Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

INTRACEREBRAL HEMORHAGE (ICH)

A. Definisi
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak
biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara
klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang
disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah
hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3
cm, Perifer, Adanya pergeseran garis tengah.
Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi
otak.Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai
daerah kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul. Intra Cerebral
Hematom (ICH) merupakan koleksi darah focus yang biasanya diakibatkan
oleh cidera regangan atau robekan rotasional terhadap pembuluh –pembuluh
darah dalam jaringan fungsi otak atau kadang kerena cidera tekanan .ukuran
hematom bervariasi dari beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter dan
dapat terjadi pada 2- 16 kasus cidera.
Intra cerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri .
hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala
terbuka .intraserebral hematom dapat timbul pada penderita strok hemorgik
akibat melebarnya pembuluh nadi.

B. Etiologi
Etiologi dari Intra Cerebral Hematom adalah :
1. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
2. Fraktur depresi tulang tengkorak
3. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
4. Cedera penetrasi peluru
5. Jatuh
6. Kecelakaan kendaraan bermotor
7. Hipertensi
8. Malformasi Arteri Venosa
9. Aneurisma
10. Distrasia darah
11. Obat
12. Merokok

C. Patofisiologi
ICH primer biasa terjadi pada kapsul internal dan hematoma meluas
kemedial kesubstansi kelabu dalam dan kelateral melalui substansi putih yang
relatif aseluler korona radiata. Pembuluh yang ruptur adalah satu dari arteria
perforating kecil yang meninggalkan arteria serebral media dekat pangkalnya
dikarotid internal dan sering dijelaskan sebagai arteria lentikulostriata.
Pemeriksaan postmortem menunjukkan pada arteria perforating pasien
hipertensif terdapat banyak dilatasi aneurismal yang sangat kecil yang diduga
rupturnya menjadi sumber perdarahan. Lebih jarang perdarahan terjadi pada
fossa posterior yang dimulai pada pons atau hemisfer serebeler.
ICH akut sering terjadi saat atau setelah latihan fisik. Sekitar duapertiga
akan mengalami perburukan neurologis progresif dan sepertiganya dalam
defisit maksimal saat datang kerumah sakit. Penurunan kesadaran terjadi pada
60% dan duapertiganya jatuh kedalam koma. Nyeri kepala dan mual dengan
muntah terjadi pada 20-40% kasus. Gejala ini karena peninggian TIK akibat
perdarahan. Kejang kurang umum terjadi, sekitar 7-14%. Gejala dan tanda
lainnya tergantung ukuran dan lokasi spesifik dari bekuan darah. Tanda khas
perdarahan ganglia basal, biasanya putaminal, adalah defisit motor
kontralateral dan gaze ipsi lateral dengan perubahan sensori, visual dan tabiat.
Perubahan pupil terjadi akibat ancaman herniasi unkal lobus temporal akibat
peninggian TIK dan pergeseran garis tengah. Gejala afasik bila hemisfer
dominan terkena.
Perdarahan menyebabkan kerusakan neurologis melalui dua cara yaitu:
1. Kerusakan otak yang nyata terjadi pada saat perdarahan. Ini terutama pada
kasus dimana hematoma meluas kemedial dan talamus serta ganglia basal
rusak.
2. Hematoma yang membelah korona radiata menyebabkan kerusakan yang
kurang selluler namun mungkin berukuran besar dan menyebabkan
penekanan serta gangguan fungsi neurologis yang mungkin reversibel.80%
pasien adalah hipertensif dan biasanya dalam eksaserbasi akut dari
hipertensinya pada saat datang. Kebanyakan kasus hematoma memecah
kesistema ventrikuler atau rongga subarakhnoid menimbulkan gambaran
klinis PSA.
Pria terkena 5-20% lebih sering dari wanita dan 75-90% terjadi antara usia
45-75 tahun. Pasien dengan koagulopatia lebih berisiko terhadap PIS seperti
juga penderita yang mendapat antikoagulan terutama Coumadin.
Trombositopenia dengan hitung platelet kurang dari 20.000, penyakit hati,
leukemia, dan obat-obat seperti amfetamin meninggikan risiko terjadinya PIS.
ICH terjadi pada teritori vaskuler arteria perforating kecil seperti
lentikulostriata pada ganglia basal, talamoperforator diensefalon, cabang
paramedian basiler pada pons. Karenanya kebanyakan terjadi pada struktur
dalam dari hemisfer serebral. Berikut ini struktur beserta frekuensi
kejadiannya: putamen 30-50%, substansi putih subkortikal 30%, serebelum
16%, talamus 10-15%, serta pons 5-12%. Arteria yang paling sering
menimbulkan perdarahan adalah cabang lentikulostriata lateral dari arteria
serebral media yang mencatu putamen.
ICH merupakan sekitar 10% dari semua strok. Seperti dijelaskan diatas, ia
disebabkan oleh perdarahan arterial langsung ke parenkhima otak. Ruptur
vaskuler dikira terjadi pada aneurisma milier kecil, dijelaskan oleh Charcot dan
Bouchard 1868, dan/atau pada arteria lipohialinotik yang sering tampak pada
otopsi pasien dengan hipertensi. Minoritas kasus PIS kemungkinan disebabkan
aneurisma, AVM, malformasi kavernosa, amiloid serebral, atau tumor.
Glioblastoma adalah tumor otak primer yang paling sering mengalami
perdarahan, sedangkan melanoma, khoriokarsinoma dan ipernefroma adalah
tumor metastatik yang tersering menimbulkan perdarahan.
Kematian akibat ICH sekitar 50% dengan 3/4 pasien yang hidup, tetap
dengan defisit neurologis nyata. Penelitian memperlihatkan bahwa prognosis
terutama tergantung pada derajat klinis saat pasien masuk, lokasi serta ukuran
perdarahan. Pasien sadar tentu lebih baik dari pada pasien koma. Penelitian
Dixon 1984 memperlihatkan bahwa satu-satunya prediktor terpenting atas
outcome adalah Skala Koma Glasgow. Pasien dengan hematoma lober
superfisial cenderung lebih baik dari perdarahan batang otak yang lebih dalam.
Perluasan klot ke sistema ventrikuler memperburuk outcome. Pasien dengan
perdarahan dengan diameter lebih dari 3 cm atau volumenya lebih dari 50 sk,
lebih buruk. Pasien dengan kondisi medis buruk dan yang berusia 70 tahun
atau lebih cenderung mempunyai outcome buruk.

D. Manifestasi Klinis
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah
orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas.
Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak
ada. Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk
sebagaimana peluasan pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa,
seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan
tidak bisa berbicara atau menjadi pusing.
Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung
perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal
besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah
biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit.
Menurut Corwin 2000 manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom
yaitu :
1. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan
membesarnya hematom.
2. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal
3. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal
4. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium
5. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan
motorik dapat timbul segera atau secara lambat
6. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan
tekanan intra kranium.

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hematom menurut Sudoyo
(2006) adalah sebagai berikut :
1. Angiografi
2. Ct scanning
3. Lumbal pungsi
4. MRI
5. Thorax photo
6. Laboratorium
7. EKG

F. Penatalaksanaan Medis
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke
ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada
orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah
orang yang mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari.
Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi otak
bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh
seluruhnya fungsi otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic.
Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan
obat-obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat
pendarahan makin buruk. Jika orang yang menggunakan antikoagulan
mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan
pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti :
1. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse
2. Transfusi atau platelet
3. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan pengangkatan platelet
(plasma segar yang dibekukan)
4. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam
darah yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan)
5. Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan
di dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang
dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak.
Corwin (2000) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral
Hematom adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan tirah baring terlalu lama
2. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom
secara bedah
3. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis
4. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok
5. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi
6. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan laboratorium
lainnya yang menunjang.
Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan
data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan.
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status
kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya,
spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan
fungsi dan gaya hidup klien
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, diagnose medis
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Riwayat psikososial
7. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
b. Pola nutrisi dan metabolisme
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas dan latihan
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola hubungan dan peran
g. Pola persepsi dan konsep diri
h. Pola sensori dan kognitif
i. Pola reproduksi seksual
j. Pola penanggulangan stress
k. Pola tata nilai dan kepercayaan

8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
- Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
- Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
- Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi
b. Pemeriksaan integumen
- Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu
perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
- Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
- Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan kepala dan leher
- Kepala : bentuk normocephalik
- Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
- Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur
akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi
- Pemeriksaan nervus cranialis
- Pemeriksaan motorik
- Pemeriksaan sensorik
- Pemeriksaan refleks
9. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
- CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
- MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
- Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler.
- Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah
satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.
b. Pemeriksaan laboratorium
- Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan
yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom)
sewaktu hari-hari pertama.
- Pemeriksaan darah rutin
- Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum
dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
- Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah
itu sendiri.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi
sputum di jalan nafas
2. Resiko ketidak efektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
gangguan aliran darah dan oksigen ke otak
3. Resiko cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran (DPO)
4. Gangguan mobilisasi fisik b.d kondisi yang melemah
5. Gangguan defisit perawatan diri b.d kelemahan otot.

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Gangguan Tujuan : setelah 1. Observasi kondisi 1. Inspeksi kondisi
mobilisasi fisik dilakukan tindakan fisik klien awal pasien
b.d kondisi yang keperawatan selama 2. Rencanakan proses 2. Merencanakan
melemah waktu 4X24 jam pasien latihan yang efisien bila porsi latihan untuk
diharapkan dapat perlu kolaborasikan menunjang
melakukan mibilisasi dengan fisioterapi untuk kesembuhan
fisik secara optimal. menambah proses latihan pasien
Kriteria hasil: 3. Atur posisi senyaman
- Tonus otot bertambah mungkin
- Mobilisasi ROM 4. Mengajari pasien ROM
pasif menjadi aktif pasif dan aktif 3. Memberikan
- 5. Biarkan pasien kenyamanan
Tidak mengeram kesaki mempraktikan kembali
tan dalam proses latihan yang sudah diajarkan tapi 4. Melakukan
dengan pengawasan tindakan
perawat keperawatan
6. Observasi kembali 5. Monitoring
peningkatan gerak fisik tindakan yang
7. Berikan HE(healt sudah dilakukan
education)tentang
pentingnya latihan ROM.

1. Observasi kondisi
fisik klien 6. Mengetahui
Tujuan : setelah 2. Rencanakan proses perkembangan
dilakukan tindakan latihan yang efisien bila latihan
keperawatan dalam perlu kolaborasikan 7. Memberikan
waktu 6X24 jam dengan fisioterapi untuk informasi kepada
diharapkan pasien dapt menambah proses latihan pasien.
terpenuhi aktivitas sehari 3. Atur posisi senyaman
hari dengan normal mungkin
Kriteria hasil : 4. Mengajari pasien ROM
- pasif dan aktif 1. Inspeksi kondisi
Terjadi peningkatan 5. Biarkan pasien awal pasien
tonus otot mempraktikan kembali 2. Merencanakan
- Pasien yang sudah diajarkan tapi porsi latihan untuk
dapat melakukan aktivi dengan pengawasan menunjang
Gangguan tas sehari perawat kesembuhan
intoleransi hari dengan mandiri 6. Bila sudah bisa pasien
aktivitas b.d - Tidak terasa sakit menyangga tubuh ajarkan
kelemahan tonus bila melakukan latihan berjalan tapi dengan
otot dammpingan perawat
7. Berikan dukungan dalam 3. Memberikan
setiap tindakan yang kenyamanan
sudah dilakukan.
4. Melakukan
tindakan
keperawatan
5. Monitoring
1. Observasi secara tindakan yang
subjektiv skal nyeri yang sudah dilakukan
Tujuan : setelah dirasakan pasien
dilakukan tindakan 2. Beri posisi yang nyaman
keperawatan dalam 3. Ajari metode relaksasi
waktu 3X24 jam seperti distraksi, nafas
diharapkan rasa nyeri dalam, dan bila emosi 6. Melanjutkan
yang dirasak pasien dapat ajarkan imajinasi proses latihan
berkurang atau bahkan terpimpin keperawatan
hilang 4. Anjurkan pasien untuk
Kriteria Hasil : melakukan pemeriksaan
- Wajah CT-Scan
tidak mengurung dan 5. Kolaborasikan dengan 7. Memberi
menahan kesakitan pihak medis untuk terapi semangat untuk
- Skala nyeri turun obat menambah latihan.
- Pasien 6. Berikan HE tentang
tidak memegangi bagian pentingnya ambulansi
yang sakit saat emergensi
7. Observasi penurunan 1. Inspeksi skala
skala nyeri yang nyeri awal dari
dirasakan pasien

2. Memberikan rasa
nyaman
Gangguan rasan 3. Melakukan terapi
yaman Nyeri b.d 1. Observasi kondisi awal perawatan
peningkatan pasien terutama fisik dan
tekanan Tujuan : setelah kebersihan
intrakranial dilakukan tindakan 2. Siapkan alat untuk
(TIK) keperawatan dalam melakukan PH
waktu 1X24 jam 4. Memantau adakah
diharapkan pasien kelainan dari
terpenuhi dalam 3. Memberitahu maksud pemeriksaan
perawatan dirinya secara dan tujuan tindakan yang
optimal dilakukan 5. Membantu
Kriteria Hasil : 4. Menutup gorden mempercepat
-.Wajah tidak lesu kesembuhan
- Kulit 5. Melakukan PH sambil pasien
tidak saling melengket mengajari keluarga 6. Memberi
- Badan menjadi harum 6. Observasi tindakan yang informasi secara
dilakukan lengkap
7. Beri HE pentingnya
perawatan diri

7. monitoring
perkembangan
setelah dilakukan
tindakan
keperawatan

1. Obsevasi kondisi
awal dari pasien

2. Menyiapkan alat
Defisit dari suatu bagian
perawatan diri tindakan
b.d kelemahan keperawatan
otot 3. Menghindari
penolakan dri
tindakan
keperawatan
4. Menjaga privasi
pasien
5. Melakukan
tindakan
keperawatan
6. Monitoring
tindakan yang
sudah dilakukan
7. Membantu
memberikan
informasi secara
jelas.

D. Evaluasi
1. Tidak terjadi gangguan mobilisasi fisik
2. Tidak terjadi gangguan intoleransi aktivitas
3. Tidak terjadi gangguan nyaman nyeri
4. Tidak terjadi gangguan defisit perawatan diri.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC,
Jakarta.

Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan


Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press,


Yogyakarta.

Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat


Bedah Saraf Indonesia, Surabaya.

Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke,


Suatu Pendekatan Baru Millenium III, Bangkala

Anda mungkin juga menyukai