Anda di halaman 1dari 8

Tentang Peta Gempa Indonesia Terbaru Edisi SNI 1726 2012

Berawal dari komentar salah satu pengunjung blog pada postingan Apa itu Peta Gempa
Indonesia, saya menjadi teringat untuk mengupdate tulisan di blog itu agar lebih relevan dengan
standar perencanaan terkini. Dalam post ini saya ingin berbagi pemahaman saya dan berdiskusi
dengan pembaca tentang pembaharuan dari Peta Gempa Indonesia edisi 2002 menjadi edisi 2010
yang diterbitkan kementrian PU pada tahun 2010 lalu. Peta gempa ini kemudian dilengkapi
menjadi SNI 1726 tahun 2012 mengenai Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung . (Baca : Ringkasan Hasil Studi Revisi Peta Gempa
2010)

Peta gempa, sebagaimana standar perencanaan desain teknik sipil lainnya, perlu diperbaharui
berdasarkan perkembangan keilmuan dan pengalaman di lapangan. Peta gempa terbaru edisi
2010 dan dilengkapi kedalam SNI 1726 2012 diterbitkan dengan harapan mendapatkan prediksi
beban gempa yang lebih akurat agar bangunan menjadi lebih handal (reliable) pada saat
mengalami gempa rencana (Ibnu Rusydy : Dapatkah Gempa Diprediksi?). Gempa sendiri adalah
fenomena alam yang belum sepenuhnya dipahami, sangat banyak variable yang bisa
mempengaruhi beban gempa pada suatu gedung oleh karena itu tiap perkembangan ilmu dan
informasi baru di lapangan sangat penting dalam menghasilkan desain bangunan yang lebih
handal.

Baca juga : Pashima instant anti ribet

Meskipun peta ini diterbitkan 5 tahun lalu, saya rasa peta ini belum sepenuhnya diaplikasikan
pada dunia perteknik-sipilan Indonesia oleh karena itu saya rasa tetap perlu untuk mengingatkan
pentingnya mengikuti peta dan standar perencanaan gempa terbaru. Memang peta gempa dan
standar perencanaan gempa pada SNI 1726 2012 terlihat lebih rumit jika dibandingkan dengan
edisi 2002. Peta gempa SNI 1726 2012 dibuat setara dengan standar perencanaan ASCE 7-10
(hampir bisa disamakan dengan IBC2009) sedangkan peta gempa edisi 2002 dibuat setara
dengan UBC-97. Untuk mencapai ASCE 7-10 (atau IBC 2009), standar perencanaan gempa dari
UBC-97 mengalami paling tidak dua kali pembaharuan ASCE yaitu ASCE 7-05 dan ASCE 7-10,
dan empat kali pembaharuan IBC yaitu 2000, 2003, 2006 dan 2009. Dalam pembaharuan
dokumen-dokumen diatas tentunya banyak hal yang berubah dan mungkin menjadi lebih
kompleks lagi.

Dalam tulisan ini, saya ingin memfokuskan bahasan pada perbedaan peta gempa SNI 1726 2012
dengan 2002 dalam hal konsep penurunan beban gempa akibat percepatan di batuan dasar
(PGA). Saya akui bahwa tingkat pemahaman saya hanyalah sebatas praktisi dan bukan sampai
tahapan pakar dalam bidang kegempaan jadi saya sangat menerima koreksi/masukan pembaca
agar artikel ini bisa lebih akurat dan bermanfaat lagi bagi komunitas teknik sipil Indonesia. Saya
juga akan memisahkan antara peta gempa 2010 dengan SNI 2012 karena pada awal
diterbitkannya, peta gempa edisi 2010 belum mengadopsi konsep uniform risk seperti yang akan
saya jelaskan pada tulisan ini. Peta gempa pada SNI 2012 lah yang merupakan penyempurnaan
dari peta gempa 2010 dengan menambahkan konsep uniform risk.
Sebelumnya silahkan baca postingan saya sebelumnya berikut untuk mendapatkan gambaran
singkat tentang apa itu peta gempa dan bagaimana peta gempa edisi SNI 1726 2002 diturunkan.
(Achmadsya : Apa Itu Peta Gempa Indonesia???)

Berikut beberapa perbedaan Utama pada Peta Gempa Indonesia edisi edisi SNI 1726 2012
dengan edisi 2002.

1. Periode Ulang

Perbedaan pertama adalah pada periode ulang, SNI 2002 menetapkan resiko terjadinya gempa
diatas gempa rencana (probability of exceedance) sebesar 10% dalam 50 tahun. Dengan
persyaratan ini, periode ulang gempa yang berdasarkan Annual Probability of exceedance
menjadi

10%/50 = 0.2 %. Dengan persamaan mencari probablity of exceedence berikut, R = 1-(1-1/T)^n


maka didapat T = 475 tahun atau dibulatkan menjadi 500 tahun.

Pada SNI 2012, probability of exceedance diambil sebesar 2% dalam 50 tahun. Dengan
persamaan yang sama, didapat periode ulang gempa sebesar 2.475 tahun atau dibulatkan menjadi
2500 tahun.

Perbedaan probability of exceedance merupakan faktor langsung terhadap berubahnya periode


ulang. Semakin kecil probability of exceedance semakin besar periode ulang. Semakin kecil
probability of exceedance, semakin kecil kemungkinan terjadi gempa diatas gempa rencana
sehingga kita semakin terhindar dari kejadian gempa.

Perlu dipahami bahwa konsep ini adalah konsep probabilitas berdasarkan statistik. Periode ulang
gempa 2500 tahun bukan berarti gempa hanya akan terjadi setiap 2500 tahun. Periode ulang ini
digunakan untuk lebih mudah menjelaskan bahwa kemungkinan tahunan (annual probability)
sesuatu adalah sebesar 1/2500 = 0.0004.

2. Pendekatan Deterministic
Jika pada peta gempa 2002 lebih menekankan pada konsep probabilistic dalam menentukan
besaran gempa melalui Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA), edisi 2010
menambahkan satu konsep yang disebut Deterministic Seismic Hazard Analysis (DSHA). Pada
konsep ini, probabilitas gempa tidak hanya diturunkan dari statistic terjadinya gempa yang
tercatat. Probabilitas juga diturunkan dengan mengidentifikasi adanya subduksi lapisan bumi dan
sesar aktif (active faults) pada suatu wilayah.

Dari identifikasi subduksi dan sesar, para analis dapat mengestimasi berapa kemungkinan
magnitude gempa maksimal dan dimana lokasinya berdasarkan pemahaman karakteristik
subduksi dan sesar yang ditinjau. Hal ini bisa dilakukan karena para ahli geologi telah
mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai karakteristik suatu subduksi/sesar (seperti
kecepatan pergseseran, arah geser dan kondisi geologi) sehingga bisa membuat model yang bisa
memprediksi besaran maksimum gempa yang terjadi.

Tim revisi peta gempa Indonesia tahun 2010 menyatakan bahwa konsep PSHA dan DSHA
adalah saling melengkapi. Tim revisi menyatakan “Hasil DSHA dapat diverifikasi dengan PSHA
untuk memastikan bahwa kejadian tersebut masih realistik atau mungkin terjadi. Sebaliknya,
hasil analisis PSHA dapat diverifikasi oleh hasil analisis DSHA untuk memastikan bahwa hasil
analisis tersebut rasional”. Prof Masyhur mengatakan dalam beberapa seminar yang
dibawakannya bahwa pendekatan deterministic akan lebih baik dalam memberikan estimasi
terjadinya gempa untuk daerah di sekitar subduksi atau sesar yang sudah teridentifikasi dengan
baik. Pendekatan ini mungkin tidak tepat jika digunakan di daerah yang jauh dari subduksi dan
sesar oleh karena itu digunakanlah pendekatan probabilistic. Peta gempa edisi 2010
menggunakan kedua konsep ini untuk memberikan percepatan gempa yang lebih representative
dimana gempa rencana diambil berdasarkan nilai minimal dari hasil Deterministik dan
Probabilistik.

3.Uniform Hazard vs Uniform Risk

Salah satu konsep yang baru diaplikasikan kedalam peta gempa SNI 1726 2012 adalah konsep
building fragility (kerentanan). Saya belum sepenuhnya paham mengenai konsep ini tapi saya
akan coba menjabarkan beberapa temuan yang saya dapat berdasarkan studi literature pada kode
ASCE 7-10 dan paper-paper pendukungnya.

Peta gempa SNI 2002 berdasarkan pada konsep uniform hazard dimana beban gempa didasarkan
pada potensi gempa yang sama untuk semua wilayah. (potensi disini maksudnya potensi 10%
probability of exceedence dalam 50 tahun). Peta gempa SNI 1726 2012 mengadopsi konsep
uniform risk yang artinya beban gempa didasarkan pada resiko keruntuhan bangunan yang sama
yang disini diambil 1% resiko keruntuhan dalam 50 tahun. Oleh karena itu, percepatan gempa
pada peta SNI 1726 2012 disebut sebagai Risk Targeted Ground Motion yaitu percepatan tanah
yang sudah disesuaikan untuk mencapai target resiko keruntuhan 1 persen dalam 50 tahun.

Adanya konsep risk of collapse berawal dari pengamatan dari kejadian gempa di amerika serikat
dimana tidak semua gedung yang terkena gempa rencana selamat / menunjukan performa sesuai
desain. Pengamatan juga menunjukan tidak semua gedung yang terkena beban gempa diatas
gempa rencana tidak selamat / menunjukan kegagalan struktur sesuai prediksi desain. Menurut
Luco et al pada papernya berjudul “Risk-Targeted versus Current Seismic Design Maps for the
Conterminous United States”, hal ini terjadi dikarenakan adanya ketidak pastian pada :

1. Ketidak pastian pada ground acceleration yang direpresentasikan pada probabilitas


hazard gempa.
2. Ketidak pastian pada betuk gelombang gempa (wave form) yang disebut sebagai record-
to-record variability. (Achmadsya’s note: mungkinkah ini alasan kenapa pada time
history analysis dibutuhkan analysis terhadap 7 time history data??)
3. Ketidak pastian dari variasi detailing struktur, kualitas material, susunan struktur dan
lain-lain.

Adanya ketidak pastian diatas berujung pada studi dilakukan melalui ATC 63 Project dan
didokumentasikan dalam FEMA P 695 yang bertujuan mengkuantifikasikan perfroma bangunan
dan parameter-parameter response bangunan terhadap gempa. Studi ini salah satunya
menghasilkan kurva collapse probability bangunan yang kemudian diaplikasikan oleh Luco et al
dalam merumuskan persamaan probabilistik percepatan gempa yang memperhitungkan
Probability of Exceedence dengan Collapse Probability untuk mendapatkan risk targeted ground
motion.

Konsep kedua dirasa lebih tepat karena sesungguhnya kita ingin tahu performa bangunan kita
saat terkena gempa rencana, bukan hanya besarnya gempa yang harus diperhitungkan sebagai
gempa rencana.

Jika tertarik menelaah lebih dalam mengenai tentang risk targeted ground motion, silahkan baca
referensi berikut :

 Luco, Nicholas et al. 2007. Risk-Targeted versus Current Seismic Design Maps for the
Conterminous United States. SEAOC 2007 Convention Proceeding.
 ATC 63 Presentation
 FEMA P 695 Report

4.Koefisien pada Response Spektra

Peta gempa SNI 2002 hanya memiliki satu koefisien yaitu PGA. Koefisien ini kemudikan
diturunkan menjadi respon spektra melalui beberapa konstanta pengali yang diambil berdasarkan
kondisi tanah yang ditinjau.

Peta gempa SNI 1726 2012 memberikan tambahan koefisien spektra berupa PGA (batuan dasar),
0.2 detik dan 1 detik. PGA digunakan untuk menentukan percepatan gempa pada desain pondasi.
Koefisien 0.2 detik dan 1 detik digunakan untuk membuat respon spektra gedung. Penambahan
koefisien-koefisien ini ditujukan untuk memberikan response spektra desain yang lebih
representative berdasarkan perkembangan ilmu terkini.

Pembaca yang tertarik mengenal bagaimana cara membuat respon spektra berdasarkan peta
gempa 2010 dan SNI 1726 2012 bisa berkunjung ke link dibawah.

Ringkasan Prosedur Menentukan Beban Gempa SNI 2010


Setelah kita melihat perbedaan dari segi metodologi penurunan peta gempa, lalu apa sebenarnya
dampaknya pada percepatan gempa desain? Beberapa slide yang disajikan Prof. Masyhur Irsam
dalam seminarnya di acara Institution of Civil Engineer (ICE) technical meeting memberikan
gambaran perbedaan respon spektra Peta Gempa edisi 2002 dan edisi SNI 1726 2012 untuk
daerah Aceh, Medan dan Jakarta.

Baca juga : Pashima instant anti ribet

Untuk wilayah Aceh, respon spektra peta gempa SNI 2012 umumnya memberikan akselerasi
lebih besar untuk Hard Rock dan Medium soil class dibandingkan peta gempa SNI 2002. Akan
tetapi, peta gempa SNI 2012 umumnya memberikan percepatan gempa lebih kecil dibanding SNI
2002 untuk soft soil.

Untuk wilayah Jakarta, peta gempa SNI 2012 memberikan percepatan gempa lebih besar pada
Medium soil dibandingkan SNI 2002. Akan tetapi, percepatan gempa SNI 2012 untuk soft soil
ternyata sedikit lebih kecil dibandingkan SNI 2002.

Kesimpulan dari pengamatan di atas adalah peta gempa SNI 1726 2012 belum tentu memberikan
percepatan gempa yang lebih besar dibandingkan edisi SNI sebelumnya. Dalam mengassess
kerentanan bangunan terhadap kode gempa SNI 1726 2012, kita perlu mempertimbangkan faktor
tanah dan periode natural bangunan agar bisa menentukan perlu tidaknya perkuatan (retrofit)
bangunan.

Anda mungkin juga menyukai