Anda di halaman 1dari 104

TUGAS

PROJECT WORK (PW)


PERENCANAAN BANGUNAN SALURAN JARINGAN IRIGASI
SKEMA JARINGAN
WAY METEN KABUPATEN BURU

Disusun Oleh :

NAMA
NIM
PROG. STUDY

: NINGRUM
: 25113081
: BANGUNAN AIR

POLITEKNIK NEGERI AMBON


JURUSAN TEKNIK SIPIL
2016

Disetujui
Dosen Pembimbing PW

LEMBARAN PENGESAHAN

TUGAS PROJECT WORK (PW)


PERENCANAAN BANGUNAN SALURAN
Ir. O . A . TOREH, ST
NIP 19581021 198903 1 001

JARINGAN IRIGASI
WAY METEN KABUPATEN BURU

Oleh :
Nama
: NINGRUM
Nim
: 25113081
Prog. Study : Kosentrasi Bangunan Air

Mengetahui
Ketua Jurusan Teknik Sipil

LEONORA LEUHERY ,ST .MT


NIP 19700418 199403 2 001
2

Disetujui
Dosen Pembimbing PW

LEMBARAN PENILAIN PROJECT


WORK

Ir. O . A . TOREH, ST
NIP 19581021 198903 1 001

Nama
: NINGRUM
Nim
: 25113081
Prog. Study : Teknik Sipil
Telah diperiksa dan setujui laporan project work terhadap mahasiswa :
Dan kepada mahasiswa tersebut diberikan nilai :

TL

Ambon, Juli 2016


Mengetahui
Ketua Jurusan Teknik Sipil

LEONORA LEUHERY ,ST .MT


NIP 19700418 199403 2 001
3

LEMBARAN
TUGAS

ASISTENSI
Disahkan
Dosen Pembimbing PW

PROJECT WORK

Ir. O . A . TOREH, ST
NIP 19581021 198903 1 001

Nama
: NINGRUM
Nim
: 25113081
Prog. Study : Teknik Sipil

No

Tanggal
Asistensi

Uraian Asistensi

Paraf

KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena oleh kasih karunia

serta bimbinganNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas Project Work ini dengan baik sesuai dengan yang diharapkan
Dalam penulisan ini penulis mengalami banyak kendala dan kesulitan
dalam proses penyusunan, tetapi semuanya itu dapat teratasi sehingga tak lupa
penulis mengucapkan terimah kasih

kepada semua pihak yang telah rela

membantu penulis dalam penulisan tugas Project Work ini.


Penulisan tugas Project Work ini, penulis menyadari bahwa masih jauh
dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan berbagai masukan
berupa kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan tugas
Project Work ini. Penulis Harapkan semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan sebagai bahan referensi. Akhirnya penulis mengucapkan Terima
kasih
Ambon, Juli 2016
Penulis

DAFTAR ISI

COVER.....................................................................................................................i
LEMBARAN PENGESAHAN...............................................................................ii
LEMBARAN PENILAIN PROJECT WORK.......................................................iii
LEMBARAN ASISTENSI TUGAS PROJECT WORK........................................iv
KATA PENGANTAR...............................................................................................v
DAFTAR ISI...........................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
I.1
I.2
I.3
I.4
I.5

Latar Belakang..........................................................................................1
Rumusan Masalah.....................................................................................2
Tujuan Penulisan.......................................................................................2
Ruang Lingkup..........................................................................................2
Sistematika Penulisan................................................................................2

BAB II LANDASAN TEORI..................................................................................4


II.1
II.2

Pengertian Irigasi.......................................................................................4
Jenis-Jenis Irigasi......................................................................................4

II.2.1
II.2.2
II.2.3
II.2.4
II.3

Klasifikasi Jaringan Irigasi........................................................................5

II.3.1
II.3.2
II.3.3
II.4

Irigasi gravitasi (Gravitational Irrigation)..........................................5


Irigasi bawah tanah (Sub Surface Irrigation).....................................5
Irigasi siraman (Sprinkler Irrigation).................................................5
Irigasi tetesan (Trickler Irrigation).....................................................5

Jaringan irigasi sederhana..................................................................8


Jaringan irigasi semi teknis................................................................8
Jaringan irigasi teknis.........................................................................9

Jenis jenis Bangunan Irigasi.................................................................12

II.4.1
II.4.2
II.4.3
II.4.4
II.4.5
II.4.6

Bangunan utama...............................................................................12
Bangunan pembawa.........................................................................14
Bangunan Terjun..............................................................................15
Bangunan bagi dan sadap.................................................................15
Bangunan pengatur dan pengukur....................................................15
Bangunan Pembuang dan Penguras.................................................19
6

II.4.7
II.5

Perencanaan Saluran................................................................................20

II.5.1.
II.6
II.7

Bangunan Pelengkap........................................................................19

Standar Perencanaan........................................................................20

Menentukan Elevasi Tinggi Muka Air Di Bangunan..............................31


Uraian Profil Pulau Buru........................................................................33

II.7.1
II.7.2

Latar Belakang Irigasi Maluku........................................................33


Uraian Profil Pulau Buru..................................................................34

BAB III PEMBAHASAN......................................................................................37


III.1
III.2
III.3
III.4

Perhitungan Dimensi Saluran Tersier......................................................37


Perhitungan Dimensi Saluran Sekunder..................................................52
Perhitungan Saluran Primer.....................................................................57
Perhitungan Tinggi Muka Air..................................................................60

BAB IV PENUTUP...............................................................................................62
IV.1. Kesimpulan..............................................................................................62
IV.2. Saran........................................................................................................62
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................64

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang
pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah
tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Irigasi dimaksudkan untuk mendukung
produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka
ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani yang
diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.
Tujuan irigasi adalah mengalirkan air secara teratur sesuai kebutuhan
tanaman pada saat persedian air tanah tidak mencukupi untuk mendukung
pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman bisa tumbuh secara normal. Pemberian
air irigasi yang efisien selain dipengaruhi oleh tata cara aplikasi, juga ditentukan
oleh kebutuhan air guna mencapai kondisi air tersedia yang dibutuhkan tanaman.
Pembangunan saluran irigasi sangat diperlukan untuk menunjang
penyediaan bahan pangan, sehingga ketersediaan air di daerah irigasi akan
terpenuhi walaupun daerah irigasi tersebut berada jauh dari sumber air permukaan
(sungai). Hal tersebut tidak terlepas dari usaha teknik irigasi yaitu memberikan air
dengan kondisi tepat mutu, tepat ruang dan tepat waktu dengan cara yang efektif
dan ekonomis.
Dalam memenuhi kebutuhan air pada sektor pertanian dengan sistem irigasi,
memang banyak permasalahan yang muncul. Salah satu persoalan utama yang
terjadi dalam penyediaan air irigasi adalah semakin langkanya ketersediaan air
pada waktu-waktu tertentu. Pada sisi lain permintaan air untuk berbagai
kebutuhan cenderung semakin meningkat sebagai akibat peningkatan jumlah
penduduk, beragamnya pemanfaatan air, berkembangnya pembangunan, serta
kecenderungan menurunnya kualitas air akibat pencemaran.
Diharapkan juga bahwa dengan adanya bangunan Bendung Sungai Ular ini
kebutuhan air irigasi di saat musim kemarau dapat tetap terpenuhi. Oleh karena itu
diperlukan suatu cara untuk mengatur cara pemberian air dan sistem pola tanam

yang lebih optimal yaitu dengan menganalisa efisiensi dan optimalisasi pola
tanam serta analisis kebutuhan air.

I.2 Rumusan Masalah


Bertolak dari penulisan dan Latar Belakang maka akan banyak timbul
permasalahan dalam perencanaan saluran Irigasi.
a) Kebutuhan air tiap saluran berbeda-beda hal ini tergantung dimensi, elevasi
petak sawah dan saluran serta kapasitas bangunan irigasi tersebut.
b) Bagaimana mengatur debit air tersebut agar dapat dialirkan guna kebutuhan
pertumbuhan tanaman

I.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan Project Work ini adalah
sebagai berikut:
-

Dapat mengetahui kondisi dan keadaan sistem irigasi.


Agar dapat memahami dan mengerti akan maksud dan tujuan dari sistem

irigasi.
Menghitung dimensi tiap saluran baik itu tersier,sekunder dan primer
Memberikan gambaran untuk Memenuhi dan menjaga tiap debit(Q) kapasitas
kebutuhan air tiap jaringan irigasi agar dapat dimanfaatkan tiap waktu tanpa
berpengaruh pada perbedaan musim

I.4 Ruang Lingkup


Penulisan ini dilakukan dengan mengambil beberapa batasan sebagai
berikut:
-

menghitung dimensi saluran yang diperlukan untuk mengairi sawah.


menghitung tinggi muka air dalam saluran

I.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan secara keseluruhan pada penulisan ini terdiri dari 4
bab, yang mana uraian masing masing bab adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penulisan, ruang lingkup
Bab II Tinjauan Pustaka

dan sistematika penulisan


Bab ini mencakup segala hal yang dapat
dijadikan sebagai dasar pengambilan tema
penulisan, penentuan langkah pelaksanaan
dan metode penganalisaan yang diambil dari
beberapa pustaka yang ada yang memiliki

tema sesuai dengan tema penulisan ini.


Bab III Analisis dan Pembahasan Pada bab ini disajikan perhitungan dimensi
saluran tersier, sekunder, primer dan tinggi
Bab IV Kesimpulan dan Saran

muka air.
Pada bab ini disampaikan kesimpulan
penulisan dan saran untuk penerapan hasil
penulisan di lapangan.

BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Pengertian Irigasi
Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang
pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawahtanah,
irigasi pompa dan irigasi rawa. Semua proses kehidupan dan kejadian di dalam
tanah yang merupakan tempat media pertumbuhan tanaman hanya dapat terjadi
apabila ada air, baik bertindak sebagai pelaku (subjek) atau air sebagai media
(objek). Proses-proses utama yang menciptakan kesuburan tanah atau sebaliknya
yang mendorong degradasi tanah hanya dapat berlangsung apabila terdapat
kehadiran air. Oleh karena itu, tepat kalau dikatakan air merupakan sumber
kehidupan.
Irigasi berarti mengalirkan air secara buatan dari sumber air yang tersedia
kepada sebidang lahan untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Dengan demikian
tujuan irigasi adalah mengalirkan air secara teratur sesuai kebutuhan tanaman
pada saat persediaan lengas tanah tidak mencukupi untuk mendukung
pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman bisa tumbuh secara normal. Pemberian
air irigasi yang efisien selain dipengaruhi oleh tatacara aplikasi, juga ditentukan
oleh kebutuhan air guna mencapai kondisi air tersedia yang dibutuhkan tanaman.

II.2

Jenis-Jenis Irigasi
Seperti yang telah dijelaskan diatas irigasi adalah suatu tindakan

memindahkan air dari sumbernya ke lahan-lahan pertanian, adapun pemberiannya


dapat dilakukan secara gravitasi atau dengan bantuan pompa air. Pada prakteknya
ada 4 jenis irigasi ditinjau dari cara pemberian airnya :
a
b
c
d

Irigasi gravitasi (Gravitational Irrigation)


Irigasi bawah tanah (Sub Surface Irrigation)
Irigasi siraman (Sprinkler Irrigation)
Irigasi tetesan (Trickler Irrigation)

Irigasi gravitasi (Gravitational Irrigation)


Irigasi gravitasi adalah irigasi yang memanfaatkan gaya tarik gravitasi

untuk mengalirkan air dari sumber ke tempat yang membutuhkan, pada umumnya
irigasi ini banyak digunakan di Indonesia, dan dapat dibagi menjadi: irigasi
genangan liar, irigasi genangan dari saluran, irigasi alur dan gelombang.
2

Irigasi bawah tanah (Sub Surface Irrigation)


Irigasi bawah tanah adalah irigasi yang menyuplai air langsung ke daerah

akar tanaman yang membutuhkannya melalui aliran air tanah. Dengan demikian
tanaman yang diberi air lewat permukaan tetapi dari bawah permukaan dengan
mengatur muka air tanah.
3

Irigasi siraman (Sprinkler Irrigation)


Irigasi siraman adalah irigasi yang dilakukan dengan cara meniru air hujan

dimana penyiramannya dilakukan dengan cara pengaliran air lewat pipa dengan
tekanan (4 6 Atm) sehingga dapat membasahi areal yang cukup luas. Pemberian
air dengan cara ini dapat menghemat dalam segi pengelolaan tanah karena dengan
pengairan ini tidak diperlukan permukaan tanah yang rata, juga dengan pengairan
ini dapat mengurangi kehilangan air disaluran karena air dikirim melalui saluran
tertutup.
4

Irigasi tetesan (Trickler Irrigation)


Irigasi tetesan adalah irigasi yang prinsipnya mirip dengan irigasi siraman

tetapi pipa tersiernya dibuat melalui jalur pohon dan tekanannya lebih kecil karena
hanya menetes saja. Keuntungan sistem ini yaitu tidak ada aliran permukaan.

II.3

Klasifikasi Jaringan Irigasi


Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yangdiperlukan

untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan,pembagian,


5

pemberian dan penggunaannya.Secara hirarki jaringan irigasi dibagi menjadi


jaringan utama dan jaringantersier.Jaringan utama meliputi bangunan, saluran
primer dan saluran sekunder.Sedangkan jaringan tersier terdiri dari bangunan dan
saluran yang berada dalam petak tersier. Suatu kesatuan wilayah yang
mendapatkan air dari suatu jariganirigasi disebut dengan Daerah Irigasi.
Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran aliran air dan lengkapnya
fasilitas, jaringan irigasi dapat dibedakan kedalam tiga jenis yaitu:
1. Irigasi sederhana (Non Teknis)
2. Irigasi semi teknis
3. Irigasi teknis
Dalam suatu jaringan irigasi yang dapat dibedakan adanya empat unsur
Fungsional pokok yaitu:
1. Bangunan-bangunan utama (headworks) dimana air diambil dari
sumbernya, umumnya sungai atau waduk.
2. Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petakpetak tersier.
3. Petak-petak tersier

dengan

sistem

pembagian

air

dan

sistem

pembuangan kolektif, air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan ke sawahsawah dan kelebihan air ditampung di dalam suatu system pembuangan
di dalam petak tersier.
4. Sistem pembuangan yang ada di luar daerah irigasi untuk membuang
kelebihan air lebih ke sungai atau saluran-saluran alamiah.
Tabel 2.1 Klasifikasi Jaringan Irigasi

Klasifikasi Jaringan Irigasi

Bangunan
Utama

Teknis

Semi Teknis

Sederhana

Bangunan
permanen

Bangunan
permanen atau

Bangunan
sederhana

semi
6

permanen

Kemampuan
bangunan dalam
mengukur dan
mengatur debit

Jaringan saluran

Baik

Saluran irigasi
dan pembuang
terpisah

Sedang

Saluran
irigasi dan
pembuang tidak
sepenuhnya
terpisah
Belum
dikembangkan

Petak tersier

Dikembangkan
seluruhnya

atau
densitas
bangunan
tesier jarang

Efesiensi secara

Jelek

Saluran irigasi
dan pembuang
jadi satu

Belum ada
jaringan
terpisah yang
dikembangkan

50 60 %

4050 %

< 40 %

Tak ada batasan

Sampai 2000 ha

< 500 ha

keseluruhan

Ukuran

(Standar Perencanaan Irigasi KP-01, Dept. PU Dirjen Pengairan, 1986)

Gambar 2.1 Sket Jaringan Irigasi


Keterangan :
BBS= Bangunan Bagi Sekunder
STS= Saluran Tersier

II.3.1 Jaringan irigasi sederhana


Jaringan irigasi sederhana mudah diorganisasikan karena menyangkut
pemakai air dari latar belakang sosial yang sama. Namun jaringan ini masih
memiliki beberapa kelemahan antara lain,
-

terjadi pemborosan air karena banyak air yang terbuang,


air yang terbuang tidak selalu mencapai lahan di sebelah bawah yang lebih

subur, dan
bangunan penyadap bersifat sementara, sehingga tidak mampu bertahan lama.

Gambar 2.1 memberikan ilustrasi jaringan irigasi sederhana.


Gambar 2.1 Skema contoh jaringan irigasi sederhana
Sumber : Kritetia Perencanaan Irigasi KP 01
II.3.2 Jaringan irigasi semi teknis
Memiliki

bangunan

sadap

yang

permanen

ataupun

semi

permanen.Bangunan sadap pada umumnya sudah dilengkapi dengan bangunan


pengambil dan pengukur. Jaringan saluran sudah terdapat beberapa bangunan
permanen, namun system pembagiannya belum sepenuhnya mampu mengatur dan
mengukur. Karena belum mampu mengatur dan mengukur dengan baik, system
pengorganisasian bias anya lebih rumit.

Gambar 2..2

memberikan ilustrasi jaringan irigasi semi teknis sebagai bentuk

Gambar 2.2.

pengembangan dari jaringan irigasi sederhana.


Skematis contoh jaringan irigasi teknis.

Sumber : Kritetia Perencanaan Irigasi KP 01

II.3.3 Jaringan irigasi teknis


Mempunyai bangunan sadap yang permanen. Bangunan sadap serta
bangunan bagi mampu mengatur dan mengukur. Disamping itu terdapat
pemisahan antara saluran pemberi dan pembuang. Pengaturan dan pengukuran
dilakukan dari bangunan penyadap sampai ke petak tersier. Untuk memudahkan
sistem pelayanan irigasi kepada lahan pertanian, disusun suatu organisasi petak
yang terdiri dari petak primer, petak sekunder, petak tersier, petak kuarter dan
petak sawah sebagai satuan terkecil.

Gambar 2.3

memberikan ilustrasi jaringan irigasi teknis sebagai


pengembangan dari jaringan irigasi semi teknis.

Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis.


Sebuah petak tersier terdiri dari sejumlah sawah dengan luas keseluruhan yang
umumnya berkisar antara 50 100 ha, kadang - kadang sampai 150 ha.
10

Petak tersier menerima air di suatu tempat dalam jumlah yang sudah
diukur dari suatu jaringan pembawa yang diatur oleh Dinas Pengairan. Untuk
memudahkan sistem pelayanan irigasi kepada lahan pertanian, disusun suatu
organisasi petak yang terdiri dari petak primer, petak sekunder, petak tersier, petak
kuarter dan petak sawah sebagai satuan terkecil
1) Petak Tersier
Perencanaan dasar yang berkenaan dengan unit tanah adalah petak
tersier.Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan
sadap (off take) tersier yang menjadi tanggung jawab Dinas Pengairan.Bangunan
sadap tersier mengalirkan airnya ke saluran tersier.Di petak tersier pembagian air,
eksploitasi dan pemeliharaan menjadi tanggung jawab para petani yang
bersangkutan, di bawah bimbingan pemerintah.Ini juga menentukan ukuran petak
tersier. Petak yang kelewat besar akan mengakibatkan pembagian air menjadi
tidak efisien.
Faktor-faktor penting lainnya adalah jumlah petani dalam satu petak, jenis
tanaman dan topografi.Di daerah-daerah yang ditanami padi luas petak tersier
idealnya maksimum 50 ha, tapi dalam keadaan tertentu dapat ditolelir sampai
seluas 75 ha, disesuaikan dengan kondisi topografi dan kemudahan eksploitasi
dengan tujuan agar pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan lebih mudah.Petak
tersier harus mempunyai batas-batas yang jelas seperti misalnya parit, jalan, batas
desa dan batas perubahan bentuk medan (terrain fault). Petak tersier dibagi
menjadi petak-petak kuarter, masing- masing seluas kurang lebih 8 - 15 ha.
Petak tersier harus terletak langsung berbatasan dengan saluran sekunder
atau saluran primer. Perkecualian: kalau petak-petak tersier tidak secara langsung
terletak di sepanjang jaringan saluran irigasi utama yang dengan demikian,
memerlukan saluran tersier yang membatasi petak-petak tersier lainnya, hal ini
harus dihindari.Panjang saluran tersier sebaiknya kurang dari 1.500 m, tetapi
dalam kenyataan kadang-kadang panjang saluran ini mencapai 2.500 m. Panjang
saluran kuarter lebih baik di bawah 500m, tetapi prakteknya kadang-kadang
sampai 800 m.

11

2) Petak sekunder
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya
dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari
bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak
sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda topografi yang jelas, misalnya
saluran pembuang. Luas petak sekunder bias berbeda-beda, tergantung pada
situasi daerah.
Saluran sekunder sering terletak di punggung medan mengairi kedua sisi
saluran hingga saluran pembuang yang membatasinya. Saluran sekunder boleh
juga direncana sebagai saluran garis tinggi yang mengairi lerenglereng medan
yang lebih rendah saja.
3) Petak primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder, yang mengambil air
langsung dari saluran primer.Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang
mengambil airnya langsung dari sumber air, biasanya sungai.Proyek-proyek
irigasi tertentu mempunyai dua saluran primer.Ini menghasilkan dua petak primer
Daerah di sepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan
mudah dengan cara menyadap air dari saluran sekunder. Apabila saluran primer
melewati sepanjang garis tinggi, daerah saluran primer yang berdekatan harus
dilayani langsung dari saluran primer.

12

II.4

Jenis jenis Bangunan Irigasi

II.4.1 Bangunan utama


Bangunan utama dapat didefinisikan sebagai kompleks bangunan yang
direncanakan di sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam
jaringan saluran agar dapat dipakai untuk keperluan irigasi. Bangunan utama bisa
mengurangi kandungan sedimen yang berlebihan serta mengukur banyaknya air
yang masuk.
Bangunan terdiri dari bangunan-bangunan pengelak dengan peredam
energi, satu atau dua pengambilan utama, pintu bilas, kolam olak, dan kantong
lumpur, tanggul banjir pekerjaan sungai dan bangunan-bangunan pelengkap.
Bangunan utama dapat diklasifikasi ke dalam sejumlah kategori,
bergantung kepada perencanaannya. Berikut ini akan dijelaskan beberapa
kategori, antara lain:
a. Bendung atau bendung gerak
Bendung (weir) atau bendung gerak (barrage) dipakai untuk meninggikan
muka air di sungai sampai pada ketinggian yang diperlukan agar air dapat
dialirkan ke saluran irigasi dan petak tersier. Ketinggian itu akan menentukan
luas daerah yang di airi (command area). Bendung gerak adalah bangunan
yang dilengkapi pintu yang dapat dibuka untuk mengalirkan air pada waktu
terjadi banjir besar dan ditutup apabila air kecil. Di Indonesia, bendung adalah
bangunan yang paling umum dipakai untuk membelokkan air sungai untuk
keperluan irigasi.
b. Pengambilan bebas
Pengambilan bebas adalah bangunan yang dibuat ditepi sungai yang
mengalirkan air sungai ke dalam jaringan irigasi tanpa mengatur tinggi muka
air sungai. Dalam keadaan demikian, jelas bahwa muka air disungai harus
lebih tinggi dari daerah yang diairi dan jumlah air yang dibelokkan harus
dapat dijamin cukup.
c. Pengambilan dari wadu
Waduk (reservoir) digunakan untuk menampung air irigasi pada waktu terjadi
surplus air disungai agar dapat dipakai sewaktu-waktu terjadi kekurangan air.
Jadi, fungsi utama waduk adalah untuk mengatur aliran sungai. Waduk yang
berukuran besar sering mempunyai banyak fungsi seperti untuk keperluan
13

irigasi, tenaga air pembangkit listrik, pengendali banjir, perikanan dan


sebagainya. Waduk yang berukuran kecil dipakai untuk irigasi saja.
d. Stasiun pompa
Irigasi dengan pompa bias dipertimbangkan apabila pengambilan secara
gravitasi ternyata tidak layak dilihat dari segi teknis maupun ekonomis. Pada
mulanya irigasi pompa hanya memerlukan modal kecil, tetapi biaya
eksploitasnya mahal.

II.4.2 Bangunan pembawa


Bangunan pernbawa mempunyai fungsi membawa / mengalirkan air dari
sumbernya menuju petak irigasi. Bangunan pembawa meliputi saluran primer,
saluran sekunder, saluran tersier dan saluran kwarter. Termasuk dalam bangunan
pembawa adalah talang, gorong-gorong, siphon, dan got miring. Saluran primer
biasanya dinamakan sesuai dengan daerah irigasi yang dilayaninya.
A. Talang
Bangunan mengalirkan air meintasi lembah dengan dasar saluran tidak terletak
di atas permukaan tanah dan dengan aliran bersifat bebas.
B. Gorong-gorong
Gorong gorong merupakan bangunan pelintasan yang dilewati saluran
irigasi. Saluran pembawa ini melintasi bangunan lain ( jalan , saluran alam )
dengan aliran bersifat bebas.
C. SiphoN
Bangunan silang berupa saluran tertutup

yang mengalirkan air di bawah

bangunan lain ( missal jalan atau saluran maupun sungai ) dengan sifat aliran air
tertekan.

14

D. Bangunan got miring


Jika suatu saluran pasangan mempunyai kemiringan cukup besar . Apabila
potongan memanjang medan mempunyai kemiringan melebihi yang diperlukan
oleh dasar saluran . Sedang kalau dibangun bangunan terjun memerlukan
beberapa buah bangunan , maka dibuat bangunan got miring yang mempunyai
fungsi seperti bangunan terjun.

II.4.3 Bangunan Terjun


Bangunan tejun atau got miring diperlukan jika kemiringan permukaan
tanah lebih curam daripada kemiringan maksimum saluran yang diizinkan.
Bangunan semacam ini mempunyai empat bagian fungsional, masing-masing
memiliki sifat-sifat perencanaan yang khas.
1.
2.
3.
4.

Bagian hulu pengontrol, yaitu bagian di mana aliran menjadi superkritis


Bagian dimana air dialirkan ke elevasi yang lebih rendah.
Bagian tepat di sebelah hilir, yaitu tempat dimana energy diredam
Bagian peralihan aluran memerlukan lindungan untuk mencegah erosi

II.4.4 Bangunan bagi dan sadap


1. Bangunan bagi terletak disaluran primer dan sekunder pada suatu titik
cabang dan berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran atau lebih.
2. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder
ke saluran tersier penerima
3. Bangunan bagi dan sadap digabungkan menjadi satu rangkaian bangunan
4. Boks-boks bagi disaluran tersier membagi aliran untuk dua saluran atau
lebih (tersier, subtersier, kuarter)

II.4.5 Bangunan pengatur dan pengukur


Agar pemberian air irigasi sesuai dengan yang direncanakan, perlu
dilakukan pengaturan dan pengukuran aliran di bangunan sadap (awal saluran
primer), cabang saluran jaringan primer serta bangunan sadap primer dan
15

sekunder. Bangunan pengatur muka air dimaksudkan untuk dapat mengatur muka
air sampai batas-batas yang diperlukan untuk dapat memberikan debit yang
konstan dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Sedangkan bangunan pengukur
dimaksudkan untuk dapat memberi informasi mengenai besar aliran yang
dialirkan. Kadangkala, bangunan pengukur dapat juga berfungsi sebagai bangunan
pengatur. Peralatan ukur dapat dibedakan menjadi alat ukur aliran-atas bebas (free
overflow) dan alat ukur aliran bawah (underflow). Beberapa dari alat pengukur
dapat juga dipakai untuk mengatur aliran air. Parameter dalam menentukan
pemilihan alat ukur debit adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kecocokan bangunan untuk keperluan pengukuran debit


Ketelitian pengukuran di lapangan
Bangunan yang kokoh, sederhana dan ekonomis
Rumus debit sederhana dan teliti
Eksploitasi dan pembacaan mudah
Pemeliharaan mudah dan murah
Cocok dengan kondisi setempat dan dapat diterima oleh para petani
Tabel 2.2
Beberapa jenis alat ukur debit

No

Tipe Alat Ukur

Mengukur
Dengan Aliran

Kemampuan
Mengatur

Ambang Lebar

Atas

Tidak

Parshall

Atas

Tidak

Cipoleti

Atas

Tidak

Romijin

Atas

Ya

Crump de Gruyter

Bawah

Ya

Pipa Sederhana

Bawah

Ya
16

ConstantHead Orifice

Bawah

Ya

(Standar Perencanaan Irigasi KP-01, Dept. PU Dirjen Pengairan, 1986)

Peralatan diatas dianjurkan pemakaiannya:


-

Di hulu saluran primer, untuk aliran besar alat ambang lebar dipakai untuk

pengukuran dan pintu sorong atau radial untuk mengaturnya.


-

Di bangunan bagi/bangunan sadap sekunder, pintu Romijn dan pintu Crump


de Gruyter dipakai untuk mengukur dan mengatur airan. Bila debit besar ,
maka alat ukur ambang lebar dengan pintu sorong atau radial bi as dipakai

seperti saluran primer.


Bangunan sadap tersier, untuk mengatur dan mengukur aliran dipakai alat
ukur Romijn atau jika fluktuasi di saluran besar dapat dipakai alat ukur Crump

de Gruyter. Di petak
petak tersier kecil di sepanjang saluran primer dengan tinggi muka air yang
bervariasi, dapat dipertimbangkan untuk memakai bangunan sadap pipa
sederhana.

a. Alat Ukur Romiyn


Alat ukur ambang lebar yang bisa digerakkan (naik/turun) untuk mengatur dan
mengukur debit di dalam jaringan saluran irigasi. Terbuat dari pelat baja dan
dipasang diatas pintu sorong. Alat ukur Romiyn ini digunakan di depan bangunan
intake saluran. Dilihat dari segi hidrolis, pintu Romiyn dengan mercu horizontal
dan peralihan penyempitan lingkaran tunggal adalah serupa dengan alat ukur
ambang lebar, maka persamaan antara tinggi dan debitnya adalah :
Q = 1,71 m . b . h 3/2
(2.1)
Dimana :
Q = debit (m3/det)
17

m=

Koefisien pengaliran, untuk ambang datar (L= 3 x h1, nilai m= 0,970,98.

b=
g=
h=

Bila L=h1, nilai m=0,98-1,01.


(h1 adalah tinggi energi hulu, m)
(L adalah panjang mercu, m)
lebar pintu
percepatan gravitasi,(m/det2) ( 9,8 1)
kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan ukur (m)

Kelebihan :
1. Bangunan bisa mengukur dan mengatur
2. Dapat membilas sedimen halus
3. Ketelitiannya cukup baik
Kekurangan :
1. Pembuatannya rumit dan mahal
2. Bangunan ini membutuhkan muka air yang tinggi di saluran
3. Biaya pemeliharaannya relatif mahal

b. Pintu Sorong
Pintu sorong merupakan pintu air dengan pengaliran bawah.

Gambar 2.6

Aliran di Bawah Pintu Sorong dengan Dasar Horizontal

Persamaan debit yang dipakai untuk pintu sorong :


Q = . a . b ( 2 . g . z )
Dimana :
Q = debit, m3/det
= koefisien debit ( 0,60)

(2.2)

18

a = bukaan pintu, m
b = lebar pintu, m
g = gravitasi (m) (+9,81)
z = diambil 0,1 m
Keuntungan :
1. Tinggi muka air di hulu dapat dikontrol dengan cepat
2. Pintu bilas kuat dan sederhana
Kelemahan :
1. Benda - benda hanyut dapat tersangkut di pintu
2. Kecepatan aliran dan muka air dihulu dapat dikontrol dengan baik jika aliran
moduler.

II.4.6 Bangunan Pembuang dan Penguras


Gorong-gorong adalah bangunan pembuang silang yang paling umum
digunakan sebagai lindungan-luar. Siphon dipakai jika saluran irigasi kecil
melintas saluran pembuang yang besar. Dalam hal ini, biasanya lebih aman dan
ekonomis untuk membawa air irigasi dengan siphon lewat dibawah saluran
pembuag tersebut. Bangunan penguras, biasanya dengan pintu yang dioperasikan
dengan tangan, dipakai untuk mengosongkan seluruh ruas saluran bila diperlukan.
Untuk mengurangi tingginya biaya, bangunan ini dapat digabung dengan
bangunan pelimpah.

II.4.7 Bangunan Pelengkap


Sebagaimana namanya, bangunan pelengkap berfungsi sebagai pelengkap
bangunan-bangunan irigasi yang telah disebutkan sebelumnya. Bangunan
pelengkap berfungsi sebagai untuk memperlancar para petugas dalam eksploitasi
dan pemeliharaan. Bangunan pelengkap dapat juga dimanfaatkan untuk pelayanan
umum. Jenis-jenis bangunan pelengkap antara lain jalan inspeksi, tanggul,
jernbatan penyebrangan, tangga mandi manusia, sarana mandi hewan, serta
bangunan lainnya
19

II.5

Perencanaan Saluran
Di dalam perencanaan saluran-saluran irigasi, akan dijumpai perhitungan

dimensi dan kemiringan dasar saluran dengan cara pendekatan-pendekatan.


Tujuannya adalah untuk mendapatkan bentuk saluran yang stabil, murah dan
memenuhi persyaratan hidrolis. Rumus-rumus pendekatan didasarkan atas
percobaan ataupun penelitian dalam jangka waktu yang lama. Sebagai contoh,
salah satu penelitian untuk mendapatkan kecepatan aliran yang optimum, telah
dilakukan oleh Steevensz dengan rumus V = 0,45 Q0,225, dimana Q = debit aliran
dalam m3/detik (Chouw, 1992). Fortier dan Scobey juga membuat daftar
kecepatan maksimal untuk berbagai jenis tanah atau lahan dengan debit yang
direncanakan.
Ada lagi pendekatan lain, dengan membatasi kecepatan aliran tidak lebih
dari 0,75 m/detik agar rumput-rumput tidak tumbuh, atau kecepatan aliran tidak
lebih dari 0,40 m/detik agar nyamuk-nyamuk tidak berkembang (Robert Ch.,
1992). Di Indonesia pendekatan-pendekatan telah dibuat sebagai standar
perencanaan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pengairan, Kementerian
Pekerjaan Umum dalam buku Pedoman Kriteria Perencanaan Teknis Irigasi, 1980.
II.5.1. Standar Perencanaan
Standar perencanaan yang digunakan dalam merencanakan saluran irigasi
adalah standar irigasi yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pengairan
Kementerian Pekerjaan Umum, dalam buku Pedoman Kriteria Perencanaan
Teknis Irigasi, edisi Agustus 1980. Selain dari pada itu juga digunakan kriteria
dari sumber-sumber lain yang terdapat dalam literaturliteratur. Berikut ini kriteria
perencanaan untuk saluran primer, skunder, tersier dan kuarter berdasarkan buku
standar diatas.

20

a. Saluran Primer dan Sekunder


a) Bentuk Penampang
Pada prinsipnya bentuk penampang saluran direncanakan sebagai saluran
terbuka (open channel) yang berbentuk trapesium, tanpa lapisan pelindung.
Bentuk penampang melintang saluran dipilih sebagai berikut.

Untuk daerah timbunan

Untuk daerah galian

Keterangan:
B = lebar dasar saluran, m.
h = tinggi air, m.
fb = tinggi jagaan (freeboard), m.
H = tinggi total saluran, m.
m = perbandingan sudut dalam saluran
Ne = perbandingan sudut sebelah luar
Nc = perbandingan sudut sebelah dalam
Wr = lebar jalan inspeksi, m
21

W = lebar atas tanggul, m.

b) Perbandingan lebar saluran dan tinggi air (B/h)


Menurut buku Pedoman Kriteria Perencanaan Teknis Irigasi, 1980; lebar
dasar saluran minimum 30 cm. Perbandingan lebar dasar saluran dan tingi air
(B/h) sangat tergantung dari besar debit yang akan mengalir, seperti terlihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan (B/h)

Debit saluran (m3/det)

(B/h)

< 0,30

0,30 - 050

1,5

0,50 - 1,50

1,50 - 3,00

2,5

3,00 - 4,50

4,50 - 6,00

3,5

6,00 - 7,50

7,50 - 9,00

4,5

9,00 - 11,00

Sumber: Pedoman Kriteria Perencanaan Teknis Irigasi.

22

c) Kemiringan lereng atau talud (m, Nc, Ne)


Kemiringan lereng atau talud adalah perbandingan antara panjang garis
vertikal yang melalui puncak saluran dan panjang garis horizontal yang melalui
tumit saluran. Kemiringan lereng atau talud juga tergantung dari jenis bahan atau
material saluran yang digunakan. Dalam hal ini besar kohesi tanah c dan sudut
geser dalam tanah () yang dapat menjaga kesetabilan lereng saluran. Tinggi
timbunan juga mempengaruhi terhadap stabilitas saluran, sehingga dalam
menentukan besar kemiringan talud perlu dievaluasi terhadap stabilitas
kelongsoran lereng. Untuk kondisi normal, standar irigasi memberikan
harga kemiringan lereng seperti pada Tabel 2

.
Bila kedalaman galian lebih dalam dari tinggi saluran, maka diperlukan
kemiringan dalam (Nc) dan kemiringan lereng luar (Ne).

23

d) Tinggi jagaan (freeboard), fb


Tinggi jagaan (freboard), fb yaitu jarak vertikal tanggul saluran dengan tinggi
muka air saat debit maksimum. Tinggi jagaan sebuah saluran, ditetapkan
berdasarkan debit saat banjir. Tinggi jagaan minimum untuk saluran menurut
standar irigasi seperti pada Tabel 5.

e) Lebar atas tanggul Wr dan lebar berm W


Bila tanggul saluran digunakan sebagai jalan inspeksi, maka lebar dan ukuran
tanggul tersebut direncanakan sebagai jalan inspeksi. Namun bila jalan inspeksi
tidak dibuat diatas tanggul, maka tanggul dibuat sama seperti pada berm, seperti
pada Tabel 6.

24

b. Perhitungan Saluran Primer dan Sekunder


a) Rumus Pengaliran
Aliran yang terjadi di dalam saluran dianggap sebagai aliran seragam
(uniformflow). Untuk menghitung kecepatan aliran dan kemiringan saluran
(gradien hidrolis), dipakai rumus Manning.

V=

1
n

R2/3 S1/2

Dimana:
V

= kecepatan rata-rata aliran, m/det

= nilai koefisien kekasaran Manning

= jari-jari hidrolis, m

= kemiringan atau gradien hidrolis

Debit yang mengalir di dalam saluran, dapatdihitung menurut rumus kontinuitas.


Q = A.V
25

Dimana:
Q = debit air yang mengalir, m3/det.
A = luas penampang basah saluran, m2.
V = kecepatan rata-rata aliran, m/det.

b) Nilai koefisien kekasaran dasar saluran menurut Manning dan Strickler


Nilai koefisien kekasaran dasar saluran (n) menurut Manning tergantung dari
kondisi saluran. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai kekasaran tersebut,
baik untuk saluran alam maupun saluran buatan, antara lain:
1. Kekasaran permukaan saluran,
2. Ada tidaknya tanaman/tumbuhan dalam saluran,
3. Ketidakteraturan saluran,
4. Trase saluran,
5. Pengendapan dan penggerusan,
6. Hambatan di dalam saluran, misalnya adanya balokbalok, pilar jembatan
dan lain-lain.
Sedang menurut Strickler besarnya nilai kekasaran dasar saluran (Kst)
tergantung dari ukuran butiran sedimen atau ukuran butiran-butiran tanah saluran.
Dari hasil percobaan menurut Strickler, diperoleh nilai Kst adalah:

Dimana:
26

d = ukuran butir tanah saluran, mm.


g = gravitasi bumi (g = 9,81 m/det2).

Menurut standar irigasi, harga n atau Kst dilihat dari Tabel 7.

c) Kecepatan aliran di dalam saluran


Untuk saluran yang tidak dilapisi, maka perlu dibatasi kecepatan aliran, baik
kecepatan maksimum maupun minimum. Kecepatan minimum yang diijinkan,
atau kecepatan tanpa pengendapan (non settling velocity) yaitu kecepatan aliran
yang tidak menimbulkan pengendapan atau sedimentasi dan mendorong
pertumbuhan tanaman air. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya kapasitas
saluran. Sedangkan kecepatan maksimum yang diijinkan atau kecepatan tahan
erosi (non erodible velocity) adalah kecepatan rata-rata terbesar yang tidak
menimbulkan erosi pada tubuh saluran. Kecepatan minimum dan maksimum yang
diijinkan menurut standar irigasi seperti pada Tabel 8.

27

Untuk mendimensi saluran yang digunakan kecepatan standar irigasi, sejauh


hal ini masih memungkinkan dan layak. Namun jika kecepatan standar ini
menghasilkan gradien hidrolis yang tidak mungkin karena kondisi topografi yang
terlalu datar, maka dapat ditentukan kecepatan aliran yang memenuhi kecepatan
minimum dan maksimum seperti di atas. Kecepatan standar yang disarankan dapat
dilihat pada Tabel 9

d) Dimensi saluran
Saluran direncanakan sebagai saluran terbuka yang berbentuk trapesium

28

Unsur-unsur geografis dari penampang saluran yang berbentuk trapesium adalah:


A
P

= luas penampang basah, m2


= h(B + m.h)
= keliling basah, m
= B + 2h

1+m2

= jari-jari hidrolis, m
= A: P
= {h (B + m.h)} : {( B + 2h

= debit saluran, m3/det


= V.A

1+m

2 )}

Langkah-langkah untuk mendimensi saluran:


1) Bila debit rencana sudah ditetapkan, pilih nilai kekasaran Manning (n),
perbandingan (B/h), talud (m) dan kecepatan standar, lihat Tabel 7, Tabel 1,
Tabel 2 dan Tabel 9.
2) Menghitung luas penampang basah, A. Dari rumus Q = V.A, maka:

A=

Q Rencana
V Standar

3) Dari hubungan (B/h) seperti pada Tabel 1 dan luas penampang basah A = h(B
+ m.h), maka tinggi air (h) dapat ditentukan dan dilihat pula nilai lebar dasar
saluran (B).
4) Tentukan nilai lebar dasar saluran baru (Bb) yang sesuai, agar praktis. Hal ini
dilakukan karena sering didapat nilai B dalam bentuk bilangan yang tidak
bulat, sehingga susah nantinya dilaksanakan di lapangan. Dengan nilai lebar
dasar saluran baru Bb, maka dari persamaan A = h(Bb + m.h) di dapat nilai
tinggi air yang baru, hb.
29

5) Dari rumus Manning, dapat ditentukan gradient hidraulik saluran.

Dimana:
S = gradien hidrolis.
V = kecepatan aliran standar, m/det.
n = nilai koefisien kekasaran Manning.
R = jari-jari hidrolis, m.
= hb (Bb + m.hb) : (Bb + 2hb

1+m2

6) Tambahkan tinggi jagaan dari Tabel 5 yang sesusai dengan debit rencana,
maka diperoleh tinggi total saluran.
7) Untuk tujuan praktis, maka dibuat dimensidimensi standar sehingga dimensi
saluran yang direncanakan tidak terlalu banyak tipe.

c. Saluran Tersier dan Kuarter


1) Bentuk penampang saluran
Untuk saluran tersier dan kuarter, seluruhnya direncanakan sebagai saluran
terbuka (open channel) tanpa pasangan dan berbentuk trapesium.

Besaran-besaran untuk dimensi saluran tersier dan kuarter seperti pada Tabel
10 berikut.

30

Catatan: H adalah tinggi tanggul dari elevasi tanah asli (sawah) yang disyaratkan,
tidak boleh kurang dari 0,30 m, hal ini untuk menjamin terlayaninya sawah
dengan memuaskan
2) Disain hidrolis saluran
Ada beberapa perhitungan dan asusmsi sebagai berikut:
a. Rumus pengaliran dan koefisien pengaliran Untuk mendimensi saluran,
digunakan rumus pengaliran seragam (uniorm flow) dari Manning.
Q = A.V
= A.1/n . R2/3 . S1/2
Pendimensian saluran sama dengan cara mendimensi saluran primer dan
skunder. Nilai koefisien kekasaran Manning, untuk saluran tersier dan kuarter
diamnbil n = 0,025 atau Kst = 40.
b. Perhitungan dimensi saluran Untuk keperluan praktis baik perencanaan
maupun pekaksanaan, maka dibuat 5 (lima) tipe saluran seperti pada Tabel 11.
Dalam memilih tipe saluran tersier dan kuarter yang layak, maka

perlu

diperhatikan kecepatan pengaliran yang menyebabkan pengendapan maupun


erosi. Untuk itu ditetapkan besarnya kecepatan standar, kecepatan minimum
dan kecepatan maksimum seperti pada Tabel 12.

31

Langkah-langkah untuk mendimensi saluran:


1. Bila debit rencana sudah diketahui, pilih kecepatan standar seperti pada Tabel
12, kemudian hitung A = Q/V.
2. Karena perbandingan (B/h) = 1 dan talud m = 1, maka A= h (B +mh) = 2 h2,
sehingga h = A/2 .
3. Pilih tipe saluran yang sesuai dari Tabel 11.
4. Hitung gradien hidrolis, dari rumus:
S = n2 . V2 / R4/3
Dimana:
n = 0,25.
V = kecepatan aliran standar, Tabel 12.
R = jari-jari hidrolis.
S = gradien hidrolis.

II.6

Menentukan Elevasi Tinggi Muka Air Di Bangunan.


Tinggi muka air yang diperlukan dalam jaringan utama di dasarkan pada

tinggi muka air diperlihatkan di sawah-sawah yang diairi air prosedurnya sebagai
berikut :

32

Hitung tinggi muka air di bangunan sadap tersier.


Hitung kehilangan disaluran kuarter dan tersier serta bangunan,
dijumlahkan menjadi tinggi muka disawah yang diperlukan dalam

petak tersier.
Tentukan kehilangan tinggi energy dibangunan sadap tersier dan
persediaan untuk variasi air akibat eksploitas jaringan utama.

Gambar. Perbandingan Tingi Muka Air Disaluran


Elevasi muka air yang diperlukan di saluran primer/sekunder di hulu bangunan
sadap tersier dapat ditentukan dengan rumus berikut:
P = A + a + b + m c + d + n + e + f + g + h + z
Dimana :
P
: muka air yang dibutuhkan disaluran sekunder/induk
A
: elevasi sawah tertinggi.
a
: lapisan air sawah (10-15).
b
: HTT pada saluran kuarter sampai sawah 5 cm.
c
: HTT di box kuarter 5cm/box.
d
: HTT pada bangunan pembawa disaluran irigasi = I L.
e
: HTT di box bagi tersier 10 cm
f
: HTT pada gorong-gorong 5 cm.
g
: HTT pada bangunan sadap tersier = 1/3.H (Romijn).
h : variasi muka air (0,05-0,30).
z
: HTT di bangunan petak tersier lainya.
m : jumlah box kuarter di trase tersebut.
n
: jumlah box tersier tersier di trase saluran

33

II.7

Uraian Profil Pulau Buru

II.7.1 Latar Belakang Irigasi Maluku


Luas wilayah Provinsi Maluku secara keseluruhan 581.376 Km 2, terdiri
dari luas lautan 527.191 km2 dan luas daratan 54.185 km2 atau dengan kata lain
sekitar 90 % wilayah Provinsi Maluku adalah lautan. Berdasarkan letak geografis,
wilayah Provinsi Maluku terletak antara 2o 31 9o Lintang Selatan dan 124o
136o Bujur Timur. Provinsi Maluku merupakan daerah kepulauan yang terdiri dari
1.412 pulau-pulau dan dari sejumlah pulau tersebut, terdapat beberapa pulau
yang tergolong besar seperti : Pulau Buru, Pulau Seram, Pulau Ambon, Pulau
Yamdena, Pulau Wetar, Pulau Wokam, Pulau Kobroor, Pulau Maekor, Pulau Kola
dan Pulau Trangan.
Potensi daerah irigasi di Provinsi Maluku terdapat di Pulau Buru (luas
potensi 15.512 ha, sudah dikembangkan 8.352 ha) dan Pulau Seram (luas
potensi 55.693 ha, (termasuk 30.000 ha di Dataran Tehoru dan Werinama
yang belum diinventarisir), yang baru dikembangkan 6.674 ha. Pada Tahun

34

2006 di Pulau Babar telah di laksanakan inventarisasi daerah irigasi seluas (


3.000 ha), sedangkan potensi irigasi rawa terdapat di Kepulauan Aru ( 7.000ha)`
Pulau seram dengan luas 18.625 km2 mempunyai potensi daerah irigasi
seluas ( 25.693 ha) tersebar di Dataran Pasahari ( 23.447 ha), di Dataran
Kairatu ( 1.846 ha) dan di Kawasan Karlutu ( 400 ha). Luas fungsional daerah
irigasi yang sudah dikembangkan di Pulau Seram baru mencapai 6.674 ha.
Permasalahan daerah irigasi di Indonesia sangat beragam dan hampir sama
di seluruh provinsi dan sampai saat ini penanganannya belum terlaksana secara
optimal.

II.7.2 Uraian Profil Pulau Buru


1. Letak Daerah
Daerah penelitian adalah wilayah Kabupaten Buru Selatan, Provinsi Maluku.
Secara geografis letak daerah penelitian sebelah Utara dengan Kabupaten Buru
dan Laut Seram, sebelah Selatan dengan Laut Banda, sebelah Barat berbatasan
dengan Laut Banda, dan sebelah Timur dengan Kabupaten Buru dan Selat
Manipa. Secara astronomis daerah penelitian terletak antara 2o3000 LS hingga
5o5000 LS dan 125o0000 BT hingga 127o0000 BT. Daerah penelitian
mencakup areal seluas 5.060,0km2, dimana penyebaran terluasnya (93,95% dari
luas kabupaten) berada pada Pulau Buru sedangkan luasan 6,05%sisanya berada
pada Pulau Ambalau.
2. Iklim
Berdasarkan peta Zone Agroklimat Provinsi Maluku (LTA-72, 1986) dan
klasifikasi iklim Oldeman (1980), maka Kabupaten Buru Selatan termasuk dalam
tiga zone Agroklimat yaitu zone I.3, III.1, dan zone III.2 dengan curah hujan
tahunan berkisar antara 18003000mm, dan memiliki 36 BB dan 23 BK (zone
C2 dan D2).
Tabel 1.1 menunjukkan kondisi iklim di Kabupaten Buru Selatan. Periode
musim hujan berlangsung selama lima bulan yakni mulai dari bulan Desember

35

sampai Maret dan Juli. Hasil analisis curah hujan menunjukkan bahwa Kabupaten
Buru Selatan memiliki curah hujan tahunan rata-rata 1226,1 mm.
Suhu udara rata-rata bulanan berkisar antara 25,9oC (bulan Juli dan Agustus)
sampai 28.3oC (bulan April). Suhu maksimum terendah terjadi pada bulan Juli
(31,1oC) dan tertinggi pada bulan Nopember(33,4oC). Sedangkan suhu minimum
terendah terjadi pada bulan Juli (22,3oC), dan tertinggi terjadi pada bulan
Desember (24,3oC).
3. Fisiografi
Fisiografi menggambarkan kenampakan bentangan permukaan lahan pada
suatu kawasan yang luas. Fisiografi daerah penelitian terbagi atas tiga kategori
yakni fisiografi dataran, fisiografi perbukitan dan fisiografi pegunungan.
Fisiografi dataran dengan lereng datar hingga bergelombang (015%)seluas
9308.9 hektar (1.8 %),fisiografi perbukitan dengan lereng landai hingga sangat
curam (3>50%)seluas 53663.3 hektar(10.6 %),fisiografi pegunungan dengan
lereng landai hingga sangat curam (3>50%)seluas 443027.8 hektar (87.6 %).
4. Kondisi Tanah
Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Buru Selatan adalah;Tanah Regosol
(Psamments) dengan kedalaman solum sedang sampai dalam, dan penggunaan
lahan yang umumnya ditemukan adalah kelapa, dan tanaman campuran. Vegetasi
khusus yang ditemukan seperti ketapang, waru dan jenis vegetasi bawah seperti
pescapreae.
Tanah Aluvial (Fluvents), dengan kedalaman solum sedang sampai dalam,
berdrainase baik hingga agak buruk dan bertekstur sedang dengan penggunaan
lahan kelapa, kebun campuran, dan ladang. Tanah Gleisol (Aquents/Aquepts),
dengan kedalaman solum sedang sampai dalam, berdrainase agak buruk hingga
sangat buruk dengan penggunaan lahan kelapa, dan ladang. Vegetasi khusus yang
ditemukan adalah sagu, dan nipah. Tanah Litosol (Lithick orthents), tanah ini
bertekstur sedang dan berdrainase baik dan memiliki kedalaman solum sangat

36

dangkal serta terdapat singkapan batuan. Vegetasi yang ditemukan adalah hutan
primer dan hutan sekunder.
Tanah Rensina (Rendolls),dengan solum dangkal sampai sedang dengan
tekstur sedang hingga halus dan berdrainase baik. Penggunaan lahan yang
ditemukan adalah tanaman campuran, hutan primer dan hutan sekunder.Tanah
Kambisol (Tropepts),dengan solum sedang sampai dalam, berdrainase baik,
dengan tekstur halus sampai agak kasar. Penggunaan lahan yang ditemukan adalah
tanaman campuran (tanaman tahunan, dan ladang) serta hutan primer dan hutan
sekunder.
Tanah Brunizem (Udalfs),dengan solum dalam hingga sangat dalam,
berdrainase baik, dengan tekstur halus. Penggunaan lahan yang ditemukan adalah
tanaman campuran dan ladang, serta hutan primer dan hutan sekunder.
Tanah Podsolik (Udults), dengan solum dalam hingga sangat dalam,
berdrainase dalam dengan tekstur halus.Vegetasi yang ditemukan adalah kebun
campuran, dan ladang serta hutan primer dan hutan sekunder.
5. Penduduk dan Angkatan Kerj
Berdasarkan data registrasi penduduk jumlah penduduk di Kabupaten Buru
Selatan sampai dengan tahun 2009 adalah sebanyak 52.949 jiwa dengan uraian
pada masing-masing kecamatan sebagai berikut:
Kecamatan Kepala Madan 9.343 jiwa yang terdiri dari 4.803 jiwa laki-laki dan
4.540 jiwa perempuan; Kecamatan Leksula sebanyak 15.863 jiwa yang terdiri dari
8.332 jiwa laki-laki dan 7.531 jiwa perempuan; Kecamatan Namrole sebanyak
8.547 jiwa yang terdiri dari 4.465 jiwa laki-laki dan 4.082 jiwa perempuan;
Kecamatan Waisama sebanyak 9.689 jiwa yang terdiri dari 5.008 jiwa laki-laki
dan 4.681 jiwa perempuan; Kecamatan Ambalau sebanyak 9.507 jiwa yang terdiri
dari 4.951 jiwa laki-laki dan 4.556 jiwa perempuan;

37

BAB III
PEMBAHASAN

38

III.1

39

40

Perhitungan Dimensi Saluran Tersier

41

42

43

44

45

46

47

48

49

50

51

52

53

54

55

56

57

58

59

60

61

62

63

64

65

66

67

68

III.2

Perhitungan Dimensi Saluran Sekunder

69

70

71

72

73

74

75

76

77

78

79

III.3

Perhitungan Saluran Primer

80

81

82

83

84

85

86

III.4

Perhitungan Tinggi Muka Air

87

88

89

90

91

BAB IV
PENUTUP
IV.1.

Kesimpulan
Dari uraian-uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut:

Air oleh manusia digunakan untuk keperluan seharihari seperti untuk


memasak dan minum, mencuci, pembersihan, irigasi, industri, sarana

transportasi dan lain-lain.


Salah satu usaha dari pemerintah untuk meningkatkan hasil-hasil pertanian

adalah pemanfaatan air untuk irigasi guna peningkatan produksi pangan.


Pada umumnya bentuk saluran irigasi (saluran primer, sekunder, tersier dan
kuarter) adalah saluran terbuka (open channel) berbentuk trapesium tanpa

lapisan pelindung (lining).


Dalam merencanakan saluran irigasi, yaitu dalam menentukan dimensi
saluran, kemiringan dasar saluran, kecepatan aliran, serta menghitung debit

aliran pada saluran, dilakukan dengan pendekatanpendekatan.


Di Indonesia untuk merencanakan saluran irigasi, digunakan standar dari
Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum, dalam buku
Pedoman Kriteria Pernencanaan Teknis Irigasi, Agustus 1980.

IV.2.

Saran
Adapun hal-hal yang akan disampaikan penulis guna untuk perbaikan dan

kesempurnaan penulisan Project Work ini adalah:


1.

Dalam penulisan maupun perhitungan dimensi dan debit bangunan bagi


dan sadap harus memiliki banyak buku referensi untuk memudahkan

2.

dalam menghitung dan mendapatkan teori - teori tentang irigasi


Untuk menghitung dimensi saluran irigasi harus ada data-data primer dan
sekunder

guna melengkapi referensi agar sesuai dengan data serta

92

keadaan di lokasi penulisan Project Work dan sesuai dengan standar


3.

kriteria perencanaan irigasi (KP)


Penulisan Project Work ini masih jauh dari kesempurnaan maka penulis
menyarankan agar pembaca lebih jeli dan tidak langsung membenarkan
apa yang tertulis karena kami penulis hanya manusia biasa yang tidak
luput dari salah dan benar

93

DAFTAR PUSTAKA
Dirjend. Pengairan Dept. Pekerjaan Umum. Bandung 1986.

Standandar

Perencanaan Irigasi - Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi (KP-01).


CV. Galang Persada.
Dirjend. Pengairan Dept. Pekerjaan Umum. Bandung 1986. Standar Perencanaan
Irigasi- Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama (KP-02). CV. Galang
Persada.
Dirjend. Pengairan Dept. Pekerjaan Umum. Bandung 1986. Standandar
Perencanaan Irigasi - Kriteria Perencanaan Bagian saluran (KP-03). CV. Galang
Persada.
Bandung Dirjend. Pengairan Dept. Pekerjaan Umum. Bandung 1986. Standar
Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan (KP-04). CV.
Galang Persada.
Dirjend. Pengairan Dept. Pekerjaan Umum. Bandung 1986. Standar Perencanaan
Irigasi - Kriteria Perencanaan Perencanaan Petak Tersier (KP-05). CV. Galang
Persada.
Peraturan Menteri permukiman dan prasarana wilayah. Jakatra 2004. Tentang
Pedoman Pengembangan Dan Pengeloaan Sistem Irigasi Partisipatif
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20. Jakarta 2006. Tentang
Irigasi
Yudha Mediawan Ir., M.Dev.Plg. Ambon 2009. Desain Hidraulik Bangunan
Irigasi
Dirjend. Pengairan Dept. Pekerjaan Umum Wilayah Timur. Maluku 1995. Uraian
Singkat Pengembangan dan Pengolaan Pengairan di Pulau Seram

94

LAMPIRAN

95

96

97

Anda mungkin juga menyukai