Anda di halaman 1dari 11

BAHAN AJAR DDTK

PENILAIAN BERBASIS HIGHER ORDER THINKING SKILL

PENGEMBANGAN INSTRUMEN
PENILAIAN HASIL BELAJAR
BERBASIS HOTS

A. Pendahuluan
Kurikulum 2013 menghendaki proses pembelajaran menggunakan pendekatan
saintifik (Mengamati, Menanya, Mengolah, Menyajikan, Menyimpulkan dan
Mencipta), menggunakan ilmu pengetahuan sebagai penggerak pembelajaran untuk
semua mata pelajaran, Menuntun siswa untuk mencari tahu, bukan diberi tahu
(discovery learning). Di dalam proses penilaian yang diukur dalam kurikulum 2013
adalah tingkat berpikir siswa mulai dari rendah sampai tinggi, sedangkan proses
pembelajarannya salah satunya menekankan kemampuan berpikir kreatif. Berpikir
kreatif merupakan bagian dari berpikir tingkat tinggi (Higher OrderThinking Skills
(HOTS)).
Untuk dapat mengembangkan proses pembelajaran yang mendukung
peningkatan berpikir kreatif, maka guru dituntut untuk mampu mengembangkan
instrument penilaian berbasis HOTS. DDTK Penilaian Berbasis HOTS ini akan
membahas penilaian pendidikan secara umum dengan lebih ditekankan pada
penyusunan instrument penilaian berbasis HOTS.

B. Indikator Keberhasilan
a. Menjelaskan tahapan berpikir ntingkat tinggi
b. Menyusun indikator kompetensi analisis
c. Menyusun indikator kompetensi evaluasi
d. Menyusun indikator kompetensi kreativitas
e. Menyusun instrument hasil belajar berbasis Higher Order Thinking Skill
C. Uraian Materi

1. Pengembangan Instrumen Penilaian Berbasis Higher Order Thinking Skill


(HOTS)
Berbasis kepada Taksonomi Bloom, terdapat tiga aspek dalam ranah kognitif yangmenjadi bagian dari
kemampuan berpikir tingkat tinggi atau higher-order thinking. Ketiga aspek itu adalah aspek analisa,
aspek evaluasi dan aspek mencipta. Sedang tiga aspek lain dalam ranah yang sama, yaitu aspek
mengingat, aspek memahami, dan aspek aplikasi, masuk dalam bagian intilektual berpikir
tingkat rendah atau lower-order thinking. Bagaimana proses belajar yang terjadi di dalam kelas
yang dapat mendorong siswa atau peserta didik memilki kemampuan berpikir dalam taraf higher-order
thinking tersebut? Dalam Buku A Guide to...Productive Pedagogies, Classroom Reflection
Manual yang diterbitkan oleh Curriculum Implemantation Unit, Teaching and
Learning Branch, Education Queensland, dicontohkan tentang pembelajaran dalam Mata Pelajaran
Matematika dengan topik bahasan mengelompokkan benda.

Tingkatan berfikir berdasarkan


Taksonomi Bloom:

Higher

Lower

Dalam pendapat lainnya, tingkatan berpikir dibagi menjadi 4 tingkatan, yaitu


recall thinking, basic thinking, critical thinking, dan creative thinking.
a. Tingkat berfikir paling rendah adalah keterampilan menghafal (recall
thinking) yang terdiri atas keterampilan yang hampir otomatis atau refleksif,
misalnya fakta dasar aritmatik seperti 3 x 4 = 12, 5 + 4 = 9 atau bahkan
mengingat alamat atau nomor HP seseorang. Pada kelas-kelas awal siswa
berusaha keras untuk menghafal fakta-fakta ini.
b. Level berfikir selanjutnya adalah keterampilan dasar (basic thinking).
Meliputi memahami konsep-konsep seperti penjumlahan, pengurangan dan
sebagainya termasuk aplikasinya dalam soal-soal. Contoh dari konsep
perkalian adalah mencari harga total 12 kilogram beras bila harga perkilnya
adalah Rp 6.350
c. Berfikir kritis adalah berfikir yang memeriksa, menghubungkan, dan
mengevaluasi semua aspek dari situasi atau masalah. Termasuk di
dalamnya mengumpulkan, mengorganisir, mengingat, dan menganalisa
informasi. Berfikir kritis termasuk kemampuan membaca dengan
pemahaman dan mengidentifikasi materi yang dibutuhkan dan tidak
dibutuhkan. Ini juga berarti mampu menarik kesimpulan dari data yang
diberikan dan mampu menentukan ketidak konsistenan dan pertentangan
dalam sekelompok data. Berfikir kritis adalah analitis dan refleksif.
d. Berfikir kreatif sifatnya orisinil dan reflektif. Hasil dari keterampilan
berfikir ini adalah sesuatu yang kompleks. Kegiatan yang dilakukan di
antaranya menyatukan ide, menciptakan ide baru, dan menentukan
efektifitasnya. Berfikir kreatif meliputi juga kemampuan menarik
kesimpulan yang biasanya menelorkan hasil akhir yang baru.

Untuk mengembangan instrument penilaian berbasis HOTS didasarkan pada


pertanyaan-pertanyaan inovatif (inovatve questions) sebagai berikut:
a. Is there another way? (adakah cara lainnya?)
b. Is there another answer? (adakah jawaban lain?)
c. What if ….? (bagaimana jika?)
d. What’s wrong? (apa yang salah?)
e. What should you do? (apa yang akan dilakukan?)
f. What do you mean by …? (apa yang Anda maksud dengan ….?)
g. Which topic needs more explanation? (topic yang membutuhkan
penjelasan lebih lanjut?
Contoh:
Dalam matematika ada 4 jenis pertanyaan yang mudah dikembangkan (mata
pelajaran lain disesuaikan)
1) Adakah cara lain?
Pengembangan instrumen berbasis HOTS yang didasarkan pada pertanyaan
“adakah cara lain?” mempunyai titik tekan:
- Kondisi soal tetap, tidak berubah
- Fokus pada problem
- Fokus pada cara lain
- Cocok untuk latihan creative thinking

Contoh instrument:
Soal 1
Sebuah perusahaan furnitur akan membuat dua jenis bangku berkaki- tiga dan
berkaki-empat. Kedua jenis bangku ini menggunakan jenis kaki yang sama.
Pada suatu kesempatan perusahaan ini mendapat pesanan 340 kaki untuk 100
buah bangku. Berapakah masing-masing jenis bangku yang akan diproduksi?
Jawaban 1
Misal x = banyak bangku berkaki-tiga
y = banyak bangku berkaki-empat
x + y = 100
3x + 4y = 340
Dengan berbagai cara akan diperoleh 60 bangku berkaki-tiga dan 40 bangku
berkaki-empat.
Selanjutnya ajukan pertanyaan kemungkinan cara lain untuk
mendapatkan jawaban yang sama.

2) Bagaimana jika?
Pengembangan instrumen berbasis HOTS yang didasarkan pada pertanyaan
“bagaimana jika?” mempunyai titik tekan:
- Kondisi berubah
- Berpengaruh pada jawaban
- Siswa menganalisa apa yang terjadi
- Memaksa critical thinking

Contoh instrument:
Tidak seperti kegiatan pertama, kegiatan berikut dilakukan setelah kondisi pada
soal diubah. Perubahan ini membuat siswa memeriksa kembali soal dan
melihat apakah pengaruh perubahan ini terhadap proses penyelesaian dan juga
jawabannya. Dengan jalan ini siswa akan menganalisa apa yang terjadi
sehingga akan meningkatkan berfikir kritis mereka. Berikut contohnya.
Soal 2:
Ari mengambil empat kartu bilangan bernilai 31, 5, 9 dan 10. Berapakah total
nilai kartu-kartu bilangan tersebut?

5 17 25 10

31

11 3 9 15

Dengan proses penjumlahan sederhana diperoleh jawaban 55. Sekarang ajukan


pertanyaan: Bagaimana jika…?
Bagaimana Jika…?
1) Bagaimana jika ARI mengambil empat kartu dengan total nilai 55? Kartu
bilangan manakah yang diambilnya?
Banyak jawaban terhadap pertanyaan ini. Artinya, terdapat banyak
jawaban benar. Soal terakhir ini lebih memerlukan analisa, bukan
sekedar latihan penjumlahan.
2) Bagaimana jika kartu bilangan 10 dibuang? Jika Yani mengambil empat
kartu dengan total nilai 55, Kartu-kartu manakah yang diambilnya?
Soal ini membuat siswa menganalisa lebih jauh. Setelah mencoba
beberapa kombinasi siswa akan menyadari bahwa jumlah tersebut tidak
mungkin diperoleh. Mengapa? Apa penjelasan matematisnya? Jumlah
dua bilangan genap selalu akan genap, sehingga tidak mungkin diperoleh
55.

Dengan mengajukan pertanyaan Bagaimana jika …? Masalah rutin dapat


diubah menjadi suatu kegiatan yang menarik untuk member kesempatan
untuk menggunakan berfikir kritisnya.

3) Apa yang salah?


Pengembangan instrumen berbasis HOTS yang didasarkan pada pertanyaan
“apa yang salah?” mempunyai titik tekan:
- Disajikan soal dan jawabannya
- Jawaban memuat kesalahan (konsep atau perhitungan)
- Siswa mencari kesalahan, memperbaiki dan menjelaskan
- Menggunakan critical & creative thinking
Contoh instrument:
Pak Muslim membeli selembar tripleks seharga Rp125.000. Karena dia minta
triplex tersebut dipotong menjadi 3 bagian yang sama, dia dikenakan biaya Rp
3500 sekali potong. Selanjutnya Pak Muslim harus membayar biaya
pengecatan sebesar 30% dari seluruh biaya setelah pemotongan. Toko
memberikan tanda pembayaran sebagai berikut:

1 lembar triplex @Rp 125.000 Rp125.000


3 x pemotongan @ Rp3500 Rp 10.500
Subtotal Rp135.500
Pengecatan Rp 40.650
Total Rp176.150

Pak Muslim mengatakan biaya tersebut salah. Manakah yang salah?


Jawaban 1
Seorang siswa menjawab:
Kesalahan terletak pada biaya pemotongan. Diperlukan hanya 2x
pemotongan untuk mendapat 3 bagian yang sama sehingga biaya
pemotongan hanya Rp7000. Total biaya kelebihan Rp3500. Sehingga biaya
total adalah Rp176.150 - Rp3500 = Rp172.650.
Jawaban 2
Siswa lain menunjuk kesalahan lainnya.
Karena biaya pengecatan tergantung pada subtotal yang tergantung pada
harga triplex dan ongkos pemotongan, maka biaya total akan lebih kecil
daripada Rp 172.650. Dengan demikian siswa tidak hanya menggunakan
keterampilan kritis tetapi juga menggunakan keterampilan kreatifnya.

4) Apa yang akan dilakukan?


Pengembangan instrumen berbasis HOTS yang didasarkan pada pertanyaan
“apa yang akan dilakukan?” mempunyai titik tekan:
- Setelah penyelesaian, siswa diminta membuat keputusan.
- Dasar keputusan: gagasan atau pengalaman pribadi
- Siswa menjelaskan dasar keputusan
- Merangsang creative thinking dan berlatih communication skills

Contoh instrument:
Di suatu kota terdapat dua system tarif taksi, tarif lama dan tarif baru. Biaya
tariff lama adalah Rp 4000 + Rp250/km, sedangkan tariff baru adalah
Rp5000 + Rp200/km. Apabila anda memerlukan taksi, taksi manakah yang
akan dipilih? Mengapa?

2. Pengolahan Nilai
Instrumen tes jadi kemudian digunakan dalam pengukuran untuk
mendapatkan skor kemudian diolah menjadi nilai. Nilai yang diperoleh siswa
dikategorikan dengan tuntas dan tidak tuntas. Ketuntasan nilai ditentukan
dengan pendekatan acuan kriteria. Kriteria ketuntatasan menurut
Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014 adalah sebagai berikut:
a. Nilai Sikap
Nilai ketuntasan kompetensi sikap dituangkan dalam bentuk predikat, yakni
predikat Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), dan Kurang (K) sebagaimana
tertera pada tabel berikut.
Nilai Ketuntasan Sikap
(Predikat)

Sangat Baik (SB)

Baik (B)

Cukup (C)

Kurang (K)

Ketuntasan Belajar untuk sikap (KD pada KI-1 dan KI-2) ditetapkan dengan
predikat Baik (B).

b. Nilai Pengetahuan dan Keterampilan


Nilai ketuntasan kompetensi pengetahuan dan keterampilan dituangkan dalam
bentuk angka dan huruf, yakni 4,00 – 0,00 untuk angka yang ekuivalen dengan
huruf A sampai dengan D sebagaimana tertera pada tabel berikut.

Nilai Ketuntasan Pengetahuan dan


Keterampilan
Rentang Angka Huruf

3,85 – 4,00 A
3,51 – 3,84 A-
3,18 – 3,50 B+
2,85 – 3,17 B
2,51 – 2,84 B-
2,18 – 2,50 C+
1,85 – 2,17 C
1,51 – 1,84 C-
1,18 – 1,50 D+
1,00 – 1,17 D

Ketuntasan Belajar untuk pengetahuan ditetapkan dengan skor rerata 2,67


untuk keterampilan ditetapkan dengan capaian optimum 2,67. Khusus untuk
SD/MI ketuntasan sikap, pengetahuan dan keterampilan ditetapkan dalam
bentuk deskripsi yang didasarkan pada modus, skor rerata dan capaian
optimum.
DAFTAR PUSTAKA

Allen, M.J., &Yen,W. M. (1979). Introduction to measurement theory. Monterey,


California: Brooks/Cole Publishing Company.

Crocker, L. & Algina, J. 1986. Introduction to Classical and Modern Tes Theory.
New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Departemen Pendidikan Nasional, (2006), Kurikulum 2004, Standar Isi.


Jakarta : Departemen Pendidikan.

Departemen Pendidikan Nasional, (2004). “Kurikulum 2004 Standar Kompetensi


Sekolah Menengah Atas”. Jakarta

Djemari Mardapi. 2008. Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Non Tes. Yogyakarta:
Mitra Cendikia Offset

Ebel, R. L. (1979). Essentials of education measurement. New Jersey: Prentice Hall.

Eko Haryono. 2011. Efektivitas Pembelajaran Matematika Berbasis Mind Map


Methode dengan Menggunakan Media Grafis Komik dalam Meningkatkan
Kreativitas Berpikir Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 3 Depok Sleman.
Skripsi Prodi Pendidikan Matematika Fakultas Sainteks UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.

Gronlund, N. E., dan Linn, R. L. (1990). Measurement and evaluation in teaching. New
York: McMillian Publishing Company.

Guion, R.M. 1977. Content Validity, The Source of My Discontent, Applied


Psychological Measurement, 1.1-10

Ismul Fariks. 2007. Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif
Siswa Kelas X MA Wahid Hasyim Sleman Dalam Pembelajaran Matematika
Dengan Pendekatan Open Ended. Yogyakarta: Skripsi pada Prodi Guruan
Mat em at i ka F akul t a s S ai nt eks U IN S una n Kal i j aga Yo g yak ar t a

Messick, S. 1995. Validity of Psychological Assessment, Validation of Inferences


from Persons' Responses and Performances as Scientific Inquiry Into Score
Meaning. American psychologist

Nathan, B. R. & Cascio, W. F. (1986). Technical and legal aspects in Berk, R. A. (edit.
1986). Performance assessment. Baltimore:Nunnaly, J.C. 1970. Introduction
to Psychological Measurement, International Student Edition. New York:
MacGraw Hill Book Company

Sumarna Surapranata. 2004. Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil


Tes Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai