METODE GEOLISTRIK
Sebelum mempelajari peristiwa kelistrikan di dalam bumi, tentu masih ingat tentang
pelajaran listrik dalam Fisika-2, bahwa arus listrik bisa mengalir dari potensial positif ke
potensial negatif, bagaikan air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat rendah. Mengapa
demikian ? Karena dengan adanya perbedaan potensial sehingga menyebabkan energi
potensial. Hal ini berarti arus listrik (I) mengalir karena adanya perbedaan potensial(ΔV).
Kemudian bila aliran air ditangkap dengan kincir air (sebagai R) yang mengakibatkan kincir
berputar dan putarannya dihubungkan dengan generator sehingga pada ahirnya akan
menghasilkan energi listrik. Maka untuk terjadinya listrik selain ada parameter V, I, dan juga
ada R (Resistansi) yang dirumuskan dalam hukum Ohm sebagai V=IR.
Berangkat dari pengertian tersebut, maka jika arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi
dan buminya sendiri mempunyai tahanan R sehingga akan timbul perbedaan potensial.
Namun potensial disini dipengaruhi oleh jarak karena bila diukur pada jarak dekat antara arus
dengan potensial akan menghasilkan perbedaan potensial yang besar tetapi bila jaraknya jauh,
perbedaan potensial yang dihasilkannya akan semakin kecil. Oleh karena itu R di dalam bumi
juga dipengaruhi oleh jarak dan hasil kalinya akan menghasilkan Resistivitas (ρ), dimana
satuan Resistivitas adalah Ohm.m.
Dalam metode Geolistrik yang paling populer adalah metode Resistivitas (Resistivity),
metode ini termasuk bersifat aktif yaitu dengan cara menginjeksikan arus ke dalam bumi dan
menangkap perbedaan potensialnya maka akan diperoleh Resistivitas seperti yang
diterangkan di atas. Jadi yang paling penting adalah karena adanya arus listrik tersebut maka
dapat diketahui Resistivitas. Namun arus listrik itu bisa diperoleh dengan injeksi dari sumber
arus yang sengaja dibangkitkan atau yang sebelumnya sudah ada di dalam alam yaitu arus
alam sehingga tanpa menginjeksikan arus, bisa menghasilkan potensial alam (Self Potential)
atau disingkat SP. Pengukuran dengan metode SP ini termasuk metode pasif karena hanya
memanfaatkan potensial alam bisa memperkirakan cebakan sumberdaya mineral.
Selain metode Resistivitas dan SP yang telah diungkapkan di atas yaitu bahwa
Resistivitas perlu injeksi arus sedangkan SP tidak perlu injeksi arus tetapi memanfaatkan
potensial yang sudah ada di alam. Maka perbedaan antara Resistivitas dan SP terletak pada
menggunakan arus dan tidak. Sekarang timbul pertanyaan yang dipakai dalam Resistivitas itu
arus listrik yang digunakan arus bolak-balik (AC) atau arus searah (DC). Kebanyakan dalam
metode Resistivitas digunakan arus DC. Penggunaan arus listrik AC untuk kondisi tertentu
saja. Hal ini mengapa ? karena dari pengalaman pengukuran dengan metode Resistivitas ini
sulit sekali membedakan antara batulempung dengan mineral lempung yang sama-sama
mempunyai nilai tahanan jenis rendah. Untuk itu biasanya digunakan metode Polarisasi
terimbas (Induced Polarization) atau disingkat metode IP. Metode ini menggunakan arus
listrik AC. Kemudian listrik AC terjadi karena adanya perbedaan frekuensi dan dengan
adanya perbedaan frekuensi bisa dihitung berapa persen efek dari frekuensi itu yang disebut
Percent Frequency Effect (PFE). Dari besar kecilnya nilai PFE ini bisa ditentukan juga apakah
mengandung logam atau tidak yang diperoleh/dirumuskan dengan Metal Factor (MF). Jadi
untuk membedakan yang sama-sama mempunyai nilai tahanan jenis kecil tersebut apakah
cuma lempung berair atau bisa diharapkan juga sejenis mineral lempung atau biasanya disebut
mineral konduktif. Bilamana ρ rendah dan didukung oleh factor logamnya yang tinggi maka
bisa diinterpretasikan mengandung mineral yang umumnya mineral sulfida.
Selain dari itu, dalam metode IP terbagi dalam domain frekuensi seperti yang di
terangkan di atas yaitu akan menghasilkan parameter parameter ρ, PFE, dan MF. Juga metode
IP sebagai domain waktu (Time domain), Prinsipnya bila bumi dimasukkan arus akan timbul
beda potensial. Akan tetapi potensial disini tidak langsung stabil melainkan perlahan-lahan
menuju stabil. Demikian juga bila arus dimatikan, potensil tidak langsung nol tetapi perlahan-
lahan menuju nol. Hal ini kenapa terjadi ? Proses perlahan-lahan tadi memerlukan waktu
sehingga disebut time domain. Perbandingan potensial yang terukur antara primer dan
sekunder menghasilkan Chargeability(M) yang diartikan sebagai tingkat kemudahan suatu
benda bila dialiri listrik. Semakin besar chargeability maka kemungkinan adanya mineral
sulfide atau benda lainnya yang bersifat logam.
Dengan demikian, dalam metode Geolistrik akan dibahas tentang metode SP,
Resistivity, dan Induced Polarization (IP) baik dalam kawasan (domain) frekuensi maupun
dalam kawasan waktu.
Dalam metode geolistrik ini, disamping akan dibahas teorinya mulai dari matematis
sampai pada arti fisisnya. Juga akan dilengkapi tulisan-tulisan yang diambil dari internet,
seperti misalnya penerapan geolistrik untuk akuifer, panasbumi, dan penyelidikan mineral.
Untuk penerapan akuifer dan panasbumi digunakan pengukuran ke bawah secara vertical.
Sedangkan untuk penyelidikan mineral sulfide (urat-urat kuarsa), dan juga endapan-endapan
mineral lain seperti Mangan, besi dll. digunakan metode Resistivity 2 dimensi. Metode ini
semakin popular karena telah dipopulerkan oleh Profesor dari Malaysia (Loke., M.H.,2004).
4.1 Dasar teori geolistrik
(4.1)
(4.2)
(4.2)
(4.3)
(4.2)
(4.4)
(4.5)
(4.6)
(4.7)
(4.7) 7
(4.8)
(4.9)
(4.10)
(4.11)
4.1)O
(4.11)
(4.12)
4.2)O
Gambar 4.1 Sumber arus tunggal di dalam medium seluruh ruang (whole space)
Atau Arus di dalam bumi akan menimbulkan potensial berbentuk bola
AA
Gambar 4.2 Sumber arus di permukaan bumi sehingga arus menyebar ke semua arah
dan menimbulkan potensial berbentuk setengah bola/ruang (half space)
3.2 Konsep resistivitas semu dan pengukuran geolistrik
(4.12)
4.3).3
(4.13)
Gambar 4.3 Konsep pengukuran geolistrik menggunakan elektroda tunggal (C1, P1)
(4.13)
(4.14)
3.3 Konfigurasi Elektroda
4.4
Gambar 4.4 Penempatan elektroda arus dan potensial pada pengukuran geolistrik
(4.15)
(4.16)
(4.17)
(4.18)
(4.19)
4.4
4.5)
(4.20)
(4.21)
(4.22)
(4.23)
C2 C1
4.5
4.4 Teknik Pengukuran Geolistrik
4.6
4.7
Gambar 4.7 Beberapa tipe kurva sounding yang secara kualitatif menunjukkan variasi kedalaman
4.8
4.5 Pengolahan data Resistivity Sounding (Calculation.hmtl)
Berikut ini adalah contoh pengolahan data lapangan yang diambil dari internet, mulai
data lapangan Resistivity sounding dan pengolahannya dengan menggunakan program
Induced Polarization Interpretation 2 dimensi yang menggunakan windows(IPI2Win).
Progam ini tidak hanya untuk interpretasi kurva sounding tetapi juga untuk IP. Namun ingat
bahwa IP terdiri dari IP - frekuensi domain yaitu : Resistivity, PFE, dan Metal Factor. Dalam
hal ini yang digunakan adalah program untuk pengolahan data resistivity sounding. Juga ada
IP-time domain yaitu untuk menghitung chargeability.
Pemakaian program IPI2Win tersebut sebaiknya sudah mengenal langkah-langkah
yang dilakukan dalam melakukan Matching, dimana ada kurva data lapangan atau kurva
resistivity sounding yang akan dicocokkan dengan kurva standar 2 lapisan dan kurva bantu
yang terdiri dari 4 tipe yaitu H, K, A, dan Q seperti pada gambar 4.7.
Kadang-kadang ada tulisan tentang pengolahan data kurva sounding yang ditemukan
dalam internet terkesan lucu. Mengapa demikian ? Karena dalam program komputer mau
dimasukkan pilihan lapisan bumi berapa saja dia OK tanpa harus mengenal lengkungan
kurva sounding yang kemudian disesuaikan dengan kurva standar dan bantu.
Untuk itu perhatikan langkah-langkahnya dalam contoh berikut yang diambil dari
internet berjudul Calculation, kemudian perhatikan juga ada 2 contoh yang membingungkan
dari 2 penulis yang ditemukan dalam internet.
4.6 Contoh Interpretasi kurva sounding yang kurang tepat :
1) Interpretasi kurva sounding dalam eksplorasi air tanah
Komentar :
1. Penulisnya berlatarbelakang Geologi sehingga kuat dalam interpretasi yang berhubungan
dengan litologi. Akan tetapi sayang melupakan prinsip-prinsip dalam metode matching,
yaitu dari kurva standar 2 lapis bahwa dalam lapisan bumi cuma ada 2 kemungkinan
lengkungan yaitu naik atau turun artinya lebih besar atau lebih kecil dari lapisan-1. Namun
menurut kurva bantu mempunyai 4 tipe, yaitu selain naik-turun(K) dan turun-naik(H) bisa
dimungkinkan naik-naik lagi(A) atau turun-turun lagi(Q). Jadi tidak lebih dari itu. Sedangkan
kalau diperhatikan interpretasi di atas sampai detail sekali bahwa lapisan tipis sekalipun
terdeteksi dengan kurva sounding karena penulisnya menganggap bisa lebih dari 4 tipe tsb.
seperti pada kedalaman 10 – 30 m tidak sesuai karena turun sampai 4x ?
2. Dari perbandingan tersebut penulisnya mengatakan keberhasilan mendapatkan air tanah
> 70 % ? Hebat sekali si penulis tersebut sehingga dengan interpretasi ini diharapkan bisa
menarik banyak investor. Namun jika mengetahui yang sesungguhnya mungkin terbalik ?
3. Perbandingan antara logging (pengukurannya kontinu) dan geolistrik (pengukurannya
diskrit) sulit untuk sesuai sd > 70 % karena pengukuran diskrit ini loncat-loncat berbeda
dengan kontinu yang terus menerus tanpa putus. Sehingga kalau logging hasilnya detail
sedangkan geolistrik tidak mungkin detail kecuali dicocok-cocokkan.
Contoh 4.7 A
Penerapan Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger
untuk Penentuan Tahanan Jenis Batubara
1. PENDAHULUAN
Batubara merupakan sumber energi masa depan (Heriawan 2000). Batubara
merupakan batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar berasal dari tumbuhan, berwarna
coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya terkena proses fisika dan kimia yang
mengakibatkan pengkayaan kandungan karbonnya (Wolf 1984 dalam Anggayana 1999).
Penyebaran endapan batubara di Indonesia ditinjau dari sudut geologi sangat erat
hubungannya dengan penyebaran formasi sedimen yang berumur tersier yang terdapat secara
luas di sebagian besar kepulauan di Indonesia. Batubara di Indonesia dapat dibedakan tiga
jenis berdasarkan cara terbentuknya.Pertama, batubara paleogen yaitu endapan batubara yang
terbentuk pada cekungan intramontain terdapat di Ombilin, Bayah, Kalimantan Tenggara,
Sulawesi Selatan, dan sebagainya. Kedua, batubara neogen yakni batubara yang terbentuk
pada cekungan foreland terdapat di Tanjung Enim Sumatera Selatan. Ketiga, batubara delta,
yaitu endapan batubara di hampir seluruh Kalimantan Timur (Anggayana 1999). Menurut
Amri (2000) formasi batubara tersebar diwilayah seluas 298 juta ha di Indonesia, meliputi 40
cekungan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya dan Jawa. Dari jumlah cekungan
tersebut baru 13 cekungan dengan luas sekitar 74 juta ha (sekitar 25%) yang sudah diselidiki.
Sementara cekungan yang telah dilakukan penyelidikan terbatas sampai pada tahap
penyelidikan umum, eksplorasi, maupun eksploitasi baru 3% atau seluas 2,22 juta ha. Oleh
karena itu perlu ditingkatkan penyelidikan tentang keberadaan batubara tersebut.
Salah satu metoda gofisika yang dapat digunakan untuk memperkirakan keberadaan
batubara adalah metoda geolistrik tahanan jenis.Metoda ini merupakan salah satu metoda
geofisika yang dapat memberikan gambaran susunan dan kedalaman lapisan batuan, dengan
mengukur sifat kelistrikan batuan (Priyanto 1989 dalam Kalmiawan et al, 2000). Selanjutnya
Loke (1999a) mengungkapkan bahwa survey geolistrik metoda resistivitas mapping dan
sounding menghasilkan informasi perubahan variasi harga resistivitas baik arah lateral
maupun arah vertikal.
Dalam penelitian ini dilakukan pemodelan berskala laboratorium untuk mengukur
tahanan jenis beberapa sampel batubara dari Tambang Air Laya dengan peringkat yang
berbeda seperti Tabel 1 (Heriawan 2000). Dengan dasar pemikiran metoda tahanan jenis telah
banyak dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan ekplorasi lapisan dangkal, maka pada
penelitian ini dipilih metoda pengukuran 2-D dari tahanan jenis. Adapun model konfigurasi
yang digunakan adalah konfigurasi Schlumberger. Berdasar hasil penelitian Heriawan (2000),
sifat fisik batubara Tambang Air Laya dengan peringkat yang bervariasi menunjukkan
semakin tinggi peringkat batubara, kadar airnya semakin kecil, sehingga konduktivitas
listriknya berkurang (Tabel 1).
Di sini terlihat bahwa konduktivitas batuan sangat ditentukan oleh tahanan jenisnya (Speight
1994).
Metoda tahanan jenis merupakan metode geofisika yang dipakai untuk pengukuran
tahanan jenis semu suatu medium. Pengukuran dengan konfigurasi Schlumberger ini
menggunakan elektroda, masing-masing 2 elektroda arus dan 2 elektroda potensial (Gambar
1).
Tahanan jenis semu medium yang terukur dihitung berdasarkan persamaan (van Norstand et
al, 1966; Reynolds 1997; Telford et al, 1990).
dengan harga:
MN = a (spasi elektroda potensial)
AM = NB = n.a
MB = AN = (n + 1).a
1) membuat model fisik pengukuran menggunakan bak kaca berukuran (2 x 1,2 x 0,6 m)
yang diisi lempung setinggi 50 cm sebagai medium pengukuran;
4) batubara yang digunakan adalah jenis bituminous berukuran 14 x 8 x 7,5 cm dan semi-
antrasite berukuran 12 x 10 x 5 cm yang diukur secara terpisah dengan variasi pengukuran
pada kedalaman 10 cm posisi tegak, miring, dan sejajar bidang perlapisan;
Untuk batubara jenis semi antrasite yang ditempatkan pada kedalaman 10 cm dari
bawah permukaan lempung pada posisi tegak bidang perlapisan memiliki tahanan jenis antara
331-485 Ωm dengan kesalahan iterasi 8,4% (Gambar 7) dan pada posisi sejajar tahanan
jenisnya berkisar 463-754 Ωm dengan kesalahan iterasi 11,5% (Gambar 8). Sedangkan posisi
miring 60O terhadap bidang perlapisan mempunyai tahanan jenis antara 234–355 Ωm dengan
kesalahan iterasi 13,7% (Gambar 9).
Dari hasil pengolahan data dengan software Res2dinv untuk pengukuran berbagai
posisi, baik miring, sejajar, maupun tegak bidang perlapisan, ternyata tahanan jenis batubara
yang berbeda peringkat mempunyai tahanan jenis listrik yang berbeda (Tabel 2)
Selanjutnya penetrasi kedalaman pengukuran berdasarkan software Res2dinv (Loke 1999b)
ditentukan dengan persamaan n x ½ a (spasi minimum). Pengukuran pada penelitian ini
dengan n = 6 dan spasi elektroda potensial 5 cm sehingga kedalamannya 6 x ½ (5 cm) = 15
cm. Jika kita perhatikan penampang yang dicitrakan berada pada kisaran 1,3–12,4 cm. Hal ini
mungkin disebabkan terjadinya pergeseran letak elektroda yang kurang dari 5 cm pada
pengukuran. Dari Tabel 2 terlihat perbedaan tahanan jenis antara peringkat batubara yang
berbeda,dimana tahanan jenis semi-antrasite ternyata lebih besar dibanding bituminous. Ini
sesuai dengan kenyataan bahwa semi antrasite lebih kering banding bituminous seperti yang
tertera pada Tabel 1.
Dari hasil inversi penampang tahanan jenis hasil pengukuran seperti pada Gambar 5
sampai 10 terlihat bahwa pada bagian bawah penampangnya memperlihatkan tahanan jenis
besar, hal ini mungkin disebabkan oleh lapisan bagian bawah lebih kering dan pengaruh efek
kaca bagian bawah pengukuran terdapat noise dalam pengukuran.
Untuk mengetahui struktur yang lebih dalam, maka spasi elektroda arus dan potensial
harus ditambah secara bertahap, semakin besar spasi elektroda maka efek penembusan arus
kebawah semakin dalam. Dari hasil inversi Software Res2dinv pada data pengukuran
resistivitas dengan menggunakan konfigurasi Schlumberger lebih kontras anomali tahanan
jenisnya. Hal ini disebabkan oleh faktor geometri arus dan potensial. Elektroda potensial pada
konfigurasi Schlumberger relatif jarang dirubah, sehingga dapat menyebabkan perbedaan data
relatif kecil antara titik yang satu dengan titik yang lainnya.
4. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa salah satu metoda
gofisika yang dapat digunakan untuk memperkirakan keberadaan dan ketebalan batubara di
bawah permukaan adalah metoda geolistrik tahanan jenis. Metoda geolistrik dapat mendeteksi
lapisan batubara pada posisi miring, tegak dan sejajar bidang perlapisan di bawah permukaan.
Dari pengolahan data dengan Software Res2dinv di dapatkan tahanan jenis resistivitas
batubara bersifat anisotropi yaitu tergantung pada arah pengukurannya. Selanjutnya tahanan
jenis semi-antrasite lebih besar dibandingkan dengan tahanan jenis bituminous. Hal ini sesuai
dengan kenyataan bahwa semi-antrasite lebih kering dibanding bituminous.
5. DAFTAR PUSTAKA
Telford, W.M., Gedaart, L.P. & Sheriff, R.E. 1990. Applied Geophysics. New York:
Cambridge.
Contoh 4.7B
1. PENDAHULUAN
Penyelidikan geolistrik lanjutan di lokasi ini diharapkan akan dapat mengetahui letak-
letak airtanah, arah aliran air, volume, serta model hidrogeologi daerah ini. Dengan begitu
diharapkan dapat dimanfaatkan dalam menentukan lokasi pengeboran yang tepat serta
pengelolaan airtanah bagi para santri dan penduduk yang tinggal disana. Dari beberapa
konfigurasi elektroda pada metode geolistrik, konfigurasi Schlumberger menjadi pilihan
terbaik dikarenakan jangkauannya yang paling dalam (Barker, 2001).
Hal ini sesuai dengan kebutuhan di lapangan mengingat dari sumur bor sebelumnya
mencapai kedalaman sekitar 100 meter. Nilai besaran yang dicari melalui metode geolistrik
ialah nilai resistivitas batuan. Resistivitas merupakan nilai intrinsik batuan yang menunjukkan
seberapa besar hambatan listrik batuan tersebut sehingga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi jenis batuan. Nilai resistivitas batuan dapat diketahui dari besaran terukur
yakni ΔV dan I melalui hubungan resistivitas dengan geometri batuan bawah permukaan.
Pada metode resistivitas, arus listrik diinjeksikan oleh sepasang elektrode arus AB.
Arus listrik akan mengalir di bawah permukaan bumi melalui lapisan-lapisan batuan yang
memiliki resistivitas berbeda. Sepasang elektrode tegangan MN yang dibentangkan pada jarak
tertentu akan mengukur besar tegangan listrik di permukaan bumi. Dengan mengetahui nilai
tegangan dan arus listrik maka nilai resistivitas perlapisan batuan bawah permukaan dapat
diprediksi. Hubungan antara resistivitas, beda potensial (ΔV), dan arus listrik (i) yang terukur
dipengaruhi oleh geometri dari konfigurasi yang dipergunakan dalam bentuk:
Persamaan (1) :
Dimana AM, MB, AN, dan NB merupakan jarak antar elektrode. Untuk konfigurasi
Schlumberger nilai resistivitas dapat dihitung dari formula:
Persamaan (2) :
dimana L jarak antar elektrode arus dan a jarak antar elektrode potensial.
Dengan memperhatikan sifat listrik batuan yang tersaturasi fluida di bawah tanah
maka keberadaan akuifer dapat diprediksi. Adapun sifat listrik batuan bergantung pada tingkat
porositas, permeabilitas, jenis fluida pada pori batuan, dan kandungan garam dalam fluida.
Akuifer yang dicari dalam penelitian ini berdasarkan data sumur bor diduga terdiri atas
akuifer dangkal dan dalam serta memiliki tingkat salinitas yang rendah.
2. METODE PENELITIAN
Dari pengolahan data sounding 1-D yang telah dilakukan dibuatlah korelasi antar titik
sounding NF1, NF2, NF3, NF4, dan NF5 untuk lintasan 1 dan korelasi titik-titik NF6, NF7,
NF8, NF9 untuk lintasan 2. Korelasi ini dibuat setelah sebelumnya dilakukan penempatan
muka tanah dengan elevasi hasil GPS. Secara umum korelasi dilakukan dengan klasifikasi
tahanan jenis rendah (< 20 Ohm-m), sedang (20-100 Ohm-m), dan tinggi (>100 Ohm-m).
Proses korelasi mempertimbangkan kecocokan tahanan jenis yang sama dengan kesesuain
kedalaman dan perkiraan lithologi batuan yang diketahui dari data sumur bor, khususnya
untuk daerah di sekitar sumur bor.
Interpretasi 2 dimensi sangat erat kaitannya dengan pemodelan hidrogeologi yang
akan dibuat karena interpretasi batuan dari model penampang tahanan jenis dua dimensi akan
membantu menafsirkannya menjadi model hidrogeologi. Dalam melakukan interpretasi model
tahanan jenis 2-D maka keterangan dari data geofisika lainnya serta data geologi sangat
diperlukan. Data lithologi batuan hasil logging pada sumur bor menjadi data nyata kondisi
bawah permukaan yang sebenarnya. Oleh karena itu, pemodelan hasil interpretasi satu dan
dua dimensi dari survey resistivity yang dilakukan harus dikontrol dengan data sumur
tersebut. Adanya data sumur bor ini dapat mereduksi munculnya ekuivalensi pada interpretasi
data sounding. Dari hasil penyelidikan seismik refraksi pada enam lintasan di daerah sekitar
lokasi penelitian didapatkan keterangan bahwa lapisan yang diduga sebagai akuifer dangkal
pada umumnya ditemui mulai dari kedalaman 15 hingga 20 meter.
Untuk daerah penyelidikan seismik refraksi yang letaknya dekat dengan sounding NF1
dan NF2 ditemui akuifer dangkal pada kedalaman sekitar 20 meter sedangkan untuk daerah di
sekitar sounding NF4 ditemui akuifer dangkal mulai dari kedalaman yang lebih dangkal yakni
sekitar 6 meter (Irpani, 2006). Dengan membandingkan hasil interpretasi resistivity dengan
data bor dan refraksi dibuatlah model hidrogeologi untuk lintasan 1 dan 2 dimana diprediksi
juga jenis batuan dan batuan yang berfungsi sebagai akuifer.
4. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1.PENDAHULUAN
Geolistrik adalah suatu metoda geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik didalam
bumi dan bagaimana mendeteksinya di permukaan bumi. Dalam hal ini meliputi pengukuran
potensial, arus listrik, SP, dan elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah maupun
akibat injeksi arus ke dalam bumi.
Polarisasi terimbas merupakan salah satu metoda geofisika yang mendeteksi
terjadinya polarisasi listrik pada permukaan mineral-mineral logam di bawah permukaan
bumi.
Pada metoda geolistrik polarisasi terimbas arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi
melalui dua elektroda arus, kemudian beda potensial yang terjadi diukur melalui dua
elektroda potensial. Dalam metoda polarisasi terimbas ada 4 macam metoda pengukuran yaitu
pengukuran dalam domain waktu, domain frekuensi,pengukuran sudut fasa dan Magnetic
Induced Polarization (MIP).
Metoda polarisasi terimbas ini terutama dipahami dalam eksplorasi logam dasar (Base
Metal) dan penyelidikan air tanah (Ground Water). Berdasarkan letak (konfigurasi) elektroda
potensial dan arus, dikenal beberapa jenis metoda polarisasi terimbas antara lain :
1. Metoda Schlumberger
2. Metoda Wenner
3. Metoda Double Dipole
4. Metoda Pole Dipole
2 . D E S K R I P S IALAT U K U R
Polarisasi terimbas terjadi akibat adanya arus induktif yang menyebabkan reaksi
transfer antara ion elektrolit dan mineral logam. IPMGEO-4100 dirancang untuk mengukur
parameter polarisasi terimbas melalui nilai chargeability. Nilai ini merupakan perbandingan
antara peluruhan potensial sekunder terhadap waktu.
IPMGEO-4100 bekerja dalam domain waktu, dimana data akuisisi direkam melalui
A/D card dengan akurasi 12 bit. Prinsip pengukuran IP memiliki susunan konfigurasi yang
serupa dengan survey geolistrik. IPMGEO-4100 telah dikombinasikan sedemikian rupa
sehingga akuisisi data IP dapat dilakukan secara simultan dengan geolistrik. Dengan demikian
dapat dikarakteristik material yang memiliki respon resistivitas yang sama tetapi mempunyai
karakteristik IP yang berbeda. IPMGEO-4100 dapat dikembangkan menjadi instrumen
pengukuranmultichannel 16 channel atau lebih (seri 16100) dengan maksimum jumlah
channel 1000 buah. Melalui instrument multichannel IP pengukuran 2D dan 3Dakan menjadi
lebih efisien, cepat dan mudah.
3 . P ERA L A T A N L A P ANGAN
Untuk mengukur derajat terpolarisasi suatu bahan pada suatu waktu, didefinisikan
besaran chargeabilitas m(t) yang merupakan besaran makro yang bergantung pada jenis
bahan dan selang waktu pengaliran arus.
Di lapangan chargeabilitas diukur dari definisi
Efek Frekuensi
Parameter pengukuran didefinisikan besaran Frequency Effect (FE)
V2 V1
FE .................................................................................................
V1
• Faktor Metal
Secara teori, hasil pengukuran IP dalam kawasan waktu dan kawasan frekuensi
menghasilkan hal yang sama. Secara praktis konversi dalam kawasan waktu ke kawasan
frekuensi cukup sulit. Gelombang kotak yang digunakan dalam kawasan waktu mengandung
semua frekuensi. Dalam Telford, 1976 dirumuskan :
M FE /(1 FE ) (3.29)
dimana FE 1
dengan M adalah nilai chargeability (msec) dan nilai tahanan jenis. Perlu diperhatikan
bahwa nilai MF kawasan waktu tidak selalu sama dengan nilai MF kawasan frekuensi.
Parameter MF digunakan untuk mengkompensasi parameter IP terhadap harga tahanan
jenisnya.
5. Sumber Polarisasi
Polarisasi pada suatu medium dapat terjadi karena adanya penyimpanan tenaga saat
medium dialiri arus listrik. Secara teoritis, bentuk energi yang tersimpan pada medium dapat
berupa energi mekanik (elektro kinetik) dan energi kimia (elektro kimia).
Penghantaran secara elektrolit paling mungkin terjadi apabila material tidak memiliki
kandungan mineral logam. Untuk memungkinkan penghantaran jenis ini berlangsung,
diperlukan zona-zona porus yang medium. Kebanyakan material pembentuk batuan muatan
negatif (-) pada bidang batas antara permukaan batuan dengan fluida pada pori. Karenanya,
ion positif (+) akan tertarik ke zona tersebut dan ion negatif akan tertolak dari zona tersebut
apabila medium dialiri arus.
Sering kali polarisasi membran terjadi kontak permukaan mineral lempung bermuatan
negatif akan menarik ion-ion positif sehingga membentuk awan ion positif disekitar
permukaan mineral lempung dan meluas pada larutan. Jika pada kondisi ini kemudian dialiri
arus listrik, maka akan terjadi penumpukan ion positif dan negatif di dekat permukaan
mineral. Terbentuknya membran-membran tersebut akan mengurangi kemampuan mobilitas
ion-ion secara signifikan. Hal ini diilustrasikan dalam gambar 3
Gambar 3. Proses polarisasi membran pada medium oleh mineral lempung dalam batuan
(a). kondisi sebelum medium dialiri arus listrik (b). kondisi ketika medium dialiri arus
(Sumner, 1976)
Lapisan kembar listrik didefinisikan sebagai susunan muatan antar bidang batas mineral
logam dengan air pada medium batuan. Susunan muatan ini dapat dianggap sebagai suatu
kapasitor lempeng dengan rapat muatan σ. Potensial yang berhubungan dengan adanya
kapasitor lempeng dengan adanya kapasitor ini dituliskan sebagai Zeta :
4d
D (3.12)
dimana ξ adalah potensial zeta, d jarak kedua lapisan, σ rapat muat bidang dan D tetapan
dielektrikum medium.
Gambar 4. Salah satu kemungkinan keadaan distribusi ion pada bidang batas medium solid-
elektrolit (Sumner,1976).
Koleksi data dari survey IP terdiri dari dua bagian, yaitu pengukuran resistivity semu dan
data IP. Jadi jumlah titik data 2 kali dari survey resistivity normal.
Inversi data IP dilakukan setelah diperoleh resistivity model. Hal ini dikarenakan bilamana
rms error dari model resistivity adalah kecil artinya mewakili resistivity bawah permukaan
yang sesungguhnya. Akan tetapi bila sampai iterasi 5 rms error masih tinggi maka dilanjutkan
dengan inversi data IP.
Program memberikan dua cara untuk merubah data IP. Cara-1 inversi dari data resistivity
dan IP akan keluar secara berurutan, setelah itu secara serentak iterasi dari resistivity dan data
IP akan keluar. Sedangkan cara-2, inversi data IP akan keluar setelah inversi resistivity
lengkap, dalam kasus ini hanya disimpan model resistivity dari ierasi terakhir.
File (i) IPMODEL.DAT, (ii) IPMAGUSI.DAT, (iii) IPSHAN.DAT dan (iv) IPKENN.DAT
adalah file contoh data dengan kedua-duanya yaitu data resistivity dan IP. Program ini
dilengkapi dengan 4 tipe data yang berbeda. (i) pengukuran time domain ; chargeability, (ii)
pengukuran frekuensi domain ; PFE, (iii) pengukuran sudut fase, dan (iv) Nilai metal factor
dari IP.
File IPMODEL.DAT mempunyai data IP khususnya chargeability, dengan komentar
program sebagai berikut :
IPMODEL.DAT file Comments
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Fault and block model | Title
1.00 | Unit electrode spacing
3 | Array type
432 | Number of data points
1 | Location of centre of array given
1 | 1 to indicate IP present
Chargeability | Type of IP data
msec | IP unit
0.1,1.0 | Delay, integration time
1.50 1.00 1 12.04 7.2038 | x-loc., a, n, app. res., app. IP
2.50 1.00 1 12.03 7.1983 | 2nd data point
Sebuah nilai ”1” adalah pengganti ”0” yang dimasukkan kedalam line ke-6
yang mengindikasikan bahwa data IP. Kemudian 3 line berikutnya merupakan informasi
data IP, seperti yang ditunjukkan pada line-7; Chargeability dan line-8 adalah satuannya
dalam msec (millisecond). Chargeability didefinisikan sebagai perbandingan mV/V yaitu
perbandingan DC-voltage yang turun secara perlahan-lahan setelah arus dimatikan.
Oleh karena itu yang berwarna merah (m > 193 msec) diduga sebagai mineral sulfida.