II.1. Polisitemia
II.1.1. Definisi
diatas normal. Peningkatan tersebut dapat terjadi secara khusus atau sebagai
lebih dari 17 g/dL untuk laki-laki dan 15 g/dL untuk perempuan, sedangkan
untuk hematokrit meningkat >50% pada laki-laki atau >45% pada perempuan
lain ialah anamnesis terkait riwayat merokok, tempat tinggal di dataran tinggi,
5
riwayat penyakit jantung kongenital, ulkus peptikum, sleep apnea, PPOK, dan
Pada gambar 1, dijelaskan bagan alur diagnosis pada pasien yang ditemukan
dilakukan ialah pemeriksaan massa sel darah merah. Apabila massa sel darah
merah normal (<36 mL/kg pada laki-laki, <32 mL/kg pada perempuan), pasien
lanjutan jumlah leukosit, jumlah basofil, dan trombosit. Selain itu, mutasi JAK-2
sebagai respon fisiologis akibat hipoksia atau suatu reaksi produksi otonom,
penyakit jantung dan paru apabila pasien tidak hidup di dataran tinggi. Sementara
itu, pasien perokok dengan saturasi oksigen normal memiliki kadar eritropoietin
6
Pasien dengan saturasi oksigen normal yang tidak merokok memiliki
umpan balik produksi eritropoietin yang tidak memberikan respon secara normal
7
II.2. Polisitemia Vera
II.2.1. Definisi
granulosit, dan sel darah merah. Sel tersebut kemudian berakumulasi tanpa
II.2.2. Epidemiologi
Eropa dan Amerika Serikat berada pada kisaran 1,9-2,3/100.000 per tahun,
dengan angka yang sedikit lebih tinggi pada laki-laki (2,8/100.000 per tahun)
dibandingkan pada perempuan (1,3/100.000 per tahun) dan angka tertinggi pada
laki-laki berusia 70-79 tahun (24/100.000 per tahun). Median usia saat
vera mencapai 3,7/100 pasien per tahun, dengan tingkat kematian vaskular dan
non-vaskular mencapai 1,7 dan 1,8/100 pasien per tahun. Kematian non-vaskular
sebagian besar disebabkan oleh keganasan akibat neoplasma solid dan leukemia
mencakup 20 studi (14 studi Eropa, 4 studi Amerika Utara, 1 studi Asia, dan 1
8
Pengeluaran 1 studi Asia karena kurang akuratnya metodologi yang digunakan
0,94/100.000 per tahun. Insidensi pada laki-laki tidak berbeda secara signifikan
dengan insidensi pada perempuan (0,87 dan 0,73/100.000 per tahun) (Titmarsh et
al, 2014).
2,8/100.000 per tahun, dengan studi-studi yang memiliki metodologi yang baik,
tertinggi (2-3/100.000 per tahun). Dari 14 studi tersebut, delapan studi mencapai
>1/100.000 per tahun dan empat studi mencapai >2/100.000 per tahun. Tiga
belas studi memperkirakan insidensi polisitemia vera sedikit lebih tinggi pada
diagnosis berada pada kisaran 65-74 tahun. Studi yang sama menunjukkan
2014).
9
polisitemia vera belum ditemukan sehingga gambaran penyakit polisitemia vera
stimulating factor, dan faktor sel punca). Hal ini menunjukkan adanya gangguan
polisitemia vera, dimana daerah kromosom 9p berperan mengkode gen p16 dan
Tirosin kinase JAK2 berperan penting dalam jaras pengiriman sinyal reseptor-
10
trombopoietin (Tpo), dan granulocyte colony stimulating factor (GCSF); yang
sangat penting dalam proses mielopoiesis normal. Tirosin kinase juga berperan
berulang pada kasus-kasus polisitemia vera, yaitu mutasi titik pada JAK2. Mutasi
ini menyebabkan substitusi valin menjadi fenilalanin pada posisi 617 (V617F)
Tidak adanya mutasi ini pada germ line menunjukkan bahwa mutasi ini bersifat
primer. Mutasi ini juga ditemukan pada penyakit mieloid lainnya seperti anemia
11
trombositemia esensial juga memiliki mutasi JAK2, pada kebanyakan pasien
kimia, maupun infeksi dapat menyebabkan kerusakan sel dan jaringan dan
Hal ini memicu produksi autokrin dan parakrin serta konsumsi sitokin inflamasi
dan kemokin untuk menarik sel-sel imun limfoid dan myeloid ke tempat cedera.
Jika hal ini berlangsung secara kronik, akan terjadi stimulasi berlebihan secara
kerusakan sel dan jarangan, sehingga terjadi peningkatan duplikasi DNA dan
risiko mutasi serta defek pada reparasi DNA, baik pada sel-sel di jaringan yang
terpengaruh (peningkatan risiko kanker solid) maupun pada sel-sel limfoid dan
II.2.4. Patofisiologi
Perdarahan dan trombosis adalah kondisi klinis yang sering ditemukan pada
pasien polisitemia vera (PV). Hal ini disebabkan oleh dua hal: (1) peningkatan
kadar sel darah merah, dan (2) peningkatan kadar trombosit. Pada sejumlah
pasien, trombosis arteri dan vena sering dijumpai. Proses trombogenesis pada
12
pasien polisitemia vera diperkirakan sesuai dengan teorema yang dibuat oleh
Rudolf Virchow pada tahun 1856, disebut dengan triad Virchow. Virchow
dinding pembuluh darah, komponen darah dan aliran darah. Mekanisme terkait
trombogenesis pada arteri dan vena terkait dengan jalur kompleks biokimiawi
yang meregulasi akumulasi fibrin dan aktivasi beberapa sel lain seperti trombosit,
sel endotel, dan leukosit. Beberapa ahli membentuk suatu konsep berdasarkan
sirkuit terjadinya proses trombogenesis; arteri dan vena. Pada arteri, proses
trombus terjadi pada pembuluh darah yang memiliki resistensi tinggi dan aliran
darah yang cepat/tekanan tinggi. Oleh karena itu, struktur tersebut akan
meningkatkan adesi, aktivasi dan agregasi dari trombosit. Sementara itu, pada
vena, trombus terjadi pada sebuah struktur yang memiliki kapasitansi tinggi,
debit aliran yang rendah, sehingga struktur tersebut akan mengaktifkan faktor-
faktor koagulasi dan produksi dari fibrin yang tidak larut (Kroll et al, 2015).
13
Gambar 2 Mekanisme Penyakit (Marchioli et al., 2013)
didapat yang ditemukan pada 12-15% pasien polisitemia vera. Sindrom ini terjadi
karena absorpsi faktor von Willebrand oleh trombosit, sehingga kadar trombosit
yang meningkat pada pasien polisitemia vera dapat mengurangi kadar faktor von
jaringan dibentuk oleh leukosit, yang kadarnya juga meningkat pada pasien-
14
II.2.5. Manifestasi Klinis
Tanda klinis awal kasus polisitemia vera ialah splenomegali. Pruritus akuagenik
disebutkan sebagai gejala klinis khas pada pasien polisitemia vera, selain itu
tidak ada gejala-gejala lain yang membedakan dengan penyebab eritrosis lainnya
sekitar 8% hingga 53% pasien dengan trombosis vena hepatika (sindrom Budd-
Chiari) atau trombosis vena porta yang tidak memiliki kelainan sirosis atau
memar juga dapat terjadi akibat dari trombositosis/stasis vaskular (Kroll et al.,
2015).
15
mendukung adanya elevasi massa sel darah merah ialah hipertensi sistolik
Suatu kompleks gejala yang disebut sebagai eritromelalgia juga salah satu
komplikasi trombosis pada polisitemia vera, gejala yang timbul seperti eritema,
sensasi terbakar dan nyeri pada ekstremitas. Selain itu, siklus proses sel
gout sekunder, batu asam urat, dan gejala lain terkait hipermetabolisme (Spivak
et al., 2010).
II.2.6. Diagnosis
Diagnosis polisitemia vera saat ini berdasarkan kriteria WHO dan juga
algoritma diagnosis melalui pemeriksaan mutasi darah tepi pada gen JAK2V617F.
hematokrit. Kesalahan positif palsu atau negatif palsu pada pemeriksaan tes mutasi
diperkirakan hasilnya subnormal pada lebih dari 85% pasien. Kadar eritropoietin
yang rendah dengan tidak adanya mutasi JAK2V617F memerlukan analisis mutasi
polisitemia vera dengan mutase JAK2 negatif (Tefferi & Barbui 2015).
16
Gambar 3 Alur Diagnosis Penyakit Neoplasma Mieloproliferatif (Tefferi &
Barbui, 2015)
Polisitemia Vera
Kriteria Mayor Kadar Hb >16,5 g/dL pada laki-laki, >16.0 g/dL pada
17
(panmyelosis), yakni eritroid, granuloid, dan proliferasi
(berbeda ukuran).
II.2.7. Penatalaksanaan
kualitas hidup pasien (Griesshammer et al, 2015; Assi dan Baz, 2014).
18
Gambar 4 Alur Manajemen Polisitemia Vera berdasarkan Pengelompokan Risiko
(Griesshammer et al, 2015)
risiko tinggi (Griesshammer et al, 2015; Arber et al, 2016). Pengelompokkan ini
lebih agresif.
tindakan Flebotomi dan pemberian aspirin (Griesshammer et al, 2015; Assi dan
Baz, 2014; Tefferi dan Barbui, 2015). Flebotomi dilakukan untuk menurunkan
19
kadar eritrosit dalam sirkulasi darah, sementara pemberian aspirin ditujukan
Sementara itu, pada pasien dengan risiko tinggi dilakukan pemberian zat yang
memiliki sifat sitotoksik terhadap progenitor sel darah. Obat sitotoksik yang
digunakan adalah hidroksiurea sebagai lini pertama dan interferon sebagai lini
II.2.8. Komplikasi
II.2.8.1 Trombosis
dalamnya pasien dengan usia relatif muda (<65 tahun) tanpa adanya riwayat
dari 5% per tahun) pada pasien usia tua (>65 tahun), atau pada subjek yang
memiliki riwayat trombosis baru. Risiko meningkat sangat tinggi (>10% per
tahun) pada pasien yang memiliki kedua faktor risiko tersebut (Kroll et al.,
2015).
faktor risiko terjadinya trombosis. Faktor-faktor ini terbagi menjadi faktor risiko
20
konvensional antara lain terdiri dari riwayat trombosis, eritrositosis, dan
lebih rendah pada pasien dengan tingkat hematokrit <45% (4,4%) dibandingkan
dengan 45%-50% (10,9%) dan kelompok dengan tingkat hematokrit yang lebih
trombosis mayor yang lebih rendah. Studi ECLAP dan dua studi lainnya juga
tinggi (>15 x 109/L). Faktor-faktor lainnya yang dapat berpengaruh antara lain
usia >65 tahun, riwayat merokok, hipertensi, dan diabetes melitus (Kroll et al.,
2015).
beban alel JAK2V617F, inflamasi, aktivasi sel darah, mikropartikel, dan aktivasi
21
koagulasi pada plasma juga ditemukan meningkat pada pasien-pasien polisitemia
et al., 2010)
strok dan tromboemboli vena pada pasien polisitemia vera. Sementara itu, studi
oleh Stefano menunjukkan bahwa kadar leukosit yang tinggi merupakan faktor
2010).
22
Hiperviskositas darah dan perhitungan kadar trombosit tetap menjadi
faktor utama pada komplikasi polisitemia vera. Studi lain menunjukkan bahwa
Selain itu, peningkatan siklus sel/ turn over sel hematopoietik akan
meningkatkan produksi dari asam urat dan produksi sitokin. Hal ini berhubungan
dengan gejala klinis berupa ulkus peptikum dan pruritus yang terjadi.
Peningkatan ukuran dari limpa terjadi akibat proses infark dan kakeksia (Spivak
et al., 2010).
panas, dan nyeri akibat iskemia ujung-ujung jari. Angka kejadian eritromelalgia
terhadap terapi salisilat. Gejala lain seperti migrain okular dapat timbul sebagai
II.2.8.2 Perdarahan
sindrom von Willebrand, akan tetapi risiko komplikasi ini terbilang rendah. Pada
studi ECLAP, insidensi total perdarahan mencapai 2.9 dari 100 pasien per
23
tahunnya, sementara itu perdarahan mayor (membutuhkan transfusi darah dua
unit atau lebih) yakni 0,8 dari 100 pasien per tahunnya. Perdarahan mayor yang
dan mungkin terjadi setelah beberapa tahun. Pada studi prospektif yang
terhitung 16% dalam 10 tahun dan 34% dalam 15 tahun. Studi tersebut tidak
Transisi polisitemia vera menjadi leukemia akut terhitung 1,3 dari 100
24
peningkatan/penurunan leukosit, anemia dan trombositopenia. Leukemia
dengan abnormalitas sitogenetik seperti delesi kromosom 5,7 dan 17. Risiko
menjadi leukemia meningkat pada pasien-pasien usia tua dan penggunaan agen
II.3. Flebotomi
II.3.1. Definisi
Bahasa Yunani merupakan asal kata dari flebotomi , yakni flebo (phlebo/
vena) dan tome (insisi). Flebotomi diartikan sebagai tindakan insisi pembuluh
darah dengan tujun mengalirkan darah keluar dari pembuluhnya. Tindakan ini
salah cairan tubuh yang mengandung zat-zat toksik penyebab penyakit (WHO).
II.3.2. Indikasi
25
(terutama syaraf) (WHO). Oleh karena itu, WHO menyimpulkan perlu diadakan
kesehatan.
1. Siapkan alat
a. Turniket
b. Hand-rub
c. Alcohol swab
Alat ini selain digunakan sebagai pelindung diri juga berfungsi untuk
keduanya didasarkan pada usia dan kebutuhan jumlah darah yang ingin
26
diambil sebagai sampel. Misal pada anak-anak, umumnya pengambilan
plastik dengan penutup karet, tabung vakum, tabung kaca dengan penutup
Kedua alat ini digunakan untuk pengambilan darah dalam jumlah besar.
h. Label laboratorium
laboratorium.
27
b. Tanyakan apakah pasien memiliki fobia, alergi, ataupun riwayat kejadian
antekubiti.
28
b. Minta pasien untuk mengepalkan tangan, sehingga vena tampak lebih
jelas.
c. Suntikkan jarum dengan sudut 30o atau kurang, agar dapat dengan mudah
sekitar.
29
Walaupun terdapat studi yang menunjukkan tingginya efektivitas
vera.
darah. Sebagai indikator yang sering digunakan, target hematokrit pada pasien-
pasien polisitemia vera adalah di bawah 45% (Tefferi dan Barbui, 2015; Raedler,
2014). Studi lain juga menunjukkan bahwa pasien dengan kadar hematokrit
kurang dari 45% memiliki risiko kardiovaskular yang lebih rendah dibanding
kelompok pasien dengan kadar hematokrit yang berkisar antara 45-50%. Satu
studi menunjukkan terdapat risiko kardiovaskular yang empat kali lebih tinggi
Studi lain dilakukan dengan metode uji klinis terapi terhadap sampel yang
cukup besar, 182 pasien dewasa dengan JAK2-positif polisitemia vera dan
flebotomi rutin atau dua kali seminggu hingga target hematokrit tercapai. Hasil
pada pasien hematokrit rendah dan 10,9% pada pasien dengan kadar hematokrit
tinggi (HR 2.69; 95% ci: 1.19-6.12; P=0.02). Insidensi trombosis mayor
30
sebanyak 1.1 per 100 orang dalam satu tahun pada kelompok hematokrit rendah
dan 4.4 per 100 orang dalam satu tahun pada kelompok hematokrit tinggi.
nilai Packed Cell Volume pada pasien dengan polisitemia vera. (Humphrey PR,
et al. 1980). Pada studi tersebut, rerata PCV pada pasien dengan polisitemia vera
setelah flebotomi adalah 0.431, lebih rendah dibandingkan nilai PCV sebelum
mengeluarkan darah sebanyak 250cc, dan dapat diulang dalam kurun waktu dua
bulan.
menggunakan aspirin dan flebotomi . (Bleeker JS, et al. 2011) Tindakan invasif
juga cenderung tidak nyaman dan dapat menyebabkan pasien tidak rutin
dan berujung pada defisiensi besi. (Bleeker JS, Hogan WJ 2011) Intoleransi
reaktif.
studi klinis pertama (PVSG Trial-01) prospektif selama 20 tahun terhadap 431
31
kelompok; terapi flebotomi saja, flebotomi dan klorambusil, serta flebotomi
dengan fosfat radioaktif (32P). Hasil menunjukkan bahwa angka hidup median
(median survival) lebih baik pada kelompok dengan flebotomi saja yakni 13,9
tahun, sedangkan flebotomi dan klorambusil selama 11,8 tahun, serta flebotomi
dengan fosfat radioaktif paling rendah yakni 8,9 tahun. Penelitian tersebut juga
yang menerima terapi flebotomi saja dalam tiga tahun pertama (23%
32
dibandingkan 15% terhadap terapi P). Namun, apabila dibandingkan terhadap
insidensi lebih rendah terhadap keganasan hematologi. Oleh karena itu, peneliti
terdapat peningkatan trombosis dalam tiga tahun pertama (Berk et al, 1995).
pada uji PVSG-08, dengan median waktu pengamatan 8.6 tahun, terdapat 51
32
jumlah kematian yang lebih rendah (39% dan 55%), jumlah komplikasi
mielofibrosis lebih rendah (8% vs 13%) dan lebih banyak komplikasi leukemia
Studi uji klinis acak tersamar oleh ECLAP yang melibatkan 518 subjek
pola penanganan kasus polisitemia vera pada dokter di Amerika Serikat. Peneliti
kombinasi flebotomi + hidroksi urea, dan hidroksi urea saja. Interferon, aspirin,
32
P, dan busulfan hanya dipilih sebagian kecil praktisi. Sejumlah 81% praktisi
lini pertama lebih besar pada kalangan praktisi akademik (26,8% vs 17% dokter
untuk mengatasi eritrosis pada dokter dengan masa kerja klinis lebih lama (87%
33
>10 tahun pengalaman; vs 81% 6-10 tahun pengalaman; dan 79% 1-5 tahun;
P=0.02 pada perbandingan >10 tahun dan 1-5 tahun) (Streiff et al, 2001).
Obat sitotoksik juga cenderung lebih dianjurkan pada pasien yang kadar
sekunder (LMAs). (Tefferi A, et al. 2013) Studi lain menunjukkan bahwa dosis
kumulatif dari hidroksiurea tidak berkaitan dengan kejadian AML (Kiladjian JJ,
34
Obat sitotoksik juga cenderung lebih dianjurkan pada pasien yang kadar
35