  = min = 0,0058
As =  x b x d
= 0,0058 x 1000 x 154
= 893,2 mm2
Di pakai tulangan Ø 12 (As = 113,04 mm2) dengan jarak antar tulangan
113,04 x1000
S perlu =
893,2
= 126,58 mm
Dipakai tulangan Ø 12 – 100 mm.

LAPORAN TUGAS AKHIR 257


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

2. Penulangan Lapangan Arah-Y


Mxm = 10,44 kNm = 10.440 Nm
hf = 200 mm,
d = h – p – 0,5 Ø = 200 – 40 – 0,5 x 12 = 154 mm
k = Mxm/(  .b.d2)
= (10.440 ) / (0,8 x 1000 x 1542)
= 5,50 x 10-4

0,85 f ' c    2k   
ρ perlu  1  1     
fy  
   0,85 f ' c   

0,85 x 22,5    2 x5,50 x10 4   


ρ perlu  1  1     
240   
   0,85 x 22,5   

= 2,29 x 10-6
 perlu <  min,  = min = 0,0058
As =  x b x d
= 0,0058 x 1000 x 154
= 893,2 mm2
Di pakai tulangan Ø 12 (As = 113,04 mm2) dengan jarak antar tulangan
113,04 x1000
S perlu =
893,2
= 126,58 mm
Dipakai tulangan Ø 12 – 100 mm.

LAPORAN TUGAS AKHIR 258


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

3. Penulangan Tumpuan

Dari PBI ‘ 71 pasal 8. 5. ( 2 ) “ …tulangan momen negatif paling sedikit


1/3 (sepertiga) dari tulangan tarik total yang diperlukan di atas tumpuan… “

Mtx total = 2,41 + ( 1/3 x 16,66 )

= 2,41 + 5, 553 = 7,963 kNm =7.963 Nm

hf = 200 mm,
d = h – p – 0,5 Ø = 200 – 40 – 0,5 x 12 = 154 mm
k = Mxm/(  .b.d2)
= (7.963 ) / (0,8 x 1000 x 154 2)
= 4,19 x 10-4

0,85 f ' c    2k   
ρ perlu  1  1     
fy  
   0,85 f ' c   

0,85x 22,5    2 x 4,19 x10 4   


ρperlu  1  1   
240    0,85x 22,5   
   

= 1,74 x 10-6
 perlu <  min,  = min = 0,0058
As =  x b x d
= 0,0058 x 1000 x 154
= 893,2 mm2
Di pakai tulangan Ø 12 (As = 113,04 mm2) dengan jarak antar tulangan
113,04 x1000
S perlu =
893,2
= 126,58 mm
Dipakai tulangan Ø 12 – 100 mm.

LAPORAN TUGAS AKHIR 259


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.12.1.3 Perencanaan Gelagar Jembatan (Balok T)

Pelat
Gelagar

Gambar 5.27 Distribusi pembebanan

a. Perencanaan Gelagar Jembatan (Balok T)


 Mutu beton = K-225 ( f ‘c = 22,5 Mpa )
 Mutu baja = BJTP –24 ( fy = 240 Mpa )

b. Pembebanan Gelagar Jembatan (Balok T)


Beban mati
Berat Plat = 0,2 x 1,7 x 2400 = 816 kg/m
Berat Gelagar = 0,4 x 0,55 x 2400 = 528 kg/m
Berat Aspal = 0,1 x 1,7 x 2200 = 374 kg/m
Berat air hujan = 0,05 x 1,7 x 1000 = 85 kg/m

Beban hidup
Beban merata = 1,7 x 2200 = 3740 kg/m
Beban terpusat = 12 ton = 12000 kg/m
Total beban merata = 816 + 526 + 374 + 85 = 5543 kg/m
Total beban terpusat =12000 kg

LAPORAN TUGAS AKHIR 260


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

1 1
Momen maksimal = xqxL2  xPxL
8 4
= 47732,159 + 24900
= 72632,159 kg.m
1 1
Geser maksimal = xqxL  xP
2 2
1 1
 x5543x8,3  x12000
2 2
= 29003,45 kg
c. Penulangan Gelagar Jembatan (Balok T)
Direncanakan gelagar jembatan berupa balok T

Bef

0,2

0,55

0,4
Gambar 5.28 Gelagar Jembatan (Balok T)
Bef = 6 ho + bo
= 6 x 0,2 + 0,4
= 1,6 m
= 160 cm
Bef = bo + L/2
= 0,4 + 8,3/2
= 2,06 m
= 206 cm
Bef = bo + Lo/10 + Bk/2
= 0,4 + 8,3/10 + 1,7/2
= 2,08 m
= 208 cm
Bef yang dipakai adalah yang terkecil = 160 cm

LAPORAN TUGAS AKHIR 261


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

1. Perhitungan Tulangan Lentur


Periksa letak bagian beton tertekan
M = Mu/Ø
72632,159
=
0,8
= 90790,199 kg.m
Mflens = RI x b x hf x ( d - hf/2)

Gelagar :
fc’ = 35 Mpa
fy = 240 Mpa
β1 = 0,81

RI = 0,81 x 350 = 283,5 kg/cm2


d = 70 cm
Mflens = 283,5 x 160 x 20 x (70x 10)
= 54432000 kg.cm
=544320 kg.m
Karena Mflens > Mu/Ø, maka penampang dihitung sebagai penampang
persegi
M
K =
b.d 2 .RI 
9079019,9
=
160x70 2 x283,5
= 0,0408
F = 1  1  2K
= 1  1  2 x 0,0408
= 0,0417
 1x 4500
F max =
600  fy
0,81x 4500
=
600  2400
= 0,4339

LAPORAN TUGAS AKHIR 262


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Karena F > Fmax, maka tulangan tarik under reinforced


FxbxdxRI
As =
fy
0,0417 x160 x70 x 283,5
=
2400
= 55,169 cm2
Maka dipakai tulangan 10 Ø 28 (As = 61,57 cm2)

2. Perhitungan Tulangan Geser


Vu
Vn =

29003,45
=
0,6
= 48339,083 kg
= 483,390 kN

Vc = 0,17 x fc ' xbwxd

= 0,17 x 35x 400x 700


= 281,605 kN
Vn – Vc = 201,785 kN
2 2
x fc ' xbwxd  x 35 x 400 x 700
3 3
=1104,334 kN
2
Karena (Vn-Vc) < x fc ' xbwxd , maka penampang mencukupi
3
Perhitungan perlu tidaknya tulangan geser :
Vu = 290,034 kN
ØVc/2 = 84,48 kN

Karena Vu > ØVc/2, maka diperlukan tulangan geser


Digunakan tulangan geser Ø10
Av = jumlah luas penampang dua kali sengkang = 157 mm2
Avxdxfy d
S = 
Vn  Vc 2

LAPORAN TUGAS AKHIR 263


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

157 x700x 240 700


= 
201785,44 2
= 130,71 mm < 350 mm
Dipakai tulangan Ø10-100

LAPORAN TUGAS AKHIR 264


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Ø 12-100 Ø 12-100 10 Ø 28

0.20

Ø 12-100
Ø 12-100
Ø 12-100
0.80

1/16
A

Ø 12-100 Ø 12-100

1.70 1/14 Ø 12-100 Ø 12-100

Ø 12-100
Ø 12-100
1/9
B

Ø 12-100 10 Ø 28

1.70 1/14
Ø 12-100

1/16
C

0.80 Ø 12-100
Ø 12-100

0.55

8.30

Gambar 5.29 Penulangan pelat lantai kendaraan

LAPORAN TUGAS AKHIR 265


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.13 Perhitungan Struktur Bawah


Fungsi utama bangunan bawah jembatan adalah untuk menyalurkan semua beban yang
bekerja pada bangunan atas ke tanah. Perhitungan struktur bawah meliputi :
 Perhitungan Abutment.
 Perhitungan Pilar (Pier)
Perencanaan elemen-elemen struktural pembentuk konstruksi bangunan bawah jembatan,
secara detail akan disajikan dalam sub-sub bab sesuai dengan jenis elemennya.

Gambar 5.30 Potongan melintang spillway dan melintang jembatan

Pilar identik dengan abutmen perbedaannya hanya pada letak konstruksinya saja.
Sedangkan fungsi pilar adalah untuk memperpendek bentang jembatan yang terlalu
panjang.
Dalam mendesain pilar dilakukan dengan urutan sebagai berikut :
1. Menentukan bentuk dan dimensi rencana penampang pilar.
2. Menentukan pembebanan yang terjadi pada pilar :
a. Beban mati berupa gelagar induk, lantai jembatan, , trotoir, perkerasan jembatan (
pavement), sandaran, dan air hujan
b. Beban hidup.
c. Beban sekunder berupa beban gempa, rem dan traksi, koefisien kejut, beban
angin dan beban akibat aliran dan tumbukan benda – benda hanyutan.

LAPORAN TUGAS AKHIR 266


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

3. Menghitung momen, gaya normal dan gaya geser yang terjadi akibat kombinasi dari
beban – beban yang bekerja.

Dalam perencanaan ini, struktur bawah jembatan berupa abutmen yang dapat diasumsikan
sebagai dinding penahan tanah. Dalam hal ini perhitungan abutmen meliputi :
1. Menentukan bentuk dan dimensi rencana penampang abutmen.
2. Menentukan pembebanan yang terjadi pada abutmen :
a. Beban mati berupa gelagar induk, lantai jembatan, perkerasan jembatan
(pavement), sandaran, dan air hujan.
b. Beban hidup berupa beban merata dan garis.
c. Beban sekunder berupa beban gempa, tekanan tanah aktif, rem dan traksi,
koefisien kejut , beban angin dan beban akibat aliran dan tumbukan benda –
benda hanyutan.
3. Menghitung momen, gaya normal dan gaya geser yang terjadi akibat kombinasi dari
beban – beban yang bekerja.

5.13.1 Perencanaan Dimensi Pilar dan Abutmen Jembatan


5.13.1.1 Pembebanan Pilar dan Abutmen
a. Beban Mati
Tabel 5.15 Beban bangunan atas pada pilar
Segmen Vm (ton)
Perhitungan
Gelagar 3 x 0,55 x 0,4 x 8,33 x 2,4 13,19
Plat Lantai 5 x 8,33 x 0,2 x 2,4 19,99
Air 5 x 8,33 x 0,05 x 1 2,07
Pavement 5 x 8,33 x 0,1 x 2,2 9,16
Sandaran 5 x 2 x 0,1 x 0,16 x 1 x 2,4 0,38
Pipa (railing) 4 x 8,33 x 0,0033 x 7,8 0,86
45,65

LAPORAN TUGAS AKHIR 267


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

b. Beban Hidup
Beban Hidup Akibat Bangunan Atas
Beban terbagi rata (q’)
Untuk L < 30 m, maka
q = 22 ton/m
22
q’ = = 8 ton/m
2,75
k = 1,002
q’ = 8 x 1,002 ton/m
= 8,016 ton/m

Beban Garis (P)


P = 12 ton
12
P’ = = 4,36 ton
2,75
k = 1,002
P’ = 4,39 ton

Beban hidup = 4,39 +( 8,016 x 8,33)


= 103,34 ton

Beban Bangunan Atas(pilar) = 45,65 + 103,34 = 148,99 ton

Beban Bangunan Atas (Abutment) = 74,49 ton

5.13.1.2 Dimensi Pilar Jembatan


Tegangan izin pasangan batu = 15 ton/m2
P
σ terjadi = < σ izin pasangan batu
A
148,99
A  = 9,93 ≈ 10 m2
15
A =pxl
10 =px5
P =2m

LAPORAN TUGAS AKHIR 268


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar 5.31 Pilar Jembatan

5.13.1.3 Dimensi Abutment Jembatan


Tegangan izin pasangan batu = 15 ton/m2
P
σ terjadi = < σ izin pasangan batu
A
74,49
A  = 4,97 ≈ 5 m2
15
A =pxl
5 =px5
P =1m

Gambar 5.32 Abutment Jembatan

LAPORAN TUGAS AKHIR 269


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.13.1.4 Stabilitas Pilar Jembatan

Gambar 5.33 Pilar Jembatan

A. Pembebanan Pada Pilar

1. Beban Vertikal
a. Beban Sendiri

Gambar 5.34 Beban sendiri pilar

LAPORAN TUGAS AKHIR 270


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.16 Perhitungan Gaya Akibat Berat Pilar

Berat (A)
Perhitungan Volume =Volume x A x Yo A x Zo
No. Volume ( m3 ) 2,2(ton) Yo(m) Zo(m) (ton.m) (ton.m)
W1 10,25 x 2 x 5 102,5 225,5 5,125 1 1155,69 225,5
W1 0,75 x 0,4 x 5 1,5 3,3 10,63 10,63 35,769 3,3
Jumlah 228,8 1190,769 228,8
(Sumber : Perhitungan )
Xo = 1 m
1190,769
Zo =  5,28 m
225,5
Berat Pilar = (W1 + W2 )= 228,8 ton

b. Beban Mati Akibat Bangunan Atas


Dari perhitungan sebelumnya :
Tabel 5.17 Beban bangunan atas pada pilar

Segmen Perhitungan Vm (ton)


3 x 0,55 x 0,4 x 8,33 x 2,4 13,19
Gelagar
5 x 8,33 x 0,2 x 2,4 19,99
Plat Lantai
5 x 8,33 x 0,05 x 1 2,07
Air
5 x 8,33 x 0,1 x 2,2 9,16
Pavement
5 x 2 x 0,1 x 0,16 x 1 x 2,4 0,38
Sandaran
4 x 8,33 x 0,0033 x 7,8 0,86
Pipa (railing)
Jumlah 45,65
(Sumber : Perhitungan)
Berat Total Beban Mati (Wba) = 45,65 ton

LAPORAN TUGAS AKHIR 271


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar 5.35. Beban bangunan atas pada pilar

c. Beban Hidup Akibat Bangunan Atas


Beban terbagi rata (q’)
Untuk L < 30 m, maka
q = 22 ton/m
22
q’ = = 8 ton/m
2,75
k = 1,002
q’ = 8 x 1,002 ton/m
= 8,016 ton/m

Beban Garis (P)


P = 12 ton
12
P’ = = 4,36 ton
2,75
k = 1,002
P’ = 4,39 ton

LAPORAN TUGAS AKHIR 272


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Beban hidup = 4,39 +( 8,016 x 8,33)


= 103,34 ton

Gambar 5.36 Beban terbagi rata dan garis pada pilar

2. Gaya Horisontal
a. Gaya Rem dan Traksi
Beban D tanpa koefisien kejut ;
Beban terbagi rata = q’ = 8 x 8,33 = 66,64 ton
Beban garis tanpa kejut = 4,36 ton

Beban D total = 71 ton

Hr = 5% Total beban D tanpa koefisien kejut


= 5% x 71 ton = 3,55 ton

Gambar 5.37 Beban Akibat Gaya Rem dan Traksi

LAPORAN TUGAS AKHIR 273


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

b. Gaya Geser Tumpuan dengan Balok Beton Bertulang (Gg)

Gg = f x Wd
Dimana :
F = gaya gesek tumpuan dengan balok
f = koefisien gesek antara karet dengan beton/baja (f = 0,15-0,18)

Wd = Beban bangunan atas pada pilar = 45,65 ton

F = 0,15 x 45,65 = 6,85 ton

Gambar 5.38 Beban Akibat Gaya Geser Tumpuan dengan Girder

c. Gaya Akibat Gempa ( Tag )


Gaya gempa arah memanjang :

T= C x W

Dimana :
T = gaya horisontal akibat gempa
C = koefisien gempa untuk wilayah DIY = 0,14
W = Muatan mati dari bagian konstruksi yang ditinjau (ton)

LAPORAN TUGAS AKHIR 274


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar 5.39 Beban Gempa Terhadap Pilar

- Gaya gempa terhadap bangunan atas ;


Wba =45,65 ton
Tba = 0,14 x 45,65 = 6,391 ton
- Gaya gempa terhadap pilar
Wp = 228,8 ton
Tp = 0,14 x 228,8 = 32,032 ton

e. Gaya Akibat Aliran Air dan Tumbukan Benda-Benda Hanyutan


Ah = k  Va 2
Dimana :
Ah = tekanan aliran normal
Va = kecepatan aliran air = 1,905 m/detik
k = koefisien aliran tergantung bentuk pilar

Tabel 5.18 Koefisien aliran (k)

Bentuk depan pilar k


- Persegi (tidak disarankan) 0,075
- Bersudut < 300 0,025
- Bundar 0,035

LAPORAN TUGAS AKHIR 275


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Bentuk depan pilar tengah adalah ½ lingkaran, sehingga k = 0,035


Ah = 0,035  1,9052 = 0,127 T/m2
Hsungai = 1,17 m
Tebal pilar =2m
Luas bidang kontak = 1,17  2 = 2,34 m2
PAh = 0,127  2,34 = 0,297 Ton

Gambar 5.40 Akibat aliran air dan tumbukan benda-benda hanyutan

B. Kombinasi Pembebanan

Pilar ditinjau terhadap kombinasi pembebanan sebagai berikut

Tabel 5.19 Kombinasi Pembebanan

Tegangan yang dipakai


No. Kombinasi Pembebanan dan Gaya
terhadap Tegangan Ijin
I M + (H + K) + Ta + Tu 100%
II M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm 125%
III Kombinasi (1) + Rm + Gg + A + SR + Tm + S 140%
IV M + Gh + Tag + Gg + AHg + Tu 150%

LAPORAN TUGAS AKHIR 276


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Keterangan :
A = Beban Angin
Ah = Gaya akibat aliran dan hanyutan
AHg = Gaya akibat aliran dan hanyutan pada saat terjadi gempa
Gg = Gaya gesek pada tumpuan bergerak
Gh = Gaya horisontal ekivalen akibat gempa bumi
(H+K) = Beban hidup dan kejut
M = Beban mati
P1 = Gaya-gaya pada saat pelaksanan
Rm = Gaya rem
S = Gaya sentrifugal
SR = Gaya akibat susut dan rangkak
Tm = Gaya akibat perubahan suhu
Ta = Gaya tekanan tanah
Tag = Gaya tekanan tanah akibat gempa bumi
Tb = Gaya tumbuk
Tu = Gaya angkat

Kapasitas Dukung Tanah Dasar


Kapasitas dukung tanah dasar (bearing capacity) dipengaruhi oleh parameter
 , c, dan . Besarnya kapasitas dukung tanah dasar untuk pondasi empat persegi
panjang dapat dihitung dengan metode Terzaghi, yaitu :
qult  c  N c (1  0,3B / L)    D f  N q  0,5    B  N   (1  0,2 B / L)

= 0,2x117,3 x (1 +0,3.5/2) + 1,811x1x108,9 + 0,5x 1,811x5x159,5x(1-0,2.5/2)


= 41,055 + 197,218 + 631,869
= 870,142 (t/m2)

q all = qult / 2
= 870,142 / 2
= 435,071 (t/m2)

LAPORAN TUGAS AKHIR 277


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Dimana :
qult = daya dukung ultimate tanah dasar (t/m2)

c = kohesi tanah dasar (t/m2) = 0,2 (t/m2)


 = berat isi tanah dasar (t/m3) = 1,811 (t/m3)
B = lebar pondasi (meter) = 5 m
L = panjang pondasi (meter) = 2 m
Df = kedalaman pondasi (meter) = 1 m
N  , Nq, Nc = faktor daya dukung Terzaghi

Tabel 5.20 Nilai-nilai daya dukung Terzaghi


φ Keruntuhan Geser Umum Keruntuhan Geser Lokal
Nc Nq Nγ N’c N’q N’γ
0 5,7 1,0 0,0 5,7 1,0 0,0
5 7,3 1,6 0,5 6,7 1,4 0,2
10 9,6 2,7 1,2 8,0 1,9 0,5
15 12,9 4,4 2,5 9,7 2,7 0,9
20 17,7 7,4 5,0 11,8 3,9 1,7
25 25,1 12,7 9,7 14,8 5,6 3,2
30 37,2 22,5 19,7 19,0 8,3 5,7
34 52,6 36,5 35,0 23,7 11,7 9,0
35 57,8 41,4 42,4 25,2 12,6 10,1
40 95,7 81,3 100,4 34,9 20,5 18,8
41,41 117,3 108,9 159,5 39,8 24,9 24,5
45 172,3 173,3 297,5 51,2 35,1 37,7
48 258,3 287,9 780,1 66,8 50,5 60,4
50 347,6 415,3 1153,2 81,3 65,6 87,1

Tinjauan stabilitas pilar :


 MV
- Tinjauan terhadap guling ; Fg  n
 MH
V
- Tinjauan terhadap geser ; Fg = n
 Hy
B  MV -  MH 1
- Tinjauan terhadap eksetrisitas ; e  -  B
2 V 6
V MH
- Tinjauan pada dasar pilar ;     qult
A W

LAPORAN TUGAS AKHIR 278


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.21 Kombinasi I Pilar (M + (H + K) + Ta + Tu)


Beban Gaya (ton) Jarak terhadap A (m) Momen (tm)
Jenis Bagian V H x y z MV MH
Wsendiri 228,8 - - 2,5 - 572 -
M Wb atas 45,65 - - 2,5 - 114,125 -
(H+K) Wlife (q+p) 103,34 - - 2,5 - 258,35 -

Ta - - - - - - -
Tu - - - - - - -
Total 377,79 944,475 -

Tabel 5.22 Kombinasi II Pilar (M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm)


Beban Gaya (ton) Jarak terhadap A (m) Momen (tm)
Jenis Bagian V H x y z MV MHx MHY
Wsendiri 228,8 - - 2,5 - 572 - -
M Wb atas 45,65 - - 2,5 - 114,125 - -
Ta - - - - - - - -
Ah - 0,297 - - 8,58 - - 2,548
Gg - 6,58 - - 10,25 - 67,445 -
A - - - - - - - -
SR - - - - - - - -
Tm - - - - - - - -
Total 274,45 6,877 686,125 67,445 2,548

Tabel 5.23 Kombinasi III Pilar (Kombinasi (1) + Rm + Gg + A + SR + Tm + S)


Beban Gaya (ton) Jarak terhadap A (m) Momen (tm)
V H x y z MV MHx MHy
Kombinasi I 377,79 - 944,475 - -
Rm - 3,55 - - 11 - 39,05 -
Gg - 6,58 - - 10,25 - 67,445 -
A - - - - - - -
SR - - - - - - -
Tm - - - - - - -
S - - - - - - -
Total 377,79 10,13 944,475 106,495 -

LAPORAN TUGAS AKHIR 279


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.24 Kombinasi IV Pilar (M + Gh + Tag + Gg + AHg + Tu)


Beban Gaya (ton) Jarak terhadap A (m) Momen (tm)
Jenis Bagian V H x y z MV MHx MHy
Wsendiri 228,8 - - 2,5 - 572 - -
M Wb atas 45,65 - - 2,5 - 114,125 - -
Gh Tba - 6,391 - - 10,63 - - 67,936
Tp - 30,032 - - 5,28 - - 169,128
Tag - - - - - - - -
Gg - 6,58 - - 10,25 - 67,445 -
Ahg - 0,297 - - 8,58 - - 2,548
Tu - - - - - - -
Total 274,45 45,3 - - - 686,125 67,445 239,612

Tabel 5.25 Rekapitulasi kombinasi pembebanan


Kombinasi V (ton) H (ton) MV (ton.m) MHx (ton.m) MHy (ton.m)
Kombinasi I 377,79 - 944,475 - -
Kombinasi II 274,45 6,877 686,125 67,445 2,548
Kombinasi III 377,79 10,13 944,475 106,495 -
Kombinasi IV 274,45 45,3 686,125 67,445 239,612

C. Kontrol Kestabilan Terhadap Pilar


Kestabilan pilar diperhitungkan terhadap gaya-gaya yang terjadi pada kombinasi
pembebanan dengan mengambil nilai gaya maksimum, dan ditinjau terhadap titik G
pada dasar pilar.
Momen penahan yang bekerja akibat berat konstruksinya :
V max = 377,79 ton
Hmax = 45,3 ton
MVmax = 944,475 ton.m
MHxmax = 106,495 ton.m
MHymax = 239,612 ton.m

LAPORAN TUGAS AKHIR 280


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

1. Kontrol terhadap Guling


 MV
Fg = n
 MH
944,475
=  1,5
239,612
= 3,94 > 1,5 …….. (Aman)

2. Kontrol terhadap Geser

V
Fg = n
 Hy
0,6 x 377,79
=  1,5
45,3
= 5,003 > 1,5 ......... (Aman)

3. Kontrol terhadap Eksentrisitas


B  MV -  MH 1
e = -  B
2 V 6
5 944,475 - 239,612 1
= -  5
2 377,79 6
= 0,63 < 0,83.......... (Aman)

4. Kontrol Daya Dukung Tanah Dasar Pilar


V  MH
Tinjauan pada dasar pilar ;     qult
A W
L =2m
B =5m
W =1/6 x 5 x 22 = 3,33 m3
377,79 532,823
 =   qult
10 3,33
= 37,78  160,007
= 197,786 < 435,071 (t/m2)………(Aman)

LAPORAN TUGAS AKHIR 281


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.13.1.5 Stabilitas Abutment Jembatan

Gambar 5.41 Abutment Jembatan

A. Pembebanan pada Abutment

1. Gaya Vertikal
a. Beban Sendiri

Gambar 5.42 Beban sendiri abutment

LAPORAN TUGAS AKHIR 282


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.26 Perhitungan Gaya Akibat Berat Abutment


Berat (A)
Volume A x Xo A x Yo
No. Perhitungan Volume =Volume x Xo(m) Yo(m)
(m3) (tm) (tm)
2,2(ton)
W1 1,5 x 10,25 x 5 76,875 169,125 0,75 5,125 126,844 866,766
W2 0,5 x 2,5 x 11 x 5 68,75 151,25 2,33 3,667 352,917 554,583
W3 0,75 x 0,5 x 5 1,875 4,125 1,25 10,63 5,156 43,828

TOTAL 324,5 484,917 1465,177

Xo =
 AxXo
A
484,917
=
324,5

= 1,494 m

1465,177
Yo =  4,515m
324,5

Berat Abutment= (W1 + W2 + W3 )= 324,5 ton

b. Beban Mati Akibat Bangunan Atas


Dari perhitungan sebelumnya :
Tabel 5.27 Beban bangunan atas pada abutment

Segmen Perhitungan Vm (ton)


3 x 0,55 x 0,4 x 8,33 x 2,4 13,19
Gelagar
5 x 8,33 x 0,2 x 2,4 19,99
Plat Lantai
5 x 8,33 x 0,05 x 1 2,07
Air
5 x 8,33 x 0,1 x 2,2 9,16
Pavement
5 x 2 x 0,1 x 0,16 x 1 x 2,4 0,38
Sandaran
4 x 8,33 x 0,0033 x 7,8 0,86
Pipa (railing)
Jumlah 45,65
Berat Total Beban Mati pada Abutment (Wba)
= 0,5 x 45,65 ton
= 22,825 ton

LAPORAN TUGAS AKHIR 283


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar 5.43 Beban bangunan atas pada Abutment

c. Beban Hidup Akibat Bangunan Atas


Beban terbagi rata (q’)
Untuk L < 30 m, maka
q = 22 ton/m
22
q’ = = 8 ton/m
2,75
k = 1,002
q’ = 8 x 1,002 ton/m
= 8,016 ton/m

Beban Garis (P)


P = 12 ton
12
P’ = = 4,36 ton
2,75
k = 1,002
P’ = 4,39 ton

Beban hidup = 4,39 +( 8,016 x 8,33)


= 103,34 ton
Berat Total Beban Hidup pada Abutment = 0,5 x 103,34 ton
= 51,670 ton

LAPORAN TUGAS AKHIR 284


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar 5.44 Beban terbagi rata dan kejut pada Abutment

d. Berat tanah

Gambar 5.45 Beban Akibat Tanah Diatasnya

 tanah = 1,6 T/m3


Tabel 5.28 Beban akibat tanah
W Volume (m3) Berat (ton) Xo Yo
Wt 0,5 x 2,5 x 11 x 5 110 3,167 7,33

Berat Tanah (Wt)= 110 ton

LAPORAN TUGAS AKHIR 285


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

2. Gaya Horisontal
a. Gaya Rem dan Traksi
Beban D tanpa koefisien kejut ;
Beban terbagi rata = q’ = 8 x 8,33 = 66,64 ton
Beban garis tanpa kejut = 4,36 ton

Beban D total = 71 ton

Hr = 5% Total beban D tanpa koefisien kejut


= 5% x 71 ton = 3,55 ton

Gambar 5.46 Beban Akibat Gaya Rem dan Traksi

b. Gaya Geser Tumpuan dengan Balok Beton Bertulang (Gg)

Gg = f x Wd
Dimana :
F = gaya gesek tumpuan dengan balok
f = koefisien gesek antara karet dengan beton/baja (f = 0,15-0,18)

Wd = Beban bangunan atas pada pilar = 22,825 ton

F = 0,15 x 22,825 = 3,424 ton

LAPORAN TUGAS AKHIR 286


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Gambar 5.47 Beban Akibat Gaya Geser Tumpuan dengan Girder

c. Gaya Akibat Gempa ( Tag )


Gaya gempa arah memanjang :

T= C x W

Dimana :
T = gaya horisontal akibat gempa
C = koefisien gempa untuk wilayah DIY = 0,14
W = Muatan mati dari bagian konstruksi yang ditinjau (ton).

Gambar 5.48 Beban Gempa Terhadap Abutment

LAPORAN TUGAS AKHIR 287


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

- Gaya gempa terhadap bangunan atas ;


Wba = 22,825 ton
Tba = 0,14 x 22,825 = 3,196 ton
- Gaya gempa terhadap abutment
Wa = 324,5 ton
Ta = 0,14 x 324,5 = 45,43 ton
- Gaya gempa terhadap tanah ;
Wt = 110 ton
Tt = 0,14 x 110 = 15,40 ton

d. Beban Tanah Aktif (TA)


diketahui :
 tanah : 1,6
 : 37,75 0

Gambar 5.49 Beban Tanah Aktif Terhadap Abutment

   
Ka  tan 2 45 0  θ/2  tan 2 45 0  37,75/2  0.241
beban merata q = 0.6 x 1,6 = 0,96 T/m2
Gaya tekanan tanah aktif :
P1 = q x Ka x h = 0,96 x 0.241 x 11 = 2,545 T
Lengan terhadap A : 5,5 m
MP1 = 2,545 x 5,5 = 13,998 Tm

LAPORAN TUGAS AKHIR 288


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

P2 = 0.5 x  x Ka x H2 = 0.5 x 1,6 x 0.241 x 112 = 23,239 T


Lengan terhadap A : 3,667 m
MP2 = 23,239 x 3,667 = 85,547 Tm
Beban Total Tanah Aktif = 2,545 + 23,239 = 25,784 T
Total Momen Tanah Aktif = 13,998 + 85,547 = 99,545 Tm

B. Kombinasi Pembebanan

Abutment ditinjau terhadap kombinasi pembebanan

Tabel 5.29 Kombinasi Pembebanan Abutment

Tegangan yang dipakai


No. Kombinasi Pembebanan dan Gaya
terhadap Tegangan Ijin
I M + (H + K) + Ta + Tu 100%
II M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm 125%
III Kombinasi (1) + Rm + Gg + A + SR + Tm + S 140%
IV M + Gh + Tag + Gg + AHg + Tu 150%

Keterangan :
A = Beban Angin
Ah = Gaya akibat aliran dan hanyutan
AHg = Gaya akibat aliran dan hanyutan pada saat terjadi gempa
Gg = Gaya gesek pada tumpuan bergerak
Gh = Gaya horisontal ekivalen akibat gempa bumi
(H+K) = Beban hidup dan kejut
M = Beban mati
P1 = Gaya-gaya pada saat pelaksanan
Rm = Gaya rem
S = Gaya sentrifugal
SR = Gaya akibat susut dan rangkak
Tm = Gaya akibat perubahan suhu
Ta = Gaya tekanan tanah
Tag = Gaya tekanan tanah akibat gempa bumi
Tb = Gaya tumbuk
Tu = Gaya angkat

LAPORAN TUGAS AKHIR 289


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Kapasitas Dukung Tanah Dasar


Kapasitas dukung tanah dasar (bearing capacity) dipengaruhi oleh parameter
 , c, dan . Besarnya kapasitas dukung tanah dasar untuk pondasi empat persegi
panjang dapat dihitung dengan metode Terzaghi, yaitu :

q ult = c  N c (1  0,3B / L)    D f  N q  0,5    B  N   (1  0,2 B / L )

= 0,2x117,3x (1 +0,3.4/5) + 1,811x1x108,9 + 0,5x1,811x4x159,5x(1-0,2.4/5)


= 29,09 + 197,218 + 485,276
= 711,584 (t/m2)

q all = qult / 2
=711,584 / 2
= 355,792 (t/m2)
Dimana :
qult = daya dukung ultimate tanah dasar (t/m2)
c = kohesi tanah dasar (t/m2) = 0,2 (t/m2)
 = berat isi tanah dasar (t/m3) = 1,811 (t/m3)
B = lebar pondasi (meter) = 4 m
L = panjang pondasi (meter) = 5 m
Df = kedalaman pondasi (meter) = 1 m
N  , Nq, Nc = faktor daya dukung Terzaghi

LAPORAN TUGAS AKHIR 290


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.30 Nilai-nilai daya dukung Terzaghi


φ Keruntuhan Geser Umum Keruntuhan Geser Lokal
Nc Nq Nγ N’c N’q N’γ
0 5,7 1,0 0,0 5,7 1,0 0,0
5 7,3 1,6 0,5 6,7 1,4 0,2
10 9,6 2,7 1,2 8,0 1,9 0,5
15 12,9 4,4 2,5 9,7 2,7 0,9
20 17,7 7,4 5,0 11,8 3,9 1,7
25 25,1 12,7 9,7 14,8 5,6 3,2
30 37,2 22,5 19,7 19,0 8,3 5,7
34 52,6 36,5 35,0 23,7 11,7 9,0
35 57,8 41,4 42,4 25,2 12,6 10,1
40 95,7 81,3 100,4 34,9 20,5 18,8
41,41 117,3 108,9 159,5 39,8 24,9 24,5
45 172,3 173,3 297,5 51,2 35,1 37,7
48 258,3 287,9 780,1 66,8 50,5 60,4
50 347,6 415,3 1153,2 81,3 65,6 87,1

Tinjauan stabilitas abutment :


 MV
- Tinjauan terhadap guling ; Fg  n
 MH
V
- Tinjauan terhadap geser ; Fg = n
 Hy
B  MV -  MH 1
- Tinjauan terhadap eksetrisitas ; e  -  B
2 V 6
V MH
- Tinjauan pada dasar abutment ;     qult
A W

LAPORAN TUGAS AKHIR 291


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.31 Kombinasi I Abutment (M + (H + K) + Ta + Tu)


Beban Gaya (ton) Jarak terhadap Momen (tm)
A (m)
Jenis Bagian V H x y MV MH
Wsendiri 324,5 - 1,494 - 684,803 -
M Wb atas 22,825 - 0,5 - 11,413 -
W tanah 110 - 3,167 - 378,37 -
(H+K) Wlife (q+p) 51,670 - 0,5 - 25,835 -

Ta - 21,545 - 5,5 - 13,998


- 23,239 - 3,667 - 85,547
Tu - - - - - -
Total 508,995 25,784 1100,421 99,545

Tabel 5.32 Kombinasi II Abutment (M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm)


Beban Gaya (ton) Jarak terhadap A Momen (tm)
(m)
Jenis Bagian V H x y MV MH
Wsendiri 324,5 - 1,494 - 684,803 -
M Wb atas 22,825 - 0,5 - 11,413 -
W tanah 110 - 3,167 - 378,37 -
Ta - 21,545 - 5,5 - 13,998
- 23,239 - 3,667 - 85,547
Ah - - - - - -
Gg - 3,424 - 10,25 - 35,096
A - - - - - -
SR - - - - - -
Tm - - - - - -
Total 457,325 29,208 1074,586 134,641

LAPORAN TUGAS AKHIR 292


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.33 Kombinasi III Abutment (Kombinasi (1) + Rm + Gg + A + SR + Tm + S)


Beban Gaya (ton) Jarak terhadap A (m) Momen (tm)
V H x y MV MH
Kombinasi I 508,995 25,784 1100,421 99,545
Rm - 3,55 - 11 - 39,545
Gg - 3,424 - 10,25 - 35,096
A - - - - - -
SR - - - - - -
Tm - - - - - -
S - - - - - -
Total 508,995 32,758 1100,421 173,691

Tabel 5.34 Kombinasi IV Abutment (M + Gh + Tag + Gg + AHg + Tu)


Beban Gaya (ton) Jarak terhadap A (m) Momen (tm)
Jenis Bagian V H x y MV MH
Wsendiri 324,5 - 1,494 - 684,803 -
M Wb atas 22,825 - 0,5 - 11,413 -
W tanah 110 - 3,167 - 378,37 -
Gh Tba - 3,196 - 10,63 - 33,973
Ta - 45,43 - 4,515 - 176,116
Tt - 15,4 - 7,33 - 112,882
Tag - - - - - -
Gg - 3,424 - 10,25 - 35,096
Ahg - - - - - -
Tu - - - - - -
Total 457,325 93,234 1074,586 358,067

Tabel 5.35 Rekapitulasi kombinasi pembebanan abutment


Kombinasi V (ton) H (ton) MV (ton.m) MH (ton.m)
Kombinasi I 508,995 25,784 1100,421 99,545
Kombinasi II 457,325 29,208 1074,586 134,641
Kombinasi III 508,995 32,758 1100,421 173,691
Kombinasi IV 457,325 93,234 1074,586 358,067

LAPORAN TUGAS AKHIR 293


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

C. Kontrol Kestabilan terhadap Abutment


Kestabilan abutment diperhitungkan terhadap gaya-gaya yang terjadi pada kombinasi
pembebanan dengan mengambil nilai gaya maksimum, dan ditinjau terhadap titik G
pada dasar abutment.
Momen penahan yang bekerja akibat berat konstruksinya :
V max = 508,995 ton
Hmax = 93,234 ton
MVmax = 1100,421 ton.m
MHmax = 358,067 ton.m

1. Kontrol terhadap Guling


 MV
Fg = n
 MH
= 1100,421 / 358,067
= 3,073 > 1,5 …….. Aman

2. Kontrol terhadap Geser


V
Fg = n
 Hy
= (0,6  508,995) / 93,234
= 3,276 > 1,5 ......... Aman

3. Kontrol terhadap Eksentrisitas


B  MV -  MH 1
e = -  B
2 V 6
= 4/2 – (1100,421 – 358,067) / 508,995
= 0,542 < 0,667.......... Aman

LAPORAN TUGAS AKHIR 294


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

4. Kontrol Daya Dukung Tanah Dasar Abutment


V  MH
Tinjauan pada dasar Abutment ;     qult
A W
L =5m
B =4m
W =1/6 x 42 x 5 = 13,333 m3
508,995 358,067
 =   qult
20 13,333
= 52,305 < 355,792 (t/m2)………(Aman)

5.14 Analisis Stabilitas Pelimpah pada Keadaan Normal


5.14.1 Perhitungan Gaya yang Bekerja pada Tubuh Pelimpah
a. Akibat Berat Sendiri
Rumus : G = V x γpas
Dimana : V = volume (m3)
γpas = 2,2 t/m3
Jarak ditinjau dari titik O, selanjutnya perhitungan disajikan dalam Tabel berikut:
Tabel 5.36 Perhitungan gaya akibat berat sendiri

No Luas γ Gaya Vertikal Titik O


(m²) (ton/m³) (ton) Jarak (m) Momen (ton.m)
B1 7,20 2,2 15,84 11,82 187,23
B2 0,69 2,2 1,52 10,34 15,70
B3 3,75 2,2 8,25 10,11 83,41
B4 8,57 2,2 18,85 7,27 137,07
B5 3,50 2,2 7,70 12,32 94,86
B6 1,75 2,2 3,85 11,49 44,24
B7 0,16 2,2 0,35 9,55 3,36
B8 4,30 2,2 9,46 8,34 78,90
B9 5,48 2,2 12,06 6,82 82,22
B10 3,36 2,2 7,39 5,87 43,39
B11 6,22 2,2 13,68 2,88 39,41
B12 0,86 2,2 1,89 3,57 6,75
B13 0,61 2,2 1,34 2,32 3,11
B14 2,48 2,2 5,46 0,91 4,96
Gaya Vertikal 102,19 Momen 819,65

LAPORAN TUGAS AKHIR 295


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

b. Gaya Gempa
Rumus : ad = n(ac x z)m
ad
E
g

Dimana :
Ad = percepatan gempa rencana (cm/det2)
E = koeisien gempa
Maka :
ad = 151,72 cm2/det
a d 151,72
E   0,15
g 980
Dari koefisien gempa diatas, kemudian dicari besarnya gaya gempa dan momen akibat
gempa dengan rumus :
K=ExG
Dimana :
E = 0,15 (koefisien gempa)
G = berat bangunan (Ton)
K = gaya gempa
Tabel 5.37 Perhitungan gaya akibat gempa

No Gaya Vertikal Gaya Horizontal Titik O


(ton) K = 0,15 x G Jarak Momen (ton.m)
K1 15,84 2,376 6,8 16,16
K2 1,52 0,228 7,94 1,81
K3 8,25 1,238 6,31 7,81
K4 18,85 2,828 5,37 15,19
K5 7,70 1,155 3,25 3,75
K6 3,85 0,578 3,83 2,21
K7 0,35 0,053 4,75 0,25
K8 9,46 1,419 3,33 4,73
K9 12,06 1,808 2,87 5,19
K10 7,39 1,109 3,12 3,46
K11 13,68 2,053 2,32 4,76
K12 1,89 0,284 0,93 0,26
K13 1,34 0,201 1,06 0,21
K14 5,46 0,818 0,68 0,56
jumlah 16,147 Momen 66,35

LAPORAN TUGAS AKHIR 296


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

c. Perhitungan Uplift Pressure Kondisi Muka Air Normal


Perhitungan uplift pressure mamakai rumus :

Lx
Px  Hx   H
L

Dimana :
Px = Gaya angkat pada titik x (T/m2)
Hx = Tinggi titik yang ditinjau ke muka air atau tinggi energi di hulu pelimpah (m)
Lx = Jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai x (m)
H = Beda tinggi energi (m)
L = Panjang total bidang kontak bangunan dan tanah bawah (m)
L dan Lx ditentukan menurut cara angka rembesan Lane dimana :
- Bidang horisontal memiliki daya tahan tehadap aliran (rembesan) 3 kali lebih
lemah dibandingkan dengan bidang vertikal.
- Bidang yang membentuk sudut 45 0 atau lebih terhadap bidang horisontal
dianggap vertikal.

  Lv
1 
L   H
3 

LAPORAN TUGAS AKHIR 297


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.38 Perhitungan rembesan dan tekanan air tanah kondisi muka air normal

Titik Garis Lane Panjang Rembesan L HW Hx Px


LV LH 1/3LH Lx
A 0 0,000 0,00 15,63 7 7,00 7,000
A-B 1
B 1,00 15,63 7 8,00 7,552
B-C 1 0,333
C 1,33 15,63 7 8,00 7,403
C-D 3,5
D 4,83 15,63 7 4,50 2,335
D-E 1 0,333
E 5,17 15,63 7 4,50 2,186
E-F 3,5
F 8,67 15,63 7 8,00 4,119
F-G 2 0,667
G 9,33 15,63 7 8,00 3,820
G-H 0,5
H 9,83 15,63 7 7,50 3,096
H-I 1,5 0,500
I 10,33 15,63 7 7,50 2,872
I-J 1,5
J 11,83 15,63 7 9,00 3,700
J-K 1,5 0,500
K 12,33 15,63 7 9,00 3,476
K-L 0,25
L 12,58 15,63 7 8,75 3,114
L-M 1 0,333
M 12,92 15,63 7 8,75 2,965
M-N 0,75
N 13,67 15,63 7 9,50 3,379
N-O 1,82 0,607
O 14,27 15,63 7 9,50 3,108
O-P 1,36
P 15,63 15,63 7 8,14 1,139

LAPORAN TUGAS AKHIR 298


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.39 Pehitungan gaya uplift pressure kondisi muka air normal

Gaya Uraian V Jarak Momen


(ton) (m) (ton,m)
U B-C 0,5 x (7,552 + 7,403) x 1 7,29 12,32 89,81
U C-D 0,5 x (7,403 + 2,335) x 1 4,87 11,32 55,13
U D-E 0,5 x (2,335 + 2,186) x 1 2,26 10,32 23,32
U E-F 0,5 x (2,186 + 4,119) x 2 6,31 8,61 54,33
U F-G 0,5 x (4,119 + 3,82) x 2 7,94 6,82 54,15
U G-J 0,5 x (3,096 + 2,872) x 1,5 4,48 5,07 22,71
U J-K 0,5 x (3,7 + 3,476) x 1,5 5,38 3,57 19,21
U K-N 0,5 x (3,114 + 2,965) x 1 3,04 2,32 7,05
U N-O 0,5 x (3,379 + 3,108) x 1,82 5,90 0,91 5,37
Jumlah 47,47 331,09

d. Tekanan Hidrostatis
Tekanan hidrostatis pada keadaan muka air normal.
Tabel 5.40 Perhitungan gaya hidrostatis keadaan muka air normal

Gaya Uraian Gaya Horizontal Jarak Momen


(ton) (m) (ton.m)
Wh1 0,5 x 7,552 x 8 30,210 4,17 125,976
Wh2 1 x 2,872 2,870 1 2,870
Wh3 0,5 x( 3,7- 2,872) x 1 0,410 0,83 0,340
Wh4 2,965 x 0,5 1,480 0,25 0,370
Wh5 0,5 x (3,379-2,965) x 0,5 0,100 0,17 0,017
Wh6 2,335 x 3,5 -8,170 3,11 -25,409
Wh7 0,5 x (7,403-2,335) x 3,5 -8,870 2,53 -22,441
Wh8 0,5 x 3,108 x 1,36 -2,110 0,45 -0,950
Jumlah 15,920 80,774

e. Tekanan Tanah Aktif dan Pasif


 Tekanan tanah aktif dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Pa = γs . Ka.H – 2 .C Ka
Dimana :
Ka = tan2 (45º - Ф/2)
= tan2 (45º - 41,41/2)
= 0,204
Pa = 1,811x.0,204x2,5 – 2x0,2 0,204
= 0,743 ton

LAPORAN TUGAS AKHIR 299


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

 Tekanan tanah pasif dihitung dengan rumus sebagai berikut :


Pp = γs.Kp.H + 2.C Kp
Dimana :
Kp = tan2 (45 + Ф/2)
= tan2 (45 + 41,41/2)
= 4,907
Pp = 1,811x4,907x1,36 + 2x0,2x 4,907
= 12,972 ton
Dimana :
Pa = tekanan tanah aktif
Pp = tekanan tanah pasif
Ф = sudut geser dalam = 41,41º
g = gravitasi bumi = 9,8 m/detik2
H = kedalaman tanah aktif dan pasif (m)
γs = berat jenis tanah jenuh air = 1,811 ton/m3
γw = berat jenis air = 1,0 ton/m3

Tabel 5.41 Perhitungan tekanan tanah

Gaya Uraian Gaya Horizontal Jarak Momen


(ton) (m) (ton.m)
Pa 0,5 x 0,743 x 2,5 0,929 0,833 0,774
Pp 0,5 x 12,979 x 1,36 -8,826 0,453 -3,998
jumlah -7,897 -3,224

Tabel 5.42 Rekapitulasi gaya pada tubuh pelimpah keadaan normal

Gaya (ton) Momen(ton.m)


No Faktor Gaya
H V Mh Mv
1 Berat Konstruksi 102,19 819,65
2 Gaya Gempa -16,147 -66,35
3 Tekanan Uplift -47,470 -331,086
4 Gaya Hidrostatis -15,920 -80,774
5 Tekanan Tanah 7,897 3,224

LAPORAN TUGAS AKHIR 300


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.14.2 Perhitungan Stabilitas untuk Kondisi Muka Air Normal


a. Stabilitas terhadap Guling
Untuk mengetahui nilai SF (faktor keamanan) bangunan spillway terhadap guling, maka
rumus yang dipakai adalah sebagai berikut :

SF 
MV  1,5
MH
Dimana :
SF = Faktor keamanan
 M.V = Jumlah momen vertikal (t.m)
 M.H = Jumlah momen horisontal (t.m)

SF 
488,564
 1,5
143,897
= 3,395 > 1,5 (Aman)
Dengan didapatkannya nilai SF = 3,395 maka bangunan spillway yang ada dinyatakan
aman terhadap bahaya guling.

b. Stabilitas terhadap Geser


Guna mengetahui stabilitas spillway terhadap bahaya geser, maka ditinjau dengan
menggunakan rumus :

SF 
  V  U  1,5
H
Dimana :
SF = Faktor keamanan
(V-U) = Jumlah gaya vertikal dikurangi gaya uplift pressure (t)
H = Jumlah gaya horisontal yang bekerja pada bangunan spillway (t)

54,72
SF   1,5
24,17
= 2,264 > 1,5 (Aman)
Dari hasil perhitungan nilai SF = 2,264, dengan demikian bangunan spillway yang ada
dinyatakan aman terhadap bahaya geser.

LAPORAN TUGAS AKHIR 301


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

c. Stabilitas terhadap Piping


Guna mencegah pecahnya bagian hilir bangunan, harga keamanan terhadap erosi tanah
harus sekurang-kurangnya 2 (dua) (SF > 2).
Dengan menggunakan metode Lane yang disebut metode angka rembesan Lane, dapat
dihitung dengan rumus :

CL   LV  1
3 LH  / H

Dimana :
CL = Angka rembesan Lane
Lv = Jumlah panjang vertikal (m)
LH = Jumlah panjang horisontal (m)
H = Beda tinggi muka air (m)

Lv  1 / 3LH 12,36  3,27


CL    2,233 --> aman (CL = 2)
Hw 7

Dari hasil perhitungan nilai CL = 2,333, dengan demikian bangunan spillway dinyatakan
aman terhadap bahaya piping.

d. Stabilitas terhadap Daya Dukung Tanah


Besarnya daya dukung tanah dipengaruhi oleh dalamnya pondasi, lebarnya pondasi, berat
isi tanah, sudut geser dalam dan kohesi dari tanah. Daya dukung tanah (ultimate bearing
capacity) dihitung dengan rumus pondasi menerus sebagai berikut (terzaghi) :

qult  a  C  N c    z  N q     sub  B  N

Dimana :

qult = daya dukung ultimate (t/m2)


C = kohesi (t/m2)
sub = berat isi tanah jenuh air (t/m3)
 = berat per satuan volume tanah (t/m3)
,  = faktor yang tak berdimensi dari bentuk tapak pondasi
z = kedalaman pondasi = 1 m
B = lebar pondasi = 12,82 m

LAPORAN TUGAS AKHIR 302


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Dari hasil penyelidikan tanah pada lokasi embung, tanah dasar untuk lokasi pondasi adalah
sebagai berikut:
sat tanah = 1,811 gr/cm3
sub tanah = sat tanah - air
= 1,811 – 1
= 0,811
c = 0,2 ton/m2
 = 41,41°

maka diperoleh harga – harga dari Tabel faktor daya dukung terzaghi (interpolasi) sebagai
berikut:
Nc = 117,3
Nq = 108,9
N = 159,5
,  = bentuk tapak pondasi adalah jalur atau strip,  = 1, dan  = 0.5
Perhitungan:
Qult = c×Nc + ×z×Nq + ×sub×B×N
Qult = 0,2 117,3+ 1,811 1108,9+ 0,50,81112,82159,5
= 1049,84 ton/m3
SF = safety Factor = 2,0 – 3.0

Faktor keamanan (Safety factor) diambil 3, maka besarnya daya dukung ijin tanah adalah:
qult 1049,84
 ijin   = 349,947 t/m2
SF 3
untuk menghitung nilai stabilitas terhadap daya dukung tanah, maka perlu ditinjau
eksentrisitas terlebih dahulu (DR. Suyono). rumus yang digunakan adalah sebagai berikut
 ΣM L 
e = - ≤ L/6
 ΣV 2 

 819,65 - 143,897 12,82  12,82


=  - ≤
 102,19 2  6
= 6,613 – 6,41 m < 2,70 m
= 0,203 m < 2,70 m (Aman)

LAPORAN TUGAS AKHIR 303


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

V  6 e 
 max  1     '
L  L

= 102,19 (1 + 6x0,203 )


12,82  12,82 
= 8,728 T/m2 < 349,947 T/m2 (Aman)
V  6e 
 min  1     '
L  L

= 102,19 (1 - 6x0,203 )


12,82  12,82 
= 7,214 T/m2 > 0 T/m2 (Aman)

Dari hasil perhitungan di atas, dengan demikian bangunan spillway dinyatakan aman
terhadap daya dukung tanah.

LAPORAN TUGAS AKHIR 304


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

K2
B2
K1
K3
B1
B3
K4

B4
D E
K6 K7

K5 B6 B7
wh1 K8 K9 K10
B5
B8 B9 B10
wh6
A K11

B11
H I wh7
B
M
wh2 K12 K13 P
C F G K14
B12 B13
wh3 Pa
wh4 J B14
Pp
K wh8
wh5 N O
12.82

1.00 1 .00 1.00 2 .00 2.00 1 .50 1 .50 1.00 1 .82

U D-E

U E-F
U B-CU C-D U F-G U G-J U J-K
U K-N U N-O

Gambar 5.50 Diagram Kondisi Air Normal

LAPORAN TUGAS AKHIR 305


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.15 Analisis Stabilitas Pelimpah pada Keadaan Banjir


5.15.1 Perhitungan Gaya yang Bekerja pada Tubuh Pelimpah Keadaan Banjir
a. Akibat Berat Sendiri
Rumus : G = V x γpas
Dimana : V = volume (m3)
γpas = 2,2 t/m3
Jarak ditinjau dari titik O, selanjutnya perhitungan disajikan dalam Tabel berikut:
Tabel 5.43 Perhitungan gaya akibat berat sendiri

No Luas γ Gaya Vertikal Titik O


(m²) (ton/m³) (ton) Jarak (m) Momen (ton,m)
B1 7,20 2,2 15,84 11,82 187,23
B2 0,69 2,2 1,52 10,34 15,70
B3 3,75 2,2 8,25 10,11 83,41
B4 8,57 2,2 18,85 7,27 137,07
B5 3,50 2,2 7,70 12,32 94,86
B6 1,75 2,2 3,85 11,49 44,24
B7 0,16 2,2 0,35 9,55 3,36
B8 4,30 2,2 9,46 8,34 78,90
B9 5,48 2,2 12,06 6,82 82,22
B10 3,36 2,2 7,39 5,87 43,39
B11 6,22 2,2 13,68 2,88 39,41
B12 0,86 2,2 1,89 3,57 6,75
B13 0,61 2,2 1,34 2,32 3,11
B14 2,48 2,2 5,46 0,91 4,96
Gaya Vertikal 102,19 Momen 819,65

b. Gaya Gempa
Rumus : ad = n(ac x z)m
ad
E
g

Dimana :
Ad = percepatan gempa rencana (cm/det2)
E = koeisien gempa
Maka :
ad = 151,72 cm2/det
a d 151,72
E   0,15
g 980

LAPORAN TUGAS AKHIR 306


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Dari koefisien gempa diatas, kemudian dicari besarnya gaya gempa dan momen akibat
gempa dengan rumus :
K=ExG
Dimana :
E = 0,15 (koefisien gempa)
G = berat bangunan (Ton)
K = gaya gempa
Tabel 5.44 Perhitungan gaya akibat gempa

No Gaya Vertikal Gaya Horizontal Titik O


(ton) K = 0,15 x G Jarak Momen (ton.m)
K1 15,84 2,376 6,8 16,16
K2 1,52 0,228 7,94 1,81
K3 8,25 1,238 6,31 7,81
K4 18,85 2,828 5,37 15,19
K5 7,70 1,155 3,25 3,75
K6 3,85 0,578 3,83 2,21
K7 0,35 0,053 4,75 0,25
K8 9,46 1,419 3,33 4,73
K9 12,06 1,808 2,87 5,19
K10 7,39 1,109 3,12 3,46
K11 13,68 2,053 2,32 4,76
K12 1,89 0,284 0,93 0,26
K13 1,34 0,201 1,06 0,21
K14 5,46 0,818 0,68 0,56
jumlah 16,147 Momen 66,35

c. Perhitungan Uplift Pressure Kondisi Muka Air Banjir


Perhitungan uplift pressure mamakai rumus :

Lx
Px  Hx   H
L

Dimana :
Px = Gaya angkat pada titik x (T/m2)
Hx = Tinggi titik yang ditinjau ke muka air atau tinggi energi di hulu pelimpah (m)
Lx = Jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai x (m)
H = Beda tinggi energi (m)
L = Panjang total bidang kontak bangunan dan tanah bawah (m)

LAPORAN TUGAS AKHIR 307


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

L dan Lx ditentukan menurut cara angka rembesan Lane dimana :


- Bidang horisontal memiliki daya tahan tehadap aliran (rembesan) 3 kali lebih
lemah dibandingkan dengan bidang vertikal.
- Bidang yang membentuk sudut 45 0 atau lebih terhadap bidang horisontal
dianggap vertikal.

  Lv
1 
L   H
3 

Tabel 5.45 Perhitungan rembesan dan tekanan air tanah kondisi muka air banjir

Titik Garis Lane Panjang Rembesan L HW Hx Px


LV LH 1/3LH Lx
A 0 0,000 0,00 15,63 7,17 8,17 8,170
A-B 1
B 1,00 15,63 7,17 9,17 8,711
B-C 1 0,333
C 1,33 15,63 7,17 9,17 8,558
C-D 3,5
D 4,83 15,63 7,17 5,67 3,453
D-E 1 0,333
E 5,17 15,63 7,17 5,67 3,300
E-F 3,5
F 8,67 15,63 7,17 9,17 5,194
F-G 2 0,667
G 9,33 15,63 7,17 9,17 4,888
G-H 0,5
H 9,83 15,63 7,17 8,67 4,159
H-I 1,5 0,500
I 10,33 15,63 7,17 8,67 3,930
I-J 1,5
J 11,83 15,63 7,17 10,17 4,742
J-K 1,5 0,500
K 12,33 15,63 7,17 10,17 4,512
K-L 0,25
L 12,58 15,63 7,17 9,92 4,148
L-M 1 0,333
M 12,92 15,63 7,17 9,92 3,995
M-N 0,75
N 13,67 15,63 7,17 10,67 4,401
N-O 1,82 0,607
O 14,27 15,63 7,17 10,67 4,122
O-P 1,36
P 15,63 15,63 7,17 9,31 2,138

LAPORAN TUGAS AKHIR 308


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.46 Pehitungan gaya uplift pressure kondisi muka air banjir
Gaya Uraian V Jarak Momen
(ton) (m) (ton,m)
U B-C 0,5 x (8,711+ 8,558) x 1 8,64 12,32 106,44
U C-D 0,5 x (8,558 + 3,453) x 1 6,01 11,32 68,03
U D-E 0,5 x (3,453 + 3,3) x 1 3,34 10,32 34,47
U E-F 0,5 x (3,3 + 5,194) x 2 8,45 8,61 72,75
U F-G 0,5 x (5,194 + 4,88) x 2 10,07 6,82 68,68
U G-J 0,5 x (4,159 + 3,93) x 1,5 6,07 5,07 30,77
U J-K 0,5 x (4,472 +4,512) x 1,5 6,74 3,57 24,06
U K-N 0,5 x (4,148+ 3,995) x 1 4,07 2,32 9,44
U N-O 0,5 x (4,401 + 4,112) x 1,82 7,75 0,91 7,05
Jumlah 61,14 421,71

d. Tekanan Hidrostatis
Tekanan hidrostatis dihitung pada keadaan banjir.
Tabel 5.47 Perhitungan gaya hidrostatis

Gaya Uraian Gaya Horizontal Gaya Vertikal Jarak X Jarak Y Momen V Momen H
(ton) (ton) (m) (m) (ton,m) (ton,m)
Wh1 0,5 x 8,711 x 9,17 39,940 4,560 182,126
Wh2 1 x 3,93 3,930 1,000 3,930
Wh3 0,5 x( 4,742- 3,93) x 1 0,406 0,830 0,337
Wh4 3,995 x 0,5 1,990 0,250 0,498
Wh5 0,5 x (4,401-3,995) x 0,5 0,100 0,170 0,017
Wh6 0,5 x 4,112 x 3,5 -7,190 1,170 -8,412
Wh7 0,5 x 3,21 x 2,14 x 1 3,440 1,070 3,681
Wh8 3,453 x 3,5 -12,090 3,25 -39,293
Wh9 0,5 x (8,558-3,453) x 3,5 -8,930 2,670 -23,843
Jumlah -21,020 3,440 3,681 115,360

e. Tekanan Tanah Aktif dan Pasif


 Tekanan tanah aktif dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Pa = γs . Ka.H – 2 .C Ka
Dimana :
Ka = tan2 (45º - Ф/2)
= tan2 (45º - 41,41/2)
= 0,204

LAPORAN TUGAS AKHIR 309


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Pa = 1,811x.0,204x2,5 – 2x0,2 0,204


= 0,743 ton
 Tekanan tanah pasif dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Pp = γs.Kp.H + 2.C Kp
Dimana :
Kp = tan2 (45 + Ф/2)
= tan2 (45 + 41,41/2)
= 4,907
Pp = 1,811x4,907x1,36 + 2x0,2x 4,907
= 12,972 ton
Dimana :
Pa = tekanan tanah aktif
Pp = tekanan tanah pasif
Ф = sudut geser dalam = 41,41º
g = gravitasi bumi = 9,8 m/detik2
H = kedalaman tanah aktif dan pasif (m)
γs = berat jenis tanah jenuh air = 1,811 ton/m3
γw = berat jenis air = 1,0 ton/m3
Tabel 5.48 Perhitungan tekanan tanah

Gaya Uraian Gaya Horizontal Jarak Momen


(ton) (m) (ton,m)
Pa 0,5 x 0,743 x 2,5 0,929 0,833 0,774
Pp 0,5 x 12,979 x 1,36 -8,826 0,453 -3,998
jumlah -7,897 -3,224

Tabel 5.49 Rekapitulasi gaya-gaya yang bekerja pada tubuh pelimpah

Gaya Momen
No Faktor Gaya
H V Mh Mv
1 Berat Konstruksi 102,19 819,65
2 Gaya Gempa -16,147 -66,35
3 Tekanan Uplift -61,140 -421,710
4 Gaya Hidrostatis -21,020 3,440 -115,360 3,681
5 Tekanan Tanah 7,897 3,224

LAPORAN TUGAS AKHIR 310


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.15.2 Perhitungan Stabilitas untuk Kondisi Muka Air Banjir


a. Stabilitas terhadap Guling
Untuk mengetahui nilai SF (faktor keamanan) bangunan spillway terhadap guling, maka
rumus yang dipakai adalah sebagai berikut :

SF 
MV  1,5
MH
Dimana :
SF = Faktor keamanan
 M.V = Jumlah momen vertikal (t.m)
 M.H = Jumlah momen horisontal (t.m)
401,621
SF   1,5
178,483
= 2,25 > 1,5 (Aman)

Dengan didapatkannya nilai SF = 2,25 maka bangunan spillway yang ada dinyatakan aman
terhadap bahaya guling.

b. Stabilitas terhadap Geser


Guna mengetahui stabilitas spillway terhadap bahaya geser, maka ditinjau dengan
menggunakan rumus :

SF 
  V  U  1,5
H
Dimana :
SF = Faktor keamanan
(V-U) = Jumlah gaya vertikal dikurangi gaya uplift pressure (t)
H = Jumlah gaya horisontal yang bekerja pada bangunan spillway (t)
44,49
SF   1,5
29,27
= 1,52 > 1,5 (Aman)
Dari hasil perhitungan nilai SF = 1,52, dengan demikian bangunan spillway yang ada
dinyatakan aman terhadap bahaya geser.

LAPORAN TUGAS AKHIR 311


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

c. Stabilitas terhadap Piping


Guna mencegah pecahnya bagian hilir bangunan, harga keamanan terhadap erosi tanah
harus sekurang-kurangnya 2 (dua) (SF > 2).
Dengan menggunakan metode Lane yang disebut metode angka rembesan Lane, dapat
dihitung dengan rumus :

CL   LV  1
3 LH  / H

Dimana :
CL = Angka rembesan Lane
Lv = Jumlah panjang vertikal (m)
LH = Jumlah panjang horisontal (m)
H = Beda tinggi muka air (m)
Lv  1 / 3LH 12,36  3,27
CL    2,18 --> aman (CL = 2)
Hw 7,17

Dari hasil perhitungan nilai CL = 2,18, dengan demikian bangunan spillway dinyatakan
aman terhadap bahaya piping.

d. Stabilitas terhadap Daya Dukung Tanah


Besarnya daya dukung tanah dipengaruhi oleh dalamnya pondasi, lebarnya pondasi, berat
isi tanah, sudut geser dalam dan kohesi dari tanah. Daya dukung tanah (ultimate bearing
capacity) dihitung dengan rumus pondasi menerus sebagai berikut (terzaghi) :

qult  a  C  N c    z  N q     sub  B  N 

Dimana :

qult = daya dukung ultimate (t/m2)


C = kohesi (t/m2)
sub = berat isi tanah jenuh air (t/m3)
 = berat per satuan volume tanah (t/m3)
,  = faktor yang tak berdimensi dari bentuk tapak pondasi
z = kedalaman pondasi =1m
B = lebar pondasi = 12,82 m

LAPORAN TUGAS AKHIR 312


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Dari hasil penyelidikan tanah pada lokasi embung, tanah dasar untuk lokasi pondasi adalah
sebagai berikut:
sat tanah = 1,811 gr/cm3
sub tanah = sat tanah - air
= 1,811 – 1
= 0,811
c = 0,2 ton/m2
 = 41,41°

maka diperoleh harga – harga dari Tabel faktor daya dukung terzaghi (interpolasi) sebagai
berikut:
Nc = 117,3
Nq = 108,9
N = 159,5
,  = bentuk tapak pondasi adalah jalur atau strip,  = 1, dan  = 0.5

Perhitungan:
Qult = c×Nc + ×z×Nq + ×sub×B×N
Qult = 0,2 117,3+ 1,811 1108,9+ 0,50,81112,82159,5
= 1049,84 ton/m3
SF = safety Factor = 2,0 – 3.0

Faktor keamanan (Safety factor) diambil 3, maka besarnya daya dukung ijin tanah adalah:
qult 1049,84
 ijin   = 349,947 t/m2
SF 3

untuk menghitung nilai stabilitas terhadap daya dukung tanah, maka perlu ditinjau
eksentrisitas terlebih dahulu (DR. Suyono). rumus yang digunakan adalah sebagai berikut
 ΣM L 
e = - ≤ L/6
 ΣV 2 

 823,33 - 178,483 12,82  12,82


=  - ≤
 105,63 2  6

LAPORAN TUGAS AKHIR 313


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

= 6,105 – 6,41 m < 2,70 m


= - 0,305 m < 2,70 m (Aman)
V  6e 
 max  1     '
L  L

= 105,63 (1 + 6x0,305 )


12,82  12,82 
= 9,416 T/m2 < 349,947 T/m2 (Aman)
V  6e 
 min  1     '
L  L

= 105,63 (1 - 6x0,305 )


12,82  12,82 
= 7,063 T/m2 > 0 T/m2 (Aman)

Dari hasil perhitungan di atas, dengan demikian bangunan spillway dinyatakan aman
terhadap daya dukung tanah.

LAPORAN TUGAS AKHIR 314


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

K2
B2
K1
K3
B1
B3
K4
B4
D E
K6 K7

K5 B6 B7
wh1 K9 K10
K8
B5
B8 B9 B10
A K11
wh8

H I B11 wh9
B
M wh7
wh2 K12 K13 P
C F G K14
wh3 B12 B13 wh6
wh4 Pa J B14
Pp
K
wh5
N O

12.82

1.00 1.00 1.00 2.00 2.00 1.50 1.50 1.00 1.82

U D-E

U E-F
U B-CU C-D U F-G U G-J U J-K
U K-N U N-O

Gambar 5.51 Diagram Kondisi Air Banjir

LAPORAN TUGAS AKHIR 315


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.16 Tebal Lantai Olakan


Tabel 5.50 Perhitungan garis rembesan lane kondisi Normal

Titik Garis Lane Panjang Rembesan L HW Hx Px


LV LH 1/3LH Lx
A 0 0,000 0,00 19,16 7 7,00 7,000
A-B 1
B 1,00 19,16 7 8,00 7,635
B-C 1 0,333
C 1,33 19,16 7 8,00 7,513
C-D 3,5
D 4,83 19,16 7 4,50 2,734
D-E 1 0,333
E 5,17 19,16 7 4,50 2,613
E-F 3,5
F 8,67 19,16 7 8,00 4,834
F-G 2 0,667
G 9,33 19,16 7 8,00 4,591
G-H 0,5
H 9,83 19,16 7 7,50 3,908
H-I 1,5 0,500
I 10,33 19,16 7 7,50 3,725
I-J 1,5
J 11,83 19,16 7 9,00 4,678
J-K 1,5 0,500
K 12,33 19,16 7 9,00 4,495
K-L 0,25
L 12,58 19,16 7 8,75 4,154
L-M 1 0,333
M 12,92 19,16 7 8,75 4,032
M-N 0,75
N 13,67 19,16 7 9,50 4,508
N-O 1,82 0,607
O 14,27 19,16 7 9,50 4,286
O-P 1,36
P 15,63 19,16 7 8,14 2,429
P-Q 6,5 2,17
Q 17,80 19,16 7 8,14 1,637
Q-R 1,36
R 19,16 19,16 7 9,5 2,500

LAPORAN TUGAS AKHIR 316


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Untuk memperhitungkan tebal lantai belakang (kolam olak), digunakan rumus sebagai
berikut :
Px  Wx
dx ≥ Sf .
pas
Dimana :
Dx = Tebal lantai pada titik x
Px = Gaya angkat pada titik x
Wx = Kedalaman air pada titik x
pas = Berat jenis bahan (2,2 ton/m³)
Sf = Faktor keamanan (1,5)
Perhitungan :
Px = Hx – (Lx.Hw/L)
= 8,14 – (17,8 x 7 / 19,16)
= 1,637
1,637  0
dx ≥ 1,5x
2,2
≥ 1,12 m
Direncanakan tebal lantai kolam olak dibuat 1,2 m
Kontrol :
dx
Sf = .pas
Px  Wx
1,2
= x 2,2
1,637  0
= 1,613 > 1,5 (Aman)

LAPORAN TUGAS AKHIR 317


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

5.17 Bangunan Penyadap


Bangunan penyadap dalam perencanaan ini digunakan type penyadap menara, hasil sadapan
kemudian dialirkan ke unit pengolahan sesuai dengan kebutuhan debit untuk air baku.

Ruang operasi

Pintu, saringan pada


lubang penyadap

pintu, katup, saringan pada Lubang udara


lubang penggelontor sedimen

Menara penyadap
Pipa penyalur

Gambar 5.52 Komponen bangunan penyadap

5.17.1 Pipa Penyalur


perencanaan ini, pipa penyalur selain berfungsi sebagai penyadap juga sebagai
penggelontoran lumpur mengingat terjadinya sedimentasi yang terjadi di dalam kolam
tampungan (embung). Untuk menghindari penyadapan air yang keruh, diusahakan agar
penyadap pada bagian atas dinding terowongan dibuat 2 sampe 3 lubang. Lubang ini
berfungsi sebagi penyadap air, sedangkan bagian paling bawah sebagai penggelontoran
lumpur.
Dimensi pipa vacuum ditentukan perhitungan sebagi berikut :
C = koefisien debit = 0,62
Qkbthn = debit kebutuhan air
g = percepatan gravitasi = 9,8 m/det2
h = tinggi air dari titik tengah lubang ke permukaan = 3,5 m

LAPORAN TUGAS AKHIR 318


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Tabel 5.51 Perhitungan debit berdasarkan prosentase bukaan pintu

H Q50 Q60 Q70 Q80 Q90 Q100


1,0 0,3433 0,4119 0,4806 0,5493 0,6179 0,6866
1,5 0,4204 0,5045 0,5886 0,6727 0,7568 0,8409
2,0 0,4855 0,5826 0,6797 0,7768 0,8739 0,9709
2,5 0,5428 0,6513 0,7599 0,8684 0,9770 1,0856
3,0 0,5946 0,7135 0,8324 0,9513 1,0702 1,1892
3,5 0,6422 0,7707 0,8991 1,0276 1,1560 1,2844
4,0 0,6866 0,8239 0,9612 1,0985 1,2358 1,3731
4,5 0,7282 0,8739 1,0195 1,1651 1,3108 1,4564
5,0 0,7676 0,9211 1,0746 1,2282 1,3817 1,5352
5,5 0,8051 0,9661 1,1271 1,2881 1,4491 1,6101
6,0 0,8409 1,0090 1,1772 1,3454 1,5136 1,6817
6,5 0,8752 1,0502 1,2253 1,4003 1,5754 1,7504
7,0 0,9082 1,0899 1,2715 1,4532 1,6348 1,8165
7,5 0,9401 1,1281 1,3162 1,5042 1,6922 1,8802
8,0 0,9709 1,1651 1,3593 1,5535 1,7477 1,9419
8,5 1,0008 1,2010 1,4012 1,6013 1,8015 2,0017
9,0 1,0298 1,2358 1,4418 1,6478 1,8537 2,0597

Bukaan pintu = 80%


Pintu berbentuk persegi ukuran 0,5m x 0,5m, maka :
Luas penampang yang melewati pintu :
A = 0,5m x 0,4m = 0,2m2
Debit dan kecepatan aliran yang melintasi pintu adalah :

Pipa
ventilasi
Pintu
H

D = 0,5 m h = 0,4 m (bukaan pintu 80%)

Gambar 5.53 Skema pengaliran dalam penyalur kondisi pintu terbuka 80%

LAPORAN TUGAS AKHIR 319


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Debit air pada saat pintu dibuka 80% (Qw)


Q  CxAx 2 g .h

Q  0,62 x 0,2 x 2 x 9,8 x 3,5


Q  1,027 m3/det
Kecepatan (V)
Q 1,027
V    5,135m / det
A 0,2
Bilangan Froude (F)
V 5,135
F   1,834
2 xgxh 2 x9,8 x 0,8

Volume udara yang dibutuhkan :


Qa  0,041,834  1 x5,135  0,176m 3 / det
0, 85

Luas penampang dan diameter pipa ventilasi (Aa)


Qa 0,176
Aa    0,0080m 2
Va 20
(kecepatan angin dalam pipa penyalur udara (Va) diambil sama dengan 20 m2/det)
Diameter pipa vacum :
4 Aa 4 x0,0080
D   0,106m
 3,14
Dari perhitungan di atas, maka digunakan pipa hume berdiameter 20 cm.

5.17.2 Perhitungan Dimensi Pipa Pengambilan


Dimensi pipa pengambilan dihitung berdasarkan besarnya debit yang disediakan untuk
melayani kebutuhan air baku. Sistem distribusi air dari embung untuk keperluan air baku
penduduk dilakukan dengan sistem gravitasi, yang didesain sebagai pipa bertekanan. Hal
ini dimaksudkan agar kehilangan selama pendistribusian ke pemakai tidak secara menerus
(continue), tetapi sesuai dengan kebutuhan pemakai.
Vtamp = 82.000 m3
Qkbthan = 0,949 m3/det
I pipa pengambilan = 0,13
C = 0,62

LAPORAN TUGAS AKHIR 320


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Rumus yang digunakan adalah :


2 1
1 A
Q  Ax xR 3 xI 2 R
n o
1
O  xd A xxd 2
4
Perhitungan :

0,949  0,785xd 2 x
1
x 0,25xd  3 x 0,13 2
2 1

0,015

0,949  7,488xd 2,67


d  0,461m  0,5m

5.17.3 Perhitungan Konstruksi Pintu Air


Konstruksi pintu umumnya terdiri dari sistem balok memanjang atau melintang dan pelat
baja (Bj 3700 dengan σ = 2400 Kg/cm2 dan σijin = 1600 Kg/cm2) yang diletakkan pada
sistem balok-balok tersebut. Tegangan pada balok-balok yang disebabkan oleh tekanan-
tekanan hidrostatis dapat dihitung dengan pembebanan yang merata sepanjang balok-balok
tersebut yang bertumpu pada kedua ujungnya. Sedangkan tegangan yang terjadi pada plat
baja yang merupakan bidang persegi panjang bertumpuan pada sekeliling tepinya, dapat
dihitung dengan rumus Bach sebagai berikut :

 a2  b
2
1
f maks  xKx  2  x  xP
a b  t
2
2

   0,5 
2
1 0,5 2
2400  x0,8 x 2 x
2    x8,58375
2  0,5  0,5   t 
2
 0,5 
1397,99   
 t 
 0,5 
 
 1397,99   t  0,01337cm
 
Dimana :
a,b = panjang sisi-sisi bidang persegi panjang (cm)
t = tebal lembaran baja (cm)
P = tekanan air

LAPORAN TUGAS AKHIR 321


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

K = Koefisien yang bergantung dari kondisi tumpuan (dalam keadaan tumpuan


tetap K = 0,8)
f = tegangan (Kg/cm2)

3,25 x γair

tekanan air
Pintu

3,75 x γ air
Gambar 5.54 Gaya tekanan air yang terjadi pada pintu

Dari bentuk tekanan diatas maka didapat gaya sebesar :

F
1
3,25  3,75x 0,5x 0,5x air
2
F  0,875x 9810
F  8,58375KN
0,5 m

balok melintang

0,5 m

Gambar 5.55 Skema tekanan hidrolis dari plat baja yang didukung oleh balok-balok cabang
vertikal.

LAPORAN TUGAS AKHIR 322


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Dari gambar 5.56 Momen maksimal yang terjadi pada balok melintang dengan bentuk
beban 2 segitiga. Dari bentuk beban trapesium ini didapat gaya merata sebesar :
q  0,125x 0,5x 2 x8,58375  1,073KN / m

beban q

Gambar 5.56 Pemodelan beban pada balok vertikal

1
M maks  xqxl 2
8
1
 x1,073x 0,5 2
8
 0,034KNm

M maks

Wx
340
Wx 
2400
Wx  0,142cm 3
Dipakai pelat besi 50 x 10 dengan Wx = 0,833 cm3

LAPORAN TUGAS AKHIR 323


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

BAB VI

RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT ( RKS )

6.1 Syarat-Syarat Umum dan Administrasi

6.1.1 Ketentuan dan Persyaratan Umum

Pasal 1
Umum

1.1 Atas nama Pemerintah Republik Indonesia, Badan Perencanaan Pembangunan


Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sleman dalam hal ini selanjutnya bertindak sebagai
Pendiri/Pemilik Bangunan (Owner/Bouwheer), mengundang pemborong yang
masuk dalam Daftar Rekanan Terseleksi untuk mengajukan penawaran dalam
Pekerjaan Pembangunan Embung Tambakboyo..
1.2 Sumber dana Pekerjaan Pembangunan Embung Tambakboyo. ini berasal dari
APBN murni.
1.3 Penawaran harus disiapkan dan diajukan sesuai petunjuk-petunjuk yang tercantum
dalam dokumen ini. Petunjuk ini kemudian menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari Dokumen Kontrak.

Pasal 2
Syarat – syarat Peserta Lelang

2.1 Mereka yang berhak mengikuti lelang adalah :


a. Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan
usaha/kegiatan sebagai penyedia barang/jasa.
b. Memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk
menyediakan barang/jasa.
c. Sebagai wajib pajak sudah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir,
dibuktikan dengan melampirkan fotokopi bukti tanda terima penyampaian Surat
Pajak Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) tahun terakhir dan fotokopi Surat
Setoran Pajak (SSP) PPh.
d. Tidak pailit yang dinyatakan dalam Daftar Rekanan Mampu (DRM).

LAPORAN TUGAS AKHIR 324


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Pasal 3
Pemberian Penjelasan

3.1 Pemberian penjelasan (Aanwijzing) akan diadakan pada :


a. Hari :
b. Tanggal :
c. Tempat :
d. Jam :
3.2 Apabila dianggap perlu diadakan rapat Pemberian Penjelasan lanjutan pada waktu
dan tempat yang akan ditetapkan pada rapat Pemberian Penjelasan yang pertama.
3.3 Dari hasil Pemberian Penjelasan dibuat “Berita Acara Penjelasan” yang juga
merupakan bagian dari Dokumen Kontrak Pemborong. Risalah penjelasan ini
ditandatangani oleh 2 (dua) orang wakil rekanan.
3.4 Risalah penjelasan ini dapat diambil pemborong yang berkepentingan pada :
a. Hari :
b. Tanggal :
c. Tempat :
d. Jam :
3.5 Bagi mereka yang tidak mengikuti atau menghadiri Rapat Penjelasan, tidak boleh
mengikuti atau memasukkan Penawaran.

Pasal 4
Jaminan Penawaran dan Pelaksanaan

4.1 Jaminan Penawaran untuk pelelangan ini adalah sebesar 1-3 % dari nilai kontrak,
berupa surat Jaminan Bank Pembangunan Daerah dan jangka waktu berlakunya
ditetapkan oleh panitia pelelangan.
4.2 Bagi Pemborong atau Kontraktor yang tidak memenangkan pelelangan ini, jaminan
lelang tersebut akan dikembalikan atau dapat diambil 6 (enam) hari setelah
pengumuman pemenang lelang.
4.3 Jaminan Penawaran menjadi milik Negara bila peserta mengundurkan diri setelah
memasukkan Surat Penawaran, atau mengundurkan diri setelah ditunjuk sebagai
Pemenang Lelang.

LAPORAN TUGAS AKHIR 325


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

4.4 Bagi yang memenangkan pelelangan ini, jaminan tersebut akan dikembalikan setelah
menggantinya dengan Jaminan Pelaksanaan yang besarnya 5 % dari nilai kontrak
dan berjangka waktu sampai penyelesaian pekerjaan.
4.5 Jaminan Pelaksanaan dapat dikembalikan apabila pekerjaan sudah diserahkan yang
pertama kalinya dan diterima baik oleh Pimpinan Proyek (disertai Berita Acara
Penyerahan Pertama).

Pasal 5
Pelelangan

5.1 Pelelangan akan diadakan menurut Peraturan yang berlaku sesuai Keppres No.17
dan No. 80 Tahun 2003 serta perubahan-perubahan pada saat Rapat Penjelasan.
5.2 Yang tidak diperkenankan ikut sebagai peserta atau penjamin dalam Pelelangan ini
adalah :
a. Pegawai Negeri, Pegawai Badan Usaha Milik Negara atau Pegawai Hak Milik
Pemerintah.
b. Mereka yang dinyatakan pailit.
c. Mereka yang dalam keikutsertaannya akan bertentangan dengan tugasnya.
5.3 Pemasukan Surat Penawaran paling lambat pada :
a. Hari :
b. Tanggal :
c. Tempat :
d. Jam :
5.4 Pembukaan Surat Penawaran akan dilaksanakan pada :
a. Hari :
b. Tanggal :
c. Tempat :
d. Jam :
5.5 Wakil Pemborong yang mengikuti atau menghadiri pelelangan harus membawa surat
kuasa bermaterai Rp. 6.000,- dari Direktur Kontraktor dan bertanggung jawab
penuh.

LAPORAN TUGAS AKHIR 326


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Pasal 6
Sampul Surat Penawaran

6.1 Sampul Surat Penawaran berukuran 25 x 40 cm, berwarna putih dan tidak tembus
baca.
6.2 Sampul Surat Penawaran yang berisi surat-surat Penawaran lengkap dengan
lampiran-lampirannya, supanya ditutup (dilem) dan diberi lak 5 (lima) tempat dan
tidak boleh diberi kode cap perusahaan atau kode lainnya.
6.3 Sampul Surat Penawaran di sebelah kiri atas dan di sebelah kanan supaya ditulis
sesuai contoh (lihat contoh sampul Penawaran berikut ini).

Bagian Muka :

SURAT PENAWARAN
Proyek Pekerjaan Pembangunan Bendung Danawarih
Kotamadia Tegal
Jawa Tengah
SURAT PENAWARAN
Proyek Pekerjaan Pembangunan Embung Tambakboyo.

Kepada :
Kepada Yth. : Pimpinan Proyek Pekerjaan
Pembangunan Bendung Danawarih
Yth : Pimpinan
di Tegal
Proyek Pekerjaan
Pembangunan Embung Tambakboyo.

Bagian Belakang :

LAPORAN TUGAS AKHIR 327


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Pasal 7
Sampul Penawaran Yang Tidak Sah

7.1 Sampul surat dibuat menyimpang atau tidak sesuai dengan syarat-syarat pada Pasal
5.
7.2 Sampul Surat Penawaran terdapat tanda-tanda lain di luar syarat-syarat yang telah
ditentukan dalam Pasal 6.
7.3 Dicantumkan nomor surat keluar.

Pasal 8
Persyaratan Penawaran

8.1 Penawaran yang diminta adalah penawaran yang benar-benar lengkap menurut
gambar bestek, peraturan-peraturan yang telah ditentukan, serta Berita Acara Rapat
Penjelasan (Aanwijzing).
8.2 Surat Penawaran, Surat Pernyataan dan Daftar Rencana Anggaran Biaya (RAB)
supaya dibuat di atas kertas yang ada kopstok masing-masing perusahaan
(Kontraktor) dan harus ditandatangani oleh Direksi Pemborong yang bersangkutan
dan di bawah tanda tangan disebutkan nama lengkap.
8.3 Apabila Surat Penawaran tidak ditandatangani oleh Direktur Pemborong sendiri,
maka harus dilampiri :
a. Surat Kuasa dari Direktur Pemborong yang bersangkutan dan diberi materai Rp.
6.000,-.
b. Foto copy Akte Pendirian Badan Hukum.
8.4 Surat Penawaran dibuat rangkap 7 (tujuh) lengkap dengan lampiran dan Surat
Penawaran yang asli diberi materai Rp. 6.000,- dan materai diberi tanggal, terkena
tanda tangan si Penawar dan juga Cap Perusahaan.
8.5 Surat Penawaran termasuk lampiran-lampirannya dimasukkan ke dalam sampul
Surat Penawaran yang tertutup sesuai dengan yang tercantum pada Pasal 13.
8.6 Lampiran-lampiran Surat Penawaran :
a. Rencana Anggaran Biaya yang memuat uraian pekerjaan, volume, harga satuan
pekerjaan, jumlah harga, jumlah total harga dan keuntungan Pemborong
(Kontraktor).
b. Daftar harga satuan dan upah kerja serta daftar analisa satuan pekerjaan.

LAPORAN TUGAS AKHIR 328


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

c. Rencana kerja (Time Schedule) dalam bentuk Bar Chart dan kurva “S” satu
lembar.
d. Daftar tenaga kerja.
e. Daftar peralatan yang dimiliki dan yang akan disewa.
f. Surat kualifikasi terbaru dan masih berlaku.
g. Surat kesanggupan bermaterai Rp. 6.000,-.
h. Foto copy NPWP yang masih berlaku.
i. Foto copy SIUJK yang masih berlaku.
j. Foto copy TDR bidang pekerjaan sipil yang masih berlaku.
k. Foto copy Surat Jaminan Penawaran atau Tender Garansi yang masih berlaku.
l. Foto copy akte pendirian perusahaan.
m. Foto copy anggota GAPENSI atau KADIN yang masih berlaku.
n. Foto copy PKP (Pengusaha Kena Pajak).
8.7 Bagi Pemborong (kontraktor) yang sudah memasukkan Surat Penawaran tidak dapat
mengundurkan diri dan apabila ditunjuk sebagai pemenang terikat untuk
melaksanakan pekerjaan dan menyelesaikannya sesuai dengan penawaran yang
diajukan.
8.8 Apabila pemborong (kontraktor) yang telah ditunjuk mengundurkan diri, maka
pekerjaan diberikan kepada pemenang kedua, apabila yang bersangkutan menerima
persyaratan yang sama dengan pemenang pertama.
8.9 Bagi peserta yang tidak mendapatkan pekerjaan, maka tender garansi dapat diambil
setelah ada pengumuman lelang.

Pasal 9
Surat Penawaran Yang Tidak Sah

9.1 Surat Penawaran yang tidak dimasukkan dalam sampul tertutup yang telah
ditentukan panitia.
9.2 Surat Penawaran, Surat Pernyataan dan Daftar Rencana Anggaran Biaya (RAB)
serta surat-surat lainnya yang tidak dibuat di atas kertas kop nama perusahaan yang
bersangkutan.
9.3 Surat Penawaran yang tidak ditandatangani oleh penawar.

LAPORAN TUGAS AKHIR 329


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

9.4 Surat Penawaran yang tidak bermaterai dan tidak diberi tanggal serta tidak terkena
tanda tangan oleh penawar atau tidak ada stampel perusahaan, dalam hal ini
kekurangan dapat dipenuhi pada saat pembukaan pelelangan.
9.5 Harga penawaran yang tertulis dengan angka tidak sama dengan yang ditulis dengan
huruf.
9.6 Jumlah penawaran yang tertulis dengan angka maupun dengan huruf tidak jelas
besarnya (buram sama sekali dan tidak dapat dibaca).
9.7 Surat penawaran yang diajukan dalam syarat lain tidak sesuai dengan syarat-syarat
yang telah ditetapkan.
9.8 Syarat penawaran yang tidak terdapat pernyataan yang jelas bahwa penawaran
tunduk pada ketentuan-ketentuan yang termuat dalam pelelangan.
9.9 Terdapat salah satu lampiran surat penawaran yang tidak ditandatangani oleh
penawar dan tidak diberi stempel perusahaan kecuali foto copy.
9.10 Surat penawaran dari pemborong atau kontraktor yang tidak diundang.
9.11 Surat penawaran yang tidak lengkap lampirannya sesuai dengan ketentuan dalam
Pasal 7 ayat 6.

Pasal 10
Pemasukan Penawaran

10.1 Pembukaan surat penawaran dilakukan oleh panitia pelelangan di hadapan para
peserta pelelangan pada waktu yang telah ditentukan panitia pelelangan.
10.2 Sebagai unsur pemeriksaan adalah 2 (dua) wakil dari peserta lelang yang
mendampingi panitia pelelangan dalam pemeriksaan surat penawaran yang masuk.
10.3 Keputusan yang sah dan tidaknya suatu penawaran berada di tangan panitia.
10.4 Atas pembukaan sampul dan penetapan sah atau tidaknya suatu penawaran, harga-
harga penawaran dan lain-lain peristiwa pada penyelenggaraan pelelangan dibuatkan
berita acara pembukaan surat penawaran pelelangan yang ditandatangani oleh
panitia pelelangan dan sekurang-kurangnya oleh 2 (dua) orang wakil peserta.
10.5 Keputusan mengenai hasil pelelangan akan diberitahukan oleh panitia pelelangan
kepada masing-masing peserta lelang.
10.6 Pemberi tugas dan panitia lelang tetap berwenang untuk tidak memberikan alas an-
alasan berhasil atau tidaknya suatu penawaran.

LAPORAN TUGAS AKHIR 330


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

10.7 Penetapan pelelangan diputuskan oleh Kepala Bagian BAPPEDA Kabupaten


Sleman.

Pasal 11
Calon Pemenang

11.1 Panitia lelang menilai calon pemenang yang sah dan menetapkan 3 (tiga) calon
pemenang untuk diusulkan pada Pimpinan Proyek dalam menentukan pemenang
lelang.
11.2 Penilaian surat penawaran dilakukan berdasarkan :
a. Kriteria-kriteria seperti yang tercantum dalam Keppres. No. 17 dan No. 80
Tahun 2003.
b. Persyaratan teknis dan administrasi sesuai yang telah ditentukan.
c. Kesesuaian dengan rencana kerja dan syarat-syarat yang telah diberikan.
d. Kewajaran harga dan memperhatikan harga pasar.
e. Harga standar yang telah diberikan.
11.3 Pemilihan peserta lelang yang akan menjadi calon pemenang dilihat dari
kelengkapan persyaratan, perhitungan harga yang ditawarkan dapat
dipertanggungjawabkan dan penawaran tersebut adalah yang terendah di antara
penawaran yang memenuhi syarat.
11.4 Jika 2 (dua) peserta atau lebih mengajukan harga penawaran yang sama, maka
panitia memilih peserta yang menurut pertimbangan mempunyai kecakapan dan
kemampuan yang terbesar. Jika bahan-bahan untuk menentukan pilihan itu tidak
ada, maka pemilihan dilakukan dengan undian, hal ini dicatat dalam Berita Acara.
11.5 Calon pemenang harus sudah ditetapkan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari
setelah pembukaan Surat Penawaran.

Pasal 12
Pengumuman Pemenang

12.1 Penetapan pemenang lelang diputuskan oleh pejabat yang berwenang.


12.2 Pengumuman pemenang dilakukan oleh panitia lelang secara luas setelah penetapan
pemenang dari pejabat yang berwenang.

LAPORAN TUGAS AKHIR 331


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

12.3 Kepada rekanan yang berkeberatan atas penetapan pemenang pelelangan, diberikan
kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara tertulis kepada pejabat yang
bersangkutan selambat-lambatnya dalam waktu 4 (empat) hari setelah pengumuman
atau penetapan pemenang dan sanggahan hanya dapat diajukan terhadap pelaksanaan
prosedur pelelangan.
12.4 Jawaban terhadap sanggahan diberikan secara tertulis selambat-lambatnya dalam
waktu 4 (empat) hari kerja setelah diterimanya sanggahan tersebut.

Pasal 13

Pembatalan Lelang
13.1 Lelang dibatalkan apabila:
a. Diantara rekanan yang diundang mengikuti Aanwijzing dan peserta yang
mengajukan surat penawaran yang sah ternyata kurang dari 3 (tiga).
b. Semua penawaran melampaui dana yang tersedia dan harga standar yang
berlaku.
c. Harga-harga yang ditawarkan oleh peserta lelang dianggap tidak wajar.
d. Apabila sanggahan yang diajukan oleh rekanan ternyata benar.
e. Berhubungan dengan berbagai hal yang tidak mungkin diadakan penetapan.

Pasal 14
Pemberian Pekerjaan

14.1 Pimpinan Proyek akan memberikan pekerjaan kepada pemborong atau kontraktor
yang penawarannya pantas, wajar dan bertanggung jawab dan menang dalam
pelelangan.
14.2 Surat Perintah Kerja (Gunning) akan diberikan kepada pemborong atau kontraktor
yang telah ditunjuk dalam waktu 6 (enam) hari setelah habisnya masa sanggahan.

LAPORAN TUGAS AKHIR 332


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

6.1.2 Ketentuan dan Persyaratan Administrasi

Pasal 1
Nama Proyek

Nama proyek ini adalah Perencanaan Embung Tambakboyo. Proyek ini berada di wilayah
Kabupaten Sleman.

Pasal 2
Lingkup Pekerjaan

Lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan dalam proyek ini adalah Perencanaan Embung
Tambakboyo. Lebih lanjut tentang pembangunan ini akan diuraikan dalam bagian syarat-
syarat teknis.

Pasal 3
Pemberi Tugas

Pemberi tugas dalam proyek ini adalah adalaha Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA) Kabupaten Sleman, yang kemudian disebut PIHAK KESATU.

Pasal 4
Perencana

4.1 Sebagai perencana dalam proyek ini adalah PT. iccon Mulya dengan alamat Jl.
Poncowolo Barat VII 504 C Semarang.
4.2 Perencana juga berkewajiban mengadakan pengawasan berkala dalam bidang
struktur dan pelaksanaan kerja.
4.3 Tidak dibenarkan mengubah ketentuan-ketentuan pelaksanaan sebelum mendapat
ijin atau pengawasan dari Pimpinan Proyek.

Pasal 5
Pengawas Lapangan

Sebagai Pengawas Lapangan adalah petugas yang ditunjuk oleh Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sleman yang akan ditentukan kemudian.

LAPORAN TUGAS AKHIR 333


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

5.1 Pengawas Lapangan tidak dibenarkan mengubah ketentuan-ketentuan dalam


melaksanakan pekerjaan sebelum mendapat ijin dari Pimpinan Proyek.
5.2 Apabila pengawas lapangan menjumpai kejanggalan dalam pelaksanaan atau bestek
supaya segera memberitahukan kepada Pimpinan Proyek.
5.3 Memberi petunjuk kepada Pelaksana mengenai segala sesuatu yang berhubungan
dengan pekerjaan yang diberikan, agar pelaksanaan pekerjaan berjalan dengan lancar
dan baik.
5.4 Memeriksa, menerima atau menolak bahan-bahan bangunan yang dipergunakan,
apakah sesuai dengan syarat yang ditentukan.

Pasal 6
Pemborong/Kontraktor

6.1 Kontraktor adalah perusahaan yang ditunjuk sebagai pemenang lelang yang
selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.
6.2 Apabila kontraktor akan memulai pekerjaannya di lapangan sebelumnya supaya
memberitahukan terlebih dahulu kepada Pemimpin Proyek secara tertulis.
6.3 Untuk melaksanakan pekerjaan ini, maka pihak kontraktor harus menempatkan
seorang Kepala Pelaksana yang ahli dan cakap serta diberi kekuasaan penuh oleh
Direktur/Pimpinan perusahaan, agar dapat bertindak untuk dan atas namanya.
6.4 Kepala pelaksana harus berpengalaman dan memiliki anak buah yang terampil
sehingga dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Pasal 7
Rencana Kerja (Time Schedule)

7.1 Pemborong atau Kontraktor harus membuat Rencana Kerja pelaksanaan pekerjaan
yang disetujui Pimpinan Proyek selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah Surat
Perintah Kerja (SPK) dikeluarkan.
7.2 Pemborong atau Kontraktor harus melaksanakan pekerjaan menurut rencana kerja
dan syarat-syarat, gambar rencana beserta gambar-gambar penjelasannya yang telah
dibuat dan disepakati bersama.
7.3 Pemborong atau Kontraktor tetap bertanggung jawab sepenuhnya atas terselesainya
pekerjaan tepat pada waktunya.

LAPORAN TUGAS AKHIR 334


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Pasal 8
Laporan Harian dan Mingguan

8.1 Pemborong diwajibkan membuat laporan Harian dan Mingguan, yang menunjukkan
prestasi kemajuan fisik pekerjaan kepada Pemberi Tugas, yang diketahui oleh
Direksi Lapangan dan Pengelola Proyek lainnya.
8.2 Penilaian prestasi kerja atas dasar pekerjaan yang telah dikerjakan, tidak termasuk
bahan-bahan bangunan di tempat pekerjaan dan tidak atas dasar besarnya
pengeluaran uang yang telah dilaksanakan oleh Pemborong atau Kontraktor.
8.3 Laporan tersebut memuat laporan penandatanganan bahan bangunan, penggunaan
mesin-mesin kerja, penggunaan alat-alat bantu kerja, pengerahan tenaga kerja,
laporan keadaan cuaca, dokumentasi proyek dan lain sebagainya.
8.4 Semua laporan tersebut dibuat sebenar-benarnya rangkap 6 (enam).

Pasal 9
Pengawasan

9.1 Pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh Konsultan Pengawas


yang akan ditunjuk oleh Pimpinan Proyek.
9.2 Pada setiap saat Konsultan Pangawas maupun petugas-petugasnya harus dapat
dengan mudah mengawasi, memeriksa dan menguji setiap bagian pekerjaan, setiap
bahan, pengelolaan maupun sumber-sumbernya.
9.3 Jika diperlukan pengawasan di luar jam-jam kerja, maka Pemborong atau Kontraktor
harus memberitahukan atau mengajukan permohonan secara tertulis kepada
Konsultas Pengawas.
9.4 Permohonan tersebut harus dengan surat yang disampaikan kepada Konsultan
Pengawas 2 (dua) hari sebelumnya. Konsultan Pengawas dalam persetujuannya akan
memberitahukan secara tertulis kepada Kontraktor yang bersangkutan dalam waktu
1 x 4 jam setelah surat permohonan tersebut.

LAPORAN TUGAS AKHIR 335


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Pasal 10
Jangka Waktu Pelaksanaan

10.1 Jangka waktu penyelesaian pekerjaan ini ditentukan atas kesepakatan antara Pemberi
Tugas dan Kontraktor.
10.2 Kesanggupan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan oleh peserta lelang harus
dicantumkan dalam Surat Penawaran dan dihitung dalam hari kalender.
10.3 Kecuali ketentuan lain, maka jangka waktu pelaksanaan dihitung dari tanggal yang
tersebut dalam Surat Pemenang atau Surat Perintah Kerja.

Pasal 11
Keamanan Tempat Pekerjaan

11.1 Sejak dimulainya pekerjaan hingga penyerahan tersebut Pemborong atau Kontraktor
harus benar-benar menjaga atau mematuhi peraturan-peraturan keamanan yang
berlaku guna mencegah hal-hal yang tidak diingankan seperti kecelakaan, pencurian
dan lain-lainnya.
11.2 Untuk menjaga keamanan lokasi pekerjaan dibuat pagar pembatas dengan pintu
yang kuat serta dibuat gardu penjagaan lengkap dengan petugas kemanannya.
11.3 Dalam melaksanakan pekerjaan dan pengangkutan bahan-bahan keperluan
pekerjaan, kontraktor harus teliti dan hati-hati, sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu dan menimbulkan kerusakan terhadap jalan-jalan yang sudah ada,
maupun prasaran-prasarana umum lainnya seperti jaringan listrik, air minum,
telepon dan lain-lainnya.
11.4 Kontraktor harus melaporkan kepada pengawas apabila terjadi kerusakan yang
dikarenakan kelalaiannya dan mengganti ongkos perbaikan kepada instansi yang
bersangkutan.
11.5 Kontraktor harus melakukan segala usaha untuk mencegah pengotoran jalan umum
oleh kendaraan-kendaraan yang dipergunakan untuk pekerjaan.
11.6 Apabila terjadi kerusakan-kerusakan peralatan di lokasi pekerjaan yang disebabkan
kelalaian dalam pelaksanan, Kontraktor wajib memperbaiki dengan biaya sendiri.
11.7 Kontraktor harus mengurus penjagaan di luar jam kerja dalam lokasi pekerjaan
termasuk bangunan yang sedang dikerjakan, gudang dan lain sebagainya.

LAPORAN TUGAS AKHIR 336


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

11.8 Untuk keamanan dan penjagaan perlu diadakan penerangan lampu-lampu pada
tempat-tempat tertentu serta ruang-ruang yang dipakai atas persetujuan Direksi.
11.9 Kontraktor bertanggung jawab sepenuhnya atas bahan dan alat-alat yang disimpan
dalam gudang dan halaman lokasi pekerjaan. Apabila terjadi kebakaran atau
pencurian, Kontraktor harus mendatangkan gantinya untuk kelancaran
pelaksanaannya.
11.10 Kontraktor harus menjaga jangan sampai terjadi kebakaran, perusakan dan sabotase
di tempat pekerjaan.
11.11 Alat-alat pemadam kebakaran atau lainnya untuk keperluan yang sama harus ada di
tempat pekerjaan.

Pasal 12
Kebersihan dan Ketertiban

12.1 Selama berlangsungnya pembangunan, keadaan di sekitar lokasi kerja dan bagian
bangunan yang dikerjakan, harus tetap bersih dan tertib, bebas dari bahan-bahan
bekas, tumpukan tanah dan lain-lainnya. Kelalaian dalam hal ini dapat menyebabkan
seluruh pekerjaan dihentikan sementara. Akibat dari hal-hal sehubungan dengan ini
seluruhnya menjadi tanggung jawab Kontraktor.
12.2 Pemborong atau Kontraktor wajib membuat barak-barak bagi Pekerja, WC dan
urinoir khusus untuk Pekerja.
12.3 Penimbunan bahan yang ada di dalam gudang maupun yang berada di sekitar lokasi
kerja, harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kelancaran dan
keamanan. Jalannya pemeriksaan dan penelitian bahan-bahan dilakukan oleh
Pengelola Proyek maupun Konsultan Pengawas.
12.4 Para pekerja tidak diperkenankan keluar masuk proyek dengan bebas tanpa seijin
Pengawas.
12.5 Peraturan lain mengenai ketertiban akan dikeluarkan oleh Konsultan Pengawas pada
waktu pelaksanaan.

LAPORAN TUGAS AKHIR 337


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Pasal 13
Keselamatan dan Kesehatan Kerja

13.1 Pelaksanaan pekerjaan oleh Kontraktor maupun oleh Sub Kontraktor harus
memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku menurut Undang-
undang.
13.2 Pemborong bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan Pekerja.
13.3 Apabila terjadi kecelakaan, Pemborong harus segera mengambil tindakan yang perlu
untuk menyelamatkan korban dengan segala biaya ditanggung oleh Kontraktor, dan
Kontraktor harus segera memberitahukan kepada Pimpinan Proyek.
13.4 Kontraktor harus menyediakan obat-obatan atau PPPK yang memenuhi syarat yang
ditentukan di tempat pekerjaan dan setiap kali selesai dipergunakan harus segera
dilengkapi kembali.
13.5 Kontraktor harus menyediakan perlengkapan keamanan kerja seperti helm, sepatu,
sarung tangan dan sebagainya yang diperlukan untuk keselamatan kerja.
13.6 Kontraktor harus melakukan pencegahan kecelakaan kerja semaksimal mungkin
dengan papan-papan peringatan mengenai keselamatan kerja di lokasi pekerjaan.

Pasal 14
Pertanggungan Asuransi

14.1 Semua resiko yang diakibatkan oleh keadaan force majeur seperti kebakaran, gempa
bumi, banjir dan lain sebagainya yang dapat mengakibatkan kerugian pada pekerjaan
dan masih dalam pemesanan pemborong adalah menjadi resiko pemborong. Oleh
sebab itu sebaiknya pemborong menyusutkan resiko ini sampai sekecil mungkin
dengan jalan menutup pertanggungan (asuransi).
14.2 Dalam lingkungan pertanggungan asuransi harus tercakup kerugian yang
diakibatkan force majeur terhadap bagian-bagian pekerjaan yang menjadi tanggung
jawab Pemborong atau Kontraktor sendiri, yang diakibatkan oleh kelalaian
Pemborong dalam melaksanakan pekerjaan.
14.3 Surat polisi tersebut harus mencantumkan nama Pemberi Tugas bersama dengan
kuitansi dan premi yang telah dibayar Pemborong dan harus diserahkan kepada
Pengelola Proyek.

LAPORAN TUGAS AKHIR 338


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

14.4 Kerusakan ataupun kerugian-kerugian akibat kejadian tersebut harus segera


diperbaiki dan dikembalikan dalam keadaan semula, sesuai dengan perbaikan ini,
uang asuransi yang telah diterima oleh Pengelola Proyek akan dibayarkan kepada
Kontraktor sebesar jumlah maksimum yang telah dibayarkan Perusahaan Asuransi
kepada Pemberi Tugas.

Pasal 15
Permulaan Pekerjaan

15.1 Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) minggu setelah Surat Perintah
Kerja dikeluarkan dari Pimpinan Proyek, pekerjaan harus segera dimulai.
15.2 Kontraktor diwajibkan memberitahukan kepada direksi, apabila memulai pekerjaan.
15.3 Apabila ketentuan di atas tidak dipenuhi, maka jaminan pelaksanaan dinyatakan
hilang.

Pasal 16
Pembayaran

16.1 Berdasarkan Surat Edaran Nomor 07/SE/KPKN/2002 bulan April 2003 dan Surat
Edaran dari Departemen Keuangan R.I. cq. Direktur Jenderal Anggaran nomor SE-
48/A/2002 tanggal 21 April 2003, tentang pembayaran dapat dilakukan setelah pihak
rekanan menyerahkan jaminan yang diterbitkan oleh pemerintah atau bank atau
lembaga keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan RI sebesar nilai
angsuran tersebut, yang berhak mencairkan adalah Pemimpin Proyek untuk
keperluan pemeliharaan sebagaimana yang diatur dalam Surat Perjanjian Pemborong
RI.
16.2 Pembayaran uang muka akan diberikan pada pemborong sebesar 20 % dari nilai
perjanjian kontrak yang akan digunakan sebagai modal kerja untuk mobilisasi awal
dan demobilisasi dibayarkan sesudah Kontrak ditandatangani kedua belah pihak.
16.3 Pembayaran kembali uang muka akan diperhitungkan berangsur-angsur secara
merata pada tahap-tahap pembayaran dan berangsur-angsur berdasarkan kemajuan
pelaksanaan pekerjaan. Pembayaran tersebut diatur sebagai berikut :
a. Angsuran I (satu)

LAPORAN TUGAS AKHIR 339


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Sebesar 20 % dari nilai kontrak dikurangi 20 % dari besarnya uang muka.


Angsuran I dibayarkan setelah pekerjaan telah mencapai prestasi 25 % dan telah
dilaksanakan serta disetujui oleh Direksi.
b. Angsuran II (dua)
Sebesar 20 % dari nilai kontrak dikurangi 20 % dari besarnya uang muka.
Angsuran I dibayarkan setelah pekerjaan telah mencapai prestasi 45 % dan telah
dilaksanakan serta disetujui oleh Direksi
c. Angsuran III (tiga)
Sebesar 15 % dari nilai kontrak dikurangi 15 % dari besarnya uang muka.
Angsuran I dibayarkan setelah pekerjaan telah mencapai prestasi 60 % dan telah
dilaksanakan serta disetujui oleh Direksi.
d. Angsuran IV (empat)
Sebesar 15 % dari nilai kontrak dikurangi 15 % dari besarnya uang muka.
Angsuran I dibayarkan setelah pekerjaan telah mencapai prestasi 75 % dan telah
dilaksanakan serta disetujui oleh Direksi.
e. Angsuran V (lima)
Sebesar 15 % dari nilai kontrak dikurangi 15 % dari besarnya uang muka.
Angsuran I dibayarkan setelah pekerjaan telah mencapai prestasi 90 % dan telah
dilaksanakan serta disetujui oleh Direksi.
f. Angsuran VI (enam)
Sebesar 10 % dari nilai kontrak dikurangi 15 % dari besarnya uang muka.
Angsuran I dibayarkan setelah pekerjaan telah mencapai prestasi 100 % dan
telah dilaksanakan serta disetujui oleh Direksi.
g. Angsuran VII (tujuh)
Sebesar 5 % dari nilai kontrak dibayarkan setelah masa pemeliharaan habis
jangka waktunya dan dilakukan penyerahan kedua disertai gambar As Built
Drawing yang telah disetujui Pengawas dan Direksi.
16.4 Tiap pengajuan pembayaran angsuran harus disertai Berita Acara Pemeriksaan
pekerjaan dilampiri daftar opname pekerjaan dan foto-foto atau dokumentasi proyek
dalam album.

LAPORAN TUGAS AKHIR 340


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Pasal 17
Penundaan Pembayaran

Pembayaran angsuran akan ditunda apabila pemborong melakukan kesalahan-kesalahan,


hasil pekerjaan Pemborong atau Kontraktor kurang memuaskan, kerusakan-kerusakan
tidak atau belum diperbaiki serta persyaratan administrasi belum dipenuhi.

Pasal 18
Perintah Pelaksanaan

18.1 Apabila terjadi ketidaksamaan antara peraturan ini dengan gambar bestek maka
digunakan gambar rencana yang lebih mengikat.
18.2 Kontraktor tidak diperbolehkan mengubah konstruksi yang telah ada kecuali
mendapat ijin Direksi.
18.3 Kekurangan-kekurangan dan ketentuan-ketentuan yang belum tercantum dalam
bestek ini dibuat pengaturan tersendiri.
18.4 Bila Kontraktor tidak ada di tempat pekerjaan dimana Direksi akan memberikan
penjelasan-penjelasan atau petunjuk-petunjuknya maka petunjuk tersebut harus
diikuti dan dilaksanakan oleh Pelaksana atau orang-orang yang ditunjuk oleh
Kontraktor.
18.5 Kontraktor diharuskan untuk memberikan penjelasan-penjelasan tertulis secara
lengkap apabila Direksi memerlukan tentang tempat pekerjaan yang akan dimulai
pelaksanaannya.
18.6 Dalam keadaan apapun tidak dibenarkan memulai pekerjaan yang sifatnya permanen
tanpa terlebih dahulu mendapat ijin dari Direksi.
18.7 Pemberitahuan yang lengkap dan jelas atas macam pekerjaan yang akan
dilaksanakan kepada Direksi harus agak longgar sehingga ada waktu yang
memungkinkan untuk mengadakan pemeriksaan.

LAPORAN TUGAS AKHIR 341


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Pasal 19
Penyerahan Pekerjaan

19.1 Pekerjaan dapat diserahkan untuk pertama kalinya apabila pekerjaan telah selesai
100 % dan dapat diterima dengan baik oleh Pimpinan Proyek disertai dengan Berita
Acara dan dilampirkan Daftar Kemajuan Pekerjaan.
19.2 Pada penyerahan pertama pekerjaan ini, keadaan sekitarnya harus dalam keadaan
bersih.
19.3 Sewaktu diadakan penelitian dan pemeriksaan secara teknis dalam rangka
penyerahan pertama, maka surat pernyataan teknis diajukan kepada Pimpinan
Proyek.
19.4 Surat permohonan pernyataan teknis yang dikirimkan kepada Pimpinan Proyek
maupun tembusannya yang ditujukan kepada Pengelolaan Proyek harus sudah
dikirim selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sebelum penyerahan yang pertama
berakhir.

Pasal 20
Perpanjangan Waktu Penyerahan

20.1 Surat Permohonan Perpanjangan Waktu Penyerahan pertama yang dilakukan kepada
Pimpinan Proyek harus sudah diterima selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari
sebelum batas waktu penyerahan yang pertama kali berakhir dan surat-surat tersebut
dilampiri :
a. Data lengkap
b. Time Schedule baru yang sudah direncanakan dengan matang. Surat
permohonan perpanjangan waktu penyerahan tanpa data lengkap tidak akan
dipertimbangkan.
20.2 Permohonan perpanjangan waktu penyerahan pekerjaan yang pertama kalinya dapat
diterima Pimpinan Proyek apabila :
a. Ada pekerjaan tambahan dan pengurangan yang tidak dapat dihindari setelah
atau sebelum kontrak ditandatangani kedua belah pihak.
b. Adanya Surat Perintah tertulis dari Pimpinan Proyek tentang pekerjaan
tambahan.

LAPORAN TUGAS AKHIR 342


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

c. Adanya Surat Perintah tertulis dari Pimpinan Proyek tentang pekerjaan untuk
sementara waktu dihentikan.
d. Adanya gangguan curah hujan yang terus menerus di tempat pekerjaan, dimana
hal ini harus diperkuat dengan persetujuan Direksi Lapangan.
e. Adanya force majeur (bencana alam, gangguan keamanan dan sebagainya) di
lokasi pekerjaan, dimana hal ini harus dikukuhkan oleh Kepala Daerah
setempat.

Pasal 21
Masa Pemeliharaan

21.1 Jangka waktu pemeliharaan adalah 90 (sembilan puluh) hari kalender setelah
penyerahan pekerjaan.
21.2 Apabila dalam pemeliharaan terjadi kerusakan-kerusakan akibat kurang sempurnanya
mutu bahan yang digunakan, maka pihak pemborong harus segera memperbaiki dan
menyempurnakan kembali setelah pihak Pemborong diperingatkan atau diberitahu
yang pertama kalinya secara tertulis oleh Pimpinan Proyek.

Pasal 22
Pekerjaan Tambahan dan Kurang

22.1 Pemborong hanya dapat mengajukan pembayaran tambah, hanya untuk pekerjaan
tambah yang diperintahkan secara tertulis oleh Pimpinan Proyek.
22.2 Setelah pekerjaan tambah dikerjakan, pemborong supaya mengajukan pada
Pimpinan Proyek Daftar Rencana Anggaran Biaya, agar Pimpinan Proyek dapat
memperhitungkan apakah pekerjaan tambah tersebut dapat dibayar atau tidak.
22.3 Di dalam mengajukan daftar Rencana Anggaran Biaya pekerjaan ditambah 10 %
(sepuluh persen) keuntungan Pemborong dari Bowsoom dan pajak jasa sebesar 2,5
% dari jumlah Bowsoom dan keuntungan Pemborong.
22.4 Untuk memperhitungkan pekerjaan tambah dan pengurangan menggunakan harga
satuan yang telah dimaksudkan ke dalam Penawaran atau Kontrak.
22.5 Bilamana harga satuan pekerjaan belum tercantum dalam Surat Penawaran yang
diajukan, maka akan diselesaikan secara musyawarah.

LAPORAN TUGAS AKHIR 343


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

22.6 Untuk dapat memudahkan penelitian, sewaktu-waktu diadakan pemeriksaan teknis


dalam rangka penyerahan pertama maka Surat Permohonan Pemeriksaan Teknis
yang diajukan oleh Kontraktor supaya dilampiri :
a. Daftar kemajuan pekerjaan 100 %.
b. Satu album yang berisi foto proyek yang menyatakan hasil prestasi pekerjaan.
c. Foto berwarna ukuran 15 R sebanyak 5 (lima) buah berbingkai.
22.7 Surat Permohonan Pemeriksaan Teknis yang dikirim kepada Pimpinan Proyek harus
sudah dikirim selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum batas waktu penyerahan
yang pertama kali berakhir.

Pasal 23
Denda Keterlambatan Pekerjaan

Apabila jangka waktu penyelesaian yang telah disepakati di atas dilampaui maka pihak
pemborong dikenakan denda 1/1000 (satu perseribu) dari jumlah harga borongan untuk
setiap kali keterlambatan, setinggi-tingginya 5 % (lima persen) dari jumlah harga
borongan, kecuali jika keterlambatan pekerjaan disebabkan oleh force majeur.

Pasal 24
Pencabutan Pekerjaan

24.1 Sesuai dengan peraturan umum tentang pelaksanaan pembangunan di Indonesia,


Direksi atau Pimpinan Proyek berhak membatalkan atau mencabut pekerjaan dari
tangan Pemborong apabila ternyata pihak Pemborong menyerahkan pada PIHAK
KETIGA, semata-mata hanya untuk mencari keuntungan dari pekerjaan tersebut.
24.2 Jika jangka waktu denda maksimum telah dilampaui, pekerjaan belum juga dapat
diselesaikan dan diserahkan, maka PIHAK KEDUA harus melaksanakan pekerjaan
tersebut dengan biaya tetap dipikul oleh PIHAK KEDUA.
24.3 Apabila ternyata PIHAK KEDUA tidak mengindahkan tanggung jawab dan
kewajiban atas perbaikan-perbaikan selama masa pemeliharaan, maka PIHAK
KESATU dapat memberikan waktu yang mana PIHAK KEDUA sekali lagi diberi
kesempatan untuk dapat memenuhi kewajiban.
24.4 Jika PIHAK KEDUA tidak mengindahkan peringatan-peringatan yang tercantum
dalam ayat-ayat di atas sewaktu melaksanakan pekerjaan selanjutnya mengulangi
lagi kesalahan atau kealpaan yang sama, maka PIHAK KESATU akan

LAPORAN TUGAS AKHIR 344


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

melaksanakan sendiri pekerjaan tersebut atau menyerahkan pada pihak lain dengan
pembiayaan sepenuhnya dipikul oleh PIHAK KEDUA.
24.5 Pada pencabutan pekerjaan, PIHAK KEDUA hanya akan menerima pembayaran
sebatas pekerjaan yang telah diperiksa serta disetujui oleh Pimpinan Proyek,
sedangkan harga-harga bahan bangunan yang berada di tempat pekerjaan menjadi
resiko pihak kedua sendiri.

Pasal 25
Dokumentasi

25.1 Sebelum kegiatan dimulai, keadaan lapangan atau tempat dimana pekerjaan akan
dilaksanakan yang masih dalam keadaan fisik 0% (nol persen) atau dimana tanah
masih dalam keadaan seperti semula belum ada kegiatan atau bangunan.
Pengambilan gambar supaya dipilih pada tempat-tempat yang dianggap penting
menurut pertimbangan dan petunjuk Direksi Lapangan.
25.2 Pemborong diwajibkan membuat foto dokumentasi pada tahapan-tahapan fisik
mencapai ; 0 %, 50 % dan 100 %. Pengambilan gambar proyek agar diusahakan
pada tempat atau titik pemotretan yang tetap, sehingga nantinya akan tampak dan
diketahui dengan perubahan-perubahan dan perkembangan-perkembangan yang
terjadi selama terselenggaranya proyek.
25.3 Pengambilan foto proyek yaitu 9 x 13 cm berwarna atau ukuran kartu pos.
Pemborong juga harus membuat dan menyerahkan foto proyek ukuran 10R untuk
keadaan proyek 0 % dan 100 %, masing-masing 2 (dua) buah.
25.4 Pengambilan foto proyek sekurang-kurangnya 4 (empat) buah titik, pada tempat atau
posisi yang berbeda.
25.5 Khusus untuk penyerahan pekerjaan pertama atau penyerahan pekerjaan yang telah
mencapai keadaan fisik 100 %, supaya dilampiri foto pemeriksaan oleh Badan
Pengawas Pembangunan pada Berita Acara Pengajuan Permohonan Pembayaran
Angsuran.
25.6 Semua foto dokumentasi proyek tersebut supaya dimasukkan ke dalam album
khusus.
25.7 Ukuran, warna dan bentuk album foto khusus tersebut ditentukan kemudian,
sehingga diperoleh keseragaman.

LAPORAN TUGAS AKHIR 345


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Pasal 26
Force Majeur

26.1 Yang dimaksud dengan force majeur adalah kejadian-kejadian bencana alam atau
musibah yang terjadi pada waktu peleksanaan seperti: huru-hara, perang, tanah
longsor, gempa bumi, banjir dan lain sebagainya, yang terjadi diluar kekuasaan
Pemborong, yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan pekerjaan.
26.2 Bila terjadi force majeur, maka pemborong diwajibkan membuat laporan kepada
Pimpinan Proyek dalam jangka waktu selambat-lambatnya 7 x 24 jam setelah
terjadinya force majeur.
26.3 Bila terjadi 7 (tujuh) hari sejak dikeluarkan surat Gubernur atau peraturan mengenai
force majeur ini, Pimpinan Proyek tidak atau belum menjawab pengajuan
pemborong, maka dianggap force majeur disetujui oleh Pimpinan Proyek.
26.4 Untuk pekerjaan permanen atau pekerjaan sementara atau bahan-bahan di daerah
kerja yang mengalami kehancuran atau kerusakan akibat force majeur, maka
pemborong berhak atas biaya perbaikan pekerjaan permanen atau pekerjaan
sementara yang telah selesai atau telah dibayar oleh Pimpinan Proyek dalam
sertifikat bulanan sesuai dengan perhitungan biaya kerusakan oleh Konsultan.

Pasal 27
Perselisihan
27.1 Segala perselisihan atau pertikaian antara Pemilik dan Direksi Pekerjaan dengan
Kontraktor, yang timbul dari atau sehubungan dengan Kontrak atau pelaksanaan
pekerjaan (baik selama berlangsungnya pekerjaan atau setelah penyelesaiannya baik
sebelum atau sesudah pemutusan, penelantaran, atau pelanggaran Kontrak) harus
diselesaikan secara munsyawarah untuk memperoleh mufakat.
27.2 Jika Pemilik atau Direksi Pekerjaan dan Kontraktor gagal mencapai kesepakatan
antar Direksi Pekerjaan dengan Kontraktor mengenai suatu hal yang berdasarkan
kontrak diharuskan adanya persetujuan Pemilik, maka perselisihan dapat
diselesaikan oleh Direksi Pekerjaan dengan tunduk pada ketentuan Pasal 2 Ayat (1)
yaitu mengenai tugas dan wewenang Direksi Pekerjaan, atau diselesaikan oleh
Pemilik yang harus memberikan keputusannya secara tertulis kepada Kontraktor

LAPORAN TUGAS AKHIR 346


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

dalam waktu 15 hari sejak pengakhiran perundingan oleh Kontraktor kepada Pemilik
atau sebaliknya.
27.3 Jika pemilik memberikan keputusan tertulisnya kepada Kontraktor dan tidak ada
permintaan untuk arbitrasi yang disampaikan oleh Kontraktor selama 15 hari sejak
penerimaan keputusan tertulis tersebut, maka keputusan tersebut adalah terakhir dan
mengikat serta harus dengan segera diberlakukan oleh kedua belah pihak. Kontraktor
harus tetap melaksanakan pekerjaan dengan penuh kesungguhan tanpa
memperhatikan apakah Kontraktor meminta arbitrasi atau tidak.
27.4 Jika Pemilik tidak memberikan keputusan tertulisnya dalam jangka waktu 15 hari
sebagaimana ditentukan, atau jika Kontraktor tidak puas dengan keputusan tersebut,
maka dalam waktu 15 hari sejak penerimaan keputusan tersebut atau dalam jangka
waktu 30 hari sejak pengakhiran perundingan, jika tidak ada keputusan yang
dihasilkan, Kontraktor dapat menuntut agar perselisihan tersebut diajukan kepada
suatu Dewan Arbitrasi, untuk menyelesaikan perselisihan berdasarkan ketentuan
sebagai berikut :
a. Peraturan arbitrasi yang dianut, kecuali ditentukan lain dalam syarat khusus
Kontrak dalam Pasal 27.4 (a) adalah :
(i) Jumlah Arbiter 3 orang.
(ii) Masing-masing pihak memilih seorang Arbiter.
(iii) Kedua Arbiter memilih seorang Arbiter sebagai ketua.
(iv) Apabila kedua Arbiter gagal memilih ketua dalam waktu 30 hari sesudah
penunjukan Arbiter masing-masing pihak, maka penunjukan Arbiter
diserahkan kepada Badan Arbitrasi Nasional Indonesia (BANI).
b. Tempat arbitrasi adalah di Jakarta, kecuali apabila disepakati ditempat lain.
Pengeluaran untuk Arbiter yang diangkat oleh Kontraktor akan dibebankan
kepada Kontraktor, dan pengeluaran untuk Arbiter yang diangkat oleh Pemilik
akan dibebankan oleh Pemilik. Pengeluaran untuk Ketua Dewan Arbitrasi dan
pengeluaran lain akan ditanggung bersama oleh kedua pihak. Keputusan Dewan
Arbiter harus mengikat dan final bagi Pemilik dan Kontraktor. Kontraktor harus
memenuhi instruksi Direksi Pekerjaan dan tetap bekerja dengan kesungguhan
menurut cara yang diarahkan oleh Direksi Pekerjaan, kecuali hal-hal yang
dipersengketakan.

LAPORAN TUGAS AKHIR 347


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

27.5 (1)Semua berita acara memberitahukan, atau perintah tertulis yang harus
diberikan kepada oleh Pemilik atau Direksi Pekerjaan kepada Kontraktor
berdasarkan ketentuan Kontrak, harus dikirim atau disampaikan ke kantor
Kontraktor yang tercantum dalam Surat Perjanjian atau alamat lainnya yang
ditunjuk oleh Kontraktor sesuai dengan Pasal 27.5 (3)

(2)Semua pemberitahuan yang harus disampaikan kepada Pemilik atau Direksi


Pekerjaan berdasarkan ketentuan Kontraktor yaitu harus dikirim atau diserahkan
pada alamat masing-masing yang ditunjuk untuk maksud tersebut dalam Surat
Perjanjian (Kontrak) atau alamat lain yang ditunjuk untuk maksud tersebut sesuai
Pasal 27.5 (3).
(3)Masing-masing pihak boleh mengubah alamat tersebut dalam Surat Perjanjian
(Kontrak) dengan alamat lain dan pemberitahuan tertulis terlebih dahulu oleh
pihak lain.
27.6 Apabila perselisihan terpaksa harus diselesaikan di pengadilan negeri, maka akan
dipilih Pengadilan Negeri dimana Pemberi Tugas berdomisili.

Pasal 28
Tanggung jawab

28.1 Pada keadaan apapun dimana pekerjaan yang telah dilaksanakan telah mendapat
persetujuan oleh Direksi tidak berarti membebaskan Kontraktor atas tanggung
jawabnya kepada pekerjaan sesuai dengan isi kontrak.
28.2 Tenaga-tenaga kerja yang digunakan harus tenaga yang ahli atau terlatih dan
berpengalaman pada bidangnya dan dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku serta petunjuk-petunjuk dari
Direksi.
28.3 Kontraktor harus mengusahakan atas tanggungannya, langkah-langkah, peralatan
yang perlu untuk melindungi pekerja-pekerja atau bahan-bahan yang digunakan agar
tidak terjadi sesuatu yang tidak diharapkan.
28.4 Kontraktor harus menyediakan perlengkapan-perlengkapan yang dibutuhkan Direksi
untuk memperlancar pekerjaan serta menjamin kualitas pekerjaan.
28.5 Kontraktor harus selalu membuat laporan-laporan secara tertulis hal ikhwal yang
terjadi dalam rangka Pelaksanaan Proyek kepada Direksi secara periodik.

LAPORAN TUGAS AKHIR 348


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Pasal 29
Penyerahan Pekerjaan pada Sub Kontraktor

29.1 Pada dasarnya pekerjaan harus diselesaikan sendiri oleh PIHAK KEDUA dan
apabila bagian-bagian pekerjaan tersebut oleh PIHAK KEDUA akan diborongkan
kepada PIHAK KETIGA (Sub Kontraktor) dan golongan ekonomi lemah setempat,
maka terlebih dahulu harus mendapatkan persetujuan PIHAK KESATU, tanggung
jawab penyelesaian pekerjaan tetap di PIHAK KEDUA.
29.2 Apabila terdapat kepastian bahwa pekerjaan PIHAK KEDUA telah diborongkan
kepada PIHAK KETIGA tanpa persetujuan PIHAK KESATU, maka setelah PIHAK
KESATU memberi pernyataan tertulis kepada PIHAK KEDUA, PIHAK KEDUA
harus mengembalikan keadaan sehingga sesuai dengan perjanjian Pemborong ini dan
semua biaya yang telah dikeluarkan oleh PIHAK KEDUA atau PIHAK KETIGA
ditanggung sepenuhnya PIHAK KEDUA.
29.3 Dalam hal dimana ada bagian-bagian pekerjaan diborongkan kepada PIHAK
KETIGA dengan persetujuan PIHAK KESATU, maka PIHAK KEDUA tetap
bertanggungjawab penuh kepada PIHAK KESATU terhadap segala tindakan dan
pekerjaan yang dilakukan PIHAK KETIGA. PIHAK KESATU tidak memiliki
hubungan langsung dengan PIHAK KETIGA, melainkan selalu dengan PIHAK
KEDUA.

Pasal 30
Kerjasama Dengan Golongan Ekonomi Lemah

30.1 Pemborong yang terpilih sebagai Pelaksana Pekerjaan. Ditetapkan dalam Surat
Penjanjian (Kontrak) untuk bekerjasama dengan rekanan golongan ekonomi lemah
setempat antara lain sebagai Sub Kontraktor atau leveransir barang, bahan dan jasa.

Pasal 31
Penggunaan Bahan-bahan Bangunan

31.1 Pemborong di dalam melaksanakan pekerjaan ini supaya mengutamakan untuk


menggunakan bahan-bahan produksi dalam negeri.
31.2 Semua bahan-bahan bangunan yang digunakan untuk pekerjaan ini sebelum
digunakan harus mendapat persetujuan pemakaiannya dari Pengawas Lapangan.

LAPORAN TUGAS AKHIR 349


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

31.3 Semua bahan bangunan yang dinyatakan tidak dapat dipakai atau ditolak oleh
Direksi atau Pengawas Lapangan harus segera disingkirkan dari lokasi pekerjaan.
31.4 Pemborong bertanggungjawab sepenuhnya atas keamanan bahan bangunan, alat-alat
kerja dan lain-lainnya yang disimpan dalam gudang dan lokasi pekerjaan. Apabila
terjadi kebakaran atau pencurian maka Pemborong harus segera mendatangkan
gantinya demi kelancaran pekerjaan.

6.2 Syarat-Syarat Teknis


Pasal 1
Penjelasan Umum

1.1 Pemberian pekerjaan meliputi penyediaan, pengangkutan dan semua pengolahan


bahan, pengerahan tenaga kerja, pengadaan semua alat pembantu dan sebagainya,
yang pada umumnya secara langsung atau tidak langsung termasuk di dalam usaha
menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan menyerahkan pekerjaan dalam keadaan
sempurna dan lengkap.
1.2 Dalam hal ini juga termasuk pekerjaan-pekerjaan atau bagian-bagian pekerjaan yang
walaupun tidak disebutkan dalam RKS dan gambar, tetapi masih berada dalam
lingkup pekerjaan yang harus dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Pimpinan
Proyek.
1.3 Tanah bangunan termasuk segala perlengkapannya akan diserahkan kepada
Pemborong atau Kontraktor dalam keadaan yang sama seperti pada waktu
Aanwijzing.
1.4 Pekerjaan haruslah diserahkan oleh Pemborong/Kontraktor dengan sempurna dalam
keadaan selesai, termasuk juga pembersihan bekas-bekas bongkaran dan lain
sebagainya.
1.5 Sepanjang tidak ditentukan lain pada persyaratan teknis, maka untuk pekerjaan ini
tetap mengikuti syarat-syarat teknis berikut ini serta Normalisasi Standar Indonesia
yang berlaku sebagaimana Pasal 2 berikut ini.
1.6 Pekerjaan konstruksi meliputi pembangunan/rehabilitasi/peningkatan bendung
sebagaimana tercantum dalam album gambar.
1.7 Jalan masuk ke dan melalui daerah kerja dapat menggunakan jalan-jalan setempat
yang ada yang berhubungan dengan jalan raya yang berdekatan dengan daerah

LAPORAN TUGAS AKHIR 350


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

proyek. Kontraktor hendaknya berpegang pada semua peraturan dan ketentuan


hukum yang berhubungan dengan penggunaan arah angkutan umum dan
bertanggung jawab terhadap kerusakan akibat penggunaan jalan tersebut. Kontraktor
harus memperbaiki atau memperlebar jalan yang ada, memperbaiki dan memperkuat
jembatan beton sehingga memenuhi kebutuhan pengangkutannya sejauh yang
dibutuhkan untuk pekerjaannya. Kontraktor dapat menggunakan tanah yang sudah
dibebaskan oleh Pemberi Tugas untuk keperluan jalan masuk ke daerah kerja itu
apabila Kontraktor membutuhkan tambahan jalan masuk demi kemajuan pekerjaan.
Pemberi tugas tidak bertanggung jawab terhadap pemeliharaan jalan masuk atau
bangunan yang digunakan oleh Kontraktor selama pelaksanaan pekerjaan. Apabila
Kontraktor membutuhkan jalan lain yang tidak ditentukan oleh Direksi maka harus
dikerjakan oleh Kontraktor atas bebannya sendiri, dan harga untuk semua pekerjaan
tersebut sudah termasuk dalam harga satuan pekerjaan
1.8 Gambar-gambar yang dimiliki Kontraktor :
1. Gambar-gambar pekerjaan
(a) Semua gambar-gambar yang disiapkan oleh Kontraktor harus ditandai oleh
Direksi dan apabila ada perubahan diserahkan kepada Direksi untuk
mendapatkan persetujuan sebelum program Pelaksana dimulai.
(b) Gambar-gambar pelaksana/Gambar kerja
Kontraktor menggunakan gambar-gambar kontrak sebagai dasar untuk
mempersiapkan gambar-gambar pelaksanaan, gambar dibuat detail untuk
pekerjaan tetap dan untuk pekerjaan khusus seperti beton harus
memperlihatkan penampang melintang dan memanjang beton.
(c) Gambar-gambar bengkel, disiapkan oleh Kontraktor untuk menyimpan
peralatan dan bahan-bahan milik Kontraktor
(d) Kontraktor menyediakan satu lembar set gambar-gambar lengkap di
lapangan.
2. Gambar-gambar pekerjaan sementara
Gambar yang disiapkan oleh Kontraktor harus dirinci dan diserahkan pada
Direksi sebelum tanggal program pelaksanaan dalam waktu yang ditentukan
oleh dalam Kontrak. Kontraktor hendaknya mengusulkan pekerjaan sementara
yang berkaitan dengan pekerjaan tetap secara mendetail dan diserahkan oleh

LAPORAN TUGAS AKHIR 351


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Direksi untuk mendapatkan persetujuan tujuh hari sebelum tanggal dimulainya


pelaksanaan.

3. Gambar-gambar yang sebelumnya terbangun/terpasang


Kontraktor menyiapkan dan menyimpan satu set gambar yang dilaksanakan
paling akhir untuk tiap-tiap pekerjaan. Gambar-gambar yang dilaksanakan akan
diperiksa tiap bulan di lapangan oleh Direksi dan tiap hari oleh Pengawas
Lapangan, apabila diketemukan hal-hal yang tidak memuaskan dan tidak
dilaksanakan diperbaiki kembali selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja.
Pelaksanaan selesai Kontraktor harus menyerahkan gambar pelaksanaannya
dalam 3 set cetakan yang dijilid ukuran A3 dan satu set negatifnya ukuran A1.
1.9 Program Pelaksanaan dan Laporan
1. Program pelaksanaan
Kontraktor harus melaksanakan program pelaksanaan sesuai dengan syarat-
syarat kontrak dengan menggunakan CPM network. Program tersebut harus
dibuat dalam dua bentuk yaitu bar-chart dan daftar yang memperlihatkan setiap
kegiatan yaitu mulai tanggal paling awal, mulai tanggal paling akhir, waktu
yang diperlukan, waktu float, serta sumber tenaga kerja , peralatan dan bahan
yang diperlukan.
2. Laporan kemajuan pelaksanaan
Sebelum tanggal sepuluh tiap bulan atau saat waktu ditentukan Direksi,
kontraktor harus menyerahkan tiga salinan laporan kemajuan bulanan pada
Direksi, mengenai gambaran secara detail kemajuan pekerjaan bulan terdahulu.
Isi dari laporan itu berisi tentang hal sebagai berikut :
a. Prosentase kemajuan pekerjaan laporan bulanan maupun prosentase rencana
yang akan diprogramkan bulan berikutnya.
b. Prosentase dari tiap pekerjaan pokok yang diselesaikan maupun prosentase
rencana yang diprogramkan harus sesuai dengan kemajuan yang dicapai
pada bulan laporan.
c. Rencana kegiatan dalam waktu dua bulan berturut-turut dengan ramalan
tanggal permulaan dan penyelesaiannya.
d. Daftar tenaga buruh setempat dan daftar peralatan konstruksi.

LAPORAN TUGAS AKHIR 352


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

e. Jumlah volume untuk berbagai pekerjaan beton, galian-timbunan, pasangan


batu, dan lain-lain.
f. Daftar besarnya pembayaran terakhir yang diterima dan kebutuhan
pembayaran yang diperlukan pada bulan berikutnya serta hal-hal lain yang
diminta sesuai dengan Kontrak.
3. Rencana kerja harian, mingguan dan bulanan
Kontraktor harus menyerahkan dua rangkap rencana mingguan yang disetujui
oleh direksi setiap akhir minggu dan untuk minggu-minggu berikutnya. Rencana
tersebut termasuk pekerjaan tanah, pekerjaan konstruksi lainnya yang
berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan, pengadaan tanah, pengangkutan
bahan dan peralatan serta lain-lain yang diminta oleh direksi. Kontraktor harus
menyerahkan dua rangkap rencana kerja harian secara tertulis untuk semua
kemajuan yang sudah disetujui oleh Direksi setiap hari maupun untuk hari-hari
berikutnya. Kontraktor harus menyediakan rencana bulanan dengan sistem bar-
chart pada akhir bulan maupun pada akhir dan untuk bulan-bulan berikutnya.
Rencana kerja ini harus memperlihatkan tenggang waktu dari mulai sampai
akhir kegiatan utama dengan volume pekerjaannya. Rencana kerja ini harus
diserahkan kepada Direksi pada hari ketiga tiap bulan untuk perbaikan dan
perubahan.
4. Rapat bersama untuk membicarakan kemajuan pekerjaan
Rapat tetap antara direksi dengan Kontraktor diadakan seminggu sekali pada
tempat dan waktu yang disetujui oleh Direksi. Maksud dari rapat ini
membicarakan kemajuan pekerjaan yang sedang dilakukan, pekerjaan yang
diusulkan untuk seminggu berikutnya dan membahas permasalahan yang timbul
agar dapat segera diselesaikan.

Pasal 2
Normalisasi Standar Indonesia

N.1 – 2 - Peraturan Beton Indonesia 1971


N.1 – 3 - Peraturan Umum untuk Bahan Bangunan di Indonesia
N.1 – 5 - Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia
N.1 – 7 - Syarat-syarat untuk Kapur Bahan Bangunan
N.1 – 8 - Semen Portland

LAPORAN TUGAS AKHIR 353


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

N.1 – 10 - Spesifikasi untuk Batu Merah

Pasal 3
Pekerjaan Persiapan

3.1 Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah kontrak ditandatangani,


Pemborong/Kontraktor harus sudah melaksanakan persiapan di lapangan sesuai
dengan petunjuk Direksi.
3.2 Pembuatan kantor direksi, gudang dan barak-barak pekerja harus memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan oleh Direksi.
3.3 Penyediaan air bersih.
3.4 Pengadaan penerangan.

Pasal 4
Gambar-gambar Pekerjaan
4.1 Gambar-gambar rencana pekerjaan terdiri dari gambar bestek, gambar detail situasi
dan lain sebagainya yang akan disampaikan kepada Pemborong/Kontraktor beserta
dokumen-dokemen lainnya. Kontraktor tidak boleh mengubah dan menambah tanpa
persetujuan dari Pimpinan Proyek/Direksi, gambar-gambar tersebut tidak boleh
diberikan kepada pihak lain yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan
borongan ini atau digunakan untuk maksud lain.
4.2 Gambar-gambar tambahan
Pemborong/Kontraktor harus membuat gambaran detail (gambar kerja/shop
drawing) yang disahkan oleh Direksi, gambar-gambar tersebut menjadi milik
Direksi.
As Built Drawing
Yang dimaksud dengan As Built Drawing adalah gambar-gambar yang sesuai
dengan yang dilaksanakan. Untuk pekerjaan ulang yang belum ada dalam
bestek, Kontraktor harus membuat gambar-gambar yang sesuai dengan apa yang
dilaksanakan yang dengan jelas memperlihatkan perbedaan antara gambar
kontrak dan gambar pelaksanaan. Gambar-gambar tersebut harus diserahkan
rangkap 3 (tiga) dan biaya pembuatannya ditanggung oleh pihak Kontraktor.
4.3 Pemborong/Kontraktor harus menyimpan di tempat kerja satu bendel gambar
kontrak lengkap termasuk Rencana Kerja dan Syarat-syarat Berita Acara Rapat

LAPORAN TUGAS AKHIR 354


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Penjelasan (Aanwijzing), Time schedule, dan semuanya dalam keadaan baik (dapat
dibaca dengan jelas), hal ini untuk menjaga jika pemberi tugas atau wakilnya
sewaktu-waktu memerlukannya.

Pasal 5
Mobilisasi

Sebelum kegiatan pelaksanaan dimulai, Pemborong harus mengajukan rencana mobilisasi


kepada Direksi. Kegiatan yang dimaksud adalah :
Transportasi lokal, alat-alat dan perlengkapan lain ke tempat kerja.
Bangunan dan pengamanan daerah kerja.
Pembuatan bangunan sebagaimana yang tercantum dalam uraian pekerjaan.
Penyaluran bahan-bahan yang diperlukan untuk pekerjaan pembangunan.

Pasal 6
Daerah Kerja
6.1 Areal tanah untuk daerah kerja pada dasarnya disediakan oleh pemberi tugas,
penggunaan daerah diluar yang disediakan menjadi tanggung jawab dan atas usaha
Pemborong/Kontraktor.
6.2 Kontraktor harus menutup daerah kerja bagi umum untuk keamanan kerja alat dan
bahan selama pelaksanaan pekerjaan berlangsung.
6.3 Pada daerah yang telah disediakan, Pemborong harus merencanakan penggunaannya
yang pada dasarnya akan membantu kelancaran pelaksanaan. Rencana harus
disetujui oleh Direksi sebelum penggunaan areal kerja.
6.4 Pemborong diharuskan membuat kantor lapangan, gudang dan sebagainya guna
menunjang pelaksanaan pekerjaan.
6.5 Sebelum pekerjaan dimulai seluruh daerah kerja dibersihkan terlebih dulu.

Pasal 7
Peralatan Kerja
7.1 Pemborong harus menyediakan peralatan dengan baik dan siap pakai yang
diperlukan untuk pekerjaan pembangunan.
7.2 Untuk pelaksanaan pekerjaan ini Pemberi Tugas/Direksi tidak menyediakan atau
meminjamkan atau menyewakan peralatan kerja.

LAPORAN TUGAS AKHIR 355


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

7.3 Untuk pengamanan pelaksanaan pekerjaan Kontraktor harus menyediakan alat-alat


keselamatan kerja sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang berlaku.

Pasal 8
Pengukuran

8.1 Pengukuran peil dilaksanakan oleh Kontraktor dengan menggunakan alat-alat


miliknya dan diawasi oleh Direksi.
8.2 Pengukuran dilaksanakan dengan alat ukur waterpass, theodolit dan sebagainya
dalam keadaan baik yang telah disetujui oleh Direksi.
8.3 Tanda-tanda patok (bouwplank) yang sudah dipasang dijaga agar tidak rusak dan
tidak berubah tempatnya, bila perlu Kontraktor harus mengadakan pengecekan ulang
bila Direksi menginginkan.
8.4 Tanda patok ini terbuat dari kayu Kalimantan atau bambu yang dicat merah ujung
atasnya ± 0,6 cm, panjang 60 cm dan masuk ke dalam tanah sepanjang 40 cm.
8.5 Tanda dasar untuk proyek merupakan Bench Mark yang terletak berdekatan dengan
saluran induk seperti terlihat pada gambar ketinggian dari Bench Mark ini
didasarkan pada titik tetap utama. Bench Mark yang lain dan titik referensi yang
terlihat pada gambar diberikan pada Kontraktor sebagai referensi. Sebelum
menggunakan suatu Bench Mark dan titik referensi kecuali Bench Mark dasar
untuk setting out pekerjaan, Kontraktor harus melakukan pengukuran/pemeriksaan
atas ketelitiannya. Pemberi Tugas tidak akan bertanggung jawab atas ketelitian
Bench Mark yang lain begitu juga dengan referensinya. Kontraktor perlu
mendirikan Bench Mark tambahan sementara untuk kemudahan tetapi setiap Bench
Mark sementara didirikan , rencana dan tempatnya disetujui oleh Direksi dan akan
merupakan ketelitian yang berhubungan dengan Bench Mark yang didirikan oleh
Direksi.
8.6 Permukaan tanah asli yang terlihat pada gambar akan dianggap betul sesuai dengan
kontrak. Apabila terjadi keraguan dari Kontraktor atas kebenaran dari muka tanah,
sekurang-kurangnya 30 hari sebelum mulai bekerja Kontraktor memberitahukan
kepada direksi secara tertulis untuk menyesuaikan dan melaksanakan pengukuran
kembali ketinggian muka tanah tersebut. Sebelum mulai melaksanakan pekerjaan
tanah, kontraktor akan mengukur dan mengambil ketinggian lokasi pekerjaan,

LAPORAN TUGAS AKHIR 356


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

dengan menggunakan Bench Mark atau titik referensi yang disetujui direksi.
Pengukuran volume yang dikerjakan dibuat berdasarkan ketinggian yang disetujui.
8.7 Kontraktor harus menyediakan dan memelihara peralatan pengukuran untuk dipakai
sendiri dan Direksi. Alat dan perlengkapan harus baik menurut direksi dan alat harus
diganti jika hilang atau rusak. Semua alat-alat dan perlengkapan itu tetap menjadi
milik Kontraktor. Alat-alat tidak boleh ditukar dalam waktu pelaksanaan kontrak,
kecuali dengan ijin atau perintah Direksi.
8.8 Semua biaya yang dikeluarkan untuk pekerjaan pengukuran harus sudah masuk
dalam harga satuan penawaran.

Pasal 9
Mutual Check
9.1 Untuk sistem pelaksanaan pekerjaan ini adalah kontrak harga satuan
9.2 Untuk pelaksanaan Mutual Check I harus diperhatikan beberapa hal-hal sebagai
berikut :
a. Diadakan dengan dasar gambar tender yang telah dimenangkan Kontraktor
b. Terdiri dari Kontraktor dan bersama-sama dengan pihak Direksi.
c. Kontraktor harus melakukan pengukuran kembali semua kegiatan-kegiatan
pekerjaan dengan mencocokan kembali pada titik tetap dengan ketelitian 10 √L
mm. Membuat gambar-gambar hasil pengukuran kembali profil memanjang dan
melintang dengan mengikuti standar penggambaran tender drawing. Membuat
gambar-gambar bangunan dengan mengikuti standar penggambaran tender
drawing. Membuat perhitungan hidrolis apabila ada perubahan bentuk.
Membuat perhitungan kuantitas dan Rencana Anggran Biaya atas perubahan
(tambahan/pengurangan)
d. Semua produk-produk hasil uitsetten/pengukuran kembali disampaikan pada
Pemberi Tugas untuk selanjutnya diteliti/diperiksa kebenarannya dan setelah
mendapat persetujuan dari direksi maka Kontraktor dapat melaksanakan
pekerjaan tersebut.
e. Dari hasil pengukuran kembali/uitsetten akan didapat perbandingan volume
dengan tender drawing.
f. Gambar-gambar hasil uitsetten adalah sebagai dasar untuk pelaksanaan
konstruksi lapangan.

LAPORAN TUGAS AKHIR 357


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

g. Semua gambar-gambar hasil Mutual Check I diperbanyak tiga kali.


9.3 Untuk Mutual Check ke II harus diperhatikan beberapa hal-hal sebagai berikut :
a. Dilaksanakan untuk mendapatkan pekerjaan yang sebenarnya
dilaksanakan/gambar terpasang (As Built Drawing).
b. Hasil Mutual Check ke II dengan gambar terpasang sebagai dasar pembayaran
volume pekerjaan yang telah selesai dikerjakan.
c. Semua gambar-gambar terpasang dibuat rangkap tiga.
9.4 Untuk jangka waktu Mutual Check akan diatur/ditentukan direksi. Jika tidak
ditentukan maka pengajuan biaya tambahan/pengurangan biaya paling lambat satu
bulan sebelum jangka waktu pelaksanaan berakhir sudah harus disampaikan kepada
Pemberi Tugas dan instansi yang berwenang. Ketentuan-ketentuan yang belum
diatur dalam Mutual Check ini akan ditentukan kemudian oleh Direksi.

Pasal 10
Pengalihan Aliran Sungai dengan Pengeringan Dasar Galian
10.1 PIHAK KEDUA harus melaksanakan pengalihan air sungai untuk memungkinkan
terlaksananya pekerjaan.
10.2 Sebelum melaksanakan pekerjaan ini, maka PIHAK KEDUA diharuskan
menyerahkan kepada Direksi rencana dari pekerjaan pengalihan sungai.
10.3 Sekalipun rencana tersebut telah disetujui Direksi, tidak berarti PIHAK KESATU
bebas dari tanggung jawab dalam metode yang dipergunakan.
10.4 Pengalihan sungi harus dijaga sepenuhnya melalui saluran pengelak sementara
selama pembuatan jembatan, pembuangan dan bangunan lain.
10.5 PIHAK KEDUA harus merencanakan, membangun dan memelihara semua
pekerjaan pelindung sementara yang perlu, seperti tanggul penutup sementara
(kistdam), tanggul-tanggul dan pekerjaan pelindung lainnya.
10.6 PIHAK KEDUA harus menyediakan semua bahan yang diperlukan untuk pekerjaan
ini dan harus pula menyediakan, memasang, memelihara dan mengoperasikan
pompa-pompa air yang diperlukan dan segala peralatan untuk membuang air dari
seluruh area pekerjaan yang membutuhkan proses pengeringan.
10.7 PIHAK KEDUA bertanggung jawab dan harus memperbaiki dengan biaya sendiri
semua kerusakan pada pondasi bangunan atau bagian lain dari pekerjaan yang rusak

LAPORAN TUGAS AKHIR 358


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

oleh genangan air, yang diakibatkan kesalahan pelaksana pembuatan pekerjaan


pelindung.
10.8 Informasi data hidrologi dan data penyelidikan tanah dapat diperoleh di kantor
proyek untuk referensi bagi Pemborong dalam merencanakan tanggul penutup
sementara dan lain sebagainya.
10.9 Pemilik pekerjaan dan Direksi tidak menjamin kebenaran dan ketepatan informasi
data tersebut dan dianggap tidak bertanggungjawab untuk semua kesimpulan dan
interpretasi yang dibuat oleh Pemborong.
10.10 Setelah pekerjaan pengalihan air sungai selesai, maka PIHAK KEDUA harus
membongkar dan membereskan lokasi bekas pekerjaan tersebut sehingga menjadi
rapid dan tidak mengganggu pelaksanaan pekerjaan lainnya dan tidak pula
menghalangi kemampuan operasi bendung beserta perlengkapannya.

Pasal 11
Pekerjaan Tanah
11.1 Untuk pekerjaan-pekerjaan kecil, misalnya saluran got, bangunan kecil dengan
galian yang tidak terlalu dalam, dapat digunakan tenaga manusia.
11.2 Untuk galian yang besar dan dalam, misalnya bendung, saluran primer yang
mempunyai jumlah volume yang besar, supaya menggunakan alat berat.
11.3 Hasil galian dapat dipakai sebagai timbunan tanggul, bila hasil galian memenuhi
syarat bahan timbunan atau disetujui Direksi.
11.4 Semua biaya untuk galian tanah dan pembuangannya harus sudah masuk harga
satuan, dimana meliputi penggalian, pembuangan, ganti rugi tanaman, pembersihan
termasuk penggunaan alat berat.
11.5 Untuk tanah-tanah yang tidak dapat bertahan pada lereng-lereng yang ditentukan
oleh direksi dan material-material yang longsor ke daerah galian disepanjang garis
galian, harus dipindahkan oleh Kontraktor dan lereng-lereng harus diselesaikan
kembali menurut garis dan tingkat yang ditetapkan oleh direksi. Kontraktor diminta
untuk menggali daerah-daerah yang mungkin akan longsor diluar batas-batas
penggalian yang diperlukan untuk mencegah kerusakan pada pekerjaan.
11.6 Untuk daerah asal bahan (borrow area) ada beberapa hal-hal yang perlu diperhatikan
antara lain :

LAPORAN TUGAS AKHIR 359


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

a. Bahan timbunan yang diperlukan untuk pekerjaan harus diambilkan dari borrow
area yang disetujui oleh direksi dan setelah diuji untuk mengetahui kecocokan
bahan.
b. Sebelum penggalian tanah, permukaan harus dikupas dari tanaman-tanaman
termasuk akar-akarnya. Apabila permukaan tanah dikupas sampai kedalaman
0,15 m maka tanah kupasan ditimbun dan ditempatkan disekitar borrow area.
c. Setelah selesai penggalian, Kontraktor meninggalkan daerah tersebut dalam
keadaan rapi sesuai petunjuk direksi, termasuk semua pekerjaan tanah yang
diperlukan untuk mencegah penggenangan air di daerah tersebut. Apabila
borrow area terletak pada sawah atau tanah tegalan , maka tanah yang dipakai
untuk timbunan tidak boleh melebihi kedalaman 0,5 m dan setelah semua
penggalian selesai daerah tersebut dapat dipakai kembali untuk pertanian.
d. Batas borrow area minimum 20 m diluar batas pekerjaan tetap.
11.7 Kontraktor harus menggali, memuat, mengangkut, membuang, membentuk dan
memadatkan bahan-bahan timbunan tersebut sampai dengan ukuran yang tercantum
di dalam gambar.
11.8 Penggalian saluran dan pembuangannya sebagai berikut :
a. Penggalian saluran harus sesuai dengan dimensi yang ada pada gambar.
b. Tanah galian dari saluran primer, sekunder, saluran pembuang dan saluran jalan
harus ditempatkan sepanjang tanggul saluran atau jika terdapat kelebihan galian,
dan jika tidak disebutkan harus diletakkan tanggul yang memerlukan tambahan
timbunan.
c. Kelebihan galian yang tidak dibutuhkan untuk pekerjaan tanah baik setempat
atau di tempat lain dimana volume galian dan timbunan tidak seimbang di
sepanjang saluran, harus diletakkan pada tempat tanggul buangan terpisah dan
di luar pekerjaan tanah permanen. Tanggul buangan di buat menurut direksi dan
kontraktor menyiapkan rencana pekerjaan tanah tersebut bagi setiap bagian dari
pekerjaan dengan detail lokasi dan program penggalian dari saluran dan
membuang tanahnya sebagai timbunan tanggul.
d. Kontraktor harus mengajukan usul rencana pelaksanaan pekerjaan tanah
selambat-lambatnya tujuh hari sebelum tanggal yang dimaksud sebagi
pemberitahuan kepada direksi.

LAPORAN TUGAS AKHIR 360


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

e. Untuk penggalian tanah lunak digunakan alat-alat seperti spades, hoes,


bulldozers dengan dihubungkan alat pembelah, scrapers tanpa dihubungkan
dengan alat khusus.
f. Untuk galian batu atau tanah keras menggunakan alat pembelah khusus yang
dihubungkan bulldozer D8 atau peralatan yang sebanding atau yang diperlukan
sesuai dengan pelaksanaan.
11.9 Untuk longsoran di talud, Kontraktor harus mencoba untuk menjaga dengan sangat
hati-hati dan mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan yaitu dengan
memperbaiki semua pekerjaan tanah dan kerusakan yang bersangkutan serta
melaksanakan perubahan yang diperlukan pada pekerjaan yang dapat disetujui
Direksi.

Pasal 12
Timbunan Tanah Kembali
12.1 Untuk timbunan tanah kembali dipadatkan, dimaksudkan menimbun kembali bekas
galian bangunan dengan material tanah hasil galian atau menurut petunjuk Direksi.
12.2 Timbunan harus dilakukan sedemikian dicapai kepadatan yang cukup dan merata.
Pemadatan dilakukan dengan stamper atau alat ringan sedemikian sehingga tidak
membahayakan bangunan atau menurut petunjuk Direksi.
12.3 Harga satuan untuk timbunan kembali dipadatkan harus sudah termasuk biaya
pemadatan, perapian dan biaya-biaya lain yang diperlukan, misalnya alat bambu dan
lain-lain.

Pasal 13
Timbunan Tanah Tanggul
13.1 Timbunan tanggul dibedakan dengan timbunan dengan tanah yang tersedia
(misalnya galian dan sebagainya) dan timbunan dari lokasi pengambilan (borrow
area).
13.2 Timbunan tanggul yang kecil dimana kepadatan dan kualitas yang disyaratkan tidak
begitu tinggi misalnya untuk tanggul saluran sekunder. Maka penimbunan-
penimbunan tetap harus dengan persetujuan Direksi.

LAPORAN TUGAS AKHIR 361


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

13.3 Dalam hal tanah timbunan dari material yang tersedia (hasil galian) tanah yang
digunakan harus dari tanah yang baik dan dapat memenuhi persyaratan bahan
timbunan atau sesuai petunjuk Direksi.
13.4 Material timbunan harus bersih dari akar-akar tumbuhan, humus, bahan-bahan
organik dan bahan substansi lain.
13.5 Timbunan tanah dilakukan lapis demi lapis dengan ketebalan 20 cm atau sesuai
dengan percobaan pemadatan. Setiap lapis harus dipadatkan dengan alat pemadat
sehingga dicapai kepadatan minimum 95 % dari hasil proctor standart.
13.6 Harga satuan timbunan harus sudah cukup semua biaya untuk sewa alat dan biaya
operasinya, biaya pemadatan dan biaya tes laboratorium.

Pasal 14
Pekerjaan Pasangan Batu
14.1 Bahan batu adalah jenis batuan basalt/andesit dan permukaan batu harus dipecah
minimal 2 sisi dan bersih dari kotoran.
14.2 Bahan pasir adalah jenis Muntilan dengan kadar lumpur maksimum 1 % dengan
butiran tajam.
14.3 Campuran spesi terdiri dari 1 PC : 4 Pasir diaduk dengan beton molen. Perbandingan
tersebut adalah perbandingan volume. Adukan harus ditampung dalam kotak
peneampungan agar tidak tercampur dengan bahan lain.
14.4 Pemasangan batu tidak boleh bersentuhan dan rongga-rongga harus terisi penuh
spesi.
14.5 Harga satuan termasuk upah tenaga kerja, bahan, pembersihan batu muka dan
perapihan.

Pasal 15
Pekerjaan Siaran
15.1 Bahan pasir sejenis Muntilan dengan campuran 1 PC : 3 Pasir.
15.2 Sebelumnya permukaan antara batu muka digaruk sedalam 2 cm dan dibersihkan
kemudian diisi spesi 1,5 cm (siar dalam).
15.3 Volume dihitung sesuai dengan luasan permukaan batu muka yang disiar sesuai
garis gambar.
15.4 Harga satuan termasuk upah tenaga, bahan, pembersihan batu muka dan perapihan.

LAPORAN TUGAS AKHIR 362


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Pasal 16
Pekerjaan Plesteran
16.1 Bahan pasir sejenis Muntilan dengan campuran 1 PC : 3 Pasir (perbandingan
volume).
16.2 Sebelumnya permukaan harus dibersihkan dari kotoran tanah dan dilakukan
penyiraman.
16.3 Volume dihitung sesuai dengan luasan permukaan.
16.4 Harga satuan termasuk upah tenaga, bahan, pembersihan batu muka dan perapiahan
peralatan.

Pasal 17
Pekerjaan Beton Bertulang
17.1 Semen Portland yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat N.1 – 8 dan harus
melalui pengujian.
17.2 Pasir dan split yang dipakai harus memenuhi syarat-syarat PBI 1971. Untuk split
harus berasal dari batu pecah jenis basalt/andesit. Pasir jenis muntilan.
17.3 Pemborong diwajibkan membuat sample/kubus beton dan melakukan tes terhadap
mutu beton selama waktu pelaksanaan sesuai dengan persyaratan PBI 1971. Biaya
pengujian menjadi tanggung jawab kontraktor.
17.4 Campuran beton 1 PC : 2 Pasir : 3 Split (perbandingan volume). Pengadukan harus
menggunakan beton molen dan pemadatan harus menggunakan vibrator.
17.5 Pembongkaran bekesting atas persetujuan Direksi.
17.6 Beton yang telah dicor harus terus dibasahi minimum selama 14 hari.
17.7 Mutu beton yang digunakan adalah sebagai berikut :

LAPORAN TUGAS AKHIR 363


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Tabel 6.1 Mutu Beton


σ’bm
σ’bk
No Mutu S = 46 Kategori dari Pengawasan terhadap
kg/cm2
kg/cm2
Bangunan Kualitas Kekuatan
Agregat tekanan
Pemeriksaan Tidak ada
1 B0 - - non srukturil
dengan mata pengujian
Pemeriksaan Tidak ada
2 BI - - stukturil
dengan teliti Pengujian
Pengujian men- Pengujian
3 K. 125 125 200 stukturil detail dengan akan
analisa ayakan diadakan
Pengujian men- Pengujian
4 K.175 175 250 Stukturil detail dengan akan
analisa ayakan diadakan
Pengujian men- Pengujian
5 K. 225 225 300 Stukturil detail dengan akan
analisa ayakan diadakan
Pengujian Pengujian
6 >K.225 >225 >300 stukturil mendetail dengan akan
analisa ayakan diadakan
Sumber : Dokumen Tender Syarat-Syarat Umum dan Teknis, DPU Pengairan 1999.

Pasal 18
Komposisi/Campuran Beton
18.1 Beton harus dibentuk dari semen portland, pasir kerikil/batu pecah air seperti yang
ditentukan sebelumnya, semuanya dicampur dalam perbandingan yang serasi dan
diolah sebaik-baiknya sampai pada ketentuan yang baik dan tepat.
18.2 Untuk beton mutu B 0, campuran yang biasa untuk pekerjaan non strukturil dipakai
perbandingan dari semen portland terhadap pasir dan agregat kasar tidak boleh
kurang dari 1:3:5.
18.3 Untuk beton mutu B 1 dan K 125, campuran nominal dari semen portland, pasir dan
kerikil/batu pecahan harus digunakan dengan perbandingan volume 1:2:3 atau
1:11/2:21/2.

LAPORAN TUGAS AKHIR 364


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

18.4 Untuk mutu K175 dan mutu-mutu lainnya yang lebih tinggi harus dipakai campuran
yang direncanakan (design mix). Campuran yang direncanakan diketemukan dari
percobaan-percobaan campuran untuk memenuhi kekuatan karakteristik yang
disyaratkan.
18.5 Tingkat agregat yang kasar untuk kelas II derajat K 125 dan untuk kelas III derajat K
175 beton berada dalam batas yang ditentukan dalam N.1.2.1971 dan kontraktor
harus memperoleh derajat yang patut apabila diminta oleh direksi dengan
mengkoordinir ukuran agregat yang profesional, agar diperoleh derajat yang
sepatutnya.
18.6 Perbandingan antara bahan-bahan pembentuk beton yang dipakai untuk berbagai
pekerjaan (sesuai kelas mutu) harus dipakai dari waktu ke waktu selama berjalannya
pekerjaan, demikian juga pemeriksaan terhadap agregat dan beton yang dihasilkan.
Perbandingan campuran dan faktor air semen yang tepat, kekedapan, awet dan
kekuatan yang dikehendaki dengan tidak memakai semen terlalu banyak.
Faktor air semen dari beton (tidak terhitung air yang dihisap oleh agregat) tidak
boleh melampaui 0,55 (dari beratnya) untuk kelas III dan jangan melampaui 0,60
(dari beratnya) untuk kelas lainnya. Pengujian dari beton akan dilakukan oleh direksi
dan perbandingan campuran harus diubah jika perlu untuk tujuan atau penghematan
yang dikehendaki, kegairahan bekerja, kepadatan, kekedapan, awet atau kekuatan
dan Kontraktor tidak berhak atas penambahan konpensasi disebabkan perubahan
yang demikian.

Pasal 19
Pamasangan Bekesting
19.1 Acuan beton/bekesting adalah konstruksi non permanen sebagai cetakan
pembentukan beton muda agar setelah mengeras mempunyai bentuk, dimensi dan
kedudukan yang benar sesuai gambar rencana.
19.2 Bahan acuan beton dapat dibuat dari baja, kayu atau beton pratekan yang harus
bersih permukaannya sebelum proses pengecoran dilaksanakan.
19.3 Pembuatan acuan beton harus sesuai dengan gambar rencana dan detail-detailnya
yang telah mendapat persetujuan dari Direksi. Tata cara pengecoran tahapan
persiapan kerja dan pelaksanaan pengecoran harus disetujui oleh Direksi.

LAPORAN TUGAS AKHIR 365


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

19.4 Konstruksi acuan beton harus tidak menimbulkan kerusakan-kerusakan pada beton
jadi pada saat pembongkaran. Acuan beton harus dapat menerima getaran vibrator
(alat pemadat). Acuan beton dan perancah hanya diperbolehkan terjadi lendutan
maksimum 3 mm pada saat beban maksimum atau 1/300 panjang bentang.
19.5 Pada acuan beton sebelah dalam harus dilapisi multipleks atau plywood. Acuan
beton dibuat dari papan dengan kualitas tebal 3 cm dan sekur (penyanggah) dari
kayu 5/7.
19.6 Pada acuan beton pratekan harus dikonstruksikan kuat dengan bahan baja, kayu atau
plywood/multipleks dengan sekur/strip baja sehingga mendapat kedudukan dan
kekuatan yang cukup. Sistem sambungan yang digunakan harus sesuai dengan
peraturan yang ada.
19.7 Sebelum proses pengecoran dilaksanakan maka bagian dalam acuan beton diolesi
dengan oli atau bahan lain yang memudahkan dalam pembongkaran dengan syarat-
syarat bahan tersebut tidak mempengaruhi mutu atau warna beton cor. Pelaksanaan
ini dilakukan sebelum penyetelan besi tulangan.
19.8 Pada acuan harus diperhatikan pemeliharaan, kekokohan dan kelancaran fungsi baut-
baut yang ada.
19.9 Pada acuan dinding tegak dan bagian tipis harus dilaksanakan menurut kemajuan
pekerjaan dari bawah ke atas dengan satu sisi tertutup bertahan, di mana harus
memenuhi persyaratan pengecoran agar pengecoran dapat dilakukan pada tinggi
jatuh kurang dari ketinggian 130 cm (persyaratan PBI) atau acuan tetap utuh tetapi
proses pengecoran dilakukan dengan bantuan pompa, pipa/selang dan vibrator agar
proses pengisian beton dapat merata dan padat.

Pasal 20
Pengadukan Beton
20.1 Syarat pelaksanaan pekerjaan beton dari pengadukan sampai perawatannya,
hendaknya sesuai dengan ketentuan dan persyaratan PBI 1971.
20.2 Pengadukan, pengangkutan, pengecoran sebaiknya dilakukan pada cuaca yang baik,
bila hari sedang hujan atau panas terik, maka harus dilakukan usaha untuk
melindungi alat-alat pengadukan tersebut atau pengangkutan atau pengecoran
sehingga dapat dijamin bahwa air semen tidak akan berpengaruh atau berubah.

LAPORAN TUGAS AKHIR 366


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

20.3 Direksi dapat menunda proses pengecoran apabila berpendapat bahwa keadaan tidak
memungkinkan dan tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemborong untuk mengklaim
keputusan atas keputusan tersebut.
20.4 Alat pengaduk semen harus dirawat terutama dari kontainernya (bebas dari
pengumpulan bahan beton sisa yang mengeras) dan Direksi akan mengontrol pada
saat dimulainya pengadukan selanjutnya.
20.5 Pengadukan di lapangan harus dibuat tempat khusus di lokasi pekerjaan dan harus
dapat menghasilkan adukan homogen. Penakaran bahan adukan harus seteliti
mungkin pada perbandingan jumlah yang disyaratkan dengan memperhatikan
kapasitas maksimum mesin pengaduk tersebut.
20.6 Waktu aduk dari bahan tersebut adalah tiap kurang dari 1,5 (satu setengah) menit
dihitung dari pemasukan semua bahan termasuk air untuk kapasitas aduk dari 1 m3
maka waktu minimum harus diperpanjang dengan persetujuan Direksi.
20.7 Putaran dari mesin minimum harus diperpanjang dengan persetujuan Direksi.
20.8 Putaran dari mesin pengaduk harus dikontrol. Kontinuitasnya sesuai dengan
rekomendasi pabrik.
20.9 Harus disediakan mesin aduk lebih dari satu untuk lebih berfungsi sebagai reserve
mixer serta dapat ikut melayani pada beban puncak kebutuhan adukan persatuan
waktu.
20.10 Beton rusak-mengeras tidak boleh diaduk lagi dan harus dibuang agar tidak
mengganggu-memperlambat proses pengecoran. Pengadukan dilanjutkan 10
(sepuluh) menit kemudian untuk waktu aduk lebih dari 1,5 (satu setengah) menit dan
harus dibolak-balik pada waktu tertentu menurut perintah Direksi.
20.11 Pengangkutan bahan adukan beton jadi ke lokasi harus dilakukan secara khusus
untuk menjaga agar tidak terjadi segregasi dan kehilangan bahan-bahan (air semen
dan butiran-butiran halus).
20.12 Pengangkutan harus kontinu sehingga tidak terjadi pemisahan antara beton yang
sudah dicor terlebih dahulu dengan yang masih baru atau dapat terjadi pengikatan
sempurna.
20.13 Penggunaan talang miring untuk transportasi bahan aduk harus mendapat ijin dari
Direksi, dimana harus diperhatikan panjang talang dan kontinuitas pasokan.
20.14 Adukan beton harus dicor dalam waktu satu jam setelah pengadukan air dimulai,
jangka waktu ini termasuk transportasi ke lokasi. Dengan pengadukan mekanis dapat

LAPORAN TUGAS AKHIR 367


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

memperpanjang waktu 2 (dua) jam setelah menambah bahan additive perlambatan


maka jangka waktu dapat diperpanjang lagi, tetapi penggunaan bahan additive harus
seijin dari Direksi.

Pasal 21
Pekerjaan Pasangan Batu Kali
21.1 Batu yang akan digunakan adalah batu kali diameter batu tidak boleh melebihi 20
cm dan tidak kurang dari 10 cm.
21.2 Jenis batu yang dipergunakan berkualitas baik.
21.3 Permukaan batu yang menghadap keluar tidak boleh berbentuk lonjong melainkan
berbentuk pipih.
21.4 Batu dipasang pada sayap pasangan/dinding yang miring atau sesuai petunjuk
Direksi Lapangan.

Pasal 22
Pasangan Batu Pengisi
22.1 Batu dipasang tegak lurus dengan permukaan, agar kedudukan batu-batu kuat dalam
pemasangannya dan diatur sedemikian rupa sehingga permukaan batu rata (satu
batu).
22.2 Pertemuan antara satu bata dengan batu yang lain saling beriringan dan tidak boleh
ada tanahnya.

Pasal 23
Sambungan Gerak
23.1 Pada penahanan air (water stop), Kontraktor harus menyediakan dan memasang
penahan air, pada semua tempat sambungan gerak pada bagian yang memerlukan
dan sambungan harus kedap air. Apabila tidak diminta lain, penahan air dibuat dari
karet didapat dari pabrik yang disetujui direksi dan harus disimpan dan dipasang
sesuai petunjuk dari pabrik. Penahanan air di atas harus dicetak sampai kepanjangan
yang memungkinkan dan lengkap dengan bagian yang membentuk sudut dan
persilangan, dan harus dibuat untuk keperluan bangunan-bangunan di bawah air
secara menerus. Usulan kontraktor untuk menyambung penahan air harus disetujui
direksi, dan semua sambungan harus rapat. Adapun ukuran minimum dan bentuk
dari penahan sebagai berikut:

LAPORAN TUGAS AKHIR 368


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

Tabel 6.2 Ukuran dan Bentuk Penahan Air


Diameter
Diameter Diameter
Bahan Lebar Tebal lobang
lingkaran lingkaran
(mm) (mm) (mm) tengah
ujung (mm) tengah (mm)
(mm)
Karet 225 9,5 25 38 19
150 9,5 19 - -
Sumber : Dokumen Tender, Syarat-Syarat Umum dan Teknis, DPU Pengairan 1999.

Pada bagian ujungnya karet penahan air harus mempunyai potongan lingkaran, harus
dilindungi dari kerusakan akibat terkena panas selama pemasangannya. Pada
pengecoran betonnya harus dirapatkan dengan hati-hati dan seksama sehingga tidak
ada lubang-lubang yang terjadi. Kontraktor harus menyediakan hasil pengujian dari
pabrik untuk tiap penahanan air yang dikirim ke lapangan.
23.2 Pada karet penahan air harus memenuhi persyaratan-persyaratan dari pada SNI atau
spesifikasi lain yang disetujui direksi.
23.3 Pada pengisi sambungan, Kontraktor harus menyediakan dan memasang pengisi
sambungan pada semua sambungan dan apabila tidak ditentukan lain, sambungan
harus fibre board yang direndam bitumen seperti expandite flexcell. Pengisi
sambungan harus didapatkan dari pabrik yang disetujui direksi dan harus disimpan
dan dipasang menurut instruksi dari pabrik. Lembaran-lembaran pengisi sambungan
dipasang rapat sehingga sambungan menutupi pada sisi-sisinya untuk mencegah
keluarnya semen.
23.4 Pada batang dowel apabila menembus sambungan harus dibungkus, bungkusan-
bungkusan harus dibuat terlebih dahulu dari bahan yang memenuhi untuk pengisi
sambungan atau bahan lain yang disetujui oleh Direksi.
23.5 Pada penutup sambungan, Kontraktor harus membuat alur pada sambungan gerak
dan sambungan konstruksi pada kedua permukaan dari pekerjaan betonnya kecuali
bagian bawah dari pekerjaan beton yang ada penyangganya. Alur dibuat lurus .
Kontraktor harus menyiapkan permukaan dari alur dan menyiapkan bahan penutup
sambungan kemudian mengisi alur tersebut dengan bahan di atas. Penutup
sambungan dari bahan semacam bitumen didapatkan dari pabrik. Pemasangan
penutup sambungan harus disetujui terlebih dahulu oleh Direksi.

LAPORAN TUGAS AKHIR 369


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

23.6 Pada sambungan dengan cat bitumen, Kontraktor harus membersihkan dan
mengeringkan permukaan-permukaan tersebut sebelum pengecatan bitumen
dilaksanakan, dan pengecatan dengan bitumen dilaksanakan dalam 2 lapisan. Jenis
bitumen harus dari jenis penetrasi 40/50 atau lainnya yang mendapat persetujuan
dari Direksi.
23.7 Perletakan jembatan harus dari karet biasa atau karet dengan lapisan kering baja dan
sesuai dengan kebutuhan sebagai berikut:

Tabel 6.3 Perletakan Lantai Jembatan


Muatan Gerak
Jenis peralatan tegak lurus mendatar
terbesar terbesar
Lantai jembatan yang diganjal sederhana dengan
7,5 ton/m 2 mm
batang bersih kurang dari 4,4 m
Lantai jembatan yang diganjal sederhana dengan
8,5 ton/m 4 mm
batang bersih kurang dari 4,5 m tapi lebih dari 6,5 m
Balok yang diganjal sederhana dengan bentang
14 ton/m 4 mm
bersih kurang dari 9 m
Sumber : Dokumen Tender, Syarat-Syarat Umum dan Teknis, DPU Pengairan 1999.

Karet pendukung yang dipakai pada ujung terjepit dari balok dan lantai beton harus
dipasang dengan pasak baja lunak melalui bantalan pendukung, diisi ke dalam
lubang yang sudah dibuat lebih dahulu dengan adukan semen pasir 1:1. Pasak-pasak
itu harus dibungkus dengan dua lapis kertas bangunan dimana ia menonjol kedalam
lantai beton. Jika diijinkan oleh Direksi, Kontraktor dapat mengganti dengan
lembaran-lembaran pendukung dari timah hitam dengan ukuran dan mutu yang
disetujui.

Pasal 24
Pemasangan Peil Schaal
24.1 Bahan peil schaal/alat ukur tinggi air dibuat dari fiberglass.
24.2 Bahan dan ukuran peil schaal harus sesuai dengan petunjuk Direksi Lapangan.

LAPORAN TUGAS AKHIR 370


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

24.3 Peil schaal dipasang pada dinding tegak sungai (di atas mercu), di antara saluran
dengan pintu intake dan pada sayap saluran irigasi.
24.4 Pemasangan peil schaal harus tegak lurus dengan permukaan air. Diusahakan
pemasangan pada lokasi air yang tenang (tidak bergelombang).
24.5 Pada bagian kiri dan kanan peil schaal diberi paku atau baut dan permukaan peil
schaal harus rata.
24.6 Pada tempat perletakan peil schaal diberi pasangan 1 :3.

Pasal 25
Syarat – syarat Bahan
Apabila dianggap perlu Direksi dapat memerintahkan untuk diadakan pemeriksaan pada
bahan atau pada campuran bahan-bahan yang dipakai dalam pelaksanaan konstruksi
bendung untuk menguji pemenuhan persyaratan oleh Pemborong/Kontraktor.
Pemeriksaan bahan-bahan dan beton harus dilakukan dengan cara-cara yang ditentukan
dan pemeriksaan tersebut harus disimpan oleh Pemborong dan apabila diminta harus dapat
menunjukkan kepada Direksi setiap saat selama pekerjaan berlangsung dan selama 2 (dua)
tahun setelah pekerjaan selesai.
25.1 Semen Portland
a. Untuk konstruksi beton bertulang pada umumnya dapat dipakai jenis semen
yang memenuhi ketentuan-ketentuan dan persyaratan yang ditentukan dari
spesifikasi teknis yang sesuai dengan NI – 8 1972.
b. Apabila dipakai persyaratan-persyaratan khusus mengenai sifat-sifat betonnya,
maka dapat dipakai semen lain seperti yang ditentukan dalam NI-8 seperti
semen Portland, trassemen alluminia, semen tahan sulfat dan lainnya. Dalam hal
ini Pemborong harus meminta pertimbangan dari lembaga pemeriksaan bahan-
bahan yang diakui dan disetujui oleh Direksi.
c. Semen yang dipakai harus dalam keadaan baru dan masih dalam kantong-
kantong yang disegel. Semen disimpan di tempat yang kering dan terlindung
dari pengaruh cuaca, berventilasi secukupnya dan penimbunan tak langsung
mengenai tanah. Merk yang dipilih tidak dapat diganti dalam pelaksanaan
kecuali dengan persetujuan Direksi.

LAPORAN TUGAS AKHIR 371


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

25.2 Agregat Halus


a. Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alami sebagai hasil disintegrasi
alami batuan berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah batu,
sesuai dengan syarat-syarat mutu agregat yang telah ditentukan.
b. Agregat halus terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras. Butir-butir halus
bersifat kekal artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca,
seperti terik matahari dan hujan.
c. Agregat halus tidak boleh mengandung Lumpur lebih dari 5 % (ditentukan
terhadap berat kering), yang diartikan dengan Lumpur adalah bagian-bagian
yang dapat melalui ayakan 0,03 mm. apabila kadar lumpur melampaui 5 %
maka agregat halus harus dicuci.
d. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak, ini
dibuktikan dengan percobaan (dengan larutan NaOH) agregat halus yang tidak
memenuhi percobaan ini dapat dipakai juda dengan syarat kekuatan adukan
agregat tersebut pada umur 7 (tujuh) dan 28 (dua puluh delapan) hari tidak
kurang dari 95 % dari kekuatan adukan agregat yang sama tetapi dicuci hingga
bersih dengan air pada umur yang sama.
e. Agregat halus terdiri dari butir-butir yang seragam besarnya dan apabila diayak
harus memenuhi syarat -syarat sebagai berikut :
Sisa di atas ayakan 0,25 mm harus berkisar antara 80 % sampai 95 % dari
berat.
Sisa ayakan di atas saringan 5 mm harus minimum 2 % dari berat.
Sisa ayakan di atas saringan 1 mm harus minimum 10 % dari berat.
f. Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk campuran beton,
kecuali dengan petunjuk-petunjuk dari lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang
diakui dan disetujui oleh Direksi.
25.3 Agregat Kasar
a. Agregat kasar beton dapat berupa kerikil atau batu pecah. Pada umumnya yang
di maksud dengan agregat kasar adalah agregat yang besar butirannya lebih dari
5 mm, sesuai dengan syarat-syarat mutu agregat untuk berbagai beton, maka
agregat kasar harus memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut.
b. Agregat yang kasar harus terdiri dari butir-butir yang kasar dan tidak berpori.
Agregat kasar mengandung butir-butir pipih yang dapat dipakai apabila jumlah

LAPORAN TUGAS AKHIR 372


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

butir-butir pipih tersebut tidak melebihi/melampaui 20 % dari berat agregat


seluruhnya. Butir-butir agregat harus bersifat kekal artinya tidak pecah dan tidak
hancur oleh perubahan cuaca (terik matahari atau hujan).
c. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1 % (ditentukan dari
berat kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian yang dapat melalui
saringan 1 %, apabila tidak memenuhi persyaratan tersebut maka agregat harus
dicuci. Agregat tidak boleh mengandung zat-zat alkali.
d. Agregat kasar harus terdiri dari butir yang beraneka ragam besarnya dan apabila
diayak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Sisa ayakan di atas saringan 4 mm harus berkisar antara 90 % - 99 % dari
berat.
Sisa ayakan di atas saringan 3,5 mm besarnya harus 0 % dari berat.
Selisih antara sisa-sisa komulatif di atas 2 (dua) saringan yang berurutan
adalah besarnya maksimum 0 % dan minimum 10 %.
e. Besar butiran agregat maksimum tidak boleh lebih dari pada cetakan, 1/3 dari
tebal plat atau ¾ dari jarak bersih minimum antara batang-batang atau berkas-
berkas tulangan. Penyimpangan dari pembatasan ini diijinkan menurut penilaian
Direksi, cara-cara pengecoran beton adalah sedemikian rupa sehingga terjadi
sarang kerikil.
25.4 Agregat Campuran
a. Susunan butir agregat campuran untuk beton dengan mutu K-400 atau mutu
yang lebih tinggi lagi harus diperiksa dengan melakukan analisa ayakan oleh
laboratorium yang ditunjuk oleh Direksi.
b. Hasil dari pemeriksaan laboratorium tersebut adalah yang menentukan apakah
agregat campuran tersebut dapat dipakai atau tidak dan harus diganti.
c. Apabila harus diganti dengan agregat yang memenuhi syarat, maka pemborong
wajib menyediakan lagi paling lambat dalam kurun waktu 7 (tujuh) hari.
25.5 Batu Pecah
a. Batu pekerjaan pasangan hanya diperbolehkan menggunakan batu pecah.
Ukuran batu yang dipakai berdiameter antara 15 mm – 25 mm.
b. Batu yang dipakai harus dari jenis keras, tidak lapuk dan tidak terdapat bekas-
bekas pelapukan.

LAPORAN TUGAS AKHIR 373


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

c. Batu yang dipakai harus bersih dari kotoran yang melekat kalau perlu harus
dicuci terlebih dahulu.
25.6 Besi Beton
a. Besi beton yang dipakai bebas dari kotoran, lapisan lemak, minyak sisik, karat
dan tidak cacat (retak, mengelupas dan sebagainya) serta lapisan yang
mengurangi daya lekatnya besi dengan beton.
b. Besi yang digunakan dalam beton bertulang adalah besi dengan fy = 240 Mpa.
c. Besi beton yang dipakai harus disuplai dari satu sumber dan tidak dibenarkan
mencampur bermacam-macam sumber. Besi beton yang dipakai sebelumnya
harus dimintakan uji laboratoriun dengan dua contoh percobaan perlengkungan
dan stress-strain untuk setiap 20 ton besi. Pengujian masing-masing percobaan
digunakan 3 (tiga) batang besi dengan pengawasan dari Direksi.
d. Garis tengah besi beton harus sesuai dengan gambar rencana, apabila yang
dipakai kurang dari ketentuan maka diwajibkan menambah tulangan sesuai
dengan petunjuk-petunjuk Direksi.
e. Besi beton sebelum dipakai sebagai konstruksi harus dilindungi dari terik
matahari dan hujan sehingga tidak timbul karat.
f. Batang-batang tulangan disimpan tidak langsung menyentuh tanah. Batang
tulangan besi beton dari berbagai ukuran harus diberi tanda dan dipisahkan satu
sama lainnya sehingga tidak tertukar.
g. Penimbunan batang-batang tulangan di udara terbuka untuk jangka waktu yang
lama harus dicegah.
25.7 Air
a. Air yang dipakai untuk perawatan dan pembuatan beton tidak boleh
mengandung minyak, asam, alkali garam dan bahan-bahan lain yang dapat
merusak besi tulangan atau betonnya, dalam hal ini mutu air yang digunakan,
dianjurkan untuk mengirim contoh air tersebut ke laboratorium pemeriksaan
bahan-bahan yang ditunjuk dan diakui oleh Direksi untuk diteliti sampai
seberapa jauh air tersebut mengandung zat-zat yang dapat merusak beton dan
besi tulangan.
b. Apabila pemeriksaan contoh air tersebut dalam ayat 1 di atas tidak dapat
dilakukan, maka dalam hal ini adanya keragu-raguan mengenai pemakaian air
harus diadakan percobaan pembanding antara kekuatan beton (semen+pasir)

LAPORAN TUGAS AKHIR 374


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VI RENCANA DAN  SYARAT­SYARAT 

dengan menggunakan air itu selama 7 (tujuh) sampai 18 (dua puluh delapan)
hari paling sedikit adalah 90 % dari kekuatan beton tersebut dengan martel
dengan memakai air suling pada umur yang sama.
c. Jumlah air yang dipakai untuk membuat adukan beton dapat ditentukan dengan
ukuran berat dan harus dilakukan secepatnya.

Pasal 26
Pekerjaan Lain-lain
Syarat-syarat untuk pekerjaan lain-lain yang belum tercantum dalam uraian di atas akan
diatur dan ditentukan lebih lanjut sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku.

Pasal 27
Pemeliharaan dan Finishing
27.1 Bila setelah dilaksanakan terjadi kerusakan, Pemborong harus memperbaiki sebelum
pekerjaan diserahkan kepada pihak Direksi.
27.2 Semua jenis pekerjaan harus dipelihara sesuai dengan petunjuk Direksi di lapangan.
27.3 Bila ada penjelasan yang tercantum di atas yang belum jelas atau kurang dipahami,
akan disusul di kemudian hari dan bila perlu dikonsultasikan dengan pihak Direksi.

LAPORAN TUGAS AKHIR 375


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

BAB VII
RENCANA ANGGARAN BIAYA

7.1 Perhitungan Volume Pekerjaan


Perhitungan volume galian dan timbunan, volume pekerjaan dan harga satuan pekerjaan
digunakan sebagai acuan di dalam perhitungan anggaran. Dalam perhitungan volume galian
dan timbunan untuk embung dilakukan dengan cara menghitung dimensi konstruksi,
mengacu pada gambar teknis yang telah dibuat.
Tabel 7.1 Perhitungan volume pekerjaan

NO PEKERJAAN URAIAN VOLUME

1 Badan bendung
(Pasangan batu)
- Badan bendung tanpa lantai
48,93 x 25 1223,25 m3
kolam olak
- Lantai kolam olak 6,47 x 25 161,75 m3
Total 1385 m3

2 Lantai Depan (pas batu) 1,5 x 25 37,5 m3

3 Jembatan
a Pilar (pasangan batu) ((2 x 10,25) + (0,4 x 0,4)) x 5 x 2 206,6 m3
b Gelagar jembatan
• beton (0,55 x 0,4 x 25) x 3 16,5 m3
• tulangan
¾ lentur ((73,88.10-4 x 25) x 3) x 7850 4349,685 kg
¾ geser (1,88 x 78,5 x 10-6 x 250) x 3 x 7850 868,877 kg

c Lantai jembatan
• beton 5 x 0,2 x25 25 m3
((5 x 113,1 . 10-6 x 250) + ( (8,3 x 113,1 . 10-6
• tulangan 2215,148 kg
x 50) x 3)) x 7850

d Pagar sandaran
1. Tiang Pagar
• beton ((0,1 x 0,16 x 0,55)+(0,1 x 0,25 x 0,45)) x 26 0,521 m3

LAPORAN TUGAS AKHIR 376


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

(Lanjutan Tabel 7.1)

NO PEKERJAAN URAIAN VOLUME

• tulangan
((78,5 .10-6 x 4 x 0,55) +(78,5.10-6 x 4 x
¾ lentur 64,087 Kg
0,45))x 26 x 7850
((0,44 x 50,3.10-6 x 6) + (0,62 x 50,3.10-6 x 5))
¾ geser 58,928 kg
x 26 x 7850
2. Railing Φ6 (2 x 25) x 2 100 m1

Tembok Tepi Bendung (((0,5 x(1,5+3,5) x 10,25) x 10)+((0,5 x 0,75) x


4 516,25 m3
(pasangan batu) 5)) x 2

Rumah pintu intake


5
(K175)
Kolom 20x20 4 x 0,2 x 0,2 x3,5 0.56 m3
Balok 20 x 40 4 x 0,2 x 0,4 x 4,5 0.72 m3
Atap 15 cm 0,15 x 7m2 1.05 m3
Total 2.33 m3

6 Bekisting 7.00 m3

7 Pintu air besi ( lengkap)


- pintu intake 1 unit

8 Galian tanah biasa


3119,65 m3

9 Urugan tanah 2568,75 m3

10 Gebalan rumput 15,2 x 25,32 384,864 m²

11 Rip-rap (batu kosong) 5,657 x 0,5 x 1476 4174,86 m3

12 Pasangan batu kosong 0,3 x 11,02 x 25 82,65 m3

13 Jalan paving 5 x 1476 7380 m²

14 Uit zet /patok/bowplank 1000.00 m²

LAPORAN TUGAS AKHIR 377


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

(Lanjutan Tabel 7.1)

NO PEKERJAAN URAIAN VOLUME

15 Direksi keet 1 ls

16 Barak kerja, gudang, dll 1 ls

17 Pembersihan lahan 1000.00 m²

pembersihan
18 1 ls
akhir/demobilisasi
(Sumber : Perhitungan )

7.2 Rencana Anggaran Biaya


Langkah – langkah yang dilakukan untuk menghitung rencana anggaran dan biaya suatu
pekerjaan fisik yaitu :
a. Menghitung volume tiap – tiap pekerjaan sesuai dengan gambar.
b. Menentukan analisa harga satuan pekerjaan yang diperlukan.
c. Menentukan harga satuan bahan dan upah.
d. Dengan mengalikan harga satuan pekerjaan dengan volume pekerjaan didapatkan harga
pekerjaan.
e. Dibuat rekapitulasi harga pekerjaan.

Harga bangunan (bowsom) adalah harga pekerjaan fisik keseluruhan pekerjaan. Biaya
pembangunan (animingsom) adalah harga pekerjaan fisik yang ditambahkan PPn sebesar 10
% harga pekerjaan fisik. Harga inilah yang digunakan dalam setiap pelelangan pekerjaan
pemborongan.

LAPORAN TUGAS AKHIR 378


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

7.2.1 Analisis Harga Satuan


7.2.1.1 Analisis harga satuan upah pekerja
Tabel 7.2 Daftar harga satuan upah pekerja

No. Jenis Tenaga Kerja Satuan Harga Satuan

1 Pekerja Hari 30,000.00


2 Mandor Hari 40,000.00
3 Tukang Hari 37,500.00
4 Kepala tukang Hari 40,000.00
5 Operator Hari 37,500.00
6 Pembantu operator Hari 32,500.00
7 Sopir Hari 37,500.00
8 Pembantu sopir Hari 30,000.00
9 Koordinator driller Hari 37,500.00
10 Geologist /tenaga ahli Hari 50,000.00
11 Administrasi bor Hari 32,500.00
12 Driller/operator bor Hari 35,000.00
13 Pembantu operator bor Hari 32,500.00
14 Mekanik/tukang las Hari 37,500.00
15 Crew Hari 32,500.00
16 Tenaga lokal Hari 30,000.00
17 Jaga malam Hari 32,500.00

7.2.1.2 Analisis harga satuan sewa alat


Tabel 7.3 Daftar harga satuan sewa alat

No. Uraian Satuan Harga Satuan

1 Dump Truck jam 157,894.94


2 Truk bak terbuka jam 88,000.00
3 Truk tangki air jam 166,761.42
4 Bulldozer jam 429,000.00
5 Motor grader jam 280,500.00
6 Wheel loader jam 305,453.50
7 Excavator jam 297,000.00
8 Crane jam 165,000.00
9 Trailler jam 110,000.00
10 Mesin gilas 2 roda 6-10 ton jam 186,244,40
11 Mesin gilas 3 roda 6-10 ton jam 170,998.06

LAPORAN TUGAS AKHIR 379


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

(Lanjutan Tabel 7.3)

No. Uraian Satuan Harga Satuan

12 Mesin gilas roda karet 8-10 ton jam 249,480.00


13 Vibratory roller jam 191,185.28
14 Vibroroller 1 ton jam 55,000.00
15 Water pump jam 16,500.00
16 Pick up jam 83,710.95
17 Hidroulic excavator jam 280,000.00
18 Concrete vibrator jam 370,000.00
19 Compressor jam 50,000.00
20 Concrete mixer jam 88,000.00
21 Jack hammer jam 48,840.00
22 Stamper jam 14,348.00
23 Genset jam 75,000.00
24 Alat transport lokal unit 100,000.00

7.2.1.3 Analisis harga satuan bahan bangunan


Tabel 7.4 Daftar harga satuan bahan bangunan

Satuan / Harga
No. Uraian
Unit Satuan

1 Batu belah m3 120,000.00


2 Batu bulat m3 110,000.00
3 Pasir muntilan m3 137,000.00
4 Portland cement kg 1,050.00
5 Minyak tanah industri Liter 12,691.00
6 Bensin industri Liter 9,905.00
7 Solar industri Liter 12,438.00
8 Additive Liter 31,500.00
9 Kayu cetakan m3 962,500.00
10 Paku Kg 13,000.00
11 Baja tulangan U-24 Kg 11,700.00
12 Baja tulangan U-32 Kg 12,250.00
13 Paving block 10 cm. abu-abu K-400 m2 89,500.00
14 Pipa galvanis Φ 2” medium B Batang 376,625.00
15 Pipa galvanis Φ 3” medium B Batang 480,000.00
16 Pipa galvanis Φ 4” medium B Batang 595,000.00
17 Kawat las Batang 2,000.00

LAPORAN TUGAS AKHIR 380


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

(Lanjutan Tabel 7.4)

Satuan / Harga
No. Uraian
Unit Satuan

18 Kawat galvanis Φ 3 mm Kg 9,900.00


19 Kawat galvanis Φ 4 mm Kg 10,500.00
20 Kawat galvanis Φ 5 mm Kg 11,250.00
21 Peil Skala Unit 1,250,000.00
22 Balok Kayu Kelas I m3 2,818,750.00
23 Papan Kelas I m3 2,818,750.00
24 Balok Kayu Kelas II m3 2,306,250.00
25 Papan Kelas II m3 2,306,250.00
26 Balok Kayu Kelas III m3 910,000.00
27 Papan Kelas III m3 910,000.00

LAPORAN TUGAS AKHIR 381


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

7.2.1.4 Analisis Harga Satuan Pekerjaan


Item Pekerjaan : Pembersihan dan Pembongkaran
Satuan Kuantitas : m2
Tabel 7.5 Daftar harga satuan pekerjaan pembersihan dan pembongkaran
No. Uraian Satuan Kuantitas Harga Satuan Jumlah Harga
Urut ( Rp.) ( Rp.)

A. TENAGA KERJA

1 Pekerja Hari 142.8571 30,000.00 4,285,713.00


2 Mandor Hari 24.0000 40,000.00 960,000.00
3 Operator Hari 39.3283 37,500.00 1,474,811.25
4 Pembantu Operator Hari 39.3283 32,500.00 1,278,169.75

5 Sopir Hari 142.8571 37,500.00 5,357,141.25

6 Pembantu Sopir Hari 142.8571 30,000.00 4,285,713.00

B. ALAT

1 Bulldozer jam 119.0500 429,000.00 51,072,450.00


2 Wheel Loader jam 156.2500 305,453.50 47,727,109.38
3 Dump Truck jam 1,000.000 157,894.94 157,894,940.00

C Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan 274,336,047.63


D Harga Pekerjaan (di luan PPN) per ha 274,336,047.63
2
E Harga Satuan Pekerjaan (di luan PPN) per m 27,433.60
F Jumlah Dibulatkan 27,434.00

LAPORAN TUGAS AKHIR 382


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

Item Pekerjaan : Pengukuran dan Pematokan


Satuan Kuantitas : 1 m²
Tabel 7.6 Daftar harga satuan pekerjaan pengukuran dan pematokan
Harga Jumlah
No. Uraian Satuan Kuantitas
Satuan Harga
Urut ( Rp.) ( Rp.)

A. TENAGA KERJA

1 Pekerja Hari 0.0240 30,000.00 720.00


2 Mandor Hari 0.0012 40,000.00 48.00

B. BAHAN

1 Kayu Kelas III m³ 0.0030 910,000.00 2,730.00

C. PERALATAN

1 Alat Bantu ls. 1.0000 1,000.00 1,000.00

D. Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan 4,498.00


E. Harga Satuan Pekerjaan (di luan PPN) 4,498.00
F. Jumlah Dibulatkan 4,498.00

Item Pekerjaan : Pasangan batu kosong


Satuan Kuantitas : m3
Tabel 7.7 Daftar harga satuan pekerjaan pasangan batu kosong tanpa pasir
Harga
No. Uraian Satuan Kuantitas Jumlah Harga
Satuan
Urut ( Rp.) ( Rp.)

A. TENAGA KERJA

1 Pekerja Hari 1.5000 30,000.00 45,000.00


2 Mandor Hari 0.0750 40,000.00 3,000.00

B ALAT

1 Batu belah m3 1.1000 120,000.00 132,000.00

C Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan 180,000.00


D Harga Satuan Pekerjaan (di luan PPN) 180,000.00
E Jumlah Dibulatkan 180,000.00

LAPORAN TUGAS AKHIR 383


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

Item Pekerjaan : Pasangan batu


Satuan Kuantitas : m³
Tabel 7.8 Daftar harga satuan pekerjaan pasangan batu 1 : 4 (termasuk siar 1:3) dengan
pasir muntilan

Harga Jumlah
No. Uraian Satuan Kuantitas
Satuan Harga
Urut ( Rp.) ( Rp.)

A. TENAGA KERJA

1 Pekerja Hari 2.2140 30,000.00 66,420.00


2 Tukang Hari 0.7370 37,500.00 27,637.50
3 Mandor Hari 0.1590 40,000.00 6,360.00

B. BAHAN

1 Portland cement kg 143.5800 1,050.00 150,759.00


2 Batu belah m3 1.0924 120,000.00 131,088.00
3 Pasir muntilan m3 0.4494 137,000.00 61,567.80
4 Alat bantu set 0.1100 34,650.00 3,811.50

C. ALAT

1 Concrete Mixer jam 0.6000 88,000.00 52,800.00

D. Jumlah ( termasuk biaya umum dan keuntungan ) 500,443.80


E. Harga satuan pekerjaan (di luar PPN) 500,443.80
F. Jumlah dibulatkan 500,444.00

LAPORAN TUGAS AKHIR 384


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

Item Pekerjaan : Bekisting


Satuan Kuantitas : m³
Tabel 7.9 Daftar harga satuan pekerjaan bekisting (acuan beton)
No. Uraian Satuan Kuantitas Harga Satuan Jumlah Harga
Urut ( Rp.) ( Rp.)

A. TENAGA KERJA

1 Pekerja Hari 0.3500 30,000.00 10,500.00


2 Tukang Hari 0.3500 37,500.00 13,125.00
3 Mandor Hari 0.0500 40,000.00 2,000.00

B. BAHAN

1 Paku kg 0.2000 13,000.00 2,600.00


2 Kayu cetakan m3 0.0300 962,500.00 28,875.00
3 Alat bantu m3 0.0280 34,650.00 970.20

D. Jumlah ( termasuk biaya umum dan keuntungan ) 58,070.20


E. Harga satuan pekerjaan (di luar PPN) 58,070.20
F. Jumlah dibulatkan 58,070.00

LAPORAN TUGAS AKHIR 385


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

Item Pekerjaan : Beton K.225


Satuan Kuantitas : m³
Tabel 7.10 Daftar harga satuan pekerjaan beton K-225
Harga Jumlah
No. Uraian Satuan Kuantitas
Satuan Harga
Urut ( Rp.) ( Rp.)

A. TENAGA KERJA

1 Pekerja Hari 1.7140 30,000.00 51,420.00


2 Tukang Hari 0.3430 37,500.00 12,682.50
3 Mandor Hari 0.1710 40,000.00 6,840.00
4 Sopir Hari 0.0050 37,500.00 187.50

B. BAHAN

1 Batu pecah 2/3 m³ 0.7337 155,260.00 113,914.26


2 Pasir muntilan m³ 0.4891 137,000.00 67,006.70
3 Portland cement kg. 354.000 1,050.00 371,700.00
4 Additive liter 0.7500 31,500.00 23,626.00
5 Alat bantu set 0.1500 34,650.00 5,197.50

C. ALAT

1 Concrete Mixer jam 0.2157 88,000.00 18,981.60


2 Concrete Vibrator jam 0.5872 370,000.00 217,264.00
3 Truk tangki air jam 0.0360 166,761.42 6,003.41
4 Water Pump jam 0.0327 16,500.00 539.55

D. Jumlah ( termasuk biaya umum dan keuntungan ) 895,542.02


E. Harga satuan pekerjaan (di luar PPN) 895,542.02
F. Jumlah dibulatkan 895,542.00

LAPORAN TUGAS AKHIR 386


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

Item Pekerjaan : Baja Tulangan


Satuan Kuantitas : kg
Tabel 7.11 Daftar harga satuan pekerjaan baja tulangan U-24
No. Uraian Satuan Kuantitas Harga Satuan Jumlah Harga
Urut ( Rp.) ( Rp.)

A. TENAGA KERJA

1 Pekerja Hari 0.0180 30,000.00 540.00


2 Tukang Hari 0.0350 37,500.00 1,312.50
3 Mandor Hari 0.0040 40,000.00 160.00

B. BAHAN

1 Baja Tulangan U-24 Kg 1.1000 11,700.00 12,870.00


2 Alat bantu set 0.0200 34,650.00 693.00

D Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan 15,575.50


E Harga Satuan Pekerjaan (di luan PPN) 15,575.50
F Jumlah Dibulatkan 15,576.00

LAPORAN TUGAS AKHIR 387


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

Item Pekerjaan : Pipa Ralling Jembatan Ø 3"


Satuan Kuantitas : m’
Tabel 7.12 Daftar harga satuan pekerjaan pipa ralling jembatan
No. Uraian Satuan Kuantitas Harga Satuan Jumlah Harga
Urut ( Rp.) ( Rp.)

A. TENAGA KERJA

1 Pekerja Hari 0.0131 30,000.00 393.00


2 Tukang Hari 0.2400 37,500.00 9,000.00
3 Mandor Hari 0.0041 40,000.00 164.00

B. BAHAN

1 Pipa Galvanis Ø 3" m’ 0.1700 320,000.00 54,400.00

C. PERALATAN

1 Alat Bantu Ls 1.0000 1,000.00 1,000.00

D. Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan 64,957.00


E. Harga Satuan Pekerjaan (di luan PPN) 64,957.00
F. Jumlah Dibulatkan 64,957.00

LAPORAN TUGAS AKHIR 388


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

Item Pekerjaan : Paving Block


Satuan Kuantitas : m2
Tabel 7.13 Daftar harga satuan pekerjaan pasang paving block abu-abu K-400, dengan tebal pas muntilan 6 cm
No. Uraian Satuan Kuantitas Harga Satuan Jumlah Harga
Urut ( Rp.) ( Rp.)

A. TENAGA KERJA

1 Pekerja Hari 0.5000 30,000.00 15,000.00


2 Tukang Hari 0.2400 37,500.00 9,000.00
3 Mandor Hari 0.0500 40,000.00 2,000.00
4 Operator Hari 0.0030 37,500.00 112.50

B. BAHAN

1 Paving Block 10 cm. abu-abu K-400 m2 1.0000 89,500.00 89,500.00


2 Pasir Muntilan m3 0.0720 137,000.00 9,864.00
3 Alat bantu set 0.0250 34,650.00 866.25

C. ALAT

1 Vibroroller 1 ton jam 0.0240 55,000.00 1,320.000

D Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan 127,662.75


E Harga Satuan Pekerjaan (di luan PPN) 127,662.75
F Jumlah Dibulatkan 127,663.00

LAPORAN TUGAS AKHIR 389


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

Item Pekerjaan : Gebalan Rumput


Satuan Kuantitas : m²
Tabel 7.14 Daftar harga satuan pekerjaan gebalan rumput
No. Uraian Satuan Kuantitas Harga Satuan Jumlah Harga
Urut ( Rp.) ( Rp.)

A. TENAGA

1 Pekerja Hari 0.2500 30,000.00 7,500.00


2 Mandor Hari 1.0150 40,000.00 40,600.00

B. Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan) 48,100.00


C. Harga Satuan Pekerjaan (di luar PPN) 48,100.00
D. Jumlah dibulatkan 48,100.00

Item Pekerjaan : Galian tanah biasa


Satuan Kuantitas : m3
Tabel 7.15 Daftar harga satuan pekerjaan galian tanah biasa dibuang di sekitar lokasi proyek (dengan alat)
No. Uraian Satuan Kuantitas Harga Satuan Jumlah Harga
Urut ( Rp.) ( Rp.)

A. TENAGA KERJA

1 Pekerja Hari 0.0314 30,000.00 942.00


2 Mandor Hari 0.0063 40,000.00 252.00
3 Operator Hari 0.0045 37,500.00 168.75
4 Pembantu Operator Hari 0.0045 32,500.00 146.25

B. BAHAN

1 Alat bantu set 0.0250 34,650.00 866.25

C. ALAT

1 Excavator jam 0.0320 297,000.00 9,504.00

D Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan 11,879.25


E Harga Satuan Pekerjaan (di luan PPN) 11,879.25
F Jumlah Dibulatkan 11,879.00

LAPORAN TUGAS AKHIR 390


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

Item Pekerjaan : Urugan tanah


Satuan Kuantitas : m3
Tabel 7.16 Daftar harga satuan pekerjaan urugan bekas tanah galian(dipadatkan dengan alat sederhana)
No. Uraian Satuan Kuantitas Harga Satuan Jumlah Harga
Urut ( Rp.) ( Rp.)

A. TENAGA KERJA

1 Pekerja Hari 0.0375 30,000.00 1,125.00


2 Mandor Hari 0.0125 40,000.00 500.00

B. ALAT

1 Stamper jam 0.1250 14,438.00 1,793.50

C Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan 3,418.50


D Harga Satuan Pekerjaan (di luan PPN) 3,418.50
E Jumlah Dibulatkan 3,419.00

Tabel 7.17 Rekapitulasi harga satuan pekerjaan


No. Uraian Pekerjaan Satuan Harga
2
1 Pembersihan dan Pembongkaran m 27,434.00
2 Pengukuran dan Pematokan m2 4,498.00
3 Pemasangan Bouwplank m2 24,712.00
4 Pasangan Batu kosong m3 180,000.00
5 Pasangan batu m3 500,444.00
6 Urugan Tanah m3 3,419.00
7 Galian Tanah m3 11,879.00
8 Pembesian kg 15,576.00
9 Bekisting m2 58,070.00
10 Beton K-225 m3 895,542.00
11 Pipa Ralling Jembatan Ø 3" m’ 64,957.00
12 Gebalan Rumput m2 48,100.00
13 Paving block m2 127,663.00

LAPORAN TUGAS AKHIR 391


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

7.2.2 Rencana Anggaran Biaya Embung Tambakboyo


Pekerjaan : Pembangunan Embung Tambakboyo
Lokasi : Kabupaten Sleman
Tabel 7.18 Perhitungan rencana anggaran biaya (RAB)

HARGA HARGA
NO URAIAN SATUAN VOLUME SATUAN PEKERJAAN
( Rp.) ( Rp.)
a b c d e f=(dxe)
I PEKERJAAN PERSIAPAN
1 Pembersihan dan pembongkaran m2 1,000.00 27,434.00 27,434,000.00
2 Pengukuran dan pematokan m 2
1,000.00 4,498.00 4,498,000.00
3 Direksi Keet ls 1.00 37,500,000.00 37,500,000.00
4 Barak Kerja, Gudang ls 1.00 20,000,000.00 20,000,000.00
Jumlah Harga Pekerjaan I 89,432,000.00

II PEKERJAAN TANAH

1 Galian tanah biasa m3 3,119.65 11,879.00 37,058,322.35


2 Urugan tanah biasa m3 2,568.75 3,419.00 8,782,556.25
3 Pasang gebalan rumput m2 384.864 48,100.00 18,511,958.40
Jumlah Harga Pekerjaan II 64,352,837.00

III PEKERJAAN PASANGAN


1 Pasangan batu m3 2,145.35 500,444.00 1,073,627,535.40
2 Pasangan batu kosong m3 4,257.51 180,000.00 766,351,800.00
3 Bekisting m3 7.00 58,070.00 406,490.00
4 Pembesian kg 7,556.73 15,576.00 117,703,548.60
5 Pembetonan m3 44.351 895,542.00 39,718,183.24
6 Pintu intake Unit 1.00 8,000,000.00 8,000,000.00
7 Peil Skaal Unit 1.00 2,250,000.00 2,250,000.00
8 Besi pagar dia. 3” (galvanis) m' 100 64,957.00 6,495,700.00
9 Paving block m 2
7,380 127,663.00 942,152,940.00
Jumlah Harga Pekerjaan III 2,956,706,197.24

IV PEKERJAAN LAIN-LAIN
Administrasi, dokumentasi,
1 Ls 1 27,500,000.00 27,500,000.00
mobilisasi dan demobilisasi
2 Pembersihan akhir Ls 1 2,500,000.00 2,500,000.00
Jumlah Harga Pekerjaan XIII 30,000,000.00
Total 3,140,491,034.24

LAPORAN TUGAS AKHIR 392


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

Tabel 7.19 Rekapitulasi rencana anggaran biaya (RAB)

NO URAIAN PEKERJAAN HARGA PEKERJAAN

I PEKERJAAN PERSIAPAN 89,432,000.00


II PEKERJAAN TANAH 64,352,837.00
III PEKERJAAN PASANGAN 2,956,706,197.24
IV PEKERJAAN LAIN-LAIN 30,000,000.00
A Jumlah Harga Pekerjaan 3,140,491,034.24
B PPN ( 10 % x A ) 314,049,103.42
C Total Biaya Pekerjaan (A+B) 3,454,540,137.67
D Dibulatkan 3,454,500,000.00
Terbilang : TIGA MILYAR EMPAT RATUS LIMA PULUH EMPAT JUTA LIMA RATUS RIBU RUPIAH

7.2.3 Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja


Berikut disajikan perhitungan kebutuhan tenaga kerja pada proyek pembangunan Embung
Tambakboyo :
Tabel 7.20 Analisis kebutuhan tenaga kerja

JUMLAH
DURASI
NO URAIAN SATUAN VOLUME KOEFISIEN TENAGA
(MGU)
KERJA

a b c d

I PEKERJAAN PERSIAPAN
1 Pembersihan dan pembongkaran m2 1,000.00 0.08 90 1
2 Pengukuran dan pematokan m2 1,000.00 0.025 42 1
3 Direksi Keet ls 1.00 - 40 1
4 Barak Kerja, Gudang ls 1.00 - 40 1
Jumlah Harga Pekerjaan I

II PEKERJAAN TANAH

1 Galian tanah biasa m3 3,119.65 0.047 147 3


3
2 Urugan tanah biasa m 2,568.75 0.05 128 5
3 Pasang gebalan rumput m2 384.864 1.265 487 5
Jumlah Harga Pekerjaan II

LAPORAN TUGAS AKHIR 393


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

(sambungan Tabel 7.20)

JUMLAH
DURASI
NO URAIAN SATUAN VOLUME KOEFISIEN TENAGA
(MGU)
KERJA

a b c d
III PEKERJAAN PASANGAN
1 Pasangan batu m3 2,145.35 3.11 6672 17
3
2 Pasangan batu kosong m 4,257.51 1.575 6706 19
3
3 Bekisting m 7.00 0.75 5 1
4 Pembesian kg 7,556.73 0.057 431 2
5 Pembetonan m3 44.351 2.233 99 1
6 Pintu intake Unit 1.00 - 5 1
7 Peil Skaal Unit 1.00 - 6 1
8 Besi pagar dia. 3” (galvanis) m' 100 0.257 26 1
2
9 Paving block m 7,380 0.793 5852 11
Jumlah Harga Pekerjaan III

IV PEKERJAAN LAIN-LAIN
Administrasi, dokumentasi,
1 Ls 1 - 200 24
mobilisasi dan demobilisasi
2 Pembersihan akhir Ls 1 - 100 1
Jumlah Harga Pekerjaan XIII

7.3 Jadwal Waktu Pelaksanaan (Time Schedule)


Jadwal waktu pelaksanaan atau rencana pelaksanaan pekerjaan berdasarkan waktu untuk
megatur pelaksanaan agar dapat diselesaikan sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan
untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
Pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar dalam membuat jadwal waktu pelaksanaan
pekerjaan adalah :
Jenis pekerjaan
Tenaga yang tersedia
Penjadwalan pengadaan bahan
Keadaan lapangan
Keadaan cuaca di sekitar lokasi
Peralatan yang disediakan

LAPORAN TUGAS AKHIR 394


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

Fungsi membuat jadwal pelaksanaan adalah :


Sebagai kontrol waktu yang mengikat dalam pelaksanaan pekerjaan.
Pembagian tahapan pekerjaan akan lebih jelas sehingga akan lebih mudah dipahami.

7.4 Network Planning


Network planning yaitu suatu jaringan yang terdiri dari serangkaian kegiatan yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu proyek dan disusun berdasarkan urutan kegiatan
tertentu. Jaringan kerja ini menunjukkan hubungan yang logis antar kegiatan berupa
hubungan timbal balik antara pembiayaan dan waktu penyelesaian proyek.
Jaringan kerja/network planning bermanfaat untuk :
a. Menyusun urutan kegiatan proyek yang memiliki hubungan ketergantungan yang
kompleks antar kegiatan.
b. Menentukan total waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian proyek.
c. Membuat perkitaan jadwal proyek yang paling ekonomis.
d. mengidentifikasi kegiatan-kegiatan kritis dan pengaruhnya terhadap jadwal proyek
keseluruhan bila terjadi keterlambatan.
e. Mengusahakan fluktuasi minimal penggunaan sumber daya.

Data-data yang diperlukan untuk membuat suatu network planning yaitu :


a. Metode pelaksanaan proyek konstruksi yang akan dilaksanakan, karena metode
pelaksanaan akan mempengaruhi kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
b. Daftar semua kegiatan untuk proyek tersebut.
c. Durasi waktu dari masing-masing kegiatan.
d. Urutan pelaksanaan kegiatan.
e. Ketergantungan atau hubungan timbal balik antara kegiatan satu dan yang lainnya.

Langkah-langkah pembuatan suatu network planning yaitu :


a. Menentukan metode pelaksanaan dari proyek yang akan dilaksanakan.
b. Membuat perkiraan daftar rincian kegiatan beserta durasi waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan kegiatan tersebut.
c. Menyusun hubungan timbal balik atau urutan logis antara kegiatan satu dan yang
lainnya. Menentukan kegiatan mana yang harus dilakukan terlebih dahulu dan mana
yang mengikutinya.

LAPORAN TUGAS AKHIR 395


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

d. Membuat diagram jaringan kerja/network planning.


e. Menghitung jaringan kerja.

Ada dua macam jaringan kerja (network planning) yaitu :


a. Kegiatan pada node (activity on node)
Yaitu kegiatan digambarkan pada kotak yang disebut node. Anak panah berfungsi
sebagai penghubung yang menjelaskan hubungan ketergantungan diantara kegiatan-
kegiatan.
b. Kegiatan pada anak panah (activity on arrow)
Yaitu kegiatan digambarkan sebagai anak panah yang menghubungkan dua lingkaran
yang mewakili peristiwa (event). Nama dan durasi kegiatan ditulis diatas dan dibawah
anak panah.

Dalam perencanaan Embung Tambakboyo ini akan menggunakan metode kegiatan pada anak
panah dan memakai metode CPM (critical path method). Critical path method atau disebut
juga metode lintasan kritis merupakan metode jadwal perencanaan proyek dengan
menggunakan peristiwa paling awal (Earliest Event Time/EET) dan peristiwa paling akhir
(Latest Event Time/LET).

Paling awal (EET) yaitu waktu mulai paling awal/tercepat suatu peristiwa terjadi dan tidak
mungkin terjadi sebelumnya. Manfaat ditetapkannya EET adalah untuk mengetahui saat
paling awal mulai melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berasal dari peristiwa (event) yang
bersangkutan. Sedangkan LET adalah waktu paling akhir/saat paling akhir suatu peristiwa
dapat terjadi dan tidak mungkin terjadi sesudahnya. Manfaat ditetapkannya LET adalah untuk
mengetahui saat paling akhir atau paling lambat untuk memulai melaksanakan kegiatan yang
berasal dari peristiwa (event) yang bersangkutan. Gambar Network planning dapat dilihat
pada lampiran.

LAPORAN TUGAS AKHIR 396


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VII  RENCANA ANGGARAN BIAYA 

Keterangan Network Planning:

b d
a
c e

a = urutan kegiatan
b = waktu kegiatan paling cepat
c = waktu kegiatan paling lambat
d = simbol kegiatan
e = waktu kegiatan
= lintasan kritis
= dummy

LAPORAN TUGAS AKHIR 397


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
 BAB VIII  PENUTUP 

BAB VIII
PENUTUP

8.1 Kesimpulan
a. Debit banjir rencana ditentukan dengan beberapa metode. Namun metode yang dipilih
adalah Metode Hidrograf Satuan Sentetik (HSS) Gama I atas pertimbangan efesiensi dan
ketidakpastian besarnya debit banjir. Dari hasil perhitungan debit rencana didapat sebesar
123,00 m3/dtk dengan periode ulang 50 tahun.
b. Hasil flood routing dapat diketahui ketinggian limpasan maksimum (outflow) di atas
mercu dan debit outflow sebesar 54,58 m3/dtk.
c. Direncanakan pembangunan Embung Tambakboyo untuk kebutuhan pariwisata sehingga
volume air pada ketinggian + 144 m dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan
pariwisata, selebihnya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan air baku yang volumenya
sebesar 82.000 m³.
d. Urugan tanah untuk mendukung beban dari tubuh embung diambil dari tanah disekitar
Embung Tambakboyo.
e. Untuk melindungi agar tubuh embung terjaga terhadap naik turunnya permukaan air, maka
pada lereng hulu bendungan dipasang batuan yang tahan terhadap pelapukan (rip-rap).

8.2 Saran
Agar Embung Tambakboyo berfungsi sesuai dengan yang diharapkan, maka hal yang harus
diperhatikan adalah Eksploitasi dan pemeliharaan harus dilakukan secara continue.

LAPORAN TUGAS AKHIR 398


Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY

Anda mungkin juga menyukai