DISUSUN OLEH:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017
RINGKASAN KASUS
Gugatan berawal dari sengketa tanah seluas 10,610 ha milik I Nare yang dikuasai I Wayan
Jasri sekeluarga (Para Termohon Peninjauan Kembali) seluas 10,090 ha dan oleh I Wayan
Jedeng (sepupu I Rembum dan saudara kandung I Nyoman Gampil) yang merupakan turut
Termohon Peninjauan Kembali seluas 5250 m2. Tanah tersebut dipermasalahkan
kepemilikannya oleh I Rembum dan I Nyoman Gampil (Pemohon Peninjauan Kembali I dan
Pemohon Peninjauan Kembali II) sebagai keponakan I Nare yang menganggap bahwa
mereka berhak mewaris harta I Nare karena menjadi ahli waris kepengurusa.Para Pemohon
Peninjauan Kembali menganggap bahwa Para Termohon Peninjauan Kembali telah membuat
sertipikat, akta jual beli, akta hibah, surat peralihan hak atas tanah tanpa sepengetahuan/seijin
Para Pemohon Peninjauan Kembali.
Para Pemohon Peninjauan Kembali tidak mengakui I Wayan Prapti (kakek I Wayan Jasri)
sebagai anak angkat yang sah dari I Nare.Pengangkatan anak menurut hukum adat Bali
adalah:
Berdasar pernyataan Para Pemohon Peninjauan Kembali, I Wayan Prapti tidak pernah sah
menjadi anak angkat karena dalam silsilah keluarga patrilineal tersebut telah banyak anak
laki-laki sehingga tidak perlu ada pengangkatan anak, Para Pemohon Peninjauan Kembali
tidak pernah menyetujui pengangkatan I Wayan Prapti, Tidak ada upacara pemerasan, dan
tidak pernah mendengar ada siaran berita tentang pengangkatan I Wayan Prapti sebagai anak.
Namun faktanya, Almarhum I Nare alias Pan Resti sesuai bukti surat dan didukung
keterangan saksi telah mengangkat anak yang bernama I Wayan Prapti alias Nang Seriasih
kawin dengan Ni Nyoman Ngenteg punya anak bernama Ni Wayan Seriasih dan melakukan
kawin keceburin oleh I Wayan Polih alias Nang dan mempunyai anak bernama I Wayan Jasri
(Termohon Peninjauan Kembali I) dan ini sangat jelas pada silsilah dalam hal ini secara
hukum adat Bali, anak yang telah diangkat serta diupacarai (diperas), kedudukannya sama
dengan anak kandung apalagi anak tersebut dalam perkawinannya selaku sentanarajeg (kawin
keceburin) sehingga secara hukum berhak mewaris atas warisan yang diberikan oleh ahli
waris dalam hal ini kepada alm. I Nare (Pan Resti) sebagai salah satu anak angkat dari
alm.Nang Murti berhak melimpahkan warisannya kepada I Wayan Prapti alias Nang Seriasih
(anak angkat) sehingga terhadap pensertifikatan tanah telah sesuai dengan ketentuan ahli
waris hukum adat Bali.
Selain itu, Nang Murti telah memberikan tanah seluas 10 ha kepada masing-masing anak
angkatnya sehingga Para Pemohon Peninjauan Kembali terkesan sangat rakus karena
sebenarnya mereka telah mendapat porsi waris sendiri dari orang tuanya yang telah mendapat
waris dari Nang Murti.
Kami sependapat dengan Putusan Majelis Hakim yang memutus sengketa waris antara I
Rembum dan I Nyoman Gampil dengan I Wayan Jasri karena telah terbukti secara sah dan
meyakinkan jika memang I Wayan Prapti (kakek I Wayan Jasri ) telah diangkat sebagai anak
angkat yang sah oleh I Nare sehingga dia berhak mewaris tanah tersebut.
Menurut Hukum Adat Bali, yang berhak mewarisi sebagai ahli waris ialah hanya keturunan
pria dari pihak keluarga pria dan anak angkat laki-laki (Vide :Putusan Mahkamah Agung RI
tanggal 3 Desember 1958 Reg. No. 200 K/Sip/1958, dalam perkara antara PAN GARI dkk
selaku penggugat Kasasi melawan I GENDRA dkk selaku tergugat dalam Kasasi termuat
dalam Buku Adat Bali dan Lombok, DALAM YURISPRUDENSI INDONESIA oleh Chidir
Ali, SH., penerbit Pradnya Paramita, Jakarta, 1979, halaman 56 - 60).