Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI
STASE KEPERAWATAN JIWA

YULIA NUR CAHYANI


I4B017040

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
2018
A. PENGERTIAN
Halusinasi adalah keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam
jumlah dan pola diri stimulus yang mendekat yang diperkasai secara internal
atau eksternal disertai dengan suatu pengurangan berlebihan distrarsi atau
kelainan berespon terhadap stimulus (Nurjanah, 2004).
Menurut Stuart & Sundeen (1998) halusinasi merupakan gangguan
persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi
semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu
penuh/baik.
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus
yang sebetulnya tidak ada. (WHO, 2006).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa halusinasi
merupakan salah satu gejala gangguan jiwa dimana seseorang mengalami
perubahan dalam berespon terhadap stimulus yang sebenarnya tidak ada berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan dan terjadi pada
saat individu sadar.
B. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah factor resiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya. Factor predisposisi
dapat meliputi factor perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis,
dan genetic. (Yosep, 2009)
a) Faktor perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan.
b) Faktor sosiokultural
Berbagai factor dimasyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian dilingkungan
yang membesarkannya.
c) Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Jika seseorang mengalami stress yang berlebihan, maka didalam
tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti buffofenon dan dimethytrenferase (DMP).
d) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan demi masa
depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam
nyata menuju alam hayal.
e) Faktor genetic
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil
studi menunjukkan bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan
yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Factor presipitasi
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
penasaran, tidak aman, gelisah, bingung, dan lainnya.
C. PROSES TERJADINYA MASALAH
Menurut Yosep (2009), proses terjadinya halusinasi terbagi menjadi 4 tahap
yaitu:
1. Tahap pertama
Pada fase ini halusinasi berada pada tahap menyenangkan dengan tingkat
ansietas sedang, secara umum halusinasi bersifat menyenangkan. Adapun
karakteristik yang tampak pada individu adalah orang yang berhalusinasi
mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa takut serta
mencoba memusatkan penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas.
2. Tahap kedua
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap menyalahkan dengan
tingkat kecemasan yang berat. Adapun karakteristik yang tampak pada
individu yaitu individu merasa kehilangan kendali dan mungkin berusaha
untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersiapkan, individu
mungkin merasa malu dengan pengalaman sensorinya dan menarik diri dari
orang lain.
3. Tahap ketiga
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap pengendalian dengan tingkat
ansietas berat, pengalaman sensori yang dirasakan individu menjadi
penguasa. Adapun karakteristik yang tampak pada individu adalah orang
yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman halusinasinya
dan membiarkan halusinasi tersebut menguasai dirinya, individu mungkin
mengalami kesepian jika pengalaman sensori tersebut berakhir.
4. Tahap keempat
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap menakutkan dengan tingkat
ansietas panic. Adapun karakteristik yang tampak pada individu adalah
pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti
perintah, dimana halusinasi bisa berlangsung beberapa jam atau beberapa
hari, apabila tidak ada intervensi terapeutik.
D. RENTANG RESPON

Halusinasi merupakan respon maladaptive individu yang berada dalam


rentang respon neurologi (Stuart, 2001). Ini merupakan respon persepsi
paling mal adaptif. Jika pasien sehat persepsinya akurat mampu
mengidentifikasi stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui
panca indera. Klien dengan halusinasi menginterpretasikan dengan stimulus
panca indera walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua
respon itu adalah respon individu yang karena suatuhal mengalami kelainan
persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang
disebut dengan ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang di
dilakukannya terhadap stimulus panca indera tidak akurat sesuai dengan
timulus yang diterima.
E. MANIFESTASI KLINIS
Tahapan halusinasi, karakteristik dan perilaku yang ditampilkan (tim
keperawatan jiwa FIK- UI, 1999)
TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN
Tahap 1
 Memberi rasa nyaman  Mengalami ansietas,  Tersenyum, tertawa
tingkat ansietas sedang kesepian,rasa bersalah, sendiri.
secara umum halusinasi dan ketakutan.  Menggerakkan bibir
merupakan suatu  Mencoba berfokus pada tanpa suara.
kesenangan pikiran yang dapat  Pergerakan mata yang
menghilangkan ansietas. cepat.
 Pikiran dan pengalaman  Respon verbal yang
sensori masih ada dalam lambat.
kontol kesadaran NON  Diam dan
PSIKOTIK berkonsentrasi.

Tahap 2
 Menyalahkan  Pengalaman sensori  Terjadi peningkatan
 Tingkat kecemasan menakutkan. denyut jantung,
berat secara umum  Merasa dilecehkan oleh pernafasan dan tekanan
halusinasi menyebabkan pengalaman sensori darah.
rasa antipati tersebut.  Perhatian dengan
 Mulai merasa lingkungan berkurang.
kehilangan kontrol.  Konsentrasi terhadap
 Menarik diri dari orang pengalaman sensorinya.
lain.  Kehilangan kemampuan
 NON PSIKOTIK membedakan halusinasi
dengan realitas
Tahap 3
 Mengontrol.
 Tingkat kecemasan  Klien menyerah dan  Perintah halusinasi
berat. menerima pengalaman ditaati.
 Pengalaman halusinasi sensorinya (halusinasi)  Sulit berhubungan
tidak dapat ditolak lagi.  Isi halusinasi menjadi dengan orang lain.
atraktif.  Perhatian terhadap
 Kesepian bila lingkungan berkurang,
pengalaman sensori hanya beberapa detik.
berakhir.  Tidak mampu
 PSIKOTIK mengikuti perintah dari
perawat, tampak tremor
dan berkeringat..
Tahap 4
 Klien sudah dikuasai  Perilaku panik.
oleh halusinasi.  Resiko tinggi
 Klien panik. mencederai.
 Agitasi atau kataton
 Tidak mampu berespon
terhadap lingkungan.

F. PENANGANAN (FARMAKOLOGIS DAN NON FARMAKOLOGIS)


Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian obat – obatan dan
tindakan lain, yaitu :
1. Psikofarmakologis
Obat – obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizoprenia
adalah obat – obatan anti psikosis. Adapun kelompok yang umum
digunakan adalah :

KELAS KIMIA NAMA GENERIK (DAGANG) DOSIS HARIAN


Fenotiazin Asetofenazin (Tindal) 60-120 mg
Klorpromazin (Thorazine) 30-800 mg
Flufenazine (Prolixine, Permitil) 1-40 mg
Mesoridazin (Serentil) 30-400 mg
Perfenazin (Trilafon) 12-64 mg
Proklorperazin (Compazine) 15-150 mg
Promazin (Sparine) 40-1200 mg
Tioridazin (Mellaril) 150-800mg
Trifluoperazin (Stelazine) 2-40 mg
Trifluopromazin (Vesprin) 60-150 mg
Tioksanten Klorprotiksen (Taractan) 75-600 mg
Tiotiksen (Navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
2. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik
dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik.
Indikasi terapi kejang listrik adalah klien depresi pada psikosa manik
depresi, klien schizofrenia stupor katatonik dan gaduh gelisah
katatonik. ECT lebih efektif dari antidepresan untuk klien depresi
dengan gejala psikotik (waham, paranoid, dan gejala vegetatif), berikan
antidepresan saja (imipramin 200-300 mg/hari selama 4 minggu)
namun jika tidak ada perbaikan perlu dipertimbangkan tindakan ECT.
Mania (gangguan bipolar manik) juga dapat dilakukan ECT, terutama
jika litium karbonat tidak berhasil. Pada klien depresi memerlukan
waktu 6-12x terapi untuk mencapai perbaikan, sedangkan pada mania
dan katatonik membutuhkan waktu lebih lama yaitu 10-20x terapi
secara rutin. Terapi ini dilakukan dengan frekuensi 2-3 hari sekali. Jika
efektif, perubahan perilaku mulai kelihatan setelah 2-6 terapi.
3. Terapi aktivitas kelompok (TAK Stimulasi Persepsi)
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang
menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman
dan atau / kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Tujuan
umum TAK stimulasi persepsi adalah klien mempunyai kemampuan
untuk menyelesaikan masalah yang di akibatkan oleh paparan stimulus
kepadanya.
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat,
tanggal pengkajian, nomor rekam medic
b. Faktor predisposisi merupakan factor pendukung yang meliputi factor
biologis, factor psikologis, social budaya, dan factor genetic
c. Factor presipitasi meliputi sikap persepsi merasa tidak mampu, putus
asa, tidak percaya diri, merasa gagal, merasa malang, kehilangan,
rendah diri, perilaku agresif, kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan
dan penanganan gejala stress pencetus pada umunya mencakup
kejadian kehidupan yang penuh dengan stress seperti kehilangan yang
mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang
lain dan menyebabkan ansietas.
d. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social
dan spiritual
e. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas
motorik, alam perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara,
persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat
kosentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
f. Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun
maladaptive
g. Aspek medic yang terdiri dari diagnose medis dan terapi medis

Pada proses pengkajian, data penting yang perlu diketahui saudara dapatkan
adalah:
a. Jenis halusinasi
Berikut adalah jenis-jenis halusinasi, data objektif dan subjektifnya.
Data objektif dapat dikaji dengan cara melakukan wawancara dengan
pasien. Melalui data ini perawat dapat mengetahui isi halusinasi
pasien.
Jenis halusinasi Data objektif Data subjektif
Halusinasi - Bicara atau tertawa sendiri - Mendengar suara atau
dengar - Marah-marah tanpa sebab kegaduhan
- Menyedengkan telinga - Mendengar suara yang
kearah tertentu bercakap-cakap
- Menutup telinga - Mendengar suara menyuruh
melakukan sesuatu yang
berbahaya
Halusinasi - Menunjuk-nunjuk kearah Melihat bayangan, sinar,
Penglihatan tertentu bentuk geometris, bentuk
- Ketakutan pada sesuatu kartoon, melihat hantu atau
yang tidak jelas monster
Halusinasi - Menghidu seperti sedang Membaui bau-bauan sperti bau
penghidu membaui bau-bauan darah, urin, feces, kadang-
tertentu kadang bau itu menyenangkan
- Menutup hidung
Halusinasi - Sering meludah Merasakan rasa seprti darah,
pengecapan - Muntah urin atau feces
Halusinasi Menggaruk-garuk permukaan - Mengatakan ada serangga
Perabaan kulit dipermukaan kulit
- Merasa seperti tersengat
listrik

b. Isi halusinasi
Data tentang halusinasi dapat diketahui dari hasil pengkajian tentang
jenis halusinasi.
c. Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi
Hal ini dilakukan untuk menetukan intervensi khusus pada waktu
terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan
munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dengan
halusinasinya. Sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya.
Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasinya dapat
direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya
halusinasi.
d. Respon halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu
muncul. Perawat dapat menanyakan pada pasien hal yang dirasakan
atau dilakukan saat halusinasi timbul. Perawat dapat juga menanyakan
kepada keluarga atau orang terdekat dengan pasien. Selain itu dapat
juga dengan mengobservasi perilaku pasien saat halusinasi timbul.
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Menurut Yosep, 2009 diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
a. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah b.d koping individu tidak
efektif
b. Isolasi sosial : Menarik diri b.d harga diri rendah
3. Rencana Keperawatan
RENCANA KEPERAWATAN
1. Isolasi sosial : Menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
 Tujuan umum
Klien tidak menarik diri dan mampu berhubungan dengan orang lain secara
optimal
 Tujuan khusus
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya
o Kriteria hasil
Ekspresi wajah bersahabat, tidak acuh, ada kontak mata, mau berjabat
tangan, mau menyebutkan nama, mau bercakap-cakap dan mengutarakan
masalah yang dihadapi
o Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip hubungan
therapeutik
1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggialan yang disukai klien
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Selalu kontak mata selama interaksi
7. Tunjukan sikap empati dan penuh perhatian pada klien
TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
o Kriteria hasil
Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
o Intervensi
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
2. Bantu klien mengekspresikan dan menggambarkan perasaan serta
pikirannya
3. Tekankan bahwa kekuatan untuk berubah tergantung pada klien sendiri
4. Identifikasi stresor yang relevan dan penilaian klien terhadap stresor
tersebut
5. Dukung kekuatan, ketrampilan dan respon koping yang efektif
6. Utamakan memberi pujian therapeutik
7. Tingkatkan keterlibatan keluarga dan kelompok untuk memberikan
dukungan untuk mempertahankan kemajuan dan perkembangan klien
TUK 3 : Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
o Kriteria hasil
Klien menilai kemampuan yang digunakan
o Intervensi
1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan
2. Dukung kekuatan, ketrampilan dan respon koping yang adaptif
3. Utamakan memberi pujian therapeutik
4. Libatkan keluarga dalam perawatan klien
TUK 4 : Klien dapat merencanakan kegiatan harian
o Kriteria hasil
Klien merencanakan kegiatan harian
o Intervensi
1. Dukung klien untuk merencanakan kegiatan harian
2. Rencanakan kegiatan bersama klien, aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan (kegiatan sendiri, kegiatan dengan bantuan
sebagian, kegiatan dengan bantuan total)
3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh dilakukan
5. Libatkan keluarga dalam perawatan klien
TUK 5 : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan
kemampuannya
o Kriteria hasil
Klien melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi dan kemampuannya
o Intervensi
1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
2. Beri pujian atas keberhasilan klien
3. Beri dukungan yang sesuai dan positif untuk mempertahankan
kemajuan dan pertumbuhannya
4. Libatkan keluarga dalam perawatan klien
TUK 6 : Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
o Kriteria hasil
Klien memanfaatkan sistem pendukung yang ada
o Intervensi
1. Berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang cara merawat
klien dengan harga diri rendah
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah sesuai dengan
keadaan klien
4. Strategi Pelaksanaan Keperawatan (SP)
Halusinasi Pasien Keluarga
SP I SP I
1. Mengidentifikasi jenis 1. Mendiskusikan masalah
halusinasi pasien yang dirasakan keluarga
2. Mengidentifikasi isi dalam merawat pasien
halusinasi pasien 2. Menjelaskan pengertian,
3. Mengidentifikasi waktu tanda dan gejala, jenis
halusinasi pasien halusinasi yang dialami
4. Mengidentifikasi frekuensi pasien beserta proses
halusinasi pasien terjadinya
5. Mengidentifikasi situasi 3. Menjelaskan cara merawat
yang menimbulkan pasien halusinasi
halusinasi
6. Mengidentifikasi respon
pasien terhadap halusinasi
7. Mengajarkan pasien
menghardik halusinasi
8. Menganjurkan pasien
memasukkan cara
menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian
Pasien Keluarga
SP II SP II
1. Mengevaluasi jadwal 1. Melatih keluarga
kegiatan harian pasien mempraktekkan cara
2. Melatih pasien merawat pasien dengan
mengendalikan halusinasi halusinasi
dengan cara bercakap-cakap 2. Maltih keluarga melakukan
dengan orang lain cara merawat langsung
3. Menganjurkan pasien kepada pasien halusinasi
memasukkan jadwal
kegiatan harian
Pasien Keluarga
SP III SP III
1. Mengevaluasi jadwal 1. Membantu keluarga
kegiatan harian pasien membuat jadwal kegiatan
2. Melatih pasien aktifitas di rumah termasuk
mengandalikan halusinasi minum obat
dengan melakukan kegiatan 2. Menjelaskan follow up
(kegiatan yang biasa pasien setelah pulang
dilakukan pasien)
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam kegiatan
harian
Pasien
SP IV
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang
penggunaan obat secara
teratur
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam kegiatan
harian

Anda mungkin juga menyukai