Anda di halaman 1dari 17

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DI DALAM PABRIK

1. Pengolahan Limbah Cair pada PT Indah Kiat Pulp and Paper


PT Indah Kiat Pulp and Paper merupakan pabrik yang didirikan pada
tanggal 7 Desember 1976. Pabrik ini memproduksi bubur kertas atau pulp, berbagai
jenis produk kertas yang terdiri atas kertas untuk keperluan tulis dan cetak, kertas
fotokopi, kertas industri seperti kemasan yang mencakup container board,
corrugated shipping containers, boxboard, dan kertas warna. Pabrik berlokasi di
tiga tempat, yaitu Perawang, Tangerang, dan Banten (Chomsyatun, 2016).
Secara umum proses produksi yang dilakukan di PT Indah Kiat Pulp and
Paper (IKPP) terdiri dari tiga tahap yaitu stock preparation, paper machine, dan
finishing converting. Stock preparation adalah tahap dimana pulp diolah menjadi
bubur pulp secara mekanis, kemudian dibentuk menjadi lembaran-lembaran
melalui paper machine. Tahap ini menggunakan dua bahan baku yaitu Laubholz
Bleached Kraft Pulp (LBKP) dan Nedelholz Bleached Kraft Pulp (NBKP). Proses
tersebut dibagi lagi menjadi tiga tahap seperti proses pembuburan atau pulping,
proses penggilingan atau refining, dan proses pencampuran atau mixing.
Proses dilanjutkan dengan tahap paper machine, merupakan bagian yang
bertanggung jawab terhadap pembuatan kertas. Pada bagian ini, bubur pulp yang
berasal dari stock preparation diolah sehingga dihasilkan lembaran-lembaran kertas
dalam bentuk jumbo roll. Tahap ini dibagi lagi menjadi tahap pembersihan,
penyaringan, penyebaran, pengurangan air, penekanan, pengeringan, surface
sizing, dan penggulungan. Banyak sekali zat-zat kimia yang ditambahkan dalam
tahap ini yang jika dibuang ke lingkungan secara langsung akan sangat berbahaya,
misalnya cairan white water. Tahap akhir adalah finishing converting dimana kertas
telah siap dikirim ke konsumen dengan berbagai ukuran dan jenis.
Proses pembuatan kertas terdapat zat yang berpotensi mencemari
lingkungan. Limbah proses pembuatan kertas dapat dibagi menjadi empat
kelompok, yaitu limbah cair, limbah partikulat, limbah gas, dan limbah padat.
Khusus limbah cair terdiri atas padatan tersuspensi yang mengandung partikel kayu,
serat dan pigmen, senyawa organik koloid terlarut seperti hemiselulosa, gula,
alkohol, lignin, zat pengurai serat, perekat pati, dan zat sintesis yang menghasilkan
kadar biological oxygen demand yang tinggi. Selain itu juga limbah cair bewarna
pekat berasal dari lignin dan pewarna kertas, bahan anorganik seperti natrium
hidroksida (NaOH), natrium sulfat (Na2SO4), dan klorin, serta mikroba-mikroba
seperti golongan bakteri koliform. Limbah ini dapat menyebabkan timbulnya bau
tidak sedap, merusak ekosistem air di sekitar pabrik salah satunya sungai Ciujung.
Limbah cair industri kertas menyebar ke seluruh ekosistem yang dapat
menyebabkan penyimpangan reproduktif pada zooplankton dan invertebrata yang
merupakan makanan dari ikan, serta kerusakan genetik dan reaksi sistem kekebalan
tubuh pada ikan. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan keanekaragaman
hayati sungai dan berkurangnya nutrisi hewani di sungai, contohnya adalah klorin
yang berekasi dengan senyawa organik dalam kayu membentuk dioksin yang
mengakibatkan BOD, COD, dan TSS tinggi (Chomsyatun, 2016).
Pengolahan limbah PT Indah Kiat Pulp and Paper yang berwujud cair
termasuk golongan limbah B3. Limbah tersebut harus diolah terlebih dahulu agar
memenuhi standar yang diizinkan oleh pemerintah seperti kadar pH sekitar 6-9,
COD ≤ 100 ppm, BOD ≤ 50 ppm, dan total suspended solid ≤ 150 ppm. Standar
kualitas air limbah PT Indah Kiat Pulp and Paper ditetapkan sebagai berikut.

Tabel 1. Standar Kualitas Air Limbah PT Indah Kiat Pulp and Paper
Parameter Standar Kualitas Air Limbah
pH 7,03
Chemical Oxygen Demand (COD) 130,25 ppm
Biological Oxygen Demand (BOD) 20,28 ppm
Total Suspended Solid (TSS) 25,8 ppm
(Sumber: Chomsyatun, 2016)

Proses pengolahan limbah terdiri dari tiga proses antara lain proses fisika,
proses kimia, dan proses biologi. Proses fisika artinya air limbah yang dihasilkan
dari stock preparation ataupun paper machine dimasukkan ke dalam buffer tank
yang ada pada waste water treatment II. Proses screening dilakukan terlebih dahulu
sebelum masuk ke dalam buffer tank untuk memisahkan antara air limbah dengan
kotoran atau partikel berukuran besar seperti kayu dan plastik. Fungsinya agar
kotoran tersebut tidak masuk ke dalam pengolahan selanjutnya. Proses screening
dilakukan pada alat rotary screen. Pada buffer tank terjadi proses equalizing agar
limbah tersebut homogen baik dalam pH, suhu, dan konsentrasi. Air limbah dari
buffer tank pada WWT I dialirkan masuk menuju ke dalam WWT II.
Tahap pada waste water treatment I ialah proses pengolahan limbah secara
kimia. Proses koagulasi dan flokulasi terjadi di dalam reaktor ini dengan
menambahkan zat kimia ke dalamnya. Zat kimia yang dipakai pada proses ini
adalah alum sulfat sebagai koagulan dan Anionic Polymer (ANP) sebagai flokulan.
Fungsi dari koagulan adalah sebagai penetralisasi dan untuk menyatukan partikel-
partikel yang kecil. Proses flokulasi berfungsi untuk menyatukan partikel-partikel
yang sudah terkumpul tadi menjadi dalam bentuk flok gumpalan yang lebih besar,
berfungsi agar proses sedimentasi akan mudah dalam membentuk endapan.
Air dari reaktor masuk ke dalam primary clarifier, dan di sini terjadi proses
sedimentasi. Air yang dihasilkan dari proses sedimentasi kemudian masuk ke dalam
pumpping pit. Fungsi dari pumping pit adalah sebagai penampungan sementara
yang berasal dari primary clarifier, kemudian air dipompa masuk ke dalam cooling
tower melalui atas. Fungsi dari cooling tower sendiri adalah untuk menurunkan
suhu agar sesuai untuk proses biotreatment berkisar antara 35-40oC.
Air limbah yang sudah sesuai suhunya untuk proses biotreatment
dimasukkan ke dalam anoxic tank. Terjadi proses pencampuran air limbah dengan
return sludge yang berasal dari recycle storage tank. Terjadi juga penambahan
nutrisi untuk bakteri yaitu urca yang diambil unsur nitrogen dan asam posfat yang
diambil unsur posfat, keduanya adalah makronutrien yang dibutuhkan bakteri.
Air dari anoxic tank masuk ke dalam oxic tank, dan di sini terdapat aerator,
fungsinya untuk memberikan oksigen pada bakteri untuk membantu proses
penguraian senyawa organik. Hasil oxic tank masuk ke dalam secondary clarifier
yang sebelumnya melewati gate level. Fungsi dari gate level tersebut adalah untuk
mengatur kadar Dissolved Oxygen (DO) dalam proses oxic reactor. Apabila kadar
DO nya tinggi, maka gate level akan diturunkan, yang berarti tinggi permukaan air
pada oxic reactor semakin surut, sehingga kontak antara impeller aerator dengan
air limbah sedikit berkurang, maka kontak antara air limbah dengan oksigen juga
akan semakin menurun. Begitu pula sebaliknya, apabila DO rendah maka gate level
akan dinaikkan, artinya permukaan air pada oxic reactor akan semakin tinggi,
sehingga kontak antara impeller aerator dengan air akan semakin besar, maka
kontak antara air limbah dengan oksigen juga akan semakin meningkat.
Pada secondary clarifier terjadi proses sedimentasi, dimana pemisahan
antara air dengan lumpur aktif menggunakan bantuan gaya gravitasi. Air yang
dihasilkan dari secondary clarifier sebagian akan dibuang ke sungai karena sudah
memenuhi standar baku mutu air dan sebagian lagi ada yang di-recycle masuk ke
dalam proses dehydrator, fungsinya untuk membersihkan belt press. Sludge yang
dihasilkan dari secondary clarifier yang berupa lumpur aktif masuk ke dalam tangki
lumpur daur ulang (recycle storage tank). Sludge yang sebagian ada yang
diumpankan ke dalam anoxic tank dan sebagian ada yang dimasukkan ke dalam
sludge thickener. Proses pemekatan terjadi agar dapat ditekan dengan mudah.
Air yang didapat dari proses thickener direcycle kembali masuk ke dalam
pumping pit setelah dipekatkan, sludge dimasukkan ke dalam sludge storage tank.
Terjadi proses pencampuran antara sludge yang berasal dari sludge thickener dan
primary clarifier. Sludge yang berada dalam sludge storage tank dimasukkan ke
dalam dehydrator atau dewatering menggunakan bantuan senyawa kimia yaitu
Cafionice Polymer (CNP). Fungsinya sebagai flokulan yaitu untuk menyatukan
partikel-partikel agar menjadi flok sehingga sludge mudah ditekan. Proses
dewatering ini air yang dihasilkan dari proses pengepresan direcycle masuk ke
dalam primary clarifier, sedangkan sludge yang sudah sedikit kandungan airnya
dimasukkan ke penampungan sementara. Sludge akan dikeringkan dengan cara
dijepit sambil tekan oleh gulungan secara bertahap dan dilakukan pengelupasan.
Akhir dari proses pengolahan limbah ini dibuang ke penimbunan sampah
yaitu dengan menggunakan tanah sebagai media penerima buangan limbah. Oleh
karena itu, terdapat persyaratan untuk lokasi lahan penimbunan yaitu lokasi jauh
dari permukiman penduduk, lahan yang tidak produktif, bukan merupakan daerah
banjir, sesuai dengan tata ruang, secara biologi merupakan daerah yang stabil,
termasuk daerah resapan air tanah, dan permeabilitas tanah rendah.
2. Potensi IPAL Skala Individu untuk Pengolahan Limbah Cair Industri
Batik di Pekalongan
Batik merupakan produksi tekstil yang hampir dapat dijumpai di seluruh
daerah di Indonesia, salah satunya di Kota Pekalongan Jawa Tengah. Pada proses
produksi pembuatan batik, diperlukan sejumlah besar air serta bahan kimia yang
berupa bahan organik dan anorganik yang dapat mengakibatkan beberapa
parameter kualitas air limbah batik seperti BOD, COD, TDS, dan TSS kadarnya
menjadi tinggi, sehingga parameter-parameter tersebut kadarnya melebihi baku
mutu yang yang telah ditetapkan (Perda Prop Jawa Tengah No. 5/2012). Hal ini
menunjukkan bahwa limbah cair batik tersebut harus dilakukan pengolahan terlebih
dahulu sebelum hasil dari limbah cair batik tersebut dibuang ke sungai.
Proses pengolahan limbah cair batik dilakukan untuk menurunkan kadar
pencemar sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan, diantaranya yaitu BOD,
COD, TSS, maupun warna melalui proses pengolahan air limbah secara fisika,
kimia dan biologi. Pada contoh pengolahan limbah yang dilakukan yaitu proses
fisika dan kimia antara lain dengan sedimentasi, flokulasi, koagulasi, adsorpsi,
ultrafiltrasi, oksidasi dengan ozon dan teknologi membran, sedangkan proses
biologi menggunakan aktivitas mikroorganisme dan tanaman air.
Pada pengolahan limbah cair batik secara fisika di laboratorium dengan
menggunakan arang aktif yang berasal dari limbah serbuk gergajian kayu jati
sebagai difungsikan sebagai penyerap warna dan logam, serta menjadikan serbuk
tanaman kenaf (Hibiscus cannabinus) untuk mereduksi malam (wax) yang
terkandung pada air limbah cair batik. Selain pengolahan limbah secara fisika yang
dilakukan tersebut, pengolahan air limbah batik dilakukan melalui proses biologi
dengan cara melalui proses isolasi jamur Indigenous isolat genus Fusarium dan
genus Aspergillus untuk menurunkan warna pada limbah cair batik.
Tanaman Eichornia crassipes dan Salvinia molesta juga dapat dijadikan
sebagai fitoremidiator pencemaran limbah cair batik selain jamur karena
kemampuannya dalam mengakumulasi logam berat Cr. Proses penggabungan
fisika-kimia-biologi yang meliputi flokulasi-koagulasi (koagulan tawas), filtrasi
(zeolit), dan pengolahan biologi dengan eceng gondok, dapat menurunkan
parameter pencemar COD, BOD dan logam berat Cr. Penelitian mengenai
pengolahan air limbah berwarna telah dilakukan di Indonesia selain dari metode
fisika, kimia, dan biologi, dengan menggunakan ozon yang dikombinasikan dengan
Advanced Oxydation Processes (AOPs) yang dilakukan pada skala prototype di
laboratorium dan pengolahan air limbah batik melalui proses elektrokoagulasi.
Namun demikian, hasil yang didapat dari proses pengolahan menunjukkan bahwa
pengolahan air limbah batik yang dilakukan dengan proses fisika kimia lebih besar.

Tabel 1. Presentase Penurunan Kadar Pencemar pada Model Fisik IPAL Batik Skala
Individu
Kadar Rata-Rata
No. Parameter Satuan
Inlet Outlet Penurunan (%)
1 BOD mg/L 621 27.0 95.7
2 COD mg/L 1739 68.3 96.1
3 TSS mg/L 329 22.3 93.2
4 Fenol mg/L 0.128 0.037 71.3
Minyak dan
5 mg/L 2.05 0.1 95.1
Lemak
6 pH - 10.5 7.8 25.9
(Sumber: Priadie, 2017)

Pada pengolahan air limbah tekstil yang didapatkan yaitu bahwa biaya
operasional pengolahan air limbah tekstil dengan metode koagulasi-flokulasi lebih
efektif bila dibandingkan dengan metode pengolahan lain seperti dengan oksidasi
ozon maupun proses lumpur aktif. Biaya operasional metoda ozonisasi atau
kombinasi dari radiasi UV dan ozon H2O2 relatif lebih mahal, proses pengolahan
dengan lumpur aktif walaupun efisiensinya tinggi dalam penurunan COD, tetapi
dengan menggunakan lumpur aktif kurang efisien dalam penurunan warna air
limbah, sehingga metoda adsorpsi pada pengolahan limbah yang dilakukan dengan
cara koagulasi-flokulasi dianggap relatif unggul dalam pengolahan limbah karena
pada metode koagulasi-flokulasi selain biaya yang digunakan rendah juga desain
yang dibuat dapat lebih sederhana pada metode koagulasi-flokulasi.
Koagulan yang paling umum digunakan dalam pengolahan air limbah
adalah Poly Aluminium Chloride (PAC) dan Al2(SO4)3.4H2O, sedangkan yang
dilakukan dari penelitian ini menggunakan koagulan Aluminium Formulated
Chloride (AFC) tipe 142 (ISO 9001:2008) (Standard DAS Certification
International Indonesia, Desember 2013) yang harganya lebih murah dibandingkan
dengan harga koagulan Poly Aluminium Chloride (PAC) di pasaran.
Tujuan yang dilakukan yaitu untuk mengetahui kinerja IPAL skala invidu
dalam mengolah limbah cair industri batik melalui proses flokulasi-koagulasi dan
filtrasi sehingga hasil penelitian dapat replikasi oleh para pengrajin batik skala
rumahan atau UKM dalam rangka mencegah dan menanggulangi pencemaran air
yang terjadi di sungai-sungai yang berada di Kota Pekalongan.
Bahan konstruksi IPAL yang digunakan mudah dan banyak terdapat
dipasaran karena berupa drum-drum plastik bekas penyimpanan bahan kimia.
Bahan kimia yang digunakan meliputi asam sulfat, kapur, koagulan AFC tipe 142,
dan polimer (kuriflock). Unit pengolahan pada IPAL ini terdiri dari bak kontrol,
tangki pengaduk cepat, tangki pengaduk lambat, tangki sedimentasi, tangki
netralisasi, tangki filtrasi, tangki pengering lumpur, tangki pembubuh asam, tangki
pembubuh polimer, tangki pembubuh AFC, dan tangki pembubuh kapur. Inlet air
limbah cair batik dipompakan ke bak penampung yang berfungsi sebagai bak
ekualisasi, selanjutnya air limbah cair dipompakan ke dalam tangki pengaduk cepat
dan dapat ditambahkan koagulan AFC dan kapur secara gravitasi.
Proses koagulasi terdapat pada bak pengaduk cepat ini berlangsung melalui
pengadukan hidrolis yang memanfaatkan aliran air yang bertekanan dari pompa
sehingga terjadi pencampuran air limbah dengan bahan koagulan. Air limbah
selanjutnya dialirkan ke empat bak pengaduk lambat untuk proses flokulasi serta
ditambahkan polimer untuk memperbesar ukuran flok. Air limbah dialirkan ke
empat pengaduk lambat setelah melalui proses flokulasi, air hasil olahannya
dialirkan pada bak netralisasi dengan ditambahkan asam sulfat, dan selanjutnya
dialirkan ke bak filtrasi (zeolit:karbon aktif = 30:30). Air hasil olahan dari bak
filtrasi ini selanjutnya merupakan outlet dari IPAL batik individu, sedangkan
endapan selanjutnya akan dialirkan menuju ke bak pengering lumpur.
3. Perencanaan Pengolahan Air Limbah Sistem Terpusat (Studi Kasus di
Perumahan PT Pertamina Unit Pelayanan III Plaju)
Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha atau kegiatan
permukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama.
Beberapa bentuk dari air limbah ini berupa tinja, air seni, limbah kamar mandi dan
juga sisa kegiatan dapur rumah tangga. Jumlah air limbah yang dibuang akan selalu
bertambah dengan meningkatnya jumlah penduduk dengan segala kegiatannya.
Apabila jumlah air yang dibuang berlebihan melebihi dari kemampuan alam untuk
menerimanya, maka akan terjadi kerusakan lingkungan. Lingkungan yang rusak
akan menyebabkan menurunnya tingkat kesehatan manusia yang tinggal pada
lingkungannya itu sendiri sehingga oleh karenanya perlu dilakukan penanganan air
limbah yang seksama baik itu dalam penyaluran maupun dalam pengolahannya.
Sistem penyaluran air limbah adalah suatu rangkaian bangunan air yang
berfungsi untuk mengurangi atau membuang air limbah dari suatu kawasan/lahan
baik itu dari rumah tangga maupun kawasan industri. Sistem penyaluran biasanya
menggunakan sistem saluran tertutup dengan menggunakan pipa yang berfungsi
menyalurkan air limbah tersebut ke bak interceptor yang nantinya di salurkan ke
saluran utama atau ke saluran drainase. Pengolahan limbah adalah usaha untuk
mengurangi atau menstabilkan zat-zat pencemar sehingga saat dibuang tidak
membahayakan lingkungan dan kesehatan. Tujuan utama pengolahan air limbah
adalah untuk mengurangi kandungan bahan pencemar terutama padatan yang
tersuspensi, mikroba patogen, dan senyawa-senyawa organik yang tidak dapat
diuraikan oleh mikroorganisme-mikroorganisme alami (Wulandari, 2014).
Proses pengolahan limbah terdiri dari dua jenis yaitu pengolahan limbah
setempat (on site) dan pengolahan limbah secara terpusat (off site). Sistem sanitasi
setempat (on site sanitation) adalah sistem pembuangan air limbah dimana air
limbah tidak dikumpulkan serta disalurkan ke dalam suatu jaringan saluran yang
akan membawanya ke suatu tempat pengolahan air buangan atau badan air
penerima, melainkan dibuang di tempat. Sistem sanitasi terpusat (off site sanitation)
merupakan sistem pembuangan air buangan limbah rumah tangga yang disalurkan
keluar dari lokasi pekarangan masing-masing rumah ke saluran pengumpul air
buangan dan selanjutnya disalurkan secara terpusat ke bangunan pengolahan air
buangan sebelum dibuang ke badan perairan. Pada penelitian ini, kajian penelitian
hanya dipusatkan pada proses pengolahan air limbah secara terpusat.
Pengolahan air yang mengandung senyawa-senyawa organik, umumnya
menggunakan teknologi pengolahan air limbah secara biologis atau gabungan
antara proses kimia-fisika. Proses secara biologis tersebut dapat dilakukan pada
kondisi aerobik (dengan udara), kondisi anaerobik (tanpa udara) atau dengan
kombinasi keduanya. Proses aerobik biasanya digunakan untuk pengolahan limbah
dengan beban BOD tidak terlalu besar, sedangkan proses anaerobik digunakan
untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD yang sangat tinggi. Pada
penelitian ini, uraian dititik beratkan pada pengolahan limbah secara aerobik.
Prinsip kerja dari instalasi pengolahan air limbah biofilter aerob dan anaerob
adalah seluruh air limbah yang dihasilkan dari kegiatan domestik, seluruhnya
dialirkan ke bak pemisah lemak atau minyak. Bak pemisah lemak tersebut berfungsi
untuk memisahkan lemak atau minyak yang berasal dari kegiatan dapur, serta untuk
mendapatkan kotoran pasir, tanah atau senyawa padatan yang tak dapat terurai
secara biologis. Limpasan dari bak pemisah lemak selanjutnya dialirkan masuk ke
bak pengendap awal untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran
organik tersuspensi. Bak ini juga berfungsi sebagai bak pengurai senyawa-senyawa
organik yang berbentuk padatan, sludge digestion (pengurai lumpur) dan juga dapat
berfungsi sebagai penampung lumpur selain berfungsi sebagai bak pengendapan.
Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak
kontaktor anaerob (biofilter anaerob) dengan arah aliran dari atas ke bawah. Jumlah
bak kontaktor anaerob terdiri dari dua buah ruangan. Penguraian zat-zat organik
yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerob atau fakultatif aerob.
Pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikroorganisme setelah
beberapa hari operasi. Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat organik
yang belum terurai pada bak pengendap. Air limbah dari bak kontaktor (biofilter)
anaerob dialirkan ke bak kontaktor aerob yang berfungsi menguraikan zat organik
yang ada dalam air limbah. Air dialirkan ke bak pengendap akhir dari bak aerasi, di
dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung mikroorganisme diendapkan.
Air limpasan (outlet/over flow) sebagian dialirkan ke bak yang diisikan dan
sebagian lagi dialirkan ke bak klorinasi/kontaktor klorin. Air limbah di dalam bak
kontaktor klorin tersebut dikontakkan dengan senyawa klorin untuk membunuh
mikroorganisme patogen. Penambahan klorin bisa dilakukan dengan menggunakan
klorin tablet atau dengan larutan kaporit yang disuplai melalui pompa. Air olahan,
yakni air yang keluar setelah proses klorinasi dapat langsung dibuang ke sungai
atau saluran umum. Penggunaan kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut
selain dapat menurunkan zat organik (BOD, COD), kandungan amonia, padatan
tersuspensi (SS), fosfat dan lainnya dapat juga turun secara signifikan.
Proses biologis dengan biakan tersuspensi adalah sistem pengolahan dengan
menggunakan aktivitas mikroorganisme untuk menguraikan senyawa polutan yang
ada dalam air. Contoh proses ini antara lain proses lumpur aktif konvensional, step
aeration, contact stabilization, dan lainnya. Proses biologis dengan biakan melekat
yakni proses pengolahan air limbah dimana mikroorganisme yang digunakan
dibiakkan pada suatu media sehingga mikroorganisme tersebut melekat pada
permukaan media. Beberapa teknologi pengolahan air dengan system ini antara lain
trickling filter atau biofilter, Rotating Biological Contractor (RBC), dan lain-lain.
Pada proses pengolahan air limbah dengan biofilter, prinsip dasarnya adalah
mengalirkan air limbah ke dalam suatu mikroorganisme yang melekat di
permukaan media. Polutan yang ada didalam air limbah akan diuraikan oleh
mikroorganisme tersebut menjadi senyawa yang tidak mencemari lingkungan.
Proses penguraiannya dapat berlangsung secara aerob dan anaerob atau kombinasi.
Media biofilter yang digunakan secara umum dapat berupa material organik
atau bahan material anorganik. Media biofilter dari bahan organik misalnya plastik
dalam bentuk tali, bentuk jaring, bentuk butiran tak teratur (random packing),
bentuk papan (plate), bentuk sarang tawon dan lain-lain. Media dari bahan
anorganik misalnya batu pecah (split) kerikil, batu kali, batu marmer, dan batu
tembikar. Media biofilter yang digunakan adalah media dari bahan plastik yang
ringan, tahan lama, mempunyai luas spesifik yang besar, serta mempunyai volume
rongga yang besar sehingga resiko kebuntuan media sangat kecil. Media dengan
tipe sarang tawon atau cross flow dipilih berdasarkan kriteria tersebut,.
4. Pengolahan Limbah Cair di PT. Maya Food Industries
Pengolahan limbah cair di PT. Maya Food Industries dilakukan dalam IPAL
atau Instalasi Pengolahan Air Limbah. Sumber air limbah tersebut antara lain air
sisa produksi dan air sanitasi namun tidak termasuk air toilet/kebersihan diri. Luas
total IPAL di PT. Maya Food Industries sebesar 2700 m2. Produksi air limbah dalam
satu hari yaitu 346 m³ sementara total pengolahan dalam IPAL secara keseluruhan
dapat mencapai lima hingga enam hari. Denah instalasi pengolahan air limbah PT.
Maya Food Industries dapat dilihat pada bagian Lampiran, tertera pada Gambar 4.
Pengolahan limbah cair ini dilakukan bertahap yaitu penampungan,
penyaringan, pretreatment, ekualisasi, bak anaerob, bak aerob, settling, wet land
dan outlet. Pengolahan IPAL ini berjalan secara kontinyu sehingga bila hujan turun
pada saat jam kerja telah selesai maupun pada hari libur maka pengolahan dapat
berjalan dengan semestinya agar limbah cair tidak melebihi kapasitas.
Langkah awal dalam mengolah air limbah di PT. Maya Food Industries
adalah dengan menampung limbah cair pada suatu bak penampungan khusus.
Penampungan ini memiliki tujuan untuk menampung semua limbah cair hasil
produksi dan sanitasi kecuali air toilet atau kebersihan diri. Selain itu, bak
penampungan juga berperan sebagai tempat untuk mengendapkan padatan yang
terbawa oleh arus air. Sisa padatan akan mengendap pada bagian dasar bak akibat
tekanan alir air dan gaya gravitasi. Pengambilan endapan padatan tersebut
dilakukan sehari setelah berlangsungnya proses pengolahan limbah cair dengan
cara manual yaitu terdapat pekerja yang mengambilnya dengan menggunakan
jaring. Sisa padatan tersebut kemudian dijemur dibawah sinar matahari dan
kemudian dijual kepada masyarakat lokal. Pada bak penampungan ini, terdapat
pompa yang berfungsi untuk memindahkan air ke proses selanjutnya.
Screening dilakukan untuk menyaring padatan yang masih terdapat dalam
limbah cair namun memiliki ukuran yang lebih kecil daripada sisa padatan pada bak
penampungan. Proses penyaringan dilakukan dalam tiga tahap yaitu penyaringan
dengan menggunakan saringan berdiameter 5 mm, penyaringan dengan
menggunakan saringan berdiameter 3 mm dan penyaringan dengan menggunakan
saringan berdiameter 2 mm. Tahapan ini dibuat secara bertingkat seperti tangga.
Bak pretreatment digunakan sebagai tempat untuk memisahkan minyak
yang ada dalam limbah cair dengan didasarkan pada berat jenisnya. Minyak yang
berkumpul pada bagian permukaan air akan diambil dengan menggunakan kotak
box yang kemudian diletakkan di atas bak tersebut. Pada saat tidak ada proses
produksi, minyak tersebut dimasukkan kembali kedalam proses pengolahan air.
Bak ekualisasi memiliki volume ruang yaitu 431 m3. Bak ini digunakan untuk
menghomogenkan konsentrat atau komposisi air limbah. Proses dilakukan dengan
bantuan pompa untuk mengaduk air limbah sehingga terjadi proses pencampuran.
Pengolahan limbah cair yang utama terdapat pada bak anaerob dengan
kapasitas sebesar 735 m3 dan kedalaman minimal 3 meter. Bak anaerob ini
digunakan untuk menguraikan bahan-bahan organik NH3, NO2-, bau dan menekan
populasi bakteri patogen dengan bantuan bakteri anaerob. Bakteri anaerob dan
aerob yang digunakan telah ada sejak dulu dan tidak diketahui tepatnya namun
pertumbuhannya selalu diperiksa. PT. Maya Food Industries melakukan
pengecekan pada bak anaerob secara visual terhadap warna, lumpur dan gelembung
serta pengecekan terhadap pH. Standar pH pada bak anaerob yaitu 6,5-7,5.
Berdasarkan penampakan air, jika warnanya bening kecoklatan maka
kinerja bakteri baik sedangkan jika warna menjadi putih atau kuning maka kinerja
bakteri kurang baik. Berdasarkan bau, jika berbau amis mengindikasikan bahwa
hasil penguraian buruk dan biasanya didampingi dengan warna air yang berubah
menjadi putih atau kuning sehingga perlu diberi penanganan yaitu dengan
diberikannya pupuk urea sebanyak 5 kg yang dicairkan terlebih dahulu dengan 20
liter air lalu dimasukkan setelah proses selesai atau pada sore hari. Penanganan ini
dilakukan agar kinerja bakteri mengalami peningkatan. Jika didapatkan lumpur
mengambang dan hanyut maka bakteri dalam kondisi buruk sedangkan bila
gelembung banyak maka bakteri dalam kondisi baik. Penanganan pada kondisi
bakteri yang buruk yaitu diberikan gula sebanyak 2 kg dan tapioka sebanyak 3 kg.
Bakteri akan kembali menjadi normal dalam jangka waktu 6 jam hingga 3 hari.
Bak aerob merupakan tempat yang digunakan untuk menghilangkan bau,
memperbaiki warna air, menurunkan kadar COD dan BOD dalam limbah air
dengan menggunakan bantuan bakteri aerob. PT. Maya Food Industries
menyediakan blower udara untuk memberikan oksigen dalam bak agar bakteri
aerob dapat hidup dan menjalankan aerasi agar bakteri aerob tidak mengendap.
Proses dalam bak aerob ini menggunakan sistem aerasi. Pengecekan bakteri aerob
yang dilakukan oleh PT. Maya Food Industries yaitu berdasarkan jumlah bakteri
per liter, warna air dan pH. Pengecekan berdasarkan jumlah bakteri dilakukan
dengan terlebih dahulu mengambil sampel air pada bak 1, 4, dan 7 sebanyak 1 liter,
kemudian didiamkan selama 30 menit untuk mengendapkan bakteri.
Standar jumlah bakteri yaitu 300-700 ml/liter air, jika jumlah bakteri di
bawah standar tersebut, maka diberikan gula sebanyak masing-masing 3 kg untuk
pagi dan sore hingga jumlah bakteri memenuhi standar kembali. Berdasarkan warna
air, jika air berwarna bening kecoklatan yaitu bakteri dalam kondisi baik sedangkan
jika air berwarna kuning maka bakteri dalam kondisi buruk dan kadar ammonia
cukup tinggi sehingga diperlukan penanganan menggunakan tapioka. Berdasarkan
tingkat keasaman, pH standar bak aerob yaitu 6-9, jika pH di bawah standar maka
dapat diartikan bahwa kinerja bakteri menurun sehingga perlu diberikan
penanganan dengan kapur sebanyak 10 kg/hari hingga pH mencapai standar awal.
Bak settling digunakan sebagai tempat untuk menampung bakteri aerob
yang terbawa oleh arus. Kemudian bakteri tersebut akan dikembalikan ke bak
aerob. Pengurasan bak settling dilakukan setiap 2 atau 3 minggu. Wet land
merupakan area pengolahan limbah air yang dipenuhi oleh tumbuhan dengan luas
area sebesar 234 m3. Proses pengolahan yang terjadi di wet land yaitu akar-akar
tanaman dalam wet land akan menyerap nutrisi yang tersisa dalam limbah air,
biasanya dalam bentuk senyawa nitrat. Peremajaan tanaman tersebut dilakukan
setiap 3 bulan sekali, sedangkan pengurasan dilakukan setiap 1 bulan sekali.
Outlet IPAL digunakan untuk mengeluarkan air limbah yang telah diolah
agar aman untuk dikembalikan ke lingkungan. Air yang dihasilkan setelah
pengolahan akan berwarna bening kecoklatan dan tidak berbau. Limbah yang telah
diolah tersebut kemudian dikeluarkan ke sungai yang berada pada bagian belakang
pabrik. Selain itu, pada bagian outlet, air akan diambil oleh Balai Besar Teknologi
Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) untuk diuji apakah air limbah hasil
pengolahan PT. Maya Food Industries sudah memenuhi baku mutu air limbah.
DAFTAR PUSTAKA

Chomsyatun, dkk. 2016. Pengolahan Limbah Industri Kertas. Cilegon: Universitas


Sultan Ageng Tirtayasa.
Muller, C.A. 2017. Pengolahan Limbah Cair dan Padat di PT. Maya Food
Industries. Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata.
Priadie, B. 2017. Potensi IPAL Skala Individu untuk Pengolahan Limbah Cair
Industri Batik di Pekalongan. Jurnal Dinamika Penelitian Industri. Vol.
28(1) : 42-50.
Wulandari, P. 2014. Perencanaan Pengolahan Air Limbah Sistem Terpusat (Studi
Kasus di Perumahan PT Pertamina Unit Pelayanan III Plaju – Sumatera
Selatan). Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan. Vol. 2(3) : 499-509.
LAMPIRAN

Gambar 1. Flow Diagram Pengolahan Limbah Cair pada PT Indah Kiat Pulp and Paper
(Sumber: Chomsyatun, 2016)
Gambar 2. Flow Diagram Pengolahan Limbah Cair Industri Batik di Pekalongan
(Sumber: Priadie, 2017)

Gambar 3. Flow Diagram Pengolahan Air Limbah Sistem Terpusat di Perumahan PT


Pertamina Unit Pelayanan III Plaju
(Sumber: Wulandari, 2014)
Gambar 4. Denah Aliran IPAL di PT. Maya Food Industries
(Sumber: Muller, 2017)

Anda mungkin juga menyukai